PENDAHULUAN
kerusakan dan hilangnya sebagian jaringan kulit. (Mescher, 2011). Luka sayat
merupakan suatu kerusakan yang terjadi pada jaringan kulit akibat trauma benda
tajam seperti pisau, silet, kampak tajam, maupun pedang. Ketika jaringan tubuh
pendarahan dan pembekuan darah, hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,
kontaminasi bakteri, respon stres simpatis, serta kematian sel (Zahriana, 2017).
merupakan salah satu hal yang sedang berkembang dan banyak dilakukan oleh
para peneliti dan praktisi tradisional di seluruh dunia khususnya India dan Cina.
Menurut World Health Organization (WHO), 80% populasi di Negara Asian dan
Afrika menggunakan cara pengobatan dari alam. Salah satu pengobatan dari alam
yaitu penggunaan ikan lele. Ikan lele (Clarias gariepinus L) merupakan salah satu
Salah satu bahan yang telah banyak digunakan untuk menjaga suasana
lembap pada luka adalah kolagen. Kolagen berperan secara vital pada proses
penyembuhan luka pada jaringan konektif. Kolagen merupakan salah satu protein
yang terdapat pada jaringan tubuh hewan. Sekitar 30% dari total protein tubuh
hewan merupakan kolagen yang dapat ditemukan pada otot, dan kulit (Stephanie
dkk, 2016).
Kolagen ikan memiliki struktur yang lebih kecil dibandingkan dengan
kolagen yang terbuat dari sapi atau babi sehingga lebih mudah untuk diserap oleh
tubuh. (Kumar dkk, 2011). Struktur kulit ikan lebih lunak dibandingkan dengan
tulang ikan. Hal ini menyebabkan proses ekstraksi pada kulit ikan berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan tulang ikan. Selain itu nilai kolagen dari kulit
ikan lebih tinggi dibanding nilai kolagen dari tulang ikan (Darmanto dkk, 2019).
dermis dan epidermis dengan menaikkan kemampuan absorbs air pada lapisan
pada kulit ikan lele dengan diperoleh kadar kolagen yang terkandung sebesar
25,18%. Jumlah presentase kolagen ini mendekati jumlah presentase kolagen dari
channel catfish (Ictlaurus punctaus) yaitu 25,8% (Liu dkk, 2007). Hal ini
menunjukkan bahwa kulit ikan lele dapat digunakan sebagai sumber kolagen.
gabungan keduanya. Ekstraksi pada kulit ikan lebih cocok dengan menggunakan
pelarut asam yaitu HCl, sedangkan untuk cara ekstraksi yaitu menggunakan
metode maserasi. Hal ini karena mengetahui bahwa teknik maserasi lebih
pengambilan ekstrak kulit ikan lele dengan menggunakan metode maserasi yang
Penggunaan ekstrak langsung pada kulit sangat tidak nyaman dan tidak
praktis, oleh karena itu penelitian ini dibuat dalam bentuk sediaan krim agar lebih
terhadap ekstrak kulit ikan lele yang mengandung kolagen. Pada penelitian ini
penulis ingin meneliti tentang “ Formulasi Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele Dumbo
untuk Percepatan Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Jantan Putih (Rattus
2. Bagaimana pembuatan sediaan formula krim dari ekstrak kulit ikan lele
3. Bagaimana pengaruh formula krim ekstrak kulit ikan lele dumbo (Clarias
2. Untuk membuat sediaan formula krim dari ekstrak kulit ikan lele dumbo
(Clarias grapineus)
3. Untuk melihat pengaruh formula krim ekstrak kulit ikan lele dumbo (Clarias
ekstrak ikan lele dumbo pada penyembuhan luka sayat terhadap tikus jantan
krim ekstrak kulit ikan lele dumbo pada penyembuhan luka sayat terhadap
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Gambar 2.1 Ikan Lele Dumbo
Sub Ordo : Siluroidea (Novriyanto, 2010)
Ikan lele adalah ikan yang hidup di perairan umum dan merupakan ikan
yang bernilai ekonomis, serta disukai oleh masyarakat. Ikan lele bersifat
nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Ikan lele memiliki
Selain itu ikan lele mudah dibudidayakan karena mampu hidup dalam
kondisi air yang jelek dengan kadar oksigen yang rendah dan mampu hidup
dan tidak bersisik sama sekali. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya
otomatis berubah menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut ikan lele
dumbo relatif lebar yaitu seperempat dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik
lainnya dari ikan lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8
buah yang berfungsi sebagai alat peraba. Kumis berfungsi sebagai alat peraba
kepala pipih dibawah. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki tiga buah
sirip tunggal yaitu sirip ekor, sirip punggung dan sirip dubur. Selain itu ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) juga memiliki dua buah sirip yang berpasangan untuk
alat bantu berenang, yaitu sirip dada dan sirip perut. Ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) juga memiliki senjata yang ampuh dan berbisa yaitu berupa sepasang
Kumis berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau mencari makan
(Ratnasari, 2011). Badan ikan lele dumbo berbentuk memanjang dengan kepala
pipih dibawah (depresed). Ikan lele dumbo memiliki tiga buah sirip tunggal yaitu,
sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur. Selain itu, ikan lele dumbo juga
memiliki dua buah sirip yang berpasangan untuk alat bantu berenang, yaitu sirip
jaringan ikat pada kulit, tendon dan tulang. Pemanfaatan kolagen cukup luas baik
dipasarkan saat ini umumnya berasal dari kulit dan tulang mamalia yaitu sapi dan
babi. Penggunaan kolagen dari bahan dasar sapi dan babi memiliki kendala pada
kesehatan dan agama. Kolagen yang berasal dari sapi beresiko terkontaminasi
peluang untuk mencari kolagen dari sumber bahan baku lain. bahan baku yang
potensial untuk digunakan sebagai sumber kolagen adalah kulit dan tulang ikan
Gambar 2.2 Struktur Kolagen (Collagen animal sources and biomedical , 2012)
2.2.2 Mekanisme Kolagen dalam Penyembuhan Luka
merupakan agen hemostatik yang sangat efisien, sebab trombosit melekat pada
granulasi. Sintesis dan deposit kolagen merupakan saat yang penting pada fase
ekstraseluler dalam bentuk prokolagen. Bentuk ini kemudian membelah diri pada
tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan
(Sjamsuhidayat, 2010).
tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan
dengan pembentukan jaringan baru menjadi jaringan kesembuhan yang kuat dan
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril. Luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi.
Luka tidak ada kontak dengan orofaring traktus respiratorius, maupun traktus
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
11%.
tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai
visera, abses, dan trauma lama. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
2. Stadium II : luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
epidermis, dermis, dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV: luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
a. Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng.
Kering tidak berarti jaringan di bawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada eksudat,
ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan
melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau tidak di bawah jaringan
keropang tersebut dan di sekitar luka teraba panas dan tampak tanda radang di
yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas dengan
sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel dan di atasnya diletakan kasa
b. Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak
berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena jaringan ini
juga sedang mengalami nekrotik dan pada dasar luka akan tumbuh jaringan
granulasi buntuk proses penyembuahan. Warna dasar luka ini adalah merah dan
harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah kontaminasi dari
dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan luka yang baru untuk
c. Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink dan sebagian luka ini masih dalam proses
glanulasi. Pada epitelisasi perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi
sel yaitu douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk wafer/padat, tidak
berbentuk seruk, namun cukup lunak dan nyaman diletakan diatas permukaan
luka dan tidak menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap
kerusakan yang terjadi. Pertumbuhan pembuluh darah adalah proses penting awal
jaringan ikat fibrous adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesa kolagen
(Robbins, 2005).
kulit. Apabila dari faktor luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka
terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis
penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka ini terdiri dari fase inflamasi,
(Brunicadi, 2010). Tahapan awal inflamasi ditandai dengan gejala merah dan
panas pada daerah luka operasi. Penjelasan dari hal tersebut dikemukan oleh
terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut.
darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi
Menurut Uliyah dan Hidayat (2008) fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya
Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel radang keluar dari
pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis.
Fase inflamasi terdapat dua kegiatan utama yaitu respon vaskular dan
iskemia untuk merangsang pelepasan histamin dan zat vasoaktif yang akan
mengakibatkan vasodilatasi, pelepasan trombosit, reaksi vasodilatasi dan
membentuk scab atau keropeng pada permukaan luka untuk melindungi luka dari
fase ini berupa reaksi non-spesifik yang berfungsi untuk mempertahankan atau
memberi perlindungan luka dari benda asing yang akan masuk kedalam tubuh,
hal tersebut akan meminimalisir terjadinya infeksi pada luka. (Arisanty, 2013)
2) Fase Poliferasi
Fase proliferasi, fase ini terdiri atas proses destruktif atau pembersihan,
proses proliferasi (granulasi) atau pelepasan sel-sel baru untuk pertumbuhan, dan
bakteri jahat, kemudian akan terjadi proses debris atau pembersihan luka.
dibentuk oleh kolagen dan elastin, dimana luka yang tadinya memiliki kedalaman
tertentu, permukaanya menjadi rata dengan tepi luka. Proses yang terakhir yaitu
epitelisasi yang terjadi setelah tumbuh jaringan baru dan dimulai dari tepi luka
yang mengalami proses migrasi atau perpindahan sel membentuk lapis tipis
Fase Remodeling, fase ini biasa disebut dengan istilah maturasi. Fase ini
berfungsi untuk menguatkan jaringan yang baru terbentuk pada bekas luka.
Aktivitas yang terjadi pada fase ini adalah sintesis matriks ekstraseluler
seluler dan aktivitas vaskuler menurun). Penguatan jaringan pada bekas luka
tekanan ke atas pada permukaan kulit yang mengalami luka, serta akan diikuti
Pada fase ini tubuh akan berusaha untuk menormalkan kembali semua
jaringan bekas luka akibat proses penyembuhan, edema dan sel radang akan
diserap, sel muda akan menjadi matang, kapiler baru akan menutup dan diserap
kembali, kolagen yang berlebih juga akan diserap dan sisanya akan mengerut
sesuai dengan regangan yang ada, dan pada akhir fase ini kondisi kulit mampu
sebagai proteksi pertama dari lingkungan luar tubuh. Total luas permukaan kulit
rata-rata 7600 cm2 dengan estimasi 1 cm2 terdapat 1 meter pembuluh darah, 4
meter saraf, 100 kelenjar keringat, 15 kelenjar sebaceous, 3000 sel sensori, 200
ujung saraf untuk merasakan nyeri, 2 sensory apparatus untuk rasa dingin, 12
sensory apparatus untuk panas, 300.000 sel epidermal dan 10 rambut (Wijaya,
2018).
Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:
Epidermis adalah lapisan pertama kulit yang terdiri dari jaringan epithelial
mm, tidak memiliki pembuluh darah, regenerasi sel setiap 4-6 minggu, dan
Lapisan dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang disusun oleh jaringan
konektif dengan ketebalan 1,5-4 mm. Lapisan ini menjadi lapisan yang paling
Lapisan hipodermis adalah lapisan terakhir dari kulit yang terdiri dari
pembuluh limfatik dan pembuluh darah besar untuk mensuplai nutrisi pada kulit.
Lapisan ini disebut juga subkutan sebagai tempat penyimpanan lemak. (Wijaya,
2018).
2.5 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdistribusi dalam dasar yang serasi. Istilah ini secara
tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang telah mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi A/M atau M/A (Ditjen POM,
2014).
Tipe krim ada yang A/M dan ada M/A. Sebagai pengemulsi dapat berupa
cream) merupakan basis yang dapat dicuci dengan air. Basis yang dapat dicuci
dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air
menguap pada tempat yang digunakan. Emulsi air dalam minyak merupakan
basis krim pendingin (cold cream) (Anief, 2012). Emulsi air dalam minyak dari
sediaan semi padat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit.
Suatu lapisan tipis minyak pelindung tetap berada pada kulit sesuai dengan
penguapan air. Penguapan air yang lambat memberikan efek mendinginkan pada
kulit. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pembuatan krim adalah
seleksi terhadap basis yang cocok, basis harus dapat dicampur secara fisika dan
kimia dengan zat aktifnya, tidak merusak atau menghambat aksi terapi dari obat
dan dapat melepas obat pada daerah yang diobati. Cera alba merupakan basis dan
emulgator yang digunakan pada krim tipe A/M sedangkan asam stearat
merupakan basis dan emulgator yang digunakan pada krim tipe M/A. (Anief,
2012)
Bila suatu obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari
dalam basis menjadi rendah, sehingga pelepasan obat dari basis akan kecil.
Pelepasan bahan obat dari basis dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia baik dari
Kualitas yang baik adalah yang mempunyai sifat stabil, lunak, mudah
dipakai dan terdistribusi merata. Suatu krim dikatakan stabil apabila bebas dari
inkompabilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.
Lunak berarti semua zat dalam keadaan halus dan semua produk menjadi lunak
dan homogen karena krim akan digunakan pada kulit yang mudah teriritasi.
satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat
pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Sebagai penstabil krim, dapat
ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet yang dapat digunakan adalah
1. Basis Berminyak
hidrokarbon yang setengah padat. Basis ini tidak dapat dicampur dengan air dan
tidak dapat diabsorbsi kulit. Keuntungan basis golongan ini adalah sifatnya yang
inert dan hanya menyerap sedikit air dan formulasi atau kulit serta dapat
membentuk lapisan film tahan air yang mampu mencegah penguapan air
sehingga kulit tidak mudah kering dan pecah. Kelemahan basis ini yaitu kecilnya
daya serap air, mudah menjadi rancid (tengik) dan daya tembus terhadap kulit
kecil.
2. Basis Absorbsi
Basis ini lebih mudah dicuci dengan air dibanding basis salep berminyak.
Namun basis ini kurang tepat bila digunakan sebagai pendukung bahan-bahan
3. Basis Emulsi
Basis ini tergolong larut dalam air dan susah dicuci dengan air. Mudah
Basis ini tidak larut dalam air, mudah diratakan dan dapat dicuci dengan
air.
Basis ini bersifat anhydrous, larut dalam air dan mudah dicuci dengan air.
1. Asam Stearat
putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam
air, larut dalam 20 bagian etanol 95%, dalam 2 bagian kloroform dan dalam 3
bagian eter. Disimpan dalam wadah tertutup baik. Khasiatnya adalah sebagai zat
2. Paraffin Liquidum
rasa. Paraffin liquidum praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut
dalam kloroform dan dalam eter. Disimpan dalam wadah tertutup baik dan
3. TEA
tidak berwarna, namun berbau kuat amoniak. Mudah larut dalam air dan dengan
etanol 95%, larut dalam kloroform. Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
4. Adeps Lanae
Adeps lanae merupakan basis dari pembuatan krim. Massa seperti lemak,
lengket, berwarna kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya dan
memiliki bau yang khas. Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air
kurang lebih 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol 95%, mudah larut
dalam eter dan kloroform. Disimpan dalam wadah tertutup baik dan terlindung
5. Nipagin
putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan sedikit mempunyai rasa panas.
6. Nipasol
Nipasol berbentuk serbuk hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa.
Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol 95%, dalam 3 bagian
aseton dan dalam 140 bagian gliserol. Disimpan dalam wadah tertutup rapat.
7. Aquadest
Aquadest berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa. Aquadest larut dengan semua jenis larutan. Disimpan dalam
kualitas, dan kemurnian produk. Definisi sediaan kosmetik yang stabil yaitu
suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode
atau krim di tandai dengan adanya pemucatan warna atau munculnya warna,
gas dan perubahan fisik lainnya.Ketidakstabilan fisik suatu emulsi atau suspense
antara lain:
a) Creaming adalah proses pada emulsi dengan partikel yang kurang rapat
d) Inverse adalah peristiwa di mana fase eksternal menjadi fase internal dan
1. Fase Inflamasi
a. Rubor (kemerahan)
b. Tumor (bengkak)
2. Fase proliferasi
a. Granulasi
b. Penyatuan Tepi Luka
3. Fase Maturasi
a. Luka Sembuh
(kering)
1. Perubahan Bentuk
Awal Luka
2. Luka Mengering
3. Luka Mengering +
Tumbuh Bulu
4. Bulu Sudah Menutupi
Luka sayat
BAB III
METODE PENELITIAN
Maserasi
- Asam stearat
- Adepslanae
- TEA
- Paraffin Liquid
- Methyl Paraben
- Propyl Paraben
- Aquadest
Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele
3) Kelompok perlakuan
12 ekor tikus
F1 F2 F3 F4
Desain penelitian yang digunakan yaitu post test only control group.
ekstrak kulit ikan lele, sedangkan untuk kelompok kontrol negatif tidak diberikan
perlakuan.
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kseimpulannya (Sugiyono, 2012).
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011). Variabel terikat dalam
bebas pada penelitian ini yaitu Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele.
sediaan setengah
padat
mengandung satu
terdistribusi
dalam bahan
ekstraksi yang
menggunakan
pelarut yang
sesuai. Pada
ekstraksi kulit
ikan lele
menggunakan
pelarut HCl
sehingga
menghasilkan
serat kolagen.
luka insisi
merupakan
trauma yang
disebabkan benda
tajam sehingga
jaringan
mengalami
kerusakan
Tabel 3.1 Definisi Operasional
3.5 Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini yaitu tikus jantan putih (Rattus
3.6.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah semua
3.6.2 Sampel
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah
3.7.1 Alat
3.7.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu Aquadest, Asam Stearat,
Asam Oksalat, Asam Sulfat, Adeps Lanae, Etanol, Methyl Paraben, Bubuk Mg,
1) Penyiapan Sampel
a. Pengambilan Sampel
Sampel kulit ikan lele diambil dari peternakan budidaya ikan lele di
Kabila
b. Pengolahan sampel
a. Uji Ninhidrin
-Hasil positive ditunjukkan dengan adanya warna ungu, biru dan kuning
b. Uji Hopkins-Cole
a. Rancangan Formula
No BAHAN F1 F2 F3 F4
1. Ekstrak Kulit Ikan 0 5% 10% 20%
Lele
2. Asam Stearat 15% 15% 15% 15%
3. Adeps Lanae 0,25% 0,25% 0,25% 0,25%
4. TEA 2% 2% 2% 2%
5. Paraffin Liquid 45% 45% 45% 45%
6. Methyl Paraben 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%
7. Propyl Paraben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2%
8. Aquadest ad Ad Ad Ad
Tabel 3.2 Formulasi Krim Ekstrak Kulit Ikan Lele (Nuri, 2019)
Keterangan :
F1 = Kontrol Negatif
kelompok yaitu fase air dan fase minyak. Fase minyak yaitu asam
stearat, paraffin liquidum dan adeps lanae dipindahkan dalam cawan
setelah itu untuk formula pada fase air yaitu TEA dan aquadest
ditambahkan sedikit demi sedikit fase air hingga terbentuk massa krim
- Diaklimatisasi hewan coba 1-2 hari dan diberi pakan dari biji-bijian
berupa jagung, padi dan buah yang mengandung banyak air seperti
Ata, S.T., Yulianty, R., Sami, F.J., Ramli, N. 2016. Isolasi Kolagen dari Kulit dan Tulang
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya Media
Hidayat, Taufiq Sakti Noer. 2013. Peran Topikal Ekstrak Gel Aloe Vera pada
Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dalam pada Tikus. Karya Akhir,
Departemen/SMF Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, Fakultas
Kedokteran/RSUD Dr. Soetomo : Surabaya
Karim, A.A., Bhat, R. 2009. Ulasan Gelatin Ikan : Properti. Tantangan, dan Prospek
Sebagai Sebuah Alternatif Untuk Mamalia Gelatin. Tren Ilmu Pangan dan
Teknologi. 19 : 644-656
King’ori, A. M. 2011. Review of the Factors that Influence Egg Fertility and
Hatchability in Poultry. Int. J. Poult. Sci. 10 : 483-492
Liu, HaiYing. Li, Ding. Guo, ShiDong. 2006. Studies on Collagen from The Skin of
Channel Catfish (Ictalurus punctaus). Food Chemistry. 101 : 621-625
Mescher, A. L. (2011). Histologi Dasar Junqueira : teks & atlas. Edisi ke-12
Alih Bahasa : Frans Dany. Jakarta : EGC
Murray, RF., Granner OK., Rodwell V. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta:
Buku Kedokteran.
Nasution, I.A . 2018. Uji Efek Sediaan Krim Minyak Sirih (Piper betle L.) terhadap
Luka Sayat pada Kulit Kelinci. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan Program D-III Farmasi.
Nia, Zahriana. 2017. Pengaruh Berbagai Kosentrasi Ekstrak Tanaman Patikan Kebo
(Euphorbia hirta L) Terhadap Tahapan Penyembuhan Luka Sayat pada Tikus
Putih (Rattus novergicus). Universitas Muhammadiyah. Malang
Perdanakusuma, D.S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Plastic
Surgery Department. Universitas Airlangga. Surabaya
Seymour, I., Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta :
EGC. p. 227-230
Sjamsuhidayat, R & Wim de Jong . 2006. Luka. Dalam: buku ajar ilmu bedah.
Edisi 2. Jakarta : EGC: 67-8, 70-1
Ratnasari, Dewi. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
pada Daun Singkong yang Berbeda dalam Perlakuan. Skripsi Program
Sarjana Universitas Negeri Jakarta