Anda di halaman 1dari 9

Black Star

Rabu, 02 Mei 2012

Pendekatan Psikologi dalam Menganalisis Karya Sastra

PENDEKATAN PSIKOLOGI DALAM MENGANALISIS

KARYA SASTA

A. Pengertian Pendekatan Psikologis

Suatu karya sastra tidak akan dikenal jika tidak ada yang membacanya. Dari sini, seorang pembaca tidak
akan diam saja setelah membaca suatu karya. Melainkan, mereka akan memberikan kritik terhadap
karya tersebut. Maka suatu karya sastra yang akan dikritik, terlebih dahulu harus dianalisis berdasarkan
pendekatan atau teori kritik sastra. Ada berbagai macam pendekatan dalam karya sastra, dan di sini
akan dibahas lebih mendalam tentang pendekatan psikologis karya sastra.

Pendekatan adalah salah satu prinsip dasar yang digunakan sebagai alat untuk mengapresiasi karya
sastra. Salah satunya ditentukan oleh tujuan dan apa yang hendak ditentukan lewat teks sastra.
Pembaca dapat menggunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan psikologis.

Psikologi adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang objek pembahasannya adalah keadaan jiwa
manusia. Ilmu ini berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu
dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan.

Karya sastra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengarang yang di dalamnya melukiskan suasana
kejiwaan pengarang, baik suasana sakit maupun emosi (Asrori, 2011). Di dalam karya sastra terdapat
hasil kreatifitas dari pengarang tersebut. Mungkin dari pengalaman pribadi pengarang atau bukan
pengalaman pribadi yang tentunya pernah disaksikan oleh pengarang.

Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan
bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia
yang merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika,
2011). Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya sastra yang menitik
beratkan pada keadaan jiwa manusia, baik terhadap pengarang, karya sastra, maupun pembaca.

B. Metode Psikoanalisis
Ada tiga sasaran dalam menganalisis karya sastra menggunakan pendekatan psikologi. Ketiga sasaran
tersebut yaitu, analisis terhadap psikologi pengarang, psikologi karya sastra dan efek karya sastra pada
pembaca.

Psikologi pengarang lebih menekankan bagaimana keadaan kejiwaan pengarang tersebut berbeda
dengan orang yang bukan pengarang. Dalam hal ini, ada dua cara untuk mengkaji psikologis pengarang.

(1) Terlebih dahulu mempelajari karya sastra tertentu. Dari situ dapat ditarik kesimpulan tentang
kepribadian pengarang yang menciptakan karya tersebut. Selanjutnya, kepribadian pengarang dapat
dijadikan acuan untuk menganalisis karya sastra lain dari pengarang tersebut.

(2) Melacak riwayat hidup pengarang (perang batin, harapan, pertentangan jiwa, kekecewaan).
Kemudian, kesimpulannya dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra pengarang tersebut.
Karena, keadaan batin pengarang banyak yang dimasukkan dalam karya sastranya.

Suwignyo (2008:137) mengatakan bahwa dari hasil analisis psikologi pengarang, muncul banyak
anggapan tentang diri pengarang. Anggapan itu misalnya sastrawan adalah orang jenius, kejeniusan
dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan.

Analisis psikologi terhadap karya sastra didasarkan pada anggapan bahwa di dalam karya sastra terdapat
tokoh-tokoh atau pribadi-pribadi yang secara kejiwaan memiliki karakteristik yang khas yang dapat
dipahami melalui teori psikologi (Suwignyo, 2008: 137). Karya sastra ini merupakan bahan analisis dari
segi instrinsik, karena menekankan pada penokohan, perwatakan, dan konflik yang sangat cocok
didekati dengan psikoanalisis.

Karya sastra tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi pembacanya. Hal itulah yang menimbulkan
efek bagi pembaca dan bagaimana respon pembaca terhadap karya tersebut. Suwignyo (2008: 36)
mengatakan bahwa kritikus berusaha menemukan bagaimana caranya pengalaman pribadi pembawa
dibawa memasuki karya sastra. juga responsi serta bagaimana pengidentifikasian diri pembaca terhadap
karya sastra yang dibaca.

C. Analisis Karya Sastra Menggunakan Pendekatan Psikologi

1. SINOPSIS

Judul: Jalan Tak Ada Ujung

Karya: Mochtar Lubis

Novel ini menceritakan tentang masalah ketakutan batin seorang guru di massa revolusi kemerdekaan.
Pemeran utamanya adalah seorang guru yang bernama Isa. Isa adalah seorang guru yang memiliki sifat
lemah lembut, baik, dan memiliki jiwa seni. Namun, Guru Isa dihadapkan pada konflik-konflik revolusi
yang membuatnya ketakutan.
Suatu hari, di jalan Gang Jaksa, para serdadu Nica datang. Semua orang yang berada di tempat itu
bersembunyi. Namun, ada saja yang terkena tembakan. Saat itu, Isa sedang berjalan menuju sekolah,
suara tembakan memecah kesunyiannya dan terlintas di benak isa tentang keselamatan isteri dan
anaknya. Ketika tiba di sekolah, tidak ada anak-anak yang datang. Guru Isa hanya duduk sambil berpikir
tentang kekacauan yang telah terjadi dan Dia merasa ketakutan.

Pada massa itu, semua orang dihadapkan pada perekonomian yang sangat susah. Begitu pula
perekonomian Isa, sampai Isa dengan terpaksa berani mengambil buku-buku yang ada di skolahan dan
dijual untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Selain masalah ekonomi, Isa juga mengalami
tekanan batin, yaitu tidak bisa membahagiakan istrinya secara batin. Hal itulah yang menyebabkan istri
Isa berselingkuh dengan Hasil. Hasil adalah pemuda yang mempunyai keberanian sekaligus sahabat guru
Isa. Mereka bertemu saat Isa menghadiri perkumpulan pemuda, sebuah organisasi untuk melawan
serdadu-serdadu. Hasil juga pandai bermain alat musik. Sejak saat itulah, Hasil sering bermain ke rumah
Isa.

Sambil bermain musik, mereka membicarakan tentang kemerdekaan, perang, revolusi, dan rencana
perlawanan yang membuat Guru Isa semakin takut. Biarpun merasa takut, tapi Isa harus
menyembunyikannya, karena Isa telah menjadi anggota organisasi untuk melawan serdadu-serdadu
Jepang.

Suatu hari, Isa menunggu kedatangan Hasil untuk memberi informasi penting tentang rencana
perjuangan mereka. Isa pun bermimpi buruk. Dia merasa berjalan di sebuah jalan yang licin dan besar.
Jalan itu menghilang tanpa putus ke tepi langit yang gelap dan jalan itu amat menakutkan. Semakin Isa
berlari, semakin cepat pula ujungnya menghilang. Semakin lama, perasaan Guru Isa semakin kacau
memikirkan pertempuran yang akan dia lakukan. Mimpi buruk pun selalu melanda Isa sehingga Isa takut
untuk tidur. Teror selalu mengganggu dalam mimpinya. Hati Isa selalu takut untuk melakukan
perjuangan. Apalagi setelah Isa mengatahui bahwa tetangga dan teman seprofesinya telah mengungsi
ke tempat lain untuk berlindung. Pada awalnya, Dia juga ingin mengungsi menghindari pertempuran.
Namun, Isa sadra bahwa semua tempat tidak aman dan dia juda tidak perlu mengungsi.

Guru Isa dan Hasil pun mendapat tugas untuk menyelundupkan senjata dan bom ke Kerawang.
Pennyelundupan itu berjalan sesuai rencana. Sampai pada puncaknya, Isa, Hasil, dan Rahmat melakukan
penyerangan di bioskop dengan melemparkan granat di depan gedung bioskop tersebut. Beberada
serdadu Belanda terluka. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing dan tidak saling memberi kabar.
Sampai akhirnya Hasil tertangkap polisi militer. Dia mengakui semua perbuatannya dan menyebutkan
siapa saja yang terlibat. Sehingga Isa pun ikut tertangkap. Di dalam penjara, mereka disikasa terus-
menerus dan diintrogasi. Hasil yang dulunya sangat berani berubah menjadi sangat terpuruk dan takut.
Sedangkan Isa mampu menguasai ketakutannya selama ini.

2. Analisis
Novel yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung ini sangat cocok jika dikaji menggunakan pendekatan psikologi
sastra. Karena, dalam novel tersebut menganut teori psikoanalisis yang menceritakan konflik batin
seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologi sangat tepat digunakan untuk mengkaji seperti apa
konflik batin yang dialami tokoh utama, yakni Guru Isa.

Guru Isa sebagai tokoh utama dalam novel memiliki sifat yang lembut, penakut, dan tidak mau terlibat
dalam revolusi karena takut dicap sebagai mata-mata atau penghianat. Pikirannya penuh dengan mimpi-
mimpi buruk dan ancaman yang terus menerus. Teror yang ada di sekitanya seakan-akan mengejar Guru
Isa dalam segala aktifitasnya. Ketakutannya melawan kehidupan paska revolusi sampai terbawa dalam
mimpi. Mimpi-mimpi yang sangat buruk, sehingga Isa seakan tidak berani memejamkan mata walau
hanya sedetik. Keadaan batin Guru Isa saat itu sangatlah bergejolak.

Penderitaan batin Guru Isa semakin bertambah saat dihadapkan pada persoalan ekonomi. Sebagai
seorang guru yang dianggap baik dan sebagai teladan, dia terpaksa berbuat nekat. Dia memberanikan
diri untuk mencuri buku-buku di sekolahannya sendiri saat ruangat kosong, kemudian dijual hanya untuk
memenuhi kebutuhan makan keluarganya. Saat itu, bertambahlah perang batin dalam diri Guru Isa.

Ketidak berdayaan seksualnya juga merupakan penderitaan batin. Hal ini yang mengakibatkan
perkawinannya dengan Fatimah terganggu. Isa pun merasa sedih karena melihat sinar mata istrinya
yang terlihat sudah tidak memiliki cinta buat Isa. Sampai Fatimah harus berselingkuh dengan Hasil.
Mengetahui istrinya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, Isa bukannya menegur ataupun marah
kepada keduanya. Namun, lebih memendam apa yang dia ketahui dan menyimpannya dalam hati.
Mungkin dia takut kalau istrinya pergi meninggalkannya, takut kehilangan cinta istrinya. Atau Isa
menyadari bahwa apa yang Istrinya lakukan semata-mata karena Isa tidak mampu membahagiakannya
secara batin.

Bertambah lagi penderitaan batin yang guru Isa sembunyikan, yaitu kepada Hasil. Isa yang terkenal
pandai bermain alat musik, di dalam hatinya harus mengakui bahwa Hasil lebih pandai dari dirinya. Hasil
mampu menciptakan lagu yang lebih bagus daripada Isa.

Namun di akhir cerita, ada perubahan kepribadian antara Isa dan Hasil. Isa yang awalnya sangat
penakut, akhirnya lebih mampu menghadapi ketakutannya selama ini. Sedangkan Hasil yang pemberani
berubah menjadi sosok yang sangat rapuh dan sangat besar ketakutan yang dia rasakan. Mungkin itu
semua terjadi karena Isa sudah kebal terhadap rasa takut yang selama ini dia bawa dan dia rasakan.

D. Analisis Psikologi Pengarang

Jika dilihat dari biografi pengarang novel yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung ini, Mochtar Lubis
mencoba memasukkan kisah kehidupannya yang nyata ke dalam novelnya. Bisa dikatakan bahwa novel
ini mendapatkan sentuhan pengalaman pribadi pengarang. Yang dimaksud di sini bukanlah pengalaman
seluruhnya, tapi hanya sebagian sebagian.
Dalam kehidupan nyata, Mochtar Lubis aktif di bidang pers sebagai wartawan sejak zaman Jepang.
Mochtar Lubis juga pernah meringkuk di penjara karena koran yang didirikan dan dipimpinnya,
Indonesia Raya dibrendel oleh Orde Lama maupun Orde Baru. Pengalaman itulah yang kemudian
dimasukkan dalam karya sastranya yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung ini. Dalam novel, Isa juga aktif
berorganisasi di jaman Jepang yang akhirnya membuat Isa ditangkap dan dimasukkan ke penjara.

Mochtar Lubis adalah sastrawan angkatan 45 yang sangat menyukai bunga anggrek, hutan, dan
pegunungan. Sehingga, tidak heran bahwa karya sastranya yang lain, yang berjudul Harimau! Harimau!
Banyak menggunakan setting tempat di hutan dan pegunungan.

E. Analisis Psikologi Pembaca

Setelah membaca novel Jalan Tak Ada Ujung ini, pembaca akan mendapatkan efek dari psikologi
tokoh-tokoh dalam novel. Melalui novel ini, Mochtar Lubis mengajarkan kepada kita untuk tidak mudah
putus asa dalam menghadapi segala masalah yang terjadi. Kemudian, dalam keadaan apapun sebaiknya
tidak mengambil sesuatu yang bukan milik kita. Selain itu, demi kebenaran, apapun harus diperjuangkan
meski banyak halangan dan terkadang sangat menakutkan. Yang lebih penting, Mochtar Lubis
mengajarkan pada pembaca bahwa rasa takut yang menyerang hati dan pikiran itu harus dilawan,
jangan sampai hanyut di dalamnya dan bersarang terlalu lama hingga terbawa dalam mimpi.

Psikologi Sastra Menurut Para Ahli, Konsep Dasar dan Kriterianya

Psikologi sastra menurut para ahli

Psikologi sastra merupakan kajian sastra yang pusat perhatiannya pada aktivitas kejiwaan baik dari
tokoh yang ada dalam suatu karya sastra, pengarang yang menciptakan karya sastra, bahkan pembaca
sebagai penikmat karya sastra.

Pendapat Para Ahli tentang Psikologi Sastra

Menurut Endaswara (2011:96), psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai
aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Karya sastra
yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-
tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa.

Menurut Roekhan (dalam Endaswara, 2011:97-98) psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan
sekaligus. Pertama, pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra.
Kedua, pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya
sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam
menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis
ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun
wakil masyarakatnya.

Menurut Semi, (1993:76) pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Untuk melihat dan mengenal
manusia lebih dalam dan lebih jauh diperlukan psikologi.

Konsep Dasar dan Kriteria Pelaksanaan Psikologi Sastra

Di dalam pelaksanaan pendekatan psikologis dalam kajian sastra hanya diambil bagian-bagian yang
berguna dan sesuai dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia. Berikut ini beberapa konsepsi
dasar dan kriteria yang digunakan pendekatan psikologis.

Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan pemikiran pengarang yang berada dalam
situasi setengah sadar atau subconcius setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk
tertentu secara sadar atau concius dalam bentuk penciptaan karya sastra.

Mutu sebuah karya sastra ditentukan oleh bentuk proses penciptaan dari tingkat pertama, yang berada
di alam bawah sadar, kepada tingkat kedua yang berada dalam keadaan sadar.

Disamping membahas proses penciptaan dan kedalaman segi perwatakan tokoh, perlu pula mendapat
perhatian dan kajian yaitu aspek makna, pemikiran, dan falsafah yang terlihat di dalam karya sastra.

Karya yang bermutu, menurut pendekatan psikologis, adalah karya sastra yang mampu menyajikan
simbol-simbol, wawasan, perlambangan yang bersifat universal yang mempunyai kaitan dengan
mitologi, kepercayaan, tradisi, moral, budaya, dan lain-lain.

Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu
menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakikat kehidupan manusia itu adalah
perjuangan menghadapi kekalutan batinnya sendiri.

Kebebasan individu penulis sangat dihargai, dan kebebasan mencipta juga mendapat tempat yang
istimewa (Semi, 1993:77-78).

Secara umum berdasarkan pemaparan psikologi sastra di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra
merupakan kajian sastra yang pusat perhatiannya pada aktivitas kejiwaan baik dari tokoh yang ada
dalam suatu karya sastra, pengarang yang menciptakan karya sastra, bahkan pembaca sebagai penikmat
karya sastra. Hal tersebut dikarenakan karya sastra merupakan cerminan psikologis pengarang dan
sekaligus memiliki daya psikologis terhadap pembaca.
Referensi:

Endaswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta: Kav Maduskimo.

Semi, M. Atar. 1993. Metodologi Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Gramedia Press

Pendekatan Dalam Psikologi Sastra

1. Sastra Sebagai Cermin Dari Kepribadian

Sastra juga seringkali digunakan sebagai cermin dari kepribadian seseorang. Teori ini sudah lama
dikembangkan di dalam bidang psikologi. Namun cerminan yang dimaksudkan disini bukan hanya dari
pengarangnya saja, karena tak semua pengarang dapat masuk ke dalam karya sastra yang dibuatnya
sendiri. (baca juga: Psikologi Remaja)

Kepribadian akan sangat berkaitan dengan tingkah laku dari seseorang. Sebagai penghasil dari
kepribadian, manusia harus selalu bercemin dengan tingkah lakunya sendiri. Kebebasan dalam bidang
sastra merupakan bentuk dari tingkah laku manusianya sendiri. Moral serta tingkah laku tersebut bisa
saja mewakili suatu kelompok masyarakat jika memang sudah menjadi kebiasaan. (baca juga: Teori
Belajar Behavioristik)

2. Sastra dan Teori Sigmund Freud

Teori yang paling banyak digunakan saat pendekatan analisis karya sastra adalah Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud. Menurut Freud, psikoanalisis merupakan sebuah metode yang digunakan dalam
perawatan medis bagi orang-orang yang mengidap gangguan syaraf. Psikoanalisis sendiri dapat dijadikan
terapi untuk mengobat orang-orang dengan gangguan tersebut. Psikoanalisis lebih cenderung ke dalam
psikologi ketidaksadaran, dan lebih memfokuskan diri pada bidang motivasi, konflik, mimpi, serta sifat
karakter. (baca juga: Psikologi Forensik)

3. Metode Telaah Perwatakan


Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika karya sastra akan sangat berkaitan dengan tokoh fiksional dari
karya-karya yang diciptakan oleh pengarangnya. Agar membuat cerita lebih menarik, tentu asaja
dibutuhkan karakter-karakter yang tak lazim dan aneh sehingga menjadi ketertarikan sendiri bagi
pembacanya. Karakter dan perilaku ini yang nantinya akan terkait dengan masalah kejiwaan dari
seseorang dan menjadi masalah dalam hal psikologis.

Selama ini banyak yang memperdebatkan jika telaah sastra menjadi sebuah telaah psikologi. Padahal,
hal ini sangatlah berbeda. Sehingga agar telaah sastra psikologis tetap dalam hakikatnya maka
disampaikanlah dalam bentuk metode perwatakan. Metode-metode tersebut biasanya dalam bentuk
seperti berikut. (baca juga: Psikologi Warna)

Metode Telling (Langsung)

Metode ini lebih mengandalkan mengenai pemaparan dari watak tokoh yang langsung dari komentar
pengarangnya. Melalui metode ini, keikutsertaan dari pengarangnya dalam penyajian perwatakan
tokoh. Sehingga para pembaca lebih memahami karakter dari tokoh tersebut. Metode langsung ini
meliputi nama tokoh, karakterisasi penampilan tokoh, serta karakterisasi dari penjelasan pengarang.
(baca juga: Psikologi Kepribadian)

Metode Showing (Tak Langsung)

Lebih memperlihatkan mengenai cara pengarang untuk menempatkan diri di luar dari kisah dengan
memberikan kesempatan bagi para tokoh untuk menampilkan watak dan karakter dari dialog-dialog
yang ada. Metode Showing ini meliputi dari dialog, tingkah laku, serta karakterisasi dari dialog yang ada.
(baca: Psikologi Sosial)

Teknik Sudut Pandang

Salah satu unsur fiksi yang digolongkan sebagai sarana dari cerita yang ada. Pemilihan sudut pandang
tentu saja tak akan mempengaruhi dari penyajian cerita, namun akan lebih mempengaruhi alur dari
cerita. Sudut pandang merupakan teknik yang dipilih penulis dalam menyampaikan gagasan gagasan
cerita melalui kacamata karakter di dalamnya. (baca: Psikologi Anak)

Gaya Bahasa (Smile, Metafor, Simbol dan Personafikasi)


Smile merupakan perkataan perbandingan yang digunakan untuk objek dan subjek yang berkaitan
seperti umpama, laksana, dan lainnya. Majas Metafora merupakan majas perbandingan yang digunakan
untuk membandingkan langsung dan tepat mengenai dasatr sifat yang sama ataupun hampir sama.
Simbol yang ada di dalam sastra dapat berupa ungkapan yang tertulis, latar, benda, peristiwa, serta
perwatakanyang digunakan untuk memperkuat makna secara keseluruhan. Majas personafikasi
merupakan majas yang digunakan untuk membandingkan dari benda mati yang seolah-olah berubah
menjadi benda hidup.

Anda mungkin juga menyukai