Anda di halaman 1dari 3

IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS KAWASAN METROPOLITAN

CEKUNGAN BANDUNG

(Cekungan bandung. Sunber: www.commons.wikimedia.org)

Jumlah penduduk di perkotaan Indonesia semakin meningkat seiring dengan


fenomena urbanisasi. Data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, penduduk
yang tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 54% dari total penduduk di
Indonesia dan diperkirakan akan meningkat hingga 72,8% di tahun 2045. Hal ini tak
lepas dari meningkatnya akumulasi kapital yang secara simultan menarik kegiatan
dan orang untuk beraktivitas di kawasan perkotaan seiring kemajuan teknologi,
informasi, transportasi dan globalisasi. Mengakomodasi kebutuhan kegiatan dan
orang tersebut mendorong terjadinya pertumbuhan dan transformasi di kawasan
perkotaan

Pertumbuhan kota-kota tidak hanya terjadi secara individu, namun dapat


terhubung secara spasial untuk berkembang bersama-sama dan beraglomerasi
membentuk kawasan perkotaan yang lebih luas melampaui batas-batas
administrasinya. Kawasan perkotaan yang besar biasanya terdiri dari kota inti dan
wilayah sekitarnya, yang kemudian sering disebut dengan kawasan metropolitan
(Heinelt dan Kübler, 2005). Hal inilah yang menyebabkan kawasan metropolitan
berperan sebagai mesin pertumbuhan wilayah untuk skala regional, nasional bahkan
internasional.

Selain dampak positif tersebut, pengembangan kawasan metropolitan juga


memberikan dampak negatif seperti, permukiman kumuh, kemacetan, polusi,
kesulitan akses transportasi, air bersih dan sanitasi dan lain sebagainya. Hal tersebut
disebabkan bila laju urbanisasi tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik,
meliputi peningkatan pembangunan dan kesejahteraan. Seperti fenomena di
Indonesia, meskipun sudah lebih dari separuh jumlah penduduk yang tinggal di
perkotaan dan kawasan metropolitan, menurut riset Bank Dunia dalam “Time To
ACT: Realizing Indonesia’s Urban Potential”, Indonesia tetap menjadi negara
berpenghasilan menengah bawah. Dimana setiap kenaikan 1% urbanisasi di
Indonesia hanya mampu mengungkit 1,4% PDB per kapita. Daya ungkit tersebut jauh
lebih kecil dibandingkan China yang setiap 1% kenaikan urbanisasinya mampu
mengerek PDB per kapita hingga 3%.

Hal inilah yang melatarbelakangi Direktorat Jenderal Bina Administrasi


Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan identifikasi isu strategis
Kawasan Metropolitan Cekungan Bandung. Sebagai salah satu Kawasan
Metropolitan yang telah ditetapkan berdasarkan Perpres No. 45 Tahun 2018 Tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, dengan segala
persoalannya, juga membutuhkan pengelolaan yang baik agar produktif dan tetap
menjadi tempat tinggal yang nyaman, aman dan berkelanjutan.

Dalam hal penataan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung harus


dilakukan secara sinergi dan bergotong royong menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang menjadi prioritas, yaitu penataan ruang, persampahan, sumber
daya air, lahan kritis, dan transportasi. Selain itu mendorong terciptanya pelayanan
perkotaan yang terintegrasi dan berkelanjutan, sinkronisasi dan sinergi antara pusat
dan daerah; konsistensi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan; menjamin tercapainya sumber daya secara efisien dan efektif,
berkeadilan; dan adanya peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk membuat
cakupan pelayanan publik yang berkualitas di Metropolitan Cekungan Bandung.

Beberapa poin penting isu strategis Kawasan Metropolitan Cekungan


Bandung di antaranya, pertama, mewujudkan Kawasan Metropolitan Cekungan
Bandung yang berkelas dunia. Pengembangan dan pemantapan Cekungan Bandung
sebagai pusat perekonomian nasional, pusat kebudayaan, pusat pariwisata, pusat
kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional berbasis pendidikan tinggi dan industri
berteknologi tinggi. Selain itu mendorong peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air,
serta sarana dan prasarana perkotaan.

Kedua, Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung


selain sebagai rencana untuk menahan urban sprawl melalui konsep pembagian
peran dan fungsi kota inti dan kota disekitarnya, juga sebagai salah satu perangkat
untuk mengendalikan alih fungsi lahan di hulu dengan menetapkan kawasan hulu
sebagai kawasan lindung dan budidaya dengan intensitas rendah.

Ketiga, pemulihan sungai Citarum melalui pengaturan Hulu-Tengah sungai


Citarum. Strategi penetapan dan peningkatan kawasan konservasi air dan tanah
untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan.
Selanjutnya, mengendalikan eksploitasi air tanah dengan mengoptimalkan jaringan
air besih perkotaan. Selain itu meningkatkan kerja sama antar daerah dalam
pengelolaan sumber daya air untuk menjamin ketersedian air baku dan pengendalian
banjir.

Keempat, pemanfaatan informasi dan teknologi dalam penyelesaian masalah


jangka pendek dan jangka Panjang. Pusat informasi dan koordinasi Kawasan
Cekungan Bandung meliputi: traffic monitoring, video surveillance, emergency
response coordination, zona metering, volunter management, logistic management,
social media analytics, social safety net monitoring, covid case monitoring, tracking
and tracing.

Kelima, dibutuhkan strategi dalam mitigasi bencana gempa bumi di sekitar


sesar lembang.

Keenam, dibutuhkan standardisasi kebutuhan dan penyediaan infrastruktur


ekonomi dan sosial di level antar kabupaten / kota dan antar kawasan perkotaan /
lingkungan perumahan (RDTR). Prioritas sektor penanganan pada Penataan Ruang,
Persampahan, Sumber Daya Air, dan Transportasi.

Ketujuh, terciptanya pelayanan perkotaan yang terintegrasi dan


berkelanjutan, sinkronisasi dan sinergi antara pusat dan daerah; konsistensi dalam
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; menjamin tercapainya
sumber daya secara efisien dan efektif, berkeadilan; dan adanya peningkatan
kapasitas pemerintah daerah untuk membuat cakupan pelayanan publik yang
berkualitas di Metropolitan Cekungan Bandung.

Selain itu, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian


Dalam Negeri juga mencermati beberapa hal terkait dengan operasionalisasi
lembaga pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 86 Tahun 2020 tentang Badan
Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Yaitu bahwa pengelolaan
kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih Kabupaten/Kota
dilakukan melalui kerja sama daerah. Sedangkan untuk pendanaan penyelenggaraan
pengelolaan perkotaan dapat bersumber dari APBN, APBD Provinsi serta APBD
Kabupaten/kota, maupun dari hibah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Selain itu, dalam pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung,


pembangunan tidak hanya difokuskan pada pembangunan fisik perkotaan saja tetapi
juga meliputi pembangunan warga perkotaan, budaya hidup di perkotaan, ekonomi
perkotaan dan lingkungan hidup. Selain itu juga memperhatikan rencana Pemenuhan
Standar Pelayanan Perkotaan (SPP), yaitu pemenuhan nilai kemanfaatan,
keterjangkauan, dan keadilan berdasarkan prespektif penerima layanan (warga
perkotaan), waktu dan jadwal tahapan perbaikan kembali dan peningkatan kualitas
Prasarana dan Sarana Umum; Rencana pendanaan indikatif dan memperhatikan
potensi keuangan daerah.

Hal tersebut perlu diperhatikan, sehingga tujuan penataan Kawasan


Perkotaan Cekungan Bandung sebagai Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia
sebagai pusat kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi
kreatif nasional, yang berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi
dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai