Anda di halaman 1dari 75

EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN

(IB) PADA TERNAK SAPI BALI DI KECAMATAN


MORI UTARA KABUPATEN MOROWALI UTARA

SKRIPSI

NANSI NOVIANI LANDOPU

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN (IB)
PADA TERNAK SAPI BALI DI KECAMATAN MORI UTRA
KABUPATEN MOROWALI UTARA

SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako

Oleh:

NANSI NOVIANI LANDOPU


O 121 17 378

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Pada Ternak


II
Sapi Bali Di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali

Utara
Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

ACC ke Penelaah
2 November 2020
Dr.Ir. Yohan Rusyiantono, M.Si Dr.Ir. Mobius Tanari, M.P
Nip.19650519 198903 1 001 Nip. 19670219 200112 1 002

Disahkan oleh,
Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan
Universitas Tadulako

Prof.Ir.Burhanuddin Sundu, M.Sc.Ag.Ph.D


NIP. 19660605 199403 1 003

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya ilmiah (Skripsi) saya ini adalah h asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana,
magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Tadulako
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan, dan
penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali
arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang
telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah
dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di
kemudian hari terdapat penyimpangan dan tidak benaran dalam

III
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini,
serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku
diperguruan tinggi ini.

Palu, November 2020

Yang membuat pernyataan, Materai

Rp 6.000,00

(Nansi Noviani Landopu) NIM :


O 121 17 378

RINGKASAN

Nansi Noviani Landopu (O121 17 378). Evaluasi Keberhasilan


Inseminasi Buatan Sapi Bali Di Kecamatan Mori Utara Kabupaten
Morowali Utara dibawah bimbingan Yohan Rusyiantono dan Mobius
Tanari.

Evaluasi keberhasilan inseminasi buatan pada sapi Bali (Bos Sondaicus)


merupakan penilaian dalam pelaksanaan inseminasi buatan yang
merupakan salah satu teknologi yang tepat guna dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan produktivitas sapi bali dan mampu meningkatkan
mutu genetik dari ternak sapi Bali.Penelitian ini di laksanakan di
Kecamatan Mori Utara kabupaten Morowali Utarapada tanggal
September sampai Oktober 2020. Materi yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu sapi Bali sebanyak 130 ekor. Penetuan lokasi
penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
ternak yang sudah pernah dilakukan IB dan terdapat di daerah tersebut.
Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian yang di
lakukan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara diperoleh
hasil nilai service per conception(S/C) dari program inseminasi buatan
tahun 2018 adalah rata-rata 1,38 ± 0,13 hasil Conception Rate tahun

IV
2018 sebesar 66,89 ± 9,77% dan angka kematian anak 6,20% Hasil
penelitian menunjukan bahwa yang menggambarkan bahwa pelaksanaan
inseminasi buatan di Kecamatan Mori Utara Utara Kabupaten Morowali
Utara dianggap masuk dalam kategori baik.

Kata kunci : Inseminasi Buatan, Sapi Bali (Bos Sondaicus), Service Per
Conception(S/C), Conception Rate(CR), angka kematian anak.

V
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa.

Atas berkat dan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini

adalah “Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Pada Ternak

Sapi Bali Di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali utara”

yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir

(skripsi) jurusan produksi ternak di Fakultas Peternakan Dan Perikanan,

Universitas Tadulako,Palu.

Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan, berkat dan rahmat-nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi di Universitas Tadulako.

Penulis juga mengucapakan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Mahfudz, M.P, selaku Rektor Universitas


Tadulako

2. Bapak Prof. Ir. Burhanudin Sundu, M,Sc.Ag.,Ph.D., selaku

Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako.

3. Bapak Dr.Ir. Amirudin Dg. Malewa, S.Pt., M.Si,IMP selaku

Ketua Jurusan Fakultas Peternakan.

4. Bapak Muh. Ilyas Mumu, S.Pt., M.S.Ag.,Ph.D., selaku Ketua

Prodi Fakultas Peternakan

5. Bapak Dr. Ir. Yohan Rusyiantono, M. Si. selaku pembimbing

utama dan bapak Dr.Ir. Mobius Tanari, M.P. IPU. selaku

pembimbing kedua yang senantiasa meluangkan waktu untuk

VI
memberikan arahan dan bimbingannya sejak awal penelitian

sampai selesainya penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula

penulis memohon maaf yang sebesar- besarnya atas segala

kekeliruan yang telah penulis lakukan baik disengaja maupun

tidak disengaja.

6. Bapak Dr. Awaluddin, S.Pt.,M.Sc. beliau sebagai dosen

penelaah Pertama dan Dr. Amirudin Dg. Malewa, S.Pt.,M.Si.

sebagai dosen penelaah kedua,yang telah memberikan saran serta

kritikan yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

7. Dosen Wali Muh. Ilyas Mumu, S.Pt., M.Sc.Ag.,Ph.D yang

telah memberikan nasehatdan arahan dalam mengambil

keputusan akademik serta motivasi yang membangun.

8. Kepada sahabat penulis Nova Clarita, Nur Hikmah L, teman-

teman “PTK 7 2017” teman-teman angkatan 2017, teman-

teman sepelayanan PEMKRIP, serta semua pihak yang telah

membantu yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu

persatu.

9. Kepada petugas inseminator di Kecamatan Mori Utara yang

sudah banyak membantu selama penelitian.

10. Penulis juga mengucapkan terima kasih khusus yang sebesar-

besarnya kepada Ibunda tercinta Asnawati Sinao dan Ayahanda

Neles Landopu atas dukungan materi serta doanya dan

kesabaran serta cinta kasih yang tulus dalam membesarkan dan

VII
mendidik.Kepada saudara saya Jefri Landopu, Wayan

Darmayadi, Dewi Yunianti landopu, Yulfin Landopu.

11. Serta keluarga Ceria yang selalu menjadi penyemangat dan

senantiasa memotivasi.

Penulis menyadari penulisan skipsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membanun untuk perbaikan kedepan.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas saran yang

diberikan dan berharap skipsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Palu, November 2020

Penulis

VIII
DAFTAR ISI

SAMPUL.........................................................................................................................II

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................III

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................IV

RINGKASAN..................................................................................................................V

KATA PENGANTAR...................................................................................................VI

DAFTAR ISI..................................................................................................................IX

DAFTAR TABEL.........................................................................................................XII

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................XIII

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1


1.2 Tujuan Penelitian...................................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian.................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4

2.1 Deskripsi Ternak Sapi...........................................................................................4


2.2 Sapi Bali..................................................................................................................5
2.3 Reproduksi Ternak Sapi Betina............................................................................7
2.4 Inseminasi Buatan (IB)........................................................................................10
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan IB..................................................12
2.5.1 Pengetahuan Peternak..................................................................................12

2.5.2 Deteksi Birahi................................................................................................12

2.5.3 Kualitas Semen..............................................................................................13

2.5.4 Pakan.............................................................................................................13

2.5.5 Manajemen Pemeliharaan............................................................................14

2.5.6 Inseminator....................................................................................................14

2.4.7 Service per Conception (S/C)........................................................................15

IX
2.4.8 Conception Rate (CR)...................................................................................15

BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN........................................................17

3.1 Tempat dan Waktu..............................................................................................17


3.2 Materi Penelitian..................................................................................................17
3.2.1 Ternak............................................................................................................17

3.2.2 Bahan Penelitian............................................................................................17

3.3 Metode Penelitian.................................................................................................18


3.3.1 Responden......................................................................................................18

3.3.2 Teknik Koleksi Data......................................................................................18

3.4 Variabel Penelitian...............................................................................................20


3.4.1 Services per conception.................................................................................20

3.4.2 Conception Rate............................................................................................20

3.4.3 Jumlah Kematian Anak................................................................................20

3.5 Analisis Data.........................................................................................................20


BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................21

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian....................................................................21


4.1.1 Letak Geografis.............................................................................................21

4.1.2 Keadaan Iklim...............................................................................................21

4.1.3 Keadaan Penduduk.......................................................................................21

4.1.4 Keadaan Umum Peternak.............................................................................22

4.3 Karakteristik Resonden.......................................................................................23


4.3.1 Klasifikasi Responden Menurut Umur........................................................23

4.3.2 Klasifikasi responden menurut pendidikan................................................24

4.3.3. Identitas Responden dan Tujuan Pemeliharaan sapi bali........................26

4.3.4 Karakteristik Inseminator............................................................................27

4.4 Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan........................................................28


4.4.1 Service per Conception S/C............................................................................28

X
4.4.3 Conception Rate (CR).....................................................................................30

4.4.4 Angka kematian.............................................................................................31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................32

5.1 Kesimpulan...........................................................................................................32
5.2 Saran.....................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34

LAMPIRAN....................................................................................................................37

XI
DAFTAR TABEL

Tabel 4-1 Klasifikasi umur responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara

Kabupaten Morowali Utara..............................................................................................23

Tabel 4- 2 Klasifikasi pendidikan responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara

Kabupaten Morowali Utara..............................................................................................24

Tabel 4- 3 Identitas dan tujuan responden yang memelihara kerbau Kecamatan Mori

Utara Kabupaten Morowali Utara....................................................................................26

Tabel 4- 4 Hasil S/C Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara....28

Tabel 4- 5 Hasil CR di sapi bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara..30

Tabel 4- 6 Angka kematian ternak sampai umur 6 (enam) bulan di Kecamatan Mori Utara

Kabupaten Morowali Utara..............................................................................................32

XII
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2- 1 Organ Reproduksi Betina..............................................................................8

XIII
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor peternakan merupakan salah satu sektor penghasil produk pangan.

oleh karena itu, peternakan menjadi hal penting dalam menunjang perekonomian

peternak yang saat ini kurang optimal. Kurangnya pemanfaatan dan

pemberdayaan masyarakat menjadikan sektor petenakan di indonesia semakin

didominasi oleh import ternak, import daging, dan import susu.

Pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap produk peternakan terutama

daging. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk

mengkonsumsi makanan yang bergizi. Akan tetapi, semakin tingginya permintaan

masyarakat akan kebutuhan daging tidak diimbangi dengan peningkatan populasi

ternak. Oleh karena itu, pemerintah memberikan perhatian khusus untuk

meningkatkan populasi ternak melalui program Bioteknologi Reproduksi yaitu

Inseminasi Buatan (IB).

Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu teknologi yang dapat

memberikan peluang bagi pejantan unggul untuk menyebarluaskan keturunannya

secara maksimal, dimana penggunaan pejantan pada kawin alam terbatas dalam

meningkatkan populasi ternak, karena setiap ejakulasi dapat membuahi seekor

betina. Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu teknologi tepat yang dapat

dimanfaatkan untuk peningkatan mutu dan produktivutas ternak, Udin (2012).

1
Keuntungan yang dicapai dalam program inseminasi buatan diantaranya

adalah untuk memperbaiki mutu genetik, efisien dalam pemakaian pejantan,

terbukanya kesempatan untuk menggunakan pejantan unggul secara luas,

mencegah penularan penyakit. Mengurangi gangguan fisik yang berlebihan

terhadap sapi betina pada waktu kawin, serta menghemat biaya Djana (1985)

dalam Fachroerrozi (2015).

Kecamatan Mori Utara, kabupaten Morowali Utara merupakan salah satu

kecamatan yang mendapatkan program pelaksaan Inseminasi buatan (IB). Sampai

saat ini belum ada penelitian mengenai keberhasilan IB, khususnya pada ternak

sapi di kecamatan Mori Utara. Program inseminasi buatan di Kecamatan Mori

Utara Kabupaten Morowali Utara dimulai pada Tahun 2017 dan rutin

dilaksanakan di berbagai kecamatan potensial pengemabagan sapi bali dan sapi

lokal lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan suatu penelitian untuk

mengetahui dan mendapatkan gambaran nilai keberhasilan Inseminasi Buatan

pada ternak sapi. Hal ini diharapkan dapat membantu dan menjadi tolak ukur

perkembangan inseminasi buatan (IB) di Kecamatan Mori Utara.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan Inseminasi

Buatan (IB) pada sapi bali di Kecamatan Mori Utara, Kabupaten Morowali Utara,

Provinsi Sulawesi Tengah.

2
1.3 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat tentang keberhasialan inseminasi buatan di kecamatan Mori

Utara Kabupaten Morowali utara.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk tujuan

penelitian berikutnya dan memberikan gambaran tentang keberhasilan

evaluasi inseminasi buatan dalam daerah tersebut.

3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ternak Sapi

Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

(zebu sapi berponok), Bos taurus yaitu bangsa sapi yang menurunkan bangsa-

bangsa sapi potong dan perah di Eropa, Bos sondaicus (Bos bibos). Sapi Bali

merupakan sapi asli Indonesia keturunan dari sapi liar yang disebut Banteng (Bos

sondaicus) yang telah mengalami proses penjinakan (domestikasi) bertahun-tahun

lamanya (Sugeng, 2000).

Bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik

tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut maka maka ternak sapi dapat dibedakan

dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama, karakteristik yang

dimiliki ternak tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya. Menurut

Williamson dan payne (1993), bangsa sapi memiliki klasifikasi taksonomi sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

4
Sub-phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub-class : Theria

Ordo : Arthidactyla

Sub-ordo : Rumintia

Infra ordo : Pecora

Family : Bovidae

Genus : Bos

Group : Taurinae

Species : Bos taurus (Sapi Eropa)

Bos indicus (Sapi India/Sapi Zebu)

Bos Sondaicusa (Banteng)

2.2 Sapi Bali

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik, hingga saat

ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan

Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestikasi

suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di

5
Indonesia. Sapi Bali berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-

kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu

ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal

berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan

pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white

mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis

bellut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor. Sapi Bali jantan berwarna

lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali

jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam

setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi

coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri,Toelihere (1993) dalam Sobirin

(2011).

Sapi bali menjadi primadona sapi potong di Indonesia karena mempunyai

kemampuan reproduksi tinggi, serta dapat digunakan sebagai ternak kerja di

sawah dan ladang, persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif

tinggi pada persilangan, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan

persentase kelahiran dapat mencapai 80 persen. Namun ada juga beberapa

kekurangannya yaitu pertumbuhannya lambat, peka terhadap penyakit Jembrana,

penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte (Johan F, 2005).

Sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia yang mempunyai potensi

genetik dan nilai ekonomis yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai ternak

potong. Selanjutnya menurut Departemen Pertanian (1987) bahwa sapi bali betina

dan jantan muda mempunyai warna coklat kemerah-merahan, sedangkan jantan

6
dewasa berwarna hitam, terdapat warna putih pada kaki bagian bawah, perut

bawah serta warna putih setengah lingkaran pada pantatnya, garis lembut warna

hitam pada punggungnya. Tinggi jantan dewasa 135 cm dan tinggi betina dewasa

120 cm dengan bobot 300-400 kg. Reksohadiprojo (1985) menyatakan bahwa sapi

bali merupakan tipe Banteng (Bos Sandicus) yang ada di Indonesian terutama di

Bali, Lombok, Flores, Sulawesi, Jawa Timur dan Kalimantan. Selanjutnya

Murtidjo (2000) menyatakan bahwa sapi Bali adalah ras potong Indonesia yang

fasilitasnya lebih dari pada sapi potong asal Eropa, walaupun pertumbuhannya

lambat dan mempunyai metode beternak yang panjang, tetapi sapi bali

mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis, kemampuan

mengkonversi makanan berkualitas rendah menjadi daging amat tinggi dan daya

tahan terhadap penyakit tinggi. Murtidjo (2000) menyatakan bahwa sapi Bali

betina rata-rata dewasa kelaminya pada umur 18 bulan dengan rataan siklus estrus

18 hari yaitu pada sapi betina muda berkisar 20-21 hari dan betina dewasa 16-23

hari, lama birahinya berkisar 36-48 jam dengan masa subur 18-27 jam.

Perkawinan sapi Bali sebaiknya setelah tercapai dewasa tubuh.

Menurut Sugeng (2006) sapi bali memiliki bentuk tubuh menyerupai

banteng, tetapi ukuran tubuh lebih kecil akibat proses domestikasi. Dadanya

dalam badannya padat, warna bulu pada waktu masih pedet sawo matang atau

merah batang, sedangkan jantang kehitam-hitaman, pada tempat-tempat tertentu,

baik jantan maupun betina di bagian keempat kakinya dari sendi kaki sampai kuku

dan bagian pantatnya berwarna putih, kepala agak pendek, dahi data, tanduk pada

7
jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sedangkan betina agak ke bagian

dalam,kakinya pendek sehinggamenyerupai kaki kerbau.

2.3 Reproduksi Ternak Sapi Betina

Produksi dan reproduksi merupakan merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan dalam kegiatan beternak. Kegagalan reproduksi baik karena faktor

pengelolaan maupun faktor internal ternak merupakan hambatan dalam

bereproduksi.fungsi reproduksi sangat bergantung pada satu mekanisme hormonal

yang kompleks (Latifa, 2004).

Reproduksi merupakan suatu proses biologis di mana individu organisme

baru diproduksi. Dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk

kehidupan, setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses

reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua

jenis yaitu seksual dan aseksual. Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat

melakukan reproduksi tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama.

8
Gambar 2- 1 Organ Reproduksi Betina
Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, dengan jenis kelamin

yang berbeda (Heru, 2012).

Daya reproduksi ternak pada umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, faktor

pertama lama produktifitas. Lama produktifitas (kehidupan produktif) sapi potong

lebih lama bila dibandingkan dengan sapi perah yaitu 10 sampai 12 tahun dengan

produksi 6 sampai 8 anak. Faktor kedua adalah frekuensi kelahiran. Faktor ini

sangat penting bagi peternakan dan pembangunan peternakan, karena setiap

penundaan kebuntingan ternak, mempunyai dampak ekonomis yang sangat

penting (Prasetyo, 2009)

Reproduksi sapi betina adalah suatu proses yang kompleks melibatkan

seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup

khususnya ternak dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa

kelamin.

Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga

pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum, vertebra coccygea

kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh ilium,

ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi menjadi :

ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva (Destomo, 2014).

Proses reproduksi yang normal bergantung pada fisiologis tubuh terutama

fungsi organ serta mekanisme kerja hormon reproduksi. Mekanisme hormon pada

ternak betina akan mempengaruhi tingkah laku reproduksi, siklus estrus, ovulasi,

9
fertilisasi dan kemampuan memelihara kebuntingan hingga terjadinya kelahiran

(Hafez dan Hafez, 2000).

Dalam upaya pengembangan populasi ternak sapi bali, kasus kegagalan

reproduksi merupakan kejadian yang sering dijumpai. Di lapangan, keadaan ini

biasanya terungkap antara lain dengan keterlambatan dewasa kelamin, nilai

service per conception (S/C) yang tinggi, jarak beranak yang panjang dan selang

post partus estrus yang panjang (Majestika, 1998).Sapi yang baru melahirkan anak

boleh dikawinkan setelah 60 hari melahirkan. Toelihere (1985) menyatakan

bahwa waktu yang diperlukan untuk inovulasi estrus biasanya tercapai menjelang

periode estrus pertama setelah melahirkan.

Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa siklus birahi berdasarkan gejala

yang terlihat dari luar tubuh terbagi empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus

dan diestrus. Proestrus adalah fase persiapan terlihat perubahan-perubahan tingkah

laku dan perubahan alat kelamin luar, fase estrus ternak betina memperlihatkan

gejala-gejala gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali,

menghampiri pejantan,tidak lari ketika pejantan menungganginya, vulva bengkak

dan memerah serta keluarnya lendir yang bening, metestrus gejala estrus masih

ada tetapi ternak menolak. Waktu ovulasi mulai dari awal estrus sampai ovulasi

berkisar 16-65 jam, tetapi angka rata-ratanya berdekatan, yaitu ovulasi terjadi

rata-rata 30 jam sesudah awal estrus (Salisbury dan Van Demark, 1985).

10
2.4 Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal

tahun 50 oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Kedokteran Hewan Bogor

dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka Rencana Kesejahteraan

Istimewa (RKI) didirikanlah beberapa satsium IB di beberapa daerah di Jawa

Tengah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa

Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor,

difungsikan sebagai stasium IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,

Aktivitas dan 4 pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat

mengurangi kepercayaan masyarakat Toelihere (1993) dalam Sobirin (2011).

Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu teknologi yang diaplikasikan

secara luas untuk mendorong swasembada daging sapi. Teknologi IB yang

digunakan untuk program peningkatan mutu genetik terutama pada ruminansia

besar (sapi dan kerbau) merupakan teknologi unggulan yang masih akan

digunakan dalam upaya penigkatan produktivitasnya (Sayuti et al. 2011).

Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukan sperma kedalam saluran

reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina menjadi bunting tanpa

adanya proses perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah seekor

pejantan yang secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan

(spermatozoa) per hari, hanya digunakan untuk membuahi satu sel telur (oosit)

pada hewan betina yang seharusnya hanya satu sel spermatozoa. Potensi

terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik,

11
apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak

betina (Hafez,1993).

Inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik adalah upaya memasukkan

semen/mani ke dalam saluran reproduksi hewan betina yang sedang birahi dengan

2 bantuan inseminator agar hewan bunting. Dari definisi ini inseminator berperan

sangat besar dalam keberhasilan pelaksanaan IB. Keahlian dan keterampilan

inseminator dalam akurasi pengenalan birahi, sanitasi alat, penanganan (handling)

semen beku, pencairan kembali (thawing) yang benar, serta kemampuan

melakukan IB akan menentukan keberhasilan (Utami dan Angris 2012) .

Dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan, ada beberapa faktor yang perlu

diperhatikan antara lain seleksi dan pemeliharaan pejantan, cara penampungan,

penilaian, pengenceran, penyimpanan dan pengangkutan semen, inseminasi,

pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi. Agar dalam pelaksanaan IB pada

hewan ternak atau peternakan memperoleh hasil yang lebih efektif, maka deteksi

dan pelaporan birahi harus tepat di samping pelaksanaan dan teknik inseminasi

itu sendiri dilaksanakan secara cermat oleh tenaga terampil. Penggunaan semen

fertile pada waktu inseminasi adalah sangat esensial untuk mendapatkan tingkat

kesuburan yang tinggi, sedangkan hewan betina yang akan di IB haruslah dalam

kondisi reproduksi yang optimal. Semen yang di inseminasikan ke dalam saluran

betina pada tempat dan waktu yang terbaik untuk memungkinkan pertemuan 16

antara spermatyozoa dan ovum sehingga berlangsung proses pembuahan

(Toelihere, 2005).

12
Program IB mempunyai peran yang sangat strategis dalam usaha

meningkatkan kualitas dan kuantitas bibit. Dalam rangka meningkatkan produksi

dan produktivitas ternak, teknologi IB salah satu upaya penyebaran bibit unggul

yang memiliki nilai praktis dan ekonomis yang dapat dilakukan dengan mudah,

murah dan cepat. Teknologi IB memberikan keunggulan antara lain; bentuk tubuh

lebih baik, pertumbuhan ternak lebih cepat, tingkat kesuburan lebih tinggi, berat

lahir lebih tinggi serta keunggulan lainnya. Melalui teknologi IB diharapkan

secara ekonomi dapat memberikan nilai tambah dalam pengembangan usaha

peternakan (Merthajiwa, 2011).

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan IB

2.5.1 Pengetahuan Peternak

Keberhasilan inseminasi buatan dipengaruhi oleh faktor umum yang

terjadi dari petani dan peternak sebagai deduksi dan modal pada faktor

penentuaan, petugas lapangan yaitu inseminator, pemeriksa kebuntingan dan

penggulangan kemanjiran, Taurin (2000).

Salah satu masalah kawin berulang merupakan kesalahan peternak dalaam

mengenali sapi yang sedang birahi, apabila birahi tidak dilakukan secara tetap

atau minimal dua kali sehari maka penurunan waktu inseminasi berkurang dengan

ovulasi yang berkuran (Alfianti et al. 2013).

2.5.2 Deteksi Birahi

Deteksi birahi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pengelolaan

reproduksi.kegagalan deteksi berahi akan berakibat pada kegagalan peluang untuk

13
memperoleh keuntungan (At-Taras dan Spahr,2001). Saat ini deteksi birahi pada

sapi di Indonesia umumnya dilakukan secara manual yaitu dengan melakukan

pengamatan tingkah laku ternak, yang sering mengakibatkan adanya birahi yang

terlewat tidak teramati sehingga calving interval menjadi panjang (Sayudi, 1992).

2.5.3 Kualitas Semen

Toelihere (2006) menyatakan bahwa semen adalah sekresi kelamin jantan

yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu

kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan

inseminasi buatan.

Semen cair yang mengandung sel-sel kelamin jantan yang diejakulasi

melalui penis pada waktu kopulasi ataau penampunagn. Penampungan semen

menggunakan vagina buatan yang sangan populer dan dipakai secara meluas pada

pusat Balai Inseminasi Buatan (BIB). Keberhasilan IB ditentukan oleh beberapa

faktor, salah satunya adalah kualitas semen yang digunakan. Kualitas meliputi:

pH, warna, viabilitas, motilatas dan konsentrasi Teolihere (1993).

2.5.4 Pakan

Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan

pembangkit tenaga. Pada umumnya sapi memembutuhkan makanan berupa

hijauan dan pakan tambahan 1-2% dari berat badan. Bahan pakan tambahan ini

dapat berupa dedak halus (bekatul), bungkil kelapa, gaplek dan ampas tahu

(Tabrani, 2004). Selanjutnya Bandini (2003) mengatakan bahwa setiap hari sapi

14
memerlukan pakan hijauan sebanyak 10 % dari berat badannya dan diberikan dua

kali sehari yaitu pagi dan sore.

2.5.5 Manajemen Pemeliharaan

Sugeng (1992) menyatakan bahwa Pemeliharaan sapi dapat dilakukan

secara ekstensif dan intensif. Pemeliharaan secara ekstensif adalah dengan

membiarkan sapi dilepas dan merumput di padang pengembalaan padapagi hari

dan pada sore hari ternak akan di bawa dan diikat disekitar pekarangan rumah

sedangkan secara semi intensif adalah pemeliharaan sapi di mana seluruh aktivitas

ternak dilakukan dikandang dan kebutuhan pakan ternak disediakan seluruhnya

oleh peternak.

Secara singkat manajemen peternakan dapat dibagi atas tiga proses yaitu

(1) pemilihan bibit, pakan, pencegahan penyakit (2) proses produksi dan (3)

proses hasil dan penanganannya, ketiga proses ini harus berjalan lancar dan

seimbang. Apabila salah satunya terhambat maka seluruh aliran produksi akan

terganggu (Rasyaf, 1996).

2.5.6 Inseminator

Inseminator adalah petugas yang melakukan inseminasi buatan atau yang

memesukkan semen/mani kedalam saluran reproduksi hewan betina yang sedang

birahi. Faktor inseminator dalam pelaksanaan IB merupakn faktor penting sebagai

penentu keberhasilan IB ( Herawati et al 2012). Labetubun et al (2014)

15
menyatakan bahwa inseminator berperaan sangat besar dalam keberhasilan

pelakanaan IB. Keahlian dan keterampilan inseminator dalam akurasi pengenalan

birahi, sanitasi alat, penangan (handling) semen beku, pencairan kembali

(thawing) yang benar, serta kemampuan melakukan IB akan menentukan

keberhasilan.

2.4.7 Service per Conception (S/C)

Service per Conception (S/C) adalah untuk membandingkan efisiensi

relatif dari proses reproduksi diantara individu-individu sapi betina subur, juga

sering dipakai untuk penilaian atau perhitungan jumlah pelayanan inseminasi yang

dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi

(Feradis, 2010).

Menurut Toelihere (1993) Service per Conception (S/C) merupakan

bilangan yang menunjukkan service atau inseminasi per kebuntingan. Kisaran S/C

yang normal adalah 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi

kesuburan ternak betina dalam kelompok tersebut, sebaliknya makin tinggi nilai

S/C, maka makin rendah nilai kesuburan ternak betina dalam kelompok tersebut.

Hasil penelitin Pohontu dkk (2018) menunjukan bahwa rata-rata service

per conception di lokasi penelitian adalah 1,19 yang berarti bahwa untuk sapi

potong di Kecamatan Bintauna yang di kawinkan dan terjadi kebuntingan

membutuhkan S/C 1,19 kali atau untuk memperoleh kebuntingan 77 ekor betina

diperlukan layanan perkawinan sebanyak 92 kali. Selanjutnya, hasil penelitian

nilai S/C di Kecamatan Juli termasuk dalam kategori baik yaitu 1,32, Novita dkk

16
(2019). Demikian juga Kusrianty dkk (2016), hasil penelitian menunjukan jumlah

kebuntingan adalah 1,08.

2.4.8 Conception Rate (CR)

Conception Rate (CR) adalah persentase kebuntingan sapi betina pada

pelaksanaan IB pertama dan dapat dipakai sebagai alat ukur tingkat

kesuburan.Menurut Hardjopranjoto (1995), bahwa efisiensi reproduksi dikatakan

baik jika nilai CR mencapai 65%-75%. Ternak yang mempunyai tingkat

kesuburan tinggi, CR bisa mencapai 60% sampai 70% dan apabila CR setelah

inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% berarti kesuburan ternak

terganggu atau tidak normal.

Hasil penelitian Kusrianty dkk (2016) pada ternak sapi potong di Mamuju

Utara memperoleh angka CR sebesar 93,3%. Selanjutnya Novita dkk. (2019)

memperoleh nilai CR di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh

sebesar 88,05%. Demikian juga Pohontu dkk. (2018) memperoleh nilai CR

sebesar 73% di Kecamatan Bintauna, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

17
BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali

Utara Provinsi Sulawesi Tengah, yang akan dilaksanakan selama satu bulan

terhitung sejak tanggal 1 September sampai 30 September 2020. Penetuan lokasi

penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan ternak

yang sudah pernah dilakukan IB dan terdapat di daerah tersebut. Kecamatan Mori

Utara merupakan salah satu kecamatan yang banyak terdapat ternak sapi, tetapi

dalam perencanaan penelitian akan dilakukan di empat desa dari delapan desa

yang ada, yaitu Desa Peleru, Desa Lembontonara, Desa Mayumba, dan Desa Era,

karena keempat tersebut memiliki ternak sapi terbanyak di Kecamatan Mori

Utara.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Ternak

Ternak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali yang

dipelihara dan dilakukan Inseminasi Buatan (IB) yang terdapat di peternakan

18
rakyat yang tersebar di empat desa di Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Morowali Utara.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah kuisioner yang memuat sejumlah

pertanyaan dengan tujuan untuk memperoleh informasi langsung dari peternak

dan alat tulis yang digunakan seperti pulpen, buku tulis,telepon genggam, serta

kamera digital untuk dokumentasi dalam pengambilan gambar saat melaksanakan

penelitian.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yaitu menggunakan metode survey berdasarkan data

sekunder dan data primer melalui wawancara. Data sekunder diperoleh dari

Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Daerah Kabupaten Morowali

Utara, dan wawancara dilakukan melalui kuisioner yang sudah dibuat untuk

mendapatkan data penelitian yang akurat di lapangan.

3.3.1 Responden

Penentuan responden dari penelitian ini yaitu peternak sapi bali,

inseminator yang melakukan IB terhadap ternak sapi milik peternak di desa-desa

Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara, serta perwakilan pegawai

Bidang Peternakan Kabupaten Morowali Utara. Responden diambil berdasarkan

Purposive samplig. Menurut Sugiyono (2010) purposive sampling adalah teknik

untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang

bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Jumlah

19
responden dalam penelitian sebanyak 130 yang tersebar di empat desa dengan

jumlah masing-masing; Desa Era 30 responden, Peleru 35 responden, Mayumba

30 responden dan Lembontonara 35 responden.

3.3.2 Teknik Koleksi Data

Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer di

peroleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan

kuisioner,observasi, dan dokumentasi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan

dalam penelitian. Adapun data sekunder diperoleh dari instansi terkait, berbagai

terbitan ilmiah seperti jurnal, buku dan sumber atau materi ilmiah lainnya yang

dapat menunjang serta mendukung dalam pelaksanaan dalam penelitian.

1. Observasi yaitu dilakukan dengan cara mengamati secara langsung situasi dan

kondisi ternak, mengamati pola pemeliharaan peternak yang ada di tempat

penelitian serta melihat langsung ternak hasil inseminasi buatan (IB) yang di

dampingi oleh petugas inseminator.

2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung

kepada para peternak sapi yang menerapkan teknologi inseminasi buatan (IB)

yang menjadi responden peneliti. Untuk memudahkan proses wawancara

tersebut digunakan bantuan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah disusun

sesuai kebutuhan penelitian serta berkomunikasi langsung dengan responden

untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

3. Studi Pustaka adalah kegiatan untuk menghimpun informasi yang relevan

dengan topik atau masalah yang menjadi obyek penelitian. Informasi tersebut
20
dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, ensiklopedia, internet, dan

sumber-sumber lain. Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat

memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan

penelitiannya.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Services per conception

Menurut Feradis (2014), Services per Conception dapat dihitung dengan

rumus:

S Σ sapi yang bunting IB I , II , III


=
C Σ sapi yang di IB

3.4.2 Conception Rate

Conception rate dihitung dari jumlah induk yang bunting pada IB pertama

dibagi dengan jumlah seluruh induk yang dikawinkan kemudian dikalikan seratus

persen (Toelihere, 1981).

Σ sapi betina bunting IB I


CR= x 100 %
Σ sapi yang di IB

21
3.4.3 Jumlah Kematian Anak

Jumlah kematian anak di hitung dari jumlah anak yang mati hasil IB

dibagi dengan jumlah anak yang lahir hasil IB.

jumlah anak yang mati hasil IB


jumlah kematian anak =
jumlah anak yang lahir hasil IB

3.5 Analisis Data

Data yang dikumpulkan dengan menghitung S/C, CR, dan Jumlah

Kematian Anak untuk mendapatkan persentase dan rata-rata dari variabel

penelitian yang akan memberikan gambaran atau informasi mengenai

karakteristik variabel penelitian dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Morowali Utara terletak diantara 01o31’12” Lintang Selatan

dan , 03o46’48” Lintang Selatan, serta antara 121o02’24 Bujur Timur, dan

123o15’36” Bujur Timur, memiliki luas wilayah daratan 10.018,12 km 2 dan

wilaya lautan seluas 8.344,27 km2 sehingga total luas wilayah Kabupaten

Morowali Utara adalah 18.344,27 Km2, dan terdiri atas 10 kecamatan.

Kecamatan Mori Utara memiliki luas 1048,93 km2 dan terbagi menjadi delapan

yaitu Desa Tiwa’a, Desa Lembontonara, Desa Wawondula, Desa Tabarano, Desa

22
Tamonjengi, Desa Mayumba, Desa Peleru, Desa Bolano Era. Dari ke delapa desa

ini Desa Era merupakan desa terluas (198,88 km2) sedangkan desa dengan luas

wilayah terkecil adalah desa Tiwa’a (91,28 km2) (BPS,2018).

4.1.2 Keadaan Iklim

Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kecamatan Mori

Utara Kabupaten Morowali Utara memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan

musin hujan. Musim kemarau terjadi antara bulan Juli-Desember sedangkan

musim hujan terjadi pada bulan Januari-Juni (BPS,2018).

4.1.3 Keadaan Penduduk

Tingkat pertumbuhan penduduk di Kecamatan Mori Utara sebanyak 8.432

jiwa sampai akhir bulan Agustus 2020 dengan luas kecamatan Mori Utara

1048,93 km2, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.386 jiwa dan jumlah

penduduk perempuan sebanyak 4.046 jiwa. Dari ke kedelapa desa yang ada di

Kecamatan Mori Utara jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Peleru yaitu

sebanyak 1.983 jiwa sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu terdapat di Desa

Tamonjengi yaitu sebanyak 434 jiwa (BPS,agustus 2020).

4.1.4 Keadaan Umum Peternak

Populasi ternak sapi di Kecamatan Mori Utara berdasarkan populasi ternak

tahun 2019 Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Pangan

Daerah Kabupaten Morowali Utara adalah 3,019 ekor ternak sapi. Dalam

pelaksanaan IB di Kecamatan Mori Utara di gunakan semen beku yang berasal

dari pejantan unggul dari BBIB Lembang dan BBIB Singosari.

23
Pemeliharaan ternak sapi Bali di Kecamatan Mori Utara bersifat semi

intensif dan semi ekstensif. Makanan utama dari ternak tersebut adalah rumput

yang ada di padang penggembalaan, hal ini dikarenakan setiap peternak hanya

menggembalakan ternak sapinya. Untuk kandang ternak yang ada di Kecamatan

mori utara sendiri terbuat dari dinding bambu dan batang kayu dan untuk atap

terbuat dari daun rumbia yang mudah di dapatkan di daerah tersebut.

Dalam pelaksanaan IB di Kecamatan Mori Utara digunakan semen beku

yang berasal dari pejantan unggul dari BBIB Lembang dan BBIB Singosari.

Makanan utama dari ternak sapi bali yang dipelihara di Kecamatan Mori Utara

adalah rumput lapangan yang ada di sekitar rumah, rumput yang berasal dari areal

sawah yang tidak ditanami, dan juga rumput gajah yang sengaja ditanam oleh para

peternak di pekarangan rumah maupun di lahan persawahan atau perkebunan.

Pemeliharaan sapi bali yang dilakukan oleh peternak yang ada di empat desa

bersifat ekstensif dimana pada siang hari (± jam 11) sapi digembalakan di

lapangan rumput sekitar rumah dan pada area peekebunan kelapa sawit.

Sedangkan pada sore hari ternak dibawa dan diikat disekitar pekarangan rumah.

Atau masuk dalam kendang kelompok.

4.3 Karakteristik Resonden

Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara

langsung dengan para peternak sapi di Kecamatan Mori Utara, maka diperoleh

karakteristik responden yakni meliputi umur responden dan tingkat pendidikan

24
responden. Karakteristik tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi usaha dalam beternak.

4.3.1 Klasifikasi Responden Menurut Umur

Berdasarkan klasifikasi umur yang ditetapkan Biro Pusat Statistika

Republik Indonesia (2006) dan Lembaga Demografi FEUI (2007), umur produktif

barada pada kisaran 15-65 tahun, sedangkan umur tidak produktif berada pada

kisaran 65 tahun keatas.

Tabel 4-1 Klasifikasi umur responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara
Kabupaten Morowali Utara

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase %

1 15-65 115 88,46


2 >65 15 11,54

Jumlah 130 100

Sumber : Data Hasil Penelitian (2020)

Berdasarkan data pada Tabel 4-1 menunjukkan bahwa hampir semua umur

responden berada pada rentang umur 15-65 tahun yang dapat di golongkan

kategori produktif. Umur 15-65 tahun dengan persentase sebanyak 88,46% dan

umur >65 tahun sebanyak 11,54 %. Jadi anggota masyarakat yang berpartisipasi

mengembangkan Inseminasi Buatan di Kecamatan Bolano tergolong dalam usia

produktif atau usia kerja. Persentase yang tinggi pada tingkat umur muda

diharapkan dapat menjamin tingkat produktivitas yang tinggi (Saragih,2000).

25
4.3.2 Klasifikasi responden menurut pendidikan

Pendidikan merupakan suatu indikator mampu tidaknya suatu individu

dalam menerima inovasi atau ilmu pengetahuan. Tingkat pendidikan

masyarakatyang berpartisipasi dalam pengembangan inseminasi buatan di

Kecamatan Bolano memiliki pendidikan yang berbeda-beda.

Tabel 4- 2 Klasifikasi pendidikan responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori


Utara Kabupaten Morowali Utara

No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase %

1 SD 55 42,31

2 SMP 43 33,08

3 SMA 27 20,77

4 Perguruan Tinggi 5 3,84

Jumlah 130 100


Sumber : Data Hasil Penelitian (2020)

Terdapat 130 responden dalam penelitian ini dimana sebagian peternak di

Kecamatan Bolano adalah peternak yang mengenyam pendidikan minimal SD

berjumlah 55 orang (42,32%), SMP sebanyak 43 orang (33,08%), SMA berjumlah

27 orang (20,77%) dan Perguruan Tinggi berjumlah 5 orang (3,84%). Tabel 4-3

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang tergolong rendah

sebagian besar peternak hanya mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar saja dan

sangat berpengaruh terhadap manajemen pemeliharaan dan manajemen

reproduksi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat pengetahuan peternak

terhadap dunia peternakan semakin luas, dibandingkan dengan peternak yang

tidak pernah merasakan bangku sekolah. Menurut Mosher (1987), melalui

26
pendidikan petani mempunyai pengetahuan, keterampilan dan cara baru dalam

melakukan kegiatan usaha sehingga dengan pendidikan yang lebih tinggi hasil

usaha jadi lebih baik.

Berdasarkan data pada Tabel 4-2 menunjukkan bahwa responden yang

memelihara sapi bali taraf pendidikannya masih rendah, tetapi rendahnya

pendidikan tidak mempengaruhi partisipasi atau keterlibatan responden dalam

pengembangan sapi bali. Namun peternak yang memiliki pola pikir yang baik

akan mampu mengadopsi pengembangan informasi dan inovasi teknologi

khususnya teknologi di bidang peternakan dengan cepat. Tetapi lain halnya pada

peternakan rakyak, pendidikan yang tinggi sama sekali tidak mempengaruhi

masyarakat pedesaan yang terlibat dalam pemeliharaan ternak sapi potong. Dalam

hal ini sudah terbukti bahwa keadaan masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano

lebih banyak pendidikan SD yang berpartisipasi dalam pengembangan sapi

potong khususnya sapi bali dibanding masyarakat yang memiliki pendidikan yang

tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasbullah (2009) bahwa, pendidikan

adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar

menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi

dalam arti mental.

4.3.3. Identitas Responden dan Tujuan Pemeliharaan sapi bali

Identitas petani ternak dan tujuan pemeliharaan kerbau dapat dilihat pada

Tabel 4-3

Tabel 4- 3 Identitas dan tujuan responden yang memelihara kerbau Kecamatan


Mori Utara Kabupaten Morowali Utara

27
Uraian Rataan

1. Pengalaman Beternak (tahun) 20,25±1,57

2. Tujuan Beternak (%)

a. Pekerjaan Utama 0,00

b. Pekerjaan Sampingan 100,00

3. Tujuan Pemeliharaan (%)

b. Tabungan 73,44

c. Lain-lain (dipekerjakan) 26,56

Umur peternak di Kecamatan Mori Utara cukup baik, rata-rata peternak telah

melakukan usaha sampingan sebagai peternak selama 20,25 ± 1,57 tahun. Mereka

sangat merasakan arti dari beternak, walaupun beternak bukan pekerjaan pokok,

namun mereka dapat memanfaatkan hasil ternak pada waktu-waktu tertentu untuk

kebutuhan mendesak. Rata-rata tujuan dari pemeliharaan sapi bali secara berturut-

turut adalah sebagai tabungan 73,44%, dan tujuan lain-lain 26,56%. Selain itu

pula secara umum petani ternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara mempunyai

tujuan beternak sebagai pekerjaan utama 0,00%, sedangkan sebagai pekerjaan

sampingan sebesar 100,00%, keadaan tersebut memberi gambaran bahwa mata

pencaharian di Kecamatan Mori Utara lebih cenderung didominasi oleh usaha

lain. Hal ini dapat diterima karena Kecamatan Mori Utara memang merupakan

daerah yang lebih mengarah pada usaha pertanian secara umum (sawah dan

perkebunan sawit sertatanaman hortikultura lainnya)

28
Perhatian terhadap usaha beternak sapi Bali terutama dari segi manajemen

pemeliharaan lebih didominasi oleh sistem pemeliharaan yang digembalakan dan

hampir tidak ada yang memberikan pakan tambahan atau konsentrat. Sistem

penggembalaan yang dilakukan yaitu ternak di lepas dengan waktu

penggembalaan berbeda-beda tergantung pada kesempatan dan keadaan

lingkungan.

4.3.4 Karakteristik Inseminator

Kecamatan Mori Utara memiliki 1 (satu) inseminator dan hanya

menangani wilayah Kecamatan Mori Utara. Inseminator di Wilayah Kecamatan

Mori Utara berpendidikan S1 dengan pengalaman yang baik sehingga sangat

mahir dan aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai inseminator. Umur

inseminator masih tergolong usia produktif yaitu 31 tahun, hal ini didukung oleh

lembaga Demografi FEUI (2007), umur produktif barada pada kisaran 15-65

tahun. Keahlian sebagai inseminator diperoleh melalui pendidikan inseminasi

(khusus IB) sebagai syarat untuk menjadi inseminator.

Inseminator di Kecamatan Mori Utara sudah sangat berpengalaman,

sebagaimana diketahui bahwa pengalaman seorang inseminator menentukan

tingkat ketepatan waktu inseminasi buatan, serta tepatnya penempatan semen

dalam saluran reproduksi betina, dimana inseminator di Kecamatan Mori Utara ini

juga menggunakan straw yang tenggelam (normal) dan bukan straw yang

mengapung (tidak normal), dimana hal ini merupakan factor penunjang

keberhasilan suatu program IB khususnya di Kecamatan Mori Utara. Sistem

29
pelayanan IB di Kecamatan Mori Utara adalah sistem pasif, dimana pelayanan IB

dilakukan setelah peternak melaporkan bahwa ternaknya birahi kepada

inseminator dalam arti peternak yang menghubungi langsung inseminator jika

ingin dilakukan IB pada ternak peternak tersebut. Pelayanan inseminasi dari

rumah inseminator kekandang ternak ditempuh oleh inseminator dengan

menggunakan sepada motor.

4.4 Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan

4.4.1 Service per Conception S/C

Hasil penelitian S/C di Kecamatan Bolano dapat dilihat pada Tabel 4-4

sebagai berikut.

Tabel 4- 4 Hasil S/C Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali
Utara

No Desa Jumlah ternak (ekor) S/C


1 Era 80 1,24
2 Peleru 98 1,32
3 Mayumba 48 1,58
4 Lembontonara 87 1,37
Rataan ± sd 1,38 ± 0,13

Sumber: Data Hasil Penelitian (2020)

Tabel 4-4 menunjukkan nilai ratarata S/C dari program IB di Mori Utara

selama periode 2018 adalah sebesar 1,38 ± 0,13 yang diperoleh dari Desa Era

(1,24), Desa Peleru (1,32), Desa Mayumba (1,58) dan Desa Lembontonara (1,37).

Nilai S/C yang baik dari keempat desa tersebut terdapat di Desa Era.

Diperolehnya nilai S/C yang baik pada keempat desa di Kecamatan Mori Utara

khususnya di Desa Era ditunjang oleh ternak betina yang memenuhi syarat yaitu

subur, bebas dari penyakit kemajiran, berstatus reproduksi sudah pernah beranak

30
dan kesiagapan inseminator melayani laporan peternakan tentang tanda berahi

ternaknya, semen beku yang memenuhi syarat, dan yang utama peran aktif

peternakan dalam mengikutkan ternaknya padap rogram IB.

Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai S/C dari program

inseminasi buatan di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara selama

tahun 2018 adalah rata-rata 1,38. Nilai S/C ini relative sama dengan di Kecamatan

Mepanga Kabupaten Parigi Moutong sebesar 1,36 dan lebih rendah disbanding Di

Kecamatan Sindue sebesar 1,64 (2016) dan 1,57 (2017), di Kecamatan Sirenja

kabupaten donggala sebesar 1,57 dan di Kabupaten Donggala sebesar 1,52.

Menurut Toelihere (1985) bahwa nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6-2,0.

Dengan rendahnya S/C yang didapatkan dari penelitian menunjukan tingkat

kesuburan sapi betina yang diinseminasi di daerah ini sudah tinggi,kerena makin

rendah nilai S/C maka makin tinggi pula tingkat kesuburan ternak betina tersebut

(Toelihere, 1993). Membaiknya nilai S/C di Kecamatan Mori Utara ini tidak

terlepas dari kerja inseminator yang salalu aktif dalam mengontrol ternak yang

yang berahi setelah adanya laporan peternak. Disamping itu juga disebabkan

karena peternak sudah mengetahui dengan jelas tanda-tanda berahi dan waktu

yang tepat untuk mengawinkan sapinya. Nilai S/C dipengaruhi oleh kemampuan

peternak dalam mendeteksi birahi, keterampilan inseminator dalam meletakkan

spermatozoa dalam saluran reproduksi betina, dan kesuburan betina itu sendiri

(Hafez,2000).

4.4.3 Conception Rate (CR)

Hasil penelitian CR di Kecamatan Mori Utara dapat dilihat pada Tabel 4-5.
31
Tabel 4- 5 Hasil CR di sapi bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali
Utara

Jumlah ternak
No Desa IB satu kali CR (%)
(ekor)
1 Era 80 63 78,75
2 Peleru 98 70 71,43
3 Mayumba 48 26 54,17
4 Lembontonara 87 55 63,22
Rataan ± sd 66,89 ± 9,77

Sumber: Data Hasil Penelitian (2020)

Tabel 4-5 menunjukkan nilai persentase rata-rata CR yang dicapai

keempat desa di di Kecamatan Mori Utara tahun 2018 sebesar 66,89 ± 9,77 yang

diperoleh dari Desa Era (78,75%), Desa Peleru (71,43%), Desa Mayumba

(54,17%) dan Desa Lembontonara (63,22%). Dari tabel di atas dapat diketahui

nilai CR yang baik terdapat di Desa Era (78,75%). Nilai CR yang diperoleh pada

empat desa cukup baik, nilai CR yang baik di pengaruhi oleh kualitas semen beku

(straw), deteksi birahi dan pelaporan dari peternak, keterampilan inseminator, dan

teknik IB yang tepat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ihsan dan Wahjuningsih

(2011) yang menyatakan bahwa angka konsepsi berkisar antara 64-65%

menunjukkan bahwa tingkat keterampilan inseminator di lokasi penelitian sudah

baik. Dengan tingginya angka konsepsi menunjukkan kesadaran peternak untuk

mendukung program IB yang sudah meningkat.

Menurut Toelihere (1993), CR terbaik mencapai 60-70%, sedangkan untuk

ukuran Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi alam, manajeman dan

distribusi ternak yang menyebar sudah dianggap baik jika nilai CR mencapai 45-

50%. Apabila nilai CR setelah inseminasi buatan pertama lebih rendah dari 60%

32
sampai 70% maka dapat dikatakan kesuburan ternak terganggu atau tidak normal.

Widodo (2000) menyatakan bahwa untuk kondisi normal di Indonesia sebenarnya

CR sebesar 50% sudah cukup dan angka CR 60-70% merupakan angka CR

standar negara maju.

Conception rate di Kecamatan Mori Utara tergolong baik karena ditunjang

oleh ternak betina yang baik, kualitas semen beku yang baik, kemampuan

peternak dalam beternak yang baik, inseminator yang cukup berpengalaman dan

faktor penunjang lain yang cukup memadai. Conception Rate (CR) di lokasi

penelitian sudah dianggap baik, karena peternak di Kecamatan Mori Utara sudah

cermat dalam mengamati sapi yang birahi dengan melihat tingkah laku ternak

yang menunjukkan tingkah laku gelisah dan kurang tenang, nafsu makan

berkurang dan sering keluar lendir, bengkak, merah, basah sehingga pada waktu

sapi betina birahi peternak segera menghubungi inseminator. Induk sapi yang

pada saat tepat (birahi) akan memudahkan pelaksanaan IB dan akan memberikan

respon perkawinan yang positif sehingga hanya dengan satu kali perkawinan akan

menghasilkan kebuntingan yang berkontribusi terhadap nilai persentase CR.

4.4.4 Angka kematian

Angka kematian di tiap desa Kecamatan Mori utara dapat dilihat pada

Tabel 4-6

Tabel 4- 6 Angka kematian ternak sampai umur 6 (enam) bulan di Kecamatan


Mori Utara Kabupaten Morowali Utara

No Desa Jumlah ternak (ekor) Angka Kematian (%)


1 Era 80 5,30
2 Peleru 98 5,80
3 Mayumba 48 7,30

33
4 Lembontonara 87 6,40
Rataan ± sd 313 6,20 ± 0,74

Sumber: Data Hasil Penelitian (2020)


Rataan angka kematian di Kecamatan Mori Utara sebesar 6,2 ± 0,74%

menunjukkan angka kematian yang relative kecil. Pemeliharaan pedet di

Kecamatan Mori Utara masih tergolong rendah akibat system pemeliharaan yang

berkelompok atau ditempatkan dalam satu kendang komunal untuk beberapa

peternak sapi, sehingga kontrol terhadap anak yang lahir agak sulit ditambah

dengan jarak antar rumah dengan kendang komunal cukup berjauhan.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan nilai rata-rata

Service Per Conception (S/C) selama tahun 2018 adalah rata-rata 1,38 ± 0,13dan

nilai persentase rata-rata Conception Rate (CR) yang diperoleh sebesar 66,89 ±

9,77%, dengan angka kematian pedet sebesar 6,20%, yang menggambarkan

bahwa pelaksanaan inseminasi buatan di Kecamatan Mori Utara Utara Kabupaten

Morowali Utara dianggap masuk dalam kategori baik.

34
5.2 Saran

Perlu adanya posko-posko inseminasi di tiap Kecamatan untuk

mempermudah pelayanan inseminasi pada ternak masyarakat, pelatihan serta

penyuluhan kepada para peternak agar dapat membantu dalam meningkatkan

perkembangan inseminasi buatan.

35
DAFTAR PUSTAKA

At-Taras EE,, Spahr SL. 2001. Dectetion and characterization of estrus in dairy
cattle with an electronic heatmount detector and en electronic activity tag.
J.Dairy Sci. 84:792-798.

Badini, Y. 2003. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta

Dastomo, A. 2014. Performan Reproduksi Sapi Bali Betina Pada Fase Adaptasi
Pakan. Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian Dan Peternakan unversitas
Islam Negeri Syarif Kasim. Riau Pekan Baru Depertemen Pertanian, 1987.
Pedoman Teknis Model Pengembangan Ternak Sapi Perah. Jakarta
Depertemen Pertanian, 1987. Pedoman Teknis Model Pengembangan Ternak Sapi
Perah. Jakarta

Fachroerrozi. H. 2015. Pengaruh Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Antara


Sapi Bali Dara Dengan Sapi Bali Yang Perna Beranak Di Kecamatan
Pamayang Kabupaten Batanghari. Jurnal Ilmiah. Universitas Batanghari
Jambi Vol. 15 No.4 Tahun 2015

Feradis, 2010. Bioteknologi reproduksi pada ternak. Alfabeta. Bandung.

Feradi, 2014. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Alfabeta. Bandung

Hafez, E.S.E. 1993. Semen Evaluation. In: Reproduction In Farm Animal. 6 th


Edition. Lea And Febiger. Philadelfia. USA

Hafez, E.S.E,. And Hafez, B. 2000. Reproduction In Farm Animals, 76 Ed.


Lippincott. Williams And Wilkins, Philadelphia

Hardjosubroto, W, 1995. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. Alfa Beta.


Bandung
Herawati, T., A. Anggraeni, L. Praharani, D. Utamidan A. Argiris. 2012. Peran
Inseminator Dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah.
Informatika Pertanian , Vol.21 No.2 : 81-88

Kusrianty, N. Mirajuddin dan Awalludin. 2016. Efektifitas Inseminasi Buatan


Pada sapi Potong Menggunakan Semen Cair. Jurnal Mitra Sains, Vol. 4 No.4
tahun 2016

Labetubun, J., F. Parera dan S. Saiya. 2004. Evaluasi Pelaksanaan Inseminasi


Buatan Pada Sapi Bali di Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal Ilmu Ternak
dan Tanaman. Vol 4. No 1 : 22-27

Latifa R., 2004. Pengaruh Hormon PMSG Terhadap Kualitas Telur Itik Fase
Akhir Produksi. Universitas Muhamamadiyah Malang, Malang

Majestika, 1998. Manipulasi uterus untuk memperpendek selang post partus ke

estrus pertama pada sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998.

Murtidjo, B. A, 2000. Berternak sapi potong. Kanisius.Yogyakarta.

Merthajiwa. 2011. Inseminasi Buatan (IB) Atau Kawin Suntik Pada Sapi. Sekolah
Ilmu Dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Bandung

Nurfaila, S. 2017. Pengaruh Pemberian Moringa Oleifera Multinutrient Block


Terhadap Kualitas Semen Segar Sapi Persilangan. Skripsi. Jurusan
Peternakan Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin,
Makkasar
Novita C.I, et al. 2019. Evaluasi Program Inseminasi Buatan Pada sapi Lokal
Betina Di Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Jurnal Agripet.
Vol 19. No 1
Partodihardjo, S, 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan ke-3 Penerbit Mutiara
Sumber Widia, Jakarta.
Pohontu, A., et al. 2018. Penampilan Reproduksi Ternak Sapi Potong Di
Kecamatan Bintauna kabupaten Bolaang Monggondow Utara. Jurnal Zootek.
Vol.38 No. 1:102-113
Rasyaf, M. 1996. Memasarkan hasil Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta
Reksohadiprodjo, S, 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik. Penerbit
Fakultas Ekonomi. UGM Yogyakarta

Salisbury G. W. dan N. L. Van Demark, 1985. Fisiologi Reproduksi dan


Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Maja Univerity Press. Yogyakarta

Sayuti A, Hernalfian, Armansyah T, Syaffuddin, Siregar TN. 2011. Penentuan


Waktu ernak Pada Pemeriksaan Kimia Urin untuk Diagnosa Kebuntingan
Dini pada Sapi Lokal. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol 5(1).23-26

Sobirin. 2011. Evaluasi Inseminasi Buatan (IB) Di kecamatan Bunga Raya


Kabupaten Siak. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Dan
Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Sysrif Kasim Riau, Pekanbaru

Sugeng, Y.B. 2006. Sapi Potong. Cetakan Kelima Belas. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Sugeng, B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Tanari, M. 2001. Usaha
Penggembangan Sapi Bali Sebagai Ternak Lokal Dalam Menunjang
Pemenuhan Kebutuhan Protein Asal Hewani Di Indonesia. http://rudyct.
250x. Com/sem 1_012/m_tanari. htm. Diakses pada 15 juni 2020

Sugeng Y.B., 2000.Sapi Potong.Penebar Swadaya, Jakarta

Taurin, B.,S, Dewiki dan S.Y.P. Koeshardini. 2000. Inseminasi


Buatan.Universitas Terbuka. Jakarta

Toelihere, M. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung


Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa.Bandung

Toelihere, M.R Samiadi. G Yusuf. LT. 2005. Potensi Reproduksi Rusa Timor
(Cervus Timorensis) sebagai komoditas Ternak Baru: Upaya Pengembangan
Populasi Di Penangkaran Melalui Pengkajian Dan Penerapan Teknologi
Inseminasi Buatan. Hiba Penelitian pasca sarjana Angkatan 1 Tahun 2003-
2005. Institut Pertanian Bogor

Toelihere, M.R. 2006. Pokok-pokok Pikiran Seorang Begawan


Reproduksi.Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Udin, 2012. Teknologi Inseminasi Buatan Dan Transfer Embrio Pada Sapi.
Penerbit Sukabina Press, Padang

Utami, D,. Angris, A. 2012. Peran Inseminator Dalam Keberhasilan Inseminasi


Buatan Pada Sapi Perah: Hasil Penelitian balai Inseminasi Buatan,Bandung

Williamson, G. Dan W.J.A. Payne. 1993 Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis


(Diterjemahkan Oleh S.G.N.D. Darmadja) Edisi ke-1 Gadja Mada University
Press. Yogyakarta

Yulianto, P dan Cahyo Saparianto. 2010. Pembesaran Sapi Secara Insentife.


Penebar Swadaya. Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian Evaluasi Keberhasilan Inseminasi
Buatan Pada ternak Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara
Kabupaten Morowali Utara

DAFTAR PERTANYAAN (Kuisioner-A Peternak)


Enumerator

Nama :
Kecamatan :
Desa :
Interview
Nama :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan Pokok :
PekerjaanSampingan : a. Produksi Pertanian
b. ProduksiTernak
c. Keduanya
JikaPeternakTujuannya : a.
SebagaiPenghasilPokok
b. Sebagai Tabungan
c. DLL (Sebutkan)
TanggalWawancara :
1. Memiliki ternak sapi (ekor) ?
a. Dewasa (Jantan…....ekor/betina…….ekor)
b. Muda (Jantan…....ekor/betina…….ekor)
c. Anak (Jantan…....ekor/betina…….ekor)
2. Apakah saudara mengetahui tanda-tanda birahi/
a. Ya
b. Tidak
3. Apa yang bapak lakukan jika mengetahui sapi bapak sedang birahi?
a. Melaporkan kepada petugas IB
b. Mengawinkan secara alam
4. Cara mendapatkan ternak sapi ?
a. Beli sendiri
b. Bantuan Pemerintah (Sebutkan Bantuan DAK, APBN
atau APBD) Tahun……..
c. Warisan
5. Pemeliharaan dilakukan dengan cara ?
a. Digembalakan
b. Dikandangkan
c. Keduanya
6. Cara pemberian pakan serta jenis pakan yang diberikan selama ini ?
a. Digembalakan
b. Diberikan rumput dikandang dan ditambahkan limbah pertanian
serta diberikan konsentrat
c. Keduanya
7. Apakah ternak sapi dikandangkan atau digembalakan ?
a. Ya
b. Tidak
c. Keduanya
8. Jika ternak sapi dikandangkan, apakah kandang sendiri atau milik
kelompok ?
a. Kelompok
b. Milik sendiri
c. Keduanya
9. Umur berapa pertama kali ternak jantan dikawinkan ?
a. Kurangdari 1 tahun
b. 1-2 tahun
c. 2 tahunkeatas
10. Umur berapa pertama kali ternak betina dikawinkan ?
a. Kurangdari 1 tahun
b. 1-2 tahun
c. 2 tahun ke atas

11. Apakah saudara mengetahui tentang inseminasi buatan (IB)?


a. Ya
b. Tidak
c. Paham sekedarnya
12. Berapa jumlah anak yang dilahirkan dalam satu kali kelahiran setelah
di IB ?
a. 1 anak
b. 2 anak
c. Tidak melahirkan
13. Jika ternak saudara di inseminasi, olehsiapa ?
a. Petugas Inseminator (Pemerintah/disnakdankeswan)
b. Petugas Inseminator swasta
c. Sendiri
14. Pada saat akan melakukan IB, apakah inseminator menyampaikan
tentang kualitas semen beku kepada saudara atau tidak ?
a. Menyampaikan dan menjaminkualitas semen beku
b. Menyampaikan data semen beku tapi tidak menjamin kualitasnya
c. Tidakmenyampaikan data kualitas
15. Jika ternak saudara pernah di IB, berapa kali di IB dan kemudian
bunting ?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali atau lebih (Sebutkan …….)
16. Berapa jauh jarak tempat tinggal saudara dengan petugas inseminator ?
a. Dekat (Sebutkan…............km)
b. Sedang (Sebutkan…...........km)
c. Jauh (Sebutkan…...............km)
17. Apakah petugas inseminator pro aktif dalam melakukan inseminasi
buatan, dalam ha lini mendatangi warga untuk menawarkan
pelaksanaan IB ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang

18. Apakah menurut saudara ada peningkatan produktivita pada ternak


saudara dari sebelum di IB dan sesudah di IB.?
19. Apakah bapak tahu cara menduga umur sapi? Bagaimana Caranya
a. Ya
b. tidak
20. Jika sapi betina bapak sedang birahi tindakan apanya yang bapak
lakukan?
a. mengawinkan secara alam
b. melaporkan kepada petugas IB
21. Sejak kapan program Ib di jalankan di Daerah bapak?
a. Belum lama
b. Cukup lama
c. Sudah lama
22. Berapa persen sapi yang di Ib di
daerah bapak? a. 100%
b. 75%
c. 50%
d. 25%
23. Apakah ada kematian anak yang lahir hasil inseminasi
a. Ya
a. Tidak
24. Jika ada umur berapa bulan
a. Saat lahir
b. Dibawah satu bulan
c. Diatas satu bulan (sebutkan......)
25. apakah bapak mengetahui faktor penyebab kematian pada anak
ternak hasil inseminasi buatan?
a. ya
b. tidak

Peternak
DAFTAR PERTANYAAN (Kuisioner-B Inseminator)

Enumerator
Nama :
Kecamatan :
Desa :
Interview
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
1. Sudah berapa lama anda menjadi petugas inseminator di daerah ini ?
a. baru saja
b. cukup lama
c. sangat lama
2. Sejak kapan program Ib di jalankan di daerah ini?
a. Baru saja
b. Cukup lama
c. Sangat lama
3. Bagaimana respon masyarakat dengan program Ib yang dilaksanakan
a. Baik
b. Sanagat baik
c. Kurang baik

4. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan khusus untuk menjadi


inseminator ?

a. Ya
b. Tidak
c. Baru akan mengikuti pelatihan

5. Dari mana asal semen beku yang digunakan di kabupaten ini ?

a. BBIB Lembang
b. BBIB Singosari
c. Tidak tahu

6. Jenis bibit sapi apa yang digunakan untukIB ?

a. Brahman
b. PO
c. Bali

7. Apakah saudara melakukan proses post thawing/pemeriksaan


sperma sebelum digunakan ?

a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang

8. Apakah saudara mengetahui kualitas semen beku yang digunakan ?

a. Ya
b. Tidak
c. Sekedarnya

9. Berapa lama semen beku yang disimpan dikantor dinas


peternakan dan kesehatan hewan, sebelum akhirnya diberikan
kepada saudara di lapangan ?

a. Kurangdari 1 bulan
b. 1-3 bulan
c. 3-6 bulan

10. Bagaimana kondisi sapi yang baik untuk IB ?

a. Baik, sehat dan birahi


b. Kurang sehat tapi birahi
c. Baik dan sehat saja
d. Bagaimana cara saudara Menggunakan termos
e. Menggunakan plastic
f. Tidak menggunakan tempat penyimpanan

11. Apakah N2 cair tersedia sepanjang tahun ?

a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang

12. Apakah sudah tersedia pos pelayanan inseminasi buatan di


lokasi tempat saudara bekerja ?

a. Belum
b. Baru akan dibangun
c. Ya

13. Jarak tinggal inseminator dari lokasi IB ?

a. ± 15 kilometer
b. ± 35 kilometer
c. Sangat jauh

14. Rata-rata waktu tempuh dari tempat tinggal saudara kelokasi IB ?

a. ± 15 menit
b. ± 45 menit
c. Lebih dari 1 jam

15. Apakah dilakukan evaluasi kualitas semen beku secara


rutin sebelum dilakukan Inseminasi Buatan ?

a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
16. Apakah straw yang biasa saudara gunakan adalah straw yang
mengapung atau tenggelam.?

a. Mengapung
b. Tenggelam
c. Tidak lagi diperhatikan

TTD

Petugas Inseminas
DAFTAR PERTANYAAN (Kuisioner-C Pegawai Dinas Peternakan)

Enumerator

NamaInstansi :
Kabupaten :
Alamat :
Interview
Nama :
Umur :
Jabatan :
1. Pendidikan terakhir saudara ?
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. PerguruanTinggi
2. Apakah saudara pernah menjadi inseminator ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
3. Dari manaasal semen beku yang digunakan di Kabupaten ini?
a. BBIB Lembang
b. BBIB Singosari
c. Tidak tahu
4. Jenisbibitapa yang digunakanmenjadi semen beku di Kabupatenini?
a. Brahman
b. PO
c. Bali
5. Bagaimana cara pendistibusian semen beku dari perusahaan hingga
sampai ke Dinas peternakan ?
a. Melalui pengiriman jalur darat
b. Melalui pengiriman jalur udara
c. Tidak ada
6. Bagaimana cara pendistribusian semen beku dari Dinas
Peternakan hingga sampai ke Inseminator di lapangan ?
a. Di distribusikan kemasing-masing petugas
b. Mengambil sendiri di kantor disnas dan keswan jika ada kebutuhan
7. Apakah dilakukan evaluasi kualitas semen beku yang
baru tiba dari perusahaan atau BBIB pusat?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
8. Apakah dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaanIB ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
9. Apakah dilakukan evaluasi semen beku sebelum diterima oleh
inseminator ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang

Petugas Dinas
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian Evaluasi Keberhasilan Inseminasi
Buatan pada Ternak Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara
Kabupaten Morowali Utara

Gambar 1 Foto Bersama Kepala Dinas Pertanian dan Pangan daerah kabupaten
Morowali Utara

Gambar 2 Foto Bersama Ibu Kepala Bidang Peternakan


Gambar 3 Foto Bersama Ibu sekertaris Camat Mori Utara

Gambar 4 Foto bersama Ibu Kepala Desa Peleru


Gambar 5 Wawancara Peternak Desa Peleru

Gambar 6 wawancara Peternak Desa Peleru


Gambar 7 Foto Bersama Kepala Desa Era

Gambar 8 Wawancara peternak Desa Era


Gambar 9 Wawancara Peternak Desa Era

Gambar 10 Foto Bersama Kepala Desa Mayumba


Gambar 11 Wawancara Peternak Desa Mayumba

Gambar 12 Wawancara Peternak desa Mayumba


Gambar 13 Foto Bersama Kepala Desa Lembontonara

Gambar 14 Wawancara Peternak Desa Lembontonara


Gambar 14 Wawancara Peternak Desa Lembontonara

Gambar 15 Pemeriksaan Kebuntingan Ternak


Gambar 15 Proses pemeriksaan Kebuntingan Ternak

Gambar 16 Proses Pemeriksaan Kebuntingan

Anda mungkin juga menyukai