Anda di halaman 1dari 14

BUDAYA MUTU SATUAN PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Mutu Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Mulyadi, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Zahrotun Bariroh 200106210036

PROGRAM MAGISTER
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................... 2


PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C. Tujuan ............................................................................................................… 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5
A. Konsep Budaya Mutu Pendidikan ...................................................................... 5
B. Membangun Budaya Mutu Pendidikan .............................................................. 8
KESIMPULAN ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14

2
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Setiap lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar agar proses dan
hasil pendidikan bisa dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Salah satunya
ialah dengan cara meningkatan mutu pendidikan untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks.
Peningkatan mutu merupakan salah satu jalan yang dilalui untuk memelihara serta
mempertahankan eksistensi organisasi. Mutu madrasah merupakan sesuatu yang
absolut dan harus dipertahankan serta dilestarikan, dijadikan sebuah budaya, sehingga
kualitas madrasah terjamin.
Persaingan global dalam era pasar bebas, menyebabkan adanya kompetisi yang
sangat ketat. Untuk dapat berpartisipasi dalam persaingan global tersebut, seseorang
dituntut memiliki kemampuan yang lebih/berkualitas, yaitu memiliki kecakapan
berkomunikasi, memiliki kemampuan menjalin kerjasama, memiliki keterampilan atau
skill tertentu, individu yang ulet, disiplin, beretos kerja yang tinggi, pandai menangkap
peluang, dan memiliki semangat untuk maju. Budaya sekolah merupakan faktor yang
paling penting dalam membentuk siswa menjadi manusia yang penuh optimis, berani,
tampil, berperilaku kooperatif, dan kecakapan personal dan akademik.
Sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan atau keberhasilan pendidikan tertentu
biasanya dapat dilihat dari beberapa variabel yang mempengaruhinya seperti perolehan
nilai dan kondisi fisik, akan tetapi kurang memperhatikan hal lain yang tidak tampak
yang justru lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang
mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya, dan norma perilaku yang
disebut sebagai the human side of organization (sisi/aspek manusia dan organisasi).
Para kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder sekolah atau yang terkait
termasuk pengawas, dan pengelola/pembina pendidikan perlu dibekali pemahaman
konsep yang benar tentang budaya organisasi, budaya mutu sekolah dan
pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik atau unggul. Oleh karena itu,
pengembangan budaya mutu sekolah merupakan hal yang sangat penting dan
berpengaruh dalam membentuk profesionalitas insan pendidikan yang berkarakter dan
berbasis budaya.

3
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep budaya mutu disebuah lembaga pendidikan?
b. Bagaimana membangun budaya mutu dalam sebuah lembaga pendidikan?
3. Tujuan
a. Untuk dapat memahami bagaimana konsep budaya mutu dilembaga pendidikan
b. Untuk dapat memahami bagaimana membangun budaya mutu dalam sebuah
lemabag pendidikan

4
B. PEMBAHASAN
1. Budaya Mutu di Lembaga Pendidikan
Dalam kamus manajemen yang ditulis oleh Sugian, dijelaskan bahwa budaya
mutu merupakan tingkat kesiapan dan komitmen serta kumpulan sikap maupun
kebiasaan yang dimiliki suatu perusahaan berkenaan dengan masalah mutu 1.
Sedangkan menurut Mulyadi budaya mutu merupakan sistem nilai yang dimiliki suatu
organisasi dimana sistem tersebut menghasilkan lingkungan yang bersifat kondusif
untuk keberlangsungan dan keberlanjutan perbaikan mutu2. Said juga memberikan
pendapatnya bahwa budaya mutu adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut
oleh para anggota. Hal ini yang membedakan suatu sekolah dengan sekolah lainnya.
Sistem makna bersama ini merupakan karakteristik tertentu yang dijunjung tinggi
sekolah3.
Budaya mutu merupakan sebuah sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif demi keberlangsungan dan keberlanjutan perbaikan mutu.
Budaya mutu terdiri dari nilai-nilai, tradisi, prosedur, dan harapan tentang promosi
mutu. Budaya mutu madrasah adalah sistem nilai organisasi/madrasah yang
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk keberlangsungan perbaikan mutu yang
berkesinambungan. Budaya mutu madrasah terdiri dari nilai-nilai, tradisi, prosedur dan
harapan tentang promosi mutu. Sedangkan tujuan dari budaya mutu madrasah adalah
untuk membentuk suatu lingkungan organisasi yang memiliki sistem nilai, tradisi, dan
aturan-aturan yang mendukung untuk mencapai perbaikan mutu secara terus menerus.
Budaya mutu merupakan suatu pola, nilai-nilai, keyakinan dan harapan anggota
organisasi kepada pekerjaannya untuk menghasilkan produk dan perkhidmatan yang
berkualitas4.
Budaya sekolah atau dikenal dengan school culture merupakan faktor penting
dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang penuh optimis, berani tampil,
berperilaku kooperatif, mempunyai kecakapan personal dan akademik. Dengan kata
lain, budaya mutu dapat digunakan untuk menjelaskan upaya membangkitkan minat

1 Sugian O, Syahu, Kamus Manajemen (mutu), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.
2 Mulyadi. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu. Malang: UIN Maliki Press.
3 Said, A. (2018). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Melestarikan Budaya Mutu Sekolah. EVALUASI, 2(1), 257–273
4 Amin, N., Siswanto, F., & Hakim, L. (2018). Membangun Budaya Mutu yang Unggul Dalam Organisasi lembaga Pendidikan

Islam. Al-Tanzim ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(1), 80–93

5
dan berkenaan dengan cara sekolah menghasilkan suatu produk memenuhi kriteria atau
rujukan tertentu.
Selanjutnya Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan pengertian dari
budaya mutu adalah “nilai dan keyakinan mutu dalam suatu masyarakat yang
digunakan sebagai sumber penggalangan konformisme perilaku yang bermutu tinggi
bagi masyarakat pendukungnya”5. Dijelaskan lebih jauh mengenai budaya sekolah
yang meliputi nilai dan keyakinan sekolah. Nilai dan keyakinan sekolah menjadi dasar
bagi pelaksanaan budaya mutu di sekolah. Nilai merupakan penghayatan warga
sekolah tentang apa yang dianggap benar-salah, baik-buruk, keindahan dan
ketidakindahan, layak dan tidak layak; sedangkan keyakinan merupakan sikap tentang
bagaimana cara sesuatu seharusnya dilakukan. Dengan demikian budaya sekolah
awalnya merupakan aturan dan tata tertib yang disepakati bersama oleh warga sekolah,
dihayati, dan dilakukan terus menerus sampai menjadi kebiasaan.
Menurut Garvin sebagaimana dikutip Said bahwasannya ada lima macam
perspektif mutu yaitu :
a. Transcendental approach, dimana kualitas dapat dirasakan, diketahui, tapi sulit
didefinisikan,
b. Product based approach, suatu kualitas merupakan atribut atau spesifikasi secara
kuantitatif yang dapat diukur,
c. Use based approach, sebuah kualitas tergantung pada orang yang memandangnya
sehingga pelayanan yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan
pelayanan yang paling tinggi sehingga pelanggan yang berbeda memiliki
kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula sehinnga kualitas bagi seseorang
adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan,
d. Manufacturing based approach, ialah menentukan kualitas yang sudah
distandarkan,
e. Value based approach, ialah memandang kualitas dari segi nilai dan
kemanfaatannya yang paling bermakna dari pelanggan6.

5 Depdiknas Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Dirjen Dikdasmen. 2005. Pedoman Pendayagunaan Konsultan dalam
Pembinaan SMP di Seluruh In donesia. Jakarta. Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdikna
6 Said, A. (2018). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Melestarikan Budaya Mutu Sekolah. EVALUASI, 2(1), 257–273.

6
Fungsi budaya sekolah merupakan kekuatan yang menggerakkan dan
mengendalikan perilaku anggotanya dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
Kenedy (1982) dalam Mulyadi Budaya yang kuat berperan dalam dua hal, pertama,
mengarahkan perilakukaryawan bagaimana harus bertindak dan apa yang diharapkan
dari mereka. Kedua, budaya yang kuat memberi karyawan pengertian akan tujuan
membuat mereka berpikir positif terhadap sekolah dan bagaimana cara membantu
sekolah mencari sasaran tersebut7.
Budaya berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Jika organisasi
memiliki budaya yang kuat, organisasi dan karyawan memiliki perilaku yang seiring
dan sejalan. Budaya sekolah yang dibangun para pendiri merupakan jiwa bagi
anggotanya. Oleh karena itu, para pendiri secara moral harus memberi keteladanan
kepada seluruh stakeholder agar budaya yang dibangun dapat menjadi moral dalam
proses keorganisasian. Secara alami, budaya sekolah sulit untuk dipahami karena tidak
terwujud, implisit, dan dianggap sesuatu yang biasa. Tetapi bagi semua organisasi,
Apapun bentuk dan jenis kegiatanyang harus mampu membangun komunikasi
organisasi yang dapat dijadikan basis pemahaman terhadap budaya8.
Budaya mempunyai kaitan dan peran terhadap berbagai aspek kehidupan sekolah
secara menyeluruh. Secara spesifik budaya sekolah memiliki lima peran:
a. Budaya memberikan rasa memiliki identitas dan kebanggaan bagi karyawan,
b. Budaya mempermudah terbentuknya komitmen dan pemikiran yang lebih luas
daripada kepentingan pribadi seseorang.
c. Memperkuat standar perilaku organisasi dalam membangun pelayanan superior
pada pelanggan.
d. Budaya menciptakan proses adaptasi.
e. Membangun sistem kontrol secara menyeluruh.
Sekolah yang dianggap mempunyai budaya mutu adalah sekolah yang
mempunyai kultur mutu baik secara kelembagaan, sumber daya manusia dan suasana
pembelajaran serta kultur akademik, cara pandang untuk selalu unggul, tata kelola
madrasah yang dinamis, kurikulum pembelajaran yang kreatif dan inovatif, para guru

7 Mulyadi. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu. Malang: UIN Maliki Press
8 Ibid

7
yang mempunyai carakter dan kapasitas di atas rata-rata madrasah lain dan penciptaan
lingkungan madrasah yang mendukung untuk fastabiqul khairat. Pemimpin Madrasah,
guru dan karyawan sama-sama berkomitmen menciptakan budaya mutu untuk
mendukung kemajuan madrasah untuk mengantarkan lembaganya meraih kesuksesan.
Berdasarkan pendapat yang diberikan para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa budaya mutu pendidikan adalah nilai (kesiapan, komitmen, sikap, kebiasaan)
dan keyakinan satuan pendidikan yang menghasilkan lingkungan kondusif untuk
keberlangsungan dan keberlanjutan perbaikan mutu.
2. Membangun Budaya Mutu Dalam Lembaga Pendidikan?
Budaya merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman,
harapan yang diyakini oleh warga sekolah serta dijadikan pedoman bagi perilaku dan
pemecahan masalah internal dan eksternal yang mereka hadapi. Terbentuknya budaya
mutu tidak terlepas dari dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah
nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri manusia yang terpancar pada keseluruhan
gerak gerik dan kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan
diwariskan serta perilaku yang ditimbulkannya atau artifacts.Termasuk faktor eksternal
adalah faktor-faktor lain seperti pengaruh kepemimpinan, lingkungan, sehingga
mengubah nilai-nilai yang tertanam di dalamnya karena ada dorongan dari eksternal
atau agen of change9.
Budaya mutu bukanlah sesuatu yang bersifat instan dan terjadi begitu saja, tetapi
melalui proses perjuangan yang relatif panjang dengan berbagai tantangan dan bahkan
resistensi yang dihadapi. Budaya mutu harus dimulai dari kemauan dan kemampuan
kepala sekolah bersama staff dan stakeholder’s dalam melakukan school review secara
cermat dan obyektif. Bertolak dari school review kemudian sekolah harus menetapkan
benchmarking dan ditindaklanjuti dengan kontrol mutu (quality control). Budaya mutu
dimulai dengan komitmen mutu dari semua komponen sekolah, kerjasama, dan
kepemimpinan yang kuat dalam madrasah. Budaya mutu madrasah melalui proses
manajemen madrasah yang dapat dilakukan mulai tahap perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan10.

9Robbins, S.P. 2003. Prinsip – Prinsip Perilaku Organisasi. Semarang: PT. Erlangga.
10Riyanta, T. (2016). Mengembangkan Budaya Mutu Sekolah Melalui Kepemimpinan Transformasional. Jurnal Manajemen
Pendidikan, 12(2), 37–48.

8
Perubahan buaya merupakan salah satu tantangan yang paling sulit bagii banyak
organisasi. Budaya organisasi akan sulit untuk dirubah/diperbaiki tanpa perubahan
terlebih dahulu dari seorang pemimpin. Sebagaimana Ki Hajar Dewantoro menajarkan
“Ing ngarso sung telodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”. Petuah tokoh
pendidikan ini menjelaskan bagaimana peran penting figure pemimpin. Pemimpin
memainkan peran sentral dalam membangun budaya mutu. Bawahan sudah tentu
punya kecenderungan meniru perilaku pemimpin sebagai “role model”. Pemimpin
yang punya kepedulian pada mutu akan ditiru oleh para bawahan. Sebaliknya
pemimpin yang acuh pada kegiatan menjada mutu maka akan ditiru pula oleh para
bawahan.
Pelaksanaan budaya mutu sekolah meliputi antara lain: budaya mutu akademik
dan budaya mutu non akademik. Adapun dalam pelaksanaan budaya mutu akademik
antara lain: 1) banyaknya prestasi siswa siswi baik dari segi akademik maupun non
akademik, 2) pengelolaan sistem pembelajaran yang menggunakan sistem paikem, 3)
pendidikan dan latihan bagi guru professional, 4) prestasi guru dibidang ilmiah.
Kriteria manajemen madrasah berbudaya mutu ditandai 5 (lima) pilar mutu
pendidikan, yaitu:
a. Fokus pada siswa (peserta didik).
Bahwa madrasah dan para professional pendidikan memiliki tanggung jawab yang
besar untuk selalu mengoptimalkan potensi-potensi siswa agar mendapat manfaat
dari proses belajar di madrasah. Dengan kata lain, dalam proses kegiatan belajar
mengajar harus dipersiapkan dengan baik, dikelola secara professional agar dapat
memberikan nilai manfaat yang besar bagi pengembangan potensi siswa.
b. Keterlibatan total.
Setiap orang harus berpartisipasi dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya
tanggung jawab kepala madrasah, mutu merupakan tanggung jawab semua pihak
yaitu, komite, guru, staf, orang tua, bahkan siswa itu sendiri. Mutu, berarti menuntut
kepada setiap orang untuk memberikan kontribusi bagi upaya mutu.
c. Pengukuran.
Pengukuran merupakan bidang yang sering kali banyak gagal di madrasah, karena
setiap yang dikerjakan tidak diiringi pengukuran untuk mengetahui tingkat

9
keberhasilannya. Secara tradisional ukuran mutu pada keluaran madrasah adalah
prestasi siswa.
d. Komitmen.
Para professional pendidikan harus memiliki komitmen pada mutu. Jika mereka
tidak memiliki komitmen, maka proses transformasi mutu tidak akan dapat dimulai,
karena terpaksa dijalankan maka dipastikan akan gagal. Hal ini berarti perlu adanya
perubahan budaya dan manajemen yang memiliki komitmen untuk mendukung
proses perubahan kearah peningkatan mutu.
e. Perbaikan berkelanjutan (continous improvment).
Mutu didasarkan pada sebuah konsep, bahwa setiap proses itu dapat diperbaiki dan
tidak ada proses yang sempurna.
Maka para profesional pendidikan harus konstan menemukan cara untuk
menangani masalah yang muncul, mereka harus memperbaiki proses yang
dikembangkannya dan membuat perbaikan yang diperlukan11.
Lembaga pendidikan dapat mencapai tahapan unggul apabila sudah bermutu.
Selain bermutu, untuk menjadikan lembaga pendidikan unggul juga diperlukan
komitmen dalam diri seluruh stakeholder lembaga, maka untuk dapat menyatukan
komitmen tersebut upaya yang dilakukan ialah melatih stakeholder dengan beragam
kegiatan yang menunjang mutu menjadi sebuah kebiasaan, atau diistilahkan dengan
budaya mutu. Melalui penerapan budaya mutu yang ada di dalamnya, terdapat beragam
kegiatan yang dibiasakan pada lembaga pendidikan, secara berangsur lembaga
pendidikan tersebut akan sampai pada tahapan unggul. Dikatakan unggul dan bermutu
apabila sebuah lembaga pendidikan mampu memberikan kepuasan terhadap
pelanggan. Dalam konteks ini lembaga pendidikan unggul ialah lembaga yang menjadi
mayoritas pilihan atau kepercayaan oleh orang tua siswa mampu melahirkan lulusan
yang terbaik. Hal ini tentunya tercermin dalam visi, misi, capaian akademik maupun
non-akademik, serta kegiatan pembelajaran di dalamnya.

11Jabar, C. S. A. (2011). Pencapaian Keunggulan Pada SMA Negeri Dan Swasta Berkategori Unggul di Kota Bandung. Jurnal
Penelitian Pendidikan, 12(2), 86–93.

10
Sekolah Dasar berbudaya mutu adalah sekolah dasar yang memberikan layanan
prima berbudaya mutu. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan lima
komponen yang mencerminkan budaya mutu yaitu12:
a. Pembelajaran intrakurikuler yang efektif,
b. Kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembentukkan karakter peserta didik,
c. Kepemimpinan kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis sekolah,
d. Pengelolaan perpustakaan yang mendukung pembelajaran yang efektif dan
menumbuhkembangkan budaya baca warga sekolah,
e. dan lingkungan sekolah yang merefleksikan kondisi bersih, rapih, dan sehat.
Karakteristik pertama yakni pembelajaran intrakurikuler yang efektif adalah
pemilihan strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran, siswa, guru, dan kondisi nyata sumber daya yang
tersedia di sekolah. Kedua, kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembentukan
karakter peserta didik adalah kegiatan yang dapat membantu mengembangkan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat siswa. Ketiga kepemimpinan
kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis sekolah dimaksudkan bahwa
kepala sekolah memiliki karakter kepemimpinan transformasional yang diyakini dapat
menjadi kunci bagi keberhasilan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.
Kepemimipinan transformasional adalah kemampuan pemimpin dalam bekerja dengan
atau melalui orang lain dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan13. Keempat,
pengelolaan perpustakaan yang mendukung pembelajaran yang efektif dan
menumbuhkembangkan budaya baca warga sekolah adalah adalah adanya
perpustakaan sekolah tidak hanya berguna bagi guru untuk mempersiapkan bahan
pembelajaran namun juga berguna untuk siswa dalam rangka melengkapi bahanbahan
pelajaran yang akan dipelajari di kelas dan menambah wawasan siswa di luar pelajaran
yang diajarkan di kelas14. Kelima, lingkungan sekolah yan merefleksikan kondisi
bersih, rapih, dan sehat dimaksudkan bahwa pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah
perlu diperhatikan dengan baik.

12 Depdiknas Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Dirjen Dikdasmen. 2005. Pedoman Pendayagunaan Konsultan dalam
Pembinaan SMP di Seluruh In donesia. Jakarta. Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas.
13 Suyanto. 2002. Kepemimpinan kepala sekolah. Diambil pada tanggal 6 Januari 2005, dari

http://www.mediaindo.co.id/beritakhusus.asp?id=550
14 Umar, Yahya, Penilaian dan peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2011

11
Indikator keberhasilan budaya mutu, terletak pada sejauh mana semangat, nilai-
nilai, norma-norma yang telah menjadi inti dari budaya mutu dapat
diimpelementasikan dalam suatu Madrasah. Persoalan mutu harus menjadi komitmen
top leader dan pada saat bersamaan menjadi model (uswah hasanah) bagi keterjaminan
berjalannnya budaya mutu.
Beberapa karakteristik atau indikator madrasah memiliki budaya kualitas (mutu)
adalah:
a. Perilaku sesuai dengan dan mendukung terciptanya slogan;
b. Masukan dari pelanggan secara aktif diminta dan digunakan untuk meningkatkan
kualitas secara terus-menerus;
c. Para karyawan dilibatkan dan diberdayakan;
d. Pekerjaan dilakukan dalam suatu tim;
e. Manajer tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan; tanggungjawab kualitas
tidak didelegasikan;
f. Sumber daya yang memadai disediakan di mana pun ada kapan pun dibutuhkan
uantuk menjamin perbaikan kualitas secara terus-menerus;
g. Pendidikan dan pelatihan diadakan agar karyawan pada semua tingkat memiliki
pengetahuan dan kertampilan yang dibutuhkan untuk mengingkatkan kualitas
secara terus-menerus;
h. Sistem penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan
kualitas secara terus-menerus;
i. Rekan kerja dipandang sebagai pelanggan internal;
j. Pemasok diperlukan sebagai mitra kerja15.

15 Nasution, M.N., 2004, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia

12
C. PENUTUP
Kesimpulan
1. Budaya mutu pendidikan adalah nilai (kesiapan, komitmen, sikap, kebiasaan) dan
keyakinan satuan pendidikan yang menghasilkan lingkungan kondusif untuk
keberlangsungan dan keberlanjutan perbaikan mutu. Sekolah yang dianggap
mempunyai budaya mutu adalah sekolah yang mempunyai kultur mutu baik secara
kelembagaan, sumber daya manusia dan suasana pembelajaran serta kultur akademik,
cara pandang untuk selalu unggul, tata kelola madrasah yang dinamis, kurikulum
pembelajaran yang kreatif dan inovatif, para guru yang mempunyai carakter dan
kapasitas di atas rata-rata madrasah lain dan penciptaan lingkungan madrasah yang
mendukung untuk fastabiqul khairat.
2. Budaya mutu bukanlah sesuatu yang bersifat instan dan terjadi begitu saja, tetapi
melalui proses perjuangan yang relatif panjang dengan berbagai tantangan dan bahkan
resistensi yang dihadapi. Budaya mutu harus dimulai dari kemauan dan kemampuan
kepala sekolah bersama staff dan stakeholder’s dalam melakukan school review secara
cermat dan obyektif. Bertolak dari school review kemudian sekolah harus menetapkan
benchmarking dan ditindaklanjuti dengan kontrol mutu (quality control). Budaya mutu
dimulai dengan komitmen mutu dari semua komponen sekolah, kerjasama, dan
kepemimpinan yang kuat dalam madrasah. Budaya mutu madrasah melalui proses
manajemen madrasah yang dapat dilakukan mulai tahap perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan

13
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N., Siswanto, F., & Hakim, L. (2018). Membangun Budaya Mutu yang Unggul Dalam
Organisasi lembaga Pendidikan Islam. Al-Tanzim ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam,
2(1)

Depdiknas Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Dirjen Dikdasmen. 2005. Pedoman


Pendayagunaan Konsultan dalam Pembinaan SMP di Seluruh Indonesia. Jakarta. Dirjen
Manajemen Dikdasmen Depdikna

Jabar, C. S. A. (2011). Pencapaian Keunggulan Pada SMA Negeri Dan Swasta Berkategori
Unggul di Kota Bandung. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(2)

Mulyadi. (2010). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu.


Malang: UIN Maliki Press.

Nasution, M.N., 2004, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia

Riyanta, T. (2016). Mengembangkan Budaya Mutu Sekolah Melalui Kepemimpinan


Transformasional. Jurnal Manajemen Pendidikan, 12(2)

Robbins, S.P. 2003. Prinsip – Prinsip Perilaku Organisasi. Semarang: PT. Erlangga.

Said, A. (2018). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Melestarikan Budaya Mutu Sekolah.
EVALUASI, 2(1)

Sugian O, Syahu, Kamus Manajemen (mutu), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Umar, Yahya, Penilaian dan peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia, Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2011

14

Anda mungkin juga menyukai