Anda di halaman 1dari 48

HASIL PENELITIAN

KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA MADU LEBAH TANPA


SENGAT DI KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON
UTARA

RICKY ASTAWAN
M1A117046

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KERAGAMAN KOMPONEN KIMIA MADU LEBAH TANPA
SENGAT DI KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON
UTARA

RICKY ASTAWAN
M1A117046

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya

sendiri dengan arahan pembimbing dan belum pernah diajukan sebagai skripsi

atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Apabila di

kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2022

RICKY ASTAWAN
NIM. M1A117046
© Hak Cipta milik UHO, tahun 2022
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
UHO.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin UHO.

Judul  : Keragaman Komponen Kimia Madu Lebah Tanpa Sengat di


Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara
Nama : RICKY ASTAWAN
NIM : M1A117046

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II

Niken Pujirahayu, S.Hut., MP., Ph.D Dr. Zakiah Uslinawati, S.Hut., M.Si
NIP. 19731103 200604 2 001 NIP. 19711027 20091 2 001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si


NIP. 19600101 198503 2 003

Tanggal Disetujui :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

Rahmat dan Hidayah-Nya jualah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Seiring dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan

penghormatan kepada Ibu Niken Pujirahayu, S.Hut., MP., Ph.D sebagai

Pembimbing I dan Ibu Dr. Zakiah Uslinawati, S.Hut., M.Si sebagai

Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dalam penyusunan

skripsi ini. Terima kasih penulis tujukan kepada Ayahanda tercinta Suhardin

dan Ibunda tercinta Hartina atas perhatian, nasehat, dukungan serta doanya

kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, S.Si., M.Si., M.Sc, sebagai Rektor

Universitas Halu Oleo.

2. Prof. Dr. Ir. Aminuddin Mane Kandari, M.Si sebagai Dekan Fakultas

Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.

3. Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si sebagai Ketua Jurusan Kehutanan yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan di Universitas Halu Oleo.

4. Dosen penguji Bapak Dr. Faisal Danu Tuheteru, S.Hut., M.Si, Ibu Nurhayati

Hadjar, S.Hut., MP, Ibu Dr. Ir. Hj. Sitti Rosmarlinasiah., M.Si, Niken

Pujirahayu, S.Hut., MP., Ph.D, dan Ibu Dr. Zakiah Uslinawati, S.Hut., M.Si

yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Asrianti Arief, SP., MP sebagai penasehat akademik yang telah banyak

memberikan nasehat dan saran, khususnya yang terkait dengan peningkatan

prestasi akademik penulis.

6. Seluruh Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam Lingkup Fakultas

Kehutanan dan Ilmu Lingkungan yang telah banyak membimbing dan

memberi layanan pendukung akademik kepada penulis selama mengikuti

pendidikan.

7. Seluruh angkatan 2017 (APIS) Kehutanan UHO Haslinda Nasir, Syahrul

Rahman, Sitti Nurjumrana Zufaruzzakiyyah, Nur Asmita Ridi, Adrian

Mulyawan, Marselina Compleks Tawati, Akbar, Dendy Setiady, Amalia Intan

Pratiwi, Ni Putu Ayu Gangga Putri, Arman Ulfandy, Andi Alamsyah, Dini

Prasetya, Agung Mahendra, Hendri, Mahmuddiono, Reza Ichsan Alfandi, Nur

Asrilla Ahmad, Gusrianto Arisandi Saputra, senior-senior serta junior-junior

dan yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, terima kasih atas

bantuan, dukungan dan motivasinya dari awal perkuliahan sampai pada proses

penyusunan skripsi ini.

8. Kepada pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan

dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Kendari, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. vii

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan........................................................................ 3
1.4 Kerangka Pikir.................................................................................. 4

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lebah Tanpa Sengat.......................................................................... 7
2.2 Sumber Pakan Lebah Tanpa Sengat................................................. 8
2.3 Produk Lebah Lebah Tanpa Sengat.................................................. 10

III METODE PENELITIAN


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 14
3.2 Bahan dan Alat................................................................................. 14
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian........................................................ 14
3.4 Jenis dan Sumber Data....................................................................... 15
3.5 Variabel penelitian............................................................................. 15
3.6 Teknik pengumpulan data.................................................................. 16
3.7 Proseur penelitian............................................................................... 17
3.8 Analisis Data...................................................................................... 19
3.9 Definisi Operasional.......................................................................... 19

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH


4.1 Letak dan Luas Wilayah...................................................................... 21
4.2 Iklim................................................................................................... 23
4.3 Gambaran Topografi........................................................................... 24
4.4 Tanah................................................................................................... 24
4.5 Penduduk............................................................................................. 26

V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil.................................................................................................... 27
5.2 Pembahasan......................................................................................... 28

VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan.........................................................................................
6.2 Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

1 Pembagian luas wilayah daratan menurut Kecamatan


di Kabupaten Buton Utara.......................................................................
2 Pembagian wilayah administrasi dan luas wilayah.................................
3 Curah hujan tahunan di Kabupaten Buton Utara Tahun 2010-2019........
4 Jenis Tanah di Wilayah KPH Peropa Ea Tahun 2014..............................
5 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan
Kulisusu Tahun 2018..............................................................................
6 Komponen kimia madu lebah tanpa sengat yang telah diamati...............
DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Kerangka Pikir Penelitian.............................................................. 6


2 Pakan Lebah Tak Bersengat .............................................................................. 10
DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Penelitian................................................................................. 25


I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki begitu banyak sumber daya

alam yang melimpah, kekayaan alam ini dapat memberikan keuntungan secara

finansial maupun dalam menjaga kelestarian alam yang begitu melimpah salah

satunya adalah sumber daya alam yang berada di hutan. Hutan adalah suatu

kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999). Hutan selain penghasil

kayu, hutan juga menghasilkan produk-produk hutan non kayu. Hasil hutan non

kayu itu biasa dimanfaatkan banyak masyarakat terutama masyarakat yang berada

dekat hutan, hasil-hasil hutan non kayu yang biasa dimanfaatkan adalah sagu,

rotan, aren, bambu, jernang, tanaman obat dan produk lebah seperti madu. Madu

merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang sarat manfaat, diantaranya

sebagai suplemen kesehatan dan stamina tubuh. Salah satu penghasil madu adalah

jenis lebah kelulut (Hakim et al., 2021).

Lebah Trigona merupakan jenis lebah tanpa sengat (stingless) yang

menghasilkan madu dan propolis (Budi dan Hidayat, 2015). Lebah kelulut

merupakan serangga yang dikelompokkan sebagai serangga sosial yang begitu

banyak manfaat, dan khasisat untuk kesehatan. Lebah ini dapat membuat sarang

dalam lubang-lubang pohon, celah-celah dinding, dan lubang bambu di dalam

rumah (Sadam et al., 2016). Lebah tanpa sengat merupakan salah satu jenis
2

serangga potensial penghasil madu dan propolis sebagai produk utamanya yang

kaya akan manfaat dengan harga jual yang tinggi (Setiawan et al., 2017).

Madu merupakan produk alamiah yang diproduksi oleh lebah madu dari

nektar bunga. Madu dihasilkan dari lebah madu betina yang menghisap nektar

bunga melalui belalainya kemudian mencampurnya dengan air liur dan enzim

(Umamit et al., 2021). Madu merupakan produk alami dari lebah dengan

kandungan air 18 - 20%, glukosa, fruktosa, vitamin, b-karoten, mineral, dan asam

amino. Madu telah dikenal dengan sifatnya sebagai antioksidan, antiinflamasi

dan antibakteri (Miftahurrahmah et al., 2021). Pada zaman mesir kuno madu

sangat bernilai, sehingga selain digunakan sebagai bahan untuk kesehatan dan

kecantikan bangsa tersebut memanfaatkan madu dalam upacara adatnya. Madu

memiliki kandungan gula, vitamin, mineral serta enzim yang sangat bermanfaat

bagi manusia. Sehingga madu banyak dimanfaatkan menjadi bahan makanan,

obat, dan kosmetik perawatan bagi kecantikan (Aini et al., 2020).

Bagian sarang lebah madu Trigona spp yang berpotensi sebagai

antimikrobia tidak hanya terdapat pada bagian penutup sarang atau propolis,

melainkan terdapat pula pada bagian kantong polen, kantong madu, dan kantong

telur. Bagian dari sarang lebah madu memiliki komponen senyawa yang berbeda

sebagai agen antimikrobia (Yuliana et al., 2015). Jenis antimikrobia yang

dihasilkan sarang lebah madu termasuk kelompok antibiotik tetrasiklin,

streptomisin, sulfonamid, tylosin, erytromisin, lincomisin, dan kloramfenikol

(Reybroeck et al., 2012).


3

Lebah tak bersengat (stingless bee) saat ini sudah tidak asing lagi bagi

masyarakat Buton Utara dan dikenal dengan sebutan (pulo) dalam bahasa daerah

Buton Utara. Sejauh ini belum ada informasi terkait lebah tanpa sengat di Buton

Utara. Belum ada laporan atau hasil-hasil penelitian tentang bagaimana

keragaman dan sifat lebah tanpa sengat terutama. Berdasarkan permasalahan

tersebut, maka perlu adanya dilakukan penelitian tentang Keragaman Komponen

Madu Lebah Tanpa Sengat (Stingless bee) di Kecamatan Kulisusu Kabupaten

Buton Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Jenis-jenis lebah tanpa sengat dari Buton Utara?

2. Jenis tanaman apa saja yang menjadi sumber pakan lebah tanpa sengat dari

Buton Utara?

3. Bagaimana Komponen Kimia Madu lebah tanpa sengat dari Buton Utara?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui jenis-jenis lebah tanpa sengat apa saja yang ada di Buton Utara

2. Mengetahui tumbuhan sumber pakan apa saja yang menjadi sumber pakan apa

saja yang menjadi sumber dari Madu lebah tanpa sengat. Mengetahui

Komponen Kimia Penyusun Madu Lebah Tanpa Bersengat dari Buton Utara

3. Mengetahui Komponen Kimia Penyusun Madu Lebah Tanpa Bersengat dari

Buton Utara
4

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi jenis-jenis lebah tanpa sengat yang berada di

kecamatan Kulisusu Kabupaten buton Utara.

2. Memberikan Informasi terkait Keragaman Komponen Madu Lebah Tanpa

Sengat (Stingless bee) di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara

3. Sebagai bahan masukkan atau pembanding bagi penelitian selanjutnya,

khususnya yang relevan dengan penelitian ini.

1.4 Kerangka Berpikir

Lebah tanpa sengat merupakan genus lebah yang tidak memiliki sengat,

hidup didaerah tropik dan subtropik. Kawasan Asia Tenggara telah teridentifikasi

sekitar 50 jenis lebah tanpa sengat (stingless bee) (Pratama et al., 2018). Beberapa

jenis lebah tak bersengat terdapat di Indonesia yaitu 41 jenis lebah Trigona di

pulau Sumatera, 31 jenis lebah Trigona di pulau Kalimantan, dan 9 jenis lebah

Trigona di pulau Jawa (Suderajat et al., 2021). Serta 4 jenis di Sulawesi Tengah

(Suriawanto et al., 2017). Sedangkan di Sulawesi Tenggara belum ada laporan

keragaman jenis lebah tak bersengat. Lebah tak bersengat dapat ditemukan di

berbagai ketinggian dan berbagai habitat (Putra et al., 2016).

Lebah tanpa sengat merupakan lebah yang unik karena lebah ini tidak

memiliki organ untuk menyengat seperti lebah madu yang kita kenal pada

umumnya. tubuh yang sangat kecil dan lebah ini tidak memiliki sengat seperti

lebah madu pada umumnya, dan hidupnya berkoloni dengan jumlah individu

dewasa dapat lebih dari 3000 ekor di dalam satu koloni. Ukuran tubuh lebah

trigona bervariasi antara 3,7 mm – 4,9 mm dengan warna tubuh hitam. Lebah
5

trigona umumnya membuat sarang dalam lubang kayu, lubang pohon, dalam

bambu, dan celah-celah dinding rumah. Lebah trigona menghasilkan produk madu

yang memiliki rasa manis bercampur asam dan produk madunya lebih mahal

dibandingkan dengan madu yang dihasilkan dari genus Apis.

Sifat kimia madu lebah tanpa sengat tergantung pada spesies lebah dan

sumber pakan/tumbuhan di sekitar sarang (Vitel et al., 2013). Misalnya rasa dan

warna madu berbeda-beda tergantung pada sumber nektar dan pollen yang

dikumpulkan oleh lebah. Karena perbedaan sumber pakan inilah maka komponen

madu dari tiap jenis atau tiap wilayah dapat berbeda dan bisa menjadi ciri

khasnya. Oleh karena itu, maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui

Keragaman Komponen Madu Lebah Tanpa Sengat (Stingless bee) Asal

Kabupaten Buton Utara. Kerangka pikir disajikan pada Gambar 1.


6

Lebah tanpa sengat


(Trigona sp)

Sarang Lebah

Tumbuhan penghasil nektar di


sekitar sarang Madu

Komponen Kimia
Sumber Madu Penyusun Madu

Keragaman sifat komponen kimia madu lebah tanpa sengat


dan tumbuhan penghasil nektar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Keragaman Komponen Kimia Madu Lebah


Tanpa Sengat di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lebah Tanpa Sengat

Lebah tanpa sengat (Stingless bee) adalah jenis lebah yang umum terdapat

di hutan hujan tropis dan merupakan penyerbuk penting dari sebagian besar

spesies tumbuhan tropis, diperkirakan hingga seperlima dari flora angiospermae

lokal dibantu penyerbukannya oleh lebah ini. Lebah ini merupakan lebah sosial

dengan takson terbesar dan dapat ditemukan di bagian Selatan dan Tengah

Amerika, Afrika, Asia Barat Daya, Asia Tenggara dan Australia. Lebah tak

menyengat hidup dalam koloni abadi dengan hingga beberapa ribu individu

(Pujirahayu et al., 2020).

Lebah tak bersengat atau lebih dikenal dengan trigona merupakan salah

satu jenis lebah penghasil madu yang tidak bersengat (stingless bee honey)

(Azlan et al., 2016). Kekhasan dalam morfologi, ukuran tubuh dan struktur sarang

menjadikan lebah ini mempunyai keragaman yang tinggi. Bentuk sarang juga

dapat digunakan untuk membedakan antara spesies satu dengan spesies lainnya

yang termasuk genus trigona. Peranan lebah ini lebih dominan sebagai polinator.

Di Indonesia banyak istilah untuk menyebut lebah Trigona, tidak terkecuali di

Kabupaten Gunung Kidul. Masyarakat kabupaten Gunung Kidul menyebut lebah

Trigona sebagai lebah klanceng, klanceng atau kelulut yang umumnya membuat

sarang di pohon, ruas-ruas bambu dan atap rumah

(Nugroho dan Soesilohadi, 2014).

Lebah tanpa sengat merupakan salah satu spesies lebah penghasil madu

anggota Famili Meliponidae Genus Trigona (tidak memiliki sengat), berukuran


8

kecil. Lebah jenis ini masih kurang populer dibanding dengan Famili Apidae,

seperti Apis mellifera dan A. cerana. Lebah tanpa sengat di Indonesia memiliki

beberapa nama daerah, yaitu kelulut (Kalimantan), galo-galo (Sumatera),

klanceng, lenceng (Jawa), dan te’uweul (Sunda) (Sanjaya et al., 2014). Sedangkan

masyarakat Sulawesi Tenggara menyebut Trigona sp dengan nama O’pulo

(Pujirahayu et al., 2020).

Lebah tanpa sengat merupakan salah satu lebah tanpa sengat yang banyak

dijumpai di wilayah tropis, khususnya Kalimantan Timur. Lebah ini merupakan

ordo Hymenoptera yang artinya memiliki sayap yang transparan, memiliki tipe

mulut mengunyah-menjilat yang digunakan untuk memperoleh makanan cair, dan

biasanya tipe mulut ini dimiliki oleh lebah dan tawon (Saputra et al., 2018). Lebah

Trigona incisa menghasilkan produk yang dapat bermanfaat bagi manusia.

Adapun produk-produk yang dihasilkan adalah madu, bee pollen dan propolis.

Produk-produk tersebut dapat digunakan sebagai obat tradisional/obat alami untuk

menyembuhkan suatu penyakit (Saleng et al., 2016).

2.2 Sumber Pakan Lebah Trigona sp

Sumber pakan lebah madu adalah tanaman yang meliputi tanaman buah,

tanaman sayuran, tanaman hutan. Bunga dari tanaman-tanaman tersebut

mengandung nektar dan pollen yang sangat berpengaruh dalam produksi madu

yang akan dihasilkan oleh lebah madu. Potensi tanaman pakan lebah madu di

Indonesia diyakini cukup besar, tetapi belum banyak informasi tentang tanaman-

tanaman tersebut (Mulyono et al., 2015).


9

Lebah madu merupakan hewan serangga bersayap, yang merupakan

penghasil madu yang sangat berguna bagi manusia. Lebah mengambil bagian dari

tumbuhan yang menjadi makanan bagi lebah yaitu cairan manis yang disebut

dengan nektar, tepung sari atau polen yang terdapat pada tanaman dan bunga

(Nasution et al., 2019). Jenis tanaman sumber pakan yang paling diandalkan

sebagai penghasil madu adalah kapok randu (Ceiba pentandra). Tanaman ini

banyak terdapat di Kabupaten Pati, Batang, Jepara, dan Kabupaten Kudus,

Provinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo, Provinsi Jawa

Timur. Tanaman lainnya yang termasuk dalam kelompok utama penghasil madu

adalah karet (Hevea braziliensis) dan rambutan (Nephelium lapaceum)

(Widiarti dan Kuntadi, 2012).

Aktivitas lebah Trigona sp dalam mencari makan (nektar, polen, dan resin)

dipengaruhi oleh tersedianya pakan pada tanaman. Jenis tanaman yang sering

dikunjungi yaitu Rengas (Melanorrhea wallichii), Nangka

(Artocarpus heterophyllus), Petai (Parkia speciosa), Kempas

(Koompassia malaccensis), Rambutan hutan (Nephelium mutabile), Mersawa

(Anisoptera sp.), Mendarahan (Myristica iners), Karet (Hevea brasiliensis),

Cempedak (Artocarpus rigidus), Mahang (Macaranga javanica), Keranji

(Dialum platysephalum Baker), Asam Gelugur (Garcinia atroviridis), Kelat

merah (Syzygium sp.), Manggis hutan (Garcinia parvifolia). Sedangkan jenis

tanaman yang jarang dikunjungi yaitu Meranti (Shorea sp.), Bintangur

(Calophyllum pullcherrimum), Balam (Palaquium burchii Miq.), Kedondong


10

hutan (Santiria tomentosa Blume), Kelat (Syzygium ciminii Merr), dan Api-api

(Adinandra dumosa Miq) (Yanto et al., 2016).

Kunjungan lebah pada bunga saat mencari makan menunjukkan perilaku

tertentu yang dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas nektar pada bunga

(Nugroho dan Soesilohadi, 2015). Aktivitas lebah tanpa sengat mencari tepungsari

setiap hari bekisar 180 menit dengan mengunjungi 8-100 bunga, pada iklim tropis

lebah pekerja mampu mengumpulkan polen sebanyak 22-50% pada pagi, dan

7-10% pada sore hari. Polen pada bunga memang berlimpah dipagi hari dan

berkurang seiring waktu menuju malam. Dalam mencari pakan, lebah tanpa

sengat berkomunikasi untuk memberitahukan keberadaan pakan dengan anggota

koloni lainnya, lebah tanpa sengat meninggalkan jejak melalui bau, sepanjang

lintasan terbangnya (Octaviani, 2021).

Kelapa (Cocos nucifera) Mangga (Mangifera indica) Kapuk (Ceiba petantra)


(Priawandiputra et al., 2020).

2.3 Produk Lebah Trigona sp

2.3.1 Madu

Madu merupakan substansi alam yang diproduksi oleh lebah madu yang

berasal dari nektar bunga atau tanaman yang dikumpulkan oleh lebah madu,

diubah dan disimpan di dalam sarang lebah untuk dimatangkan hingga siap untuk

di panen (Wineri et al., 2014). Madu adalah suatu cairan kental, berasa manis dan
11

lezat bewarna kuning terang atau kuning tua keemasan yang dihasilkan oleh

lebah. Madu umumnya terbuat dari nektar yakni cairan manis yang terdapat di

dalam mahkota bunga yang dihisap oleh lebah kemudian dikumpulkan dan

disimpan didalam sarangnya untuk diolah menjadi madu (Mayuna, 2013).

Madu merupakan substansi kompleks berupa zat manis alami yang

dihasilkan lebah madu dengan bahan baku nektar tanaman, sekresi bagian

tanaman, atau ekskresi serangga yang dikumpulkan lebah yang ditransformasi

menjadi madu dengan menambahkan senyawa spesifik yang dihasilkan oleh

lebah madu yang disimpan dan dimatangkan dalam sisiran madu

(Fatma et al., 2017). Madu cairan menyerupai sirup yang dihasilkan oleh lebah

madu dari sari bunga tanaman (flora nektar) atau bagian lain tanaman. Kandungan

gula pada madu berasal dari fruktosa dengan persentase terbanyak, glukosa dan

sukrosa dengan persentase sedikit (Kalsi dan Royani, 2016).

2.3.1.1 Manfaat Madu

Madu merupakan salah satu antioksidan yang mampu menetralisir radikal

bebas, baik dari segi kerusakan DNA yang diinduksi maupun akibat produksi

reactive oxygen species (ROS) yang berlebihan sehingga dengan pemberian madu

dapat memperbaiki kualitas dari sperma (Legowo, 2015). Madu memiliki

beberapa karakteristik penting dalam proses penyembuhan luka seperti aktivitas

antiinflamasi, aktivitas antibakterial, aktivitas antioksidan, kemampuan

menstimulasi proses pengangkatan jaringan mati/debridement, mengurangi bau

pada luka, serta mempertahankan kelembapan luka yang pada akhirnya dapat

membantu mempercepat penyembuhan luka (Gunawan, 2017).


12

Madu trigona Sp memiliki khasiat bagi manusia. ada beberapa khasiat

madu trigona spsebagai berikut : 1. Membantu meningkatkan keperkasaan, 2.

Membantu melancarkan peredaran darah, 3. Membantu mengatasi kelelahan otot

dan syaraf, 4. Membantu menghasilkan tenaga baru (Husen et al, 2019). Madu

memiliki efek antibakteri dan bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan penyebab keracunan makanan,

infeksi kulit, endokarditis, dan meningitis (Putra dan Kartika, 2018).

2.3.1.2 Komponen Kimia dan Kualitas Madu

Madu diketahui dapat ditentukan berdasarkan beberapa parameter: yaitu

kadar air, gula pereduksi dan keasaman. Prosedur pengujian beberapa parameter

kualitas madu beberapa parameter kualitas madu. Madu yang terdapat pada suhu

dingin bisa memiliki kadar gula pereduksi lumayan baik ketimbang dari madu

suhu ruang. Kualitas madu yang dimiliki oleh petani dari desa mangkauk yang

memenuhi SNI (01-3545-2004), yaitu kadar sukrosa, padatan tak larut dalam air,

timbal, tembaga, dan arsen. Hasil analisa madu yang tidak memenuhi SNI (01-

3545-2004), yaitu kadar air, kadar gula pereduksi dan kandungan keasaman

(Ridoni et al., 2020).

Berdasarkan dengan adanya SNI 01 3545-2004 tentang madu, kualitas

madu kelulut hendaknya mengacu kepada parameter yang ada pada SNI madu

(Budiman dan Mulyadi, 2019). Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004

menyebutkan bahwa kadar air madu yang baik maksimal 22%. Kadar air dalam

madu menentukan keawetan madu. Kadar air madu yang rendah menyebabkan
13

mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya, ditambah lagi madu juga

mengandung zat antimikroba (Harjo et al., 2015).


III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton

Utara dan di Laboratorium Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan

UHO. Penelitian ini akan berlangsung pada bulan Oktober-November 2021.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, kertas

label, kertas saring Whatman No 41, lebah tak bersengat, madu, asam klorida HCI

65 %, natrium hidroksida (NaOH), larutan carrez, natrium bisulfit (NaHSO 3) 0,20

%, cairan xylol, dan cairan toluena. Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kamera digital, alat tulis, GPS (Global Positioning System), timbangan

analitik, labu didih 500 ml, aufhauser, penangas listrik, neraca analitik, cawan

porselen, tanur listrik, kertas lakmus, spektrofotometer gelombang dan penangas

air (water bath).

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh sarang lebah yang ada di Hutan

Kabupaten Buton Utara. Teknik penarikan sampel yang digunakan terhadap studi

sifat dan sumber madu lebah tak bersengat yaitu dengan teknik Purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu.
15

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.

Data kualitatif yaitu data informasi yang berbentuk kalimat verbal bukan berupa

simbol atau angka bilangan seperti: Jenis lebah tak bersengat dan sumber madu.

Data kuantitatif yaitu jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung

sebagai variabel angka atau bilangan seperti: Jumlah lebah tak bersengat yang

akan diambil dalam satu sarang, jumlah jenis pakan lebah dan jumlah sarang lebah

tak bersengat. Sumber data terdiri atas dua yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer pada penelitian ini bersumber dari lokasi penelitian seperti: Jumlah

sarang lebah dan jenis pakan lebah. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini

bersumber dari data-data lembaga atau pemerintahan terkait, serta studi

kepustakaan berupa literatur-literatur ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah jenis lebah

Tanpa Sengat, komponen kimia madu yang terdiri atas kadar air, kadar fruktosa,

kadar hidroksimetilfurfural (HMF), dan kadar Abu. Uji komposisi kimia madu

mengikuti metode SNI 01-2891-1992 yaitu sni yang menjelaskan cara

menentukan Kadar air dan kadar abu, SNI 01-2892-1992 yaitu sni yang

menjelaskan cara mentukan kadar gula, SNI 8664:2018 yaitu menjelaskan cara uji

kadar hidroksimetilfurfural (HMF). Untuk menentukan mutu kualitas madu dapat

dilihat pada SNI 8664:2018 dan tanaman sumber pakan lebah tanpa sengat
16

3.5.1 Jenis Lebah Tanpa Sengat

Jenis lebah tak bersengat yang ditemukan di lokasi pengamatan diperoleh

dengan cara mengumpulkan lebah pekerja sebanyak 10 ekor tiap sarang dan

dimasukan dalam botol berisi alkohol 70 % untuk dibuat specimen dan dikirimkan

ke Laboratorium Serangga LIPI untuk diamati jenis lebah trigona apa saja yang

ada beserta informasi karakteristik sarang masing-masing koloni.

3.5.2 Tumbuhan Sumber Nektar dan Pollen

Tumbuhan sumber madu yang diamati dan di catat adalah tumbuhan yang

sering di kunjungi lebah tak bersengat dan berada di sekitar sarang dengan radius

500 m.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

observasi langsung di lapangan dan di dalam laboratorium kemudian dokumentasi

sumber-sumber di lokasi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti

untuk data primer dan studi pustaka untuk data sekunder.

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Pengambilan Sampel Madu

Sampel penelitian yang digunakan adalah madu yang diambil dan

dimasukan kedalam wadah untuk dibawa di laboratorium Fakultas Kehutanan dan

Ilmu Lingkungan untuk diamati komponen kimia dari madu trigona.

3.7.2 Identifikasi Sumber Pakan Lebah


17

Identifikasi sumber pakan lebah dilakukan dengan mendata jumlah jenis

individu tanaman yang berada pada radius 500 m dari sarang dan di sesuaikan

dengan buku Lebah Tanpa Sengat (Stingless bee) dan Tumbuhan Pakannya

(Priawandiputra et al., 2020). Metode yang digunakan adalah metode jelajah.

3.7.3 Penyiapan Sampel Madu

Madu didapatkan langsung dari tempat penelitian di Kecamatan Kulisusu

Kabupaten Buton Utara. Untuk persiapan pengamatan komponen kimia madu,

madu mentah dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran. Kemudian disimpan dalam

wadah sampai digunakan.

3.7.4 Uji Komposisi Kimia Madu Lebah Tanpa Sengat

a. Cara uji kadar air pada madu dengan menggunakan metode destilasi menurut

SNI 2829-1992. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

w
Kadar Air = x 100 %
v

Keterangan : w = Bobot cuplikan, dalam gram

v = Volume air yang dibaca pada alat Aufhauser, dalam ml.

b. Kadar fruktosa dilakuan dengan menggunakan Metode Luff Schoorl menurut

SNI 2892-1992 dengan menggunakan rumus :

V 2 x fp
% gula sesudahinversi= x 100 %
W

Keterangan : V2 = glukosa (yang dihasilkan dari daftar, mg)

fp = faktor pengenceran
18

W = bobot cuplikan, mg

% = gula total = 0,95 x % gula inverse (sebagai sakarosa)

% = sakarosa = 0,95 x % gula (sesuda-sebelum inverse).

c. Kadar Hidroksimetilfurfural (HMF) merupakan senyawa organik yang

dibentuk oleh dehidrasi gula pereduksi. Ini merupakan padatan putih dengan

titik leleh rendah, untuk menentukan Kadar Hidroksimetilfurfural (HMF) dapat

ditentukan dengan mengunakan rumus sebagai berikut menurut SNI 8664-

2018:

( )

mg ( A 284− A 336 ) x 14,97 x 5
HMF g madu =
100 Bobot contoh (g)

126 1 000 1000


Faktor : x x =14,97
216 830 10 10

Keterangan : 126 = bobot molekul HMF

16 830 = absorbansifitas moler HMF pada panjang gelombang 284

nm

1 000 = mg/g

10 = sentiliter

100 = gram madu yang dilaporan

5 = bobot contoh yang diambil dalam gram

d. Cara uji kadar abu dengan menghitung kadar abu total yang berada pada madu

lebah Trigona Sp, dengan menggunakan rumus sebagai berikut menurut SNI

2891-1992.

w 1−w 2
Kadar abu= x 100 %
w
19

Keterangan : w = Bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

w1 = Bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam gram

w2 = Bobot cawan kosong, dalam gram

3.8 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif

yang berdasarkan pengamatan dilapangan serta di dalam laboratorium untuk

mengetahui keragaman sifat dan sumber madu lebah Trigona kemudian

dipaparkan dan dideskripsikan.

3.9 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu batasan operasional dari beberapa

istilah yang digunakan terkait dengan penelitian ini yaitu:

1. Stingless bee atau lebah tak bersengat termasuk ke dalam family Apidae,

2. Meliponini, dan merupakan kelompok lebah Kosmopolitan di area tropis.

Umumnya stingless bee berukuran kecil hingga sedang dengan sengat yang

vestigial (tidak berfungsi). Kelompok lebah ini mengumpulkan polen dan madu

serta hidup dalam koloni tetap (perennial).

3. Madu adalah sebuah cairan kenyal yang dihasilkan oleh lebah madu dari

berbagai sumber nektar yang masih megandung Enzim Diatase aktif

4. Komponen kimia madu

5. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian


IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1 Letak dan Luas Wilayah

Ditinjau dari letak astronomisnya Kabupaten Buton Utara terletak pada 4,60

LS – 5,150 LS serta membujur dari Barat ke Timur antara 122,590 BT – 123,150

BT, dengan batas-batas geografis sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Wawonii

- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Muna.

Luas daratan Kabupaten Buton Utara seluas 1.923,03 km2 yang terletak di

bagian utara Pulau Buton dan luas wilayah perairan sekitar 2.500 km2 .

Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6 (enam) kecamatan yang berada di Kabupaten

Buton Utara, Kecamatan Bonegunu merupakan kecamatan yang memiliki wilayah

yang paling luas dibanding kecamatan lainnya, yaitu seluas 491,44 km2 atau

25,56 persen dari seluruh luas Kabupaten Buton Utara. Selanjutnya disusul

Kecamatan Kulisusu Barat seluas 370,47 km2 atau 19,26 persen, Kecamatan

Kulisusu Utara seluas 339,64 km2 atau 17,66 persen Kecamatan Kambowa seluas

303,64 km2 atau 15,78 persen. Selanjutnya dua kecamatan lainnya memiliki

wilayah yang lebih kecil masing-masing Kecamatan Wakorumba seluas 245,26

km2 atau 12,75 persen dan yang terakhir adalah Kecamatan Kulisusu seluas

172,78 km2 atau 8,89 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Buton Utara.

Pembagian luas wilayah daratan menurut kecamatan masing-masing disajikan

dalam Tabel 1 di bawah ini.


22

Tabel 1 Pembagian luas wilayah daratan menurut Kecamatan di Kabupaten Buton


Utara
No Kecamatan Luas Daratan (km²) Prosentase (%)
1 Bonegunu 491,44 km2 25,56
2 Kambowa 303,44 km2 15,78
3 Wakorumba Utara 245,26 km2 12,75
4 Kulisusu 172,78 km2 8,98
5 Kulisusu Barat 370,47 km2 19,26
6 Kulisusu Utara 339,64 km2 17,67

Total 1923,03 km2 100,00

Secara administrasi wilayah Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6

Kecamatan, 78 Desa, 12 Kelurahan dan 1 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)

yang masih menjadi tanggung jawab Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

Transmigrasi. Untuk lebih jelasnya mengenai wilayah administrasi Kabupaten

Buton Utara dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2 Pembagian wilayah administrasi dan luas wilayah

No Kecamatan Luas (Km2 ) Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Desa Kelurah UPT
an
1 Kulisusu 172,28 16 7 0 23

2 Kulisusu Utara 339,64 14 0 0 14

3 Kulisusu Barat 370,47 14 0 0 14

4 Bonegunu 491,44 13 2 0 15

5 Kambowa 303,44 10 1 0 11

6 Wakorumba 245,26 11 2 1 14

Buton Utara 1.923,03 78 12 1 91


23

4.2 Iklim

Secara umum Kabupaten Buton Utara memiliki dua iklim yaitu musim

kemarau dan penghujan. Kabupaten Buton Utara pada umumnya beriklim tropis

dengan suhu antara 25°C -27°C. Seperti halnya daerah lain pada bulan November

sampai Juni. Angin bertiup dari benua asia dan samudera pasifik mengandung

banyak uap air yang menyebabkan terjadinya hujan di sebagian besar wilayah

Indonesia, termasuk Kabupaten Buton Utara. Sedangkan musim kemarau terjadi

antara bulan Juli dan Oktober, dimana pada bulan ini angin bertiup dari benua

Australia yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air. pada umumnya, di

Kabupaten Buton Utara angin bertiup dengan arah yang tidak menentu, yang

mengakibatkan curah hujan yang tidak menentu dan keadaan ini dikenal sebagai

musim pancaroba. Curah hujan di Kabupaten Buton Utara disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Curah hujan tahunan di Kabupaten Buton Utara Tahun 2010-2019


No Tahun Curah Hujan (mm)
1 2010 3.225
2 2011 2.129
3 2012 1.844
4 2013 1.878
5 2014 1.666
6 2015 1.472
7 2016 2.064
8 2017 2.923
9 2018 1.911
10 2019 1.238,2
Rata –rata 2.035,02
Sumber : Stasiun meteorologi Betoambari, 2020
24

Tabel 3 menunjukan rata-rata curah hujan di Kabupaten Buton Utara adalah

2.035,02 mm untuk setiap tahunya. Intensitas curah hujan yang paling tinggi

terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 3.225 mm/tahun dan intesitas curah hujan

yang paling rendah terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 1.472 mm/tahun.

4.3 Gambaran Topografi

Kabupaten Buton Utara merupakan dataran rendah dan sebahagian berbukit

dengan keadaan tanah yang sangat subur terutama yang terletak pada pesisir

pantai sangat cocok untuk pertanian baik tanaman pangan maupun tanaman

perkebunan. Kabupaten Buton Utara bagian utara terdiri dari barisan pegunungan

dan sedikit melengkung ke arah utara dan mendatar ke arah selatan dengan

ketinggian rata-rata antara 300 – 800 meter di atas permukaan laut, sedangkan

bagian timur sepanjang arah pegunungan merupakan daerah berbukit-bukit dan

mendatar ke arah pantai timur dengan luas bervariasi. Dataran rendah yang cukup

luas yaitu Cekungan Lambale < 29.000 ha sejajar dengan Sungai Lambale dan

Sungai Langkumbe.

4.4 Tanah

Gambaran mengenai jenis tanah diwilayah KPH Peropa Ea diperoleh

dengan memanfaatkan data tanah pada peta Land Systen ReP Prot dan Analisis

SIG. Selanjutnya sebaran jenis tanah pada KPH Peropa Ea disajikan pada Tabel 4.
25

Tabel 4 Jenis Tanah di Wilayah KPH Peropa Ea Tahun 2014

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Presentase (%)

1. Alluvial 1.214,55 6,85

2. Kambisol 1.912,60 10,78

3. Litosol 2.697,47 15,21

4. Meditran 387,87 2,19

5. Organosol 10.539,04 59,42

6. Podsolik 985,02 5,55

Total 17.736,55 100


Sumber : Hasil Analisis SIG, 2014

Berdasarkan Tabel 4 di atas, diketahui bahwa jenis tanah yang mendominasi

KPH Peropa Ea adalah Organosol seluas 10.539,04 ha atau (59,42 %) dari total

luas wilayah KPH Perop Ea. Karakteristik jenis-jenis tanah pada wilayah KPH

Peropa Ea dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Alluvial merupakan jenis tanah ari endapan baru, yang dibentuk dari lumpur

sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah subur.

2. Kambisol/Latosol merupakan tanah dengan horison kambik, atau epipedon

umbrik, atau mollik. Tanah yang memiliki ciri-ciri: kandungan bahan organik

sedang, memiliki sifat asam, warna dari kuning hingga kemerahan, mudah

menyerap air.

3. Litosol merupakan Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai

gumpal, gembur, warna seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum
26

dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya

mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik.

4. Meditran memiliki kemiripan dengan tanah podsolik, pada jenis tanah ini

mempunyai horison argilik tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %. Sifatnya

tanahnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur.

5. Organosol merupakan jenis tanah yang terbentuk akibat adanya pelapukan-

pelapukan bahan organik. Sebagai hasil pelapukan bahan organik, tanah jenis

ini subur untuk hampir semua jenis tanaman dan mengandung paling banyak

bahan organik, tidak mengalami perkembangan profil.

6. Podsolik merupakan Tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik),

dan kejenuhan basa kurang dari 50 %. Tidak mempunyai horison albik. Tanah

podzol terbentuk karena pengaruh suhu rendah dan curah hujan yang tinggi.

4.5 Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Kulisusu pada tahun 2018 sebanyak 23.190

jiwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Buton Utara. Menurut

jenis kelamin, jumlah penduduk Kecamatan Kulisusu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Kulisusu Tahun


2018
No. Penduduk Jumlah
1. Laki-laki 12.751
2. Perempuan 12.539
Total 25.290
Sumber Data: Badan pusat statistik Kabupaten Buton Utara Tahun 2018
27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Berdasarkan hasil penelitian, kadar air, kadar abu, kadar

hidroksimetilfurfural (HMF) dan kadar fruktosa yang terdapat pada madu lebah

tanpa sengat asal Buton Utara Kecamatan Kulisusu menunjukkan bahwa ada 4

(empat) sampel madu yang diamati dengan tempat pengambilan sampel yang

berbeda.

Tabel 6. Komponen kimia madu lebah tanpa sengat yang telah diamati.
Parameter
No Kode
Sampe Kadar Air Kadar Abu Kadar HMF Kadar Fruktosa
l (%) (%) (mg/kg) (%)
1 BK I 7,83 0,32 18,41 34,02

2 BK II 9,67 0,38 21,86 51,55

3 BK III 11,39 0,26 15,69 40,99

4 BK IV 7,18 0,34 20,58 40,99

Rata-rata 9,02 0,32 19,14 41,89

Kadar air yang terdapat pada sarang 1 dengan kode sampel BK 1 yaitu 7,83,

sarang 2 dengan kode sampel BK 2 yaitu 9,67, sarang 3 dengan kode BK 3 yaitu

11,39 dan sarang 4 dengan kode sampel BK 4 yaitu 7,18. Dengan rata-rata kadar

air dari ke 4 sampel tersebut yaitu 9,02.

Kadar abu yang terdapat madu lebah tanpa sengat asal Buton Utara

menunjukkan bahwa kadar abu yang terdapat pada sarang 1 dengan kode sampel

BK 1 yaitu 0,32, sarang 2 dengan kode sampel BK 2 yaitu 0,38, sarang 3 dengan
28

kode sampel BK 3 yaitu 0,26 dan sarang 4 dengan kode sampel BK 4 yaitu 0,26.

Dengan rata-rata kadar abu ke 4 sarang tersebut yaitu 0,32.

Kadar hidroksimetilfurfural (HMF) pada madu lebah tanpa sengat asal

Buton Utara menunjukkan bahwa Kadar hidroksimetilfurfural (HMF) pada sarang

1 dengan kode sampel BK 1 yaitu 18,41, sarang 2 dengan kode sampel BK 2 yaitu

21,86, sarang 3 dengan kode sampel BK 3 yaitu 15,69 dan sarang 4 dengan kode

sampel BK 4 yaitu 20,58. Dengan rata-rata ke 4 sarang yaitu 19,14.

Kadar Fruktosa pada madu lebah tanpa sengat asal Buton Utara

menunjukkan bahwa kadar fruktosa pada sarang 1 dengan kode sampel BK 1

yaitu 34,02, sarang 2 dengan kode sampel BK 2 yaitu 51,55, sarang 3 dengan

kode sampel BK 3 yaitu 40,99 dan sarang 4 dengan kode sampel BK 4 yaitu 40,99.

Dengan rata-rata ke 4 sarang yaitu 41,89 dan disajikkan dalam tabel 6.

5.1 Pembahasan

Kandungan kadar air yang ada pada madu dapat disebabkan beberapa hal,

yaitu kelembapan udara dan jenis dari nektar. nektar mengandung sekitar 70% air

sewaktu dipungut atau ketika pada saat lebah pekerja mengipas dengan sayap hal

tersebut bisa menurunkan kandungan kadar air mencapai 17%, dan menjadikan

madu dengan kandungan kadar air sekitar 17% -21% (Sihombing, 2005). Kadar

Air yang ada pada madu lebah tanpa sengat Asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten

Buton Utara menunjukkan bahwa pada sampel yaitu BK I 7,83 %, BK II 9,67 %,

BK III 11,39 % dan BK IV 7,18 % dengan jumlah rata-rata kadar air pada madu

lebah tanpa sengat yaitu 9,02 %. Ini menunjukkan bahwa kadar air yang berada

pada madu lebah tanpa sengat Asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara
29

merupakan madu yang baik sesuai dengan SNI 8664:2018 dengan maksimal 22%

sementara rata-rata kualitas madu yang ada di Kecamatan Kulisusu Kabupaten

Buton utara adalah 9,02 %.

Kadar abu pada madu dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral yang

berasal dari nektar serta sumber makanan lebah yaitu pollen atau serbuk sari.

Madu memiliki kadar mineral yang berbeda-beda tergantung dengan sumber

nektar dan pollennya. Hasil pengujian madu produksi kawasan Tahura Lati

Petangis telah memenuhi persyaratan mutu SNI dengan kadar abu 0 – 0,5 % (Eka

et al., 2021). Kadar abu yang terdapat pada madu lebah tanpa sengat asal

Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton utara menunjukkan BK 1 yaitu 0,32 %,

BK 2 yaitu 0,38 %, BK 3 yaitu 0,26 % dan BK 4 yaitu 0,26 %. Dengan rata-rata

kadar abu tersebut yaitu 0,32 %. Kadar abu yang terdapat pada SNI 8664:2018

menunjukkan 0,5 % sementara rata-rata kadar abu yang terdapat pada madu tanpa

sengat asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton utara yaitu 0,32 %

Hidroksimentilfurfural (HMF) dalam madu dipengaruhi oleh aktivitas

perombakan monosakarida madu, dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor

(panas) yang mana sering digunakan untuk menurunkan kadar air madu. Semakin

tinggi kadar HMF maka dapat diduga madu telah mengalami pemanasan

berlebihan (Pribadi dan Wiratmoko, 2019). Kadar Hidroksimentilfurfural (HMF)

sesuai dengan SNI 8664-2018 yaitu maksimal 50 mg/kg. Pada madu lebah tanpa

sengat asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton utara menunjukkan BK I 18,41

mg/kg, BK II 21,86 mg/kg, BK 3 15,69 mg/kg dan BK 4 20,58 mg/kg. Dengan

rata-rata yaitu 19,14 mg/kg. Ini menunjukkan hasil dari kadar


30

Hidroksimentilfurfural (HMF) pada madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan

Kulisusu Kabupaten Buton utara adalah madu dengan kadar

Hidroksimentilfurfural (HMF) yang baik, sementara SNI 8664-2018 menunjukkan

nilai Kadar Hidroksimentilfurfural (HMF) maksimal 50 mg/kg.

Kadar gula pereduksi (fruktosa) menunjukkan perbedaan yang nyata dan

berada di bawah nilai SNI 8664-2018, yaitu 65% (Pribadi dan Wiratmoko, 2019).

Kadar gula pereduksi madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan Kulisusu

Kabupaten Buton utara yaitu BK 1 34,02 %, BK 2 51,55 %, BK 3 40,99 % dan

BK 4 40,99 %. Dengan rata-rata 41,89 %. Ini menunjukkan kadar gula yang ada

pada madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton utara

adalah madu dengan kadar gula yang baik. Kadar gula madu yang baik maksimal

65 % sesuai dengan paduan SNI 8664-2018.

Berdasarkan pembahasan diatas menunjukkan kadar air yang terdapat pada

madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara

memiliki kadar air yang baik. Kadar abu yang terdapat pada madu lebah tanpa

sengat menunjukkan kadar abu yang tidak begitu baik dan tidak sesuai SNI 8664-

2018. Kadar Kadar Hidroksimentilfurfural (HMF) dan Kadar gula pereduksi

(fruktosa) menunjukkan nilai kadar yang baik dan sesuai dengan SNI 8664-2018

yang telah ditetapkan.


31

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh beberapa

kesimpulan, yaitu:

1. Kadar Air pada madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan Kulisusu Kabupaten

Buton utara merupakan kadar air yang baik sesuai dengan SNI 8664-2018.

Rata-rata kadar air yang ada pada madu lebah tanpa sengat asal Kecamtan

Kulisusu Kabupaten Buton utara yaitu 9,02 % sementara dalam SNI 8664-2018

menunjukkan nilai maksimal dari kadar air madu yaitu 22 %.

2. Kadar Abu yang terdapat pada lebah tanpa sengat asal Kecamatan Kulisusu

Kabupaten Buton utara menunjukkan kadar abu yang tidak baik baik dengan

nilai rata-rata kadar abu yaitu 0,32 %. Dalam SNI 8664-2018 menunjukkan

nilai kadar abu yang begitu baik adalah 0,5 %.

3. Hidroksimentilfurfural (HMF) madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan

Kulisusu Kabupaten Buton utara dengan nilai rata-rata yaitu 19,14 mg/kg.

Dalam SNI 8664-2018 menunjukkan persyaratan mutu kualitas madu dengan

kadar hidroksimentilfurfural (HMF) yaitu 50 mg/kg.

4. Kadar Fruktosa yang ada pada madu lebah tanpa sengat asal Kecamatan

Kulisusu Kabupaten Buton utara dengan nilai rata-rata yaitu 41,89 %. SNI

8664-2018 menunjukkan nilai kadar fruktosa yang baik pada madu yaitu 65 %.
32

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan untuk penelitian ini mengenai Keragaman

Komponen Kimia Madu Lebah Tanpa Sengat Asal Kecamatan Kulisusu

Kabupaten Buton Utara agar ada lagi yang melakukan penelitian lanjutan

mengenai komponen kimia madu yang berada di Kabupaten Buton utara.


33

DAFTAR PUSTAKA

Aini, W.N., M. Hidayah dan N.S.A. Silfi. 2019. Pengurangan jerawat pada kulit
wajah dengan madu manuka. Prosiding Seminar Nasional Dan Call For
Papers. 154-160.

Azlan, A., D. Yoza dan M. Mardhiansyah. 2016. Tingkat keberhasilan


perpindahan koloni trigona spp. pada sarang buatan di hutan larangan adat
Desa Rumbio Kabupaten Kampar. Jom Faperta UR. 3(2):1-7.

Bahalwan. 2018. Aktivitas antibakteri ekstrak madu lokal melalui penghambatan


sel kanker paru-paru A549 secara in vitro. [Skripsi]. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Budi, R.N dan R.S. Hidayah. 2014. Identifikasi macam sumber pakan lebah
trigona sp (hymenoptera: apidae) di Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal
Biomedika. 7(2):42-45

Budi, R.N dan R.S. Hidayah. 2015. Aktivitas mencari makan lebah pekerja,
trigona sp (hymenoptera: apidae) di Gunung Kidul. Jurnal Biomedika.
8(1):1-5.

Budiman, I dan Mulyadi. 2019. Peningkatan kualitas mutu madu kelulut


(Trigona sp.) menggunakan mesin venturi dan dehumidifier untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat di desa madurejo, Kecamatan
Pengaron, Kabupaten Banjar. Pro Sejahtera. 1(2):61-66.
Ciar, R. R., L. S. Bonto, P. B. McHale, J. F. Rajabante, S. P. Lubag, A. C.
Fajardo, C. R. Cervancia. 2013. Foraging Behavior of Stingless Bees
(Tetragonula biroi Friese): Distance, Direction, and Height of Preffered
Food Source. Los Banos: University of the Phillipines Los Banos.

Eka, I. R., N. Kurnyawaty, W. Anik dan B. Imam. 2021. Pengujian mutu madu
kawasan Tahura Lati Petangis sebagai upaya peningkatan nilai pasar.
Community Empowerment. 6(9): 1701-1708 .

Fatma, I.I., S. Haryanti dan S.W.S. Agung. 2017. Uji kualitas madu pada beberapa
wilayah budidaya lebah madu di Kabupaten Pati. Jurnal Biologi. 6(2):58-
65
34

Gunawan. 2017. Madu: efektivitasnya untuk perawatan luka. Continuing


Professional Development. 44(2):138-142.

Hakim, S.S., Siswandi., R.S. Wahyuningtyas dan B. Rahmanto. 2021. Sifat


fisikokimia dan kandungan mikronutrien pada madu kelulut
(Heterotrigona itama) dengan warna berbeda (Physico-chemistry and
micronutrient contents of different colour kelulut honey bee
(Heterotrigona itama). Jurnal Penelitian Hasil hutan. 39(1):1-12.

Handayani. 2018. Skrining kandungan senyawa aktif madu dan uji potensinya
sebagai antioksidan. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar

Harjo, S.S.T., L.R. Eka dan D. Rosyidi. 2015. Perbandingan madu karet dan madu
rambutan berdasarkan kadar air, aktivitas enzim diastase dan
hidroximetilfurfural (HMF). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak.
10(1):18-21.

Husen, N., S. Niapele dan A. Salatalohy. 2019. Budidaya lebah madu Trigona sp
di kecamatan oba tidore kepulauan studi kasus di Desa Kusu Sinopa.
Jurnal Akrab Juara. 4(2):172-182

Kalsi, E dan R. Royani. 2016. Menentukan kemurnian larutan melalui indeks bias
dari beberapa madu. Jurnal Serambi Saintia. 4(1):67-71

Legowo. 2015. Manfaat madu sebagai antioksidan dalam melawan radikal bebas
dari asap rokok untuk menjaga kualitas sperma. Jurnal Majority. 4(8):41-
46.

Mayuna. 2013. Pengaruh pemanfaatan madu dan air perasan jeruk nipis terhadap
penyembuhan jerawat. [Skripsi]. Universitas Negeri Padang.

Miftahurrahmah, W.M., Hardi., A. Purwakhanti dan E.A. Indah. 2021. Efektivitas


madu jambi, human albumin, normal saline sebagai zat anti adhesive
intraabdominal pada luka bersih tidak terkontaminasi pada gambaran
makroskopik. Jurnal Syntax Admiration. 2(2):292-299.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.


Jurnal Kesehatan. 7(2):361-367

Mulyono, T., Susdiyanti dan B. Supriono. 2015. kajian ketersediaan pakan lebah
madu lokal (Apis cerana Fabr.). Jurnal Nusa Sylva. 16(2):18-26.
35

Nasution, M.J., Khairul dan R. Hasibuan. 2019. Sumber pakan lebah madu (Apis
cerana Fab.) di Kecamatan Rantau Selatan, kabupaten labuhanbatu. Jurnal
Pembelajaran dan Biologi Nukleus. 5(1): 8-18

Octaviani. 2021. Studi perbandingan lebah dan produk madu meliponikultur di


desa pincara dan di Desa Mappedeceng Kabupaten Luwu Utara provinsi
sulawesi selatan. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Priawandiputra, W., Giffary, M.A., Rismayanti dan K.D. Martha. 2020. Daftar
spesies lebah tanpa (Stingless bees) dan tumbuhan pakannya di lubuk
bintialo dan pangkalan bulian. Sumatera Selatan.
Pribadi, A dan M. E. Wiratmoko. 2019. Karakteristik madu lebah hutan (Apis
dorsata Fabr.) dari berbagai bioregion di riau (Apis dorsata Forest Honey
Characteristics from Bioregions in Riau). Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
37(3):185-200.

Pujirahayu, N., Rosmarlinasiah, Uslinawaty, Z dan N. Hadjar. 2020. Sebaran dan


karakteristik sarang lebah tak bersengat di kawasan hutan kampus
universitas halu oleo. Jurnal Kehutanan Indonesia Celebica. 1(2): 120-127.

Putra, H.S., W. Astuti dan R. Kartika. 2018. Aktivitas amilase, protease dan lipase
dari madu lebah Trigona sp, Apis mellifera dan Apis dorsat. Jurnal Kimia
Mulawarman. 16(1): 27-31

Reybroeck, W., E. Daeseleire, H. Barabander and L. Herman. 2012.


Antimicrobials in Beekeeping. Veterinary Microbiology 158 1-11

Ridoni, R., R. Rosidah dan Fatriani. 2020. Analisis kualitas madu kelulut
(Trigona sp) dari desa mangkauk kecamatan pengaron kabupaten banjar.
Universitas Lambung Mangkurat. Jurnal Sylva Scienteae. 3(2):346-355.

Sadam, B., N. Hariani dan S. Fachmy. 2016. Jenis lebah madu tanpa sengat
(stingless bee) di tanah merah samarinda. In Prosiding Seminar FMIPA
Universitas Mulawarman : 374-378.

Saleng, A., Syafrizal dan Y.S. Puspita. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekstrak
propolis lebah trigona incisa terhadap bakteri Klebsiella pneumonia dan
Staphylococcus aureus. Jurnal Bioprospek. 11(1):42-48.

Sanjaya, V., D. Astiana dan L. Sisillia. 2019. Studi habitat dan sumber pakan
lebah kelulut di kawasan cagar alam gunung nyiut desa pisak kabupaten
bengkayang. Jurnal Hutan Lestari. 7(2):786–798.
36

Saputra, F.A., B. Yusuf dan Syafrizal. 2018. Analisa kadar logam timbal (Pb)
pada beberapa madu alam. Prosiding Seminar Kimia. 39-42

Setiawan, Aris, Rustama, Saepudin, Heri, dan D. Putranto. 2017. Produksi dan


kualitas madu lebah Trigona Spp. di kecamatan bang haji kabupaten
bengkulu tengah. Undergraduated thesis, Universitas Bengkulu.

Siok,, P.K., N.C. Ling., Y.Y. Aniza., S.T. Wei dan L.C. Suan. 2017. Classification
of entomological origin of honey based on its physicochemical and
antioxidant properties, International Journal of Food Properties. 20(53):
S2723-S2738.

Suriawanto N., T. Atmowidi dan S. Kahono. 2017. Nesting sites characteristics of


stingless bees (Hymenoptera: Apidae) in Central Sulawesi, Indonesia.
Journal of Insect Biodiversity 5(10):1–9.

Umamit, F.A., N. Haruna dan Darmawansyih. 2021. Pengaruh pemberian madu


terhadap kadar kolesterol mencit (Mus musculus) dengan salmonella
typhi. Jurnal Molucca Medica. 14(1):70-75.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Vitel, P., S.R. Pedro dan D. Roubik. 2013. Pot-Honey: A Legacy of Stingless
Bees; Springer: New York, USA. pp 654.

Widiarti, A dan Kuntandi. 2012. Budidaya lebah madu Apis Mellifera L. oleh
masyarakat pedesaan kabupaten pati, jawa tengah (Beekeeping of Apis
mellifera L. Honeybees by Rural People in Pati Regency, Central Java).
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(4): 351-361.

Wineri, E., R. Rasyid dan Y. Alioes. 2014. Perbandingan daya hambat madu
alami dengan madu kemasan secara in vitro terhadap streptococcus beta
hemoliticus group A sebagai penyebab faringitis. Jurnal Kesehatan
Andalas. 3(3):376-380.

Yanto, S.H., D. Yoza dan E.B. Sri. 2018. Potensi pakan Trigona spp. di hutan
larangan adat desa rumbio kabupaten kampar. JOM Faperta UR. 3(2):1-7.

Yuliana, R., E. Sutariningsih., H. S. Budi., K. H. Agus., S. R. Dyah. 2015. Daya


antimikrobia sarang lebah madu trigona spp terhadap mikrobia patogen.
Jurnal Bioedukasi. Vol. 8(1): 67-72.
37

LAMPIRAN

Peta Lokasi Penelitian

Anda mungkin juga menyukai