Anda di halaman 1dari 10

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1 Latar Bekalang


Berdasarkan pasal 357 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 ayat (1), fasilitas
pelayanan perkotaan di kawasan perkotaan yang terbentuk secara alami dan yang dibentuk
secara terencana oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah disediakan oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal ini
kawasan perkotaan baik yang terbentuk secara alami maupun terencana perlu pemenuhan
penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan.
Selanjutnya bagaimana mekanisme pemenuhan fasilitas pelayanan perkotaan tersebut
untuk kawasan yang lintas daerah, dalam hal ini kawasan yang memiliki jumlah penduduk
lebih dari 1 juta jiwa. Salah satunya pemenuhan fasilitas pelayanan perkotaan untuk
pelayanan publik dilakukan dengan kerjasama. Hal ini mengacu padan PP 28 Tahun 2018
tentang kerjasama daerah Pasal 3 Ayat (2) Kerja sama wajib dilaksanakan oleh 2 (dua) atau
lebih daerah yang berbatasan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan yang memiliki
eksternalitas lintas daerah dan penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola
bersama.
Dalam hal kewilayahan RPJMN 2020 – 2024 menyebutkan pengembangan wilayah
metropolitan merupakan major project yang dapat memberikan manfaat diantaranya
meningkatkan share PDRB wilayah metropolitan luar jawa terhadap nasional dan
meningkatkan Indeks Kota Berkelanjutan (IKB) untuk kabupaten/kota didalam wilayah
metropolitan, yang dilaksanakan bersama-sama oleh Kementerian PUPR, Kemenhub,
Kemenkominfo, Kementerian ESDM, Kemendagri, BPS, Badan Usaha (BUMN/Swasta).
Wilayah metropolitan umumnya menjadi penopang ekonomi nasional di beberapa
negara sehingga menciptakan tata kelola terpadu adalah hal yang sangat esensial.
Mengawal amanat dari RPJMN, pada rentang tahun 2020 – 2024 kawasan perkotaan
metropolitan akan terus dikembangkan baik optimalisasi pengelolaan kawasan penyediaan
pelayanan publik maupun dalam mengintegrasikan perencanaan antar daerah dalam
kawasan perkotaan tersebut. Sehingga pengelolaan infrastruktur pelayanan publik akan
disediakan terlebih dahulu tidak menunggu kegiatan yang ada tumbuh (industri,
perdagangan jasa, permukiman dan kegiatan lainnya) namun infrastruktur pendukung yang
ada masih minim sehingga terjadi sprawling (keruwetan) dan kompleksitas permasalahan di
kawasan perkotaan metropolitan.
Saat ini terbentuk lebih dari 13 (tiga belas) kawasan perkotaan metropolitan di
Indonesia, dimana 6 (enam) sudah memiliki Perpres Rencana Tata Ruang Kawasan
Metropolitan sedangkan sisanya belum ditetapkan dengan perpres.
Adapun kawasan perkotaan metropolitan yang saat ini sedang berkembang dan
memerlukan penyesaian masalah dalam penyediaan pelayanan publik di wilayah Jawa
Barat yaitu Kawasan Perkotaan Metropolitan Cekungan Bandung yang meliputi Kota
Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang dan
sudah ditetapkan dengan Perpres Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Alasan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 Tahun 2017 yang kemudian
ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2018 adalah karena Pemerintah Pusat
mempunyai Visi 2037 untuk Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Yaitu, “Mewujudkan
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung yang berkelas dunia sebagai pusat kebudayaan,
pusat pariwisata, pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional berbasis pendidikan
tinggi dan industri berteknologi tinggi yang berdaya saing dan ramah lingkungan.

1.2 Tujuan
Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk

1.3 Ruang Lingkup


1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah perencanaan dalam kajian ini adalah wilayah
Metropolitan Cekungan Bandung secara administratif meliputi 5 (lima) wilayah
administrasi, yaitu Kabupaten Bandung (176.812 Ha); Kabupaten Bandung Barat
(130.577,40 Ha); sebagian Kabupaten Sumedang (Kecamatan Cimanggung,
Tanjungsari, Sukasari, Jatinangor, Rancakalong, dan Pamulihan) seluas 15.486 Ha;
serta Kota Cimahi seluas 4.023 Ha dan Kota Bandung seluas 16.729,65 Ha sebagai
kota inti.

1.3.2 Ruang Lingkup Substansi


Adapun fokus penanganan Cekungan Bandung meliputi mengembangkan
kawasan perkotaan dan sekitarnya sebagai pusat permukiman dan kegiatan ekonomi
skala nasional dengan mepartricin keseimbangan ekologis, mengembangan kawasan
pariwisata dan budaya, serta mengembangkan kawasan pendidikan tinggi. Adapun
fasilitas perkotaan yang perlu disediakan dalam pelayanan publik diantaranya adalah
sebagai berikut.

a. Transportasi Perkotaan
Tidak adanya sistem transportasi massal yang terhubung antara Kawasan
Perkotaan Inti dengan Kawasan Perkotaan di sekitarnya. aat ini Metropolitan
Bandung Raya masih mengandalkan transportasi publik utama berupa minibus
(dikenal dengan angkutan kota atau angkot) yang mempunyai kapasitas kecil dan
bus dengan jumlah moda dan jalur yang terbatas. Sementara itu, angkutan umum
berbasis rel hanya melayani pergerakan dengan jalur barat-timur dan tidak
berperan secara signifikan dalam melayani kebutuhan pergerakan masyarakat.
Terlebih lagi, kualitas angkutan umum yang terus menurun mengakibatkan
banyaknya masyarakat yang beralih ke kendaraan pribadi. Sementara itu, jumlah
dan kualitas jalan eksisting tidak memadai untuk menampuny besarnya
peningkatan jumlah kendaraan pribadi pada beberapa tahun terakhir. Akibatnya,
terjadi kemacetan lalu lintas, terutama di waktu puncak. Oleh karena itu,
dibutuhkan sistem transportasi publik yang dapat melayani pergerakan penduduk di
Metropolitan Cekungan Bandung.

b. Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi yang Layak dan Aman di
Perkotaan
Sistem penyediaan air bersih yang ada saat ini belum mampu memenuhi
seluruh kebutuhan air bersih masyarakat di Metropolitan Bandung Raya. Masalah
utama yang dihadapi antara lain: Keterbatasan pasokan air baku dan Sistem
penyediaan air bersih yang belum terpadu. Di Wilayah Metropolitan Bandung,
terdapat 7 cekungan air tanah sebagai berikut : 1. Cekungan Air Tanah (CAT) yang
berada dalam wilayah kabupaten : a. CAT Lembang: Kabupaten Bandung b. CAT
Sumedang: Kabupaten Sumedang 2. CAT terlampar lintas batas kabupaten/kota,
yaitu : a. CAT Ciater: Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang dan Kabupaten
Sukabumi b. CAT Bandung-Soreang: Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota
Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut c. CAT Cibuni: Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Bandung d. CAT Banjarsari: Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Garut e. CAT Malangbong: Kabupaten Garut, Kabupaten Majalengka dan
Kabupaten Sumedang. Banyaknya Cekungan Air Tanah yang berada di lintas
wilayah memerlukan pegelolaan dengan mekanisme kerjasama metropolitan.

c. Penyediaan Fasilitas Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) dan


Pengelolaan Persampahan
TPA Regional yang beroperasi di Cekungan Bandung saat ini adalah TPA
Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat. Selain itu, terdapat pula TPA lainnya tetapi
masih menggunakan sistem pengolahan Open Dumping. Sementara itu, TPA
Leuwigajah di Kota Cimahi sudah dinyatakan tidak aktif dan memerlukan
revitalisasi.
TPA Legok Nangka Jalan Raya Ngagrek pada tahun 2022 akan digunakan
sebagai TPA yang melayani enam (6) kabupaten kota di sekitarnya (Kab.
Sumedang, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, Kab. Bandung, dan
Kab. Garut). Rata-rata jumlah sampah diproyeksikan 1.820 ton per hari. Adanya
kompensasi dampak negatif bagi masyarakat sekitar lokasi. TPA Legok Nangka
diproyeksikan sebagai TPA waste to energy, yang dalam hal ini menghasilkan listrik
yang akan dibeli oleh PLN.

Proyek KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) TPA regional


Legok Nangka merupakan proyek strategis nasional yang lokasinya di dua
kabupaten Bandung dan Kab. Garut seluas 78,1 hektare. Pelaksanaan kesepakatan
kerjasama metropolitan bidang persampahan tersebut akan memerlukan fasilitasi
sehingga kerjasama yang dilakukan dapat mencakup semua wilayah dalam
kawasan metropolitan Cekungan Bandung.

d. Mitigasi Bencana (Banjir)


Bencana hidrometeorologi, utamanya banjir mengepung wilayah sekitar
Cekungan Bandung. Air hujan yang tak tertampung di Dusun Pasir Jati, Desa
Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung [10/2/2019] yang
menyebabkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Banjir juga pernah terjadi di
Cicaheum, Kota Bandung awal tahun 2018 dimana puluhan rumah terendam banjir
dan lumpur. Penyebab utama banjir tersebut yaitu kawasan resapan dan ruang
terbuka hijau di Bandung utara berkurang selain itu juga ditambah debit air yang
besar serta tingginya erosi dan sedimentasi.

Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup [Walhi] Jabar, kawasan Tahura


Djuanda itu dikuasai 350 izin pembangunan properti dan areal komersil yang
dikeluarkan pemerintah kota/kabupaten dimana secara adminstrasi kawasan
resapan tersebut berada di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung. Ada yang
sudah dibangun, tetapi izin belum ada. Dilihat dari sisi peraturan tertulis, kawasan
Djuanda Tahura sudah ditetapkan sebagai lahan konservasi melalui Keputusan
Presiden Nomor 32 Tahun 1990, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35
Tahun 1998, dan Surat Keputusan Gubernur Jabar Nomor 191.1/1982. Masih ada
lagi, Peraturan Daerah Provinsi Jabar Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah.

Dalam menanggulangi banjir yang melanda Kota Bandung dan Kabupaten


Bandung Barat dapat dilakukan dengan kerjasama wilayah perkotaan
kabupaten/kota yang masuk dalam Cekungan Bandung. Kerjasama tersebut dapat
terlaksana dengan sinergitas seluruh sektor agar banjir segera tuntas secara
berkala. Tujuan kerja sama ini tentu diharapkan bisa mengurangi masalah banjir
dan sampah. Masih adanya perilaku negatif masyarakat perkotaan yang
membuang sampah ke aliran sungai perlu dilakukan edukasi sehingga suangai
bebas dari banjir. Rekomendasi masukan sebagai solusi guna mengatasi banjir di
cekungan Bandung diantaranya meliputi:
 Kerjasama metropolitan Cekungan Bandung pada sector penanggulangan
banjir. Seperti halnya bencana banjir yang terjadi di Jabodetabek dimana perlu
dipetakan penyebab banjir dari daerah berbatasan baik dari hulu maupun hilir;
 Membangun budaya peduli lingkungan dengan mengubah kebiasaan
masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai;
 Penegakan hukum dari peraturan daerah rencana tata ruang wilayah.
Dalam pengelolaan kawasan perkotaan metropolitan kelembagaan yang
terbentuk berupa sekretariat bersama. Namun sekretariat bersama tersebut masih
belum bekerja secara optimal karena permasalahan pendanaan. Sehingga
kerjasama pelayanan publik untuk bidang transportasi, air bersih, pengelolaan
persampahan dan mitigasi bencana belum dapat dilakukan secara maksimal.

Atas dasar hal tersebut Kementerian Dalam Negeri khususnya Ditjen Bina
Administrasi Kewilayahan sesuai tugas dan fungsinya melakukan kegiatan
Asistensi Kesepakatan/Perjanjian Kerja Sama dalam Penyelesaian
Permasalahan Pelayanan Publik di Wilayah Metropolitan Cekungan
Bandung Kegiatan Tahun Anggaran 2021. Dimana kegiatan tersebut merupakan
upaya yang ditempuh untuk dapat menyelesaikan konflik/permasalahan terkait
penyediaan pelayanan publik di kawasan perkotaan metropolitan (transportasi
publik, air bersih, sampah dan sanitasi, permukiman dan mitigasi bencana)
sehingga masyarakat yang tinggal dalam kawasan perkotaan metropolitan tersebut
dapat menikmati lingkungan yang layak huni dan berketahanan dengan pelayanan
publik yang tercukupi.

1.4 Pendekatan Teknis dan Metodologi


Tujuan kegiatan ini adalah terlaksananya satu Kesepakatan Penyelesaian
Permasalahan Pelayanan Publik di Wilayah Metropolitan Cekungan Bandung. Dalam rangka
mewujudkan kesepakatan tersebut maka pendekatan teknis yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut.
1.4.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dan teknik pengumpulannya disusun untuk mendukung
kebutuhan analisis. Metode pengumpulan data yang diperlukan adalah sebagai
berikut.
A. Survei Lapangan
Setiap jenis data tersebut dapat dikumpulkan dengan teknik yang berbeda, baik
dalam rangka pengumpulan data primer maupun pengumpulan data sekunder.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan pada studi ini adalah sebagai
berikut.
1. Survey data primer, dilakukan dengan metode:
a. Observasi lapangan; yakni dengan melihat langsung kondisi lapangan
dan melakukan eksplorasi melalui pengamatan langsung.
b. Wawancara; yakni dengan melakukan penggalian informasi melalui key
person, yang dapat memberikan informasi secara valid terkait aspek-
aspek yang ingin digali.
2. Survey data sekunder, yaitu mengumpulkan dokumen serta data-data yang
relevan dari instansi-instansi terkait yang dapat memperkuat hasil analisis.
Data dan informasi dari internet termasuk dalam tahapan ini.
Survey yang dimaksud disini termasuk rencana perjalanan dinas yang
tujuannya mengidentifikasi potensi dan permasalahan penyediaan
pelayanan publik di kawasan perkotaan metropolitan Cekungan bandung
sesuai dengan kondisi faktual di lapangan
B. Desk Study
Dalam tahapan ini, terdapat tiga kegiatan utama yang dilakukan tim penyusun sebelum
masuk lebih dalam ke proses analisis. Tujuan kegiatan desk study juga dimaksudkan
untuk meng-update informasi dan data terkini terkait perkembangan Pengelolaan
Wilayah Metropolitan Cakungan Bandung. Tiga kegiatan tersebut yaitu tinjauan
kebijakan pembangunan dan rencana tata ruang termasuk beberapa studi terdahulu
yang sudah pernah dilakukan.

1.5 Identifikasi Isu-Isu Strategis Kawasan Metropolitan Cekungan Bandung

(Cekungan bandung. Sunber: www.commons.wikimedia.org)

Jumlah penduduk di perkotaan Indonesia semakin meningkat seiring dengan


fenomena urbanisasi. Data Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, penduduk yang
tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 54% dari total penduduk di Indonesia dan
diperkirakan akan meningkat hingga 72,8% di tahun 2045. Hal ini tak lepas dari
meningkatnya akumulasi kapital yang secara simultan menarik kegiatan dan orang untuk
beraktivitas di kawasan perkotaan seiring kemajuan teknologi, informasi, transportasi dan
globalisasi. Mengakomodasi kebutuhan kegiatan dan orang tersebut mendorong terjadinya
pertumbuhan dan transformasi di kawasan perkotaan
Pertumbuhan kota-kota tidak hanya terjadi secara individu, namun dapat
terhubung secara spasial untuk berkembang bersama-sama dan beraglomerasi membentuk
kawasan perkotaan yang lebih luas melampaui batas-batas administrasinya. Kawasan
perkotaan yang besar biasanya terdiri dari kota inti dan wilayah sekitarnya, yang kemudian
sering disebut dengan kawasan metropolitan (Heinelt dan Kübler, 2005). Hal inilah yang
menyebabkan kawasan metropolitan berperan sebagai mesin pertumbuhan wilayah untuk
skala regional, nasional bahkan internasional.
Selain dampak positif tersebut, pengembangan kawasan metropolitan juga
memberikan dampak negatif seperti, permukiman kumuh, kemacetan, polusi, kesulitan
akses transportasi, air bersih dan sanitasi dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan bila
laju urbanisasi tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik, meliputi peningkatan
pembangunan dan kesejahteraan. Seperti fenomena di Indonesia, meskipun sudah lebih
dari separuh jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan dan kawasan metropolitan,
menurut riset Bank Dunia dalam “Time To ACT: Realizing Indonesia’s Urban Potential” ,
Indonesia tetap menjadi negara berpenghasilan menengah bawah. Dimana setiap kenaikan
1% urbanisasi di Indonesia hanya mampu mengungkit 1,4% PDB per kapita. Daya ungkit
tersebut jauh lebih kecil dibandingkan China yang setiap 1% kenaikan urbanisasinya mampu
mengerek PDB per kapita hingga 3%.
Hal inilah yang melatarbelakangi Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan,
Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan identifikasi isu strategis Kawasan Metropolitan
Cekungan Bandung. Sebagai salah satu Kawasan Metropolitan yang telah ditetapkan
berdasarkan Perpres No. 45 Tahun 2018 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung, dengan segala persoalannya, juga membutuhkan pengelolaan yang
baik agar produktif dan tetap menjadi tempat tinggal yang nyaman, aman dan
berkelanjutan.
Dalam hal penataan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung harus dilakukan secara
sinergi dan bergotong royong menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang menjadi
prioritas, yaitu penataan ruang, persampahan, sumber daya air, lahan kritis, dan
transportasi. Selain itu mendorong terciptanya pelayanan perkotaan yang terintegrasi dan
berkelanjutan, sinkronisasi dan sinergi antara pusat dan daerah; konsistensi dalam
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; menjamin tercapainya sumber
daya secara efisien dan efektif, berkeadilan; dan adanya peningkatan kapasitas pemerintah
daerah untuk membuat cakupan pelayanan publik yang berkualitas di Metropolitan
Cekungan Bandung.
Beberapa poin penting isu strategis Kawasan Metropolitan Cekungan Bandung di
antaranya, pertama, mewujudkan Kawasan Metropolitan Cekungan Bandung yang berkelas
dunia. Pengembangan dan pemantapan Cekungan Bandung sebagai pusat perekonomian
nasional, pusat kebudayaan, pusat pariwisata, pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif
nasional berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi. Selain itu mendorong
peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta sarana dan prasarana perkotaan.
Kedua, Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung selain
sebagai rencana untuk menahan urban sprawl melalui konsep pembagian peran dan fungsi
kota inti dan kota disekitarnya, juga sebagai salah satu perangkat untuk mengendalikan alih
fungsi lahan di hulu dengan menetapkan kawasan hulu sebagai kawasan lindung dan
budidaya dengan intensitas rendah.
Ketiga, pemulihan sungai Citarum melalui pengaturan Hulu-Tengah sungai Citarum.
Strategi penetapan dan peningkatan kawasan konservasi air dan tanah untuk
mempertahankan kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan. Selanjutnya,
mengendalikan eksploitasi air tanah dengan mengoptimalkan jaringan air besih perkotaan.
Selain itu meningkatkan kerja sama antar daerah dalam pengelolaan sumber daya air untuk
menjamin ketersedian air baku dan pengendalian banjir.
Keempat, pemanfaatan informasi dan teknologi dalam penyelesaian masalah jangka
pendek dan jangka Panjang. Pusat informasi dan koordinasi Kawasan Cekungan Bandung
meliputi: traffic monitoring, video surveillance, emergency response coordination, zona
metering, volunter management, logistic management, social media analytics, social safety
net monitoring, covid case monitoring, tracking and tracing .
Kelima, dibutuhkan strategi dalam mitigasi bencana gempa bumi di sekitar sesar
lembang.
Keenam, dibutuhkan standardisasi kebutuhan dan penyediaan infrastruktur
ekonomi dan sosial di level antar kabupaten / kota dan antar kawasan perkotaan /
lingkungan perumahan (RDTR). Prioritas sektor penanganan pada Penataan Ruang,
Persampahan, Sumber Daya Air, dan Transportasi.
Ketujuh, terciptanya pelayanan perkotaan yang terintegrasi dan berkelanjutan,
sinkronisasi dan sinergi antara pusat dan daerah; konsistensi dalam perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; menjamin tercapainya sumber daya secara
efisien dan efektif, berkeadilan; dan adanya peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk
membuat cakupan pelayanan publik yang berkualitas di Metropolitan Cekungan Bandung.
Selain itu, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam
Negeri juga mencermati beberapa hal terkait dengan operasionalisasi lembaga pengelola
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung yang telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur
Jawa Barat Nomor 86 Tahun 2020 tentang Badan Pengelola Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung. Yaitu bahwa pengelolaan kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua
atau lebih Kabupaten/Kota dilakukan melalui kerja sama daerah. Sedangkan untuk
pendanaan penyelenggaraan pengelolaan perkotaan dapat bersumber dari APBN, APBD
Provinsi serta APBD Kabupaten/kota, maupun dari hibah dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat.
Selain itu, dalam pengelolaan Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung,
pembangunan tidak hanya difokuskan pada pembangunan fisik perkotaan saja tetapi juga
meliputi pembangunan warga perkotaan, budaya hidup di perkotaan, ekonomi perkotaan
dan lingkungan hidup. Selain itu juga memperhatikan rencana Pemenuhan Standar
Pelayanan Perkotaan (SPP), yaitu pemenuhan nilai kemanfaatan, keterjangkauan, dan
keadilan berdasarkan prespektif penerima layanan (warga perkotaan), waktu dan jadwal
tahapan perbaikan kembali dan peningkatan kualitas Prasarana dan Sarana Umum; Rencana
pendanaan indikatif dan memperhatikan potensi keuangan daerah.
Hal tersebut perlu diperhatikan, sehingga tujuan penataan Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung sebagai Kawasan Perkotaan yang berkelas dunia sebagai pusat
kebudayaan, pusat pariwisata, serta pusat kegiatan jasa dan ekonomi kreatif nasional, yang
berbasis pendidikan tinggi dan industri berteknologi tinggi dapat tercapai.

1.6 Rencana Pelaksanaan Kerja


Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan Asistensi Kesepakatan/ Perjanjian
Kerja Sama dalam Penyelesaian Permasalahan Pelayanan Publik di Wilayah Metropolitan
Cekungan Bandung akan berlangsung selama 11 (sebelas) bulan dengan detail jadwal
pelakasanaan pekerjaannya adalah sebagai berikut (Lihat Tabel di bawah).
Secara garis besar, rencana kerja sesuai dengan tahapan sebagaimana tercantum
dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Sebelum memulai ke-empat kegiatan diatas, akan
dilakukan kajian awal berupa tinjauan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan isu
perkembangan Kawasan metropolitan Cekungan Bandung termasuk upaya penyediaan
fasilitas perkotaannya dan pengolahan data ekun. Tujuannya yaitu untuk memetakan policy
gap. Detail kebijakan yang akan dikaji, antara lain:
o kebijakan pembangunan (RPJMD Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang)
o kebijakan tata ruang (RTR Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, RTRW
Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat,
dan Kabupaten Sumedang)
o Kebijakan transportasi: Tataran Transportasi Lokal (tatralok) masing-masing
kabupaten/kota terkait
o Buku sanitasi masing-masing kabupaten/kota terkait

Tabel Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


Aktivitas Bulan
Pagu Komp.
No. (Komponen/Sub
(ribu Rp) Biaya Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Komponen)
1. Identifikasi isu strategis X X X X X
Pengelolaan Wilayah
Metropolitan Cekungan
bandung
2. Supervisi Kebijakan X X
Terkait Kerja Sama Di
Wilayah Metropolitan
Cekungan bandung
3. Koordinasi Kesepakatan / X X X X
Perjanjian Kerja Sama Di
Wilayah Metropolitan
Cekungan bandung
4. Monitoring dan Evaluasi X X X
Pelaksanaan Perjanjian
Kerjasama di Wilayah
Metropolitan Cekungan
Aktivitas Pagu Komp. Bulan
No. (Komponen/Sub (ribu Rp) Biaya Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
Komponen)
bandung

Anda mungkin juga menyukai