Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Luka merupakan suatu keadaan dimana jaringan kulit mengalami

kerusakan dan hilangnya sebagian jaringan kulit. (Mescher, 2011). Luka sayat

merupakan suatu kerusakan yang terjadi pada jaringan kulit akibat trauma benda

tajam seperti pisau, silet, kampak tajam, maupun pedang. Ketika jaringan tubuh

mengalami luka maka terdapat beberapa efek yang ditimbulkan seperti

pendarahan dan pembekuan darah, hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,

kontaminasi bakteri, respon stres simpatis, serta kematian sel (Zahriana, 2017).

Penelitian mengenai zat yang dapat mempercepat penyembuhan luka

merupakan salah satu hal yang sedang berkembang dan banyak dilakukan oleh

para peneliti dan praktisi tradisional di seluruh dunia khususnya India dan Cina.

Menurut World Health Organization (WHO), 80% populasi di Negara Asian dan

Afrika menggunakan cara pengobatan dari alam. Salah satu pengobatan dari alam

yaitu penggunaan ikan lele. Ikan lele (Clarias gariepinus L) merupakan salah satu

komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat.

Salah satu bahan yang telah banyak digunakan untuk menjaga suasana

lembap pada luka adalah kolagen. Kolagen berperan secara vital pada proses

penyembuhan luka pada jaringan konektif. Kolagen merupakan salah satu protein

yang terdapat pada jaringan tubuh hewan. Sekitar 30% dari total protein tubuh

hewan merupakan kolagen yang dapat ditemukan pada otot, dan kulit (Stephanie

dkk, 2016).
Kolagen ikan memiliki struktur yang lebih kecil dibandingkan dengan

kolagen yang terbuat dari sapi atau babi sehingga lebih mudah untuk diserap oleh

tubuh. (Kumar dkk, 2011). Struktur kulit ikan lebih lunak dibandingkan dengan

tulang ikan. Hal ini menyebabkan proses ekstraksi pada kulit ikan berlangsung

lebih cepat dibandingkan dengan tulang ikan. Selain itu nilai kolagen dari kulit

ikan lebih tinggi dibanding nilai kolagen dari tulang ikan (Darmanto dkk, 2019).

Kolagen memiliki peran penting dalam meningkatkan fungsi kulit bagian

dermis dan epidermis dengan menaikkan kemampuan absorbs air pada lapisan

kulit terluar. (King Ori, 2011)

Ekstrak yang banyak terdapat kandungan kolagen salah satunya terdapat

pada kulit ikan lele dengan diperoleh kadar kolagen yang terkandung sebesar

25,18%. Jumlah presentase kolagen ini mendekati jumlah presentase kolagen dari

channel catfish (Ictlaurus punctaus) yaitu 25,8% (Liu dkk, 2007). Hal ini

menunjukkan bahwa kulit ikan lele dapat digunakan sebagai sumber kolagen.

Ekstraksi kolagen dapat dilakukan secara kimiawi, enzimatis, dan

gabungan keduanya. Ekstraksi pada kulit ikan lebih cocok dengan menggunakan

pelarut asam yaitu HCl, sedangkan untuk cara ekstraksi yaitu menggunakan

metode maserasi. Hal ini karena mengetahui bahwa teknik maserasi lebih

ekonomis dan praktis. (Karim dkk, 2009).

Pada penelitian sebelumnya oleh Aisyah dkk, (2017) dilakukan

pengambilan ekstrak kulit ikan lele dengan menggunakan metode maserasi yang

dimana ekstrak yang dihasilkan memiliki potensi dalam proses penyembuhan


luka bakar derajat II pada tikus jantan putih galur wistar dengan menurunkan

TNF –a dan meningkatkan jumlah fibrolast.

Penggunaan ekstrak langsung pada kulit sangat tidak nyaman dan tidak

praktis, oleh karena itu penelitian ini dibuat dalam bentuk sediaan krim agar lebih

mudah untuk diaplikasikan oleh pengguna.

Berdasarkan penjelasan di atas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap ekstrak kulit ikan lele yang mengandung kolagen. Pada penelitian ini

penulis ingin meneliti tentang “ Formulasi Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele Dumbo

untuk Percepatan Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Jantan Putih (Rattus

novergicus) Galur wistar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pembuatan ekstrak kolagen dengan menggunakan metode

ekstraksi maserasi pada kulit ikan lele dumbo (Clarias grapineus)

2. Bagaimana pembuatan sediaan formula krim dari ekstrak kulit ikan lele

dumbo (Clarias grapineus)

3. Bagaimana pengaruh formula krim ekstrak kulit ikan lele dumbo (Clarias

grapineus) dalam penyembuhan luka sayat

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk membuat ekstrak kolagen dengan menggunakan metode ekstraksi

maserasi pada kulit ikan lele dumbo (Clarias grapineus)

2. Untuk membuat sediaan formula krim dari ekstrak kulit ikan lele dumbo

(Clarias grapineus)
3. Untuk melihat pengaruh formula krim ekstrak kulit ikan lele dumbo (Clarias

grapineus) dalam penyembuhan luka sayat

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan peneliti tentang efek formulasi krim

ekstrak ikan lele dumbo pada penyembuhan luka sayat terhadap tikus jantan

putih (Rattus novergicus) Galur wistar

1.4.2 Bagi Masyarakat

Untuk memberikan informasi tentang bagaimana formulasi sediaan

krim ekstrak kulit ikan lele dumbo pada penyembuhan luka sayat terhadap

tikus jantan putih (Rattus novergicus) Galur wistar


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Klasifikasi ikan lele menurut Gufron et al.,(2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi
Gambar 2.1 Ikan Lele Dumbo
Sub Ordo : Siluroidea (Novriyanto, 2010)

Ikan lele adalah ikan yang hidup di perairan umum dan merupakan ikan

yang bernilai ekonomis, serta disukai oleh masyarakat. Ikan lele bersifat

nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Ikan lele memiliki

berbagai kelebihan, diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki

kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak

dankandungan gizinya cukup tinggi (Suyanto 2006).

Selain itu ikan lele mudah dibudidayakan karena mampu hidup dalam

kondisi air yang jelek dengan kadar oksigen yang rendah dan mampu hidup

dalam kepadatan yang sangat tinggi.


Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki kulit yang licin, berlendir

dan tidak bersisik sama sekali. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya

otomatis berubah menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut ikan lele

dumbo relatif lebar yaitu seperempat dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik

lainnya dari ikan lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8

buah yang berfungsi sebagai alat peraba. Kumis berfungsi sebagai alat peraba

saat bergerak atau mencari makan (Khairuman dan Amri, 2002).

Badan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) berbentuk memanjang dengan

kepala pipih dibawah. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki tiga buah

sirip tunggal yaitu sirip ekor, sirip punggung dan sirip dubur. Selain itu ikan lele

dumbo (Clarias gariepinus) juga memiliki dua buah sirip yang berpasangan untuk

alat bantu berenang, yaitu sirip dada dan sirip perut. Ikan lele dumbo (Clarias

gariepinus) juga memiliki senjata yang ampuh dan berbisa yaitu berupa sepasang

patil yang terletak didepan sirip dada (Suyanto, 2009).

Kumis berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau mencari makan

(Ratnasari, 2011). Badan ikan lele dumbo berbentuk memanjang dengan kepala

pipih dibawah (depresed). Ikan lele dumbo memiliki tiga buah sirip tunggal yaitu,

sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur. Selain itu, ikan lele dumbo juga

memiliki dua buah sirip yang berpasangan untuk alat bantu berenang, yaitu sirip

dada dan sirip perut.


2.2 Kolagen

Kolagen merupakan protein fibril yang secara fisiologis berperan sebagai

jaringan ikat pada kulit, tendon dan tulang. Pemanfaatan kolagen cukup luas baik

di industri penyamakan, farmacuetical, kosmetik, dan materi biomedis serta

industry pangan (Kittiphattanabawon dkk, 2005). Kolagen yang banyak

dipasarkan saat ini umumnya berasal dari kulit dan tulang mamalia yaitu sapi dan

babi. Penggunaan kolagen dari bahan dasar sapi dan babi memiliki kendala pada

kesehatan dan agama. Kolagen yang berasal dari sapi beresiko terkontaminasi

Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan Transmissible Spongiform

Encephalophathy (TSE) (Jongjareonrak dkk, 2005). Kondisi tersebut membuka

peluang untuk mencari kolagen dari sumber bahan baku lain. bahan baku yang

potensial untuk digunakan sebagai sumber kolagen adalah kulit dan tulang ikan

(Nalinanon dkk, 2007).

2.2.1 Komposisi Kolagen

Gambar 2.2 Struktur Kolagen (Collagen animal sources and biomedical , 2012)
2.2.2 Mekanisme Kolagen dalam Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan

berkesinambungan. Hemostatis atau penghentian perdarahan adalah proses

pertama dalam proses penyembuhan luka. Trombosit dan faktor-faktor

pembekuan merupakan faktor hemostatik intravaskuler yang utama. Kolagen

merupakan agen hemostatik yang sangat efisien, sebab trombosit melekat pada

kolagen, membengkak dan melepaskan substansi yang memulai proses

hemostatis (Novriansyah, 2008).

Trombosit tidak hanya mengawali proses hemostatis, tetapi juga

melepaskan sejumlah substansi biologi aktif termasuk molekul matrik

ekstraseluler, seperti fibronektin dan beberapa faktor pertumbuhan seperti

platelet derived growth factor (PDGF) (Triyono, 2005).

Fibroblast merupakan komponen yang paling banyak pada jaringan

granulasi. Sintesis dan deposit kolagen merupakan saat yang penting pada fase

proliferasi dan penyembuhan luka secara umum. Kolagen disekresi ke ruang

ekstraseluler dalam bentuk prokolagen. Bentuk ini kemudian membelah diri pada

segmen terminal dan disebut tropokolagen. Tropokolagen dapat bergabung

dengan molekul tropokalagen lainnya membentuk filamen kolagen. Filamen-

filamen ini kemudian bergabung membentuk fibril (Triyono, 2005).

Fibril-fibril kolagen ini selanjutnya bergabung membentuk serabut-serabut

kolagen. Bentuk filamen, fibril, dan serabut terjadi didalam matrik

glikosaminoglikan, asam hialuronidase, chondroitin sulfat, dermatan sulfat dan

heparin sulfat yang dihasilkan oleh fibroblast. (Triyono, 2005)


2.3 Luka
Luka adalah hilang, rusak, atau terputusnya kontinuitas sebagian jaringan

tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,

perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan

(Sjamsuhidayat, 2010).

Luka adalah hilang, rusak, atau terputusnya kontinuitas sebagian jaringan

tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,

perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan

(Sjamsuhidayat, 2010). Tubuh akan menyempurnakan proses penyembuhan

dengan pembentukan jaringan baru menjadi jaringan kesembuhan yang kuat dan

bermutu (Reksoprodjo, 2010).

2.3.1 Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka

itu dan menunjukan derajat luka (Arisanty, 2013).

a. Berdasarkan derajat kontaminasi

1. Clean wounds (luka bersih)

Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang

merupakan luka sayat elektif dan steril. Luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi.

Luka tidak ada kontak dengan orofaring traktus respiratorius, maupun traktus

genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan

bersih.Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.


2. Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran

pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran perkemihan dalam kondisi

terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak

menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3%-

11%.

3. Contamined wounds (luka terkontaminasi)

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi misalnya pada

saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran kemih. Luka menunjukan

tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau

kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan

infeksi luka 10% - 17%.

4. Dirty or infected wounds (luka kotor)

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan

mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai

akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi

visera, abses, dan trauma lama. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

(Sardjana dan Kusumawati, 2011):

1. Stadium I : luka superfisial (non-blanching erithema) yaitu luka yang terjadi

pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya

tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal


3. Stadium III : luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah

tetapitidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan

epidermis, dermis, dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis

sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV: luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan

tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

2.3.2 Bentuk Luka

Bentuk luka menurut (Schwartz, 2000) yaitu:

a. Nekrotik

Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng.

Kering tidak berarti jaringan di bawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada eksudat,

ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan

melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau tidak di bawah jaringan

keropang tersebut dan di sekitar luka teraba panas dan tampak tanda radang di

sekelilingnya yang perlu diperhatikan. Luka seperti ini membutuhkan suasana

yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas dengan

sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel dan di atasnya diletakan kasa

dan balutan transparan.

b. Sloughy

Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak

berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena jaringan ini

juga sedang mengalami nekrotik dan pada dasar luka akan tumbuh jaringan
granulasi buntuk proses penyembuahan. Warna dasar luka ini adalah merah dan

harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah kontaminasi dari

dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan luka yang baru untuk

pertumbuhan sel granulasi. Luka ini sangat mudah berdarah.

c. Epitelisasi

Warna dasarnya adalah pink dan sebagian luka ini masih dalam proses

glanulasi. Pada epitelisasi perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi

sel yaitu douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk wafer/padat, tidak

berbentuk seruk, namun cukup lunak dan nyaman diletakan diatas permukaan

luka dan tidak menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap

eksudut yang minimal melindungi luka dari kontaminasi.

2.3.3 Tahap Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki

kerusakan yang terjadi. Pertumbuhan pembuluh darah adalah proses penting awal

penyembuhan di tempat luka untuk meningkatkan aliran darah. Fibroblas

jaringan ikat fibrous adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesa kolagen

(Robbins, 2005).

Tubuh mempunyai pelindung dalam menahan perubahan lingkungan yaitu

kulit. Apabila dari faktor luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka

terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis

penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka ini terdiri dari fase inflamasi,

proliferasi dan maturasi.


1) Fase Inflamasi

Fase inflamasi Fase inflamasi pada luka terjadi pendarahan, keluarnya

trombosit, dan sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin,

tromboksan, asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah,

mengatur tonus dinding pembuluh darah, dan kemotaksis terhadap leukosit

(Brunicadi, 2010). Tahapan awal inflamasi ditandai dengan gejala merah dan

panas pada daerah luka operasi. Penjelasan dari hal tersebut dikemukan oleh

Judarwanto (2012) yang menyatakan bahwa respon vaskular pada tempat

terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut.

Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh

darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi

pertambahan aliran darah yang disusul dengan perlambatan aliran darah.

Menurut Uliyah dan Hidayat (2008) fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya

luka sampai hari kelima.

Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel radang keluar dari

pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis.

Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan permeabilitas

kapiler. (Brunicadi, 2010)

Fase inflamasi terdapat dua kegiatan utama yaitu respon vaskular dan

respon inflamasi. Respon vaskular diawali dengan respon homeostatik (kapiler

berkontraksi dan trombosit keluar) pada tubuh selama 5 detik setelah

terbentuknya luka, kemudian jaringan di sekitar luka tersebut akan mengalami

iskemia untuk merangsang pelepasan histamin dan zat vasoaktif yang akan
mengakibatkan vasodilatasi, pelepasan trombosit, reaksi vasodilatasi dan

vasokonstriksi, serta pembentukan lapisan firbin yang berfungsi untuk

membentuk scab atau keropeng pada permukaan luka untuk melindungi luka dari

kontaminasi mikroorganisme baik bakteri maupun jamur. Respon inflamasi pada

fase ini berupa reaksi non-spesifik yang berfungsi untuk mempertahankan atau

memberi perlindungan luka dari benda asing yang akan masuk kedalam tubuh,

hal tersebut akan meminimalisir terjadinya infeksi pada luka. (Arisanty, 2013)

2) Fase Poliferasi

Fase proliferasi, fase ini terdiri atas proses destruktif atau pembersihan,

proses proliferasi (granulasi) atau pelepasan sel-sel baru untuk pertumbuhan, dan

epitelisasi atau migrasi sel untuk penutupan luka (Arisanty 2013).

Proses destruktif, sel polimorf dan makrofag berperan untuk membunuh

bakteri jahat, kemudian akan terjadi proses debris atau pembersihan luka.

Makrofag disini juga berperan untuk menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan

kolagen dan elastin, serta terjadi proses pembentukan pembuluh darah

(angiogenesis). Proses granulasi ditandai dengan tumbuhnya sel-sel baru yang

dibentuk oleh kolagen dan elastin, dimana luka yang tadinya memiliki kedalaman

tertentu, permukaanya menjadi rata dengan tepi luka. Proses yang terakhir yaitu

epitelisasi yang terjadi setelah tumbuh jaringan baru dan dimulai dari tepi luka

yang mengalami proses migrasi atau perpindahan sel membentuk lapis tipis

untuk menutupi luka.


3) Fase Maturasi

Fase Remodeling, fase ini biasa disebut dengan istilah maturasi. Fase ini

berfungsi untuk menguatkan jaringan yang baru terbentuk pada bekas luka.

Aktivitas yang terjadi pada fase ini adalah sintesis matriks ekstraseluler

(Extracellular matrix, ECM), degradasi sel, dan proses remodeling (aktivitas

seluler dan aktivitas vaskuler menurun). Penguatan jaringan pada bekas luka

dilakukan dengan cara remodeling kolagen dan elastin sehingga menyebabkan

tekanan ke atas pada permukaan kulit yang mengalami luka, serta akan diikuti

rasa gatal dan munculnya penonjolan epitel (keloid). (Arysanti, 2013)

Pada fase ini tubuh akan berusaha untuk menormalkan kembali semua

jaringan bekas luka akibat proses penyembuhan, edema dan sel radang akan

diserap, sel muda akan menjadi matang, kapiler baru akan menutup dan diserap

kembali, kolagen yang berlebih juga akan diserap dan sisanya akan mengerut

sesuai dengan regangan yang ada, dan pada akhir fase ini kondisi kulit mampu

menahan regangan sampai 80% kemampuan kulit nomal. (Dewi, 2011)

1.3 Struktur Kulit

Gambar 2.3 Struktur Kulit (Perdanakusuma, 2007)


Kulit atau integumen adalah organ luar terbesar dari tubuh yang berperan

sebagai proteksi pertama dari lingkungan luar tubuh. Total luas permukaan kulit

rata-rata 7600 cm2 dengan estimasi 1 cm2 terdapat 1 meter pembuluh darah, 4

meter saraf, 100 kelenjar keringat, 15 kelenjar sebaceous, 3000 sel sensori, 200

ujung saraf untuk merasakan nyeri, 2 sensory apparatus untuk rasa dingin, 12

sensory apparatus untuk panas, 300.000 sel epidermal dan 10 rambut (Wijaya,

2018).

Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:

2.4.1 Lapisan Epidermis

Epidermis adalah lapisan pertama kulit yang terdiri dari jaringan epithelial

(stratified squamous epithelium). Lapisan epidermis sangat tipis, ketebalan 0,04

mm, tidak memiliki pembuluh darah, regenerasi sel setiap 4-6 minggu, dan

mendapatkan nutrisi dari difusi kapiler.

2.4.2 Lapisan Dermis

Lapisan dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang disusun oleh jaringan

konektif dengan ketebalan 1,5-4 mm. Lapisan ini menjadi lapisan yang paling

tebal antara lapisan kulit dan terdiri dari banyak sel.

2.4.3 Lapisan Subkutan/hypodermis

Lapisan hipodermis adalah lapisan terakhir dari kulit yang terdiri dari

pembuluh limfatik dan pembuluh darah besar untuk mensuplai nutrisi pada kulit.

Lapisan ini disebut juga subkutan sebagai tempat penyimpanan lemak. (Wijaya,

2018).
2.5 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdistribusi dalam dasar yang serasi. Istilah ini secara

tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang telah mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi A/M atau M/A (Ditjen POM,

2014).

Tipe krim ada yang A/M dan ada M/A. Sebagai pengemulsi dapat berupa

surfaktan anionic-kationik dan non-ionik. Emulsi minyak dalam air (vanishing

cream) merupakan basis yang dapat dicuci dengan air. Basis yang dapat dicuci

dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air

menguap pada tempat yang digunakan. Emulsi air dalam minyak merupakan

basis krim pendingin (cold cream) (Anief, 2012). Emulsi air dalam minyak dari

sediaan semi padat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit.

Suatu lapisan tipis minyak pelindung tetap berada pada kulit sesuai dengan

penguapan air. Penguapan air yang lambat memberikan efek mendinginkan pada

kulit. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pembuatan krim adalah

seleksi terhadap basis yang cocok, basis harus dapat dicampur secara fisika dan

kimia dengan zat aktifnya, tidak merusak atau menghambat aksi terapi dari obat

dan dapat melepas obat pada daerah yang diobati. Cera alba merupakan basis dan

emulgator yang digunakan pada krim tipe A/M sedangkan asam stearat

merupakan basis dan emulgator yang digunakan pada krim tipe M/A. (Anief,

2012)
Bila suatu obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari

pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Jenis basis yang

mempunyai viskositas tinggi akan menyebabkan koefisien difusi suatu obat

dalam basis menjadi rendah, sehingga pelepasan obat dari basis akan kecil.

Pelepasan bahan obat dari basis dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia baik dari

basis maupun dari bahan obatnya.

Kualitas yang baik adalah yang mempunyai sifat stabil, lunak, mudah

dipakai dan terdistribusi merata. Suatu krim dikatakan stabil apabila bebas dari

inkompabilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.

Lunak berarti semua zat dalam keadaan halus dan semua produk menjadi lunak

dan homogen karena krim akan digunakan pada kulit yang mudah teriritasi.

Stabilitas krim rusak jika terganggu sistem campurannya, terutama disebabkan

karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah

satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat

pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Sebagai penstabil krim, dapat

ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet yang dapat digunakan adalah

nipagin 0,12% - 0,18% dan nipasol 0,02% - 0,05% (Nasution, 2018).

2.5.1 Penggolongan Basis Krim

1. Basis Berminyak

Golongan ini meliputi minyak tumbuh-tumbuhan, lemak-lemak hewan dan

hidrokarbon yang setengah padat. Basis ini tidak dapat dicampur dengan air dan

tidak dapat diabsorbsi kulit. Keuntungan basis golongan ini adalah sifatnya yang

inert dan hanya menyerap sedikit air dan formulasi atau kulit serta dapat
membentuk lapisan film tahan air yang mampu mencegah penguapan air

sehingga kulit tidak mudah kering dan pecah. Kelemahan basis ini yaitu kecilnya

daya serap air, mudah menjadi rancid (tengik) dan daya tembus terhadap kulit

kecil.

2. Basis Absorbsi

Basis ini lebih mudah dicuci dengan air dibanding basis salep berminyak.

Namun basis ini kurang tepat bila digunakan sebagai pendukung bahan-bahan

yang kurang stabil dengan adanya air.

3. Basis Emulsi

Terbagi menjadi 2 tipe, yaitu:

1) Basis emulsi tipe A/M, yaitu air dalam minyak.

Basis ini tergolong larut dalam air dan susah dicuci dengan air. Mudah

dioleskan dan memiliki daya sebar yang baik.

2) Basis emulsi tipe M/A, yaitu minyak dalam air.

Basis ini tidak larut dalam air, mudah diratakan dan dapat dicuci dengan

air.

4. Basis Larut dalam Air

Basis ini bersifat anhydrous, larut dalam air dan mudah dicuci dengan air.

Contoh dari golongan ini adalah poli etilen glikol (PEG).


2.5.2 Bahan Dasar Krim

1. Asam Stearat

Asam stearat merupakan zat padat keras menunjukkan susunan hablur,

putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam

air, larut dalam 20 bagian etanol 95%, dalam 2 bagian kloroform dan dalam 3

bagian eter. Disimpan dalam wadah tertutup baik. Khasiatnya adalah sebagai zat

tambahan, untuk melembutkan kulit dengan konsentrasi 1 – 20%.

2. Paraffin Liquidum

Paraffin liquidum berbentuk cairan kental , transparan, tidak

berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai

rasa. Paraffin liquidum praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut

dalam kloroform dan dalam eter. Disimpan dalam wadah tertutup baik dan

terlindung dari cahaya. Khasiatnya adalah sebagai laksativum.

3. TEA

TEA merupakan singkatan dari trietanolamin. Berbentuk cairan kental,

tidak berwarna, namun berbau kuat amoniak. Mudah larut dalam air dan dengan

etanol 95%, larut dalam kloroform. Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan

terlindung dari cahaya. Berkhasiat sebagai zat tambahan.

4. Adeps Lanae

Adeps lanae merupakan basis dari pembuatan krim. Massa seperti lemak,

lengket, berwarna kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya dan

memiliki bau yang khas. Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air

kurang lebih 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol 95%, mudah larut
dalam eter dan kloroform. Disimpan dalam wadah tertutup baik dan terlindung

dari cahaya di tempat sejuk.

5. Nipagin

Nipagin berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal berwarna

putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan sedikit mempunyai rasa panas.

Nipagin larut dalam 5 bagian propilenglikol, 3 bagian etanol 95%, 60 bagian

gliserin dan 400 bagian air. Khasiatnya adalah sebagai pengawet.

6. Nipasol

Nipasol berbentuk serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa.

Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol 95%, dalam 3 bagian

aseton dan dalam 140 bagian gliserol. Disimpan dalam wadah tertutup rapat.

Khasiatnya adalah sebagai pengawet.

7. Aquadest

Aquadest berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak

mempunyai rasa. Aquadest larut dengan semua jenis larutan. Disimpan dalam

wadah tertutup baik. (Depkes RI, 2014)

2.5.3 Uji Kestabilan Krim

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau

kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang

periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,

kualitas, dan kemurnian produk. Definisi sediaan kosmetik yang stabil yaitu

suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode

waktu penyimpanan dan penggunaan, di mana sifat dan karakteristiknya sama


dengan yang dimilikinya saat dibuat. Ketidakstabilan fisik dari sediaan emulsi

atau krim di tandai dengan adanya pemucatan warna atau munculnya warna,

timbulnya bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya emulsi, pengendapan

suspense atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan Kristal, terbentuknya

gas dan perubahan fisik lainnya.Ketidakstabilan fisik suatu emulsi atau suspense

dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kimia dan

bahan pengemulsi (emulgator), bahan pensuspensi, antioksidan, pengawet dan

bahan aktif. Gejala-gejala yang menjadi indikator terjadinya kerusakan emulsi

antara lain:

a) Creaming adalah proses pada emulsi dengan partikel yang kurang rapat

cenderung ke atas permukaan sehingga terjadi pemisahan menjadi dua emulsi.

b) Flokulasi adalah penggabungan globul-globul yang bergabung pada gaya

tolak menolak elektrolisis (zeta potensial).

c) Koalesens atau penggumpakan adalah proses dimana droplet dua fase

internal mendekat dan berkombinasi membentuk partikel yang lebih besar.

d) Inverse adalah peristiwa di mana fase eksternal menjadi fase internal dan

sebaliknya (Tri, setiawan, 2010).


2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan konsep yangn dipakai sebagai landasan

berfikir dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2016)

Formulasi Krim Ekstrak Kulit Luka Sayat pada Tikus Jantan


Ikan Lele Putih (Rattus novergicus) Galur
Wistar

Kandungan Krim Ekstrak Kulit


Ikan Lele yaitu protein Kolagen Proses Penyembuhan Luka :

1. Fase Inflamasi
a. Rubor (kemerahan)
b. Tumor (bengkak)
2. Fase proliferasi
a. Granulasi
b. Penyatuan Tepi Luka
3. Fase Maturasi
a. Luka Sembuh
(kering)

Proses Penyembuhan Luka


yang Diamati :

1. Perubahan Bentuk
Awal Luka
2. Luka Mengering
3. Luka Mengering +
Tumbuh Bulu
4. Bulu Sudah Menutupi
Luka sayat
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Peneliti

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatif

dengan menggunakan laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi Universitas Bina

Mandiri Gorontalo selama 2 Bulan.

3.1.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan yaitu penelitan eksperimental dengan

urain bagan sebagai berikut :

1) Ekstraksi Kulit Ikan Lele


Kulit Ikan Lele

Maserasi

Ekstrak Kental Ekstrak Kering

Bagan 3.1 Ekstraksi Kulit Ikan

2) Formulasi Kulit Ikan Lele


Ekstrak Kering Kulit ikan lele

- Asam stearat

- Adepslanae

- TEA

- Paraffin Liquid

- Methyl Paraben

- Propyl Paraben

- Aquadest
Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele

Bagan 3.2 Formulasi kulit ikan lele

3) Kelompok perlakuan

Hewan Coba Tikus Jantan


Galur Wistar

12 ekor tikus

- Aklimitasi selama 1-3 hari

- Dipuasakan selama 12 jam

F1 F2 F3 F4

Bagan 3.3 Kelompok Perlakuan

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu post test only control group.

Kelompok eksperimental diberi perlakuan dengan memberikan formula krim

ekstrak kulit ikan lele, sedangkan untuk kelompok kontrol negatif tidak diberikan

perlakuan.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kseimpulannya (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu variabel dependen (terikat)

dan variabel independent (bebas)

3.3.1 Variabel Dependen (terikat)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah luka sayat pada tikus jantan

3.3.2 Variabel Independen (bebas)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2011). Variabel

bebas pada penelitian ini yaitu Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele.

3.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Hasil Keterangan


Formula Krim Krim adalah - -

sediaan setengah

padat

mengandung satu

atau lebih bahan

obat terlarut atau

terdistribusi

dalam bahan

dasar yang sesuai

(FI : Edisi IV)


Ekstrak Kulit Ekstrak adalah - -

Ikan Lele hasil dari

ekstraksi yang

menggunakan

pelarut yang

sesuai. Pada

ekstraksi kulit

ikan lele

menggunakan

pelarut HCl

sehingga

menghasilkan

serat kolagen.

Luka Sayat Luka sayat atau - -

luka insisi

merupakan

trauma yang

disebabkan benda

tajam sehingga

jaringan

mengalami

kerusakan
Tabel 3.1 Definisi Operasional
3.5 Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus jantan putih (Rattus

novergicus) Galur wistar

3.6 Objek Penelitian

3.6.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

tikus putih jantan putih (Rattus novergicus) Galur wistar

3.6.2 Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2016). Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah

sebagian tikus jantan putih (Rattus novergicus) Galur wistar

3.7 Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian yaitu Batang pengaduk (pyrex),

Corong Pisah (pyrex), Erlenmeyer (pyrex), Gelas Kimia( pyrex), Magnetic

strirer, pH Meter, Pisau Bedah, Viskometer (Brookfield)

3.7.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu Aquadest, Asam Stearat,

Asam Oksalat, Asam Sulfat, Adeps Lanae, Etanol, Methyl Paraben, Bubuk Mg,

Propyl Paraben, Paraffin Liquid, TEA, NaOH 1M , Ninhidrin, HCl 2%

3.7.2 Prosedur Kerja

1) Penyiapan Sampel

a. Pengambilan Sampel

Sampel kulit ikan lele diambil dari peternakan budidaya ikan lele di

Kabila

b. Pengolahan sampel

- Dicuci dan dibersihkan ikan lele

- Dipisahkan bagian kulit ikan lele dari dagingnya

-Dipotong kulit ikan lele dengan ukuran 2cm

2) Ekstraksi Kulit Ikan Lele Dumbo

Kulit ikan lele dimaserasi sebanyak 500g menggunakan pelarut HCl 2%

sebanyak 200ml selama 3x24 jam, setelah diekstraksi sampel disaring

menggunakan kain penyaring berukuran 0,5mm dan diambil bagian filtratnya,

kemudian filtrate dievaporasi menggunakan oven selama 20 menit dengan suhu

400 C sehingga mendapatkan ekstrak kental. Kemudian dimaserasi kembali

ekstrak kental dengan larutan HCl 2% Disaring sampel, kemudian diambil

bagian filtartnya dengan menggunakan kain penyaring berukuran 0,5 mm,

sehingga mendapatkan ekstrak kolagen kulit ikan lele


3) Skrinning Fitokimia untuk Analisa Kolagen

Uji yang dilakukan menggunakan metode Murray (2003).

a. Uji Ninhidrin

-Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan

NaOH 1M dengan pereaksi Ninhidrin 1%

-Dipanaskan dan diamati sampai adanya perubahan warna

-Hasil positive ditunjukkan dengan adanya warna ungu, biru dan kuning

pucat berdasarkan jenis asam amino yang terkandung

b. Uji Hopkins-Cole

-Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan asam

oksalat 1% dengan serbuk Mg, kemudian ditambahkan Asam sulfat

-Diamati perubahan yang terjadi.

-Hasil positif ditunjukkan adanya pembentukan cincin ungu pada

pisahan dua lapisan


4) Formula

a. Rancangan Formula

No BAHAN F1 F2 F3 F4
1. Ekstrak Kulit Ikan 0 5% 10% 20%

Lele
2. Asam Stearat 15% 15% 15% 15%
3. Adeps Lanae 0,25% 0,25% 0,25% 0,25%
4. TEA 2% 2% 2% 2%
5. Paraffin Liquid 45% 45% 45% 45%
6. Methyl Paraben 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%
7. Propyl Paraben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
8. Aquadest ad Ad Ad Ad
Tabel 3.2 Formulasi Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele (Nuri, 2019)

Keterangan :

F1 = Kontrol Negatif

F2 = Ekstrak kulit ikan lele 5%

F3 = Ekstrak kulit ikan lele 10%

F4 = Ekstrak kulit ikan lele 20%

b. Pembuatan Formula Krim

Semua bahan krim ditimbang sesuai dengan kosentrasi masing-

masing. Bahan ynag terdapat dalam formula dipisahkan menjadi dua

kelompok yaitu fase air dan fase minyak. Fase minyak yaitu asam
stearat, paraffin liquidum dan adeps lanae dipindahkan dalam cawan

porselin ditambahkan propyl paraben kemudian dilebur diatas waterbath

setelah itu untuk formula pada fase air yaitu TEA dan aquadest

dimasukkan ke dalam gelas kimia ditambah dengan metyl paraben. Fase

minyak yang sudah melebur dipindahkan di atas magnetic stirrer dan

ditambahkan sedikit demi sedikit fase air hingga terbentuk massa krim

5) Uji Efektivitas Krim

a. Perlakuan pada Hewan Uji

- Diaklimatisasi hewan coba 1-2 hari dan diberi pakan dari biji-bijian

berupa jagung, padi dan buah yang mengandung banyak air seperti

papaya. Diberi makan dan minum setiap hari

- Dipuasakan selama 12jam/24jam sebelum hewan diberi perlakuan

- Dicukur bulu pada sekitar punggung tikus dengan diameter 3cm

menggunakan pisau bedah, lalu dibersihkan dengan alcohol

- Diberi sayatan sepanjang 2cm dengan kedalaman 2mm

b. Pemberian Krim ekstrak Kulit Ikan Lele

- Dioles krim ekstrak kulit ikan lele untuk setiap masing-masing

formula ke bagian badan tikus yang sudah diberi perlakuan

- Diamati perubahan luka sayatan pada daerah perlakuan

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan metode one sample t-test dengan

melihat terjadinya perbedaan signifikan <0,05% <95%.


DAFTARPUSTAKA

Ata, S.T., Yulianty, R., Sami, F.J., Ramli, N. 2016. Isolasi Kolagen dari Kulit dan Tulang

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Makassar

Anief, Moh., 2012. Farmasetika Dasar.Jakarta: UGM Press


Arisanty, I.P. 2013. Management Perawatan Luka : Konsep Dasar. Jakarta : EGC

Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s principles of surgery. USA : Mc-Graw Hill


Company

Departemen Kesehatan RI . 2014. Farmakope Indonesia Edisi V : Jakarta

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya Media

Hendrawati, R. 2011. Pemanfaatan limbah produksi pangan dari keong emas


(pomacea canaliculata ) sebagai pakan untuk meningkatkan pertumbuhan
lele dumbo (clarias gariepinus ). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hidayat, Taufiq Sakti Noer. 2013. Peran Topikal Ekstrak Gel Aloe Vera pada
Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dalam pada Tikus. Karya Akhir,
Departemen/SMF Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, Fakultas
Kedokteran/RSUD Dr. Soetomo : Surabaya

Karim, A.A., Bhat, R. 2009. Ulasan Gelatin Ikan : Properti. Tantangan, dan Prospek
Sebagai Sebuah Alternatif Untuk Mamalia Gelatin. Tren Ilmu Pangan dan
Teknologi. 19 : 644-656

King’ori, A. M. 2011. Review of the Factors that Influence Egg Fertility and
Hatchability in Poultry. Int. J. Poult. Sci. 10 : 483-492

Kumar, A.A., K. Karthick, Arumugam, K.P. 2011. Properties of Biodegradable


Polymers and Degradation for Sustainable Development. 2 (3) 164-167

Liu, HaiYing. Li, Ding. Guo, ShiDong. 2006. Studies on Collagen from The Skin of
Channel Catfish (Ictalurus punctaus). Food Chemistry. 101 : 621-625

Mescher, A. L. (2011). Histologi Dasar Junqueira : teks & atlas. Edisi ke-12
Alih Bahasa : Frans Dany. Jakarta : EGC

Murray, RF., Granner OK., Rodwell V. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta:
Buku Kedokteran.

Nalinanon S, Benjakul S, Visessanguan W, Kishimura H. 2007. Use Of Pepsin For


Collagen Extraction From The Skin OF Bigeye Snapper (Priacanthus
tayenus) Food Chem. 104 : 593-601

Nasution, I.A . 2018. Uji Efek Sediaan Krim Minyak Sirih (Piper betle L.) terhadap
Luka Sayat pada Kulit Kelinci. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan Program D-III Farmasi.
Nia, Zahriana. 2017. Pengaruh Berbagai Kosentrasi Ekstrak Tanaman Patikan Kebo
(Euphorbia hirta L) Terhadap Tahapan Penyembuhan Luka Sayat pada Tikus
Putih (Rattus novergicus). Universitas Muhammadiyah. Malang

Novriyanto, E. 2010. Budidaya Ikan Lele Dumbo. http.//novriyanto.com//ikan-l


ele.html. Diakses pada 20 November 2020 pukul 12.00 WITA

Novriansyah, R. 2008. Perbedaan Kepadatan Kolagen disekitar Luka Insisi Tikus


Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hidrokoloid
selama 2 dan 14 hari. Universitas Dipenogoro. Semarang

Perdanakusuma, D.S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Plastic
Surgery Department. Universitas Airlangga. Surabaya

Seymour, I., Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta :
EGC. p. 227-230

Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong . 2006. Luka. Dalam: buku ajar ilmu bedah.
Edisi 2. Jakarta : EGC: 67-8, 70-1

Suyanto, S. Rachmatun. 2006. Budidaya Ikan Lele : Penebar Swadya. Jakarta

Ratnasari, Dewi. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
pada Daun Singkong yang Berbeda dalam Perlakuan. Skripsi Program
Sarjana Universitas Negeri Jakarta

Reksoprodjo, S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah : Binarupa aksara . Tangerang

Sardjana IKW, Kusumawati D. 2011. Bedah Veteriner. Cetakan 1 Surabaya (ID) :


Pusat Penelitian dan Percetakan Unair

Sukma Wijaya, I. M. 2018. Perawatan Luka Dengan Pendekatan Multidisiplin.


Yogjakarta
Triyono, B. 2005. Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada Tikus
Wistar yang diberi infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain dan yang tidak
diberi Levobuoikain. Program Magister Biomedik dan PPDS Universitas
Dipenogoro. Semarang

Y. S. Darmanto., Irvan, M., Purnamayati, L. 2019. Pengaruh Penambahan Gelatin


dari Kulit Ikan yang Berbeda Terhadap Karakter Chikuwa. Universitas
Dipenogoro. Semarang

Anda mungkin juga menyukai