Disusun Oleh :
Kelompok 3
M. Tajul Arifin Arifin Dipika Anggun
Bismillahiroohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha Pengasih dan Penyayang
serta shalawat serta salam penulis haturkan kepada Baginda Rasulullah shalaullahu wa salam
yang telah membawa manusia ke zaman yang terang benderang seperti saat ini. Berkat rahmat
Allah-lah penulis dapat menyelesaikan laporan mata kuliah workshop geofisika ini dengan
judul MENGGALI POTENSI PANAS BUMI DI KABUPATEN TIRIS,
PROBOLINGGO, JAWA TIMUR MENGGUNAKAN METODE-METODE
GEOFISIKA dengan baik. Laporan ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi
mata kuliah workshop geofisika pada Bidang Minat Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
Di dalam pelaksanaan dan penulisan laporan ini, penulis telah banyak dibantu oleh banyak
pihak. Sehingga, izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Sukir Maryanto dan Bapak Sunaryo sebagia dosen pengampu mata kuliah workshop
geofisika tahun ajaran 2013-2014.
2. Mas Aulia, Mas Rizky Gustriansyah, Mas Andre, dan Mbak Dwi sebagai asisten mata
kuliah workshop geofisika tahun ajaran 2013-2014
3. Pemerintahan kabupaten Probolinggo, Jawa Timur yang telah mengizinkan mahasiswa
Geofisika Universitas Brawijaya melakukan penelitian.
4. Masyarakat Tiris yang banyak menolong mahasiswa Geofisika Universitas Brawijaya
dalam keseharian.
5. Teman-teman Geofisika angkatan 2011, sebagai rekan seperjuangan dalam suka maupun
duka selama hampir tiga tahun lebih ini.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penelitian yang telah dilakukan. Untuk
kritik dan saran dapat langsung disampaikan kepada penulis atau melalui alamat email
rofiridho@yahoo.com. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
2
Malang, Desember 2014
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
Pemodelan Geologi ................................................................................................................... 68
3.4 Alur Penelitian .......................................................................................................................... 79
BAB IV ................................................................................................................................................. 82
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................. 82
4.1 Data Hasil Pembahasan ............................................................................................................ 82
4.2 Analisa Prosedur ....................................................................................................................... 84
4.3 Analisa Hasil ........................................................................................................................ 86
c. Metode Gravity ......................................................................................................................... 99
Anomali Bouguer Lengkap ....................................................................................................... 99
Pemisahan Anomali Regional dan Residual ........................................................................... 100
Pemodelan Geologi ................................................................................................................. 102
d. GPR ......................................................................................................................................... 103
Line 1 .......................................................................................................................................... 105
BAB V ................................................................................................................................................ 110
PENUTUP .......................................................................................................................................... 110
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 110
5.2 Saran ........................................................................................................................................ 110
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 112
LAMPIRAN........................................................................................................................................ 114
LAMPIRAN I ..................................................................................................................................... 114
LAMPIRAN II .................................................................................................................................... 119
LAMPIRAN III ................................................................................................................................... 124
LAMPIRAN IV .................................................................................................................................. 129
LAMPIRAN V .................................................................................................................................... 134
5
BAB I
PENDAHULUAN
Tercatat potensi panas bumi di Indonesia tersebar dalam 276 titik dengan total potensi
sebesar 29.038 MW, yaitu terbesar ketiga di dunia. Sedangkan untuk potensi yang ada pada
Jawa Timur diperkirakan mencapai kurang lebih ada 11 lokasi sumber panasbumi di Jawa
Timur, diantaranya yaitu Welirang- Arjuno, Wilis-Argopuro, tiris-lamongan dan Blawan-Ijen
yang diperkirakan mempunyai cadangan sebesar 479 MWe dan sumber daya sebesar 203
MWe.
Potensi sumber energi panas bumi pada daerah Tiris yaitu berasal G. Lamongan dan dekat
dengan G. Argopuro. Kedua gunung ini memberikan andil cukup besar sebagai sumber panas
di daerah Tiris. Terdapat penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mulai dari
penelitian geofisika, geologi, hingga geokimia di daerah ini sebagai bentuk pengembangan
potensi daerah panas bumi. Namun, masih belum cukup bukti untuk menyatakan posisi sumber
air panas tersebut karena hanya mengetahui dari kenampakan diatas permukaan tanah saja.
6
1. Bagaimana korelasi metode-metode geofisika untuk mengidentifikasi potensi panas
bumi di Tiris, Probolinggo ?
2. Bagaimana respon bawah permukaan yang dihasilkan dari masing-masing metode
geofisika pada daerah penelitian ?
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi energi panasbumi ditunjukkan oleh kemunculan mataair panas di Kecamatan Tiris.
Mata air panas keluar dari rekahan-rekahan pada batuan breksi andesit. Di sekitar mata air
panas secara umum ditemukan adanya endapan berwarna kuning kemerahan dan sedikit
berbau belerang, endapan ini merupakan unsur besi yang keluar bersama air panas tersebut
dan mengalami oksidasi sehingga menunjukan warna seperti karat (Nugroho, 2012).
8
Gambar 1 2 Model tentatif panasbumi Tiris (Dinas ESDM Jawa Timur, 2010)
Secara morfologi seperti nampak pada gambar 2.2, daerah penelitian merupakan lembah
antar Gunung Argopuro dan Gunung Lamongan. Gambar 2.2 belum dapat menunjukkan
arah patahan dan reservoar panasbumi yang berada diantara Gunung Argopuro dan Gunung
Lamongan. Model tentatif merupakan perkiraaan awal dari survei geologi, untuk mana
dibutuhkan studi geofisika untuk memastikan posisi sumber energi panas bumi Tiris (Dinas
ESDM Jawa Timur, 2010).
9
Gambar 1 3 Model konseptual system panasbumi yang berasosiasi dengan sumber panas
magmatic. Garis-garis lengkung dengan anak panah menunjukkan pergerakan fluida. Garis-
garis lengkung dengan angka-angka menunjukkan daerah dengan kesamaan suhu
Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat 217 prospek panasbumi, yaitu di
sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian Barat Sumatera,terus ke Pulau Jawa, Bali,
Nusatenggara dan kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey
yang dilakukan selanjutnya telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga
jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di Jawa,
51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian, 15 prospek di Maluku
dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim Panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim
hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC),Hanya beberapa diantaranya yang
mempunyai temperatur sedang (150‐225oC) (Nenny,Saptadji. 2014)
10
2.3.1 Metode Seismik Refraksi
2.3.1.1 Pengertian Metode Seismik Refraksi
Seismik refraksi adalah salah satu metoda geofisika untuk mengetahui informasi
yang paling cepat dan tepat dalam menghitung kedalaman lapisan dan kekuatan batuan
(strength) di bawah permukan tanah dan juga material batuan yang dibutuhkan. (Mezak,
P.1998). seismik refraksi hanya memfokuskan pada first arrival(waktu tiba gelombang
pertama kali), sehingga lebih mudah dan simple untuk digunakan. seismik refraksi
mampu mendeteksi hingga kedalaman sekitar 1/4 hingga 1/10 dari geophone
spread(Reynolds, 1986)
11
(gelombang P) yang dihasilkan dari suatu sumber gelombang buatan. (Purnomo, Adi,
dkk, 2010).
12
pertama (first arrival time) gelombang yang diterima seluruh sensor yang digunakan
untuk merekam data gelombang dapat ditentukan (Redpath, 1973)
Gambar 1 5 Contoh real data, dengan t waktu dan x offset (Reynolds, 1986)
13
Gambar 1 6 Deskripsi geometrik pengukuran dan grafik waktu kedatangan terhadap jarak
pada kasus profil tanah dua lapisan (Redpath, 1973)
Pada cross over distance (Xcross),geolombang refraksi mulai muncul sebagai arrival time
yang mengenai suatu titik permukaan raypath dan travel time pada gelombang refraksi
untuk 2-model lapisan dapat diturunkan dari persamaan berikut:
𝑆𝐵 𝐵𝐶 𝐶𝑅
𝑡𝑟𝑒𝑓𝑟𝑎𝑐𝑡 = + +
𝑣1 𝑣2 𝑣1
pada Xcross, travel time pada suatu titik sama dengan direct wave dan refracted wave,
sehingga persamaan dapat dituliskan:
14
2.3.1.2.1 Konsep analisa crossplot Time-offset
15
2.3.1.2.2.Konsep Penentuan kedalaman suatu lapisan
untuk kasus multiple layers, ketebalan masing-masing lapisan untuk n>1 dapat
dihitung dengan persamaan :
16
4. lalu diperoleh suatu ketebalan hn
2.3.1.3 Design Survei Metode Seismik Refraksi
Pada Survei sismik refraksi dilakukan dua kali penembakan yaitu forward dan
reverse, konsep dari gelombang refraksi dari kedua penembakan ini dapat dipahami
dari gambar berikut:
1 1 1 1
= ( + )
𝑣2 2 𝑣𝑢 𝑣𝑑
Dalam survei seismik refraksi dilakukan desain survei konfigurasi peralatan yang
disusun seperti pada Gambar 1.1 Geophone dan sumber gelombang ditempatkan pada
suatu garis lurus (line seismik). Near offset, far offset, dan jarak antar geophone
17
ditentukan berdasarkan kondisi lapangan tempat melakukan survei. Pasangan geophone
ditempatkan dengan masing-masing spasi geophone yang telah ditentukan yaitu 2
meter. Pengukuran dilakukan dengan memberikan impuls vertikal pada permukaan
tanah dan merekam sinyal yang terjadi, sensor diletakkan sepanjang garis lurus dari
sumber impuls. Sensor yang digunakan adalah seismometer darat yaitu geophone.
Akuisisi dalam pengambilan data seismik menggunakan cara end-on (Common Shot).
Dari akusisi data ini akan didapatkan data mentah seismik, berupa trace-trace seismik
dari geophone yang merekam waktu tempuh gelombang seismik.(Priyantari, Nurul dan
Suprianto, Agus. 2009)
19
Gambar 1 12 Siklus Elektrik Determinasi Resistivitas dan Lapangan Elektrik Untuk Stratum
Homogenous Permukaan Bawah Tanah (Todd, D.K, 1959 yang dikutip oleh (Schlumberger,
1988)).
Ada dua jenis penyelidikan tahanan jenis, yaitu Horizontal Profilling (HP) dan
Vertical Electrical Sounding (VES) atau penyelidikan kedalaman, dengan pembedaan
penampang anisotropis pada arah yang horisontal dan pembedaan pendugaan
anisotropis pada arah yang vertikal. Hasil profiling dan sounding sering dipengaruhi
oleh kedua variasi yang vertikal dan pada jenis formasi listrik. Distribusi vertikal dan
horisontal tahanan jenis di dalam volume batuan disebut penampang geolistrik seperti
gambar 2 (Karanth, K.R., 1987).
20
2.3.2.1 Metode Resistivitas
Resistivitas listrik suatu bahan R berbentuk silinder akan berbanding langsung
dengan panjang L dan berbanding terbalik dengan luas penampang A, seperti diberikan
oleh :
𝐿
𝑅=𝜌
𝐴
Dimana : ρ = Resistivitas Material (Ωm)
R = Tahanan (W)
L = Panjang Material (m)
A = Luas Penampang Material (m2 )
ρ adalah resistivitas listrik dari material, dimana r bernilai tetap dan merupakan
karakteristik material yang tidak bergantung bentuk atau ukuran material tersebut.
Sesuai dengan hokum Ohm nilai resistensi atau tahanan suatu bahan yaitu
𝛥𝑉
𝑅=
𝐼
Dimana ΔV adalah beda potensial, R adalah resistensi dan I adalah arus listrik yang
melewati resistensi. Sehingga diperoleh persamaan:
𝐴 𝛥𝑉
𝜌=
𝐿 𝐼
Persamaan diatas digunakan apabila bumi diasumsikan homogeny isotropik,
dimana resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan
tergantung pada spasi (jarak) elektroda. Bumi diasumsikan sebagai medium yang
homogen isotropis maka perjalanan arus yang kontinu pada medium bumi dapat
digambarkan oleh Gambar 3.
21
Gambar 1 14 Medium homogen isotropis dialiri listrik (Lilik Hendrajaya dan Idam
Arif, 1990 yang dikutip oleh(Wijaya, 2009) pada tulisannya).
Dengan anggapan medium berlapis yang ditinjau, misalnya terdiri dari dua lapis
dan mempunyai nilai resistivity yang berbeda (ρ1 dan ρ2 ). Dalam pengukuran, medium
ini dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu nilai resistivitas
semu (apparent resistivity ρa). Resistivitas semu ini merepresentasikan secara kualitatif
distribusi resistivitas di bawah permukaan (Wuryanto, 2007).
ρa=K ΔV/I
dengan
22
ρa : Resistivitas semu (Ωm)
K : Faktor Geometri
ΔV : Beda potensial pada MN (V)
I : kuat arus (A)
23
Gambar 1 16 Resistivitas semu sebagai fungsi bentangan: a) medium homogeny semi
tak berhingga, b) medium 2 lapis (ρ2>ρ1), c) medium lapis (ρ1<ρ2), dan d) medium 3
lapis (ρ2>ρ1,ρ3<ρ2) (Waluyo, 2005)
Dari hasil pengukuran di lapangan yang diperoleh adalah nilai tahanan jenis dan
jarak antar elektroda. Jika nilai tahanan jenis diplot terhadap jarak antar elektroda
dengan menggunakan grafik semilog diperoleh kurva tahanan jenis. Dengan
menggunakan kurva standar yang diturunkan berdasarkan berbagai variasi perubahan
nilai tahanan jenis antar lapisan secara ideal dapat ditafsirkan variasi nilai tahanan jenis
terhadap kedalaman. Dengan cara ini ketebalan lapisan berdasarkan nilai tahanan
jenisnya dapat diduga, dan keadaan lapisan-lapisan batuan di bawah permukaan dapat
ditafsirkan.
24
Survey resistivitas akan memberikan gambaran tentang distribusi resistivitas bawah
permukaan. Harga resistivitas batuan, mineral, tanah dan unsur kimia secara umum
telah diperoleh melalui berbagai pengukuran dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
proses konversi
K = n (n+1) (n+2)πa
25
Sehingga berlaku hubungan
𝛥𝑉
ρa = n (n+1) (n+2)πa (Cristi, 2014)
𝐼
𝑚1 𝑚2
𝐹̅12 = −𝐺 (2.1)
𝑅2
dimana :
26
Gaya tarik bumi terhadap suatu massa yang berada di luar bumi menyebabkan
massa dipercepat secara vertikal ke bawah. Percepatan yang dialami suatu massa (𝑚2 )
akibat tarikan massa lain, dalam hal ini bumi (𝑚1 ) dalam jarak r dikenal sebagai
percepatan gravitasi yang dinyatakan sebagai :
𝐹 𝑚1
𝑔̅ = 𝑚 = −𝐺 (2.2)
2 𝑅2
Dengan 𝑔 adalah percepatan gravitasi bumi (m/𝑠 2 ) (Sears & Zemansky, 1999).
27
yang cukup dekat dengan bumi dapat memberikan efek penarikan pada bumi. Efek
penarikan ini disebut efek pasang-surut (tidal effect). Efek tersebut menyebabkan
penyimpangan gayaberat secara periodik dari nilai normalnya (Untung, 2001).
Gaya pasang-surut akan maksimum bila bulan dan matahari terletak pada satu
arah dan berlawanan, dan akan minimum jika keduanya tegak lurus. Selain itu
penarikan bulan dan matahari juga memberikan efek pasang-surut terhadap benda-
padat bumi. Gejala ini menjadi suatu ukuran tentang kekerasan bagian dalam bumi.
Sehingga pada pengolahan data gayaberat perlu dilakukan koreksi pasang-surut.
Koreksi nilai pasang surut ini nilainya berubah-berubah karena dipengaruhi oleh lintang
dan waktu. Komponen tegak gaya pasang-surut g TDL dirumuskan pada persamaan 2.4
berikut (Untung, 2001).
3GrM m 1 3GrM s 1
gTDL cos 2am 3
cos 2as (2.3)
2Dm
2
3 2 Ds 3
di mana,
r = radius bumi apabila bulan dan matahari membuat sudut geosentrik (m)
28
2.3.3.3.2 Koreksi apungan (drift correction)
Nilai pengukuran gayaberat pada suatu titik dan diulang kembali
pengukurannya maka secara teoritis nilainya akan tetap atau konstan. Namun dalam
kenyataannya nilainya akan berubah. Selain diakibatkan kondisi pasang-surut, juga
dapat dipengaruhi mekanisme alat. Goncangan pada saat transportasi dapat
mempengaruhi mekanisme alat, ini disebut dengan apungan (drift).
A B C D E
Dalam pengukuran gayaberat pengukuran dimulai dari suatu titik acuan gravity
(gravity base station), kemudian melakukan pengukuran dititik-titik pengamatan dan
kembali ke titik acuan semula. Ditunjukkan pada Gambar 2.4, bahwa pengukuran
dilakukan pertama kali di titik acuan A kemudian dilakukan pengukuran di titik B, C,
D, E dan kemudian kembali ke titik acuan A. Pembacaan di titik A pertama dan yang
kedua di titik A, akan terdapat perbedaan. Perbedaan ini dihilangkan dengan koreksi
yang dinamakan koreksi apungan (drift). Koreksi drift dirumuskan pada Persamaan 2.5
sebagai berikut:
G A 2 G A1
g D Tn T A1 (2.4)
T A 2 T A1
dimana,
GA1 dan GA2 = pembacaan gayaberat diawal dan diakhir pada titik ikat A (mGal)
TA1 dan TA2 = waktu pembacaan di awal dan di akhir pada titik ikat A (menit)
29
2.3.3.3.3 Koreksi lintang
Bentuk bumi berdasarkan hasil pengukuran geodetik mendekati bentuk
speroidal yang menggelembung di ekuator dan memipih di kutub, sehingga pendekatan
bentuk bumi disebut speroid referensi. Speroid referensi adalah suatu elipsoid yang
digunakan sebagai pendekatan untuk muka laut rata-rata (geoid) dengan mengabaikan
efek benda di atasnya. Secara teoritis referensi spheroid ditunjukkan pada Persamaan
2.6 yang biasa disebut dengan persamaan Geodetic Reference System 1967 (GRS67)
(Blakely, 1996)
di mana,
Nilai gradient pada koreksi lintang ini berkisar 1 mGal/km, sehingga lokasi yang benar-
benar horizontal pada survei gayaberat secara umum tidak membutuhkan koreksi
lintang (Sleep & Fujita, 1997).
g FA 0,3086 h. (2.6)
di mana,
30
Gambar 1 20 Koreksi udara bebas di atas permukaan datum
Gambar 1 21 Kontur topografi pada Hammer Chart (b) Salah satu bagian kontur
topografi pada Hammer Chart.
31
pengukurannya, peta topografi dicocokkan pada Hammer Chart seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2.6. Rumusan pada tiap bagian dirumuskan pada Persamaan
2.7 berikut.
g T r , G ro ri ri 2 z 2
1/ 2
ro2 z 2
1/ 2
(2.7)
di mana,
Koreksi medan merupakan penjumlahan dari semua bagian Hammer chart (Telford,
dkk,.1990).
32
di mana,
h = ketinggian (m)
Nilai dari koreksi Bouguer akan dikurangkan (-), jika titik pengamatan berada
di atas mean sea level, dan akan ditambahkan (+) jika titik pengamatan berada dibawah
mean sea level (Telford, dkk,.1990).
𝐴𝐵 = g obs − g L + g FA − 𝐵𝐶 + 𝑇𝐶 (2.9)
di mana,
33
gL = koreksi lintang (mGal)
Nilai anomali yang diperoleh adalah nilai anomali pada ketinggian suatu titik
amat. Pentingnya mean sea level sebagai bidang datum hanyalah sebagai batas bahwa
semua massa di bawah mean sea level mempengaruhi nilai anomali Bouguer,
sedangkan untuk massa di atas mean sea level hanya terdeviasi dari keadaan ideal
(Untung, 2001).
Definisi gelombang adalah sebuah getaran yang merambat dalam ruang dan
waktu. Gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam hal ini termasuk dalam
spektrum gelombang mikro. Dalam suatu sistem radar, gelombang mikro dipancarkan
terus menerus ke segala arah oleh pemancar. Jika ada objek yang terkena gelombang
ini, sinyal akan dipantulkan oleh objek dan diterima kembali oleh penerima. Sinyal
pantulan ini akan memberikan informasi keberadaan objek yang ada di bawah
permukaan tanah yang akan ditampilkan oleh layar radar.
µ = permeabilitas magnetik
35
2.3.4.2 Ground Penetrating Radar
GPR adalah metode elektromagnetik yang banyak digunakan untuk penelitian
atau studi kasus tentang kontaminasi air bawah tanah, geoteknik, sedimentologi,
glasiologi dan arkeologi. Metode GPR menggunakan gelombang radio untuk
menggambarkan bawah permukaan yaitu dengan mendeteksi material dari sisi
dielektriknya. Ketika gelombang menyentuh suatu material dengan konstanta dielektrik
yang berbeda-beda maka akan dipantulkan dan direkam oleh receiver.
GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik. Mode monostatik yaitu bila
transmitter dan receiver digabung dalam satu antenna sedangkan mode bistatik bila
kedua antenna memiliki jarak pemisah. Transmitter membangkitkan pulsa gelombang
EM pada frekuensi tertentu sesuai dengan karakteristik antenna tersebut. Receiver diset
untuk melakukan scan yang secara normal mencapai 32 – 512 scan per detik. Setiap
hasil scan ditampilkan pada layar monitor sebagai fungsi waktu two-way time travel
36
time, yaitu waktu tempuh gelombang EM menjalar dari tranmitter – target – receiver.
Tampilan ini disebut dengan radargram.
37
Gambar 1 25 Skema Rangkaian GPR
38
2.3.4.3 Prinsip Kerja GPR
39
perambatan kecepatan fasa v dan koefisien atenuasi atau jangkauan / skin depth
(kedalaman dimana sinyal telah berkurang 1/e (ca.37%) dari nilai awal) yaitu:
𝜔 𝑐 𝜔 𝜇𝑟 𝜀𝑟 𝜇𝑟 𝜀𝑟 𝜎 2
𝑣= = ∝= = √ √1 + ( ) −1
𝛽 𝑐 2 2 𝜀0 𝜀𝑟 𝜔
2
√𝜇𝑟 𝜀𝑟 √1 + ( 𝜎 ) + 1
2 𝜀0 𝜀𝑟 𝜔
Sedangkan hubungan nilain antara skindepth dengan resistivitas dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
40
Gambar 1 28 Skema prinsip kerja transmitter dan receiver
41
2.3.4.5 Koefisien Refleksi
Koefisien refleksi (R) didefinisikan sebagai perbandingan energy yang
dipantulkan dengan yang datang, nilai R bergantung pada konstanta dielektrik relative
ε lapisan 1 dan lapisan 2, adalah ukuran kapasitas dari sebuah material dalam hal ini
melewatkan muatan saat medan elektromagnetik melewatinya.
Pada semua kasus, nilai R terletak antara -1 dan 1, bagian dari energy yang
ditransmisikan sama dengan 1-R. Persamaan diatas diaplikasikan untuk keadaan
normal pada permukaan bidang datar. Dengan asumsi tidak ada sinyal hilang
sehubungan dengan amplitude sinyal.
42
2.3.4.6 Parameter Antena GPR
Peranan antena dalam aplikasi GPR sangat penting dalam menentukan
performansi sistem. Pada prinsipnya, kriteria umum untuk sistem antena impuls GPR
harus mempertimbangkan kopling yang baik antara antena dengan tanah. Antena GPR
biasanya beroperasi dekat dengan tanah (permukaan tanah) maka harus dapat
mengirimkan medan elektromagnetik melalui interface antena-tanah secara efektif.
Akan tetapi, ketika antena di letakan dekat dengan tanah, interaksi antena-tanah akan
berpengaruh besar terhadap impedansi input antena, bergantung jenis tanah dan elevasi
antenanya [Turner,1993]. Karena property elektrik tanah sangat dipengaruhi oleh
kondisi cuaca, dalam survey GPR biasanya sangat sulit untuk menjaga kestabilan
impedansi input karena jenis tanah yang benar-benar berbeda untuk setiap tempat dan
kondisi cuaca yang berbeda. Ini mengakibatkan sulitnya mempertahankan
kondisi match, antara antena dan feed line untuk memperkecil mismatch loss.
Pemilihan jenis antena GPR yang dipakai didasarkan juga pada objek apa yang akan
dideteksi. Apabila target objek mempunyai objek yang panjang maka sebaiknya
menggunakan antena yang denganfootprint yang lebih panjang. Footprint antena adalah
pengumpulan nilai tertinggi dari bentuk gelombang yang dipancarkan oleh antena pada
bidang horizontal di dalam tanah atau permukaan tanah di bawah antena.Ukuran
footprint antena menentukan resolusi cakupan melintang dari sistem GPR.Secara
umum, unjuk kerja optimal GPR dimana footprint antenna harus dapat diperbandingkan
dengan penampang melintang horizontal dari target. Berdasarkan keterangan di atas,
antena untuk aplikasi GPR harus memperhatikan beberapa hal yaitu :
Antena GPR harus mampu meminimalkan late time ringing yang disebabkan
oleh refleksi internal terhadap benda–benda (clutter) disekitar target yang
mengakibatkan efek masking terhadap objek yang dideteksi. Ada berbagai cara untuk
mengurangi late time ringing khususnya dari penggunaan antena dipole yaitu dengan
penggunaan lumped resistor. Hal ini sesuai dengan metode Wu King. Namun,
penggunaan metode ini sesuai untuk antena dipole yang dibuat pada PCB (Printed
Circuit Board ). Untuk antena wire dipole, hal ini bisa diatasi dengan meletakkan antena
tepat di atas permukaan tanah karena sifat lossy dielektrik tanah tersebut mampu
meredam sifat ringging dari antena wire dipole, sehingga sinyal tersebut dapat dianalisa
dengan cukup akurat.
43
Gambar 1 31 Antena Wire dipole
• Cross-Coupling
Untuk memaksimalkan pada target yang dideteksi maka antara antena pengirim
dan penerima harus dipisahkan dengan jarak berdasrkan rumus berikut ini:
Keterangan :
44
Gambar 1 33 Antenna
Keterangan :
45
Antenna Orientations
Pemilihan garis lokasi dan orientasi survey GPR harus diatur agar pendeteksian
objek dapat maksimal.Setelah garis dan arah pendeteksian sudah ditentukan, maka
penyusunan antena harus sesuai. Adapun tipe – tipe penyusunan antena dapat dilihat
pada gambar di bawah ini
Keterangan :
PL = Parallel
PR = Perpendicular
BD = Broadside
EF = Endfire
XPOL = Crosss polarization
À = Line direction
2.3.4. 7 Akuisisi Data GPR
Terdapat tiga cara penggunaan sistem radar yakni : reflection profiling (antenna
monostatik ataupun bistatik) ,wide angle reflection and refraction (WARR) atau
Common Mid Point (CMP) sounding dan tranillumination atau radar tomography.
46
Gambar 1 35 Sistem Radar
Cara WARR ini dilakukan dengan menaruh transmitter pada posisi yang tetap dan
receiver dibawa pada area penyelidikan.WARR sounding diterapkan pada kasus
dimana bidang reflector relatif datar atau memiliki kemiringan yang rendah, karena
47
asumsi ini tidak selalu benar pada kebanyakan kasus maka digunakan CMP sounding
untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada CMP sounding kedua antenna bergerak
menjauhi satu sama lainnya dengan titik tengah pada posisi yang tetap.
48
2.3.5 Metode Magnetik
2.3.5.1 Medan Magnet bumi
Adanya gaya magnet dari dua buah benda bersifat magnet, baik gaya yang
terjadi bersifat tolak menolak atau tarik menarik. Hal ini terjadi karena gaya tersebut
dipengaruhi oleh kedua massa benda terhadap jarak keduanya dan permeabilitas
medium yang melingkupi keduanya. (Blakely, 1995). Pernyataan ini sesuai dengan
Hukum Coulumd, dimana :
1 𝑚1𝑚2
𝐹̅ = 𝑟̂ (1)
𝜇 𝑟2
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga
elemen medan magnet bumi, yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas
kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi :
Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang
dihitung dari utara menuju timur
Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang
dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah.
Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang
horizontal, terdiri dari dua komponen yaitu X (utara) dan Y (selatan).
Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Gambar 1 37 Parameter fisis medan magnet bumi (McElhinny dan Phillip, 2000.)
49
dengan H dan Z. Sedangkan horizontalnya dibagi menjadi dua komponen, yaitu X
(utara) dan Y (selatan). Variasi komponen ini dirumuskan sebagai berikut:
(2).
(3)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan
hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena
sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan
terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
(Telford, 1976)
50
Medan magnet anomali (anomaly field) sering juga disebut medan magnet lokal
(crustal field). Medan anomali sebagian besar berasal dari batuan yang mengandung
mineral magnetik. Batuan tersebut mempunyai suseptibilitas magnetik yang
menunjukkan kemampuannya untuk termagnetisasi.
Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran
adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara
garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan
medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar
terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta
berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk
diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan
magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah
medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya.
Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan
magnetik kurang dari 25 % medan magnet utama bumi (Telford, 1976).
𝐼 = 𝑀/𝑉 (4)
𝐼 = 𝑘𝐻 (5)
Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar H akan menghasilkan
medan tersendiri H’ yang meningkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut.
Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan dituliskan (Telford,
1976) :
51
dengan H dan M (H’ dan M’) pada arah yang sama. Satuan dari B adalah Tesla (= 1
Newton/Ampere-Meter = 1 Weber/Meter2), sedangkan satuan dari B’ adalah Gauss (=
10-4 Tesla) µ˳ adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa (4π x 10-7 Wb/Am)
a) Diamagnetik, mempunyai kerentanan magnetik (k) negatif dan kecil artinya bahwa
orientasi elektron orbital substansi ini selalu berlawanan arah dengan medan magnet
luar. Contohnya : graphite, marble, quarts dan salt.
b) Paramagnetik, mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif dan kecil. Contoh :
olivine, garnet, biotit, amfibolity, dan lain-lain.
c) Ferromagnetik, mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif dan besar yaitu
sekitar 106 kali dari diamagnetik/paramagnetik. Contohnya Jenis-jenis besi, kobalt,
nikel dan lain-lain
52
Sifat kemagnetan substansi ini dipengaruhi oleh keadaan suhu, yaitu pada suhu
diatas suhu Curie, sifat kemagnetannya hilang. Efek medan magnet dari substansi
diamagnetik dan hampir sebagian besar paramagnetik adalah lemah. (Anonymous,
1992)
53
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di daerah Tiris, kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia
pada tanggal 8 November 2014 hingga 14 November 2014, sedangkan analisa lebih lanjut
dilaksanakan di kampus Universitas Brawijaya hingga tanggal 11 Desember 2014. Dimana
design survey pengambilan data ini berbeda dengan rencana awal desain survey dikarena
kondisi topografi yang cukup sulit sehingga dilakukan pengambilan data dimana topografi
yang memungkinkan untuk diambil
a. Metode Resistivity
Pada workshop geolistrik metode resistivty konfigurasi dipole-dipole ini
digunakan beberapa perlatan untuk digunakan untuk pengambilan data yaitu sebuah
resistivirimeter bermerk OYO Mc-Ohm el 2119, dua pasang elektroda (berguna sebagai
elektroda arus dan elektroda potensial), baterai aki bertegangan 12 volt, kabel listrik
digunakan untuk sambungan antara resistivitimeter dengan elektroda serta aki, sebuah
roll meter, dua buah palu, Handy Talky sebanyak dua buah, sebuah GPS, peta lokasi,
table data dan alat tulis.
b. Metode Seismik Refraksi
Pada workshop geolistrik metode seismic refraksi menggunakan McSEIS-SX,
geophone, kabel,sebuah roll meter, palu dan piringan palu refraksi, peta lokasi, table
data dan alat tulis.
c. Metode Gravity
Pada pengukuran gravity ini memiliki 2 base station yaitu di kantor PU Desa
Tiris dan di area wisata air panas Tiris. Hasil pengukuran didapatkan sebanyak 103
data. Alat-alat yang dibutuhkan dalam metode ini, yaitu :
54
maka getaran tersebut dapat mempengaruhi proses pengukuran, Alat ini
bekerja optimal saat suhu mencapai maksimal yaitu 56,7° (thermostate).
Gravitymeter ini memiliki ketelitian sebesar 0,01 mGal dan menggunakan
daya DC 12 Volt dengan tampilan pembacaan yang digunakan 5 digit angka,
dengan batas nilai tertinggi 7000,0.
55
Sebaiknya dicari lokasi yang lebih stabil.
2. GPS
3. Penunjuk waktu
4. Alat tulis
Dalam proses pengambilan data dilakukan pencatatan data hasil
pembacaan nilai gayaberat, waktu, posisi, serta ketinggian, sehingga dibutuhkan
alat tulis seperti buku dan bolpoint.
5. Perangkat komputer
Dalam proses pengolahan data sangat dibutuhkan perangkat komputer.
Perangkat komputer yang digunakan dalam penelitian ini berupa software Open
Office, Surfer 9, serta Grav2dc.
d. Metode Magnetik
Dalam praktikum mengenai metode magnetic alat yang dibutuhkan dalam akuisisi
adalah seperangkat Proton Precission Magnetometer (PPM) yang digunakan untuk
mengukur nilai kuat medan magnetik total. Peralatan lain yang bersifat pendukung di
dalam survei magnetik adalah Global Positioning System (GPS). Peralatan ini digunaka
untuk mengukur posisi titik pengukuran yang meliputi bujur, lintang, ketinggian, dan
waktu. GPS ini dalam penentuan posisi suatu titik lokasi menggunakan bantuan satelit,
kompas geologi, untuk mengetahui arah utara dan selatan dari medan magnet bumi, peta
topografi, untuk menentukan rute perjalanan dan letak titik pengukuran pada saat survei
magnetik di lokasi, dan PC atau laptop dengan software seperti Surfer, Matlab, Mag2DC,
dan lain-lain.
56
e. Metode Ground Penetrating Radar
Pada praktikum pengambilan data georadar ini digunakan alat GPR Future 2005 Alat
ini dikhususkan untuk mendeteksi logam (metal) dan rongga (cavity) . GPR terbagi dari
beberapa bagian yaitu :
1. 1 buah control unit sebagai pemancar gelombang
2. Probe , ada probe vertical dan horizontal
3. 1 batang penghubung probe
4. 1 buah USB Bluetooth Dongle
5. 1 buah External Power Supply
6. 1 buah Charger untuk power supply
7. 1 buah Headphones
a. Metode Resistivity
Akuisisi Data
Pada workshop ini metode geolistrik menggunakan konfigurasi dipole-dipole, metode
ini merupakan metode mapping. Metode mapping merupakan metode untuk melihat profile
secara horizontal dari daerah yang di teliti. Pengambilan data metode ini berupa lintasan
garis lurus, dimana pada lintasan ini harus diperkirakan panjang lintasan. Dari panjang
lintasan ini nantinya di hitung jarak elektroda sebesar a dan kelipatan dari dari spasi berupa
n. Saat pengambilan data di lapangan panjang lintasan yang digunakan sebesar 100 meter,
dengan jarak elektroda sebesar 10 (besarnya n=1, 2, 3, …).
Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengambilan data yaitu, diukur
panjang lintasan sesuai dengan perkiraan awal. Kemudian elektroda arus (C1 dan C2)
dan elektroda potensial (P1 dan P2) dipasang sesuai dengan gambar. Perlu diperhatikan
bahwa jarak spasi antara kedua elektroda arus dan jarak antara kedua elektroda arus
sebesar a, pada workshop ini spasi keduanya sebesar 10 meter. Sedangkan jarak antara
elektroda arus dan potensial sebesar na, pada nantinya jarak spasi ini akan bertambah
besar dengan dirubahnya nilai n jadi bertambah besar.
57
Setelah dilakukan injeksi pertama, maka nilai resisitivity pada alat dicatat.
Kemudian elektroda potensial dirubah dengan ditambah nilai n, dimana n=1, 2, 3,
dst. Dengan elektroda arus tetap pada posisi diawal, ketika elektroda potensial telah
diujung lintasan, maka elektroda arus (B dan A) dimajukan sebesar a dan elektroda
potensial tetap diujung lintasan. Pada injeksi ini nilai n di hitung dari yang paling
besar hingga ke paling kecil, kebalikan dari saat injeksi awal. Setiap injeksi
elektroda potensial dirubah hingga mendekati elektroda arus. Hal ini dilakukan
secara berulang hingga akhirnya elektroda arus berada di ujung lintasan.
Pengolahan Data
Dari hasil pengambilan data didapatkan nilai tahanan jenis , spasi masing-masing
elektroda arus dan potensial, serta nilai n. Dari hasil ini didapatkan nilai factor geometri
dengan dilakukan perhitungan di software Ms. Excel, setelah didapatkan factor
geometri ini dilakukan perhitungan tahanan jenis semu pada Ms.Excel Selanjutnya
data-data tersebut di tulis ulang pada notepad selanjutnya disimpan dalam format *.dat.
Lalu data di running dalam software Res2Dinv untuk didapatkan penampang inversi
2D. Data inversi ini menunjukkan nilai hambatan jenis dan jenis struktur bawah
permukaan daerah yang diteliti
Interpretasi Data
Pada bagian ini dilakukan pembacaan data hasil pengolahan yang nantinya dapat
diketahui kondisi bawah permukaan sebenarnya setelah dilakukan korelasi anatara data
hasil pengolahan, table resisitivity, dan peta geologi daerah pengambilan data bila
memang ada.
58
Pada workshop geofisika ini, metode seimik refraksi hanya menggunakan 1 line
seismik pada masing-masing kelompok. Lokasi berada di tepi sungai Tiris dekat
manifestasi air panas (pemandian air panas Tiris). Panjang lintasan (far offset) adalah
40 meter, sedangkan near offset sejauh 2 meter. Spasi antar geophone adalah sejauh 2
meter.
Hal pertama yang dilakukan dalam akuisisi data seismik refraksi, yaitu
mengukur panjang lintasan (line) yang akan di lakukan pengambilan data. Beri tanda
tiap 2 meter sebagai spasi tiap geophone. Pasang instrument seismograph dengan kabel
yang dihubungkan langsung dengan sumber seismik dan geophone. Sumber seismik
yang digunakan pada penelitian kali ini adalah palu, sedangkan untuk geophone yang
digunakan hanya satu buah dikarenakan dalam pelaksanaannya elemen piezoelektrik
pada sambungan rusak, sehingga hanya satu buah geophone yang mampu bekerja.
Berikut merupakan gambaran design akuisisi penelitian :
Setelah instrument terpasang dengan benar, impuls mulai dibuat yaitu dengan
memukulkan palu seismik ke lempeng seismik, sehingga akan terekam oleh sensor
yang diletakkan sepanjang garis lurus dari sumber impuls berupa waktu tempuh
gelombang seismic yang terbaca di seismograph. Selanjutnya diambil nilai first arrival
time pada masing-masing gelombangnya dari data trace setiap lintasan. Kemudian
dilakukan pengambilan data berikutnya dengan memindahkan geophone hingga jarak
24 meter, lalu pengambilan data dirubah dengan memajukan sumber ke jarak 20 meter,
lalu dilanjutkan pengambilan data hingga offset terjauh yaitu 40 meter. Setelah
dilakukan pengambilan data forward, maka selanjutnya dilakukan pengambilan data
reverse. Seharusnya, pengambilan data reverse dilakukan hingga near offset namun
dikarenakan cuaca yang tidak mendukung, data revers hanya diambil sebanyak 12 titik
penembakan. Sehingga didapatkan waktu tempuh data forward dan reverse.
Pengolahan Data
Metode pengolahan yang digunakan dengan metode intercept time. Pada
perhitungan yang digunakan dengan menghitung waktu pertama kali gelombang yang
berasal dari sumber seismik diterima oleh setiap receiver. Dengan mengetahui jarak
59
setiap receiver dengan sumber seismik dan waktu penjalaran gelombang yang pertama
kali sampai receiver kemudian dibuat grafik hubungan antara jarak dengan waktu.
Pengolahan data metode seismik refraksi menggunakan perangkat lunak diantaranya
adalahmatlab dan excel. Proses pertama yang harus dilakukan adalah mengkonversi
data dari excel berupa nomer, offset, waktu datang gelombang pada posisi forward dan
waktu datang gelombang pada posisi reverse kedalam format .txt.
60
Setelah itu di dapat model kecepatan seismik refraksi perlapisan yang akan
ditentukan titik mana yang diangkap break point pada masing-masingproses
pengambilan data, yaitu forward maupun reverse.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan ekstrapolasi dari data asli yang diperoleh
dilapangan yang untuk mengangkat data yang random atau terlalu berbeda dengan
kecenderungan data lainnya. Ekstrapolasi dilakukan dengan menggunakan software
matlab dengan metode hagiwara, yaitu dengan mencari first break dengan memilih nilai
1 sebagai representasi pertemuan antara lapisan pertama dan kedua dari lapisan bawah
permukaan.
61
Dengan demikian akan dihasilkan model perlapisan bawah permukaan sebagai berikut
Setelah semua model perlapisan dari tiga line yang ada, maka model-model tersebut
diinterpretasi lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana keadaan bawah permukaan
yang sebenarnya.
Interpretasi Data
Dalam interpretasi data seismik refraksi bertujuan hanya untuk mengetahui pola
perlapisan pada daerah penelitian. Software yang digunakan adalah matlab. Penjelasan
mengenai interpretasi akan dijelaskan pada bab hasil dan pembahasan.
c. Metode Gravity
Dalam tahap pengolahan data gravitasi langkah awal yang dilakukan adalah dengan
melakukan konversi hasil pembacaan data ke satuan mGal dan kemudian dilakukan koreksi
62
data. Perhitungan koreksi tersebut didapat dengan menggunakan software Ms. Excel.
Setelah dilakukan koreksi data, selanjutnya dilakukan pemisahan antara anomali Bouguer
dan anomali regional dengan menggunakan software Magpick . Maka akan didapatkan
hasil berupa anomali regional dan anomali residual. Kemudian dilakukan penggambaran
pola untuk kedua anomali tersebut dengan software Surfer 9.0. Selanjutnya dilakukan
pemodelan geologi dengan Grav2DC dan dilakukan interpretasi dari keseluruhan hasil
yang didapatkan dari pengolahan data.
Koreksi tidal
Koreksi tidal dilakukan untuk menghilangkan efek dari pasang surut air laut akibat
benda-benda langit disekitar bumi. Pada penilitian ini untuk melakukan koreksi tidal
memanfaatkan software tide. Data yang dimasukkan berupa koordinat dalam derajat,
63
tanggal, serta waktu. Hasil keluaran software ini berupa nilai koreksi tidal pada jam-
jam tertentu sesuai dengan waktu yang telah diinputkan.
Koreksi lintang
Koreksi lintang diperlukan karena adanya efek yang diberikan pada saat bumi
berotasi pada porosnya yang mengakibatkan massa bumi mengumpul pada porosnya.
Untuk mendapatkan nilai koreksi lintang digunakan rumusan yang telah ditunjukkan
oleh persamaan 2.5.
64
Koreksi bouguer (bouguer correction)
Koreksi bouguer memiliki hubungan antara ketinggian suatu tempat dengan
rapat massanya diperhitungkan. Hubungan tersebut dirumuskan pada persamaan 2.8.
Dari persamaan tersebut akan dapat diketahui nilai koreksi Bouguernya.
Lalu Save as dengan format *.bln, lalu kita pakai tool Grid data dengan metode
Kriging. Setelah kita cek kesesuaian datanya lalu klik Ok dan akan dilakukan proses
Gridding. Setelah proses Gridding nya sukses maka kita akan dapat menampilkan
konturnya.
65
Gambar 3.8 Proses Gridding dengan metode Kriging
Gambar 3.9 Tampilan software MagPick saat load data kontur anomali Bouguer
66
Gambar 3.10 Tampilan anomali Bouger yang akan dipisahkan
Kemudian kita sorot tool Operation dan Upward Continuantion. Kemudian kita
tentukan interval elevasinya. Disini digunakan interval mulai dari 100 meter. Upward
Continuantion dilakukan sampai pola konturnya tidak berubah. Perubahan tersebut
tetap kita lihat di Surfer. Dari MagPick ini kita mendapatkan 2 anomali yaitu anomali
regional dan anomali residual. Anomali residual lah yang nantinya akan kita lakukan
slicing pada surfer dan dibuat pemodelan geologinya agar nantinya dapat
diinterpretasikan secara kuantitatif.
Gambar 3.11 Proses kontinuasi dengan interval elevasi mulai 100 meter.
67
Pemodelan Geologi
Setelah didapatkan anomali residual maka tahap selanjutnya adalah pemodelan
geologi. Sebelum pemodelan dengan Grav2DC terlebih dahulu kita lakukan slicing di
Surfer. Terlebih dahulu ditampilkan hasil anomali residual yang telah dipisahkan,
kemudian kita gunakan tool Draw dan pilih polyline untuk membuat slice nya.
Diusahakan pada daerah yang kita slice minimal terdapat 1 puncak dan 1 lembah.
Setelah kita tentukan daerah yang akan kita slice kemudian kita digitasi. Untuk proses
slicing kita gunakan Tool Grid kemudian pilih Slice kemudian Save as. Langkah-
langkah diatas bisa dilihat pada screenshot dibawah ini.
68
Gambar 3.14 Menentukan daerah yang akan di slice
69
Gambar 3.16 Proses Slicing
Setelah data slice tersimpan lalu kita buka software Grav2DC. Kemudian kita buat
model baru dengan cara berikut:
70
Gambar 3.18 Pembuatan model baru dengan inputnya
71
Setelah muncul kurva dari hasil Slicing maka kemudian kita akan membuat
suatu model yang kurvanya harus kita cocokkan dengan kurva dari hasil Slicing. Untuk
membuat model tersebut kita mengklik kiri lalu membuat model yang sesua, setelah
terbentuk lalu klik kanan. Kemudian untuk membuat model yang kedua dapat
menggunakan Tool Edit The Model, kemudian klik Add a body. Kita juga dapat
mengubah model-model kita agar semua nya terpenuhi tidak ada yang berlubang
modelnya dengan menggunakan Edit the model kemudian pilih Change a corner with
the mouse. Untuk mencocokkan kurva slicing dan model kita, kita dapat menaik-
turunkan nilai densitas dengan mengklik model kita 2 kali kemudian kita naikkan atau
kita turunkan sampai bentuk kurva nya menyerupai kurva hasil Slicing. Proses ini kita
lakukan sampai error nya bisa bernilai kecil.
72
Gambar 3.24 Tools untuk menaik-turunkan nilai densitas
d. Metode Magnetik
Adapun tahapan pengolahan data magnetik dapat dilakukan dengan langkah sebagai
berikut
Data yang diberikan berupa data mentah, yang kemudian dikoreksi IGRF dan koreksi
diurnal area akusisi untuk menentukan hasil anomali total dari data yang diproses. Data hasil
koreksi ditunjukkan oleh gambar di bawah. Data yang diberikan terdapat tujuh data
sehingga nantinya ketujuh data tersebut digabungkan untuk dibuat kontur anomalinya.
Data hasil gabungan selanjutnya di-copy ke dalam program Surfer 10 untuk pembuatan
kontur anomali. Data gabungan disimpan dengan format *.bln.
Langkah selanjutnya adalah membuka grid data hasil Ms. Excel tadi untuk dijadikan peta
kontur. Setelah tahap grid selesai, untuk membuat kontur anomali digunakan perintah New
Contour Map pada menu bar. Maka hasil yang didapatkan seperti gambar di bawah.
73
Maka setelah didapatkan kontur anomali total, dilakukan proses upward continuation dan
reduction to the pole. Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan program Magpick.
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuka program Magpick pada PC, kemudian
me-load data hasil grid pada Surfer. Setelah di-load maka akan tampil pada gambar di
bawah sisi kanan.
Setelah didapatkan hasil seperti di atas, maka dilakukan tahapan upward continuation pada
menu Operations – Upward Continuation. Pada tahap ini dilakukan beberapa kali hingga
tidak ada perubahan yang signifikan pada hasil konturnya. Dalam langkah ini, penulis
mengkontinuasi hingga 1000 karena dirasa tidak ada perubahan yang mencolok. Dalam
gambar di bawah, diatur nilai continued field sebagai nilai anomali regional dan original-
continued sebagai nilai anomali residual.
74
Langkah selanjutnya membuka program Surfer kembali untuk menampilkan kontur anomali
hasil tahapan upward continuation. Data tersebut dikonturkan kembali dan dihasilkan
seperti gambar di bawah
Setelah didapatkan hasil seperti gambar di atas, kembali ke program Magpick untuk
mereduksi hasil ke kutub, data yang digunakan adalah data hasil upward continuation. Hal
ini dilakukan guna untuk mengubah dipole menjadi monopole.
75
Hasil dari reduksi ke kutub adalah dalam file onpole.grd, yang akan dibentuk konturnya
dalam Surfer. Dengan perintah New Contour Map – Open Grid (onpole.grd) – open maka
hasil kontur akan keluar.
Langkah selanjutnya adalah kembali ke Magpick untuk melihat hasil gradien. Pilih menu
operations – gradients. Yang selanjutnya dibentuk konturnya kembali di Surfer.
Selanjutnya adalah pemisahan anomali dengan fungsi Math pada Surfer. Langkah yang
dilakukan adalah memilih menu Grid – Math yang ditunjukkan oleh gambar di bawah.
Persamaan di bawah diganti menjadi A – B yang awalnya adalah A + B.
76
Selanjutnya adalah menampilkan kontur hasil pemisahan. Dengan perintah New Contour
Map – buka file dengan nama out.grd. Maka akan dihasilkan kontur seperti gambar di
bawah.
Kemudian melakukan slicing (pemotongan). Dengan perintah Draw – polyline – tarik garis
dari anomali rendah ke tinggi ataupun anomali tinggi ke rendah.
77
Kemudian klik Grid – slice – data residual (.grd) hasil upward continuation – buka data
digitize sebelumnya – ok
Selanjutnya buka Mag2DC – buka data model sebelumnya – siap melakuakan pemodelan
78
kemampuan impuls pulsa gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh alat .
Biasanya dalam menentukan lintasan harus memperhitungkan factor topografi .
Pengambilan data georadar dilaksanakan pada lokasi potensi panas bumi desa
segaran tiris yaitu tepatnya di sekitar lokasi sumber air panas . Scanning dilakukan dari
terasiring paling bawah membujur ke timur dimulai dari pinggir sungai hingga naik ke
terasiring atasnya
Untuk pengambilan data yang dilakukan digunakan mode ground scan otomatis
. Disini kami melakukan pengambilan data sejumlah 6 line pada 3 terasiring yang
berbeda . Untuk pengambilan data dilakukan scanning secara berjalan lurus dan tidak
boleh berkelok kelok dan harus ditentukan impulse yang tepat sesuai dengan panjang
line . Untuk future 2005 ini impulse maksnya 50 . Line yang digunakan sepanjang 10m
dengan letak 3 terasiring . Line pertama ada pada terasiring paling bawah , line kedua
pada terasiring diatasnya sama sekitar 10m , dan line ketiga pada terasiring di atas line
kedua dengan panjang sekitar 10m juga . Setelah didapat total line kurang lebih 90m
akuisisi dihentikan
79
b. Metode Seismik Refraksi
c. Metode Gravity
80
d. Metode Magnetik
e. Metode Ground Penetrating Radar
81
BAB IV
82
c. Metode Gravity
83
d. Metode Ground Penetrating Radar
85
Peralatan yang digunakan untuk mengambil data adalah McSEIS-SX sebagai
pembaca waktu gelombang P dan gelombang S, geophone sebagai receiver dan palu
seismic sebagai sumber seismik. Setelah ketiga lintasan direkam, makan langkah
selanjutnya adalah menggabungkan dan mengkorelasi dengan metode geofisika lainnya
untuk menggambarkan keadaan bawah permukaan yang sesungguhnya.
c. Metode Gravity
d. Metode Magnetik
e. Metode Ground Penetrating Radar
86
Litologi kelompok ke 1
Dari hasil penampang dua dimensi pada lintasan kelompok satu dengan panjang lintasan
sejauh 50 meter dengan jarak spasi antara elektroda sebesar 5 meter, didapatkan
kedalaman penetrasi sedalam 10,9 meter. Hasil inversi lintasan ini seperti pada gambar
diatas.
Berdasarkan hasil inversi didapatkan nilai resisitivitas batuan berkisar antara 17,9
miliohm sampai dengan 1321 miliohm. Menurut table nilai resisitivitas sebesar 17,9
miliohm merupakan batuan lempung, nilai resisitivitas sebesar 33,1 miliohm merupakan
batuan tufa vukanik, nilai resisitivitas sebesar 61,6 miliohm merupakan batuan pasir, nilai
rsisitivitas sebesar 113 miliohm merupakan batuan breksi, nilai resisitivitas sebesar 209-
386 miliohm merupakan batuan kapur, nilai resisitivitas lebih besar dari 714 miliohm
merupakan batuan lava.
Litologi kelompok ke 2
Dari hasil penampang dua dimensi pada lintasan kelompok dua dengan panjang lintasan
sejauh 100 meter dengan jarak spasi antara elektroda sebesar 10 meter, didapatkan
87
kedalaman penetrasi sedalam 21,8 meter. Hasil inversi lintasan ini seperti pada gambar
diatas.
Berdasarkan hasil inversi didapatkan nilai resisitivitas batuan berkisar antara
3,98 miliohm sampai dengan 1531 miliohm. Menurut table nilai resisitivitas sebesar
3,98-9,31 miliohm merupakan batuan lempung, nilai resisitivitas sebesar 21,8 miliohm
merupakan batuan tufa vukanik, nilai resisitivitas sebesar 51,0 miliohm merupakan
batuan pasir, nilai rsisitivitas sebesar 119 miliohm merupakan batuan breksi, nilai
resisitivitas sebesar 279 miliohm merupakan batuan kapur, nilai resisitivitas lebih besar
dari 654 miliohm merupakan batuan lava, dan nilai resisitivitas sebesar 1631 miliohm
merupakan batuan pasir kering.
Litologi kelompok ke 3
Dari hasil penampang dua dimensi pada lintasan kelompok dua dengan panjang
lintasan sejauh 100 meter dengan jarak spasi antara elektroda sebesar 10 meter,
didapatkan kedalaman penetrasi sedalam 21,8 meter. Hasil inversi lintasan ini seperti
pada gambar diatas.
Berdasarkan hasil inversi didapatkan nilai resisitivitas batuan berkisar antara
16,8 miliohm sampai dengan 3673 miliohm. Menurut table nilai resisitivitas sebesar
16,8 miliohm merupakan batuan lempung, nilai resisitivitas sebesar 36,3-78,3 miliohm
merupakan batuan tufa vukanik, nilai resisitivitas sebesar 169 miliohm merupakan
batuan pasir, nilai rsisitivitas sebesar 365 miliohm merupakan batuan kapur, nilai
resisitivitas sebesar 788-1701 miliohm merupakan batuan lava, dan nilai resisitivitas
sebesar 3673 miliohm merupakan batuan konglomerat.
Litologi Kelompok ke 4
88
Dari hasil penampang dua dimensi pada lintasan kelompok dua dengan panjang
lintasan sejauh 100 meter dengan jarak spasi antara elektroda sebesar 10 meter,
didapatkan kedalaman penetrasi sedalam 21,8 meter. Hasil inversi lintasan ini seperti
pada gambar diatas.
Litologi Kelompok ke 5
89
Dari hasil penampang dua dimensi pada lintasan kelompok dua dengan panjang
lintasan sejauh 100 meter dengan jarak spasi antara elektroda sebesar 10 meter,
didapatkan kedalaman penetrasi sedalam 17,0 meter. Hasil inversi lintasan ini seperti
pada gambar diatas. Berdasarkan hasil inversi didapatkan nilai resisitivitas batuan
berkisar antara 1,87 miliohm sampai dengan 336 miliohm. Menurut table nilai
resisitivitas sebesar 1,87-17,3 miliohm merupakan batuan lempung, nilai resisitivitas
sebesar 36,3 miliohm merupakan batuan tufa vukanik, nilai resisitivitas sebesar 76,3-
160 miliohm merupakan batuan pasir, nilai rsisitivitas diatas 336 miliohm merupakan
batuan kapur.
Pada dasarnya interpretasi ini merupakan hasil dari dua buah table dengan nilai inversi,
bila untuk lebih detail memungkin untuk menggunakan table yang lebih banyak. Pada
hasil interpretasi ini perkiraan aliran fluida panas bumi yaitu terletak pada batuan tuff
vulkanik dan juga batuan pasir, tetapi kurang dapat dilihat pola aliran fluida antara satu
kelompok ke kelompok lainnya karena disebabkan kurangnya informasi tentang daerah
yang datanya oleh masing-masing kelompok. Pada hasil inversi ini juga dapat dilihat
bahwa nilai resisitivitas terendah yaitu kelompok ke 5 dengan resisitivitas terbesarnya
90
sekitar 335 miliohm, hal ini dapat disebabkan pengambilan data terlalu dekat sungai
ataupun pengambilannya datanya setelah hari hujan sehingga nilai resisitivitasnya
kecil.
15
Waktu Datang
Series1
10
Series2
5 Series3
Series4
0
0 10 20 30 40 50
Offset
91
Hubungan Antara Waktu Datang
Gelombang dengan Offset Line 2
12
10
Waktu Datang
8
6
4
2
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Offset
15
10
5
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48
Offset
Dari ketiga data pada masing-masing line terdapat data yang tidak make sense,
sehingga perlu dilakukan ektrapolasi. Ektrapolasi bertujuan untuk mengangkat data-
data agar memiliki kecenderungan yang sama dengan dilakukan perhitungan secara
komputasi, dengan terlebih dahulu menetukan break point di shot array kedua dari
rekaman data seismik. Dibawah ini didapat nilai ekstrapolasi dari data masing-masing
line, yaitu :
92
n offst TF TR
1 2 7.66 18.01238
2 4 11.14 17.73238
3 6 11.16 16.71238
4 8 11.18 13.77238
5 10 11.44 13.01238
6 12 11.46 13.33238
7 14 11.48 12.81238
8 16 11.52 12.45238
9 18 11.76 11.57238
10 20 11.84 11.84
11 22 12.16 10.88
12 24 14.08 10.72
13 26 14.4 10.32
14 28 15.6 10.08
15 30 16.08 9.76
16 32 16.25067 9.44
17 34 16.57067 8
18 36 16.81067 7.36
19 38 17.93067 7.12
20 40 19.05067 5.84
93
n offset TF TR
1 2 -3.09224 10.98697
2 4 -2.49236 10.552424
3 6 -1.89248 10.117879
4 8 -1.29261 9.5
5 10 -0.69273 9.32
6 12 -0.09285 8.74
7 14 0.50703 8.36
8 16 1.106909 8.3
9 18 1.706788 7.46
10 20 2.306667 6.88
11 22 3.18 6.68
12 24 3.58 6.36
13 26 4.02 5.98
14 28 4.48 5.24
15 30 5.48 4.7
16 32 5.66 4.4687879
17 34 5.94 4.0342424
18 36 7.4 3.599697
19 38 7.84 3.1651515
20 40 8.48 2.7306061
Table 2. Hasil Ekstrapolasi Line 2
n offst TF TR
1 2 2.322 30.4881077
2 4 4.692 30.2081077
3 6 5.732 29.1881077
4 8 6.102 26.2481077
5 10 6.192 25.4881077
6 12 7.292 25.8081077
7 14 8.332 25.2881077
8 16 10.892 24.94838
9 18 12.412 24.06838
94
10 20 13.612 23.98838
11 22 16.516 19.18838
12 24 17.318 18.90838
13 26 17.684 18.86838
14 28 19.524 18.66838
15 30 21.373 18.42838
16 32 23.613 17.45962
17 34 24.493 17.21962
18 36 23.773 14.97962
19 38 26.333 13.29962
20 40 27.053 12.01962
Table 2. Hasil Ekstrapolasi Line 3
Dengan nilai ektrapolasi tersebut, maka dapat ditentukan selisih antara waktu datang
gelombang asli dengan waktu dating gelombang yang telah diekstrapolasi, sebagai dt.
Untuk mendapatkan model lapisan, maka digunakan metode Hagiwara Masuda, yaitu
merupakan metode grafika komputer untuk menggambarkan suatu bidang perlapisan
yang biasa digunakan pada seismik refraksi. Dari metode ini, dihasilkan model
perlapisan dari ketiga line, yaitu sebagai berikut :
95
Gambar 1 : Model Perlapisan Line 1
Analisis Interpretasi Seismik Refraksi Lintasan pertama (Gambar 1) dilakukan
pengukuran dengan panjang lintasan 40 meter dengan jarak antar geophone 2 meter.
Hasil interpretasinya menunjukkan bahwa terdapat dua lapisan dalam pengukuran ini.
Untuk nilai kecepatan batuan yang didapatkan dari 985 m/s hingga 3330 m/s dengan
kedalaman sampai 8 meter. Untuk lapisan pertama dengan nilai kecepatan (v1) = 985
m/s dengan ketebalan lapisan 2-4 meter dan lapisan kedua dengan nilai kecepatan (V2)
= 3330m/s dengan ketebalan lapisan 4-8 meter. Hasil ini menunjukkan nilai kecepatan
dan ketebalan lapisan berbeda-beda sesuai jenis litologinya. Dari referensi mengatakan
bahwa litologi dengan kecepatan antara 700-1500 m/s dengan kedalaman 9.5-11.5
meter menunjukan adanya pasir jenuh, kerikil jenuh, dan alluvium. Hal ini selaras
dengan kecepatan serta kedalaman lokasi penelitian line 1. Sedangkan untuk lapisan
kedua kecepatan meningkat sangat tajam hingga 3330 m/s diduga adanya jenis batuan
sedimen kompak hingga beku. Karena lokasi dari pengambilan data pada line pertama
adalah dekat bibir sungai dimana biasanya teridentifikasi batuan dasar yang tersingkap
kepermukaan akibat erosi yang aktif.
96
Gambar 1 : Model Perlapisan Line 2
Analisis Interpretasi Seismik Refraksi Lintasan kedua (Gambar 2) dilakukan
pengukuran dengan panjang lintasan 40 meter dengan jarak antar geophone 2 meter.
Hasil interpretasinya menunjukkan bahwa terdapat dua lapisan dalam pengukuran ini.
Untuk nilai kecepatan batuan yang didapatkan dari 3084 m/s hingga 3359 m/s dengan
kedalaman sampai 8 meter. Untuk lokasi pada line kedua memiliki data yang paling
tidak beraturan dikarenakan dalam akuisisinya alat yaitu konektor antar source dan
receiver putus dan harus disambung secara manual hingga masalah cuaca saat akuisisi
data. Sehingga pada line ini didapatkan kecepatan yang sangat besar yaitu kecepatan
gelombang yang mengenai batuan beku, kenyataan dilapangan terdapat lapisan lapuk
berupa top soil, pasir, dan kerikil tidak jenuh.
97
Gambar 1 : Model Perlapisan Line 3
98
Line 2 3084 3359
Line 3 1523 1715
c. Metode Gravity
Dari hasil pengolahan data lapangan diperoleh nilai konversi pembacaan alat,
nilai gayaberat terkoreksi tidal dan drift, nilai gayaberat observasi, nilai gayaberat
normal, nilai anomali bouguer lengkap (lampiran 1), dan juga hasil pemisahan
anomali regional dan anomali lokal pada anomali bouguer lengkap beserta
pemodelannya.
99
Gambar 4.1 Kontur Anomali Bouguer lengkap
Dari kontur anomali Bouguer lengkap didapatkan nilai densitas dengan range
antara 150 − 230 𝑚𝐺𝑎𝑙. Nilai anomali yang rendah berada pada bagian selatan daerah
pengukuran sedangkan daerah dengan anomali tinggi berada pada bagian tengah daerah
pengukuran. Disini didapat kontras densitas yang tidak terlalu mencolok, jadi
menunjukkan bahwa pada daerah penelitian memiliki material yang hampir sama.
100
Gambar 4.2 kontur anomali residual orde ke-2
101
Gambar 4.3 Hasil sayatan pada kontur anomali residual
Pemodelan Geologi
Dari hasil pemodelan tersebut kita dapat interpretasikan secara kuantitatif
saja. Dari kontur anomali residual dibuat satu penampang yaitu penampang A-A’
dengan jarak 25 meter yang berada di sekitar lokasi sumber air panas. Kemudan
dilakukan pemodelan dengan menggunakan software Grav2DC dan didapatkan
model bawah permukaan seperti di bawah ini:
Untuk mengetahui material apa yang berada pada bawah permukaan daerah
penelitian berdasarkan densitasnya maka dapat dilihat di Tabel densitas, namun harus
juga dikorelasikan dengan peta geologi untuk mengetahui daerah penelitian termasuk
daerah endapan atau daerah vulkanik. Tabel densitas batuan dapat dilihat dibawah
102
Tabel 4.1 Harga densitas pada tiap jenis batuan
d. GPR
GPR tipe future 2005 merupakan alat berfasilitas digital yang langsung dapat
dikoneksikan dan diproses dalam PC yang kita gunakan saat akuisisi dengan
menggunakan software visualizer 3D . Pengolahan data menggunakan Visualizer 3D
dari unit gabungan alat GPR Future 2005 menampilkan penampang / radargram hasil
scanning secara langsung . Tampilan penampang 2D atau 3D dapat dilakukan koreksi
dengan menggunakan fasilitas pada menu software visualizer 3D . Untuk tampilan data
berupa 3D , kita dapat menggunakan fasilitas di menu untuk memperkirakan kedalaman
anomaly yang muncul yaitu dengan mengubah kedudukan garis vertical dan horizontal
di titik target untuk menentukan posisi dan kedalaman titik target . Setelah selesai
103
pengoreksian data , tampilan dapat disimpan dengan cari di save pada software
Visualizer 3D
Gambar (I) diatas merupakan hasil dari prosesing data dari line 1 yang terletak
pada terasiring paling bawah yang dekat dengan sungai , terletak pada koordinat S=
0757’ 14,29” . E=11523’ 14,66” . h=482m
Gambar (II) merupakan hasil dari prosesing dari line 2 yang terletak di atas
terasiring pada line 1 , terletak pada koordinat S=0757’ 14,37” . E=11323’ 15,26” .
h=483m
Gambar (III) merupakan hasil dari prosesing dari line 3a dan 3b yang terletak
di atas terasiring pada line 2 , terletak pada koordinat S=0757’ 14,43” . E=11323’
15,32” . h=484m / 3a
104
S=0757’ 14,16” . E=11323’ 15,32” . h=485m / 3b
Gambar (IV) merupakan hasil dari prosesing dari line 2 yang terletak di atas
terasiring pada line 1 , terletak pada koordinat S=0757’ 14,36” . E=11323’ 15,35” .
h=485m / 4a dan S=0757’ 14,13” . E=11323’ 14,69” . h=485m / 4b
Line 1
Pada line 1 terdapat kontras warna dari hijau dan biru . Biru disini menunjukkan
adanya air di bawah permukaan tanah . Air merupakan lapisan yang sensitif dan sedikit
menyebabkan amplitudo sinyal refleksi pada lapisan, ini sangat kuat karena absorbsi
energi gelombang radarnya kecil . Terdapat sedikit lapisan berwarna hijau yang
menandakan pasir. Lapisan ini merupakan lapisan yang konduktif dan kandungan air
yang banyak karena ada kontak langsung dengan air , sehingga menyebabkan
amplitudo sinyal refleksi pada lapisan ini lemah karena absorbsi energi gelombang
radarnya lebih besar.
Line 2
105
Mirip pada line 1 , pada line 2 ini terdapat warna biru dan hijau yang berarti
terdapat air dan lapisan tanah . Warna merah yang terbaca mengindikasikan adanya
sebuah benda berbahan metal , kalau melihat pada lokasi sepertinya ada besi atau
sampah sampah kecil yang tertanam
Line 3
106
Pada line ke 3 prosesing data menunjukkan hasil pengamatan yang hamper sama juga
seperti pada line line sebelumnya . Hijau menunjukkan tanah , dan biru merupakan air bawah
permukaan . Air tersebut terbaca tepat di bawah dari tanah , diperkirakan itu adalah air
rembesan dari sungai
Line 4
107
Pada line ke 4 ini didapat hasil processing yang kurang memuaskan , lebih
banyak terbaca warna biru yang berarti adalah air . Air ini lebih banyak berada di
permukaan , bisa jadi ini adalah air resapan dari hujan yang kebetulan terjadi semalam
sebelum dilakukan akuisisi , sehingga data yang diperoleh lebih banyak terbaca air ,
dan tidak bisa memprediksi lebih lanjut lagi
Overall hasil scanning 2d yang kami peroleh mulai dari line 1 – 4b memiliki
hasil pembacaan yang sama , dilihat dari geologi sekitar dan hasil pembacaan dapat kita
simpulkan bahwa di lokasi penelitian tidak ditemukan adanya anomaly yang dominan
seperti adanya cavity atau logam .
e. Metode Magnetik
108
sedimen yang terdapat pada daerah penelitian dapat membuktikan bahwa daerah ini
memang memiliki reservoir air panas yang bagus. Selain terdapat batuan sedimen
terdapat juga batuan beku yang dapat diindentifikasi sebagai batuan reservoir. Nilai
suseptibilitas yang didapatkan kecil ini diakibatkan oleh pengaruh suhu air panas.
109
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitiandengan menggunakan metode-metode Geofisika diantaranya
yaitu metode seismic refraksi yang bertujuan untuk mencari weathering zone daerah penelitian
dimana lapisan lapuk pada daerah peneitian di dominasi oleh pasir jenuh, kerikil jenuh, dan
alluvium dimana hal tersebut berkorelasi dengan daerah pengambilan data, yaitu disekitas tepi
sungai. Untuk metode gravity untuk mengetahui densitas batuan yaitu: 𝜌1 : 𝛥𝜌 = 0,075 𝑔/
𝑐𝑚3 ; 𝜌2 = 2,674 𝑔/𝑐𝑚3 , warna merah 𝛥𝜌 = 0,105 𝑔/𝑐𝑚3 yang berupa batuan berupa
Breksi, Tufa dan Basalt. Untuk metode GPR pada penelitian kali ini bertujuan untuk mencari
cavity zone dan pola aliran panas pada daerah Tiri, Probolinggo. Dan untuk metode magnetic
bertujuan untuk melihat konduktivitas batuan yang mendominasi dari daerah penelitian panas
bumi, Tiris.
Dari korelasi kelima metode geofisika yang dirun pada daerah potensi panas bumi desa
Tiris, Kabupaten Probolinggo disimpulkan bahwa desa Tiris memiliki potensi adanya
manifestasi air panas dipermukaan namun potensi ini tidak terlalu besar. Untuk mendukung
penelitian ini, perlu dilakukan penelitian selain penelitian geofisika.
5.2 Saran
Diharapkan untuk praktikan lebih teliti dalam penentuan koordinat ketika pengambilan
data.
110
111
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E., Suaidi, D. A., Fisika, J., & Malang, U. N. (2013). DIPOLE-DIPOLE DI
PAYUNG KOTA BATU. Identifikasi Bidang Gelincir Zona Rawan Longsor
Menggunakan Metode Geolistrik Resistivittas Konfigurasi Dipole-Dipole Di Payung Kota
Batu, 1–6.
Astuti, Tika Y. (2013). Penerapan Metode Gayaberat Untuk Mengidentifikasi Struktur Bawah
Permukaan Di Daerah Sumber Panasbumi Tiris Kabupaten Probolinggo Jawa Timur.
Malang: Physics Student Journal.
Cristi. (2014). Studi intrusi air laut dengan menggunakan metode resistivitas konfigurasi
dipole-, (1), 1–6.
Hidayat, N., & Basid, A. (2011). Analisis Anomali Gravitasi Sebagai Acuan Dalam Penentuan
Struktur Geologi Bawah Permukaan dan Potensi Geothermal (Studi kasus Di Daerah
Songgoriti Kota Batu). Neutrino, 7.
Idral, Alanda. 2009. Penerapan Metode Eksplorasi Geofisika Pada Penyelidikan Sumber Daya
Mineral dan Energi. Buletin Sumber Daya Geologi, Vol 4 no. 3 thn 2009
112
Priyantari, Nurul dan Suprianto, Agus. 2009. Penentuan Kedalaman Bedrock Menggunakan
Metode Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember .
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember.
Purnomo, Adi, dkk. 2010. Investigasi Sub-Permukaan Tanah Untuk Perencanaan Jalan
Menggunakan Survai Pembiasan Seismik. Jurusan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah
Yogyakarta.
Sears, F. W., & Zemansky, M. W. (1999). Fisika Untuk Universita 1. Jakarta: Trimitra Mandiri.
Sleep, N., & Fujita, K. (1997). Principles of Geophysics. USA: Blackwell Science, Inc.
113
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
Hasil konversi ke mgal.
114
Base Station 550 1653.505
BS 550 1653.06
115
C51FIX 527 1639.986
BS 550 1653.282
116
D67 NEW 496 1658.992
117
E91 486 1668.719
118
LAMPIRAN II
Nilai gayaberat terkoreksi tidal dan drift
119
B35 -0.022 1656.611 -0.0197245 1656.63
120
C52X 0.074 1644.758 0.0269494 1644.731
121
D68 NEW -0.088 1655.399 -0.0393659 1655.439
122
E92 -0.09 1668.698 -0.3107675 1669.009
123
LAMPIRAN III
Nilai gayaberat observasi
Station Δg g obs
base 0 978181.0965
124
B35 3.089568 978184.1861
BS 0 978181.0965
125
C52X -8.33482 978172.7617
BS 0 978181.0965
BASE 0 978181.0965
126
D68 NEW -1.99273 978179.1038
BASE 0 978181.0965
Base 0 978181.0965
127
E92 10.92765 978192.0241
Base 0 978181.0965
128
LAMPIRAN IV
Nilai gaya normal dan koreksi udara bebas
129
B35 978131.6489 162.9408
BS 978131.7057 169.73
130
C52X 978131.5555 163.8666
BS 978131.7057 169.73
131
D68 NEW 978131.5914 150.9054
132
E92 978131.6447 151.214
133
LAMPIRAN V
Nilai anomali bouguer lengkap.
Stasiun CBA
base 156.1742
A20 156.237
A19 156.414
A18 157.0768
A17 157.317
A16 156.7456
A15 158.657
A14 158.733
A13 159.2897
A12 159.2825
A06 158.6666
A01 158.5442
A02 158.3829
A03 158.1793
A08 157.584
A04 156.922
A05 153.2916
A07 157.9443
A11 156.9284
BASE 156.1738
134
B35 156.3722
B30 155.4195
B29 155.8582
B21 151.5537
B28 157.4507
B31 158.0565
B32 157.6075
B33 157.8657
B26 159.1068
B27 159.0223
B22 159.6338
B23 160.039
B24 159.9729
B25 161.4913
B34 161.7563
B40 161.6532
B38 161.994
B39 159.5902
B37 160.5825
B36 160.8893
BS 157.5521
C49X 141.1227
C51FIX 140.0914
135
C52X 145.6808
C53X 145.6282
C54X 145.6006
C55FIX 148.745
C56X 148.132
C48X 147.9897
C47FIX 140.495
C57X 143.1148
C46X 145.2638
C45X 150.9027
C44X 143.2712
C43X 138.7815
C42X 138.2889
C58X 147.6211
C59X 154.5474
C60X 153.5971
C41X 151.9725
BS 157.5521
BASE 153.0764
D63NEW 159.8728
D66NEW 149.0623
136
D68 NEW 143.7164
D77NEW 161.3053
D80NEW 155.402
D81NEW 155.5818
BASE 153.2489
Base 150.6943
E85 147.9135
E86 149.0894
E101 148.0848
E96 153.2314
E100 153.8107
E99 154.4135
E88 155.0993
E89 153.6308
E90 155.9911
E91 156.0567
137
E92 156.8121
E98 161.2689
E97 154.7544
E93 154.2834
E94 154.1073
E95 153.6233
E84 153.3971
E83 151.354
E82 150.6868
Base 150.6943
138
DOKUMENTASI
139
Pengambilan Data Metode Seismik Refraksi
140