Anda di halaman 1dari 2

Nama : Marfuatin Ludmana Dewi

NIM : 43020190042

1. Refleksi Atas Pribadi Masyakat Indonesia

Jalaluddin Rahmat mencontohkan dua model ke-Islaman di


Indonesia. Pertama, ber-Islam dari realitas dan kedua, adalah ber-Islam untuk realitas. 
Model pertama biasanya lebih rasional dan lebih terbuka. Sedangkan model kedua
bertujuan memperjuangkan hukum Syariah sebagai kekuatan publik. Perjuangan ini
sering diperjuangkan melalui politisi Islam sendiri. Menyikapi persoalan umat yang
semakin kompleks, kelompok kedua selalu berusaha mengembalikannya pada makna
literal teks agama, doktrin yang kaku dan kaku. Karena baginya, agama telah
menyelesaikan segala persoalan dalam kehidupan manusia. "Hukum Islam", Islam
adalah solusinya.

Pemecahan masalah yang tidak berdasarkan teks agama dianggap bid'ah.


Berbeda dengan kelompok pertama yang mengutamakan kebebasan berpikir, keyakinan
agama kelompok ini bukanlah teks tertutup. Bagi kelompok ini, kesempurnaan agama
tidak dipahami sebagai kewajiban mengembalikan semua persoalan ke teks agama. Dua
model Islam inilah yang menjadi dasar lahirnya kelompok Islam Indonesia (Islam Kiri,
Islam Kanan, dan Islam Tengah). Kelompok pertama lebih memperhatikan keberagaman
normatif, sedangkan kelompok kedua sangat berbeda dengan orientasi keagamaan.
Ekspresi normatif agama biasanya bukanlah fakta sosial yang statis. Dalam hal ini,
diperlukan fakta sosial yang tidak tunggal.

2. Hermeneutika Pembebasan Islam; Sebuah Pembacaan Teks

Selain penjelasan yang diberikan oleh Jalaluddin Rahmat dengan dua model
keberagaman, baik Islam dimulai dari teks maupun konteks, yang terpenting adalah
meminjam perkataan Hegel dan selalu terpisah dalam teks Dialektika antara konteks dan
konteks. lain. Tradisi sejarah menjadi objek evaluasi pemahaman baru, bukan
pemahaman literal dari pemahaman baru.

Menurut Hassan Hanafi, pemahaman yang benar atas wahyu atau kata-kata


sangat ditentukan oleh akal. Kecuali diketahui bahwa Allah harus menjadi hakim yang
tidak memihak yang tidak pernah melakukan kejahatan, mustahil untuk mengetahui
kebenaran kitab suci atau Hadis, dan itu tidak dapat diketahui kecuali alasan
digunakan. Dengan kata lain, keduanya sama pentingnya. Hassan Hanafi mengatakan
bahwa akal dan wahyu adalah hubungan persatuan yang sempurna, bahkan ia
mengatakan tidak ada hubungan sama sekali, karena dua aspek yang sama sekali
berbeda telah hilang. Dimensi ini sebenarnya adalah elemen pemersatu antara akal dan
wahyu. Mengenal Tuhan dengan benar membutuhkan nalar yang benar, dan bahkan
menggunakan nalar yang benar untuk memahami pikiran Tuhan adalah kewajiban yang
didasarkan pada prinsip teologis Islam, baik itu wajib berdasarkan pertimbangan wahyu
atau karena pertimbangan wahyu.

Jika Anda mengikuti pandangan ini, maka tidak ada hubungan antara teologi
sebagai dasar transformasi sosial, seperti mencari jarum di padang pasir yang luas. Oleh
karena itu, dalam agama Kristen muncul istilah teologi pembebasan, dan gagasan ini
belakangan diadopsi oleh beberapa pemikir Islam. Menurut Nurcholis Madjid, meskipun
teologi yang berpusat pada Tuhan memiliki pengaruh positif berupa cara hidup, meskipun
pengaruh itu sendiri palsu, lebih jelas berbahaya, dan kerugian yang sesungguhnya
adalah efek sampingnya, yaitu Pribadi yang merusak martabat dan kemanusiaan.

Sebuah teologi yang menempatkan manusia sebagai pusat dari segalanya. Pada


saat yang sama, selama ini pemikiran religius selalu bertumpu pada model
«transfer», yang hanya mengubah suara teks menjadi kenyataan. Masalah yang dihadapi
masyarakat, seperti kolonialisme, ketidakadilan, kebodohan dan kemiskinan. Yang
disebut teologi adalah «ideologi», yang menjadi dasar atau paling tidak menjadi inspirasi
bagi seseorang atau komunitas untuk melakukan interaksi dan transformasi sosial yang
terjadi dalam masyarakat Islam. Adapun kebijaksanaan, inilah makna sebenarnya yang
berasal dari dua aspek pertama.

Pandanganku lebih ke kelompok pertama dari pandangan Jalaluddin Rahmat. Karena ketika
ada masalah, pemecahannya mengutamakan kebebasan berpikir. Bebas mengutarakan
pemikiran, bukan mengharuskan untuk anut seseorang.dan poin nomor 2 menganut sebuah
teologi, yang menjadi dasar atau paling tidak menjadi inspirasi bagi seseorang atau
komunitas untuk melakukan interaksi dan transformasi sosial yang terjadi dalam masyarakat
Islam. Yang mengutamakan kebijaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai