Anda di halaman 1dari 5

4.4.

Adapatasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

4.4.1. Ketentuan Global Perubahan Iklim Dalam Pembangunan Perkotaan

Salah satu pengembangan prioritas di wilayah IKN adalah mempertimbangkan mitigasi perubahan
iklim dan pengurangan risiko bencana. Perubahan iklim telah menjadi krisis global yang dihadapi
oleh setiap kota dan memparah bencana yang terjadi. Konsensus ilmiah telah jelas mengatakan
bahwa krisis iklim dikaitkan dengan bencana alam yang semakin sering dan intens seperti banjir,
kebakaran hutan, kekeringan, dan badai. Selain itu, krisis juga iklim memiliki dampak besar bagi
kerusakan ekonomi dan masalah sosial.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) nomor 11 yaitu menciptakan


pemukiman perkotaan yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Lebih rinci pada target SDG
11.6 disebutkan bahwa kota-kota harus memiliki target dalam mengurangi dampak lingkungan per
kapita yang merugikan kota-kota, termasuk dengan memberikan perhatian khusus pada kualitas
udara dan pengelolaan sampah kota dan lainnya. Selain itu, mengenai perubahan iklim dan
ketahanan, SDG menetapkan target bagi kota-kota untuk mitigasi dan adaptasi serta pengurangan
risiko bencana.

Selain itu, berdasarkan New Urban Agenda (2016) pemerintah dapat mencapai keberlanjutan
lingkungan dengan mempromosikan energi bersih, penggunaan lahan dan sumber daya yang
berkelanjutan dalam pembangunan perkotaan, melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati,
termasuk mengadopsi gaya hidup sehat yang selaras dengan alam, mempromosikan konsumsi dan
pola produksi yang berkelanjutan, membangun ketahanan perkotaan, mengurangi risiko bencana,
serta mengurangi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.

Sejalan dengan tujuan IKN yaitu menjadi kota paling ramah lingkungan, IKN dapat menjadi pemain
utama (key player) dalam mengatasi keadaan darurat iklim, mengelola arus migrasi, memerangi
pandemi dan tantangan lainnya baik secara nasional maupun global. IKN diharapkan menjadi kota
yang dapat menanggapi tantangan perubahan iklim untuk memaksimalkan ketahanannya dalam
melindungi masyarakat yang rentan, keanekaragaman hayati, dan melingdungi ekosistem laut.
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) dan konservasi ekosistem adalah
pertimbangan penting dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, New
Urban Agenda juga memperingatkan tentang ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya
karena hilangnya keanekaragaman hayati (loss of biodiversity) dan perlu perhatian khusus untuk
melestarikan dan melindungi keanekaragaman hayati serta ekosistem perkotaan. Kehilangan
keanekaragaman hayati memiliki konsekuensi bagi penduduk perkotaan dan peri-perkotaan.
Degradasi ekosistem alam dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi dan risiko lingkungan yang
lebih besar, terutama bagi rumah tangga yang sudah hidup dalam kemiskinan dan mereka yang
tinggal di zona peri-perkotaan.

4.4.2. Kebijakan Pembangunan Perkotaan Indonesia Dalam Merespon Perubahan Iklim

Dalam upaya mengendalikan perubahan iklim, Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan anggota
masyarakat internasional melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC)
pada tanggal 12 Desember 2015 di Paris, Perancis telah mengadopsi Perjanjian Paris (Paris
Agreement) yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan persetujuan dimaksud pada tanggal 22
April 2016 di New York, Amerika Serikat. Melalui Paris Agreement, Indonesia memiliki target
penurunan emisi gas rumah kaca yang dijabarkan di dalam Nationally Determined Contribution
(NDC). Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah mengurangi emisi sebesar 29% dengan
upaya sendiri dan menjadi 41% jika ada kerja sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi
(business as usual) pada tahun 2030, yang akan dicapai antara lain melalui sektor kehutanan, energi
termasuk transportasi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, dan pertanian.

Selain berkomitmen secara global, Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca dan melindungi lingkungan melalui Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). UU tersebut disahkan dengan
memperhatikan beberapa aspek yang salah satunya adalah perubahan iklim. Selain itu, UU tersebut
juga memuat tentang rencana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Menurut UU tersebut yang
dimaksud dengan mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya
menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak
perubahan iklim.

4.4.3. Tantangan Urban Heat Island di Wilayah Pengembangan IKN

Sebanyak 93% kota-kota di dunia menghadapi bahaya iklim seperti panas ekstrem, banjir dan hujan
yang membahayakan masyarakat dan infrastruktur perkotaan. 1 Konsep desain untuk kawasan
perkotaan baru perlu penyertaan dan pengenalan kembali keanekaragaman hayati ke dalam
lingkungan yang dibangun. Melestarikan keanekaragaman hayati ditengah arus urbanisasi,
fragmentasi habitat, degradasi dan perubahan iklim salah satu tantangan terbesar saat ini. 2
Tantangan IKN akan semakin besar karena kota ini akan menjadi kota pertama yang dirancang dan
dikembangkan selama era darurat iklim, era di mana suhu bumi meningkat, dan kejadian cuaca
ekstrim lebih sering terjadi. Tantangan utama bagi kota-kota berpenduduk padat di iklim hangat,
seperti Kalimantan Timur adalah tekanan tambahan dari efek urban heat island (UHI).

Berbagai struktur dan proses perkotaan berperan dalam UHI. Struktur buatan manusia seperti
bangunan dan trotoar dapat menyerap, menyimpan, dan melepaskan panas ke lingkungan,
sedangkan proses seperti pembangkit listrik hanya berfungsi untuk menambah panas lingkungan.
UHI berdampak negatif bagi lingkungan terutama untuk kualitas air dan udara. Peningkatan suhu air
akibat kenaikan suhu trotoar dan limpasan air hujan dapat berdampak pada proses kimia dan
biologis yang mendukung kualitas air, dan sumber limpasan air hujan dianggap sebagai sumber
utama polutan di daerah perkotaan. 3 Selain itu, UHI juga berkontribusi terhadap perubahan iklim di
mana UHI meningkatkan kebutuhan AC di musim panas yang mengarah ke peningkatan karbon yang
lebih besar dan menyebabkan suhu global naik.

Untuk mengurangi panas ekstrem yang disebabkan UHI, pengembangan wilayah IKN perlu
mengadopsi beberapa langkah seperti membangun atap bangunan yang hijau (green roof), atap
yang sejuk (cool roof), dan menanam pohon dan vegetasi. Menurut Environmental Protection
Agency (EPA), berikut beberapa keuntungan dari upaya mengurangi urban heat island.

Tabel 4.1 Keuntungan Mengurangi Urban Heat Island


1
CDP Report. “Cities on the Route Towards 2030”. May 2021.
2
Lehmann, Steffen. “Low carbon districts: Mitigating the Urban Heat Island with Green Roof Infrastructure”.
City, Culture, and Society. No.5 (2014):2.
3
Phelan et.al. “Urban Heat Island: Mechanism, Implications, and Possible Remedies”. Annual Review of
Environment and Resource. No.40 (2015):293.
Menanam pohon dan Menggunakan cool roof Membangun trotoar Menggunakan
vegetasi untuk untuk mengurangi heat yang sejuk untuk green roof untuk
mengurangi heat island island mengurangi heat mengurangi heat
island island
Pengurangan Pengurangan Mengurangi limpasan Mengurangi polusi
penggunaan energi. penggunaan energi. air hujan dan udara dan emisi gas
Pohon dan vegetasi Atap yang sejuk meningkatkan kualitas rumah kaca. Green
yang secara langsung mentransfer lebih air. Trotoar yang roof dapat
menaungi bangunan sedikit panas ke permeabel dapat mengurangi polusi
mengurangi permintaan bangunan di bawahnya, memungkinkan air udara dan emisi gas
untuk AC. sehingga bangunan hujan meresap ke rumah kaca (GRK)
tetap lebih dingin dan trotoar dan tanah, dari sumber daya
menggunakan lebih mengurangi limpasan konvensional.
sedikit energi untuk AC. dan menyaring Vegetasi yang
polutan. terdapat ada pada
atap juga dapat
menghilangkan
polutan dan GRK
dari udara melalui
endapan kering dan
penyerapan serta
penyimpanan
karbon.
Peningkatan kualitas Berkurangnya polusi Kebisingan ban yang Mengurangi
udara dan emisi gas udara dan emisi gas lebih rendah. Pori-pori penggunaan energi.
rumah kaca yang lebih rumah kaca. terbuka trotoar Atap hijau
rendah. Langkah ini permeabel dapat menghilangkan
dapat menghilangkan mengurangi kebisingan panas dari udara
polutan udara, ban 2 hingga 8 desibel melalui proses
menyimpan, dan dan menjaga tingkat evapotranspirasi,
menyerap CO2. kebisingan di bawah 75 dan juga bertindak
desibel, meskipun sebagai insulator
pengurangan untuk bangunan,
kebisingan dapat mengurangi energi
menurun dari waktu ke yang diperlukan
waktu. untuk memberikan
pendinginan dan
pemanasan.
Peningkatan Peningkatan kesehatan Peningkatan Meningkatan
pengelolaan air hujan dan kenyamanan keselamatan. Trotoar kesehatan dan
dan kualitas air. masyarakat. Atap yang jalan raya yang kenyamanan. Atap
Vegetasi mengurangi sejuk dapat mengurangi permeabel dapat hijau mengurangi
limpasan air hujan dan suhu udara di dalam meningkatkan perpindahan panas
meningkatkan kualitas gedung dengan dan keselamatan dengan melalui atap
air dengan menyerap tanpa AC, membantu mengurangi semprotan bangunan,
dan menyaring air mencegah penyakit dan air dari kendaraan yang meningkatkan
hujan. kematian karena melintas dan kenyamanan dalam
gelombang panas. meningkatkan traksi ruangan, dan
melalui drainase air menurunkan insiden
yang lebih baik. heat stress yang
terkait dengan
gelombang panas.
Pemeliharaan trotoar Visibilitas malam hari Peningkatan kualitas
yang berkurang. yang lebih baik. Trotoar hidup. Atap hijau
Naungan pohon dapat reflektif dapat dapat meningkatkan
memperlambat meningkatkan interaksi manusia
kerusakan trotoar visibilitas di malam dengan alam
jalanan dan mengurangi hari, berpotensi dengan
jumlah pemeliharaan mengurangi memperkenalkan
yang diperlukan. persyaratan ruang hijau ke
pencahayaan dan lingkungan yang
menghemat uang dan dibangun. Koneksi
energi. seperti tersebut ke
alam telah terbukti
bermanfaat bagi
kesehatan dan
produktivitas fisik
dan mental
manusia, serta
mengurangi tekanan
darah.
Peningkatan kualitas Meningkatkan Meningkatan
hidup. Pohon dan kenyamanan pengelolaan air
vegetasi memberikan masyarakat pengguna hujan dan kualitas
nilai estetika, habitat trotoar. air. Atap hijau dapat
bagi banyak spesies, dan mengurangi dan
dapat mengurangi memperlambat
kebisingan. limpasan air hujan
di lingkungan
perkotaan dan juga
menyaring polutan
dari curah hujan.
Atap hijau dapat
mempertahankan
hampir semua curah
hujan selama bulan-
bulan di musim
panas dengan
retensi yang lebih
rendah selama
bulan-bulan musim
dingin (< 20%).
Sumber: Environmental Protection Agency USA

Konsep forest city pada pengembangan IKN adalah konsep yang tepat untuk menjawab tantangan
UHI yang terjadi ditengah darurat iklim. Zona penyangga dan koridor hijau di wilayah peri urban IKN
dapat membantu menstabilkan ekosistem yang terancam dan memulihkan layanan ekologis. Kota-
kota seperti Singapura juga sudah melakukan perancangan berbasis alam dan penghijauan kota
sebagai bagian dari solusi tantangan urban heat island.

4.4.4. Pengembangan Energi Terbarukan Menuju Net-Zero Emission IKN

Sektor energi menjadi sektor penting dalam adaptasi dan mitigasi krisis iklim. Saat ini kota-kota di
dunia tengah berlomba untuk mencapai net-zero emission melalui kebijakan dan program-program
yang diterapkan.

Pengembangan IKN dapat menjadi momentum menuju pembangunan rendah karbon (low carbon
development) di Indonesia dengan memanfaatkan energi terbarukan di wilayah IKN. Pengembangan
energi terbarukan di wilayah IKN dengan target mencapai 38% kebutuhan listrik IKN dengan energi
terbarukan pada tahun 2024, dan 100% pada tahun 2029 menjadi masukan untuk pengembangan
Masterplan IKN.4 Hal ini sejalan dengan amanat RPJMN yang menargetkan kapasitas energi baru
terbarukan (EBT) dapat mencapai 16,3 GW pada 2024 dan sesuai target Rencana Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik (RUPTL) pada 2025 kapasitas EBT ditargetkan dapat mencapai 19,9 GW. Untuk
mencapai target tersebut, IKN perlu memprioritaskan pemanfaatan energi yang berasal dari
sumber-sumber energi terbarukan, seperti air (PLTA), PV (photo-voltaic/tenaga surya), dan
biomasa. Utamakan pemanfaatan energi yang “lebih bersih” di antara sumber-sumber energi fosil
yang terdapat di Kalimantan, terutama tenaga surya yang tidak terbatas.

Instalasi panel surya dapat dilakukan di waduk/bendungan yang akan dibangun di wilaya IKN. Panel
surya terapung memiliki keuntungan salah satunya tidak memerlukan pembebasan lahan. Selain itu,
panel surya juga dapat dipasang pada setiap atap bangunan di wilayah IKN. Penggunaan energi surya
tidak hanya menjadi pilihan terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi IKN, tetapi juga dinilai
sebagai pilihan paling ekonomis untuk jangka panjang.

4
McKinsey&Co. Masterplan IKN. 2020.

Anda mungkin juga menyukai