Anda di halaman 1dari 88

Sosiologi Pariwisata

GEDE YOGA KHARISMA PRADANA

STPBI PRESS
2019
Sosiologi Pariwisata

Penulis :
Gede Yoga Kharisma Pradana

Editor : Denok Lestari


Cover Design : Lilik Rita Lindayani
Layout : Denok Lestari

Penerbit : STPBI PRESS


Jalan Tari Kecak No. 12, Gatot Subroto Timur,
Denpasar, Bali 80239
Telp. 0361 426699
Ponsel : 08124696639
Pos-el : press@stpbi@stpbi.ac.id

Cetakan Pertama : April 2019


ISBN : 976-623-90202-3-1

©2019
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang, dilarang keras
memperbanyak buku ini sebagian atau keseluruhan
dengan fotokopi, cetak dan sebagainya tanpa izin dari
penulis
KATA PENGANTAR

Buku berjudul Sosiologi Pariwisata dirancang


untuk mahasiswa dan mahasiswi Sekolah Tinggi
Pariwisata Bali Internasional. Tujuan dari penyusunan
buku berjudul Sosiologi Pariwisata untuk mahasiswa dan
mahasiswi Sekolah Tinggi Pariwisata Bali yang berniat
dan sedang mempelajari Sosiologi Pariwisata. Sebagai
sebuah refrensi, buku Sosiologi Pariwisata ini
memberikan penjelasan tentang pariwisata berkaitan
dengan sosiologi pariwisata, bentuk sosial
kepariwisataan, dimensi sosial dari wisatawan, sistem
kepariwisataan, organisasi pariwisata, pariwisata dan
perubahan sosial, pariwisata dan ketahanan sosial serta
dampak pariwisata berskala sosial. Semua pokok
pembahasan tersebut memungkinkan mahasiswa dan
mahasiswi Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional
dalam membuka cakrawala berkaitan dengan mass
tourism dan memantapkan kompetensi mahasiswa dan
mahasiswi STPBI sebagai calon sarjana.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Komang Trisna Arcana Pratiwi, S.ST.Par., M.Par.,
M.Rech. selaku ketua program studi DIV Manajemen
Pariwisata atas kesempatan dalam rangka realisasi buku
Sosiologi Pariwisata untuk pembelajaran Sosiologi
Pariwisata.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
kolega dan pimpinan STPBI atas dukungan sarana dan
prasarana terkait dengan realisasi buku Sosiologi
pariwisata dan proses pembelajaran Sosiologi Pariwisata
di STPBI.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh
civitas akademika STPBIyang sedang menekuni
Sosiologi Pariwisata. Sangat senang apabila terdapat
saran dan kritik dari para civitas akademika yang dapat
menyempurnakan buku berjudul Sosiologi Pariwisata
untuk proses pembelajaran Sosiologi Pariwisata di
STPBI.

Denpasar, 4 Maret 2019


Gede Yoga Kharisma Pradana
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI v

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Pariwisata …………. 1
1.2 Sosialisasi Pariwisata ……..…... 2
1.3 Sosial dan Kepariwisataan …...…...... 3
1.4 Genealogi Sosiologi Pariwisata ………...... 3
1.5 Rangkuman …………... 7
1.6 Evaluasi .............. 7

BAB II RUANG LINGKUP SOSIOLOGI 9


PARIWISATA
2.1 Obyek Kajian Sosiologi Pariwisata ….. 9
2.2 Paradigma Kajian Sosiologi Pariwisata … 9
2.3 Manfaat Kajian Sosiologi Pariwisata …. 11
2.4 Rangkuman ….. 11
2.5 Evaluasi … 12

BAB III BENTUK SOSIAL KEPARIWISATAAN 13


3.1 Interaksi Kepariwisataan ……………… 13
3.2 Perilaku Kepariwisataan ……………… 14
3.3 Mobilitas Kepariwisataan ……………… 14
3.4 Lembaga Kepariwisataan ……………… 14
3.5 Kontrak Kepariwisataan ……………… 16
3.6 Integrasi dan Integritas …….
Kepariwisataan …….………... 16
3.7 Rangkuman ………………. 17
3.8 Evaluasi 17

BAB IV DIMENSI SOSIAL DARI WISATAWAN 19


4.1 Tipologi Wisatawan ………………….. 19
4.2 Motivasi Berwisata ……..……..……… 23
4.3 Tindakan Berwisata ……...…......…… 23
4.4 Rangkuman …………….…… 29
4.5 Evaluasi ………………. 29

BAB V SISTEM KEPARIWISATAAN 30


5.1 Organisasi Pariwisata ……………….… 30
5.2 Kegiatan Pariwisata …..………..….… 33
5.3 Pelaku Pariwisata …………………. 34
5.4 Media Pariwisata …………………… 37
5.5 Karakteristik Wisatawan ..…………...…… 38
5.6 Rangkuman ….…………… 40
5.7 Evaluasi …..…………….. 41

BAB VI ORGANISASI PARIWISATA 42


6.1 Asosiasi Pariwisata ….……………… 42
6.2 LSM Pariwisata ….……………… 50
6.3 Kelompok Sadar Wisata …..…………...… 52
6.4 Rangkuman …………………. 52
6.5 Evaluasi ……..…………... 53

BAB VII PARIWISATA DAN PERUBAHAN 54


SOSIAL
7.1 Pariwisata dan Evolusi Sosial ….....…… 54
7.2 Pariwisata dan Revolusi Sosial …...…..… 63
7.3 Pariwisata dan Involusi Sosial ….……… 64
7.4 Pariwisata dan Transformasi Sosial ………….
7.5 Rangkuman ……….… 65
7.6 Evaluasi …………. 66
….……… 67

BAB VIII PARIWISATA DAN KETAHANAN 68


SOSIAL
8.1 Penguatan Jaringan Sosial …….….…….. 68
8.2 Pelestarian Identitas Sosial ……………… 71
8.3 Rangkuman ……………… 71
8.4 Evaluasi …….…...…… 72

BAB IX DAMPAK PARIWISATA BERSKALA 73


SOSIAL
9.1 Ekonomi …………...…………….……… 73
9.2 Lingkungan ………..………………..……… 74
9.3 Budaya ………………………… 75
9.4 Politik ……….………..………….…… 76
9.5 Rangkuman ……………...………….……… 76
9.6 Evaluasi ………………………… 78

DAFTAR PUSTAKA 79
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pariwisata
Secara etimologis, pariwisata terdiri dari kata
‘wisata’ yang berarti perjalanan (traveling); kata
wisatawan yaitu orang yang melakukan perjalanan
(traveler), dan kepariwisataan yaitu kegiatan atau
segala sesuatu sehubungan dengan pariwisata.
Kegiatan pariwisata membawa pengaruh sosial,
ekonomi dan kebudayaan yang timbul sebagai efek
dari perjalanan wisata.
Mason (1990) mengatakan bahwa pariwisata
adalah perpindahan sementara ke beberapa tempat
tujuan selain tempat kerja dan tempat tinggal.
Perjalanan berwisata dilakukan minimal 24 jam dan
maksimal 6 bulan dengan orientasi untuk
kesenangan, kesehatan, rekreasi, pendidikan, pahala,
prestise dan relaksasi di tempat tujuan
wisata.Sebagai bentuk rekreasi, hiburan, penyegaran
fisik dan psikis sangat diperlukan wisatawan melalui
perjalanan wisata ke beberapa tempat tujuan wisata
(McIntosh dan Gupta, 1980).
Kunjungan kelompok wisatawan ke beberapa
tempat tujuan wisata sudah memotivasi pelaku
wisata dalam membangun hotel, villa, restoran dan
travel untuk mengoptimalkan kegiatan pariwisata.
Bahkan, tidak sedikit diantara para pelaku wisata
membentuk organisasi dan membina jaringan sosial
diantara organisasi kepariwisataan untuk mencapai
konformitas dari keberlangsungan kegiatan
kepariwisataan. Dengan arti lain, pariwisata sebagai
kegiatan sosial dipengaruhi oleh beragam organisasi
masyarakat serta berdampak sosial budaya, ekonomi,
politik terhadap individu, kelompok sosial dan
masyarakat luas.Aspek sosial dari kegiatan
pariwisata tersebut menjadi sorotan utama dari ilmu
sosiologi pariwisata.

1.2 Sosialisasi Pariwisata


Dewasa ini, kegiatan pariwisata berkembang
secara luas dan merasuk ke dalam kehidupan
individu serta masyarakat di seluruh dunia.
Persebaran kegiatan kepariwisataan semakin meluas
di perkotaan, perdesaan, pegunungan, pantai sampai
pinggiran hutan.
Ragam bentuk kegiatan pariwisata perkotaan,
perdesaan, pegunungan, pantai dan laut berkembang
seiring arus persebaran keberbagai belahan dunia.
Akan tetapi, tidak semua agen wisata dan calon agen
wisata mengetahui tentang trend dan pencapaian
kemajuan dari kepariwisataan di berbagai daerah.
Dalam rangka memperoleh luaran yang optimal dan
efektif dari pembangunan pariwisata, diperlukan
semacam pemetaan dan dasar pertimbangan
keputusan melalui tindakan sosialisasi
kepariwisataan.
Sosialisasi kepariwisataan merupakan kegiatan
pemasyarakatan melalui penyuluhan gambaran
umumtentang kepariwisataan dalam rangka
memotivasi, memantapkan persiapan
sekaligusmembuka cakrawala para agen wisata dan
calon agen wisata tentang ragam peluang dari
perkembangan kepariwisataan.

1.3 Sosial dan Kepariwisataan


Kepariwisataan mengandung unsur-unsur pokok,
yaitu wisatawan, waktu luang, penggunaan waktu
luang di lingkungan rumah, di luar rumah dengan
melakukan perjalanan wisata, terdapat objek dan
daya tarik wisata dan fasilitas pendukung yang
dibutuhkan selama perjalanan wisata berlangsung.
Pariwisata melibatkan proses sosial dan interaksi
yang dipertemukan oleh unsur-unsur sosial, antara
lain lembaga, kepentingan, individu dan kelompok
secara langsung maupun tidak langsung.
Pariwisata merupakan kegiatan sosial yang
dilakukan dan dihasilkan oleh berbagai lembaga,
organisasi, asosiasi dan kelompok masyarakat yang
memiliki fungsi atau menjalankan fungsi-fungsi serta
berdampak sosial budaya, ekonomi, politik terhadap
individu, kelompok sosial dan masyarakat luas. Sifat
multibidang dari pariwisata juga mengundang daya
tarik bagi disiplin-disiplin ilmu lain, termasuk
sosiologi.

1.4 Genealogi Sosiologi Pariwisata


Genealogi dari kajian sosiologi pariwisata
berawal dari fenomena kegiatan perjalanan yang
melibatkan kelompok sosial ke beberapa tempat
tujuan. Seorang bangsawan perancis pada tahun 1672
berani menyebut fenomena kepariwisataan itu
dengan istilah ‘le grand tour’ dalam bukunya
berjudul ‘the true guide for foreigners traveling in
France’sebagai sebuah perjalanan besar di Paris.
Minat dari tujuan perjalanan tersebut dianggap
diperlukan untuk penguatan dari pelapisan sosial.
Fenomena kegiatan perjalanan dengan banyak
anggota sosial di Inggris secara umum dilakukan
oleh kelompok calon diplomat dan orang kaya
mengelilingi daratan eropa. Keberlangsungan
kegiatan itu secara massa diperkuat oleh adanya
motif pendidikan politik dan diplomasi yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan ‘grand tour’.
Grand tour berkembang pesat ke luar eropa dengan
motif mengunjungi tempat-tempat keramat dan
berkhasiat untuk penyembuhan yang kemudian
berdampak terhadap perkembangan pariwisata.
Soekadijo (1995) mencoba mengkategorikan
perkembangan pariwisata menjadi 3 tahap, yaitu:
Pertama, perjalanan wisata menjadi gejala yang
bersifat global karena menjangkau daerah-daerah
terpencil dan terisolir; sebelum dan sesudah
Perang Dunia II kegiatan perjalanan wisata
mengalami perubahan secara signifikan.
Pariwisata bahari tetap sebagai daya tarik
penting, dimana pada awalnya berkembang di
daerah sekitar laut tengah, kemudian pariwisata
pantai berkembang ke seluruh dunia, misalnya
laut Karibia, Lautan Teduh, Pantai Maroko
sekitar Teluk Siam sampai di Bali.
Kedua, berkembangnya industri di barat dan
diakuinya hak-hak buruh yang dijamin dan
dilindungi undang-undang sudah memberikan
peningkatan kesejahteraan hidup buruh;
penghasilan berupa gaji yang diterima cukup
besar, sehingga pegawai lapisan bawah sudah
bisa merencanakan dan melakukan perjalanan
wisata. Misalnya, cukup banyak kelompok supir,
juru ketik, tukang kebun bisa melakukan
perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata
mancanegara. Pada fase ini, pariwisata tidak lagi
representatif dengan kegiatan kelas elit kapital.
Ketiga, perjalanan wisata yang berkembang pesat
di negara-negara industri majuberhasil
menjadikan pariwisata sebagai kebutuhan baru
bagi masyarakat. Tingkat kebutuhan akan
perjalanan wisata menjadi kebutuhan sekunder
untuk kelas buruh, bahkan relatif sama dengan
kebutuhan primer untuk kelas elit kapital. Oleh
karena itu, para pengusaha jasa biro perjalanan
wisata yang sudah berhasil mengembangkan
paket layanan yang mudah dan terjangkau bagi
para calon wisatawan sangat laris. Persaingan
dari penjualan paket wisata ini pun tidak bisa
dihindarkan. Walaupun tidak ketat, dampak
sosial yang ditimbulkan dari kegiatan
kepariwisataan berimbas meluas ke beberapa
kelompok sosial.
Hubungan sosial dan peranan pelaku wisata, baik
para wisatawan maupun masyarakat berlangsung
untuk memenuhi kepentingan dan pencapaian tujuan
bersama dilokasi berlangsungnya kegiatan
kepariwisataan. Oleh sebab itu, sosiologi memiliki
relevansi dalam menerangkan kegiatan
kepariwisataan yang selalu melibatkan pengaruh
kelompok sosial. Sebagaimana konsep, teori dan
analisisnya bisa sangat membantu menjelaskan
fenomena kepariwisataan dan memecahkan
permasalahan sosial akibat pariwisata.
Sosiologi berusaha mengungkap struktur, sistem
sosial, lembaga sosial, dinamika dalam proses sosial
dalam hubungan timbal balik individu dan kelompok
sosial serta hubungan antar kelompok sosial. Oleh
sebab itu, sosiologi yang mempelajari segi lembaga-
lembaga yang mengorganisir kegiatan kelompok-
kelompok yang berusaha di bidang pariwisata
memiliki unsur-unsur yang menjadi objek kajian atau
studi sosiologi. Para wisatawan, pengelompokan dan
karakteristiknya, kelompok atau komunitas biro
perjalanan wisata, komunitas pramuwisata, usaha
transportasi, akomodasi wisata, usaha cinderamata,
masyarakat dan pemerintah yang secara integratif
memerlukan gabungan pengertian dari susunan
konseptual ilmu sosiologi dan kepariwisataan.
Secara fungsional, sosiologi pariwisata sebagai
ilmu sosial disebut induk ilmu-ilmu sosial yang
memiliki sudut pandang terkait usaha organisasi jasa
kepariwisataan. Struktur peranan, hubungan sosial
dan dinamika interaksi sosial baik internal maupun
eksternal dalam komunitas pariwisata merupakan
permasalahan yang mengundang sosiologi untuk
melakukan pembahasan, riset, analisis dan
memberikan penjelasan terhadap fenomena yang
timbul, sehingga dapat memberi sumbangan
pemikiran dalam memecahkan masalah dan
pengembangan bidang kepariwisataan yang sangat
diperlukan dalam menegakan kredibelitas ilmu
sosiologi maupun bentuk pengembangannya.

1.5 Rangkuman
Genealogi sosiologi pariwisata bermula dari
fenomena kegiatan perjalanan yang melibatkan
kelompok sosial ke beberapa tempat tujuan.Kegiatan
perjalanan ke beberapa daerah pelosok dunia
semakin menggejala secara global setelah
meningkatnya minat para buruh untuk berwisata dan
keberhasilan negara-negara maju menjadikan
pariwisata sebagai kebutuhan baru bagi masyarakat.
Pariwisata dapat dipahami sebagaisegala sesuatu
yang berhubungan dengan perjalanan yang memiliki
dampak ekonomi, sosial dan budaya. Kepariwisataan
terbangun atas beberapa unsur-unsur pokok seperti
keberadaan wisatawan, interaksi yang
mempertemukan unsur-unsur sosial seperti
kepentingan sosial dan organisasi.
Kegiatan pariwisata perkotaan, perdesaan,
pegunungan, pantai dan laut berkembang seiring
dengan beragam proses persebaran keberbagai
belahan dunia. Berkaitan proses itu, sosialisasi
kepariwisataan dapat dikatakan sebagai kegiatan
pemasyarakatan melalui penyuluhan gambaran
umum tentang kepariwisataan dalam rangka
persiapan untuk para agen wisata.
1.6 Evaluasi
Jawab pertanyaan secara tepat dan padat.
1. Apakah yang dimaksud dengan pariwisata?
2. Apa fungsi dari sosiologi pariwisata?
3. Mengapa grand tour menjadi momen penting
dalam tahap perkembangan pariwisata?
4. Bagaimana proses kemunculan pariwisata?
5. Siapa yang paling memerlukan sosialisasi
pariwisata?
BAB II
RUANG LINGKUP SOSIOLOGI PARIWISATA

Ruang lingkup sosiologi pariwisata dapat


ditelusuri melalui rangkaian obyek kajian sosiologi
pariwisata, paradigma kajian sosiologi pariwisata dan
aspek manfaat dari sosiologi pariwisata.

2.1 Obyek Kajian Sosiologi Pariwisata


Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang kehidupan sosial manusia. Sedangkan
Pariwisata sebagai ilmu membahas tentang kompleksitas
aktivitas kelembagaan dari obyek wisata sehubungan
dengan perjalanan wisata.
Sosiologi pariwisata adalah salah satu disiplin
sosiologi membahas aktivitas dan hubungan sosial di
sektor pariwisata, yaitu orang sebagai kelompok
pariwisata, organisasi maupun badan usaha
kepariwisataan, kelembagaan pemerintah dan mobilitas
sosial sehubungan dengan daya tarik obyek wisata.
Sosiologi pariwisata sebagai studi tentang
individu dan masyarakat, organisasi serta lembaga sosial
yang berhubungan dengan layanan kebutuhan perjalanan
wisata bagi wisatawan dan kegiatan kepariwisataan.

2.2 Paradigma Kajian Sosiologi Pariwisata


Sosiologi Pariwisata secara umum memandang
kepariwisataan sebagai aktivitas kelompok penjual jasa,
aktivitas kelompok perjalanan wisata demokratis dan
aktivitas bersantai dari orang modern (Cohen, 1979).
Ketiga penekanan pandangan penilaian itu dipengaruhi
oleh sudut pandang keilmuan sosiologi.
Sudut pandang keilmuan sosiologi pariwisata
yang bertitik pijak pada kerangka pemikiran, diantaranya
pada paradigma positivistik dan paradigma
fenomenologi.

2.2.1 ParadigmaPositivistik
Bagian realitas utama berkaitan dengan persoalan
kemapanan struktur sosial dan tatanan hierarkis terkait
budaya superior. Pola struktur sosial selalu dikaitkan
dengan sistem dan institusi sosial. Kelas sosial yang
mapan (misal kasta) dipandang sebagai posisi sosial
yang unggul dari segi institusi dan sistem nilai, sehingga
memiliki posisi strategis, peranan lebih dan kedudukan
penting dalam stratifikasi sosial, demikian sebaliknya.
Oleh karena itu, struktur sosial yang baik tidak lepas dari
stratifikasi sosial yang kokoh. Kekokohan stratifikasi
sosial terbangun oleh kelas-kelas sosial yang mapan.
Kata kuncinya, setiap elemen sosial dipandang selalu
berguna dalam sebuah kesatuan sosial dan berdampak
sistemik. Kondisi sosial pariwisata disini cenderung
dipandang sebagai sesuatu yang tetap, jikalau berubah
akan berubah secara teratur. Bertujuan untuk
generalisasi. Kerangka pemikiran yang sesuai
diantaranyaTeori Struktural Fungsional.

2.2.2 Paradigma Fenomenologi


Fenomena sosial merupakan bagian realitas
utama. Fakta Sosial tidak terbangun dari gabungan
struktur sosial dan institusi sosial, melainkan melalui
perilaku, interaksi dan tindakan simbolisdari beragam
pola sosial tertentu yang viral pada sektor tertentu.Perlu
diperhatikan bahwa paradigma fenomenologi kurang
efektif untuk menguak dan membahas persoalan struktur
sosial hierarkis yang mapan. Demikian paradigma yang
cocok dengan format studi kasus ini cenderung menolak
generalisasi kebenaran. Adapun kerangka pemikiran
yang sesuai diantaranya Teori Interaksionis Simbolis.

2.3 Manfaat Kajian Sosiologi Pariwisata


Manfaat dari kajian Sosiologi Pariwisata dapat
berkontribusi secara umum dan secara praktis. Secara
umum, kajian Sosiologi Pariwisata memperkaya
khasanah penjelasan sistem pariwisata, fungsi struktur
pariwisata, pola hubungan wisatawan dengan pelaku
wisata, hubungan diantara pelaku wisatasebagai bagian
dari organisasi kepariwisataan serta hubungan diantara
pelaku wisata, wisatawan dan masyarakat.
Secara praktis, kajian sosiologi pariwisata dapat
sebagai tinjauan bagi pihak berwenang dan pelaku dalam
merencanakan agenda pembangunan pariwisata,
merevitalisasi keorganisasian pariwisata dan mengurangi
resiko dalam aktivitas pariwisata.

2.4 Rangkuman
Paradigma Kajian Sosiologi Pariwisata bertitik
pijak pada kerangka paradigma positivistik dan
fenomenologi. Sebagai sebuah disiplin ilmu, sosiologi
pariwisata berfokus dalam membahas individu,
masyarakat, organisasi serta Lembaga sosial yang
berhubungan dengan layanan wisata, wisatawan dan
kegiatan kepariwisataan.
Kajian Sosiologi Pariwisata bisa memperkaya
khasanah penjelasan sistem pariwisata,kajian sosiologi
pariwisata dapat sebagai tinjauan bagi pihak
berkepentingan dalam pembangunan pariwisata.

2.5 Evaluasi
Jawab pertanyaan secara tepat dan padat.
1. Sebutkan bagian penting dalam ruang lingkup
sosiologi pariwisata?
2. Mengapa organisasi pariwisata menjadi kajian
dari sosiologi pariwisata?
3. Apa keunggulan dari paradigma positivistik?
4. Apa manfaat praktis dari ilmu sosiologi
pariwisata?
5. Apa ciri-ciri dari paradigma fenomenologi?
BAB III
BENTUK SOSIAL KEPARIWISATAAN

Aktivitas kepariwisataan dapat terbina dengan


baik berkat adanya interaksi-interaksi sosial, perilaku
dan mobilitas disektor pariwisata.

3.1 Interaksi Kepariwisataan


Bentuk sosial kepariwisataan dapat terbina berkat
adanya interaksi diantara kelompok-kelompok pelaku
wisata secara berkesinambungan.Berdasarkan motifnya,
interaksi kepariwisataan dapat dikategorikan sebagai
berikut :

3.1.1 Interaksi Bermotif Ekonomi dan Bisnis


Interaksi bermotif ekonomi dan bisnis adalah
usaha menjalin hubungan sosial, di mana bertujuan
utama untuk mendapatkan profit secara
ekonomi.Interaksi bermotif ekonomi dan bisnis
diantaranya berupaya mencapai kesepakatan
standardisasi harga komoditi wisata, segmen pasar dan
agenda bisnis kepariwisataan. Bentuk pencapaian dari
interaksi bermotif ekonomi dan bisnis bersifat paling
menguntungkan pelaku kegiatan pariwisata, terutama
bagi pelaku bisnis pariwisata.

3.1.2 Interaksi Bermotif Budaya


Interaksi bermotif budaya adalah suatu bentuk
usaha menjalin hubungan sosial, di mana basis budaya
menjadi modal dan tujuan dalam melakukan kegiatan
wisata. Interaksi budaya memiliki tujuan utama untuk
melembagakan suatu nilai budaya melalui cross culture,
sosialisasi, enkulturasi atau proses pembelajaran. Bentuk
capaian dari interaksi bermotif budaya diantaranya
akulturasi budaya, inkulturasi budaya atau penguatan
kelembangaan suatu budaya maupun menguntungkan
praktisi budaya tersebut melalui kegiatan pariwisata.

3.1.3 Interaksi Simbolis


Interaksi yang tidak memiliki tujuan utama,
tetapi melibatkan ragam simbolis tentang kegiatan
pariwisata sebagai usaha dalam menjalin hubungan
sosial. Dimana kegiatan interaksi tersebut tidak berakibat
signifikan terhadap struktur kelembagaan dari kegiatan
kepariwisataan. Bentuk capaian dari interaksi simbolis
tidak ikut serta dalam menghasilkan kesepakatan
penjualan produk wisata, melestarikan budaya maupun
merugikan banyak pelaku wisata dalam kegiatan
kepariwisataan. Secara makro, Interaksi simbolis di
sektor pariwisata identik dengan bentuk interaksi
bermotif ekonomi, politik atau budaya yang gagal.

3.1.4 Interaksi Bermotif Politik


Interaksi yang memiliki tujuan utama mencuri
wewenang dan mengubah keadaan kepariwisataan
dengan cara licik seperti melalui tindakan manipulatif
dalam rangka mendapatkan keuntungan dari
perkembangan pariwisata. Dimana kegiatan interaksi
tersebut diharapkan berakibat signifikan terhadap
ketahanan suatu kelompok sosial di sektor
kepariwisataan.Pencapaian dari bentuk Interaksi tipe ini
lebih berkonotasi negatif karena identik dengan penipuan
maupun praktik kriminal dari mafia, dimana banyak
pelaku wisata dalam kegiatan wisata sering merasa
dirugikan.

3.2 Perilaku Kepariwisataan


Perilaku kepariwisataan dipahami sebagai sikap
aktif dan dinamis yang seharusnya dilakukan oleh pelaku
wisata dan wisatawan pada kawasan wisata. Idealnya,
pelaku wisata menghormati wisatawan dengan bersikap
sesuai dengan ketetapan dalam bisnis hospitality.
Demikian, wisatawan menghormati pelaku wisata
dengan mentaati aturan berwisata dan melunasi tagihan
perjalanan berwisata serta memberikan tanda terima
kasih.

3.3 Mobilitas Kepariwisataan


Mobilitas kepariwisataan disebut sebagai arus
perjalanan kegiatan wisata, dimana bisa berpengaruh
besar terhadap perubahan struktur sosial maupun
pembertahanan kelompok pengelola destinasi wisata,
pengusaha akomodasi wisata dan lingkungan sosial.
Mobilitas kepariwisataan memiliki pola tertentu dan
berlangsung sejalan dengan kondusifnya hubungan
diantara komponen jaringan keorganisasian dalam
kegiatan kepariwisataan.

3.4 Lembaga Kepariwisataan


Lembaga Kepariwisataan merupakan badan
pengorganisasian dari bentuk-bentuk kegiatan wisata.
Berdasarkan fungsinya, Lembaga kepariwisataan
berusaha menetapkan standar operasional dari kegiatan
pariwisata yang konformis diantara pelaku wisata untuk
setiap kunjungan wisatawan.
3.5 Kontrak Kepariwisataan
Kontrak kepariwisataan merupakan bentuk
kesepakatan, bukti kerjasama dari para pelaku wisata
tentang bentuk kegiatan wisata pada suatu organisasi
maupun dilakukan diantara organisasi kepariwisataan.
Kontrak kepariwisataan adalah bentuk transparansi
tentang batasan hak dan kewajiban dari pelaku wisata
terkait agenda organisasi-organisasi kepariwisataan
dibidang tertentu sesuai dengan standardisasi yang sudah
ditetapkan dan diketahui pihak bersangkutan di bidang
pariwisata. Dengan arti lain, kontrak kepariwisataan
dapat dipahami sebagai bukti ikatan sosial dari pelaku
wisata tentang konformitas bentuk kegiatan terkait
dengan tugas kelembagaan, kebutuhan wisata dan
lingkungan wisata demi keberlangsungan kegiatan
wisata dan kenyamanan kunjungan wisatawan.

3.6 Integrasi dan Integritas Kepariwisataan


Integrasi kepariwisataan menunjukan setiap
komponen sistem kepariwisataan saling berkorelasi dan
saling mendukung antara satu komponen dengan
komponen lainnya. Artinya bahwa integrasi
kepariwisataan ditandai dengan sistem kepariwisataan
dapat berjalan optimal.
Integritas kepariwisataan ditandai dengan
harmonisasi diantara setiap komponen kepariwisataan
dalam menjalankan pekerjaan dan tugas masing-masing
melalui pengertian dan sikap toleransi diantara pihak
yang berkepentingan di bidang kepariwisataan. Artinya
bahwa bagusnya integritas kepariwisataan merupakan
faktor penentu bagi lamanya keberlangsungan kegiatan
kepariwisataan.
Integrasi dan integritas kepariwisataan dapat
ditegaskan sebagai dua aspek yang diperjuangkan oleh
setiap organisasi kepariwisataan untukkepentingan
eksistensial, peningkatan profit dan suksesi misi
kelembagaan dalam keberlangsungan kegiatan
kepariwisataan.

3.7 Rangkuman
Integritas kepariwisataan ditandai dengan
harmonisasi setiap komponen kepariwisataan di bidang
kepariwisataan. Beragam kegiatan wisata diorganisasi
oleh lembaga kepariwisataan berdasarkan kesepakatan
dan kerjasama dengan para pelaku wisata. Perilaku
berwisata merupakan suatu hal yang dibahas dan
ditetapkan bentuk sosial kepariwisataan untuk kawasan
wisata.
Bentuk sosial kepariwisataan dapat terbina berkat
adanya interaksi diantara kelompok-kelompok pelaku
wisata secara berkesinambungan. Dimana pada batasan
tertentu dipengaruhi oleh mobilitas kepariwisataan
terkait kepentingan jaringan dalam kegiatan
kepariwisataan.

3.8 Evaluasi
Jawab Pertanyaan Dengan Tepat dan Padat.
1. Mengapa dalam kegiatan pariwisata memerlukan
kontrak kepariwisataan?
2. Sebutkan bentuk interaksi kepariwisataan yang
bisa terjadi dalam kegiatan pariwisata?
3. Apa peranan lembaga kepariwisataan untuk
kegiatan kepariwisataan?
4. Apa yang diperlukan untuk keberlangsungan
kawasan wisata?
5. Mengapa pelaku wisata melakukan mobilitas
sosial?
BAB IV
DIMENSI SOSIAL DARI WISATAWAN

Dimensi sosial dari wisatawan dapat diamati


melalui tipologi wisatawan, motif dari kelompok
wisatawan dan tindakan wisatawan.

4.1 Tipologi Wisatawan


Wisatawan sebagai bagian penting dari
pariwisata sangat menentukan dari ragam bentuk
kegiatan wisata. Ragam bentuk kegiatan wisata favorit
tidak lepas dari kunjungan kelompok-kelompok
wisatawan ke destinasi wisata. Beberapa kelompok
wisatawan dapat dipahami berdasarkan tipologinya.
Tipologi merupakan bentuk penggolongan dari
beberapa penggolongan-penggolongan tertentu yang
dapat dijabarkan secara sistematis. Oleh karenannya,
tipologi wisatawan adalah sebuah klasifikasi wisatawan
yang dapat disusun dari representasi kelompok-
kelompok wisatawan. Wisatawan secara tipologi dapat
diuraikan melalui jenis-jenis wisatawan.

4.1.1 Jenis Wisatawan


Jenis wisatawan merupakan sebuah
penggolongan wisatawan berdasarkan karakteristik fisik,
bahasa, demografi, perilaku dan kegiatan serta tujuan
wisata. Berdasarkan karakteristik dari para wisatawan
dapat diuraikan jenisnya seperti wisatawan mancanegara,
wisatawan domestik, domestic foreign tourist,
indigenous foreign tourist, transit tourist, business
tourist, allocentris, psycocentris dan mid-centris.
4.1.1.1 Wisatawan Mancanegara
Warganegaradari suatu negara yang melakukan
perjalanan wisata keluar wilayah negaranya. Wisatawan
ini datang memasuki negara lain,dimana bukan
merupakan negara dimana wisatawan berasal.Karyono
(1977)memandang bahwa wisatawan mancanegara
sebagai orang asing yang berwisata bukan di wilayah
negara tempat tinggalnya.

4.1.1.2 Wisatawan Domestik


Orang yang melakukan perjalanan wisata dalam
batas wilayah negaranya sendiri. Sebagaimana Warga
Negara Indonesia (WNI) dapat dikatakan sebagai
wisatawan domestik dan wisatawan nusantara selama
melakukan kegiatan berwisata tidak melewati batas
territorial negara Indonesia (Karyono, 1977).

4.1.1.3 Domestic Foreign Tourist


Orang asing yang berdiam pada suatu negara,
melakukan perjalanan wisata di wilayah negara dimana
dia tinggal.Karyono (1977) menunjukan ketika staf
kedutaan Belanda di Indonesia melakukan perjalanan
wisata keliling Indonesia bisa dikatakan sebagai
domestic foreign tourist.

4.1.1.4 Indigineous Foreign Tourist


Karyono (1977) menyebutkan Indigenous
Foreign Tourist sebagai wisatawan dari negara tertentu
yang berwisata di dalam wilayah negara asalnya namun
bertempat tinggal dan bekerja di luar negaranya.
Sebagaimana wisatawan berkewarganegaraan Perancis
bertugas pada perusahan asing di Vietnam dapat disebut
sebagai Indigenous Foreign Tourist ketika mengambil
berlibur dan berwisata pada destinasi-destinasi wisata di
negara Perancis.

4.1.1.5 Transit Tourist


Transit Tourist dapat dimahami sebagai
wisatawan yang terpaksa mengunjungi tempat yang
bukan termasuk rencana tujuan wisatanya. Kegiatan
wisata dari Transit Tourist lebih banyak menunggu dan
bersifat pasif pada Transit Place. Karyono (1977)
menegaskan bahwa Transit Tourist sebagai wisatawan
yang terpaksa singgah pada tempat yang bukan atas
kemauan wisatawan itu sendiri. Tempat dimaksud
diantaranya dapat berupa stasiun, airport dan pelabuhan.

4.1.1.6 Bussiness Tourist


Bussines Tourist sering dipandang sebagai
wisatawan paling royal. Pada umumnya, wisatawan tipe
ini melakukan perjalanan wisata sejalan dengan urusan
berbisnis, tepatnya pasca-urusan bisnis selesai dilakukan.
Karyono (1977) menganggap Bussines Tourist sebagai
orang yang melakukan perjalanan bisnis bukan tujuan
wisata, tetapi sempat melakukan kegiatan wisata pada
tempat tujuan bisnis. Oleh karena itu, tourism purpose
merupakan agenda sekunder dari business tourist yang
dianggap para pengamat dan pelaku wisata memiliki
dampak signifikan bagi keberlangsungan kegiatan
wisata.

4.1.1.7 Allocentris
Plog (1972) mengatakan bahwa Allocentris
sebagai golongan wisatawan yang selalu ingin
berkunjung pada destinasi-destinasi wisata yang belum
diketahui dan suka tantangan petualangan seperti
mengkonsumsi produk wisata dan fasilitas yang
disediakan masyarakat lokal diluar ketentuan paket
wisata yang dipilih. Allocentristouristjuga diperuntukan
untuk menyebut wisatawan yang baru pertama kali
berkunjung atau pertama kali melakukan jenis kegiatan
wisata pada suatu destinasi wisata.

4.1.1.8 Psycocentris
Psycocentris merupakan sebutan untuk
wisatawan yang hanya ingin melakukan perjalanan
wisata apabila tempat tujuan wisata sudah ditunjang
akomodasi wisata dengan fasilitas standar seperti pada
negara asalnya. Plog (1972) menambahkan bahwa
wisatawan yang tergolong Psycocentris selalu
berkunjung pada destinasi wisata yang sudah miliki
akomodasi wisata seperti di negara asalnya.

4.1.1.9 Mid-centris
Mid-centris adalah sebuah tipikal wisatawan
campuran di dari tipologi Allocentris dan
Psycocentris.Di satu sisi, wisatawan Mid-centris suka
mencoba produk dan paket wisata yang belum diketahui
dengan pertimbangan dimediasi dengan fasilitas minimal
seperti pada negara asalnya. Darsoprayitno (2001) dan
Pitana dan Gayatri (2005) mengemukakan bahwa
wisatawan tergolongMid-centris beranggapan bahwa
persoalan keamanan menjadi pertimbangan penting
dalam kunjungan wisata.
4.2 Motivasi Berwisata
Mc Intosh et. al. (1955)mengklasifikasikan
motif-motif wisata yang dapat diduga menjadi empat (4)
kelompok, yaitu :
Motif Fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan
dengan kebutuhan tubuh seperti olahraga, istirahat,
kesehatan.
Motif budaya, perlu diperhatikan disini adalah yang
bersifat budaya seperti sekedar untuk
mengenal,memahami tata cara kebudayaan bangsa atau
daerah lain seperti kebiasaannya, kehidupan sehari-hari,
kebudayaannya yang berupa bangunan, musik dan tarian.
Motif Interpersonal, berhubungan dengan keinginan
untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga atau
sekedar dapat melihat tokoh-tokoh terkenal: penyanyi,
penari, bintang film dan tokoh politik.
Motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa
orang yang pernah mengunjungi tempat wisata lain itu
dengan sendirinya melebihi sesamanya yang tidak
bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daerah-
daerah terkenal dianggap dengan sendirinya naik gengsi
atau statusnya ketika kembali dari perjalanan wisata.

4.3 Tindakan Berwisata


Tindakan berwisata merupakan aksi keputusan
wisatawan untukkegiatan pariwisata. Pada kondisi itu,
wisatawan mengikuti kegiatan-kegiatan wisata dan
berperilaku sesuai dengan ketentuan rombongan
wisatawan maupun program perjalanan wisata yang
memuat agenda wisata.
Perilaku wisatawan merujuk pada proses
kegiatan wisatawan dalam mencari, memilih,
mempergunakan, mengevaluasi dan membuang produk
dan jasa demi kepuasan keinginan mereka (Pearce,
1982). Ali Hasan (2008:129) menyebutkan bahwa
bentuk perilaku atau tindakan khas dari perseorangan
dalam memperoleh, menentukan dan mempergunakan
produk, pembelian ulang atau berkunjung kembali ke
suatu tempat tujuan wisata dimotivasi oleh pencapaian
rasa nyaman dan percaya. Demikian pencapaian respon
psikologis semacam itu menjadi indikator penentu dalam
kepuasan keinginan wisatawan melalui keputusan
berwisata, memilih produk wisata dan perilaku
wisatawan.
Perilaku wisatawan dapat mempengaruhi unit-
unit pengambil keputusan. Decision unit akan
berdampak terhadap terhadap tindakan berwisata apabila
terdapat personal wisatawan secara mandiri membentuk
pasar wisatawan dan wisatawan organisasional yang
membentuk pasar bisnis (Kotler dan Keller, 2009:190).
Oleh karenannya, tindakan wisatawan melibatkan
personal tourist sebagai bagian dari kebutuhan dalam
membeli barang dan jasa untuk diri sendiri maupun
untuk hadiah bagi orang lain. Dari aspeknya, perilaku
wisatawan dapat ditelaah melalui proses dan sifat
perilaku.
Berdasarkan proses, perilaku wisatawan
dihadapan komoditi wisata bisa dijabarkan dalam empat
tahap yaitu tahap mencari, tahap tindakan pembelian dan
perolehan, tahap konsumsi, tahap evaluasi dan tindakan
pasca-pembelian. Sedangkan berdasarkan sifat perilaku
wisatawan, maka bisa diketahui tentang dynamic of
tourist behavior, tourist behaviour involves interactions
dan tourist behaviour involves exchange. Secara lebih
rinci, tiga ragam sifat dari perilaku wisatawan, yaitu :

4.3.1. Dynamic of Tourist Behavior.


Sifat dinamis dari perilaku wisatawan paling
sering menyulitkan pengelolaan wisata dan menjadi
aspek paling menantang bagi pemasaran obyek wisata.
Perilaku dinamis dari wisatawan, sebagaimana proses
berpikir dan merasakan dari setiap wisatawan kuat
dipengaruhi perubahan selera dari kelompok-kelompok
wisatawan yang selalu mengikuti trend secara konstan.
Perubahan selera wisatawan diantaranya berimplikasi
dalam pengembangan strategi dan inovasi pengelolaan
wisata untuk tetap dikunjungi wisatawan secara berkala.

4.3.2. Tourist Behavior Involves Interactions.


Perilaku wisatawan sebagai akumulasi dari
interaksi diantara pemikiran, perasaan, lingkungan dan
keputusan wisata. Dari proses itu dapat diketahui jikalau
semakin dalam pelaku wisata bisa memahami interaksi-
interaksi pada wisatawan, maka semakin besar peluang
pelaku wisata dalam memuaskan keinginan wisatawan
maupun memberikan nilai lebih bagi wisatawan.

4.3.3. Tourist Behavior Involves Exchange.


Perilaku wisatawan yang melibatkan pertukaran
barang dengan barang atau barang dengan jasa. Tipe
perilaku wisatawan itu merupakan tindakan yang paling
dinanti dalam kegiatan pariwisata untuk simbiosis.
Perilaku wisatawan dalam pertukaran itu menuntut
adanya semacam ganti yang diharapkan dari sesuatu
yang sudah diberikan kepada pelaku wisata.
Ragam bentuk tindakan wisata dan perilaku
wisatawan dalam kegiatan wisata tidak sedikit
dipengaruhi agenda program perjalanan wisata, dimana
pada masing-masing kegiatan wisata seperti Tamasya
dan Dharmawisata, Sight Seeing, Paket Wisata, Regular
Tour, Independet Tour dan Optional Tour yang memiliki
karakteristik tersendiri.

4.3.3.1 Tamasya dan Dharmasiswa


Kegiatan Tour yang dilakukan selama
satu hari mengunjungi obyek wisata. Tindakan
Tamasya dan Dharmasiswa biasa dilakukan oleh
kelompok pelajar, terutama mahasiswa dan para
anggota organisasi kepemudaan untuk berlibur.
Oleh karenannya, tindakan wisata dan perilaku
wisatawan pada dasarnyaditujukan untuk rekreasi
dan pembelajaran.

4.3.3.2 Sight Seeing


Kegiatan perjalanan sepintas lalu tanpa
turun kendaran dalam rangka mengenal daerah
yang dikunjungi diluar agenda dalam paket
wisata. Tindakan wisata itu dilakukan oleh
wisatawan sebelum tiba di tempat tujuan melalui
tawaran pelaku travel wisata. Diantaranya, pihak
travel memberikan pelayanan kepada para
wisatawan untuk mengelilingi kota sebelum tiba
di tempat tujuan dalam rangka memberikan
penggambaran lebih utuh mengenai destinasi.
Pada dasarnya, bentuk perilaku wisatawan terjadi
secara interaktif selama Sight Seeing.

4.3.3.3 Paket Wisata


Tipe perjalanan wisata yang sudah
ditentukan pihak traveltentang daerah tujuan
wisata, transportasi dan
akomodasiuntukkelompok-kelompok wisatawan.
Wisatawan tinggal memilih ragam paket
perjalanan wisata. Perilaku wisatawan pada
kesempatan ini diawali dengan melunasi
transaksi pembayaran paket wisata kemudian
menyesuaikan dengan ketentuan dalam agenda
program perjalanan wisata dari pihak travel.

4.3.3.4 Regular Tour


Tour rutin yang diselenggarakan secara
berkala bahkan setiap hari. Tujuan obyek, waktu
dan harga sudah ditentukan oleh Biro Perjalanan
Wisata untuk kelompok wisatawan. Biasa diberi
nama diantaranya One Day Tour, Two Days
Tour, Palembang City Tour, Musi Tour. Perilaku
wisatawan pada regular tour serupa pada ketika
mengambil paket perjalanan wisata.

4.3.3.5 Social Tour


Tour yang diselenggarakan dengan
melibatkan banyak wisatawan.Rute perjalanan
dirancang berkaitan dengan kelembagaan dan
memperhatikan faktor ekonomis untuk liburan.
Biaya tourpada kesempatan itu disoroti agar
dapat dijangkau semua anggota organisasi
sebagai peserta tour, biasanya dilakukan oleh
sekolah-sekolah atausuatu organisasi untuk
kesejahteraan anggotanya tanpa mencari
keuntungan. Oleh karenannya, penyelenggaran
sosial tour umumnya menggunakan fasilitas
sederhana seperti penginapan remaja (Youth
Hostel), asrama danHomestay. Pada tipe tour ini,
perilaku wisatawan pada dasarnya masih
menghormati etika keorganisasiannya.

4.3.3.6 Independet Tour


Touryang bebas dilakukan oleh
wisatawan melalui bantuan biro perjalanan
wisata. Dalam hal itu, Wisatawan berangkat ke
tempat tujuan wisata bukan berdasarkan pilihan
tawaran agenda perjalanan travel
melainkanmelalui tindakan dan permintaan
wisatawan tentang rute perjalanan, transportasi,
penginapan dan restaurant selama liburan yang
disepakati oleh pihak travel. Pada independent
tour, perilaku wisatawan adalah yang paling
bebas diantara ragam tipe tour. Adapun agenda
wisata pada tipe tour ini pun dirancang
berdasarkan setelah pihak travel menyanggupi
permintaan dari wisatawan.

4.3.3.7 Optional Tour


Tour tambahan bagi wisatawan yang
sudah membeli sebuah paket wisata. Optional
tour membuka peluang untuk wisatawan
berkunjung ke destinasi-destinasi wisata diluar
paket wisata yang sudah dilunasi. Apabila
wisatawan tertarik terhadap tawaran dari optional
tour, maka wisatawan tersebut diharapkan
melunasi lagi sebelum berlibur mempergunakan
optional tour.

4.4 Rangkuman
Wisatawan berwisata berdasarkan motif fisik,
motif budaya, motif interpersonal dan motif prestise.
Tindakan berwisata tidak lepas dari keputusan
wisatawan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan wisata.
Melalui kegiatan wisata beragam representasi kelompok-
kelompok wisatawan yang disusun secara klasifikatif
dalam tipologi wisatawan.

4.5 Evaluasi
Jawab pertanyaan dengan tepat dan padat.
1. Mengapa orang berwisata?
2. Sebutkan ragam kegiatan wisata?
3. Sebutkan ragam tipe wisatawan?
4. Apa kelebihan atau keuntungan paket wisata
untuk wisatawan?
5. Bagaimana pola perilaku wisatawan terkait
komoditi wisata?
BAB V
SISTEM KEPARIWISATAAN

Sistem kepariwisataan adalah bentuk tatanan dari


totalitas kegiatan makro di sektor pariwisata secara
koherensif. Pada pola keberlangsungannya, sistem
kepariwisataan diacu oleh organisasi-organisasi
pariwisata untuk merangkai kegiatan kepariwisataan
demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan wisatawan dan
pelaku wisata. Dengan arti lain, sistem kepariwisataan
termanifestasi pada organisasi pariwisata yang
melibatkan kegiatan kepariwisataan, pelaku pariwisata,
media pariwisata dan wisatawan sebagai penikmat.
Semakin berintegritasnya organisasi pariwisata dengan
pelaku wisata, media pariwisata, wisatawan bisa
berakibat pada semakin konformisnya kegiatan
pariwisata secara berkelanjutan (sustainable tourism).

5.1 Organisasi Pariwisata


Organisasi kepariwisataan adalah suatu badan
yang langsung bertanggung jawab terhadap perumusan
dan pelaksana kebijakan kepariwisataan dalam ruang
lingkup nasional maupun internasional yang secara
langsung melakukan pengawasan dan memberi arahan
dalam pengembangan kepariwisataan.
Pada dasarnya,organisasi kepariwisataan adalah
suatu badan yang langsung bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan dan perumusan kebijaksanaan
keperiwisataan. Oleh karena itu, sesungguhnya
organisasi kepariwisataan merupakan alat pengawasan
yang memberikan arah dalam pengembangan
kepariwisataan.Pada umumnya terdapat 2 bentuk
organisasi kepariwisataan, yaitu :

5.1.1.Government Tourist Office adalah Organisasi


kepariwisataan yang dibentuk oleh pemerintah, sebagai
suatu badan yang diberi tanggung jawab mengenai
pengembangan dan pembinaan keppariwisataan pada
umumnya, baik pada tingkat nasional, regional maupun
lokal. Seperti halnya di Indonesia contohnya yaitu :
secara nasional kepariwisataan berada dibawah
Direktorat Jenderal Pariwisata. Di tingkat Propinsi
berada di bawah Dinas Pariwisata Daerah (DIPARDA)
atau Kantor Wilayah Pariwisata dan Dinas Pariwisata
Daerah (DIPARDA Tingkat II).

5.1.2.Private Tourist Office adalah organisasi


kepariwisataan yang merupakan asosiasi-asosiasi
macam-macam kelompok perusahaan yang merupakan
patner (rekanan) bagi Government Tourist Office. Di
Indonesia contohnya : Perhimpunan Hotel dan
Restaurant Indonesia (PHRI), Assosiation of Indonesia
Travel Agent (ASITA), Indonesian National Assotiation
of Civil Aviation (INACA) atau Indonesian National
Shiiping Assoiation (INSA).
Perkembangan organisasi kepariwisataan tersebut
dimaksudkan untuk kemajuan kepariwisataan Indonesia.
Dapat berdampak pada terwujudnya kesejahteraan lebih
cepat, jauh lebih baik dan merata diantara anggota
kelompok kepariwisataan.
Pola perkembangan kepariwisataan ditandai
dengan adanya keberadaan struktur kepariwisataan.
Secara nasional, komponen Struktur Kepariwisataan
terdiri atas :

1. Bagian Administrasi
Bagian yang banyak berhubungan dengan
kegiatan menyangkut : Personalia, Tata Usaha dan
Kesekretariatan sertaseksi Pendidikan.

2. Bagian Produksi
Berhubungan dengan unsur-unsur dan kegiatan
yang menghasilkan produk wisata yang mencakup :
Inventaris Potensi Pariwisata (alam dan seni budaya),
Pengembangan dan Pengawasan Obyek serta Atraksi
Wisata, Serta Perencanaan Sarana dan Prasarana
Pariwisata.

3. Bagian Pemasaran
Berhubungan dengan kegiatan penelitian tentang
wisatawan yang berkunjung di suatu negara serta seluruh
data–data mengenai mereka, melakukan kegiatan
promosi terhadap obyek wisata yang ada dan melakukan
pemasaran mengenai produk lokal yang ada seperti
barang kerajinan dan sebagainya.

4. Bagian Finansial
Bagian yang bertugas mengusahakan dan
menyediakan mengenai dana untuk segala jenis
pembiayaan yang mendukung sektor pariwisata.
Keempat bagian dari struktur kepariwisataan
memiliki peran sentral dalam optimalisasi fungsi
kepariwisataan. Robinson et. al. (2013)mengatakan
bahwa fungsi dari kepariwisataan secara
organisasionaldiantaranya sebagai berikut:
a..Melakukan penelitian aspek-aspek yang berhubungan
dengan kegiatan pariwisata secara berkelanjutan.
b.Memberikan dan menyebar luaskan arti penting
pariwisata sebagai suatu industri.
c.Memberikan informasi dan melakukan kegiatan
penerangan diluar negeri.
d.Membuat peraturan dan menentukan standar hotel dan
restoran sesuai kelaziman dalam dunia kepariwisataan.
e.Melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan
perusahaan–perusahaan yang bergerak dalam industri
pariwisata.
f.Mengadakan pemasaran,melakukan promosi dan
propaganda ke luar negeri.
g.Melakukan dan mengadakan hubungan kerjasama
dengan kegiatan kepariwisataan internasional.
h.Mengembangkan dan membina daerah-daerah tujuan
wisata yang potensial dikembangkan.
i.Membuat perencanaan, mengambil kebijaksanaan
berhubungan dengan pengembangan dan penelitian,
pemasaran serta promosi.

5.2 Kegiatan Pariwisata


Kegiatan pariwisata merupakan aktivitas yang
dilakukan pelaku wisata dan wisatawan di sektor
pariwisata. Ragam aktivitas yang dilakukan pelaku
wisata diantaranya mensukseskan agenda program
pembangunan pariwisata, pembinaan anggota organisasi
pariwisata, mengelola dan mengembangkan potensi
wisata, melakukan promosi produk wisata dan
melakukan transaksi kepariwisataan. Semua aktivitas
dari para pelaku wisata tidak akan bermakna tanpa
adanya kegiatan berbelanja, jalan-jalan, belajar,
menikmati pemandangan, menyewa peralatan, bersantai
dari para wisatawan di tempat-tempat wisata.

5.3 Pelaku Pariwisata


Para pelaku pariwisata dapat diidentifikasi paling
tidak menjadi empat, yakni kelompok pekerja dan
pemilik usaha perjalanan wisata, kelompok pekerja dan
pemilik usaha akomodasi wisata, kelompok pekerja dan
pemilik usaha produk wisata, kelompok pengelola dan
pemilik destinasi wisata.

5.3.1 Pekerja dan Pemilik Usaha Perjalanan Wisata


Pekerja dan pemilik usaha perjalanan wisata
mengandalkan ragam jasa pelayanan perjalanan wisata
untuk kunjungan wisatawan. Peranan para pekerja pada
usaha perjalanan wisata pada dasarnya bergantung dari
agenda para pemilik usaha perjalanan wisata. Adapun
agenda dari para pemilik usaha perjalanan wisata
diantaranya merancang paket wisata, mempromosikan
produk wisata, membina hubungan kemitraan dengan
para pemilik akomodasi wisata, asosiasi kepariwisataan
dan pihak pengelola destinasi wisata, membina
hubungan kemitraan atau hubungan koordinatif dengan
pemerintah sampai mengadaptasi dalil dari undang-
undang perlindungan konsumen kedalam tawaran jasa
wisata. Diantara seluruh agenda dari pemilik usaha
perjalanan wisata, para pekerja diharapkan dapat
mengoptimalkan aspek penjualan produk wisata melalui
promosi dan mensukseskan program-program
pembangunan pariwisata yang bisa menguntungkan
untuk usaha perjalanan wisata.

5.3.2 Pekerja dan Pemilik Usaha Akomodasi Wisata


Pekerja dan pemilik usaha akomodasi wisata
mengandalkan ragam jasa pelayanan berupa fasilitas-
fasilitas bagi kenyamanan berwisata untuk kunjungan
wisatawan. Keberadaan dari para pekerja pada usaha
akomodasi wisata serupa dengan keadaan pada usaha
perjalanan wisata. Adapun agenda dari para pemilik
usaha akomodasi wisata diantaranya, mempromosikan
akomodasi wisata,membina para pekerja, membina
hubungan koordinatif dengan pemerintah sampai
mengadaptasi dalil dari prinsip-prinsip dalam bisnis
hospitalitykedalam produk dan jasa wisata. Dari seluruh
agenda dari pemilik usaha akomodasi wisata, para
pekerja diharapkan dapat mengoptimalkan aspek
penjualan akomodasi wisata melalui kinerja dan prestasi
kerja serta mensukseskan program-program
pembangunan pariwisata yang bisa menguntungkan
untuk usaha akomodasi wisata.

5.3.3 Pekerja dan Pemilik Usaha Produk Wisata


Pekerja dan pemilik usaha produk wisata
mengandalkan kualitas dan keunikan dari bentuk produk
wisata yang dapat dijangkau para wisatawan. Peranan
pekerja dalam usaha produk wisata untuk pariwisata
dipengaruhi oleh aspek sarana, prasarana dan
kesempatan dari pemilik usaha dimana mereka bekerja.
Kesempatan yang diberikan pemilik usaha kepada
pekerja pada umumnya seiring dengan kewajiban dari
kepemilikan usaha dalam mendaftarkan dan pembayaran
pajak produk wisata, melakukan promosi produk wisata,
pembukuan produksi, reproduksi produk wisata,
menjalin relasi kerja sama dengan pemilik bahan baku,
pemerintah dan lembaga pinjaman modal kerja. Selain
itu, pemilik dalam usaha produk wisata berusaha
merancang kegiatan program usaha untuk optimalisasi
produksi,memilih model untuk bentuk produk wisata
melalui agenda pembangunan pariwisata yang bersifat
menguntungkan dan sesuai dengan keinginan kelompok
wisatawan, mitra kerja serta lokasi dimana produk wisata
dipasarkan untuk kegiatan pariwisata.

5.3.4 Pengelola dan Pemilik Destinasi Wisata


Pengelola dan pemilik destinasi wisata di sektor
pariwisata mengedepankan keindahan dari panorama
destinasi wisata untuk kepuasan wisatawan dalam
kegiatan berwisata. Untuk mencapai kepuasan
wisatawan, pihak pengelola diharapkan memperhatikan
kualitas pengelolaan yang sesuai dengan harapan dari
bisnis hospitality. Selain itu, pihak pengelola dituntut
bisa menjalin relasi sosial untuk bisa mengawal dan
mengadaptasi dari kebijakan program-program
pembangunan pariwisata untuk bentuk pengelolaan
destinasi wisata yang lebih konformis dan strategis untuk
kepuasan dari tingkat kunjungan wisatawan. Sejalan
dengan peranan pengelola destinasi wisata, pemilik
destinasi wisata diharapkan peduli dengan nasib para
pengelola destinasi wisata, keadaan destinasi wisata dan
mau memberikan dukungan penuh dari segi modal usaha
untuk pemeliharaan atau pengembangan destinasi wisata.
5.4 Media Pariwisata
Media pariwisata merupakan sarana
kepariwisataan yang diperlukan dalam memperkenalkan
produk-produk wisata di sektor pariwisata kepada
publik. Barnow (1956) mengatakan bahwa media adalah
segala barang yang dicetak yang ditujukan untuk
umum.Berdasarkan bentuknya, media pariwisata terdiri
dari dua kategori yaitu media cetak dan media non-cetak.

5.4.1 Media Cetak


Media Cetak di sektor pariwisata dapat berupa
koran, brosur, majalah, spanduk, billboard dan
phamplet. Secara umum, media cetak mempergunakan
bahan petunjuk yang dicetak.Anderson
(2006)menegaskan bahwa media yang dicetak secara
professional dapat menjadi bahan bacaan dan petunjuk,
seperti majalah. Media cetak sebagai perantara informasi
pariwisata untuk publik rata-rata disampaikan secara
tertulis dan memerlukan perhatian publik melalui teknis
membaca pesan-pesan komunikasi dan pemahaman
mandiri tentang ketatabahasaan paling tidak secara pasif.
Keunggulan media cetak dibandingkan dengan media
non-cetak adalah mudah diarsipkan, tidak bergantung
pada kepemilikan gadget, komputer, TV, radio dan
informasi kepariwisataan yang disampaikan lebih
kredibel.

5.4.2 Media Non-Cetak


Media non-cetak untuk pariwisata bisa berupa
TV, radio, situs internet dan sosial media. Secara
mendasar, media elektronik memerlukan sarana yang
bergantung pada sumber tenaga listrik. Keunggulan
media non-cetak dibandingkan dengan media cetak
adalah cepat dalam distribusi, mudah diakses publik dan
entertaint. Media non-cetak sebagai mediasi informasi
pariwisata untuk publik dapat disampaikan secara
audiovisual dan tertulis. Aspek audiovisual dalam media
pemasaran tipe ini bisa menjadi daya tarik tersendiri
untuk publikdalam persoalan kendala pengertian tentang
ketatabahasaan yang dipergunakan dalam media non-
cetak.

5.5. Karakteristik Wisatawan


5.5.1 Karakteristik Wisatawan Mancanegara
Pertama, karakter the Escapist atau bebas
bersenang-senang tanpa batas. Karakteristk wisatawan
yang paling memerlukan banyak hiburan, pleasure
service dan agenda perjalanan yang fleksibel selama
perjalanan wisata.
Kedua, the Backpackers atau wisatawan yang
bebas menjelajah. Karaktersitik wisatawan petualang
yang melakukan perjalanan wisata tanpa agenda
perjalanan wisata dan tidak suka mempergunakan jasa
biro perjalanan.
Ketiga, Sophisticated traveler atau mereka yang
ingin memanjakan diri.Karakteristik wisatawan yang
gemar berkunjung pada tempat-tempat yang
menyediakan jasa untuk relaksasi, refreshing dan
kecantikan selama perjalanan wisata.
Keempat, tipe wisatawan Itinerary Follower.
Mereka biasanya berlibur secara terarah, displin dan
mengikuti rencana yang sudah disusun.Karakteristik
wisatawan yang selalu mengambil paket wisata dari biro
perjalanan wisata dan paling mengikuti rangkaian
agenda kegiatan dalam paket wisata yang dipilih.
Kelima, Gateway Seekers, karakteristik wisman
ini lebih suka memilih destinasi wisata yang
menyediakan tempat-tempat untuk istirahat dan bersantai
dengan tenang atau sepi.
Keenam, disebut dengan Interactive
Traveller.Karakteristik wisata ini suka berinteraksi
langsung dengan para pelaku wisata dan membaur
dengan masyarakat disekitar obyek wisata selama
perjalanan wisata.

5.5.2.2 Karakteristik Wisatawan Nusantara


Karakter wisatawan nusantara ternyata cukup
berbeda jauh dengan tourist asing. Ciri-ciri yang bisa
kita lihat dari beberapa tingkah laku pada objek wisata
dan selera kepada pemilihan objek wisata seperti ngaret,
gemar mencari oleh-oleh yang murah, gemar mengambil
paket tour rombongan, sangat perhitungan dalam
memberikan bonus, suka hadiah dan membuat kenang-
kenangan di daerah tujuan wisata. Beberapa kebiasaan-
kebiasaan wisatawan nusantara, yaitu sebagai berikut.
Royal atau gemar belanja : wisatawan Indonesia
memang dikenal sangat royal mengeluarkan uang ketika
sedang melakukan perjalanan wisata. Ketika mereka
pergi melakukan perjalanan wisata, wisatawan Indonesia
selalu menyempatkan diri untuk berbelanja souvenir.
Mereka mempunyai alasan bahwa membeli oleh-oleh
atau cendera mata cukup banyak bisa bermanfaat kepada
saudara dan tetangganya. Wisatawan Indonesia juga
cenderung mau dan bisa merepotkan diri dengan barang-
barangnya belanjaannya yang banyak. Tidak jarang pula
ketika transit di bandara, barang bawaannya sampai over
limit dan terkena tambahan biaya.
Suka tour rombongan : Kebiasaan wisatawan
nusantara yang lain adalah menyukai kegiatan bepergian
secara bersama dengan teman-teman pergaulan atau
bersama keluarga besar. Mereka menyewa bus
pariwisata atau mobil rental. Dengan tujuan agar
biayanya lebih irit, lebih menyukai tempat populer dan
sudah terkenal serta pertimbangan jarak tempat wisata
dari rumah tidak begitu jauh.

5.6 Rangkuman
Pelaku Pariwisata dapat diidentifikasi kedalam
kelompok pekerja dan pemilik usaha perjalanan wisata,
kelompok pekerja dan pemilik usaha akomodasi wisata,
kelompok pekerja dan pemilik usaha produk wisata,
kelompok pengelola dan pemilik destinasi wisata.
Pada sebuah destinasi wisata dapat ditemui
beragam karakteristik wisatawan seperti escapist,
backpackers, sophisticated traveler, itinerary follower,
gateway seeker, interactive traveler, suka belanja dan
tour rombongan. Ragam kegiatan pariwisata sejalan
kunjungan wisatawan yaitu aktivitas pelaku pariwisata
dalam mensukseskan agenda program pembangunan
pariwisata, pembinaan anggota organisasi pariwisata,
mengelola dan mengembangkan potensi wisata, promosi
produk wisata dan transaksi kepariwisataan.
Organisasi pariwisata memiliki peranan penting
dalam pelaksanaan kegiatan pariwisata. Berdasarkan
kelembagaannya, dapat diketahui dua tipe organisasi
pariwisata yaitu Government Tourist Office dan Private
Tourist Office.

5.7. Evaluasi
Jawab pertanyaan dengan tepat dan padat.
1. Sebutkan jenis wisatawan berdasarkan
karakteristiknya.
2. Mengapa organisasi pariwisata memiliki peranan
vital dalam kegiatan pariwisata?
3. Sebutkan ragam pelaku wisata dalam kegiatan
pariwisata?
4. Apa peranan media pariwisata dalam kegiatan
pariwisata?
5. Apa fungsi kepariwisataan secara organisasional?
BAB VI
ORGANISASI PARIWISATA

Teknis organisasi kepriwisataan dapat dikatakan


bekerja secara berdaya guna, diantaranya sudah
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.Mempunyai pengaruh dan mempunyai wewenang
secara langsung mengadakan perubahan yang dianggap
perlu untuk mengembangkan industri pariwisata.
b.Mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah dan
bisa bekerja sama dengan semua departement yang
banyak kaitanya dengan kegiatan kepariwisataan.
c.Didukung secara penuh dan dipercaya oleh semua
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang
kepariwisataan.
d.Tersedia dana untuk mendapatkan penghasilan yang
berimbang dari kegiatan pariwisata.
e.Mempunyai tenaga ahli dan mengetahui beragam
kegiatan operasional dunia kepariwisataan baik dalam
lingkup Nasional maupun ruang lingkup Internasional.

Adapun beberapa tipikal organisasi kepariwisataan dapat


digolongkan sebagai berikut :

6.1 Asosiasi Pariwisata


Asosiasi merupakan bentuk perkumpulan sosial
dimana para anggotanya memiliki satu tujuan yang
sama. Asosiasi menegaskan kondisi bersama beberapa
orang pada lingkungan sosial. Asosiasi pariwisata
merupakan wadah organisasi bagi para pelaku wisata
secara internasional dan nasional.
6.1.1 World Tourism Organization (UNWTO)
UNWTO merupakan suatu organisasi non-
pemerintah yang memiliki status konsultatif PBB dan
bermarkas di Madrid, Spanyol.Tujuan dasar organisasi
internasional di Spanyol iniadalah mempromosikan dan
membangun pariwisata dunia dengan maksud untuk
meningkatkan kontribusi pembangunan ekonomi
internasional, perdamaian dankebebasan hak-hak asasi
manusia dari semua perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa
dan agama. Untuk mencapai tujuan itu, UNWTO
berupaya menangani masalah dalam kegiatan pariwisata
dunia melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi
komersial dan organisasi-organisasi non-komersial yang
bergerak dibidang riset, promosi, media dan pariwisata.

6.1.2 International Civil Aviation Organization (ICAO)


International Civil Aviation Organization
didirikan oleh delapan negara di tahun 1944. Tugas
utama dari ICAO adalah meningkatkan fungsi
penerbangan sipil dari seluruh dunia melalui promosi
penerbangan. Untuk mempromosikan angkutan udara
dari seluruh dunia, ICAOmenekankan standar praktek
Internasional untuk setiap jenis penerbangan tidak
terkecuali untuk kepentingankepariwisataan.

6.1.3 Universal Federation of Travel Agent Association


(UFTAA)
UFTAA dikenal sebagai asosiasi travel agen
internasional. UFTAA merupakan penggabungan
IFTAA (International federation of Travel Agencies)
dengan UOTAA (Universal Organization of Travel
Agent’s Association) pada tahun 1966. UFTAA memiliki
tujuan, antara lain : Menyatukan dan menguatkan
organisasi-organisasitravel agent; Bertindak sebagai
wakil tunggal dari profesi travel agent pada tingkat
internasional; Menjamin hubungan maksimal diantara
prestise, perlindungan dan perkembangan bidang
ekonomi, hukum dan lingkungan sosial bagi profesi
travel agent; Memungkinkan profesi untuk mengambil
tempat yang didijinkan pada perekonomian perdagangan
wisatawan.
Dalam rangka mencapai tujuan organisasi, UFTAA
memiliki agenda utama, diantaranya :
a.Mengakomodasi keinginan–keinginan pihak travel
agent dalam hubungan dengan asosiasi–asosiasi
internasional.
b.Mengembangkan dan menganjurkan teknik–teknik
professional untuk perusahan-perusahan travel agent.
c.Mengadakan penelitian dan kerjasama demi
peningkatan kualitas training untukpencapaian
profesionalitas dari seluruh pelaksana travel agent.
d.Menjalin kerjasama dengan para pihakyang
mempersiapkan konvensi–konvensi dan perjanjian–
perjanjian Internasional tentang kepariwisataan.
e.Mengagendakan kongres dunia setiap tahun yang
terbuka bagi semua perwakilan dari perusahaan-
perusahaan travel agent.

6.1.4 Pacific Area Travel Association (PATA)


PATA adalah sebuah organisasi non pemerintah
yang berpusat di San Fransisco, California Amerika
Serikat. Organisasiyang didirikan pada tahun 1951 ini
bermaksud untuk mempromosikan daerah-daerah
didalam kawasan pasifik sebagai daerah tujuan
periwisata dengan harapan dapat meningkatkan kegiatan-
kegiatan perjalanan wisata ke kawasan
pasifik.Keanggotaan PATA terbuka bagi badan-badan
pemerintahan, hotel-hotel,perusahaan-perusahaan
penerbangan, biro perjalanan dan media pariwisata.

6.1.5. International Air Transport Association (IATA)


IATA memiliki perhatian besar terhadap kondisi
transportasi udara, dimana pesawat terbang merupakan
salah satu akomodasi wisata untuk wisatawan dalam
mencapai daerah tujuan wisata. International Air
Transport Association sebagai organisasi internasional
beranggotakan dari perusahan-perusahaan penerbangan
dari seluruh negara di berbagai belahan dunia. Tujuan
IATA, yaitu :
a.Mempersiapkan ragam transportasi udara yang aman
dan ekonomis untuk masyarakat dunia.
b.Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam
niaga penerbangan
c.Menyediakan sarana bagi bentuk-bentuk bekerjasama
diantara perusahaaan – perusahaan transportasi udara.
d.Bekerjasama dengan organisasi-organisasi
internasional, diantaranya ICAO.

6.1.6 International Hotel and Restaurant Association


(IHRA)
International Hotel and Restaurant Association
mempunyai kantor pusat di Paris, Prancis.
IHRAdidirikan dengan tujuan untuk mempersatukan
berbagai perusahaan perhotelan dan restoran dari seluruh
dunia dan berusaha untuk memecahkan masalah–
masalah kepariwisataan Internasional dan ikut
membantu memecahkan masalah–masalah yang timbul
diantara industri, agen perjalanan dan perhotelan.

6.1.7 World Association Of Travel Agents (WATA)


World Association Of Travel Agents berkantor
pusat di Jenewa, Swiss. Oleh karenannya, WATA
berstatus hukum berdasarkan undang-undang negara
Swiss dalam rangka memajukan mode perjalanan wisata
dan menjamin kesejahteraan para anggotanya. Berkaitan
dengan kebutuhan-kebutuhan travel agen di seluruh
dunia, WATA memusatkan pada penyiapan dokumen-
dokumen tentang kepariwisataan dari seluruh dunia.

6.1.8. AIEST
AIEST berpusat di Berne, Swiss. Organisasi
internasional tersebut didirikan pada tahun 1946 oleh
para cendikiawan Swiss melalui pertemuan Lungano
dalam rangka menghimpun para pakar pariwisata.
Tujuan utama Association of Scientific Experts in
Tourismadalah memajukan lembaga-lembaga
kepariwisataan berdasarkan sains, sebagaimana
menguatkan bentuk-bentuk hubungan kerjasama
pariwisata dengan pusat-pusat riset. Dalam rangka
menunaikan tugas itu, AIEST sudah menyelenggarakan
secara rutin kongres tahunan untuk mencari solusi atas
segala bentuk permasalahan yang timbul akibat
perkembangan pariwisata dunia secara ilmiah sejak
tahun 1951.
6.1.9 DEPARNAS
Dewan Perancang Nasional merupakan
organisasi nasional yang dibentuk pemerintah untuk
menangani sektor pariwisata. DEPARNASbertugas
dalam menetapkan kebijaksanaan umum dibidang
pengembangan kepariwisataan nasional. Atas mandat
Presiden, dewan ini diketuai oleh menteri negara
EKUIN. Kinerja ketua dewan dioptimalkan oleh 12
menteri ditambah Gubernur Bank Sentral serta Ketua
Bappenas sebagai anggota.

6.1.10 BAPPERNAS
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
dibentuk berdasarkan mandat Presiden No.9 tahun 1969
untuk dapat memaksimalkan kinerja Menteri pariwisata
dalam upaya pengembangan kepariwisataan nasional.
Secara spesifik, BAPPERNAS bertugas mengajukan
usul dan memberikan saran atas kebijaksanaan
pengembangan pariwisata nasional, mengajukan usul
dan memberikan saran tentang langkah–langkah
pelaksanaan terhadap kebijaksanaan yang telah
ditetapkan, mengadakan koordinasi dalam hal
penyusunan langkah–langkah pelaksanaan terhadap
kebijaksanaan di masing-masing bidang, mengadakan
koordinasi dalam penyusunan langkah–langkah
kebijaksanaan di masing–masing bidang tertentu,
memberi penilaian tentang rancangan pengembangan
pariwisata nasional.Badan konsultatifini memiliki
anggota yang terdiri atas :
a.Para direktur jendral yang berhubungan dengan bidang
kepariwisataan.
b.Para ketua himpunan dari perwakilan industri
pariwisata.
c.Para ahli yang dipandang perlu.

6.1.11 DEPARPOSTEL
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
bertujuan melaksanakan fungsi departemen provinsi
untuk pariwisata.Secara umum, organisasi nasional yang
dibentuk pemerintah ini bertugas :

a.Menganalisis rencana program kepariwisataan, pos dan


telekomunikasi di tingkat provinsi.
b.Melaksanakan pembinaan usaha kepariwisataan di
bidang pemasaran wisata dan pelayan wisatasesuai
agenda departemen provinsi.
c.Melaksankan pembinaan usaha pos dan telekomunikasi
di bidang pengendalian frekuensi pelayanan, pos dan
telekomunikasisesuai agenda departemen provinsi.
d.Memberikan pelayanan administratif kepada semua
satuan organisasi di lingkungan kantor wilayah
departemen pos dan telekomunikasi di tingkat provinsi.

6.1.12 DIPARDA
Dinas Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang
kepala dinas dalam melaksanakan urusan internal daerah
di bidang kepariwisataan menyangkut urusan objek
wisata, urusan pramuwisata, losmen, penginapan remaja,
pondok wisata, perkemahan, rumah makan, bar kawasan
wisata, rekreasi dan hiburan umum serta promosi
daerah.Untuk menyelenggarakan tugasnya, badan milik
pemerintah iniberfungsi :

a.Merumuskan kebijaksanaan teknik, pemberian


bimbingan, pembinan dan perizinan dengan dasar
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur atau
kepala daerah.
b.Melaksankan tugas pokok sesuai denganperaturan
perundang–undangan yang berlaku.
c.Mengumpulkan data, pengadaan penelitian dan
penganalisisan data sebagai bagian perencanaan
pengembangan kepariwisataan daerah.

6.1.13 PHRI
Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia
merupakan organisasi nasional non-pemerintah yang
berusaha memberdayakan para pengusaha Hotel dan
restaurant di Indonesia. Dalam rangka itu, kegiatan
PHRI mengambil langkah dalam memberikan
perlindungan, masukan, bimbingan atau konsultasi dan
pendidikan untuk meningkatkan mutu usaha akomodasi
pariwisata seperti hotel, restaurant, jasa boga yang
tercatat sebagai anggota organisasi. Selain itu, PHRI
berupaya memediasi dan meningkatkan intensitas
kerjasama para anggotannya dengan organisasi-
organisasi kepariwisataan di dalam negeri dan di luar
negeri pada bidang penelitian, promosi dan perencanaan
kepariwisataan.

6.1.14 ASITA
Association of The Indonesian Tour & Travel
Agencies merupakan organisasi yang didirikan di Jakarta
pada tahun 1971. Sejak saat itu, organisasi nasional non-
pemerintah inisudah menjadi wadah bagi para pengusaha
perjalanan Indonesia dalam rangka :

a.Memajukan dan melindungi kepentingan industri


kepariwisataan nasional dan kepentingan para anggota
ASITA.
b.Menjaga citra pariwisata Indonesia dengan cara
meningkatkankepedulian terhadap keamanan, tingkat
kepastian perlindungan melalui bentuk-bentuk jaminan
sosial, namun tanpa mengorbankan kepentingan-
kepentingan sesama anggota ASITA.
c.Mensukseskan program pembangunan nasional di
sektor kepariwisataan.

6.2 LSM Pariwisata


LSM Pariwisata merupakan sebuah organisasi
nasional non pemerintah yang mengaspirasi keinginan-
keinginan masyarakat sipil di sektor pariwisata. Secara
umum, lembaga swadaya masyarakat di bidang
Pariwisata berperanan dalam meningkatkan dampak-
dampak positif dari kegiatan pariwisata kepada publik
melalui mekanisme kontrol berupa kritik, saran dan
menjalin koordinasi kepada para pelaku pariwisata.
Tindakan koordinasi dari pihak LSM Pariwisata
ditempuh dengan menjadi fasilitator atau penghubung
diantara para stakeholders pariwisata, diantara industri
pariwisata dengan masyarakat, diantara pengelola
kawasan wisata dengan masyarakat dan antara
pemerintah dengan masyarakat. Kemampuan lembaga
swadaya masyarakat dalam mengengahi antara para
pihak yang berkepentingan, semakin memperkuat posisi
LSM sebagai lembaga independent.
Sebagai lembaga independent, LSM Pariwisata
diharapkan bisa menjadi sumber informasi yang netral
dan relevan sehubungan dengan potensi wisata dan
dinamika perkembangan pariwisata daerah. Berdasarkan
fungsi itu, LSM Pariwisata bisa mengoptimalkan
peranan masyarakat ketika menjadi pelaku wisata dalam
berbagai bentuk kerjasama untuk pembangunan, citra,
pengelolaan dan kelancaran kegiatan pariwisata. Melalui
peningkatan dampak positif semacam itu pula
diharapkan bisa menumbuhkan motivasi anggota
masyarakat menjadi pelaku pariwisata atau menjadi
wisatawan bahkan memperbaiki citra kepariwisataan
daerah.

Contohnya :
a.LSM Wisata,sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat
yang didirikan berdasarkan Akte Notaris Emil Ludfia,
SH.Mkn no.02 tanggal 5 Nopember 2008. Lembaga
Swadaya Masyarakat Wisata merupakanLSM khusus
Pariwisata yang mengkritik dan berupaya mendorong
pelestarian objek-objek wisata alam, kebudayaan
tradisional yang hampir dilupakan, menggali potensi
kebudayaan nenek moyang nusantara selain membangun
dan mempertahankan daya tarik dari obyek wisata untuk
kedatangan para wisatawan mancanegara untuk datang
ke Indonesia.

b.LSM Haburas di Timor, LSM yang mengkritik dan


berupaya mengoptimalkan kontribusi pembangunan
pariwisata bagi lingkungan sekitar. Untuk mewujudkan
tujuan itu, LSM Haburas membentuk komunitas
Valusere dalam rangka pemberdayaan masyarakat di
sektor pariwisata serta meningkatkan dampak sosio-
ekonomi dari kegiatan pariwisata, mengontrol dan
mengkondisikan serta mencegah kerusakan lingkungan
alamiah akibat kegiatan pariwisata agar publik,terutama
masyarakat lokal tetap mendukung kegiatan pariwisata.

6.3 Kelompok Sadar Wisata


Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) merupakan
lembaga masyarakat lokal ditingkat daerah yang
dibentuk dalam rangka menjaga iklim kondusif bagi
perkembangan kegiatan pariwisata untuk kesejahteraan
masyarakat lokal. Pokdarwis memiliki peranan : 1)
meningkatkan pemahaman masyarakat lokal tentang
kepariwisataan; 2) meningkatkan kepedulian terhadap
pariwisata dan partisipasi masyarakat lokal sebagai
pelaku wisata; 3) mengawal, memediasi dan
mensukseskan program pembangunan pariwisata di
daerah; 4) meningkatkan nilai manfaat kegiatan
pariwisata bagi masyarakat lokal, terutama para anggota
pokdarwis.

6.4 Rangkuman
Kinerja dari organisasi-organisasi pariwisata ada
yang dapat dikatakan berdaya guna. Berdasarkan kinerja
dan ragam kegiatan, dapat diketahui LSM Pariwisata,
Kelompok Sadar Wisata dan Asosiasi Pariwisata sebagai
bentuk-bentuk organisasi pariwisata.
Sebagai sebuah organisasi non pemerintah, LSM
berupaya mengaspirasi dan menyuarakan keinginan-
keinginan masyarakat sipil di sektor pariwisata. Serupa
dengan LSM, Kelompok Sadar Wisata lebih berfokus
dalam rangka membangun dan menjaga keadaan
kondusif pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat
lokal. Selain itu, terdapat wadah perkumpulan untuk para
pelaku wisata secara internasional dan nasional.
6.5 Evaluasi
Jawab pertanyaan dengan tepat dan padat.
1. Apa kriteria kinerja organisasi pariwisata yang
berdaya guna?
2. Apa persamaan dan perbedaan dari IHRA dan
PHRI?
3. Apa kontribusi yang ditawarkan UNWTO
sebagai organisasi kepariwisataan?
4. Bagaimana posisi kelompok sadar wisata sebagai
organisasi terkait program pembangunan
kepariwisataan?
5. Apa fungsi LSM untuk kegiatan pariwisata?
BAB VII
PARIWISATA DAN PERUBAHAN SOSIAL

Pariwisata dapat berdampak terhadap perubahan


sosial. Demikian pariwisata berkembang dalam
perubahan sosial. Dinamika pariwisata berlangsung tidak
luput dari pengaruh evolusi sosial, revolusi sosial dan
involusi sosial sebagai manifestasi dari perubahan sosial.

7.1 Pariwisata dan Evolusi Sosial


Evolusisosial merupakan sebuah bentuk
perubahan sosial yang berlangsunglambat,linier,
bertahap dan permanen. Arah dari perubahan sosial
bergerak menuju pusat kemapanan, holistisitas,
kemajuan atau progesivitas. Adapun beberapa tipe
evolusi sosial sehubungan dengan perkembangan
pariwisata dapat disimak sebagaimana berikut :

7.1.1 Pariwisata dan Evolusi Sosial 1


Greenwood (1989) melihat bahwa evolusi sosial
sehubungan dengan pariwisata bermula dari munculnya
proses komersialisasi dan komodifikasi dalam jalinan
hubungan diantara wisatawan sebagai tamu dengan
masyarakat. Greenwood (1976) menegaskan bahwa
jalinan hubungan resiprositas diantara wisatawan selaku
tamu dengan masyarakat lambat laun semakin memudar
setelah mendapat pengaruh ekonomi. Tingkat keramah-
tamahan diantara masyarakat dengan para wisatawan
sedikit demi sedikit mengalami perubahankearah
semakin terikatnya dengan nilai ekonomi yang terukur.
Konsekuensinya, profesionalitas menjadi sebuah
tuntutan perseorangan dari masyarakat dimana terkait
perkembangan pariwisata dianggap menjadi kewajiban
bagi kolektif dari masyarakat dalam rangka membina
hubungan baik dengan wisatawan secara
berkelanjutan.Demikian praktik abal-abal dan illegal
dalam konteks pariwisata berangsur-angsur berubah
menjadi semakin legal, semakin mandiri dan lengkap
dengan bukti profesionalitas. Evolusi sosial dalam
hubungan diantara masyarakat dan wisatawan bergerak
kearah kemajuan dan pusat kemapanan. Dapat
ditegaskan bahwa evolusi sosial menurut greenwood
bersifat pro-pembangunan pariwisata.

7.1.2 Pariwisata dan Evolusi Sosial 2


Arah perubahan sikap masyarakat dalam jalinan
hubungan dengan wisatawan selaku tamu dipandang
secara berbeda oleh Doxey. Doxey (1975) mengatakan
bahwa sikap masyarakat terhadap wisatawan mengalami
perubahan secara linier. Sikap yang semula positif
berubah menjadi semakin negatif seiring dengan
pertambahan dari kunjungan wisatawan. Permasalahan
dan konflik sosial yang tidak terselesaikan akibat
perkembangan pariwisata menjadi titik tolak dari evolusi
sosial. Doxey (1975) menegaskan bahwa sikap
masyarakat terhadap kedatangan wisatawan bersifat
euphoria, dimana kedatangan wisatawan diterima
dengan sejuta harapan, spesial dan disambut dengan
sangat baik. Sikap kolektif itu secara lambat berubah
menjadi apathy, dimana masyarakat menerima
kedatangan wisatawan sebagai hal lumrah dan biasa
untuk urusan jasa dan produk pariwisata karena
menyisakan konflik sosial. Sikap kolektif itu lambat laun
berubah menjadi annoyance, sikap dimana menunjukan
titik kejenuhan masyarakat atas kedatangan wisatawan
seiring dengan pertambahan konflik sosial. Dalam hal
itu, kunjungan wisatawan identik dengan masalah sosial.
Sikap kolektif itu kemudian mengalami perubahan
menjadi lebih antagonis, dimana masyarakat sudah
berani secara terbuka atau jujur dalam menunjukan rasa
ketidaksenangannya dan menolak kehadiran wisatawan.
Kunjungan wisatawan pada tahapini dianggap sebagai
sumber masalah bagi pertambahan masalah lingkungan
dan konflik sosial. Perubahan sikap kolektif secara
evolusi bergerak kearah holistisitas atau progresivitas.
Dapat diketahui bahwa evolusi sosial menurut Doxey
bersifat anti-pembangunan pariwisata.

7.1.2 Pariwisata dan Evolusi Sosial 3


Perubahan sikap kolektif merupakan sebuah
stimulan bagi perkembangan daerah tujuan wisata.
Perkembangan daerah tujuan wisata dapat dikatakan
berubah secara evolusi, apabila perkembangan daerah
tujuan wisata melalui beberapa periode tertentu seperti
fase eksplorasi, keterlibatan, pembangunan, konsolidasi
dan stagnasi.
Pada fase eksplorasi, keberadaan daerah tujuan
wisata masih tergolong alamidan produk wisata belum
sepenuhnya diproduksi mempergunakan teknologi
modern. Aksesabilitas untuk mencapai daerah tujuan
wisata masih sangat sedikit dan tidak memenuhi syarat
untuk kunjungan wisatawan dalam jumlah besar. Tipikal
wisatawan yang paling sering berkunjung yaitu
adventure atau explorer tourist. Dimana keberadaan
dukungan sarana akomodasi wisata masih belum
memadai, belum lengkap dan jumlahnya sangat terbatas
tidak menjadi masalah besar bagi mereka.
Para wisatawan dapat menikmati fasilitas dan
produk-produk wisata dengan biaya sangat terjangkau.
Seringkali wisatawan tidak mendapatkan fasilitas yang
sama seperti didaerah asal mereka, dimanarumah-rumah
penduduk menjadi pilihan yang tergolong laris diantara
pilihan akomodasi wisata.
Kunjungan wisatawan ke daerah tujuan wisata
pada tahap eksplorasi didominasi oleh kunjungan
wisatawan tanpa melalui biro perjalanan wisata.
Interaksi wisata lumrah dilakukan wisatawan secara
langsung dengan masyarakat disekitar obyek wisata.
Penggunanaan Bahasa ‘pidgin language’, bahasa asing
dengan dialek lokal terbilang sering ditemui dalam
interaksi wisata.
Keberadaan daerah tujuan wisata pada fase
eksplorasi belum mempergunakan proses promosi yang
terorganisasi secara baik. Sistem promosi yang
dipergunakan sangat bergantung pada promosi dari
mulut ke mulut (word of mouth). Dimana bagi
wisatawan yang mendapatkan pengalaman menarik
secara langsung di suatu daerah tujuan wisata akan
menceritakan kepada saudara dan kerabatnya sehingga
mereka tertarik dan antusias menjadi walk in guest
terkait objek wisata tersebut.
Selangkah lebih maju dari fase eksplorasi dikenal
dengan fase involvement. Fase involvement ditandai
dengan tingkat keterlibatan dari masyarakat lokal cukup
besar untuk kegiatan pariwisata. Dimana kedatangan
wisatawanlebih dipandang sebagai peluang pariwisata.
Dalam meraih peluang pariwisata tidak sedikit beragam
toko, warung dan kerajinan dikomodifikasi masyarakat
pelaku dari properti sosial budaya mereka. Regulasi
peraturan pemerintah untuk legalitas kegiatan pariwisata
mulai dianggap kondusif oleh masyarakat untuk
harmonisasi kegiatan pariwisata sekaligus sebagai
bentuk jaminan yang memotivasi mereka selaku para
pelaku wisata untuk mencapai guest satisfication.
Pencapaian guest satisfication mendapatkan
perhatian lebih serius dari para pelaku wisata pada fase
development. Beragam keluhan dari wisatawan tampak
direspon melalui pergerakan dalam kegiatan
pembangunan fisik dan non-fisik sebagai solusi yang
sering kali ditempuh para pelaku wisata untuk mencapai
guest satisfication. Pelatihan dan pengembangan
keterampilan dari para pelaku wisata pada fase
development terus digiatkan seiring dengan usaha
renovasi dan pembangunan fisik berupa hotel, villa,
restaurant, biro perjalanan, obyek wisata serta fasilitas
umum yang semakin lengkap dan bonafit untuk
pengembangan daya tampung dan daya dukung demi
kepuasan wisatawan. Demi mencapai kepuasan
wisatawan, tidak sedikit dari para pelaku wisata pada
fase development berupayapula mengembangkan dan
membina jaringan sosialnya pada organisasi-organisasi
kepariwisataan seperti UNWTO, ASITA, HPI dan PHRI
untuk optimalisasi pengembangan daya tampung dan
daya dukung usaha kegiatan wisata serta memecahkan
masalah-masalah besar pengelolaan destinasi
kepariwisataan. Peranan paket wisata baru dari pihak
travel agen atas bentuk suasana obyek wisata dan
akomodasi wisata pada fase pembangunan dianggap
sangat membantu dalam mempertahankan dan
meningkatkan kunjungan wisatawan. Tantangannya,
terletak pada mempertahankan kualitas pelayanan
ditengah dinamika sosial.
Dalam rangka mempertahankan kualitas produk
dan pelayanan, para pelaku wisata melangkah lebih maju
menuju fase konsolidasi. Dimana pada fase konsolidasi,
para pelaku wisata lebih banyak mempertahankan
kualitas produk atau jasa, menjaga relasi sosial dibidang
pariwisata dan pencitraan untuk usaha peningkatan
jumlah kunjungan wisatawan. Adapun upaya signifikan
dilakukan dalam berbagai bentuk kerjasama bilateral dan
multilateral agendanya lebih kepada menangani masalah
kecil dan persoalan hambatan kegiatan pariwisata yang
dianggap merugikan pelaku wisata seperti akibat travel
advisory, travel warning dan travel banned melalui
konsolidasi nasional dan internasional. Upaya itu secara
prinsip dilakukan untuk meraih bentuk konformitas
untuk stabilitas kegiatan usaha di bidang pariwisata pada
fase konsolidasi.
Stabilitas usaha pariwisata merupakan indikasi
dari kemapanan kegiatan dibidang pariwisata. Stabilitas
usaha bisa dipengaruhi oleh soliditas atau kekompakan
dari jaringan sosial, sarana serta kesiapan pelaku dalam
memenuhi permintaan wisata. Stabilitas usaha bersambut
dengan kunjungan wisatawan yang berkesinambungan
menunjukan tahap stagnasi pada proses evolusi. Kondisi
ini dipertahankan tidak lepas dari jumlah kunjungan
wisatawan yang bisa terkategori konstan. Dimana tidak
ada perubahan yang diupayakan, semua program dan
sistem usaha dapat dikatakan sudah cukup berjalan
sesuai dengan perencanaan dan harapan para pemilik
modal pariwisata walaupun kunjungan wisata
didominasi oleh repeated visit tourists. Pada fase
stagnasi, dapat terbilang langka ditemukan usaha
signifikan untuk pembinaan maupun pengembangan
usaha pariwisata. Fase stagnasi ini dapat disebut sebagai
fase puncak kecukupan para pelaku wisata terkait
pengelolaan daerah tujuan wisata dalam proses evolusi
sosial.
Secara evolutif, arah perubahan teknis
pengelolaan daerah tujuan wisata berkembang kepada
pusat kemajuan dan kemapanan. Dapat disimak bahwa
proses evolusi sosial semacam itu bersifat pro-
pembangunan pariwisata.

7.1.3 Pariwisata dan Evolusi Sosial 4


Evolusi sosial dapat berlangsung beriringan
dengan fenomena perkembangan pemasaran pariwisata.
Adapun bentuk perkembangan pemasaran pariwisata
Indonesia yang sejalan dengan evolusi sosial,
diantaranya melalui empat tahap, yaitu : 1) pemasaran
pariwisata berorientasi produk; 2) pemasaran pariwisata
berorientasi penjualan; 3) pemasaran pariwisata
berorientasi konsumen; 4) pemasaran pariwisata ramah
lingkungan.

7.1.3.1 Pemasaran Pariwisata Berorientasi Produk


Fase perkembangan pariwisata berorientasi
produk masih berfokus pada perbaikan, menjaga dan
peningkatan kualitas produk wisata. Dengan penyediaan
pantai terbaik, situs terbaik dan akses jalan terbaik maka
wisatawan sebagai konsumen pariwisata dipandang
otomatis akan datang untuk menikmati produk wisata.
Pada keadaan ini, dari segi pemasaran dilakukan secara
manasuka dan bersifat bebas. Pemasaran pariwisata
berorientasi produk sangat cocok diterapkan pada
kepemilikan produk wisata yang berkualitas, langka dan
banyak dicari wisatawan. Namun perlu diketahui bahwa
pemasaran pariwisata berorientasi produk sangat
bergantung dari kualitas produk. Para pelaku wisata
dalam proses evolusi sosial akan beralih orientasi produk
menjadi berorientasi penjualan dalam pemasaran
pariwisata ketika menemui banyak complain cara
penjualan.

7.1.3.2 Pemasaran Pariwisata Berorientasi Penjualan


Para pelaku wisata dalam pemasaran pariwisata
berorientasi penjualan lebih hati-hati dalam memilih cara
penjualan produk wisata daripada dalam pemasaran
pariwisata berorientasi produk. Pada pemasaran
pariwisata berorientasi penjualan, pilihan metode
marketing sudah menjadi pertimbangan penting dalam
melakukan penjualan produk wisata. Persoalan mediasi,
brand, sarana, lokasi, strategi dan personalia menjadi
jauh lebih diperhatikan secara proporsional dalam
pemasaran pariwisata berorientasi penjualan. Pada
pemasaran pariwisata berorientasi penjualan masih
terkait pada ketersediaan produk wisata. Akan tetapi,
perlu dicermati bahwa pada pemasaran pariwisata
berorientasi penjualan sudah tidak lagi bergantung
sepenuhnya pada kualitas produk wisata. Bentuk
pemasaran pariwisata berorientasi penjualan merupakan
tipikal pemasaran yang lebih baik dan maju daripada
fase pemasaran sebelumnya. Para pelaku wisata akan
beralih orientasi lebih kepada konsumen ketika
mengalami krisis pariwisata.
7.1.3.3 Pemasaran Pariwisata Berorientasi Konsumen
Fokus pemasaran pariwisata berorientasi
konsumen terletak pada selera wisatawan. Para pelaku
wisata dalam pemasaran pariwisata berorientasi
konsumen memprioritaskan menangkap keinginan
wisatawan terkait produk wisata dan pilihan metode
marketing yang dipergunakan. Kombinasi diantara
produk, metode marketing, segmen pasar, trend
pariwisata dan selera wisatawan menjadi pertimbangan
utama dalam mengundang wisatawan serta merebut
pasar pada pemasaran pariwisata berorientasi konsumen.
Fokus selanjutnya setelah berhasil merebut pasar dan
memiliki penggemar tersendiri atas produk wisata yang
ditawarkan yaitu menjaga dan menangani persoalan
loyalitas wisatawan melalui strategi pemasaran. Dalam
marketing, pemasaran pariwisata berorientasi konsumen
merupakan mekanisme pemasaran terbaik untuk pasar
pariwisata. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa orientasi
para pelaku wisata akan berubah menjadi lebih ramah
lingkungan dalam pemasaran produk wisata ketika akan
atau pasca-menghadapi bencana.

7.1.3.4 Pemasaran Pariwisata Ramah Lingkungan


Pemasaran Pariwisata Ramah Lingkungan tidak
luput dari tindakan pemasaran masih ditemukan
dilakukan pelaku wisata,padahal sudah terdapat
kelompok wisatawan yang menggemari obyek wisata
yang bersifat ramah lingkungan. Perlu disimak bahwa
pemasaran pariwisata ramah lingkungan berfokus pada
aspek lingkungan sekitar selain persoalan keinginan
wisatawan dan cara pemasaran. Persoalan momen,
bentuk penerimaan dan daya dukung diluar pasar
pariwisata di sektor pariwisata dalam hal ini mendapat
proporsionalitas penanganan utama dalam melakukan
pemasaran pariwisata ramah lingkungan. Dalam
pemasaran pariwisata ramah lingkungan memuat
agenda-agenda muatan tambahan yang mendapat cukup
prioritas seperti membangun kembali kepercayaan
publik untuk berwisata pasca-bencana, ketahanan
komunitas, pelestarian budaya, keasrian alam selain
promosi produk wisata dimana secara teknis menuntut
kemapanan dari segi prinsip marketing sebagai basis
pelaksanaan. Dengan arti lain, dapat ditegaskan bahwa
arah perkembangan pemasaran pariwisata dalam evolusi
sosial semacam itu lebih kepada pusat holistisitas dan
kemapanan serta lebih bersifat pro-pembangunan
pariwisata.

7.2 Pariwisata dan Revolusi Sosial


Revolusi Sosial merupakan bentuk perubahan
sosial yang berlangsung cepat, konsisten mengarah
kepada kemajuan, progresifitas dan pusat kemapanan.
Secara linier, revolusi sosial identik dengan evolusi
sosial hanya saja berbeda pada tempo kecepatan.
Secara revolusi, Perubahan hubungan baik
diantara masyarakat dengan wisatawan dalam jalinan
resiprositas dan kekeluargaan dapat berlangsung secara
cepat dan signifikan menjadi hanya terbatas pada
kegiatan professional bisnis seiring dengan percepatan
pembangunan pariwisata dan ketersediaan fasilitas
penunjang pariwisata. Demikian, perubahan sikap positif
masyarakat kepada wisatawan dapat berlangsung cepat
menjadi semakin negatif. Fase euphoriabisa langsung
berubah menjadi bersikap annoyance atau antagonis
akibat perkembangan pariwisata yang cepat.Percepatan
perkembangan daerah tujuan wisata bisa berakibat
terhadap lompatan fase keterlibatan dalam proses evolusi
menjadi konsolidasi atau berlangsung sama persis
dengan tahapan fase evolusi tetapi dengan tempo yang
lebih cepat. Serupa dengan itu dapat terjadi dalam tahap
pemasaran pariwisata, sebagaimana pemasaran
berorientasi produk berubah drastis menjadi pemasaran
pariwisata berorientasi konsumen akibat semakin
kompetitifnya pelaku pasar di sektor pariwisata.
Proses percepatan perubahan sosial dan lompatan
fase evolusi disektor pariwisata tidak luput dari
kebutuhan, media dan kondisi keberadaan kelompok
sosial di sektor pariwisata. Kemajuan industri pariwisata,
kecanggihan teknologi dan media, perubahan ideologis,
krisis kepercayaan,solidaritas, mendesaknya kebutuhan
perluasan jaringan organisasi dan pengembangan modal
menunjukan beragam faktor stimulant dari proses
revolusi sosial. Keuntungan dari revolusi sosial
memediasi pergerakan kelompok sosial lebih cepat
mencapai pusat kemapanan yang diinginkan.
Konsekuensinya, seringkali kelompok revolusioner
harus rela kehilangan identitas konservatifnya, krisis
ruang dan waktu akibat tingginya mobilitas serta terlalu
western oriented.

7.3 Pariwisata dan Involusi Sosial


Involusi sosial adalah sebuah bentuk perubahan
sosial linier yang memiliki pola tidak beraturan, bersifat
ulang-alik menuju arah yang lebih baik. Adapun
pertimbangan dalam melakukan involusi diantaranya
persoalan prinsip kemapanan dan ketakutan akan
kemerosotan modal, terutama modal budaya. Proses
involusi sosial ditandai dengan proses maju-mundur
dalam jenjang fase evolusi sosial. Involusi sosial dapat
disebut sebagai temporary evolution atau temporary
revolution mengingat proses perubahan ini melalui tahap
evolutif atau revolutif dan selalu melibatkan titik balik
peradaban atau semacam fase yang menjauhi pola dan
pusat kemapanan.
Pada sektor pariwisata, involusi sering terjadi
pada keadaanannoyance,declinedan stagnasi dalam
perkembangan pariwisata.Motif peremajaan melalui
pengubahan peruntukan kawasan wisata, reposisi atraksi
wisata, pencarian pasar baru atau membuat saluran pasar
baru diantaranya mampu memenuhi keperluan kerjasama
dengan mitra kerja baru dalam rangka penanaman
maupun mendapatkan suntikan modal kerja untuk keluar
dari fase annoyance, decline dan stagnasi serta menjauhi
fase antagonism dalam perkembangan pariwisata.
Demikian ketika persoalan prinsip kemapanan, krisis
identitas, kepemilikan modal dan ketidakpastian
keputusan seringkali dapat mempengaruhi arus
perubahan menjadi bertentangan dengan arah kemajuan
bahkan pusat kemapanan.

7.4Pariwisata dan Transformasi Sosial


Transformasi sosial merupakan sebuah bentuk
perubahan sosial (Syani, 1995). Transformasi dapat
dipahami sebagai fase transisi dalam modernisasi. Secara
sosial, transformasi melibatkan fase penyesuaian atas
aspek perubahan-perubahan dari kehidupan modern dan
unsur kemajuan zaman.
Transformasi sosial di sektor pariwisata dapat
terjadi dikarenakan adanya kepentingan pemaknaan ciri
identitas dan pemulihan krisis multidimensi atas
perubahan kemajuan pariwisata. Zaeny
(2005)menegaskan bahwa transformasi meliputi
mekanisme pengendalian perubahan bentuk sosial. Oleh
karena itu, transformasi sosial kepariwisataan dapat
berarti fase negosiasi dan adaptasi terhadap unsur-unsur
kemajuan zaman di sektor pariwisata yang menegaskan
terjadinya desakan perubahan orientasi nilai dan minat
lebih kepada prinsip-prinsip kemapanan modernitas
dalam perjuangan survivalitas di sektor pariwisata.
Akibat dari transformasi sosial di sektor
pariwisata berupa pergeseran bentuk sosial yang secara
signifikan menegaskan belum modern dan tidak
terkebelakang. Kondisi tersebut merupakan gejala sosial
yang mempengaruhi arus dinamika dalam perubahan
kepariwisataan yang berbeda-beda dari berbagai belahan
dunia. Perbedaan proses perkembangan kepariwisataan
itu kemudian menjelma menjadi corak dinamika
kepariwisataan diantara negara-negara berkembang dan
maju.

7.5 Rangkuman
Perkembangan Pariwisata bisa sebagai penyebab
perubahan sosial dan akibat dari perubahan sosial.
Dinamika perkembangan pariwisata berlangsung tidak
lepas dari pengaruh transformasi sosial, involusi sosial,
revolusi sosial dan evolusi sosial.
Transformasi sosial kepariwisataan dapat berarti
fase negosiasi terhadap unsur-unsur kemajuan zaman di
sektor pariwisata dalam perjuangan survivalitas di sektor
pariwisata.
Involusi sosial merupakan sebuah bentuk
perubahan sosial linier yang memiliki pola tidak
beraturan, bersifat ulang-alik menuju arah yang lebih
baik.Pada sektor pariwisata, involusi sering terjadi pada
keadaan annoyance, decline dan stagnasi dalam
perkembangan pariwisata.
Revolusi Sosial merupakan bentuk perubahan
sosial yang berlangsung cepat, konsisten mengarah
kepada kemajuan, progresifitas dan pusat
kemapanan.Percepatan perkembangan daerah tujuan
wisata bisa berakibat terhadap lompatan tahapan fase
evolusi tetapi dengan tempoyang lebih cepat.
Sebagai bentuk perubahan sosial, evolusi sosial
merupakan berlangsung secara lambat, linier, bertahap
dan permanen. Arah dari perubahan sosial bergerak
menuju pusat kemapanan, holistisitas, kemajuan atau
progesivitas. Perubahan evolusi sosial ada yang pro dan
kontra terhadap perkembangan pariwisata.

7.6 Evaluasi
Jawab pertanyaan dengan tepat dan padat.
1. Apa yang dimaksud dengan transformasi sosial
kepariwisataan?
2. Apa hubungan pariwisata dengan involusi sosial?
3. Apa pengaruh revolusi sosial untuk
perkembangan pariwisata?
4. Bilamana evolusi sosial beroposisi kontradiktif
terhadap perkembangan pariwisata?
5. Bagaimana perkembangan pariwisata yang
sejalan dengan suatu evolusi sosial?
BAB VIII
PARIWISATA DAN KETAHANAN SOSIAL

Pariwisata memerlukan ketahanan sosial dari


para pelaku dan lembaga yang mendukung kegiatan
wisata. Ketahanan sosial merupakan sebuah bentuk
jaminan sosial dalam mewujudkan kebijakan dan
perencanaan pembangungan pariwisata secara
korespondensif. Perkembangan pariwisata yang
dipenrgaruhi oleh pembangunan pariwisata juga tidak
luput dari kebutuhan akan ketahanan sosial berupa
komitmen dari organisasi-organisasi wisata yang
merencanakan dan mendukung kegiatan wisata.
Ragam kegiatan wisata dalam perkembangan
Pariwisata dapat berkontribusi dalam proses penguatan
solidaritas dan kesatuan sosial sebagai prasyarat dari
ketahanan sosial. Demikian perkembangan pariwisata
dapat berdampak pada penguatan jaringan sosial
danpelestarian identitas sosial.

8.1 Penguatan Jaringan Sosial


Penguatan jaringan sosial dapat bermula dari
persamaan kepentingan dalam mensukseskan suatu
rencana kegiatan kepariwisataan. Suatu rencana kegiatan
kepariwisataan seringkali tidak cukup dilakukan dengan
hanya melibatkan pelaku wisata saja, dimana
diantaranya memerlukan bentuk dukungan dan
konformitas dari asosiasi pariwisata, instansi
kepariwisataan, investor, perusahaan dan LSM yang
memiliki perhatian besar terhadap perkembangan
kepariwisataan. Dalam kondisi itu, telah terjadi
perluasan jaringan lintas profesi yang dapat
berkontribusi dalam ketahanan sosial dari setiap
organisasi dan pelaku wisata di sektor pariwisata.
Ketahanan sosial bisa terbentuk melalui peluang
yang diperoleh suatu kelompok sosial dari masyarakat
atas kesempatan yang diberikan industri pariwisata
memiliki dampak terhadap pembentukan solidaritas
organik dan ternyata mampu meningkatkan gairah dalam
kegiatan komunitas, bermasyarakat serta sedia menjaga
keutuhan sosial secara kelembagaan. Sebagaimana
keberadaan kawasan wisata nusa dua di Bali yang sudah
memberikan peluang bagi keberadaan sekaa-sekaa
kesenian Bali untuk tampil dalam event-event
kepariwisataan. Setiap kesempatan yang diperoleh oleh
sekaa-sekaa kesenian Bali bisa menjadi ajang reuni
kelompok dan menguatkan solidaritas sosial diantara
mereka dalam mempersiapkan pertunjukan untuk
pariwisata. Dimana kontribusi yang diperoleh bisa turut
serta dalam meningkatkan semangat sebagai partisipan
kegiatan kesenian dalam masyarakatnya.
Suatu kegiatan wisata dapat berpengaruh dalam
penguatan ketahanan sosial ketika suatu event wisata
memiliki implikasi dalam penguatan jaringan sosial dari
para pelakunya. Sebagaimana suatu acara dinner party
yang melibatkan atraksi wisata, dimana melibatkan
empat kelompok sosial berbeda, tiga kelompok berasal
dari masyarakat lokal. Apabila kontribusi yang
didapatkan mampu menjalin kekompakan hubungan
diantara tiga dari empat kelompok sosial terkait
penawaran kepariwisataan, maka perkembangan
pariwisata itu dapat dikatakan sudah ikut serta dalam
penguatan sebuah bentuk ketahanan sosial.
Apabila suatu kelompok sosial memperoleh mitra
kerja melalui keterlibatan dalam kegiatan pariwisata
yang bersedia mendukung, mensponsori atau membuka
akses perluasan jaringan dari kegiatan sosialnya dapat
dikatakan berdampak positif terhadap bentuk ketahanan
sosial. Sebagaimana supir travel yang bertemu dengan
manajer suatu hotel yang bersedia mensponsori kegiatan
komunitasnya. Indikasi semacam itu bisa berarti bahwa
pariwisata dapat berperan serta dalam penguatan
ketahanan sosial.
Kegiatan pariwisata bisa berpengaruh terhadap
penambahan pengalaman, tingkat kemandirian dan
kompetensi keterampilan hidup. Apabila kompetensi
yang diperoleh berguna dalam menjalankan tugas dalam
masyarakat secara lebih mandiri dan terampil. Dengan
selesainya tugas sosial, tentu mengindikasikan tujuan
kelompok sosial sudah hampir tercapai, sehingga bentuk
kontribusi dari perkembangan pariwisata semacam itu
dapat tergolong berdampak positif bagi ketahanan
sosial.Sebagaimana seorang asisten chef pada suatu villa
dianggap memiliki cukup prestasi untuk ikut sertifikasi
profesi sebagai chef. Setelah lulus, orang itu dinobatkan
sebagai chef kuliner masakan Indonesia di villa tersebut.
Ketika dilibatkan dalam kegiatan adat, ternyata chef itu
mampu ikut serta dalam penyiapan konsumsi kegiatan.
Dimana ternyata komposisi makanan itu jauh lebih enak,
lebih bergizi dan memiliki sanitasi yang lebih baik
dengan tanpa merubah kekhasan bentuk makanan.
Apabila demikian, maka keterampilan yang sudah
diperoleh selama mencari pengalaman di sektor
pariwisata dapat ikut serta dalam menguatkan sebuah
bentuk ketahanan sosial.
8.2 Pelestarian Identitas Sosial
Identitas sosial merupakan sebuah cerminan dari
ketahanan sosial. Identitas suatu kelompok sosial bisa
yang diikutsertakan dalam kegiatan pariwisata secara
tidak langsung dapat memperkenalkan para pemilik
identitas itu. Pada tahap selanjutnya, pemilik identitas itu
berpeluang mendapatkan kompensasi materi, terbuka
akses untuk terlibat aktif pada kegiatan wisata bahkan
ikut serta dipromosikan. Selain itu, terlembaganya
identitas suatu kelompok sosial dapat berdampak
semakin dikenal dan diakui eksistensinya oleh para
pelaku wisata sebagai cikal-bakal lestarinya identitas
sosial di ranah pariwisata.

8.3 Rangkuman
Identitas suatu kelompok sosial bisa yang
diikutsertakan dalam kegiatan pariwisata, dimana secara
tidak langsung bisa membuka akses untuk partisipasi
lebih aktif dan kompensasi material.
Penguatan jaringan merupakan indikasi dari
ketahanan sosial melalui disektor pariwisata. Suatu
kegiatan wisata dapat berpengaruh dalam penguatan
ketahanan sosial ketika suatu event wisata memiliki
implikasi dalam penguatan jaringan sosial dari para
pelakunya. Sebagaimana suatu kelompok sosial
menemukan mitra kerja melalui kegiatan pariwisata dan
memiliki penambahan keterampilan dan kemandirian
ketika kembali menjalankan kewajiban sebagai anggota
organisasi masyarakat.
8.4 Evaluasi
Jawab pertanyaan dengan tepat dan padat.
1. Apakah kegiatan pariwisata dapat berdampak
bagi ketahanan kelompok sosial?
2. Mengapa ketahanan sosial diperlukan dalam
kegiatan pariwisata?
3. Bagaimana hubungan ketahanan sosial dengan
penguatan jaringan sosial dan pelestarian
identitas sosial melalui melalui kegiatan
pariwisata?
4. Bilamana simbol identitas melalui kegiatan
pariwisata menjadi cerminan dari ketahanan
sosial?
5. Bilamana penguatan jaringan sosial melalui
kegiatan pariwisata dapat berkontribusi bagi
ketahanan sosial?
BAB IX
DAMPAK PARIWISATA BERSKALA SOSIAL

Kegiatan Pariwisata secara psikologis dapat


berdampak pada perasaan terhibur, terpesona, stress,
senang, sedih dan sikap permisif dari setiap orang. Selain
itu, pariwisata dapat berkontribusi dalam skala lebih luas
dalam membuka cakrawala setiap anggota masyarakat
untuk mengenal secara langsung mengenai karakteristik
bangsa lain, bisa membuat lebih menghargai orang
asing, mendorong perputaran uang yang lebih merata
dalam masyarakat, meningkatkan sistem keamanan
berskala sosial, namun bisa meningkatkan kecemburuan
sosial. Oleh karenanya, dapat dipahami bahwa kegiatan
kepariwisataan berskala sosial dapat memberikan
dampak ekonomi, lingkungan, budaya dan politik bagi
keberlangsungan kelompok sosial.

9.1 Ekonomi
Pariwisata dapat menyediakan lapangan kerja
bagi banyak orang, mulai dari bekerja di hotel hingga
penjual pernak-pernik keliling di pantai. Perkembangan
pariwisata diantaranya mampu mengikutsertakan
pertambahan lapangan kerja baru dan mengurangi angka
pengangguran. Disisi lain, pertambahan lapangan kerja
baru disektor pariwisata bisa berakibat pada
meningkatnya jumlah perubahan profesi dan krisis pada
organisasi profesi non-pariwisata.
Pendapatan dari sektor pariwisata bisa
dipergunakan dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan
pelaku wisata. Jalan baru, bandara dan fasilitas umum
untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan bisa
ikut serta mempermudah aktivitas masyarakat dan
menguntungkan bagi bisnis non-pariwisata sekitar.
Demikian pajak dari kegiatan pariwisata dapat
berkontribusi dalam pembenahan dan pembangunan
daerah.
Pembangunan pariwisata mampu melibatkan
banyak investasi modal dalam pengembangan kawasan
wisata daerah. Bentuk investasi dengan mata uang asing
diantaranya paling dinantipelaku wisata karena memiliki
nilai berlipat gandadalam pembangunan
pariwisata,khususnya pada negara-negara berkembang.
Demikian bentuk investasi itu berdampak ekonomi bagi
perubahan besaran kepemilikan modal dan percepatan
arus pendapatan profit dalam industri pariwisata.

9.2 Lingkungan
Kemajuan dari kepariwisataan daerah dapat
berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan
sekitarnya. Kemajuan dari sektor pariwisata menunjukan
tingkat kesiapan sarana dan prasarana wisata dalam
mengkaver kepentingan beragam jenis wisatawan skala
besar. Konsekuensinya, potensi kerusakan lingkungan
alamiah lebih besar dan luaran sampah semakin sulit
dikendalikan selain persoalan tuntutan profesionalitas.
Kedatangan banyak wisatawan yang selalu
membawa perusakan lingkungan kawasan wisata
merupakan dampak negatif dari perkembangan
pariwisata. Oleh karena itu, kemajuan industri pariwisata
yang sangat menjanjikan untuk kedatangan banyak
wisatawan diharapkan mampu melakukan pencegahan
dan penanggulangan kebersihan serta kerusakan
lingkungan.
Dampak positif dari kemajuan perkembangan
pariwisata bagi lingkungan sekitar diantaranya berupa
peningkatan kesiagaan terhadap penyediaan sarana
kebersihan lingkungan dan peningkatan kesadaran untuk
ikut serta melestarikan flora dan fauna tertentu.

9.3 Budaya
Pariwisata bisa ikut serta dalam melestarikan
identitas budaya di ranah pariwisata dan meningkatkan
animo masyarakat dalam melestarikan budaya. Ketika
produk dan jasa wisata bersifat sangat bergantung
terhadap implementasi dari bentuk-bentuk kearifan
budaya daerah bisa memberikan implikasi dalam
semangat pemeliharaan prasarana dan sarana institusi
budaya daerah.
Perkembangan industri pariwisata dapat
mempengaruhi tingkat perkembangan industri budaya di
daerah. Semakin terbukanya akses wisata disertai
tingginya permintaan produk bercorak budaya menuntut
respon penawaran dan penyediaan produk berkualitas
serta tersedia dalam jumlah banyak dari kelembagaan
industri-industri budaya di daerah. Di satu sisi,
permintaan dan trend perkembangan pariwisata mampu
mengakomodasi dan meningkatkan kreativitas budaya
daerah dalam mengkomodifikasi unsur kebudayaannya.
Di sisi lain, permintaan pariwisata dapat berimplikasi
terhadap peningkatan potensi konflik diantara pemilik
budaya daerah dan pengurangan ruang kebebasan dalam
rangka pelestarian budaya.
9.4 Politik
Perkembangan pariwisata dapat memberikan
dampak politik bagi tingkat kesejahteraan masyarakat
selaku pelaku wisata. Dampak ini sangat dirasakan
masyarakat selaku pelaku wisata ketika perusahaan besar
akomodasi wisata, perusahan penerbangan, agen liburan
dan hotel menjadi pengemplang pajak yang setia.
Kekecewaan sejenis dialami oleh masyarakat selaku
pekerja pariwisata yang selalu menerima upah dan
prasarana yang jauh berbeda dari janji pemilik usaha
dibidang kepariwisataan.
Meningkatnya sistem kenyamanan dan keamanan
kegiatan kepariwisataanyang justru menjadi penyebab
maraknya praktik penyalahgunaan visa wisatawan
sekaligus meningkatkan ancaman yang meresahkan
masyarakat selaku pelaku pariwisata merupakan dampak
sosial yang meningkatkan kesejahteraan semu
masyarakat selaku pelaku wisata atas kemajuan
perkembangan pariwisata. Sedangkan dampak politik
dari perkembangan pariwisata yang paling jarang
dikeluhkan yaitu meningkatnya kebergantungan
masyarakat selaku pelaku wisata terhadap kunjungan
golongan wisatawan tertentu.

9.5 Rangkuman
Kegiatan pariwisata dapat berdampak sosial.
Selain itu, kegiatan sosial dalam kepariwisataan
memiliki dampak bagi lingkungan, ekonomi, politik dan
budaya.
Kemajuan kepariwisataan daerah bisa berdampak
bagi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Secara
negatif, bilamana kedatangan banyak wisatawan selalu
menambah kerusakan lingkungan hidup. Secara positif,
perkembangan pariwisata berakibat bagi pengingkatan
kesiapsiagaan sarana dan prasarana untuk kebersihan dan
konservasi lingkungan hidup.
Kemajuan pariwisata diantaranya
mampumengikutsertakan pertambahan lapangan kerja
baru dan mengurangi angka pengangguran. Dampak
ekonomi dari perkembangan pariwisata bisa
berkontribusi dalam mengubah besaran kepemilikan
modal dan percepatan arus pendapatan profit dalam
industri pariwisata. Akibatnya, bisa berakibat pada
meningkatnya jumlah perubahan profesi dan krisis pada
organisasi profesi non-pariwisata.
Kemajuan perkembangan pariwisata dapat
berdampak politik. Dampak politik semakin dirasakan
seiring dengan tingkat kesejahteraan sosial dari para
pelaku wisata justru semakin semu. Semakin semunya
tingkat kesejahteraan sosial terjadi diantaranya akibat
investor serta pengusaha besar akomodasi, agen liburan
dan trasnportasi wisata semakin setia mengemplang
pajak dan meningkatnya praktek penyalahgunaan
prasarana wisata dan ancaman berwisata ditengah jargon
semakin nyaman dan amannya dalam kemajuan
pariwisata.
Perkembangan pariwisata bisa ikut serta dalam
melestarikan identitas budaya di ranah pariwisata dan
meningkatkan animo masyarakat dalam melestarikan
budaya.Perkembangan industri pariwisata pun dapat
mempengaruhi tingkat perkembangan industri budaya di
daerah.

9.6 Evaluasi
Jawab pertanyaan dengan tepat dan padat.
1. Bagaimana bentuk kesejahteraan sosial akibat
perkembangan pariwisata?
2. Mengapa perkembangan pariwisata bisa
berdampak sosial?
3. Sebutkan keuntungan dari kemajuan
perkembangan pariwisata?
4. Tunjukan kerugian dari kemajuan perkembangan
pariwisata?
5. Apa dampak dari kemajuan perkembangan
pariwisata bagi keberadaan industri-industri non
pariwisata?
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Ronald. 2006. "The Crafting of Scientific


Meaning and Identity: Exploring the
Performative Dimensions of Michael Faraday's
Texts," Perspectives on Science" - Volume 14,
Number 1, Spring, pp. 7-39.

Ali, Hasan. 2008. Marketing. Yogyakarta : Media


Pressindo.

Barnow, Eric. 1956. Mass Communication. New York :


Holt, Pingchart and Winston.

Cohen, Erik. 1979. ‘A Phenomenology Of Tourist


Experience’. Sociology, 13(2), 179-201.

Darsoprayitno, Soewarno. 2001. Ekologi Wisata : Tata


Laksana Pengelolaan dan Daya Tarik Wisata.
Bandung : Angkasa.

Doxey, G. 1975. A Causation Theory of Visitor Resident


Irritants: Methodology and Research Inferences.
San Diego : TTRA.

Greenwood, D. J. 1976.Tourism as an Agent of Change.


Annals of Tourism Research3(3):128-142.
Greenwood, D. J. 1989.‘Culture by the Pound: An
Anthropological Perspective On Tourism as
Cultural Commoditization’. In Hosts and
Guests: The Anthropology of Tourism. 2nd Ed.
V. Smith, ed. Pp. 171-185. Philadelphia:
University of Pennsylvania Press.

Karyono, Hari. 1977. Kepariwisataan. Jakarta :


Grasindo.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Marketing


Management (13th ed.). New Delhi: Prentice-
Hall.

Mason, P. (1990). Tourism: Environment and


Development Perspectives. Godalming, UK:
World Wide Fund for Nature.

Mc Intosh, Robert W. and Fupta, Shashikant. 1980.


Tourism, Principles, Practices, Philosophies.
Ohio : Grid Prublishisng Inc.

Mc Intosh, Robert W. et. al. 1955. Tourism Principles,


Practices, Philosophies. New York : John Wiley
& Sons, Inc.

Perace, P. L. 1982. The Social Psychology of Tourist


Behavior. UK : Pergamont, Oxford.

Pitana, I Gede dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi


Pariwisata. Yogyakarta : Andi.
Plog. S. C. 1972. “Why Destination Areas Rise and
Fallin Popularity”. Cornell Hotel and Restaurant
Association Quarterly 14 (3): 13-16.

Robinson, P., Luck, M. and Smith, S. L. 2013. Tourism.


Wallingford, UK : Cabi Publishing.

Soekadijo, R,G. 1995. Anatomi Pariwisata: Memahami


Pariwisata sebagai “Systemic Linkage”. Jakarta:
Gramedia.

Syani, Abdul, 1995. Sosiologi Dan Perubahan


Masyarakat. Bandung: Pustaka Jaya.

Zaeny, A., 2005. “Transformasi Sosial dan Gerakan


Islam di Indonesia.” Pengembangan
Masyarakat Islam 1 (2): 153–65.

Anda mungkin juga menyukai