Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. Ny. F


DENGAN HIPERBILIRUBIN
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak II

OLEH :

Grazella Rante T 1801007 Zechrina Jaladri W 1801033

Nuranjani 1801008 Nur Afzah 1801034

Maria Hanifa 1801009 Khofifah Sri A 1801035

Yuna Fauziah 1801010 Pratiwi Dwi C 1801037

Nada Patanduk 1801011 Latifa 1801048

Nur Okta S 1801015 Wahyu Yusril T 1801049

Ana Farida 1801017 Nurul Hidayat 1801052

Fadilatul Jannah P 1801030 Iqram Aristyo 1801054

Ferdinando Alfonsa 1801031 Fitriani Nur 1801056

Hardina Saputri 1801032 Andi Suharlini 1801053

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperbilirubin merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi


barulahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik akibat tingginya
kadar bilirundalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan
hemoglobin akibat sel darahmerah yang rusak. Hiperbilirubin dapat terjadi
secara fisiologis dan patologis.Secara fisiologis bayi mengalami kuning
pada bagian wajah dan leher, atau padaderajat satu dan dua (<12mg/dl),
dapat diatasi dengan pemberian intake ASI yangadekuat dan sinar
matahari pagi kisaran jam 7.00-9.00 selama 15menit. Secarapatologis bayi
akan mengalami kining diseluruh tubuh atau derajat tiga sampailima
(>12mg/dl), di indikasikan untuk pemberian fototerapi, jika kadar
bilirubin>20mg/dl maka bayi akan di indikasikan untuk transfusi tukar.
Pemberianfototerapi akan berdampak pada bayi, karena fototerapi
memancarkan sinarintensitas tinggi yang dapat berisiko cedera bagi bayi
yaitu pada mata dangenitalia, juga bayi dapat berisiko mengalami
kerusakan intensitas kulit, danhipertermi. Perawat berperan penting dalam
pemberian fototerapi untuk mencegahterjadinya dampak fototerapi pada
bayi, yaitu monitor intake ASI yang adekuat,memasangkan penutup mata
dan genitalia bayi. komplikasi darhiperbilirrubinemia yaitu kern ikterus,
dimana kern ikterus adalah suatu sindromneurologi yang timbul sebagai
akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-selotak sehingga otak
mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan kejang-kejang dan
penurunan kesadaran serta bisa berakhir dengan kematian. (Prasitnoket al.,
2017)WHO (2015), menjelaskan bahwa sebanyak 4,5 juta (75%) dari
semuaKematian bayi dan balita terjadi pada tahun pertama kehidupan.
Data kematianBayi terbanyak dalam tahun pertama kehidupan ditemukan
di wilayah Afrika,Yaitu sebanyak 55/1000 kelahiran. Sedangkan di
wilayah eropa ditemukan ada10/1000 dari kelahiran. Hal ini menunjukkan
bahwa di wilayah afrika merupakanKejadian tertinggi pada tahun 2015.
(Prasitnok et al., 2017)Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 sebesar 34 per
1.000 kelahiran. Sebagian besar Bayi baru lahir, terutama bayi yang kecil
(bayi yang berat lahir < 2.500 gr atauUsia gestasi < 37 minggu)
mengalami ikterus pada minggu awal kehidupannya.Angka kematian bayi
di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia(SDKI) tahun
2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatusTerbanyak
di Indonesia disebabkan oleh hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%).
(Depkes, 2014)Daerah Jawa Timur Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi
terjadi di Kabupaten Probolinggo yaitu sebesar 61,48 per 1.000 kelahiran
hidup sedangkanAKB terendah terjadi di Kota Blitar yaitu 17,99 per 1.000
kelahiran hidup danUntuk AKB di Kabupaten Malang sebesar 21,28 per
1.000 kelahiran hidup.Penyebab kematian neonatal terbanyak adalah
BBLR, asfiksia dan kasus IkterusNeonatorum karena hiperbilirubin.
(Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013)Beberapa penyebab
kematian bayi baru lahir (BBL) yang terbanyak Disebabkan oleh
kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, trauma lahir,Kelainan
kongenital hyperbilirubin. Bayi baru lahir di sebut juga
neonatusMerupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja
mengalami traumaKelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri
dari kehidupan intraurineKe kehidupan ekstrauterine (Dewi, 2011).Sekitar
60% neonatus yang sehat mengalami ikterus. Pada umumnya,Peningkatan
kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan.Namun
beberapa kasus berhubungan dengan dengan beberapa penyakit,
sepertiPenyakit hemolitik, kelainan metabolisme dan endokrin, kelainan
hati dan infeksi.Pada kadar lebih dari 20 mg/dL, bilirubin dapat menembus
sawar otak sehinggaBersifat toksik terhadap sel otak. Kondisi
hiperbilirubinemia yang tak terkontrolDan kurang penanganan yang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang beratSeperti kern ikterus akibat efek

2
toksik bilirubin pada sistem saraf pusat (Kosim,2012).Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia, harus dapat perhatian yang tepat.Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan untuk mengendalikan agar kadarBilirubin serum
tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan hiperbilirubinema,Dapat
dilakukan dengan Monitor ikterik pada sclera dan kulit bayi, identifikasi
Kebutuhan cairan sesuai dengan usia gentasi dan berat badan, monitor
suhu danTanda vital setiap 4 jam sekali, monitor efek samping fototerapi
(mis. Hipertermi,Diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari
8-10%), siapkan lampu Fototerapi dan ikubator atau kotak bayi, lepaskan
pakian bayi kecuali popok,
Berian penutup mata (eye protector/biliband), ukur jarak antara
lampu danPermukaan kulit bayi (30cm atau tergantung spesifikasi lampu
fototerapi), biaranTubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara
berkelanjutan, ganti segera alas danPopok bayi jika BAB/BAK, gunakan
linen berwarna putih agar memantulkan Cahaya sebanyak mungkin,
anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit, anjurkanIbu menyusui
sesering mungkin, kolaborasi pemeriksaan darah bilirubin direk
danIndirek (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018).Berdasarkan
uraian diatas maka peneliti tertarik untuk membuat KaryaTulis Ilmiah
Laporan Studi Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan IkterikNeonatus
Pada Bayi Hiperbilirubin Di Ruang Neonatus RSUD.

3
B. Anatomi Fisiologi Kasus

Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai


sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam
metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini
karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus
gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan
semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain
dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang
penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein.
Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan
utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus
gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran
darah dan mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan
oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu
(vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan;
pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu
memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart, 2001 : 1150).

Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin
oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer
dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui
reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang
membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin
terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di
dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.(Brunner &
Suddart, 2001 : 1152).

4
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen
yang sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi
diabsorpsi lewat mukosa intestinal ke dalam darah portal. Sebagian besar
dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan
disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik).
Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh
ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan
jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat
penyakit hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam
saluran empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang
berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki
intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).

Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah
bilirubin yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut
dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari
besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan
albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta
cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil
transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat
patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus
pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada
neonatus. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus
dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari
degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.

5
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin
bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam
lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera
setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-
Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum
endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase
yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini
dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui
ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui
duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin
indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena
terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara
lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian
kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada
hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar
bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan
kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.

6
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila
produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun
sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal
kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.

7
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin
indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga
dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, egati pada Inkompatibilitas yang terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada
penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir
rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.

8
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya’pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubin.
Ikterus pada egative tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua – ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg
% pada egative cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :

9
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada egative <
bulan dan 12,5 mg% pada egative cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Icterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada
bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pada korpus striatum, egative, nucleus
subtalamus, hipokampus, egativ merah, dan egativ pada dasar
ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada egative cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari
20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy
ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

D. Patofisologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka

10
produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi
heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh
sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan
berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis
atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar
(defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan
ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra egative.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek.
Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula
pada keadaan egative sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat
lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan
saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,

11
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau egative yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan egative. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin
adalah;
1. Tampak ikterus pada egati, kuku atau kulit dan egative mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
egative atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan
mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan
menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.

12
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe
obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan
atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang
berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi
mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan
tangisan yang melengking.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari
test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif,
anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi
incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.

13
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin –dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl
pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm
tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10mg/dl tidak fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidak fisiologis

14
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
l. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses
hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan egative terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan
intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.

H. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan


1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan
dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan
membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :

15
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi
dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin.
Memaparkan egative pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya
yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin
dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar
Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan
berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar

16
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya egati-
faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
- Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
- Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
- Menghilangkan Serum Bilirubin
- Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin

- Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan egative darah


golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh egative whole
blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan
antigen B yang pendek. Setiap 4 – 8 jam kadar Bilirubin

17
harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian Keperawatan

18
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Bayi : By. Ny. F
2. Usia & Tanggal Lahir: 5 februari 2021
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Diagnosa Medis : RDN, Sepsis, & Hiperbilirubin
5. Tgl Masuk : 6 februari 2021
6. Tgl Pengkajian : 11 februari 2021

B. KELUHAN UTAMA
Tampak perut membesar seperti ada massa dan sedang menjalani foto
terapi.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Klien masuk ke NICU dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak
lahir (bayi tidak segera menangis dan bayi kurang bulan). Klien lahir di OK
pinang secara sectio dengan indikasi lingkar perut bayi lebih besar dari ukuran
normal yaitu 30 cm.

D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Terpasang OGT untuk nutrisi enteral, terpasang jalur intravena untuk
memasukkan obat dan cairan parenteral.
TTV:
SB : 37,5˚ C
HR : 146 x/menit
RR : 50 x/menit.

2. Riwayat kesehatan lalu


a. Prenatal
Keluhan ibu selama hamil tidak ada. Ibu rutin memeriksakan
kehamilan di puskesmas dan mendapatkan vitamin, serta tidak

19
pernah terkena sinar X. Ibu memeriksakan kehamilan sebanyak 4
kali dan mendapatkan suntikan TT 2 kali.
b. Natal
Klien lahir di OK pinang dengan sectio dengan indikasi lingkar
perut bayi lebih besar dari ukuran normal yaitu 30 cm.
c. Post natal
Berat badan lahir 3180 gram dan panjang badan lahir 47.5 cm.

E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-Tanda Vital :

SB : 37,5˚ C

HR : 146 x/menit

RR : 50 x/menit.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab

Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
normal
WBC 14.22 4.00-10.0 [10^3/mm³]
Bilirubin Total 20.18 <1,1 mg/dl
RBC 3.73 4.00-6.00 [10^6/mm³]
Bilirubin Direk 0.34 <0,30 mg/dl
HGB 13.6 12.0-16.0 [gr/dL]
HCT 39.1 37.0-48.0 [%]
MCV 104.8 80.0-97 [fl]
MCH 36.5 26.5-33.5 pg
MCHC 34.8 31.5-35.0 g/dl
PLT 318 150-400 [10^3/ul]

G. PENGOBATAN

Hari/tgl/jam Jenis terapi Dosis


- - -
- - -

20
A. Pengkajian Keperawatan.
DS
Klien masuk ke NICU dengan keluhan sesak nafas yang dialami
sejak lahir
DO
a. Tampak perut membesar seperti ada massa dan sedang
menjalani foto terapi.
b. Terpasang OGT untuk nutrisi enteral
c. Terpasang jalur intravena untuk memasukkan obat dan cairan
parenteral.
d. TTV:

SB : 37,5˚ C

HR : 146 x/menit

RR : 50 x/menit.

B. Analisa Data

Batasan Karakteristik Data (DS dan Diagnosa Keperawatan


DO)
1. DS 1. Kerusakan Integritas Kulit
B.D Efek phototerapi
Klien masuk ke NICU dengan
2. Resiko Tinggi Kehilangan
keluhan sesak nafas yang dialami Volume Cairan B.D
phototerapi
sejak lahir
3. Gangguan Tempratur
2. DO Tubuh(Hipertermi) B.D
Terpapar Lingkungan
a. Tampak perut membesar seperti
Panas Akibat phototerapi
ada massa dan sedang
menjalani foto terapi.
b. Terpasang OGT untuk nutrisi
enteral

21
c. Terpasang jalur intravena untuk
memasukkan obat dan cairan
parenteral.
d. TTV:
SB : 37,5˚ C
HR : 146 x/menit
RR : 50 x/menit.

C. Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia (dalam bentuk


Pathway )
D.
RDN/SESAK NAFAS

HYPERBILIRUBIN

PEMBENGKAKAN KADAR BILIRUBIN


HATI/ABDOMEN TINGGI

FOTOTRAPI

22
KULIT
KERING/KEMERAHAN
PADAKULIT BAYI

KERUSAKAN RESIKO TINGGI


GANGGUAN
INTEGRITAS KULIT KEHILANGAN
TEMPRATUR
B.D EFEK FOTOTRAPI VOLUME CAIRAN B.D
TUBUH(HIPERTERMI)
FOTOTRAPI
B.D TRPAPAR
LINGKUNGAN PANAS
AKIBAT FOTOTRAPI
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan Integritas Kulit B.D Efek phototerapi
2. Resiko Tinggi Kehilangan Volume Cairan B.D phototerapi
3. Gangguan Tempratur Tubuh(Hipertermi) B.D Terpapar
Lingkungan Panas Akibat phototerapi
D. Perencanaan Keperawatan

Intervensi

No NANDA NOC NIC


1 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Tekanan
kulit b.d. efek dari keperawatan selama …x24 1. Anjurkan pasien untuk
jam diharapkan integritas menggunakan pakaian yang
phototerapi.
kulit kembali baik / normal. longgar
Tissue Integrity : Skin and 2. Hindari kerutan pada
Mucous Membranes tempat tidur
Kriteria Hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar

23
 Integritas kulit yang baik tetap bersih dan kering
bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien setiap 2
 Tidak ada luka / lesi pada jam sekali
kulit 5. Monitor kulit akan adanya
 Perfusi jaringan baik kemerahan.
 Menunjukkan 6. Oleskan lotion / minyak /
pemahaman dalam proses baby oil pada daerah yang
perbaikan kulit dan tertekan
mencegah terjadinya 7. Mandikan pasien dengan
cedera berulang sabun dan air hangat
 Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan MONITOR CAIRAN
keperawatan selama .......x24 1. Tentukan riwayat jumlah dan
kekurangan volume
jam diharapkan tidak ada tipe intake cairan dan
cairan b.d. resiko kekurangan cairan pada eliminasi
phototerapi. klien. 2. Tentukan kemungkinan
Kriteria Hasil : faktor resiko daari
1. TD dalam rentang yang ketidakseimbangan cairan
diharapkan (hipertermia, terapi diuretik,
2. Tekanan arteri rata-rata kelainan renal, gagal
dalam rentang yang jantung, diaporesis, disfungsi
diharapkan hati)
3. Nadi perifer teraba 3. Monitor berat badan
4. Keseimbangan intake dan 4. Monitor serum dan elektrolit
output dalam 24 jam urine
5. Suara nafas tambahan tidak 5. Monitor serum dan
ada osmolaritas urine
6. Berat badan stabil 6. Monitor BP, HR, RR
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.

24
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pengobatan Demam
temperature keperawtan selama …x 24 1. Monitor suhu sesering
tubuh jam mingkin
(Hipertermia)
diharapkan suhu dalam 2. Monitor warna dan suhu
berhubungan
dengan terpapar rentang normal. kulit
lingkungan  Termoregulation 3. Monitor tekanan darah,
panas. Akibat Kriteria hasil : nadi, dan respirasi
phototerapi  Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor intake dan output
normal
 Nadi dan respirasi dalam
batas normal
 Tidak ada perubahan
warna kulit
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

25
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.
Ngastiah. 200. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan
Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
Smeltzer, S.C & Bare, B. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. EGC. Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai