Anda di halaman 1dari 66

BUKU KERJA

PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

Disusun Oleh:

Edina

1811015320012

Kelompok II Shift 1

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2019
PERCOBAAN I
ANALISIS KATION DAN ANION

I. Tujuan
1. Menentukan kation golongan I, golongan II, golongan III, golongan IV,
dan golongan sisa.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis anion yang terkandung dalam suatu larutan
dengan analisis kualitatif pada larutan sampel menggunakan metode
pemanasan, penyaringan, pemisahan serta mengidentifikasinya dengan
menggunakan pereaksi yang spesifik.
II. Dasar Teori
A. Kation
Kimia analisis dapat dibagi dalam dua bidang yang disebut dengan
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif membahas
identifikasi zat-zat. Urusannya adalah unsur atau senyawaan apa yang terdapat
dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan
banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan,
yang sering dirujuk sebagai konstituen yang diinginkan atau analit, dapat
merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari contoh yang dianalisis.
Tujuan analisis kualitatif sistematik kation-kation diklasifikasikan dalam lima
golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia.
Dengan memakai apa yang disebut reagensia golongan secara sistematik,
dapat kita tetapkan ada tidaknya golongan-golongan kation, dan dapat juga
memisahkan golongan-golongan ini untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kation golongan I membentuk endapan dengan asam klorida encer.
Ion-ion golongan ini adalah timbel, merkurium(I) (raksa), dan perak. Kation
golongan pertama, membentuk klorida-klorida yang tak larut. Namun, timbel
klorida sedikit larut dalam air, dan karena itu timbel tak pernah mengendap
dengan sempurna bila ditambahkan asam klorida encer kepada suatu cuplikan;
ion timbel yang tersisa itu, diendapkan secara kuantitatif dengan hidrogen
sulfida dalam suasana asam bersama-sama kation golongan kedua. Kation
golongan II tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi membentuk endapan
dengan hidogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Ion-ion golongan
ini adalah merkurium(II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik(III), arsenik(V),
stibium(III), stibium(V), timah(II), dan timah(III) (IV). Kation golongan III
tak bereaksi dengan asam klorida encer, ataupun dengan hidrogen sulfida
dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation ini membentuk endapan
dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau amoniakal. Kation-kation
golongan ini adalah kobalt(II), nikel(II), besi(II), besi(III), kromium(III),
aluminium, zink, dan mangan(II). Kation golongan IV tak bereaksi dengan
reagensia golongan I, II, dan III. Kation-kation ini membentuk endapan
dengan amonium karbonat dengan adanya amonium klorida, dalam suasana
netral atau sedikit asam. Kation-kation golongan ini adalah: kalsium,
strontium, dan barium.
B. Anion
Umumnya penentuan anion dilakukan setelah selesai menganalisis
kation, dengan memperhatikan aturan kelarutan dan hasil pengujian
pendahuluan dapat diperkirakan anion manakah yang mungkin ada atau tidak
ada dalam sampel. Meskipun demikian dapat dihasilkan kelompok-kelompok
anion tertentu berdasarkan kesamaan sifat beberapa anion.
Proses-proses yang dipakai dalam analisis anion dapat dibagi menjadi :
(a) proses yang melibatkan identifikasi produk-produk yang mudah menguap,
yang diperoleh pada pengobatan dengan asam-asam. Terbagi menjadi dua
kelas yaitu gas-gas yang dilepaskan dengan asam klorida encer atau asam
sulfat encer dan gas atau uap dilepaskan dengan asam sulfat pekat. (b) proses
yang terkandung pada reaksi-reaksi dalam larutan, terbagi menjadi dua kelas
yaitu pengendapan dan oksidasi-reduksi dalam larutan.
Terdapat banyak logam-logam dari golongan I sampai IV yang
mengganggu pemeriksaan anion maka untuk pemeriksaan anion, logam-
logam itu harus disingkirkan lebih dahulu yaitu dengan jalan mendidihkan zat
yang harus diperiksa dengan larutan jenuh Na2CO3 sehingga logam-logam
dari golongan I sampai IV diendapkan sebagai karbonat atau karbonat basa
atau hidroksida (akibat hidrolisis) sedangkan anion yang dicari tergantung
sebagai garam natrium yang mudah larut dalam H2O.
Gabungan kation dan anion menghasilkan senyawa ionik. Senyawa
ionik dinamai dengan mengurutkan kationnya dulu, lalu diikuti dengan nama
anion. Ion dapat berupa monatomik dan poliatomik, poliatomik juga disebut
sebagai ion molekuler. Kation monatomik membawa nama unsur induknya.
Ion dari unsur lain dalam golongan I dan II dinamai dengan cara yang sama.
Logam transisi dan unsur logam golongan III, IV, dan V berbeda dengan
logam golongan I dan II, karena mereka sering membentuk beberapa ion
stabil dalam senyawa dan dalam larutan. Beberapa ion poliatomik memiliki
peran penting dalam kimia anorganik. Kation poliatomik ini antara lain ion
ammonium, ion hidrorium dan ion milekular yang sangat menarik yang
dibentuk oleh merkuri. Anion monotomik dinamai dengan menambahkan
akhiran –ida pada bagian pertama nama unsur. Jadi, klorin menjadi ion
klorida, dan oksigen menjadi ion oksida. Anion monotomik lain dari
golongan V, VI dan VII dinamai dengan cara yang sama. Terdapat banyak
ion poliatomik, dan penamaan spesies ini lebih rumit (Oxotoby et al., 2001)
III. Alat Dan Bahan
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Batang
pengaduk, Bunsen, Penjepit, Pipet tetes, pipet ukur, pro pipet, Rak
tabung, Sendok tanduk, Tabung reaksi
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Kertas
saring Larutan AgNO3, Larutan HCl encer, Larutan K2CrO4, Larutan KI,
Larutan NH3, Larutan k4Fe(CN)6, Larutan H2SO4 2N, Larutan CH3COOH,
Larutan Ammonium Karbonat, Larutan Bi3+, Larutan Ba(OH)2, Larutan
NH4OH, Larutan H2SO4 pekat, Larutan FeSO4, Larutan Pb Asetat,
Larutan FeCl3, Larutan Ca(OH)2, Fenoftalein, HCL 2N, Larutan Na2CO3 ,
dan Larutan CNS-

IV. Prosedur Kerja


4.1 Pemeriksaan Kation
1. Pemeriksaan Kation Golongan I (Kation Ag+)
a. Sampel Ag+ dimasukkan dalam 3 tabung reaksi yang berbeda
b. Direkasikan dengan larutan HCl encer pada tabung reaksi 1
c. Direaksikan dengan larutan K2CrO4 pada tabung reaksi 2
d. Direaksikan dengan larutan KI pada tabung reaksi 3
e. Diamati dan dicatat reaksi yang terjadi
2. Pemeriksaan Kation Golongan II (Kation Bi3+)
a. Dimasukan dalam 2 tabung tabung reaksi yang berbeda
b. Direaksikan dengan larutan NH3 pada tabung reaksi 1
c. Direkasikan dengan larutan KI pada tabung reaksi 2 lalu
dipanaskan
d. Diamati dan dicatat hasil reaksi
3. Pemeriksaan Kation Golongan III (Kation Fe3+)
a. Dimasukan dalam 2 tabung tabung reaksi yang berbeda
b. Direaksikan dengan larutan NH3 pada tabung reaksi 1
c. Direkasikan dengan larutan K4Fe(CN)6 pada tabung reaksi 2
d. Diamati dan dicatat hasil reaksi

4. Pemeriksaan Kation Golongan IV (Kation Ba2+)


a. Sampel Ba2+ dimasukkan dalam 3 tabung reaksi yang berbeda
b. Direkasikan dengan larutan H2SO4 pada tabung reaksi 1
c. Direaksikan dengan larutan CH3COOH dan larutan K2CrO4 pada
tabung reaksi 2
d. Direaksikan dengan larutan ammonium karbonat pada tabung
reaksi 3
e. Diamati dan dicatat reaksi yang terjadi
5. Pemeriksaan Kation Golongan sisa (Kation NH4+)
a. Dimasukkan dalam tabung reaksi
b. dimasukkan batang pengaduk yang telah dibasahi larutan HCl
c. diamati dan dicatat reaksi yang terjadi.
4.2 Pemeriksaan Anion
1. Pemeriksaan Ion NO3
a. NO3 diteteskan pada kertas saring
b. Diamati reaksi yang terjadi
c. NO3 dimasukkan kedalam tabung
d. Ditambahkan FeSO4 dan H2SO4 pekat kedalam tabung
e. Diamati reaksi yang terjadi
f. Hasil
2. Pemeriksaan Ion Cl-
a. Cl- dimasukkan kedalam tabung
b. AgNO3 ditambahkan kedalam tabung
c. Diamati reaksi yang terjadi
d. Hasil
e. Cl- dimasukkan kedalam tabung
f. Ditambahkan Pb asetat kedalam tabung
g. Diamati reaksi yang terjadi
h. Hasil
3. Pemeriksaan Ion Fe (CN)6 4-
a. K4 Fe (CN)6 4- dimasukkan kedalam tabung
b. FeCl3 ditambahkan kedalam tabung
c. Diamati reaksi yang terjadi
d. Hasil
e. K4Fe (CN)6 4- dimasukkan kedalam tabung
f. FeSO4 ditambahkan kedalam tabung
g. Diamati reaksi yang terjadi
h. Hasil
4. Pemeriksaan Ion CO32-
a. Na2 CO3 dimasukkan kedalam tabung
b. HCl ditambahkan kedalam tabung
c. Ca (OH)2 ditambahkan kedalam tabung
d. Diamati reaksi yang terjadi
e. Hasil
f. Na2 CO3 dimasukkan kedalam tabung
g. AgNO3 ditambahkan kedalam tabung
h. Diamati reaksi yang terjadi
i. Hasil
j. Na2 CO3 dimasukkan kedalam tabung
k. Ditambahkan kedalam tabung indikator PP
l. Diamati reaksi yang terjadi
m. Hasil
5. Pemeriksaan Ion CNS-
a. CNS- dimasukkan kedalam tabung
b. HCl 2N ditambahkan kedalam tabung
c. FeCl3 ditambahkan kedalam tabung
d. Diamati reaksi yang terjadi
e. Hasil

V. Hasil
5.1 Pemeriksaan Kation

No Zat yang bereaksi Warna endapan yang terjadi Dokumentasi R e a k s i

A n t A g N O 3

1.a A g N O 3 + K I Endapan kekuningan

Dan cairan keruh setelah

Teres ke -2
A g N O 3 +

K 2 C r O 4

Endapan putih dan cairan putih (stelah HCL TETES KE-3

AgNO 3 + HCl

2.a Bi(NO3)3 + NH3


Bi(NO 3 ) 3 + KI

3.a F e C l 3 +

K4Fe(CN)6

Fecl + NH3 → [Fe (NH3] 3+ MEMEBENTUK ION KOMPLLESKS


Endapan dan cairan bewarna merah bats (NH3 tetes ke 3)

FeCl3 + NH3

4.a B a C l 2 +

Ammonium

Karbonat
B a C l 3 +

CH 3 COOH +

K 3 C r O 4

b
BaCl 2 + H 2 SO4

5 N H 4 Cl + H C l

5.2 Pemeriksaan Anion

No Zat yang bereaksi Warna endapan yang terjadi Dokumentasi R e a k s i


1 AgNO 3 + FeSO 4 +

H 2 S O 4

Endapa putih da caira putih AgNo3 tetes ke-2 HCL + AgNo3→HNO3 + AgCl

2.a H C l + A g N O 3

Endapan putih dan caira jernih 2 HCL + ch3→pbcl2 2HCH2COO

HCl + Pb Asetat

3.a K4Fe(CN)64- + FeCl


b K4Fe(CN)6 + FeSO4

Larutan bewarna coklat keruh dengan endapam bewarna cokat tetes ke 2 NaCo3 + AgNo3 → Agco3 + 2 NaN03

4.a Na 2 CO 3 + AgNO 2

Tidak ada endspsn psds pensmbshsn warna Na2Co3 + 2HCL + Ca(OH)→ 2Nacl + 2H2O + CaCo3

b Na 2 CO 3 + HCl +

C a ( O H ) 2

20 Na2CO3 + 125 C2O H14 O4 →56 H2O + 40 Na + 2 Fe 9SCN) 6 + 12 CCL + 3 H2


Larutan warna ungu dan tidak ada endapan

c N a 2 C O 3 +

Indikator

Fenolftalein
Cairan dan endapan gelap warna merah kehitaman seperti betadine 12 KSCN + 8 HCL 2 Fe (SCN) 6 + 12 KCL + 3H2

5 K S C N +

HCl 2 N + FeCl 3

VI. PEMBAHASAN

Percobaan ini berjudul analisis anion dan kation yang memiliki tujuan untuk
menentukan kation golongan I, golongan II, golongan III, golongan IV, dan
golongan sisa, mengindentifikasinya dengan menggunakan pereaksi yang spesifik.
Analisis kualitatif adalah analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies atau
senyawa-senyawa yang ada didalam sampe, dan analisis kuantitatif adalah analisis
untuk menentukan jumlah (kadar) absolut atau realtif dari suatu elemen atau spesies
yang ada didalam sampel, dan analisis kuantitatif adalah anailisis untuk menetukan
jumlah (kadar) absolut atau realtif dari suatu elemen atau sposies yang ada didalam
sampel (Gandjar & Rohman, 2017). Perbedaan analisis kualitatif dan analisis
kuantitaif adalah analisis kualitatif untuk mengetahui suatu senyawa dalam sampel
dan analisis kuantitatif untuk mengetahui atau menetapkan kadar suatu sampe. Ion
merupakan suatu atau beberapa atom yang kekurangan maupun kelebihan elektron
katio dapat dibagi menjadi 5 golongan berdasarkan hasil kali kelarutan garam yang
tidak larut. Penggolongan kation tersebut adalah golongan I, golongan II, golongan
III, golongan IV, dan golongan 5 (sisa). Golongan I bereaksi dengan HCL encer
tetapi hasil dari kation ini adalah endapan HCL yang tidak larut contoh golongan
ini adalah Ag+ Hg+, dan Pb2+. Kation golongan II tidak bereaksi dengan HCL encer
tetapi hasil dari kation ini adalah endapan (HCL yang tidak larut) contoh golongan
kation ini adalah endapan (HCL yang tidak larut) contoh golongan ini adalah Ag +
Hg+, dan Pb2+. Kation golongan III tidak bereaksi dengan HCL encer tetapi
bereaksi dengan hidrogen sulfida, golongan ini mengendap sebagai hidroksida
bukan sebagai sulfida, contohnya BiS3, Cels, Cus dan Sns, golongan III tidak
bereaksi dengan HCL encer tetapi bereaksi dengan ammonium sulfida, golongan ini
mengendap sebagai hidroksida bukan sebagai sulfida, contohnya Al 3+ Cr3+
mengendap menjadi Al(OH)3 dan Cr(OH)3. Golongan IV bereaksi dengan natrium
karbonat yang akan membentuk endapan pada ionBa2+, Ca2+ dan Sr2+ dan kation
golongan 5 (sisa) umumnya tidak bereaksi dengan reagen sebelumnya dan
mengendap pada ion Na+, K+, Nha+ (Chang, 2005).
Persamaan reaksi yang terjadi pada kation golongan I yaitu AgNO 3 + KI dan
AgNO3 + HCL, AgNO3 + KI → Ag I + KNO3, AgNO3 + HCL → HNO3. Persamaan
reaksi yang terjadi pada kation golongan III yaitu FeCl3 + NH3 → [Fe(NH3)6]3+ →
membentuk ion kompleks persamaan reaksi yang terjadi pada kation golongan III
yaitu FeCL3 + NH3→[Fe(NH3)6] → membentuk ion kompleks. Persamaan reaksi
yang terjadi pada kation golongan II yaitu FeCl 3 + AgNo3 → HNO3 + AgCl, HCL +
Pb (CH3 000)2 → Pbcl2 + 2HCH3COO persamaan reaksi yang terjadi pada anion
golongan IV yaitu Na2CO2 + 2HCL + Ca(OH)2 → Nacl + 2H2O + CaCo3, NaCo3 +
125 C2 OH2 O4 → 56 H2O + 4Ona + 126 C2(OH)2 O2
Hasil yang diperoleh pada percobaan kali ini yaitu pada kation golongan ,
AgNO3 + KI menghasilkan endapan kekuningan dan cairan keruh setelah tetes ke-2
KI, AgNO3 + HCL menghasilkan endapan putih tidak adanya endapan dan
perubahan warna, Na2CO3 + indokator feroltin golongan V, KSCN + HCL 2N +
FeCL menghasilkan cairan dan endapan salah satunya yaitu seperti indikator
fenolftein yang merupakan zat analisis kualitatif untuk pemeriksaan kation dan
anion menggunakan cara basah yaitu dengan adanya endapan dan perubahan warna
indikator fenolftein merupakan salah satu penanda terjadinya perubahan warna
pada sampel (Marwati, 2012).
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah
1. Pemeriksaan kation gol I terdapat Ion Ag+ pada reaksi Ag + + HCL encer, Ag+ +
K2Cr2O2 dan Ag+ + KI Pemeriksaan golongan terdapat ion golongan 3 + pada
reaksi BI3++ KI pemeriksaan golongan III terdapat ion Fe+ + NH3 pemeriksaan
IV terdapat ion VII 2+ pada reaksi Be2+ H2SO4. Ba2+ + CH3 CooH + K2Cr2O4 dan
Ba2+ + asam karbonat serta permeriksaan golongan V (sisa) terdapat ion NH 3 +
pada reaksi NH4 + HCL.
2. Pemeriksaan anion golongan terdapat ion cl- pada ci- AgNO3 dan NaCO2 + PP
terdapat ion CH3- pada reaksi KSCN + HCL + FeCL3
7.2 Saran

saran yang dapat disampaikan adalah agar praktikum kali ini bisa lebih teliti
dan berhati-hati dalam mngerjakan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. 2014. Melacak Pelaku Terorisme Melalui Penentuan Kandungan Kation


dan Anion dalam Sampel Hasil Pencucian Telapak Tangan Pelaku dengan
Teknik Kromatografi Ion. JKTI. 16: 53-61.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti. Erlangga, Jakarta.
Cheng, J., G. He & F. Zhang. 2015. A Mini-Review on Anion Exchange
Membranes for Fuel Cell Applications: Stability Issue and Addressing
Strategies. International Journal of Hydrogen Energy. 40: 7348-7360.
Day, R. A & A. L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.DepertemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kapantow, A. N., Fatimawali & A. Yudistira. 2013. Identifikasi dan Penetapan
Kalium Iodat dalam Garam Dapur yang Beredar di Pasar Kota Bitung
dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2: 90-
95.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. KementerianKesehatanRepublik
Indonesia, Jakarta.
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.
PERCOBAAN II

IDENTIFIKASI SENYAWA OBAT DENGAN


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I. TUJUAN
Mengidentifikasi parasetamol, antalgin dan fenilbutazon menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis
II. DASAR TEORI
Kromatografi lapis tipis merupakan cara kromatografi yang paling luas
pemakaiannya karena sederhana dan murah. Prinsip KLT adalah partisi dan
adsorbsi dimana eluen sebagai fase gerak dan lempeng KLT sebagai fase diam.
Adsorbsi adalah penyerapan pada permukaan, sedangkan partisi adalah
penyebaran atau kemampuan suatu saat yang ada dalam larutan untuk berpisah
kedalam pelarut yang digunakan. Komponen yang larut terbawa oleh fase
gerak melalui adsorben (fase diam) dengan kecepatan perpindahan yang
berbeda (Khopkar, 1990).
Prinsip Penampakan Noda
a. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng (Harborne, 1994).
b. Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem
yang paling sederhana adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
kedua campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa
petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
2. Daya elusi fase gerak hatus diatur sedemikian rupa sehinggan harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
olaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf.
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai

jarak yang ditempuh senyawa terlarut


faktor retensi. Rf = jarak yang ditempuh pelarut
Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak
tempuh cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan
maksimum (Khopkar, 2003).
KLT sebagai salah satu metode instrumental yang sering digunakan,
karena mempunyai keuntungan antara lain :
1.    Peralatan yang diperlukan sedikit dan waktu analisis yang cepat
2.    Hasil pemisahan lebih baik dan daya pemisahan tinggi
3.    Pengerjaannya sederhana dan mudah dan harganya terjangkau

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen


dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk
kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat. (a) Analisis
Kualitatif : KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Parameter yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. (b) Analisis
Kuantitatif : Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT.
Pertama, bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran
luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua dengan mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan
metode analisis lain. (c) Analisis Preparatif : Analisis preparatif ditujukan
untuk memisahkan analit dalam jumlah yang banyak.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Chamber, Plat
KLT, Batang pengaduk, pro pipet, Pipa kapiler, Mortir dan stamper,
Pipet ukur 10 ml, Timbangan analitik, Lampu UV, Pingset, Filler, Oven,
gelas beker, gelas ukur, kaca arloji, pipet tetes, dan labu ukur
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain N-Heksan,
etil asetat, Paracetamol, Antalgin, fenilbutazon, dan kertas saring.
 
IV. P R O S E D U R KERJA
1. Penyiapan Pengembang Kromatografi membuat larutan pengembang
a. Dicampur N-Heksan : etil asetat dengan perbandingan 3 : 7 bagian
volume
b. Dimasukkan dalam chamber dan ditutup
c. Didiamkan untuk proses penjenuhan dengan memasukkan kertas
saring. Jika seluruh bagian kertas saring sudah basah maka chamber
sudah jenuh.

2. Penotolan Sampel dan Pembanding


2.1 Sampel (paracetamol, fenilbutazon, antalgin)
a. Sampel digerus hingga halus
b. Ditimbang sebanyak 500 mg
c. Dilarutkan dengan etanol
d. Ditotolkan pada ujung lempeng menggunakan pipia kapiler
e. Didinginkan sampai kering
2.2 Pembanding (paracetamol, fenilbutazon, antalgin)
a. Pembanding ditimbang masing-masing 500 mg
b. Dilarutkan dengan etanol
c. Ditotolkan pada ujung lempeng menggunakan pipa kapiler
d. Didinginkan sampai kering
3. Elusi dengan larutan pengembang 
a. Dimasukkan lempeng KLT yang sudah ditotoli dengan sampel dan
pembanding
b. Dikeluarkan lempeng dari dalam chamber setelah permukaan pelarut
pengembang naik sampai ujung atas lempeng (0,5 cm dari atas)
c. Dikeringkan
d. Disemprotkan dengan serium sulfat
4. Dimasukkan kedalam oven selama beberapa menit Lokasi noda
a. Dibuat tanda pada lempeng lokasi noda
b. Dihitung nilai Rfnya

V. HASIL
5.1 Perlakuan sebelum penyinaran dengan sinar UV
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Menyiapkan sampel X, Larutan sampel
ditimbang sebanyak 50 mg, berwarna hiju
digerus lalu dilarutkan dengan bening
etanol

2. Menyiapkan sampel Antalgin, Larutan sampel


ditimbang sebanyak 50 mg, berwarna bening
digerus lalu dilarutkan dengan (tidak berwarna)
etanol
3. Menyiapkan sampel Larutan sampel
Paracetamol, ditimbang berwarna bening
(tidak berwarna)
sebanyak 50 mg, digerus lalu
dilarutkan dengan etanol

4. Plat digarisi pada


bagian Digaris kertas
bawah selebar 1 cm dan HVS yang
diletakkan
bagian atas 0,5 cm
disebelah plat
dengan garis
yang sama

5. Mengaktifkan plat dengan Plat aktif dan


cara dioven pada suhu 105oC siap digunakan
selama 10 menit

6. Mencampur 3 mL N-Heksana Campuran


dan 7 mL Etil Asetat kedalam berwarna bening
gelas beaker agak kecoklatan
7. Masukkan eluen kedalam Chamber
chamer dengan tinggi 1 cm, menjadi jenuh
kemudian masukkan kertas ditandai dengan
saring yang panjangnya naiknya eluen
melebihi tinggi chamer. pada kertas
Chamer ditutup dan ditunggu saring
sampai chamer jenuh

8. Menotolkan sampel pada plat Totdan sampel


KLT dibagian atas garis berada ditengah
bawah plat KLT dengan ukuran
sedang, PCT
ditetesi sebelah
kiri dan antalgin
di sebelah kanan
sejajar dengan
garis
9. Memasukkan plat kedalam Eluen naik pada
chamber dan menunggu menit ke 32 ke
sampai eluen naik sekitar 15 batas 0,5 cm
menit pada atas plat
5.2 Setelah penyinaran dengan sinar UV

No. Perlakuan Hasil Rf Dokumentasi


1. Menyinari plat Terlihat
noda PCT=0,145
Sampel x=0,145
pertama dengan berwarna ungu
Antalgin=0,0909
sinar UV 254 nm muda dan latar
dan mengukur berwarna putih
jarak sampel dengan jarak
kenaikan
sampel = 0,8
cm. PCT=0,8
cm.
antalgin=0,5
cm
2. Menyinari plat Tidak terlihat Tidak ada
pertama dengan noda bercak
sinar UV 366 nm putih, latar
dan mengatur jarak berwarna ungu
sampel
VI. PERHITUNGAN
Batas atas 0,5 cm

5,5 cm … 7… cm

PCT Sampel x Antalgin


Batas
bawah 1 cm

Jarak yang ditempuh noda : PCT = 0,8 cm

Sampel x = 0,8 cm

Antalgin = 0,5 cm

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut


Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut

0,5 cm
Rf Antalgin =
5,5 cm
= 0,0909 cm

0,8 cm
Rf PCT =
5,5 cm

= 0, 145 cm

0,8 cm
Rf Sampel x =
5,5 cm

= 0,145 cm

VII. PEMBAHASAN

kromatografi lapis tipis adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana (Leba, 2017).
Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi yang fase seasionernya berupa
lapisan tipis suatu adsorbsen misalnya gelisika, dilapiskan pada pelat dan fase
mobilnya adalah suatu campuran palarut, fase gerak atau eleuen pada KLT dapat
berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut berbandingan tertentu. Fase gerak
harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat
pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan. Agar
noda terpisah dengan basa digunakan kombinasi eluen non polar dengan polar.
Apabila jarak noda yang diperoleh terlalu jauh, kecepatannya dapat dikurangi
dengan mengurangi kepolaran. Namun apabila nodanya terlalu dekat bahkan tidak
terpisah maka kepolaran dapat ditambah.

Prinsip kromatografi lapis tipis adalah memisahkan sampel berdasarkan


perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan, teknik ini
biasanya menggunakan fase asam dari bentuk plat silika dan fase geraknya
diseusaikan dengan jenis sampel yang ingin dipsahkan . alasan digunakan baku
paracetamol dan antalgin saat percobaaan adalah sebagai bahan baku pembanding
untuk mengetahui apakah sampel x itu mengandung obat paracetamol ataupun
obat antalgin dengan mengandung obat paracetamol ataupun obat antalgin dengan
menggerus masing-masing obat yang dilarutkan etanol lalu diteteskan kelempeng
KLT obat dan pembanding lalu dimasukkan ke oven lalu disitu akan kelihatan
apakah sampel x termasuk obat yang mana.

Cara kerja pada percobaan ini adalah pertama dicampur N-hekson dengan
perbandingan 3:7, kemudian dimasukkan kedalam chamber lalu tutup, lalu
masukkan sampel kertas saring jenuh. Kedua, gerus paracetamol, fenilbutazon,
antalgin sebagai sampel lalu timbang sebanyak 500 mg stelah itu larutkan atanol
kemudian ditotolkan pada lempeng menggunakan pipa kapiler setelah itu
dinginkan sampai kering. Ketiga gerus paracetamol, fenilbutazon, antalgin sebagai
sampel lalu pembanding ditimbang masing-masing 500 mh setelah itu dilarutkan
dengan etanol kemudian ditotolkan pada ujung lempeng menggunakan pipa
kapiler setelah itu didinginkan.

Hsil dari percobaan ini, penampakan noda dapat diaamati dengan UV 254
nm. Nilai Rf dapat dihitung dari hasil pengamatan uv 254 nm pada plat nilai rf
pada sampel x 0,145 nm pada plat namun noda antalgi tidak berpindah dari nilai
Rf nya tidak sesuai dengna lieratur mungkin disebakan sampel antalgin yang
sudah lama disimpan menjadi tidak bagus lagi .
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Nilai Rf sampel x sebesar 0,145, nilai Rf antalgin sebesar 0,0909 Rf


paracetamol sebesar 0,145. Sehingga dalam pengujian metode kromatografi lapis
tipus dapat diidentifikasikan bahwa sampel x adalah paracetamol diliat dari Rf nya
sama-sama sebesar 0,145.

8.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dalam pengerjaan ini lebuh
berhati-hati terutama pada saat penjenuhan camber. Jangan sampai goyang dan
elven melewati tanda batas karena dapat merusak pendeteksian noda menjadi
sulit.
DAFTAR PUSTAKA

Atun, S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan
Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur.2: 53-61.
Bele, A. A. & A. Khale. 2010. An Overview On Thin Layer Chromatography.
International Journal of Pharmaceutical Science and Research. 2: 256-
267.
Day, R. A. & Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga,
Jakarta.
Ewing, G. W. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw
Hill, Singapore.
Gandjar, I. G. & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gritter, R., J. M. Bobbit & E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB, Bandung.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republlik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.
Kumar, S., K. Jyotirmayee & M. Sarangi. Thin Layer Chromatography: A Tool of
Biotechnology for Isolation of Bioactive Compound from Medical Plants.
International Journal Pharmaceutical Sciences Review amd Research. 18:
126-132.
Munson, J. W. 2010. Analisis Farmasi: Metode Modern. Airlangga University
Press, Surabaya.
Nurhasnawati, H., Rahmayulis & D. A. Azmi. 2014. Identifikasi Bahan Kimia
Obat Parasetamol pada Jamu Asam Urat yang Beredar di Kecamatan
Sungai Kunjang Samarinda. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014.
Preethi, J., B. Harita & T. Rajesh. 2017. Riview on Thin Layer Chromatography.
Journal Formulation Science & Bioavailability. 1: 1-4.
Rubiyanto, D. 2017. Teknik Dasar Kromatografi. Deepublish, Yogyakarta.
Rusnaeni, D. I. Sinaga, F. Lanuru, I. M. Payugallo, I. I. Ulfiani. 2016. Identifikasi
Asam Mefenamat dalam Jamu Rematik yang Beredar di Distrik Heram
Kota Jayapura, Papua. Pharmacy. 13: 84-91.
Sudjaji. 1988. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Zlatkis, A. & R. E. Kaiser. 1977. High Performance Thin Layer Chromatography.
Elsevier Scientific Publishing Company, Bad Durkheim.
PERCOBAAN III
PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DENGAN METODE TITRASI
ASAM BASA
I. Tujuan
1. Memahami prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam basa
2. Menetapkan kadar asam benzoat

II. Dasar Teori


Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkametri adalah salah satu
dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis
titrimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi bebas basa, atau basa
yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah,
dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam bebas atau asam
yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan
suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawa
ion hidrogen dan ion hidriksida untuk membentuk air (Basset, J, 1994).
Terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan
dengan asidi alkalimetri. Jika HA menyatakan asam yang akan ditetapkan
dan BOH basanya, reaksinya adalah
HA + OH- A- + H2O
BOH + H30+ B+ + H2O
Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat, seperti natrium
hidroksida dan asam klorida (Gandjar & Abdul, 2009).
Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan
pada basa lemah atau asam lemah maka nilai pH akan meningkat secara
drastis di sekitar 1 unit pH, dibawah atau diatas nilai pKa. Sering kali
pelarut organik yang dapat campur dengan air, seperti etanol ditambahkan
untuk analit sebelum dilakukan titrasi. Dalam kasus asam benzoat, indikator
yang digunakan dibatasi hanya indikator yang terletak pada titik infeksi
pada kurva titrasi. Dengan demikian PP merupakan indikator yang sesuai,
sementara metil orange tidak sesuai (Gandjar & Abdul, 2009).
Larutan asam benzoat hasil ekstraksi dipipet sebanyak 10,0 ml
dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250
ml. Larutan tersebut ditambah 2-3 tetes indikator PP dan selanjutnya
dititrasi dengan larutan NaOH yang telah dibakukan dengan larutan asam
oksalat sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda
yang stabil selama 15 detik. Volume larutan NaOH yang digunakan dicatat.
Pengulangan titrasi dilakukan masing-masing 3 kali (Siaka, 2009).
Indikator adalah zat yang digunakan untuk menemukan titik akhir
dalam proses titrasi, misalnya fenolftalein, metilen biru, metil orange dan
lain-lain adalah indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa. Indikator
diklasifikasikan sebagai indikator eksternal dan indikator internal. Indikator
tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai indikator redoks yang
digunakan dalam titrasi redoks, indikator pencetus/indikator adsorpsi yang
digunakan dalam titrasi kompleksasi dan indikator dasar atau PH asam
(Khan & Farooqui, 2011).
Untuk meghitung kadar suatu senyawa yang ditetapkan secara
volumetri dapat menggunakan rumus-rumus umum berikut :
1. Jika sampelnya padat (sampel ditara dengan menggunakan timbangan
analitik) maka rumus untuk menghitung kadar adalah sebagai berikut :
V titran x N titran x BE
Kadar (% b/b) = x 100%
Berat Sampel (mg)
2. Jika sampelnya cair (sampel diambil secara kuantitatif misalnya dengan
menggunakan pipet volume) maka rumus untuk menghitung kadar
adalah sebagai berikut :
V titran x N titran x BE
Kadar (% b/v) = x 100%
ml sampel x 1000
Prinsip Reaksi
1. Reaksi asam benzoat dengan NaOH
COOH + NaOH COONa + H2O

(asam benzoat) (Na Benzoat)


III. Alat dan Bahan

A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah buret dan
statif, erlenmeyer 250 ml, pipet volume 10 ml, propipet, pipet tetes,
corong kaca, gelas beaker 100 ml, labu ukur 25 ml, sendok tanduk, kaca
arloji.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah asam
oksalat, asam benzoat, aquades, etanol, larutan NaOH 0,1 N, Indikator
PP 1 %.
IV. Cara Kerja

A. Pembuatan larutan baku primer


1. 100 mg asam oksalat ditimbang dengan seksama
2. Diencerkan sampai 25 ml dengan aquades
B. Standarisasi larutan baku sekunder NaOH
1. 10 ml asam oksalat didalam erlenmeyer ditambahkan 3 tetes
indikator PP
2. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
3. Dicatat volume yang digunakan
4. Direplikasi 2 kali

C. Penetapan Kadar Asam Benzoat dengan Larutan NaOH


1. 5 ml asam benzoat didalam erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indicator
PP
2. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
3. Dicatat volume NaOH yang digunakan
4. Direplikasi 2 kali

V. HASIL

5.1 Standarisasi Larutan Baku Sekunder NaOH

No Perlakuan Hasil Gambar


.

1. Replikasi pertama, Larutan berubah


10 ml warna dari bening
asamoksalatdititrasi menjadi merah
denganlarutan jambu dengan
NaOH 0,1 N volume 8 ml
sebanyak 10,8 ml

2. Replikasi kedua, 10 Larutan berubah


ml warna dari bening
asamoksalatdititrasi menjadi pink
denganlarutan pekat dengan
NaOH 0,1 N volume 11,5 ml
sebanyak 10,8 ml

5.2 Penetapan Kadar Asam Benzoat

No Perlakuan Hasil Gambar


.

1. Replikasi pertama, 5 ml Terjadi


asambenzoatdititrasidenganlarutan perubahan
NaOH 0,1 N sebanyak 9,8 ml penambahan 1
ml NaOH,
warna awal
bening lalu
berubah
menjadi pink

2. Replikasi kedua, 5 ml Terjadi


asambenzoatdititrasidenganlarutan perubahan
NaOH 0,1 N sebanyak 10 ml warna dengan
penambahan 1
ml NaOH warna
awal bening lalu
berubah
menjadi pink
pekat

VI. PERHITUNGAN

6.1 Penentuan Konsentrai Asam Oksalat

massa 1000
N= x x valensi(n)
BE V aquadest

0,1 g 1000
= x x2
126,01 25 ml

= 0,063 N

6.2 Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat

Replikasi 1

VNaOH x NNaOH = VAs. Oksalat x NAs. Oksalat

8 NNaOH = 10 Ml x 0,063 N

NNaOH = 10 x 0,063 N

NNaOH = 0,018 N

Replikasi 2

VNaOH x NNaOH = VAs. Oksalat x NAs. Oksalat

NNaOH = 10 ml x 0,063 N

NNaOH = 10 x 0,063 N

Rata-rata NNaOH(x̄) = NNaOH 1 + NNaOH 2

2
= 0,078 + 0,054

= 0,066 N

6.3 Penetapan Kadar Asam Benzoat dengan Larutan NaOH

Replikasi 1

%b/v = Vtitran x Ntitran x BE x 100%

Vsampel x 1000

= ……...%

Replikasi 1

%b/v = Vtitran x Ntitran x BE x 100%

Vsampel x 1000

= 5 ml x 0,018 x 122 x 100 %

1 ml x 1000 ml

= 0.003 %

Rata-rata NNaOH(x̄) = %b/v1 + %b/v2

= %b/v1 + %b/v2
2

= 0,047 + 0,003

= 0,025 %

6.4 Standar Deviasi dan %RSD

( x̄−% b/v 1 )2+( x̄−% b/v 2 )2


Standar deviasi =
√ Jumlah replikasi−1

=
( x̄−% b/v 1 )2+( x̄−% b/v 2 )2 … … … … … … … … … … … … … …
√ Jumlah replikasi−1 2−1

( 0,025 ) −( 0,047 ) 2+(0,025−0,003)2

√ …………
2−1
1
… … … … … … … … … … ..

√ √
= … … … (−0,022 ) 2+( 0,022)2 … … … … … … … ..
1

= 0,00048+0,00048

= √ 0,00095

= SD = 0,030

%RSD = SD x 100 %

Rata - rata

= 0,030 x 100 %

0,025

= 1,239 %
VII. PEMBAHASAN

Titrasi adalah asam basa adalah penetuan konsentrasi asam atau basa
dengan menetralkan asam atau basa dengan menggunakan indikator (Ahmad et
al., 2015). Prinsip titrasi asam basa adalah reaksi netralisasi, dimana asidimetri
merupakan penetapan kadar senyawa- senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan larutan larutan baku asam, dan alkalimetri penetapan kadar
senyawa-senyawa yang ersifat basa dengan menggunakan larutan baku basa
(Gandjar & Rohman, 2017). Titik ekivalen adalah titik pada proses totrasi ketika
kedua pereaksi asam dan basa tepat habis bereaksi.
VIII. Kesimpulan dan Saran

8.1 Kesimpulan

Kadar asam benzoat yang diperoleh percobaan ini replikasi I sebsar 0,078 n
% pada replikasi II sebsar 0,054 % sehingga rat-ratanya sebsar 0,066%.

8.2 Saran

Lebuh hati-hati lagi saat praktikum saat menggoyang erlenmeyer dengan


kecepatan josntan dan stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep Dasar Inti Edisi III. Erlangga, Jakarta.
Chaurasia, G. 2017. Effect of Acidic, Neutral and Basic pH On Solubility and
Partition-Coeffiecient of Benzoic Acid Between Water-Benzene System.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 8:
2637-2640.
Day, R. A& A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Dewi, D. C. 2012. Determinasi Kadar Logam Timbal (Pb) Dalam Makanan
Kaleng Menggunakan Destruksi Basah dan Destruksi Kering. 2: 12-25.
Depkes RI.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepartemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Erwin, M. A. Nur & A. S. Panggabean. 2015. Potensi pemanfaatan Ekstrak Kubis
Ungu (Brassica Oleracea L.) Sebagai Indikator Asam Basa Alami. Jurnal
kimia Mulawarman. 13: 15-18.
Fatimah, S., D. W. Astuti & N. P. A. Kurniasih. 2015. Analisis Natrium Benzoat
pada Saos di Yogyakarta. Journal of Health.2: 69-74.
Gandjar, I. G& A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gusena. 2013. Rancangan Bangun Pengendalian pH pada Inline Flash Mixing
Menggunakan Metode Neural Network Controller. Jurnal Teknik
ITS.2:1-2.
Huber, L. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories Second
Edition. Informa Healthcare USA, New York.
Indrawati, W., I. Mulyadi & A.R. Kusuma. 2016. Pengaruh pH Terhadap
Penyisihan Amoniak dan Sulfida Dalam Limbah Cair Industri Karet
Secara Ozonasi. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional. 1:419-437.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Masterton, W. L & C. N. Hurley. 2008. Chemistry: Principles and Reactions.
Cengage Learning, Boston.
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis & N.H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern. Erlangga, Jakarta.
Sastrohamidjojo, S. 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sawhney, S. S., M. S. Jassal & B. M. L. Bhatia.1995. A Text Book of Chemistry
Practicals Volume II.APH Publishing Corporation, New Delhi.
Sidiq, M. F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. 3: 25-
30.
Stefan, C. S., E. R. Chiriac, O. Dragostin, E. L. Lisa &M. Cioroi. 2017. Study of
Benzoic Acid Solubility in Imidazolium Formate as Pure Ionic Liquid
and Its Binary Aqueous Mixtures. Revista de Chimie.68: 2256-2260.
Snyder, L.R., J. J. Kirkland & J. W. Dolan. 2010. Introduction to Modern Liquid
Chromatography.John Wiley & Sons Inc, New Jersey.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. ITB, Bandung.
Widodo, D. S& R.A. Lusiana. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR THIAMIN HCL DENGAN METODE
ARGENTOMETRI

I. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip metode analisi argentometri dan
dapat menetapkan kadar Thiamin HCl secara argentometri.

II. Dasar Teori


Argentometri merupakan analisa volumetri yaitu metode pengendapan.
Analisa volumetri juga dikenal sebgai nitrimetri, dimana zat yang akan dianalisis
dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan
dari buret dalam bentuk larutan. Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi
dimana hasil reaksinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip
dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada
setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan
indicator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat
digunakan pada titrasi. Akan tetapi metode tua seperti penentuan Cl -, Br-, I-
dengan Ag(I) (disebut juga metode argentometri) adalah sangat penting. Alasan
utama kurang digunakannya metode tersebut adalah sulitnya memperoleh
indicator yang sesuai untuk menentukan titik akhir pengendapan. Kedua,
komposisi endapan tidak selalu diketahui (Khopkar, 2002).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogen dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan petak nitrat (AgNO3)
pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode
pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relative tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri
adalah :
AgNO3 + Cl  AgCl + NO3

42
Sebagai indicator dapat digunakan kalium kromat yang mengahasilkan warna
merah dengan adanya kelebihan ion Ag+.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode
Volhard, Metode K. Fajans dan metode leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida
danbromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indicator. Kerugian metode ini
untuk idodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan karena
endapan perak iodide atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat yang
menimbulkan titik akhir kacau, adanya ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat
juga akan mengendap, titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan
yang encer serta ion-ion yang diserap dari sampel dapat terjebak dan untuk
membebaskannya diperlukan penggojokan yang kuat mendekati titik akhir
titrasi.
2. Metode Volhard
Dalam metode ini perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana
asam dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat. Metode volhard dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide, dan iodide dalam
suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat
berlebih, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
dengan larutan baku tiosianat.
3. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indicator adsorbs yang mana pada titik
ekivalen, indicator terabsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan tetapi pada permukaan endapan.
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indicator
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Cara leibig hanya
mengahasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada

43
saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara leibig ini tidak dapat
dilakukan pada keadaan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk
kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan
sedikit larutan kalium iodide.
Dalam farmakope Indonesia titrasi argentometri digunakan untuk
penentuan kadar ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida,
klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya, natrium
klorida, natrium nitroprusida, sistein klorida dan tiamfenikol (Gandjar, 2007).

III. Alat dan Bahan


 Alat
Batang Pengaduk, Buret & statif, Gelas Beker, Kaca arloji, Pipet volume
100 ml, Pipet tetes, Propipet, Sendok tanduk

 Bahan
Aquades, AgNO3, Besi (III) ammonium sulfat, K2CrO, NaCl, NH4CNS,
Thiamin HCL

IV. Cara Kerja


 Standarisasi Larutan Baku Standar
- Masukkan HCl sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer
- Tambahkan K2CRO4 titrasi dengan AgNO3
- Amati hasil yang terjadi dan catat volume yang digunakan

 Standarisasi Larutan Baku Tersier NH4CNS


- Masukkan NH4CNS sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer
- Tambahkan K2CRO4 titrasi dengan AgNO3 lakukan pengulangan sebanyak
dua kali
- Amati hasil yang terjadi dan catat volume yang digunakan

44
 Penetapan Kadar Thiamin HCL
- Masukkan 30 mg Thiamin HCl kedalam Erlenmeyer
- Tambahkan aquades secukupnya, hingga larut
- Tambahkan 5 ml HNO3 dan indicator NH4Fe(SO4) sebanyak 1 ml
- Titrasi dengan NH4CNS lakukan pengulangan sebanyak dua kali
- Amati hasil yang didapat dan catat volume yang digunakan

45
V. HASIL
5.1 Standarisasi Larutan Baku Standar
No Perlakuan Reaksi Hasil Dokumentasi
Perubahan warna
larutan dari bening
1. Titrasi pertama 10 Ag+(aq) + Cl-
menjadi adanya
ml NaCl endapan berwarna
(aq) AgCl (s)
ditambahkan kuning
K2CrO4 sebanyak
2 tetes dan dititrasi
2Ag+(aq)
dengan AgNO3
+CrO42-(aq)
sebanyak 22,9 ml
Ag2CrO4(s)
Perubahan warna
dari bening
2. Titrasi kedua 10 Ag+(aq) + Cl-
menjadi adanya
ml (aq) endapan berwarna
NaClditambahkan kuning
AgCl (s)
K2CrO4 sebanyak
2 tetes dan dititrasi
dengan AgNO3
2Ag+(aq)
sebanyak 24,5 ml
+CrO42-(aq)

Ag2CrO4(s)

5.2 Penetapan Kadar Thiamin HCl


No Perlakuan Reaksi Hasil Dokumentasi

Titrasi pertama 30 Ag+(aq) + Cl-

46
1. mg thiamin HCl (aq)

dilarutkan dengan
AgCl (s)
10 ml aquades,
ditambahkan
K2CrO4 sebanyak 2
2Ag+(aq)
tetes dan dititrasi
+CrO42-(aq)
dengan AgNO3
sebanyak 19,3 ml Ag2CrO4(s))

2. Titrasi pertama 30 Ag+(aq) + Cl-


mg thiamin HCl (aq)

dilarutkan dengan
AgCl (s)
10 ml aquades,
ditambahkan
+
K2CrO4 sebanyak 2 2Ag (aq)
tetes dan dititrasi +CrO42-(aq)

dengan AgNO3 Ag2CrO4(s)


sebanyak 3,0 ml

VI. PERHITUNGAN
6.1 Pembuatan Larutan Baku Standar

47
No Volume NaCl Volume AgNO3
.

…………ml
1. 10 ml

……………..ml
2. 10 ml

Rata-rata 10 ml Rata-rata…….ml

6.2 Penetapan Kadar Thiamin HCl

No Massa Thiamin HCl Volume AgNO3


.

1. 30 ml ……ml

2. 30 ml …….ml

Rata-rata 30 ml Rata-rata ….. ml

6.3 Penentuan Normalitas NaCl


massa 1000
N= x x Valensi
BM V
… … .. 1000
N= x x 1
…………… ……………
N = ………………. N

6.4 Pembakuan Larutan AgNO3 dengan NaCl


Replikasi 1

48
N1AgNO3 x V1AgNO3 = N2NaCl x V2NaCl
N1AgNO3 x …ml = …. N x … ml
N1AgNO3 = …. N x …..ml = ….. N
….. ml
Replikasi 2
N1AgNO3 x V1AgNO3 = N2NaCl x V2NaCl
N1AgNO3 x …. ml = ….. N x ….. ml
N1AgNO3 = ….. N x …. ml = …. N
….. ml
N 1+ N 2 … … N +… . ….. N
X= = = ….. N
2 2
6.5 Penetapan Kadar Thiamin HCl dengan AgNO3
Kadar I = V1AgNO3 − Vblanko x NAgNO3 x 35,45 x 1000
ml sampel
= …… ml − ……. x 35,45 x 1000
10
= ….. ppm
Kadar II = V2AgNO3 − Vblanko x NAgNO3 x 35,45 x 1000
ml sampel
= ….. ml − ……. x 35,45 x 1000
10
= ……. ppm
Kadar I + Kadar II … … . ppm+… … … ppm
X=
2
= 2
=………. ppm

Kadar Rata−rata
Kadar Sebenarnya = x V Thiamin HCl
1000
……………….
= x ……
1000
= ……. mg/…. ml

49
Kadar Sebenarnya x Berat Tablet
Kadar Zat Aktif per Tablet=
Berat Sampel
… … . x … … … ..
=
…….
= …… mg

Kadar Zat Aktif per Tablet


% Kadar b/bThiamin HCl = x 100%
Kadar Zat Aktif dalam Kemasan
… … ..
= x 100%
… … … … … ..

= ……………..%

50
VII. PEMBAHASAN

51
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan

8.2 Saran

52
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, O & M. T. Mashuri. 2016. Perancangan dan Uji Kualitas Alat Destilasi
Sederhana sebagai Langkah Kreatif Mewujudkan Kemandirian Laboratorium.
Al Ulum Sains dam Teknologi. 1: 132-135.
Day, R. A. & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta.
Nakiboglu, N & C. Nakiboglu. 2016. An Investigation of Universty Chemistry
Students’ Understanding of Precipitation Titrations and Related Concepts
Thorough Vee-diagrams. The Eurasia Proceedings of Educational & Social
Sciences. 4: 564-567.
Sari, N. P. Y. P., I. M. O. A. Prawatha & I. A. M. Parthasutema. 2014. Pengaruh Ion
Tiosulfat terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode Argentometri.
Chemistry Laboratory. 1: 83-91.
Singh, A & R. Duggal. 2016. Ion Analysis of Groundwater of Some Rural Pockets of
Barmer (Rajasthan), India. International Journal of Research Science &
Management. 3: 10-14.

53
PERCOBAAN V

TITRASI REDOKS
(PENETAPAN KADAR ANTALGIN DENGAN METODE TITRASI IODO-
IODIMETRI)

I. TUJUAN
1. Memahami prinsip-prinsip metode penetapan kadar secara iodo-iodimetri
2. Menetapkan kadar Antalgin dengan metode iodo-iodimetri.

II. DASAR TEORI


Titrasi redoks adalah titrasi antara analit dan titran yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi. stilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana
terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap
penurunan bilangan oksidasi.. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang
terkandung mengalami penurunan bilanan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Titrasi yang Melibatkan Iodium
Titrasi yang melbatkan iodium dapat dilakkan dengan dua cara yaitu titrasi
langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri). Prinsip dari
iodi/iodometri adalah reaksi reduksi oksidasi. Reaksi-reaksi yang terjadi
meliputi perubahan bilangan oksidasi atau perpindahan elektron-elektron dari
zat-zat yang bereaksi
a. Titrasi langsung (Iodimetri)
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang
potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat
tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan
menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut
iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-
reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya
Reduktor + I2 → 2I-

54
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. DDeteksi titik akhir pada iodimetri
ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir. Dalam Farmakope
Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar : asam
askorbat; natrium askorbat; metampiron; dan natrium tiosulfat.
b. Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-
iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O.
Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-
mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi
dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya :    
oksidator + KI      → I2
 I2 + 2 Na2S2O3   → 2NaI + Na2S4O6
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH
larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan
hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat. Sehingga apabila ini terjadi maka potensial
oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi
tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-)  sehingga menyulitkan
perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu,
pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
III. ALAT DAN BAHAN

55
A. Alat
Alat alat yang digunkn pada praktikum kali ini adalah batang pengaduk,
buret, corong kaca, erlenmeyer 250 mL, gelas beaker 250 mL, gelas ukur 10
mL, kaca arloji, pipet tetes, pipet ukur 10 mL, pro pipet, sendok tanduk.

B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, kalium iodat , kertas
saring, larutan asam klorida 0,2 N, larutan asam sulfat 2 N, larutan iodium,
larutan kalium iodide 10%, larutan natrium tiosulfat, pati, sampel antalgin

IV. CARA KERJA


 Pembuatan indikator amilum
1. Didihkan 200 m aquades dalam gelas beaker
2. Haluskan amilum kemudian masukkan ke dalam air menidih, kemudian
di aduk dan disaring setelah dingin.
 Pembuatan larutan Baku Primer KIO3 0,1 N
1. Timbang kalium iodidat sebanyak 891,67 mg kemudian.
2. Larutkan dengan aquades dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml
kemudian tambahkan aquades sampai tanda batas.
3. Kocok hingga homogen.
 Pembuatan larutan Baku Sekunder Na2S2O3 denagn larutan KIO3
1. Masukkan 10 mL KIO3 ke dalam labu Erlenmeyer dan tambahkan 10
mL KI 10 %.
2. Tambahkan 5 mL H2SO4 2N ke dalam labu Erlenmeyer.
3. Titasi dengan Na2S2O3 hingga warnanya berubah menjadi kuning pucat.
4. Tambahkan indicator sebanyak 2 mL.
5. Titrasi hingga warna biru hilang.
6. Catat volume titik akhir titrasi. Lakukan replikasi 2 kali.
 Pembakuan Larutan Baku Tersier Iodium dengan Larutan Na2S2O3
1. Masukkan 10 mL larutan iodium ke dalam labu Erlenmeyer.

56
2. Tambahkan 100 mL aquades dan kocok hingga homogen.
3. Titrasi dengan Na2S2O3 hingga warnanya menjadi kuning pucat.
4. Tambahkan 2 mL indicator dan titrasi kembali hingga warna birunya
hilang.
5. Catat volume akhir titrasi. Lakukan 2 kali replikasi
 Penetapan Kadar tablet Antalgin Secara Iodimetri
1. Masukkan 500mg serbuk dalam labu Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 5 mL aquades.
3. Tambahkan 5 mL asam klorida 0,01 N ke dalam labu Erlenmeyer.
4. Titras dengan larutan iodium hingga terjadi perubahan warna dari biru
ke bening.
5. Catat volume akhir titrasi. Lakukan 2 kali replikasi.

V. HASIL

57
5.1 Pembuatan Larutan Baku Sekunder Na2SO3 dengan Larutan KIO3

Sebelum Titrasi Sesudah Titrasi Titrasi Akhir

58
5.2 Pembuatan Larutan Baku Iodium dengan Larutan Na2S2O3

Sebelum Titrasi Sesudah Titrasi Titrasi Akhir

5.3 Penetapan kadar tablet antalgin secara iodimetri

Sebelum Titrasi Sesudah Titrasi Titrasi Akhir

59
VI. PERHITUNGAN

6.1 Massa KIO3 yang digunakandengannormalitas 0,1 N

N = massa x 1000 x valensi

Mr V

………. N = massa x 1000 x ……

…. …..

………. N = massa x ….. x …..

…….

massa = …… x ………. = ……. gram

……………

6.2 Pembakuan Larutan Baku Sekunder Na2S2O3 dengan KIO3

 Replikasi 1
N1 x V1 = N2 x V2
….. x …….. mL = N2 x ………mL
N2 = ………. x …….

…………….

N2 = ………….. N

 Replikasi 2
N1 x V1 = N2 x V2
……….. x ……….. mL = N2 x ……… mL
N2 = ………. x …………

…………….

N2 = ……….. N

 xNiodium = …. N + …….. N = …….. N


…….

60
6.3 PembakuanLarutan Baku Tersier Iodium dengan Na2S2O3

 Replikasi 1
N1 x V1 = N2 x V2
…….. x ………. mL = N2 x …… mL
N2 = …….. x ………

…….

N2 = ……….. N

 Replikasi 2
N1 x V1 = N2 x V2
……. x ……… mL = N2 x ……….mL
N2 = ……. x ……..

………..

N2 = ………… N

 xNiodium = ……… N + ……….. N = ……… N


2

6.4 Penetapan Kadar AntalgindenganLarutanIodium

 % b/bI = Viodium x Niodium x BE antalgin x 100%


Bobot antalgin

= ….. x ……. x …….. x 100%

…….. mg

= ……. x 100%

…….

= ………….%

 % b/bII = Viodium x Niodium x BE antalgin x 100%


Bobot antalgin

= …… x ………. x ……….. x 100%

61
…….. mg

= ……. x 100%

……….

= ………..%

 x% b/b = %b/bI + %b/bII


2
= ……..% + ………%

……..

= …………%

8.5 Standar Deviasi

SD = √ ∑ (x−¿ x )¿ 2

n-1

= √ (… …−… … .)2 + (… … ..−… … … .)2

2-1
= √………… + ……………
= √…………..
= ……………

8.6 Standar Deviasi Relatif (RSD)

RSD = SD x 100%

= …………… x 100%

………….

= ……..%

8.7 Persen Recovery

% Recovery = x x 100%

62
……..

= …………. x 100%

100

= ……..%

VII. PEMBAHASAN

63
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

64
8.1 Kesimpulan

8.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R. C. Denney, G.H & J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia: Analisa
Kuantitatif Anorganik. EGC, Jakarta.
Brady, J.E & Humiston. 1999. General Chemistry Principle and Structure. John
Willey & Sons,Inc, New York.
Cairns, D. 2004.Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC,
Jakarta.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep Dasar Inti Edisi III. Erlangga, Jakarta.

65
Day, R. A & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepartemenKesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Filayati, M. R & Rusmini. 2012. Pengaruh Massa Bentonit Teraktivasi
H2SO4terhadap Daya Adsorpsi Iodium. UNESA. J. Chem. 1: 59-67.
Gandjar, I. G & A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Meile, K., A. Zhurinsh, L. Briede & A. Viksna. 2018. Investigation of the Sugar
Content in Wood Hydrolysated with Iodometric Titration and UPLC-ELSD.
Agromony Research. 16: 1-9.
McEvoy, G. K. 2002. American Hospital Formulary Service Drug Information.
American Society of Health- System Pharmacists Inc., Bethesda.
Novitriani, K & D. Sucianawati. 2014. Analisa Kadar Iodium pada Telur Asin.
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 12: 236-241.
Petrucci, R. H. 1993. Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Pursitasari, I. D. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem Solving.
Alfabeta, Bandung.
Rahmawati, S & B.Bundjali. 2012. Kinetics of the Oxidation of Vitamin C. Jurnal
Indo J. Chem.12: 291-296.
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Salim, E., C. Fatimah & D. Y. Fani. 2017. Analgetic Activity of Cep-cepan
(Saurauia cauliflora DC.) Leaves Extract. Jurnal Natural. 17: 31-38.
Samsuar, F. Mariana & M. Setyowati. 2017. Analisis Kadar Klorin (Cl2) Sebagai
Pemutih pada Rumput Laut (Eucheuma cottonii) yang Beredar di Lampung.
Jurnal Farmasi Lampung. 6: 13-22.
Sari, B. L., N. Susanti & Sutanto. 2015. Skrining Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Fraksi Etanol Alga Merah Eucheuma spinosum. Journal
Pharmaceutical Sciences Research. 2:59-67.
Sastrohamidjojo, S. 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. ITB, Bandung.

66

Anda mungkin juga menyukai