Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN

Latar Belakang: Inflamasi adalah respon protektif tubuh terhadap cedera yang ditandai dengan
aliran darah yang berlebihan di area cedera menyebabkan warna merah karena aliran darah yang
berlebihan di area cedera, panas karena respon inflamasi pada permukaan tubuh dan terjadi
penekanan jaringan akibat udem yang menimbulkan rasa nyeri. Indonesia memiliki banyak
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengobatan salah satunya daun kedondong (Spondias
dulcis). Tanaman yang berasal dari asia selatan, asia tenggara dan tersebar di seluruh daerah
tropis ini merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat herbal. Daun
kedondong (Spondias dulcis) mengandung senyawa flavonoid, saponin, alkaloid dan tannin.
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang diteliti memiliki aktivitas antiinflamasi selain itu
senyawa bioaktif lain dalam daun kedondong yang berpotensi sebagai antiinflamasi adalah
saponin.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak daun kedondong
(Spondias dulcis) terhadap tikus jantan yang diinduksi karagenan
Metode Penelitian: Tikus uji dikelompokkan dalam 5 perlakuan, masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor tikus: (1)kelompok kontrol negatif (Na-CMC 0,5 %), (2) kelompok kontrol
positif (natrium diklofenak dosis 2,25 mg/kg bb) dan kelompok uji suspensi Ekstrak Etanol
Daun Kedondong (EEDK) (3) dosis 100 mg/kg bb; (4) dosis 300 mg/kg bb; (5) dosis 500 mg/kg
bb. Pengujian antiinflamasi dilakukan menggunakan metode paw edema denga alat
pletismometer digital selama 360 menit. Parameter yang diamati yaitu: persen radang, persen
inhibisi radang dan AUC persen radang. Data dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA
dan dilanjutkan dengan uji Tukey.
Luaran yang ditargetkan: Memperoleh kandidat tumbuhan yang berpotensi obat antiinflamasi
dari daun kedondong sebagai alternatif dalam proses penanganan dan terapi pada inflamasi
karena efek samping yang relatif lebih kecil serta ketersediaan tumbuhan obat yang melimpah.
Hasil penelitian ini akan digunakan sebagai bahan ajar pada perkuliahan fitofarmaka. Hasil ini
juga akan diterbitkan di dalam jurnal nasional terakreditasi peringkat 1-6 (SINTA) dan jurnal
internasional.
Uraian TKT: Penelitian bidang farmakologi farmasi ini akan menguji aktivitas antiinflamasi
dari ekstrak etanol daun kedondong yang berpotensi obat untuk mengatasi udem pada inflamasi
paw edema dengan menggunakan alat pletismometer digital dengan menggunakan beberapa
konsentrasi ekstrak daun kedondong yang dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol
negatif.
Kata kunci: Antiinflamasi, Spondias dulcis, Paw-edema, λ-carrageenan 1%
LATAR BELAKANG
Inflamasi adalah respon dari dalam tubuh terhadap adanya cedera maupun infeksi yang
terdiri dari tumor (bengkak), calor (panas), rubor (kemerahan), dolor (nyeri), dan fungsio laesa
(hilangnya fungsi jaringan). Respon inflamasi pada permukaan tubuh penekanan jaringan akibat
udem yang menimbulkan rasa nyeri. Udem atau edema terjadi karena akumulasi cairan yang
berlebihan dibawah kulit dalam ruang-ruang didalam jaringan-jaringan tubuh1. Secara prinsip
udem terjadi karena adanya retensi air dalam tubuh dan dikarenakan pengaruh gravitasi maka
wilayah yang paling sering mengalami pembengkakan adalah betis dan kaki. Pemberian obat
antiinflamasi non steroid (AINS) dapat diberikan sebagai terapi inflamasi, namun jika tidak
diiringi dengan pengetahuan tentang risiko konsumsi AINS jangka panjang maka akan
menimbulkan efek samping perdarahan pada gastro intestinal, hematemesis dan melena2.
Sediaan herbal lebih disenangi penggunaannya pada masyarakat luas dibandingkan obat
kimia dan sintetik dipasaran dikarenakan efek terapeutik yang bersifat konstruktif serta efek
samping yang sangat kecil sehingga lebih aman untuk dikonsumsi selain itu dapat dibuat sendiri
dengan memanfaatkan tumbuhan dilingkungan sekitar mengingat ketersediaan tumbuhan obat di
Indonesia yang sangat melimpah salah satu contohnya ialah daun kedondong (Spondias dulcis).
Daun kedondong kaya akan antioksidan yang telah diteliti berkhasiat sebagai pencegah kanker,
penyakit jantung, kolestrol, diabetes, dan penuaan dini. Kandungan pada daun kedondong ialah
senyawa flavonoid, saponin, alkaloid dan tannin 3. Pada penelitian Fitriani et al. ( 2013), terbukti
bahwa daun kedondong memiliki daya hambat partumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi
8% sebesar 77,82% karena mengandung senyawa flavonoid dan saponin sehingga dapat
disimpulkan bahwa daun kedondong juga mempunyai aktivitas antifungi. Flavonoid merupakan
senyawa polifenol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan disekitar kita yang paling banyak
digunakan sebagai obat herbal yang memiliki aktivitas antioksidan4.
Senyawa flavonoid bekerja sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase dan enzim lipooksigenase pada saat metabolisme asam arakhidonat, sehingga
menghambat pengeluaran mediator inflamasi leukotrin, histamin, bradikinin, tromboksan dan
prostaglandin. Flavonoid bekerja dengan menghambat fase penting dalam pembentukan
prostaglandin, yaitu pada jalur enzim siklooksigenase5. Selain flavonoid senyawa bioaktif lain
yang berpotensi sebagai antiinflamasi adalah saponin. Mekanisme antiinflamasi saponin dengan
menghambat pembentukan eksudat dan menghambat permeabilitas vaskular 6. Berdasarkan
uraian diatas maka harus dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun
kedondong untuk membuktikan khasiatnya.
Rumusan Masalah: Apakah ekstrak etanol daun kedondong (Spondias dulcis Frost.) memiliki
aktivitas antiinflamasi pada tikus putih yang diinduksi karagenan?

Tujuan Penelitian: untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun kedondong
(Spondias dulcis Frost.) pada tikus putih yang diinduksi karagenan

Urgensi Penelitian: penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh sediaan antiinflamasi
dari daun kedondong sebagai alternatif terapi inflamasi menggunakan obat antiinflamasi non
steroid (OAINS) yang memiliki efek samping pada penggunaan jangka panjang dengan resiko
efek samping yang relatif lebih kecil serta ketersediaan daun kedondong yang melimpah.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Kedondong
Kedondong (Spondias dulcis) merupakan tanaman buah yang berasal dari famili
Anacardiaceae. Tanaman ini berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara dan tersebar di daerah
tropis. Tanaman ini tumbuh dengan cepat, tingginya dapat mencapai 18 m. Daun kedondong
berbentuk jorong (ovalis), pangkal daun runcing (acutus), ujung daun meruncing (acuminatus),
warna hijau, panjang daun lebih kurang 5-8 cm, lebar daun lebih kurang 3-6 cm, tulang daun
menyirip, jumlah anak daun gasal dan berpasang-pasangan, tepi daun rata, tata letak daun
tersebar (folia sparsa), permukaan daun licin (leavis) dan mengkilat (nitidus) 7. Daunnya mudah
berganti (rontok) di musim kemarau.
Tanaman kedondong mempunyai kedudukan taksonomi8 berikut ini:
Kingdom : Plantae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Spondias
Spesies : Spondias dulcis.
Kedondong (Spondias dulcis) merupakan tanaman buah berupa pohon yang dalam
bahasa Inggris disebut ambarella, otaheite apple, atau great hog plum. Kedondong di Indonesia
dan Malaysia disebut kedondong, di Filipina disebut hevi, di Myanmar disebut gway, dan di
Thailand disebut makak farang8.
Daun kedondong (Spondias dulcis) mengandung senyawa flavonoid, saponin, alkaloid,
dan tanin. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Sumber
terbesar polifenol dan vitamin C yaitu terdapat pada 11 bagian daun kedondong, yang kemudia
ditranslokasikan ke bagian yang membutuhkan yaitu umbi, buah, batang dan bunga 7. Oleh
karena itu, daun kedondong saat ini mulai banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat yaitu
untuk mencegah kanker, penuaan dini, penyakit jantung, diabetes dan kolestrol karena
mengandung antioksidan9.
B. Flavonoid
Flavonoid adalah substansi yang mengandung senyawa polifenolik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan (herbal). Flavonoid merupakan antioksidan yang potensial untuk menangkal
radikal bebas. Flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah flavonoid
yangmemiliki gugus hidroksil (-OH) karena dapat mendonorkan proton (atom H) ke radikal
bebas sehingga radikal bebas menjadi stabil 10. Fungsi flavonoid sebagai antioksidan yang kuat
sehingga dimanfaatkan sebagai pencegah kanker maupun pengobatan kanker. Mekanisme kerja
flavonoid sebagai pencegah kanker yaitu antara lain inaktivasi karsinogen, antiproliferasi, dan
penghambatan siklus sel . Flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat yang
merupakan pendonor hidrogen yang sangat baik. Flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan
lebih baik daripada vitamin C (asam askorbat) dan vitamin E (tokoferol) yang merupakan
antioksidan mayor dalam tubuh. Senyawa flavonoid dapat menghambat inflamasi dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase dan enzim lipooksigenase.
C. Saponin
Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpenoid.
Saponin memiliki berbagai kelompok glikosil yang terikat pada posisi C3, tetapi beberapa
saponin memiliki dua rantai gula yang menempel pada posisi C3 dan C17. Saponin steroid
terutama terdapat pada tanaman monokotil seperti kelompok sansevieria13,14. Beberapa hasil
penelitian telah menunjukkan tentang peran saponin triperpenoid sebagai senyawa pertahanan
alami pada tanaman14, dan beberapa anggota saponin triterpenoid juga telah diketahui memiliki
sifat farmakologis yang menguntungkan15. Lebih dari 11 macam saponin telah teridentifikasi
seperti dammaranes, tirucallanes, lupanes, hopanes, oleananes, taraxasteranes, ursanes,
cycloartanes, lanostanes, cucurbitanes dan steroid. Sedangkan saponin yang umum ditemukan
dalam hijauan tanaman pakan ternak adalah soyasapogenin, soyasapogenol, diosgenin,
dioscin/protodioscin dan yamogenin16. Saponin yang terkandung dalam tanaman telah lama
digunakan untuk pengobatan tradisional Saponin memiliki berbagai macam sifat biologis seperti
17,6
kemampuan hemolitik, aktivitas antibakteri, dan antiinflamasi . Mekanisme antiinflamasi
saponin dengan menghambat pembentukan eksudat dan menghambat permeabilitas vaskular6.
D. Inflamasi
Inflamasi atau radang merupakan proses fungsi pertahanan tubuh terhadap masuknya
organisme maupun gangguan lain. Inflamasi merupakan suatu reaksi dari jaringan hidup guna
melawan berbagai macam rangsangan. Yang ditandai dengan kemerahan (rubor), panas (kalor),
bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi (function laesa) 18. Reaksi radang meskipun
membantu menghilangkan infeksi dan stimulus yang membahayakan serta memulai proses
penyembuhan jaringan, reaksi radang dapat pula mengakibatkan kerugian dikarenakan
mengakibatkan jejas pada jaringan normal misalnya pada inflamasi dengan reaksi berlebihan
(infeksi berat), berkepanjangan, autoimun, atau kelainan alergi19. Saat ini ada dua isoenzim COX
(cyclooxygenase), yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 berfungsi sebagai enzim konstitutif
yaitu mengubah PGH2 menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGE1, PGE2) dan tromboksan
yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis (pertahanan tubuh). Enzim COX-2 terdapat di dalam
sel-sel imun (makrofag dan lainnya), sel endotel pembuluh darah, dan fibroblast synovial yang
sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme sehingga akan mengubah PGH2 menjadi
PGE2. Prostaglandin E2 (PGE2) akan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
vaskular, sehingga aliran darah akan meningkat dan pori-pori kapiler juga membesar. Pori-pori
kapiler yang membesar akan menyebabkan protein plasma keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke dalam jaringan yang meradang. Akumulasi protein yang bocor pada jaringan
interstitial akan meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam jaringan interstitial dan akan
meningkatkan tekanan darah kapiler. Peningkatan tekanan osmotik koloid dan tekanan kapiler
cenderung akan memindahkan cairan keluar kapiler dan megurangi reabsorbsi cairan di kapiler.
Akhirnya terjadi penumpukan cairan di jaringan interstitial yang akan menyebabkan edema
lokal19.
E. Karagenan
Karagenan adalah polisakarida yang diekstraksi dari beberapa spesies rumput laut atau
alga merah (rhodophyceae). Tiga jenis karagenan komersial yang paling penting adalah
karagenan iota, kappa dan lambda20. Karagenan menginduksi inflamasi dalam bentuk edema dan
hiperalgesia dengan mekanisme induksi COX-2 yang akan menghasilkan prostaglandin.
Prostaglandin yang dilepaskan akan berinteraksi dengan jaringan di sekitarnya dan
menyebabkan perubahan vaskular pada pembuluh darah yang merupakan awal mula terjadinya
edema21. Ada tiga fase pembentukan edema yang diinduksi oleh karagenan. Fase pertama terjadi
degranulasi sel mast sehingga terjadilah pelepasan histamin dan serotonin (1 jam). Fase kedua
adalah pelepasan bradikinin yang terjadi pada 1,5 hingga 2,5 jam setelah induksi, dan terjadi
pelepasan prostaglandin pada fase terakhir (3-4 jam)22.
F. Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak merupakan obat golongan NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory
Drugs)23. NSAID adalah obat yang memberikan efek analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
Natrium diklofenak digunakan untuk meringankan nyeri dan inflamasi otot rangka dan penyakit
sendi 24. Bentuk sediaan natrium diklofenak yang tersedia di pasaran berupa tablet salut enterik
25 mg, 50 mg dan injeksi natrium diklofenak 25 mg/mL 25. Natrium diklofenak berbentuk serbuk
hablur, putih hingga hampir putih, dan higroskopis. Kelarutan natrium diklofenak mudah larut
dalam metanol dan etanol, agak sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform dan
eter. Natrium diklofenak memiliki pH 7-8,5. Natrium diklofenak disimpan dalam wadah tertutup
rapat dan tidak tembus cahaya26.

ROAD MAP PENELITIAN

METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan: alat-alat gelas laboratorium, cawan, spatula, perkamen,
aluminium foil, blender, lemari pengering, mortir dan stamfer, neraca analitik, neraca hewan,
oral sonde, penangas air, pletismometer digital (Ugo Basile cat No. 7140), rotary evaporator,
spuit, mikroskop, inkubator, oven, tanur.
Tanaman yang digunakan adalah daun kedondong (Spondias dulcis Frost). Bahan kimia
yang digunakan etanol 96%, natrium diklofenak, natrium klorida, isopropanol, λ-karagenan, Na-
CMC, kloroform, serbuk magnesium, timbal(II) asetat, serbuk seng, pereaksi Mayer, pereaksi
Bouchardat, pereaksi Dragendorff, pereaksi Molish, metanol, larutan NaCl 0,9 % dan air suling.
B. Pembuatan dan skrining simplisia dan ekstrak
Daun kedondong dipetik dan dipisahkan dari tangkainya lalu dibersihkan, dicuci bersih
dan ditiriskan, lalu ditimbang. Di keringkan di dalam lemari pengering dengan suhu 30-40˚C
hingga kering dan rapuh, kemudian ditimbang lalu di blender sampai menjadi serbuk kemudian
diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan etanol 96%. Skrining fitokimia serbuk
simplisia daun kedondong meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid,
glikosida, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid.
C. Uji Aktivitas Antiinflamasi
Tikus dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi air minum sebelum dilakukan
pengujian. Tikus dikelompokkan ke dalam 5 kelompok:
Kelompok I : Suspensi Na-CMC 0,5 % (kontrol negatif)
Kelompok II : Suspensi natrium diklofenak (kontrol positif)
Kelompok III : EEDK dosis 100 mg/kg bb
Kelompok IV : EEDK dosis 300 mg/kg bb
Kelompok V : EEDK dosis 500 mg/kg bb
Ditimbang dan diberi tanda pada ekor, diukur volume kaki sebelum diinduksi dengan
larutan karagenan 1%, dan diukur kaki kiri lagi, lalu diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai
dengan kelompoknya. Setelah 60 menit, disuntik 0,1 ml larutan λ-karagenan 1 % dilakukan
pengukuran kaki kiri tikus ke dalam sel plestismometer dicatat perubahan volume telapak kaki
tikus pada waktu tertentu (Vt). Pengukuran dilakukan setiap 30 menit selama 6 jam.
Persen radang dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

(%R) = 𝑣𝑡−𝑣0x 100


𝑣0
Keterangan:
%R = Persentase radang
Vt = Volume kaki tikus pada waktu t
Vo = Volume awal kaki tikus

Persen inhibisi radang dapat dihitung dengan rumus di bawah ini :

(%IR) = 𝑎−𝑏 x 100


𝑎

Keterangan:
%R = Persentase inhibisi radang
a = Persentase radang rata-rata kelompok kontrol
b = Persentase radang rata-rata kelompok bahan uji atau obat pembanding

Rumus yang digunakan untuk menghitung AUC adalah sebagai berikut :


[AUC] 𝑡𝑛 = %𝑅𝑛−1 + %𝑅𝑛 (𝑡𝑛 - 𝑡𝑛−1)
𝑡𝑛−1 2

Keterangan:
[AUC] = Area Under the Curve
tn = waktu pengamatan dari persentase radang ke n
tn-1 = waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan persentase
radang ke n-1
%Rn-1 = persen radang ke n-1
%Rn = persen radang ke- n

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS versi 20 dengan uji analisis
variansi (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Tukey.

D. Bagan alur penelitian

Pengumpulan daun kedondong

Pembersihan daun kedondong dari zat pengotor

Ekstraksi daun kedondong dengan etanol 96%

Skrining fitokimia ekstrak etanol daun kedondong

Pengujian aktivitas antiinflamasi

Pengamatan hasil

Analisa hasil pengamatan

Seminar dan Publikasi


E. Tugas Ketua dan Anggota Pengusul
Ketua:
1. Menyusun proposal penelitian
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan penelitian
3. Melakukan pengujian aktivitas antinflamasi
4. Melakukan pengamatan dan analisa hasil uji
5. Memeriksa hasil pengamatan
6. Memeriksa penyusunan laporan
7. Studi literatur
8. Menyiapkan bahan seminar
9. Publikasi

Anggota:
1. Melakukan pengumpulan dan identifikasi sampel
2. Melakukan ekstraksi dan skrining fitokimia
3. Menyediakan dan menyiapkan alat yang akan digunakan ketika penelitian
4. Melakukan pengujian aktivitas antinflamasi
5. Studi literatur
6. Menyusun data hasil penelitian
7. Menyusun laporan
8. Penggandaan hasil penelitian
JADWAL

Bulan
No. Nama Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyusunan proposal
2 Penyiapan sampel
dan bahan
penelitian
3 Penelitian dan skrining
fitokimia tumbuhan
4 Analisis data hasil
penelitian
5 Penyusunan laporan hasil
penelitian
6 Penyiapan bahan
Seminar dan
Seminar hasil penelitian
7 Penyiapan publikasi
8 Perbaikan dan
penggandaan

DAFTAR PUSTAKA

1. Stankov, S., 2012. Definition of Inflammation, Causes of Inflammation and Possible Anti-
inflammatory Strategies. The Open Inflammation Journal., 5, 1-9.
2. Soleha, M., Isnawati, I., Fitri, N., Adelina, R., Soblia, H.T., dan Winarsih., 2018. Profil
Penggunaan Obat Antiinflamasi Nonstreoid di Indonesia. Jurnal Kefarmasian Indonesia., 8
(2), 109-117
3. Hadinata, G. D. Y. (2015). Optimasi variasi suhu dan waktu ekstraksi ekstrak daun
kedodndong (Spondias dulcis) terhadap aktifitas antioksidan. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
4. Fitriani, S., Raharjo, and Trimulyono, G. (2013). Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun
Kedondong (Spondias pinnata)dalam Menghambat Pertumbuhan Aspergillus flavus. Lentera
Bio 2, 125–129
5. Hernani, W. C. (2011). Kandungan bahan aktif jahe dan pemanfaatannya dalam bidang
kesehatan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 125-142.
6. Soemarie, B.Y. 2016. Uji aktivitas antiinflamasi kuersetin kulit bawang merah (Allium
cepa.L) pada mencit putih jantan. Skripsi. Akademik Farmasi Samarinda. Halaman 171.
7. Harjanti, R. (2013). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Penangkap Radikal Bebas 2, 2-Difenil-
1 Pikrilhidrazil Dari Daun Kedondong (Spondias dulcis Soland. ex Park.) (Doctoral
dissertation, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada).
8. Sie, J. O. 2013. ―Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana Linn.) Hasil Pengadukan dan Reflux‖. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya. Vol. 2. No.1.
9. Kaur, S., & Mondal, P. (2014). Study of total phenolic and flavonoid content, antioxidant
activity and antimicrobial properties of medicinal plants. J Microbiol Exp, 1(1), 00005.
10. Miryanti, Y. I. P. A., Sapei, L., Budiono, K., & Indra, S. (2011). Ekstraksi antioksidan dari
kulit buah manggis (garcinia mangostana l.).Skripsi Universitas Parahyangan. Bandung.
11. Negi, J.S., P.S. Negi, G.J. Pant, M.S. Rawat, & S.K. Negi. 2013. Naturally occurring
saponins: Chemistry and biology. Journal of Poisonous and Medicinal Plant Research. 1(1):
001-006.
12. Di Fabio, G., V. Romanucci, A. de Marco, & A. Zarrelli. 2014. Triterpenoids from
Gymnema sylvestre and their pharmacological activities. Molecules. 19: 10956–10981.
13. Shah, M., R. Ishtiaq, S.M. Hizbullah, S. Habtemariam, A. Zarrelli, A. Muhammad, S.
Collina, & I. Khan. 2016. Protein tyrosine phosphatase 1B inhibitors isolated from Artemisia
roxburghiana. J. Enzym. Inhib. Med. Chem. 31: 563–567.
14. Low, S.G. 2015. Review Signal grass (Brachiaria decumbens) Toxicity in grazing ruminants.
Agriculture. 5: 971- 990.
15. Agarwal, A. 2016. Duality of anti-nutritional factors in pulses. J Nutr Disorders Ther 6 (1):
1-2
16. Chen, L., Deng, H., Cui, H., Fang, J., Zuo, Z., Deng, J., ... & Zhao, L. (2018). Inflammatory
responses and inflammation-associated diseases in organs. Oncotarget, 9(6), 7204.
17. Zhang, F., Wei, K., Slowikowski, K., Fonseka, C. Y., Rao, D. A., Kelly, S., ... & Watts, G. F.
(2019). Defining inflammatory cell states in rheumatoid arthritis joint synovial tissues by
integrating single-cell transcriptomics and mass cytometry. Nature immunology, 20(7), 928-
942.
18. Sormin, R. B. D., Soukotta, D., Risambessy, A., & Ferdinandus, S. J. (2018). Sifat Fisiko-
Kimia Semi Refined Carrageenan dari Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tenggara
Barat. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(1), 92-98.
19. Necas J, Bartosikova L, 2013. Carrageenan: A Review. Veterinarni Medicina. 58(4): 187–
205
20. Patel, M., Murugananthan, G., & Gowda, K. P. S. (2012). In vivo animal models in
preclinical evaluation of anti-inflammatory activity—A review. Int. J. Pharm. Res. Allied
Sci, 1(2), 01-05.
21. TGA, 2014. Safety review of diclofenac. Australian Government, Department of Health,
Therapeutic Goods Administration, Australia, pp.9-10.
22. Anggraeni, Y., Esti, H., Tutiek, P., 2012. Karakteristik Sediaan Dan Pelepasan Natrium
Diklofenak Dalam Sistem Niosom Dengan Basis Gel Carbomer 940. PharmaScientia, 1(1),
1-15.
23. BPOM Republik Indonesia., 2020, Dexamethasone,
http://pionas.pom.go.id/monografi/deksametason, diakses tanggal 20 Februari 2020.
24. Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Direktorat Jendral
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai