Anda di halaman 1dari 16

Tugas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

“Menceritakan Sejarah Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya”

Disusun oleh

1. Aurora Paqita Wijaya


2. Jessica Suhendry
3. Rahma Dila Siregar
4. Syafitri
5. Vira Anggraini
6. Yohana Avdes Roito Sihaputar

XII Akuntansi 1

SMK Negeri 2 Kota Jambi

Tahun Ajaran 2020/2021


Indonesia memiliki letak strategis yang terletak di jalur perdagangan utama dunia, yaitu di Selat
Malaka yang menghubungkan Asia Selatan dan Asia Timur. Sejak masa prasejarah jalur
perdagangan ini sangat penting, misalnya dengan masuknya budaya India serta agama Hindu dan
Buddha, seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

Sriwijaya adalah kerajaan bercorak Buddha yang pernah berdiri di wilayah timur pulau
Sumatera, sekitar kota Palembang saat ini. Kejayaan Sriwijaya tak lepas dari lokasi strategisnya
di dekat Selat Malaka, sehingga banyak dikunjungi pedagang, musafir dan agamawan dari China
dan India.

Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berpusat di lembah Sungai Brantas,
Jawa Timur. Kerajaan ini memiliki wilayah utama di Jawa dan Bali, namun juga memiliki
wilayah bawahan di pulau lain. Kekuatan maritim Majapahit didukung lokasi yang dekat pantai
di jalur perdagangan yang ramai, yang menghubungkan Selat Malaka dan kepulauan Maluku.

Baik Sriwijaya maupun Majapahit bisa sejahtera karena mereka memanfaatkan potensi lautnya.
Dengan memanfaatkan lokasi nusantara di jalur perdagangan antara China dan India, mereka
bisa mendapatkan pendapatan dari kapal yang berlayar dan berlabuh. Kerajaan ini juga ikut serta
dengan berdagang barang-barang berharga seperti rempah-rempah.

Dari kedua kerajaan ini, Indonesia dapat mengambil pelajaran untuk mengembangkan potensi
maritim, terutama letak geografis yang strategis. Di masa sekarang, lokasi ini penting dalam
membentuk pola ekspor dan impor Indonesia. Dengan letak ini, maka negara-negara di Asia
Timur dan Asia Selatan menjadi rekan dagang terbesar Indonesia.Kerajaan Kerajaan Kuno

Awal mulanya, perekonomian pedesaan di nusantara sangat bergantung pada hasil pertanian
seperti padi, serta perdagangan produk hutan; seperti buah tropis, perburuan hewan, tanaman
resin, rotan dan kayu. Kerajaan-kerajaan kuno seperti Tarumanagara dan Mataram adalah salah
satu contoh dari kerajaan yang mengandalkan kegiatan perekonomiannya pada hasil panen padi
dan pajak.

Nusantara sejak lama dikenal akan melimpahnya sumber daya alam; seperti rempah-rempah
berupa pala dan cengkih dari Maluku, merica dan kemukus dari Sumatra Selatan dan Jawa Barat,
beras dari Jawa, emas, tembaga dan timah dari Sumatra, Kalimantan dan pulau-pulau di antara,
kamper resin dari pelabuhan Barus, sappan dan kayu cendana dari Kepulauan Nusa Tenggara,
kayu dari Kalimantan, gading dan badak tanduk dari Sumatra dan eksotis bulu burung dari
Indonesia timur adalah beberapa produk yang dicari oleh para pedagang di seluruh dunia. Secara
teknis, kontak asing dimulai ketika pada abad ke-4 dimana kerajaan kecil nusantara yang
menerima kedatangan pedagang dari India. Seiring dengan perkembangan, datanglah para
pedagang-pedagang lain dari daratan Benua Asia lainnya seperti dari Arab dan China. Lokasi
nusantara yang strategis diantara rute perdagangan India dan China serta rute perdagangan
maritim yang terus berkembang menjadikan nusantara tumbuh sebagai salah satu kekuatan
ekonomi dan politik yang berpengaruh dikawasan berupa lahirnya Kerajaan Sriwijaya yang
mulai berkembang pada abad ke-7 menjadi kerajaan kosmopolitan berbasis perdagangan.

1. Kerajaan Sriwijaya

Kejayaan Sriwijaya menginspirasi banyak orang. Bahkan di dunia persepakbolaan nasional,


namanya digunakan sebagai nama klub bola asal pulau Sumatera, Sriwijaya FC. Dalam catatan-
catatan dan kronik Cina, Sriwijaya dikenal dengan nama Che-li-fo-che.

Sejarah kerajaan sriwijaya menjadi satu diantara 3 kerajaan yang berada di Sumatera dan dikenal
oleh Cina alias Tiongkok. Kerajaan lain yang juga menduduki kepulauan Sumatera adalah
Tulangbawang dan Kerajaan Melayu. Namun berdasarkan prasasti asli Sumatera, tidak ada yang
mengisahkan cerita kerajaan Tulangbawang dan Melayu.

Kerajaan ini masih jauh lebih dulu besar dibanding sejarah Kerajaan Majapahit yang menjadi
penghancurnya. Sejarahnya dapat diteladani dan menjadi inspirasi pemersatu Indonesia.
Mengingat Sriwijayalah kerajaan yang menjadi kerajaan nasional dan maritim pertama sebelum
ada ide menyatukan nusantara.

Latar Belakang
Sriwijaya didirikan pertama kali pada abad ke-7 dengan raja pertama bernama Dapunta Hyang.
Bukti fisik berupa kronik berita Cina memberitahu bahwa pada tahun 682 Masehi atau abad ke-6
ada seorang pendeta Budha dari Tiongkok yang ingin memperdalam agamanya di tanah India.
Sebelum keberangkatan resminya, ia harus sudah menguasai bahasa Sansekerta, karena itulah
pendeta bernama I-Tsing tersebut mempelajarinya dulu selama setengah tahun di Sriwijaya.
Kronik ini sekaligus memberi sinyal bahwa ternyata pada zaman dulu, Sriwijaya sudah menjadi
pusat keagamaan yang mumpuni di kawasan Asia Tenggara. Bahkan I-Tsing juga berhasil
menerjemahkan kitab-kitab agama Budha ke bahasa nenek moyangnya setelah mempelajari
secara mendalam agama Budha di Sriwijaya.

Bukti yang kedua ini memperkuat teori awal pendirian Kerajaan Sriwijaya di abad ke-7. Sebuah
prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang dinamai Kedukan Bukit memiliki angka 683
Masehi. Di tahun tersebut Sriwijaya sedang dipimpin oleh seorang raja bernama Dapunta Hyang
yang sedang berusaha memperluas wilayah. Ia menyiapkan bala tentara sampai jumlah 20.000
orang. Penaklukan ini membuahkan hasil setelah 8 hari bertempur di medan perang. Pada
akhirnya beberapa wilayah yang kekuatan militernya tak sebanding bersedia menyerahkan upeti
ke Sriwijaya sebagai tanda takluk.

Tidak ada kronik maupun prasasti lagi yang menjelaskan asal-usul keluarga Dapunta Hyang
Srijayanaga sehingga ia menduduki tahta pertama kerajaan. Dalam sejarah berdirinya Sriwijaya,
ada sekitar 11 raja yang silih berganti mengurusi negara internasional ini. Nantinya, nama
Sriwijaya yang artinya kemenangan yang mulia benar-benar terwujud.

Setelah Dapunta Hyang berhasil meraih kesuksesan bersama 20.000 pasukannya, ada sebuah
prasasti yang ditemukan di Pulau Bangka, sebuah pulau kecil di dekat Sumatera. Prasasti Kota
Kapur adalah nama prasasti yang menyebutkan keinginan Dapunta Hyang meneruskan ekspedisi
ke Jawa. Dan prasasti yang berangka tahun 686 Masehi itu pun menjadi bukti sejarah berhasilnya
Sriwijaya menaklukkan Jawa yang saat itu dikuasai Kerajaan Tarumanegara. Prasasti-prasasti
lainnya yang menjadi peninggalan Kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa melayu kuno dan
berhuruf Pallawa.

Masa Kejayaan
Masa kejayaan kerajaan Sriwijaya sudah sangat jelas bisa diterangkan. Negara mana yang tidak
kaya dengan menguasai selat-selat strategis dan menjadi penguasa tunggal jalur perdagangan
internasional. Inilah sumber kekayaan Sriwijaya.
Selat Malaka dan Selat Sunda merupakan dua selat internasional yang tidak pernah sepi dari
kapal. Hanya bermodalkan kekuatan armada militernya, Sriwijaya berani menerapkan sistem bea
cukai yang sampai sekarang dipakai juga oleh Pemerintah Indonesia. Fungsi dan peran armada
militer dalam perekonomian Sriwijaya sangat besar. Tanpa adanya jaminan keselamatan, para
saudagar Arab dan Tiongkok pasti memilih selat lain sebagai jalur transportasinya. Apalagi
sampai memutuskan menetap sementara atau selamanya. Hal ini banyak terjadi karena selain
Sriwijaya elok dan berharta, kehidupan bisnisnya akan dilindungi oleh para militer Sriwijaya.

Kesuksesan tidak bisa dipandang dari banyaknya harta saja, Sriwijaya dan para petingginya
menyadari benar kalimat tersebut. Sehingga kerajaan maritim ini mengembangkan juga
kebesaran agama Budha. Selain dengan cara mendirikan sangga –kelompok belajar- untuk
memperdalam Buddhisme, Sriwijaya juga sudah menyiapkan banyak guru spiritual Budha. Baik
seorang pendeta atau hanya orang yang mendapatkan kelebihan.

Guru agama Budha yang paling tersohor di Sriwijaya yaitu Sakyakirti. Fakta yang mengejutkan
lain ditemukan di daerah-daerah dekat Palembang yang menjadi titik pusat pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya. Diduga ada candi yang lebih besar dari Borobudur pernah diciptakan oleh
kerajaan ini. Namun sampai sekarang hanya arcanya saja yang ditemukan. Selain itu, ditemukan
juga beberapa batu bertulis ‘ziarah yang berhasi’ di daerah Telaga Batu. Kenyataan ini
menguatkan Sriwijaya sebagai kerajaan yang religius.

Peninggalan lain yang masih bisa dilihat langsung oleh generasi kita berupa candi. Candi-candi
yang dibangun bercorak agama Budha. Misalkan candi Muaratakus yang dibangun di Riau dan
Biaro Bahal di Sumatera Utara. Kedua candi ini menjadi candi yang terkenal sebagai bekas
kejayaan Sriwijaya karena memang tidak banyak candi yang ditemukan di Sumatera.

Pada tahun 860 Masehi, prasasti Nalanda yang berada di India menyeret nama Sriwijaya sebagai
nama kerajaan internasional yang sangat peduli dengan pendidikan. Masa keemasan ini semakin
meningkatkan pamor Balaputeradewa yang saat itu menjadi Raja Sriwijaya. Dalam prasasti
tersebut, Balaputeradewa disebutkan mendirikan asrama pelajar Sriwijaya yang diperuntukkan
anak dari Sriwijaya yang sedang menuntut ilmu di Nalanda, India. Tempat itu sudah banyak
menghasilkan para pendeta yang dapat mengayomi orang banyak. Pada zaman itu, India dan
Benggala tempat beradanya perguruan Nalanda sedang dipimpin oleh Raja Dewapaladewa.
Puncak keemasan diperoleh Sriwijaya setelah berjuang dalam hitungan abad. Sriwijaya
memperoleh kejayaan ini di abad ke-8 dan ke-9. Hingga pada akhirnya, kejayaan tersebut harus
diakhiri pada abad ke-11.

Balaputeradewa yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kejayaan itu sebenarnya adalah
anak dari Raja Samarattungga. Seorang keturunan Dinasti Syailendra dari bumi Jawa yang
memberikan peninggalan berupa candi Borobudur kepada anak cucunya.

Di masa pemerintahan Balaputeradewa ini agama Budha benar-benar menunjukkan progressnya.


Ada banyak orang yang bermaksud menjadi murid spiritual seorang biksu besar bernama
Dharmakirti. B

Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya


Ada banyak faktor yang menyebabkan berhenti berkibarnya nama Sriwijaya. Kebanyakan faktor
tersebut melemahkan Sriwijaya perlahan-lahan. Kekuatan militer yang sudah berlapis-lapis pada
ujungnya tidak berdaya juga. Awalnya militer Sriwijaya kalah telak dengan sebuah kerajaan di
India Selatan. Kerajaan ini bernama Cola dengan pemimpin Rajendra Cola I. Orang tersebut
telah melepaskan kekuasaan atas kapal dan segala jenis transit yang memakan biaya dan cukai.

Keadaan diperparah dengan banyaknya kerajaan kecil yang melepaskan diri dari pengaruh
Sriwijaya. Semuanya membuat Sriwijaya benar-benar kehilangan sumber pendapatan dari
pelabuhan yang ditransiti kapal barang. Serangan ekspedisi pamalayu yang menjadi
bagian sejarah kerajaan singasari kemudian benar-benar menghancurkan kejayaan Sriwijaya.
Ditambah lagi dengan penerusnya, pembuat sejarah kerajaan majapahit yang menghilangkan
beberapa bekas kejayaan Sriwijaya.
Dalam dunia perdagangan, Kerajaan Sriwijaya berkembang dengan pesat menjadi Kerajaan
utama yang mengendalikan 2 jalur perdagangan utama antara India dan Cina, yaitu melalui Selat
Sunda dari Palembang dan selat Malaka dari Kedah. Dalam suatu catatan dari pedagang Arab,
catatan tersebut menyatakan bahwa luasnya wilayah kerajaan yang begitu besar bahkan membuat
kapal tercepatpun tidak mampu untuk bisa berpergian mengelilingi semua pulau-pulau yang
menghasilkan kamper, gaharu, cengkih, kayu cendana, pala, kapulaga dan cubebs, gading, emas,
dan timah, kekayaan masing-masing pulau menjadikan kerajaan ini bisa memiliki kekayaan
setara dengan raja yang ada di India.
Selain membina hubungan perdagangan dengan India dan Cina, Sriwijaya juga didirikan
hubungan dagang dengan Kerajaan di Jazirah Arab. Terdapat sebuah kemungkinan besar,
seorang utusan dikirim oleh Maharaja Sri Indrawarman untuk menyampaikan surat perkenalan
kepada Khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Kekhalifahan Umayyah pada tahun 718 Masehi.
Surat tersebut kembali bersama dengan Zanji (budak wanita dari Zanj), sebagai hadiah dari
Khalifah untuk maharaja yang menjadi pertanda baik dibukanya hubungan Kerajaan Sriwijaya
dengan Kekhalifahan Umayyah. Hal ini diperkuat dengan adanya berita dari China yang
menyebutkan tentang seorang yang bernama Shih-li-t-'o-pa-mo (Sri Indravarman), Maharaja dari
Shih-li-fo-shih pada tahun 724 mengirimkan hadiah kepada kaisar berupa ts'engchi (Cina ejaan
bahasa arab Zanji). Sriwijaya mendominasi kekuatan ekonomi dan politik dikawasan tersebut
hingga berakhirnya pada abad ke-13.

2. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit pernah menjadi bagian dari sejarah besar bangsa Indonesia di Nusantara.
Pusat pemerintahan atau ibu kota kerajaan yang berdiri pada akhir abad ke-13 Masehi ini
beberapa kali berpindah lokasi di Jawa Timur seiring era kepemimpinan raja-raja yang pernah
berkuasa.

Pendiri Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja
Kertanegara, -penguasa terakhir Kerajaan Singasari, yang terbunuh lantaran pemberontakan
Jayakatwang pada 1292. Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dari insiden tersebut.

Inajati Adrisijanti dalam Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota (2012)
menuliskan, Raden Wijaya kemudian membuka hutan di delta Sungai Brantas. Desa inilah yang
pada akhirnya berkembang pesat dan menjadi kerajaan dengan nama Majapahit.

Pendeklarasian berdirinya Kerajaan Majapahit dilakukan setelah Raden Wijaya berhasil


mengalahkan Jayakatwang pada 1293. Setelah itu, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja dengan
gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309).

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan
gelar Sri Rajasanagara (1350-1389) yang tidak lain adalah cucu Raden Wijaya. Kepemimpinan
Hayam Wuruk amat kuat berkat dukungan dari Mahapatih Gajah Mada yang bertekad
menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit


Kerajaan besar bercorak Hindu-Syiwa dan Buddha yakni Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya
saat ia mendapat gelar Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1293 Masehi. Nama Majapahit
sendiri berasal dari nama salah satu buah yaitu Buah Maja yang rasanya pahit. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya buah Maja yang ditemukan di daerah hutan tempat berdirinya kerajaan
tersebut.

Pada saat awal berdirinya kerajaan Majapahit, pusat pemerintahan terletak di daerah Mojokerto,
Jawa Timur. Namun, saat kekuasaan beralih pada Raja Jayanegara, ibukota dipindahkan ke
daerah Trowulan. Tidak berselang lama, ibukota dipindahkan lagi ke daerah Kediri pada tahun
1456 Masehi.
Raja-raja Majapahit
1. Raden Wijaya
Raden Wijaya merupakan raja pertama sekaligus pendiri dari Majapahit yang naik tahta dengan
gelar Kertarajasa Jayawardhana. Pada awal berdirinya kerajaan ini, Raden Wijaya lebih fokus
pada konsolidasi dan memperkuat sistem pemerintahannya. Hal tersebut merupakan langkah
awal yang tepat, karena kerajaan masih berada pada tahap transisi dari kerajaan sebelumnya.

Raden Wijaya melakukan berbagai macam strategi untuk memperkuat sistem pemerintahan,
salah satu strategi tersebut ialah meletakkan pusat pemerintahan di Majapahit. Selain itu, raja
pertama juga memberikan posisi atau jabatan penting dalam kerajaan untuk para pengikutnya
yang setia dan menikahi empat putri Kertanegara yang merupakan raja kerajaan Singasari

2. Jayanegara
Pemerintahan Majapahit dilanjutkan oleh raja kedua yaitu Raja Jayanegara pada tahun 1309
hingga 1328 Masehi. Jayanegara merupakan putra Raden Wijaya, namun bukan anak dari
permaisuri melainkan dari salah satu selir, karena raja pertama tidak memiliki satupun putra dari
permaisuri. Menurut sejarah, Jayanegara mengambil alih kerajaan di saat usianya masih sangat
muda. Namun, pada masa pemerintahannya banyak pemberontakan yang terjadi karena sang raja
memiliki tabiat yang tidak baik sebagai pemimpin kerajaan. Pemberontakan pada masa
pemerintahan Jayanegara dilakukan oleh orang-orang kepercayaan Raden Wijaya. Banyak sekali
pemberontakan yang terjadi, mulai dari pemberontakan Ronngolawe, Lembu Sura hingga
Nambi.

3. Tribhuwana Tungga Dewi


Pemimpin Majapahit selanjutnya diambil alih oleh seorang wanita yaitu Tribhuwana Tungga
Dewi pada tahun 1328 hingga 1350. Sepeninggalan raja terdahulu, sebenarnya kekuasaan
kerajaan diturunkan kepada Gayatri atau Rajapatni sang permaisuri Raden Wijaya. Akan tetapi,
dikarenakan Gayatri telah menjadi Bhiksuni maka kekuasaan diberikan kepada putrinya
Tribhuwana Tunggadewi.

Dapat dikatakan bahwa Tribhuwana Tunggadewi merupakan raja yang mengawali kejayaan
kerajaan. Meskipun masih ada pemberontakan pada masa itu, namun semua bisa diatasi oleh
sang suami yaitu Cakradhara dan dibantu oleh sang patih Gajah Mada. Semenjak itu, Majapahit
mulai memperluas daerah kekuasaan secara besar-besaran.

4. Hayam Wuruk
Prabu Hayam Wuruk merupakan raja keempat sekaligus raja yang berhasil membawa Majapahit
di puncak kejayaan. Bisa dibilang Raja Hayam Wuruk adalah penyempurna dari perjuangan
Tribhuwana Tunggadewi sebelumnya. Ketika menjadi raja, Hayam Wuruk mendapat gelar
Rajasanegara karena pandai mengelola pemerintahan.

Kesuksesan Hayam Wuruk dalam memerintah Majapahit tidak lepas dari orang-orang yang
mendukung dan membantunya, salah satunya adalah Mahapatih Gajah Mada. Selain sang patih,
Hayam Wuruk juga dibantu oleh Adityawarman dan Mpu Nala.

5. Kusumawardani-Wikramawardhana
Setelah masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk usai, kekuasaan dilanjutkan oleh Raja
Kusumawardani. Lebih tepatnya ia adalah ratu kerajaan Majapahit yang memimpin pusat
pemerintahan. Sedangkan putra dari selir Hayam Wuruk yakni Minak Jingga diutus untuk
menjadi raja kecil di Blambangan yang masih menjadi bagian dari Majapahit. Dengan begitu,
kekuasaan Minak Jingga di Blambangan masih berada di bawah kendali atau kekuasaan dari
Majapahit. Sehingga kerajaan Blambangan harus tunduk kepada pemerintahan Majapahit.
6. Suhita
Tahta kerajaan selanjutnya diambil alih oleh Raja Suhita, putra Wikramawardhana dari seorang
selir yang menjadi alasan lahirnya konflik di kerajaan. Karena Suhita merupakan putra dari
seorang selir menjadi raja, Minak Jingga menjadi iri hati sebab merasa lebih pantas
menggantikan raja sebelumnya. Akhirnya, perang saudara tidak bisa terhindarkan lagi. Perang
saudara pada masa itu disebut dengan perang Paregreg yang terjadi pada tahun 1401 hingga
1406. Perang yang terjadi selama 5 tahun tersebut berakhir dengan terbunuhnya Minak Jinggo
oleh Damar Wulan. Namun, keterpurukan kerajaan Majapahit sudah di depan mata karena
banyaknya daerah yang memisahkan diri dari kerajaan.

7. Kertawijaya
Sebelum memimpin kerajaan, Kertawijaya adalah seorang Bhre Tumepal sebagai ganti dari
kakaknya yang telah meninggal. Pada tahun 1447 masehi, Kertawijaya yang merupakan putra
dari Wikrawardhana dan selirnya tersebut menjadi seorang raja dengan gelar Sri Maharaja
Wijaya Parakrawarrdhana. Ketika memimpin kerajaan, banyak terjadi bencana alam seperti
gempa bumi dan gunung meletus. Tak hanya itu saja, Kertawijaya mendapat halangan yang
merintang yakni peristiwa pembunuhan penduduk Tidung Galating oleh keponakannya. Raja
ketujuh Majapahit akhirnya meninggal pada tahun 1451, kemudian dicandikan di
Kertawijayapura.

8. Rajasawardhana
Raja ke delapan Majapahit ini bergelar Sinagara Raja Majapahit yang menggantikan
Kertawijaya. Terdapat banyak dugaan terkait siapa sebenarnya Rajasawardhana ini. Ada yang
percaya bahwa sang raja merupakan adik dari Kertawijaya yang melakukan kudeta dan
membunuh kakaknya. Namun, pararaton menyebutkan bahwa sang Raja merupakan putra sulung
Kertawijaya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya prasasti Waringin Pitu pada tahun 1447
Masehi. Kekuasaan Rajasawardhana berakhir pada tahun 1453 Masehi dan selama 3 tahun belum
ada penggantinya sehingga Majapahit mengalami kekosongan kekuasaan hingga tahun 1456
Masehi.

9. Purwawisesa
Setelah mengalami kekosongan kekuasaan selama 3 tahun lamanya, akhirnya Majapahit
mendapatkan raja baru yaitu Purwawisesa atau Girishawardhana Dyah Suryawikrama pada tahun
1456-1466 Masehi. Pada masa kepemimpinannya, Majapahit diwarnai dengan bencana gunung
meletus yang sering terjadi.

Menurut sejarah yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Waringin Pitu, raja Purwasesa
merupakan putra kedua Raja Kertawijaya.

10. Kartabumi
Kartabumi atau disebut juga dengan Prabu Brawijaya merupakan raja terakhir kerajaan
Majapahit yang memerintah hingga akhir hayatnya pada tahun 1478 Masehi. Prabu Brawijaya
merupakan keturunan langsung Rajasawardhana, raja ke delapan Majapahit. Namun saat
memimpin pemerintahan, Majapahit sudah berada diambang keruntuhan.

Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Majapahit


Majapahit berhasil mencapai masa keemasan atau kejayaan ketika Raja Hayam Wuruk naik
tahta, meskipun pada saat diangkat menjadi raja. Hayam Wuruk masih berumur 16 tahun namun
ia merupakan salah satu raja yang bijaksana dan tangguh. Dengan bantuan Mahapatih Gajah
Mada, sang raja berhasil menjadikan Majapahit kerajaan yang besar dan kuat.

Pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menguasai hampir seluruh wilayah
Nusantara hingga memperluas wilayah hingga Thailand, Malaysia dan Singapura. Tak hanya
wilayahnya yang semakin luas, Hayam Wuruk juga berhasil menjalin kerjasama dengan kerajaan
lain. Rakyat-rakyatnya pun hidup dengan makmur dan damai.

Namun, setelah Hayam Wuruk meninggal dunia, kemunduran mulai dialami oleh kerajaan
Majapahit. Hal tersebut juga didukung dengan kemunculan kerajaan bercorak Islam yang
semakin banyak. Selain itu, konflik keluarga yang semakin hari semakin panas juga menjadi
faktor utama keruntuhan kerajaan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perang saudara selama
5 tahun penuh yaitu perang Paregreg.
Sepeninggalan Hayam Wuruk, kekuasaan kerajaan masih terus berlanjut dan diteruskan oleh
raja-raja baru. Akan tetapi, raja-raja yang melanjutkan kekuasaan tidak secakap dan sebijaksana
Hayam Wuruk serta tidak ada yang mampu berlaku seperti Mahapatih Gajah Mada. Hingga
akhirnya Majapahit mengalami keruntuhan dan kekalahan atas penyerangan yang dilakukan oleh
kerajaan Demak.

Akhirnya, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam dengan pimpinan Pati Unus berhasil
menumbangkan Majapahit dan mengambil alihnya. Dari sinilah salah satu kerajaan bercorak
Hindu yang sangat kuat pada masanya berakhir.

Pusat Kerajaan Majapahit

Pusat pemerintahan atau ibu kota Kerajaan Majapahit setidaknya pernah 3 kali berpindah tempat
namun masih di wilayah Jawa bagian timur.

1. Mojokerto

Ibu kota pertama kerajaan bercorak Hindu-Buddha ini adalah di Mojokerto pada masa
kepemimpinan pendiri sekaligus raja pertama, Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardhana.

Dikutip dari Kumpulan Sejarah Desa Kabupaten Mojokerto (2020) suntingan Evi Sudyar, pada
masa itu ibu kota Majapahit disebut dengan nama Kutaraja dan terletak tidak jauh dari pelabuhan
besar bernama Canggu di tepi Sungai Brantas.

Selain sebagai pusat perniagaan atau bandar dagang, lokasi Canggu yang masih berada di
wilayah Kutaraja sangat strategis untuk difungsikan sebagai sebagai pangkalan militer armada
angkatan laut Kerajaan Majapahit yang memang amat kuat saat itu.

2. Trowulan
Pusat pemerintahan Majapahit bergeser sedikit pada masa kepemimpinan Sri Jayanegara (1309-
1328), penerus takhta Raden Wijaya. Raja kedua Majapahit ini memindahkan ibu kota ke
Trowulan yang berjarak sekitar 12 kilometer dari Kota Mojokerto sekarang.

Kitab perjalanan Cina bertajuk Yingyai Shenglan yang ditulis oleh seorang penjelajah bernama
Ma Huan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 M
adalah di Trowulan.

Dikutip buku terjemahan J.V.G Mills (1970), disebutkan bahwa kawasan itu merupakan kota
yang sangat besar tempat raja bersemayam.
Sejumlah situs yang merupakan peninggalan peradaban Majapahit yang ditemukan di Trowulan
juga semakin menguatkan peran tempat tersebut sebagai bekas ibu kota kerajaan yang pernah
mengalami masa-masa yang amat jaya.

Trowulan menjadi pusat pemerintahan Majapahit dalam waktu yang cukup lama. Dari era Sri
Jayanegara yang bertakhta sejak tahun 1309 hingga menjelang keruntuhan kerajaan ini pada abad
ke-16 Masehi.

Para pemimpin ternama seperti Tribhuwana Wijayatunggadewi, Hayam Wuruk, Ratu Suhita,
hingga Bhre Kertabumi alias Brawijaya V pernah memimpin kerajaan dari Trowulan.

3. Daha (Kediri)

Lantaran berbagai polemik internal dan ancaman serangan dari Kesultanan Demak sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa, posisi Majapahit semakin terdesak pada masa pemerintahan
Bhre Kertabumi atau Brawijaya V (1468-1478).

Kala itu, pengaruh Islam memang sedang berkembang pesat di Jawa sehingga muncul
Kesultanan Demak yang didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama Raden Patah.
Raden Patah adalah putra kandung Brawijaya V dari istri seorang wanita berdarah Cina bernama
Siu Ban Ci.
Pada masa-masa genting inilah ibu kota Majapahit terpaksa dipindahkan dari Trowulan ke Daha
yang merupakan bekas pusat pemerintahan Kerajaan Kadiri (Kediri) oleh Girindrawardhana atau
Brawijaya VI (1478-1489).

Tahun 1517, pasukan Kesultanan Demak menyerang Daha yang membuat perekonomian
Kerajaan Majapahit lumpuh. Serangan tersebut dipimpin oleh Pati Unus (1488-1521), Sultan
Demak kedua yang merupakan menantu Raden Patah.

Satu dekade berselang, tahun 1527, Kesultanan Demak kembali menyerbu Daha, di bawah
komando Sultan Trenggana di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana (1521-1546), penguasa
Demak ketiga yang juga adik Pati Unus.

Serangan dari pasukan perang Kesultanan Demak kali ini benar-benar membuat Daha jatuh
sekaligus menghancurkan Majapahit. Kerajaan pernah sangat perkasa di Nusantara ini akhirnya
menuai keruntuhan untuk selama-lamanya.

Perpindahan Pusat Kerajaan Majapahit

1. Mojokerto pada era Raden Wijaya (1293-1309)


2. Trowulan pada era Sri Jayanagara (1309-1328)
3. Daha atau Kediri pada era Brawijaya VI (1478-1489)

Daftar Raja-Raja Majapahit

• Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)


• Kalagamet/Sri Jayanagara (1309-1328)
• Sri Gitarja/Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
• Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389)
• Wikramawardhana (1389-1429)
• Suhita /Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
• Kertawijaya/Brawijaya I (1447-1451)
• Rajasawardhana/Brawijaya II (1451-1453)
• Purwawisesa /Girishawardhana/Brawijaya III (1456-1466)
• Bhre Pandansalas/Suraprabhawa/Brawijaya IV (1466-1468)
• Bhre Kertabumi/Brawijaya V (1468 -1478)
• Girindrawardhana/Brawijaya VI (1478-1489)
• Patih Udara/Brawijaya VII (1489-1527)

Pada abad ke-14 di Pulau Jawa, tumbuh sebuah Kerajaan yang mewarisi peninggalan Kerajaan
Singhasari yang bernama Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang lahir dari seorang mantan tahanan
yang diberikan lahan di sebuah daerah yang bernama desa maja (kini Mojokerto) ini berawal
hanya dari sebuah daerah pemukiman yang terletak dipinggir Sungai Brantas. Kerajaan yang
ekonominya dulu hanya digerakkan dari hasil panen pertanian bertanah basah dan kering secara
pesat berkembang menjadi kerajaan maritim sebagai pusat perdagangan dan ekonomi di
nusantara selama berabad-abad. Menurut sumber dari Dinasti Ming dengan judul Yingyai
Shenglan bernama Ma Huan melaporkan perkembangan perekonomian dan perdagangan di
Pulau Jawa.

Kegiatan transaksi sehari-hari dalam perekonomian di Pulau Jawa seperti membeli atau menjual
barang, membayar pajak dan denda termonetisasi secara parsial menggunakan koin emas dan
perak pada abad ke-8 dan mulai digunakan secara penuh sebagai alat transaksi seabad kemudian
melalui eskavasi artefak berupa Temuan Wonoboyo yang ditemukan di Jawa Tengah
memperkuat bukti bahwa Kerajaan Majapahit secara finansial terpenuhi kebutuhan transaksinya
melalui kebijakan monetisasi. Hasil eskavasi penemuan artefak ini berupa koin emas yang
berbentuk benih, mirip dengan jagung, sedangkan koin perak yang mirip dengan tombol. Sekitar
tahun 1300an, pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk, terjadi perubahan secara drastis
dengan penggantian penggunaan uang koin emas dan perak menjadi koin impor tembaga China
tunai. Penemuan koin tembaga China Kuno sebanyak 10,388 keping oleh seorang warga di
Kabupaten Sidoarjo dengan berat mencapai 800kg pada bulan November 2008 yang diteliti oleh
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Indonesia (BP3I) Jawa Timur menyatkan bahwa koin-
koin tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Meski perubahan alat transaksi ini
tidak pernah dijelaskan diberita manapun, terdapat anggapan bahwa seiring dengan makin
kompleksnya perkembangan ekonomi di Pulau Jawa dan keinginan untuk memiliki mata uang
dengan sistem yang jauh lebih kecil dan cocok untuk digunakan sehari-hari dalam transaksi
pasar, maka digantikanlah alat transaksi emas dan perak menjadi tembaga.

Terdapat beberapa catatan mengenai perekonomian yang diambil dari prasasti dan data. Prasasti
Canggu pada tahun 1358 menyebutkan terdapat sebanyak 78 lalu lintas penyeberangan laut antar
pulau di dalam negeri nusantara.

Keberhasilan Majapahit berkembang hingga menjadi salah satu kerajaan yang makmur dan
sejahtera karena dua faktor utama. Pertama, dataran rendah Pulau Jawa yang terletak di Timur
Laut cocok untuk dijadikan lahan pertanian konsumsi seperti padi dan budidaya berbagai
tanaman konsumsi dan komoditas yang mampu menjadi pendapatan utama kerajaan, dan
terdapat proyek-proyek irigasi yang secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhan permintaan
tanaman komoditas tersebut. Kedua, pelabuhan-pelabuhan di pantai utara secara aktif
dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk memasarkan dan memperdagangkan komoditas hasil tani
dan bumi yang dipanen mungkin, serta jaringan transportasi laut yang frekuensinya banyak dan
terjangkau disemua daerah nusantara memungkinkan majapahit untuk memperluas wilayah
kekuasannya dengan mudah yang diikuti dengan kemudahan akses untuk mendapatkan rempah-
rempah dari Kepulauan Maluku yang melewati Jawa menjadi sumber pendapatan penting bagi
Majapahit.

Dalam Kakawin Nagarakretagama, Majapahit yang terkenal menarik para pedagang asing dari
jauh seperti dari India, Khmer, Siam, dan China untuk berdagang di Majapahit. Sementara di
periode selanjutnya, dalam berita China yang berjudul Yingyai Shenglan disebutkan bahwa
sebagian besar dari pedagang China dan pedagang-pedagang Muslim dari barat (tepatnya Arab
dan India, sebagian besar dari kerajaan Muslim di Sumatra dan Semenanjung malaya) menetap
di kota-kota pelabuhan Majapahit, seperti Tuban, Gresik dan Hujung Galuh (Surabaya). Pajak
dikenakan terhadap beberapa orang asing, seperti mereka yang membuka usaha dan melakukan
kegiatan perdagangan luar negeri. Kerajaan Majapahit memiliki hubungan diplomatik dan
perdagangan dengan China dinasti Ming, Annam dan Champa, Kamboja, Siam Ayutthayan,
Burma Martaban dan India selatan (Wijayanagara).

Anda mungkin juga menyukai