Buku Kerja Praktikum Kimia Analisis Edina
Buku Kerja Praktikum Kimia Analisis Edina
Disusun Oleh:
Edina
1811015320012
Kelompok II Shift 1
BANJARBARU
2019
PERCOBAAN I
ANALISIS KATION DAN ANION
I. Tujuan
1. Menentukan kation golongan I, golongan II, golongan III, golongan IV,
dan golongan sisa.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis anion yang terkandung dalam suatu larutan
dengan analisis kualitatif pada larutan sampel menggunakan metode
pemanasan, penyaringan, pemisahan serta mengidentifikasinya dengan
menggunakan pereaksi yang spesifik.
II. Dasar Teori
A. Kation
Kimia analisis dapat dibagi dalam dua bidang yang disebut dengan
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas
identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawaan apa yang terdapat
dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan
banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan,
yang sering dirujuk sebagai konstituen yang diinginkan atau analit, dapat
merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari contoh yang dianalisis.
Tujuan analisis kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam lima
golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia.
Dengan memakai apa yang disebut reagensia golongan secara sistematik,
dapat kita tetapkan ada tidaknya golongan-golongan kation, dan dapat juga
memisahkan golongan-golongan ini untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kation golongan I membentuk endapan dengan asam klorida encer.
Ion-ion golongan ini adalah timbel, merkurium(I) (raksa), dan perak. Kation
golongan pertama, membentuk klorida-klorida yang tak larut. Namun, timbel
klorida sedikit larut dalam air, dan karena itu timbel tak pernah mengendap
dengan sempurna bila ditambahkan asam klorida encer kepada suatu cuplikan;
ion timbel yang tersisa itu, diendapkan secara kuantitatif dengan hidrogen
sulfida dalam suasana asam bersama-sama kation golongan kedua. Kation
golongan II tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan
dengan hidogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan
ini adalah merkurium(II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik(III), arsenik(V),
stibium(III), stibium(V), timah(II), dan timah(III) (IV). Kation golongan III
tak bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida
dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation ini membentuk endapan
dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau amoniakal. Kation-kation
golongan ini adalah kobalt(II), nikel(II), besi(II), besi(III), kromium(III),
aluminium, zink, dan mangan(II). Kation golongan IV tak bereaksi dengan
reagensia golongan I, II, dan III. Kation-kation ini membentuk endapan
dengan amonium karbonat dengan adanya amonium klorida, dalam suasana
netral atau sedikit asam. Kation-kation golongan ini adalah: kalsium,
strontium, dan barium.
B. Anion
Umumnya penentuan anion dilakukan setelah selesai menganalisis
kation, dengan memperhatikan aturan kelarutan dan hasil pengujian
pendahuluan dapat diperkirakan anion manakah yang mungkin ada atau tidak
ada dalam sampel. Meskipun demikian dapat dihasilkan kelompok-kelompok
anion tertentu berdasarkan kesamaan sifat beberapa anion.
Proses-proses yang dipakai dalam analisis anion dapat dibagi menjadi :
(a) proses yang melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah menguap,
yang diperoleh pada pengobatan dengan asam-asam. Terbagi menjadi dua
kelas yaitu gas-gas yang dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam
sulfat encer dan gas atau uap dilepaskan dengan asam sulfat pekat. (b) proses
yang terkandung pada reaksi-reaksi dalam larutan, terbagi menjadi dua kelas
yaitu pengendapan dan oksidasi-reduksi dalam larutan.
Terdapat banyak logam-logam dari golongan I sampai IV yang
mengganggu pemeriksaan anion maka untuk pemeriksaan anion, logam-
logam itu harus disingkirkan lebih dahulu yaitu dengan jalan mendidihkan zat
yang harus diperiksa dengan larutan jenuh Na2CO3 sehingga logam-logam
dari golongan I sampai IV diendapkan sebagai karbonat atau karbonat basa
atau hidroksida (akibat hidrolisis) sedangkan anion yang dicari tergantung
sebagai garam natrium yang mudah larut dalam H2O.
Gabungan kation dan anion menghasilkan senyawa ionik. Senyawa
ionik dinamai dengan mengurutkan kationnya dulu, lalu diikuti dengan nama
anion. Ion dapat berupa monatomik dan poliatomik, poliatomik juga disebut
sebagai ion molekuler. Kation monatomik membawa nama unsur induknya.
Ion dari unsur lain dalam golongan I dan II dinamai dengan cara yang sama.
Logam transisi dan unsur logam golongan III, IV, dan V berbeda dengan
logam golongan I dan II, karena mereka sering membentuk beberapa ion
stabil dalam senyawa dan dalam larutan. Beberapa ion poliatomik memiliki
peran penting dalam kimia anorganik. Kation poliatomik ini antara lain ion
ammonium, ion hidrorium dan ion milekular yang sangat menarik yang
dibentuk oleh merkuri. Anion monotomik dinamai dengan menambahkan
akhiran –ida pada bagian pertama nama unsur. Jadi, klorin menjadi ion
klorida, dan oksigen menjadi ion oksida. Anion monotomik lain dari
golongan V, VI dan VII dinamai dengan cara yang sama. Terdapat banyak
ion poliatomik, dan penamaan spesies ini lebih rumit (Oxotoby et al., 2001)
III. Alat Dan Bahan
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Batang
pengaduk, Bunsen, Penjepit, Pipet tetes, pipet ukur, pro pipet, Rak
tabung, Sendok tanduk, Tabung reaksi
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Kertas
saring Larutan AgNO3, Larutan HCl encer, Larutan K2CrO4, Larutan KI,
Larutan NH3, Larutan k4Fe(CN)6, Larutan H2SO4 2N, Larutan CH3COOH,
Larutan Ammonium Karbonat, Larutan Bi3+, Larutan Ba(OH)2, Larutan
NH4OH, Larutan H2SO4 pekat, Larutan FeSO4, Larutan Pb Asetat,
Larutan FeCl3, Larutan Ca(OH)2, Fenoftalein, HCL 2N, Larutan Na2CO3 ,
dan Larutan CNS-
V. Hasil
5.1 Pemeriksaan Kation
A n t A g N O 3
Teres ke -2
A g N O 3 +
K 2 C r O 4
AgNO 3 + HCl
3.a F e C l 3 +
K4Fe(CN)6
FeCl3 + NH3
4.a B a C l 2 +
Ammonium
Karbonat
B a C l 3 +
CH 3 COOH +
K 3 C r O 4
b
BaCl 2 + H 2 SO4
5 N H 4 Cl + H C l
H 2 S O 4
Endapa putih da caira putih AgNo3 tetes ke-2 HCL + AgNo3→HNO3 + AgCl
2.a H C l + A g N O 3
HCl + Pb Asetat
Larutan bewarna coklat keruh dengan endapam bewarna cokat tetes ke 2 NaCo3 + AgNo3 → Agco3 + 2 NaN03
4.a Na 2 CO 3 + AgNO 2
Tidak ada endspsn psds pensmbshsn warna Na2Co3 + 2HCL + Ca(OH)→ 2Nacl + 2H2O + CaCo3
b Na 2 CO 3 + HCl +
C a ( O H ) 2
c N a 2 C O 3 +
Indikator
Fenolftalein
Cairan dan endapan gelap warna merah kehitaman seperti betadine 12 KSCN + 8 HCL 2 Fe (SCN) 6 + 12 KCL + 3H2
5 K S C N +
HCl 2 N + FeCl 3
VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini berjudul analisis anion dan kation yang memiliki tujuan untuk
menentukan kation golongan I, golongan II, golongan III, golongan IV, dan
golongan sisa, mengindentifikasinya dengan menggunakan pereaksi yang spesifik.
Analisis kualitatif adalah analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies atau
senyawa-senyawa yang ada didalam sampe, dan analisis kuantitatif adalah analisis
untuk menentukan jumlah (kadar) absolut atau realtif dari suatu elemen atau spesies
yang ada didalam sampel, dan analisis kuantitatif adalah anailisis untuk menetukan
jumlah (kadar) absolut atau realtif dari suatu elemen atau sposies yang ada didalam
sampel (Gandjar & Rohman, 2017). Perbedaan analisis kualitatif dan analisis
kuantitaif adalah analisis kualitatif untuk mengetahui suatu senyawa dalam sampel
dan analisis kuantitatif untuk mengetahui atau menetapkan kadar suatu sampe. Ion
merupakan suatu atau beberapa atom yang kekurangan maupun kelebihan elektron
katio dapat dibagi menjadi 5 golongan berdasarkan hasil kali kelarutan garam yang
tidak larut. Penggolongan kation tersebut adalah golongan I, golongan II, golongan
III, golongan IV, dan golongan 5 (sisa). Golongan I bereaksi dengan HCL encer
tetapi hasil dari kation ini adalah endapan HCL yang tidak larut contoh golongan
ini adalah Ag+ Hg+, dan Pb2+. Kation golongan II tidak bereaksi dengan HCL encer
tetapi hasil dari kation ini adalah endapan (HCL yang tidak larut) contoh golongan
kation ini adalah endapan (HCL yang tidak larut) contoh golongan ini adalah Ag +
Hg+, dan Pb2+. Kation golongan III tidak bereaksi dengan HCL encer tetapi
bereaksi dengan hidrogen sulfida, golongan ini mengendap sebagai hidroksida
bukan sebagai sulfida, contohnya BiS3, Cels, Cus dan Sns, golongan III tidak
bereaksi dengan HCL encer tetapi bereaksi dengan ammonium sulfida, golongan ini
mengendap sebagai hidroksida bukan sebagai sulfida, contohnya Al 3+ Cr3+
mengendap menjadi Al(OH)3 dan Cr(OH)3. Golongan IV bereaksi dengan natrium
karbonat yang akan membentuk endapan pada ionBa2+, Ca2+ dan Sr2+ dan kation
golongan 5 (sisa) umumnya tidak bereaksi dengan reagen sebelumnya dan
mengendap pada ion Na+, K+, Nha+ (Chang, 2005).
Persamaan reaksi yang terjadi pada kation golongan I yaitu AgNO 3 + KI dan
AgNO3 + HCL, AgNO3 + KI → Ag I + KNO3, AgNO3 + HCL → HNO3. Persamaan
reaksi yang terjadi pada kation golongan III yaitu FeCl3 + NH3 → [Fe(NH3)6]3+ →
membentuk ion kompleks persamaan reaksi yang terjadi pada kation golongan III
yaitu FeCL3 + NH3→[Fe(NH3)6] → membentuk ion kompleks. Persamaan reaksi
yang terjadi pada kation golongan II yaitu FeCl 3 + AgNo3 → HNO3 + AgCl, HCL +
Pb (CH3 000)2 → Pbcl2 + 2HCH3COO persamaan reaksi yang terjadi pada anion
golongan IV yaitu Na2CO2 + 2HCL + Ca(OH)2 → Nacl + 2H2O + CaCo3, NaCo3 +
125 C2 OH2 O4 → 56 H2O + 4Ona + 126 C2(OH)2 O2
Hasil yang diperoleh pada percobaan kali ini yaitu pada kation golongan ,
AgNO3 + KI menghasilkan endapan kekuningan dan cairan keruh setelah tetes ke-2
KI, AgNO3 + HCL menghasilkan endapan putih tidak adanya endapan dan
perubahan warna, Na2CO3 + indokator feroltin golongan V, KSCN + HCL 2N +
FeCL menghasilkan cairan dan endapan salah satunya yaitu seperti indikator
fenolftein yang merupakan zat analisis kualitatif untuk pemeriksaan kation dan
anion menggunakan cara basah yaitu dengan adanya endapan dan perubahan warna
indikator fenolftein merupakan salah satu penanda terjadinya perubahan warna
pada sampel (Marwati, 2012).
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah
1. Pemeriksaan kation gol I terdapat Ion Ag+ pada reaksi Ag + + HCL encer, Ag+ +
K2Cr2O2 dan Ag+ + KI Pemeriksaan golongan terdapat ion golongan 3 + pada
reaksi BI3++ KI pemeriksaan golongan III terdapat ion Fe+ + NH3 pemeriksaan
IV terdapat ion VII 2+ pada reaksi Be2+ H2SO4. Ba2+ + CH3 CooH + K2Cr2O4 dan
Ba2+ + asam karbonat serta permeriksaan golongan V (sisa) terdapat ion NH 3 +
pada reaksi NH4 + HCL.
2. Pemeriksaan anion golongan terdapat ion cl- pada ci- AgNO3 dan NaCO2 + PP
terdapat ion CH3- pada reaksi KSCN + HCL + FeCL3
7.2 Saran
saran yang dapat disampaikan adalah agar praktikum kali ini bisa lebih teliti
dan berhati-hati dalam mngerjakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
I. TUJUAN
Mengidentifikasi parasetamol, antalgin dan fenilbutazon menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis
II. DASAR TEORI
Kromatografi lapis tipis merupakan cara kromatografi yang paling luas
pemakaiannya karena sederhana dan murah. Prinsip KLT adalah partisi dan
adsorbsi dimana eluen sebagai fase gerak dan lempeng KLT sebagai fase diam.
Adsorbsi adalah penyerapan pada permukaan, sedangkan partisi adalah
penyebaran atau kemampuan suatu saat yang ada dalam larutan untuk berpisah
kedalam pelarut yang digunakan. Komponen yang larut terbawa oleh fase
gerak melalui adsorben (fase diam) dengan kecepatan perpindahan yang
berbeda (Khopkar, 1990).
Prinsip Penampakan Noda
a. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng (Harborne, 1994).
b. Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem
yang paling sederhana adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
kedua campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak hatus diatur sedemikian rupa sehinggan harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
olaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf.
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai
V. HASIL
5.1 Perlakuan sebelum penyinaran dengan sinar UV
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Menyiapkan sampel X, Larutan sampel
ditimbang sebanyak 50 mg, berwarna hiju
digerus lalu dilarutkan dengan bening
etanol
5,5 cm … 7… cm
Sampel x = 0,8 cm
Antalgin = 0,5 cm
0,5 cm
Rf Antalgin =
5,5 cm
= 0,0909 cm
0,8 cm
Rf PCT =
5,5 cm
= 0, 145 cm
0,8 cm
Rf Sampel x =
5,5 cm
= 0,145 cm
VII. PEMBAHASAN
kromatografi lapis tipis adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana (Leba, 2017).
Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi yang fase seasionernya berupa
lapisan tipis suatu adsorbsen misalnya gelisika, dilapiskan pada pelat dan fase
mobilnya adalah suatu campuran palarut, fase gerak atau eleuen pada KLT dapat
berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut berbandingan tertentu. Fase gerak
harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat
pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan. Agar
noda terpisah dengan basa digunakan kombinasi eluen non polar dengan polar.
Apabila jarak noda yang diperoleh terlalu jauh, kecepatannya dapat dikurangi
dengan mengurangi kepolaran. Namun apabila nodanya terlalu dekat bahkan tidak
terpisah maka kepolaran dapat ditambah.
Cara kerja pada percobaan ini adalah pertama dicampur N-hekson dengan
perbandingan 3:7, kemudian dimasukkan kedalam chamber lalu tutup, lalu
masukkan sampel kertas saring jenuh. Kedua, gerus paracetamol, fenilbutazon,
antalgin sebagai sampel lalu timbang sebanyak 500 mg stelah itu larutkan atanol
kemudian ditotolkan pada lempeng menggunakan pipa kapiler setelah itu
dinginkan sampai kering. Ketiga gerus paracetamol, fenilbutazon, antalgin sebagai
sampel lalu pembanding ditimbang masing-masing 500 mh setelah itu dilarutkan
dengan etanol kemudian ditotolkan pada ujung lempeng menggunakan pipa
kapiler setelah itu didinginkan.
Hsil dari percobaan ini, penampakan noda dapat diaamati dengan UV 254
nm. Nilai Rf dapat dihitung dari hasil pengamatan uv 254 nm pada plat nilai rf
pada sampel x 0,145 nm pada plat namun noda antalgi tidak berpindah dari nilai
Rf nya tidak sesuai dengna lieratur mungkin disebakan sampel antalgin yang
sudah lama disimpan menjadi tidak bagus lagi .
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dalam pengerjaan ini lebuh
berhati-hati terutama pada saat penjenuhan camber. Jangan sampai goyang dan
elven melewati tanda batas karena dapat merusak pendeteksian noda menjadi
sulit.
DAFTAR PUSTAKA
Atun, S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan
Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur.2: 53-61.
Bele, A. A. & A. Khale. 2010. An Overview On Thin Layer Chromatography.
International Journal of Pharmaceutical Science and Research. 2: 256-
267.
Day, R. A. & Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga,
Jakarta.
Ewing, G. W. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw
Hill, Singapore.
Gandjar, I. G. & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gritter, R., J. M. Bobbit & E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB, Bandung.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republlik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.
Kumar, S., K. Jyotirmayee & M. Sarangi. Thin Layer Chromatography: A Tool of
Biotechnology for Isolation of Bioactive Compound from Medical Plants.
International Journal Pharmaceutical Sciences Review amd Research. 18:
126-132.
Munson, J. W. 2010. Analisis Farmasi: Metode Modern. Airlangga University
Press, Surabaya.
Nurhasnawati, H., Rahmayulis & D. A. Azmi. 2014. Identifikasi Bahan Kimia
Obat Parasetamol pada Jamu Asam Urat yang Beredar di Kecamatan
Sungai Kunjang Samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014.
Preethi, J., B. Harita & T. Rajesh. 2017. Riview on Thin Layer Chromatography.
Journal Formulation Science & Bioavailability. 1: 1-4.
Rubiyanto, D. 2017. Teknik Dasar Kromatografi. Deepublish, Yogyakarta.
Rusnaeni, D. I. Sinaga, F. Lanuru, I. M. Payugallo, I. I. Ulfiani. 2016. Identifikasi
Asam Mefenamat dalam Jamu Rematik yang Beredar di Distrik Heram
Kota Jayapura, Papua. Pharmacy. 13: 84-91.
Sudjaji. 1988. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Zlatkis, A. & R. E. Kaiser. 1977. High Performance Thin Layer Chromatography.
Elsevier Scientific Publishing Company, Bad Durkheim.
PERCOBAAN III
PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DENGAN METODE TITRASI
ASAM BASA
I. Tujuan
1. Memahami prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam basa
2. Menetapkan kadar asam benzoat
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah buret dan
statif, erlenmeyer 250 ml, pipet volume 10 ml, propipet, pipet tetes,
corong kaca, gelas beaker 100 ml, labu ukur 25 ml, sendok tanduk, kaca
arloji.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah asam
oksalat, asam benzoat, aquades, etanol, larutan NaOH 0,1 N, Indikator
PP 1 %.
IV. Cara Kerja
V. HASIL
VI. PERHITUNGAN
massa 1000
N= x x valensi(n)
BE V aquadest
0,1 g 1000
= x x2
126,01 25 ml
= 0,063 N
Replikasi 1
8 NNaOH = 10 Ml x 0,063 N
NNaOH = 10 x 0,063 N
NNaOH = 0,018 N
Replikasi 2
NNaOH = 10 ml x 0,063 N
NNaOH = 10 x 0,063 N
2
= 0,078 + 0,054
= 0,066 N
Replikasi 1
Vsampel x 1000
= ……...%
Replikasi 1
Vsampel x 1000
1 ml x 1000 ml
= 0.003 %
= %b/v1 + %b/v2
2
= 0,047 + 0,003
= 0,025 %
=
( x̄−% b/v 1 )2+( x̄−% b/v 2 )2 … … … … … … … … … … … … … …
√ Jumlah replikasi−1 2−1
√ …………
2−1
1
… … … … … … … … … … ..
√ √
= … … … (−0,022 ) 2+( 0,022)2 … … … … … … … ..
1
= 0,00048+0,00048
= √ 0,00095
= SD = 0,030
%RSD = SD x 100 %
Rata - rata
= 0,030 x 100 %
0,025
= 1,239 %
VII. PEMBAHASAN
Titrasi adalah asam basa adalah penetuan konsentrasi asam atau basa
dengan menetralkan asam atau basa dengan menggunakan indikator (Ahmad et
al., 2015). Prinsip titrasi asam basa adalah reaksi netralisasi, dimana asidimetri
merupakan penetapan kadar senyawa- senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan larutan larutan baku asam, dan alkalimetri penetapan kadar
senyawa-senyawa yang ersifat basa dengan menggunakan larutan baku basa
(Gandjar & Rohman, 2017). Titik ekivalen adalah titik pada proses totrasi ketika
kedua pereaksi asam dan basa tepat habis bereaksi.
VIII. Kesimpulan dan Saran
8.1 Kesimpulan
Kadar asam benzoat yang diperoleh percobaan ini replikasi I sebsar 0,078 n
% pada replikasi II sebsar 0,054 % sehingga rat-ratanya sebsar 0,066%.
8.2 Saran
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep Dasar Inti Edisi III. Erlangga, Jakarta.
Chaurasia, G. 2017. Effect of Acidic, Neutral and Basic pH On Solubility and
Partition-Coeffiecient of Benzoic Acid Between Water-Benzene System.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 8:
2637-2640.
Day, R. A& A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Dewi, D. C. 2012. Determinasi Kadar Logam Timbal (Pb) Dalam Makanan
Kaleng Menggunakan Destruksi Basah dan Destruksi Kering. 2: 12-25.
Depkes RI.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepartemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Erwin, M. A. Nur & A. S. Panggabean. 2015. Potensi pemanfaatan Ekstrak Kubis
Ungu (Brassica Oleracea L.) Sebagai Indikator Asam Basa Alami. Jurnal
kimia Mulawarman. 13: 15-18.
Fatimah, S., D. W. Astuti & N. P. A. Kurniasih. 2015. Analisis Natrium Benzoat
pada Saos di Yogyakarta. Journal of Health.2: 69-74.
Gandjar, I. G& A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gusena. 2013. Rancangan Bangun Pengendalian pH pada Inline Flash Mixing
Menggunakan Metode Neural Network Controller. Jurnal Teknik
ITS.2:1-2.
Huber, L. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories Second
Edition. Informa Healthcare USA, New York.
Indrawati, W., I. Mulyadi & A.R. Kusuma. 2016. Pengaruh pH Terhadap
Penyisihan Amoniak dan Sulfida Dalam Limbah Cair Industri Karet
Secara Ozonasi. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional. 1:419-437.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Masterton, W. L & C. N. Hurley. 2008. Chemistry: Principles and Reactions.
Cengage Learning, Boston.
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis & N.H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern. Erlangga, Jakarta.
Sastrohamidjojo, S. 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sawhney, S. S., M. S. Jassal & B. M. L. Bhatia.1995. A Text Book of Chemistry
Practicals Volume II.APH Publishing Corporation, New Delhi.
Sidiq, M. F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. 3: 25-
30.
Stefan, C. S., E. R. Chiriac, O. Dragostin, E. L. Lisa &M. Cioroi. 2017. Study of
Benzoic Acid Solubility in Imidazolium Formate as Pure Ionic Liquid
and Its Binary Aqueous Mixtures. Revista de Chimie.68: 2256-2260.
Snyder, L.R., J. J. Kirkland & J. W. Dolan. 2010. Introduction to Modern Liquid
Chromatography.John Wiley & Sons Inc, New Jersey.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. ITB, Bandung.
Widodo, D. S& R.A. Lusiana. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR THIAMIN HCL DENGAN METODE
ARGENTOMETRI
I. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip metode analisi argentometri dan
dapat menetapkan kadar Thiamin HCl secara argentometri.
42
Sebagai indicator dapat digunakan kalium kromat yang mengahasilkan warna
merah dengan adanya kelebihan ion Ag+.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode
Volhard, Metode K. Fajans dan metode leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
danbromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indicator. Kerugian metode ini
untuk idodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan karena
endapan perak iodide atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat yang
menimbulkan titik akhir kacau, adanya ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat
juga akan mengendap, titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan
yang encer serta ion-ion yang diserap dari sampel dapat terjebak dan untuk
membebaskannya diperlukan penggojokan yang kuat mendekati titik akhir
titrasi.
2. Metode Volhard
Dalam metode ini perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana
asam dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat. Metode volhard dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide, dan iodide dalam
suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat
berlebih, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
dengan larutan baku tiosianat.
3. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indicator adsorbs yang mana pada titik
ekivalen, indicator terabsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan tetapi pada permukaan endapan.
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indicator
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Cara leibig hanya
mengahasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada
43
saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara leibig ini tidak dapat
dilakukan pada keadaan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk
kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan
sedikit larutan kalium iodide.
Dalam farmakope Indonesia titrasi argentometri digunakan untuk
penentuan kadar ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida,
klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya, natrium
klorida, natrium nitroprusida, sistein klorida dan tiamfenikol (Gandjar, 2007).
Bahan
Aquades, AgNO3, Besi (III) ammonium sulfat, K2CrO, NaCl, NH4CNS,
Thiamin HCL
44
Penetapan Kadar Thiamin HCL
- Masukkan 30 mg Thiamin HCl kedalam Erlenmeyer
- Tambahkan aquades secukupnya, hingga larut
- Tambahkan 5 ml HNO3 dan indicator NH4Fe(SO4) sebanyak 1 ml
- Titrasi dengan NH4CNS lakukan pengulangan sebanyak dua kali
- Amati hasil yang didapat dan catat volume yang digunakan
45
V. HASIL
5.1 Standarisasi Larutan Baku Standar
No Perlakuan Reaksi Hasil Dokumentasi
Perubahan warna
larutan dari bening
1. Titrasi pertama 10 Ag+(aq) + Cl-
menjadi adanya
ml NaCl endapan berwarna
(aq) AgCl (s)
ditambahkan kuning
K2CrO4 sebanyak
2 tetes dan dititrasi
2Ag+(aq)
dengan AgNO3
+CrO42-(aq)
sebanyak 22,9 ml
Ag2CrO4(s)
Perubahan warna
dari bening
2. Titrasi kedua 10 Ag+(aq) + Cl-
menjadi adanya
ml (aq) endapan berwarna
NaClditambahkan kuning
AgCl (s)
K2CrO4 sebanyak
2 tetes dan dititrasi
dengan AgNO3
2Ag+(aq)
sebanyak 24,5 ml
+CrO42-(aq)
Ag2CrO4(s)
46
1. mg thiamin HCl (aq)
dilarutkan dengan
AgCl (s)
10 ml aquades,
ditambahkan
K2CrO4 sebanyak 2
2Ag+(aq)
tetes dan dititrasi
+CrO42-(aq)
dengan AgNO3
sebanyak 19,3 ml Ag2CrO4(s))
dilarutkan dengan
AgCl (s)
10 ml aquades,
ditambahkan
+
K2CrO4 sebanyak 2 2Ag (aq)
tetes dan dititrasi +CrO42-(aq)
VI. PERHITUNGAN
6.1 Pembuatan Larutan Baku Standar
47
No Volume NaCl Volume AgNO3
.
…………ml
1. 10 ml
……………..ml
2. 10 ml
Rata-rata 10 ml Rata-rata…….ml
1. 30 ml ……ml
2. 30 ml …….ml
48
N1AgNO3 x V1AgNO3 = N2NaCl x V2NaCl
N1AgNO3 x …ml = …. N x … ml
N1AgNO3 = …. N x …..ml = ….. N
….. ml
Replikasi 2
N1AgNO3 x V1AgNO3 = N2NaCl x V2NaCl
N1AgNO3 x …. ml = ….. N x ….. ml
N1AgNO3 = ….. N x …. ml = …. N
….. ml
N 1+ N 2 … … N +… . ….. N
X= = = ….. N
2 2
6.5 Penetapan Kadar Thiamin HCl dengan AgNO3
Kadar I = V1AgNO3 − Vblanko x NAgNO3 x 35,45 x 1000
ml sampel
= …… ml − ……. x 35,45 x 1000
10
= ….. ppm
Kadar II = V2AgNO3 − Vblanko x NAgNO3 x 35,45 x 1000
ml sampel
= ….. ml − ……. x 35,45 x 1000
10
= ……. ppm
Kadar I + Kadar II … … . ppm+… … … ppm
X=
2
= 2
=………. ppm
Kadar Rata−rata
Kadar Sebenarnya = x V Thiamin HCl
1000
……………….
= x ……
1000
= ……. mg/…. ml
49
Kadar Sebenarnya x Berat Tablet
Kadar Zat Aktif per Tablet=
Berat Sampel
… … . x … … … ..
=
…….
= …… mg
= ……………..%
50
VII. PEMBAHASAN
51
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
52
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, O & M. T. Mashuri. 2016. Perancangan dan Uji Kualitas Alat Destilasi
Sederhana sebagai Langkah Kreatif Mewujudkan Kemandirian Laboratorium.
Al Ulum Sains dam Teknologi. 1: 132-135.
Day, R. A. & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.
Nakiboglu, N & C. Nakiboglu. 2016. An Investigation of Universty Chemistry
Students’ Understanding of Precipitation Titrations and Related Concepts
Thorough Vee-diagrams. The Eurasia Proceedings of Educational & Social
Sciences. 4: 564-567.
Sari, N. P. Y. P., I. M. O. A. Prawatha & I. A. M. Parthasutema. 2014. Pengaruh Ion
Tiosulfat terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode Argentometri.
Chemistry Laboratory. 1: 83-91.
Singh, A & R. Duggal. 2016. Ion Analysis of Groundwater of Some Rural Pockets of
Barmer (Rajasthan), India. International Journal of Research Science &
Management. 3: 10-14.
53
PERCOBAAN V
TITRASI REDOKS
(PENETAPAN KADAR ANTALGIN DENGAN METODE TITRASI IODO-
IODIMETRI)
I. TUJUAN
1. Memahami prinsip-prinsip metode penetapan kadar secara iodo-iodimetri
2. Menetapkan kadar Antalgin dengan metode iodo-iodimetri.
54
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. DDeteksi titik akhir pada iodimetri
ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir. Dalam Farmakope
Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar : asam
askorbat; natrium askorbat; metampiron; dan natrium tiosulfat.
b. Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-
iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O.
Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-
mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi
dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya :
oksidator + KI → I2
I2 + 2 Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH
larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan
hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat. Sehingga apabila ini terjadi maka potensial
oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi
tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga menyulitkan
perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu,
pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
III. ALAT DAN BAHAN
55
A. Alat
Alat alat yang digunkn pada praktikum kali ini adalah batang pengaduk,
buret, corong kaca, erlenmeyer 250 mL, gelas beaker 250 mL, gelas ukur 10
mL, kaca arloji, pipet tetes, pipet ukur 10 mL, pro pipet, sendok tanduk.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, kalium iodat , kertas
saring, larutan asam klorida 0,2 N, larutan asam sulfat 2 N, larutan iodium,
larutan kalium iodide 10%, larutan natrium tiosulfat, pati, sampel antalgin
56
2. Tambahkan 100 mL aquades dan kocok hingga homogen.
3. Titrasi dengan Na2S2O3 hingga warnanya menjadi kuning pucat.
4. Tambahkan 2 mL indicator dan titrasi kembali hingga warna birunya
hilang.
5. Catat volume akhir titrasi. Lakukan 2 kali replikasi
Penetapan Kadar tablet Antalgin Secara Iodimetri
1. Masukkan 500mg serbuk dalam labu Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 5 mL aquades.
3. Tambahkan 5 mL asam klorida 0,01 N ke dalam labu Erlenmeyer.
4. Titras dengan larutan iodium hingga terjadi perubahan warna dari biru
ke bening.
5. Catat volume akhir titrasi. Lakukan 2 kali replikasi.
V. HASIL
57
5.1 Pembuatan Larutan Baku Sekunder Na2SO3 dengan Larutan KIO3
58
5.2 Pembuatan Larutan Baku Iodium dengan Larutan Na2S2O3
59
VI. PERHITUNGAN
Mr V
…. …..
…….
……………
Replikasi 1
N1 x V1 = N2 x V2
….. x …….. mL = N2 x ………mL
N2 = ………. x …….
…………….
N2 = ………….. N
Replikasi 2
N1 x V1 = N2 x V2
……….. x ……….. mL = N2 x ……… mL
N2 = ………. x …………
…………….
N2 = ……….. N
60
6.3 PembakuanLarutan Baku Tersier Iodium dengan Na2S2O3
Replikasi 1
N1 x V1 = N2 x V2
…….. x ………. mL = N2 x …… mL
N2 = …….. x ………
…….
N2 = ……….. N
Replikasi 2
N1 x V1 = N2 x V2
……. x ……… mL = N2 x ……….mL
N2 = ……. x ……..
………..
N2 = ………… N
…….. mg
= ……. x 100%
…….
= ………….%
61
…….. mg
= ……. x 100%
……….
= ………..%
……..
= …………%
SD = √ ∑ (x−¿ x )¿ 2
n-1
2-1
= √………… + ……………
= √…………..
= ……………
RSD = SD x 100%
= …………… x 100%
………….
= ……..%
% Recovery = x x 100%
62
……..
= …………. x 100%
100
= ……..%
VII. PEMBAHASAN
63
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
64
8.1 Kesimpulan
8.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., R. C. Denney, G.H & J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia: Analisa
Kuantitatif Anorganik. EGC, Jakarta.
Brady, J.E & Humiston. 1999. General Chemistry Principle and Structure. John
Willey & Sons,Inc, New York.
Cairns, D. 2004.Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC,
Jakarta.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep Dasar Inti Edisi III. Erlangga, Jakarta.
65
Day, R. A & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepartemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Filayati, M. R & Rusmini. 2012. Pengaruh Massa Bentonit Teraktivasi
H2SO4terhadap Daya Adsorpsi Iodium. UNESA. J. Chem. 1: 59-67.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Meile, K., A. Zhurinsh, L. Briede & A. Viksna. 2018. Investigation of the Sugar
Content in Wood Hydrolysated with Iodometric Titration and UPLC-ELSD.
Agromony Research. 16: 1-9.
McEvoy, G. K. 2002. American Hospital Formulary Service Drug Information.
American Society of Health- System Pharmacists Inc., Bethesda.
Novitriani, K & D. Sucianawati. 2014. Analisa Kadar Iodium pada Telur Asin.
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 12: 236-241.
Petrucci, R. H. 1993. Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Pursitasari, I. D. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem Solving.
Alfabeta, Bandung.
Rahmawati, S & B.Bundjali. 2012. Kinetics of the Oxidation of Vitamin C. Jurnal
Indo J. Chem.12: 291-296.
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Salim, E., C. Fatimah & D. Y. Fani. 2017. Analgetic Activity of Cep-cepan
(Saurauia cauliflora DC.) Leaves Extract. Jurnal Natural. 17: 31-38.
Samsuar, F. Mariana & M. Setyowati. 2017. Analisis Kadar Klorin (Cl2) Sebagai
Pemutih pada Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang Beredar di Lampung.
Jurnal Farmasi Lampung. 6: 13-22.
Sari, B. L., N. Susanti & Sutanto. 2015. Skrining Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Fraksi Etanol Alga Merah Eucheuma spinosum. Journal
Pharmaceutical Sciences Research. 2:59-67.
Sastrohamidjojo, S. 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
66