PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat
menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat
berdasarkan kesetaraan dan yang lainnya, sehingga perlu menjadi
perhatian bersama untuk menjawab masalahnya dalam arti mengapa
mengalami keterbatasan tersebut dalam perspektif disabilitas sebagai
sebuah sistem. Demikian halnya dari aspek tanggungjawab Negara,
sejauhmana Pemerintah telah memberikan perhatian dari aspek
penyelenggaraannya baik yang bersifat pengaturan maupun pelayanan
sebagai esensi dari pemerintahan itu sendiri, yang pada sasarannya
meliputi aspek pelindungan kepada penyandang disabilitas itu.
2
Memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah, antara lain pada Pasal 236 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) yang pada pokoknya menegaskan : Daerah membentuk
Peraturan Daerah dengan alasan/berdasarkan :
b. Tugas pembantuan;
c. Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi; dan
d. Memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
3
Penyandang disabilitas selama ini dikategorikan sebagai penyandang
masalah kesejahteraan sosial, karena selalu dikaitkan dengan
kondisi tidak punya akses dalam hal kesejahteraan sosial. Namun
demikian tidaklah seperti itu oleh karena masalah penyandang
disabilitas terjadi karena disebabkan adanya hambatan sistemik
dalam berbagai sektor, yaitu meliputi antara lain aksesibilitas dan
akses dalam berbagai aspek untuk memperoleh kesetaraan dan hak
yang sama dengan orang yang bukan penyandang disabilitas.
Masalah berupa aksesibilitas dan akses dalam berbagai bidang
bagi penyandang disabilitas tersebut, berpengaruh pada aspek
rendahnya sumberdaya, produktifitas, mobilitas, efektifitas dan
efisiensi. Semuanya ini berkenaan dengan filosofi tanggungjawab
pemerintahan termasuk Daerah Kota dan Kabupaten sesuai lingkup
kewenangannya untuk mengatur sekaligus menjawab masalah
tersebut secara mendasar melalui pendekatan yang bersifat
koordinatif dan keterpaduan dengan berbagai unsur pemangku hak
yang berkepentingan terkait.
4
landasan ilmiah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu
Utara tentang Penyandang Disabilitas.
D. METODE PENYUSUNAN
Metode
5
juga bisa bersifat lebih luas. Di dalam penyusunan naskah
akademis ini dilakukan metode penggalian data atau bahan dengan
cara :
Penelitian
6
1. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor : 6 Tahun 2013 Tentang
Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Pooling
7
Televisi dan Media Online lainnya. Untuk merekrut pandangan
masyarakat terhadap persoalan-persoalan krusial yang akan diatur
dalam peraturan daerah.
8
“Identifikasi hambatan eksternal penyandang disabilitas
di semua aspek kehidupan dan penghidupan guna
melengkapi muatan sosiologis Naskah Akademis Perda
Disabilitas Kabupaten Luwu Utara ”
1. 18 orang unsur Organisasi Penyandang Disabilitas yang
terdiri atas :
a. 13 orang unsur organisasi penyandang disabilitas
Kabupaten Luwu Utara
b. 4 orang unsur organisasi penyandang disabilitas Kota
Palopo.
c. 4 orang unsur organisasi penyandang disabilitas Provinsi.
2. 7 orang dari unsur stakeholder terkait di Pemerintah
Kabupaten Luwu Utara.
3. 2 orang narasumber yakni Bagian Hukum Sekda Pemerintah
Kabupaten Luwu Utara, Ibu Nasirah, SH, dan Bagian Cipta
Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kabupaten Luwu Utara, bapak Bambang Hariawan , dan
4. 1 orang Fasilitator a.n. Abd. Azis, SH. dari LBH.
Public Hearing
Partisipasi
9
Santoso Sastropoetro, sehubungan dengan partisipasi efektif
menyatakan bahwa masyarakat akan dapat bergerak untuk lebih
berpartisipasi apabila :
10
11
BAB II
A. KAJIAN TEORITIS
12
semata faktor pendidikan, kesehatan dan tenaga kerja karena
semua itu hanyalah dampak dari persoalan kemanusiaan
dimaksud. Jadi hal penting yang dikedepankan adalah
pengembangan karakter. Pengembangan karakter dimaksud justru
nampaknya masih jauh dari isu penyandang disabilitas yang
selama ini berkembang.
13
b. Paraplegia : trauma tulang belakang karena kecelakaan yang
mengakibatkan kelumpuhan total kedua kaki dari panggul
sampai ke ujung kaki. ( Alat bantu yang dipakai : kursi roda )
a. Disabilitas Netra;
14
1) Low vision : Masih bisa melihat bayangan beberapa meter
ke depan. Atau kabur penglihatannya. Tidak memerlukan
alat bantu mobilitas.
b. Disabilitas Runguwicara;
4. DISABILITAS MENTAL :
1. Psichososial ( schizoprenia )
2. Paranoid
3. Bipolar
4. Border Line
5. Autis .
15
5. DISABILITAS EX. PENYAKIT KRONIS :
2. Eks. Stroke
1. Epilepsi
B. DERAJAT KEDISABILITASAN
a. ringan/pemula;
b. sedang/menengah; dan
c. total/berat.
16
b) Disabilitas rungu wicara ringan mencakup tingkat
kemampuan pendengaran dari 27 sampai 44 desibel.
17
1). Hambatan dan kesulitan internal.
1) Hambatan perilaku
2) Hambatan regulasi
3) Hambatan aksesibilitas
4) Hambatan sumber daya manusia
5) Hambatan pelayanan
18
namun berdasarkan data yang ada dan dikumpulkan dari Dinas
Sosial dan Organisasi Penyandang Disabilitas, maka data
penyandang disabilitas di Kabupaten Luwu Utara seperti tertera
dalam table berikut.
TABEL :
DATA PENYANDANG DISABILITAS KABUPATEN LUWU UTARA
Disa-
Disa- Disa- Disa-
NAMA Laki - Peremp bilitas Disa- BLANK
NO bilitas bilitas Bilitas JUMLAH
KECAMATAN laki uan Intelekt Bilitas
Fisik Sensorik ental
ual Ganda
3 RONGKONG 39 34 24 36 0 13 73
MALANGKE
4 161 116 135 109 0 33 277
BARAT
5 MALANGKE 203 113 92 171 1 49 0 3 316
8 RAMPI 32 22 5 19 0 30 54
10 SEKO 89 54 44 75 0 10 0 14 143
Sumber : Dinas Sosial Luwu Utara 2020 & PPDI Luwu Utara
Keterangan :
BLANK : Tidak ada keterangan Ragam Disabilitas
19
2. HAMBATAN DAN KESULITAN PENYANDANG DISABILITAS DI
KABUPATEN LUWU UTARA
20
5. Beberapa sekolah tidak menerima siswa penyandang
disabilitas dengan alasan :
21
13. Belum adanya transportasi khusus bagi penyandang
disabilitas
22
3) Hambatan dan kesulitan penyandang disabilitas yang ada pada
bidang perekonomian.
Masalah yang terjadi pada bidang perekonomian antara lain :
23
4. Kurangnya alokasi anggaran bagi pelayanan kesehatan
penyandang disabilitas.
5) Belum adanya layanan antar jemput khusus bagi
penyandang disabilitas dalam layanan kesehatan.
24
1. Belum adanya system pembinaan olahraga prestasi bagi
penyandang disabilitas pada Dinas terkait.
2. Belum adanya prasarana dan sarana keolahragaan
penyandang disabilitas khusus sesuai dengan standar
olahraga penyandang disabilitas
3. Masih dijumpai pemberian bonus berbeda bagi atlit
penyandang disabilitas yang berprestasi dalam bidang
olahraga dibanding dengan atlit non disabilitas.
25
Masalah masalah yang muncul dalam bidang politik terjadi antara
lain :
26
penyandang disabilitas netra dan penyandang disabilitas
rungu yang kesulitan mendapat informasi.
27
penyidikan, penuntutan dan tahapan persidangan.
Hambatan – hambatan issue antara lain :
a. Hambatan Aksesibilitas;
b. Hambatan perilaku;
c. Hambatan regulasi;
3. Kurangnya alokasi anggaran bagi penyelenggaraan
pelayanan bantuan hukum.
4. Tidak adanya SOP Pelayanan bagi penyandang disabilitas
bermasalah hukum untuk memperoleh akses keadilan dan
perlindungan hukum.
5. Minimnya pengetahuan aparat penegak hukum tentang
kedisabilitasan, sehingga banyak aparat yang melakukan
pelayanan hukum kurang berperspektif disabilitas.
bidang Kebencanaan ;
28
11) Hambatan dan kesulitan penyandang disabilitas yang ada
pada bidang komunikasi , informasi dan kebebasan
berekspresi;
Masalah informasi pada bidang komunikasi, informasi dan
kebebasan berekspresi terjadi masalah-masalah sebagai
berikut :
1. Yang paling banyak mengalami kendala dalam mengakses
informasi adalah dikalangan disabilitas rungu dan netra.
2. Tidak adanya media display penyampai informasi pada
fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti bandara,
maupun terminal angkutan umum.
3. Kurangnya petugas pada fasilitas umum dan fasilitas
sosial yang memahami bahasa isyarat tuna rungu.
4. Keterbatasan komunikasi dan akses informasi itu juga
yang menghambat para tuna rungu sulit menyatakan
pendapat dalam memperoleh hak kebebasan berekspresi.
5. Tidak adanya pelatihan SDM petugas dalam memahami
komunikasi dengan tunarungu dan netra.
6. Tidak dialokasikan anggaran untuk peningkatan SDM
petugas.
7. Tidak adanya pelatihan khusus utk membaca tulisan
Braille bagi disabilitas netra
29
3. Lingkungan perumahan yang dibangun tidak menyediakan
aksesibilitas seperti trotoar dan pedestrian yang aksesibel.
30
15) Hambatan dan kesulitan penyandang disabilitas yang ada
pada bidang keagamaan.
Masalah disabilitas pada bidang keagamaan yang terjadi antara
lain :
1. Minimnya aksesibilitas fisik dan lingkungan pada sarana-
sarana peribadatan seperti mesjid, musholla, gereja dan pura
yang tidak menyediakan aksesibilitas pada jalan masuk ke
fasilitas-fasilitas sosial tersebut.
2. Jika tersedia aksesibilitas, umumnya tidak sesuai standard
peraturan yang berlaku.
3. Tidak adanya media bacaan agama dalam bentuk format
Braille, seperti Al Qur’an dalam format Braille.
31
Masalah yang terjadi pada bidang statistic dan pengumpulan
data antara lain :
1. Belum ada keseragaman istilah antara satu Dinas dengan
Dinas lainnya.
2. Belum ada data akurat penyandang disabilitas se Luwu
Utara.
3. Belum adanya kartu identitas yang menunjukkan ragam
disabilitasnya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
32
19) Hambatan dan kesulitan penyandang disabilitas yang ada
pada bidang peningkatan kesadaran masyarakat;
Masalah yang terjadi pada bidang peningkatan kesadaran
masyarakat antara lain :
1. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas.
2. Belum dialokasikan anggaran untuk program peningkatan
kesadaran masyarakat.
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, harus
dicarikan solusi untuk mengeliminir masalah. Salah satu
pemecahan masalah adalah membentuk regulasi tingkat
Kabupaten yang mengatur tentang pelaksanaan Pelindungan
dan Pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas di
Kabupaten Luwu Utara.
33
depan diharapkan secara bertahap dan bekerja sama dengan
masyarakat, di Kabupaten Luwu Utara akan melakukan
pelatihan bagi aparat penegak hukum ( polisi, jaksa , pengacara
dan hakim ) terkait penanganan penyandang disabilitas yang
berhadapan dengan hukum. Selain itu organisasi penyandang
disabilitas juga harus dilibatkan untuk mengirim peserta
penyandang disabilitas untuk mengikuti pelatihan paralegal dan
menindak lanjuti dengan pembentukan PLBHD ( Pos Layanan
Bantuan Hukum Disabilitas ). Jika sudah ada pelatihan Aparat
Penegak Hukum, paling tidak sudah memberikan wawasan dan
pengetahuan bagi aparat penegak hukum tentang penanganan
penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.
Diharapkan ke depan bahwa penanganan penyandang
disabilitas yang berhadapan dengan hukum akan mendapat
perhatian dari aparat penegak hukum dan penyandang disabilitas
memperoleh rasa keadilan dan perlindungan hukum di
Kabupaten Luwu Utara. Olehnya itu sangat dibutuhkan agar
penyandang disabilitas memperoleh hak keadilan dan
perlindungan hukum adalah pemerintah daerah melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Muatan tentang keadilan dan perlindungan hukum bagi
penyandang disabilitas harus dimasukkan dalam regulasi
yang akan dibentuk.
2) Pelatihan-pelatihan peningkatan Sumber Daya Manusia
bagi aparat penegak hukum dalam penanganan
penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
3) Pentingnya penyediaan layanan-layanan disabilitas di
setiap institusi aparat penegak hukum.
4) Pentingnya penyediaan interpreter bahasa isyarat pada
setiap institusi aparat penegak hukum.
5) Penyediaan aksesibilitas fisik dan non- fisik pada institusi
aparat penegak hukum.
34
6) Pengalokasian anggaran program dan kegiatan pada point
1) s/d point 5).
35
paling sedikit ada 25 Sekolah Inklusi yang terdiri atas 1 SMA
Inklusi, 12 SD Inklusi dan 12 SMP Inklusi. Sekarang yang belum
ada satupun Sekolah Inklusi atau baru 0% dari yang
seharusnya. Dari jumlah GPK yang ada sekitar 3 orang. Jumlah
itu masih sangat jauh dari angka ideal. Seharusnya setiap
sekolah memiliki minimal 1 (satu) orang GPK. Dengan jumlah
sekolah di Kabupaten Luwu Utara sebanyak 248 unit yang
terdiri atas Raudhatul Athfal (RA) / Bustanul Athfal (BA),
Sekolah Dasar ( SD ), Madrasah Ibtidaiyah ( MI ), Sekolah
Menengah Pertama ( SMP ), Madrasah Tsanawiyah ( MTs ),
Sekolah Menengah Umum ( SMU ), Sekolah Menengah Kejuruan
( SMK ) dan Madrasah Aliyah ( MA ), seharusnya memiliki
minimal 25 orang GPK. Namun nyatanya baru 3 orang ( 12
% ) . Angka tersebut sangat minim. Belum lagi masalah
aksesibilitas sekolah yang belum standard aksesibel dan bahkan
belum ada sama sekali. Oleh karena itu dalam bidang
pendidikan, Pemerintah Daerah harus melakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
36
7) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point
1) s/d point 6).
1
Data BPS Tahun 2019 : Lutra dalam Angka Th 2018
37
2) Melakukan sosialisasi tentang rekruitment dan
penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas baik di
sektor pemerintah maupun perusahaan swasta di
Kabupaten Luwu Utara.
3) Menghilangkan persyaratan sehat jasmani dan rohani
masih menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas
untuk memperoleh pekerjaan.
4) Menyediakan aksesibilitas fisik dan non- fisik pada semua
kantor-kantor pemerintah dan perusahaan swasta yang
standard peraturan.
5) Meningkatkan pengiriman jumlah penyandang disabilitas
untuk mengikuti pelatihan vokasional di Balai-Balai
Rehabilitasi atau di Loka Bina Karya (LBK) yang ada ( jika
tersedia ) di Kabupaten Luwu Utara.
6) Memperbaiki tempat-tempat pelatihan vokasional yang
kondisinya memprihatinkan.
7) Mengembalikan fungsi pelatihan vokasional yang telah
berubah fungsi menjadi rumah dinas atau kantor lainnya.
8) Penyediaan pendamping bagi penyandang disabilitas
disabilitas netra ketika mengikuti tes pada penerimaan PNS
sebagai bentuk akomodasi yang beralasan.
9) Melakukan pelatihan bagi sumber daya pelayanan.
10) Menyediakan tempat layanan disabilitas di tempat kerja.
11) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point
1) s/d point 10).
38
dihadapkan dengan belum maksimalnya pelayanan kesehatan
bagi penyandang disabilitas dan aksesibilitas pada pelayanan-
pelayanan kesehatan yang belum standard peraturan. Oleh
karena itu kebutuhan penyandang disabilitas dalam bidang
kesehatan yang perlu disediakan oleh Pemerintah Daerah dan
melakukan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut :
1) Memasukkan muatan kesehatan bagi penyandang
disabilitas ke dalam regulasi yang akan dibentuk.
2) Melakukan sosialisasi tentang pelayanan kesehatan
penyandang disabilitas baik di sektor pemerintah maupun
perusahaan swasta di Kabupaten Luwu Utara.
3) Menyediakan aksesibilitas fisik dan non- fisik pada semua
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas,
Pustu dan laboratorium kesehatan.
4) Menyediakan layanan disabilitas pada setiap Rumah Sakit
dan Puskesmas.
5) Memperbaiki dan meningkatkan mutu pelatihan bagi
petugas kesehatan di seluruh kabupaten di Kabupaten
Luwu Utara.
5) Kurangnya pelatihan bagi sumber daya pelayanan.
6) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point
1) s/d point 5).
39
belum maksimalnya penyediaan aksesibilitas pada Tempat
Pemungutan Suara (TPS) bagi penyandang.
Begitu juga dalam hal keamanan yang dilakukan oleh
Kepolisian. Walaupun sudah mulai ada pelatihan-pelatihan bagi
aparat penegak hukum khususnya polisi, namun belum
merubah secara signifikan kemampuan para petugas kepolisian
dalam melayani dan mengayomi penyandang disabilitas yang
berhadapan dengan hukum. Oleh karena itu kebutuhan
penyandang disabilitas dalam bidang politik dan keamanan yang
perlu disediakan oleh Pemerintah Daerah melalui KPUD adalah
sebagai berikut :
1) Memasukkan muatan politik bagi penyandang disabilitas
ke dalam regulasi yang akan dibentuk.
2) Melakukan sosialisasi tentang pemilu akses bagi
penyandang disabilitas pada Ketua - Ketua KPUD dan
petugas-petugas TPS di Kabupaten Luwu Utara.
3) Menyediakan aksesibilitas fisik dan non- fisik pada semua
TPS.
4) Memperbaiki dan meningkatkan mutu pelatihan bagi
petugas TPS di seluruh kabupaten di Kabupaten Luwu
Utara.
5) Melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas di
kalangan aparat penegak hukum khususnya polisi agar
bisa mengayomi masyarakat khususnya penyandang
disabilitas.
6) Menyediakan layanan disabilitas di kantor-kantor polisi.
7) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point
1) s/d point 6).
40
Dalam bidang keagamaan pemerintah daerah juga melalui
Kantor Wilayah Kementerian Agama telah banyak menyediakan
sarana-sarana ibadah berupa mesjid, gereja, pura, wihara dan
klenteng, namun dari sisi penyediaan aksesibilitas masih sangat
minim, sehingga penyandang disabilitas masih merasa kesulitan
dalam mengakses tempat-tempat ibadah tersebut. Belum lagi
ditunjang dengan pengadaan Kitab-Kitab Suci yang bertuliskan
huruf Braille atau dalam bentuk audio.
Oleh karena itu kebutuhan penyandang disabilitas dalam
bidang keagamaan yang perlu disediakan oleh Pemerintah
Daerah adalah sebagai berikut :
1) Memasukkan muatan aksesibilitas keagamaan bagi
penyandang disabilitas ke dalam regulasi yang akan
dibentuk.
2) Melakukan sosialisasi tentang aksesibilitas keagamaan
bagi penyandang disabilitas di tempat ibadah pada
pengelola tempat ibadah di Kabupaten Luwu Utara.
3) Menyediakan aksesibilitas fisik dan non- fisik pada semua
sarana ibadah.
4) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point
1) s/d point 3).
41
penyediaan komunikasi dan informasi yang bertuliskan huruf
Braille atau dalam bentuk audio.
Oleh karena itu dalam bidang komunikasi, informasi dan
kebebasan berekspresi, Pemerintah Daerah harus melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
42
ditunjang dengan pengalokasian anggaran yang minim di bidang
kesejahteraan sosial.
43
1) Memasukkan muatan keolahragaan bagi penyandang
disabilitas ke dalam regulasi yang akan dibentuk.
2) Meningkatkan jumlah aksesibilitas fisik dan non fisik pada
fasilitas olahraga secara bertahap.
3) Melakukan pelatihan-pelatihan bagi pelaksana teknis untuk
memiliki kompetensi di keolahragaan bagi penyandang
disabilitas.
4) Melakukan sosialisasi baik kepada stakeholder dan
masyarakat tentang keolahragaan penyandang disabilitas.
5) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point 1)
s/d point 4).
44
3) Melakukan pelatihan-pelatihan bagi pelaksana teknis untuk
memiliki kompetensi di kebudayaan dan kepariwisataan bagi
penyandang disabilitas.
4) Melakukan sosialisasi baik kepada stakeholder dan
masyarakat tentang kebudayaan dan kepariwisataan bagi
penyandang disabilitas.
5) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point 1)
s/d point 4).
45
JUMLAH FASILITAS UMUM, FASILITAS SOSIAL DAN
PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN LUWU UTARA
22 Bandara 1 Unit
46
23 Mesjid 556 Unit
47
3) Melakukan pelatihan-pelatihan bagi pelaksana teknis
bangunan untuk memiliki kompetensi di bidang aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas.
4) Melakukan sosialisasi baik kepada stakeholder dan
masyarakat tentang aturan aksesibilitas fisik dan non- fisik
pada semua fasilitas umum, fasilitas sosial dan gedung-
gedung pelayanan publik yang standard peraturan.
5) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point 1)
s/d point 4).
48
5) Mengalokasikan anggaran program dan kegiatan pada point 1)
s/d point 4).
49
Dalam bidang pelayanan publik, pemerintah daerah
melalui pemerintah daerah tingkat desa, kelurahan, kecamatan
dan kabupaten/ kota dan unit-unit pelayanan belum
memperhatikan pelayanan yang ramah kepada penyandang
disabilitas. Hal yang sama ini disebabkan pemahaman tentang
penyandang disabilitas masih minim di kalangan petugas
pelayanan.
Oleh karena itu dalam bidang pelayanan publik, Pemerintah
Daerah harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
50
Penyusunan norma dalam suatu aturan termasuk Peraturan
Daerah disamping harus memperhatikan lingkup kewenangan /
landasan hukum pembentukannya oleh daerah, harus juga
memperhatikan asas pembentukan dan materi muatan peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Esensi asas hukum merupakan hal yang sifatnya abstrak dan
filosofis yang harus menjiwai terbentuknya norma hukum, sedangkan
prinsip hukum adalah tatanan yang lebih bersifat operasional dari
asas hukum.
Terkait maksud pembentukan Peraturan Daerah Tentang
Penyandang Disabilitas, erat relevansinya tentang bagaimana
penyandang disabilitas memperoleh hak dan kesempatan yang sama
baik dari aspek perlindungan hukum, maupun dalam memperoleh
pemenuhan hak secara adil dan proporsional.
Kajian pada sub Bab ini berkenaan asas / prinsip yang terkait
dengan penyusunan norma dalam Peraturan Daerah, berikut
dikemukakan asas materi yang diatur dalam pasal 2 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yang amat
terkait dengan substansi kajian dalam naskah akademik ini yaitu :
51
4. “asas partisipasi penuh” adalah Penyandang Disabiltas berperan
serta secara aktif dalam segala aspek kehidupan sebagai warga
negara ;
5. “asas keragaman manusia dan kemanusiaan” adalah
Penghormatan dan penerimaan perbedaan terhadap Penyandang
Disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan
kemanusiaan ;
6. “asas kesamaan kesempatan” adalah penyandang disabilitas
mendapatkan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.;
7. “asas kesetaraan” adalah kondisi di berbagai sistem dalam
masyarakat dan lingkungan, seperti pelayanan, kegiatan,
informasi, dan dokumentasi yang dibuat dapat mengakomodasi
semua orang termasuk Penyandang Disabilitas;
8. “asas aksesibilitas” adalah kemudahan yang disediakan
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan;
9. “asas kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak” adalah
penyandang disabilitas anak harus diperhatikan dan diutamakan
dalam pemenuhan hak-haknya sebagai anak dan sebagai
penyandang disabilitas yang memiliki kapasitas jika diberdayakan
akan berkembang dan maju serta memberikan identitas hukum
kepada penyandang disabilitas anak sebagai bekal memperoleh
akses dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan di masa
depan;
10. “asas inklusif” adalah perlakuan lingkungan yang memperhatikan
penghormatan atas martabat manusia, tanpa diskriminasi,
memperhatikan partisipasi penuh, memberikan kesamaan
kesempatan dengan memperlakukan penyandang disabilitas
secara setara, menyediakan aksesibilitas, menyediakan kebutuhan
anak serta memberikan perlakuan khusus dan perlindungan lebih
bagi penyadang disabilitas; dan
52
11. “asas perlakuan khusus dan perlindungan lebih” adalah bentuk
keberpihakan kepada penyandang disabilitas berupa perlakuan
khusus dan atau perlindungan lebih sebagai kompensasi asas
disablitas yang disandangnya demi memperkecil atau
menghilangkan dampak kedisabilitasan sehingga memungkinkan
untuk menikmati, berperan dan berkontribusi secara optimal,
wajar dan bermartabat dalam segala aspek kehidupan
berbangsa,bernegara dan bermasyarakat.
53
D. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI
YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
MASYARAKAT.
54
penyandang disabilitas merupakan kondisi factual yang bersifat pribadi baik
dengan alasan takdir dari Allah Subhanahu Wataala dan dengan alasan
akibat kecelakaan maupun penyakit. Stigma yang bersifat awami tersebut,
berpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat termasuk oleh beberapa
instansi pemerintah terkait dengan cara reaktif yang cenderung negatif
terkait hak yang seharusnya diperoleh penyandang disabilitas tanpa
kecuali.
Pandangan keliru demikian berpengaruh negatif pada penyandang
disabilitas terkait dalam pemenuhan hak yang seharusnya diperoleh sebagai
bentuk hak yang sama secara adil dan proporsional dengan warga
masyarakat yang bukan penyandang disabilitas. Patut digarisbawahi bahwa
dalam hal tertentu berkenaan aspek pelayanan public memang telah ada
dipersiapkan akses dan aksesibilitas, tetapi dari segi jumlah / kuantitas
maupun kualitas masih sangat jauh dari yang seharusnya. Belum lagi dari
sebaran dan jumlah penyandang disabilitas di Kabupaten Luwu Utara
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tentu harus menjadi tantangan
pula dalam menyikapi hal tersebut secara responsive melalui pembentukan
Peraturan Daerah sebagai instrumen yuridis dalam menjawab masalahnya
secara komprehensif.
Sebagai gambaran jumlah dan ragam penyandang disabiltas di
Kabupaten Luwu Utara dikemukakan secara rinci masing-masing sebagai
berikut :
55
Pancasila. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan,
hak, dan kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar 1945, perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai,
terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan
kesejahteraan penyandang disabilitas.
Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan
kewajiban bagi penyandang disabilitas hanya dapat diwujudkan jika
tersedia aksebilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang disabilitas
untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan
kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya penyediaan
aksebilitas bagi penyandang disabilitas. Dengan upaya dimaksud,
diharapkan penyandang disabilitas dapat berintegrasi secara total dalam
mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya serta
meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas pada
khususnya.
Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara
lain dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang
disabilitas pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan penyandang disabilitas sendiri.
Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif
untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut
diharapkan para penyandang disabilitas dapat melaksanakan fungsi
sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi
secara wajar dalam hidup bermasyarakat.
Kesamaan kesempatan dilaksanakan melalui penyediaan aksebilitas
baik oleh Pemerintah maupun masyarakat, yang dalam pelaksanaannya
disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat terhadap keberadaan penyandang disabilitas, yang merupakan
unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang disabilitas.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesetuan Republik
Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan
dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib, dan damai.
56
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang
mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh
masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing,
melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan
masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi, dan
saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan
pembangunan nasional.
57
Negara Republik Indonesia tentu kedudukan dan haknya sama dengan
warga Negara lainnya yang bukan penyandang disabilitas.
Dalam kaitan itu dari aspek tanggungjawab Negara maka
jaminan untuk memperoleh hak yang sama dan setara bagi setiap
warga Negara, termasuk penyandang disabilitas merupakan bagian
dari akuntabilitas publik bagi segenap penyelenggara Negara yang
terkait sesuai kedudukan dan wewenang masing-masing dalam
membentuk kebijakan regulasi termasuk Peraturan Daerah, serta
penyelenggaraan pelayanan publik secara efisien dan efektif.
Sebagai sebuah kebijakan regulasi daerah berupa Peraturan
Daerah, harus menjangkau norma pengaturan yang bersifat
koordinasi, pembinaan, pengawasan, peran serta aktif masyarakat,
pemberdayaan, aspek tanggungjawab instansi terkait termasuk
Pemerintah Daerah, aspek pembiayaan, serta monitoring dan evaluasi.
Dari gambaran pokok substansi pengaturan demikian,
diharapkan bahwa dengan pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten
Luwu Utara Tentang Penyandang Disabilitas, dapat menjawab masalah
mendasar yang dihadapi oleh penyandang disabilitas selama ini di
Kabupaten Luwu Utara. Dengan harapan tentunya agar sasaran untuk
menangani secara komprehensif masalah tersebut, maka sesuai
dengan esensi asas Good Governance meniscayakan tatanan
penyelenggaraan pemerintahan daerah harus dilakukan secara
akuntabel dan partisipatif. Makna dari partisipatif disini bukan hanya
sebatas pada aspek peran serta tetapi lebih dari itu mencakupi aspek
konsepsi pemikiran strategis dan dukungan pembiayaan dalam
menangani serta mengatasi masalah yang dihadapi penyandang
disabilitas, baik yang bersifat perlindungan hukum dan pemenuhan
hak, termasuk hak yang bersifat akses dan aksesibiltas.
Sebagai bentuk keselarasan dan pengaturan yang konsisten
bagi sebuah Peraturan Daerah, maka harus dipastikan bahwa sesuai
lingkup kewenangan Daerah Kabupaten harus pula menegaskan
dukungan alokasi pembiayaan yang jumlahnya proporsional dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah, selain sumber pembiayaan
58
yang besifat partisipatif dan akuntabel dari unsur pemangku hak yang
berkepentingan lain terkait. Semuanya itu tentunya dimaksudkan
dalam rangka menangani dan mengatasi secara terpadu dan
komprehensif atas masalah mendasar yang dihadapi penyandang
disabilitas.
59
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
60
menyikapi dan menyelenggarakan pemerintahan yang berkenaan
aspek perlindungan, pembinaan dan fasilitasi terhadap penyandang
cacat (kini istilahnya penyandang disabiltas).
61
bukan penyandang cacat/disabilitas. Paradigma demikian dalam
menghadapi masalah tersebut model pendekatan dan
rekomendasinya semata diarahkan pada proses habilitasi dan
rehabilitasi.
62
karena alasan kedisabilitasan yang disandang seseorang di luar hak-
hak yang bersifat sosial, diantaranya berupa penolakan anak
penyandang disabilitas untuk bersekolah di beberapa sekolah
reguler/umum, persyaratan kerja yang tidak membolehkan calon
pelamar penyandang disabilitas, penolakan penyandang disabilitas di
pasar kerja, minimnya fasilitas layanan publik yang dapat diakses
oleh penyandang disabilitas, stigma negatif terhadap keberadaan
penyandang disabilitas, dan sebagainya.
Pengaturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 ini
seharusnya tidak hanya bersifat sosial saja, tetapi sebaiknya harus
mencakup perlindungan yang berkaitan dengan keseluruhan hak
penyandang disabilitas, sama seperti warga yang bukan penyandang
disabilitas. Kebijakan mengenai penyandang disabilitas seharusnya
tidak hanya terfokus pada Kementerian Sosial dan Dinas Sosial saja,
akan tetapi seharusnya melibatkan segenap unsur pemangku hak
yang berkepentingan lain terkait, sehingga paradigma baru dan
bentuk kebijakan yang bersifat partisipatif tersebut harus ada dan
terdapat di semua sektor secara komprehensif dan terkoordinasi
tanpa kecuali.
Memperhatikan titik kelemahan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1997 tersebut karena belum diakomodirnya
pengaturan yang bersifat komprehensif terkait penyelenggaraan
kesejahteraan sosial berkenaan perlindungan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas terkait aspek akses dan aksesibilitas.
Akhirnya pembentukan Undang-Undang yang baru sudah ditetapkan
oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia yaitu Undang-Undang R.I. Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas yang sekaligus pada Pasal 151 telah
mencabut Undang-Undang R.I. Nomor 4 Tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat dan dinyatakan tidak berlaku lagi, mampu
mengakomodir dan menjawab masalah terkait pengaturan yang
bersifat responsif dan progresif atas aspirasi pengaturan berkenaan
penyandang disabilitas.
63
Selain itu sesuai kedudukan dan lingkup kewenangan Daerah
maka dengan maksud pembentukan Peraturan Daerah Tentang
Penyandang Disabiltas, diharapkan mampu menjawab masalah yang
berkenaan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas
di Kabupaten Luwu Utara secara responsive dan komprehensif.
64
jawab keluarga, atau status sosial atau budaya, yang secara umum
diakui memerlukan lindungan atau bantuan khusus, dan langkah-
langkah itu tidak dianggap sebagai diskriminasi”.
65
aspek perlindungan dan pemenuhan hak berupa akses dan
aksesibilitas, maka perlu lebih lanjut menggarisbawahi Pasal terkait
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ini, yaitu :
a. Pasal 5 :
(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak
menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang
sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan
hukum.
(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan
yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.
(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang
rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih
berkenaan dengan kekhususannya.
b. Pasal 41 :
(1) Setiap warga Negara berhak atas jaminan sosial yang
dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan
pribadinya secara utuh.
(2) Setiap penyandang cacat, orang berusia lanjut, wanita hamil,
dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan
perlakuan khusus.
c. Pasal 42 :
Setiap warga Negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan cacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan,
dan bantuan khusus atas biaya Negara, untuk menjamin
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
66
kebebasan dasar manusia yang bersangkutan kehilangan harkat dan
martabat kemanusiaannya.
a. Pasal 27 :
67
meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah,
ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah,
serta fasilitas komunikasi dan informasi.
(4) Ketentuan mengenai kemudahan hubungan ke, dari, dan di
dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan
sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
b. Pasal 31 :
c. Pasal 32
68
Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Lihat Pasal 54
sampai dengan Pasal 60.
d. Pasal 54 :
e. Pasal 55 :
f. Pasal 56 :
69
(3) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan
dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek
keselamatan.
g. Pasal 57 :
h. Pasal 58 :
70
(3) Setiap bangunan gedung yang menggunakan lif harus
menyediakan lif kebakaran.
i. Pasal 59 :
(3) Sarana pintu keluar darurat dan jalur evakuasi harus dilengkapi
dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.
71
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana
evakuasi mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
j. Pasal 60 :
72
Olehnya itu disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung belum banyak
diimplementasikan baik oleh Pemerintah sendiri maupun
masyarakat.
a. Pasal 19 :
b. Pasal 67
73
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
a. Pasal 5
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik
sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang
bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para
penyandang cacat.
74
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi.
Pasal 12 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, partisipasi siswa
dan mahasiswa penyandang disabilitas jelas dilindungi, berarti
mereka bisa memilih dan menentukan jenis, satuan, jenjang
pendidikan yang sesuai bakat, minat dan kemampuannya sebab
dasar penyelenggaraan pendidikan di Indonesia berorientasi pada
demokrasi, berkeadilan dan tanpa diskriminasi.
Untuk memperluas kesempatan dan partisipasi penyandang
disabilitas, khususnya di sektor pendidikan memerlukan suatu
pengaturan pendidikan khusus seperti pendidikan inklusi yang diatur
dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi menyatakan bahwa
program studi dapat dilaksanakan melalui pendidikan khusus bagi
mahasiswa yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran dan/atau mahasiswa yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa. Selain pendidikan khusus, program studi juga
dapat dilaksanakan melalui pendidikan layanan khusus dan/atau
pembelajaran layanan khusus. Oleh karena itu, dalam merumuskan
rancangan undang-undang bagi penyandang disabilitas ini perlu
menjamin kesempatan dan partisipasi penyandang disabilitas belajar
hingga tingkat pendidikan tinggi sehingga dapat memperkuat
75
penjaminan untuk memperoleh pendidikan tinggi bagi penyandang
disabilitas.
b. Pasal 29 :
b. Pasal 30 :
76
(2) Pelayanan berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (I), harus
mematuhi ketentuan tentang proporsi akses dan pelayanan
kepada kelompok masyarakat berdasarkan asas persamaan
perlakuan, keterbukaan, serta keterjangkauan masyarakat .
(3) Ketentuan mengenai proporsi akses dan kategori kelompok
masyiuakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah.
c. Pasal 5 :
77
ringan tidak diberikan jaminan sosialnya. Padahal kita tahu
bahwa 99% penyandang disabilitas ada dalam status miskin dan
termasuk kelompok masyarakat rentan. Dalam kondisi miskin
dan tidak memiliki pekerjaan tetap, maka banyak penyandang
disabilitas yang hidup dalam kondisi sangat memperihatinkan.
Semua program2 terkait isu disabilitas belum mampu
mengangkat harkat dan martabat banyak penyandang disabilitas
setara dengan warga negara lainnya yang hidup mapan.
2
Irwanto, Eva Rahmi Kasim, Asmin Fransiska, Mimi Lusli, Siradj Okta. Op.Cit.. Hlm. 14.
78
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas diratifikasi
tanggal 18 Oktober 2011 dan diundangkan pada tanggal 10 November
2011. Sudah 3 tahun lebih 7 bulan berjalan, namun Pemerintah
belum banyak melakukan Sosialisasi kepada masyarakat maupun
pemerintah itu sendiri. Sehingga belum banyak yang mengetahui
Undang-Undang ini. Untuk menindaklanjuti Undang-Undang ini
sekarang sedang diusahakan ada Undang-Undang baru yang
menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat yang sarat dengan semangat charity. Tahun 2015
Rancangan Undang-Undang Disabilitas sudah masuk dalam
Prolegnas urutan 26 dari 37 Rancangan Undang-Undang prioritas.
Namun sebelum Rancangan Undang-Undang Disabilitas disyahkan,
sudah banyak daerah yang membentuk Peraturan Daerah terkait
Penyandang Disabilitas apapun judulnya dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai hak-Hak Penyandang Disabilitas. Seperti Undang-
Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-
Undang inipun belum bisa menjamin pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas seutuhnya. Ada 25 Hak tercantum dalam
Undang-Undang ini. Antara lain :
1. Persamaan dan Nondiskriminasi - Pasal 5 ( 4 ayat )
2. Penyandang Disabilitas Perempuan - Pasal 6 ( 2 ayat )
3. Penyandang Disabilitas Anak - Pasal 7 ( 3 ayat )
4. Aksesibilitas ( Pasal 9 )
5. Hak hidup ( Pasal 10 )
6. Perlindungan dan keamanan dalam situasi beresiko dan darurat
kemanusiaan. ( Pasal 11 )
7. Pengakuan setara di hadapan hukum ( Pasal 12 )
8. Akses atas peradilan ( Pasal 13 )
9. Kebebasan dan keamanan seseorang ( Pasal 14 )
79
10. Kebebasan dari penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman
yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat
( Pasal 15 )
11. Kebebasan dari eksploitasi, kekerasan dan penganiayaan ( Pasal
16 )
12. Perlindungan terhadap integritas seseorang. ( Pasal 17 )
13. Kebebasan bergerak dan kebangsaan ( Pasal 18 )
14. Hidup mandiri dan keterlibatan dalam masyarakat ( Pasal 19 ).
15. Mobilitas personal ( Pasal 20 )
16. Kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta akses terhadap
informasi ( Pasal 21 )
17. Penghormatan terhadap privasi ( Pasal 22 )
18. Penghormatan terhadap rumah dan keluarga ( Pasal 23 )
19. Pendidikan ( Pasal 24 )
20. Kesehatan ( Pasal 25 )
21. Habilitasi dan rehabilitasi ( Pasal 26 )
22. Pekerjaan ( Pasal 27 )
23. Standar kehidupan dan perlindungan sosial yang layak ( Pasal
28 )
24. Partisipasi dalam kehidupan politik dan publik ( Pasal 29 )
25. Partisipasi dalam kehidupan budaya, rekreasi, waktu luang dan
olahraga ( Pasal 30 )
80
Paralimpyc. Namun semua itu belum 100% dipenuhi. Seperti
contohnya, pada penerimaan CPNS tahun 2014, Pemerintah
mengalokasikan quota 300 formasi CPNS untuk penyandang
disabilitas se Indonesia, namun baru lebih 100 orang yang lolos
seleksi CPNS, sedangkan selebihnya belum ada kejelasan. Padahal
300 formasi itu adalah quota. Pada sektor pendidikan sudah ada
Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2011 tentang Pendidikan
Inklusi dan telah ditetapkan ada sekitar 350 lebih sekolah menjadi
Sekolah Inklusi, namun qualitasnya masih jauh dari kesesuaian
dengan peraturan.
SIMPULAN :
81
pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Karena sesungguhnya
indikasi adanya “goodwill” atau kepedulian itu antara lain adanya :
1. Regulasi atau Peraturan yang berpihak pada penyandang
disabilitas.
2. Data terpilah penyandang disabilitas
3. Alokasi anggaran yang memadai.
4. Pelaksanaan regulasi yang sesuai dengan peraturan.
Ada kekhawatiran stakeholder akan anggaran perlindungan dan
pelayanan terhadap penyandang disabilitas, karena semua sektor
membutuhkan anggaran. Namun kita juga tidak perlu takut dan
khawatir dengan penganggaran. Alasannya adalah sebagai berikut :
1) Tidak semua hak penyandang disabilitas membutuhkan dana yang
besar.
2) Ada 7 hak yang membutuhkan dana besar, namun dana yang
besar itu bukan semata-mata diperuntukkan bagi penyandang
disabilitas.
3) Pembiayaan yang paling besar adalah hak aksesibilitas, namun
jumlah penyandang disabilitas yang mendapat manfaat hanya 1%
dari jumlah penduduk.
4) Pembiayaan aksesibilitas tidak semuanya ditanggung oleh
Pemerintah Kabupaten. Seperti aksesibilitas di hotel, bandara,
pelabuhan, fasos & fasum yg dimiliki swasta.
5) Pembiayaan pemenuhan hak tidak sekaligus, tapi bertahap dan
berkesinambungan disesuaikan dengan kemampuan keuangan
daerah.
6) Olehnya itu tidak ada alasan untuk tidak memasukkan content
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas ke
dalam Peraturan Daerah Tentang Penyandang Disabilitas.
82
BAB IV
LANDASAN PEMBENTUKAN PERDA TENTANG PENYANDANG
DISABILITAS
A. LANDASAN FILOSOFIS
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri
manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagaimana
dikehendaki oleh Sang Pencipta. Oleh karena itu manusia
mempunyai hak-hak dasar yang merupakan kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi agar dapat hidup layak dan utuh sesuai dengan
harkat dan martabatnya. Karena sifatnya asasi atau mendasar, maka
hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan oleh siapa pun atau oleh
apa pun. Pengingkaran terhadap hak asasi manusia merupakan
pengingkaran terhadap Tuhan sendiri sebagai Sang Pencipta manusia.
Pengingkaran terhadap kebutuhan dasar manusia merupakan
pengingkaran terhadap sifat hakiki dari manusia itu sendiri. Karena
merupakan kebutuhan dasar manusia, dalam kehidupan kenegaraan,
dimana masyarakat sudah menyerahkan kekuasaan untuk mengatur
kehidupan mereka pada negara, maka sudah menjadi tanggungjawab
negara untuk menjamin pemenuhannya. Isi dari hak-hak dasar
tersebut dari waktu ke waktu mengalami perubahan, karena manusia
mempunyai penafsiran yang berbeda-beda mengenai apa yang
menjadi kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihilangkan oleh
apa pun atau siapa pun. Banyak rumusan mengenai daftar hak asasi
manusia yang dikemukakan oleh beberapa negara, misalnya dalam
Magna Charta (Inggris, 1215), The Virginia Bill of Rights (Amerika
Utara, 1776), Declaration des droits de l’homme et du citoyen (Prancis,
1789), Deklarasi tentang hak-hak rakyat yang berkarya dan diperas
(Uni Soviet, 1918). Rumusan hak-hak asasi manusia dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945)
(Indonesia, 1945) dan yang paling dikenal di dunia adalah rumusan
hak asasi dalam Universal Declaration of Human Rights (PBB, 1948).
83
Universal Declaration of Human Rights (UDHR), merupakan
payung dan dasar bagi perkembangan pengakuan dan penjaminan
bidang-bidang hak-hak asasi manusia yang lebih lengkap dan rinci
dalam pergaulan masyarakat dunia, misalnya, Konvensi Tentang Hak
Politik Kaum Wanita, Kovenan Internasional tentang hak ekonomi,
sosial dan budaya, kovenan internasional tentang hak sipil dan
politik, Konvensi Menentang Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan, Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau merendahkan
martabat manusia, Konvensi tentang Hak Anak, dan Konvensi tentang
Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the
rights of persons with disabilities. (CRPD).
84
semua mempunyai hak-hak dasar yang sama yang harus
dipenuhi agar dapat hidup secara layak dan utuh.
85
jawab negara, karena masyarakat melalui perjanjian politik, telah
menyerahkan kekuasaan mereka untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat mereka kepada negara. Secara moral dan hukum
masyarakat juga mempunyai tanggung jawab untuk tidak
melanggar HAM sesama anggota masyarakat lainnya. Secara yuridis
ketatanegaraan, negaralah yang bertanggung jawab untuk melindungi
dan menjamin pemenuhan HAM. Melalui politik hukum negara dapat
saja memberikan beban tanggung jawab kepada masyarakat untuk
ikut mendukung pemenuhan HAM anggota masyarakat lainnya. Akan
tetapi manakala masyarakat secara layak tidak mampu atau tidak
mungkin untuk menjamin pemenuhan HAM, maka tetap negaralah
yang bertanggung jawab untuk memenuhinya.
86
undang- undang yang secara khusus mengatur hak-hak penyandang
disabilitas dengan perspektif hak asasi manusia.
87
Karena tentunya manusia tidaklah sempurna, walaupun
manusia adalah ciptaan-Nya yang paling sempurna di muka
bumi ini.
3. “Sipakalebbi”, sifat yang melarang kita melihat manusia dengan
segala kekurangannya. Seperti mengingat kebaikan orang dan
melupakan keburukannya. Manusia memiliki naluri yang senang
di puji, jadi saling memuji dapat menjernihkan suasana dan
mengeratkan tali silaturahmi.
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
88
Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) yang memperkirakan jumlah
Penyandang Disabilitas di setiap negara diprediksi mencapai
10% dari jumlah penduduknya atau bila Kabupaten Luwu Utara
jumlah penduduknya 310.470 jiwa3 maka menurut perkiraan PBB
jumlah penyandang disabilitas di Kabupaten Luwu Utara menjadi
setara dengan 31.047 jiwa.
3
Data tahun 2018 dalam Statistik Daerah Kabupaten Luwu Utara 2019.
89
Sosial Kabupaten Luwu Utara sebanyak 3.059 orang4 yang terdiri
atas 1.336 orang penyandang disabilitas fisik, 1.284 orang
penyandang disabilitas sensorik, 1 orang penyandang disabilitas
intelektual, 379 orang penyandang disabilitas mental, 3 orang
penyandang disabilitas ganda dan 56 orang penyandang disabilitas
yang tidak ada keterangan ragam disabilitasnya. Terdiri atas :
1.757 laki-laki ( 57% ) dan 1.302 perempuan ( 43% ).
Berdasarkan usia :
Berdasarkan pendidikan :
90
terbatasnya aksesibilitas yang tersedia terutama pada prasarana
umum, baik itu bangunan kantor, bangunan pendidikan,
bangunan kesehatan, Mall-Mall, Kantor-kantor perusahaan,
terminal maupun di Pelabuhan dan Bandara. Tapi juga ada
masalah pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pelatihan,
rehabilitasi, akses informasi dan teknologi, transportasi, politik,
keamanan, hukum, olahraga dan berusaha. Penyandang
disabilitas di Kabupaten Luwu Utara yang jumlahnya 3.059 orang
{(disabilitas daksa, disabilitas netra, disabilitas rungu wicara,
disabilitas grahita, disabilitas ganda, disabilitas mental ( eks.
Psikotik ), disabilitas anak dan disabilitas ex. kusta)} memerlukan
bantuan penyediaan aksesbilitas sesuai dengan kedisabilitasannya.
C. LANDASAN YURIDIS
91
5. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
92
11. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
93
18. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :
KEP-205/ MEN/ 1999 tentang Pelatihan Kerja dan Kesempatan
Kerja Penyandang Cacat;
94
Disabilitas (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2016 Nomor ..., Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor ……;
95
BAB V
JANGKAUAN, ARAH DAN RUANG LINGKUP
A. JANGKAUAN PENGATURAN
B. ARAH PENGATURAN
96
Disabilitas
BAB IX Larangan
BAB X Sanksi Administrasi
97
BAB VI
PENUTUP
1. SIMPULAN
2. SARAN
( Besse A Pabeangi )
98
1
TENTANG
PENYANDANG DISABILITAS
99
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4279);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun
2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4535);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2005 tentang Pengesahan ICESCR (Kovenan
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4557);
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR (Konvenan
Hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara
Repub-lik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4558);
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
100
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The
Right Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5251);
14. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5494);
15. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 5495);
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
101
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5871);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
19. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 Tentang
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2015 -
2019 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 144 );
20. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6041);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019
Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi
Penyandang Disabilitas;
23. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019
Tentang Perencanaan, Penyelenggaraan Dan
Evaluasi Terhadap Penghormatan, Perlindungan Dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;
24. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015
tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 144);
25. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199 );
102
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 2036 );
27. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 14/PRT/M/ Tahun 2017 Tentang
Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1148);
28. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 68 )
29. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019
Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020 (
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
1012 )
30. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa ( Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1203 )
31. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5
Tahun 2016 tentang Pelindungan dan Pelayanan
Bagi Penyandang Disabilitas (Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016 Nomor 5
Noreg. Peraturan Daerah provinsi Sulawesi Selatan
(5/209/2016 )
103
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LUWU UTARA,
dan
BUPATI LUWU UTARA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYANDANG
DISABILITAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
104
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-
sama dengan peserta didik pada umumnya.
9. Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan
pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar proses pendidikan
dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
10. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
11. Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh,meningkatkan serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
12. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum,
baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain; atau
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
13. Upaya Pelayanan Kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan oleh Pemerintah Daerah dan atau masyarakat.
14. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan atau masyarakat.
15. Habilitasi adalah Proses memberikan kemampuan melalui bantuan
medik, sosial, psikologik, dan keterampilan yang diselenggarakan
secara terpadu bagi peserta didik yang memiliki kelainan agar dapat
mencapai kemampuan fungsionalnya.
16. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
untuk memungkinkan Penyandang Disabilitas mampu melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
105
17. Penanggulangan Bencana adalah upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
18. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana
dan sarana.
19. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi Penyandang
Disabilitas dan orang sakit guna mewujudkan kesamaan kesempatan
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
20. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang
dan atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk
menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara
dan masyarakat.
21. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud
atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan,
penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.
22. Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan
Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa
berkurang.
23. Perlindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk
melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang
Disabilitas.
24. Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi,
melaksanakan, dan mewujudkan hak Penyandang Disabilitas.
25. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan
Penyandang Disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan
pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang
menjadi individu atau kelompok Penyandang Disabilitas yang
tangguh dan mandiri.
26. Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat
dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan
semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk
Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.
27. Alat Bantu adalah benda yang berfungsi membantu kemandirian
Penyandang Disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
28. Alat Bantu Kesehatan adalah benda yang berfungsi
mengoptimalkan fungsi anggota tubuh Penyandang Disabilitas
berdasarkan rekomendasi dari tenaga medis.
106
29. Konsesi adalah segala bentuk potongan biaya yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah, dan atau setiap orang kepada Penyandang
Disabilitas berdasarkan kebijakan Pemerintah Daerah.
30. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
31. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan
hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
32. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
33. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak
dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya.
BAB II
LANDASAN, ASAS , TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Landasan
Pasal 2
Bagian Kedua
Asas
Pasal 3
107
f. kesamaan kesempatan;
g. kesetaraan;
h. aksesibilitas;
i. kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak;
j. inklusif; dan
k. perlakuan khusus dan perlindungan lebih.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 5
108
d. Kesejahteraan Sosial;
e. Kebudayaan, Pariwisata, Olah Raga dan Kepemudaan;
f. pemberitaan;
g. politik dan pemerintahan;
h. keadilan dan perlindungan hukum;
i. penanggulangan bencana;
j. tempat tinggal;
k. aksesibilitas;
l. Pelayanan publik
m. Keagamaan;
n. Habilitasi dan Rehabilitasi;
o. Konsesi;
p. Pendataan;
q. Komunikasi dan Informasi;
r. Perempuan dan anak; dan
s. Perlindungan dari Tindak Diskriminasi, Penelantaran, Penyiksaan,
dan Ekspoitasi
BAB III
HAK PENYANDANG DISABILITAS
Pasal 6
109
s. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat;
t. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi;
u. berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan
v. bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan
eksploitasi.
(2) Selain hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), perempuan dengan disabilitas memiliki hak:
a. atas kesehatan reproduksi;
b. menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi;
c. mendapatkan Pelindungan lebih dari perlakuan Diskriminasi
berlapis; dan
d. untuk mendapatkan Pelindungan lebih dari tindak kekerasan,
termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual.
(3) Selain hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), anak penyandang disabilitas memiliki hak:
a. mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi,
penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan
kejahatan seksual;
b. mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga
pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal;
c. dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan;
d. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat
dan hak anak;
e. Pemenuhan kebutuhan khusus;
f. perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai
integrasi sosial dan pengembangan individu; dan
g. mendapatkan pendampingan sosial.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Penyandang Disabilitas diatur
dalam Peraturan Bupati.
BAB IV
RAGAM PENYANDANG DISABILITAS
Pasal 7
110
oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB V
PELAKSANAAN PENGHORMATAN, PERLINDUNGAN, DAN
PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
Pasal 9
111
g. memfasilitasi penyandang disabilitas melalui organisasinya
untuk melakukan kerja sama regional maupun internasional;
h. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan pelindungan dan
pelayanan penyandang disabilitas setiap tahun dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
i. memberikan pelindungan khusus kepada penyandang disabilitas
dengan cara memprioritaskan penyelamatan dan/atau
memberikan pertolongan dan evakuasi kepada penyandang
disabilitas pada saat keadaan darurat dan bencana;
j. mendorong layanan pendidikan dan peningkatan kesadaran
dalam keadaan bencana, baik formal maupun informal, bagi
penyandang disabilitas; dan
k. membina dan mengawasi penyelenggaraan pelindungan dan
pelayanan penyandang disabilitas.
(3) Dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menetapkan program
dan kegiatan aksi pelindungan dan pelayanan penyandang
disabilitas dalam satu Rencana Aksi Daerah Pelindungan dan
Pelayanan Penyandang Disabilitas sebagai dasar bagi Perangkat
Daerah dalam memberikan pelindungan dan pelayanan penyandang
disabilitas.
(4) Rencana Aksi Daerah Pelindungan dan Pelayanan Penyandang
Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan bagian
dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan tanggung jawab
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
diatur dalam Peraturan Bupati.
(6) Dalam hal efektivitas pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pemerintah Daerah wajib merumuskannya dalam rencana
induk.
(7) Penyelenggaraan setiap jenis dan bentuk pelaksanaan Penghormatan,
Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas
dilaksanakan berdasar hasil penilaian kebutuhan Penyandang
Disabilitas.
(8) Setiap OPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang
pelayanan publik berkewajiban melaksanakan penilaian
kebutuhan Penyandang Disabilitas.
(9) Kebutuhan Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dikelompokkan dalam kategori berat, sedang dan ringan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan standar penilaian
untuk masing-masing kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Bupati.
112
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
113
layanan kepada peserta didik penyandang disabilitas dengan
kurikulum khusus dan proses pembelajaran khusus, dibimbing/
diasuh dengan tenaga pendidik khusus dan tempat belajar yang
khusus.
(2) Sistem pendidikan inklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
merupakan sistem pendidikan yang memberikan peran kepada
semua peserta didik dalam suatu iklim dan proses pembelajaran
bersama tanpa membedakan latar belakang sosial, politik, ekonomi,
etnik, agama/kepercayaan, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik
maupun mental,sehingga sekolah merupakan miniatur masyarakat.
Pasal 14
Pasal 15
(1) Setiap penyelenggara pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang setara dan
berkewajiban menerima peserta didik penyandang disabilitas.
(2) Setiap penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berkewajiban memberikan layanan pendidikan yang berkualitas
serta sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik penyandang
disabilitas.
Pasal 16
114
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
115
(2) Satgas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi:
a. meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah reguler dalam menangani peserta didik Penyandang
Disabilitas;
b. menyediakan pendampingan kepada peserta didik Penyandang
Disabilitas untuk mendukung kelancaran proses pembelajaran;
c. mengembangkan program kompensatorik;
d. menyediakan media pembelajaran dan Alat Bantu yang
diperlukan peserta didik Penyandang Disabilitas;
e. melakukan deteksi dini dan intervensi dini bagi peserta didik
dan calon peserta didik Penyandang Disabilitas;
f. menyediakan data dan informasi tentang disabilitas;
g. menyediakan layanan konsultasi; dan
h. mengembangkan kerja sama dengan pihak atau lembaga lain
dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik
Penyandang Disabilitas.
(3) Penyediaan dan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan dalam menangani peserta didik Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan melalui
program dan kegiatan tertentu.
(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan Satgas layanan
disabilitas di pendidikan tinggi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Satgas Layanan
Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Bupati.
Pasal 20
Pasal 21
116
Pasal 22
Bagian Ketiga
Hak Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 23
117
g. memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier
serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan
h. memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta,
pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.
Pasal 24
Paragraf 2
Pelatihan Kerja
Pasal 25
Paragraf 3
Perluasan Kesempatan Kerja
Pasal 26
118
a. melalui kerjasama dan kemitraan dengan pelaku usaha; dan
b. memperoleh akses permodalan untuk usaha mandiri;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Penempatan Tenaga Kerja
Pasal 27
Penempatan tenaga kerja Penyandang Disabilitas dilakukan oleh:
a. OPD yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang ketenagakerjaan;
dan
b. lembaga swasta yang berbentuk Badan Hukum yang memiliki ijin
pelaksana penempatan tenaga kerja dan/atau perusahaan.
Pasal 28
Pasal 29
119
Pasal 30
Paragraf 5
Fasilitas Kerja
Pasal 31
Pasal 32
120
Pasal 33
Paragraf 6
Pengawasan Kerja
Pasal 34
Paragraf 7
Satgas Layanan Disabilitas pada Ketenagakerjaan
Pasal 35
121
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Satgas Layanan Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 36
Pasal 37
Paragraf 2
Upaya Pelayanan Kesehatan
Pasal 38
Pasal 39
122
cepat yang berkualitas dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
penyandang disabilitas yang memerlukan.
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
123
a. standar pelayanan minimal yang berprespektif disabilitas;
b. perawatan yang berkualitas dari tenaga kesehatan yang
profesional;
c. upaya aktif petugas kesehatan mendatangi Penyandang
Disabilitas yang membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai
indikasi medis;
d. perlu dukungan penuh dari keluarga, masyarakat dan petugas
sosial kecamatan; dan
e. persetujuan Penyandang Disabilitas dan atau walinya atas
tindakan medis yang dilakukan.
Pasal 44
Pasal 45
Paragraf 3
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 46
Pasal 47
124
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
125
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pelatihan Bahasa Isyarat bagi petugas frontline layanan kesehatan;
b. Pelatihan pembuatan alat bantu seperti pembuatan alat orthotic
dan prosthetic.
Pasal 52
Paragraf 4
Kesehatan Reproduksi
Pasal 53
Pasal 54
Bagian Kelima
Kesejahteraan Sosial
Pasal 55
126
Hak kesejahteraan sosial untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
127
(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif oleh keluarga,
masyarakat, dan institusi sosial.
(3) Pemerintah Daerah dapat membentuk UPT yang menangani khusus
disabilitas dibawah OPD yang terkait.
(4) Bagi Institusi Sosial non Pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan
rehabilitasi sosial seperti yang tercantum pada pasal 58 ayat 1
diberikan dukungan subsidi biaya rutin meliputi biaya makan, honor
pekerja sosial/pendamping/pengasuh, biaya daya dan jasa, biaya
rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta biaya
pengembangan dan vokasional lain.
Pasal 60
128
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Bagian Keenam
Kebudayaan, Pariwisata dan Olah Raga
Paragraf 1
Umum
Pasal 64
129
Pasal 65
Pasal 66
Paragraf 2
Kebudayaan dan Pariwisata
Pasal 67
130
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 71
131
Paragraf 3
Keolahragaan dan Kepemudaan
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
132
Bagian Ketujuh
Pemberitaan
Pasal 75
Bagian Kedelapan
Politik dan Pemerintah
Pasal 76
133
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
134
penyelenggaraan pemilihan umum yang sesuai dengan jenis
kebutuhan.
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83
135
tahapan dalam pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati,
dan pemilihan kepala desa atau nama lain; dan
i. menjamin terpenuhinya hak untuk terlibat sebagai penyelenggara
dalam pemilihan umum, pemilihan presiden, pemilihan gubernur,
bupati, pemilihan legislatif dan DPD serta pemilihan kepala desa dan
atau pemilihan lainnya.
Pasal 84
Bagian Kesembilan
Keadilan dan Perlindungan Hukum
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
136
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
137
(1) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. pengenalan tindak pidana; dan
c. laporan dan pengaduan kasus eksploitasi, kekerasan, dan
pelecehan.
Bagian Kesepuluh
Aksesibilitas
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 96
138
(3) Aksesibilitas non fisik meliputi kemudahan dalam hal :
a. pelayanan informasi;dan
b. pelayanan khusus.
(4) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
berupa penjelasan melalui media yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan para penyandang disabilitas dalam hal menggunakan
fasilitas yang ada pada bangunan gedung, jalan, permukiman,
pertamanan dan permakaman.
(5) Pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
berupa bantuan yang diberikan secara khusus kepada penyandang
disabilitas yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya dalam hal
menggunakan fasilitas yang ada pada bangunan gedung, jalan,
permukiman, pertamanan dan permakaman.
Paragraf 1
Bangunan Gedung
Pasal 97
Pasal 98
139
(2) Pemerintah Daerah wajib melakukan audit terhadap ketersediaan
fasilitas Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas pada setiap
bangunan gedung.
(3) Pemeriksaan kelaikan fungsi terhadap ketersediaan fasilitas dan
Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas merupakan syarat dalam
penerbitan dan perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
(4) Dalam hal bangunan gedung sudah memenuhi syarat audit
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah wajib menerbitkan
sertifikat laik fungsi.
(5) Pemerintah Daerah wajib menyusun mekanisme audit fasilitas
Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas.
(6) Pemeriksaan kelaikan fungsi fasilitas dan Aksesibilitas bagi
Penyandang Disabilitas dilaksanakan oleh penyedia jasa pengawasan
atau manajemen konstruksi bersertifikat.
(7) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan
dengan mengikutsertakan organisasi Penyandang Disabilitas
dan/atau Penyandang Disabilitas yang memiliki keahlian di bidang
bangunan gedung.
Pasal 99
Paragraf 2
Jalan
Pasal 100
140
j. akses ke tempat pemberhentian bis/kendaraan;
k. jembatan penyeberangan;
l. jalur penyeberangan bagi pejalan kaki;
m. tempat parkir dan naik turun penumpang;
n. tempat pemberhentian kendaraan umum;
o. trotoar bagi pejalan kaki/pemakai kursi roda; dan
p. terowongan penyeberangan.
Pasal 101
Pasal 102
Paragraf 5
Transportasi Publik
Pasal 103
141
dengan daftar trayek dilengkapi dengan rekaman yang dapat
dibunyikan bila dibutuhkan (atau ditulis dengan huruf braille);
h. pada tempat penyeberangan jalan yang dikendalikan dengan alat
pemberi isyarat lalu lintas yang sering dilalui oleh penyandang
disabiiltas netra, dapat dilengkapi dengan alat pemberi isyarat
bunyi pada saat alat pemberi isyarat untuk pejalan kaki berwarna
hijau atau merah;
i. ruang yang dirancang dan disediakan secara khusus untuk
penyandang disabiiltas dan orang sakit guna memberikan
kemudahan dalam bergerak; dan
j . f asilitas lain sebagaimana diatur dalam undang-undang
(2) Pemerintah Daerah menyediakan sarana dan prasarana transportasi
publik yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas sesuai
peraturan yang berlaku.
Pasal 104
Bagian Kesebelas
Hak Pelayanan Publik
Pasal 105
Pasal 106
142
ayat (1) diselenggarakan oleh institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-
undang untuk kegiatan Pelayanan Publik, dan badan hukum lain
yang dibentuk untuk Pelayanan Publik.
(4) Pendanaan Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas bersumber
dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. anggaran dan pendapatan belanja daerah; dan atau
c. anggaran korporasi atau badan hukum yang menyelenggarakan
Pelayanan Publik.
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
Pasal 110
143
(2) Habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a. mencapai, mempertahankan, dan mengembangkan kemandirian,
kemampuan fisik, mental, sosial, dan keterampilan Penyandang
Disabilitas secara maksimal; dan
b. memberi kesempatan untuk berpartisipasi dan berinklusi di
seluruh aspek kehidupan.
Pasal 111
Pasal 112
Pasal 113
Pasal 114
Pasal 115
144
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 118
Pasal 119
145
b. mendapatkan kesempatan untuk hidup mandiri di tengah
masyarakat;
c. mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk hidup secara
mandiri;
d. menentukan sendiri atau memperoleh bantuan dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah untuk menetapkan tempat tinggal dan atau
pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti;
e. mendapatkan akses ke berbagai pelayanan, baik yang diberikan di
dalam rumah, di tempat permukiman, maupun dalam masyarakat;
dan
f. mendapatkan akomodasi yang wajar untuk berperan serta dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pasal 120
Paragraf 1
Komunikasi
Pasal 121
146
Paragraf 2
Informasi
Pasal 122
Pasal 123
Pasal 124
Pasal 125
147
Bagian Kesembilan Belas
Pelindungan dari Tindakan Diskriminasi, Penelantaran,
Penyiksaan, dan Eksploitasi
Pasal 126
Pasal 127
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 128
148
BAB VII
PENGARUSUTAMAAN PENYANDANG DISABILITAS
Pasal 129
BAB VIII
KOMITE PELINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG
DISABILITAS
Pasal 130
149
e. dunia usaha; dan
f. unsur masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Pelindungan dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 131
BAB IX
Larangan
Pasal 132
150
Pasal 133
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 134
151
c. pencabutan izin sementara;
d. pencabutan izin;
(3) Apabila hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Tim
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menemukan
adanya kelalaian OPD yang mempunyai tugas pokok di bidang
pendidikan, maka Bupati memberikan sanksi administrasi berupa
teguran tertulis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 135
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
( )
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2020
NOMOR ...... NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA
PROVINSI SULAWESI SELATAN ...
152
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA
NOMOR TAHUN 2021
TENTANG
PENYANDANG DISABILITAS
I. UMUM
153
meliputi hak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, kesehatan,
sosial, seni, budaya dan olah raga, politik, hukum serta
penanggulangan bencana, aksesibilitas.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Diskriminasi berlapis”
adalah Diskriminasi yang dialami perempuan
karena jenis kelaminnya sebagai perempuan dan
sebagai Penyandang Disabilitas sehingga mereka
tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam
keluarga, masyarakat, dan negara di berbagai bidang
kehidupan.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “keluarga pengganti” adalah
orang tua asuh, orang tua angkat, wali, dan atau
lembaga yang menjalankan peran dan tanggung jawab
untuk memberikan perawatan dan pengasuhan
kepada anak.
154
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas fisik”
adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain
amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi,
celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan
orang kecil.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”Penyandang Disabilitas
intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir karena
tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain
lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas
mental” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi,
dan perilaku, antara lain:
a. psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar,
depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan
155
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas ganda atau
multi” adalah Penyandang Disabilitas yang mempunyai dua
atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas rungu-
wicara dan disabilitas netra-tuli.
Yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu lama” adalah
jangka
waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan atau bersifat
permanen.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jalur pendidikan” adalah
jalur formal,
nonformal, dan informal.
Yang dimaksud dengan “jenis pendidikan” adalah
pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, dan keagamaan.
Yang dimaksud dengan “jenjang pendidikan” adalah
pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi.
Yang dimaksud dengan “pendidikan inklusif” adalah
pendidikan bagi peserta didik Penyandang Disabilitas untuk
belajar bersama dengan peserta didik bukan Penyandang
Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi.
Yang dimaksud dengan “pendidikan khusus” adalah
pendidikan yang hanya memberikan layanan kepada
peserta didik Penyandang Disabilitas dengan menggunakan
kurikulum khusus, proses pembelajaran khusus,
bimbingan, dan atau pengasuhan dengan
tenaga pendidik khusus dan tempat pelaksanaannya di
tempat belajar khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
156
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
kebijakan yang diambil yang bertujuan agar kelompok/golongan
tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara
dengan kelompok/golongan lain dalam bidang pendidikan
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “program kompensatorik”
adalah tugas alternatif yang diberikan kepada peserta
157
didik Penyandang Disabilitas sebagai salah satu
bentuk adaptasi dalam proses belajar dan evaluasi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “program dan kegiatan tertentu”,
antara lain pelatihan, pemberian beasiswa untuk tugas
belajar, sertifikasi pendidik, pengangkatan pendidik dan
tenaga kependidikan khusus, serta program dan kegiatan
sejenis lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
158
Huruf f
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
159
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
huruf a. Promotif adalah suatu kegiatan dana /atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat promosi
kesehatan.
huruf b.Preventif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit.
Huruf c.Kuratif adalah suatu kegiatan pengobatan yang ditujukan
untuk penyembuhan penyakit, penguarangan penderita
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kedisabiiltasan agar kualitas penderita
dapat terjaga seoptimal mungkin.
Huruf d. Rehabilitasi adalah kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke
dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuannya.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Tenaga kesehatan dapat dikelompokkan sesuai dengan
keahlian dan keterampilan yang dimiliki, antara lain tenaga
medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga
kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,
160
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga
keteknisan medis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas,
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan “fasilitas pelayanan kesehatan” adalah
suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “wajib merujuk kepada tenaga
kesehatan
yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam
pelayanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas pada
fasilitas pelayanan kesehatan lain”, antara lain dengan
telemedisin, teleradiologi, dan telekardiologi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
161
Pasal 48
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
162
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “taktil” adalah informasi
dalam bentuk
sentuhan atau rabaan, misalnya huruf atau lambang
timbul.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Kegiatan seni budaya meliputi pendidikan seni,
sanggar seni, pertunjukan seni, pameran seni, festival
seni, dan kegiatan seni lainnya secara inklusif baik
yang dilaksanakan di tingkat daerah, nasional,
maupun internasional.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
163
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Yang dimaksud dengan “jabatan publik” adalah jabatan pada
badan publik negara yang meliputi lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
164
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Yang dimaksud dengan “subyek hukum’ adalah pemegang hak
dan kewajiban menurut huku telah mempunyai hak dan
kewajiban atau kekuasaan tertentu atas dasar tertentu
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penundaan hingga waktu tertentu”
adalah penundaan pemeriksaan untuk pengambilan
keterangan yang waktunya ditentukan oleh aparat
penegak hukum berdasarkan pertimbangan dokter atau
tenaga kesehatan lainnya, psikolog atau psikiater, dan atau
pekerja sosial.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Yang dimaksud dengan “tidak cakap” antara lain orang yang
belum dewasa dan atau di bawah pengampuan.
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keluarga Penyandang Disabilitas”
adalah keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke
samping sampai derajat kedua.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
165
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “fungsi hunian” adalah
bangunan gedung yang mempunyai fungsi utama
sebagai tempat tinggal, seperti apartemen, asrama,
rumah susun, flat atau sejenisnya harus mudah
diakses oleh Penyandang Disabilitas, namun tidak
diwajibkan untuk rumah tinggal tunggal dan rumah
deret sederhana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “fungsi keagamaan” adalah
bangunan gedung yang mempunyai fungsi utama
sebagai tempat melakukan ibadah, antara lain masjid,
gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “fungsi usaha” adalah
bangunan gedung yang mempunyai fungsi utama
sebagai tempat melakukan kegiatan usaha yang
meliputi bangunan gedung untuk perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal, dan penyimpanan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “fungsi sosial dan budaya”
adalah bangunan gedung yang mempunyai fungsi
utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan
budaya yang meliputi bangunan gedung untuk
pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan,
laboratorium, dan pelayanan umum.
166
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “fungsi khusus” adalah
bangunan gedung yang mempunyai fungsi utama
sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai
tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang
penyelenggaraannya dapat membahayakan
masyarakat di sekitarnya dan atau mempunyai risiko
bahaya tinggi meliputi bangunan gedung untuk
reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan
dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pekerjaan umum.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
167
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
168
Pasal 119
Ayat (1)
Komunikasi dengan menggunakan cara tertentu, termasuk
penggunaan bahasa isyarat, bahasa isyarat raba, huruf
braille, audio, visual, atau komunikasi augmentatif atas
dasar kesetaraan dengan yang lainnya.
Ayat (2)
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
169
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
170