PERBANDINGAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DENGAN
MAHKAMAH KONSTITUSI DI JERMAN
Mahkamah Konstitusi RI Mahkamah Konstitusi di Jerman
Pembagian Mahkamah Konstitusi Republik Mahkamah Konstitusi Republik
Penanganan Indonesia tidak mengenal pembagian Federal Jerman mengenal pembagian Perkara judicial kewenangan penanganan perkara kewenangan penanganan perkara review judicial review sebab MK di judicial review yakni melalui Senat Indonesia hanya mengenal Pengujian Pertama dan Senat Kedua. Dalam Undang-Undang terhadap Undang- Pasal 14 ayat (1) Mahkamah Undang Dasar dalam UUD 1945 Konstitusi Republik Federal Jerman, Pasal 24C ayat (1) dan dalam UU Senat Pertama terkonsentrasi dalam No. 24 Tahun 2003 Tentang pengujian UU Negara Bagian/Federal Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat terhadap UUD Republik Federal (1) Jerman atau UU Negara Bagian terhadap UU Federal. Dalam Pasal 14 ayat (2) Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman, Senat Kedua terkonsentrasi dalam pengujian apakah suatu aturan Hukum Internasional Publik merupakan bagian dari hukum federal dan pengujian lain yang tidak ditugaskan pada Senat Pertama
Anggota Mahkarnah Konstitusi RI Anggota hakim dari Mahkamah
mempunyai 9 (sembilan) orang Konstitusi Federal Jerman dibagi anggota hakim konstitusi yang menjadi dua Senat dalam memutus ditetapkan dengan Keputusan judicial review sesuai kasus tertentu. Presiden. Susunan Mahkamah Delapan hakim ditunjuk untuk tiap Kontitusi terdiri atas seorang Ketua senat. Tiga dari delapan hakim merangkap anggota, seorang Wakil tersebut harus dipilih dari Mahkamah Ketua merangkap anggota, dan 7 Agung Jerman yang telah mengabdi (tujuh) orang anggota hakim selama minimal 3 tahun sesuai Pasal konstitusi. Ketua dan Wakil Ketua 2 Undang-Undang Mahkmaah dipilih dari dan oleh hakim konstitusi Konstitusi Federal Jerman untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun. Diatur dalam Pasal 4 UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Judicial Review Mahkamah Konstitusi Republik Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tidak mengenal pembagian Federal Jerman mengenal beberapa kewenangan penanganan perkara judicial review, yakni: (1) Pengujian judicial review sebab MK di formill maupun materiil suatu hukum Indonesia hanya mengenal Pengujian Federal atau Negara Bagian terhadap Undang-Undang terhadap Undang- Undang-Undang Dasar Republik Undang Dasar dalam UUD 1945 Federal Jerman atau suatu hukum Pasal 24C ayat (1) dan dalam UU Negara Bagian terhadap hukum No. 24 Tahun 2003 Tentang Federal atas permohonan Pemerintah Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat Federal, Pemerintah Negara Bagian, (1) Suatu Pengadilan, maupun Seperempat dari jumlah anggota Bundestag (Dewan Perwakilan Rakyat Federal Jerman). Suatu hukum di sini ada segala peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang Dasar. (2) Pengujian apakah suatu aturan Hukum Internasional Publik merupakan bagian dari hukum federal, (3) Pengujian penafsiran Undang- Undang Dasar dari 10 Pengadilan Konstitusional dari sebuah Negara Bagian yang bermaksud menyimpang dari putusan yang telah ada sebelumnya, (4) Pengujian permohonan constitutional complaint dari seseorang yang menggugat suatu putusan atau suatu hukum. Suatu hukum di sini ada segala peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang Dasar.
Tugas dan Mengenai tugas dan wewenang
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 Wewenang Mahkamah Konstitusi Jerman dapat menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilihat sebagai berikut: (1) Penafsiran dilakukan oleh sebuah Mahkamah mengenai hak dan kewajiban lembaga Agung dan badan peradilan yang negara yang diatur oleh konstitusi dan berada di bawahnya dalam tata tertib lembaga negara tersebut. lingkungan peradilan umum, (2) Perbedaan pendapat baik secara lingkungan peradilan agama, formil maupun materil kesesuaian lingkungan peradilan militer, antara peraturan hukum federal atau lingkungan peradilan tata usaha peraturan hukum negara bagian negara, dan oleh sebuah Mahkamah dengan konstitusi atau kesesuaian Konstitusi. Berdasarkan ketentuan antara peraturan hukum negara tersebut, Mahkamah Konstitusi bagian dan peraturan hukum negara merupakan salah satu pelaku federal atas permohonan dari pemerintah negara federal, kekuasaan kehakiman selain pemerintah negara bagian atau 1/3 Mahkamah Agung. Kekuasaan anggota parlemen. (3) Perbedaan kehakiman merupakan kekuasaan pandapat mengenai hak dan yang merdeka untuk kewajiban dari negara federal dan menyelenggarakan peradilan guna negara bagian dalam hal pelaksanaan menegakkan hukum dan keadilan. peraturan hukum negara federal oleh Dengan demikian, Mahkamah negara bagian dan pelaksanaan Konstitusi adalah suatu lembaga kebijakan negara federal. (4) peradilan, sebagai cabang kekuasaan Perselisihan masalah publik antara yudikatif, yang mengadili perkara- negara federal dengan negara bagian, perkara tertentu yang menjadi antar negara bagian atau di dalam kewenangannya berdasarkan satu negara bagian itu sendiri ketentuan UUD 1945. sepanjang tidak ada upaya hukum lain Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD yang dapat ditempuh. Perselisihan 1945 yang ditegaskan kembali dalam masalah publik antara lain; pertama, Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai setiap orang dapat mengajukan dengan d UU 24/2003, kewenangan permohonan berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi adalah pelanggaran hak asasinya (pemilu, menguji undang-undang terhadap hak, dan kewajiban warga negara, UUD 1945; memutus sengketa keanggotaan dalam parlemen, kewenangan lembaga negara yang peradilan, perkara di pengadilan dan kewenangannya diberikan oleh UUD penangkapan) oleh pejabat publik; 1945; memutus pembubaran partai kedua, keberatan konstitusi politik; dan memutus perselisihan pemerintah daerah atau gabungan tentang hasil pemilihan umum. pemerintahan daerah sehubungan Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat dengan pelanggaran haknya untuk (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C mengatur dirinya dalam undang- ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan undang negara bagian yang tidak lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU diajukan pada pengadilan konstitusi 24/2003, kewajiban Mahkamah negara bagian. (5) Semua hal yang Konstitusi adalah memberikan berkaitan dengan konstitusi. keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.