Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Hipertensi Pulmonal

Oleh:

Maulana Malik Ibrahim, S. Ked 1830912310105

Pembimbing:

dr. Djallalluddin, M.kes, Sp.PD-KKV, FINASIM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN


BANJARMASIN

Juni, 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
A. Definisi............................................................................................... 4
B. Epidemiologi...................................................................................... 5
C. Klasifikasi........................................................................................... 6
D. Etiologi dan Fakto Resiko.................................................................. 8
E. Patofisiologi........................................................................................ 9
F. Gejala Klinis....................................................................................... 13
G. Diagnosis............................................................................................ 14
H. Tatalaksana......................................................................................... 17
I. Prognosis............................................................................................ 21
BAB III PENUTUP....................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 23

2
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi pulmonal adalah suatu keadaan patologis dimana didapatkan

peningkatan resistensi tekanan vaskular paru. Hipertensi pulmonal merupakan

penyakit yang jarang didapat namun progresif oleh karena peningkatan resistensi

vaskuler pulmonal yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh

karena peningkatan afterload ventrikel kanan. Hipertensi pulmonal dapat bersifat

idiopatik, herediter, atau berhubungan dengan beberapa kondisi kelainan seperti

penyakit jaringan ikat, penyakit jantung kongenital, hipertensi portal, infeksi HIV,

dan paparan terhadap racun atau obat.1

Ketika kondisi tersebut tidak ditangani maka dapat menyebabkan

perburukan kondisi hingga kematian Semua kondisi tersebut diatas memiliki

karakteristik peningkatan tekanan arteri pulmonal dan pada kasus yang progresif

akan disertai dengan gagal jantung kanan dan dapat menyebabkan kematian.

Mortalitas pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa diterapi memiliki angka

harapan hidup 1 tahun, 3 tahun, dan 5 tahun sebesar 68%, 48%, dan 34%. Kualitas

hidup pasien dengan hipertensi pulmonal juga akan terganggu dengan

keterbatasan aktifitas fisik serta fungsi sosialnya.1

Kemajuan dalam pemahaman patofisiologi terkait dengan kondisi tersebut

memberikan kesempatan bagi praktisi untuk menangani pasien hipertensi

pulmonal, yang dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas, serta

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hipertensi pulmonal.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang yang

ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas seperti sesak

nafas, pusing dan pingsan saat beraktivitas.3

Hipertensi pulmonal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan rerata arteri

pulmonal diatas 25 mmHg pada saat kondisi istirahat yang dievaluasi melalui

kateterisasi jantung kanan. Hipertensi pulmonal juga didefinisikan sebagai

peningkatan tekanan rerata arteri pulmonal diatas 30 mmHg pada saat kondisi

exercise, akan tetapi pada pertemuan berkelanjutan simposium Dana Point,

California di tahun 2008 telah merevisi hal tersebut dan menggunakan angka

tekanan rerata pulmonal >25 mmHg saat istirahat sebagai definisi hipertensi

pulmonal. 4

Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder.

Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui

penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal

yang disebabkan oleh kondisi medis lain. Istilah ini saat ini menjadi kurang

populer karena dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganannya sehingga

istilah hipertensi pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri

Pulmonal Idiopatik.4

4
Hipertensi pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi arteri

pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang secara

histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel endotel,

muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan penebalan

tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos vaskuler. Sehingga

meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri kecil dan meningkatkan

tahanan vaskuler dari aliran darah di paru. Beratnya hipertensi pulmonal dibagi

dalam 3 tingkatan; ringan bila PAP 25-45 mmHg, sedang PAP 46-64 mmHg dan

berat bila PAP > 65 mmHg.5

B. Epidemiologi
Pada tahun 1981 di Amerika dilakukan pendataan pasien hipertensi

pulmonal melalui National Institute of Health (NIH). Dari hasil studinya

didapatkan angka kejadian PAH primer sebesar 1–2 : 1.000.000 kasus. Dalam

perkembangannya, seiring dengan kemajuan pemahaman terhadap hipertensi

pulmonal dan kemampuan diagnostik, setelah 25 tahun kemudian didapatkan

angka insiden sebesar 5–52: 1.000.000 kasus. Lebih lanjut juga diketahui bahwa

PAH idiopatik, bisa terjadi baik pada jenis kelamin laki-laki maupun wanita di

semua usia. Selama perkembangan kanak-kanak angka insidennya sama, akan

tetapi setelah menginjak masa pubertas diketahui bahwa frekuensinya lebih sering

didapatkan pada wanita dengan rasio 2:1.4. Di Indonesia sendiri, data

epidemiologi mengenai hipertensi pulmonal masih belum banyak di publikasi

sehingga data epidemiologi hipertensi pulmonal di Indonesia tidak dapat dibahas

pada referat ini.4

5
C. Klasifikasi
Hipertensi Pulmonal diklasifikasikan menjadi 5 kategori berdasarkan

etiologinya yaitu hipertensi arteri pulmonal, hipertensi pulmonal karena penyakit

jantung kiri, hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan kelainan paru,

hipertensi pulmonal karena penyakit thrombosis kronis atau emboli, dan

hipertensi pulmonal karena mekanisme multi-faktorial yang belum jelas. Secara

lengkap, klasifikasi hipertensi pulmonal dijelaskan dibawah berikut. 5

1. Pulmonary Arterial Hypertension

1.1 Idiopathic

1.2 Heritable

1.2.1 BMPR2 mutation

1.2.2 Other mutation

1.3 Drugs and toxins induced

1.4 Associated with:

1.4.1 Connective tissue disease

1.4.2 HIV infection

1.4.3 Portal hypertension

1.4.4 Congenital heart disease

1.4.5 Schistosomiasis

1’ Pulmonary veno-occlusive disease and/or pulmonary capillary

haemangiomatosis

1” Persistent pulmonary hypertension of the newborn

2. Pulmonary Hypertension due to left heart disease

6
2.1 Left ventricular systolic dysfungtion

2.2 Left ventricular diastolic dysfungtion

2.3 Valvular disease

2.4 Congenital/acquired lef heart inflow/outflow tract obstruction and

congenital cardiomyopathies

2.5 Other

3. Pulmonary Hypertension due to lung disease and/or hypoxia

3.1 Chronic Obstructive Pulmonary Diseaase

3.2 Interstitial lung disease

3.3 Other pulmonary disease with mixedr estrictive and obstructive pattern

3.4 Sleep disordered breathing

3.5 Alveolar hypoventilation disorder

3.6 Chronic exposure to high altitude

3.7 Debelopmental lung disease

4. Chronic thromboembolitic pulmonary hypertension and other pulmonary

artery obstruction

5. Pulmonary hypertension with unclear and/or multifactorial mechanism

5.1 Haematological disorder

5.2 Systemic disorder

5.3 Metabolic disorder

5.4 Other

7
D. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini

disebabkan karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katup

jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan stenosis (penyempitan) katup mitral.

Manifestasi dari keadaan ini biasanya adalah terjadinya edema paru (penumpukan

cairan pada paru). 2

Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain adalah : HIV, penyakit

autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, penyakit bawaan dan penyakit tiroid.

Penyakit pada paru yang dapat menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi

penyebab penyakit ini misalnya: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),

penyakit paru interstitial dan sleep apnea, yaitu henti nafas sesaat pada saat tidur.2

Tabel 2.1. Etiologi Hipertensi Pulmonal. 2

E. Patofisiologi

8
Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint” dengan

sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary vaskuler bed” sebagai

sirkuit yang low pressure dan high flow. Kelainan vaskuler hipertensi pulmonal

mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan arteriol, berupa

hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima, dan trombosis in situ.

Progresif dan penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan

tahanan pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel

kanan.6

Pada stadium awal hipertensi pulmonal, peningkatan tekanan arteri

pulmonalis menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya

trombotik arteriopati pulmonal. Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal

ini adalah trombosis insitu pada muskularis arteri pulmonalis. Pada stadium

lanjut, dimana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan progresif,

lesi berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai

dengan hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan

struktur endotel pulmonal normal. Secara patologi hipertensi pulmonal dapat

dikelompokan dalam 3 subtipe: 6

1. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP) Secara patologi

fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Lesi fleksiform

merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, kelainan ini ditemui

pada pasien yang mempunyai komponen genetik, dimana 7 % adalah

familial.

9
2. Tromboemboli arteriopati (45-50% dari HPP) Secara patologi subtipe ini

ditandai dengan fibrosis eksentrik tunika intima dan gambaran

rekanalisasi thrombosis insitu (jaringan dan septum dalam lumen arterial).

Subtipe tromboemboli hipertensi pulmonal terdapat 2 bentuk : bentuk

makro tromboemboli, yang biasanya ditemukan pada hipertensi pulmonal

sekunder dan berisi gumpalan besar ditengah lumen, dan kedua bentuk

mikrotromboemboli dengan thrombus di distal yang menyumbat

pembuluh-pembuluh darah kecil.

3. Oklusi vena pulmonalis Bentuk yang jarang didapat, disebabkan oleh

penipisan tunika intima vena pulmonalis.


6
Penyebab ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif

a. Prostasiklin dan Tromboksan A2

Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam arakidonat

utama selsel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin merupakan vasodilator

poten, menghambat agregasi trombosit dan antiproliferatif, sedangkan

tromboksan A2 merupakan vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal

keseimbangan kedua molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2.

Prostasiklin sintase adalah enzim yang merangsang produksi prostasiklin,

jumlahnya menurun pada arteri-arteri pulmonal pada pasien hipertensi

pulmonal terutama HPP.

b. Endotelin-1

Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten dan memiliki

aktifitas mitogenik pada sel-sel otot polos arteri. Peningkatan kadar ET-1

10
plasma dan dinding vaskuler pada pasien IPAH. Endothelin-1 (ET-1) adalah

suatu asam amino peptide yang dihasilkan oleh enzim konverting endothelium

pada sel-sel endotel. Kadar endotelin meningkat pada pasien PAH dan

klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2 reseptor

yang berbeda. Reseptor ETA pada sel otot polos vaskuler dan Reseptor ETB

pada sel otot polos vaskuler dan sel endotel vaskuler paru. Kedua reseptor

menyebabkan proliferasi sel otot polos vaskuler. Kadar ET-1 Plasma

berkorelasi dengan beratnya PAH dan prognosis.

c. Nitrik Oksida

Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi

platelet dan penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel

dari arginin oleh NO sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui

mekanisme yang komplek dengan cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase,

menyebabkan terbukanya kanal K+ membran sel, sehingga ion K+ keluar,

membran depolarisasi dan menghambat kanal Ca2+. Menurunnya Ca2+ masuk

dan menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma menyebabkan vasodilatasi.

Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah satu enzim PDE yang memecah cGMP.

Pasien dengan HPP terbukti menurunnya NO sintase, sehingga timbul

vasokonstriksi dan proliferasi sel. NO berkontribusi dalam menjaga fungsi dan

struktur vaskuler dalam keadaan normal.

d. Serotonin

Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor yang

meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan serotonin

11
plasma telah dilaporkan pada pasien HPP, yang menyebabkan vasokonstriksi.

Mekanisme seretonergik yang berimplikasi pada PAH. Konsumsi

dekfenfluramin, terjadi peningkatan release serotonin dan terhambat reuptake

oleh platelet.

e. Adrenomedulin

Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan aliran

darah paru dan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma meningkat

pada pasien HPP, kadar adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan

rata-rata atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata.

f. Vasoactive Intestinal Peptide

Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator sistemik

poten, menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal

pada rabbit dan manusia, juga menghambat aktifasi platelet, dan proliferasi sel

otot polos. Studi baru baru ini melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien

HP.

g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)

Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat.

Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah di dalam

paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-

kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini

akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah

juga terganggu. Ventrikel kanan jantung membesar sehingga menyebabkan suplai

12
darah dari jantung ke paru berkurang, keadaan yang disebut dengan gagal jantung

kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga

menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal

untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.

Biasanya pasien mengeluh jantung sering berdebar dan sering berkeringan

meskipun tidak beraktifitas. 6

F. Gejala Klinis

Hipertensi pulmonal sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak spesifik.

Gejala-gejala itu sulit untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah,

dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala

umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnea

saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang merefleksikan

ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga

dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi disebabkan oleh karena

stretching arteri pulmonalis atau iskemia ventrikel kanan.6

Selain itu hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah paru juga bisa terjadi,

yang akan berpotensi menyebabkan batuk darah. Kelainan terdeteksi pada

pemeriksaan fisik cenderung lokal pada sistem kardiovaskular. Pemeriksaan yang

seksama sering mendeteksi tanda-tanda hipertensi pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan. Temuan pada pemeriksaan paru-paru yang tidak spesifik tetapi

dapat menunjukkan penyebab yang mendasari hipertensi pulmonal. Sebagai

13
contoh, mengi dapat didiagnosis PPOK, dan basilar crackles mungkin

menunjukkan adanya penyakit paru-paru interstisial.6

G. Diagnosis

Untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat melakukan satu

atau lebih tes untuk mengevaluasi kerja jantung dan paru-paru pasien. Hal ini

termasuk X-ray di daerah dada untuk menunjukkan pembesaran dan

ketidaknormalan pembuluh darah paru-paru, ekokardiogram yang menunjukkan

visualisasi jantung, mengukur besar ukuran jantung, aliran darah, dan

mengadakan pengukuran tidak langsung terhadap tekanan di pembuluh paru-paru.


7

1. Ekokardiografi

Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk

diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi adalah

modalitas diagnostik untuk evaluasi atau eklusi penyebab Hipertensi pulmonal

sekunder (seperti gagal ventrikel kiri, penyakit jantung katup, penyakit

jantung kongenital dengan shunt sistemik pulmonal dan disfungsi diastolik

ventrikel kiri). Disamping itu untuk menentukan beratnya hipertensi pulmonal

serta prognosisnya.. Namun demikian ekokardiografi saja tidak cukup adekuat

untuk konfirmasi definitif ada atau tidaknya hipertensi pulmonal. Untuk itu

direkomendasikan untuk kateterisasi jantung.7

2. EKG

14
Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering

menunjukan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel kanan,

dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memiliki nilai prognostik. Kelainan

EKG saja bukanlah indikator yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru.7

3. Radiologi

Karena radiografi thorak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien dengan

sesak yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi thorak. Ro

thorak sama pentingnya sebagai first-line tes skrining pada pasien IPAH untuk

melihat penyebab sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan kongesti

vena-vena paru. Hampir 85% terdapat kelainan Radiografi thorak pada

hipertensi pulmonal, seperti pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium

kanan, dilatasi arteri pulmonal.7

4. Tes Fungsi Paru

Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume ekspirasi

paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MVV), kapasitas difusi

karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah

komponen penting dalam pemeriksaan Hipertensi Pulmonal, yang dapat

mengidentifikasi secara signifikan obstruksi saluran atau defek mekanik

sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara

kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume

paru pada Hipertensi Pulmonal.7

5. CT Scan

15
CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah primer atau

sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti

bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk

deteksi dan atau melihat penyakit tromboemboli paru.7

6. Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal

adalah gold standard untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi

pulmonal adalah tekanan PAP lebih 25 mHg pada saat istrahat, atau lebih 30

mmHg pada saat aktifitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan

menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan

informasi penting untuk prognostik hipertensi pulmonal. Dan karena

kemajuan metode pengobatan, maka saat ini kateterisasi jantung juga

digunakan untuk membantu dalam tatalaksana penyakit tertentu, misalnya

untuk penyaluran obat, biopsi jaringan, dan lainnya.7

7. Tes Vasodilator

Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien IPAH,

pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan

menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon

(European Society of Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata

tekanan arteri pulmonal <10 mm Hg dengan peningkatan kardiak output.

Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah pasien bisa

diterapi dengan CCB oral atau tidak.7

16
8. Tes Berjalan 6 Menit

Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan

fungsional pasien hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berjalan 6

menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional pasien

dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah

digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi pasien hipertensi

pulmonal yang diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian. 7

9. Biopsi paru

Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi pulmonal,

biopsi paru di indikasikan bila pasien yang diduga IPAH, dengan pemeriksaan

standar tidak kuat untuk diagnosis definitif. 7

10. Laboratorium

Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnea, yang meliputi pemeriksaan

analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah lengkap. Pemeriksaan HIV

direkomendasikan pada pasien dengan faktor resiko. Dilaporkan bahwa

hipertensi pulmonal sehubungan dengan infeksi HIV 100 kali lebih sering

dibandingkan dengan IPAH. Tes fungsi hati juga harus dilakukan untuk eklusi

suatu hipertensi portopulmonal disamping untuk pemberian terapi.7

H. Tatalaksana
Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan atau

aktifitas pada pasien hipertensi pulmonal, dan pasien sebaiknya harus

17
memperhatikan dan membatasi aktifitas yang berlebihan. Pemberian oksigen

untuk mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan diatas

90%. Penggunaan digoksin saat ini masih kontroversial, karena belum ada data

terhadap keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin pada hipertensi pulmonal

primer. Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat

bermanfat untuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada regurgitasi

trikuspid. Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan dan stasis vena

meningkatkan resiko terjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah

dilaporkan dengan antikoagulan oral, warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8.

Telah banyak penelitian untuk pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan :

golongan vasodilator, prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis

reseptor endotelin dan anti koagulan. 7

1. Calcium-Channel Blocker (CCB)

Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai terapi

hipertensi pulmonal, perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada

pasien yang tes vasodilator akut positif. Nifedipine (120-240 mg/hari) atau

diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen yang paling sering digunakan,

sementara verepamil menimbulkan efek inotropik negative. Efek samping

yang bermakna seperti hipotensi yang mengancam hidup pasien dengan fungsi

ventrikel kanan yang berat.7

2. Prostanoid

18
Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam

patogenesis IPAH. Studi klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama

dengan analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien dengan

hiperetensi pulmonal sedang sampai berat. Beberapa obat golongan prostanoid

yang sering digunakan adalah Eposprostenol, Treprostinil, Iloprost Inhalasi,

dan Beraprost.7

3. Antagonis Reseptor Endotelin

Pada penelitian terakhir Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam

mengobati hipertensi pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik

endotelin-1 pada hipertensi pulmonal. Endothelin-1 adalah suatu

vasokonstriktor yang poten, dan mitogen pada otot polos yang menyebabkan

meningkatnya tonus vaskuler dan hipertrofi vaskuler paru. Dalam studi

kontrol kecil pasien IPAH, konsentrasi endothelin plasma berkorelasi dengan

PAP and PVR, berkorelasi juga dengan kapasitas latihan. Obat yang masuk

dalam golongan ini adalah Bosentan, Sitaxentan, dan Ambrisentan.7

4. Phosphodiesterase Inhibitor

Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5 monophosphate

(cGMP) di dalam otot polos vaskuler memainkan peranan dalam regulasi

tonus, pertumbuhan dan struktur vaskuler paru. Efek vasodilator NO

tergantung pada kemampuannya untuk meningkatkan dan mempertahankan

cGMP yang ada pada vaskuler. Sekali diproduksi, NO secara langsung

mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkan produksi cGMP. cGMP

19
kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka kanal potassium, dan

menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP sangat singkat, sehingga

didegradasi cepat oleh phosphodiesterase. Phosphodiesterase merupakan

famili enzim yang menghidrolisa cyclic nucleotides, cyclic adenosine

monophosphate (cAMP) dan cGMP, dan membatasi signal intraseluler dengan

menghasilkan produk inaktif 5adenosine monophosphate dan 5-guanosine

monophosphate. Bagaimanapun juga obat-obat yang menginhibisi spesifik

cGMP phosphodiesterase (phosphodiesterase type 5 inhibitors) meningkatkan

respon vaskuler paru pada NO inhalasi dan endogen pada hipertensi pulmonal.

Contoh obat golongan ini adalah Dipyridamole dan Sildenafil.7

5. NO dan Arginine

Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat lahir.

Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi pulmonal. NO

terus menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru sepanjang hidup.

NO juga memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi dan antioksidan, juga

memodulasi efek angiogenesis. NO dihasilkan dalam 3 bentuk NO synthase

(NOS), yang muncul dalam sel multiple dan terus menerus aktif (type I dan

III) dalam endotelium atau “inducible” (type II) pada sel lainnya seperti

makrofag, epitel bronkus dan otot polos vaskuler. Regulasi NOS komplek dan

termasuk growth factors hormon (seperti vascular endothelial growth factor),

tekanan oksigen, hemodinamik, dan faktor lainnya. Sudah jelas bahwa amino

acid, L-arginine, adalah substansi NOS, maka itu penting untuk produksi NO.

Arginine eksogen diperlukan untuk memproduksi NO. Arginine masuk dalam

20
sel dangan transport aktif dan defek pada mekanisme transpor berkontribusi

pada ketergantungan arginine dengan meningkatnya kadar ekstraseluler untuk

memenuhi kebutuhan. Dalam endotel, transpor arginin secara kuat berikatan

dengan NOS, bila ikatan ini rusak oleh karena injuri endotel maka kadar

normal ekstraseluler mungkin berkurang untuk memproduksi NO. Defisiensi

Arginine telah memperlihatkan terjadinya hipertensi pulmonal dan infuse L-

arginine (500 mg/kg selama 30 menit pada bayi hipertensi pulmonal terjadi

peningkatan PaO2 selama lebih 5 jam.7

6. Terapi bedah

Terapi yang dapat dilakukan yaitu Atrial Septostomi dan Transplantasi

Paru. Untuk terapi bedah saat ini sangat jarang dilakukan karena

perkembangan terapi farmakologi yang pesat menyebabkan terapi jenis ini

mulai ditinggalkan.7

I. Prognosis

Kemungkinan kelangsungan hidup setelah diagnosis hipertensi pulmonal

primer adalah lebih kurang 3tahun, tapi angka ini sangat bervariasi. Sebagai hasil

dari pengobatan baru, pasien tanpa bukti hemodinamik disfungsi ventrikel kanan

dapat bertahan hidup selama lebih dari 10 tahun. 8

Prognosis untuk pasien dengan hipertensi pulmonal sekunder tergantung pada

penyakit yang mendasari, serta fungsi ventrikel kanan. Sebagai contoh, pasien

dengan PPOK dan obstruksi aliran udara moderat memiliki tiga tahun angka

21
kematian 50 persen setelah onset kegagalan ventrikuler kanan. Survival juga

dipengaruhi pada pasien dengan penyakit paru-paru interstisial dan hipertensi

pulmonal. 8

22
BAB III
PENUTUP

Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang progresif disebabkan karena

peningkatan resistensi vaskuler pulmonal yang menyebabkan menurunnya fungsi

ventrikel kanan karena peningkatan afterload ventrikel kanan. Hipertensi

pulmonal merupakan masalah kompleks yang ditandai dengan tanda-tanda dan

gejala tidak spesifik dan memiliki banyak penyebab potensial. Hipertensi

pulmonal dapat didefinisikan sebagai suatu tekanan sistolik arteri paru-paru yang

lebih besar dari 30 mm Hg atau tekanan rerata arteri paru-paru lebih besar dari 20

mm Hg.

Hipertensi Pulmonal diklasifikasikan menjadi 5 kategori berdasarkan

etiologinya yaitu hipertensi arteri pulmonal, hipertensi pulmonal karena penyakit

jantung kiri, hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan kelainan paru,

hipertensi pulmonal karena penyakit thrombosis kronis atau emboli, dan

hipertensi pulmonal karena mekanisme multi-faktorial yang belum jelas.

Kemungkinan kelangsungan hidup setelah diagnosis hipertensi pulmonal

primer adalah lebih kurang 3tahun, tapi angka ini sangat bervariasi dan banyak

hal yang mempengaruhinya, termasuk tatalaksana yang tepat dapat meningkatkan

angka harapan hidup penderita HPP. Prognosis untuk pasien dengan hipertensi

pulmonal sekunder tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya hipertensi

pulmonal serta fungsi dari vetrikel kanan penderita.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinata, Yudi, Parmana, I Made Adi. 2016. Terapi Inhalasi Pada Tatalaksana

Hipertensi Pulmonal. Jakarta: Jurnal Anesthesia & Critical Care; 34(3): 185-

186.

2. Jean LV, Edward A, Frederick AM, Patrick MK, Mitchell PF. 2011 Textbook

of critical care, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders; 433–7.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Hipertensi. Jakarta: Jurnal

InfoDATIN Kemenkes RI.

4. Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, dkk. 2016.

ESC/ERS Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Pulmonary

Hypertension. European Heart Journal; 37: 67–119.

5. J.R Sysol, R.F Machado. 2018. Continuing Cardiology Education:

Classification and Pathophysiology of Pulmonary Hypertension. Chicago:

Hellenic College of Cardiology; doi:10.1002/cce2.71 : 5.

6. Alhabsy, MH Yudha. 2012. Referat Hipertensi Pulmonal. Jember: SMF Ilmu

Penyakit Dalam Dr. Soebandi Fakultas Kedokteran Universitas Jember; 12-19.

7. Rosenkranz. 2007. Pulmonary hypertension current diagnosis and treatment.

Clin Res Cardiol 96:527–541 (2007) DOI 10.1007/s00392-007-0526-8.

8. Nauser, D. & Steven, W. 2001. Diagnosis and Treathment of Pulmonary

Hypertension. Amerika: Amerika Family Physician.

24

Anda mungkin juga menyukai