Anda di halaman 1dari 4

Pertanyaan :

1. Setelah membaca bahan kuliah seperti diatas, Saudara/i diminta untuk menjawab
pertanyaan berikut ini : Apa pemahaman Saudara/i mengenai konsep Dana Perimbangan
di Indonesia ? Jelaskan dan berikan ilustrasi yang dapat memperkuat penjelasan yang
Saudara/i berikan !

Jawaban :

2. Konsep Dana Perimbangan di Indonesia


Alokasi Keuangan Di Indonesia, Sistem transfer di Indonesia telah mengalami evolusi
secara terus menerus sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia. Sistem transfer keuangan
pusat ke daerah memainkan peranan yang penting dalam pengeluaran pemerintah daerah, mencapai
dua per tiga kemampuan belanja daerah. Sistem transfer keuangan menjadi semakin kompleks karena
merupakan respons fiskal yang bersifat pragmatis pada terhadap tekanan yang muncul pada saat itu.
Jenis Trasfer Di Indonesia antara lain 1. Intergovernmental Grant. Subsidi (bertujuan untuk
mencukupi kebutuhan rutin terutama gaji). Bantuan (bertujuan untuk memberikan bantuan
pembangunan, baik yang bersifat umum maupun khusus). 2. “In kind of allocation” Daftar Isian
Proyek (DIP). Pola Transfer Sebelum Subsidi daerah Otonom, Sebelum1956, sistem subsidi yang
dipakai adalah sistem sluit post. Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 32/1956 berubah
dengan dikonsentrasikan dalam dalam tiga bentuk utama, yaitu: • Penyerahan sumber pendapatan
negara kepada Daerah. • Pemberian bagian tertentu dari penerimaan berbagai pajak negara kepada
daerah. • Memberikan ganjaran, subsidi ,dan sumbangan kepada Daerah. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pembagian Hasil Pajak Pada UU 32/1956 yaitu 1. Luas daerah. 2. Jumlah penduduk.
3. Tingkat kecerdasan rakyat. 4. Tingkat kemahalan. 5. Panjang jalan yang diurus oleh daerah. 6.
Panjang aliran sungai yang diurus oleh daerah. 7. Penilaian daerah kepulauan atau bukan kepulauan.
Pola Transfer Lain Menurut UU NO. 32/1956 adalah Ganjaran, pemberian sejumlah uang karena
daerah telah melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintah. Besarnya ganjaran ditetapkan setiap
tahun, dengan beban anggaran keuangan negara. Subsidi, diberikan kepada daerah tertentu untuk
membiayai kebutuhan khusus yang karena sifat pekerjaannya bersinggungan dengan kepentingan
umum di luar Daerah yang bersangkutan, atau juga pembiayaan khusus untuk merehabilitasi suatu
keadaan luar biasa dimana pembiayaannya melebihi kekuatan keuangan daerah. Inisiatif untuk
mendapatkan subsidi selalu datang dari daerah, dengan terlebih dahulu daerah mengajukan usulan
kepada pusat. Sumbangan, bersifat insidentil, yaitu diberikan kepada Daerah karena mengalami
kesulitan keuangan sebagai akibat adanya kejadian yang luar biasa, yang tidak dapat diatasi melalui
dana APBD daerah yang bersangkutan. Kompleksitas keadaan yang adanya menyebabkan
pengaturan transfer yang ada dalam Undang-Undang No.32/1956 dilakukan secara ad hoc dan sangat
pragmatis. Menurut Christopher Silver, Iwan J. Azis dan Larry Schroeder dalam bukunya
Intergovernmental Transfers And Decentralisation In Indonesia menerangkan bahwa Sistem transfer
keuangan antar pemerintah di Indonesia menyumbang lebih dari 70% dari semua pendapatan
pemerintah daerah. Dari tahun 1970-an hingga 1998, belanja pembangunan yang didukung hibah
oleh pemerintah daerah disalurkan melalui Inpres dan hibah SDO. Hibah Inpres dan SDO
mendukung sebagian besar komponen administrasi, infrastruktur dan layanan lokal, termasuk pejabat
pemerintah daerah, jalan, sekolah, persiapan lahan, konservasi tanah, pasar, air bersih, sistem sanitasi
dan drainase, kesehatan, jalan raya), pelatihan, bantuan teknis dan perencanaan. Mengingat
pendapatan asli daerah yang dihasilkan secara relatif kecil di sebagian besar daerah, kapasitas
pemerintah daerah untuk mencapai target pembangunan daerah (apalagi nasional) adalah fungsi dari
volume dan struktur hibah transfer antar pemerintah. Struktur yang berkembang dari hibah ini, yang
secara diam-diam sejalan dengan upaya desentralisasi, mendukung pelaksanaan tujuan kebijakan
nasional tetapi relatif sedikit untuk memenuhi kebutuhan unik masing-masing pemerintah daerah.
Kemudian UU No. 22/1999 mengganti sistem hirarki pemerintahan yang menghubungkan
pemerintah daerah ke pusat dengan sistem yang memberikan otonomi yang jauh lebih besar kepada
pemerintah daerah. Salah satu perubahan signifikan adalah bahwa pendanaan gaji pegawai negeri
sipil melalui Subsidi Daerah Otonom (Subsidi Daerah Otonom, SDO) dihentikan, begitu pula dengan
berbagai hibah pembangunan Inpres (Instruksi Presiden, Instruksi Presiden). Ini diganti dengan hibah
blok tunggal, yang dikenal sebagai Alokasi Umum atau Dana Tujuan Umum (Dana Alokasi Umum,
atau DAU). Meskipun bahasa UU 25 menyarankan kemungkinan dipertahankannya beberapa hibah
transfer yang dialokasikan, terutama untuk sekolah dasar, kesehatan masyarakat, jalan dan pasokan
air (Alm dan Bahl 1999: 1-4), implementasi DAU pada Januari 2001 menghapus sistem ganda
mendukung satu block grant. Dalam menjalankan aspek fiskal desentralisasi, perhatian utama adalah
apakah pemerintah daerah mampu mengambil tingkat tanggung jawab dan keleluasaan yang
diperlukan oleh sistem hibah. Salah satu alasan mengapa desentralisasi di Indonesia berjalan begitu
lambat selama tahun 1980-an dan 1990-an adalah pandangan umum bahwa pemerintah daerah tidak
memiliki kapasitas dan kemauan untuk mengelola urusan mereka secara mandiri. Pandangan ini
dikemukakan oleh Kementerian pemerintahan Orde Baru yang tidak ingin menyerahkan kendali atas
dana pembangunan ke daerah, dan sebagian besar didasarkan pada bukti anekdot daripada penilaian
sistematis atas kinerja daerah. Menurut Blane D. Lewis dalam bukunya yang berjudul The New
Indonesian Equalisation Transfer menuliskan bahwa Indonesia telah memulai program desentralisasi
fiskal yang ambisius. Upaya tersebut berawal dari dua undang-undang, keduanya diundangkan pada
bulan Mei 1999, satu tentang masalah administrasi dan yang lainnya tentang masalah fiskal dan
keuangan (Republik Indonesia 1999a, 1999b) .1 Kedua undang-undang ini telah dilengkapi dengan
sejumlah besar peraturan pelaksanaan. Mulai tahun fiskal 2001, pemerintah provinsi dan lokal
memikul tanggung jawab belanja baru yang besar. Fungsi substansial bagi provinsi telah dituangkan
dalam peraturan pemerintah 1999 (Republik Indonesia 1999c). Tanggung jawab pemerintah daerah,
sayangnya, hanya didefinisikan secara samar-samar melalui 'daftar negatif', tetapi tetap diharapkan
cukup besar. Kabupaten dan kota (kabupaten dan kota) pada dasarnya bertanggung jawab atas semua
pelayanan publik yang tidak diberikan oleh pemerintah pusat dan provinsi, setidaknya dalam 11
bidang penting: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, komunikasi,
industri dan perdagangan, permodalan investasi, lingkungan, tanah, koperasi dan tenaga kerja.
Sayangnya, pemerintah daerah belum diberikan kewenangan baru atas basis pajak utama. Kabupaten
dan kota akan diizinkan untuk membuat pajak mereka sendiri melalui peraturan daerah, asalkan
memenuhi sejumlah kriteria 'pajak yang baik' (Republik Indonesia 2000d). Pemerintah daerah
sekarang juga memperoleh akses ke pendapatan sumber daya alam dalam jumlah besar (dari
perikanan, kehutanan, pertambangan, gas dan minyak) 3 dan, sebagai tambahan, menerima bagian
dari pajak penghasilan pribadi. Lebih lanjut, dua hibah antar pemerintah yang baru dan penting telah
dibuat: Dana Alokasi Umum (DAU, Dana Tujuan Umum) dan Dana Alokasi Khusus (DAK, Dana
Tujuan Khusus). Kemudian menurut Robin Broadway dan Anwar Shah dalam bukunya
Intergovermental fiscal transfers, Transfer atau hibah antar pemerintah secara luas dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori: transfer bertujuan umum (tanpa syarat) dan tujuan khusus
(bersyarat atau dialokasikan). Transfer tujuan umum disediakan sebagai dukungan anggaran umum,
tanpa pamrih. Transfer ini biasanya diamanatkan oleh undang-undang, tetapi kadang-kadang
mungkin bersifat ad hoc atau diskresioner. Transfer tersebut dimaksudkan untuk melestarikan
otonomi daerah dan meningkatkan keadilan antar yurisdiksi. Itulah sebabnya Pasal 9 Piagam Eropa
tentang Pemerintahan Sendiri Lokal menyatakan bahwa sejauh mungkin, hibah kepada otoritas lokal
tidak boleh digunakan untuk mendanai proyek-proyek tertentu. Pemberian hibah tidak akan
menghilangkan kebebasan dasar dari otoritas lokal untuk melaksanakan kebijaksanaan kebijakan
dalam yurisdiksi mereka sendiri. Transfer tujuan umum disebut transfer blok ketika digunakan untuk
memberikan dukungan luas di bidang umum pengeluaran subnasional (seperti pendidikan) sambil
memberikan keleluasaan penerima dalam mengalokasikan dana di antara penggunaan tertentu. Hibah
blok adalah konsep yang didefinisikan secara samar-samar. Mereka berada di area abu-abu antara
transfer tujuan umum dan tujuan khusus, karena mereka memberikan dukungan anggaran tanpa
pamrih di bidang belanja daerah yang luas namun spesifik. Transfer Tujuan Khusus, Transfer dengan
tujuan atau kondisi tertentu dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi pemerintah untuk
melaksanakan program atau kegiatan tertentu. Hibah ini mungkin bersifat reguler atau wajib atau
tidak wajib atau ad hoc. Transfer bersyarat biasanya menetapkan jenis pengeluaran yang dapat
dibiayai (persyaratan berbasis input). Ini mungkin belanja modal, belanja operasional, atau keduanya.
Transfer bersyarat mungkin juga memerlukan pencapaian hasil tertentu dalam penyampaian layanan
(kondisi berbasis keluaran). Persyaratan berbasis masukan sering kali mengganggu dan tidak
produktif, sedangkan persyaratan berbasis keluaran dapat memajukan tujuan pemberi dana sekaligus
mempertahankan otonomi daerah. Alokasi Keuangan Di Indonesia Pada Masa Reformasi, Alokasi
keuangan yang diberikan oleh Pemerintah pusat kepada daerah disebut dengan Dana Perimbangan.
Dana Perimbangan terdiri dari : Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus. Salah
satu komponen dari Dana Perimbangan dalam APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep
Kesenjangan Fiskal atau (Fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal.
Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. Equalization
grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD,
Bagi Hasil Pajak, dan Bagi Hasil SDA yang diperoleh Daerah. Jumlah keseluruhan DAU adalah 26
% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto APBN. DAU dialokasikan atas dasar celah fiskal dana lokasi
dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Dana Alokasi
Khusus, Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN dan dialokasikan sesuai
denganprogramyangmenjadiprioritasnasional. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program menjadi prioritas nasional yang
menjadi urusan daerah. Daerah yang memperoleh DAK adalah daerah yang berdasarkan kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis dapat menerima alokasi DAK. Penetapan Program Dan
Kegiatan Yang Didanai DAK, Program yang didanai DAK merupakan program priorita snasional
yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintahan tahun anggaran tertentu. Menteri teknis
mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
serta sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah. Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang
kegiatan khusus kepada Menteri Keuangan. Dana Bagi Hasil 1. Bersumber dari Pajak Pajak Bumi
dan Bangunan. Pajakpenghasilan. 2. Bersumber dari Sumber Daya Alam Kehutanan (IHPH,PSDH).
Perikanan, Pertambangan umum, Pertambangan minyak, Pertambangan gas alam., Pertambangan
panas bumi.

Anda mungkin juga menyukai