Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dahulu kala kebutuhan akan pangan atau pakaian telah menjadi sebuah
kebutuhan yang diprioritaskan. Hal ini dikarenakan pakaian mempunyai manfaat bagi
manusia dalam mepertahankan kelangsungan hidupnya. Dimana saat cuaca dingin
pakaian dapat menghangatkan tubuh, pakaian itu juga menunjukan kepribadian seseorang
untuk dikatakan baik atau tidak, kesopansantunan.
Zaman dahulu dengan keterbatasan alat maupun bahan serta tingkat sumber daya
manusia yang rendah, manusia membentuk sebuah pakaian dari kulit kayu. Karena
merasa kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu, pasalnya pakaian dari kulit
kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak kulit maka nenek moyang kala itu mulai
mencari alternatif lain yaitu membuat pakain dari bahan dasar kapas. Sehingga sejak saat
itu muncullah pakaian dari tenun ikat dari berbagai wilayah.
Seiring berjalannya waktu, muculnya berbagai tenun dengan beragam motif dan
hias yang bervariasi dengan arti – arti yang berbeda. Arti – arti inilah yang menunjukan
latar belakang kebudayaan suatu daerak atau ciri khas dari suatu daerah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan isi dari makalah ini maka ada beberapa permasalahan yang perlu di bahas.
Agar kita dapat mengetahui dan memahami tentang kerajinan tenun. Diantaranya adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan tenun ?
2. Apa yang dimaksud dengan tenun Ikat?
3. Bagaiamana cara pembuatan tenun Ikat?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini karena :
1. Ingin mengetahui jenis tenun baik tenun Ikat.
2. Memberikan pengetahuan mengenai kerajinan Tenun
3. Sebagai suatu media untuk menambah wawasan dan pengetahuan
4. Menambah Kepustakaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajinan Tenun
Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional lndonesia yang
diproduksi di berbagai wilayah di seluruh Nusantara (Sumatera, Kalimantan, Bali,
Sulawesi, lombok, Sumbawa, dan lainya. Tenun memiliki makna, nilai sejarah, dan
teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang digunakan
dan tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Tenun sebagai salah satu warisan
budaya tinggi (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan mencerminkan
jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi, desain dan produk
yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta dimasyarakatkan
kembali penggunaannya.
Mungkin selama ini kita lebih mengenal batik sebagai wakil bangsa atas keelokan
Indonesia dalam menciptakan kain. Padahal masih ada satu lagi kain hasil karya perajin
Indonesia yang tidak kalah cantik dan menawan, yaitu tenun.
Terkait dengan banyaknya daerah yang menjadi produsen tenun,
keberagamanmotif tidak perlu dipertanyakan. Adanya perbedaan latar belakang budaya
dan lingkungan, akan menciptakan keunikan hasil tenun pada setiap daerah.
Teknik pembuatan yang menggunakan ATBM [Alat Tenun Bukan Mesin]
membuat kualitas dari kain tenun Indonesia tidak perlu dipertanyakan. Dari sana dapat
dipastikan pada tahun-tahun ke depan, respon pasar untuk tenun Indonesia akan bersaing
dengan batik.

B. Asal Mula Kain Tenun


Kain Tenun pada mulanya dibuat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai
busana penutup dan pelindung tubuh, kemudian berkembang untuk kebutuhan adat (pesta,
upacara, tarian, perkawinan, kematian dll), hingga sekarang merupakan bahan busana
resmi dan modern yang didesain sesuai perkembangan mode, juga untuk memenuhi
permintaan/ kebutuhan konsumen.
Dalam perkembangannya, kerajinan tenun merupakan salah satu sumber
pendapatan (UP2K) masyarakat Nusa Tenggara Timur terutama masyarakat di pedesaan.
Pada umumnya wanita di pedesaan menggunakan waktu luangnya untuk menenun dalam
upaya meningkatkan pendapatan keluarganya dan kebutuhan busananya.

2
Kain Tenun Timor menarik perhatian kami karena keindahan dan nilai etnik yang
terkandung di dalamnya. Dan merupakan salah satu kebudayaan tradisional bangsa
Indonesia patut di lestarikan.
Fransiskus Bani yang biasa dipanggil Bani , mencoba mewakili masyarakat Timor
dalam memperkenalkan Kain Tenun Timor kepada teman - teman secara luas yang
tertarik dengan kain Tenun khususnya Kain Tenun Timor tapi kesulitan memperoleh
informasi secara baik.

C. Kekayaan Kain Tenun Nusa Tenggara Timur


Indonesia memiliki banyak kekayaan budaya dalam bentuk kain tradisional. Setiap
daerah di Indonesia memiliki berbagai jenis kain yang indah, seperti songket, batik,
tenun, dan lain sebagainya. Salah satu provinsi yang dikenal memiliki kain tenun dengan
motif yang begitu kaya adalah Nusa Tenggara Timur (NTT).
NTT memiliki 20 kabupaten dan satu kota yang dihuni oleh 15 suku atau etnis
tertentu, dengan adat dan kebudayaan masing-masing.
"Masing-masing suku ini memiliki kreasi kain tenun mereka sendiri sesuai dengan
adat, budaya, dan kesenian mereka. Ini terlihat dari corak hias atau motif tenunannya,"
ungkap Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) NTT, Lusia Leburaya,
menjelang show Musa by Musa Widyatmodjo "The Flobamora Indone(she)aku" di Hotel
Harris, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (23/5/2012) lalu.
Lusia mengungkapkan, setiap suku memiliki ragam hias tenunan, yang menampilkan
berbagai tokoh mitos, binatang, tumbuhan, dan motif abstrak yang dijiwai dari
penghayatan akan alam semesta. Lusia menambahkan, di Alor saja dapat ditemukan
hampir sekitar 81 motif tenun.
Kain tenun yang dikembangkan oleh setiap suku di NTT ini merupakan seni kerajinan
tangan yang diajarkan secara turun-temurun kepada anak-cucu. Kain tenun ini secara adat
dan budaya memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai busana sehari-hari, busana untuk
tarian atau upacara adat, sebagai mas kawin, alat penghargaan dalam upacara kematian,
alat pembayar denda adat, alat tukar (uang), perlambang strata sosial seseorang, alat
penghargaan kepada tamu, sampai alat untuk menolak bencana.
Dalam masyarakat NTT, kain tenun dianggap sebagai harta kekayaan yang bernilai tinggi
karena kain ini pembuatannya sangat sulit dan membutuhkan waktu lama. "Selain
dibedakan dari motifnya, kain tenun juga dibedakan menurut proses pembuatannya, yaitu
tenun ikat, tenun buna, dan tenun sotis,"
3
1. Tenun ikat
Disebut kain tenun ikat karena proses pembentukan motifnya dilakukan melalui
pengikatan benang-benang. Sedikit berbeda dengan di daerah lain dalam
menggunakan cara benang pakannya (benang yang dimasukkan melintang pada
benang lungsin ketika menenun kain), masyarakat NTT menenun dengan mengikat
benang lusi (lungsi). Kain tenun ikat banyak ditemukan tersebar merata di semua
kabupaten NTT, kecuali di kabupaten Manggarai dan sebagian kabupaten Ngada.
2. Tenun buna
Tenun buna ini merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat sekitar di
Timor Tengah bagian utara, dan banyak terdapat di kabupaten Kupang, Timor Tengah
bagian selatan, Belu, dan Timor Tengah bagian utara. Proses pembuatan tenun buna
dilakukan dengan mewarnai benang terlebih dulu. Benang yang sudah diwarnai
kemudian digunakan untuk membentuk motif yang berbeda-beda pada kain.
3. Tenun lotis atau sotis
Lotis merupakan perpaduan dari kain tenun dengan gaya sulam. Tampilannya mirip
dengan tenun songket. Proses pembuatannya mirip dengan tenun buna dimana benang
harus diberi warna lebih dulu. Perajin tenun lotis biasanya akan melakukan dua
pekerjaan sekaligus, yaitu menenun dan menyulam beberapa motif, sehingga dalam
satu kain akan terlihat motif seperti tiga dimensi karena jahitan yang agak menonjol
keluar.
Gaya tenun ini banyak terdapat di Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Timor
Tengah utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka, Ngada, Manggarai, Sumba
Timur, dan Sumba Barat. "Jenis kain inilah yang paling rumit proses pembuatannya,
dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tak heran kalau harganya lebih mahal

D. Jenis – Jenis Tenunan


1. Kain Tenun Timor Motif Buna dan Sotis

Kerajinan Kain Tenun Timor Kain Tenun dari kab. TTU- Kefamenanu -Timor motif
Buna

4
2. Kain Tenun Manggarai
Di bagian barat pulau Flores tinggal orang Manggarai, di bagian tengah tinggal orang
Ngada, Riung, dan Nage Keo, sedangkan di bagian timur berdiam orang Ende, Lio,
Sikka, dan Larantuka. Sebagian besar masyarakat Flores hidup dari bercocok tanam dan
berternak kerbau dan kuda. Kedua jenis hewan tersebut dipergunakan sebagai alat
pembayaran mas kawin. Dan pada umumnya kuda juga berfungsi sebagai alat
transportasi. Kepandaian menenun ini diwariskan secara turun-temurun, dan
telah dipelajari sejak mereka masih kecil. Salah satu tradisi para wanita penenun yang
menarik yaitu kebiasaan memakan sirih dilakukan wanita Flores, khususnya penenun, di
sepanjang hari saat bekerja. Jenis-jenis kain tenun yang dihasilkan adalah selendang lebar
yang berfungsi sebagai selimut bagi laki-laki dan sarung untuk wanita. Selimut atau
selendang juga digunakan sebagai penutup jenazah. Selain sebagai selimut dan pakaian
yang dijual bebas di pasaran, kain tenun ikat juga digunakan sebagai perlengkapan
upacara adat sebagai pakaian adat, pakaian upacara, dan mas kawin.
Beragamnya fungsi dan banyaknya permintaan kain tenun ikat, membawa banyak
perubahan dalam proses pembuatannya. Selain digunakannya pewarna sintetis, kini
benang rayon juga digunakan sebagai bahan baku kain tenun ikat. Meskipun demikian,
kain tenun ikat yang dicelup dengan pewarna alami dan menggunakan bahan baku
tradisional yaitu benang dari kapas, juga masih ada. Tenun ikat Flores dibuat dengan
bahan dasar benang dari kapas yang dipilin oleh penenunnya sendiri. Benangnya kasar
dan dicelup warna biru indigo. Kain dihiasi dengan ragam hias bentuk geometris aneka
warna yang cerah dan menyolok. Kain tenun dari daerah Manggarai
banyak menggunakan warna kuning keemasan, merah, dan hijau.
Pembuatan desain kain tenun ikat di Flores dilakukan dengan mengikat benang-
benang lungsi. Pekerjaan ini dapat berlangsung selama berminggu-¬minggu, bahkan
kadang-kadang sampai berbulan-bulan. Seringkali pencelupan dikerjakan satu-persatu
untuk setiap bakal kain sarung, meskipun kadang-kadang juga dilakukan sekaligus untuk
beberapa buah kain sarung. Ketika kerajaan-kerajaan kecil di Flores masih ada, sejumlah
orang bekerja khusus sebagai pembuat kain-kain tenun untuk kebutuhan kalangan raja-
raja di istana. Jika dahulu ada pembedaan pakaian adat berdasarkan status sosial
(golongan bangsawan atau rakyat jelata), maka masa sekarang tidak lagi. Sekarang kain-
kain tenun dibuat untuk dijual ke pasaran lalu dijual lagi kepada mereka yang
membutuhkannya. Pesanan dengan kualitas khusus masih dilayani dengan harga khusus
pula.
5
Beberapa daerah yang menghasilkan kain-kain tenun adalah Manggarai, Ngada, Nage
Keo, Ende, hingga sekitar Lio, Sikka, dan Lembata di bagian timur Flores. Di daerah-
daerah tersebut, seperti di wilayah Nusa Tenggara Timur lainnya, benang yang
diikat adalah benang lungsi.

Kain Tenun Manggarai

3. Kain tenun Ngada


Di daerah Ngada, Flores Tengah, juga terdapat kain tenun songket warna kuning emas
sebagai pengganti songket benang emas. Kain-kain tenun songket Flores di atas latar
tenunan benang kapas ini mempunyai banyak persamaan dengan kain-kain songket dari
Sumbawa. Menurut tinjauan sejarah wilayah sebelah barat Flores dulu merupakan daerah
kekuasaan kerajaan Bima-Sumbawa yang memiliki kain-kain tenun songket benang emas
dan perak untuk kalangan raja-raja Bima. Hal ini membawa pengaruh yang cukup kuat di
daerah sebelah barat Flores, sehingga mereka pun mempunyai tradisi membuat kain tenun
songket walaupun tidak menggunakan benang emas dan benang perak.
Selain kain songket, masyarakat Ngada juga membuat kain tenun ikat. Tenun ikat
yang mereka buat menggunakan warna-warna gelap, antara lain dengan kombinasi warna
biru dan cokelat, dengan garis-garis sederhana. Sedangkan suku Nage Keo menghasilkan
tenunan yang menampilkan motif bintik-bintik kecil dari teknik ikat pembentuk motif
floral. Jalur ikat ini dikombinasikan dengan jalur-jalur kecil lain berwarna putih, merah,
dan biru polos.Seperti halnya kain sarung, pada kain songket juga ada pembagian desain
kain antara lain adalah yang disebut bagian kepala yang diletakkan di bagian tengah dan
yang disebut badan yang diletakkan di belakang kain lainnya.

Kain tenun Ngada

6
4. Sikka
Pada mulanya kain adat Flores untuk wanita berbentuk sarung setinggi dada dan dilipat
di bagian depan. Di bagian pinggang pemakai dikenakan ikat pinggang dari perak.
Mereka tidak menggunakan kebaya atau blus. Namun kini ada variasi lain dari cara
pemakaian kain sarung, di mana lipatan kain sarung diikat di salah satu bahu sehingga
agak terangkat ke atas pada salah satu sisinya.Cara pemakaian kain di Flores ada
bermacam-macam. Lain daerah atau suku, bisa berbeda pula cara pemakaiannya.
Perempuan suku Sikka di Maumere, Kabupaten Sikka, menggunakan kain sarung sebatas
pinggang yang disebut utan, yang dipadukan dengan baju kebaya yang disebut labu, yang
modelnya mirip kebaya Maluku. Utan dengan ragam hias yang diberi warna gelap atau
hitam disebut utan welak. Paduan kain dan labu ini masih dirasa kurang bila
tidak menggunakan selendang yang disebut dong. Penampilan kaum perempuan ini masih
dilengkapi tusuk konde dari emas atau perak yang tinggi berbentuk bunga, yang disebut
bunga we. Hiasan tusuk konde serupa ini dipakai juga dalam pakaian adat Ende. Kaum
pria suku Sikka memakai kemeja yang juga disebut kebaya labu dan celana panjang.
Diluar celana mereka mengenakansarung yang disebut lipa atau utan yaitu jenis kain
sarung orang Sikka yang berwarna biru tua atau biru hitam dihiasi dengan jalur-jalur biru
muda ataubiru toska. Mereka pun mengenakan selendang lebar yang disampirkan di bahu
sampai dada yang disebut lensu sembar. Sebagai penutup kepala para laki-laki biasanya
menggunakan destar. Destar mereka kadang-kadang justru terbuat dari bahan batik Jawa.
Selain itu ada hal lain yang khas dalam pakaian adat Sikka, kain tenun warna hitam
ataugelap hanya dipakai oleh mereka yang telah berumur, sedangkan kaum muda
memakai kain tenun dengan warna terang dan menyolok.

Kain Tenun Sikka

7
5. Daerah Ende
Hasil tenunan di daerah Ende bergaya Eropa. Lokasinya yang terletak di pesisir selatan
Flores, memungkinkan orang-orang Ende berhubungan dengan bangsa pendatang seperti
orang Eropa. Tenun Ende lebih banyak menggunakan warna cokelat dan merah, dengan
menggunakan ragam hias motif ala Eropa. Salah satu ragam hias kain Ende yang berbeda
dengan kain tenun daerah-daerah lain adalah hanya menggunakan satu motif pada bidang
tengah-tengah kain. Motif tersebut diulang-ulang dan baru berhenti pada jalur pembatas
bermotif sulur di kedua ujung kain yang menyerupai tumpal dan diberi hiasan rumbai-
rumbai. Jalur pembatas kain-kain tenun Flores pada umumnya tidak hanya di kedua ujung
kain, melainkan dapat dibuat di bagian tengah, samping, kedua ujung, atau pinggir kain.
Kain berlatar belakang hitam. Ragam hias pada kain ini ada pada jalur-jalur horisontal
yang memberi kesan seperti gemerlap cermin, yang diwujudkan dalam pembiasan garis
geometris. Kain ini terdiri dari dua helai yang digabung dengan jahitan tangan. Pada jalur
besar tampak motif ceplok bunga, yang diilhami oleh kain patola. Pengaruh kain patola
juga tampak pada adanya barisan tumpal.

Kain Tenun Ende


6. Daerah Lio
Salah satu daerah di Flores bagian timur yang cukup menonjol dalam pembuatan kain
tenun ikatnya adalah daerah Lio. Ragam hias kain tenun ikat dari daerah ini diilhami oleh
kain patola India berupa motif ceplok seperti jelamprang pada kain batik. Selain motif
ceplok, kain dari Lio ini juga dihiasi dengan motif daun, dahan, dan ranting. Kain patola
diperkenalkan oleh para pedagang dari Portugis, yang pada abad keenam belas
mengadakan perdagangan dan pertukaran kain patola dengan rempah-rempah dari
nusantara bagian timur, termasuk di Flores. Bangsa Portugis, dan bangsa-bangsa Eropa
lain (Belanda dan Jerman) meninggalkan pengaruh yang begitu besar, terutama karena

8
banyaknya misionaris yang menyebarluaskan agama Kristen Protestan dan Katholik.
Hingga saat ini agama Kristen banyak penganutnya di Flores.Kain tenun ikat dengan
motif patola mempunyai nilai tinggi. Oleh karena itu, daerah-daerah tenun di wilayah
Nusa Tenggara Timur memiliki motif-motif patola yang diperuntukkan khusus bagi
kalangan raja-raja, pejabat, dan tokoh adat yang jumlahnya terbatas.
Kain tenun Liodengan ragam hias patola ini juga hanya dipergunakan di kalangan
keluarga kepala adat atau pendiri kampung yang disebut musalaki. Bahkan kain ini
dianggap sangat istimewa hingga ikut dikuburkan bersama jenazah seorang bangsawan
atau raja. Selain itu kain patola dari Lio yang panjangnya sampai empat meter, yang
disebut katipa, digunakan sebagai penutup jenazah. Menurut P. Sareng Orinbao dalam
bukunya Seni Tenun Suatu Segi Keburinycum Orang Flores, kata katipa sendiri
mempunyai arti yang sama dengan patola, karena berasal dari lafal penyebutan tipa tola.
Ciri khas motif tenun Lio yang lain adalah ukurannya kecil dengan bentuk geometris,
manusia, biawak, dan lain-lain, yang disusun membentuk jalur-jalur kecil
berwarna merah atau biru di atas dasar warna gelap.

Kain Tenun Flores Timur


Kain tenun Lio ini juga diberi hiasan tambahan atau aplikasi dengan manik-manik dan
kulit kerang. Pakaian dengan hiasan khusus ini hanya dipergunakan dalam upacara-
upacara adat tertentu. Di Pulau Sumba, kain sarung yang diberi hiasan manik-manik
seperti itu hanya dipakai oleh wanita kalangan bangsawan saja. Selain terkenal dengan
tenunannya, Lio juga penghasil kerajinan tembikar berupa kebutuhan rumah tangga
khususnya peralatan dapur yang terbuat dari tanah liat. Ada suatu kesamaan ragam hias
pada kain tenun ikat dan barang tembikar yaitu goresan garis-garis geometris seperti
bentuk meander, kait, belah ketupat, tumpal, dan lainnya, yang sering terdapat
pada ragam hias ikat pada kain tenun dan anyaman.

9
7. Lembata
Selain Lio, daerah di Flores bagian timur yang terkenal dengan kain tenun ikatnya
adalah Lembata. Di daerah ini, khususnya daerah Lamalera menurut Ruth Barnes dalam
tulisannya The Bridewealth Cloth of Lamalera Lembata, disebutkan bahwa hanya kain
sarung untuk wanita yang memakai motif ikat yang disebut mofa. Kain sarung wanita itu
sendiri disebut kewatek. Kain sarung untuk laki-laki tidak memakai motif ikat. (Kain
sarung untuk wanita berfungsi sebagai pemberian dari pihak perempuan kepada pihak
laki-laki dalam upacara perkawinan). Ada dua jenis tenunan kain sarung ikat Lembata
yaitu kewatek nai rua dan kewatek nai telo. Kewatek nai rua adalah kain sarung yang
tenunannya terdiri atas dua bagian kain yang digabungkan. Kewatek nai telo adalah kain
yang paling tinggi nilainya. Kain ini terdiri atas tiga bagian yang disambungkan menjadi
satu sarung.
Tenun Lembata mempunyai ciri khas dengan dua atau tiga sambungan. Kain ini
dipergunakan sebagai mas kawin dalam upacara perkawinan dari pihak keluarga
perempuan, dan dipertukarkan dengan gelang-gelang dari gading gajah yang sangat
berharga yang diberikan oleh keluarga pihak laki-laki. Semua jenis mas kawin ini
merupakan warisan yang diberikan turun-temurun.

Kain Tenun Lembata


8. Kain Sarung Ngada

10
9. Kain Sarung Alor
Kain sarung dari Ngada ini mempunyai keunikan di mana bagian kepala berwarna
biru tua dan bagian badan kain di kiri dan kanan berwarna merah. Motif ragam hias ikat
floral terletak pada bagian tengah kain. Hiasan pinggir atas dan bawah berupa tumpal
bentuk daun. Pada jalur ikat di badan kain diisi motif sulur daun.

Kain Sarung Alor

Kain sarung yang dihiasi jalur-jalur garis bermotif geometris berselang-seling jalur garis
kecil dan garis besar berwarna kuning kemiri, hitam, merah kecokelatan, dan jingga.

10. Tenun Ikat Rote

Menelusuri perkembangan Teknologi Tenun lkat di Pulau Rote, diperkirakan


sejak masa sejarah orang Rote sudah mengenal Tekhnologi menenun. sebelum
mengenal kapas, mereka membuat Kain Tenun dari bahan serat gewang. Tenunan
yang dihasilkan berupa sarung yang disebut lambi tei dan selimutyang disebut Lafe
tei, dipakai sebagai pakaian harian maupun pakaian pesta. Tahun 1994 Tim Survei
dan pengadaan Koleksi Museum mengunjungi Pulau Rote,
Pada saat itu masih dijumpai seorang Nenek di Kampung Boni- Kec. Rote
Barat Daya yang masih menggunakan kain dari bahan serat gewang. Begitu dalamnya
kecintaan sang nenek terhadap kain tenun dari serat gewang, Hingga akhirnya nenek
tersebut pun enggan bahkan tidak mau menggunakan kain tenun dari benang kapas.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses pembuatan karya tenun ikat dan songket ini membutuhkan waktu yang
lama dan proses yang sangat rumit. Namun bagi kita sebagai seorang pelajar harus tahu
cara dan proses pembuatasn bila perlu harus belajar agar kita sebagai generasi penerus
yang dapat melanjutkan karya tenun ikat dan tenun songket.
Berbagai macam motif yang dihasilkan dari kerajinan tenun tersebut dan juga
berbagai daerah yang memproduksinya. Dari berbagai daerah memiliki keunikan dan
keragaman tersendiri sesuai dengan kebudayaan atau tradisi suatu daerah tersebut.

B. Saran
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan pelajaran dan pengetahuna bagi kita
semua terutama kita para pelar agar terus melestarikan budaya yang sudah ditinggalkan
nenek moyang kita terutama tenun ikat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Maumere (SMANSA) : Agustinus H. L. Gudipung, Libertino Agusto Diaz, Laurensia E.


Lero, Maria A. Asi dan Maria Eufrasia Lidia Etu).
tenunindonesia.com
www.farizcraft.com
news.okezone.com/.../tenun-indonesia-perlu-direvitalisasi

13
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................2
A. Kerajinan Tenun........................................................................................................2
B. Asal Mula Kain Tenun ..............................................................................................2
C. Kekayaan Kain Tenun Nusa Tenggara Timur ..........................................................3
D. Jenis – Jenis Tenunan................................................................................................4
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................12
A. Kesimpulan ..............................................................................................................12
B. Saran.........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................13

iii
14

Anda mungkin juga menyukai