Anda di halaman 1dari 237

ANALISIS BAHAYA KESELAMATAN PADA

KEGIATAN PELEDAKAN (BLASTING) DI UNIT


PENYEDIAAN BAHAN MENTAH (PBM)
DI PT SEMEN BATURAJA (PERSERO) TBK

SKRIPSI

OLEH
NAMA : MAHARANI
NIM : 10111001009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
ANALISIS BAHAYA KESELAMATAN PADA
KEGIATAN PELEDAKAN (BLASTING) DI UNIT
PENYEDIAAN BAHAN MENTAH (PBM)
DI PT SEMEN BATURAJA (PERSERO) TBK

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

OLEH :
NAMA : MAHARANI
NIM : 10111001009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA/ KESEHATAN
LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Skripsi, 06 November 2015

Maharani

Analisis Bahaya Keselamatan pada Kegiatan Peledakan (Blasting) di Unit


Penyediaan Bahan Mentah (PBM) PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk

(xxii +146 Halaman, 31 Tabel, 24 Gambar, 8 Lampiran)

ABSTRAK
Peledakan merupakan salah satu proses awal dari suatu kegiatan
pertambangan yang bertujuan untuk menghancurkan batuan dari batuan induknya.
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk melakukan peledakan untuk menambang batu
kapur sebagai salah satu bahan baku pembuatan semen. Setiap tahapan peledakan
mempunyai risiko keselamatan kerja yang tinggi, oleh karena itu dalam
keselamatan tambang penting dilakukan identifikasi dan penilaian risiko untuk
mengefektifkan penanganan terhadap risiko.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bahaya keselamatan
pada kegiatan peledakan di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif menggunakan kombinasi metode Preliminary
Hazard Analysis (PHA) dan Photovoice dalam identifikasi risiko, analisis risiko,
dan kategori risiko dengan teknik semi kuantitatif berdasarkan teori Marvin
Rausand, selanjutnya evaluasi risiko menggunakan konsep ALARP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kegiatan peledakan yang terdiri dari
tahap pengeboran lubang ledak, penyimpanan, pengambilan, pencampuran,
pengangkutan, pengisian, dan perakitan bahan peledak hingga saat peledakan dan
pasca peledakan teridentifikasi 36 jenis sumber bahaya yang berisiko
menimbulkan 52 risiko dengan 14 risiko kategori tinggi, 38 risiko dengan kategori
sedang dan tidak terdapat risiko rendah yang dipengaruhi karena masih belum
efektifnya upaya pengendalian risiko di setiap tahapan peledakan.
Secara keseluruhan setiap tahapan kegiatan peledakan di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk masih terdapat ketidaksesuaian dengan KEPMEN
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum, sehingga perlu dilakukan penilaian risiko
lanjutan untuk mengevaluasi program pengendalian risiko yang sudah berjalan
serta mengintensifkan program pengawasan dan pemantauan pada setiap kegiatan
peledakan.

Kata Kunci : Analisis bahaya, Peledakan, PHA , Marvin Rausand


Kepustakaan : 52 (1980-2015)

i Universitas Sriwijaya
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY, ENVIRONMENTAL HEALTH
FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF SRIWIJAYA
Thesis, November 6th, 2015

Maharani

Hazard and Safety Analysis in Blasting Activities on Raw Material Supply Unit
at PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk

( xxii + 146 Pages, 31 Tables, 24 Pictures, 8 Attachments)

ABSTRACT

Blasting is one of the initial process of a mining activity that aims to


destroy rocks from its parent rock. PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk carries out
blasting to mine limestone as a raw material for making cement. Each stage of
blasting has a high risk of work safety. Therefore, in safety of mining, it is
important to identify and assess the risks in order to increase the effectiveness in
risk handling.
The aim of this study was to analyze the safety hazards in blasting
activities at PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. This study is a qualitative study
using a combination of methods of Preliminary Hazard Analysis (PHA) and
Photovoice in risk identification, analysis, dan classification with a semi-
quantitative technique based on the theory by Marvin Rausand, continued with
evaluation of the risk by using the concept of ALARP.
The result showed that blasting activities comprising the steps of blast
holes drilling, explosives storage, retrieval, mixing, transporting, filling, and
assembling up to the moment of detonation and post-detonation identified 36
types of hazards that may create 52 risks with 14 high risks, 38 moderate risks,
and no low risks are affected since there has been no effective effort in risk
control at every stage of blasting.
Overall, there is still discrepancy in the steps of blasting activity at PT.
Semen Baturaja (Persero) Tbk according to KEPMEN Mining and Energy No.
555.K/26/M.PE/1995 on Safety and Occupational Health of General Mining, so
further risk assessment is still necessary in order to evaluate the risk control
program that is already running and intensify surveillance and monitoring
programs on any blasting activities.

Keywords : Hazard Analysis, Blasting, PHA, Marvin Rausand


Bibliography : 52 (1980-2015)

ii Universitas Sriwijaya
iii Universitas Sriwijaya
iv Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini dengan judul “ Analisis Bahaya Keselamatan pada Kegiatan


Peledakan (Blasting) di Unit Penyediaan Bahan Mentah (PBM) di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk” telah disetujui untuk diujikan pada tanggal 06
November 2015.

Indralaya, November 2015

Pembimbing :

1. Anita Camelia, S.KM, M.KKK ( )


NIP. 198001182006042001

2. H.A. Fickry Faisya, S.KM, M.Kes ( )


NIP. 196406211988031002

v Universitas Sriwijaya
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Maharani


NIM : 10111001009
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 30 Juli 1993
Alamat : Jalan Sekip Bendung dalam NO. 17 RT. 35
Palembang
Email : yuppy_mharr@yahoo.co.uk
No. Hp : 085268181829

Riwayat Pendidikan

2011 – 2015 : Dept. Keselamatan dan Kesehatan


Kerja/KesehatanLingkungan (K3/KL), Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sriwijaya
2008 – 2011 : SMA BINA WARGA 2 Palembang
2005 – 2008 : SMP Negeri 10 Palembang
1999 – 2005 : SD Negeri 224 Palembang

Riwayat Organisasi

2011– 2013 :
1. Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa KM
FKM UNSRI
2. Kepala Divisi Komunikasi dan Media Badan
Eksekutif Mahasiswa KM FKM UNSRI
3. Koordinator Divisi Editor Badan Otonom
Pers Publishia FKM Unsri

2014- 2015 :
1. Kepala Divisi LITBANG Badan Otonom
Pers Publishia FKM UNSRI
2. Anggota Sriwijaya Tobacco Control (STC)
Universitas Sriwijaya

vi Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur Penulis ucapkan


kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat, ridho dan barokah-Nya lah maka
Skripsi ini dapat Penulis selesaikan. Tidak lupa Penulis ucapkan shalawat dan
salam kepada Nabi Muhammad SAW sebaik-baik idola, panutan dan tauladan
hidup yang telah membimbing kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh
kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seperti saat ini.
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis mendapat banyak bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Secara khusus ucapan terima kasih Penulis
sampaikan kepada:
1. Ibu Anita Camelia, S.KM., M.KKK selaku pembimbing pertama saya dan
Bapak H.A. Fickry Faisya, S.KM., M.Kes selaku pembimbing kedua saya,
terima kasih atas semua bimbingan, arahan, dan masukan selama penyusunan
skripsi ini dan mohon maaf atas semua khilaf selama proses bimbingan skripsi
ini.
2. Bapak Iwan Stia Budi, S.KM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya.
3. Ibu Elvi Sunarsih, S.KM., M.Kes, Ibu Desheila Andarini, S.KM., M.Sc dan
Bapak Ir. Ubaidillah Anwar Prabu, MS selaku penguji saya, terima kasih atas
semua bimbingan, arahan dan masukan untuk skripsi ini.
4. Bapak Jogy Alpha Mediarta, ST, Bapak Hendry Irawan Manuhutu, ST, Bapak
Meriadi, ST, Bapak Robbi Santoso, dan Bapak Safaruddin, S.E, MM selaku
pembimbing selama melakukan penelitian di PT. Semen Baturaja (Persero)
Tbk
5. Karyawan dan Staff Biro PBM PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk yang telah
membantu selama proses penelitian
6. Para dosen dan staf pengajar yang telah membimbing dan membantu saya
selama saya menuntut ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
7. Mbak Ima, Mbak Dwi, Mbak Rima, Mbak Neni, Bu Yayuk, Kak Rades, Kak
Abi, Kak Maman, Mbak Devi, Mbak Mei, Mbak Lia yang selalu direpotkan
untuk urusan administrasi selama kuliah dan seluruh staf serta karyawan yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Karyawan dan Staff Biro PBM dan PT. Semen Baturaja : Bapak Heddy
Ardiles, Sobirin, Haryadi Basuki, Soekadi, Rahmawati, Tyara, Silvi, Rosiana,
Setyo Ajie Prabowo, Eka Permana, Didi Ari P, Sarwan Zuhri, Ari Bagito, F.
Purry Widiarko, Lilik Purnomo, Zulkifli, Yudi A, Indra Hajiman, Indra
Permana, Arifal, A. Wahab AL, Sisko Bernia, Fuad W, Ricky R, Obie Mario
D, Suripno, dan Bapak Wahyudi atas segala dukungan dan bantuannya selama
pelaksanaan penelitian.

vii Universitas Sriwijaya


9. Keluargaku yang tercinta, Ayah, Ibu, Saudara-saudaraku Leli dan Ilham.
Terima kasih atas semua nasihat, semangat, motivasi, dan doanya.
10. Sahabat-sahabatku sekaligus teman seperjuangan terkhusus : Ayik, Pity, Jeje,
Iwik, Ana, Fira, Wulan, Eci, Feby, Wira, Ayu Rizky, Rahminarita, Fitri
Nurrahmi, Ayu Pasma, terimakasih banyak karena selalu memberiku
semangat, dan juga bantuannya selama penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 dan seperjuangan skripsi :
Angkatan 2011, Kak Moga, Kak Mario, Mbak-Mbak AP semoga Allah
memberikan keberkahan dalam pertemuan kita dan dipertemukan kembali
dilain kesempatan.
12. Keluarga dan Kawan-kawan seperjuangan selama di Baturaja : Keluarga H.
Junaidi, Ferdian, Jerry, Nilam, Melissa, Agnes, Anggun, Maya, Ficus, Ari,
Doni, Bangkit, Bowo, Erick, Gigih, Debora, Amin, Yeni
13. Kakak dan Mbak Angkatan 2009-2010 : Mbak Tus, Kak Aldi, Kak Rendra,
Kak Ejik, Kak Zoel, Kak Harun, Beibe Indah, Kak Fadil, Kak Riki dan semua
yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bimbingan dan
motivasi serta semangatnya.
14. BEM, PUBLISHIA, STC dan ormawa lain yang menjadi wadah
pengembangan kepribadian saya selama di masa perkuliahan.
15. Adek-adek tingkatku seluruh Gank Mblo angkatan 2012 dan adek-adek
angkatan 2013 atas dukungan dan semangatnya, semoga kalian cepat lulus
juga ya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan


bermanfaat sebagaimana mestinya, baik bagi penulis sendiri maupun bagi para
pembaca. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Indralaya , November 2015

Penulis

viii Universitas Sriwijaya


LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertandatangan


di bawah ini :
Nama : Maharani
Nim : 10111001009
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya Ilmiah : Skripsi

Dengan ini menyatakan menyetujui untuk memberikan kepada Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Analisis Bahaya Keselamatan pada Kegiatan Peledakan (Blasting) DI Unit
Penyediaan Bahan Mentah (PBM) di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk”.

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sriwijaya berhak


menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(data base), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat denan sebenarnya.

Dibuat : di Indralaya
Pada Tanggal : 10 November 2015
Yang Menyatakan,

Maharani
NIM. 10111001009

ix Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ..................................................................... i


ABSTRAK BAHASA INGGRIS ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH .............................. vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti ........................................................... 6
1.4.2 Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya .............................................................................. 6
1.4.3 Manfaat bagi Perusahaan PT Semen Baturaja (Persero)Tbk 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 7
1.5.1 Lokasi ................................................................................... 7
1.5.2 Waktu ................................................................................... 7
1.5.3 Materi ................................................................................... 7
1.6 Keabsahan Penelitian ........................................................................... 9

x Universitas Sriwijaya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahaya ............................................................................................... 12


2.2 Identifikasi Bahaya............................................................................ 13
2.2.1 Metode Identifikasi Bahaya ............................................... 14
2.3 Kecelakaan Kerja .............................................................................. 15
2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja ............................................. 16
2.3.2 Teori Kecelakaan Kerja...................................................... 18
2.4 Preliminary Hazard Analysis (PHA) ................................................ 21
2.4.1 Ruang Lingkup Preliminary Hazard Analysis (PHA) ....... 21
2.4.2 Metodologi Preliminary Hazard Analysis (PHA) ............. 22
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Preliminary Hazard
Analysis (PHA) ................................................................... 22
2.4.4 Identifikasi Bahaya............................................................. 23
2.4.5 Analisis Risiko ................................................................... 24
2.4.6 Perangkingan Risiko .......................................................... 25
2.4.7 Evaluasi Risiko................................................................... 26
2.4.8 Upaya Tindak Lanjut.......................................................... 27
2.5 Photovoice ......................................................................................... 29
2.5.1 Tujuan Photovoice ............................................................. 29
2.5.2 Langkah-Langkah Photovoice ........................................... 30
2.6 The Benchmark Framework .............................................................. 30
2.7 Aktivitas Pertambangan .................................................................... 31
2.7.1 Persiapan Peledakan ............................................................. 34
2.7.2 Prosedur Peledakan .............................................................. 35
2.7.3 Tahapan Penting Peledakan ................................................. 36
2.8 Bahan Peledak ................................................................................... 39
2.8.1 Karakteristik Fisik Bahan Peledak ..................................... 40
2.8.2 Bahan Peledak Slurry atau Watergel.................................. 42
2.8.3 Ammonium Nitrat (NH4NO3) ............................................. 42
2.8.4 Sifat-Sifat ANFO ............................................................... 43
2.9 Peralatan Peledakan .......................................................................... 44
2.10 Pola dan Rangkain Peledakan ......................................................... 46
2.11 Kerangka Teori................................................................................ 51

xi Universitas Sriwijaya
BAB I II KERANGKA PIKIR

3.1 Kerangka Pikir ................................................................................. 52


3.2 Definisi Istilah .................................................................................. 53

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian.............................................................................. 54


4.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 55
4.3 Informan Penelitian .......................................................................... 55
4.4 Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data ......................................... 57
4.4.1 Jenis Data ............................................................................. 57
4.4.2 Cara Pengumpulan Data ..................................................... 57
4.4.3 Alat Pengumpulan Data ..................................................... 59
4.5 Pengumpulan dan Pengolahan, Validitas, Penyajian , Analisis dan . 59
Interpretasi Data ................................................................................ 59
4.5.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................... 59
4.5.2 Validitas data...................................................................... 60
4.5.3 Penyajian Data ................................................................... 61
4.5.4 Analisis Data ...................................................................... 62
4.5.5 Interpretasi Data ................................................................. 65

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Perusahaan ........................................................ 66


5.1.1 Sejarah PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk........................ 66
5.1.2 Lokasi Pabrik PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk ............. 68
5.1.3 Struktur Organisasi PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk .... 70
5.1.4 Visi dan Misi PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk .............. 70
5.2 Proses Pembuatan Semen................................................................ 71
5.2.1 Raw Material Preparation ................................................. 71
5.2.2 Raw Meal Preparation ....................................................... 72
5.2.3 Coal Meal Preparation dan Clinker Burning .................... 72
5.2.4 Cement Grinding dan Cement Packing .............................. 74
5.4 Karakteristik Informan ...................................................................... 78
5.5 Identifikasi Risiko ............................................................................. 78

xii Universitas Sriwijaya


5.5.1 Pengeboran Lubang Ledak ................................................. 79
5.5.2 Penyimpanan Ammonium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
....................................................................................................... 80
5.5.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator .. 81
5.5.4 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar) ...... 82
5.5.5 Pengangkutan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator 83
5.5.6 Pengisian Bahan Peledak ................................................... 84
5.5.7 Perakitan Rangkaian........................................................... 85
5.5.8 Saat Peledakan ................................................................... 86
5.5.9 Pasca Peledakan ................................................................. 87
5.6 Ruang Lingkup .................................................................................. 88
5.6.1 Pengeboran Lubang Ledak ................................................. 89
5.6.2 Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator ............................................................................ 89
5.6.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator
............................................................................................ 90
5.6.4 Pencampuran Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil (solar) 90
5.6.5 Pengangkutan Bahan Peledak ............................................ 91
5.6.6 Pengisian Bahan Peledak ................................................... 91
5.6.7 Perakitan Rangkaian........................................................... 92
5.6.8 Saat Peledakan ................................................................... 92
5.6.9 Pasca Peledakan ................................................................. 93
5.7 Analisis Risiko .................................................................................. 94
5.7.1 Pengeboran Lubang Ledak ................................................. 95
5.7.2 Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator ............................................................................ 95
5.7.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator
............................................................................................ 96
5.7.4 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar) ...... 96
5.7.5 Pengangkutan Bahan Peledak ............................................ 97
5.7.6 Pengisian Bahan Peledak ................................................... 98
5.7.7 Perakitan Rangkaian........................................................... 98
5.7.8 Saat Peledakan ................................................................... 99
5.8.9 Pasca Peledakan ................................................................. 99
5.8 Kategori Risiko ............................................................................... 100
5.8.1 Pengeboran Lubang Ledak ............................................... 100

xiii Universitas Sriwijaya


5.8.2 Penyimpanan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator .......................................................................... 100
5.8.3 Pengambilan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator .......................................................................... 101
5.8.4 Pencampuran Ammonnium Nitrate dan Fuel Oil (solar) .. 101
5.8.5 Pengangkutan Bahan Peledak .......................................... 101
5.8.6 Pengisian Bahan Peledak ................................................. 101
5.8.7 Perakitan Rangkaian......................................................... 102
5.8.8 Saat Peledakan ................................................................. 102
5.8.9 Pasca Peledakan ............................................................... 102
5.9 Evaluasi Risiko................................................................................ 102
5.9.1 Pengeboran Lubang Ledak ............................................... 103
5.9.2 Penyimpanan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator .......................................................................... 103
5.9.3 Pengambilan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator .......................................................................... 104
5.9.4 Pencampuran Ammonnium Nitrate dan Fuel Oil (solar) .. 104
5.9.5 Pengangkutan Bahan Peledak .......................................... 104
5.9.6 Pengisian Bahan Peledak ................................................. 104
5.9.7 Perakitan Rangkaian......................................................... 105
5.9.8 Saat Peledakan ................................................................. 105
5.9.9 Pasca Peledakan ............................................................... 105
5.10 Pengendalian Risiko ...................................................................... 105
5.10.1 Pengeboran Lubang Ledak ............................................. 106
5.10.2 Penyimpanan Ammonium Nitrate, Detonator, Power Gel
........................................................................................ 106
5.10.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Detonator, Power Gel
........................................................................................ 107
5.10. 4 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil ............. 108
5.10.5 Pengangkutan Bahan Peledak ........................................ 108
5.10.6 Pengisian Bahan Peledak dan Perakitan Bahan Peledak 109
5.10.7 Saat Peledakan ............................................................... 110
5.10.8 Pasca Peledakan ............................................................. 110

xiv Universitas Sriwijaya


BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 112


6.2 Pembahasan ..................................................................................... 113
6.2.1 Identifikasi Risiko ............................................................ 113
6.2.2 Ruang Lingkup ................................................................. 121
6.2.3 Analisis Risiko ................................................................. 123
6.2.4 Kategori Risiko ................................................................ 131
6.2.5 Evaluasi Risiko................................................................. 133
6.2.6 Pengendalian Risiko ......................................................... 135

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ..................................................................................... 144


7.2 Saran................................................................................................ 145

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xv Universitas Sriwijaya
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian yang terkait Analisis Bahaya Keselamatan Kegiatan


Peledakan (Blasting) ............................................................................... 9
Tabel 2.1 Informasi Kunci Identifikasi Bahaya .................................................... 14
Tabel 2.2 PHA Worksheet ..................................................................................... 23
Tabel 2.3 Hazard Checklist ................................................................................... 24
Tabel 2.4 Estimasi Frekuensi ................................................................................ 24
Tabel 2.5 Estimasi Konsekuensi ........................................................................... 25
Tabel 2.6 Peringkat Risiko .................................................................................... 25
Tabel 2.7 Risk Matriks Peringkat Risiko .............................................................. 26
Tabel 2.8 Risk Matriks Peringkat Risiko .............................................................. 26
Tabel 3.1 Definisi Istilah ....................................................................................... 53
Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian.................................................................... 55
Tabel 4.2 Estimasi Frekuensi ................................................................................ 62
Tabel 4.3 Estimasi Konsekuensi ........................................................................... 63
Tabel 4.4 Peringkat Risiko .................................................................................... 63
Tabel 4.5 Risk Matriks Peringkat Risiko .............................................................. 64
Tabel 4.6 Risk Matriks Peringkat Risiko .............................................................. 64
Tabel 5.1 Karateristik Informan Kunci ................................................................. 78
Tabel 5.2 Karakter Informan ................................................................................. 78
Tabel 5.3 Personil Peledakan ................................................................................ 88
Tabel 5.4 Estimasi Frekuensi ................................................................................ 94
Tabel 5.5 Estimasi Konsekuensi ........................................................................... 94
Tabel 5.6 Analisis Risiko Pengeboran Lubang Ledak .......................................... 95
Tabel 5.7 Analisis Risiko Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator ............................................................................................... 96
Tabel 5.8 Analisis Risiko Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan
Detonator ............................................................................................... 96
Tabel 5.9 Analisis Risiko Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar) ...................... 97
Tabel 5.10 Analisis Risiko Pengangkutan Bahan Peledak.................................... 97
Tabel 5.11 Analisis Risiko pada tahap Pengisian Bahan Peledak ........................ 98
Tabel 5.12 Analisis Risiko Perakitan Rangkaian .................................................. 98
Tabel 5.13 Analisis Risiko pada Saat Peledakan .................................................. 99
Tabel 5.14 Analisis Risiko Pasca Peledakan......................................................... 99
Tabel 5.15 Peringkat Risiko ................................................................................ 100

xvi Universitas Sriwijaya


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep ALARP................................................................................. 27


Gambar 2.2 Urutan Metode Photovoice ................................................................ 30
Gambar 2.3 Pola Box Cut ..................................................................................... 47
Gambar 2.4 Pola Corner Cut ................................................................................ 47
Gambar 2.5 Pola V-Cut ......................................................................................... 48
Gambar 2.6 Rangkaian Seri .................................................................................. 49
Gambar 2.7 Rangkaian Paralel .............................................................................. 49
Gambar 2.8 Rangkaian Paralel-Seri ...................................................................... 50
Gambar 2.9 Kerangka teori modifikasi dari Benchmark Framework, teori MIL-
STD-882C(1993) dan Marvin Rausand ............................................ 51
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Analisis Bahaya Keselamatan pada Kegiatan
Peledakan (Blasting) di Unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) PT
Semen Baturaja (Persero) Tbk .......................................................... 52
Gambar 5.1 Logo PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. ......................................... 67
Gambar 5.2 Alur pembuatan semen di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.......... 76
Gambar 5.3 Struktur Organisasi Biro PBM .......................................................... 77
Gambar 5.4 Unit Drill dan Kegiatan Pemboran Lubang Ledak ........................... 79
Gambar 5.5 Gudang Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator ... 80
Gambar 5.6 Gudang Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator... 81
Gambar 5.7 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator ................. 82
Gambar 5.8 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar) ..................... 83
Gambar 5.9 Unit kendaraan pengangkut bahan peledak dan kondisi lintasan
menuju lokasi peledakan ................................................................... 84
Gambar 5.10 Pengisian bahan peledak kedalam lubang ledak ............................. 85
Gambar 5.11 Perakitan rangkaian ......................................................................... 86
Gambar 5.12 Saat Peledakan................................................................................. 87
Gambar 5.13 Pemeriksaan Pasca Peledakan ......................................................... 88
Gambar 5.14 Konsep ALARP ............................................................................. 103

xvii Universitas Sriwijaya


DAFTAR ISTILAH

A
Acceptable Risk : Tingkat risiko yang dapat diterima
Accidental event : Deskripsi dari kejadian bahaya yang terjadi
Air Blast : Bergetarnya udara sebagai akibat dari proses ledakan
Ammonium Nitrate : Bahan peledak campuran sebagai pengoksida senyawa
ANFO : Ammonium Nitrate And Fuel Oil
AS/NZS : Australian Risk Management Standards

B
Bahan Peledak : Semua senyawa kimia, campuran, atau alat yang dibuat,
diproduksi atau digunakan untuk membuat bahan peledak
dengan reaksi kimia yang berkesinambungan di dalam
bahan-bahannya.
Belt Conveyor : Alat transport material yang terbuat dari karet/ban
Blasting : Peledakan
Blasting Machine : Alat pemicu pada peledakan listrik
Bolder : Batu besar sebagai pembatas
Bottom Loading : Alat pengeluaran klinker dari bawah silo
Burden : Jarak antar baris lubang tembak pertama dengan bidang
bebas atau jarak antar baris lubang tembak
BATAN : Badan Tenaga Nuklir Nasional
BPS : Badan Pusat Statistik
BCM : Bank Cubic Metre (volume insitu (di tempat)
BOM : Blasting Ohm Meter

C
Catastrophic : Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan dampak
luas yang berdampak panjang, terhentinya seluruh
kegiatan
Cement Grinding : Penggilingan Semen
Cement Packing : Pengemasan Semen
Cf-Silo : Penyimpanan raw meal (hasil penggilingan)
Clinker : Hasil pembakaran raw meal
Clinker Burning : Pembakaran klinker
CoalMeal Preparation: Pengolahan batubara sebelum digiling (pengeringan)
Coal Mill : Penggilingan batubara
Coarse Grinding : Pemecahan bagian yang kasar/besar
Comments : Keterangan/ komentar
Contingencies : Tindakan yang dilakukan untuk mencegah bahaya terjadi
Connecting Wire : Kawat yang mempunyai isolasi, dipakai untuk meng-
hubungkan “legwire” dengan “firing line”
Critical : Cedera berat lebih dari satu orang, kerugian, gangguan
produksi
Crushing : Pemecahan batuan kapur dari ukuran besar hingga ukuran
yang bisa masuk ke penggilingan material

xviii Universitas Sriwijaya


Cyclone : Alat pemisah gas panas dengan material

D
Delay : Waktu tunda detonasi sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
Density : Isian berat bahan peledak per unit panjang isian (gr/cc)
Detonator : Alat pemicu ledakan awal
DoubleRoller Crusher: Untuk memecah batubara sampai keukuran yang
diperlukan di coal meal
Drilling : Pengeboran
Drill Pad : Landasan unit drill

F
Fine Coal : Hasil batubara yang sudah halus untuk pembakaran
Flying Rock : Lemparan batu hasil peledakan
Frequent : Dapat terjadi setiap saat
Fuel Oil : Bahan bakar minyak (solar)
FEMA : Failure Event and Effect Analysis
FMEA : Failure Modes And Effect Analysis

G
Grate Cooler : Alat pendinginan klinker secara tiba-tiba
Grit Separator Fan : Pemisah material raw meal yang kasar dengan yang halus

H
Hazard : Sumber bahaya
Heat Stress : Keadaan stress akibat paparan panas
Helper : Asisten pembantu kegiatan peledakan
High Explosive : Bahan peledak reaksi tinggi
Hydraulic Roller Press: Alat pemecahan batubara pada proses pertama
HAZOP : Hazars And Operability Analysis
HMX : High Melting Explosive

I
ILO : International Labour Organization
ISO : International Organization For Standardization

J
JSA : Job Safety Analysis

K
KIM : Kartu Izin Mengemudi
Kiln Feed : Umpan kilen (raw meal yang diumpankan ke kiln)
K3 : Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

L
Legwire : Dua kawat yang menjadi satu dengan detonator listrik,
yang salah satu ujungnya dihubungkan dengan bridge

xix Universitas Sriwijaya


wire yang terdapat dalam detonator.
LOX : Liquid Oxygen

M
Major : Cedera sedang, perlu penanganan medis, kerugian
finansial besar
Minor : Cedera ringan, kerugian finansial sedang
Misfire : Keadaan gagal ledak
Mollen : Mesin pencampur
Moving : Perpindahan
Multicyclone : Alat pemisah dengan material gabungan beberapa cyclone
MIL-STD : Military Standard
MSDS : Material Safety Data Sheet

N
Nozzle Ring : Pengatur jumlah bahan bakar
NERAM : Network For Environmental Risk Assessment And
Management
NO : Nomor

O
Occasional : Dapat terjadi atau terjadi sekali-sekali
Ohm Meter : Alat pengukur hambatan listrik
Oker : Bahan pewarna
Over Break : Pecahan melebihi batas/ lemparan batu

P
Photovoice : Narasi dari hasil foto
Pfitser : Blower untuk mengumpankan fine coal ke burner gan kiln
Pre-Calsiner : Kalsinasi awal di preheater kalsinasi 60 %
Pre-Grinding : Kalsinasi awal penggilingan
Preheater : Proses tempat terjadinya kalsinasi 40%
Premature Blasting : Peledakan sebelum waktunya
Power Gel : Daya gel
Probable : Sangat mungkin terjadi atau sering
Probable causes : Deskripsi kemungkinan penyebab kejadian bahaya
PAK : Penyakit Akibat Kerja
PBM : Penyedian Bahan Mentah
PETN : Pentaerythritol Tetranitrate
PHA : Preliminary Hazard Analysis
PP : Peraturan Pemerintah
PT : Perusahaan Terbatas

R
Raw Meal Preparation: Persiapan bahan baku
Remote : Jarang terjadi tetapi mungkin terjadi
Rock Drill : Unit pengeboran batuan keras
Roller Mill : Mesin pemutar

xx Universitas Sriwijaya
Rotary Packer : Tempat pengantongan semen

S
Safety Talk : Pembicaraan mengenai keselamatan kerja
Severity : Keparahan / dampak yang ditimbulkan dari
Shelter : Rumah pelindung untuk juru ledak
Spasi : Jarak antar lubang tembak dalam baris yang sama
Staggered : Pola pengeboran
Stemming : Tanah/ Lapisan penutup lubang ledak
Storage Pile : Tempat penyimpanan rawmeal atau material Limestone
SOP : Standart Operating Procedure

T
Tester : Alat pengecek arus listrik/ OHM Meter
Track Drill : Roda pemutar dan penggerak pada unit drill
Tube Mill : Penggilingan material sampai memproduk raw meal
TBK : Terbuka
TNT : Tri Nitro Toluene
TRA : Task Risk Assessment

U
UU : Undang-Undang

V
Very Unlikely : Kemungkinan sangat kecil terjadi
Vertical Raw Mill : Penggilingan material sampai produk raw meal
Vibrating Screen : Penyaring batubara dan packer untuk alat penyaring
bahan-bahan material asing di cement packer

xxi Universitas Sriwijaya


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. PHA Worksheet


Lampiran 2. Hazard Checklist
Lampiran 3. Matriks Wawancara
Lampiran 4. Dokumen Terkait Kegiatan Peledakan
Lampiran 5. Pedoman Wawancara
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
Lampiran 7. Lembar Bimbingan
Lampiran 8. Dokumentasi

xxii Universitas Sriwijaya


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Indonesian Mining Association (2013) pertambangan salah


satu industri yang penting di Indonesia. Suatu kegiatan penggalian bahan
galian yang dilakukan pada permukaan bumi, dibawah permukaan bumi dan
dibawah permukaan air (KEPMEN Pertambangan dan Energi NO.555 Tahun
1995). Untuk mendapatkan bahan galian tersebut dilakukan dengan metode
membuka dan menggali lahan diatasnya (tambang terbuka) atau membuat
lubang atau terowongan bawah tanah tanpa membuka lahan di atasnya (
tambang bawah tanah) (Ghaisani dan Nawawinetu,2015). Menurut Irwandi
(2002), tahapan dalam penambangan diantaranya pengupasan lahan penutup,
pemboran, peledakan, penggalian dan pemuatan hingga pengangkutan
material hasil tambang.
Peledakan merupakan salah satu proses awal dari suatu kegiatan
pertambangan yang bertujuan untuk menghancurkan atau membongkar
batuan dari batuan induknya (Balai Diklat Tambang Bawah Tanah,2013).
Setiap tahapannya mempunyai risiko keselamatan kerja yang tinggi
(Irwandi,2002). Terutama karena menggunakan bahan peledak yang bersifat
high explosive (reaksinya sangat tinggi) dan menghasilkan gas beracun
(Mainiero dkk,2006) sehingga perlu penanganan yang khusus mulai dari
penyimpanan, pengangkutan, peramuan dan penggunaan maupun
pengawasannya pada pasca peledakan (Amminudin,2011).
Menurut Febri (2013), setiap tahap kegiatan pertambangan termasuk
pada proses peledakan harus memperhatikan keselamatan kerja agar dapat
mengurangi resiko kecelakaan. Oleh karena itu menurut Budiarto dan
Cahyadi (2011) mulai dari tahap pra dan pasca peledakan harus dilakukan
dengan prosedur yang benar dan ketat serta dilakukan oleh juru bor dan juru
ledak yang bersertifikat dan memiliki kartu ijin meledakkan (KIM). Hal
tersebut juga sesuai dengan aturan Keputusan Menteri Pertambangan dan

Universitas Sriwijaya
2

Energi NO.555 Tahun 1995 bahwa dalam kegiatan peledakan harus


memperhatikan keamanan gudang bahan peledak, lintasan, transportasi, dan
area sekitar lokasi peledakan.
Berdasarkan penelitian dari US Mine Safety and Health
Administration pada tahun 2011 terdapat empat kategori utama kecelakaan
kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu keselamatan dan keamanan
lokasi peledakan, batu terbang atau flying rock, peledakan prematur
(premature blasting) dan peledakan mangkir (misfre). Menurut Qiyue dkk (
2011) , potensi bahaya lain yang berhubungan dengan kegiatan peledakan
adalah jika terjadi kemacetan pada detonator. Detonator yang tidak menyala
atau dinamit tidak meledak merupakan salah satu bahaya besar dan paling
penting yang disebabkan oleh kegiatan peledakan. Selain itu seorang juru
ledak memiliki risiko paling berbahaya dalam kegiatan peledakan, karena
apabila tidak berada pada jarak yang aman dari lokasi lubang peledakan dapat
berpotensi terkena flyrock dari ledakan yang dapat menjadi proyektil
mematikan (Bajpayee dkk, 2004).
Pada November tahun 2010, terjadi kecelakaan peledakan pada
Koidu Kimberlite Project di Afrika. Kecelakaan tersebut diakibatkan oleh
flyrock yang melampaui batas zona aman dan menimbulkan 5 orang cedera
dan menyebabkan 12 rumah disekitar area tambang rusak ringan
(Kamara,2010). Kejadian serupa juga terjadi di Indonesia kecelakaan
peledakan terjadi di PT Adaro Indonesia sebuah tambang batu bara di
Kalimantan Selatan yang mengakibatkan seorang juru ledak meninggal dunia
dikarenakan kesalahan arah peledakan sehingga terkena batuan dari hasil
peledakan (flyrock) yang dikelolanya (Ghaisani dan Nawawinetu,2015).
Hasil penelitian yang dilakukan Ramdani (2013) mengenai analisis
tingkat risiko keselamatan kerja pada kegiatan peledakan penambangan
batubara meliputi risiko bahan peledak yang sewaktu-waktu dapat meledak ,
lubang peledakan yang berisiko menyebabkan pekerja terperosok, terjatuh
dari ketinggian, tertabrak Truck MMU, Truck MMU terbalik, kecelakaan unit
kendaraan kecil, dan unit kendaraan terbalik. Penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Ghaisani dan Nawawinetu (2014) tentang identifikasi bahaya,

Universitas Sriwijaya
3

penilaian risiko dan pengendalian risiko pada proses peledakan, menunjukkan


bahaya yang teridentifikasi pada proses meliputi: terpeleset, tersandung, dan
terjatuh, terhirup debu mineral, tertimpa butiran batuan, tertabrak, terjepit alat
berat, munculnya air tambang, kebisingan, terhirup gas beracun serta
kekurangan oksigen, misfire, over break, flying rock, getaran, dan air blast.
PT Semen Baturaja Persero Tbk sebagai salah satu perusahaan
produsen semen di Indonesia melibatkan berbagai proses pendukung dalam
proses produksinya. Salah satunya adalah proses peledakan yang bertujuan
untuk menghancurkan tambang batu kapur sebagai bahan baku dalam
pembuatan semen. Menurut Kepala Bagian K3LH PT Semen Baturaja
Persero Tbk (2015), proses peledakan ini selain penting namun juga
mempunyai potensi bahaya yang beresiko tinggi terutama bagi personil
peledakan karena ketika kegiatan peledakan dilapangan masih mengandalkan
tenaga manusia langsung sehingga risiko yang muncul cenderung lebih
tinggi. Berdasarkan Manual Report PT Semen Baturaja Persero Tbk (2014)
dalam kegiatan peledakan ini mengandalkan 22 orang personil kegiatan
peledakan yang terdiri dari 4 orang juru ledak, 4 orang juru bor, 7 orang
asisten peledakan, 5 orang keamanan, dan 2 orang sebagai personil yang
memonitoring kegiatan peledakan.
Para personil peledakan tersebut paling berisiko terhadap bahaya
keselamatan pada kegiatan peledakan. Selain itu dengan adanya
pembangunan dan akan dioperasikannya pabrik kedua PT. Semen Baturaja di
Baturaja sehingga akan ada rencana peningkatan kapasitas penggunaan bahan
peledak sebagai konsekuensi akan bertambahnya konsumsi bahan baku batu
kapur yang masih mengandalkan tambang batu kapur yang ada di pabrik
lama. Secara otomatis beban pekerjaan juga akan naik dan ada peningkatan
kualitas dan kuantitas serta efisiensi dari divisi blasting sendiri dengan tidak
mengesampingkan permasalahan K3 itu sendiri (Manual Report PT Semen
Baturaja Persero Tbk,2014).
Dari laporan data kecelakaan bagian K3 di Unit Penyedia Bahan
Mentah (PBM), diketahui bahwa pernah terjadi kecelakaan yang terjadi
terkait kegiatan peledakan. Jenis kecelakaan yang pernah terjadi seperti

Universitas Sriwijaya
4

terjatuh yang menyebabkan tumpah dan tercecernya bahan peledak,


terpeleset, dan terkena sedikit lemparan batu yang meledak (Data Kecelakaan
bagian K3 Unit PBM PT. Semen Baturaja Persero Tbk,2014). Saat ini upaya
untuk mengurangi atau meminimalkan risiko kecelakaan yang bisa terjadi,
pihak K3 Unit PBM menerapkan upaya seperti melakukan safety talk,
pemakaian APD untuk para pekerja, melakukan proses kerja sesuai SOP dan
peraturan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 555 Tahun 1995
(Dokumen JSA Kegiatan Unit PBM PT Semen Baturaja Persero Tbk,2014).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk melakukan
analisis bahaya keselamatan pada kegiatan peledakan di Unit PBM PT Semen
Baturaja (Persero) Tbk karena kegiatan peledakan di tambang batu kapur
tersebut merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai risiko cukup tinggi
dan sehingga analisis risiko keselamatan tersebut perlu dilakukan sedini
mungkin dengan menggunakan metode Preliminary Hazard Analysis (PHA).
Penggunaan metode ini berdasarkan pertimbangan bahwa PHA digunakan
sebagai metode awal dalam melakukan identifikasi dan penilaian risiko dalam
suatu proyek atau proses produksi (NIOSH, 2008) karena di unit PBM sendiri
nantinya dengan akan dioperasikannya pabrik kedua terjadi penambahan
bahan produksi bahan baku batu kapur sehingga penting dilakukan PHA.
Menurut Ericson (2005), metode PHA digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya di awal sebelum memakai metode yang lebih
kompleks seperti Hazard and Operability Analysis, Failure Modes and Effect
Analysis, Job Safety Analysis, Task Risk Assessment, Checklist dan
Brainstorming (Ramli, 2010). Meskipun data atau informasi yang didapat
minim atau terbatas, informasi mengenai potensi-potensi bahaya keselamatan
yang belum pernah terjadi atau dikenal sebelumnya pada kegiatan peledakan
dapat diidentifikasi dan output dari PHA ini menghasilkan identifikasi
bahaya, risiko kecelakaan yang terjadi, faktor penyebab dan efek risiko
kecelakaan serta pengendalian risiko tersebut sehingga bahaya keselamatan
yang ada dapat ditanggulangi dengan sedini mungkin dengan pengendalian
yang tepat (Ericson, 2005).

Universitas Sriwijaya
5

1.2 Rumusan Masalah

Kegiatan peledakan di tambang batu kapur PT. Semen Baturaja


(Persero) Tbk merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunyai
risiko cukup tinggi. Risiko-risiko tersebut dapat terjadi dimulai dari proses
penyimpanan bahan peledak, pencampuran ramuan bahan peledak, proses
pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses perangkain dan proses
penembakan. Kegiatan ini cukup berisiko bagi personil peledakan karena
ketika kegiatan peledakan dilapangan masih mengandalkan tenaga manusia
langsung sehingga risiko yang muncul cenderung lebih tinggi. Maka
perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apa saja
potensi bahaya keselamatan pada kegiatan peledakan di Unit Penyediaan
Bahan Mentah (PBM) PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Melakukan analisis bahaya keselamatan kerja pada kegiatan
peledakan (blasting) di unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap tahapan proses kegiatan
peledakan (blasting) di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.
b. Mengetahui ruang lingkup kegiatan peledakan (blasting) di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk.
c. Menganalisis analisis risiko keselamatan pada kegiatan peledakan
(blasting) di unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk.
d. Menganalisis tingkatan risiko keselamatan pada kegiatan peledakan
(blasting) di unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk.

Universitas Sriwijaya
6

e. Menganalisis evaluasi risiko keselamatan pada kegiatan peledakan


(blasting) di unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) di PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk.
f. Menganalisis pengendalian risiko keselamatan pada kegiatan
peledakan (blasting) di unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) di PT.
Semen Baturaja (Persero) Tbk.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti


Penelitian ini menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan
yang berhubungan dengan kegiatan peledakan batu kapur di Unit
Penyediaan Bahan Mentah (PBM) PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.
Dalam hal ini menjadi awal bagi peneliti dalam menerapkan dan
mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat yang didapat selama kuliah.
Selain itu agar meningkatkan kompetensi peneliti dalam bidang K3,
khususnya mengenai identifikasi dan analisis risiko keselamatan dan
kesehatan kerja dan dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap
perusahaan khususnya mengenai identifikasi dan analisis risiko
keselamatan dan kesehatan kerja.

1.4.2 Manfaat bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya


Hasil penelitian ini dapat menambah informasi mengenai penilaian
risiko yang dapat terjadi pada setiap tahapan proses kegiatan peledakan
(blasting) di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk dan penelitian ini dapat
dijadikan referensi dalam pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4.3 Manfaat bagi Perusahaan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk


Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi perusahaan
mengenai penilaian risiko yang dapat terjadi pada setiap tahapan proses
kegiatan peledakan (blasting) di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk
sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan pengendalian
risiko sebagai upaya pengendalian dini terhadap risiko kecelakaan yang

Universitas Sriwijaya
7

dapat terjadi sehingga nantinya dapat meningkatkan budaya keselamatan


kerja. Selain itu hasil penelitian ini nantinya akan menjadi rekomendasi
bagi PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk dalam pembuatan Instruksi Kerja
dan Standar Operasional Kerja kegiatan peledakan. Hal tersebut sejalan
dengan rencana kerja tahun 2015 unit K3 Tambang di PT. Semen Baturaja
(Persero) Tbk untuk pembuatan instruksi kerja dan standar operasional
kerja.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


1.5.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk,
tepatnya di Unit Kerja PBM pada kegiatan peledakan (blasting).

1.5.2 Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.

1.5.3 Materi
Lingkup materi penelitian ini adalah mengetahui tahapan kegiatan
blasting, mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, dan menganalisis
tingkatan risiko bahaya keselamatan kerja pada kegiatan peledakan
(blasting) di Unit Kerja PBM PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.

Universitas Sriwijaya
9

1.6 Keabsahan Penelitian

Berikut adalah penelitian-penelitian yang terkait Analisis Bahaya Keselamatan Kegiatan Peledakan (Blasting) :

Tabel 1.1
Penelitian yang terkait Analisis Bahaya Keselamatan Kegiatan Peledakan (Blasting)

No. Judul Peneliti Metode Hasil


Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
tingkat risiko yang mempunyai nilai
tertinggi pada proses kegiatan
penambangan batubara di bagian Mining
Analisis Tingkat Risiko Penelitian ini bersifat kualitatif dengan
Operation PT. Thiess Contractors
Keselamatan Kerja Pada melakukan wawancara dan observasi
Indonesia Sangatta Mine Project yaitu,
Kegiatan Penambangan langsung ke lapangan untuk melihat proses
unit drill terbakar dan tabrakan antar unit
Batubara Di Bagian Mining kegiatan penambangan batubara dan
Ramdani, A. R. pada proses hauling dengan nilai risiko
1. Operation PT. Thiess potensi risiko dengan menggunakan
(2015) 1500 yang termasuk dalam kategori very
Contractors Indonesia instrumen lembar observasi dan pedoman
high. Saran yang diajukan yaitu,
Sangatta Mine Project, wawancara, kemudian melakukan
perusahaan sebaiknya melakukan
Kalimantan Timur Tahun penilaian risikonya dengan menggunakan
identifikasi dan penilaian risiko pada setiap
2013. metode analisis semi kuantitatif.
tahapan kegiatan penambangan batubara
secara lebih terperinci dan dilakukan
review secara berkala untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja.
Identifikasi Bahaya, Penilaian Penelitian ini termasuk penelitian Hasil penilaian risiko terdapat 3 bahaya
Risiko Dan Pengendalian deskriptif observasional dengan dengan risiko sedang dan 11 bahaya
Ghaisani, H., &
Risiko Pada Proses Blasting pendekatan cross sectional. Data primer dengan risiko rendah.Jenis pengendalian
2. Nawawinetu, E.
Di PT Cibaliung dikumpulkan dengan observasi dan bahaya yang sudah dilakukan meliputi
D. (2015)
Sumberdaya, Banten. wawancara serta data sekunder yang teknis, administrasi dan penyediaan alat
Keselamatan dan Kesehatan diperoleh dari perusahaan.Populasi pelindung diri. Manajemen perusahaan

Universitas Sriwijaya
10

No. Judul Peneliti Metode Hasil


Kerja penelitian pada proses blasting di PT disarankan untuk meninjau kembali Job
Cibaliung Sumberdaya terdiri dari safety Analysis dengan meninjau langsung
Superitendant produksi tambang, lokasi, alat kerja, dan cara kerja serta
Superitendant keselamatan kerja dan 1 juru melaksanakan pengendalian bahaya yang
ledak dan 3 blaster crew. Data yang belum ada yaitu pengukuran kebisingan
diperoleh dianalisis secara deskriptif dan getaran tanahserta meningkatkan
dengan menggunakan tabel dan pelatihan dalam memakai alat pelindung
dibandingkan dengan standard dan teori diri.
yang ada. Metode yang digunakan penulis
dalam melakukan identifikasi bahaya dan
penilaian risiko mengacu pada aturan PT
Cibaliung Sumberdaya.
Data Primer diperoleh dari data
Kesehatan dan Keselamatan administrasi departemen safety, K3 manual
Kerja (K3) pada dan literatur buku standar peraturan-
Faktor fisik berupa kebisingan di beberapa
pertambangan batubara di PT. peraturan yang digunakan serta laporan
lokasi kerja dan tekanan panas di Camp
Marunda Grahamineral, Job Yovita, S. yang dibuat oleh perusahaan. Data
3. Jamut sekitar daerah CCP berada di atas
Site Laung Tuhup (2009) Sekunder dari observasi tempat kerja dan
NAB. Faktor kimia berupa debu berada di
Kalimantan Tengah (Doctoral inspeksi, wawancara dan diskusi dengan
bawah NAB, sedangkan faktor kimia fume.
dissertation, Universitas karyawan PT. Marunda Grahamineral yang
Sebelas Maret) berkaitan dengan gambaran umum dari
perusahaan.
Kajian Penerapan Manajemen Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Pada identifikasi bahaya, penilaian dan
Risiko Keselamatan dan deskriptif yang memberikan gambaran pengendalian risiko terhadap proses
Kesehatan Kerja Lingkungan pelaksanaan manajemen risiko yang terdiri blasting ditemukan bahwa bahaya dengan
Aminuddin, A.
4. (K3l) pada Proses Blasting di dari identifikasi bahaya, penilaian dan tingkat risiko low adalah bahaya paparan
(2011).
Area Pertambangan Batubara pengendalian risiko. Pengambilan data ini panas dan debu. Bahaya dengan tingkat
PT. Cipta Kridatama Jobsite dilakukan melalui observasi langsung ke risiko medium adalah bahaya flying rock,
Mahakam Sumber Jaya lapangan, wawancara kepada karyawan air blast, ground vibration, gas beracun,

Universitas Sriwijaya
11

No. Judul Peneliti Metode Hasil


Kalimantan Timur (Doctoral serta studi kepustakaan. Data kemudian kebisingan, kontaminasi bahan kimia,
dissertation, Universitas dibahas untuk mengetahui penerapan dan tumpahan bahan kimia dan bahaya
Sebelas Maret) efektifitas manajemen risiko serta kecelakaan lalu lintas tambang. Bahaya
kesesuaiannya dengan peraturan dengan tingkat risiko high adalah bahaya
perundangan dan standar identifikasi premature blast.
bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Lingkungan).
Analisis Upaya Pengendalian
Penelitian ini merupakan penelitian
Potensi Bahaya Di Lokasi
dengan metode kualitatif. Informasi
Penambangan PT. Bukit Dari hasil identifikasi bahaya pada proses
dikumpulkan melalui wawancara
Asam (Persero) Tbk. Unit Sari, N.D, blasting di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
5. mendalam terhadap sembilan informan,
Pertambangan Tanjung Enim (2014) bahwa bahaya yang ada adalah getaran,
serta dilakukan observasi dan telaah
Tahun 2014. (Fakultas kebisingan, debu, gas beracun (foam).
dokumen. Analisa data yang digunakan
Kesehatan Msyarakat,
adalah triangulasi sumber, metode dan data
Universitas Sriwijaya)

Universitas Sriwijaya
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahaya

Bahaya atau hazard adalah suatu kombinasi dari beberapa sumber


bahaya yang berpotensi menimbulkan kerugian baik berupa luka-luka
terhadap manusia, penyakit, kerusakan properti, dan lingkungan (Frank Bird
dalam Ramli, 2010). Menurut Pratama (2012) dalam Harianto (2009),
bahaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

A. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)


Bahaya keselamatan kerja merupakan bahaya yang
berdampak pada timbulnya kecelakaan kerja yang dapat
menyebabkan luka (injury), cacat hingga kematian serta
kerusakan properti. Dampak yang ditimbulkan bersifat akut.
Jenis bahaya keselamatan kerja diklasifikasikan menjadi :
a. Bahaya mekanis, yaitu bersumber dari peralatan
mekanis atau benda bergerak baik secara manual
maupun dengan penggerak. Gerakan mekanis ini dapat
menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat,
terpotong, terjatuh, terjepit dan terpeleset.
b. Bahaya elektrik, yaitu sumber bahaya yang berasal dari
energi listrik yang dapat mengakibatkan berbagai
bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik dan
hubungan singkat.
c. Bahaya kebakaran dan peledakan, yaitu bahaya yang
berasal dari bahan kimia yang bersifat flammable dan
explosive.

Universitas Sriwijaya
13

B. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)


Bahaya kesehatan kerja merupakan bahaya yang
mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia dan penyakit
akibat kerja. Dampak yang ditimbulkan bersifat kronis. Jenis
bahaya kesehatan kerja dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Bahaya fisik, antara lain yaitu kebisingan, getaran,
radiasi, suhu ekstrim dan pencahayaan.
b. Bahaya kimia, mengandung berbagai potensi bahaya
sesuai dengan sifat dan kandungannya. Bahaya yang
dapat ditimbulkan seperti keracunan dan iritasi.
c. Bahaya biologi, yaitu bahaya yang berkaitan dengan
makhluk hidup seperti bakteri, virus, dan jamur.
d. Bahaya ergonomi, antara lain yaitu manual handling,
postur janggal, dan repetitive movement.
e. Bahaya psikologi, antara lain yaitu beban kerja berat,
hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman.

2.2 Identifikasi Bahaya

Menurut Ramli (2011), identifikasi bahaya adalah upaya sistematis


untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja dan dalam
suatu aktivitas kerja. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari
manajemen risiko, tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mumgkin
melakukan pengelolaan risiko dengan baik (Ramli, 2010). Dalam melakukan
identifikasi bahaya ada berbagai macam teknik identifikasi yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Ramli, 2010) :
a. Teknik / metode pasif
b. Teknik / metode semiproaktif
c. Teknik / metode proaktif.

Menurut Peraturan Kepala BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional)


untuk mengenali identifikasi bahaya pada tahapan kegiatan dan bahaya yang

Universitas Sriwijaya
14

ditimbulkan, diperlukan beberapa informasi kunci seperti tabel berikut


(BATAN, 2012) :
Tabel 2.1
Informasi Kunci Identifikasi Bahaya

Parameter Yang Perlu Cara Mendapatkan Informasi


Diketahui
Tempat pekerjaan dilakukan Denah lokasi pekerjaan/lay out
Personil yang melakukan pekerjaan Data pekerja, observasi
Peralatan dan bahan yang digunakan Daftar alat dan bahan yang
digunakan, MSDS, dan lain-lain
Tahapan/urutan pekerjaan Diagram alir/prosedur/instruksi kerja

Tindakan kendali yang telah ada dan Laporan kecelakaann dan/atau PAK
Peraturan terkait yang mengatur Peraturan perundang-undangan,
standar, dan pedoman wawancara,
inspeksi, audit dan lain-lain
Sumber : Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor :
020/Ka/I/2012

2.2.1 Metode Identifikasi Bahaya


Untuk melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendaliannya diperlukan metode atau perangkat berdasarkan macam,
penyebab, atau akibatnya (Ramli, 2010). Berikut adalah metode dalam
melakukan identifikasi bahaya :
a. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
Preliminary Hazard Analysis (PHA) yaitu metode
identifikasi yang dilaksanakan sebagai analisis awal.
b. Hazard and Operability Analysis (HAZOP)
Hazard and Operability Analysis (HAZOP) yaitu suatu
metode identifikasi bahaya yang digunakan untuk industri
proses seperti industri kimia, petrokimia, dan kilang minyak.
Teknik HAZOP menganalisis lebih detail pada desain dan
operasi. Dengan kata lain metode ini digunakan sebagai upaya
pencegahan sehingga proses yang berlangsung dalam suatu
sistem dapat berjalan lancar dan aman.

Universitas Sriwijaya
15

c. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)


Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) yaitu metode
yang ditunjukkan untuk menilai potensi mengenai bagaimana
suatu peralatan dapat mengalami kegagalan dalam produk atau
proses. FMEA merupakan kajian bahaya yang sistematis,
terstruktur, dan komprehensif.
d. Job Safety Analysis (JSA)
Job Safety Analysis (JSA) adalah suatu cara yang
digunakan untuk identifikasi bahaya yang berkaitan dengan
manusia.
e. Task Risk Assessment (TRA)
Task Risk Assessment (TRA) yaitu metode identifikasi
bahaya yang dilakukan untuk mengetahui apa saja dan
besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiatan
berlangsung.
f. Checklist (Daftar Periksa)
Metode daftar periksa untuk mengidentifikasi bahaya
sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar
pemeriksaan bahaya di tempat kerja.
g. Brainstorming
Brainstorming yaitu melakukan identifikasi bahaya dengan
berdiskusi dalam suatu kelompok atau tim ditempat kerja, tim
dapat berasal dari suau bidang atau departemen tetapi dapat
juga bersifat lintas fungsi. Dalam kelompok ini, setiap pekerja
dapat mengungkapkan seluruh pendapatnya mengenai bahaya
yang ada dilingkungan kerja.

2.3 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah sesuatu yang dapat terjadi di tempat kerja


pada saat melakukan suatu pekerjaan, karena suatu kecelakaan merupakan
suatu kejadian yang tidak diinginkan dan tidak diduga sebelumnya yang
dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (Peraturan

Universitas Sriwijaya
16

Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan). Menurut Notoatmodjo (2011), terjadinya
kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama seperti faktor fisik dan
faktor manusia. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan
tidak diharapkan akibat dari kerja.
Sehingga Suma’mur (2009), membuat batasan bahwa kecelakaan
kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja,
kecelakaan kerja terjadi akibat dari pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu,
kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok yaitu
kecelakaan akibat pekerjaan langsung dan kecelakaan terjadi pada saat
pekerjaan sedang dilakukan.

2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Menurut International Labour Organization (ILO) dalam Ramli
(2009), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan empat
macam penggolongan yakni :
A. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Terkena arus listrik
h. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

B. Klasifikasi Menurut Penyebab


a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin
penggergaji kayu, dan sebagainya
b. Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan alat angkut air
c. Peralatan lain, misalnya: dapur pembakar dan pemanas,
instalasi pendingin, alat listrik, dan sebagainya

Universitas Sriwijaya
17

d. Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi, misalnya : bahan peledak,


gas, zat-zat kimia, dan sebagainya
e. Lingkungan kerja (diluar bangunan,didalam bangunan, dan di
bawah tanah)
f. Penyebab lain yang belum masuk tersebut diatas.

C. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan


a. Patah tulang
b. Dislokasi (keseleo)
c. Regang otot (urat)
d. Memar dan luka dalam yang lain
e. Amputasi
f. Luka di permukaan
g. Gegar dan remuk
h. Luka bakar
i. Keracunan-keracunan mendadak
j. Pengaruh radiasi
k. Lain-lain.

D. Klasifikasi Menurut Letak Kelainan Atau Luka Ditubuh


a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
g. Letak lain yang tidak termasuk di atas.

Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak sehingga kecelakaan


kerja biasanya tidak hanya satu faktor, tetapi banyak faktor (Ramli, 2009).
oleh karena itu pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu
tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) dan keadaan

Universitas Sriwijaya
18

lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) (Ramdani, 2013). Namun


dari penyelidikan-penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya
kecelakaan sangat penting, karena 80-85% kecelakaan disebabkan oleh
kelalaian atau kesalahan manusia dan bahkan ada suatu pendapat, bahwa
penyebab langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah
dikarenakan faktor manusia (Suma’mur, 1996).

2.3.2 Teori Kecelakaan Kerja


Menurut Ramli (2009), teori terjadinya kecelakaan kerja
dirumuskan oleh Heinrich dan kemudian disempurnakan oleh Frank E.
Bird bahwa kecelakaan tidak datang dengan sendirinya, ada serangkaian
peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya suatu kecelakaan, dalam
teori ini rangkaian peristiwa tersebut digambarkan sebagai rangkaian kartu
domino. Untuk lebih detailnya, diagram alur tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut ini :
A. Kurangnya Sistem Pengendalian (Lack of Control)
Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju
terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian.
Kontrol merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen
yaitu: Planning, Organizing, Leading, dan Controling. Tanpa
manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan
rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab
kerugian. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena
faktor :
a. Program yang tidak memadai
b. Standar program yang tidak memadai
c. Tidak ada pemenuhan terhadap standar.

B. Penyebab Dasar (Basic Cause)


Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan
menyebabkan timbulnya peluang pada penyebab dasar dari

Universitas Sriwijaya
19

kejadian yang menyebabkan kerugian. Penyebab dasar terdiri


dari :
a. Faktor Manusia
Kurangnya kemampuan fisik atau mental,
kurangnya pengetahuan, keterampilan, stress atau
tegang, atau motivasi yang keliru.
b. Faktor Pekerjaan
Adanya standar kerja tidak cukup, rancang
bangun dan pemeliharaan yang tidak memadai,
standar pembelian yang kurang atau lain-lain.

C. Penyebab Langsung (Immediate Cause)


Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang
untuk menjadi tindakan dan kondisi tidak aman.
a. Tindakan tidak aman (Unsafe Action). Tindakan
tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja
yang aman yang mempunyai risiko terjadinya
kecelakaan ,antara lain :
1. Menjalankan sesuatu tanpa izin
2. Gagal mengingat atau mengamankan
3. Menjalankan sesuatu peralatan dengan
kecepatan yang tidak sesuai
4. Tidak menggunakan alat-alat keselamatan
kerja
5. Menggunakan peralatan dangan cara tidak
benar
6. Tidak menggunakan alat pelindung diri
7. Cara memuat dan membongkar tidak benar
8. Cara mengangkat yang tidak benar
9. Posisi yang tidak betul
10. Menggunakan peralatan yang rusak.

Universitas Sriwijaya
20

b. Kondisi tidak aman (Unsafe Condition) adalah


kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang
berbahaya yang langsung membuka peluang
terjadinya kecelakaan sebagai berikut :
1. Pengaman atau pelindung yang tidak cukup
2. Alat, peralatan atau bahan yang rusak
3. Penyumbatan
4. Sistem peringatan yang tidak memadai
5. Bahaya kebakaran dan peledakan
6. Kurang bersih
7. Kondisi yang berbahaya seperti : debu, gas
dan uap
8. Kebisingan yang berlebih
9. Kurangnya ventilasi dan penerangan
10. Kejadian (incident).

D. Insiden
Insiden terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu
sumber energi atau bahan yang melampaui nilai ambang batas
dari bahan atau struktur. Sumber energi ini dapat berupa tenaga
mekanis, tenaga kinetis, kimia, listrik, dsb. Insiden adalah suatu
kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu
kerugian meskipun kondisi bahaya belum benar-benar terjadi.
Insiden dapat menyebabkan cidera fisik atau kerusakan benda
digolongkan sesuai dengan tipe-tipe kecelakaan yang terjadi,
seperti: terjatuh, terbentur, terpeleset, terperangkap, terkena
listrik, panas, dingin, kebisingan dan bahaya lainya.

E. Kerugian (Loss)
Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi, maka akan
menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta benda
dan akan mempengaruhi produktifitas dan kualitas kerja.

Universitas Sriwijaya
21

Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan cidera dan


atau mati, kerugian harta benda bahkan sangat mempengaruhi
moral pekerja termasuk keluarganya.

2.4 Preliminary Hazard Analysis (PHA)

Preliminary Hazard Analysis (PHA) merupakan analisis semi-


kuantitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi semua potensi bahaya dan
peristiwa kecelakaan yang mungkin menyebabkan kecelakaan dan
mengidentifikasi pengendalian bahaya yang diperlukan dan tindakan tindak
lanjut atau juga biasa disebut untuk melakukan perangkingan risiko dan
memeriksa (identifikasi) bahaya (Rausand, 2005).
Analisis PHA adalah metode analisis keselamatan kerja untuk
mengidentifikasi bahaya, faktor-faktor penyebab yang terkait, efek, tingkat
risiko, dan tindakan mitigasi desain ketika informasi yang detail tidak
tersedia dan terbatas, sehingga maksud PHA agar sedini mungkin bahaya
dapat diidentifikasi untuk program pembangunan (Ericson, 2005).

2.4.1 Ruang Lingkup Preliminary Hazard Analysis (PHA)


Ruang lingkup dalam Preliminary hazard analysis (PHA) harus
mempertimbangkan sebagai berikut :
a. Peralatan dan material berbahaya ( seperti bahan kimia reaktif,
bahan bakar, mudah meledak, sistem bertekanan tinggi, dan
lain-lain).
b. Keselamatan yang berhubungan dengan interior,aksi antara
peralatan industri dan bahan yang digunakan (seperti interaksi
dengan bahan baku, ledakan, atau kebakaran, dan pengendalian
operasi sistem).
c. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi peralatan
pabrik dan bahan baku (seperti gempa bumi, getaran, banjir,
temperature ekstrim, tekanan listrik, dan kelembabannya).
d. Standar operasional perawatan, prosedur gawat darurat, (seperti
kepentingan kesalahan manusia, tugas operator yang harus

Universitas Sriwijaya
22

dilakukan, layout peralatan, dan perlindungan keselamatan


karyawan).
e. Fasilitas pendukung (seperti tempat penyimpanan, pelatihan,
dan peralatan-peralatan pendukung).
f. Peralatan yang berhubungan dengan keselamatan (seperti alat
pelindung diri) (Rausand,2005).

2.4.2 Metodologi Preliminary Hazard Analysis (PHA)


Berikut merupakan metodologi yang digunakan dalam metode
PHA, antara lain :
a. Identifikasi bahaya yang terkait dengan proyek.
b. Analisis konsekuensi dari potensi bahaya yang diidentifikasi.
c. Secara kualitatif memperkirakan kemungkinan kejadian
berbahaya.
d. Menilai risiko terhadap lingkungan, anggota masyarakat dan
properti yang timbul dari bahaya yang diidentifikasi.
e. Menentukan kriteria risiko (Perankingan Risiko).
f. Membandingkannya dengan kriteria risiko (Evaluasi Risiko).
g. Memberikan opsi tindakan pengendalian risiko lebih lanjut
yang diperlukan (Tasman Extension Project, 2012).

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Preliminary Hazard Analysis


(PHA)
Berikut merupakan kelebihan metode PHA :
a. Kemudahan prosedur pelaksanaan dan efisiensi waktu.
b. Relatif murah namun menghasilkan hasil yang bearti.
c. Menyediakan lembar kerja yang berfokus untuk melakukan
identifikasi dan evaluasi bahaya.
d. Bisa digunakan metode analisa teknik.
e. Mengidentifikasikan sistem bahaya dan menyediakan sebuah
indikasi dari sistem risiko.
f. Menyediakan instrumen untuk membantu proses PHA
(Ericson, 2005).

Universitas Sriwijaya
23

Sedangkan kekurangan penggunaan metode PHA adalah :


a. Karena PHA yang dimulai sangat awal shingga data yang
didapat tidak terlalu lengkap dan mendetail
b. Oleh karena itu, proses analisis harus terstruktur (Ericson,
2005).

2.4.4 Identifikasi Bahaya


Dalam PHA, teknik identifikasi bahaya yang digunakan adalah
dengan menggunakan PHA Worksheet dan Hazard Checklist. Berikut
merupakan PHA Worksheet :
Tabel 2.2
PHA Worksheet

System: Operating mode: Analyst:


Date:
Contingencies/
Accident Probable
Ref. Hazard Preventive Probable Severity Comments
al event causes
actions

Sumber : Rausand, 2005

Keterangan :
Ref : Nomor
Hazard : Deskripsi dari bahaya yang berpotensi
terjadi
Accidental event : Deskripsi dari kejadian bahaya yang terjadi
Probable causes : Deskripsi kemungkinan penyebab kejadian
bahaya
Contingencies/Preventive actions : Tindakan yang dilakukan untuk mencegah
potensi bahaya terjadi
Probable : Kemungkinan terpajan antara sumber
risiko
terhadap pekerja
Severity : Keparahan / dampak yang ditimbulkan dari
suatu kejadian
Comments : keterangan/ komentar

Universitas Sriwijaya
24

Berikut merupakan tabel Hazard Checklist yang digunakan dalam PHA :

Tabel 2.3
Hazard Checklist

No. Item yang diamati Ya Tidak


1. Elektrical Hazard
2. Mechanical Hazard
3. Thermodynamic Hazard
4. Human Factor
5. Control System
6. Materials or Hazardous Substances
Sumber : Rausand,2005

2.4.5 Analisis Risiko


Analisis risiko digunakan untuk menentukan besarnya suatu risiko
dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang
ditimbulkannya (Ramli,2010). Terdapat dua hal dalam PHA untuk
melakukan analisis risiko yaitu:
a. Estimasi frekuensi, berikut adalah tabel ukuran dari frekuensi
menurut teori Marvin Rausand.
Tabel 2.4
Estimasi Frekuensi

Peringkat Uraian Probabilitas


1 Very Unlikely Kemungkinan sangat kecil > 0,1 kejadian ( 1 dalam
10 kemungkinan )
2 Remote Jarang terjadi tetapi 0,1 – 0,01
mungkin terjadi serupa
3 Occasional Dapat terjadi atau terjadi 0,01 – 0,001
sekali-sekali
4 Probable Sangat mungkin terjadi 0,001 – 0,000001
atau sering
5 Frequent Dapat terjadi setiap saat < 0,000001
Sumber : Rausand, 2005

b. Estimasi Konsekuensi, berikut adalah tabel ukuran dari


konsekuensi menurut teori Marvin Rausand.

Universitas Sriwijaya
25

Tabel 2.5
Estimasi Konsekuensi

Level Descriptor Uraian


4 Catastrophic Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan
dampak luas yang berdampak panjang,
terhentinya seluruh kegiatan
3 Critical Cedera berat lebih dari satu orang, kerugian
besar, gangguan produksi
2 Major Cedera sedang, perlu penanganan medis,
kerugian finansial besar
1 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedang
Sumber : Rausand, 2005

2.4.6 Perangkingan Risiko


Kombinasi dari kemungkinan potensi bahaya timbul dan tingkat
keparahan dari konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan teori Marvin
Rausand, risk matriks peringkat risiko adalah sebagai berikut :

Tabel 2.6
Peringkat Risiko

Frekuensi/ (1) (2) (3) (4) (5)


Konsekuensi Very Unlikely Remote Occasional Probable Frequent
4 4 8 12 16 20
Catastrophic
3 3 6 9 12 15
Critical
2 2 4 6 8 10
Major
1 1 2 3 4 5
Minor
Sumber : Rausand, 2005

Universitas Sriwijaya
26

Tabel 2.7
Risk Matriks Peringkat Risiko

Frekuensi/ (1) (2) (3) (4) (5)


Konsekuensi Very Unlikely Remote Occasional Probable Frequent
4 M H H H H
Catastrophic
3 L M M H H
Critical
2 L M M M H
Major
1 L L L M M
Minor
Sumber : Modifikasi Ramli, 2010 dan Rausand, 2005

Tabel 2.8
Risk Matriks Peringkat Risiko

Level Nama Uraian


H High Berisiko tinggi, tidak dapat diterima. Analisis
lebih lanjut harus dilakukan untuk
memberikan perkiraan yang lebih baik dari
risiko. Jika analisis masih menunjukkan risiko
yang tidak dapat diterima atau menengah
mendesain ulang atau perubahan lain harus
dilakukan mengurangi dampak risiko
M Medium Risiko dapat diterima, tapi mendesain ulang
atau perubahan lain harus dipertimbangkan
jika cukup mudah untuk dilakukan. Analisis
lebih lanjut harus dilakukan untuk
memberikan perkiraan yang lebih baik dari
risiko. Ketika menilai kebutuhan dari tindakan
perbaikan, jumlah peristiwa tingkat risiko ini
harus diperhitungkan
L Low Risikonya adalah ukuran risiko rendah dan
tindakan pengendalian lebih lanjut tidak
diperlukan
Sumber : Hydro, 2002 dalam Rausand, 2005

2.4.7 Evaluasi Risiko


Tahapan dalam analisa risiko dengan melakukan evaluasi terhadap
risiko apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Menurut Ramli
(2010), teknik evaluasi dalam menentukan prioritas risiko dapat

Universitas Sriwijaya
27

menggunakan tiga kategori risiko atau yang dikenal dengan konsep


ALARP ( As Low As Reasonably Practicable ) yaitu :
a. Secara umum dapat diterima (generally acceptable)
b. Dapat ditolerir (tolerable)
c. Tidak dapat diterima (generally unacceptable)
Berikut merupakan konsep ALARP ( As Low As Reasonably
Practicable ) untuk evaluasi risiko :

Secara umum tidak Risiko tidak dapat diterima,


Risiko Tinggi dapat diterima kecuali
dalam kondisi
Basic Safety Limit sangat khusus.
ALARP or Tolerable Kurangi risiko
sampai batas yang
dapat diterima.
As Low As Reasonably
Predictable Sisa risiko dapat diterima,
hanya jika pengurangan risiko
lebih lanjut tidak
memungkinkan.
Batas aman
Pengurangan risiko tidak
diperlukan lebih lanjut karena
Risiko Rendah Secara umum dapat diterima sumber daya yang dikeluarkan
tidak sebanding dengan
penurunan risiko.
Gambar 2.1
Konsep ALARP
Sumber : Ramli, 2010.

2.4.8 Upaya Tindak Lanjut


Upaya tindak lanjut yang dilakukan adalah dengan melaksanakan
pengendalian risiko. Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan
menentukan dalam keseluruhan penilaian risiko (Ramli,2010). Berikut
adalah contoh upaya tindak lanjut dalam pengendalian risiko :
a. Eliminasi

Eliminasi merupakan pengendalian risiko yang benar-


benar menghilangkan semua risiko yang dapat menimbulkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Eliminasi
dilakukan dengan memindahkan objek kerja atau sistem
kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang

Universitas Sriwijaya
28

kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh


ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya
melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) diperkenankan.

b. Substitusi

Pengendalian dengan cara mengubah bahan-bahan dan


peralatan yang sebelumnya berbahaya dengan yang kurang
berbahaya atau lebih aman.

c. Rekayasa teknik

Pengendalian dengan cara mengubah arau


menyesuaikan struktur objek kerja untuk mencegah tenaga
kerja terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian
pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur
pondasi mesin dengan corbeton, pemberian alat bantu
mekanik, pemberian absorben suara pada dinding ruang
mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi.

d. Isolasi

Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan


membatasi pekerja dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-
mesin produksi dari tempat tertutup (control room).

e. Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi dilakukan dengan pengaturan


sistem kerja untuk mengurangi kemungkinan seseorang
terpapar potensi bahaya. Seperti contoh rekruitmen tenaga
kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani,
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja
untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan
prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training
keahlian dan training K3.

Universitas Sriwijaya
29

f. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah jenis pengendalian


yang digunakan dalam jangka pendek yang bersifat sementara
jika sistem pengendalian yang lebih permanen belum dapat
diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu
sistem pengendalian risiko di tempat kerja (Tarwaka, 2008
dalam Wulandari, 2011).

2.5 Photovoice

Photovoice dikembangkan oleh Caroline Wang, merupakan


sebuah foto atau gambar yang mengandung arti untuk menceritakan atau
mendeskripsikan sebuah fenomena dan melalui ini dapat menjelaskan
fenomena tersebut kepada orang lain tanpa harus menyampaikannya secara
verbal (Wahuhadi dkk, 2013). Metode photovoice digunakan untuk
meningkatkan pemahaman untuk mengemukakan pendapat melalui hasil
bidikan kamera sendiri menggunakan foto dan narasi dari hasil foto tersebut
(Puspawati, 2010).
Metode ini sangat berguna ketika bekerja di depan-akhir proyek, serta
selama evaluasi dan analisis tahap untuk mengukur keberhasilan dan
validitas. Selain itu digunakan juga untuk kegiatan-penelitian terfokus,
penilaian kebutuhan, masalah-temuan, pemecahan masalah, kegiatan
implementasi solusi, analisis dan evaluasi proyek (Catalani & Minkler,
2010).

2.5.1 Tujuan Photovoice


a. Mendokumentasikan atau merekam serta merefleksikan isu yang
ada dimasyarakat.
b. Menganalisis hasil foto dari isu yang ada.
c. Menghasilkan keputusan sesuai hasil analisis foto.
d. Sebagai rekomendasi melakukan tindakan sesuai hasil analisis foto
(Wang & Burris, 1997 dalam Foster, 2013).

Universitas Sriwijaya
30

2.5.2 Langkah-Langkah Photovoice


Berikut merupakan urutan langkah-langkah menggunakan metode
Photovice :

Mendesain Proyek

Pelatihan Peserta

Mengambil Foto

Memilih Foto

Mendiskusikan Hasil
Foto

Mendeskripsikan
hasil analisis foto

Menyebarkan hasil
analisi foto untuk
tindakan perubahan
atau pengendalian

Gambar 2.2
Urutan Metode Photovoice
Sumber : Wang & Burris, 1997 dalam Foster, 2013

2.6 The Benchmark Framework

Kerangka acuan Benchmark (Benchmark framework) merupakan


kerangka kerja aplikasi penilaian risiko dan manajemen yang dikembangkan
oleh NERAM (Network for Environmental Risk Assessment and
Management). Kerangka acuan Benchmark dikembangkan dan dimodifikasi
dari terminologi ISO (International Organization for Standardization), The
Canadian (CSA, 1997) dan Australian Risk Management Standards

Universitas Sriwijaya
31

(AS/NZS, 1999) dengan maksud agar keputusan untuk manajemen risiko


lebih disesuaikan situasi namun tetap sesuai dengan konseptual kerangka
kerja standar yang berlaku umum di dunia (Shortreed dkk,2000). Ada tiga
proses utama yaitu :
a. Risk Estimation, untuk memperkirakan besarnya risiko
(probabilitas dan konsekuensi).
b. Evaluation, untuk membandingkan perkiraan resiko terhadap
kriteria seperti biaya, manfaat, stakeholder kekhawatiran.
c. Treatment Options, Pilihan Pengobatan yang dikembangkan untuk
mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima.

2.7 Aktivitas Pertambangan


Pertambangan merupakan suatu kegiatan penggalian bahan galian
yang dilakukan pada permukaan bumi, dibawah permukaan bumi dan
dibawah permukaan air (KEPMEN Pertambangan dan Energi NO.555
Tahun 1995). Untuk mendapatkan bahan galian tersebut dilakukan dengan
metode membuka dan menggali lahan diatasnya (tambang terbuka) atau
membuat lubang atau terowongan bawah tanah tanpa membuka lahan di
atasnya ( tambang bawah tanah) (Ghaisani dan Nawawinetu,2015).
Sedangkan jika ditinjau dari tempat kerjanya, metode penambangan
terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Surface Mining : yaitu kegiatan penambangan dilakukan pada
tempat terbuka, langsung berhadapan dengan udara luar.
b. Underground Mining: yaitu kegiatan penambangan dilakukan di
bawah tanah, tidak langsung berhadapan dengan udara luar,
dengan terlebih dahulu membuat jalan masuk/keluar secara
horizontal (Adit, Tunnel) atau jalan masuk secara vertical (shaft)
menuju mineral deposit/bahan galian.
c. Deep Sea Mining : yaitu metoda penambangan atau penggalian
endapan mineral/bahan galian yang berada di dasar laut dalam,
atau di luar paparan benua, menggunakan mesin gali mangkok

Universitas Sriwijaya
32

(MGM) atau nama lainnya kapal keruk, kapal hisap, yang


dikendalikan dari permukaan. (Stout, Koehler S, 1980).

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, hasil kegiatan


pertambangan tersebut antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir
besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak
dan bijih mangan. Selain itu kegiatan ini juga memiliki beberapa tahapan
kegiatan pertambangan, yang meliputi :
a. Prospeksi
Prospeksi merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi suatu
lokasi tambang untuk menemukan endapan bahan galian atau
mineral berharga.
b. Eksplorasi
Eksplorasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui ukuran, bentuk, posisi, kadar rata-rata dan besarnya
cadangan serta "studi kelayakan" dari endapan bahan galian atau
mineral berharga yang telah ditemukan.
c. Eksploitasi
Eksploitasi adalah suatu kegiatan penambangan yang meliputi
pekerjaan-pekerjaan pengambilan dan pengangkutan endapan
bahan galian atau mineral berharga sampai ke tempat penimbunan
dan pengolahan/pencucian, kadang-kadang sampai ke tempat
pemasaran.
d. Pengolahan/Pemurnian/Pengilangan
Pengolahan/Pemurnian adalah suatu pekerjaan
memurnikan/meninggikan kadar bahan galian dengan jalan
memisahkan mineral berharga dan yang tidak berharga, kemudian
membuang mineral yang tidak berharga tersebut (dapat dilakukan
dengan cara kimia) (Badan Pusat Statistik,2010).

Salah satu kegiatan penting dalam pertambangan adalah kegiatan


penambangan. Setiap tahapan dalam kegiatan penambangan tersebut melalui
beberapa tahapan yang meliputi : pengeboran, peledakan, pengerukan,

Universitas Sriwijaya
33

pengangkutan, penghancuran, penggerusan dan pemisahan, hingga pengambilan


hasil akhir. Tahap penambangan diawali dengan kegiatan pengeboran dan
peledakan. Lubang yang dibor tersebut diisi dengan bahan peledak berupa
campuran Ammonium Nitrate dan solar kemudian ditambahkan lapisan penutup
(steaming). Selanjutnya masing-masing lubang ledak dirangkai dan diatur sesuai
dengan delay dan urutan peledakan baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
peledakan (Mahler dan Sabirin,2008).
Sedangkan Menurut Ramdani (2013), secara umum kegiatan
penambangan meliputi beberapa tahapan antara lain :

a. Pengeboran
Kegiatan melakukan pengeboran pada lapisan atau titik
pengeboran yang telah ditentukan. Pengeboran bertujuan untuk membantu
tahapan peledakan yaitu membuat lubang-lubang peledakan.
b. Peledakan
Kegiatan peledakan pada lapisan yang memiliki struktur lapisan
yang tebal dan keras, sehingga memudahkan proses penambangan
selanjutnya. Kegiatan peledakan dilakukan dengan membuat lubang-
lubang peledakan dengan standar lubang yang telah dilakukan.
c. Pemuatan
Pemuatan adalah proses pemuatan material dari hasil pengeboran
dan juga peledakan yang dibantu dengan unit alat berat seperti unit
excavator dan juga dumptruck.
d. Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan material dari tempat pemuatan menuju
tempat penyimpanan bahan galian (Stock Pile)
e. Dumping
Dumping adalah kegiatan akhir setelah kegiatan pemuatan dan
pengangkutan material, yaitu perjalan dari lokasi pemuatan menuju tempat
penyimpanan yang kemudian dilanjutkan proses penurunan muatan dari
dumptruck ke Stock Pile.

Universitas Sriwijaya
34

2.7.1 Persiapan Peledakan


Menurut Badan Diklat ESDM, kegiatan peledakan bertujuan untuk
memberaikan batuan dari batuan induknya, menjadikan ukurannya lebih
kecil seperti yang diterapkan di kebanyakan tambang baik pada tambang
bijih maupun batubara. Efisiensi penambangan dengan peledakan
umumnya lebih baik.
Persiapan peledakan menurut Madya dan Suryana merupakan
semua kegiatan baik teknis maupun tindakan pengamanan yang betujuan
untuk dapat melaksanakan suatu peledakan yang aman dan efektif.
Pelaksanaan persiapan peledakan yang kurang baik, akan mengakibatkan
hasil peledakan yang kurang baik serta dapat menjadi pemicu terjadinya
resiko bahaya terhadap keselamatan kerja baik pada pekerja maupun
peralatan meliputi :

a. Terjadi ledakan prematur


b. Satu atau beberapa lobang ledak mangkir
c. Bongkahan hasil peledakan terlampau besar atau terlampau
kecil
d. Layangan batu sangat jauh
e. Jumlah batu hasil ledakan sangat sedikit
f. Korban orang atau kerusakan peralatan
g. Kebutuhan akan waktu untuk melaksanakan peledakan
bertambah besar.
Sehingga dalam persiapan peledakan perlu memperhatikan persiapan
peralatan dan perlengkapan peledakan meliputi :
a. Kontrol metode peledakan yang diterapkan
b. Tetapkan dan siapkan peralatan peledakan
c. Tetapkan dan siapkan perlengkapan peledakan
d. Periksa kelaikan peralatan dan perlengkapan peledakan
e. Legwire Det.listrik tetap dihubung pendekan (Madya dan
Suryana)

Universitas Sriwijaya
35

2.7.2 Prosedur Peledakan


Berikut merupakan prosedur dalam kegiatan peledakan menurut
Madya dan Suryana meliputi :
1. Pengamanan lapangan kerja
2. Pengambilan perlengkapan dan peralatan dari gudang handak
3. Pengangkutan handak ke lokasi peledakan
a. Tempat handak tertutup
b. Detonator dan high explosive terpisah
c. Bagian yg kontak dgn handak terbuat dari kayu atau
bhn isolator
4. Penyimpanan handak di lokasi peledakan
5. Handak dibagi-bagikan dekat setiap lobang sesuai kebutuhan
6. Persiapan di lokasi peledakan
a. Beri tanda mencolok (bendera merah)
b. Pengecekan lobang ledak
c. Pembuatan primer
d. Pengisian lobang ledak
e. Stemming
7. Penyambungan rangkaian
6. Perlindungan bagi juru ledak
a. Bawah Tanah
b. Permukaan
8. Tanda peringatan sebelum peledakan (aba-aba)
a. Serine
b. Peluit
c. Megaphone
d. Teriakan
9. Pelaksanaan peledakan
10. Pemeriksaan/pengamanan setelah peledakan
a. ± 30 menit setelah peledakan, gas beracun hilang.
b. Mangkir (misfire)
11. Tanda peledakan selesai dan aman

Universitas Sriwijaya
36

a. Serine
b. Peluit
c. Megaphone
d. Teriakan (Madya dan Suryana).

2.7.3 Tahapan Penting Peledakan


Berikut merupakan beberapa tahapan penting menurut Madya dan
Suryana dalam kegiatan peledakan meliputi :
A. Pengawasan pengangkutan handak ke lokasi peledakan
dan pengamanan lokasi
a. Gunakan alat angkut yang standar dan aman
b. Pemuatan dan pengangkutan handak sesuai sop
c. Tempat handak di masing-masing lubang ledak sesuai
kebutuhan
d. Lubang ledak disiapkan dan diamankan sebelum
handak tiba
e. Lokasi peledakan diamankan
B. Pengawasan Pekerjaan Peledakan
a. Priming atau pembuatan primer
b. Perlengkapan dan peralatan peledakan untuk priming
disiapkan dekat lubang ledak
c. Priming dengan sumbu api sesuai SOP
d. Priming dengan sumbu ledak sesuai SOP
e. Priming dengan detonator listrik sesuai SOP
f. Priming dengan nonel sesuai SOP

C. Primer (Pemula)
a. Merupakan unit dari handak peka detonator yang
digunakan untuk menyalakan handak lain atau blasting
agent
b. Merupakan handak yang menerima penggalak dari
detonator atau sumbu ledak

Universitas Sriwijaya
37

c. Primer harus dirangkai di tempat peledakan, guna


memperkecil resiko prematur blasting
d. Primer ada buatan pabrik, dapat dibuat sendiri

D. Pembuatan Primer
a. Detonator listrik dimasukkan ke dalam dodol
damotin/dinamit,
b. Detonator biasa (plain detonator) dimasukkan ke dalam
dodol damotin/dinamit yang sudah disambung dengan
sumbu bakar (safety fuse);
c. Sumbu ledak (detonating cord) dimasukkan ke dalam
dodol damotin/dinamit;
d. Sumbu ledak dimasukkan ke dalam booster
e. Nonel dimasukkan ke dalam booster

E. Pengisian Kolom Ledak – Loading


a. Periksa kondisi lubang ledak untuk kedalaman -
kemiringan – rongga – material
b. Masukkan primer – booster kedalam lubang
c. Masukkan ANFO/Emulsi/Watergel secara manual atau
MMU
d. Gunakan selubung plastik untuk lubang berair
e. Padatkan ANFO/Emulsi/Watergel
f. Isi lubang ledak dengan stemming

F. Pengisian Lubang Bor


Pada tahapan pengisian lubang bor hal yang penting
untuk diperhatikan adalah dengan penyesuaian dengan kondisi
batuan. Berikut merupakan cara/metode untuk pengisian
lubang bor meliputi :
a. Bottom priming (primer terletak di bawah)
b. Collar priming (primer terletak di atas)

Universitas Sriwijaya
38

c. Deck loading (selang-seling)

G. Merangkai Antar Lubang Ledak


a. Merangkai detonator biasa dengan sumbu api sesuai
SOP
b. Merangkai sumbu ledak sesuai SOP
c. Merangkai detonator listrik sesuai SOP
d. Merangkai detonator nonel sesuai SOP

H. Memilih salah satu sirkuit :


a. Hubungan paralel memperkecil misfire yang
disebabkan aliran yang kurang cukup dan disebabkan
current leakage,
b. Hubungan paralel, test terhadap hubungan harus hati-
hati, waktu lebih lama;
c. Hubungan seri, aliran margint dapat terbakar fuse head,
merusak sirkuit;
d. Hubungan seri – paralel untuk jumlah lubang tembak
banyak

I. Menentukan/Memastikan Keselamatan Peledakan


a. Jarak aman dari lokasi peledakan
b. Jarak aman dari flyrock dan asap/gas
c. Jarak aman bagi juru ledak/pekerja lain dan peralatan
d. Tanda peringatan/sirine tanda peledakan

J. Pemeriksaan Pasca Peledakan


a. Front peledakan diperiksa
b. Fragmentasi produk peledakan diperiksa
c. Kabel/tube detonator dan sumbu diperiksa
d. Tanda-tanda misfire diperiksa
e. Areal misfire dibatasi/diamankan/diberi tanda

Universitas Sriwijaya
39

f. Kasus misfire dilaporkan ke atasan/ Kepala Teknik


Tambang
g. Penanganan misfire dilakukan sesuai SOP

K. Laporan Pekerjaan Peledakan


a. Fragmentasi hasil peledakan
b. Terjadinya dampak negatif peledakan berupa ground
vibration, noise, flyrock, airblast dan potensi bahaya
lainnya
c. Kasus misfire, penyebab dan cara penanganannya
dicatat/dilaporkan
d. Sisa handak, peralatan dan perlengkapan peledakan
(Madya dan Suryana).

2.8 Bahan Peledak

Menurut SNI No. 13-6979.4-2003 bahan peledak kimia yang


didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran
berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi panas,
benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia
eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya
berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia
lebih stabil. Klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith (1988) dalam
Anonim (2003) yaitu :
a. Bahan peledak kuat contohnya TNT, Dinamite, Gelatine,
PETN, HMX, Booster, Cartridge.
b. Bahan peledak lemah contohnya Black Powder.
c. Agen peledakan contohnya ANFO, Slurries, Emulsi, Hybrid
ANFO, Slurry Mixtures.
d. Bahan peledak khusus contohnya Seismik, Trimming,
Permisible, Shaped Charges, Binary, LOX, Liquid.
e. Pengganti bahan peledak contohnya Compressed Air/Gas,
Expansion Agents, Mechanical Methods, Waterjets, Jet
Piercing.

Universitas Sriwijaya
40

2.8.1 Karakteristik Fisik Bahan Peledak


Berikut merupakan karakteristik yang berhubungan dengan fisik
bahan peledak meliputi :
a. Densitas
Densitas menurut Suwandhi merupakan berat bahan
peledak per unit volume yang diekspresikan dalam satuan
gr/cc. Densitas bahan peledak yang tinggi akan lebih mudah
menghasilkan dead pressed (detonasi rendah akibat
kehilangan sensitivitas karena terhambatnya tekanan)
dibanding densitas yang rendah sedangkan Loading density
adalah berat bahan peledak per meter kolom lubang ledak
(kg/m).
1. Batuan masif - pakai densitas bahan peledak tinggi
2. Batuan berstruktur/lunak - pakai densitas bahan peledak
rendah
3. Densitas ANFO 0,85 gr/cc.

Hubungan Densitas dan Sensitivitas Bahan Peledak


a. Densitas kritis terbentuk bila partikel-partikel
pembentuk bahan peledak terlalu rapat, sehingga tidak
terdapat voids sebagai ruang bagi terbentuknya hot
spots agar terjadi detonasi
b. Densitas bahan peledak berhubungan erat dengan
sensitivitasnya
c. Deadpressing terbentuk bila voids untuk gas rusak,
misalnya karena tekanan, gelombang kejut, shg
mengurangi sensitivitasnya.

b. Sensitivitas
Sensitivitas menurut Suwandhi merupakan ukuran tingkat
kemudahan inisiasi bahan peledak atau ukuran minimal booster

Universitas Sriwijaya
41

yang diperlukan, dan bervariasi tergantung pada kompisisi


bahan peledak, diameter, temperatur dan tekanan ambient.

c. Ketahanan terhadap Air


Ketahanan terhadap air menurut Suwandhi merupakan
kemampuan bahan peledak untuk melawan air disekitarnya
tanpa kehilangan sensitifitas atau efisiensi. Ketahanan terhadap
air bahan peledak bervariasi. ANFO tidak tahan terhadap air
(larut); sedangkan emulsi dan watergels tahan air dan Fume
berwarna coklat-orange dari gas NO menandakan hasil
peledakan yang tidak efisien akibat bahan peledak basah.
Ketahanan terhadap air dapat dilakukan dengan melapisi
lubang ledak atau menggunakan cartridge.
d. Kestabilan Kimiawi
Kestabilan kimia menurut Suwandhi merupakan
kemampuan untuk tidak berubah secara kimia dan tetap
mempertahankan sensitifitas selama dalam penyimpanan di
gudang dengan kondisi tertentu. Bahan peledak yang tidak
stabil (misal, NG based) mempunyai kemampuan stabil lebih
pendek dan cepat rusak sedangkan faktor-faktor yang
mempercepat ketidakstabilan kimiawi meliputi : panas, dingin,
kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan,
fasilitas gudang.

e. Karakteristik Gas
Karakteristik gas menurut Suwandhi merupakan detonasi
bahan peledak menghasilkan gas-gas non-toxic (CO2, H2O, N2)
dan toxic (NO, NO2, CO). Gas-gas ini perlu diperhatikan pada
peledakan bawah tanah atau terbuka bila gerakan angin yang
rendah. Faktor-faktor yang menimbulkan gas toxic meliputi :
letak primer yang tidak tepat, kurang tertutup, air, komposisi

Universitas Sriwijaya
42

bahan peledak tidak baik, timing (sistem tunda) tidak tepat, dan
adanya reaksi dengan batuan (sulfida atau karbonat).

2.8.2 Bahan Peledak Slurry atau Watergel


Menurut Suwandhi, Istilah slurries dan watergel adalah sama
artinya, yaitu campuran oksidator, bahan bakar, dan pemeka (sensitizer) di
dalam media air yang dikentalkan memakai gums, semacam perekat,
sehingga campuran tersebut berbentuk jeli atau slurries dan mempunyai
ketahanan terhadap air yang sempurna. Sebagai campurannya adalah:
a. Oksidator bisa dipakai sodium nitrat atau ammonium nitrat
b. Bahan bakarnya adalah solar atau minyak diesel,
c. Pemekanya bisa berupa bahan peledak atau bukan bahan peledak.
Semuanya diaduk dalam 15% media air.

2.8.3 Ammonium Nitrate (NH4NO3)


Menurut Suwandhi, karakteristik Ammonium Nitrate adalah
sebagai berikut :
A. Densitas yang terdiri dari butiran berpori 0,74 – 0,78 gr/cc
(untuk agen peledakan) dan butiran tak berpori 0,93 gr/cc
(untuk pupuk urea).
B. Porositas yang terdiri dari mikroporositas 15%, makro plus
mikroporositas 54% dan butiran tak berpori mempunyai
porositas 0 – 2%.
C. Ukuran partikel : yang baik untuk agen peledakan antara 1 – 2
mm
D. Tingkat kelarutan terhadap air bervariasi
a. tergantung temperatur, yaitu:
b. 5 C tingkat kelarutan 57,5% (berat)
c. 10 C tingkat kelarutan 60% (berat)
d. 20 C tingkat kelarutan 65,4% (berat)
e. 30 C tingkat kelarutan 70% (berat)
f. 40 C tingkat kelarutan 74% (berat)

Universitas Sriwijaya
43

2.8.4 Sifat-Sifat ANFO


Menurut Suwandhi, karakteristik sifat-sifat dari ANFO adalah
sebagai berikut :

A. Densitas yang terdiri dari : Poured (gr/cc) 0,80 – 0,85 dan


Blow Loaded (gr/cc) 0,85 – 0,95 dengan Energi (MJ/kg) : 3,7
B. Ketahanan thd. air: buruk
C. Shelf Life:
a. Maks. 6 bulan tergantung temperatur dan kelembaban
gudang
b. Gudang yang bersuhu dan kelembaban tinggi akan
membuat ANFO rusak, ditandai dgn pengerasan atau
caking yg akan mengurangi kinerja peledakan
D. Waktu Tidur (Sleep Time) :
a. Dalam kondisi normal kering dengan lubang tertutup
stemming yang baik, ANFO dapat ditidurkan sampai 6
bulan
b. Kehadiran air dalam lubang akan menurunkan secara
dramatis waktu tidur.

Campuran AN (ammonium nitrat) dan FO (solar) sebesar 94,5%


AN dan 5,5% FO akan menghasilkan zero oxygen balanced dengan energi
panas sekitar 3800 joules/gr bahan peledak. Dalam pencampuran AN dan
Fuel terdapat hal yang perlu diperhatikan seperti : Campuran yang tidak
sempurna akan menghasilkan energi ledak rendah dan gas beracun
(noxious gasses), Overfueled dengan 92% AN dan 8% FO akan
menurunkan energi 6% dan menghasilkan gas CO yang berbahaya, Under
fueled dengan 96% AN dan 4% FO menurunkan energi 18% dan
menghasilkan gas NO2

Universitas Sriwijaya
44

2.9 Peralatan Peledakan

Berdasarkan SNI No. 13-6979.4-2003 dalam Anonim (2003),


peralatan peledakan adalah perangkat pembantu peledakan yang nantinya
dapat dipakai berulang kali. Peralatan peledakan dapat dikelompokan
menjadi :
A. Peralatan yang berhubungan langsung dengan peledakan
a. Alat pemicu ledak.
b. Pada peledakan listrik (blasting machine).
c. Pada peledakan nonel (shot gun / short fire).

B. Alat bantu peledakan listrik


a. Blasting ohmmeter (BOM).
b. Pengukur kebocoran arus listrik.
c. Multimeter peledakan.
d. Pengukur kekuatan blasting machine.
e. Pelacak kilat (lightning detector).

C. Alat bantu peledakan lain


a. Kabel listrik utama (lead wire / lead lines / firing line).
b. Sumbu nonel utama (lead in line / extendaline).
c. Cramper (penjepit sambungan sumbu api dengan detonator
biasa ).
d. Meteran (50 ml) dan tongkat (temper) bambu ( ± 7 m)
diberi skala.

D. Alat pencampur dan pengisi


Misal : Molen, Mobile Mixing/Manufacturing Unit,
Pneumatic Cartridge Charger (Blow Loader), COXAN, dan
sebagainya.

Universitas Sriwijaya
45

E. Peralatan pendukung peledakan


a. Alat pendukung utama, berhubungan dengan aspek
keselamatan dan keamanan kerja, serta lingkungan.
b. Alat pendukung tambahan terfokus pada penelitian
peledakan yang tidak selalu dipakai pada peledakan rutin,
misalnya alat pengukur kecepatan detonasi, pengukur
getaran dan pengukur kebisingan.

F. Perlengkapan Peledakan
Perlengkapan peledakan adalah bahan–bahan yang
membantu peledakan yang habis dipakai yaitu :
a. Detonator. Detonator adalah alat pemicu awal yang
menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan
(ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang
memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka
detonator atau primer. Terdapat dua jenis muatan
bahan peledak dalam detonator yang masing-masing
fungsinya berbeda, yaitu isian utama (Primary
Charge) dan isian dasar (Base Charge). Kekuatan
ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah
isian dasarnya. Jenis-jenis detonator :
1. Detonator biasa (plain detonator).
2. Detonator listrik (electric detonator).
3. Detonator nonel (nonel detonator).
4. Detonator elektronik (electronic detonator).

b. Sumbu peledakan. Sumbu peledakan disini adalah


sumbu api dan sumbu ledak. Fungsi sumbu api
adalah untuk merambatkan api dengan kecepatan
tetap pada detonator biasa. Sedangkan sumbu ledak
(detonating cord / detonating fuse / cordtex ) adalah
sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan

Universitas Sriwijaya
46

peledak. Fungsi sumbu ledak adalah untuk


merangkai suatu sistem peledakan tanpa
menggunakan detonator didalam lubang ledak.
Sumbu ledak mempunyai sifat tidak sensitif
terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan listrik
statis.
c. Sambungan. Sambungan adalah perlengkapan yang
digunakan sebagai penyambung dari setiap elemen
peledakan agar tercipta suatu rangkaian peledakan
yang stabil dan terkontrol.

2.10 Pola dan Rangkain Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-


lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya
ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola
peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah
runtuhan material yang diharapkan (Konya dan Walter, 1991).
Berdasarkan arah runtuhan batuan, Konya dan Walter (1991)
mengklasifikasikan pola peledakan sebagai berikut :
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke
depan dan membentuk kotak.
b. Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan
batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya “V” Cut,
Yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan
dan membentuk huruf V.

Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu


tunda pada sistem peledakan antara lain adalah :
a. Mengurangi getaran
b. Mengurangi batu terbang
c. Mengurangi getaran akibat airblast dan suara (noise)
d. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

Universitas Sriwijaya
47

e. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil


peledakan (Konya dan Walter, 1991).

Gambar 2.3
Pola Box Cut
Sumber : Calvin J Konya and Edward J Walter, 1991

Pola ini memberikan hasil tumpukan material peledakan memusat.


Sehingga dalam proses menggali dan memuat akan lebih mudah dan
terkontrol. Hasil fragmentasi dari pola ini memiliki tingkat keseragaman
yang lebih baik.

Gambar 2.4
Pola Corner Cut
Sumber : Calvin J Konya and Edward J Walter, 1991

Universitas Sriwijaya
48

Gambar 2.5
Pola V-Cut
Sumber : Calvin J Konya and Edward J Walter, 1991

Setelah bahan peledak diisikan kedalam lubang ledak, pekerjaan


selanjutnya adalah menghubungkan lubang ledak yang satu dengan lubang
ledak yang lain (rangkaian peledakan). Herbert dan David (2012),
mengklasifikasikan rangkaian peledakan menjadi tiga, yaitu rangkaian
seri, paralel, dan kombinasi.

A. Rangkaian seri
Rangkaian seri merupakan ikatan kawat detonator yang
saling bersambung tanpa adanya cabang. Kedua dari ujung
rangkaian ini dihubungkan langsung dengan kabel penghubung
utama ke blasting machine .

B. Rangkaian Paralel
Rangkaian paralel adalah ikatan kawat detonator yang
berwarna sama dijadikan satu dan dihubungkan dengan ujung
kabel utama sedangkan ikatan dengan warna lain dihubungkan
dengan ujung lain dari kabel utama blasting machine .

C. Rangkaian Kombinasi
Rangkaian kombinasi terdiri dari rangkaian seri-paralel dan
rangkaian paralel-seri. Pada rangkaian seri-paralel masing-

Universitas Sriwijaya
49

masing detonator dihubungkan dengan seri. Ujung-ujung dari


rangkaian ini dikumpulkan dan disambung secara paralel. Pada
rangkaian paralel-seri, ujung-ujung kawat detonator yang sama
dikumpulkan dan disambung secara paralel. Kemudian masing-
masing kumpulan ujung-ujung detonator ini disambungkan
secara seri dengan ujung-ujung kumpulan yang lain. Rangkaian
kombinasi sering digunakan untuk aktivitas peledakan skala
besar.

Gambar 2.6
Rangkaian Seri
Sumber : Herbert L Nichols, JR and David A Day P.E

Gambar 2.7
Rangkaian Paralel
Sumber : Herbert L Nichols, JR and David A Day P.E

Universitas Sriwijaya
50

Gambar 2.8
Rangkaian Paralel-Seri
Sumber : Herbert L Nichols, JR and David A Day P.E

Universitas Sriwijaya
51

2.11 Kerangka Teori

Gambar 2.9
Kerangka teori modifikasi dari Benchmark Framework, teori MIL-STD-
882C(1993) dan Marvin Rausand

Universitas Sriwijaya
52

BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

Gambar 3.1
Kerangka Pikir Analisis Bahaya Keselamatan pada Kegiatan Peledakan (Blasting)
di Unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) PT Semen Baturaja (Persero) Tbk

Keterangan :
Variabel yang tidak diteliti :
Variabel yang diteliti :

Universitas Sriwijaya
53

3.2 Definisi Istilah

Berikut adalah tabel definisi istilah yang digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3.1
Definisi Istilah

No. Variabel Definisi

1. Identifikasi Risiko Identifikasi risiko adalah proses yang melibatkan


temuan sumber risiko dan mencakup identifikasi
kemungkinan penyebab dan potensi sumber
bahaya.

2. Ruang Lingkup Kriteria untuk isu-isu risiko spesifik yang


ditentukan sesuai tujuan dan mengacu pada risiko
yang akan dianalisis (Shortreed dkk, 2003).

3. Analisis Risiko Analisis risiko adalah proses untuk memahami


penyebab risiko berdasarkan hasil identifikasi
bahaya untuk memperkirakan tingkat risiko dan
mempelajari dampak dan konsekuensi dan
memeriksa kontrol yang ada saat ini.

4. Kategori Risiko Kategori risiko adalah tingkat besarnya risiko


yang diperkirakan dengan mempertimbangkan
dan menggabungkan konsekuensi dan
kemungkinan.

5. Evaluasi Risiko Evaluasi risiko adalah proses membandingkan


analisis risiko dengan pengkategorian risiko
untuk menentukan apakah tingkat risiko yang
dapat diterima dan ditoleransi.

6. Tindakan Tindakan pengendalian adalah proses memilih


pengendalian dan menerapkan pilihan pengendalian untuk
mengurangi risiko.
Sumber : AS/NZS ISO 31000:2009

Universitas Sriwijaya
54

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk melakukan


analisis bahaya keselamatan pada kegiatan peledakan (blasting) di Unit
Penyedia Bahan Mentah (PBM) PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk dengan
menggunakan kombinasi antara metode Preliminary Hazard Analysis (PHA)
dan metode Photovoice.

Penggunaan metode PHA berdasarkan pertimbangan kemudahan


prosedur identifikasi, jenis proses pekerjaan yang diteliti, dan bertujuan
untuk mengidentifikasi secara dini potensi bahaya keselamatan yang
berpotensi timbul atau potensi bahaya yang sebelumnya belum dikenal
terjadi pada pengoperasian peralatan maupun setiap cara kerja tahapan
peledakan dalam suatu proses peledakan batu kapur (Ericson, 2005).
Sedangkan pertimbangan mengkombinasikan memakai metode Photovoice
dikarenakan pada umumnya kegiatan peledakan (blasting) belum banyak
diketahui oleh orang awam gambaran langkah-langkah pelaksanaannya
dilapangan (Wahuhadi dkk, 2013).

Selanjutnya dilakukan analisis risiko, tingkatan risiko dengan teknik


kualitatif berdasarkan teori Marvin Rausand untuk mengetahui estimasi
frekuensi dan konsekuensi risiko dan melakukan evaluasi risiko
menggunakan konsep ALARP. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif dengan menggunakan tabel dan dibandingkan dengan standard,
peraturan dan teori yang berhubungan dengan kegiatan K3 di pertambangan
seperti Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 555 Tahun 1995.

Universitas Sriwijaya
55

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Analisis risiko keselamatan ini akan dilakukan pada bulan Agustus
2015 di unit kerja Penyediaan Bahan Mentah (PBM) pada kegiatan kegiatan
peledakan (blasting) di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.

4.3 Informan Penelitian


Pemilihan informan untuk penelitian ini dilakukan secara purposive
sampling. Informan yang dipilih oleh peneliti merupakan perwakilan dari
pekerja di setiap tahapan kegiatan peledakan (blasting), sehingga setiap
tahapan kegiatan memiliki perwakilan yang dijadikan sebagai informan.
Berikut adalah tabel daftar informan-informan yang diperlukan dalam
penelitian :

Tabel 4.1
Daftar Informan Penelitian

Cara
Informasi yang ingin
Informan Kriteria Pengumpulan
diperolah
Data
Informan Kunci
Petugas KTT Wawancara Mengetahui kebijakan
yang bertanggung mendalam manajemen K3, tahapan
jawab terhadap Observasi pekerjaan, SOP
kegiatan tambang. Telaah pelaksanaan kegiatan
1 Orang dokumen peledakan , potensi
Wa.KTT bahaya, risiko, dampak
yang ditimbulkan pada
kegiatan peledakan ,
upaya pengendalian yang
dilakukan
Petugas K3 yang Wawancara Mengetahui kebijakan
bertanggung mendalam manajemen K3, tahapan
jawab terhadap Observasi pekerjaan, SOP
K3 kegiatan Telaah pelaksanaan kegiatan
tambang. dokumen peledakan , potensi
Petugas K3
bahaya, risiko, dampak
yang ditimbulkan pada
kegiatan peledakan ,
upaya pengendalian yang
dilakukan

Universitas Sriwijaya
56

Cara
Informasi yang ingin
Informan Kriteria Pengumpulan
diperolah
Data
Informan
Pekerja/operator Wawancara Mengetahui setiap
yang berinteraksi mendalam tahapan kegiatan
langsung pada Observasi peledakan dan tahapan
tahapan pekerjaan, SOP
peledakan. pelaksanaan kegiatan
1 Orang Juru
peledakan, potensi
Ledak
bahaya, risiko, dampak
yang ditimbulkan pada
kegiatan peledakan,
upaya pengendalian yang
dilakukan
Pekerja/operator Wawancara Mengetahui setiap
yang berinteraksi mendalam tahapan kegiatan
langsung pada Observasi peledakan dan tahapan
setiap tahapan pekerjaan, SOP
1 Orang kegiatan pelaksanaan kegiatan
Pengawas peledakan. peledakan, potensi
Peledakan bahaya, risiko, dampak
yang ditimbulkan pada
kegiatan peledakan,
upaya pengendalian yang
dilakukan
Petugas K3 yang Wawancara Mengetahui setiap
bertanggung mendalam tahapan kegiatan
jawab terhadap Observasi peledakan dan tahapan
K3 kegiatan pekerjaan, SOP
1 Orang
tambang. pelaksanaan kegiatan
Petugas Safety
peledakan, potensi
Officer
bahaya, risiko, dampak
Kontraktor
yang ditimbulkan pada
kegiatan peledakan,
upaya pengendalian yang
dilakukan
Total Informan : 5 orang

Universitas Sriwijaya
57

4.4 Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data


4.4.1 Jenis Data
a. Data Primer

Pengumpulan data primer berupa gambaran bahaya dan risiko


serta pengendalian yang telah dilakukan oleh perusahaan diperoleh
dengan cara melakukan observasi terhadap peralatan yang digunakan,
bahan kimia yang digunakan, kondisi tempat kerja dan tahapan proses
yang dilakukan terkait dengan kegiatan blasting serta mencatat tahapan
kegiatan yang dilakukan di lapangan. Selain itu peneliti juga
melakukan wawancara mendalam terhadap Kepala KTT, Pengawas
dan beberapa pekerja yang terlibat dalam kegiatan peledakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder digunakan untuk melengkapi hasil penelitian


yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari penelusuran
kepustakaan, data perusahaan yaitu berupa profil dan gambaran umum
perusahaan, lembar Job Safety Analysis (JSA) yang ada, Standard
Operational Procedure (SOP), instruksi kerja, data kecelakaan, MSDS
(Material Safety Data Sheet) dan dokumen pendukung lain yang
terkait dengan penelitian ini.

4.4.2 Cara Pengumpulan Data


a. Pengamatan (Observasi)

Menurut Notoatmodjo (2012), pengamatan adalah suatu


prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat,
mendengar, dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau
situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti benar-benar ikut aktif berpartisipasi pada
setiap aktivitas yang dilakukan oleh pekerja atau objek penelitian.

Universitas Sriwijaya
58

b. Wawancara Mendalam

Menurut Notoatmodjo (2012), wawancara adalah suatu metode


yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti
mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang
sasaran penelitian, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan
orang tersebut sehingga data yang didapat diperoleh langsung dari
informan. Saat wawancara berlangsung terlebih dahulu sudah
disiapkan form wawancara yang berisi tentang identitas informan dan
daftar pertanyaan yang sesuai dengan informasi yang ingin diketahui
oleh peneliti. Form wawancara dan pertanyaan yang ada merupakan
modifikasi form wawancara penelitian-penelitian sebelumnya yang
digunakan dalam identifikasi risiko dan disesuaikan dengan jenis dan
tujuan penelitian peneliti.

c. Telaah Dokumen

Menurut Sugiono (2012), dokumen merupakan catatan


peristiwa yang sudah berlalu dan dapat berbentuk tulisan misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, maupun
kebijakan. Penelaahan dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
objek dan masalah penelitian seperti, SOP (Standard Operating
Prosedure), kumpulan perundangan dan kebijakan, dan dokumen lain
yang dapat mendukung informasi.

d. Photovoice

Metode photovoice digunakan untuk meningkatkan


pemahaman untuk mengemukakan pendapat melalui hasil bidikan
kamera sendiri menggunakan foto dan narasi dari hasil foto tersebut
(Puspawati, 2010). Photovocie yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah dengan mengambil foto dari setiap tahapan peledakan yang
nantinya akan terjadi dialog dengan informan dalam bahasan diskusi

Universitas Sriwijaya
59

atas foto yang ada untuk menguatkan hasil identifikasi bahaya yang
ada.

4.4.3 Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara mendalam, lembar observasi, alat
dokumentasi (Tape Recorder, Handycam, Kamera, Alat Tulis).
Sedangkan untuk instrument lain yang digunakan adalah tabel
identifikasi Preliminary Hazard Analysis (PHA Worksheet) dan lembar
check list sesuai acuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No
555 Tahun 1995 untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang ada pada
kegiatan kegiatan peledakan (blasting) di unit penyedia bahan mentah
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk, tabel metode analisis risiko semi
kuantitatif untuk menentukan estimasi frekuensi, estimasi konsekuensi
dan estimasi untuk pengendalian risiko.

4.5 Pengumpulan dan Pengolahan, Validitas, Penyajian , Analisis dan

Interpretasi Data

4.5.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Berikut adalah tahapan pengolahan data yang dilakukan oleh
peneliti :

a. Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya


sesuai dengan hasil observasi langsung kelapangan dan
wawancara mendalam kepada informan.

b. Setelah mencatat semua data, peneliti melakukan reduksi data


yaitu, memilih data-data yang sesuai dengan fokus penelitian
dan membuang data-data yang tidak diperlukan serta
mengorganisasikan data-data yang telah direduksi agar
mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu- waktu
diperlukan.

Universitas Sriwijaya
60

c. Selanjutnya, peneliti menuangkan transkip hasil wawancara


mendalam yang telah direduksi ke dalam bentuk tabel
berdasarkan variabel penelitian dan pertanyaan penelitian,
sehingga dapat ditarik kesimpulan dari masing- masing
variabel penelitian.

d. Setelah didapatkan kesimpulan dari masing-masing variabel


penelitian, langkah selanjutnya yaitu, peneliti melakukan
analisis data dan interpretasi data.

4.5.2 Validitas data


Validitas data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan triangulasi sumber, teknik, dan data. Berikut adalah
penjelang masing-masingnya :

a. Triangulasi Sumber yaitu dengan melakukan wawancara


mendalam dari sumber atau informan yang berbeda. Selain
menggali informasi dari petugas K3 dari PT. Semen Baturaja
peneliti juga menggali informasi dari petugas K3 dari pihak
kontraktor dan juga dilapangan peneliti menggali informasi
dari juru ledak, juru bor, dan juga pengawas peledakan
langsung. Selanjutnya dengan melakukan diskusi dengan
pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti meminta bantuan
dosen studi K3 yang mana merupakan dosen pembimbing
peneliti sendiri yang memiliki latarbelakang ilmu K3 yaitu Ibu
Anita Camelia, S.KM., M.KKK dan Bapak H.A. Fickry
Faisya, S.KM.,M.Kes serta dosen studi tambang yaitu Bapak
Ir. Ubaidillah Anwar Prabu, MS yang bertindak sebagai
pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan
terhadap hasil penelitian penulis terutama mengenai ruang
lingkup kegiatan peledakan.Selain itu jika terdapat perbedaan
pendapat pada masing-masing informan, peneliti menarik
kesimpulan dengan selanjutnya memakai triangulasi teknik

Universitas Sriwijaya
61

yaitu dengan melakukan observasi lapangan langsung dan


juga menyesuaikan dengan teori yang ada dan juga telaah
dokumen yang berkaitan.

b. Triangulasi Teknik dilakukan untuk memperdalam kajian dan


kaitan antara sumber data primer, sekunder dan hasil
observasi yang dilakukan ditempat penelitian. Peneliti selain
mengumpulkan data dengan metode wawancara mendalam,
juga didukung dengan melakukan observasi langsung
dilapangan dengan membandingkan informasi yang didapat
dari hasil wawancara mendalam dengan keadaan yang
sebenarnya ada dilapangan, lalu mengambil dokumentasi pada
setiap tahapan peledakan.

c. Triangulasi Data yaitu, dengan melakukan perbandingan data-


data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan
observasi lapangan dengan melakukan telaah dokumen
terkait, seperti dokumen JSA, SOP, Instruksi Kerja, dan
HIRAC Perusahaan. Selain itu juga membandingkan dengan
teori-teori dan peraturan yang terkait seperti teori mengenai
peledakan dan peraturan Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi No 555 Tahun 1995.

4.5.3 Penyajian Data


Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi
dengan tabel hasil identifikasi risiko ( Kombinasi/ modifikasi PHA
Worksheet dan hasil Checklist ), tabel penilaian risiko ( tabel estimasi
frekuensi dan konsekuensi ) serta matriks hasil wawancara mendalam.
Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi lapangan seperti
lampiran dokumentasi disetiap tahapan kegiatan peledakan.

Universitas Sriwijaya
62

4.5.4 Analisis Data


Analisis data dilakukan secara manual dengan metode Preliminary
Hazard Analysis (PHA) dengan menggunakan kombinasi dan modifikasi
tabel Preliminary Hazard Analysis Worksheet, Hazard Checklist dan
lembar check list dari Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No
555 Tahun 1995, serta hasil Photovoice yang diberikan keterangan
terhadap gambar/foto yang diambil pada setiap tahapan kegiatan
peledakan berdasarkan hasil observasi langsung kelapangan dan
wawancara mendalam terhadap informan penelitian serta membandingkan
dengan teori atau literatur yang ada. Peneliti juga melakukan diskusi
dengan petugas KTT atau K3 yang ada di Unit PBM PT. Semen Baturaja
(Persero) Tbk.

Untuk menentukan frekuensi terjadinya risiko keselamatan


digunakan tabel ukuran frekuensi berdasarkan teori Marvin Rausand dan
berikut adalah tabel untuk menentukan ukuran frekuensi :

Tabel 4.2
Estimasi Frekuensi

Peringkat Uraian Probabilitas


1 Kemungkinan sangat kecil > 0,1 kejadian ( 1 dalam
Very Unlikely 10 kemungkinan )
2 Jarang terjadi tetapi mungkin 0,1 – 0,01
Remote terjadi serupa
3 Dapat terjadi atau terjadi sekali- 0,01 - 0,001
Occasional sekali
4 Sangat mungkin terjadi atau sering 0,001 – 0,000001
Probable
5 Dapat terjadi setiap saat < 0,000001
Frequent
Sumber : Rausand, 2005

Setelah mendapatkan estimasi frekuensi kemudian menggunakan tabel


ukuran konsekuensi untuk menentukan besarnya dampak dari risiko keselamatan
yang terjadi dan berikut adalah tabel untuk menentukan ukuran konsekuensi :

Universitas Sriwijaya
63

Tabel 4.3
Estimasi Konsekuensi

Level Descriptor Uraian


4 Catastrophic Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan
dampak luas yang berdampak panjang,
terhentinya seluruh kegiatan
3 Critical Cedera berat lebih dari satu orang, kerugian
besar, gangguan produksi
2 Major Cedera sedang, perlu penanganan medis,
kerugian finansial besar
1 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedang
Sumber : Rausand, 2005

Setelah dianalisis secara manual, risiko tersebut kemudian diperingkat


berdasarkan matriks peringkat risiko dan menentukan tingkatan risiko dengan
menggunakan rumus : Nilai risiko = Frekuensi x Konsekuensi

Tabel yang digunakan untuk melakukan peringkat risiko sebagai berikut :

Tabel 4.4
Peringkat Risiko

Frekuensi/ (1) (2) (3) (4) (5)


Konsekuensi Very Unlikely Remote Occasional Probable Frequent
4 4 8 12 16 20
Catastrophic
3 3 6 9 12 15
Critical
2 2 4 6 8 10
Major
1 1 2 3 4 5
Minor
Sumber : Rausand, 2005

Dari matrik di atas, didapatkan hasil untuk peringkat risikonya. Angka-


angka tersebut menunjukan nilai dari risiko tersebut, seperti nilai 1-5 berisiko
rendah, nilai 6-11 berisiko sedang dan nilai 12-16 berisiko tinggi (Ramli,
2010). Sedangkan untuk maksud dari warna yang ada didalam tabel menunjukkan
tingkat keparahan suatu risiko, seperti warna hijau risiko ringan dan menyebabkan
luka ringan (tidak kehilangan hari kerja), warna kuning risiko sedang dan
menyebabkan luka berat atau sakit yang menyebabkan perawatan intensif

Universitas Sriwijaya
64

(kehilangan hari kerja), dan warna merah risiko berat dan menyebabkan
meninggal atau cacat yang menyebabkan tidak mampu bekerja lagi ( Ernawati,
2010 dalam Rafa’I, 2015).

Setelah didapatkan hasil peringkat risiko kemudian dengan menggunakan


tabel risk matriks dapat ditentukan risiko-risiko tersebut termasuk dalam risiko
yang dalam kategori tinggi (high), sedang (medium), atau rendah (low).
Tabel 4.5
Risk Matriks Peringkat Risiko

Frekuensi/ (1) (2) (3) (4) (5)


Konsekuensi Very Unlikely Remote Occasional Probable Frequent
4Catastrophic M H H H H
3Critical L M M H H
2Major L M M M H
1Minor L L L M M
Sumber : Modifikasi Ramli, 2010 dan Rausand, 2005

Dibawah ini merupakan tabel penjelasan untuk risk matriks yang


digunakan dalam peringkat risiko :
Tabel 4.6
Risk Matriks Peringkat Risiko

Level Nama Uraian


H High Berisiko tinggi, tidak dapat diterima. Analisis
lebih lanjut harus dilakukan untuk
memberikan perkiraan yang lebih baik dari
risiko. Jika analisis masih menunjukkan risiko
yang tidak dapat diterima atau menengah
mendesain ulang atau perubahan lain harus
dilakukan mengurangi dampak risiko
M Medium Risiko dapat diterima, tapi mendesain ulang
atau perubahan lain harus dipertimbangkan
jika cukup mudah untuk dilakukan. Analisis
lebih lanjut harus dilakukan untuk
memberikan perkiraan yang lebih baik dari
risiko. Ketika menilai kebutuhan dari tindakan
perbaikan, jumlah peristiwa tingkat risiko ini
harus diperhitungkan
L Low Risikonya adalah ukuran risiko rendah dan
tindakan pengendalian lebih lanjut tidak
diperlukan
Sumber : Hydro, 2002 dalam Rausand, 2005

Universitas Sriwijaya
65

Selanjutnya jika peringkat risiko diperoleh, dilakukan evaluasi risiko yaitu


tahapan dalam analisa risiko dengan melakukan evaluasi terhadap risiko apakah
risiko tersebut dapat diterima atau tidak dengan menggunakan konsep ALARP.
Berikut merupakan konsep ALARP ( As Low As Reasonably Practicable ) untuk
evaluasi risiko :

Secara umum tidak Risiko tidak dapat diterima,


Risiko Tinggi dapat diterima kecuali
dalam kondisi
Basic Safety Limit sangat khusus.
ALARP or Tolerable Kurangi risiko
sampai batas yang
dapat diterima.
As Low As Reasonably
Predictable Sisa risiko dapat diterima,
hanya jika pengurangan risiko
lebih lanjut tidak
memungkinkan.
Batas aman
Pengurangan risiko tidak
diperlukan lebih lanjut karena
Risiko Rendah Secara umum dapat diterima sumber daya yang dikeluarkan
tidak sebanding dengan
penurunan risiko.
Gambar 4.1
Konsep ALARP
Sumber : Ramli, 2010.

Selanjutnya dari hasil evaluasi risiko tersebut dapat digunakan untuk


menentukan tindakan pengendalian yang sesuai.

4.5.5 Interpretasi Data


Hasil dari analisis risiko dimulai dari menentukan estimasi
frekuensi, estimasi konsekuensi, peringkat risiko dan evaluasi risiko
selanjutkan diinterpretasikan secara narasi dalam bentuk pembahasan yang
disesuaikan dengan penelitian sebelumnya dan juga literatur pendukung
penelitian. Selain itu hasil foto photovoice pada setiap tahapan kegiatan
peledakan (blasting) diberikan keterangan gambar dalam bentuk
interpretasi narasi singkat,

Universitas Sriwijaya
66

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Perusahaan

5.1.1 Sejarah PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk


Pelopor industri semen di Indonesia ditandai dengan pengoperasian
NV Nederlands Indische Portland Cement Maatscapij (NIPCM) pada
tahun 1910 (saat ini berganti nama PT. Semen Padang (Persero) yang
berlokasi di kota Padang, Sumatera Barat. Sebagai pengembangan dunia
industri semen di Indonesia, Direktorat Geologi bekerja sama dengan Biro
Indutrialisasi, pada tahun 1974, mengadakan studi kelayakan untuk
rencana pembangunan pabrik Semen Baturaja oleh PT. Semen Padang
(Persero), di Kabupaten Ogan Komerung Ulu (OKU), Sumatera sekaligus
survei bahan baku untuk pembuatan semen disekitar Baturaja Kabupaten
OKU.
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk didirikan pada tanggal 14
November 1974 oleh PT. Semen Gresik dengan saham 45% dan PT.
Semen Padang dengan saham 55%. Pada tanggal 9 November 1979 status
perusahaan berubah dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
menjadi Persero dengan komposisi saham pemerintah Republik Indonesia
88%, PT. Semen Padang 7% dan PT. Semen Gresik 5%. Namun sejak
tahun 1991 diambil alih secara keseluruhan oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
Pembangunan pabrik dimulai pada tahun 1978 oleh Ishikawajima
Harima Heavy Industries Company limited (IHI) dari Jepang. Sebagai
General Contractor, IHI bertanggung jawab menyelesaikan seluruh
manajemen proyek, perencanaan, penyediaan dan pembelian bahan
konstruksi, pelatihan dan segalanya yang diperlukan untuk beroperasinya
sebuah pabrik semen dengan mutu yang sesuai dengan NI-8/1972.
Sedangkan pembangunan pabrik lokasi Palembang dan Lampung
dilaksanakan oleh kontraktor utama Kawasaki Heavy Industries yang juga
berasal dari Jepang. Sistem kontrak yang digunakan adalah sistem Turn

Universitas Sriwijaya
67

Key. Kontrak antara PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk dengan IHI
ditandatangani pada tanggal 13 September 1977.
Pembangunan pabrik di ketiga lokasi dinyatakan selesai pada
tanggal 03 Mei 1981 dan operasi komersilnya dimulai pada tanggal 1 Juni
1981, sebagaimana yang ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) modal saham PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk diresmikan
seluruhnya menjadi milik negara RI terhitung dari tanggal 4 Januari 1991
berdasarkan PP No.3 tahun 1991.Semen dipasarkan dengan merk Semen
Tiga Gajah bergambar Tiga Kepala Gajah. Berikut ini gambar yang
digunakan :

Gambar 5.1
Logo PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.
Sumber : Arsip PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.

PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk memakai lambang Tiga Gajah


dalam satu lingkaran, gajah berwarna putih, dasar lambang berwarna hijau
dan tulisan Portland Cement berwarna merah. Arti logo tersebut adalah :

a. Tiga Gajah, Gajah merupakan maskot Sumatera Selatan yang


kuat. Tiga gajah menunjukkan PT. Semen Baturaja (Persero)
Tbk mempunyai tiga lokasi pabrik, yaitu di Baturaja (OKU),
Kertapati (Palembang) dan Panjang (Bandar Lampung).

b. Warna Dasar Hijau, Menunjukkan pemerataan pembangunan


untuk mencapai kemakmuran.
c. Warna Tulisan Merah, Menunjukkan kesiapan para karyawan
untuk bekerja keras untuk menghadapi setiap tantangan atau
hambatan.

Universitas Sriwijaya
68

d. Warna Putih, Menunjukkan kesucian hati dari keseluruhan


karyawan PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.

5.1.2 Lokasi Pabrik PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk


PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk memiliki tiga pabrik yang
terletak di tiga lokasi, meliputi :
a. Palembang
Pabrik Palembang berlokasi di Kota Palembang,
Sumatera Selatan, kegiatan yang dilakukan meliputi unit
penggilingan dan pengantongan semen (grinding dan packing
plant) mulai dari pengolahan klinker menjadi semen Portland
Type I dan Portland Composit Cement, kantor pemasaran, dan
merupakan kantor pusat dari PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk
kapasitas terpasang produksi 350.000 ton semen/tahun. Selain
pabrik, terdapat kantor pusat PT Semen Baturaja (Persero) Tbk.
Luas areal sebesar 43.141 m2.

b. Baturaja
Pabrik Baturaja berlokasi di Baturaja, Kabupaten Ogan
Komering Ulu Sumatera Selatan. Kegiatan industri yang ada di
lokasi pabrik baturaja meliputi, penambangan bahan mentah
(batu kapur dan tanah liat). Lokasi penambangan batu kapur
dan tanah liat untuk kebutuhan pabrik terletak kurang lebih
1.500 meter dari lokasi pabrik PT. Semen Baturaja (Persero)
Tbk, lokasi Site Baturaja terletak sekitar 2,5 km dari pusat kota
Baturaja dan berjarak 198 km dari ibukota Provinsi Sumatera-
Selatan (Palembang).
Selain penambangan kegiatan lain meliputi penggilingan
dan pembakaran barang dalam proses (raw meal dan clinker)
dan penggilingan dan pengantongan barang jadi (semen curah
dan semen bungkus jenis Portland Type I dan Portland
Composit Cement). Unit pembuatan terak ( Clinker Plant Unit)

Universitas Sriwijaya
69

terdapat di Desa Sukajadi Baturaja, dengan kapasitas produksi


terpasang klinker sebesar 1.200.000 ton per tahun dan kapasitas
produksi terpasang semen sebesar 550.000 ton per tahun
dengan batubara sebagai bahan bakar utama reaksi
pembentukan terak dan sumber listrik berasal dari PLN dan
dilengkapi dengan Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
Lokasi pembuatan terak dipilih di Baturaja atas dasar
pertimbangan karena tersedianya bahan mentah dilokasi pabrik
sehingga efisiensi biaya transportasi dan alasan jarak yang
dekat dengan tambang batubara, karena bahan bakar yang
digunakan di PT Semen Baturaja (Persero) Tbk berasal dari
batubara.

c. Panjang
Pabrik Panjang Lampung yang berlokasi di Kota Panjang
Bandar Lampung Provinsi Lampung. Di lampung terdapat unit
penggilingan dan pengantongan semen. Lokasi penggilingan
dan penggantongan semen dipilih di Palembang dan Panjang
atas dasar pertimbangan karena dekat dengan daerah pemasaran
dan dekat dengan pusat sarana pengangkutan, baik untuk
pengangkutan hasil produksi maupun untuk mendatangkan
bahan baku berupa terak. Pabrik Penggilingan dan
Pengantongan Semen di Panjang memiliki Kapasitas 350.000
ton/tahun dengan luas areal sebesar 40.000 m2.

d. Kantor Perwakilan Jakarta


Untuk melancarkan dan memudahkan komunikasi antara
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk. Dengan instasi yang terkait
di pemerintahan,maka dibuka kantor Perwakilan Jakarta yang
beralamat di Gedung Graha Irama Lt. 11 Ruang F Jl. H.R
Rasuna said kav.10 Kuningan-Jakarta.

Universitas Sriwijaya
70

5.1.3 Struktur Organisasi PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk


PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk, merupakan Badan Usaha Milik
Negara yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah. Pemerintah
selaku pemegang saham menjadi Dewan Komisaris yang saat ini diwakili
oleh :
a. Ir. Benny Wachyudi, MBA : Komisaris Utama
b. Ir. Anas Roosjidi : Komisaris Independen
c. Darusman Mawardi : Komisaris Independen
d. Mayjen. (Purn) Syahrial BP P : Komisaris Independen
e. Ir. Chairiah, MBA : Komisaris
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk memiliki satu Direktur Utama
yang membawahi empat Direksi,yaitu :
a. Direktur Utama : Ir. Pamudji Raharjo
b. Direktur Produksi,Pengembangan : Ir. Agus Wahyudin, MM
c. Direktur Pemasaran : Rusniwati Alie, SE
d. Direktur Umum & SDM : Romlan Kurniawan, SE
e. Direktur Keuangan : Drs. Ageng Purboyo A

5.1.4 Visi dan Misi PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk


Berikut merupakan Visi dan Misi dari PT. Semen Baturaja
(Persero) Tbk :
a. VISI
PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk menjadi produsen semen
yang efisien, mempunyai daya saing dan tumbuh.
b. MISI
Adapun misi dari perusahaan PT. Semen Baturaja
(Persero) Tbk antara lain :
1. Memproduksi semen yang berkualitas, efisien dan
memasarkannya dengan mengutamakan kepuasan
pelanggan serta berwawasan lingkungan.
2. Membangun sumber daya manusia yang profesional.
3. Memaksimalkan nilai tambah perusahaan bagi
Stakeholder.

Universitas Sriwijaya
71

5.2 Proses Pembuatan Semen

Secara garis besar, proses pembuatan semen baik semen tipe


Ordinary Portland Cement (OPC) dan Portland Composite Cement (PCC)
produksi PT.Semen Baturaja (Persero) Tbk dimulai dari Raw Material
Preparation, Raw Meal Preparation, Coal Meal Preparation, Clinker
Burning, Cement Grinding, dan terakhir Cement Packing.

5.2.1 Raw Material Preparation


Aktivitas pada tahap ini meliputi : penambangan, pemecahan batu
kapur dan tanah liat, penyimpanan raw material kedalam storage.
Penambangan bertujuan untuk mengambil bahan mentah untuk pembuatan
semen yaitu batu kapur, tanah liat, pasir besi, dan pasir silika. PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk hanya melakukan penambangan batu kapur dan
tanah liat. Pasir besi didapatkan dengan membeli dari perusahaan
pengembang metalurgi, sedangkan pasir silika juga dibeli dari
penambangan rakyat. Kedua bahan tersebut digunakan sebagai bahan
koreksi pada bahan mentah utama (batu kapur dan tanah liat) apabila
komposisi raw material-nya kekurangan SiO2 dan Fe2O3.
Penambangan tanah liat berlokasi di dekat penambangan batu
kapur yang memiliki luas penambangan sekitar 27,4 ha dengan sistem
penggalian dari atas. Aktifitas penambangan tanah liat hampir sama
dengan penambangan batu kapur, yang membedakan adalah tidak adanya
proses drilling dan blasting.
Bahan baku dari penambangan kemudian diproses menuju tahap
pemecahan (crushing) menjadi ukuran yang lebih kecil sesuai ukuran
standar untuk proses penggilingan bahan mentah. Proses pemecahan batu
kapur dan tanah liat dilakukan secara terpisah menggunakan alat yang
dinamakan single shaft hammer crusher untuk pemecahan batu kapur dan
double roller crusher untuk tanah liat. Produk yang akan disimpan dalam
storage pile, dikenakan prehomogenisasi agar tidak terjadi fluktuasi
komposisi kimia dari batu kapur yang beragam, dan didapatkan komposisi
bahan baku yang homogen yang membuat operasi menjadi lebih stabil.

Universitas Sriwijaya
72

5.2.2 Raw Meal Preparation


Didalam vertical mill terjadi empat proses yang berlangsung secara
simultan, yaitu penggilingan, pengeringan, transport, dan separasi. Proses
penggilingan dimulai ketika bahan baku yang masuk akan langsung jatuh
di centre table yang berputar dan bergerak ke arah luar centre table karena
gaya sentrifugal table. Tahap ini material digiling dengan empat roller
mill sekaligus dipanaskan gas panas yang masuk ke mill melewati nozzle
ring dan terjadilah proses pengeringan hingga kadar H2O bahan baku
<1%.
Gas panas berasal dari gas sisa pendinginan clinker di grate cooler
dan mengalir secara terus menerus selama mill beroperasi. Selain itu hot
gas juga dibangkitkan dari heat generator yang dihidupkan pada awal mill
beroperasi (ketika belum ada bahan baku). Luaran dari multicyclone ada
dua yaitu bottom dan top product. Bottom product yang keluar dari
multicyclone adalah raw meal yang kemudian ditransportkan menuju CF-
Silo. Di dalam CF-Silo terjadi proses homogenisasi pada timbunan raw
meal dan disimpan sebagai umpan kiln.

5.2.3 Coal Meal Preparation dan Clinker Burning


Proses diawali dengan pemanasan sistem (heating up) yang
bertujuan untuk mempersiapkan kondisi operasi coal mill dengan cara
memasukkan gas panas dari buangan kiln hingga mencapai temperatur
tertentu dan harus dilakukan dengan benar supaya tidak membahayakan
sistem sebelum dimasuki bahan yang mudah terbakar, yaitu batubara.
Peralatan yang dipakai dan prinsip kerjanya sama dengan vertical raw
mill. Keberhasilan proses penggilingan batubara selain dari segi kuantitas
juga ditinjau dari kualitasnya yaitu kadar air dan kehalusan fine coal
produk coal mill standar air maksimal 9%, agar tidak merugikan proses
pembakaran, sedangkan kehalusan batubara dibatasi maksimum 20% yang
lolos ayakan 90µ. Tingkat kehalusan yang berlebihan akan merugikan
dalam proses pembakaran.
Raw meal yang telah dihomogenisasi di dalam CF Silo dikeluarkan
dan dengan menggunakan serangkaian peralatan transport. Lalu raw meal

Universitas Sriwijaya
73

diumpankan ke puncak peralatan yang dinamakan preheater. Peralatan ini


terdiri dari 2 unit (2 string) yang masing-masing string terdiri dari 4
cyclone dan salah satu string dilengkapi dengan burner pre-calsiner
(secondary burner). Di dalam preheater, mulai dari cyclone di bagian
paling atas hingga ke bagian bawah raw meal terjadi beberapa proses.
Pertama adalah pemanasan awal meliputi proses pengeringan, yaitu
penguapan uap air dibahan pada 200 derajat celcius hingga raw meal
bergerak turun ke siklon dibawahnya dan terus dipanaskan dengan
temperatur yang lebih tinggi. Kemudian, pada siklon bagian bawah
didekat kiln feed terjadi precalciner yaitu penguapan karbonat menjadi
oksida CaO dan MgO serta CO2pada 600–8000C. Dengan adanya
preheater dua string dan dilengkapi dengan burner precalsiner, maka akan
terjadi peningkatan atau percepatan proses kalsinasi (sebagian besar proses
kalsinasi sudah terjadi di preheater) dan beban kalsinasi didalam kiln
menjadi lebih ringan atau berkurang.
Panas yang disuplay ke preheater untuk melakukan proses tersebut
berasal dari panas buangan kiln, yang ditarik oleh ID fan A dan B. Output
raw meal dari preheater diumpankan kedalam kiln (tanur putar) untuk
dibakar hingga temperature > 1450oC. Seperti yang terlihat pada gambar
24, kiln berbentuk silinder berdiameter 4,5 m, dengan panjang 75 m,
mempunyai kemiringan 2o mempunyai kecepatan putar 1,5-2 rpm. Bahan
bakar untuk pembakaran didalam kiln adalah fine coal yang disuplai dari
pfitser.
Selanjutnya, lelehan clinker panas luaran dari kiln didinginkan
secara mendadak (quenching), yang prosesnya terjadi didalam alat yang
dinamakan grate cooler. Quenching dilakukan untuk menghasilkan klinker
yang rapuh sehingga memudahkan penggilingan clinker. Kemudian untuk
melindungi alat transport dari tingginya temperature klinker, grate cooler
memanfaatkan panas yang terdapat pada klinker, untuk disuplai ke
preheater, vertical mill, coal mill. Cooler jenis ini banyak dikembangkan
di pabrik semen sekarang ini, salah satunya di PT. Semen Baturaja

Universitas Sriwijaya
74

(Persero) Tbk karena dapat menurunkan temperatur klinker sampai 50˚C


dan kapasitas kiln bisa ditingkatkan.
Proses pendinginannya menggunakan sistem cross current dengan
beberapa buah fan panjang dan jumlah kompartemennya dari grate cooler
tergantung kepada kapasitas kiln. Udara bekas pendinginan + 50 %
digunakan untuk udara sekunder dari pembakaran dan sebagian lagi
dipakai untuk udara pada sistem precalciner dan dikirim untuk
pengeringan di vertical mill yang ditransfer melalui boster fan yang telah
disaring antara debu dan udara panas melalui multicyclone. Sisa dari
pemanfaatan udara panas dibuang melalui penyaringan electrostatic
precipitator (EP) yang ditarik melalui EP fan lalu dibuang ke stack.

5.2.4 Cement Grinding dan Cement Packing


Klinker yang telah disimpan didalam silo kemudian dikeluarkan
kembali untuk dicampur menggunakan gypsum lalu digiling untuk menjadi
semen. Peralatan yang dipakai untuk menggiling klinker menjadi semen di
site baturaja ada dua. Alat pertama adalah tube mill satu kompartemen
yang dilengkapi HRP, dan yang kedua adalah vertical cement mill hasil
dari proyek pembangunan cement mill II dan packer pada tahun 2011.
Untuk persiapan operasinya, terlebih dahulu dilakukan pengisian
bahan-bahan baku pembuatan semen, yaitu klinker, gypsum, dan bahan
ketiga. Pengisian klinker diambil dari bin clinker, yang di ambil dari silo
clinker (Silo III). Pengisian bin gypsum yang di ambil dari bin utama
gypsum di area loading atau bisa juga diisikan melalui hopper, termasuk
juga pengisian bin bahan ketiga yaitu batu kapur. Kemudian klinker,
gypsum dan batu kapur ditakar pada perbandingan tertentu menggunakan
dosimat feeder, dimana komposisinya diperoleh dari analisa laboratorium.
Pada tahap inilah ditentukan semen jenis apakah yang akan dibuat.
Apabila ingin membuat semen tipe OPC, maka komposisi bahan ketiga
(pozolan, trass, batu kapur) adalah < 5%. Sedangkan untuk PCC
komposisi bahan ketiga bisa mencapai 6-35% dari total komposisi
penyusunnya.

Universitas Sriwijaya
75

Selanjutnya seluruh material diumpankan masuk ke dalam HRP


(hydraulic roller press) berkapasitas 75 ton/jam, dengan tujuan untuk pre-
grinding material (coarse grinding) sebelum masuk kedalam tube mill.
Tujuan lainnya dilakukan pre-grinding adalah memudahkan penggilingan
di tube mill dan efisiensi penggilingan menjadi lebih naik. Material yang
telah tergiling (semen), kemudian akan dihisap grit separator fan masuk
kedalam grit separator. Semen yang sudah lebih halus akan keluar
bersama udara dari grit separator menuju cyclone, sedangkan yang masih
kasar diumpankan kembali dari grit separator masuk ke HRP kembali.
Peralatan kedua untuk penggilingan semen di Pabrik Baturaja
adalah vertical cement mill berkapasitas 125 ton/jam. Konstruksi alat ini
mirip dengan peralatan yang dipakai untuk penggilingan bahan mentah.
Letak perbedaannya tidak terlalu banyak, seperti konstruksi spring
assembly, jumlah dan model roller, sistem pengumpanan, namun prinsip
kerja alat ini dapat dikatakan sama. Penggunaan vertical mill sendiri
memiliki banyak keunggulan dibandingkan HRP ditambah tube mill. Salah
satu letak keunggulannya adalah power consumption-nya lebih rendah dan
kehalusan produk lebih fleksibel untuk di setting.
Berlanjut keproses yang terakhir yaitu cement packing.. Semen dari
dalam silo dikeluarkan, lalu dibawa menggunakan peralatan transport
menuju vibrating screen. Tujuannya adalah memastikan tidak adanya
benda asing yang ikut terbawa ke semen yang akan dijual. Selanjutnya
semen yang sudah bebas benda asing dimasukan kedalam bin, lalu
diumpankan ke rotary packer untuk dikemas dalam bentuk semen zak 50
kg.
Semen zak ditransportkan menggunakan belt conveyor menuju truk
pengangkut untuk membawa semen zak ke pasaran. Untuk semen big-bag
pengisiannya langsung dari bin khusus yang sudah disediakan untuk
mengisi kantong ukuran 1 ton. Sedangkan untuk truk kapsul, pengisian
semen langsung dari mengekstrak melalui silo semen menggunakan
telescopic ke dalam truk kapsul. Berikut merupakan diagram alir
pembuatan semen di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk :

Universitas Sriwijaya
76

Raw Material Preparation


Penambangan, pemecahan
batu kapur dan tanah liat,
penyimpanan raw material
kedalam storage

Raw Meal Preparation


Proses penggilingan,
pengeringan, transport, dan
separasi material

Coal Meal Preparation


Pemanasan sistem (heating
up) yang bertujuan untuk
mempersiapkan kondisi
operasi coal mill

Clinker Burning
Pemanasan awal dan proses
pengeringan material

Cement Grinding
Pencampuran gypsum lalu
digiling untuk menjadi semen

Cement Packing
Ekstraksi semen dari dalam
silo semen, dibawa ke unit
pengantongan dan dikemas
dalam bentuk zak
Gambar 5.2
Alur pembuatan semen di PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk

Universitas Sriwijaya
77

5.3 Unit Penyediaan Bahan Mentah (PBM)

Berdasarkan tingkatan esselon II di PT. Semen Baturaja, terdapat


beberapa Biro, salah satunya adalah Biro Penyediaan Bahan Mentah (PBM),
dimana Biro PBM ini terbagi atas dua unit kerja, yaitu unit kerja Operasi
Tambang (OPT) dan Eksplorasi & PerencanaanTambang (EPT). Berikut
adalah struktur organisasi di Unit PBM :

Gambar 5.3
Struktur Organisasi Biro PBM
Sumber : Data Biro PBM PT Semen Baturaja, 2015

Unit PBM merupakan unit kerja yang bertanggung jawab dalam


penyediaan bahan mentah pembuatan semen seperti batu kapur dan tanah liat.
Kegiatan yang utama adalah peledakan yang digunakan untuk membongkar
batuan kapur dari batuan induknya hingga menjadi ukuran batuan yang lebih kecil
sehingga dengan mudah dapat diproses kembali menuju tahapan selanjutnya
untuk pembuatan semen.
Kegiatan peledakan dilakukan oleh kontraktor PT. UTSG dimulai dari juru
ledak hingga asisten peledakan, sedangkan pihak Biro PBM PT. Semen Baturaja
merupakan pengawas kegiatan peledakan tersebut agar sesuai dengan SOP.

Universitas Sriwijaya
78

5.4 Karakteristik Informan

a. Karakteristik Informan Kunci


Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah dua orang yaitu
1 orang Wakil Kepala Teknik Tambang dan 1 orang dari divisi K3LH
Unit PBM.
Tabel 5.1
Karateristik Informan Kunci

Massa
Jenis Umur
No Jabatan Inisial Pendidikan Kerja
Kelamin (Tahun)
(Tahun)
1 Wa.KTT Laki-laki S1 32 Thn 3 Thn
2 Bag. K3LH Perempuan D3 23 Thn 2 Thn

b. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, meliputi :
1 orang dari bagian peledakan, 1 orang juru ledak, 1 orang safety
officer kontraktor UTSG.
Tabel 5.2
Karateristik Informan

Jenis Umur Massa


No Jabatan Inisial Pendidikan
Kelamin (Tahun) Kerja
1 Juru Ledak Laki-laki S1 41 2,5 Thn
2 Safety Officer Laki-laki S1 37 2,5 bln
Operator
3 Laki-laki S1 25 3 Thn
Peledakan

5.5 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko dilakukan pada setiap tahapan peledakan (blasting)


di Unit PBM PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk meliputi, pengeboran lubang
ledak, penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel dan detonator,
pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel dan detonator, pencampuran,
pengangkutan, pengisian, perakitan, saat peledakan, hingga pasca peledakan.
Dari hasil identifikasi risiko menggunakan hasil checklist, observasi
langsung, telaah dokumen, dan wawancara mendalam teridentifikasi 36 jenis
sumber bahaya (hazard) yang berisiko menimbulkan 52 risiko. Berikut

Universitas Sriwijaya
79

adalah risiko-risiko yang teridentifikasi dari setiap tahap kegiatan peledakan


(blasting) :

5.5.1 Pengeboran Lubang Ledak


Hasil identifikasi risiko pada tahap pengeboran lubang ledak
teridentifikasi 5 jenis sumber bahaya yang berasal dari unit drill, debu
batuan, landasan (drill pad), terik matahari, dan track drill. Sumber bahaya
tersebut berisiko menimbulkan 8 risiko meliputi : terjatuh dari unit,
gangguan pendengaran, terpapar/terhirup debu hasil pengeboran, unit
terbalik dan terperosok dari tebing, heat stress serta operator terjepit dan
terlindas track saat proses moving. Identifikasi risiko juga didapat dari
informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan metode photovoice.
Berikut hasil foto kegiatan pengeboran dilapangan :

Gambar 5.4
Unit Drill dan Kegiatan Pemboran Lubang Ledak

Hasil photovoice dari gambar 5.4, terlihat bahwa :


“ Kegiatan pengeboran lubang ledak dilakukan menggunakan unit drill
jenis drill terbuka sehingga posisi track drill dan batang bor sangat dekat
dengan posisi operator saat mengoperasikan drill yang berisiko dapat
menyebabkan operator terjatuh, tertimpa batang bor, terjepit dan terlindas
track. Selain itu dengan kondisi jalan yang tidak rata, dapat menyebabkan
unit terbalik dan hasil kegiatan pengeboran ini menimbulkan banyak debu
material” (Maharani/Photovoice).

Universitas Sriwijaya
80

5.5.2 Penyimpanan Ammonium Nitrat, Power Gel, dan Detonator


Hasil identifikasi risiko pada tahap penyimpanan Ammonium
Nitrate, Power Gel, dan Detonator teridentifikasi 4 jenis sumber bahaya
yang berasal dari Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator dan petir.
Sumber bahaya tersebut berisiko menimbulkan 2 risiko meliputi,
terpapar/terhirup serbuk Ammonium Nitrate saat memasuki gudang dan
risiko ledakan yang dapat memicu kebakaran jika power gel dan detonator
meledak yang salah satunya dipicu dari sambaran petir. Identifikasi risiko
juga didapat dari informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan
metode photovoice. Berikut hasil foto tempat penyimpanan bahan peledak :

Gambar 5.5
Gudang Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator
Sumber : Dokumentasi Biro PBM

Hasil photovoice dari gambar 5.5, terlihat bahwa :


“Penyimpanan Ammonium Nitrate harus menggunakan kemasan aslinya,
hal itu dimaksudkan untuk mencegah kebocoran pada karung yang dapat
berisiko terpapar/terhirup serbuk AN. Sedangkan penyimpanan Power Gel
juga harus dengan kemasan asli dan maksimal tumpukan Power Gel 5
tumpukan, dan untuk penyimpanan detonator menggunakan rak yang
diberikan nomor sesuai waktu delay dari detonator dan masing-masing
harus disusun diatas bangku/ balok kayu. Hal ini dikarenakan bahan-

Universitas Sriwijaya
81

bahan tersebut mudah meledak yang dapat memicu kebakaran gudang”


(Maharani/Photovoice).

Gambar 5.6
Gudang Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator

Hasil photovoice dari gambar 5.6, terlihat bahwa :


“ Gudang penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator
harus terpisah dan masing-masing gudang harus dilengkapi dengan
penangkal petir hal tersebut untuk mencegah terpaparnya bahan peledak
dengan sumber panas/listrik yang dapat memicu ledakan yang berasal dari
power gel dan detonator yang dapat menyebabkan kebakaran gudang”
(Maharani/Photovoice).

5.5.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator


Hasil identifikasi risiko pada tahap pengambilan Ammonium
Nitrate, Power Gel, dan Detonator teridentifikasi 4 jenis sumber bahaya
yang berasal dari Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator dan pintu
gudang. Sumber bahaya tersebut berisiko menimbulkan 5 risiko meliputi,
terjatuh, terkilir dan tersandung bangku/ balok kayu saat mengangkat
karung AN, terbentur saat keluar dari gudang dan risiko ledakan dari power
gel atau detonator yang memicu kebakaran gudang. Identifikasi risiko juga
didapat dari informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan metode
photovoice. Berikut hasil foto saat pengambilan bahan peledak :

Universitas Sriwijaya
82

Gambar 5.7
Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator

Hasil photovoice dari gambar 5.7, terlihat bahwa :


“ Pekerjaan mengambil dan mengangkat karung AN, Power Gel, dan
Detonator dilakukan secara manual oleh helper peledakan. Banyak karung
saat pengambilan per orangnya maksimal 3 tumpukan hal itu dimaksudkan
untuk menghindari risiko terjatuh, tangan terkilir, tersandung bangku dan
terbentur kusen pintu saat pengeluaran. Khusus detonator dan power gel
dibawa dengan kemasan asli/ kotak khusus untuk meminimalisir terjadinya
risiko ledakan apabila saat pengambilan kedua item ini terjatuh dan
membentur lantai dan dapat menghindari paparan panas/sumber listrik”
(Maharani/ Photovoice).

5.5.4 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar)


Hasil identifikasi risiko pada tahap pencampuran Ammonium Nitrat
dan Fuel Oil (solar) teridentifikasi 4 jenis sumber bahaya yang berasal dari
Ammonium Nitrat, Fuel Oil (solar), saklar dan mesin mollen. Sumber
bahaya tersebut berisiko menimbulkan 9 risiko meliputi, terjatuh, terkilir,
tertimpa saat mengangkat karung AN, tersayat/tegores dan terhirup serbuk
AN saat membuka karung AN, tersengat listrik dan terjepit saat
menghidupkan saklar mesin mollen, terpeleset dan terbentur saat
membersihkan tempat pencampuran. Identifikasi risiko juga didapat dari
informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan metode photovoice.
Berikut hasil foto tahap pencampuran bahan peledak :

Universitas Sriwijaya
83

Gambar 5.8
Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar)

Hasil photovoice dari gambar 5.8, terlihat bahwa :


“ Pekerjaan pencampuran AN dan fuel oil dilakukan manual oleh helper
dimulai dari membuka karung AN menggunakan cutter, menuangkan AN
dan fuel oil (solar) kedalam mollen, menampung hasil pencampuran
ANFO. Hal ini menyebabkan helper berinteraksi langsung dengan bahan
yang berisiko mulai dari terjatuh, terkilir, tertimpa, terjepit,
tersayat/tergores. Selain itu kondisi tempat pencampuran yang terdapat
ceceran/ tumpahan solar berisiko membuat helper dapat terpeleset dan
terbentur dinding dan lantai.” (Maharani/Photovoice).

5.5.5 Pengangkutan Ammonium Nitrate, Power Gel, Detonator


Hasil identifikasi risiko pada tahap pengangkutan teridentifikasi 3
jenis sumber bahaya yang berasal dari lintasan, detonator dan power gel
yang dibawa, dan unit kendaraan sendiri. Sumber bahaya tersebut berisiko
menimbulkan 4 risiko meliputi, unit kendaraan terbakar, terbalik,
terperosok dan bertabrakan dengan unit kendaraan lain. Identifikasi risiko
juga didapat dari informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan
metode photovoice. Berikut hasil foto saat pengangkutan bahan peledak ke
lokasi peledakan :

Universitas Sriwijaya
84

Gambar 5.9
Unit kendaraan pengangkut bahan peledak dan kondisi lintasan menuju lokasi
peledakan

Hasil photovoice dari gambar 5.9, terlihat bahwa :


“ Unit kendaraan pengangkut bahan peledak adalah kendaraan yang
memiliki bak terbuka dan kondisi jalan menuju lokasi tambang/ lokasi
peledakan memiliki permukaan yang tidak rata, bergelombang, dan
bertebing yang berisiko menyebabkan unit dapat terbalik, terperosok dan
dapat bertabrakan dengan unit lain saat melintasi lintasan yang sama”
(Maharani/Photovoice).

5.5.6 Pengisian Bahan Peledak


Hasil identifikasi risiko pada tahap pengisian bahan peledak
teridentifikasi 3 jenis sumber bahaya yang berasal dari bahan peledak
(ANFO), terik matahari, dan lubang ledak. Sumber bahaya tersebut berisiko
menimbulkan 4 risiko meliputi, terperosok dan terpapar/ terhirup serbuk
ANFO saat memasukkan kedalam plastik, heat stress saat bekerja diarea
terbuka, dan terkena lemparan batuan kecil apabila saat pengisian masih
terdapat air didalam lubang ledak yang mengharuskan dilakukan
penyedotan dengan bantuan drill. Identifikasi risiko juga didapat dari
informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan metode photovoice.
Berikut hasil foto saat pengisian ANFO :

Universitas Sriwijaya
85

Gambar 5.10
Pengisian bahan peledak kedalam lubang ledak

Hasil photovoice dari gambar 5.10, terlihat bahwa :


“ Pengisian ANFO dilakukan manual oleh helper peledakan sehingga
berisiko dapat terpapar/terhirup serbuk AN saat memasukkan ANFO
kedalam plastik dan apabila didalam lubang ledak masih terdapat air
sehingga harus disedot/ penyemprotan dengan menggunakan drill yang
berisiko menimbulkan lemparan batuan kecil yang dapat mengenai helper.
Dengan kondisi lokasi lubang ledak yang berada dipinggir tebing dapat
berisiko menyebabkan helper terperosok” (Maharani/Photovoice).

5.5.7 Perakitan Rangkaian


Hasil identifikasi risiko pada tahap perakitan rangkaian
teridentifikasi 6 jenis sumber bahaya yang berasal dari detonator, power
gel, kabel sambungan, terik matahari, petir dan lubang ledak. Sumber
bahaya tersebut dapat menimbulkan 4 risiko meliputi, terperosok, rangkaian
dapat meledak sebelum waktunya atau tanpa blasting machine apabila
terpapar sumber panas/listrik, tersambar petir jika melakukan perakitan saat
cuaca mendung, dan heat stress saat bekerja di area terbuka. Identifikasi
risiko juga didapat dari informasi dari foto yang diambil dengan
menggunakan metode photovoice. Berikut hasil foto saat kegiatan perakitan
rangkaian :

Universitas Sriwijaya
86

Gambar 5.11
Perakitan rangkaian

Hasil photovoice dari gambar 5.11, terlihat bahwa :


“ Proses perakitan rangkaian dilakukan manual oleh helper peledakan dan
dilakukan diwaktu siang hari/ saat cuaca tidak mendung untuk
menghindari risiko tersambar petir yang dapat memicu ledakan dari
rangkaian (power gel dan detonator) dan dengan kondisi lokasi lubang
ledak yang berada dipinggir tebing dapat berisiko menyebabkan helper
terperosok”(Maharani/Photovoice).

5.5.8 Saat Peledakan


Hasil identifikasi risiko pada saat peledakan teridentifikasi 4 jenis
sumber risiko yang berasal dari rangkaian peledakan, shelter, debu batuan,
dan hasil ledakan. Sumber bahaya tersebut berisiko menimbulkan 5 risiko
meliputi, gangguan pendengaran dari hasil suara ledakan, rangkaian
meledak sendiri, tertimpa lemparan material yang diledakkan, terpapar/
terhirup debu hasil peledakan dan risiko getaran. Identifikasi risiko juga
didapat dari informasi dari foto yang diambil dengan menggunakan metode
photovoice. Berikut hasil foto saat peledakan :

Universitas Sriwijaya
87

Gambar 5.12
Saat Peledakan

Hasil photovoice dari gambar 5.12, terlihat bahwa :


“ Saat peledakan berlangsung yang ada di area peledakan hanya ada juru
ledak dan 1-2 orang helper peledakan, oleh karena itu posisi shelter
diposisikan pada jarak aman dari lubang ledak untuk menghindari risiko
terkena lemparan batuan (flyrock), getaran dan suara bising saat
peledakan berlangsung. Selain itu rangkaian didalam lubang ledak juga
berisiko dapat meledak sendiri apabila terpapar sumber panas seperti api,
petir, atau arus listrik yang membahayakan keselamatan juru ledak dan
helper karena rangkaian terhubung dengan blasting machine yang ada
didalam shelter” (Maharani/Photovoice).

5.5.9 Pasca Peledakan


Hasil identifikasi risiko pada pasca peledakan teridentifikasi 3 jenis
sumber bahaya yang berasal dari lubang ledak, debu batuan, dan rangkaian
peledakan. Sumber bahaya tersebut berisiko menimbulkan 3 risiko
meliputi, terperosok dan terpapar/terhirup debu saat melakukan
pemeriksaan hasil ledakan, dan rangkaian meledak tiba-tiba jika terdapat
rangkaian yang belum meledak saat proses peledakan sebelumnya.
Identifikasi risiko juga didapat dari informasi dari foto yang diambil dengan
menggunakan metode photovoice. Berikut hasil foto pasca peledakan :

Universitas Sriwijaya
88

Gambar 5.13
Pemeriksaan Pasca Peledakan

Hasil photovoice dari gambar 5.13, terlihat bahwa :


“ Saat juru ledak melakukan pemeriksaan pasca peledakan kondisi batuan
di area yang diledakan menjadi tidak kokoh dan berisiko juru ledak dapat
terperosok, dan apabila didalam lubang ledak terdapat rangkaian yang
belum meledak sebelumnya dapat berisiko meledak tiba-tiba Karena
kondisi rangkaian dalam keadaan terbuka” (Maharani/Photovoice).

5.6 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah semua tahapan dalam


kegiatan peledakan (blasting) di PT. Semen Baturaja. Berikut merupakan
penjelasan mengenai ruang lingkup kegiatan peledakan :
Tabel 5.3
Personil Peledakan

Pekerjaan/
Jumlah
No. Tanggung Keterangan
personil
Jawab
a. Juru Ledak Kontraktor (bersertifikasi)
1 Juru Ledak 2 orang
b. Juru Ledak PT.SB (bersertifikasi)
Juru Bor Kontraktor untuk 2 unit mesin
2 Juru Bor 2 orang
Bor
a. Helper Peledakan (crew peledakan)
3 Helper 4 orang
b. Helper Juru Bor
a. Security / Satpam pihak Kontraktor
4 Keamanan 6 orang
b. WASHANDAK Polres OKU
Monitor Monitoring Efek Getaran dan Kebisingan
5 2 orang
Peledakan Peledakan (Personil dari PT.SB)
Total 22 orang
Sumber : Dokumen Unit PBM PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk

Universitas Sriwijaya
89

5.6.1 Pengeboran Lubang Ledak


Kegiatan pemboran dilakukan dengan tujuan untuk membuat lubang
ledak dengan alat bor jenis Furukawa Rock Drill PCR200 dan
menggunakan tenaga penggerak kompresor PDS750S. Pemilihan alat ini
didasarkan pada kemampuan produksi alat bor, jenis material yang akan di
bor serta kapasitas produksi yang ingin dicapai.
Pola pemboran adalah tipe staggered atau selang-seling (zig-zag)
yang bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya bolder
(bongkahan besar) sehingga diperoleh ukuran fragmentasi yang relatif
seragam. Untuk geometri peledakan di PT. Semen Baturaja mengacu pada
persamaan-persamaan Robert L Ash yang terdiri dari burden 3 meter, spasi
5 meter, posisi kemiringan lubang 90 derajat, dan kedalaman lubang bor
yang bervariasi antara 3 meter hingga 9 meter.
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan
pengawas peledakan (Bpk. IH) adalah sebagai berikut :

“Kalo untuk kedalaman kita lihat batuan dilapangan juga karena dari
untuk tambang disini kana da 3 meter, 6 meter , 10 meter apabila kita ingin
pengembangan diluar lokasi misal ABC kita pingin dilokasi misal di A 3
meter B 6 meter dan C 9 meter apabila kita dilokasi B 6 meter bearti kita
harus mengebor 6 meter mungkin disitu juga ada hasil peledakan yang
maksimal sehingga perlu peledakan ulang mungkin biasanya ada yang 3
meteran mungkin sekedar tambahan kayak gitu jadi tergantung lokasi
tersebut”. IH (Pengawas Peledakan).

5.6.2 Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Industri yang melibatkan penggunaan bahan peledak harus
mempunyai gudang penyimpanan bahan peledak yang sudah
dipersyaratkan. Gudang bahan peledak untuk penyimpanan bahan
Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator di Unit PBM sudah hampir
mengikuti persyaratan gudang penyimpanan sesuai KEPMEN
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Namun untuk gudang

Universitas Sriwijaya
90

Ammonium Nitrate dan Power Gel yang seharusnya dipisahkan tetapi


disini masih dalam satu gudang yang sama.

5.6.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Sesuai KEPMEN Pertambangan dan Energi No.
555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum saat mengeluarkan bahan peledak dari dalam
gudang sebelumnya dilakukan penandatanganan berita acara dan dokumen
terkait pengeluaran bahan peledak, selain itu pengeluaran AN harus
dengan kemasan aslinya dan khusus pengeluaran detonator dan power gel
harus dimasukkan dalam kotak khusus. Masing-masing bahan peledak
yang keluar dari gudang jumlahnya sesuai dengan berita acara peledakan
pada saat itu.

5.6.4 Pencampuran Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil (solar)


Kegiatan pencampuran bahan peledak dimulai dengan
mencampurkan Amonium Nitrate dengan Fuel Oil (solar) atau yang disebut
dengan ANFO. Perbandingan antara Ammonium Nitrate dengan solar yang
dicampurkan sebagai bahan peledak ini 94,5% Ammonium Nitrate dan
5,5% solar. Komposisi tersebut bertujuan agar mendapatkan hasil Zero
Oxygen Balance atau tidak menghasilkan gas beracun pada saat peledakan
berlangsung.
Sebelum melakukan pencampuran terlebih dahulu solar diberi
pewarna merah (OKER) agar terlihat perbedaan pada saat dicampurkan.
Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan pada Ammonium Nitrate yang
tercampur solar dan Ammonium Nitrate yang belum dicampurkan solar.
Pencampuran ANFO dan solar dilakukan didalam mesin manual yang
disebut mollen.
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan
pengawas peledakan (Bpk. IH) adalah sebagai berikut :

“Disini kita untuk melihat pencampuran kita tambahkan zat pewarna atau
disebut OKER. Jadi kalo semisalnya Ammonium Nitrate warna putih , solar

Universitas Sriwijaya
91

bewarna putih kalo kita campur kita tidak kelihatan sudah tercampur
merata atau belum untuk memastikan merata atau belum kita kasih
pewarna . itu kalo dikasih pewarna kan ketika tercampur berubah warna
apabila butiran-butiran AN nya tadi sudah bewarna bearti sudah merata”.
IH (Pengawas Peledakan).

5.6.5 Pengangkutan Bahan Peledak


Bahan peledak yang sudah dikeluarkan dari gudang handak
kemudian dibawa menuju ke lokasi peledakan dengan menggunakan mobil
bak terbuka. Kegiatan pengangkutan bahan peledak ke lokasi peledakan ini
dikawal oleh beberapa orang yang terdiri tentara, polisi, petugas K3, dan
juru ledak. Prosedur kegiatan yang harus dilakukan selama kegiatan
pengangkutan bahan peledak ke lokasi peledakan yaitu dengan
membunyikan sirine dan memasang atau mengibarkan bendera merah di
mobil bak terbuka tersebut.

5.6.6 Pengisian Bahan Peledak


Setelah lubang ledak selesai di bor, juru ledak dan helper peledakan
menyiapkan bahan peledak untuk dimasukkan kedalam setiap lubang ledak.
Komposisi dan density dari bahan peledak harus disesuaikan dengan
kebutuhan. Pengisian bahan peledak kedalam lubang ledak menggunakan
metode bottom loading yaitu primer ditempatkan dibagian dasar lubang
ledak dan bahan peledak yang tidak resisten terhadap air seperti ANFO
dimasukkan kedalam plastik yang bertujuan apabila ada lubang bor yang
basah dan berisi air tidak mempengaruhi besar ledakan yang dihasilkan,
namun sebelumnya lubang bor harus di semprot dengan udara bertekanan
tinggi yang dihasilkan oleh kompresor.
Didalam primer terdapat satu delay detonator listrik yang
dimasukkan kesalah satu dinamit. Penggunaan delay detonator listrik
bertujuan agar mengurangi vibrasi pada daerah disekelilingnya. Selanjutnya
ANFO dimasukkan kedalam lubang bor sampai pada batas yang telah
ditentukan. Setelah kolom lubang ledak terisi penuh oleh bahan peledak

Universitas Sriwijaya
92

sedalam 3,9 meter, lubang bor ditutup dengan stemming yang berasal dari
cutting bor setinggi 3 meter.
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan Juru
Ledak (Bpk. S) adalah sebagai berikut :

“Itu antara jarak delay ke millisecond, antara 1 ke, 2, ke 3, ada jaraknya,


supaya meledaknya tidak bersamaan. Yang pastinya 3 millisecond, jadi
jaraknya 1 ke 2 jaraknya 3 millisecond, kalo kita bagi kan gak 1 ke 2 gini,
biasanya 1 ke 4, 4 sampai ke 6, nanti ada jarak delaynya, jadi dari 3 ke 4
ada lah 6 millisecond. Jadi dari 1 ke 2 delaynya 3 millisecond, dari 2 ke 3
adalah 6 millisecond, dari 3 ke 4 delaynya 9 millisecond, terus begitu
dikalkulasikan. Tujuannya adalah untuk mengurangi vibrasi atau
getaran”. S (Juru Ledak).

5.6.7 Perakitan Rangkaian


Setelah primer dan ANFO terisi penuh didalam lubang ledak
selanjutnya Leg Wire dirangkai dengan kombinasi seri lalu Connecting
Wire akan di hubungkan terlebih dahulu ke Ohm Meter untuk memeriksa
besar hambatan yang ada pada rangkaian yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya Mistfire (Peledakan Tidur) yang baru setelah diperiksa dengan
Ohm Meter rangkaian dihubungkan ke Blasting Machine. Blasting
Machine merupakan alat untuk mengalirkan energi listrik ke detonator.

5.6.8 Saat Peledakan


Setelah rangkaian dihubungkan ke Blasting Machine, dilakukan
prosedur yaitu adanya aba-aba dari juru ledak tanda siap melakukan
tembakan yang lalu operator peledakan membunyikan sirine 3 kali sebagai
tanda mulai peledakan dan memberi aba-aba penembakan. Setelah aba-aba
dari operator mengatakan tembak, juru ledak menekan tombol pada
Blasting Machine yang kemudian detonator akan memicu ledakan pada
primer dan meneruskannya ke ANFO yang berfungsi sebagai peledak
utama yang menyebabkan terjadinya peledakan.

Universitas Sriwijaya
93

Prosedur tersebut dilanjutkan hingga lubang penembakan terakhir


dan apabila terdapat rangkaian yang putus akibat peledakan di lubang ledak
sebelumnya, operator peledakan akan mendapat informasi dari juru ledak
untuk menunggu memberikan aba-aba peledakan selanjutnya. Dalam
memeriksa rangkaian yang terputus, juru ledak harus memastikan keadaan
aman dan membawa tester ke area rangkaian agar tidak berpotensi
terjadinya peledakan sendiri. Setelah rangkaian kembali terpasang dengan
benar, juru ledak akan memberi aba-aba kembali untuk melanjutkan
peledakan selanjutnya.
Jadwal peledakan yang ditetapkan di Unit PBM PT. Semen Baturaja
yaitu pada siang hari, hal ini bermaksud menghindari adanya bahaya petir
yang dapat mengakibatkan rangkaian yang ada dapat meledak sendiri. Dan
selama kegiatan peledakan berlangsung terdapat lagi juru ukur yang akan
mengukur besar getaran dan vibrasi dari setiap ledakan dari area yang telah
ditentukan. Hal tersebut berfungsi untuk mengetahui besarnya pengaruh
getaran dan vibrasi terhadap lingkungan sekitar area peledakan.

5.6.9 Pasca Peledakan


Setelah semua lubang ledak berhasil diledakkan, juru ledak akan
menunggu beberapa menit dari dalam shelter untuk memastikan kembali ke
area peledakan untuk memeriksa keadaan lubang ledak dan apabila
dikatakan aman juru ledak akan memberi informasi ke operator peledakan
tanda peledakan sudah selesai. Selanjutnya operator kembali membuat
berita acara tanda selesai peledakan.
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan
pengawas peledakan (Bpk. IH) adalah sebagai berikut :

“Setelah peledakan, kita pastiin setelah peledakan terakhir nunggu kondisi


sudah meledak setelah bener-bener sudah meledak nanti juru ledak dan
personil melakakukan pengecekan di tiap-tiap lubang ledak jika ada 100
lubang ledak bearti 100 nya harus dicek satu persatu untuk memastikan
sudah meledak semua”. IH (Pengawas Peledakan).

Universitas Sriwijaya
94

5.7 Analisis Risiko

Analisis risiko dilakukan dari hasil identifikasi risiko pada setiap


tahapan peledakan (blasting) di Unit PBM PT.Semen Baturaja (Persero) Tbk
dengan menggunakan analisis data secara manual dengan metode
Preliminary Hazard Analysis (PHA) yang menghasilkan nilai estimasi
frekuensi dan estimasi konsekuensi. Untuk menentukan frekuensi digunakan
tabel ukuran frekuensi berdasarkan teori Marvin Rausand dan berikut adalah
tabel untuk menentukan ukuran frekuensi :

Tabel 5.4
Estimasi Frekuensi

Peringkat Uraian Probabilitas


1 Kemungkinan sangat kecil > 0,1 kejadian ( 1 dalam
Very Unlikely 10 kemungkinan )
2 Jarang terjadi tetapi mungkin 0,1 – 0,01
Remote terjadi serupa
3 Dapat terjadi atau terjadi sekali- 0,01 - 0,001
Occasional sekali
4 Sangat mungkin terjadi atau sering 0,001 – 0,000001
Probable
5 Dapat terjadi setiap saat < 0,000001
Frequent
Sumber : Rausand, 2005

Setelah mendapatkan estimasi frekuensi kemudian menggunakan tabel


ukuran konsekuensi dan berikut adalah tabel untuk menentukan ukuran
konsekuensi :
Tabel 5.5
Estimasi Konsekuensi

Level Descriptor Uraian


4 Catastrophic Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan
dampak luas yang berdampak panjang,
terhentinya seluruh kegiatan
3 Critical Cedera berat lebih dari satu orang, kerugian
besar, gangguan produksi
2 Major Cedera sedang, perlu penanganan medis,
kerugian finansial besar
1 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedang
Sumber : Rausand, 2005

Universitas Sriwijaya
95

Setelah mendapatkan nilai estimasi frekuensi dan konsekuensi didapatkan


nilai risiko dengan menggunakan rumus :
Nilai risiko = Frekuensi x Konsekuensi

5.7.1 Pengeboran Lubang Ledak


Hasil analisis risiko pada tahap pengeboran lubang ledak meliputi,
risiko operator tertimpa, terjatuh, terlindas, terjepit unit, terpapar debu,
gangguan pendengaran dan unit terbalik memiliki frekuensi 2 (Remote)
hingga 5 (Frequent) dan konsekuensi dari semua risiko tersebut memiliki
konsekuensi 1 (Minor) hingga 3 (Critical). Berikut adalah hasil analisis
risiko tahap pengeboran lubang ledak :

Tabel 5.6
Analisis Risiko Pengeboran Lubang Ledak

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Tertimpa 3 3 9
Mesin Rock Drill Terjatuh 3 2 6
Gangguan pendengaran 5 3 15
Debu Batuan Terpapar debu 4 3 12
Terbalik 2 3 6
Landasan (Drill Pad)
Terperosok 2 3 6
Terik Matahari Heat Stress 5 1 5
Terjepit 5 2 10
Track drill
Terlindas 5 2 10

5.7.2 Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil analisis risiko pada tahap penyimpanan Ammonium Nitrate,
Power Gel, dan Detonator meliputi, risiko terpapar/terhirup serbuk AN
memiliki frekuensi 5 (Frequent) dan konsekuensi 2 (Major). Sedangkan
risiko ledakan yang memicu kebakaran memiliki frekuensi 1 (Very
Unlikely) dan konsekuensi 4 (Catastrophic). Berikut hasil analisis risiko
tahap penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator :

Universitas Sriwijaya
96

Tabel 5.7
Analisis Risiko Penyimpanan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Ammonium Nitrate Terpapar serbuk AN 5 2 10
Ledakan yang memicu
Power Gel 1 4 4
kebakaran
Ledakan yang memicu
Detonator 1 4 4
kebakaran
Ledakan yang memicu
Petir 1 4 4
kebakaran

5.7.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil analisis risiko pada tahap pengambilan Ammonium Nitrate,
Power Gel, dan Detonator meliputi, risiko terjatuh, tersandung, terkilir,
tertimpa dan tersandung memiliki frekuensi 5 (Frequent) dan konsekuensi
1 (Minor). Sedangkan risiko ledakan yang memicu kebakaran memiliki
efrekuensi 1 (Very Unlikely) dan konsekuensi 4 (Catastrophic). Berikut
tabel hasil analisis risiko tahap pengambilan Ammonium Nitrate, Power
Gel, dan Detonator :
Tabel 5.8
Analisis Risiko Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Terjatuh 5 1 5
Ammonium Nitrate Tersandung 5 1 5
Terkilir 5 1 5
Ledakan yang memicu
Power Gel 1 4 4
kebakaran
Ledakan yang memicu
Detonator 1 4 4
kebakaran
Pintu Gudang Terbentur 5 1 5

5.7.4 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar)


Hasil analisis risiko pada tahap pencampuran Ammonium Nitrate
dan Fuel Oil (solar) meliputi, risiko terjatuh, terkilir, tertimpa,
tersayat/tergores, terpeleset dan terjepit memiliki frekuensi 4 (Probable)

Universitas Sriwijaya
97

hingga 5 (frequent) dengan konsekuensi 1 (Minor) hingga 2 (Major)


sedangkan risiko terpapar AN, ledakan, tersengat listrik memiliki frekuensi
5 (frequent) dan konsekuensi 2 (Major) hingga 3 (Critical). Berikut tabel
hasil analisis risiko tahap pencampuran :
Tabel 5.9
Analisis Risiko Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar)

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Terpapar AN 5 2 10
Terjatuh 4 1 4
Ammonnium Nitrat Terkilir 4 1 4
Tertimpa 4 1 4
Tersayat/Tergores 4 1 4
Ledakan yang memicu
5 3 15
Fuel Oil (solar) kebakaran
Terpeleset 5 2 10
Saklar Tersengat Listrik 4 3 12
Mesin Mollen Terjepit 4 2 8

5.7.5 Pengangkutan Bahan Peledak


Hasil analisis risiko pada tahap pengangkutan bahan peledak
meliputi, risiko terbalik, terperosok, dan tabrakan memiliki frekuensi 2
(Remote) dan konsekuensi 3 (Critical) sedangkan ledakan yang memicu
kebakaran memiliki frekuensi 1 (Very Unlikely) dan konsekuensi 4
(Catastrophic). Berikut tabel hasil analisis risiko tahap pengangkutan bahan
peledak :
Tabel 5.10
Analisis Risiko Pengangkutan Bahan Peledak

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Lintasan Terbalik 2 3 6
Terperosok 2 3 6
Detonator dan Power Ledakan yang memicu
1 4 4
Gel kebakaran
Kendaraan Tabrakan 2 3 6
Pengangkut Terbalik 2 3 6

Universitas Sriwijaya
98

5.7.6 Pengisian Bahan Peledak


Hasil analisis risiko pada tahap pengisian bahan peledak meliputi,
risiko terkena lemparan dan terperosok memiliki frekuensi 3 (Occasional)
dan konsekuensi 3 (Critical). Sedangkan risiko terpapar/ serbuk AN dan
heat stress memiliki frekuensi 5 (frequent) dan konsekuensi 2 (Major).
Berikut tabel hasil analisis risiko tahap pengisian bahan peledak:

Tabel 5.11
Analisis Risiko pada tahap Pengisian Bahan Peledak

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Bahan Peledak Terpapar serbuk AN
5 2 10
(ANFO)
Terik Matahari Heat Stress 5 1 5
Terkena lemparan batuan
3 3 9
Lubang Ledak kecil
Terperosok 3 3 9

5.7.7 Perakitan Rangkaian


Hasil analisis risiko pada tahap perakitan rangkaian meliputi, risiko
ledakan yang memicu kebakaran, dan tersambar petir memiliki frekuensi 1
(Very Unlikely) dan konsekuensi 4 (Catastrophic). Sedangkan risiko
terperosok dan heat stress memiliki frekuensi 3 (Occasional) hingga 5
(Frequent) dan konsekuensi 1 (Minor) hingga 3 (Critical). Berikut tabel
hasil risiko tahap perakitan rangkaian :
Tabel 5.12
Analisis Risiko Perakitan Rangkaian

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Detonator Ledakan yang memicu
1 4 4
kebakaran
Power Gel Ledakan yang memicu
1 4 4
kebakaran
Kabel Sambungan Ledakan yang memicu
1 4 4
kebakaran
Terik Matahari Heat Stress 5 1 5
Petir Tersambar petir 1 4 4
Lubang Ledak Terperosok 3 3 9

Universitas Sriwijaya
99

5.7.8 Saat Peledakan


Hasil analisis risiko pada saat peledakan meliputi, risiko gangguan
pendengaran, ledakan yang memicu kebakaran, tertimpa, dan terpapar debu
batuan memiliki frekuensi 1 (Very Unlikely) hingga 4 (Probable) dan
konsekuensi 3 (Critical) hingga 4 (Catastrophic). Berikut tabel hasil risiko
pada saat peledakan :
Tabel 5.13
Analisis Risiko pada Saat Peledakan

Penilaian Risiko
Sumber Bahaya Risiko
f k fxk
Rangkaian peledakan Gangguan pendengaran 3 4 12
Ledakan 1 4 4
Shelter Tertimpa batuan 3 4 12
Debu Batuan Terpapar debu peledakan 3 3 9
Hasil Ledakan Tertimpa batuan 4 4 16
Getaran 3 3 9

5.8.9 Pasca Peledakan


Hasil analisis risiko pasca peledakan meliputi, risiko terperosok,
meledak, dan terpapar debu batuan memiliki estimasi frekuensi 3
(Occasional) dan estimasi konsekuensi 3 (Critical) hingga 4
(Catastrophic). Berikut tabel hasil analisis risiko pasca peledakan :

Tabel 5.14
Analisis Risiko Pasca Peledakan

Penilaian Risiko
Hazard Risiko
f k fxk
Lubang Peledakan Terperosok 3 3 9
Debu Batuan Terpapar debu 3 3 9
Ledakan yang memicu
Rangkaian Peledakan 3 4 12
kebakaran

Universitas Sriwijaya
100

5.8 Kategori Risiko

Pengkategorian risiko didapatkan dari hasil analisis risiko pada setiap


tahapan peledakan (blasting) yang menghasilkan 14 risiko dengan kategori tinggi
(High) dan 38 risiko dengan kategori sedang (medium). Pengkategorian dilakukan
dengan menggunakan tabel peringkat risiko dari Rausand (2005) sebagai berikut :

Tabel 5.15
Peringkat Risiko

Frekuensi/ (1) (2) (3) (4) (5)


Konsekuensi Very Unlikely Remote Occasional Probable Frequent
4
4 8 12 16 20
Catastrophic
3
3 6 9 12 15
Critical
2
2 4 6 8 10
Major
1
1 2 3 4 5
Minor
Sumber : Rausand, 2005

Dari tabel di atas, angka-angka dari hasil analisis risiko sebelumnya


menunjukan kategori dari risiko tersebut, seperti nilai 1-5 berisiko rendah (low),
nilai 6-11 berisiko sedang (medium) dan nilai 12-16 berisiko tinggi (high)
(Ramli, 2010).

5.8.1 Pengeboran Lubang Ledak


Hasil pengkategorian risiko pada tahap pengeboran lubang ledak
didapatkan 4 risiko tinggi (high) meliputi : gangguan pendengaran dari
unit drill, terpapar/terhirup debu batuan, terjepit, terlindas dan 5 risiko
dengan kategori sedang (medium) meliputi : tertimpa, terjatuh, unit drill
terbalik dan terperosok ke dalam tebing dan heatstress.

5.8.2 Penyimpanan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil pengkategorian risiko pada tahap penyimpanan didapatkan 1
risiko tinggi (high) yaitu terpapar debu AN dan 3 risiko dengan kategori

Universitas Sriwijaya
101

sedang (medium) meliputi : ledakan yang berasal dari power gel, detonator
dan petir yang dapat menimbulkan risiko kebakaran gudang penyimpanan.

5.8.3 Pengambilan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil pengkategorian risiko pada tahap pengambilan didapatkan 6
risiko dengan kategori sedang (medium) meliputi : terjatuh, tersandung,
terkilir dan terbentur pintu gudang saat mengangkat karung AN, serta
ledakan yang memicu kebakaran yang berasal dari power gel dan
detonator.

5.8.4 Pencampuran Ammonnium Nitrate dan Fuel Oil (solar)


Hasil pengkategorian risiko pada tahap pencampuran Ammonnium
Nitrate dan Fuel oil didapatkan 4 risiko dengan kategori risiko tinggi
(high) meliputi : terpapar/ terhirup AN, risiko ledakan yang memicu
kebakaran jika solar terpapar sumber panas (api), terpeleset saat
pembersihan tempat pencampuran, dan tersengat listrik saat
menghidupkan saklar. Selanjutnya 5 risiko dengan kategori sedang
(medium) meliputi : terjatuh, terkilir, tertimpa dan tersayat/tergores saat
mengangkat dan membuka karung AN, dan terjepit mesin mollen.

5.8.5 Pengangkutan Bahan Peledak


Hasil pengkategorian pada tahap pengangkutan didapatkan 5 risiko
dengan kategori sedang (medium) meliputi : unit pengangkut terbalik,
terperosok, tabrakan dengan unit lain, dan kebakaran unit yang berasal dari
ledakan power gel dan detonator yang diangkut.

5.8.6 Pengisian Bahan Peledak


Hasil pengkategorian pada tahap pengisian bahan peledak
didapatkan 1 risiko dengan kategori tinggi (high) yaitu terpapar AN, dan 3
risiko dengan kategori sedang (medium) meliputi : heat stress, terperosok
kedalam tebing dan terkena lemparan batuan.

Universitas Sriwijaya
102

5.8.7 Perakitan Rangkaian


Hasil pengkategorian pada tahap perakitan rangkaian didapatkan 6
risiko dengan kategori sedang (medium) meliputi : ledakan yang memicu
kebakaran berasal dari power gel, detonator dan kabel sambungan, heat
stress, tersambar petir dan terperosok kedalam tebing.

5.8.8 Saat Peledakan


Hasil pengkategorian pada saat peledakan didapatkan 3 risiko
kategori tinggi (high) meliputi : gangguan pendengaran dan tertimpa
batuan yang meledak. Selanjutnya 3 risiko dengan kategori sedang
(medium) meliputi : terpapar debu batuan dan getaran.

5.8.9 Pasca Peledakan


Hasil pengkategorian pada pasca peledakan didapatkan didapatkan
1 risiko dengan kategori tinggi (high) yaitu ledakan dari rangkaian
peledakan yang belum meledak. Selanjutnya 2 risiko dengan kategori
sedang (medium) meliputi : terperosok kedalam lubang ledak, dan
terpapar/terhirup debu batuan.

5.9 Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko didapatkan dari hasil kategori risiko pada setiap


tahapan peledakan (blasting) yang menghasilkan 14 risiko yang tidak dapat
diterima sehingga penting untuk segera dilakukan tindakan pencegahan dan
38 risiko yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk),
terutama untuk pengefektifan tindakan pengendalian yang ada. Evaluasi
risiko dilakukan dengan menggunakan konsep ALARP sebagai berikut :

Universitas Sriwijaya
103

Secara umum tidak Risiko tidak dapat diterima,


Risiko Tinggi dapat diterima kecuali
dalam kondisi
Basic Safety Limit sangat khusus.
ALARP or Tolerable Kurangi risiko
sampai batas yang
dapat diterima.
As Low As Reasonably
Predictable Sisa risiko dapat diterima,
hanya jika pengurangan risiko
lebih lanjut tidak
memungkinkan.
Batas aman
Pengurangan risiko tidak
diperlukan lebih lanjut karena
Risiko Rendah Secara umum dapat diterima sumber daya yang dikeluarkan
tidak sebanding dengan
penurunan risiko.

Gambar 5.14
Konsep ALARP
Sumber : Ramli, 2010

5.9.1 Pengeboran Lubang Ledak


Hasil evaluasi risiko pada tahap pengeboran lubang ledak
didapatkan 4 risiko yang tidak dapat diterima sehingga penting untuk
segera dilakukan tindakan pencegahan meliputi : gangguan pendengaran
dari unit drill, terpapar/terhirup debu batuan, terjepit, terlindas dan 5 risiko
yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk) meliputi
: tertimpa, terjatuh, unit drill terbalik dan terperosok ke dalam tebing dan
heatstress.

5.9.2 Penyimpanan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil evaluasi risiko pada tahap penyimpanan didapatkan 1 risiko
yang tidak dapat diterima sehingga penting untuk segera dilakukan
tindakan pencegahan yaitu terpapar debu AN dan 3 risiko yang diterima
namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk) meliputi : ledakan yang
berasal dari power gel, detonator dan petir yang dapat menimbulkan risiko
kebakaran gudang penyimpanan.

Universitas Sriwijaya
104

5.9.3 Pengambilan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil evaluasi risiko pada tahap pengambilan didapatkan 6 risiko
yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk) meliputi
: terjatuh, tersandung, terkilir dan terbentur pintu gudang saat mengangkat
karung AN, serta ledakan yang memicu kebakaran yang berasal dari
power gel dan detonator.

5.9.4 Pencampuran Ammonnium Nitrate dan Fuel Oil (solar)


Hasil evaluasi risiko pada tahap pencampuran Ammonnium
Nitratedan Fuel oil didapatkan didapatkan 4 risiko yang tidak dapat
diterima sehingga penting untuk segera dilakukan tindakan pencegahan
meliputi : terpapar/ terhirup AN, risiko ledakan yang memicu kebakaran
jika solar terpapar sumber panas (api), terpeleset saat pembersihan tempat
pencampuran, dan tersengat listrik saat menghidupkan saklar. Selanjutnya
5 risiko yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk)
meliputi : terjatuh, terkilir, tertimpa dan tersayat/tergores saat mengangkat
dan membuka karung AN, dan terjepit mesin mollen.

5.9.5 Pengangkutan Bahan Peledak


Hasil evaluasi risiko pada tahap pengangkutan didapatkan 5 risiko
yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk) meliputi
: unit pengangkut terbalik, terperosok, tabrakan dengan unit lain, dan
kebakaran unit yang berasal dari ledakan power gel dan detonator yang
diangkut.

5.9.6 Pengisian Bahan Peledak


Hasil evaluasi risiko pada tahap pengisian bahan peledak
didapatkan 1 risiko yang tidak dapat diterima sehingga penting untuk
segera dilakukan tindakan pencegahan yaitu terpapar AN, dan 3 risiko
yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk) meliputi
: heat stress, terperosok kedalam tebing dan terkena lemparan batuan.

Universitas Sriwijaya
105

5.9.7 Perakitan Rangkaian


Hasil evaluasi risiko pada tahap perakitan rangkaian didapatkan 6
risiko yang diterima namun perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk)
meliputi : ledakan yang memicu kebakaran berasal dari power gel,
detonator dan kabel sambungan, heat stress, tersambar petir dan
terperosok kedalam tebing.

5.9.8 Saat Peledakan


Hasil evaluasi risiko pada saat peledakan didapatkan 3 risiko yang
tidak dapat diterima sehingga penting untuk segera dilakukan tindakan
pencegahan yaitu meliputi : gangguan pendengaran dan tertimpa batuan
yang meledak. Selanjutnya 3 risiko yang diterima namun perlu analisis
lebih lanjut (acceptable risk) meliputi : terpapar debu batuan dan getaran.

5.9.9 Pasca Peledakan


Hasil evaluasi risiko pada pasca peledakan didapatkan 1 risiko
yang tidak dapat diterima sehingga penting untuk segera dilakukan
tindakan pencegahan yaitu ledakan dari rangkaian peledakan yang belum
meledak. Selanjutnya 2 risiko yang diterima namun perlu analisis lebih
lanjut (acceptable risk) meliputi : terperosok kedalam lubang ledak, dan
terpapar/terhirup debu batuan.

5.10 Pengendalian Risiko

Berdasarkan hasil penelitian, untuk menangani risiko-risiko yang


ada pada setiap tahap kegiatan peledakan, unit PBM sudah melakukan dan
menerapkan pengendalian risiko yang meliputi, menjalankan kegiatan dan
persyaratan sesuai dengan KEPMEN Pertambangan dan Energi No.
555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum, melakukan identifikasi bahaya awal dengan
membuat JSA dan HIRAC serta SOP dan Instruksi Kerja, melakukan
pekerjaan sesuai SOP dan Instruksi Kerja, Safety Talk sebelum memulai

Universitas Sriwijaya
106

aktivitas dan menyediaan APD bagi pekerja. Hal ini didukung dengan hasil
wawancara mendalam dengan petugas K3 :
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan petugas K3 (Ibu R) adalah sebagai berikut :
“Program rutin sebagai himbauan K3 yaitu ada safety talk harian,
dan juga ada penyegaran K3 yang kita lakukan per satu tahun, yaitu kita
undang narasumber dari luar, pengisi dari Unit SDM atau dari pihak luar
yang terpercaya. Kemudian untuk kegiatan lainnya kita rutin melakukan
safety patrol, pemenuhan kebutuhan APD untuk setiap karyawan, dan juga
kita mengadakan review terhadap instruksi kerja yang ada, pembuatan
JSA, dan lain-lain”.

5.10.1 Pengeboran Lubang Ledak


Pengedalian yang dilakukan untuk mengurangi risiko pada tahap
pengeboran belum sepenuhnya efektif, hal ini disebabkan belum
dilakukan rekayasa teknik untuk unit drill yang digunakan karena masih
mempertahankan penggunaan drill terbuka yang tidak dilengkapi dust
collector. Selain itu juga belum dilakukan pengukuran kadar debu hasil
pengeboran. Namun untuk pengendalian lain seperti melakukan P2H
secara rutin terhadap unit sebelum digunakan, safety talk, serta
penggunaan APD seperti masker, earplug, kacamata safety, sepatu safety
dan sarung tangan sudah dilakukan.

5.10.2 Penyimpanan Ammonium Nitrate, Detonator, Power Gel


Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi risiko pada tahap
penyimpanan adalah dengan memenuhi syarat penyimpanan yang sesuai
dengan persyaratan KEPMEN Pertambangan dan Energi No.
555.K/26/M.PE/1995. Hal ini terlihat sudah dilakukan pemisahan gudang
penyimpanan antara detonator dan bahan peledak lain. Selain itu didalam
gudang juga sudah terdapat rak-rak dan tata cara penyimpanan dan
peletakan yang sesuai dengan peraturan serta masing-masing gudang
dilengkapi dengan penangkal petir untuk mencegah risiko terjadinya

Universitas Sriwijaya
107

ledakan yang diakibatkan sambaran petir pada detonator. Hal ini


didukung dengan hasil wawancara mendalam dengan pengawas
peledakan :
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan pengawas peledakan (Bpk. IH) adalah sebagai berikut :

“Disini gudang kita ada terbagi 2 gudang, yang satu gudang,


gudang amonitrat dan gudang dinamit yang satu lagi gudang
detonator”.

5.10.3 Pengambilan Ammonium Nitrate, Detonator, Power Gel


Pengendalian yang dilakukan saat pengambilan bahan peledak
adalah dengan mengeluarkan bahan peledak sesuai dengan nota bon
pengeluaran bahan peledak, selanjutkan ketika mengambil dan memasuki
gudang sudah dibuat tada larangan untuk membawa semua jenis alat
komunikasi/ pemicu terjadinya percikan api serta ,dengan menetapkan
jumlah maksimal (3 karung) beban yang diangkat oleh asisten peledakan
saat mengeluarkan karung-karung Ammonium Nitrate, selain itu para
asisten juga dilengkapi dengan APD. Hal ini didukung dengan hasil
wawancara mendalam dengan juru ledak :
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan juru ledak (Bpk. S) adalah sebagai berikut :

“ Untuk pertama saat memasuki gudang handak kita dilarang


membawa alat pemicu percikan api seperti benda elektronik, benda bersisi
tajam dan sepatu yang ber sol besi untuk meminimalisir percikan api. Saat
pengeluaran harus dipastikan jumlah barang yang diambil. Benda yang
diambil harus sesuai dengan memo yang telah dibuat sebelumnya. Untuk
amonium nitrat (AN), mengandung bahan kimia berbahaya, maka kita
diharuskan memakai APD dalam proses pengambilan untuk melindungi
tubuh dari kontaminasi”.

Universitas Sriwijaya
108

5.10. 4 Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil


Sebagai bentuk pengendalian tahap pencampuran adalah dengan
melakukan pencampuran pada tempat khusus dan cukup jauh dari lokasi
gudang. Selain itu para asisten peledakan sudah disediakan APD namun
dilapangan masih sering ditemui ketidakpatuhan petugas dalam memakai
APD saat bekerja. Hal ini didukung dengan hasil wawancara mendalam
dengan petugas K3 :
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan petugas K3 (Ibu R) adalah sebagai berikut :

“Kalau untuk proses mixing, resiko yang langsung dialami oleh


karyawan adalah debu dan aroma dari bahan peledaknya. Jadi tim
peledaknya diwajibkan memakai masker dan sarung tangan, dan juga
kacamata. Resiko lain dari mixing adalah pencemaran lingkungan. akan
tetapi hal tersebut disediakan tempat khusus untuk melakukan mixing
dan juga kita garap oil trap disitu, sehingga aliran-aliran yang terjadi
dalam proses mixing dikumpulkan dan dapat diatur untuk mencegah
pencemaran lingkungan”.

5.10.5 Pengangkutan Bahan Peledak


Berikut merupakan hasil wawancara mendalam dengan petugas K3
:
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan petugas K3 (Ibu R) adalah sebagai berikut :

“Nah makanya tadi saya jelaskan resiko menjadi kecil karena


sudah ditanggulangi dan dikendalikan dengan kapasitas mobil
pengangkut dan jumlah barang yang diangkut, jadi untuk jalan yang tidak
rata kemungkinan kecil ada tumpahan dari bahan peledak itu sendiri.
Untuk kegiatan-kegiatan safety itu juga rutin diletakkan safety border
diantara tebing-tebing, untuk jalan yang baru dilalui kenapa belum ada
safety border itu lokasi yang akan dilakukan peledakan dan juga dilokasi

Universitas Sriwijaya
109

tersebut jarang dilalui oleh dumptruk dan kendaraan lain, dan juga kita
lihat lagi dari kondisi lapangan, apakah tempat itu akan dilakukan
peledakan, otomatis safety border nya kita ambil dan dipindahkan. Tapi
sejauh ini setiap jalan yang permanen ataupun yang rutin dilalui
dumptruk atau kendaraan yang lain selalu kita lengkapi dengan safety
border. Kita ada jam-jamnya untuk mobil yang bawa bahan peledak itu
lewat, jadinya kita punya aparatur yang kita berdayakan disitu baik
satpam, TNI, merekalah yang bertugas melakukan sterilisasi jalan. Jadi
pada saat tim peledakan lewat jalannya sudah steril dan kita usahakan
agar tidak terhambat di perjalanan. Sebelum mobil pengakut itu lewat,
mobil dumptruk dan kendaraan lainnya di sterilkan dulu agar lalu
lintasnya lancar”.

Namun dilapangan ditemui safety border yang tidak memadai. Hal


ini karena safety border yang digunakan terbuat dari batuan yang besar
yang jarak antar border satu dan lainnya masih berjauhan dan belum
relatif aman untuk menutupi area jurang/bertebing. Selain itu saat
pengangkutan masih ditemui juga aktifitas unit kendaraan lain seperti
dumptruck yang masih beroperasi di lokasi peledakan.

5.10.6 Pengisian Bahan Peledak dan Perakitan Bahan Peledak


Berikut merupakan hasil wawancara mendalam dengan petugas K3
:
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan petugas K3 (Ibu R) adalah sebagai berikut :

“ Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pada saat


pengisian, perakitan dan peledakan. Pertama tim peledakan tidak boleh
membuat percikan api, tidak boleh merokok dan diusahakan tidak
melakukan komunikasi dekat dengan bahan peledak tadi karena bisa
memicu ledakan. Kalo untuk pengisian bahan peledakan itu, resikonya
masih kecil karena ANFO dimasukkan di dalam plastik/kondom di dalam

Universitas Sriwijaya
110

lubang-lubang ledak karena kondisi tanahnya basah jadi bahannya tadi


dengan ukuran-ukuran tertentu, kemudian diisikan lagi, baru dimasukkan
dinamit dan detonatornya”.
Namun dilapangan peneliti beberapa kali masih menemukan
tindakan tidak aman seperti merokok dan menyalakan handphone saat
pengisian dan perakitan berlangsung. Tetapi saat melakukan pekerjaan
para petugas sudah menggunakan APD yang disediakan oleh perusahaan.

5.10.7 Saat Peledakan


Pengendalian yang dilakukaan saat peledakan berlangsung adalah
dengan mensterilkan area peledakan dan menempatkan petugas keamanan
disekitar lokasi peledakan. Selain itu pada saat peledakan berlangsung
posisi juru ledak sudah dilengkapi dengan shelter sebagai tempat
perlindungan, namun jarak untuk shelter dan lubang ledak masih terlalu
dekat dan masih berisiko terkena lemparan batu hal itu dapat dilihat dari
keadaan shelter yang rusak akibat terkena lemparan batu. Pada saat
peledakan berlangsung juga ditandai dengan pembunyian sirine tabda
peledakan. Hal ini didukung dengan hasil wawancara mendalam dengan
petugas K3 :
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan petugas K3 (Ibu R) adalah sebagai berikut :

“Didalam shelter itu adalah juru ledak, dan harus ada sterilisasi
sebelum dilakukan peledakan di sekitar area tersebut. Dan juga untuk
beberapa titik-titik untuk lalu lintas disitu kita tempatkan beberapa
security yang bertugas memberitahu dan melarang baik itu dumptruk atau
kendaraan lainnya untuk lewat”.

5.10.8 Pasca Peledakan


Pengendalian pada pasca peledakan yang dilakukan adalah dengan
mengatur waktu tunggu untuk melakukan pemeriksaan hasil ledakan. Hal
tersebut dilakukan untuk menghindari risiko apabila terdapat rangkaian

Universitas Sriwijaya
111

yang tidak meledak dan mengurangi paparan debu hasil peledakan. Namun
di sini masih belum dilakukan pengukuran debu hasil peledakan. Hal ini
didukung dengan hasil wawancara mendalam dengan pengawas
peledakan:
Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam
dengan pengawas peledakan (Bpk. IH) adalah sebagai berikut :

“Kita pastiin setelah peledakan terakhir nunggu kondisi sudah


meledak setelah bener-bener sudah meledak nanti juru ledak dan personil
melakukan pengecekan di tiap-tiap lubang ledak jika ada 100 lubang
ledak bearti 100 nya harus dicek satu persatu untuk memastikan sudah
meledak semua nah nanti ketika apabila ada rangkaian belum meledak
baik dicek satu-satu nanti informasi ke pengawas lapangan diinformasikan
ke pengawas oh kondisi peledakan sudah selesai sudah aman atau oh ada
rangkaian yang belum meledak jadi nanti untuk keputusan dari pengawas
apakah mau dievakuasi tapi disini biasanya tetap diledakan lagi seperti
pengamanan seperti sebelumnya kita kasih aba-aba dan kita ledakan lagi
setelah kondisi dipastiin sudah aman dan meledak semua kondisi aman”

Universitas Sriwijaya
112

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Berikut merupakan keterbatasan peneliti selama penelitian dan solusi


yang dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut :
a. Penelitian kualitatif yang memiliki kekurangan dapat terjadinya
subjektifitas pada hasil penelitian diatasi peneliti dengan
melengkapi hasil penelitian dengan metode photovoice atau
mengambil gambar (foto) sebagai bentuk dokumentasi pada
setiap tahapan peledakan (blasting) yang disesuaikan antara
temuan yang tidak sesuai dengan standar operasi kerja, instruksi
kerja dan teori atau peraturan yang berlaku dengan apa yang
terjadi di lapangan.
b. Keterbatasan dokumentasi dilapangan karena larangan membawa
kamera dan HP diatasi peneliti dengan melengkapi dokumentasi
dengan meminta foto dokumentasi yang diperoleh dari dokumen
PBM PT. Semen Baturaja.
c. Kemungkinan terjadinya manipulasi keadaan yang sebenarnya
dilapangan dari hasil wawancara karena ingin menunjukkan
pencitraan yang baik dari informan, sehingga peneliti melakukan
observasi lapangan, telaah dokumen seperti dokumen JSA, SOP,
Instruksi Kerja, video kegiatan peledakan dan dokumen lain yang
terkait untuk disesuaikan dengan hasil wawancara dan keadaan
yang terjadi di lapangan.
d. Peneliti juga mengalami kesulitan mencari penelitian-penelitian
terkait mengenai analisis bahaya keselamatan pada kegaitan
peledakan terutama yang menggunakan metode PHA. Hal
tersebut menyebabkan peneliti kesulitan dalam membandingkan
hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan hasil penelitian
yang lain sehingga peneliti membandingkan dengan penelitian

Universitas Sriwijaya
113

yang memiliki risiko-risiko yang sejenis dengan risiko pada


kegiatan peledakan.

6.2 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode PHA untuk melakukan


identifikasi risiko, hal ini berdasarkan pertimbangan kemudahan prosedur
identifikasi, jenis proses pekerjaan yang diteliti, dan bertujuan untuk
mengidentifikasi secara dini potensi bahaya keselamatan yang berpotensi
timbul atau potensi bahaya yang sebelumnya belum dikenal dengan data/
informasi yang terbatas (Ericson, 2005). Selain itu dikombinasikan dengan
metode Photovoice dengan pertimbangan pada umumnya kegiatan
peledakan (blasting) belum banyak diketahui oleh orang awam sehingga
dapat disajikan dengan hasil dokumentasi disetiap gambaran langkah-
langkah pelaksanaan kegiatan peledakan dilapangan (Wahuhadi dkk., 2013).
Selanjutnya dilakukan analisis risiko dan menentukan kategori risiko
dengan teknik kualitatif berdasarkan teori Marvin Rausand untuk
mengetahui estimasi frekuensi dan konsekuensi risiko. Sedangkan evaluasi
risiko menggunakan konsep ALARP. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif dengan menggunakan tabel dan dibandingkan dengan standard,
peraturan dan teori yang berhubungan dengan kegiatan K3 di pertambangan
seperti KEPMEN Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum dan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis.

6.2.1 Identifikasi Risiko


Identifikasi risiko merupakan proses yang melibatkan temuan
sumber risiko yang mencakup identifikasi penyebab dan potensi sumber
bahaya yang muncul pada setiap tahapan peledakan batu kapur di Unit
PBM PT. Semen Baturaja. Identifikasi yang dilakukan peneliti
menggunakan metode Preliminary Hazard Analysis (PHA) dan ditambah
dengan hasil observasi lapangan, photovoice, lembar checklist, wawancara
mendalam, dan telaah dokumen JSA perusahaan mendapatkan hasil

Universitas Sriwijaya
114

ditemukan sebanyak 36 sumber bahaya yang dapat menimbulkan 52 risiko


yang termasuk 14 risiko dengan kategori tinggi dan 38 dengan kategori
sedang. Hal ini menunjukkan bahawa setiap kegiatan peledakan memiliki
risiko keselmatan kerja yang cukup tinggi.
Menurut Irwandi (2002), setiap tahapan peledakan mempunyai
risiko keselamatan kerja yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan kegiatan
peledakan menggunakan bahan peledak yang bersifat high explosive
(reaksinya sangat tinggi) dan dapat menghasilkan gas beracun (Mainiero,
dkk.,2006). Berdasarkan penelitian dari US Mine Safety and Health
Administration pada tahun 2011 terdapat empat kategori utama kecelakaan
kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu kecelakaan berhubungan
keselamatan dan keamanan lokasi peledakan, batu terbang atau flying rock,
peledakan prematur (premature blasting) dan peledakan mangkir (misfre)
(Foni,2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Ramdani (2013) pada kegiatan
pengeboran dan peledakan di bagian Mining Operation PT.THIES
Contractor Indonesia Sangattan Mine Project, Kalimantan Timur,
mengidentifikasi risiko keselamatana kerja meliputi; juru bor terbentur
body unit, terkilir, tergelincir, terjepit pintu kabin, unit excavator terbalik,
unit excavator terbakar, tabrakan antar unit di area pengeboran, tertabrak
unit dozer, unit dozer terbalik, terbakar, terjatuh, terjatuh dari ketinggian,
unit drill terbalik, tergelincir, terbakar dan risiko pipa drill bengkok.
Sedangkan risiko pada tahap peledakan meliputi ; pekerja terperosok
kelubang peledakan, terjatuh dari ketinggian, tertabrak Truck MMU, Truck
MMU terbalik, kecelakaan unit kendaraan kecil, unit kendaraan terbalik,
tertimpa lemparan material, terkena ledakan, dan risiko terkena ledakan
misfire.
Risiko-risiko tersebut sebagian mendukung hasil penelitian dari
peneliti pada kegiatan peledakan batu kapur di PT.Semen Baturaja.
Berikut merupakan pembahasan risiko-risiko yang teridentifikasi di setiap
tahapan kegiatan peledakan :

Universitas Sriwijaya
115

a. Pengeboran Lubang Ledak


Menurut Sari (2014), pada aktifitas pengeboran risiko
yang ditimbulkan dapat berasal dari pekerja dan faktor tempat
bekerja itu sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ramdani (2013) pada kegiatan pengeboran bagian Mining
Operation PT.THIES yang mengidentifikasi risiko
keselamatan kerja pada kegiatan pengeboran meliputi; juru bor
terbentur body unit, terkilir, tergelincir, unit terbalik, unit
terbakar, terjatuh, unit drill terbalik, tergelincir, dan risiko pipa
drill bengkok.
Risiko-risiko tersebut juga teridentifikasi pada tahap
pengeboran lubang ledak di PT. Semen Baturaja. Risiko
tersebut dominan dipengaruhi oleh jenis unit drill yang
digunakan di PT. Semen Baturaja. Unit yang digunakan adalah
jenis terbuka, tidak berkabin dan belum dimodifikasi dengan
dust collector, hal ini mengharuskan operator saat berinteraksi
dengan unit drill dalam posisi yang sangat dekat baik dengan
unit drill sendiri, track dan batang bor yang dapat
menimbulkan risiko terjatuh, tertimpa, terjepit dan terlindas
track serta terpapar langsung dengan gumpalan debu hasil
pengeboran yang dihasilkan.
Selain itu kegiatan pengeboran dilakukan di area
terbuka dengam jam kerja mulai pukul 07.30 - 16.30 wib yang
menyebabkan para pekerja terpapar terik matahari selama
bekerja yang berisiko menimbulkan heat stress. Dan juga
kondisi lokasi pengeboran yang mempunyai permukaan tidak
rata, miring, dan bertebing berisiko menyebabkan unit terbalik
dan terperosok terutama pada saat moving (berpindah) ke titik
pengeboran lainnya.

Universitas Sriwijaya
116

b. Penyimpanan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan


Detonator
Risiko-risiko yang teridentifikasi pada tahap
penyimpanan dapat terjadi dikarenakan jenis bahan peledak
yang memang perlu penanganan khusus terutama dalam segi
penyimpanan. Meskipun pengendalian sudah sesuai dengan
KEPMEN Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995
namun jika pemantauan dan sikap pekerja terkadang belum
tertib seperti masih membawa alat komunikasi seperti
handphone, merokok, membakar sampah di sekitar area
gudang dan lainnya, hal tersebut masih dapat memicu
terjadinya risiko.
Selain itu menurut KEPMEN Pertambangan dan Energi
No.555.K/26/M.PE/1995 gudang penyimpanan Ammonnium
Nitrat, Power Gel, dan Detonator harus terpisah tetapi di PT.
Semen Baturaja penyimpanan Power Gel dan Ammonnium
Nitrate masih digabung.

c. Pengambilan Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Menurut Notoatmodjo (2011), terjadinya kecelakaan
kerja disebabkan oleh kedua faktor utama seperti faktor fisik
dan faktor manusia. Hal ini didukung oleh Suma’mur (2009),
yang membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu
kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, kecelakaan
kerja terjadi akibat dari pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan.
Hal ini sesuai dengan sumber risiko yang teridentifikasi
pada tahap pengambilan bahwa risiko yang terjadi lebih
dipengaruhi oleh faktor manusianya, yaitu sikap pekerja saat
berinteraksi dengan material yang dibawa dengan

Universitas Sriwijaya
117

memperhatikan sifat material yang berbahaya dan ketertiban


dalam memakai APD.
Kenyataan dilapangan saat mengambil/ mengangkat
karung AN menurut aturan maksimal 3 tumpukan tetapi
pekerja terkadang mengangkat lebih dari 3 tumpukan karung
yang berisiko menyebabkan terjatuh, tertimpa, terkilir dan
terbentur pintu gudang saat proses pengeluaran dari gudang.
Selain itu saat mengambil bahan peledak pekerja juga kurang
tertib dalam memakai APD seperti tidak memakai helm,
masker dan sarung tangan.

d. Pencampuran Ammonium Nitrate dan Fuel Oil (solar)


Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal
yaitu tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) dan
keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition)
(Ramdani, 2013). Risiko-risiko yang teridentifikasi pada tahap
pencampuran lebih dipengaruhi oleh faktor manusianya, yaitu
sikap pekerja saat berinteraksi dengan material dan ketertiban
terhadap pemakaian APD. Selain itu masih terdapat tindakan
tidak aman yang dilakukan pekerja seperti menyalakan sumber
api yang berasal dari pembakaran sampah diarea pencampuran
dan merokok. Hal ini menjadi sumber bahaya karena pada
tahap pencampuran menggunakan solar dan dekat dengan
parkir unit pengangkut yang membawa power gel.
Dilapangan juga masih ditemukan pekerja yang tidak
memakai APD seperti kacamata, masker, dan sarung tangan
pada saat membuka karung AN dan memasukkan AN kedalam
mesin mollen. Hal ini berisiko pekerja dapat tersayat cutter saat
membuka karung, terpapar/terhirup serbuk AN dan juga terjepit
mesin mollen. Dan dengan masih adanya ceceran solar di area
pencampuran dapat berisiko terpeleset saat melakukan
pembersihan setelah pencampuran selesai.

Universitas Sriwijaya
118

e. Pengangkutan Bahan Peledak


Menurut Sari (2014), bahwa sumber bahaya di sektor
pertambangan banyak terjadi pada lalu lintas pengangkutan di
area tambang yang disebabkan oleh keadaan tambang itu
sendiri. Hal ini mendukung hasil dari penelitian bahwa risiko-
risiko yang teridentifikasi pada tahap pengangkutan dominan
dipengaruhi keadaan permukaan jalan menuju lokasi peledakan
tidak rata, bergelombang, bertebing dan miring yang berisiko
menyebabkan unit terbalik dan terperosok. Dan jika unit
mengalami kecelakaan dapat berpengaruh pada muatan yang
diangkut seperti power gel dan detonator yang bisa ikut
terjatuh dan bergesekan dengan permukaan lintasan yang kasar
yang memicu percikan api dan bisa menyebabkan ledakan dari
keduanya.
Selain itu kurang memadainya pemasangan rambu
lintasan dan juga border jalan disepanjang jalan menuju lokasi-
lokasi peledakan terutama karena kadang masih beroperasinya
unit lain seperti dumptruck dilintasan yang sama saat
kendaraan pengangkutan melintasi jalan yang berisiko
menyebabkan tabrakan dengan unit kendaraan lain.

f. Pengisian Bahan Peledak


Menurut Ramli (2009), tindakan tidak aman adalah
pelanggaran terhadap cara kerja yang aman yang mempunyai
risiko terjadinya kecelakaan yang dipengaruhi oleh faktor
manusianya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahawa dari
risiko-risiko yang teridentifikasi pada tahap pengisian dapat
terjadi karena dipengaruhi faktor manusianya, yaitu sikap dan
cara kerja pekerja saat berinteraksi dengan material dan masih
terdapat tindakan tidak aman seperti masih menggunakan alat
komunikasi seperti handphone dan juga merokok. Selain itu

Universitas Sriwijaya
119

lokasi lubang ledak juga berada dipingir tebing dapat berisiko


menyebabkan pekerja terperosok.
Dilapangan, apabila pada saat pengisian apabila lubang
ledak masih berisi air, digunakan drill untuk menyedot air dari
lubang ledak. Hal ini sebenarnya kegiatan yang tidak boleh
dilakukan lagi pada saat pengisian dilubang ledak karena
berisiko menimbulkan lemparan-lemparan batuan kecil dari
aktivitas penyemprotan yang dapat mengenai operator bor dan
juga operator pengisian.

g. Perakitan Rangkaian
Menurut Notoatmodjo (2011), bahwa terjadinya risiko
kecelakaan yang menjadi salah satu fakor utama adalah faktor
manusia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa risiko
yang teridentifikasi pada tahap perakitan ini dapat terjadi
karena dipengaruhi faktor manusianya, yaitu sikap pekerja saat
bekerja dengan masih terdapat tindakan tidak aman seperti
masih menggunakan alat komunikasi seperti handphone dan
juga merokok saat kegiatan perangkaian berlangsung. pendapat
Hal ini merupakan risiko yang berbahaya terutama untuk
rangkaian yang sudah terangkai dengan power gel dan
detonator yang bisa berisiko meledak apabila terpapar sumber
panas seperti api dari rokok.
Selain itu lokasi lubang ledak juga berada dipingir
tebing dapat berisiko menyebabkan pekerja terperosok dan
juga karena kegiatan perakitan dilakukan pada area terbuka
yang jika cuaca buruk dapat berisiko terjadinya petir akan
berisiko menyambar detonator dan power gel yang peka listrik
berakibat timbulnya ledakan dan kebakaran. Selain itu keadaan
detonator, power gel, dan kabel sambungan harus benar-benar
dipastikan dalam keadaan baik dan dilakukan sesuai SOP dan
instruksi kerja.

Universitas Sriwijaya
120

h. Saat Peledakan
Risiko-risiko yang teridentifikasi pada saat peledakan
dapat terjadi karena jarak shelter dengan lubang ledak masih
belum mengikuti KEPMEN Pertambangan dan Energi
No.555.K/26/M.PE/1995, dilapangan jarak shelter dengan
lubang ledak hanya 30-50 meter saja sedangkan menurut
aturan adalah 100-300 meter dari lubang ledak. Selain itu
risiko untuk gangguan pendengaran akibat suara hasil ledakan
masih dapat terjadi karena belum dilengkapinya juru ledak dan
asisten peledakan dengan earmuff/earplug.
Selanjutnya risiko getaran yang ada saat peledakan
berlangsung dapat terjadi jika bahan peledak yang digunakan
tidak sesuai dengan bon nota rencana peledakan sehingga
getaran yang dihasilkan juga cukup besar.

i. Pasca Peledakan
Risiko-risiko yang teridentifikasi pasca peledakan ini
dapat terjadi karena masih kurang lamanya waktu tunggu
untuk memeriksa kondisi dilapangan pasca ledakan dan juga
kondisi batuan disekitar lolasi lubang ledak yang menjadi
rapuh/ tidak kokoh. Hal ini berisiko menyebabkan juru ledak
masih bisa terpapar/terhirup debu hasil peledakan yang masih
mengepul disekitar area peledakan dan terperosok kedalam
lubang ledak yang rapuh pasca peledakan.

Dari semua risiko yang teridentifikasi disetiap tahapan peledakan


di PT. Semen Baturaja, bahwa risiko-risiko tersebut dapat terjadi karena
adanya sumber bahaya yang ada dilapangan pada setiap tahapan. Hasil ini
didukung juga oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Aminuddin
(2011) pada proses peledakan di area pertambangan batubara bahwa bahan
peledak dapat meledak dengan sendirinya yang disebabkan oleh
penggunaan HP, radio, dan aktivitas merokok di area gudang, tempat

Universitas Sriwijaya
121

pencampuran, pengisian dan perakitan rangkaian serta apabila cuaca


mendung yang berpotensi menimbulkan petir.
Selain itu debu baik hasil pengeboran dan hasil peledakan
merupakan gas beracun karena smoke dan fumes yang dihasilkan
mengandung karbon monoksida dan nitrogen hasil reaksi kimia dari
ANFO yang diledakkan dengan detonator (Aminuddin,2011). Hal ini juga
didukung berdasarkan laporan dari National Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH), bahwa terdapat 1,7 juta pekerja AS terhirup
debu kristal silika dari kegiatan pertambangan yang dapat memicu
timbulnya penyakit seperti silikosis, kanker, paru-paru, TBC, dan penyakit
saluran pernafasan lainnya.
Secara keseluruhan sumber-sumber bahaya yang terdapat pada
kegiatan peledakan di PT. Semen Baturaja dapat menjadi risiko
keselamatan kerja bagi pekerja dipengaruhi oleh sikap dan cara kerja
pekerja itu sendiri dan juga ketertiban pemakaian APD serta kurangnya
pengawasan terhadap jalannya kegiatan dilapangan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Miner (1994) dalam Ramdani (2013), bahwa tindakan dan
sikap tidak aman pekerja merupakan kebiasaan yang dapat memicu
terjadinya kecelakaan kerja dan Handoko (1995) dalam Ramdani (2013),
bahwa pengawasan dibutuhkan untuk mengamati setiap pelaksanaan
kegiatan dilapangan agar sesuai dengan SOP dan Instruksi Kerja agar tidak
terjadi kejadian diluar rencana kerja.

6.2.2 Ruang Lingkup


Industri yang melibatkan penggunaan bahan peledak dalam
pelaksanaannya harus mengikuti peraturan, SOP, dan Instruksi Kerja yang
ada, karena ketika melakukan pekerjaan salah satu SOP dan Instruksi kerja
ada yang tidak dilakukan atau tidak sesuai, akan berisiko mengalami
kecelakaan kerja.
Gudang penyimpanan bahan peledak untuk penyimpanan bahan
Ammonium Nitrate, Power Gel, dan Detonator di Unit PBM sudah hampir
mengikuti persyaratan gudang penyimpanan sesuai KEPMEN

Universitas Sriwijaya
122

Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan


dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Namun untuk gudang
Ammonium Nitrate dan Power Gel yang seharusnya dipisahkan tetapi
disini masih dalam satu gudang yang sama tetapi untuk kedepan sudah
dipersiapkan gudang baru yang sudah dilakukan pemisahan gudang antara
Ammonium Nitrate, Power Gel, dan detonator.
Secara keseluruhan dimulai tahapan pengambilan bahan peledak,
pencampuran, pengangkutan, pengisian, perakitan, saat peledakan hingga
pasca peledakan sudah cukup baik dan mengikuti SOP dan instruksi kerja
yang ada. Namun masih terdapat beberapa tindakan dan cara kerja yang
berisiko menimbulkan kecelakaan kerja seperti, pada saat pencampuran
solar masih terdapat ceceran solar disebabkan pekerja tidak hati-hati saat
menuangkan solar dan masih ditemui kegiatan membakar sampah yang
menyebabkan sumber api didekat area pencampuran. Selain itu sarung
tangan yang digunakan oleh pekerja saat pencampuran juga belum sesuai
dengan jenis bahan kimia yang ada, dilapangan para pekerja masih
memakai sarung tangan yang terbuat dari kain bukan lateks.
Pada tahap pengangkutan bahan peledak menuju lokasi peledakan
juga masih terdapat risiko bahaya, hal itu disebabkan permukaan jalan
dilokasi tambang yang tidak rata, bergelombang, tebing dan miring. Selain
itu masih kurang memadainya penempatan rambu-rambu disepanjang
jalan dan kurangnya border jalan sebagai pembatas jalan dan
tebing/jurang. Tindakan-tindakan tidak aman juga masih dilakukan pekerja
pada saat aktivitas pengisian dan perakitan rangkaian, yang mana masih
ditemukan pekerja yang menggunakan alat komunikasi seperti HP dan
juga merokok.
Selanjutnya pada tahap peledakan yang menjadi risiko adalah
penempatan jarak shelter yang masih belum memenuhi persyaratan dalam
KEPMEN Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Seharusnya
menurut KEPMEN Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995,
shelter diposisikan dengan jarak minimal 500 meter dari lubang ledak,

Universitas Sriwijaya
123

tetapi di PT. Semen Baturaja jarak shelter dari lubang ledak hanya berkisar
20-50 meter saja, sehingga sangat perlu dilakukan penyesuaian antara
yang dilaksanakan dilapangan dengan peraturan yang sudah berlaku untuk
ditaati agar dapat meminimalisir kemungkinan risiko yang dapat terjadi.

6.2.3 Analisis Risiko


Analisis risiko digunakan untuk menentukan besarnya suatu risiko
dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang
ditimbulkannya (Ramli,2010). Analisis risiko juga digunakan untuk
memeriksa kontrol yang ada (AS/NZS ISO 31000:2009). Menurut
Rausand (2005), dalam penggunaan metode Preliminary Hazard Analysis
(PHA) untuk analisis risiko dilakukan pengestimasian frekuensi dan
estimasi konsekuensi.
Menurut Brnich dan Mallett (2003), penilaian risiko dalam
keselamatan tambang penting dilakukan agar bahaya yang ada dapat di
evaluasi kemungkinan dan dampak terjadinya sehingga bisa mendeteksi
sedini mungkin semua bahaya yang mungkin ditemui dan hasil analisis
risiko yang dilakukan dapat digunakan untuk mengefektifkan tindakan
perbaikan dan penanganan terhadap risiko. Selanjutnya menurut Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), penggunaan dan pemilihan
jenis pelindung diri berdasarkan hasil penilaian risiko harus disesuaikan
dengan situasi, sifat, keadaan paparan, dan tingkat bahaya yang ada agar
dapat digunakan dengan nyaman oleh pekerja.
Penelitian yang dilakukan Ramdani (2013) pada kegiatan
pengeboran dan peledakan di PT.THIES Contractor Indonesia Sangattan
Mine Project, Kalimantan Timur, didapatkan hasil risiko yang jarang
terjadi atau kemungkinan kecil dapat terjadi seperti risiko unit-unit
terbalik, terbakar, tabrakan, terjatuh, tergelincir, terperosok, tertimpa,
terkena lemparan material, dan terkena ledakan. Sedangkan konsekuensi
apabila risiko terjadi yang dapat menyebabkan kematian dan juga cedera
serius adalah risiko tertabrak dan menabrak unit kendaraan, terjatuh dari
ketinggian, pekerja tergelincir, terjepit pintu kabin unit terbakar, dan

Universitas Sriwijaya
124

terkena ledakan. Sedangkan konsekuensi dengan cedera ringan seperti


risiko, pekerja terbentur unit, terkilir, terjatuh, unit amblas, tertimpa
material muatan, dan, unit tergelincir.
Berdasarkan hasil identifikasi risiko yang dilakukan peneliti,
didapatkan hasil analisis risiko dengan estimasi frekuensi dan konsekuensi
yang berbeda masing-masing risiko di setiap tahapan peledakan karena
dipengaruhi berbagai upaya pengendalian risiko yang sudah ada. Berikut
pembahasan terkait analisis risiko di masing-masing tahapan peledakan di
Unit PBM PT. Semen Baturaja :

a. Pengeboran Lubang Ledak


Hasil analisis risiko pada tahap pengeboran lubang ledak
meliputi, risiko operator tertimpa, terjatuh, terlindas, terjepit unit,
terpapar debu, gangguan pendengaran dan unit terbalik memiliki
frekuensi 2 (Remote) hingga 5 (Frequent) karena bukan termasuk
kejadian yang sering terjadi dengan konsekuensi dari semua risiko
tersebut memiliki konsekuensi 1 (Minor) hingga 3 (Critical).
karena apabila terjadi menimbulkan cedera yang cukup serius
pada pekerja sehingga membutuhkan perawatan medis dan
menimbulkan kerusakan pada unit.
Sedangkan risiko gangguan pendengaran, terpapar/terhirup
serbuk AN, terjepit, terlindas dan heat stress memiliki frekuensi 4
(Probable) hingga 5 (Frequent) karena termasuk kejadian yang
bisa setiap saat terjadi/terpapar selama pengoperasian drill
terutama disebabkan drill yang digunakan adalah tipe terbuka atau
tidak berkabin yang mengharuskan posisi operator sangat dekat
dengan unit maupun track.
b. Penyimpanan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan Detonator
Hasil analisis risiko pada tahap penyimpanan Ammonium
Nitrate, Power Gel, dan Detonator meliputi, risiko
terpapar/terhirup serbuk AN memiliki frekuensi 5 (Frequent) dan
konsekuensi 2 (Major). Sedangkan risiko ledakan yang memicu

Universitas Sriwijaya
125

kebakaran memiliki frekuensi 1 (Very Unlikely) dan konsekuensi


4 (Catastrophic).
Risiko terpapar/terhirup serbuk Ammonium Nitrate
memiliki estimasi frekuensi 5 (Frequent) karena termasuk
kejadian yang setiap saat bisa memapari pekerja yang melakukan
pengecekan gudang bahan peledak dengan konsekuensi 2 (Major)
karena efek paparan serbuk didalam gudang sudah dikendalikan
dengan pemantauan suhu ruangan maksimal 55 derajat celcius
detonator dan 35 derajat celcius untuk gudang AN dan Power Gel.
Sedangkan risiko ledakan yang memicu kebakaran
memiliki frekuensi 1 (Very Unlikely) karena kemungkinan sangat
kecil dapat terjadi disebabkan sudah dikendalikan dengan
pemasangan penangkal petir, pengaturan tataletak, jarak dan
tinggi tempat penyimpanan sesuai KEPMEN Pertambangan dan
Energi No.555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum dengan konsekuensi 4
(Catastrophic) karena apabila terjadi memicu ledakan yang
menyebabkan kebakaran yang tidak hanya akan kehilangan
bahan-bahan tetapi juga membahayakan nyawa petugas keamanan
yang menjaga di area gudang.

c. Pengambilan Ammonnium Nitrate, Power Gel, dan Detonator


Hasil analisis risiko pada tahap pengambilan Ammonium
Nitrate, Power Gel, dan Detonator meliputi, risiko terjatuh,
tersandung, terkilir, tertimpa dan tersandung memiliki frekuensi 5
(Frequent) dan konsekuensi 1 (Minor). Sedangkan risiko ledakan
yang memicu kebakaran memiliki efrekuensi 1 (Very Unlikely)
dan konsekuensi 4 (Catastrophic).
Risiko terjatuh, terbentur, terkilir dan tersandung memiliki
frekuensi 5 (Frequent) karena termasuk kejadian yang masih bisa
terjadi setiap saat, terutama kegiatan pengambilan bahan peledak
adalah kegiatan rutin setiap hari dan dilakukan manual oleh

Universitas Sriwijaya
126

pekerja dengan konsekuensi 1 (Minor) karena efek risiko yang


ditimbulkan dalam kategori ringan dan tidak menyebabkan luka
serius. Hal ini disebabkan sudah dikendalikan dengan pengaturan
tataletak, jarak dan tinggi tempat penyimpanan sesuai KEPMEN
Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum dan
dengan pemakain helm dan sepatu safety.
Sedangkan risiko kebakaran memiliki frekuensi 1 (Very
Unlikely) karena kemungkinan kecil untuk terjadi karena risiko
terjatuh, terbentur dan tersandung sebagai pemicu ledakan dan
kebakaran sudah dikendalikan. Estimasi konsekuensi 4
(Catastrophic) karena apabila terjadi menyebabkan kebakaran
yang tidak hanya akan kehilangan bahan-bahan tetapi juga
membahayakan nyawa pekerja didalam dan sekitar area gudang.

d. Pencampuran Ammonnium Nitrate dan Fuel Oil (solar)


Hasil analisis risiko pada tahap pencampuran Ammonium
Nitrate dan Fuel Oil (solar) meliputi, risiko terjatuh, terkilir,
tertimpa, tersayat/tergores, terpeleset dan terjepit memiliki
frekuensi 4 (Probable) hingga 5 (frequent) dengan konsekuensi 1
(Minor) hingga 2 (Major), hal ini karena risiko tersebut termasuk
kejadian yang masih bisa terjadi karena dalam pelaksanaannya
masih terdapat ketidaktertiban cara kerja dan pemakaian APD
oleh para pekerja.
Sedangkan estimasi konsekuensi 1 (Minor) hingga 2
(Major) karena efek jika terjadi tidak sampai membahayakan
nyawa pekerja sebatas luka ringan dan juga karena sudah
dikendalikan dengan cara tempat peramuan/pencampuran berada
lebih tinggi dari sumber api (contoh tempat membakar sampah)
dan saat melakukan pencampuran dan menghidupkan saklar
pekerja sudah memakai helm, masker, kacamata, sarung tangan,
dan sepatu safety.

Universitas Sriwijaya
127

Selanjutnya risiko terpapar AN, ledakan, tersengat listrik


memiliki frekuensi 5 (frequent) karena risiko tersebut termasuk
kejadian yang masih bisa terjadi karena dalam pelaksanaannya
masih terdapat ketidaktertiban cara kerja dan pemakaian APD
oleh para pekerja dan konsekuensi 2 (Major) hingga 3 (Critical)
karena apabila terjadi menimbulkan cedera yang cukup serius
pada pekerja sehingga membutuhkan perawatan medis dan
menimbulkan kerusakan pada unit.

e. Pengangkutan Bahan Peledak


Risiko terbalik, terperosok, tabrakan, dan meledak memiliki
frekuensi 2 (Remote) karena sangat jarang terjadi dan
kemungkinan terjadi kecil disebabkan sudah digunakan kendaraan
pengangkut khusus sesuai KEPMEN Pertambangan dan Energi
No.555.K/26/M.PE/1995 yaitu bak terbuka dan sopir sudah
memiliki Surat Izin Mengoperasikan Peralatan Perusahaan
(SIMPER) sehingga mereka sudah mengerti tatacara mengemudi
dengan tertib dan memperhatikan rambu yang ada.
Selain itu selamat proses pengangkutan dari gudang menuju
lokasi peledakan diiringi oleh petugas keamanan dan
membunyikan sirene dan bendera merah untuk menandakan akan
ada kegiatan peledakan sehingga unit-unit lain dihentikan
sementara operasinya di lapangan hingga kegiatan peledakan
selesai. Sedangkan konsekuensi 3 (Critical) hingga 4
(Catastrophic) karena apabila terjadi efek yang ditimbulkan
membahayakan pekerja dengan cedera berat yang membutuhkan
perawatan medis hingga kehilangan hari kerja serta terjadi
kerusakan pada unit kendaraan dan kehilangan bahan-bahan yang
diangkut.

Universitas Sriwijaya
128

f. Pengisian Bahan Peledak


Hasil analisis risiko pada tahap pengisian bahan peledak
meliputi, risiko terkena lemparan dan terperosok memiliki
frekuensi 3 (Occasional) karena bukan termasuk kejadian yang
sering terjadi, namun masih bisa terjadi tergantung sikap kerja
pekerja dilapangan yang masih tidak mengikuti instruksi kerja dan
konsekuensi 3 (Critical) karena apabila terjadi efek yang
ditimbulkan membahayakan pekerja dengan cedera berat yang
membutuhkan perawatan medis hingga kehilangan hari kerja.
Sedangkan risiko terpapar/ serbuk AN dan heat stress
memiliki frekuensi 5 (frequent) dan konsekuensi 2 (Major). Hal
ini karena dapat terjadi setiap saat disebabkan saat pengisian
bahan peledak pekerja bekerja pada area terbuka dan saat siang
hari serta berinteraksi langsung dengan bahan peledak. Estimasi
konsekuensi 2 (Major) karena efek yang ditimbulkan merupakan
cedera ringan namun tetap perlu penanganan medis dan
dilapangan juga pekerja disediakan APD seperti helm, kacamata
masker dan sarung tangan.

g. Perakitan Rangkaian
Hasil analisis risiko pada tahap perakitan rangkaian
meliputi, risiko ledakan yang memicu kebakaran, dan tersambar
petir memiliki frekuensi 1 (Very Unlikely) karena tidak pernah
terjadi atau kemungkinan kecil untuk terjadi disebabkan risiko
meledak dan tersambar petir sebagai pemicu kebakaran sudah
dikendalikan dengan memastikan keadaan kabel dan perlengkapan
lainnya dalam keadaan baik sebelum dibawa ke area peledakan
dan dilakukan perangkaian sesuai SOP dan instruksi kerja yang
ada. dan konsekuensi 4 (Catastrophic) karena apabila terjadi dapat
membatalkan rencana peledakan, kehilangan bahan hingga
membahayakan nyawa operator disekitar area ledakan.

Universitas Sriwijaya
129

Sedangkan risiko terperosok dan heat stress memiliki


frekuensi 3 (Occasional) hingga 5 (Frequent) karena saat
perakitan, pekerja bekerja pada area terbuka dan saat siang hari
ditambah lokasi lubang ledak berada di pinngir tebing dan
konsekuensi 1 (Minor) hingga 3 (Critical). dan estimasi
konsekuensi 1 (Minor) hingga 2 (Major) karena meskipun efek
yang ditimbulkan tidak terlalu membahayakan pekerja/ efek
ringan tetapi jika terperosok efek yang ditimbulkan
membahayakan pekerja dengan cedera berat yang membutuhkan
perawatan medis hingga kehilangan hari kerja.

h. Saat peledakan
Hasil analisis risiko pada saat peledakan meliputi, risiko
gangguan pendengaran, ledakan yang memicu kebakaran,
tertimpa, dan terpapar debu batuan memiliki frekuensi 1 (Very
Unlikely) hingga 4 (Probable) karena bukan termasuk kejadian
yang sering terjadi karena sudah dikendalikan dengan adanya
shelter sebagai tempat berlindung juru ledak saat mengeksekusi
peledakan dan memastikan membawa tester yang berfungsi
dengan baik. Namun jarak shelter dengan lubang ledak masih
belum mengikuti KEPMEN Pertambangan dan Energi
No.555.K/26/M.PE/1995 sehingga risiko tertimpa batuan masih
bisa terjadi.
Sedangkan konsekuensi 3 (Critical) hingga 4
(Catastrophic) karena apabila terjadi dapat membahayakan nyawa
atau cedera berat yang membutuhkan penanganan medis dan
kehilangan hari kerja bagi juru ledak maupun pekerja disekitar
area ledakan.

Universitas Sriwijaya
130

i. Pasca peledakan
Hasil analisis risiko pasca peledakan meliputi, risiko
terperosok, meledak, dan terpapar debu batuan memiliki estimasi
frekuensi 3 (Occasional) karena merupakan kejadian yang jarang
terjadi tapi mungkin terjadi apabila dalam pelaksanaan
pemeriksaan pasca peledakan juru ledak tidak benar-benar
memastikan waktu tunggu sebelum melakukan pengecekan,
berpijak pada batuan yang kokoh, dan memastikan semua
rangkaian sudah meledak semua.
Sedangkan dengan estimasi konsekuensi 3 (Critical) hingga
4 (Catastrophic) karena apabila terjadi dapat membahayakan tidak
hanya keselamatan tapi juga kesehatan yang membutuhkan
penanganan medis bagi juru ledak maupun pekerja disekitar area
ledakan.

Perbedaan nilai estimasi frekuensi dan konsekuensi tersebut


dipengaruhi tindakan pengendalian yang telah dilakukan oleh unit PBM
seperti, selalu melakukan safety talk sebelum memulai pekerjaan agar
pekerja dapat selalu diingatkan dan terbudaya untuk memperhatikan sikap
dan posisi tubuh saat bekerja dan berinteraksi dengan alat, bekerja sesuai
SOP dan Instruksi Kerja, pengecekan dan P2H pada mesin dan alat, serta
penyediaan APD seperti helm, kacamata, masker, earmuff/earplug , sarung
tangan, dan sepatu safety yang sesuai dengan jenis risiko untuk
mengurangi frekuensi dan konsekuensi jika hal itu terjadi.
Pengendalian risiko yang dilakukan untuk menurunkan nilai
frekuensi dan konsekuensi sudah dicantumkan dan harusnya mengikuti
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dan
KEPMEN Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995, yaitu mulai
dari pengaturan untuk memberikan informasi mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja, melindungi pekerja dengan alat pelindung diri dan
mengatur persyaratan untuk gudang penyimpanan bahan peledak, syarat

Universitas Sriwijaya
131

orang yang melakukan peledakan hingga sistem pengangkutan dan


tatatertib saat di area peledakan.
Hal ini didukung juga oleh penelitian Sari (2014) bahwa di PT
Bukit Asam sudah menjalankan pencegahan kecelakaan, peningkatan
keselamatan kerja dan lain-lain sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 Pasal
9 dan penggunaan APD untuk mengurangi efek atau keparahan dari
sebuah risiko.

6.2.4 Kategori Risiko


Dari hasil analisis risiko yang telah dilakukan, selanjutnya
dikembangkan kembali dengan membuat matriks peringkat risiko untuk
mendapatkan hasil pengkategorian risiko. Menurut Ramli (2010), dalam
menentukan peringkat risiko adalah dengan mengkombinasikan antara
kemungkinan dan keparahan. Hasil dari peringkat risiko ini akan
mengkategorikan risiko-risiko kedalam kategori high (risiko tinggi),
medium (risiko sedang), dan low (risiko rendah) (Rausand,2005).
Berdasarkan hasil analisis risiko yang telah dilakukan didapatkan kategori
risiko pada setiap tahapan peledakan (blasting) yang menghasilkan 14
risiko kategori tinggi (high) dan 38 risiko dengan kategori sedang
(medium). Kategori risiko yang dominan pada setiap tahapan peledakan di
PT. Semen Baturaja mulai dari pemboran lubang ledak hingga pasca
peledakan adalah risiko medium (sedang), hal ini disebabkan risiko-risiko
tersebut belum bisa diturunkan ke kategori low (rendah) karena baik
bahan, alat/mesin, lingkungan kerja, dan cara kerja dalam kegiatan
peledakan menggunakan bahan-bahan yang berbahaya seperti bahan
peledak dan bahan kimia, alat/mesin dengan tipe terbuka (tidak berkabin)
dan dijalankan oleh operator, lingkungan kerja didaerah tambang yang
permukaan jalannya tidak rata, miring, bertebing, dan bergelombang, serta
cara kerja yang dominan masih dikerjakan manual oleh operator dimulai
dari pengambilan, peramuan, pengangkutan, pengisian, perakitan, hingga
pemeriksaan pasca ledakan.
Sehingga masih perlu dilakukan analisis dan pemantauan lebih
lanjut terhadap penerapan K3 dan kesesuaian penerapan upaya-upaya

Universitas Sriwijaya
132

pengendalian dilapangan agar pengendalian yang diterapkan sesuai dengan


jenis risiko yang ada dan dapat menurunkan tingkat risiko.
Hasil pengkategorian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ghaisani dan Nawawinetu (2014) pada aktivitas peledakan
di PT. Cibaliung Sumberdaya, bahwa tidak terdapat kategori high (tinggi)
disebabkan pada saat proses identifikasi bahaya dan penilaian risiko sudah
dilakukan upaya-upaya pengendalian risiko sehingga kategori risiko yang
masih ada adalah medium dan low. Namun, terdapat beberapa kategori
risiko yang berbeda dengan jenis risiko yang sama antara hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti dan hasil penelitian yang dilakukan
Aminuddin (2011) diantaranya, risiko paparan debu dikategorikan dalam
kategori low hal ini disebabkan di PT. Cipta Kridatama sudah
menggunakan mesin drill yang dilengkapi dengan dust collector sehingga
mengurangi debu yang berterbangan ke udara, sedangkan di PT. Semen
Baturaja masih menggunakan mesin drill terbuka yang tidak dilengkapi
kabin dan belum dimodifikasi dengan dust collector.
Selanjutnya pada tahapan pengisian bahan peledak di PT. Semen
Baturaja, semua risiko yang ada masuk dalam kategori medium, sedangkan
risiko pada tahapan pengisian bahan peledak di PT. Cipta Kridatama
dikategorikan low hal ini disebabkan pengisian bahan peledak baru bisa
dilakukan ketika semua aktivitas baik pengeboran lubang ledak dan
inspeksi selesai dilakukan, sedangkan di PT. Semen Baturaja ketika
pengisian bahan peledak jika didalam lubang ledak masih terdapat air
digunakan mesin drill untuk dilakukan penyedotan air dan masih
ditemukan tindakan tidak aman seperti merokok dan menggunakan HP
ketika dilapangan. Selain itu risiko heat stress di PT. Cipta Kridatama
dikategorikan low hal ini disebabkan para pekerja disediakan galon berisi
air minum di area peledakan, sedangkan di PT. Semen Baturaja belum ada
disediakan galon air minum untuk pekerja di area peledakan.
Menurut Ramli (2010) mengkategorikan risiko sangat berguna
dalam menentukan dan pengambilan keputusan yang tepat untuk prioritas
pengendalian risiko. Pengendalian risiko yang telah ditetapkan tersebut

Universitas Sriwijaya
133

menurut Handoko (1995) dalam Ramdani (2013), perlu dilakukan


pengawasan secara rutin agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana
dan dapat dilakukan perbaikan secara dini jika terdapat ketidaksesuaian
dengan rencana kerja yang telah disusun. Pernyataan ini juga didukung
oleh Aminuddin (2011) bahwa dengan adanya pengawasan/review diawal
dapat digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu pengendalian apakah
dapat menurunkan kategori risiko menjadi medium atau low dan apabila
pengendalian tersebut belum bisa menurunkan kategori risiko maka perlu
dilakukan pengendalian lanjutan yang harus segera ditindaklanjuti.

6.2.5 Evaluasi Risiko


Dari hasil pengkategorian risiko yang telah dilakukan, selanjutnya
dapat digunakan untuk melakukan evaluasi risiko. Menurut Ramli (2010),
eveluasi risiko merupakan suatu proses terhadap risiko apakah risiko
tersebut dapat diterima atau tidak. Sedangkan menurut Australian
Standard/New Zealand Standard 4360:2004, evaluasi risiko adalah proses
perbandingan antara tingkat risiko dengan kriteria batasan risiko yang bisa
diterima dan risiko yang perlu dikurangi atau dikendalikan dengan
alternatif lain.
Berdasarkan hasil pengkategorian risiko yang telah dilakukan,
didapatkan evaluasi risiko pada setiap tahapan peledakan (blasting) yang
menghasilkan 14 risiko yang tidak dapat diterima sehingga penting untuk
segera dilakukan tindakan pencegahan dan 38 risiko yang diterima namun
perlu analisis lebih lanjut (acceptable risk), terutama untuk pengefektifan
tindakan pengendalian yang ada pada kegiatan peledakan batu kapur di
Unit PBM PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk.
Hasil evaluasi risiko yang dilakukan peneliti sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aminuddin (2011) pada kegiatan
peledakan di PT. Cipta Kridatama bahwa semua risiko pada kegiatan
peledakan dominan masuk dalam kategori medium termasuk risiko yang
dapat diterima namun lebih baik dilakukan lagi analisis lanjutan. Menurut
Ghaisani dan Nawawinetu (2014), risiko yang termasuk risiko medium
merupakan risiko yang dapat diterima dan boleh diteruskan tetapi perlu di

Universitas Sriwijaya
134

review ulang dan dilakukan monitoring untuk pengendalian yang sudah


diterapkan agar dipastikan apakah diperlukan pengendalian lanjutan untuk
menekan tingkat risiko hingga ke tingkat risiko paling rendah.
Dari hasil evaluasi risiko yang menunjukkan terdapat 14 risiko
yang tidak dapat diterima, bahwa manajemen risiko yang dilakukan Unit
PBM PT.Semen Baturaja masih kurang baik. Hal tersebut dikarenakan
masih tidak ditatainya peraturan dan persyaratan yang telah diatur dalam
KEPMEN Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995 dan juga
dipengaruhi oleh cara dan sikap kerja pekerja yang masih menunjukkan
tindakan tidak aman.
Namun beberapa risiko yang menunjukkan risiko yang dapat
diterima hal tersebut juga dapat membuktikan bahwa sudah dilakukan
pengendalian awal dan penerapan budaya K3 disetiap tahapan peledakan
untuk menekan terjadinya frekuensi risiko dan dampak dari risiko itu
sendiri. Selain itu dengan dominannya risiko medium dengan status
diterima dengan analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa masih perlu
dilakukan peninjauan ulang untuk pengendalian yang ada agar lebih sesuai
dengan jenis risiko yang ada serta tidak menutup kemungkinan untuk
diupayakan dilakukan tindak lanjut dengan melakukan modifikasi bentuk
pengendalian agar kategori risiko diharapkan turun ke tingkat risiko yang
serendah-rendahnya.
Menurut Pratama dkk.,(2011) apabila risiko berada pada zona yang
tidak dapat diterima (merah) perlu dan diharuskan melakukan analisa
risiko dan mitigasi sampai risiko dapat diterima atau memasuki daerah
hijau atau berada di zona ALARP. Berdasarkan Materi K3 Program Studi
S2 Universitas Indonesia, hasil evaluasi risiko tersebut dapat memberikan
gambaran tingkat pentingnya risiko yang ada, gambaran prioritas risiko
yang perlu ditangani, gambaran kemungkinan kerugian dari risiko apabila
terjadi, dan untuk saran mempertimbangkan upaya pengendalian
selanjutnya.

Universitas Sriwijaya
135

6.2.6 Pengendalian Risiko


Menurut Ramli (2010) dari hasil identifikasi dan penilaian risiko
akan didapatkan hasil besar potensi dan akibat yang ditimbulkan yang
keduanya harus dikelola secara tepat dan disesuaikan dengan kondisi
perusahaan dengan tujuan agar dapat mengurangi dampak negatif yang
akan ditimbulkan.
Menurut Budiarto dan Cahyadi (2011), bahwa kegiatan peledakan
merupakan kegiatan yang berisiko ringgi, bila dilaksanakan secara benar
dan sesuai dengan SOP dapat berjalan dengan lancar dan akan
memberikan keadaan yang aman dan nyaman, serta bertujuan untuk
melindungi pekerja terhadap kecelakaan tambang maupun penyakit akibat
kerja dengan sasaran untuk menekan seminimal mungkin bahkan
mencapai zero accident. Khusus pengendalian dalam hal penyimpanan
bahan peledak dan detonator atau pengaturan gudang bahan peledak dan
pengangkutan harus sesuai dengan KEPMEN Pertambangan dan Energi
No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum.
Dalam hirarki pengendalian National Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH), menyarankan penggunaan pendekatan
kontrol seperti substitusi dan eliminasi sumber bahaya, pengendalian
administratif seperti pembatasan waktu pemaparan, pelatihan dan
pemantauan kesehatan pekerja serta penggunaan alat pelindung diri seperti
APD pernapasan, sarung tangan, pelindung mata, dan perlindungan
pendengaran. Tetapi menurut Sari (2014), alat pelindung diri bukan untuk
mencegah tetapi hanya mengurangi efek atau keparahan dari sebuah risiko.
Menurut Brnich dan Mallett (2003), untuk mengefektifkan
tindakan perbaikan dan penanganan terhadap risiko sebelumnya perlu
dilakukan penilaian risiko. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 1
tahun 1970 tentang keselamatan dan pencegahan kecelakaan bahwa
perusahaan wajib melindungi keselamatan pekerja dengan melakukan
pengendalian seperti memberi penjelasan terhadap para pekerja mengenai
kondisi dan bahaya di tempat kerja, melengkapi APD, serta menjelaskan

Universitas Sriwijaya
136

kepada pekerja tentang cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti, sistem pengendalian risiko
yang dijalankan di Unit PBM PT. Semen Baturaja masih kurang efektif,
hal tersebut ditunjukkan dengan masih terdapat risiko yang tidak dapat
diterima dan juga dominannya risiko dalam kategori sedang (medium), hal
ini dapat disebabkan terutama dipengaruhi karena masih tidak secara
menyeluruh memenuhi persyaratan seperti pelaksanaan kegiatan sesuai
KEPMEN Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995, melakukan
pekerjaan sesuai Standart Operation Procedure (SOP) dan Instruksi Kerja,
Safety Talk sebelum memulai aktivitas dan menyediakan APD bagi
pekerja. Berikut pembahasan terkait pengendalian risiko di masing-masing
tahapan kegiatan peledakan di Unit PBM PT.Semen Baturaja :
a. Pengeboran Lubang Ledak
Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
pengeboran lubang ledak beberapa sudah efektif dan ada juga
masih kurang efektif, hal tersebut ditunjukkan dengan semua risiko
pada tahap ini dalam kategori medium (dapat diterima) namun
perlu dilakukan analisis lebih lanjut.
Pengendalian untuk paparan debu dan gangguan
pendengaran masih kurang efektif karena masker yang digunakan
para pekerja bukan merupakan masker yang sesuai untuk jenis
risiko paparan debu yang ada dan drill belum dilengkapi dust
collector sehingga risiko paparan debu hasil pengeboran masih bisa
memapari pekerja terutama karena jenis drill yang digunakan tipe
terbuka/tidak berkabin. Selanjutnya pemakaian earmuff/earplug
hanya digunakan oleh operator drill dan tidak digunakan oleh para
asisten operator drill sehingga pengendalian risiko kurang efektif
untuk mengurangi dampak risiko terutama risiko gangguan
pendengaran akibat kebisingan drill saat dioperasikan.
Sedangkan pengendalian untuk mengurangi risiko terjatuh,
terjepit, terlindas, tertimpa ataupun terperosok sudah cukup efektif

Universitas Sriwijaya
137

karena setiap hari selalu diadakan safety talk sebelum memulai


aktivitas pekerjaan yang berguna untuk mengingatkan para pekerja
agar melakukan pekerjaan sesuai SOP dan Instruksi Kerja serta
mengingatkan pekeja supaya memperhatikan sikap dan posisi
pegangan tangan pada holder mesin drill, tumpuan kaki, arah dan
pengunci batang bor, serta memperhatikan lintasan yang dipilih
saat melakukan moving dan rutin melakukan pengecekan atau P2H
pada mesin sebelum dioperasikan.

b. Penyimpanan Ammonnium Nitrate , Power Gel, Detonator


Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
penyimpanan sudah cukup efektif namun masih perlu dilakukan
analisis lanjut seperti melakukan pemantauan ketertiban para
pekerja saat melakukan pengecekan kondisi gudang penyimpanan
agar tidak membawa semua jenis alas komunikasi, digital, ataupun
listrik dan dengan memakai semua APD yang sudah disediakan
seperti helm, masker, sarung tangan, dan sepatu safety.
Pengendalian yang dilakukan sudah sesuai peraturan
KEPMEN Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
Persyaratan tersebut meliputi, pemisahan gudang bahan ramuan
dengan detonator, pembuatan tanggul disekitar gudang,
melengkapi gudang dengan penangkal petir dengan resistans
pembumian lebih kecil dari 5 ohm, membuat ventilasi, suhu
ruangan bahan peledak maksimal 55 derajat Celcius untuk bahan
ramuan dan maksimal 35 derajat Celcius untuk detonator, bahan
peledak tetap dalam kemasan aslinya, bahan peledak diletakkan di
atas bangku 30 sentimeter dari lantai gudang, tinggi tumpukan
maksimal 5 tumpukan, lebar tumpukan maksimal 4 tumpukan,
diantara tiap lapisan tumpukan ada papan penyekat dengan tebal
1,5 sentimeter, jarak antara tumpukan berikutnya 80 sentimeter.

Universitas Sriwijaya
138

Selain itu sudah dilakukan juga pengendalian administrasi


seperti sebelum dilakukan pengeluaran bahan peledak terdapat
dokumen-dokumen berita acara pengeluaran bahan peledak yang
diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Teknik Tambang,
Petugas K3, Petugas Peledakan, dan Petugas Keamanan saat
sebelum dan sesudah melakukan peledakan. Hal ini dimaksudkan
agar bahan peledak yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan
bahan peledak untuk rencana peledakan pada saat itu.

c. Pengambilan Ammonnium Nitrate , Power Gel, Detonator


Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
pengambilan sudah cukup efektif namun masih perlu dilakukan
pemantauan ketertiban para pekerja saat melakukan pengambilan
dan pengangkatan bahan peledak agar tidak membawa semua jenis
alas komunikasi, digital, ataupun listrik dan dengan memakai
semua APD yang sudah disediakan seperti helm, masker, sarung
tangan, dan sepatu safety. Selain
Selain itu untuk mengurangi risiko seperti terjatuh,
terbentur dan tersandung yang dapat memicu adanya risiko
meledak dan kebakaran sudah dilakukan pengendalian dengan
mengatur posisi dan jarak bangku dan tumpukan sesuai KEPMEN
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum dan
maksimal banyak karung yang diangkat adalah 3 tumpukan, namun
dilapangan terkadang masih ditemukan pekerja yang mengangkat
karung AN lebih dari 3 karung.

d. Pencampuran AN dan Fuel Oil (Solar)


Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
pencampuran masih kurang efektif karena kategori hampir semua
dalam kategori yang lebih baik dilakukan analisis lebih lanjut
seperti melakukan pemantauan ketertiban para pekerja memakai

Universitas Sriwijaya
139

semua APD yang sudah disediakan seperti helm, kacamata,


masker, sarung tangan, dan sepatu safety.
Hal tersebut disebabkan karena pada saat melakukan
pencampuran masih ada pekerja yang tidak memakai APD dan
jenis APD sarung tangan yang digunakan masih belum sesuai
dengan jenis bahan kimia yang berisiko memapari pekerja. Selain
itu kurangnya pengawasan area sekitar pencampuran karena masih
ditemukan risiko sumber api seperti kegiatan pembakaran sampah
disekitar area pencampuran yang dapat memicu risiko kebakaran
dan risiko terpeleset akibat kurang kehati-hatian pekerja saat
menuangkan fuel oil sehingga masih banyak terjadi tumpahan dan
ceceran fuel oil dilantai.

e. Pengangkutan Bahan Peledak


Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
pengangkutan sudah cukup efektif hal tersebut ditunjukkan dengan
setiap sopir unit kendaraan pengangkut sudah memiliki SIMPER
sehingga mereka sudah mengerti tata tertib saat mengemudi
kendaraan dengan jenis muatan yang dibawa dan selalu melakukan
pengecekan kondisi kendaraan sebelum dioperasikan (P2H) yang
dapat meminimalkan terjadinya risiko terbalik, terperosok, dan
tabrakan yang dapat memicu risiko ledakan dan kebakaran unit.
Selain itu saat pengendalian seperti mengangkut muatan
detonator dan power gel pada kotak khusus, dan mengangkut
bahan peledak dengan kendaraan khusus (bak terbuka, diiringi atau
dikawal petugas keamanan, membunyikan sirine dan memasang
bendera bewarna merah sudah sesuai dengan KEPMEN
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
Namun dengan kondisi lintasan yang permukaan jalan tidak
rata, bergelombang, bertebing (miring) dan tidak hanya ada unit
kendaraan pengangkut bahan peledak saja di lapangan masih

Universitas Sriwijaya
140

menjadi risiko karena pengendalian seperti membuat rambu


lintasan yang jelas dan mebuat border (pembatas) jalan masih
belum memadai karena jarak border masih terlalu jauh sehingga
masih mungkin menyebabkan unit terperosok dan terbalik serta
saat unit angkutan bahan peledak melintas masih ada unit
kendaraan lain seperti dumptruck yang masih beroperasi sehingga
masih berisiko terjadinya tabrakan antar unit.

f. Pengisian Bahan Peledak


Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
pengisian bahan peledak sudah cukup efektif karena berada pada
kategori risiko medium dan low yang keduanya dapat diterima.
Namun dalam penerapannya masih perlu dilakukan pengawasan
agar pengendalian tersebut efektif terutama terhadap sikap pekerja
saat melakukan pengisian.
Pada saat pengisian tinggi/ jarak saat mengisi bahan
kedalam corong masih terlalu tinggi dan dilakukan terburu-buru,
hal tersebut masih menyebabkan serbuk ANFO berterbangan di
udara dan memapari pekerja. Selain itu pengendalian untuk risiko
terkena lemparan batuan dan kebakaran sudah cukup efektif
dengan pekerja sudah mengatur jarak aman penempatan karung-
karung bahan peledak jauh dari drill apabila terdapat lubang ledak
yang masih perlu dilakukan penyedotan air dan saat dilapangan
para pekerja sudah tertib memakai APD seperti helm, kacamata,
masker, sarung tangan, dan sepatu safety.

g. Perakitan Rangkaian
Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada tahap
perakitan sudah cukup efektif terutama untuk menghindari
terjadinya risiko ledakan, kebakaran, tersambar petir dan heat
stress. Para pekerja sebelum melakukan perakitan terlebih dahulu

Universitas Sriwijaya
141

memeriksa kondisi kabel sambungan dan perlengkapan lain agar


dalam kondisi yang baik dan tidak ada yang bocor atau terkelupas.
Selain itu kegiatan perakitan dilakukan pada siang hari
dengan maksud cuaca saat kegiatan berlangsung tidak dalam cuaca
mendung yang berisiko terjadinya petir dan saat dilapangan para
pekerja sudah tertib memakai APD seperti helm, kacamata,
masker, sarung tangan, dan sepatu safety untuk mengurangi
paparan panas dari terik matahari.

h. Saat Peledakan
Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada saat
peledakan berlangsung masih terdapat pengendalian yang efektif
dan masih belum efektif. Untuk mengurangi risiko tertimpa
lemparan batu hasil peledakan dan gangguan pendengaran masih
kurang efektif disebabkan jarak/ posisi shelter masih belum sesuai
KEPMEN Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum
yaitu mengatur jarak shelter monimal 500 meter sedangkan jarak
shelter di PT. Semen baturaja berkisar 30 sampai 50 meter saja.
Hal itu dibuktikan dengan kondisi shelter yang penyok akibat
terkena lemparan batuan hasil peledakan.
Selain itu pada saat melakukan peledakan juru ledak dan
para asisten juru ledak didalam shelter masih tidak memakai
pelindung telinga seperti earmuff/ earplug karena memang tidak
disediakan oleh pihak perusahaan namun untuk penyediaan APD
lain seperti helm, masker, sarung tangan dan sepatu safety sudah
disediakan.
Sedangkan pengendalian untuk risiko terpapar debu,
getaran dan juga ledakan tiba-tiba sudah cukup efektif. Hal ini
disebabkan saat memeriksa jika ada sambungan/ rangkaian yang
putus juru ledak sudah mengatur waktu agar debu atau asap hasil
peledakan sebelumnya sudah berkurang dan selalu memastikan

Universitas Sriwijaya
142

membawa tester agar rangkain tidak bisa meledak sendiri saat juru
ledak berada di dekat lubang ledak dan sudah mengatur geometri
peledakan untuk mengurangi efek lemparan batu (flyrock), getaran
dan debu hasil peledakan yaitu burden 3 meter, spasi 5 meter,
posisi kemiringan lubang 90 derajat, dan kedalaman lubang bor
yang bervariasi antara 3 meter hingga 9 meter, mengatur waktu
delay dan mengunakan bahan peledak sesuai bon rencana
peledakan.
Pengendalian tersebut dilakukan karena menurut
Sudarmono dan Kadir (2009) dalam Simbolon dkk. (2015) dua
faktor utama yang mempengaruhi tingkat getaran saat peledakan
adalah komposisi bahan peledak dan jarak suatu tempat ke titik
ledakan. Selain itu menurut Nicholls dkk. (1971) dalam
Kartodharmo (1990) dalam Simbolon dkk. (2015) tingkat getaran
peledakan dipengaruhi dua faktor prinsip yaitu muatan bahan
peledak dan juga jarak serta nomor delay pada detonator.

i. Pasca Peledakan
Pengendalian risiko yang sudah dilakukan pada pasca
peledakan sudah efektif karena pada saat pengecekan hasil ledakan
juru ledak sudah mengatur waktu tunggu sebelum keluar dari
shelter untuk memeriksa rangkaian dimasing-masing lubang ledak
dan saat keluarpun juru ledak memperhatikan posisi kaki tempat
berpijak pada batuan atau area yang kokoh dan sudah tertib
memakai APD seperti helm, kacamata, masker, sarung tangan, dan
sepatu safety.

Secara keseluruhan pengendalian yang sudah dilakukan PT. Semen


Baturaja disetiap tahapan kegiatan peledakan belum menunjukkan
keefektifan terutama karena masih ditemukan dalam setiap prosesnya
belum melakukan pekerjaan sesuai dengan peraturan KEPMEN
Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995, SOP dan Instruksi

Universitas Sriwijaya
143

Kerja. Sehingga sangat perlu dilakukan pemantauan dan kesesuain lagi


terhadap jenis pengendalian dengan risiko yang ada karena dominan risiko
yang ada dalam kategori medium yang diterima tetapi perlu analisis lebih
lanjut. Sedangkan dilihat dari segi penerapan dilapangan juga masih
ditemukan masih kurangnya kesadaran para pekerja untuk mengutamakan
keselamatan kerja dan perilaku aman, karena masih saja ditemukan
pekerja yag tidak memakai APD dan melakukan aktivitas yang dilarang
saat kegiatan peledakan seperti merokok, menyalakan api, membawa
handphone, tidak memakai APD yang sesuai.
Hal ini menunjukan bahwa sistem manajemen yang sudah cukup
baik yang sudah diterapkan oleh pihak manajemen belum cukup untuk
mencegah munculnya risiko apabila belum adanya kesadaran dari pekerja
itu sendiri dan masih belum sepenuhnya mematuhi peraturan pemakaian
APD yang sudah diterapkan dan diberlakukan. Pernyataan ini sependapat
dengan hasil penelitian Aminuddin (2011), bahwa yang menyebabkan
pengendalian kurang efektif adalah karena pemakaian APD yang belum
tertib dan perlunya peningkatan ketertiban dan kedisiplinan pemakain
APD agar efektifitas pengendalian meningkat. Hal ini juga sesuai dengan
teori perilaku Lawrence Green (1980) dalam mempengaruhi sikap pekerja
menggunakan APD meliputi faktor predisposisi yang terdiri dari
pengetahuan, persepsi, dan motivasi, faktor enabling yang merupakan
faktor pendukung dan faktor reinforcing yang terdiri dari kebijakan dan
monitoring (Notoatmodjo, 2010)

Universitas Sriwijaya
144

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil identifikasi risiko pada setiap tahapan peledakan


(blasting) di Unit PBM PT.Semen Baturaja, ditemukan 36 jenis
sumber bahaya (hazard) yang berisiko menimbulkan 52 risiko yang
dapat terjadi disebabkan oleh jenis mesin/peralatan yang digunakan,
sikap dan cara kerja pekerja, kondisi lapangan, serta ketertiban dalam
mengikuti peraturan KEPMEN Pertambangan dan Energi
No.555.K/26/M.PE/1995, SOP, Instruksi Kerja dan pemakaian APD.
2. Ruang lingkup analisis bahaya keselamatan yang terdapat pada
kegiatan peledakan (blasting) di Unit PBM PT. Semen Baturaja
meliputi : tahapan pengeboran lubang ledak, penyimpanan,
pengambilan, pencampuran, pengangkutan, pengisian, dan perakitan
bahan peledak hingga saat peledakan dan pasca peledakan.
Pelaksanaan kegiatan peledakan sudah sesuai prosedur SOP dan
Instruksi Kerja serta mengacu pada KEPMEN Pertambangan dan
Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pertambangan Umum.
3. Berdasarkan hasil analisis risiko pada setiap tahapan peledakan
(blasting) di Unit PBM PT.Semen Baturaja, didapatkan estimasi
frekuensi 11 very unlikely, 6 remote, 12 occasional, 8 probable, dan 15
frequent dan estimasi konsekuensi 11 minor, 8 major, 18 critical, dan
15 catastrophic. Risiko yang frekuensinya sering meliputi terpapar
debu batuan dan serbuk AN, Heatstress, dan getaran sedangkan
konsekuensi yang sangat berbahaya meliputi gangguan kesehatan dan
keselamatan akibat debu batuan, lemparan batuan saat peledakan,
tersengat listrik dan terperosok kedalam tebing.
4. Berdasarkan hasil kategori risiko pada setiap tahapan peledakan
(blasting) di Unit PBM PT.Semen Baturaja, diidapatkan 14 risiko

Universitas Sriwijaya
145

dengan kategori tinggi (high) dan 38 risiko dengan kategori sedang


(medium). Risiko dengan kategori tinggi dominan terdapat pada tahap
pengeboran lubang ledak, pengisian dan perangkaian bahan peledak,
saat peledakan dan tahap pasca peledakan.
5. berdasarkan hasil evaluasi risiko pada setiap tahapan peledakan
(blasting) di Unit PBM PT.Semen Baturaja, didapatkan 14 risiko yang
tidak dapat diterima sehingga penting untuk segera dilakukan tindakan
pencegahan dan 38 risiko yang diterima namun perlu analisis lebih
lanjut (acceptable risk), terutama untuk pengefektifan tindakan
pengendalian yang ada. Risiko dengan kategori tidak bisa diterima
dominan terjadi pada tahap pengeboran lubang ledak, pengisian dan
perangkaian bahan peledak, saat peledakan dan tahap pasca peledakan.
6. Sistem pengendalian risiko yang dijalankan di setiap tahapan
peledakan di unit PBM belum menunjukkan keefektifan terutama
karena masih ditemukan dalam setiap prosesnya belum melakukan
pekerjaan sesuai dengan peraturan KEPMEN Pertambangan dan
Energi No.555.K/26/M.PE/1995, serta masih banyak temuan tindakan
tidak aman dan ketidaktertiban pekerja dilapangan yang disebabkan
masih kurangnya pengawasan dan pemantauan dari petugas K3 serta
peninjauan kembali kesesuain jenis pengendalian dengan risiko yang
ada karena masih terdapat risiko dengan kategor tinggi (high) dan juga
dominan risiko yang ada dalam kategori medium.

7.2 Saran

1. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko lanjutan untuk


mengevaluasi program pengendalian risiko yang sudah berjalan
2. Mengintensifkan program pengawasan dan pemantauan pada setiap
kegiatan peledakan dimulai dari gudang penyimpanan, hingga pra dan
pasca peledakan, terutama ketertiban pelaksanaan SOP dan pemakaian
APD.
3. Melakukan analisis lanjutan terhadap kegiatan/ metode pengganti
kegiatan peledakan yang didasarkan prinsip keamanan tidak hanya

Universitas Sriwijaya
146

bagi pekerja namun untuk lingkungan sekitar (masyarakat) dengan


tidak mengesampingan prinsip efektifitas waktu dan efisiensi biaya.
4. Perlu pengendalian tambahan meliputi :
a. Di area gudang penyimpanan perlu disediakan loker khusus untuk
menyimpan peralatan pekerja (HP, kamera, radio, dll) supaya
ketika melakukan aktifitas di gudang benar-benar dipastikan tidak
ada hal yang bisa memicu risiko.
b. Di sepanjang lintasan menuju lokasi peledakan perlu ditambah
rambu-rambu dan jarak antar border jalan yang memadai atau
dengan menyediakan border line. Dipasang ditempat yang mudah
terlihat dan tidak terhalang benda lain.
c. Sebaiknya memastikan lubang ledak benar-benar tidak berisi air,
sehingga saat pengisian atau perakitan berlangsung tidak perlu
menggunakan mesin drill di area peledakan untuk menyedot air
yang ada didalam lubang ledak.
d. Memodifikasi unit drill dengan peredam suara, penangkap debu
(dust collector) dan safety belt bagi operator.
e. Mengatur jarak aman shelter sesuai peraturan KEPMEN
Pertambangan dan Energi No.555.K/26/M.PE/1995 yaitu minimal
500 meter.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Rianto.2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Aminuddin, A.2011. Kajian Penerapan Manajemen Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L) Pada Proses Blasting di Area
Pertambangan Batubara PT. Cipta Kridatama Jobsite Mahakam Sumber
Jaya Kalimantan Timur, [Disertasi]. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Dari : http://core.ac.uk [15 April 2015].
Anonim.2014, ‘Incidents Complaints Report’. Dari : http://www.mhsc.nhs.uk [
15 April 2015].
_______.2009. AS/NZS ISO 31000:2009 Risk Management-Principles and
Guidelines. Dari : http://sherq.org. [23 Juli 2015].
_______.2013, ‘11th annual review of trends in the Indonesian mining industry’.
Dari : http://www.pwc.com.au [ 25 Juli 2015].
_______.2014. Dokumen JSA Unit PBM PT Semen Baturaja (persero) Tbk.
Baturaja. Biro PBM PT. Semen Baturaja.
_______.2014. Manual Report PT Semen Baturaja (persero) Tbk. Baturaja. Biro
PBM PT. Semen Baturaja.
_______.2014, Laporan Tahunan PT Semen Baturaja (persero) Tbk. Baturaja.
Biro PBM PT. Semen Baturaja.
_______.2003. ‘Rangkuman Juru Ledak Pertambangan’. SNI No. 13-6979.4-
2003.
_______.2012. ‘Tasman Extension Project’. Dari :
http://www.gloucestercoal.com.au [ 25 Juli 2015].
_______.2010. ‘The Blasting Opertation in Mineral Industry’. Badan Diklat
ESDM, Kementerian ESDM : Bandung. Kementerian ESDM
Astika, H., dkk.,2013. Penilaian Dan Penerapan Resiko Kecelakaan Kerja Dan
Kerusakan Lingkungan Penambangan Mineral Dan Batubara Di
Indonesia. Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
Badan Pusat Statistik.2010. ‘Pertanian dan Pertambangan’. Dari :
http://www.bps.go.id/ [ 15 April 2015].
Badan Tenaga Nuklir Nasional.2012. ‘Pedoman Penilaian Risiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (Standar Batan Bidang Administrasi, Manajemen
dan Organisasi)’. Dari : http://www.batan.go.id [15 April 2015].
Bajpayee, T.S., Verakis, H.C., dan Lobb, T.E. 2004. ‘Blasting Safety Revisiting
Site Security’, International Society Of Explosives Engineers. Dari :
http://www.cdc.gov [ 21 April 2015].
Budiarto, B., dan Tedy Agung. 2011. Peranan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dalam Kegiatan Peledakan Mineral dan Batubara, In Proceeding
Industrial Engineering Conference. Industrial Engineering Conference.
Dari : http://repository.upnyk.ac.id [15 April 2015].
Catalani, C., & Minkler, M.2010. Photovoice: a review of the literature in health
and public health. Health Education & Behavior. Dari :
http://strive.lshtm.ac.uk/ [ 25 Juli 2015].
Ericson, C. A.2005. Hazard Analysis Techniques For System Safety. John Wiley
& Sons. Dari : http://wenku.baidu.com [ 23 Juli 2015].
Febri, K.2013. ‘Kajian Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Kegiatan
Penambangan Bauksit PT. Putra Alam Lestari Ketapang Kabupaten
Kendawangan Propinsi Kalimantan Barat’,[Doctoral Dissertation].UPN
Veteran Yogyakarta. Dari : http://repository.upnyk.ac.id [Juli 2015].
Foster-Fishman, P., Nowell, B., Deacon, Z., Nievar, M. A., dan McCann, P.2013.
Photovoice: Using Images to tell Communities’ StoriesParticipant
Handbook. Dari: http://systemexchange.msu.edu [ 26 Juli 2015].
Ghaisani, H., dan Nawawinetu, E. D. 2015. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko
dan Pengendalian Risiko pada Proses Blasting di PT. Cibaliung
Sumberdaya, Banten. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga,Surabaya. Dari : http://journal.unair.ac.id [21 April 2015].
Harrianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC
Hyatt, N.2010. Guidelines For Process Hazards Analysis (PHA, HAZOP),
Hazards Identification, And Risk Analysis. CRC Press.
Irwandi, Arif.2002. Buku Ajar Perencanaan Tambang, ITB. Bandung.
Kamara.2010, ‘Blasting Incident At The-Koidu Kimberlite Project Mine-Site’.
Dari : http://awoko.org [`15 April 2015].
Direktorat Teknik Mineral dan Batubara, 2004. Keputusan Menteri Petambangan
dan Energi Nomor: 555.K/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.Jakarta.
Konya, C.J and Walter E.J. 1991. Rock Blasting and Overbreak Control. US
Department of Transportation Federal Highway Administration. Dari :
http://www.irr-neram.ca [21 April 2015].
Konya,C.J dan Walter, E.J. 1990. Surface Blast Dessign Prentice Hall New Jersey
USA. Dari : http://www.cdc.gov [21 April 2015].
Madya dan Suryana. Persiapan Peledakan Diklat Juru Ledak Penambangan
Bahan Galian. Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara. Bandung.
Mahler dan Sabirin,2008. Proses Penambangan Tembaga dan Emas Mulai Hulu
hingga Hilir. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Dari :
https://books.google.co.id. [ 10 November 2015].
Mainiero, R., Rowland, J., Harris, M., dan Sapko, M. 2006. ‘Behavior of Nitrogen
Oxides in the Product Gases from Explosive Detonations’. In proceedings
of the annual conference on explosives and blasting technique. Dari :
http://www.cdc.gov/ [23 Juli 2015].
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 2008. The
Application of Major Hazard Risk Assessment (MHRA) to Eliminate
Multiple Fatality Occurrences in the U.S. Minerals Industry (IC 9508).
Dari : http://www.cdc.gov [2 September 2015].
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Puspawati, D. A.2013.’Pembelajaran Berbasis Media Photovoice: Belajar Dari
Potret Alam’. In Prosiding Seminar Biologi. Dari :
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/ [21 Juli 2015].
Qiyue, L., Longjun, D., Shouyi, Q., Min, X., dan Gao, L. 2011. A Misfire
Identification Method Using Wavelet Transform And Its Application.

Universitas Sriwijaya
International Journal Of Digital Content Technology And Its Applications.
Dari : http://www.aicit.org [ 21 April 2015].
Ramdani, A. R. 2015. Analisis Tingkat Risiko Keselamatan Kerja pada Kegiatan
Penambangan Batubara di Bagian Mining Operation PT. Thiess
Contractors Indonesia Sangatta Mine Project, Kalimantan Timur Tahun
2013. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Islam Negeri
Jakarta. Dari : http://repository.uinjkt.ac.id [15April 2015].
Ramli, Soehatman. 2009. Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk
Management. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
_______________. 2010. Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk
Management. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
_____________________. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif
K3. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Rafa'i, 2015. ‘Analisis Risiko Pada Kecelakaan Kerja Menggunakan Metode Risk
Nomogram (StudiKasus: PT. BANGKINANG)’. [Doctoral dissertation].
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau). Dari : http://repository.uin-suska.ac.id [Juli 2015].
Rausand, M. 2004. ‘Preliminary Hazard Analysis’. Norwegian University Of
Science And Technology. Dari : http://frigg.ivt.ntnu [21 Juli 2015].
Sari, N.D,.2014. Analisis Upaya Pengendalian Potensi Bahaya Di Lokasi
Penambangan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan
Tanjung Enim Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Msyarakat, Universitas
Sriwijaya.
Shortreed, J., Hicks, J., dan Craig, L. 2003. ‘Basic Frameworks For Risk
Management. Final Report Prepared For The Ontario Ministry Of The
Environment’. Neram: Network For Environmental Risk Assessment And
Management. Dari : http://www.irr-neram.ca. [ 21April 2015].
Sugiono. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif .Bandung: Alfa Beta
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: CV Sagung Seto.
Suma’mur. 1996. Hygiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.
Suwandhi. Pengetahuan Dasar Bahan Peledak SNI No. 13-6979.4-2003. Sekolah
Tinggi Teknologi Mineral Indonesia.
Stout, Koehler S.1980.Mining Methods & Equipment. New York, N.Y. : Mining
Informational Services, McGraw-Hill.
Wahuhadi, dkk. 2013. Melalui Teknik Photovoice. Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan. Unversitas Negeri Yogyakarta. Dari
:http://staff.uny.ac.id/ [23 Juli 2015].
Wulandari, S. 2011. ‘Identifikasi Bahaya, Penilaian, Dan Pengendalian Risiko
Area Produksi Line 3 Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di
PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java’. [Doctoral Dissertation].
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Dari :
http://eprints.uns.ac.id/. [ 21 Juli 2015].
Yovita, S. 2009. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Pada Pertambangan
Batubara Di PT. Marunda Grahamineral, Job Site Laung Tuhup
Kalimantan Tengah. [Disertasi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Surakarta. Dari : http://core.ac.uk [ 21 Juli 2015].

Universitas Sriwijaya
Yunanda, M. A. 2013. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Perum Jasa Tirta I Malang Bagian
Laboratorium Kualitas Air). Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya. Dari : http://www.jimfeb.ub.ac.id. [ 26 Juli 2015].

Universitas Sriwijaya
Lampiran 1. PHA Worksheet

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengeboran Lubang Ledak
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Safety talk, Pemeriksaan rutin sebelum
peralatan dioperasikan ( Kepmen No.
555.K/26/M.PE/1995) terutama
Kunci/ baut
pengunci batang bor, memeriksa
Batang bor lepas dan pada menara
onderdil mesin dalam keadaan baik,
menimpa operator (batang) bor
Tertimpa batang bor berada pada posisi yang benar ,
menyebabkan operator 3 3 9 M rentan lepas
saat drill dioperasikan memakai APD (helm, kacamata,
cedera kepala atau apabila tidak
sarung tangan, masker, sepatu),
badan terluka benar-benar di
perawatan berkala pada mesin dan
cek
onderdil, melakukan P2H pada mesin
setiap sebelum mengoperasikan mesin/
peralatan
Tidak adanya
1 Unit Drill
pengaman seperti
Safety talk, Posisi tangan memegang Dikarenakan
safety belt sehingga
holder dengan benar dan kuat, Posisi desain alat yang
Terjatuh dari unit saat ketika operator terjatuh
kaki bertumpu dengan benar, 3 2 6 M dimiliki/
drill dioperasikan menyebabkan luka
Memakai APD (helm, kacamata, digunakan tidak
ringan hingga berat
sarung tangan, masker, sepatu) berkabin
yang membutuhkan
penanganan medis
Suara bising yang
Gangguan Jarak operator
dihasilkan saat drill
Pendengaran akibat Safety talk, Memodifikasi drill dengan dan sumber
mulai beroperasi dapat
suara bising dari unit peredam suara, Memakai APD 5 3 15 H suara dari
menyebabkan
drill yang sedang Earmuff/Earplug mesin sangat
gangguan pendengaran
beroperasi dekat
yang bersifat permanen

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengeboran Lubang Ledak
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
karena sering terpapar
bising setiap bekerja
Debu yang dihasilkan
Dilapangan,
saat drill mulai
operator
beroperasi dapat Safety talk, Berada pada posisi yang
memakai
menyebabkan benar, memperhatikan arah angin,
Terpapar/ terhirup masker yang
2 Debu Batuan penumpukan partikel Memodifikasi drill dengan dust 4 3 12 H
debu hasil pengeboran tidak standar
debu yang berbahaya collector, Memakai APD (helm,
(memakai
bagi sistem pernafasan kacamata, masker, sepatu)
bahan kain/
apabila terus terpapar/
kaos)
terhirup
Posisi drill hilang
keseimbangan/ oleng
karena permukaan
Terbalik saat proses landasan tidak rata Safety talk, Operator berada pada
moving/ bergerak yang apabila terbalik posisi yang benar, Mengatur laju
2 3 6 M
pindah ke titik menyebabkan kecepatan, Memakai APD (helm,
pengeboran lain kerusakan unit yang kacamata, masker, sepatu)
Kondisi lokasi
mengganggu produksi
pengeboran
dan operator dapat
dengan
Landasan ( cedera cukup berat
3 permukaan
Drill Pad) Tidak ada border jalan/
yang tidak rata,
line disekitar area
bergelombang,
pemboran lubang ledak Safety talk, Pemasangan border line di
dan miring
Terperosok ke tebing menyebabkan unit area sekitar titik pengeboran, Mengatur
saat proses moving/ dapat terperosok ke laju kecepatan, menempatkan unit
2 3 6 M
bergerak pindah ke dalam tebing sehingga pada permukaan jalan yang rata (tidak
titik pengeboran lain menyebabkan bergelombang/ bertebing), Memakai
kerusakan unit dan APD (helm, kacamata, masker, sepatu)
cedera berat pada
operator
Terjepit saat proses Kaki/tangan operator Safety talk, Mengatur posisi dan jarak Jarak operator
4 Track Drill moving/ bergerak dapat terjepit dan aman antara posisi pijakan kaki 5 1 5 M dengan track
pindah ke titik terlindas karena posisi operator dengan track , Memakai drill sangat

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengeboran Lubang Ledak
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
pengeboran lain kaki/ tangan dan jarak APD (helm, kacamata, masker, sepatu) dekat
operator yang terlalu
dekat dengan track
Terlindas saat proses
pada saat moving
moving/ bergerak
sehingga menyebabkan 5 2 10 H
pindah ke titik
cedera serius dan
pengeboran lain
membutuhkan
perawatan medis
Bekerja di area terbuka
Heat Stress saat Safety talk, Pemasangan kabin/ atap
menyebabkan operator
5 Terik Matahari bekerja di area diatas operator, Memakai APD 5 2 10 H
dehidrasi dan gangguan
pengeboran (Helm, Masker, Kacamata, sepatu )
heat stress lainnya

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Penyimpanan Ammonnium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Safety Talk, Memeriksa suhu sesuai
persyaratan gudang ( Max. 55
Terhirup bau derajat celcius), Pengecekan rutin
Terpapar serbuk menyengat suhu ruangan, Pemasangan Persyaratan gudang
Ammonnium Ammonium Nitrat Ammonium Nitrat springkle air apabila suhu naik, penyimpanan sesuai
1 5 2 10 H
Nitrat saat didalam gudang yang dapat Membuat ventilasi atas dan bawah, Kepmen No.
penyimpanan menyebabkan iritasi Memenuhi persyaratan gudang 555.K/26/M.PE/1995
dan pusing sesuai peraturan yang berlaku,
Memakai APD (helm, kacamata,
Sepatu tidak beralas besi, masker)
2 Power Gel Kebakaran gudang Terpapar sumber api Safety Talk, Memeriksa suhu sesuai 1 4 4 M Persyaratan gudang
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Penyimpanan Ammonnium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
penyimpanan saat dari alat-alat persyaratan gudang ( Max. 55 penyimpanan sesuai
terjadi ledakan dari listrik/besi/ kesalahan derajat celcius), Pengecekan rutin Kepmen No.
power gel tata letak sebagai suhu ruangan, Memenuhi 555.K/26/M.PE/1995
pemicu terjadinya persyaratan gudang dan mengatur
percikan api yang tata letak sesuai peraturan yang
dapat menyebabkan berlaku, Terdapat tulisan peringatan
ledakan power gel dilarang menyalakan api, membawa
sehingga terjadi sumber listrik dan alat komunikasi,
kebakaran gudang dan jauh dari kegiatan yang bergetar,
bisa membahayakan Memakai APD ( Sepatu tidak
nyawa petugas beralas besi, masker)
keamanan di sekitar
gudang
Terpapar sumber api
dari alat-alat Safety Talk, Memeriksa suhu sesuai
listrik/besi/ kesalahan persyaratan gudang ( Max. 35
tata letak sebagai derajat celcius), Pengecekan rutin
pemicu terjadinya suhu ruangan, Memenuhi
Kebakaran gudang percikan api yang persyaratan gudang dan mengatur Persyaratan gudang
penyimpanan saat dapat menyebabkan tata letak sesuai peraturan yang penyimpanan sesuai
3 Detonator 1 4 4 M
terjadi ledakan dari ledakan detonator berlaku, Terdapat tulisan peringatan Kepmen No.
detonator sehingga terjadi dilarang menyalakan api, membawa 555.K/26/M.PE/1995
kebakaran gudang dan sumber listrik dan alat komunikasi,
bisa membahayakan jauh dari kegiatan yang bergetar,
nyawa petugas Memakai APD ( Sepatu tidak
keamanan di sekitar beralas berbesi, masker)
gudang
Kebakaran gudang Sambaran petir yang Safety Talk, Memasang penangkal
penyimpanan saat menimbulkan arus petir dengan resistans pembumian
Persyaratan gudang
gudang tersambar listrik yang memicu lebih kecil dari 5 ohm di masing-
penyimpanan sesuai
4 Petir petir yang memicu ledakan power gel atau masing gudang penyimpanan, 1 4 4 M
Kepmen No.
ledakan power gel detonator dan membuat tanggul disekitar area
555.K/26/M.PE/1995
atau detonator menyebabkan gudang, Pengecekan/ kalibrasi
didalam gudang kebakaran gudang bisa penangkal petir secara berkala

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Penyimpanan Ammonnium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
membahayakan nyawa
petugas keamanan di
sekitar gudang

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengambilan Ammonnium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Kelebihan/ sikap Safety Talk, Memenuhi persyaratan
membawa tumpukan gudang dan mengatur jarak antar
Persyaratan gudang
Petugas terjatuh saat karung Ammonium rak/bangku (80cm) sesuai peraturan
penyimpanan sesuai
mengangkat karung Nitrat menyebabkan yang berlaku, Memakai APD ( 5 1 5 M
Kepmen No.
Ammonium Nitrat petugas terjatuh dan Sepatu, helm safety), mengangkat
555.K/26/M.PE/1995
mengalami cedera beban maksimal 3 karung AN (1
ringan hingga sedang karung 25kg)
Kesalahan pengaturan
jarak antar rak/ bangku
Ammonium yang terlalu Safety Talk, Memenuhi persyaratan
1
Nitrat berdekatan dan gudang dan mengatur jarak antar
Petugas tersandung Persyaratan gudang
pencahayaan yang rak/bangku (80cm) sesuai peraturan
saat mengangkat penyimpanan sesuai
kurang dari dalam yang berlaku, Memakai APD ( 5 1 5 M
karung Ammonium Kepmen No.
gudang menyebabkan Sepatu, helm safety), mengangkat
Nitrat 555.K/26/M.PE/1995
petugas bisa beban maksimal 3 karung AN (1
tersandung dan karung 25kg)
mengalami cedera
ringan hingga sedang
Petugas terkilir saat Kelebihan beban yang Safety Talk, mengangkat beban
5 1 5 M
mengangkat karung diangkat menyebabkan maksimal 3 karung AN (1 karung
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengambilan Ammonnium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
Ammonium Nitrat tangan petugas terkilir 25kg), memakai APD (helm, sarung
yang menimbulkan tangan, masker, sepatu safety)
cedera pada otot
tangan
Petugas terjatuh
sehingga power gel Safety Talk, Memenuhi persyaratan
yang dibawa terbentur gudang dan mengatur jarak dan
dan bergesekan tinggi antar rak/bangku (80cm)
dengan lantai yang sesuai peraturan yang berlaku,
Kebakaran gudang memicu terjadinya membuat ventilasi sebagai sumber Persyaratan gudang
penyimpanan saat sumber api bisa cahaya alami, Tidak membawa alat- penyimpanan sesuai
2 Power Gel 1 4 4 M
terjadi ledakan dari mengakibatkan alat sumber api/listrik/ komunikasi, Kepmen No.
power gel ledakan power gel dan Memakai APD ( Sepatu, masker), 555.K/26/M.PE/1995
menyebabkan penyediaan kotak khusus
kebakaran gudang bisa penyimpanan sementara ketika
membahayakan nyawa membawa power gel keluar gudang
petugas keamanan di penyimpanan
sekitar gudang
Petugas terjatuh
sehingga detonator Safety Talk, Memenuhi persyaratan
yang dibawa terbentur gudang dan mengatur jarak dan
dan bergesekan tinggi antar rak/bangku sesuai
dengan lantai yang peraturan yang berlaku, membuat
Kebakaran gudang memicu terjadinya ventilasi sebagai sumber cahaya Persyaratan gudang
penyimpanan saat sumber api bisa alami, Tidak membawa alat-alat penyimpanan sesuai
3 Detonator 1 4 4 M
terjadi ledakan dari mengakibatkan sumber api/listrik/ komunikasi, Kepmen No.
detonator ledakan detonator dan Memakai APD ( Sepatu, masker), 555.K/26/M.PE/1995
menyebabkan penyediaan kotak khusus
kebakaran gudang bisa penyimpanan sementara ketika
membahayakan nyawa membawa detonator keluar gudang
petugas keamanan di penyimpanan
sekitar gudang
Petugas terbentur saat Kelebihan beban yang Safety Talk, mengangkat beban
4 Pintu Gudang 5 1 5 M
mengangkat karung diangkat menyebabkan maksimal 3 karung AN (1 karung

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengambilan Ammonnium Nitrat, Power Gel, dan Detonator
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
Ammonium Nitrat saat melewati pintu 25kg), memakai APD (helm, sarung
gudang petugas dapat tangan, masker, sepatu safety)
terbentur pintu yang
bisa menimbulkan
cedera ringan pada
petugas

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pencampuran Ammonium Nitrat dan Fuel Oil (solar)
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Bisa terpapar/terhirup
Terpapar AN saat serbuk AN apabila
Safety talk, Memakai masker dan
mengangkat, saat bekerja tidak
kacamata untuk mengurangi Jenis sarung tangan
membuka karung memakai masker
paparan langsung, mengatur jarak disesuaikan dengan
AN, dan sehingga serbuk yang 5 2 10 H
antara kepala/muka petugas dengan jenis bahan kimia
memasukkan berterbangan diudara
karung AN saat membuka dan yang digunakan
kedalam mesin bisa terhirup sehingga
measukkan kedalam mesin mollen
mollen dapat menyebabkan
Ammonnium iritasi dan pusing
1
Nitrat
Kelebihan/ sikap
membawa tumpukan
Terjatuh saat Safety Talk, mengangkat beban
karung Ammonium
mengangkat karung maksimal 3 karung AN (1 karung
Nitrat menyebabkan 4 1 4 M
dari mobil ke tempat 25kg), memakai APD (helm, sarung
petugas terjatuh dan
pencampuran tangan, masker, sepatu safety)
mengalami cedera
ringan
Terkilir saat Kelebihan beban yang Safety Talk, mengangkat beban 4 1 4 M
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pencampuran Ammonium Nitrat dan Fuel Oil (solar)
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
mengangkat karung diangkat menyebabkan maksimal 3 karung AN (1 karung
AN tangan petugas terkilir 25kg), memakai APD (helm, sarung
yang menimbulkan tangan, masker, sepatu safety)
cedera pada otot
tangan
Kelebihan/ sikap
membawa tumpukan
karung Ammonium
Tertimpa saat Safety Talk, mengangkat beban
Nitrat menyebabkan
mengangkat karung maksimal 3 karung AN (1 karung
petugas tertimpa 4 1 4 M
AN dari mobil ke 25kg), memakai APD (helm, sarung
karung yang dibawa
tempat pengangkutan tangan, masker, sepatu safety)
ynag menyebabkan
mengalami cedera
ringan
Saat membuka karung
AN tidak memakai
sarung tangan Safety Talk, konsentrasi saat
Tersayat/Tergores
sehingga saat cutter membuka karung AN (1 karung
cutter saat membuka 4 1 4 M
mengenai tangan 25kg), memakai APD seperti sarung
karung AN
petugas dapat tersayat/ tangan
tergores cutter yang
digunakan
Safety talk, Memposisikan corong
Terpapar sumber api
dengan benar dan menuangkan solar
di area sekitar
dengan perlahan dan hati-hati,
Ledakan yang pencampuran fuel oil
Melengkapi APAR sesuai jenis 5 3 15 H
memicu kebakaran (solar) dan parker
sumber api, Memakai APD ( Helm,
kendaraan yang
kacamata, masker, sarung tangan,
2 Fuel Oil (solar) membawa power gel
sepatu )
Adanya ceceran solar Safety talk, Memposisikan corong
Terpeleset saat dilantai sehingga dengan benar dan menuangkan solar
membersihkan tempat membuat lantai licin dengan perlahan dan hati-hati, 5 2 10 H
pencampuran dan berisiko membersihkan/ menyiram tumoahan
menyebabkan petugas solar dengan air mengalir, Memakai

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pencampuran Ammonium Nitrat dan Fuel Oil (solar)
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
terpeleset dan APD ( Helm, kacamata, masker,
mengalami cedera sarung tangan, sepatu )
ringan seperti kaki
terkilir atau luka
ringan
Petugas yang saat
menyalakan saklar
dengan kondisi tangan
Tersengat listrik saat Safety talk, menyalakan saklar
yang basah dan tidak
menyalakan saklar dengan tangan dalam keadaan tidak
3 Saklar memakai sarung 4 3 12 H
untuk menghidupkan basah (kering) dan memakai APD
tangan dan jika terjadi
mesin mollen seperti sarung tangan
dapat mengakibatkan
cedera yang serius
pada operator
Petugas yang tidak
konsentrasi saat
bekerja dan ditambah Safety Talk, konsentrasi saat
Terjepit saat
tidak memakai sarung memasukkan karung AN (1 karung
memasukkan AN
tangan saat bekerja 25kg), tangan tidak terlalu dekat
4 Mesin Mollen atau solar kedalam 4 2 8 M
dan jika terjadi dengan mesin mollen yang sedang
mesin mollen yang
kejadian terjepit dapat berputar, memakai APD seperti
sedang berputar
menyebabkan luka sarung tangan
ringan pada tangan
petugas

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengangkutan Bahan Peledak
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Permukaan jalan yang
tidak rata dapat
menyebabkan unit
kendaraan oleng/
Safety talk, Membawa kendaraan
Terbalik saat hilang keseimbangan
yang dalan keadaan yang baik,
melintasi lintasan sehingga dapat
Perawatan onderdil kendaraan
yang permukaan nya terbalik dan 2 3 6 M
secara berkala, Mengatur laju
tidak rata dan menyebabkan
kecepatan, Membawa muatan sesuai
bertebing (miring) kerusakan kendaraan
kapasitas kendaraan
dan cedera pada sopir
dan petugas
pengangkutan bahan
peledak
1 Lintasan Tidak ada border jalan
dipinggir lintasan
bertebing dan rambu
lintasan yang memadai
Safety talk, Mengatur laju
Terperosok saat memicu kendaraan
kecepatan, Membawa muatan sesuai
melintasi lintasan dapat terperosok ke
kapasitas kendaraan, Memasang
bertebing dan arah tebing
border jalan/ border line dan 2 3 6 M
permukaan nya tidak menyebabkan
memasang rambu lintasan di
rata dan bertebing kerusakan kendaraan,
sepanjang lintasan kendaraan
(miring) cedera petugas bahkan
pengangkut bahan peledak
kebakaran yang
berasal dari power gel
dan detonator yang
dibawa
Detonator dan Ledakan yang Terhempas dan Safety talk, Membawa detonator dan
2 1 4 4 M
Power Gel memicu kebakaran bergesekan pada power gel tidak dalam keadaan
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengangkutan Bahan Peledak
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
saat terjatuh dari permukaan jalan yang terbuka, Mengatur laju kecepatan,
kendaraan (kendaraan tidak rata sehingga Membawa muatan sesuai kapasitas
terbalik/terperosok) memicu percikan api kendaraan, Memasang border jalan/
menyebabkan border line dan memasang rambu
detonator, power gel lintasan di sepanjang lintasan
meledak dan kendaraan pengangkut bahan
menyebabkan peledak
kendaraan ikut
terbakar dan cedera
sedang hingga berat
pada sopir dan petugas
Tidak ada border
jalan/line dan rambu
lintasan yang
memadai, arah/jalan Safety talk, Mengatur laju
masuk dan keluar kecepatan, Membawa muatan sesuai
kendaraan lapangan kapasitas kendaraan, Memasang
Tabrakan dengan unit masih satu arah dan border jalan/ border line dan
kendaraan lain masih melintas memasang rambu penunjuk arah
(dumptruck) saat dumptruck saat lintasan, menghentikan sementara 2 3 6 M
menuju lokasi kendaraan angkutan operasi dumptruck dan kendaraan
peledakan bahan peledak lapangan lainnya hingga proses
Kendaraan
3 melintas memicu peledakan selesai, Diiringi dan
Pengangkut tabrakan kendaraan dijaga. dipantau oleh petugas
menyebabkan keamanan
kerusakan kendaraan
dan cedera sedang
hingga berat
Terbalik saat Sopir mengendarai Safety talk, Memastikan kendaraan
melintasi lintasan dengan kecepatan dalan keadaan yang baik, Perawatan
yang permukaan nya melebihi maksimum onderdil kendaraan secara berkala,
2 3 6 M
tidak rata dan yang diperbolehkan Mengatur laju kecepatan, Membawa
bertebing (miring) dan isi muatan yang muatan sesuai kapasitas kendaraan,
dengan kecepatan berlebihan ditambah Memperhatikan kondisi dan arah,

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengangkutan Bahan Peledak
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
diatas maksimum permukaan jalan tidak border lintasan, Setiap sopir
diperbolehkan rata memicu mobil kendaraan angkutan lapangan harus
oleng dan terbalik memiliki SIMPER ( Surat izin
menyebabkan mengoperasikan peralatan
kerusakan pada perusahaan )
kendaraan dan cedera
ringan hingga sedang

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengisian Bahan Peledak
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Serbuk ANFO yang
berterbangan diudara
Safety talk, memakai plastik yang
terhirup/ masuk ke
keadaannya baik/ tidak bocor, Pekerjaan pengisian
Terpapar serbuk organ mata saat
memperhatikan tinggi corong saat ANFO masih manual
Bahan Peledak ANFO saat mengeluarkan ANFO
1 memasukan ANFO kedalam plastik, 5 2 10 H dengan
(ANFO) memasukkan ANFO dari karung, posisi
Memakai APD (helm, menggunakan
kedalam plastik corong yang terlalu
kacamata,masker, sarung tangan, corong
tinggi menyebabkan
sepatu)
keluhan ringan hingga
sedang pada petugas
Bekerja di area Safety talk, Sarapan pagi sebelum
Heat Stress /
terbuka menyebabkan bekerja dan minum air putih
Kepanasan saat
petugas dehidrasi, minimal 8 gelas dalam sehari,
2 Terik Matahari bekerja di area 5 1 5 M
pusing/ pingsan dan menggunakan pakaian yang
pengisian bahan
gejala heat stress menyerap keringat, Memakai APD
peledak
lainnya (helm, kacamata,masker, sepatu)
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pengisian Bahan Peledak
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
Jarak peletakan
karung/Plastik berisi
ANFO terlalu dekat Keadaan lubang
dengan posisi drill ledak yang masih
Terkena lemparan
yang memicu percikan Safety talk, memperhatikan posisi berisi air
batuan kecil saat
api dari gesekan alat operator dan jarak dari drill pada mengharuskan
penyedotan air 3 3 9 M
bor dengan batuan lubang ledak, Memakai APD (helm, penyedotan air
(blowup) dalam
lubang ledak kacamata,masker, sepatu) sebelum dimasukan
lubang ledak
menyebabkan plastik bahan
kerusakan unit dan peledak
3 Lubang Ledak cedera sedang hingga
berat pada petugas
Lokasi lubang ledak
yang berada pada
permukaan bertebing Safety talk, memperhatikan posisi
Terperosok saat berisiko menyebabkan operator dan jarak tidak terlalu
memasukkan ANFO petugas terperosok dekat dengan lubang ledak, 3 3 9 M
kedalam plastik sehingga mengalami Memakai APD (helm, kacamata,
cedera yang sarung tangan, masker, sepatu)
mengbutuhkan
penanganan medis

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Perakitan Rangkaian
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Meledak saat Terpapar percikan api Safety talk, mengikuti instruksi
1 Detonator 1 4 4 M
perakitan dengan (listrik/alat kerja, menjauhkan dari sumber
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Perakitan Rangkaian
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
kabel komunikasi) dan ujung api/listrik, tidak
sambungan/sumbu detonator terbuka membawa/menyalakan alat
ledak memicu detonator komunikasi, pemeriksaan keadaan
dapat meledak sendiri detonator sebelum digunakan ,
dan dapat Memakai APD
membahayakan nyawa (Sepatu,helm,masker,kacamata)
petugas disekitar area
perakitan
Terpapar percikan api
(listrik/alat Safety talk, mengikuti instruksi
komunikasi) dan kerja, menjauhkan dari sumber
Meledak saat
Power Gel terbuka api/listrik, tidak
perakitan dengan
memicu Power Gel membawa/menyalakan alat
2 Power Gel kabel 1 4 4 M
dapat meledak sendiri komunikasi, pemeriksaan keadaan
sambungan/sumbu
dan dapat power gel sebelum digunakan ,
ledak
membahayakan nyawa Memakai APD (Sepatu, helm,
petugas disekitar area masker, kacamata)
perakitan
Terpapar percikan api
(listrik/alat Safety talk, mengikuti instruksi
komunikasi) dan kerja, menjauhkan dari sumber
Meledak saat
detonator serta Power api/listrik, tidak
perakitan dengan
Kabel Gel terbuka memicu membawa/menyalakan alat
3 kabel 1 4 4 M
Sambungan dapat meledak sendiri komunikasi, pemeriksaan keadaan
sambungan/sumbu
yang dapat kabel sambungan sebelum
ledak
membahayakan nyawa digunakan, Memakai APD (Sepatu,
petugas disekitar area helm, masker, kacamata)
perakitan
Bekerja di area Safety talk, Sarapan sebelum
Heat Stress / terbuka menyebabkan bekerja dan minum air putih min. 8
Kepanasan saat petugas dehidrasi, gelas per hari, memakai pakaian
4 Terik Matahari 5 1 5 M
bekerja di area pusing/ pingsan dan yang menyerap keringat, Memakai
perakitan rangkaian gejala heat stress APD (Sepatu, helm, masker,
lainnya kacamata)

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Perakitan Rangkaian
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
Sambaran petir yang
menimbulkan arus
Diperlukan
listrik yang memicu
keputusan yang cepat
ledakan pada Membatalkan/ menunda rencana
Tersambar petir saat dan tepat saat
rangkaian sambungan peledakan, meledakan rangkaian
5 Petir proses perakitan 1 4 4 M keadaan cuaca
dan detonator yang ada, Meninggalkan area
berlangsung mendung dan
menyebabkan juru peledakan hingga jarak aman
berpeluang terjadi
ledak dan petugas lain
petir
mengalamai cedera
berat
Lokasi lubang ledak
yang berada pada
permukaan bertebing Safety talk, memperhatikan posisi
Terperosok saat berisiko menyebabkan operator dan jarak tidak terlalu
6 Lubang Ledak melakukan perakitan petugas terperosok dekat dengan lubang ledak, 3 3 9 M
rangkaian sehingga mengalami Memakai APD (helm, kacamata,
cedera yang sarung tangan, masker, sepatu)
mengbutuhkan
penanganan medis

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Saat Peledakan
Risk Assessment

Probability

Risk Level
Ranking
Severity
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Coments

Risk
Gangguan Suara bising yang Safety talk, Mengatur jarak shelter
Rangkaian pendengaran berasal dihasilkan saat ke jarak sesuai persyaratan/aman,
1 3 4 12 H
peledakan dari suara hasil peledakan berlangsung Memakai APD (helm,
ledakan dapat menyebabkan kacamata,masker, sepatu,
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Saat Peledakan
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
gangguan pendengaran earplug/earmuff)
yang bersifat
permanen karena
sering terpapar bising
setiap bekerja
Rangkaian putus/
terbuka akibat hasil
ledakan sebelumnya, Safety talk, Memmbawa tester yang
juru ledak tidak dalam keadaan baik/ berfungsi,
membawa tester/ Mengatur jarak shelter ke jarak
tester tidak berfungsi, sesuai persyaratan/aman, Mengunci/
Meledak sendiri
terkena percikan api membawa tester saat pengecekan ke
sebelum blasting 1 4 4 M
hasil gesekan batuan lubang ledak, keluar shelter jika
machine ditekan
ledakan sebelumnya keadaan aman dan baru mengecek
menyebabkan kembali sambungan yang putus,
rangkaian meledak Memakai APD (helm,
sebelum diledakan kacamata,masker, sepatu)
dengan blasting
machine
Posisi shelter yang
terlalu dekat dengan
lokasi lubang dan
tidak sesuai arah Safety talk, Memposisikan shelter
geometri peledakan dalam keadaan layak, Mengatur
Shelter tertimpa memicu terlemparnya jarak shelter ke jarak sesuai
2 Shelter 3 4 12 H
batuan hasil ledakan batuan besar hasil persyaratan/aman, Memakai APD
peledakan mengenai (earplug/earmuff, helm, sepatu,
shelter dan kacamata)
membahayakan juru
ledak dan petugas
didalamnya
Terpapar debu hasil Terpapar debu hasil Safety talk, Menunggu hingga debu
3 Debu Batuan peledakan saat peledakan saat hasil peledakan berkurang sebelum 3 3 9 M
pengecekan pengecekan mengecek sambungan, Memakai

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Saat Peledakan
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
sambungan yang sambungan yang putus APD (helm, kacamata,masker,
putus sepatu)
Posisi shelter yang
terlalu dekat dengan
lokasi lubang dan
tidak sesuai arah Safety talk, Memposisikan shelter
Tertimpa batuan yang geometri peledakan dalam keadaan layak, Mengatur
terbang saat memicu terlemparnya jarak shelter ke jarak sesuai
4 4 16 H
peledakan batuan besar hasil persyaratan/aman, Memakai APD
berlangsung peledakan mengenai (earplug/earmuff, helm, sepatu,
shelter dan kacamata)
membahayakan juru
ledak dan petugas
4 Hasil Ledakan
didalamnya
Timbulnya getaran
Safety talk, menggunakan bahan PT. Semen Baturaja
yang cukup besar
peledak sesuai bon rencana sudah tidak lagi
akibat komposisi
peledakan, mengatur waktu delay menerapkan
bahan ramuan yang
pada detonator dimasing-masing peledakan pada
Getaran hasil tidak sesuai dengan
lubang ledak, merencanakan 3 3 9 M sekali peledakan,
peledakan bon rencana peledakan
peledakan dengan membuat namun dibagi
dan jika tidak diatur
beberapa lubang ledak, mengatur beberapa lubang
waktu delay pada
jarak shelter pada jarak aman ledak untuk
masing-masing lubang
(sesuai persyaratan). mengurangi getaran
ledak

PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pasca Peledakan
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments

Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pasca Peledakan
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments

Probability

Risk Level
Ranking
Severity

Risk
Kondisi pijakan kaki
juru ledak yang tidak
kokoh akibat hasil
peledakan rentan
Terperosok kedalam Safety talk, Mengatur jarak juru
membuat juru ledak
lubang hasil ledak dengan posisi lubang ledak,
Lubang terperosok ke lubang
1 peledakan ketika memilih berpijak pada permukaan 3 3 9 M
Peledakan saat pengecekan hasil
memeriksa pasca yang tidak rapuh, Memakai APD
ledakan sehingga
ledakan (helm, kacamata,masker, sepatu)
petugas mengalami
cedera yang
mengharuskan
perawatan medis
Terhirup Debu/ Asap
hasil peledakan yang
berterbangan diudara Safety talk, Mengatur jarak juru
Terpapar debu/asap
dipengaruhi juga arah ledak dengan posisi lubang ledak,
hasil peledakan saat
2 Debu Batuan angin menyebabkan Menunggu hingga debu/ asap 3 3 9 M
memeriksa pasca
juru ledak yang berkurang, Memakai APD (helm,
peledakan
memeriksa terpapar kacamata,masker, sepatu)
debu/asap yang
berbahaya
Ada rangkaian di
Safety talk, Menunggu sampai
lubang ledak yang
Rangkaian meledak semua rangkaian sudah meledak
tidak ikut meledak
tiba-tiba saat juru semua, mengatur waktu tunggu
Rangkaian yang membahayakan
3 ledak memeriksa ke sebelum pengecekan ke lubang 3 4 12 H
Peledakan juru ledak atau
lubang ledak pasca ledak, saat pengecekan Memakai
kematian saat
peledakan APD (helm, kacamata,masker,
melakukan
sepatu)
pengecekan dan tiba-
Universitas Sriwijaya
PHA WORKSHEET
TAHAPAN : Pasca Peledakan
No. Hazard Accidental Event Probable Causes Preventive Actions Risk Assessment Coments
tiba rangkaian
meledak

Keterangan :

Probability Severity
Peringkat Uraian Probabilitas Level Peringkat Uraian
1 > 0,1 kejadian ( 1 Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan
Very Unlikely Kemungkinan sangat kecil dalam 10 4 Catastrophic dampak luas yang berdampak panjang, terhentinya
kemungkinan ) seluruh kegiatan
2 Jarang terjadi tetapi mungkin terjadi Cedera berat lebih dari satu orang, kerugian besar,
0,1 – 0,01 3 Critical
Remote serupa gangguan produksi
3 Cedera sedang, perlu penanganan medis, kerugian
Dapat terjadi atau terjadi sekali-sekali 0,01 - 0,001 2 Major
Occasional finansial besar
4
Sangat mungkin terjadi atau sering 0,001 – 0,000001 1 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedang
Probable
5
Dapat terjadi setiap saat < 0,000001
Frequent
Sumber : Rausand, 2005

Risk Ranking/ Risk Level Keterangan :


(1) nilai 1-5 berisiko rendah (low), nilai 6-11 berisiko
(2) (3) (4) (5)
Frekuensi/ Konsekuensi Very sedang (medium) dan nilai 12-16 berisiko tinggi (high)
Remote Occasional Probable Frequent
Unlikely (Ramli, 2010).
4 Catastrophic 4 8 12 16 20
3 Critical 3 6 9 12 15 Risiko tidak diterima
2 Major 2 4 6 8 10 Risiko diterima, perlu analisis lebih lanjut
1 Minor 1 2 3 4 5 Risiko diterima, tanap analisis lebih lanjut
Sumber : Rausand, 2005

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN 2. DAFTAR CHECKLIST

Daftar Checklist
Sebagai Panduan Dalam Observasi

Daftar checklist yang digunakan sebagai panduan dalam observasi dibuat


berdasarkan SOP keiatan blasting dan Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi No 555 Tahun 1995.

Tahap Awal Kegiatan Blasting


No. Uraian Ya Tidak Keterangan
Syarat-syarat administrasi telah 
1.
dipenuhi
2. Pemeriksaan peralatan/mesin 

3. Pemeriksaan pada pekerja 

4. Sudah ada izin pengoperasian 

5. Dilaksanakan safetytalk / briefing 

6.
Print berita acara permintaan & 
pengeluaran
Ada persetujuan pengeluaran bahan
7. peledak (KTT, Ka. Gudang Handak, 
Ka OPT)
Pembukaan Gudang Handak
8. disaksikan oleh KTT, Ka Gudang 
Handak, Kepolisian (Polres)
Pengawalan dilakukan oleh pihak 
9.
securiti dan Anggota kepolisian
Pemisahaan armada angkut antara 
10.
Detonator dengan ANFO & Dinamit
Pemberian aba-aba pada saat 
11.
memulai proses peledakan
Membuat berita acara selesai 
12.
peledakan

Universitas Sriwijaya
Tahap Pengambilan dan Pengangkutan Bahan Peledak
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
Ada salah seorang
pekerja masih tidak
 memekai APD
1. Helper memakai APD
yang lengkap
seperti helmet atau
sarung tangan
Pembukaan Gudang Handak
2. disaksikan petugas K3 dan Pihak 
Kepolisian
Menggunakan lampu senter kedap
3. gas sebagai penerangan didalam 
gudang handak
Tercecer di area
4. Bahan peledak tidak tercecer  peramuan bahan
peledak
Disamping tempat
peramuan bahan
peledak terdapat
5. Tidak ada sumber api  sumber api ) api
pembakaran
sampah yang
jaraknya 1 meter
dari area peramuan
Di area
pencampuran
bahan peledak
masih ada helper
6. Helper tidak merokok  yang merokok (
terkesan bahaya
karena ada bahan
solar di area
peramuan)
Tidak memakai sepatu yang 
7.
mempunyai alas besi,

Universitas Sriwijaya
Tahap Pelaksanaan Blasting (Peledakan)

No. Uraian Ya Tidak Keterangan


1. Pemeriksaan alat 

2. Perakitan sesuai prosedur 

3. Pemeriksaan bahan peledak 


Dilakukan oleh juru ledak 
4.
bersertifikasi
5. Juru ledak memakai APD 

6. Membunyikan sirine tanda peledakan 


Tidak mencabut kabel detonator,
sumbu api atau sistem lainnya dari 
7.
lubang ledak yang telah diisi serta
diberi primer
Masih ada helper
Tidak merokok atau membuat nyala
8. api pada jarak kurang 10 meter dari  yang merokok
disekitar area
bahan peledak.
peramuan
9. Jarak aman juru ledak sesuai syarat 
Membunyikan sirine 3x pada awal
10. peledakan dan dilanjutkan 1x di 
setiap peledakan
Pemberian aba-aba pada saat 
11.
memulai proses peledakan
Membuat berita acara selesai 
12.
peledakan

Universitas Sriwijaya
Gudang Bahan Peledak
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
1. Ada izin gudang bahan peledak 
Detonator tidak disimpan dalam
2. gudang yang sama dengan bahan 
peledak lain
3.
Gudang bahan peledak memenuhi 
jarak aman terhadap lingkungan
Thermometer ditempatkan di dalam 
4.
ruang penimbunan
Terdapat tanda “dilarang merokok”
5. dan “dilarang masuk bagi yang tidak 
berkepentingan
6. Hanya satu jalan masuk 
Alat pemadam api yang diletakkan
7. ditempat yang mudah dijangkau 
diluar bangunan gudang
8.
Sekitar gudang bahan peledak 
dilengkapi lampu penerangan
9. Gudang bahan peledak dijaga 24 jam 
10. Rumah jaga dibangun diluar gudang
Sekeliling lokasi gudang bahan
11.
peledak dipasang pagar pengaman 
yang dilengkapi dengan pintu yang
dapat dikunci
Sekeliling gudang bahan peledak
peka detonator dilengkapi tanggul
12. pengaman yang tingginya 2 (dua) 
meter dan lebar bagian atasnya 1
(satu) meter
Apabila pintu masuk berhadapan
langsung dengan pintu gudang,
13. dilengkapi dengan tanggul sehingga 
jalan masuk hanya dapat dilakukan
dari samping
Bangunan untuk menyimpan bahan
peledak peka detonator terdiri dari
dua ruangan, yaitu:
a. Ruangan belakang untuk
14. tempat penyimpanan bahan 
peledak dan
b. Ruangan depan untuk
penerimaan dan pengeluaran

Universitas Sriwijaya
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
bahan peledak.
Pintu ruangan belakang tidak
berhadapan langsung dengan pintu 
15.
ruangan depan dan kedua pintu
tersebut dilengkapi kunci yang kuat
16.
Terdapat lubang ventilasi pada 
bagian atas dan bawah
Terdapat alat penangkal petir dengan
17. resistans pembumian lebih kecil dari 
5 ohm
Lantai gudang terbuat dari bahan
18. yang tidak menimbulkan percikan 
bunga api
Tidak ada besi yang tersingkap 
19.
sampai 3 meter dari lantai
20.
Bahan ramuan tidak melebihi 55 
derajat celcius
Peka detonator tidak melebihi 35 
21.
derajat celcius
22.
Bahan peledak tetap dalam kemasan 
aslinya
Bahan peledak diletakkan di atas
bangku dengan tinggi sekurang- 
23.
kurangnya 30 sentimeter dari lantai
gudang
Tinggi tumpukan maksimum 5 peti,
24. lebar tumpukan sebanyak-banyaknya 
4 peti
Diantara tiap lapisan peti ada papan
25. penyekat yang tebalnya paling sedikit 
1,5 sentimeter
26.
Jarak antara tumpukan berikutnya 
sekurang-kurangnya 80 sentimeter
Tersedia ruang bebas antara
27. tumpukan dengan dinding gudang 
sekurang-kurangnya 30 Sentimeter

Universitas Sriwijaya
Pemakaian APD
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
Salah seorang
helper masih ada
 yang tidak
1. Safety helmet
memakai helmet
saat peramuan
bahan peledak
2. Safety shoes 

3. Pelindung telinga 
Salah seorang
helper masih ada
yang tidak
4. Sarung tangan safety  memakai sarung
tangan saat
meramu bahan
peledak dan
mencampur solar
5. Masker / alat pelindungan pernafasan 

6. Prosedur inspeksi untuk APD 


Saat meramu
bahan peledak
7. Pelindung Mata  helper tidak
memakai kacamata
safety

Housekeeping
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
1. Lantai tidak licin dan rata 

2. Pencahayaan cukup 
Kerapian Penempatan material dan 
3.
peralatan
4. Kebersihan gudang bahan peledak 
Tetapi masih
banyak sampah
Kebersihan akses jalan dari sampah,  yang berserakan di
5.
material dan peralatan dekat area
peramuan bahan
peledak

Universitas Sriwijaya
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
6. Penyimpanan oli,bbm, bahan kimia 
Disekitar area
peramuan bahan
Tidak ada tumpahan oli,bbm,bahan  peledak masih
7.
kimia banyak tercecer
bekas solar dan
bahan peledak
Langsung diantar
8. Terdapat penampungan limbah B3  di TPS limbah b3
pabrik

Lain-Lain
No. Uraian Ya Tidak Keterangan
Tapi di area jalan
1. Terdapat Rambu – Rambu K3  menuju lapangan
masih kurang
rambu lalu lintas
2.
Juru Ledak Kontraktor 
(bersertifikasi)
3. Juru Ledak PT.SB (bersertifikasi) 
Juru Bor Kontraktor untuk 2 unit 
4.
mesin Bor
5. Security / Satpam pihak Kontraktor 

6. WASHANDAK Polres OKU 

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN 3. Matriks Wawancara Mendalam dengan Informan Kunci

Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

Untuk kesehatan dan keselamatan kerja pertambangan itu sendiri,


kita mengacu kepada Keputusan Menteri No. 555.K/26/M.PE/1995
dan juga kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970
-
mengenai K3 dan dari peraturan-peraturan yang ada kita tuangkan
dalam kebijakan dari K3. Kita juga memiliki kebijakan perusahaan
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

Dari peraturan-peraturan yang ada sebagai acuan kita, kita membuat


program kerja. Program kerja ini turunan dari peraturan-peraturan
-
yang kita taati kita memiliki program kerja tahunan yang selalu di
review dan diaplikasi serta pelaporannya tersendiri.
Kebijakan K3
Kalo sekarang karena ada sistem manajemen baru ya, kalo misalnya
sekarang Disnaker mengacu kepada SMK3, sedangkan untuk
pertambang sendiri ada peraturan baru Nomor 38 tahun 2014 yaitu
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan. Nah,
sekarang kendalanya itu kita masih meng-compare apa-apa saja yang
-
berada di SMK3 dan berjalan baik di perusahaan kita, kita bandingan
dengan SMKP yang terkhusus untuk tambang. Nanti setelahnya
masih meng-compare antara SMK3 dengan SMKP. Soalny tidak
menutup kemungkinan kita juga akan menerapkan sistem SMKP di
tambang, bukannya SMK3.

Ya, untuk kebijakan mengenai K3 itu ada kaitannya bukan hanya K3


yang berperan didalamnya, namun dari level atas sampai bawah itu
berperan aktif dalam program-program K3. Dan juga kita beruntung
karena untuk program-program kerja yang kita laksanakan di PBM, -
itu mendapat support dari pimpinan tertinggi kita di Unit PBM.
Jadinya semua yang terlibat di unit PBM semua sudah dibudayakan
untuk K3 itu sendiri.
Penerapan K3
Kalo saya sebagai petugas K3 melihat pengaplikasiannya cukup
bagus, karena karyawan sudah mengetahui kewajiban dan
peranannya dalam K3 dan mendukung program-program kerja.
Contohnya saja mereka (karyawan) sudah sadar untuk memakai -
APD wajib, tidak perlu ditegur terlebih dahulu. Sebagai contoh
ketika mereka hendak ke lapangan, mereka melengkapi diri dengan
helm, sepatu safety dan peralatan lain yang disesuaikan. Dan juga

Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

seperti halnya program safety talk, mereka sudah membudayakan


kewajiban pagi hari harus melakukan safety talk. Pada safety talk
kita sharing mengenai program kerja, juga sharing tentang bahaya
dan resiko di tempat kerja. Sejauh ini penerapan K3 terutama di
PBM sudah cukup bagus.

Program rutin sebagai himbauan K3 yaitu ada safety talk harian, dan
juga ada penyegaran K3 yang kita lakukan per satu tahun, yaitu kita
undang narasumber dari luar, pengisi dari Unit SDM atau dari pihak
luar yang terpercaya. Kemudian untuk kegiatan lainnya kita rutin -
melakukan safety patrol, pemenuhan kebutuhan APD untuk setiap
karyawan, dan juga kita mengadakan review terhadap instruksi kerja
yang ada, pembuatan JSA, dan lain-lain.

Inspeksi K3 dilakukan sesuai dengan program kerja per satu bulan.


Namun setiap harinya sudah mewakili, kita kan ada juga bagian
yang namanya operasi tambang, mereka mengawasi bagaimana
-
jalannya tambang sekaligus mengadakan patroli harian. Maksudnya
melihat dan sedikitnya memantau bagaimana keadaan
lapangan,apakah ada titik-titik bahaya ataupun hal lain.

Untuk kontraktor sendiri sudah memiliki petugas K3 dan mereka


Program K3
juga sudah memiliki program kerja patroli kawasan yang khusus -
orang-orang yang bekerja di kontraktor.

Alhamdulillah untuk audit itu dilakukan pihak eksternal dan hasilnya


cukup baik, kalo gak salah kita sudah mendapatkan bendera emas
-
untuk SMK3 nya itu mewakili PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk
karena PBM adalah bagian dari PTSB.

Selain itu kita juga melakukan komunikasi rutin dalam artian kita
melakukan rapat internal dan juga rapat eksternal. Rapat eksternal ini
kita mengajak pihak kontraktor. Jadinya keluhan yang ada dari
operator diwakili oleh si pengawas dan juga mereka salurkan ke kita
-
melalui rapat eksternal. Dan juga kita rutin melakukan rapat
internal, jadi untuk dalam PBM itu sendiri apa kendala dari kegiatan
peledakan, apa kendala dari kegiatan K3, itu bisa dikomunikasikan
dengan baik.

Identifikasi Bahaya Kalo mulai dari gudang resikonya cukup kecil, tidak seperti pada Cuaca berpengaruh terhadap ledakan ... hmm sebenernyo tergantung

Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

saat peledakan. Misalnya saja pada saat digudang kecil detonator yang digunoke jugo kalo masalah cuaca, karno disini gunoke
kemungkinan, karena jarak antara satu gudang dan tempat mixing itu detonator listrik. Detonator listrik ini mempengaruhi terhadap detonator
lumayan jauh, tapi juga mereka dari gudang lalu mereka angkut itu.. yo karena itu sifatnyo listrik dan petir ini kan yo biso terkoneksi
bahan ke tempat mixing itu paling tidak orang-orangnya beresiko dengan adonyo arus ini tadi, nah itu yang bisa menyebabkan
terjatuh dan tertimpa ANFO yang mereka bawa tapi sejauh ini tidak berbahayanya, jadi ado arus liar yg kadang bisa masuk ke detonator.
ada laporan mengnai itu, soalnya resikonya cukup kecil.

Kalo pas kito merangkai dio kan ado kabel di detonator itu, namonyo
connecting wire kabelnyo jadi ado positif negatif lah kabel itu. Nah ini
Terus kalo misalnya pengangkutan dari gudang ke tambang
harus kito kunci kabel itu tadi maksudnyo kito satuke arus jangan kalo
resikonya itu cukup kecil juga karena sudah ada pengawalan dan
dibiarke terbuka kadang ado arus liar, itu yang kadang biso
juga resiko Ammonnium nya tertumpah dari mobil ke jalan juga
menyebabkan namonyo ado gelombang, gelombang inikan biso
kecil, karena sudah disesuaikan dengan kapasitas pengangkutannya.
meledak karno konektivitas detonator listrik itu terhadap cuaca itu salah
satunyo terhadap kondisional petir.

Di posisi lagi perangkaian samo perakitan, nah itu yang berbahaya,


Dimana-mana juga apabila ada api atau percikan api dan yang berbahaya tu ngapo, orang lagi gawe, meledak, itu yang bahayo.
berhubungan dengan bahan bakar itu sangat beresiko. Kalau untuk
proses mixing, resiko yang langsung dialami oleh karyawan adalah Yo dak masalah sebenarnyo peledakan, cuma yang berbahaya nyo nanti,
debu dan aroma dari bahan peledaknya. Jadi tim peledaknya kalo kito pakainyo peledakan beberapo kali peledakan, listrik itu kagek
diwajibkan memakai masker dan sarung tangan, dan juga kacamata. yang harusnyo belum kito ledakkan yang meledak dewek, ado
Resiko lain dari mixing adalah pencemaran lingkungan. koneksinyo, itu yang berbahaya, putus-putus nah pas kito nak ngecek
putus gek meledak pulo, bahayo pulo lagi.

Jadi resiko pada saat pengisian tadi untuk diameter lubangnya cukup
kecil, cuma beberapa sentimeter, kurang lebih 10cm. Jadinya Makonyo si detonator itu paling sensitif karena ado arus disitu. Dio
kalopun pada saat pengisian, tim-tim peledakan pada saat mengisi selain pemicu tadi, jadi dio biso memicu timbulnya ledakkan, jadi
ANFO tadi tidak di sisi yang mengarah ke jurang, namun ke arah detonator sendiri pun bisa meledak.
lubang selanjutnya. Jadi resiko untuk mereka terperosok itu minim.
Dan juga antara lubang satu dan lobang lainnya jaraknya cukup jauh
dan pada saat mereka melakukan pengeboran jika tidak ada retakan
mereka aman. Namun jika ada retakan dapat menyebabkan mereka
terperosok.

Nah, itu yang beresiko dalam artian sudah peledakan bukan berarti
selesai kegiatan yang dilakukan, tapi ada kemungkinan-
kemungkinan bahan peledak yang sudah kita rakit yang sudah kita -
ledakan itu tidak meledak. Kalo tidak dilakukan pengecekan itu kita
bisa lalai, tapi kalo disini setelah dilakukan peledakan, juru ledak itu
akan melakukan pengecekan di setiap lubang yang diledakkan tadi,
Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

apakah semuanya sudah meledak dengan sempurna atau tidak.


Walaupun ada beberapa yang belum meledak, akan dilakukan
peledakan ulang, perakitan dan lain-lainnya. Kalopun sudah meledak
dengan sempurna akan diinformasikan kalo peledakan aman, lalu
selesai.

Makanya sesudah perakitan dilakukan penarikan kabel, dan tim


peledakan sudah naik ke atas dan tersisa hanya satu juru ledak. Juru
ledak inilah yang bertugas menarik kabel dan langsung bersembunyi
-
di shelter dan melakukan peledakan. Resikonya ketika cuaca tidak
mendukung dalam artian akan ada hujan atau petir, maka kita akan
melakukan peledakan tidur dulu.

Untuk JSA, kita punya sendiri form K3 Tambang. Dan JSA itu kita
review, kalo dalam program kerja itu dalam 1 tahun sekali. Dan juga
untuk identifikasi dan penilaian resiko kita mempunyai form -
tersendiri yang dilakukan satu tahun sekali menginduk ke K3 PTSB.
Kita mempunyai form-form yang tergabung dalam ARD K3 PTSB.

Kita punya form nya seperti ini, form penilaian. Disini ada
Penilaian Risiko identifikasi sumber bahaya jadinya disitu di identifikasi sumber
bahaya kita melakukann identifikasi pekerjaan dilihat dari faktor
fisika dan kimia. Sedangkan dari faktor penilaian resiko itu kita ada
-
kategorinya, dari kategori tingkat keparahan yang memiliki bebarapa
point-point dan juga tingkat pemaparan yang mempunyai poin-poin.
Nantinya kita akan mendapatkan scoring yang ada kategori resiko
tinggi, sedang ataupun rendah.

Kalo sejauh ini dari kita ada tim peledakan ya, tim peledakan itu Makonyo untuk di daerah-daerah yang rawan terhadap apo tadi, petir
bukan dari karyawan PTSB dari pihak kontraktor, kalo setiap mereka tadi, cuaca yang tidak bisa diprediksi, itu tidak diwajibkan
menggunakan alat molen tersebut, mereka akan melakukan menggunakan detonator listrik. Tapi menggunakan detonator nonel.
pembersihan setelah penggunaanya. Sejauh ini pemeliharaan yang
digunakan ya seperti itu.
Pengendalian Bahaya
Kalo disini ado namonyo, bentar gek dulu ado gambarnyo dibuku
Nah makanya tadi saya jelaskan resiko menjadi kecil karena sudah peledakan, ado namonyo peledakan tidur. Peledakan itu tadi, kalo
ditanggulangi dan dikendalikan dengan kapasitas mobil pengangkut prosesnyo segalo macam cuaca atau segala macam peledakan itu ditutup
dan jumlah barang yang diangkut, jadi untuk jalan yang tidak rata dulu. Ditahan untuk sementara, jadi di close lah, peledakkan itu tidak
kemungkinan kecil ada tumpahan dari bahan peledak itu sendiri. dilakukan kareno ado segala sesuatu hal. Misalnyo bisa jd apo...e.. tadi
pengaruh cuaca kito takut meledakkan tapi bahan peledak itu ado di

Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

situ, langsung kito koneksikan kito tutup langsung kito tinggalkan area
itu tapi harus melapor.

Ado mekanismenyo, kito lapor ke pengawas peledakan, pengawas


peledakan lapornyo ke KTT, nanti Kepala Teknik Tambang lapor ke
kepala dinas, tunggu keputusan kepala dinas. Kalo kepala dinasnyo
ngomong Oke kito stopkan, nah peledakan tedok kito. Nah peledakan
tedok itu tapi dijago kagek yo selamo 24 jam misalnyo baru kito
lakukan proses itu tadi.

Untuk kegiatan-kegiatan safety itu juga rutin diletakkan safety


border diantara tebing-tebing, untuk jalan yang baru dilalui kenapa
belum ada safety border itu lokasi yang akan dilakukan peledakan
dan juga dilokasi tersebut jarang dilalui oleh dumptruk dan
Kalo sekarang ini ditempat kito lah sudah dirangkai, nah nak hujan,
kendaraan lain, dan juga kita lihat lagi dari kondisi lapangan, apakah
mendung ini, langsung peledakan, langsung kito ledakkan.
tempat itu akan dilakukan peledakan, otomatis safety border nya kita
ambil dan dipindahkan. Tapi sejauh ini setiap jalan yang permanen
ataupun yang rutin dilalui dumptruk atau kendaraan yang lain selalu
kita lengkapi dengan safety border.

Kita ada jam-jamnya untuk mobil yang bawa bahan peledak itu
lewat, jadinya kita punya aparatur yang kita berdayakan disitu baik
satpam, TNI, merekalah yang bertugas melakukan sterilisasi jalan.
Jadi pada saat tim peledakan lewat jalannya sudah steril dan kita -
usahakan agar tidak terhambat di perjalanan. Sebelum mobil
pengakut itu lewat, mobil dumptruk dan kendaraan lainnya di
sterilkan dulu agar lalu lintasnya lancar.

Kalau untuk proses mixing, resiko yang langsung dialami oleh


karyawan adalah debu dan aroma dari bahan peledaknya. Jadi tim
-
peledaknya diwajibkan memakai masker dan sarung tangan, dan
juga kacamata.

Resiko lain dari mixing adalah pencemaran lingkungan. akan tetapi


hal tersebut disediakan tempat khusus untuk melakukan mixing dan
juga kita garap oil trap disitu, sehingga aliran-aliran yang terjadi -
dalam proses mixing dikumpulkan dan dapat diatur untuk mencegah
pencemaran lingkungan.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pengisian, -

Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

perakitan dan peledakan. Pertama tim peledakan tidak boleh


membuat percikan api, tidak boleh merokok dan diusahakan tidak
melakukan komunikasi dekat dengan bahan peledak tadi karena bisa
memicu ledakan. Kalo untuk pengisian bahan peledakan itu,
resikonya masih kecil karena anfo dimasukkan di dalam
plastik/kondom di dalam lubang-lubang ledak karena kondisi
tanahnya basah jadi bahannya tadi dengan ukuran-ukuran tertentu,
kemudian diisikan lagi, baru dimasukkan dinamit dan detonatornya.
Kalo mereka melengkapi persyaratannya tadi kemungkina resikonya
akan minim. Kalo ke karyawannya yaitu cuaca yang terlalu panas,
terpapar.

Makanya sesudah perakitan dilakukan penarikan kabel, dan tim


peledakan sudah naik ke atas dan tersisa hanya satu juru ledak. Juru
ledak inilah yang bertugas menarik kabel dan langsung bersembunyi
-
di shelter dan melakukan peledakan. Resikonya ketika cuaca tidak
mendukung dalam artian akan ada hujan atau petir, maka kita akan
melakukan peledakan tidur dulu.

Iya benar. Ini contohnya ada KIM (Kartu Izin Meledakkan), ini
dikeluarkan oleh dinas pertambangan, ini contohnya. Jadi mereka
yang akan melakukan peledakan wajib memilik ini sedangkan untuk
-
tim peledakan itu hanya 1 juru ledaknya, anggota yang lain hanya
membantu pengisan dan lain-lain. Untuk penarikan kabel sampai
peledakan itu tugas juru ledak

Didalam shelter itu adalah juru ledak, dan untuk tim peledakkan
yang lain sudah menjauh dari tempat peledakan. Terus jika ada alat-
alat berat di sekitar area peledakan itu harus menjauh, lebih kurang
300meter dari tempat peledakan. Sedangkan operator/orangnya
harus 500meter. Harus ada sterilisasi sebelum dilakukan peledakan -
di sekitar area tersebut. Dan juga untuk beberapa titik-titik untuk lalu
lintas disitu kita tempatkan beberapa security yang bertugas
memberitahu dan melarang baik itu dumptruk atau kendaraan
lainnya untuk lewat

Sejauh ini kita itu melakukan peledakan dengan meminimalkan


flying rock. Dan juga meminimalisir getaran yang ditimbulkan. -
Jadinya dalam artian peledakan yang seharusnya 10 lubang, kita buat
kecil kecil untuk mengurangi flying rock yang akan ditimbulkan.
Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

Kecil kemungkinan flying rock mengenai shelter, jikapun ada


ukurannya kecil-kecil. Dalam artian masih aman untuk berlindung di
shelter itu. Kemudian untuk getaran, sebagai langkah pemantauan
lingkungan yang dilakukan yaitu kita rutin melakukan pengukuran,
bagaimana getaran yang ditimbulkan dari peledakann yang kita
lakukan. Disini fungsinya kita memantau apakah peledakan yang
kita lakukan dengan getaran yang timbul apakah melebihi ambang
batas yang telah ditentukan. Itu fungsinnya juga untuk me-review
kegiatan peledakan. Itulah salah satu langkah pencegahan yang kita
lakukan.

Contohnya ini, pada saat melakukan peniliaian identifikasi jarak, kita


kan sudah melakukan penilaian nih, misalnya penilaian kegiatan ini
tinggi scoring nya, jadinya kita melakukan pengendalian. Pertama
kita melakukann review instruksi kerja yang sudah kita buat, yang
kedua kita melihat poin-poin yang paling riskan itu apa. Kita
melakukan pengendalian, misalnya begini untuk daerah perakitan
dan pengisian itu tim peledakan harus memenuhi beberapa
persyaratan yang saya sebutkan tadi, nah itu salah satu pengendalian
kita. Maksudnya mereka harus mematuhi peraturan-peraturan yang
ada, kita menerapkan beberapa pengaturan. Dengan begitu kita
harapkan resiko yang terjadi yang sebelumnya tinggi berubah
menjadi sedang sesudah kita melakukan penilian resiko tersebut.

Kalo untuk pengendalian APD sudah kita terapkan, administrasi juga


sudah kita terapkan, terus pengendalian eliminasi sudah kita
terapkan yang untuk menghilangkan itu cukup sulit ya, jadinya kita
melakukan modifikasi. Seperti peledakan yang kita lakukan hanya -
dibutuhkan beberapa lubang saja untuk melakukan peledakan, jadi
kita modfikasi dengan pengendalian itu kita melakukan peledakan
yang banyak dan kecil untuk mengurangi resikonya.

Kalo untuk pengawasan dam pemantauan itu sudah dilakukan oleh


K3 Kontraktor dan juga K3 Tambang, khususnya untuk peledakan,
dari bagian peledakan juga bekerjasama, dalam artian mereka
mempunyai form checklist. Disitu berkaitan dengan keselamatan dan -
kesehatan kerja. Sebelum atau setelah melakukan peledakan, mereka
ada pengisian form itu. Apakah sudah terkendali identifikasi
bahayanya dan setiap kali peledakan mereka rutin melakukan

Universitas Sriwijaya
Informan Kunci
Topik Wawancara
R HM

pengisian form itu.

Mereka sudah ada jadwal dari tambang untuk training yang


diadakan dari SDM yang juga berkompetensi. Kalo tahun ini
kebetulan baru selesai pelatihan juru ledak itu melakukan training -
terus untuk tahun depan kita terus melakukan rencana per tahunnya
merangkup kegiatan training peledakan.

Matriks Wawancara Mendalam dengan Informan

Informan
Topik Wawancara
IH S Y

1. Untuk kegiatan blasting SOP nya kita 1. Disini pake Gel itu, produksi dari dahana,
mulai dari perencanaan untuk lokasi 1. Kalo belum dirangkai atau disatukan
Detonator sama juga, dari dahana juga.
blasting, terus proses administrasi, setelah itu namanya bukan bahan peledak, tapi
proses administrasi kita ke gudang. 2. Disini yang digunakan adalah detonator kalo bahan-bahannya sudah disatukan
jenis listrik. antara bahan primer dan apa itu ya lain-
2. Setelah digudang kita konsentrasi dengan lain baru disebut bahan peledak.,
kru peledakan, kan untuk absen dan 3. Kalo Ammonium Nitrat dicampur dengan
jumlah personil apakah sudah cukup atau power gel dan dirangkai dengan detonator 2. Yang dimaksud komposisi tadi itu
belum, setelah cukup administrasi selesai itu baru disebut bahan peledak, kalo belum maksudnya pencampurannya harus
kita masuk kedalam gudang. dicampur itu masih belum dikatakan bahan bagaimana, jadi pak surip tadi bilang
peledak. kita harus melihat konstruksi batuan
3. Disini gudang kita ada terbagi 2 gudang, yang harus diledakkan, jika sekiranya
yang satu gudang, gudang amonitrat dan 4. Pertama kita jarak pengukuran dengan nanti batuan yang akan diledakkan
SOP/ Tahapan Peledakan gudang dinamit yang satu lagi gudang lokasi peledakan, kita cari batuan lembek membutuhkan bahan peledak yang
detonator. Nah untuk proses SOP nya nah atau keras biar kita bisa ngukurnya, paling banyak, kita ada takaran tersendiri. Jadi
disitu ada tiga kunci didalam tiap-tiap kita buat sampai 4 hingga 5 lubang. itu ada takarannya, jika kita mau
gudang itu , untuk tiga kunci tersebut meledakkan 3 meter, 4 meter atau 5
5. Gini lho, itu rangkaian primer, Cuma
yang satu dipegang oleh kepala teknik meter itu komposisinya lain-lain.
diletakkan bershaf, urutannya Detonator -
tambang, kepala gudang handak, dan dari Bahan pencampurnya sama namun
power gel di tengah lubang detonator –
pihak kepolisian. Disini udah tiap hari kuantitinya disesuaikan.
power juga, jadi kita dobel. Misalnya kalo
juga dari pihak kepolisian untuk proses
9 meter cuma 1, ini dikasih 2, untuk yang 3. Booster itu seandainya kedalaman 12
pembukaan gudang. Karena disaat salah
diatas dan dibawah. meter kalo kita pake gelnya yang 2,5,
satu tidak ada baik itu kepala teknik
tambang tidak ada kita tidak bisa otomatis kita kurang, kita memakai
6. Itu antara jarak delay ke millisecond,
membuka kunci gudang tersebut. Nah booster yang diatas, namun memakai
antara 1 ke, 2, ke 3, ada jaraknya, supaya
setelah kita buka didalam, kita masuk dua rangkaian.
meledaknya tidak bersamaan.
nanit kita lakukan proses pengeluaran kan
Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

kalo kita mulai proses pengeluaran 7. Yang pastinya 3 millisecond, jadi jaraknya
ammonium nitratnya. 1 ke 2 jaraknya 3 millisecond, kalo kita
bagi kan gak 1 ke 2 gini, biasanya 1 ke 4, 4
4. Setelah itu nanti ada kru peledakan yang sampai ke 6, nanti ada jarak delaynya, jadi
akan mengeluarkan bahan peledak dari 3 ke 4 ada lah 6 millisecond. Jadi dari
tersebut. Nah setelah selesai kita tutup 1 ke 2 delaynya 3 millisecond, dari 2 ke 3
kembali gudang tersebut kita lanjut di adalah 6 millisecond, dari 3 ke 4 delaynya
gudang detonator. 9 millisecond, terus begitu dikalkulasikan.
5. Untuk gudang detonator hampir sama Tujuannya adalah untuk mengurangi
kayak di gudang ammonium nitrat tadi vibrasi atau getaran.
hanya proses bahan peledaknya beda 8. Kalo polanya kita disini selalu buat pola
terus untuk standar-standar yang tidak pusat, dan rangkaian kita buat seri. Kalo
boleh sebelum masuk gudang tadi disini kan paling banyak 6 sampai 8
seharusnya kita tidak boleh membawa lubang, paling banyak disini 100 lubang,
kamera, handphone, handytalky, terus kadang2 50 lubang gak sampe. Kalo 50
benda-benda yang dapat mengakibatkan lubang, kita buat pararel, kita buatkan
percikan bunga api kalo seandainya separuh separuh. Fungsi dari shelter dan
sepatu besi tidak boleh. kenapa harus ditaruh dibelakang rangkaian
6. Setelah proses pengeluaran nanti ada ? Kenapa tidak ditaruh di depan atau
proses pencampuran, proses pencampuran disamping rangkaian ? Dan caranya
antara Ammonium Nitrat dengan solar gimana ? Kalo lemparan kita tinggal atur
atau Fuel Oil. delaynya aja, kalo kita mau lempar ke arah
depan atau samping, otomatis kita atur
7. Setelah selesai pencampuran, kita delaynya tadi. Untuk shelter, jarak antara
langsung proses pengangkutan bahan shelter dan rangkaian itu maksimal 100
peledak. Bahan peledak kita bawa ke meter. Disini ada juga yang 50 meter.
lapangan lokasi peledakan nanti disaat
pengawalan nanti dikawal minimal 2 9. Jaraknya dihitung dari lubang yang
orang anggota. Satu didepan dan satu terakhir. Minimal 50 meter lebih. 6 meter,
dibelakang. Untuk bahan peledaknya paling dangkal 3 meter.
sendiri disitu harus ditutup kalo bak 10. Untuk bahan peledak pemicu
terbuka harus kita tutup untuk menjaga komposisinya sama, namun untuk bahan
agar bahan peledak tersebut tidak terjatuh AN berbeda. Kalo 3 meter kita isi 5 KG,
atau nanti hilang atau saat dalam kalo 6 meter kita isi maksimal 18 KG.
perjalanan kedalam lokasi peledakan.
11. Otomatis yang besar 3 meter untuk daya
8. Setelah peledakan, kita pastiin setelah ledaknya, namun vibrasinya beda. Kalo
peledakan terakhir nunggu kondisi sudah lebih dalam lebih teredam. Kalo yang 3
Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

meledak setelah bener-bener sudah meter lebih terasa vibrasinya.


meledak nanti juru ledak dan personil
melakakukan pengecekan di tiap-tiap 12. Yang memutuskan dilakukan / tidaknya
lubang ledak jika ada 100 lubang ledak peledakan dari KTT nya, juru ledak hanya
bearti 100 nya harus dicek satu persatu memberi saran apabila cuacanya tidak
untuk memastikan sudah meledak semua mendukung. Untuk keputusannya kembali
nah nanti ketika apabila ada rangkaian kepada KTT.
belum meledak baik dicek satu-satu nanti 13. Sebisanya kita masih bisa melakukan
informasi ke pengawas lapangan , peledakan, kita lakukan, namun jika tidak
dinformasikan ke pengawas oh kondisi memungkinkan lagi, terpaksa harus kita
peledakan sudah selesai sudah aman atau tunda sementara dilanjutkan besok paginya
oh ada rangkaian yang belum meledak (peledakan tidur).
jadi nanti untuk keputusan dari pengawas
apakah mau dievakuasi tapi disini 14. Disini kita memakai rangkaian seri.
biasanya tetap diledakan lagi seperti
15. Disini umumnya memakai 6 lubang, jadi
pengamanan seperti sebelumnya kita
memakai rangkauian seri. Kalo dibuat
kasih aba2 dan kita ledakan lagi setelah
paralael ya gak mungkin.
kondisi dipastiin sudah aman dan
meledak semua kondisi aman

9. Sebelum kegiatan blasting itu kita ada


perencanaan peledakan disitu nanti kita
butuh target produksi berapa misalnya
10000 ton disitu kita cari lokasi kita lihat
lokasi disitu kita siapkan untuk
pengeboran nanti kita buat rencana
pengeboran nanti kita kasih tau operator
bor koordinasi untuk bor tersebut nanti
dari pihak pengeboran yang mengebor
lubang tersebut sesuai rencana yang kita
inginkan.

10. Kalo untuk kedalaman kita lihat batuan


dilapangan juga karena dari untuk
tambang disini kana da 3 meter, 6 meter ,
10 meter apabila kita ingin
pengembangan diluar lokasi misal ABC
kita pingin dilokasi misal di A 3 meter B
6 meter dan C 9 meter apabila kita

Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

dilokasi B 6 meter bearti kita harus


mengebor 6 meter mungkin disitu juga
ada hasil peledakan yang maksimal
sehingga perlu peledakan ulang mungkin
biasanya ada yang 3 meteran mungkin
sekedar tambahan kayak gitu jadi
tergantung lokasi tersebut .

Untuk APD yang pakai, ada yang tidak. Itu


dikarenakan kebiasaan dek, hhehe. Sebenarnya
bukan jika tidak dipakai malah akan merugikan
Sudah ada disini dr K3 tambang sudah
karyawan itu sendiri, dan juga merugikan
melakukan potensi bahaya yang dibuat dalam
perusahaan tentunya karena jika karyawannya -
JSA untuk potensi-potensi bahaya yang timbul
sakit maka aka nada biaya lebih yang
Penerapan K3 dari proses peledakan dari mulai masuk
dikeluarkan perusahaan, padahal sudah ada
kedalam gudang sampe posisi selesai
tindakan pencegahan suoaya menghindari
peledakan.
kejadian itu.

Untuk getaran dan kebisingan, wah kalo itu


belum pernah diukur, hehee. Itu bakalan jadi -
PR disini.

Untuk dilapangan tetap sebenarnya perlakuan


untuk bahan peledak tetap sama baik digudang
Wah, gak boleh ada sumber api itu. Kalo
handak maupun dilapangan tetap peralatan-
ketahuan siapa yang melakukannya bisa
peralatan yang mengakibatkan percikan bunga
langsung dapat SP3 alias diberhentikan, karena
api atau arus itu dilarang mendekati lokasi
sangat membahayakan. Itulah tugas dan
lubang yang akan diledakkan karena disitu -
tanggung jawab unit keamanan, baik itu
udah ada bahan peledak tersebut apalagi kalo
instistusi POLRI atau security, untuk
bahan peledak tersebut udah dirangkai udah di
mengamankan tindakan sperti itu karena dapat
Identifikasi Bahaya masukkin kedalam lubang itu berbahaya
membahayakan.
apabila ada arus bisa meledak karena udah
bahan peledak tersebut udah jadi.

Untuk rangkaian apabila sudah dilokasi


sebenarnya kalo detonator ada 2 kabel jangan Tentu saja bisa, karena benda-benda tersebut
sampe kondisi rangkaian terbuka tersebut mengalami gesekan. -
masuk arus yang masuk dalem dari rangkaian
terbuka tersebut. Disitu nanti bisa
mengakibatkan ada arus yang masuk kedalem
Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

dari mulai kabel rangkaian terbuka tersebut


jadi kita usahakan selau juga mengingatkan ke
juru ledak baik disitu helper atau yang lain
apabila ada rangkaian terbuka kita tutup kita
gabungin biar arus tidak masuk kedalam
lubang peledak tersebut.

Disini ada kelebihan dan kekuranga masing-


masing kedalaman apabila lubang kita pendek
mungkin getaran kita pake yang 3 meter disitu
kalo yang 3 meter karena bahan isian bahan
peledaknya mungkin sedikit juga tapi untuk Jika pada proses peledakan dari 3 ke 4 di
posisi dari steaming penutupnya itu kan hentikan karena ada kabel yang putus,
tinggal dikit jadi tipis nah kemungkinan itu penyebabnya kemungkinan besar karena efek
batu yang beterbangan sbelumnya, sehingga -
mengakibatkan pengaruhnya disitu di suara
atau air blast , kalo kita peledakan yang posisi merusak kabel.
3 meter yang pendek. Terus kalo kita posisi
yang 6 meter atau kondisi dalam biasanya
terkena flying rock agak kurang taoi pengaruh
disini kalo kita kondisi kedalaman yang lebih
dalam biasa pengaruhnya di efek getarannya.

Cuaca berpengaruh sangat berpengaruh juga


kondisi cuaca semisal aja kita cuaca mendung Setelah melakukan peledakan, ada satu waktu
dan arena kita memakai detonator listrik itu kita mengecek hasilnya. Akan tetapi waktu
sangat sensitive juga untuk ada kilat petir yang antara selesai peledakan dan mulai pengecekan
bisa masuk kedalam rangkaian peledakan kita tersebut ditentukan dari debu atau batu yang
beterbangan setelah peledakan, apabila sudah -
yang ditakutin disitu lagi melakukan pengisian
ada petir atau kilat ada masuk arus kedalam aman baru dilakukan pengecekan. Jadi
rangkaian peledakan tersebut dan meledak disesuaikan waktunya.
sedangkan disitu ada personil diarea sekitar
lubang ledak disitu bahaya sekali.

Disini factor dari peledakan juga sih terkadang Itu untuk melakukan perbaikan atau repair
kayak dibilang tadi peledakan ke tiga ternyata terhadap lubang, seharusnya tidak dianjurkan
ada yang putus inilah efek kita lakukan dikarenakan berpotensi terjadinya ledakan
perubahan tadi untuk mengurangi getaran dan -
dikarenakan getarak, arus listrik dan panas
suara sehingga dibagi beberapa kali sehingga yang terjadi akibat kegiatan pengeboran ulang
ada saja peledakan untuk ada yang putus kan tersebut.
rangkaian yang putus. Rangkaian putus
Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

tersebut karena waktu meledak ada flyrock


batu yang menimpa kabel rangkaian tersebut
sehingga putus itu pengaruhnya disitu nah ada
ketimpa batu yang flyrock ke atas ters
sehingga putus kita harus menunggu.

Kalo kondisi bahaya pasti ada saja kan kita


berjalan saja apabila ada batu kadangt Karena bahan peledak sensitif dengan suhu
ersandung bahaya pasti ada kan apalagi kita panas untu mencegah terjadinya kebakaran. -
membawa bahan peledak disitu makanya kita
perlu pengawasan khususlah karena bahaya
pasti ada disitu.

Sudah ada disini dr K3 tambang sudah


melakukan potensi bahaya yang dibuat dalam Pernah. Sering malah. Maka dari itu kita harus
jsa untuk potensi-potensi bahaya yang timbul memastikan kesiapan peledakan itu. Jangan
-
dari proses peledakan dari mulai masuk ragu-ragu, karena berpengaruh juga terhadap
kedalam gudang sampe posisi selesai jauhnya batu itu terbang dan kuatnya ledakan.
peledakan.

Seluruh bagian bahaya sekali karena ini bahan


peledak jadi kalo udah meledak sudah kita
pasti terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan
-
untuk sangat bahaya sekali disetiap aktivitas
itu bahaya sekali baik dari pengangkutan
masuk gudang sampe setelah peledakan.

Kita tetap menggunakan mesin tapi mesin Untuk pertama saat memasuki gudang handak
yang digunakan masih memakai batre tapi kita dilarang membawa alat pemicu percikan
sebelum mesin tersebut dibawa ke lokasi api seperti benda elektronik, benda bersisi Peramuan bahan peledakan di mix
peledakan kita pastikan dulu untuk rangkain tajam dan sepatu yang ber sol besi untuk menggunakan molen dilakukan secara
tersebut sudah benar-benar tertutup nanti meminimalisir percikan api. Saat pengeluaran manual. Dilakukan di tempat yang berlantai
setelah selesai baru kita bawa mesin tersebut harus dipastikan jumlah barang yang diambil. beton agar tumpahan material tidak
Pengendalian Bahaya ke lokasi yang aman mungkin kalo kita disini merusak tanah secara langsung.
Benda yang diambil harus sesuai dengan memo
kan jarak dari lubang ke ada shelter / rumah yang telah dibuat sebelumnya. Untuk amonium
pengaman disini nah baru dibawa kesitu baru nitrat (AN), mengandung bahan kimia
dari mulai pengukuran tapi kondisi pada saat berbahaya, maka kita diharuskan memakai
pengukuran atau blasting machine itu tidak APD dalam proses pengambilan untuk
ada personil yang dilokasi lagi dilapangan jadi melindungi tubuh dari kontaminasi.
benar-benar sudah ready dilapangan jadi
Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

semua sudah berada didalam shelter nah


apabila ada yang kita pastikan rangkaian
dalam keadaan tertutup biar ga ada arus
masuk mesin itu sudah menggunakan batre.

Iya, untuk hal tersebut dilakukan oleh pihak


keamanan, baik dari Institusi POLRI atau
Security. Di cek secara berkala dengan batas
Apabila rangkaian peledakan tersebut dan maksimum 35 derajat celcius. Apabila sudah
meledak sedangkan disitu ada personil diarea mencapai suhu tersebut, kita perlu melakukan
sekitar lubang ledak disitu bahaya sekali disitu pendinginan. Karena bahan peledak sensitif Ada, disini setiap pagi sebelum memulai
antisipasi nya kita kalo kondisi sudah ada kilat dengan suhu panas untu mencegah terjadinya pekerjaan wajib mengikuti safety meeting,
atau petir kita stop untuk proses pengisian kita kebakaran. Untuk jarak gudang dan tanggul itu disini apabila 3 kali tidak mengikuti safety
pastikan dulu untuk rangkaian tertutup semua 3,5 meter, dari tanggul ke pagar pertama 2 meeting, maka akana da surat teguran.
baru kita evakuasi kita titik aman sehingga meter, terdapat 3 lapis pagar.Bentuknya pagar,
dilokasi tersebut kita tingga pilih . tapi gundukan itu pasti. Supaya safety dari
tanggul untuk meredam ledakan ke sekitar
gudang.

Kalo untuk di PT Semen Baturaja dulunya


kita sisal ada 50 atau 100 lubang kita ledakkan
dulu kita peledakan satu kali dan efeknya
memang digetaran dan suara menjadi besar
melampaui standar yang telah ditentukan Untuk sistem pengangkutan sesuai SOP, harus Ada mbak, biasanya dilakukan setahun 2
sekarang ini kedepan kita melakukan ada pengawalan oleh bagian keamanan dengan kali. Namun hanya dilingkungan unit kerja
perubahan bagaimana kita peledakan yang mobil khusus. saja, yaitu melakukan perulangan terhadap
aman disini kita lakukan dalam satu kali
hal yang dianggap penting di pekerjaan kita.
peledakan semisal 100 ledak kita bagi bebrapa
peledakan bisa 6 kali 10 kali untuk
mengurangi efek getaran dan suara agar tetap
berada pada standar yang ditentukan dari
pemerintah.

Gak untuk posisi shelter untuk juru ledak kita Pertama kita harus cek lobang, harus sesuai
selalu membelakangi arah peledakan sehingga dengan rencana. Lalu kita gambar, misalkan 50
semisal arah peledakan mengarah kedepan lubang. Kita gambar lalu kita data. Lalu kita -
bearti posisi shelter kita harus dibelakang persiapakan semua perlengkapannya. Setibanya
karena kemungkinan flyrock pasti diarah di lokasi kita harus memasangkan bendera
Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

peledakan kedepan jadi posisi shelter kita antar lubang. Setelah itu kita melakukan
tarok kebelakang . Untuk jarak aman tidak ada pembagian tugas. Kalo diisi terkadang
ketentuan berapa meter atau ada berapa merangkai sambil berjalan ke lokasi. Yang
jaraknya tapi kita lihat kondisi aja kondisi terpenting bahan peledak sudah di masuk
aman tapi kalo untuk di PT Semen Baturaja lubang masing-masing, jangan sampai ada yang
kalo untuk membelakangi sekitar kisaran 15 ketinggalan.
meter dari lubang ledak terdekat sampe 30
meter itu kondisi aman untuk kita.

Disaat peledakan apabila kita peledakan lokasi Belum pernah, namun apabila terjadi demikian,
yang dekat penduduk bisa kita antisipasi juga kita akan melakukan pengecakan ulang. Entah
untuk kita selalu cek isian bahan peledak dan itu kabel atau hal lain. Apabila ditemukan
arah peledakan tersebut nanti setelah kejanggalan, maka kita perbaiki. Itu bisa kita
peledakan kita juga ada tim pengamanan nanti cek menggunakan tester.
kita sebar pengaman ditiap-tiap sudut dekat
-
penduduk mungkin 4 penjuru kiat siapkan tim
keamanan nanti apabila ada penduduk yang
masuk jadi kita tetap safety untuk lokasi Pernah. Sering malah. Maka dari itu kita harus
peledakan tiap peledakan harus steril tidak ada memastikan kesiapan peledakan itu. Jangan
orang yang berada dekat di area peledakan ragu-ragu, karena berpengaruh juga terhadap
tersebut. jauhnya batu itu terbang dan kuatnya ledakan.

Kita pastiin setelah peledakan terakhir nunggu


kondisi sudah meledak setelah bener-bener
sudah meledak nanti juru ledak dan personil
melakakukan pengecekan di tiap2 lubang
ledak jika ada 100 lubang ledak bearti 100 nya
harus dicek satu persatu untuk memastikan
sudah meledak semua nah nanti ketika apabila
ada rangkaian belum meledak baik dicek satu2
nanti informasi ke pengawas lapangan eledaan - -
diinformasikan ke pengawas oh kondisi
peledakan sudah selesai sudah aman atau oh
ada rangkaian yang belum meledak jadi nanti
untuk keputusan dari pengawas apakah mau
dievakuasi tapi disini biasanya tetap diledakan
lagi seperti pengamanan seperti sebelumnya
kita kasih aba-aba dan kita ledakan lagi
setelah kondisi dipastiin sudah aman dan

Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

meledak semua kondisi aman

Kalo disini baik kontraktor ataupun user kita


semua memiliki tiap juru ledak KIM sertifikat
dari izin pemerintah kabupaten untuk
sekarang kita ahli ke provinsi ada izin kalo td
KIM untuk juru ledak sampe ke provinsi
sedangkan untuk operator yang lain seperti - -
operator bor atau peledakan kita juga disini
ada penggunaan SIMPER untuk
pertambangan itu untuk setiap operator atau
juru bor nya tadi yang meiliki SIMPER
tersebut melalui tahapan tes dan seleksi.

Kalo untuk disini setiap tahun ada penyegaran


K3 setiap tahun memang kita stop peldakan
- -
untuk peledakan sehari untu keselamatana
kedepan untuk penyegaran tiap tahun ada.

Kita disini tiap hari kita lakukan brifing


karena lokasi brifing tidak formal tapi setiap
sebelum melakukan brifing tiap kali
peledakan tapi untuk semua khususnya diunit - -
kerja tambang ada safety talk setiap hari.

Kalo untuk suhu itu dijelaskan juga dari


Kepmen No 555 tahun 1995 untuk gudang
dinamit dan detonator itu maksimal 35 derajat
celcius sedangkan untuk digudang ammonium
nitrat dia lebih tinggi 55 derajat celcius
apabila suhu tersebut melampaui batas
tersebut yang ditakutkan peledakan karena - -
ledakan panas juga ya mungkin klao disaat
untuk pengamanan atau safety kalo digudang
kita apabila temperature sudah mendekati 35
derajat celcius disitu kita ada sprinkle untuk
pendingin atap jadi unutk pendinginan suhu di
atap kita pendinginan di atap karena digudang

Universitas Sriwijaya
Informan
Topik Wawancara
IH S Y

tidak boleh ada air klao untuk Ammonium


Nitrat kan bisa lembab itukan ammonium
tersebut bisa menjadi rusak jadi kita tarok
diatas atap.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN 4.
DOKUMEN TERKAIT
KEGIATAN PELEDAKAN

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN 5. PEDOMAN WAWANCARA

PEDOMAN WAWANCARA

ANALISIS BAHAYA KESELAMATAN PADA KEGIATAN PELEDAKAN


(BLASTING) DI UNIT PENYEDIA BAHAN MENTAH (PBM) PT SEMEN
BATURAJA (PERSERO) TBK

Panduan Wawancara Informan Kunci

Tanggal Wawancara :

Waktu Wawancara :

Pewawancara :

Identitas Informan :

a) Nama/ Inisial Informan :

b) Jabatan/ Jenis Pekerjaan :

c) Jenis kelamin :

d) Usia :

e) Masa kerja :
Tertanda bersedia menjadi informan
:
Signature informan,

(………………………………………)
NIK.
Universitas Sriwijaya
1. Bagaimana kebijakan manajemen K3 di Unit Penyedia Bahan Mentah (PBM)
PT Semen Baturaja (Persero) Tbk?
Probe :
a. Bagaimana penetapan kebijakan
b. Bagaimana bentuk kebijakan
c. Siapa yang terlibat dalam pembentukan kebijakan
d. Program K3 apa saja yang ada
e. Bagaimana pelaksanaan dan aplikasinya
f. Apa terdapat hambatan
2. Bagaimana SOP pelaksanaan kegiatan peledakan (blasting) di Unit Penyedia
Bahan Mentah (PBM) PT Semen Baturaja (Persero) Tbk?
Probe :
a. Apa saja tahapan kegiatan peledakan (blasting)
b. Mesin/alat dan bahan apa saja yang digunakan
c. Apakah ada pemeliharaan terhadap mesin/alat yang digunakan
d. Dalam pelaksanaannya apakah kegiatan blasting sudah sesuai SOP
3. Bahaya apa saja yang mungkin ada pada setiap tahapan kegiatan peledakan
(blasting) ?
Probe :
a. Apakah diadakan identifikasi bahaya
b. Bagaimana hasil penilaian risiko
c. Form apa yang dipakai untuk identifikasi dan penilaian risiko
d. Apakah dilakukan pengendalian bahaya
e. Bagaimana tindakan pengawasan dan pemantauan terhadap bahaya
dan pengendalian
4. Apakah ada pelatihan untuk operator peledakan?
Probe :
a. Jenis pelatihan yang diberikan bagaimana
b. Siapa saja yang diberikan pelatihan
c. Apakah dilakukan secara berkala

Universitas Sriwijaya
PEDOMAN WAWANCARA

ANALISIS BAHAYA KESELAMATAN PADA KEGIATAN BLASTING DI UNIT


PENYEDIAAN BAHAN MENTAH (PBM) PT SEMEN BATURAJA (PERSERO)
TBK

Panduan Wawancara Informan Pendukung

Tanggal Wawancara :

Waktu Wawancara :

Pewawancara :

Identitas Informan :

a) Nama/ Inisial Informan :

b) Jabatan/ Jenis Pekerjaan :

c) Jenis kelamin :

d) Usia :

e) Masa kerja :

Tertanda bersedia menjadi informan


:
Signature informan,

(………………………………………)
Nik.

Universitas Sriwijaya
Panduan Wawancara

1. Bagaimana SOP pelaksanaan kegiatan peledakan (blasting) / pemboran di


Unit Penyedia Bahan Mentah (PBM) PT Semen Baturaja (Persero) Tbk?
Probe :
a. Apa saja tahapan kegiatan peledakan (blasting) / pemboran
b. Mesin/alat dan bahan apa saja yang digunakan
c. Apakah ada pemeliharaan terhadap mesin/alat yang digunakan
d. Jenis APD apa yang digunakan
e. Dalam pelaksanaannya apakah kegiatan peledakan (blasting) /
pemboran sudah sesuai SOP
2. Bahaya apa saja yang mungkin ada pada setiap tahapan kegiatan peledakan
(blasting) / pemboran ?
Probe :
a. Apakah diadakan identifikasi bahaya
b. Bagaimana hasil penilaian risiko
c. Form apa yang dipakai untuk identifikasi dan penilaian risiko
d. Apakah dilakukan pengendalian bahaya
e. Bagaimana tindakan pengawasan dan pemantauan terhadap bahaya
dan pengendalian
f. Bagaimana proses komunikasi terhadap potensi bahaya yang ada
3. Apakah pernah terjadi kecelakaan pada masing-masing tahapan kegiatan
peledakan (blasting) / pemboran )?
Probe :
a. Jenis kecelakaan apa yang pernah terjadi
b. Bagaimana frekuensi dan dampak kejadian kecelakaan
c. Terdapat pada tahap apa yang paling sering terjadi kecelakaan
d. Penyebab terjadi kecelakaan yang bagaimana sering terjadi
e. Bagaimana respon manajemen terhadap kecelakaan
4. Apakah ada pelatihan untuk juru ledak dan juru bor?
a. Jenis pelatihan yang diberikan bagaimana
b. Siapa saja yang diberikan pelatihan
c. Apakah dilakukan secara berkala

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN 6. SURAT IZIN PENELITIAN

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN 8. DOKUMENTASI

Unit Pengeboran Penyimpanan Power Gel Penyimpanan AN

Penyimpanan Detonator Gudang AN dan Power Gel Gudang Detonator

Pengisian dan Perangkaian Bahan Peledak dan Detonator

Administrasi sebelum peledakan Pengambilan Handak Pencampuran Handak


Universitas Sriwijaya
Pengukuran Tambang Housekeeping dan Safety Talk Rutin

Wawancara Mendalam (Petugas K3) Wawancara Mendalam (Juru Ledak)

Wawancara dan Observasi Lapangan Foto bersama Biro PBM

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai