Anda di halaman 1dari 6

Sesi 1 - Kajian Modalitas Sosial Budaya Ibukota Negara Masa Lalu (Ibu Maria)

Kalimantan Timur mempunyai kebudayaan yang tergolong sangat lama, buktinya dilihat pada lukisan
gua dan cadas di kawasan Mangkalihat. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Bambang pada FGD II, penting
untuk mengetahui modalitas sosial budaya untuk mengetahui karakteristik penduduk saat ini.
Kehidupan di kawasan Kalimantan Timur sangat erat oleh keadaan alam yang direpresentasikan oleh
lukisan yang berbentuk hewan dan telapak tangan.

Masyarakat Kalimantan Timur juga dikenal religius, tidak hanya pada zaman prasejarah namun hingga
masa kini. Contohnya ditemukan Makam kuno bertuliskan arab yang diambil oleh Bapak Taqy. Untuk
mata pencaharian, masyarakat Kalimantan Timur pada zaman masehi telah hidup menetap dan bekerja
sebagai penambang emas. Selain itu, ditemukan bukti arkeologi seperti alat untuk mengambil emas,
batu beliung yang sangat langka dan hanya ditemukan di dekat kawasan IKN.

Sebelum terjadi revolusi, manusia di Kalimantan Timur hidup berpindah-pindah dan sering berburu atau
mengumpulkan makanan. Namun pada masa revolusi pertanian, mereka sudah bisa melakukan cocok
tanam dan beternak, dapat mengembangkan budayanya. Salah satu buktinya ada di Kecamatan Muara
Kaman yang secara geografis berada di percabangan Sungai Mahakam, di mana pola permukiman
cenderung memanjang dan mengikuti alur sungai. Masyarakat di sana mengandalkan sungai sebagai
transportasi dan sumber penghasilan.

Dapat disimpulkan bahwa identitas masyarakat Kalimantan Timur di masa lalu adalah masyarakat
prasejarah yang religius dan estetis, masyarakat pertama yang mengenal peradaban di wilayah
nusantara, telah mengenal organisasi sosial dan bercorak religius (contohnya adalah Kutai Kartanegara),
terbuka, toleran, bergaul dengan berbagai suku dan bangsa, memiliki simbol dan representasi budaya,
serta menjaga keharmonisan berbagai makhluk hidup atau lingkungan alamnya.

Tanggapan Moderator:

Kita sudah mempunyai modal bahwa mereka hidup menyatu dengan alam. Jangan sampai
pembangunan IKN nanti tidak mementingkan sisi ekologis. Teknis peta mohon di zoom out, agar tahu
lokasi peradabannya tau seberapa jauh dengan IKN.

Pertanyaan Nala Hutasoit:

Mungkin harus dibedakan antara religiusitas atau spiritualitas, karena sebenarnya kalau menurut yang
saya pahami itu ada perbedaan. Spiritualitas lebih menjiwai dan menyatu dengan alam. Masyarakat
yang dahulu sebagai warga lokal di sana sebenarnya terkategori seperti apa, religiusitas atau
spiritualitas? Itu yang saya belum bisa simpulkan.

Jawaban Ibu Maria:

Memang kajian data sekunder untuk spiritualitas belum banyak, terutama yang sangat beririsan dengan
IKN. Ke depannya nanti saya coba untuk kaji lebih lanjut.

Tanggapan Nala Hutasoit:


Karena kalau Suku Dayak, konsep mereka itu lebih jauh dari itu, mereka menghargai alam, ada
pendekatan agama yang timbul. Center of life nya itu di mana sebenarnya, kalau kerajaan Kutai itu kalau
tidak salah bukan di pesisir, yang dulu saya sempat pelajari mengapa kerajaan-kerajaan Hindu dan
Buddha tidak berada di pesisir karena ingin secara spirit tempat tertinggi adalah tempat yang paling
dekat dengan yang mereka percaya. Mungkin kalau Kutai bukan di pesisir, bukan di Balikpapan karena
konsep spiritualitas tadi.

Tanggapan Dhea:

Jadi, waktu survei kemarin ke IKN, kebetulan sama dengan studi yang sejarah ini. Mereka ada
kepercayaan terhadap penyu, buaya, dan dugong oleh para nelayan di sekitar Teluk Balikpapan. Buaya
yang mereka percaya adalah jelmaan dari kawan mereka. Penyu diyakini adalah hewan keramat, kalau
disentuh maka bisa mengalami gatal-gatal dan putih. Untuk dugong tidak disebut secara spesifik, namun
mereka sudah tahu bahwa dugong adalah hewan yang dilindungi.

Pertanyaan Nala Hutasoit:

Kalau secara spesifik, kepercayaan yang mereka anut sekarang itu apa ya? di dekat Lokasi IKN itu sendiri

Jawaban Ibu Maria:

Dominan Islam, sisanya masih Hindu, Buddha, dan lain-lain. Untuk spiritualitas itu masih ada di suku-
suku pedalamannya.

Sesi 2 – Sistem Sosial Budaya Kemasyarakatan di Wilayah Calon IKN (Dhea)

Lokasi survei ada di tiga kawasan, untuk ciri perdesaan-perkotaan ada di Kecamatan Sepaku, ciri
masyarakat tepi sungai ada di Kampung Nelayan di pinggiran Teluk Balikpapan, dan ciri masyarakat
pesisir di Kelurahan Samboja Kuala, Kecamatan Samboja.

Untuk metode, aspek sosial budaya dilihat dari rangkaian FGD, laporan dan masterplan kajian
sebelumnya yang akan dikombinasikan dengan survei lapangan.

Yang menjadi highlight nya adalah kajian Bappenas, KLHK, dan McKinsey, terutama di sebaran
masyarakat adat dan penduduk IKN. Kajian Bappenas terkait perpindahan penduduk yang diproyeksikan
akan datang (ASN, TNI, dan lain-lain). KLHK terkait dengan kehidupan masyarakat prasejarah, untuk
Teluk Balikpapan kaitannya dengan kehidupan nelayan tradisional. Untuk McKinsey saya mengambil
kajiannya untuk permukiman dan mata pencaharian di sana. Ada beberapa fakta, indikasi dan
tantangan. Ada terkait isu sebaran penduduk asli dan pendatang, dan berdampingan dengan suku.
Diperkirakan, dengan adanya pendatang yang semakin besar, kemungkinan terjadinya akuisisi oleh
pendatang terhadap suku asli di sana.

Untuk budaya membuang sampah dan limbah domestik, masing-masing ciri memang bersahabat
dengan sungai. Untuk ciri masyarakat perdesaan dan perkotaan (Sepaku) mereka membuang di lahan
perusahaan dan di sungai. Di pesisir, ada yang sudah terfasilitasi dengan truk namun di jalan besar saja,
jadi masyarakat yang tidak terakses oleh truk sampah masih membuang di sungai atau laut. Untuk ciri
masyarakat tepi sungai, mereka yang mengerti akan sampah dan limbah akan membuat lubang galian,
sedangkan yang tidak mengerti tetap membuang sampah dan limbah ke sungai. Dengan ciri ini
dikhawatirkan akan terjadinya degradasi lingkungan.

Untuk mata pencahariannya, ciri perdesaan-perkotaan bekerja sebagai pedagang, berkebun dan petani.
Untuk pesisir, semua bekerja sesuai dengan tutupan lahan yaitu sebagai nelayan. Untuk yang tepi
sungai, ada yang bekerja sebagai , nelayan, petani, dan buruh karena dekat dengan lokasi industri di
Teluk Balikpapan.

Untuk kepemilikan tanah, di Sepaku, lahan di sana banyak dimiliki oleh warga lokal secara turun
temurun. Namun, secara akta, tanah tersebut banyak yang dimiliki oleh transmigran. Permasalahannya
lebih ke arah delineasi warga lokal sulit mengakses akta tanahnya.

Untuk tipologi permukiman, masing-masing kawasan tadi ada tiga klasifikasi: berpotensi tergenang,
tinggal di samping sungai, rawa, dan laut.

Berdasarkan peta Masterplan IKN 2020, banyak transmigran yang berasal dari Jawa hidup di sana.
Namun, di Sepaku memang banyak suku Paser berdasarkan wawancara dengan Sekretaris Camat.
Masyarakat transmigran banyak di Kalimantan Timur, di kawasan Sepaku juga banyak urban migrant. Di
Penajam Paser Utara memang banyak transmigran dikarenakan program transmigrasi yang pernah
dilakukan.

Respon masyarakat lokal terhadap adanya IKN ini adalah perubahan mata pencaharian dan usaha,
rumah-rumah mereka dijadikan penginapan untuk pengunjung yang penasaran akan IKN yang belum
jadi. Selain itu, status kepemilikan tanah oleh masyarakat lokal dan pendatang yang menjadi concern
dan harapan bagi mereka yang selama ini menjadi masalah bagi mereka (tidak mempunyai hak).

Tipologi permukiman, studi dari Alamsyah (2020) kalau di kawasan sekitar KIPP, tipologi permukiman
bersifat campuran (ada rumah beton dan ada rumah panggung). Kawasan ini bersifat rawan tergenang
jika terjadi tsunami dan hujan lebat di wilayah yang rendah. Untuk di kawasan pesisir, tipologi rumah
juga bersifat campuran, ada yang berada di bawah air laut permukaannya. Kawasan ini rawan tergenang
namun dengan intensitas rendah.

Yang harus menjadi safeguard di Policy Brief IKN adalah terkait kemiskinan dan pengangguran, apakah
dengan adanya IKN hal tersebut bisa teratasi atau justru bertambah. Selain itu, kepemilikan tanah juga
harus diperhatikan, jangan sampai masyarakat kebingungan terkait kepemilikan tanah. Mitigasi mandiri
juga menjadi penting untuk menghindari bencana yang sewaktu-waktu akan terjadi. Penyediaan TPS
sangat dibutuhkan dan TPA mungkin akan dibutuhkan.

Tanggapan Moderator:

Terkait status lahan, mereka punya hak legal tentang status tanah adatnya. Menginventarisasi status
lahan adat di sana dan jangan sampai tanah leluhur mereka terampas akibat kapitalisasi. Membangun
IKN ini tidak hanya 1-2 tahun, rencana nya kan shiftingnya 10 tahun, untuk social culture pasti 20-30
tahun. Perlu Mapping sdm proyeksi di masa depan, jangan dilihat hanya dari segi millennial saja (sudah
akan sepuh dan expired), lihat juga gen Z nya. Akan menarik ketika infrastruktur tersebut tergambar
dengan peta secara skematik. Untuk persampahan bagaimana jalurnya dan alurnya, air limbah
bagaimana, kelistrikan bagaimana, telekomunikasi bagaimana BTS nya yang mendukung cellular di sana.

Tanggapan Nala Hutasoit:

Dhea lebih mention kepada mitigasi, kalau menurut saya pribadi, adaptasi akan lebih bertahan lama
karena mereka mempunyai nilai yang dianut sebelumnya. Untuk contoh banjir, mereka mempunyai
kapasitas untuk menghadapinya berdasarkan nilai yang dimiliki. Jadi adaptasi harus digali lagi, kalau
guna lahan berubah, banjir akan lebih besar lagi, bagaimana mereka bisa menanganinya.

Tanggapan Dhea:

Untuk masukannya saya tampung terlebih dahulu, akan saya usahakan untuk di bagian Policy Brief saya
mention terkait kepemilikan lahan dan infrastruktur seperti persampahan. Namun saya takut hal ini
sudah dibahas di bagiannya Mba Dhian, jadi kalau memang tidak ada nanti akan saya masukkan di
bagian sosial budaya. Untuk adaptasi nanti saya akan highlight di bagian kebencanaan.

Sesi 3 - Sistem Penopang Wilayah IKN dan Perubahan Iklim (Dinda Dewinta)

Luas wilayah IKN mempunyai luas 256,14 Ha. Karakteristik bentang alam terdiri dari perbukitan
struktural lipatan bermaterial campuran batuan sedimen karbonat dan non-karbonat. Karakteristik
seperti ini jika batuannya lapuk akan menghasilkan topsoil tipis dan miskin unsur hara. Untuk vegetasi
asli, didominasi oleh hutan dipterokarpa pamah. Dengan kondisi hutan asli yang kurang dari 50%
berpotensi mengganggu fungsi tata air di calon wilayah IKN. Harus ditingkatkan daya dukung
berdasarkan ekoregion yang ada di sana. Untuk perlindungan kawasan hutan, 61,6% wilayah IKN
merupakan kawasan hutan. Tentunya akan menjadi tantangan kedepannya apabila IKN ini berkembang
dan munculnya kota-kota satelit. Perlu adanya penguatan ekonomi hutan kemasyarakatan yang bukan
berbasis hasil kayu. Tutupan lahan didominasi oleh semak belukar (sebelumnya kering dan tumbuh
kembali, namun belum optimal). Dengan adanya konsep forest city, maka kawasan ini perlu
dipertimbangkan untuk dihijaukan yang akan berdampak positif pada habitat, tumbuhan, dan satwa liar
yang berdekatan langsung sebagai kawasan penyangga lindung.

Untuk curah hujan, ada tipe iklim oldeman dan Schmidt-ferguson. Iklim Oldeman, wilayah IKN
mempunyai iklim C1 dan B1. C1 ada bulan kering kurang dari sama dengan 1 bulan dan bulan basah
selama 5-6 bulan. B1 ada bulan kering kurang dari sama dengan 1 bulan dan bulan basah selama 7-9
bulan. Iklim Schmidt-ferguson, wilayah IKN mempunyai iklim A (sangat basah) dan di wilayah selatan
mempunyai iklim C (agak basah).

Untuk DAS, IKN dilewati oleh 3 DAS yang diantaranya adalah Dondang, Sanggai, dan Samboja. Terdapat
bendungan eksisting di Bendungan Samboja yang terletak 44,6 km dari KIPP IKN. Untuk perlindugan
flora dan fauna di IKN, ada beberapa daftar status species di IKN yang critically endangered, vulnerable,
near threatened. Untuk kawasan IKN, Isu perlindungan habitat dan konservasi ke hati perlu menjadi
perhatian khusus.
Untuk infrastruktur pendukung, perlu penguatan konektivitas dan aksesibilitas seperti jaringan jalan
karena transportasi jalan di dalam area IKN relatif sedikit. Pengembangan konektivitas kereta api, perlu
diadakan sebelum adanya proposisi IKN. Koridor kereta api penumpang Balikpapan-Samarinda perlu
diselaraskan untuk menghindari wilayah IKN yang terpisah dikarenakan jalur kereta api. Untuk
transportasi udara (Bandara) hanya ada Bandara Sepinggan di Balikpapan yang terdekat dengan IKN.
Namun pada 2018 sejak dibukanya bandara APT Pranoto Samarinda, jumlah penumpang di Bandara
Balikpapan turun drastis. Perlu peningkatan kapasitas bandara untuk pengembangan IKN dengan
kapasitas 30 juta penumpang. Untuk transportasi laut, peningkatan kapasitas pelabuhan untuk
pengembangan IKN. Untuk infrastruktur energi, 60% energi listrik dipasok oleh tenaga batubara.
Sebagian dari perencanaan IKN dan FGD dari lintas K/L menargetkan 80% pasokan listrik dihasilkan oleh
energi terbarukan.

Untuk ketersediaan air permukaan di kawasan IKN cukup terbatas. Kementerian PUPR mengusulkan
untuk sumber air utama untuk melayani IKN dan tidak mengandalkan air tanah karena potensinya
sangat kecil dan menghindari penurunan muka tanah. Untuk pengembangan TIK, sudah terdapat 3 titik
pendaratan kabel bawah laut di dekat IKN yang akan mendukung 5G di IKN menjadi kawasan smart city.

Visi IKN menjadi kota dunia untuk semua yang tujuannya adalah kota paling berkelanjutan di dunia
harus mampu menanggapi isu perubahan iklim memaksimalkan ketahanannya dalam melindungi
masyarakat yang rentan, flora dan fauna, dan lingkungan laut. Berdasarkan peta sistem indeks
kerentanan, masing-masing desa mayoritas mempunyai indeks kerentanan perubahan iklim yang tinggi.
Perlu pengendalian pemanfaatan ruang dalam bentuk penyediaan RTH yang cukup.

Tanggapan Moderator:

Menarik pada climate change, tadi ada tutupan lahan yang berskala provinsi karena dari KLHK. Sumber
data status lahan pakai SK terbaru atau tidak? Apakah memungkinkan kita dapat melihat stok karbon
dari status guna lahan yang ada. Karena salah satu FGD kemarin yang diadakan, ada yang membahas
terkait biophilic design, yang artinya mendesain kembali ke alam. Kita sudah mempunyai modal sosial,
modal lingkungan yang tidak seperti Singapura yang harus membuat terlebih dahulu. Sedangkan, kita
tinggal hanya meramu saja.

Untuk konektivitas tadi menyangkut jalan yang jika dilihat akan melewati kawasan hutan eksisting dan
hutan yang sudah ditetapkan sebagai hutan non APL. Kita ada batasan terkait pembangunan jalan,
apakah harus membangun secara eco-road atau bagaimana biar membangun tidak mengubah fungsi
ekologis yang ada. Karena IKN sudah punya potensi yang bagus dari segi nature and human nya.

Pertanyaan Nala Hutasoit:

Untuk kebutuhan air menarik, tidak terbayang sumbernya adalah dari air permukaan. Saya pergi ke titik
nol nya, dan hanya melihat tanah gersang di sekelilingnya. Kalau tidak salah ada rencana pembangunan
waduk dari Kementerian PUPR di bagian atas, ada dua atau tiga waduk yang mengunci kawasan IKN,
kira-kira itu di bagian mananya?

Jawaban Dinda Dewinta:

Terkait data stok karbon itu menarik untuk di eksplor lebih jauh untuk perubahan iklim ke depannya.
Tanggapan Moderator:

Karena kalau tidak salah sekarang sudah mulai ada shifting orang-orang dari industri ekstraktif ke non
ekstraktif. Akan ada masanya industri ekstraktif tersebut akan bernilai nol, sedangkan untuk non
ekstraktif meskipun tidak terlalu mempunyai valuasi ekonomi yang tinggi namun sepertinya akan
bertahan 100-200 tahun ke depan.

Ada informasi dari Mba Nina rencana pembangunan di Kecamatan Sepaku, namun detailnya belum
diinformasikan. Mungkin kita bisa kejar FS nya karena sepertinya DED nya belum ada.

Tanggapan Pak Hendricus Andy Simarmata:

Pertama, saya glorifikasi nya Kutai itu dalam konteks kita berarti sekarang bagaimana narasi kejayaan
Kutai itu bisa juga menjadi bagian dari pengembangan IKN? Itu sebenarnya pertanyaan yang harus kita
jawab dengan semua informasi yang tadi, sejarah yang tadi. Filosofi ruang juga sebaiknya mewarnai fisik
dari si IKN nanti. Walaupun pembangunan IKN berada di Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sangat kental
dengan ekonomi pengembangan, kita harus bisa mewarnai itu. Misal kita usulkan museum-museum
arkeologi tentang Kutai yang berada di wilayah IKN, salah satu cara pragmatis mewarnai hal tadi. Itu jadi
bahan diskusi kita untuk arkeolog nanti.

Kedua, untuk Dhea, distribusi kampung trans, lokal bisa dipetakan secara geografis dan nanti coba di
overlay karena mereka ada mata pencaharian dan pasti membutuhkan lokasi. Cari tahu di mana kira-kira
lokasi bekerjanya dan lapangan usahanya. Karena nanti narasi itu akan menguasai peri urban IKN nya,
bagaimana peri urban IKN itu dapat memampukan masyarakat desa dan trans bukan menjadi
masyarakat kota. Urban rural linkages harus kita establish, value of economics nya harus kita tingkatkan.
Komposisi generasi milenial di Kalimantan Timur diangkat saja.

Untuk Dinda, memang kembali di dalam konteks peri urban yang perlu kita perkuat adalah konsep-
konsep ekonomi karbon dengan potensi yang ada di Tahura, Hutan lindung, dan lain-lainnya yang nanti
bisa dipetakan. Termasuk juga stok karbon dari laut atau blue carbon dari Teluk Balikpapan, angkat saja
walaupun itu masih merupakan konsep. Untuk energi, Balikpapan masih bergantung kepada PLTU, kalau
ingin menjadikan kota ini rendah karbon, harus menggunakan energi terbarukan yang nanti bisa kita
upayakan ke rencana-rencana ESDM. Terakhir, kalau dari sisi perubahan iklim itu di adaptasi, akan ada
potensi urban heat island karena HTI berubah menjadi perkotaan yang dapat diadaptasi dengan desain
melalui RTBL. Adaptasi di pesisir juga penting, terutama nanti untuk mengantisipasi perkembangan IKN
jangan sampai ke selatan, jangan seperti Jakarta yang sangat ekspansif ke arah selatan.

Tambahan Hafiz PDLKWS:

Ada dua hal, terkait sosial budaya kami sudah buat peta bahasa dan sebaran suku. Untuk terkait waduk,
air itu, nanti bisa kami bagikan hasil dari teman-teman terkait Evaluasi DAS terkait kapasitas air,
penggunaan, dan sebagainya untuk memperkaya data.

Anda mungkin juga menyukai