Abstrak
Plagiarisme adalah sebuah problematika sosial yang paling dikhawatirkan oleh para
pendesain industri kreatif seperti seniman, fotografer, musisi, penulis, dan juga akademisi. Kasus
plagiarisme mungkin sebenarnya sudah sering terjadi dan mengakar di masyarakat Indonesia
namun hanya beberapa kasus yang tertangkap basah dan disorot oleh media sehingga
permasalahan plagiarisme kurang diketahui oleh masyarakat. Artikel ini bertujuan untuk
menyadarkan bahwa plagiarisme tidak baik bagi akademik serta Menjelaskan cara untuk
meminimalisasi pembajakan pada foto. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah studi
pustaka. Kegiatan plagiat memberikan dampak yang sangat merugikan bagi kita, walaupun kita
tidak merasakannya secara langsung. Dengan plagiat, maka kita cenderung untuk menjadi malas
karena selalu mengandalkan karya orang lain untuk dijiplak. Tidak hanya itu, kegiatan plagiat
juga dapat menghambat kreatifitas seseorang karena mereka tidak pernah menyalurkan atau
mengekspresikan bakat yang mereka miliki. Konsekuensinya, kita tak pernah mau belajar dan
selalu merasa ragu untuk mengandalkan kemampuan diri kita sendiri. Oleh karena itu disarankan
untuk memberikan sumber kepada para pembuat ketika menggunakan karya agar tidak terjadi
plagiasi, menggunakan watermark juga disarankan agar pengamat tahu bahwa karya yang
digunakan sudah memiliki hak cipta.
Kata kunci: Plagiarisme, watermark, foto, hak cipta
1
1. PENDAHULUAN
Seperti yang kita ketahui, plagiarisme adalah sebuah problematika sosial yang paling
dikhawatirkan oleh para pendesain industri kreatif seperti seniman, fotografer, musisi, penulis,
dan juga akademisi. Kasus plagiarisme mungkin sebenarnya sudah sering terjadi dan mengakar
di masyarakat Indonesia namun hanya beberapa kasus yang tertangkap basah dan disorot oleh
media sehingga permasalahan plagiarisme kurang diketahui oleh masyarakat. Kurangnya
penyebaran informasi mengenai plagiarisme ini dan kurang tegasnya sanksi sosial maupun
sanksi hukum yang diterapkan kepada para pelaku plagiarisme atau plagiat dan juga kurangnya
sosialisasi mengenai batasan-batasan plagiarisme menyebabkan tidakan plagiarisme marak
dilakukan oleh masyarakat Inonesia pada khususnya. Hal tersebut sangatlah bertentangan dengan
prinsip pendidikan yang ingin menciptakan sumber daya manusia yang berilmu dan berakhlak
mulia.
Masalah yang timbul adalah maraknya plagiarisme yang merupakan salah satu tindak
kejahatan karena didalamnya terdapat unsur pencurian berupa pencurian ide-ide dan gagasan
tanpa mencantumkan sumber aslinya. Namun masalah ini dapat diatasi dengan memberikan
watermark logo atau tulisan atau nama brand di bagian tertentu pada sebuah foto agar plagiator
berpikir dua kali sebelum menduplikasikannya.
Berdasarkan rumusan masalah, makalah ini dibatasi hanya sampai target dari penelitian
dan media yang di gunakan, yaitu foto yang berisi watermark. Dalam makalah ini, masalah yang
akan dibahas yaitu tentang pembajakan foto dan cara meminimalisirnya. Lalu pengaruh dan
dampak buruk dari plagiarisme tersebut.
Agar artikel ini lebih terarah, terfokus, dan menghindari pembahasan menjadi terlalu luas,
batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Target dari penelitian ini adalah mahasiswa.
2. Media yang di gunakan adalah foto yang berisi watermark.
2
1.3 Rumusan Masalah
1.5 Manfaat
1.5.1 Teoretis
Manfaat dari segi teoretis yang di harapkan dari artikel ini adalah:
1. Agar mahasiswa tidak hanya bergantung pada materi yang diajarkan dosen
2. Mempermudah mahasiswa dalam mencari serta mempelajari beberapa materi yang
belum di ajarkan
3. Agar mahasiswa dapat mengerjakan tugasnya tanpa men-copy paste dari web atau
internet
1.5.2 Praktis
Manfaat dari segi praktis yang di harapkan dari artikel ini adalah:
3
kemajuan ilmu pengetahuan. Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan, dari mulai memilih judul,
agar jangan sampai terjadi duplikasi terhadap masalah yang sudah diteliti oleh orang lain.
2. KAJIAN PUSTAKA
Sejarah fotografi yang dikutip oleh Alviani Rahmawati dalam buku The History of
Photography karya Alam Deveport, yang di terbitkan oleh University of New Mexico Press
tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang bernama Mo Ti
sudah mengamati sebuah gejala disebuah dinding dalam ruangan yang gelap terdapat lobang
kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruangan itu akan terefleksikan pemandangan yang berada
di luar ruangan yang terlihat secara terbalik yang melewati lubang tersebut. Mo Ti adalah orang
pertama yang menyadari fenomena kamera obscura.
Pada abad ke-3 SM kemudian fenomena ini memberikan kekaguman kepada Aristoteles,
kemudian pada abad ke-10 SM seorang ilmuan bangsa Arab yaitu Ibnu Al Haitm (Al Hazem)
yang pada saat itu menjadi seorang pelajar mengamati dan kemudian menulis bahwa citra dapat
dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil. Pada tahun 1558, seorang ilmuan italia,
Giambattista della Porta menyebutkan bahwa kamera obscura pada sebuah kota yang membantu
pelukis menangkap bayangan gambar (Bachtiar:10). Menurut Szarkowski dalam Hartoyo
menyatakan bahwa nama kamera obscura diciptakan pada tahun 1611 oleh Johannes Keppler.
“Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba
memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh
4
karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan
sumber secara tepat dan memadai”
“Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya
seolah-olah karangan (pendapat) sendiri”.
“to take and use another person’s ideas or writing or inventions as one’s own”
Menurut Reitz dalam Online Dictionary for Library and Information Science (http://www.abc-
clio.com/ODLIS/odlis_p.aspx) plagiarisme adalah : “Copying or closely imitating take work of
another writer, composer etc. without permission and with the intention of passing the result of
as original work”
Berdasarkan beberapa definisi plagiarisme di atas, berikut ini diuraikan ruang lingkup
plagiarisme:
1. Mengutip kata-kata atau kalimat orang lain tanpa menggunakan tanda kutip dan tanpa
menyebutkan identitas sumbernya.
2. Menggunakan gagasan, pandangan atau teori orang lain tanpa menyebutkan identitas
sumbernya.
3. Menggunakan fakta (data, informasi) milik orang lain tanpa menyebutkan identitas
sumbernya.
4. Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
5. Melakukan parafrase (mengubah kalimat orang lain ke dalam susunan kalimat sendiri
tanpa mengubah idenya) tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
6. Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan /atau telah dipublikasikan oleh
pihak lainseolah-olah sebagai karya sendiri.
Beberapa tindakan plagiat terjadi di sekitar kita. Tentu saja hal ini cukup menjadi perhatian kita
semua, sehingga menjadi sangat penting bagi kita untuk mengantisipasi tindakan ini. Tindakan
plagiat akan mencoreng dan memburamkan dunia akademis kita dan tidak berlebihan jika
5
plagiarisme dikatakan sebagai kejahatan intelektual. Ada beberapa alasan pemicu atau faktor
pendorong terjadinya tindakan plagiat yaitu:
1. Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang menjadi beban
tanggungjawabnya. Sehingga terdorong untuk copy-paste atas karya orang lain.
2. Rendahnya minat baca dan minat melakukan analisis terhadap sumber referensi yang
dimiliki.
3. Kurangnya pemahaman tentang kapan dan bagaimana harus melakukan kutipan.
4. Kurangnya perhatian dari guru ataupun dosen terhadap persoalan plagiarisme.
5.
Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di
Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda air dengan cara menekan
bentuk cetakan gambar atau tulisan pada kertas yang baru setengah jadi. Ketika kertas
dikeringkan terbentuklah suatu kertas yang berwatermak. Kertas ini biasa digunakan oleh
seniman atau sastrawan untuk menulis karya mereka. Kertas yang sudah dibubuhi tanda air
tersebut sekaligus dijadikan identifikasi bahwa karya seni diatasnya adalah milik mereka. Ide
watermarking pada data digital (sehingga disebut digital watermarking) dikembangkan di Jepang
pada tahun 1900 dan di Swiss tahun 1993. Digital watermarking semakin berkembang seiring
dengan semakin meluasnya penggunaan internet (Munir, 2004).
Watermarking merupakan suatu bentuk dari steganography, yaitu ilmu yang mempelajari
bagaimana menyembunyikan suatu data pada data yang lain. Watermarking (tanda air) ini agak
berbeda dengan tanda air pada uang kertas. Tanda air pada uang kertas masih terlihat oleh indera
manusia (mungkin dalam posisi kertas tertentu), tetapi watermarking pada media digital tak akan
dirasakan kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolah digital seperti komputer
(Suhono, 2009).
6
Ada beberapa masalah yang melatarbelakangi munculnya watermarking, antara lain :
2. Masalah pelanggaran hak cipta Penggandaan yang tidak memiliki izin atas produk
digital dapat merugikan pemiliknya, sebab pemilik produk digital tidak mendapat 8
royalti apapun terhadap proses penggandaan tersebut. Banyak cara yang sudah
ditempuh untuk memberikan atau melindungi data digital, seperti : encryption, copy
protection, visible marking, header marking, dan sebagainya, tetapi semua cara
tersebut memiliki kelemahan masingmasing (Sirait, 2009).
7
3. PEMBAHASAN
Tak dipungkiri Indonesia menjadi salah satu konsumen barang bajakan dan palsu terbesar
di dunia. Tingginya permintaan dari masyarakat dan keinginan para pengusaha mencari
keuntungan besar menjadi faktor banyaknya barang bajakan dan palsu beredar di masyarakat.
Masyarakat Indonesia lebih mementingkan harga yang lebih murah dengan kualitas
rendah dibandingkan menghargai hak cipta dan kualitas yang lebih baik."Indonesia potensial
menjadi market besar menggiurkan untuk bisnis baik dan tidak baik. Produsen yang mencari
keuntungan lebih membuat barang yang tidak memenuhi standar. Tapi karena permintaan
banyak dibeli juga sama masyarakat meski kualitas buruk," katanya seperti ditulis pada Kamis
(16/4/2015).
Lebih lanjut Widyaretna menjelaskan sejak MIAP berdiri pada 2003 lalu, banyak upaya
yang telah dilakukan pihaknya selain melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan
perkembangan paling signifikan adalah perhatian dari pemerintah."Stakeholder sudah membuka
pintu terlibat pemberantasan. Itu lompatan luar biasa kerja sama dengan pemerintah seperti
terjadinya perubahan undang-undang tetang. hak cipta,"
8
Cara meminimalisir Plagiarisme
Hal yang paling sederhana untuk mengatasi pelanggaran hak cipta adalah membangun budaya
masyarakat untuk menghargai hasil karya orang ain. Dengan adanya sikap menghargai dari
masyarakat terhadapa hasil karya seseorang. Masyarakat tidak akan melanggara hak cipta
karena mereka sudah memiliki kesadaran untuk menghargai hasil karya orang lain. Dengan cara
tidak mencopi, membajak, atau memperjual belikan karya tersebut secara ilegal. Ketika
masyarakat yang merupakan pengguna terbesar suatu hasil karya, sudah sadar akan sikapnya,
maka pelanggaran Hak cipta bisa diatasi.
Contoh kasus : Masyarakat tidak mencopy aplikasi dan SO yang tidak open source. Masyarakat
seharusnya menggunakan Sistem Operasi yang open soure jika tidak bisa membeli yang lisence.
Menggunakan linux yang bersifat open source jika tidak mampu membeli windows yang
berlisence, jika hal itu terjadi maka masyarakat sudah memiliki sifat menghargai hasil karya
orang lain.
2. Pemerintah, baik instansi-instansi terkait, jajaran penegak hukum dan segenap lapisan
masyarakat hendaknya sepakat untuk secara bersama-sama memerangi pembajakan terhadap
karya-karya intelektual.
Pemerintah merupakan organisasi tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengatur
masyarakat dari level bawah hingga level atas masyarakat. Pemerintah juga dapat menjadi
contoh terhadapa perilaku baik untuk secara bersama-sama memerangi pembajakan, dengan
tidak memberikan mudahnya izin memperbanyak hasil karya orang lain dengan tidak
mencantumkan nama pihak yang menghasilkan karya tersebut. Pemerintah mampu memberikan
contoh kepada masyarakat dengan menggalakkan produk open source jika belum mampu
membeli yang berlisence berbayar. Apabila dari tingkatan organisasi tertinggi (pemerintah,
institut-institut, serta jajaran penegak hukum) memiliki kesadaran tidak membajak hasil karya
orang lain, maka dapat menjadi contoh kepada masyarakat untuk tidak membajak karya orang
lain yang berakibat mampu meminimalisir pelanggaran Hak Cipta di bidang IT.
Contoh kasus : Beberapa institusi pemerintah sudah memakai Opensource untuk Sistem
Operasinya, hal ini dapat dibuktikan bahwa “ Indonesia, Go Open
Source! disingkat IGOS adalah sebuah semangat gerakan untuk meningkatkan penggunaan dan
pengembangan perangkat lunak sumber terbuka di Indonesia. IGOS dideklarasikan pada 30
Juni 2004 oleh 5 kementerian yaitu Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Departemen
Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Pendidikan Nasional. Gerakan ini
melibatkan seluruh stakeholder TI (akademisi, sektor bisnis, instansi pemerintah dan masyarakat)
yang dimulai dengan program untuk menggunakan perangkat lunak sumber terbuka di
9
lingkungan instansi pemerintah. Diharapkan dengan langkah ini dapat diikuti oleh semua lapisan
masyarakat untuk menggunakan perangkat lunak legal”.
Undang-undang tentang hak cipta yang berisi pada pasal 1 ayat 1- 4 adalah:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan,
atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan
ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut.
Dengan adanya pembuatan undang-undang tentang hak cipta diharap dapat mengatasi
pelanggaran hak cipta, karena peraturan yang mengatur hak cipta sudah ada pada isi undang-
undang tentang hak cipta, apa bila ada yang melanggar Undang-undang hak cipta tersebut akan
ada sangsi yang menjerat pelaku. Sehingga ada efek jera yang didapat karena denda beserta
hukum pidana akan menjeratnya.
PELANGGARAN HAK CIPTA dapat dikenakan hukuman sesuai dengan pasal 72 Undang-
undang :
10
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).
5.Dibentuknya Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI oleh pemerintah yang bertugas
merumuskan kebijakan nasional penanggulangan pelanggaran HKI, menetapkan langkah-
langkah nasional dalam menanggulangi pelanggaran HKI, serta melakukan koordinasi sosialisasi
dan pendidikan di bidang HKI guna penanggulangan pelanggaran HKI. Dengan adanya Tim
Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI yang dibentuk oleh pemerintah di harapkan mampu
membantu kinerja pemerintah untuk melindungi hasil karya dari warga negaranya.
11
Meminimalisir pelanggaran Hak Cipta berupa pembajakan karya, mengklaim karya orang lain,
dan lain-lain. Melalui tim ini, pemerintah juga mudah mengawasi warga negaranya untuk hasil
karya yang ada.
6.Mendandaftarkan hasil karya pribadi agar dilindungi oleh undang-undang HKI. Dengan
mendaftarkan hasil karya peribadi diharapkan mampu meminimalisir pelanggaran HKI karena
dari diri sendiri sudah memiliki kesadaran untuk melindungi karya yang sudah tercipta.
Contoh kasus : Rudi seorang mahasiswa teknik informatika yang suka dengan pembuatan
program.
8. Sangsi pidana yang memberatkan pelaku pelanggaran. Sangsi yang berat yang terdiri dari
hukuman pidanya yang sangat lama dan denda yang sangat besar.
Dengan adanya hukuman pidana yang sangat berat kepada pelaku pelanggaran maka diharap
akan mencegah adanya pelanggaran Hak Cipta.
Referensi :
Digital Watermarking adalah salah satu teknik untuk menyisipkan informasi tertentu ke
dalam sebuah data digital. Bentuk Watermark itu sendiri bisa berupa teks seperti informasi
Copyright, gambar berupa logo, data audio, atau rangkaian bit yang tidak bermakna.
12
Watermark sudah banyak digunakan, terutama dalam media digital yang bertujuan untuk
melindungi hak cipta. Misalnya, penyebaran media dalam internet yang umumnya sangat mudah
di akses dalam bentuk gambar, musik, atau video yang sudah memiliki copyrightdengan
watermark di dalamnya baik yang dilihat langsung maupun yang hanya diketahui oleh
pembuatnya.
Penyisipan watermark bisa dilakukan dalam dua metode, yaitu metode spasial dan
metode transform.
Kegiatan plagiat memberikan dampak yang sangat merugikan bagi kita, walaupun kita
tidak merasakannya secara langsung. Dengan plagiat, maka kita cenderung untuk menjadi malas
karena selalu mengandalkan karya orang lain untuk dijiplak. Tidak hanya itu, kegiatan plagiat
juga dapat menghambat kreatifitas seseorang karena mereka tidak pernah menyalurkan atau
mengekspresikan bakat yang mereka miliki. Konsekuensinya, kita tak pernah mau belajar dan
selalu merasa ragu untuk mengandalkan kemampuan diri kita sendiri.
Seorang plagiator merupakan orang yang tidak percaya akan kemampuannya untuk
melakukan suatu hal sehingga memilih alternatif lain yang kurang tepat yaitu penjiplakan karya.
Sebenarnya cara pandang terhadap kemampuan yang kita miliki dapat diibaratkan sebagai
seberkas cahaya putih. Tergantung dari pribadi kita masing-masing. Apakah kita ingin
membelokkan berkas cahaya tersebut ke arah kiri dengan mengubah warna dasar putih menjadi
kehitam-hitaman yang melambangkan ketidakyakinan seseorang terhadap kemampuan yang ia
miliki. Atau sebaliknya, kita membelokkan berkas cahaya tersebut ke arah kanan dengan
mengubah warna dasar putih menjadi keemasan yang melambangkan orang yang yakin terhadap
kemampuannya sendiri.
13