MODUL 3
“`PENYAKIT JANTUNG BAWAAN”
Tutor :dr.Fatimah
KELOMPOK VIII
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Laporan : PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Nama Anggota Kelompok :
1. Nurul Amalia Pratiwi (K1A1 17 081)
2.Ragilia Ulhaj (K1A1 18 109)
3.Mega Rahmawati Maulana (K1A1 17 013)
4.Ririn Apriani Pertiwi (K1A1 19 025)
5.Chesy (K1A1 19 037)
6.Kukuh Endro Rinekso (K1A1 19 048)
7.Nur Faizah (K1A1 19 058)
8.Wa Ode Viviansira (K1A1 19 068)
9.Andi Wilda Meutia Saydiman (K1A1 19 080)
10.Kartika Eka Putri (K1A1 19 091)
11.Nur Rizky Amalia Annisa (K1A1 19 103)
12.Wahyuni Ahda (K1A1 19 115)
dr.Fatimah
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada Dokter Pembimbing
Tutorial Modul 3 Penyakit Jantung Bawaan. Taklupa pula kami sampaikan rasa terimakasih
kami kepada teman-teman yang telah mendukung, memotivasi, serta membantu kami dalam
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami juga menyadari
bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran, masukan maupun kritikkan dari semua kalangan demi kesempurnaan
Kelompok VIII
MODUL 3
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
A. SKENARIO
Seorang anak perempuan, usia 10 tahun datang dengan keluhan nyeri dan bengkak
pada lutut kiri, demam, jantung terasa berdebar – debar. Hal ini dialami sejak 3 hari yang
lalu. Pada pemeriksaan fisis ditemukan: Sianosis (-), Nadi: 140 x/m, reguler. Tekanan
darah 120/60 mmHg. Suhu: 380C. DVS normal. Pemeriksaan toraks: Aktivitas ventrikel
kiri meningkat. Thrill teraba di apex. Batas – batas jantung membesar BJ: 1 & 2 murni,
intensitas normal. Terdengar bising sistol – diastol derajat 2 – 3/6, p.m. di apex A.
Femoralis teraba bounding. Tidak terdapat jari tabu. Terdapat tanda – tanda radang pada
lutut kiri (+)
B. KATA SULIT
1. Sianosis
perubahan warna menjadi kebiruan karena meningkatnya hemoglobin
terdeoksigenasi dalam darah yang masuk kedalam jaringan.
2. Thrill
sensasi getaran yang dirasakan oleh pemeriksa pada palpasi tubuh seperti diatas
jantung selama murmur jantung yang besar dan kasar.
3. Bounding
kontur nadi (pulse) abnormal yang hiperdinamik disebabkan oleh
peningkatan tekanan nadi sebagai hasil regurgitasi aorta atau anemia. Terpalpasi
paling baik pada seperti arteri femoralis dan arteri radialis.
2. Keluhan Nyeri
4. Demam
5. Jantung Terasa Berdebar – Debar.
Sianosis (-)
Suhu: 380C
DVS normal.
intensitas normal.
D. PERTANYAAN
E. PEMBAHASAN
1. Perbedaan Sianosis Sentral Dan Sianosis Perifer
Sianosis sentral adalah biru atau keabu-abuan pada kulit, bibir, lidah,
sublingual, mukosa mulut, mukosa pipi, gusi bayi yang biasa nya merupakan tanda
bahwa saturasi oksigen darah arteri menurun karena adanya masalah, seperti:
Asma atau pneumonia
Saluran napas tersumbat
Gangguan fungsi hati
Kejang yang berlangsung lama
Sianosis perifer yaitu kulit bayi berwarna biru namun membran mukosa mulut
berwarna pink,biasanya kulit bayi akan terasa dingin. Hal ini karena saturasi oksigen
darah arteri normal namun ekstraksi oksigen dijaringan perifer meningkat. Sianosis
perifer biasanya akibat peredaran darah memburuk yang disebabkan oleh:
Fenomena Raynaud, dimana suplai darah pada kaki dan tangan berkurang
Masalah arteri yang mempengaruhi suplai darah ke kaki
Bekuan darah yang menghentikan suplai darah dari anggota tubuh.1
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1, dikenal antara lain :
Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis
mitral.
Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada
insufisiensi sorta.
Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung
1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara
kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pada PDA.6
c. Manifestasi Klinis
Karditis Klinis :
Poliartritis migrans
- artralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak
Gagal jantung kongestif bisa terjadi sekunder akibat insufisieni katup yang
parah atau miokarditis, yang ditandai dengan adanya takipnea, ortopnea, distensi vena
jugularis, ronki, hepatomegali, irama gallop, dan edema perifer. Friction rub
pericardial menandai perikarditis. Perkusi jantung yang redup, suara jantung
melemah, dan pulsus paradoksus adalah tanda khas efusi perikardium dan tamponade
perikardium yang mengancam.
Poliartritis Migrans
Merupakan manifestasi yang paling sering dari rheumatic fever, terjadi pada
sekitar 70% pasien rheumatic fever. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi aktif ditandai
dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Nyeri saat istirahat yang
semakin hebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling
sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Gejala ini bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis
migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam sesudah serangan
namun muncul pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien dapat sembuh dalam
satu minggu dan biasanya tidak menetap lebih dari dua atau tiga minggu.
Chorea sydenham terjadi pada 13-14% kasus rheumatic fever dan dua kali lebih
sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni beberapa bulan
setelah infeksi Streptococcus (mungkin 6 bulan). Manifestasi ini mencerminkan
keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus
kaudatus otak. Periode laten dari chorea ini cukup lama, sekitar tiga minggu sampai
tiga bulan dari terjadinya rheumatic fever. Gejala awal biasanya emosi yang lebih
labil dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak
bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua bagian otot dapat terkena, namun otot
ekstremitas dan wajah adalah yang paling mencolok. Gejala ini semakin diperberat
dengan adanya stress dan kelelahan, namun menghilang saat beristirahat.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada rheumatic fever yang terjadi
12
kurang dari 10% kasus. Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan yang
kemudian ditengahnya memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-kelok
seperti ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau punggung) dan ekstremitas.
Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus terletak
pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut, dan persendian
kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian oksipital dan di atas kolumna
vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna terang keras, tidak nyeri, tidak gatal,
mobile, dengan diameter 0,2-2 cm. Nodul subkutan biasanya terjadi beberapa minggu
setelah rheumatic fever muncul dan menghilang dalam waktu sebulan. Nodul ini
selalu menyertai karditis rematik yang berat.
Kriteria Minor
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam waktu 2-
3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai tanda-
tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga sering dijumpai. Artralgia
biasa melibatkan sendi-sendi yang besar. Penanda peradangan akut pada pemeriksaan
darah umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan CRP umumnya meningkat pada
rheumatic fever. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menilai perkembangan penyakit.
d. Pemeriksaan Jasmani
insidious
- Tidak diperlukan kriteria lainnya
RHD
untuk
a. Pendahuluan
Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi
streptokokus grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum
dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit
ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit
jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
Puncak insiden demam reumatik akut terdapat pada kelompok usia 5-15
tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk
di atas 50 tahun. Demam rematik dan penyakit jantung rematik menyebabkan
meningkatnya ketidakhadiran di sekolah dan putus sekolah, dan kehilangan upah.
Sekitar 30 juta orang saat ini diperkirakan terkena penyakit jantung rematik secara
global, dan pada 2015 penyakit jantung rematik diperkirakan bertanggung jawab
305.000 kematian dan 11,5 juta tahun kehidupan yang disesuaikan dengan
disabilitas hilang. Dari kematian ini 60% terjadi sebelum waktunya (yaitu, sebelum
usia 70 tahun), meskipun angka- angka ini sangat tidak pasti karena data yang tidak
lengkap di banyak negara.
Prevalensi demam reumatik akut di Indonesia belum diketahui secara pasti,
meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit jantung reumatik anak berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi
demam reumatik akut di Indonesia pasti lebih tinggi dan angka tersebut, mengingat
penyakit jantung reumatik anak merupakan akibat dari demam reumatik akut.
b. Definisi
Demam rematik adalah penyakit inflamasi akibat reaktivitas-silang antibody
seteah infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A .
c. Etiologi
d. Patogenesis
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-
Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil
yang menyertai tanda- tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan
dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan8.
Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas
pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi
10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.
Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
1. Karditis
Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada anak
anak. Karditis adalah satu satunya komplikasi. Demam reumatik yang bisa
menimbulkan efek jangka panjang. Kelainannya berupa pankarditis, yaitu
mengenai perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium. Pada Demam
reumatik sering terjadi pankarditis yang ditandai dengan perikarditis, myokarditis
dan endokarditis.
Perikarditis ditandai dengan pericardial friction rub. Pada efusi perikard bisa
didengar adanya muffled sound, dan pulsus paradoks ( penurunan tekanan sistolik
yang besar di saat inspirasi). Karakterisitik miokarditis adalah infiltrasi sel
mononuklear, vaskulitis dan perubahan degeneratif pada interstisial conective
tissue. Bentuk endokarditis tersering adalah insufisiensi katub mitral.
Katub yang sering terkena adalah katub mitral (65-70%) dan katub aorta
(25%). Katub trikuspid hanya terganggu pada 10% dan hampir selalu
berhubungan lesi pada katub mitral dan aorta. Sedangkan katub pulmonal sangat
jarang terlibat.Insufisiensi katub yang berat pada fase akut dapat menyebabkan
gagal jantung dan kematian (pada 1% penderita). Perlengketan pada jaringan
penunjang katub akan menghasilkan stenosis atau kombinasi antara stenosis dan
insufisiensi yang muncul dalam 2-10 tahun setelah episode demam reumatik akut.
Perlengketan bisa terjadi pada tingkatan ujung bilah katub, bilah katub dan chorda
atau kombinasi dari ketiga tingkatan tersebut
- Bising jantung yang sering pada demam rematik:
- Bising mitral regurgitasi berupa bising pansistolik, high pitch, yang radiasi ke
axilla. Tidak dipengaruhi oleh posisi dan respirasi. Intensitas 2/6.
- Carey coombs bising : bising diastolik di apeks pada karditis yang aktif dan
menyertai mitral insufisiensi berat. Mekanismenya berupa relatif mitral
stenosis
- yang diakibatkan dari volume yang besar yang melalui katub mitral saat
pengisian ventrikel.
- Bising aorta regurgitasi : bising awal diastolik yang terdapat dibasal, dan
terbaik didengar pada sisi atas kanan dan kiri sternum saat penderita duduk
miring kedepan.
2. Artritis
3. Chorea Sydenham
4. Eritema Marginatum
Muncul dalam 10% serangan pertama Demam reumatik biasanya pada anak
anak, jarang pada dewasa.Lesi berwarna merah, tidak nyeri dan tidak gatal dan
biasanya pada batang tubuh, lesi berupa cincin yang meluas secara sentrifugal
sementara bagian tengah cincin akan kembali normal.
5. Nodulus Subkutan
Demam hampir selalu ada pada poliartritis reumatik; ia sering ada pada
karditis yang tersendiri (murni) tetapi pada korea murni. Jenis demamnya adalah
remiten, tanpa variasi diurnal yang lebar, gejala khas biasanya kembali normal
atau hampir normal dalam waktu 2/3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia
adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi. Artralgia biasanya melibatkan
sendi besar. Kadang nyerinya terasa sangat berat sehingga pasien tidak mampu
lagi menggerakkan tungkainya.
Termasuk kriteria minor adalah beberpa uji laboratorium. Reaktan fase
akut seperti LED atau C-reactive protein mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik
untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan). Pemanjangan interval PR pada
elektrokardiogram juga termasuk kriteria minor.
Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut dengan gagal
jantung oleh karena distensi hati. Nyeri abdomen jarang ada pada demam
reumatik tanpa gagal jantung dan ada sebelum manifestasi spesifik yang lain
muncul. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat sekali pada daerah sekitar
umbilikus, dan kadang dapat disalahtafsirkan sebagai apendistis sehingga
dilakukan operasi.
Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat
gagal jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epitaksis berat mungkin
dapat terjadi. Kelelahan merupakan gejala yang tidak jelas dan jarang, kecuali
pada gagal jantung. Nyeri abdomen dan epitaksis, meskipun sering ditemukan
pada demam reumatik, tidak dianggap sebagai kriteria diagnosis.
g. Diagnosis
Diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan kriteria jones dan salah satu kriteria
mayor adalah karditis yang menunjukkan adanya keterlibatan katup jantung dan
dapat diperkirakan secara klinis dengan terdapatnya murmur pada pemeriksaan
auskultasi, namun seringkali klinisi yang berpengalamanpun tidak mendengar
adanya murmur padahal sudah terdapat keterlibatan katup pada pasien tersebut.
Keterlibatan katup seperti ini dinamakan karditis/ valvulitis subklinis.Saat ini,
diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones.namun dalam praktek sehari-
hari tidak mudah untuk menerapkankan hal tersebut. 8 Untuk Diagnosa diperlukan :
2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dan bukti infeksi oleh
sterptokokus grup A. Kecuali bila ada chorea atau karditis maka bukti infeksi
sebelumnya tidak diperlukan.
1. Karditis 1. Demam
2. Polyarthritis 2. Polyatralgia
3. Chorea 3. Laboratorium:
Peningkatan acute phase
4. Erythema marginatum
reaction (LED atau
5. Subcutaneous nodul
Leukosit)
4. PR interval memanjang
Kriteria Jones telah mengalami beberapa revisi untuk meningkatkan nilai
spesifitas nya.Untuk negara negara resiko tinggi demam rematik.World Health
Organization (WHO) telah membuat kriteria yang lebih menitikberatkan pada
sensitifitas dibandingkan spesifitas.
Tabel 2. Klasifikasi Diagnosis Demam Reumatik dan Penyakit Jantung
Reumatik WHO 2002-2003
KLASIFIKASI
GRU
P
A Demam rematik serangan pertama: 2 kriteria major atau 1 kriteria major
dan 2 minor + Streptokokus B hemolitikus grup A bukti infeksi
sebelumnya.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorokan merupakan gold standard untuk konfirmasi infeksi
strptokokus grup A.
b. Foto toraks
Pada pasien karditis dan gagal jantung foto thorak akan timbul kardiomegali
c. Elektrokardiografi
h. Pengobatan
i. Prognosis
c. Patofisiologi
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat adanya defek di septum
ventriculare adalah tergantung ukuran defek dan tahanan vaskular paru. Aliran
darah ke paru-paru akan meningkat setelah kelahiran sebagai respon menurunnya
tahanan vskular paru akibat mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli
oleh oksigen. Jika defeknya berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan
meningkat dibandingkan aliran darah sistemik diikuti regresi sel otot polos arteri
intrapulmonalis. Perubahan ini berhubungan dengan munculnya gejala setelah
kelahiran bayi aterm berumur 4-6 minggu atau awal dua minggu pertama pada
kelahiran bayi premature.
1. Periode neonatus:
1. VSD kecil
Biasanya pasien tidak ada keluhan. Bayi biasanya dibawa ke cardiologist
karena ditemukan adanya murmur selama pemeriksaan rutin. Keluhan berupa
gangguan makan dan pertumbuhan tidak ditemukan.
2. VSD sedang
Bayi terlihat berkeringat akibat rangsangan saraf simpatis, terlihat saa
diberi makanan. Terlihat lelah selama makan oleh karena aktifitas makan
memerlukan cardiac output yang tinggi. Adanya tachypnea saat istirahat
ataupun saat makan. Gangguan pertumbuhan bisa juga dijumpai karena
meningkatnya kebutuhan kalori dan kurangnya kemampuan bayi untuk makan
secara adekuat. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan juga bisa
ditemukan
3. VSD besar
Ditemukan gejalan yang sama dengan VSD sedang, tetapi lebih berat.
Pertumbuhan terhambat dan seringnya mengalami infeksi saluran nafas
4. Sindrom Eisenmenger
Saat beraktivitas pasien mengeluh sesak nafas, sianosis, nyeri dada,
sinkop, dan hemoptysis.
e. Diagnosis
f. Penanganan
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak menimbulkan
gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka tidak perlu diberikan
terapi khusus. Saat defek tersebut sudah menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan bayi, kesulitan pada waktu makan, berkeringat, tachipnea maka
pemberian diuretik menjadi pilihan pertama dengan terus mengawasi terjadinya
hipokalemia. atau untuk mencegah terjadinya hipokalemia bisa diberikan
diuretik hemat kalium.
Pemberian ACE inhibitor berguna untuk menurunkan afterload jantung
yang berguna menurunkan left to right shunt (Momma, 2006). Digoxin juga
dapat diberikan pada defek yang besar karena memiliki efek inotropik (Kimbal
et al., 1991). Obat seperti milrinon secara intravenus memiliki khasiat
inotropik dan menurunkan afterload jantung. Jika terapi medikamentosa tidak
memberikan banyak perubahan dapat dipertimbangkan terapi dengan teknik
pembedahan.11
Penutupan spontan DSA sekundum 40% pada umur sebelum 4 tahun. Pada
beberapa pasien defek mengecil. DSA ukuran < 3 mm dan terdiagnosis sebelum
umur 3 bulan menutup 100% pada umur 1,5 tahun.DSA 3-8 mm 80% menutup
spontan sebelum umur 1,5 tahun. DSA > 8 mm jarang dapat menutup spontan. DSA
besar yang dibiarkan tanpa terapi mengaalami gagal jantung dan hipertensi pulmonal
pada umur 20-30 tahun. Aritmia atrial dan emboli paradoksikal dapat terjadi pada
masa dewasa.
h. Pencegahan
Asianosis
Peningkatan -
akt.ventrikel
kiri
Thrill teraba di -
apex
Batas jantung
membesar
Bising systole - -
diastole p.m di
apex
Bounding a. - -
femoralis
DVS normal - -
A. Komplikasi
Penyakit jantung rematik adalah komplikasi terberat dari DRA dan merupakan
Penyebab terbesar dari mitral stenosis dan insufisiensi di dunia. Beberapa variabel
yang Mempengaruhi beratnya kerusakan katub antara lain jumlah serangan DRA
sebelumnya, lama antara onset dengan pemberian terapi, dan jenis kelamin (penyakit
ini lebih berat pada wanita dibandingkan pria). Insufisensi katub akibat DRA akan
sembuh pada 60-80% penderita yang menggunakanprofilaksisantibiotik.13
Berikut ini beberapa komplikasi demam rematik yang bisa dialami
pengidapnya:
Fibrilasi atrium, serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak beraturan dan
cepat.
B. Prognosis