SKRIPSI
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako
Oleh:
Utara
Mengetahui,
ACC ke Penelaah
2 November 2020
Dr.Ir. Yohan Rusyiantono, M.Si Dr.Ir. Mobius Tanari, M.P
Nip.19650519 198903 1 001 Nip. 19670219 200112 1 002
Disahkan oleh,
Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan
Universitas Tadulako
1. Karya ilmiah (Skripsi) saya ini adalah h asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana,
magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Tadulako
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan, dan
penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali
arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya ilmiah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang
telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah
dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di
kemudian hari terdapat penyimpangan dan tidak benaran dalam
III
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini,
serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku
diperguruan tinggi ini.
Rp 6.000,00
RINGKASAN
IV
2018 sebesar 66,89 ± 9,77% dan angka kematian anak 6,20% Hasil
penelitian menunjukan bahwa yang menggambarkan bahwa pelaksanaan
inseminasi buatan di Kecamatan Mori Utara Utara Kabupaten Morowali
Utara dianggap masuk dalam kategori baik.
Kata kunci : Inseminasi Buatan, Sapi Bali (Bos Sondaicus), Service Per
Conception(S/C), Conception Rate(CR), angka kematian anak.
V
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa.
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini
yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tugas akhir
Universitas Tadulako,Palu.
Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan, berkat dan rahmat-nya
VI
memberikan arahan dan bimbingannya sejak awal penelitian
tidak disengaja.
persatu.
VII
mendidik.Kepada saudara saya Jefri Landopu, Wayan
senantiasa memotivasi.
Penulis
VIII
DAFTAR ISI
SAMPUL.........................................................................................................................II
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................III
RINGKASAN..................................................................................................................V
KATA PENGANTAR...................................................................................................VI
DAFTAR ISI..................................................................................................................IX
DAFTAR TABEL.........................................................................................................XII
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................XIII
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
2.5.4 Pakan.............................................................................................................13
2.5.6 Inseminator....................................................................................................14
IX
2.4.8 Conception Rate (CR)...................................................................................15
X
4.4.3 Conception Rate (CR).....................................................................................30
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................32
5.2 Saran.....................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34
LAMPIRAN....................................................................................................................37
XI
DAFTAR TABEL
Tabel 4-1 Klasifikasi umur responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara
Tabel 4- 2 Klasifikasi pendidikan responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara
Tabel 4- 3 Identitas dan tujuan responden yang memelihara kerbau Kecamatan Mori
Tabel 4- 4 Hasil S/C Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara....28
Tabel 4- 5 Hasil CR di sapi bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali Utara..30
Tabel 4- 6 Angka kematian ternak sampai umur 6 (enam) bulan di Kecamatan Mori Utara
XII
DAFTAR GAMBAR
XIII
BAB 1 PENDAHULUAN
oleh karena itu, peternakan menjadi hal penting dalam menunjang perekonomian
secara maksimal, dimana penggunaan pejantan pada kawin alam terbatas dalam
betina. Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu teknologi tepat yang dapat
1
Keuntungan yang dicapai dalam program inseminasi buatan diantaranya
terhadap sapi betina pada waktu kawin, serta menghemat biaya Djana (1985)
saat ini belum ada penelitian mengenai keberhasilan IB, khususnya pada ternak
Utara Kabupaten Morowali Utara dimulai pada Tahun 2017 dan rutin
lokal lainnya.
pada ternak sapi. Hal ini diharapkan dapat membantu dan menjadi tolak ukur
Buatan (IB) pada sapi bali di Kecamatan Mori Utara, Kabupaten Morowali Utara,
2
1.3 Manfaat Penelitian
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus
(zebu sapi berponok), Bos taurus yaitu bangsa sapi yang menurunkan bangsa-
bangsa sapi potong dan perah di Eropa, Bos sondaicus (Bos bibos). Sapi Bali
merupakan sapi asli Indonesia keturunan dari sapi liar yang disebut Banteng (Bos
tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut maka maka ternak sapi dapat dibedakan
dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama, karakteristik yang
Williamson dan payne (1993), bangsa sapi memiliki klasifikasi taksonomi sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
4
Sub-phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub-class : Theria
Ordo : Arthidactyla
Sub-ordo : Rumintia
Family : Bovidae
Genus : Bos
Group : Taurinae
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil
domestikasi dari banteng (Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik, hingga saat
ini masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan
Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestikasi
suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di
5
Indonesia. Sapi Bali berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-
kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu
ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal
berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan
pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white
mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis (garis
bellut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor. Sapi Bali jantan berwarna
lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali
jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam
setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi
coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikebiri,Toelihere (1993) dalam Sobirin
(2011).
sawah dan ladang, persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif
tinggi pada persilangan, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte (Johan F, 2005).
genetik dan nilai ekonomis yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai ternak
potong. Selanjutnya menurut Departemen Pertanian (1987) bahwa sapi bali betina
6
dewasa berwarna hitam, terdapat warna putih pada kaki bagian bawah, perut
bawah serta warna putih setengah lingkaran pada pantatnya, garis lembut warna
hitam pada punggungnya. Tinggi jantan dewasa 135 cm dan tinggi betina dewasa
120 cm dengan bobot 300-400 kg. Reksohadiprojo (1985) menyatakan bahwa sapi
bali merupakan tipe Banteng (Bos Sandicus) yang ada di Indonesian terutama di
Murtidjo (2000) menyatakan bahwa sapi Bali adalah ras potong Indonesia yang
fasilitasnya lebih dari pada sapi potong asal Eropa, walaupun pertumbuhannya
lambat dan mempunyai metode beternak yang panjang, tetapi sapi bali
mengkonversi makanan berkualitas rendah menjadi daging amat tinggi dan daya
tahan terhadap penyakit tinggi. Murtidjo (2000) menyatakan bahwa sapi Bali
betina rata-rata dewasa kelaminya pada umur 18 bulan dengan rataan siklus estrus
18 hari yaitu pada sapi betina muda berkisar 20-21 hari dan betina dewasa 16-23
hari, lama birahinya berkisar 36-48 jam dengan masa subur 18-27 jam.
banteng, tetapi ukuran tubuh lebih kecil akibat proses domestikasi. Dadanya
dalam badannya padat, warna bulu pada waktu masih pedet sawo matang atau
baik jantan maupun betina di bagian keempat kakinya dari sendi kaki sampai kuku
dan bagian pantatnya berwarna putih, kepala agak pendek, dahi data, tanduk pada
7
jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sedangkan betina agak ke bagian
Produksi dan reproduksi merupakan merupakan dua hal yang tidak dapat
baru diproduksi. Dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk
kehidupan, setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses
reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua
jenis yaitu seksual dan aseksual. Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat
melakukan reproduksi tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama.
8
Gambar 2- 1 Organ Reproduksi Betina
Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, dengan jenis kelamin
Daya reproduksi ternak pada umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, faktor
lebih lama bila dibandingkan dengan sapi perah yaitu 10 sampai 12 tahun dengan
produksi 6 sampai 8 anak. Faktor kedua adalah frekuensi kelahiran. Faktor ini
seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup
khususnya ternak dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa
kelamin.
kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh ilium,
ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi menjadi :
fungsi organ serta mekanisme kerja hormon reproduksi. Mekanisme hormon pada
ternak betina akan mempengaruhi tingkah laku reproduksi, siklus estrus, ovulasi,
9
fertilisasi dan kemampuan memelihara kebuntingan hingga terjadinya kelahiran
service per conception (S/C) yang tinggi, jarak beranak yang panjang dan selang
post partus estrus yang panjang (Majestika, 1998).Sapi yang baru melahirkan anak
bahwa waktu yang diperlukan untuk inovulasi estrus biasanya tercapai menjelang
yang terlihat dari luar tubuh terbagi empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus
laku dan perubahan alat kelamin luar, fase estrus ternak betina memperlihatkan
dan memerah serta keluarnya lendir yang bening, metestrus gejala estrus masih
ada tetapi ternak menolak. Waktu ovulasi mulai dari awal estrus sampai ovulasi
berkisar 16-65 jam, tetapi angka rata-ratanya berdekatan, yaitu ovulasi terjadi
rata-rata 30 jam sesudah awal estrus (Salisbury dan Van Demark, 1985).
10
2.4 Inseminasi Buatan (IB)
tahun 50 oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Kedokteran Hewan Bogor
Tengah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa
Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor,
Aktivitas dan 4 pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat
besar (sapi dan kerbau) merupakan teknologi unggulan yang masih akan
reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina menjadi bunting tanpa
adanya proses perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah seekor
pejantan yang secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan
(spermatozoa) per hari, hanya digunakan untuk membuahi satu sel telur (oosit)
pada hewan betina yang seharusnya hanya satu sel spermatozoa. Potensi
11
apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak
betina (Hafez,1993).
semen/mani ke dalam saluran reproduksi hewan betina yang sedang birahi dengan
2 bantuan inseminator agar hewan bunting. Dari definisi ini inseminator berperan
hewan ternak atau peternakan memperoleh hasil yang lebih efektif, maka deteksi
dan pelaporan birahi harus tepat di samping pelaksanaan dan teknik inseminasi
itu sendiri dilaksanakan secara cermat oleh tenaga terampil. Penggunaan semen
fertile pada waktu inseminasi adalah sangat esensial untuk mendapatkan tingkat
kesuburan yang tinggi, sedangkan hewan betina yang akan di IB haruslah dalam
betina pada tempat dan waktu yang terbaik untuk memungkinkan pertemuan 16
(Toelihere, 2005).
12
Program IB mempunyai peran yang sangat strategis dalam usaha
dan produktivitas ternak, teknologi IB salah satu upaya penyebaran bibit unggul
yang memiliki nilai praktis dan ekonomis yang dapat dilakukan dengan mudah,
murah dan cepat. Teknologi IB memberikan keunggulan antara lain; bentuk tubuh
lebih baik, pertumbuhan ternak lebih cepat, tingkat kesuburan lebih tinggi, berat
terjadi dari petani dan peternak sebagai deduksi dan modal pada faktor
mengenali sapi yang sedang birahi, apabila birahi tidak dilakukan secara tetap
atau minimal dua kali sehari maka penurunan waktu inseminasi berkurang dengan
13
memperoleh keuntungan (At-Taras dan Spahr,2001). Saat ini deteksi birahi pada
pengamatan tingkah laku ternak, yang sering mengakibatkan adanya birahi yang
terlewat tidak teramati sehingga calving interval menjadi panjang (Sayudi, 1992).
kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan
inseminasi buatan.
menggunakan vagina buatan yang sangan populer dan dipakai secara meluas pada
faktor, salah satunya adalah kualitas semen yang digunakan. Kualitas meliputi:
2.5.4 Pakan
hijauan dan pakan tambahan 1-2% dari berat badan. Bahan pakan tambahan ini
dapat berupa dedak halus (bekatul), bungkil kelapa, gaplek dan ampas tahu
(Tabrani, 2004). Selanjutnya Bandini (2003) mengatakan bahwa setiap hari sapi
14
memerlukan pakan hijauan sebanyak 10 % dari berat badannya dan diberikan dua
dan pada sore hari ternak akan di bawa dan diikat disekitar pekarangan rumah
sedangkan secara semi intensif adalah pemeliharaan sapi di mana seluruh aktivitas
oleh peternak.
Secara singkat manajemen peternakan dapat dibagi atas tiga proses yaitu
(1) pemilihan bibit, pakan, pencegahan penyakit (2) proses produksi dan (3)
proses hasil dan penanganannya, ketiga proses ini harus berjalan lancar dan
seimbang. Apabila salah satunya terhambat maka seluruh aliran produksi akan
2.5.6 Inseminator
15
menyatakan bahwa inseminator berperaan sangat besar dalam keberhasilan
keberhasilan.
relatif dari proses reproduksi diantara individu-individu sapi betina subur, juga
sering dipakai untuk penilaian atau perhitungan jumlah pelayanan inseminasi yang
(Feradis, 2010).
bilangan yang menunjukkan service atau inseminasi per kebuntingan. Kisaran S/C
yang normal adalah 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi
kesuburan ternak betina dalam kelompok tersebut, sebaliknya makin tinggi nilai
S/C, maka makin rendah nilai kesuburan ternak betina dalam kelompok tersebut.
per conception di lokasi penelitian adalah 1,19 yang berarti bahwa untuk sapi
membutuhkan S/C 1,19 kali atau untuk memperoleh kebuntingan 77 ekor betina
nilai S/C di Kecamatan Juli termasuk dalam kategori baik yaitu 1,32, Novita dkk
16
(2019). Demikian juga Kusrianty dkk (2016), hasil penelitian menunjukan jumlah
kesuburan tinggi, CR bisa mencapai 60% sampai 70% dan apabila CR setelah
inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% berarti kesuburan ternak
Hasil penelitian Kusrianty dkk (2016) pada ternak sapi potong di Mamuju
17
BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN
Utara Provinsi Sulawesi Tengah, yang akan dilaksanakan selama satu bulan
yang sudah pernah dilakukan IB dan terdapat di daerah tersebut. Kecamatan Mori
Utara merupakan salah satu kecamatan yang banyak terdapat ternak sapi, tetapi
dalam perencanaan penelitian akan dilakukan di empat desa dari delapan desa
yang ada, yaitu Desa Peleru, Desa Lembontonara, Desa Mayumba, dan Desa Era,
Utara.
3.2.1 Ternak
Ternak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali yang
18
rakyat yang tersebar di empat desa di Kecamatan Mori Utara Kabupaten
Morowali Utara.
dan alat tulis yang digunakan seperti pulpen, buku tulis,telepon genggam, serta
penelitian.
sekunder dan data primer melalui wawancara. Data sekunder diperoleh dari
Utara, dan wawancara dilakukan melalui kuisioner yang sudah dibuat untuk
3.3.1 Responden
bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Jumlah
19
responden dalam penelitian sebanyak 130 yang tersebar di empat desa dengan
Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer di
dalam penelitian. Adapun data sekunder diperoleh dari instansi terkait, berbagai
terbitan ilmiah seperti jurnal, buku dan sumber atau materi ilmiah lainnya yang
1. Observasi yaitu dilakukan dengan cara mengamati secara langsung situasi dan
penelitian serta melihat langsung ternak hasil inseminasi buatan (IB) yang di
kepada para peternak sapi yang menerapkan teknologi inseminasi buatan (IB)
tersebut digunakan bantuan kuisioner atau daftar pertanyaan yang telah disusun
dengan topik atau masalah yang menjadi obyek penelitian. Informasi tersebut
20
dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, ensiklopedia, internet, dan
penelitiannya.
rumus:
Conception rate dihitung dari jumlah induk yang bunting pada IB pertama
dibagi dengan jumlah seluruh induk yang dikawinkan kemudian dikalikan seratus
21
3.4.3 Jumlah Kematian Anak
Jumlah kematian anak di hitung dari jumlah anak yang mati hasil IB
dan , 03o46’48” Lintang Selatan, serta antara 121o02’24 Bujur Timur, dan
wilaya lautan seluas 8.344,27 km2 sehingga total luas wilayah Kabupaten
Kecamatan Mori Utara memiliki luas 1048,93 km2 dan terbagi menjadi delapan
yaitu Desa Tiwa’a, Desa Lembontonara, Desa Wawondula, Desa Tabarano, Desa
22
Tamonjengi, Desa Mayumba, Desa Peleru, Desa Bolano Era. Dari ke delapa desa
ini Desa Era merupakan desa terluas (198,88 km2) sedangkan desa dengan luas
Utara Kabupaten Morowali Utara memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan
jiwa sampai akhir bulan Agustus 2020 dengan luas kecamatan Mori Utara
1048,93 km2, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.386 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 4.046 jiwa. Dari ke kedelapa desa yang ada di
Kecamatan Mori Utara jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Peleru yaitu
sebanyak 1.983 jiwa sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu terdapat di Desa
tahun 2019 Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Pangan
Daerah Kabupaten Morowali Utara adalah 3,019 ekor ternak sapi. Dalam
23
Pemeliharaan ternak sapi Bali di Kecamatan Mori Utara bersifat semi
intensif dan semi ekstensif. Makanan utama dari ternak tersebut adalah rumput
yang ada di padang penggembalaan, hal ini dikarenakan setiap peternak hanya
mori utara sendiri terbuat dari dinding bambu dan batang kayu dan untuk atap
yang berasal dari pejantan unggul dari BBIB Lembang dan BBIB Singosari.
Makanan utama dari ternak sapi bali yang dipelihara di Kecamatan Mori Utara
adalah rumput lapangan yang ada di sekitar rumah, rumput yang berasal dari areal
sawah yang tidak ditanami, dan juga rumput gajah yang sengaja ditanam oleh para
Pemeliharaan sapi bali yang dilakukan oleh peternak yang ada di empat desa
bersifat ekstensif dimana pada siang hari (± jam 11) sapi digembalakan di
lapangan rumput sekitar rumah dan pada area peekebunan kelapa sawit.
Sedangkan pada sore hari ternak dibawa dan diikat disekitar pekarangan rumah.
langsung dengan para peternak sapi di Kecamatan Mori Utara, maka diperoleh
24
responden. Karakteristik tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat
Republik Indonesia (2006) dan Lembaga Demografi FEUI (2007), umur produktif
barada pada kisaran 15-65 tahun, sedangkan umur tidak produktif berada pada
Tabel 4-1 Klasifikasi umur responden peternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara
Kabupaten Morowali Utara
Berdasarkan data pada Tabel 4-1 menunjukkan bahwa hampir semua umur
responden berada pada rentang umur 15-65 tahun yang dapat di golongkan
kategori produktif. Umur 15-65 tahun dengan persentase sebanyak 88,46% dan
umur >65 tahun sebanyak 11,54 %. Jadi anggota masyarakat yang berpartisipasi
produktif atau usia kerja. Persentase yang tinggi pada tingkat umur muda
25
4.3.2 Klasifikasi responden menurut pendidikan
1 SD 55 42,31
2 SMP 43 33,08
3 SMA 27 20,77
27 orang (20,77%) dan Perguruan Tinggi berjumlah 5 orang (3,84%). Tabel 4-3
sebagian besar peternak hanya mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar saja dan
26
pendidikan petani mempunyai pengetahuan, keterampilan dan cara baru dalam
melakukan kegiatan usaha sehingga dengan pendidikan yang lebih tinggi hasil
pengembangan sapi bali. Namun peternak yang memiliki pola pikir yang baik
khususnya teknologi di bidang peternakan dengan cepat. Tetapi lain halnya pada
masyarakat pedesaan yang terlibat dalam pemeliharaan ternak sapi potong. Dalam
hal ini sudah terbukti bahwa keadaan masyarakat yang ada di Kecamatan Bolano
potong khususnya sapi bali dibanding masyarakat yang memiliki pendidikan yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasbullah (2009) bahwa, pendidikan
adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi
Identitas petani ternak dan tujuan pemeliharaan kerbau dapat dilihat pada
Tabel 4-3
27
Uraian Rataan
b. Tabungan 73,44
Umur peternak di Kecamatan Mori Utara cukup baik, rata-rata peternak telah
melakukan usaha sampingan sebagai peternak selama 20,25 ± 1,57 tahun. Mereka
sangat merasakan arti dari beternak, walaupun beternak bukan pekerjaan pokok,
namun mereka dapat memanfaatkan hasil ternak pada waktu-waktu tertentu untuk
kebutuhan mendesak. Rata-rata tujuan dari pemeliharaan sapi bali secara berturut-
turut adalah sebagai tabungan 73,44%, dan tujuan lain-lain 26,56%. Selain itu
pula secara umum petani ternak sapi bali di Kecamatan Mori Utara mempunyai
lain. Hal ini dapat diterima karena Kecamatan Mori Utara memang merupakan
daerah yang lebih mengarah pada usaha pertanian secara umum (sawah dan
28
Perhatian terhadap usaha beternak sapi Bali terutama dari segi manajemen
hampir tidak ada yang memberikan pakan tambahan atau konsentrat. Sistem
lingkungan.
inseminator masih tergolong usia produktif yaitu 31 tahun, hal ini didukung oleh
lembaga Demografi FEUI (2007), umur produktif barada pada kisaran 15-65
dalam saluran reproduksi betina, dimana inseminator di Kecamatan Mori Utara ini
juga menggunakan straw yang tenggelam (normal) dan bukan straw yang
29
pelayanan IB di Kecamatan Mori Utara adalah sistem pasif, dimana pelayanan IB
Hasil penelitian S/C di Kecamatan Bolano dapat dilihat pada Tabel 4-4
sebagai berikut.
Tabel 4- 4 Hasil S/C Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali
Utara
Tabel 4-4 menunjukkan nilai ratarata S/C dari program IB di Mori Utara
selama periode 2018 adalah sebesar 1,38 ± 0,13 yang diperoleh dari Desa Era
(1,24), Desa Peleru (1,32), Desa Mayumba (1,58) dan Desa Lembontonara (1,37).
Nilai S/C yang baik dari keempat desa tersebut terdapat di Desa Era.
Diperolehnya nilai S/C yang baik pada keempat desa di Kecamatan Mori Utara
khususnya di Desa Era ditunjang oleh ternak betina yang memenuhi syarat yaitu
subur, bebas dari penyakit kemajiran, berstatus reproduksi sudah pernah beranak
30
dan kesiagapan inseminator melayani laporan peternakan tentang tanda berahi
ternaknya, semen beku yang memenuhi syarat, dan yang utama peran aktif
Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai S/C dari program
tahun 2018 adalah rata-rata 1,38. Nilai S/C ini relative sama dengan di Kecamatan
Mepanga Kabupaten Parigi Moutong sebesar 1,36 dan lebih rendah disbanding Di
Kecamatan Sindue sebesar 1,64 (2016) dan 1,57 (2017), di Kecamatan Sirenja
Menurut Toelihere (1985) bahwa nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6-2,0.
kesuburan sapi betina yang diinseminasi di daerah ini sudah tinggi,kerena makin
rendah nilai S/C maka makin tinggi pula tingkat kesuburan ternak betina tersebut
(Toelihere, 1993). Membaiknya nilai S/C di Kecamatan Mori Utara ini tidak
terlepas dari kerja inseminator yang salalu aktif dalam mengontrol ternak yang
yang berahi setelah adanya laporan peternak. Disamping itu juga disebabkan
karena peternak sudah mengetahui dengan jelas tanda-tanda berahi dan waktu
yang tepat untuk mengawinkan sapinya. Nilai S/C dipengaruhi oleh kemampuan
spermatozoa dalam saluran reproduksi betina, dan kesuburan betina itu sendiri
(Hafez,2000).
Hasil penelitian CR di Kecamatan Mori Utara dapat dilihat pada Tabel 4-5.
31
Tabel 4- 5 Hasil CR di sapi bali di Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali
Utara
Jumlah ternak
No Desa IB satu kali CR (%)
(ekor)
1 Era 80 63 78,75
2 Peleru 98 70 71,43
3 Mayumba 48 26 54,17
4 Lembontonara 87 55 63,22
Rataan ± sd 66,89 ± 9,77
keempat desa di di Kecamatan Mori Utara tahun 2018 sebesar 66,89 ± 9,77 yang
diperoleh dari Desa Era (78,75%), Desa Peleru (71,43%), Desa Mayumba
(54,17%) dan Desa Lembontonara (63,22%). Dari tabel di atas dapat diketahui
nilai CR yang baik terdapat di Desa Era (78,75%). Nilai CR yang diperoleh pada
empat desa cukup baik, nilai CR yang baik di pengaruhi oleh kualitas semen beku
(straw), deteksi birahi dan pelaporan dari peternak, keterampilan inseminator, dan
teknik IB yang tepat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ihsan dan Wahjuningsih
distribusi ternak yang menyebar sudah dianggap baik jika nilai CR mencapai 45-
50%. Apabila nilai CR setelah inseminasi buatan pertama lebih rendah dari 60%
32
sampai 70% maka dapat dikatakan kesuburan ternak terganggu atau tidak normal.
oleh ternak betina yang baik, kualitas semen beku yang baik, kemampuan
peternak dalam beternak yang baik, inseminator yang cukup berpengalaman dan
faktor penunjang lain yang cukup memadai. Conception Rate (CR) di lokasi
penelitian sudah dianggap baik, karena peternak di Kecamatan Mori Utara sudah
cermat dalam mengamati sapi yang birahi dengan melihat tingkah laku ternak
yang menunjukkan tingkah laku gelisah dan kurang tenang, nafsu makan
berkurang dan sering keluar lendir, bengkak, merah, basah sehingga pada waktu
sapi betina birahi peternak segera menghubungi inseminator. Induk sapi yang
pada saat tepat (birahi) akan memudahkan pelaksanaan IB dan akan memberikan
respon perkawinan yang positif sehingga hanya dengan satu kali perkawinan akan
Angka kematian di tiap desa Kecamatan Mori utara dapat dilihat pada
Tabel 4-6
33
4 Lembontonara 87 6,40
Rataan ± sd 313 6,20 ± 0,74
Kecamatan Mori Utara masih tergolong rendah akibat system pemeliharaan yang
peternak sapi, sehingga kontrol terhadap anak yang lahir agak sulit ditambah
5.1 Kesimpulan
Service Per Conception (S/C) selama tahun 2018 adalah rata-rata 1,38 ± 0,13dan
nilai persentase rata-rata Conception Rate (CR) yang diperoleh sebesar 66,89 ±
34
5.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
At-Taras EE,, Spahr SL. 2001. Dectetion and characterization of estrus in dairy
cattle with an electronic heatmount detector and en electronic activity tag.
J.Dairy Sci. 84:792-798.
Dastomo, A. 2014. Performan Reproduksi Sapi Bali Betina Pada Fase Adaptasi
Pakan. Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian Dan Peternakan unversitas
Islam Negeri Syarif Kasim. Riau Pekan Baru Depertemen Pertanian, 1987.
Pedoman Teknis Model Pengembangan Ternak Sapi Perah. Jakarta
Depertemen Pertanian, 1987. Pedoman Teknis Model Pengembangan Ternak Sapi
Perah. Jakarta
Latifa R., 2004. Pengaruh Hormon PMSG Terhadap Kualitas Telur Itik Fase
Akhir Produksi. Universitas Muhamamadiyah Malang, Malang
estrus pertama pada sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998.
Merthajiwa. 2011. Inseminasi Buatan (IB) Atau Kawin Suntik Pada Sapi. Sekolah
Ilmu Dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Bandung
Sugeng, Y.B. 2006. Sapi Potong. Cetakan Kelima Belas. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sugeng, B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Tanari, M. 2001. Usaha
Penggembangan Sapi Bali Sebagai Ternak Lokal Dalam Menunjang
Pemenuhan Kebutuhan Protein Asal Hewani Di Indonesia. http://rudyct.
250x. Com/sem 1_012/m_tanari. htm. Diakses pada 15 juni 2020
Toelihere, M.R Samiadi. G Yusuf. LT. 2005. Potensi Reproduksi Rusa Timor
(Cervus Timorensis) sebagai komoditas Ternak Baru: Upaya Pengembangan
Populasi Di Penangkaran Melalui Pengkajian Dan Penerapan Teknologi
Inseminasi Buatan. Hiba Penelitian pasca sarjana Angkatan 1 Tahun 2003-
2005. Institut Pertanian Bogor
Udin, 2012. Teknologi Inseminasi Buatan Dan Transfer Embrio Pada Sapi.
Penerbit Sukabina Press, Padang
Nama :
Kecamatan :
Desa :
Interview
Nama :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan Pokok :
PekerjaanSampingan : a. Produksi Pertanian
b. ProduksiTernak
c. Keduanya
JikaPeternakTujuannya : a.
SebagaiPenghasilPokok
b. Sebagai Tabungan
c. DLL (Sebutkan)
TanggalWawancara :
1. Memiliki ternak sapi (ekor) ?
a. Dewasa (Jantan…....ekor/betina…….ekor)
b. Muda (Jantan…....ekor/betina…….ekor)
c. Anak (Jantan…....ekor/betina…….ekor)
2. Apakah saudara mengetahui tanda-tanda birahi/
a. Ya
b. Tidak
3. Apa yang bapak lakukan jika mengetahui sapi bapak sedang birahi?
a. Melaporkan kepada petugas IB
b. Mengawinkan secara alam
4. Cara mendapatkan ternak sapi ?
a. Beli sendiri
b. Bantuan Pemerintah (Sebutkan Bantuan DAK, APBN
atau APBD) Tahun……..
c. Warisan
5. Pemeliharaan dilakukan dengan cara ?
a. Digembalakan
b. Dikandangkan
c. Keduanya
6. Cara pemberian pakan serta jenis pakan yang diberikan selama ini ?
a. Digembalakan
b. Diberikan rumput dikandang dan ditambahkan limbah pertanian
serta diberikan konsentrat
c. Keduanya
7. Apakah ternak sapi dikandangkan atau digembalakan ?
a. Ya
b. Tidak
c. Keduanya
8. Jika ternak sapi dikandangkan, apakah kandang sendiri atau milik
kelompok ?
a. Kelompok
b. Milik sendiri
c. Keduanya
9. Umur berapa pertama kali ternak jantan dikawinkan ?
a. Kurangdari 1 tahun
b. 1-2 tahun
c. 2 tahunkeatas
10. Umur berapa pertama kali ternak betina dikawinkan ?
a. Kurangdari 1 tahun
b. 1-2 tahun
c. 2 tahun ke atas
Peternak
DAFTAR PERTANYAAN (Kuisioner-B Inseminator)
Enumerator
Nama :
Kecamatan :
Desa :
Interview
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
1. Sudah berapa lama anda menjadi petugas inseminator di daerah ini ?
a. baru saja
b. cukup lama
c. sangat lama
2. Sejak kapan program Ib di jalankan di daerah ini?
a. Baru saja
b. Cukup lama
c. Sangat lama
3. Bagaimana respon masyarakat dengan program Ib yang dilaksanakan
a. Baik
b. Sanagat baik
c. Kurang baik
a. Ya
b. Tidak
c. Baru akan mengikuti pelatihan
a. BBIB Lembang
b. BBIB Singosari
c. Tidak tahu
a. Brahman
b. PO
c. Bali
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
a. Ya
b. Tidak
c. Sekedarnya
a. Kurangdari 1 bulan
b. 1-3 bulan
c. 3-6 bulan
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
a. Belum
b. Baru akan dibangun
c. Ya
a. ± 15 kilometer
b. ± 35 kilometer
c. Sangat jauh
a. ± 15 menit
b. ± 45 menit
c. Lebih dari 1 jam
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
16. Apakah straw yang biasa saudara gunakan adalah straw yang
mengapung atau tenggelam.?
a. Mengapung
b. Tenggelam
c. Tidak lagi diperhatikan
TTD
Petugas Inseminas
DAFTAR PERTANYAAN (Kuisioner-C Pegawai Dinas Peternakan)
Enumerator
NamaInstansi :
Kabupaten :
Alamat :
Interview
Nama :
Umur :
Jabatan :
1. Pendidikan terakhir saudara ?
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. PerguruanTinggi
2. Apakah saudara pernah menjadi inseminator ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
3. Dari manaasal semen beku yang digunakan di Kabupaten ini?
a. BBIB Lembang
b. BBIB Singosari
c. Tidak tahu
4. Jenisbibitapa yang digunakanmenjadi semen beku di Kabupatenini?
a. Brahman
b. PO
c. Bali
5. Bagaimana cara pendistibusian semen beku dari perusahaan hingga
sampai ke Dinas peternakan ?
a. Melalui pengiriman jalur darat
b. Melalui pengiriman jalur udara
c. Tidak ada
6. Bagaimana cara pendistribusian semen beku dari Dinas
Peternakan hingga sampai ke Inseminator di lapangan ?
a. Di distribusikan kemasing-masing petugas
b. Mengambil sendiri di kantor disnas dan keswan jika ada kebutuhan
7. Apakah dilakukan evaluasi kualitas semen beku yang
baru tiba dari perusahaan atau BBIB pusat?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
8. Apakah dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaanIB ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
9. Apakah dilakukan evaluasi semen beku sebelum diterima oleh
inseminator ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
Petugas Dinas
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian Evaluasi Keberhasilan Inseminasi
Buatan pada Ternak Sapi Bali di Kecamatan Mori Utara
Kabupaten Morowali Utara
Gambar 1 Foto Bersama Kepala Dinas Pertanian dan Pangan daerah kabupaten
Morowali Utara