Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PANCASILA

MENGAPA PANCASILA MENJADI DASAR NILAI


PENGEMBANGAN ILMU
KELOMPOK 7

Disusun oleh :
1. Ade Nokia Rechita vebriany 10620002
2. Aladhim Wahyu Pangestu 10620004
3. Alanjung Herfian 10620005
4. Andika Zakaria 10620007
5. Andre Geromiko Himang 10620008
6. Anisatul Aini 10620009
7. Fransiska Paula Piko 10620031
8. Hilmy Kiemas Yahya 10620036
9. Magdalena De Anceyeta Baria 10620047
10. Moh. Mirza Nur Rahman 10620052
11. Sebastiani Alichia Gedu 10620069
12. Thanti Kristifora Masela 10620075
13. Tio Dary 10620077

PROGRAM STUDI S1 KEOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
ISTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

BAB I .................................................................................................................................. ii

A. PENDAHULUAN .................................................................................................. ii

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. ii

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. iii

1.3 Tujuan ............................................................................................................... iii

BAB II................................................................................................................................. iv

B. PEMBAHASAN ..................................................................................................... iv

2.1 Konsep pancasila Sebagai Sistem Etika ........................................................... iv

2.2 Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika ........................................................... viii

2.3 Alasan Diperlukan Pancasila Sebagai Sistem Etika ......................................... xi

2.4 Historis, Sistologi, dan Politis Tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika ......... xiii

2.5 Esensi Pancasila Sebagai Sistem Etika ............................................................. xx

BAB III ............................................................................................................................... xxi

C. PENUTUP............................................................................................................... xxi

3.1 Kesimpulan dan Saran ...................................................................................... xxi

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... xxii


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Hubungan Pengaruh Pancasila Sebagai
Dasar Nilai Pengembangan Ilmu” secara spesifik.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis
pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
BAB I

A. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang perlu
masa zaman dahulu terkait sejarah indonesia sebelum proses dan setelah perumusan pancasila
sebagai dasar negara. Hal ini berkaitan dengan perjuangan kerajaan dalam mempertahankan
ekstitensi bangsa indonesia. Adapun kerajaan dan masa kebangkitan seperti kerajaan kutai,
sriwijaya, majapahit, dan masa kebangkitan indonesia.1 Pancasila juga merupakan sebagai dasar
Negara bangsa Indonesia hingga sekarang telah mengalami perjalanan waktu yang tidak
sebentar, dalam rentang waktu tersebut banyak hal atau peristiwayang terjadi menemani
perjalanan Pancasila, sehingga berdirilah pancasila seperti sekarang ini didepan semua bangsa
Indonesia. Mulai peristiwa pertama saat pancasila dicetuskan sudah menuai banyak konflik
diinternal para pencetusnya hingga sekarang pun di era reformasi dan globalisasi Pancasilamasih
hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan terutama kalangan Politikdan
mahasiswa.

Kebanyakan dari para pihak yang memperbincangkan masalah Pancasilaadalah mengenai


awal dicetuskan nya Pancasila tentang sila pertama. Memang dari sejarahawal perkembangan
bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa komponen masyarakatnyaterbentuk dari dua kelompok
besar yaitu kelompok agamais dalam hal ini didominasi oleh kelompok agama Islam dan yang
kedua adalah kelompok Nasionalis. Kedua kelompok tersebut berperan besar dalam pembuatan
rancangan dasar Negara kita tercinta ini. Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan
pancasila sebagai dasar Negara ini dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke
jaman, agar kitasenantiasa tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasar
Negara, dan juga dapat digunakan untuk rnenjadi penengah bagi pihak yang sedang berbeda
pendapat tentangdasar Negara supaya ke depan kita tetap seperti semboyan kita yaitu "Bhinneka
Tunggal Ika". Terutama hal tersebut dalam penerapan nya dalam kehidupan kita, Termasuk di
lingkungan sekitar kita.

Konsep Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pernah dikemukakan oleh Prof.
Notonagoro, anggota senat Universitas Gadjah Mada sebagaimana dikutip oleh Prof. Koesnadi
Hardjasoemantri, yang mengatakan bahwa pancasila merupakan pegangan dan pedoman dalam
usaha ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sebagai asas dan pendirian hidup, sebagai suatu
pangkal sudur pandangan dari subjek ilmu pengetahuan dan juga menjadi objek ilmu
pengetahuan atau hal yang diselidiki.

Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, artinya kelima pancasila merupakan
pegangan dan pedoman dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa
teminologi yang dikemukakan para pakar untuk menggambarkan peran pancasila sebagai
rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja nilai-nilai pancasila dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan?


2. Jelaskan nilai-nilai pancasila dan perkembangan ilmu?

1.3 TUJUAN

1. Agar mengetahui nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila.


2. Mahasiswa mampu mengetahui Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
3. Untuk mengetahui perkembangan ilmu dalam dasar nilai Pancasila
BAB II

B. PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai sistem etika merupakan jalan hidup bangsa indonesia dan juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada
setiap warga Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku.

Konsep Pancasila Sebagai Sistem Etika

1. Pengertian Etika

Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani, Ethos yang artinya tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara
etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau tentang adat
kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup
yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. dalam artian ini, etika sama maknanya
dengan moral. Etika dalam arti yang luas adalah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan
buruk. Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan
norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika.

Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggungjawab dengan berbagai ajaran
moral. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Etika Umum, mempertanyakan prisip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan


manusia.
b. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubuhngannya
dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika indivial) maupun
makhluk sosial (etika sosial).

Etika selalu terkait dengan masalah nilai, sehingga perbincangan tentang etika pada umumnya
membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Kondisi menerangkan bahwa nilai
merupakan kualitas yang tidak real, karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, nilai
membutuhkan pengemban untuk berada. Misalnya, nilai kejujuran melekat pada sikap dan
kepribadian seseorang. Istilah nilai mengandung penggunaan yang kompleks dan bervariasi.
Lacey menjelaskan bahwa paling tidak ada enam pengertian nilai dalam penggunaan secara
umum, yaitu :

a. Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.

b. Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna, atau pemenuhan
karakter untuk kehidupan seseorang.

c. Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai


pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.

d. Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik diantara
berbagai kemungkinan tindakan.

e. Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah
laku bagi dirinya dan orang lain.

f. Suatu “objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus
membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek nilai mencakup
karya sei, teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya, tradisi, lembaga, orang lain, dan
alam itu sendiri.

Dengan demikian, nilai sebagaimana pengertian butir kelima, yaitu sebagai standra
fundamental yang menjadi pegangan bagi seeseorang dalam bertindak, merupakan kriteria yang
penting untuk mengukur karakter seseorang. Nilai sebagai standar fundamental ini pula yang
diterapkan seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain sehingga perbuatannya dapat
dikategorikan etis atau tidak.
Namun dalam bahasa, pergaulan orang sering kali mencampuradukkan istilah etika dan
etiket, padahal keduanya mengandung perbedaan makna yang hakiki. Etika berarti moral,
sedangkan etiket lebih mengacu pada pengertian sopan santu, adat istiadat. Jika dilihat dari asal
usul katanya, etika berasal dari kata “ethos”, sedangkan etiket berasal dari kata “atiquette”.
Keduanya memang mengatur perilaku manusia secara normative, tetapi etika lebih mengacu ke
filsafat moral yang merupakan kajian kritis tentang baik dan buruk. Sedangkan etiket mengacu
kepada cara yang tepat yang diharapkan, serta ditentukan dalam suatu komunitas tertntu. Contoh,
mencuri merupakan pelanggaran moral, tidak penting apakah dia mencuri dengan tangan lanan
atau tangan kiri. Etiket, misalnya terkait dengan tata cara berperilaku dalam pergaulan, seperti
makan dengan tangan kanan dianggap lebih sopan atau beretiket.

3. Aliran-Aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi :

a. Etika Keutamaan (Etika Kebajikan)

Etika keutamaan adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari
tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya
kepada keberadaan manusia, lebih menekankan pada “saya harus menjadi orang yang
bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatriya,
belas kasih, terus terang, bersahabt, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar,
suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, bersahaja, disiplin, mandiri,
bijaksana, peduli, dan toleransi.

b. Etika Teleologis

Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban.
Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas moral yang tertinggi, akan
tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secra moral
sebagai tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan
dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika
teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu tindakan
dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan. Aliran-aliran etika teleologis, meliputi
eudaemosisme, hedonisme, utilitarianisme.

c. Etika Deontologis

Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai
hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.

3. Etika Pancasila

Etika Pancasila adalah cabang filasat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia di Indonesia dalam
semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas
yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang
dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia
menjadi manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar
sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta
tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi berupa sikap mengghargai orang lain, mau
mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan
mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan
orang lain. Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan.

Meskipun corak deontologist dan teleologis termuat pula didalmnya, namun erika
keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu :

a. Kebijaksanaan, artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh


kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal-rasa-kehendak yang berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dalam memelihara nilai-nilai hidup
kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religious.

b. Kesederhanaan, artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam
hal kenikmatan.
c. Keteguhan, artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal
menghindari penderitaan.

d. Keadilan, artinya memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dn manusia
lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya.

4. Pengertian Nilai

Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu
objeknya. Dengan demikian, nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik
kenyataan-kenyatan lainnya.

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu


dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah
suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau
tidak bai, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan uunsur indrawi manusia
sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa, dan kepercayaan.

Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin, dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem
merupakan salah satu wujud kebudayaan disamping sistem sosial dan karya. Oleh karena itu,
Alport mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam
macam, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik, dan nilai religi.

5. Hierarkhi Nilai

Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu masyarakat
terhadap suatu objek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah
material. Max Scheley menyatakan bahwa nilai-nilai yang tidak sama tingginya dan luhurnya.
Menurutnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu :

a. Nilai kenikmatan, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang


memunculkan rasa senang, menderita, atau tidak enak.
b. Nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan, yakni jasmani, kesehatan
serta kesejahteraan umum.

c. Nilai kejiwaan, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan,


dan pengetahuan murni.

d. Nilai kerohanian, yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.

Sementara itu, Notonagoro membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagis jasmani manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mangadakan
suatu aktivitas atau kegiatan.

c. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang
dibedakan dalam empa tingkatan sebagai berikut :

1. Nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.

2. Nilai keindahan atau estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.

3. Nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak
manusia.

4. Nilai religius, yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.

Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria
sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh
karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai
manusia berada dalam hati nurani, kata hati, dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan
kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.

6. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku
dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan
norma yang berlaku dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika
sebaliknya yang terjadi, maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar,
baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang
mengikat kehidupan masyarakat,bangsa, dan negara.

7. Pengertian Norma

Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan


kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hububngan ideal yang seimbang, serasi dan
selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam
sekitarnya). Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral
dan religi. Norma merupakan suatu keasadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai
untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
dipatuhi karena adanya sanksi.

Hubungan nilai, norma, dan moral yaitu, keterkaitan nilai, norma, dan moral merupakan
suatu kenyatan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan
manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan
negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut diatas
maka nilai akan berguana menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya
dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan
norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat
ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika
kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam
pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
2.2 Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika

Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara yang di kenal juga sebagai negara
kepulauan yang memiliki 17 ribu pulau yang membuat Indonesia memiliki banyak sekali
keanekaragamanan. Mulai dari keanekaragaman ras, suku, bahasa daerah, agama dan
kebuadayaan. Maka dari itu, sangat mengherankan bagaimana bisa Indonesia yang begitu
beragamnya dapat bersatu menjadi satu negara. Faktor-faktor yang dapat membuat Indonesia
bersatu antara lain adalah rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan, kesamaan dalam
budaya, geografis, dan lain-lain. Maka dari itu, rakyat Indonesia memutuskan untuk merdeka
bersama karena suatu keinginan yang luhur bangsa Indonesia untuk membentuk negara
Indonesia yang berdaulat adil dan makmur.

Hal yang paling dasar dalam kemerdekaan Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila terlahir
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diperkenalkan pada tanggal 01 Juni 1945 oleh
Ir.Soekarno. Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yakni Panca artinya lima dan Sila artinya
dasar atau prinsip. Seperti yang kita tahu, Pancasila adalah dasar negara kita yang berisi lima
pedoman atau tingkah laku dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai pedoman bangsa
memiliki kedudukan tertinggi di Negara Indonesia.

Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa
Indonesia sebagai berikut :

Pertama,banyaknya kasus korupsiyang melanda negara Indonesia sehingga dapat


melemahkan sendi-sendikehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua,masih terjadinya aksi terorismeyang mengatasnamakan agama sehingga dapat


merusak semangat toleransidalam kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantakkan
semangatpersatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
Ketiga,masih terjadinyapelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
bernegara, seperti:kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan Yogyakarta, pada
2013 yang lalu.
Keempat,kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskinmasih menandai
kehidupan masyarakat Indonesia.
Kelima,ketidakadilan hukumyang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia, seperti
putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby. Kesemuanya itu
memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan kedudukan Pancasilasebagai sistem
etika karena dapat menjadi tuntunan atau sebagaiLeadingPrinciplebagi warga negara untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara
sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun,diperlukan kajian kritis-rasional
terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agartidak terjebak ke dalam pandangan yang
bersifat mitos. Misalnya, korupsiterjadi lantaran seorang pejabat diberi hadiah oleh seseorang
yang memerlukanbantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar. Si pejabat menerima
hadiahtanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah. Demikian pulahalnya dengan
masyarakat yang menerima sesuatu dalam konteks politiksehingga dapat dikategorikan sebagai
bentuk suap.Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem EtikaPancasila sebagai sistem etika
diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatursistem penyelenggaraan negara. Anda dapat
bayangkan apabila dalampenyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang
menjadiguidanceatau tuntunan bagi para penyelenggara negara, niscaya negara akanhancur.
Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukandalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagaiberikut.Pertama,korupsi akan
bersimaharajalela karena para penyelenggaranegara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam
menjalankan tugasnya. Parapenyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh
dan tidak,pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem etikaterkait
dengan pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk (bad).Archie BahmdalamAxiology of
Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakandua hal yang terpisah. Namun, baik dan
buruk itu eksis dalam kehidupanmanusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk
selalu muncul.
Urgensi Pancasila sebagai sistem etika antara lain ialah sebagai berikut ini :
1. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika sama halnya dengan menempatkan pancasila
sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil
setiap warga negara.
2. Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki
orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
3. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat
oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa
pancasila.
4. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang mempengaruhi
pemikiran warga negara.

2.3 Alasan Diperlakukan Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia, juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada
setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem
etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu
sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat
ilmiah-akademik yang memerlukan sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat
mewarnai setiap keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah yang
diambil tanpa pertimbangan moralitas, dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri
sehingga menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai (value –free). Anda sebagai mahasiswa
berkedudukan sebagai makhluk individu dan sosial sehingga setiap keputusan yang diambil tidak
hanya terkait dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi dalam kehidupan sosial dan
lingkungan. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance yang dapat
diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh
karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan
sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis.
Dengan demikian, mahasiswa dapat mengembangkan karakter yang Pancasilais melalui berbagai
sikap yang positif, seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan lainnya. Mahasiswa
sebagai insan akademis yang bermoral Pancasila juga harus terlibat dan berkontribusi langsung
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan sikap tanggung jawab warga
negara. Tanggung jawab yang penting berupa sikap menjunjung tinggi moralitas dan
menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penguasaan pengetahuan
tentang pengertian etika, aliran etika, dan pemahaman Pancasila sebagai sistem etika sehingga
mahasiswa memiliki keterampilan menganalisis persoalan-persoalan korupsi dan dekadensi
moral dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, dekadensi moral
yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga membahayakan
kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang
memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi
sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak
sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-
contoh dekadensi moral, antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya
rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar.
Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama
dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Kedua, korupsi akan bersimaharajalela
karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan
tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak,
pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan
pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm dalam Axiology of Science,
menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu
eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu
muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan
buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, simpulan
Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58).

Keempat, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di


Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-
kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan terhadap
pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya
melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain. Kesemuanya itu
menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai- 185 nilai Pancasila sebagai sistem
etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika
Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan
tentang HAM (Lihat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). Kelima, kerusakan
lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan,
kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca,
dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat.
Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional,
mau menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari
perbuatannya. Contoh yang paling jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga
menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke
dalam peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik
pribadi maupun perusahaan yang terlibat

2.4 Histori, Sosiologi, dan politis Tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika

a. Historis Pancasila Sebagai Sistem Etika

Sumber historis Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai- nilai Pancasila belum
ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup
masyarakat. Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui
penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. P-4 pada dasarnya merupakan
manifestasi dari pemerintahan autokratis Orde Baru dalam upaya penerapan nilai-nilai Pancasila.
Program ini wajib diikuti oleh seluruh pegawai negeri dan anggota ABRI dalam kurun waktu
tertentu, tergantung golongan kepangkatannya. Selain Pancasila, mereka juga diinstruksikan untuk
mendalami UUD 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Satu tahun setelah seminar P4 pertama kali diadakan pada 1 Oktober 1978, Soeharto
membentuk BP7 dan P7 dengan tugas pokok mengoordinasi seluruh kegiatan penataran P4 di
tingkat bawah. Kedua badan ini juga bertanggung jawab menyelenggarakan penataran di luar
lembaga pemerintahan yang berlaku secara nasional.

Dalam wawancara Tempo (11/8/1979), Roeslan Abdulgani selaku ketua Tim P7, mengakui
bahwa penataran P4 pada dasarnya dapat disamakan dengan operasi tertib mental. Baginya, lulus
atau tidak peserta penataran tidaklah penting karena yang hendak dicapai ialah perubahan situasi
kerja di sebuah unit pemerintahan. “Sistem demokrasi selalu mengenal persuasion dan coercion,
bujukan dan paksaan, yang merupakan dua sayap dari satu ide. Dan penataran P4 inilah merupakan
persuasionnya,” katanya masih mengutip Tempo.

Sementara itu, menurut sejarawan dan peneliti LIPI, Taufik Abdullah, mendalami P4 ada
risikonya. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa kenyataan yang terjadi di masyarakat tidak selalu
cocok dengan nilai-nilai luhur dalam P4, akibatnya tidak jarang timbul rasa frustasi yang
melahirkan sikap munafik.

Darisinilah munculah kubu oposisi membuat pemerintah merasa perlu menegaskan kembali
Pancasila sebagai falsafah negara. Hal ini senada dengan argumen yang ditulis oleh David
Bourchier bahwa “kampanye P4 adalah usaha pemerintah untuk mengelak dari kritik dengan cara
meningkatkan perhatian pada permasalahan krisis moral.” Melalui sosialisasi ideologi semacam
ini, masyarakat sipil dibimbing untuk menganut asas tunggal Orde Baru, yakni Pancasila.

b. Sosiologis Pancasila Sebagai Sistem etika

Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang
dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan
hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Sumber
sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat berbagai
etnik di Indonesia.

Sumber Sosiologis Pancasila yaitu Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan,


persatuan, kerakyatan, keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak
dahulu hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak
zaman dahulu hingga sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat, bahwa
kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling membantu antar tetangga maupun bekerjasama
untuk keperluan umum di desa-desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat
kekeluargaan sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial. Gotong royong juga tercermin pada
sistem perpajakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat secara bersama-sama
mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan untuk pelaksanaan
pembangunan.

c. Politis Pancasila Sebagai System Etika

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau perbuatan-
perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya. Filsafat politik adalah seperangkat
keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan di perjuangkan oleh para
penganutnya, seperti komunisme, fascisme, demokrasi. Filsafat tersebut erat dengan nama-nama
pendahulu-pendahulunya seperti komunisme oleh Karl marx/fascisme oleh Mussolini dan
demokrasi oleh Thomas Jefferson.

etika politik adalah suatu cabang dari filsafat politik. Oleh karena itu baik buruknya perbuatan atau
perilaku politik yang dinilai dalam rangka etika politik, penilaian berdasarkan filsafat politik.

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga
merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Terkandungn didalamnya suatu pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional dan komprehensif ( menyeluruh ) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu
nilai. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar – dasar yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai – nilai
tersebut kemudian di jabarkan dalam suatu norma – norma yang jelas sehingga mereupakan suatu
pedoman.

Norma – norma tersebut meliputi :

a) Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut
baik maupun buruk.

b) Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang berlaku di indonesia.
Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum
di negar Indonesia. Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang sesuai
dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila keempat, bersila
kelima, dan bersila kesatu.

Filsafat politik pancasila ialah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang
menyelenggarakan dan memperjuangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila. Negara Indonesia, filsafat politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila.
Pancasila adalah filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

Perbandingan antara filsafat politik Komunisme, Demokrasi, dan Fascisme, sebagai berikut :

a. Filsafat politik komunisme : Memandang individu manusia hanya sekedar nomor dalam
keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang menegara, kedudukan individu
tidaklah penting dan yang penting adlaah kehidupan bersama yang menegara.
b. Filsafat politik demokrasi : Memandang individu manusia teramat penting, sedangkan
kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang menegara adanya sebagai akibat dari
perjanjian kemasyarakatan bersama untuk hidup menegara demi kepentingan individu-
individu yang menjadi warganya, sehingga individu adalah nomor satu pentingnya
sedangkan masyarakat yang menegara adalah penting yang nomor dua.
c. Filsafat politik fascisme : Memandang manusia hanya sebagai unsur dari kebersamaan
masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan negara yang mengatur dan
menentukan segalanya (sebagai subjek) dan induvidu bukanlah subjek melainkan hanya
objek, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek dan
objek sekaligus.

Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang menilai baik dan
buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat Politik Pancasila. Filsafat
Politik Pancasila ialah seperangkat keyakinan di dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Pancasila adalah dasar filsafat negara menjadi pusat dasar dan inti dari Pembukaan UUD
1945. Pancasila dengan fungsi teoritisnya menemukan kebenaran yang sedalam-dalamnya dan
dengan fungsi praktisnya menjadi pedoman di dalam mengambil kebijakan dan melangkah dengan
melalui empat pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yag merupakan Reschtsidee (cita-cita
hukum) dan merupakan Geistlichen Hintergrund (suasana kebatinan) Undang-Undang Dasar
menjelma kedalam pasal-pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar.

Fungsi Pancasila dasar filsafat negara sebagai ideologi negara, yaitu cita-cita negara yang menjadi
basis bagi sistem teori dan praktek penyelenggaraan negara. Filsafat politik Pancasila adalah
filsafat politik negara Pancasila, yang memfungsikan Pancasila sebagai dasar filsafatnya dan
sebagai ideologinya. Etika politik Pancasila menilai baik-buruknya perilaku politik dan tindakan-
tindakan atau perbuatan politik dari sudut pandang Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan
sebagai ideologi negara Republik Indonesia.

Masalah-masalah politik dapat digolongkan menjadi :

1. Sistem pemerintahan negara


2. Hak-hak dasar warga negara
3. Hubungan pemerintah negara dengan warga negara
4. Hubungan negara dengan dunia Internasional

Perilaku politik, perbuatan politik, dan tindakan-tindakan politik pemerintah negara, alat-
alat kekuasaan negara dan rakyat negara serta masyarakat dalam lingkup negara itulah yang harus
kita soroti atau kita nilai dari segi etika politik. Tujuannya untuk mengetahui apakah semuanya itu
dapat dipulangkan kembali atau dipertanggung jawabkan dari segi Pancasila sebagai dasar filsafat
negara dan sebagai ideology negara ataukah tidak. Kalau dapat berarti memenuhi tuntutan etika
politik Pancasila dan kalau tidak dapat berarti sebaliknya dan harus diluruskan agar dapat memnuhi
tuntutan etika politik Pancasila.

Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila

Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut
pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-
tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan
hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme
memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena
hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib
tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan
martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak
maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut. Mutlak karena manusia
memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian
Sang Pencipta . Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai
disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi,
dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi
orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada
hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu
keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai
manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila
semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau
boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak
menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi
demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu : Pengakuan
dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak
menjadi kediktatoran mayoritas. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan
terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur
harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial
tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi,
agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial
adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan
membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan
adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar
ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah: Kemiskinan,
ketidakpedulian dan kekerasan sosial. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism,
pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan
merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

Makna Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik

Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang
tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu
dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya.
Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan
yang tidak bisa ditukar balikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami nilai-
nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila

2.5 Esensi Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa
indonesia sebagai berikut :

Banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Masih terjadinya aksi terorisme yang
mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar
umat beragama, dan meluluhlantakan semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
Masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam berkehidupan bernegara. Kesenjangan
antar kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kerhidupan masyarakat indonesia.
Ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan Indonesia. Banyaknya orang kaya
yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar, seperti kasus penggelapan pajak.

Alasan Diperlakukan Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai sistemetika diperlukan dalam kehidupan politik, untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Etika itu diperlukan dalm penyelenggaraan kehidupan bernegara di
Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:

Dekadansi moral yang melanda kehidupan masyarakat terutama generasi muda sehingga
membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Gernerasi muda yang tidak mendapatkan
pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia
sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilanga arah.

Korupsi akan bersifat merajarela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-
rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak pantas, dan tidak baik. Pancasila sebagai sistem etika
terkait dengan pemahaman atas kriteria baik atau buruk.

Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Hal
tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
dalam berkehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan
seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilapirkan diberbagai
media. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai Pancasila
sebagai sistemetika belum berjalan maksimal. Oleh karna itu, disamping diperlukan sosialisasi
sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika.

Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti
kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming,
perubahan cuaca dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati
masyarakat.
BAB III

3.1 Kesimpulan dan Saran

a. Kesimpulan

Pancasila sangat erat hubungan dengan kita karena selain sebagai dasar negara juga
mengajarkan kita nilai-nilai luhur dalam beretika sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari nilai-nilai yang
terkandung didalam pancasila agar kita dapat mengetahui mengapa pancasila diperlukan sebagai
sistem etika.

b. Saran

Makalah ini dibuat untuk memberikan informasi dan wawasan tentang Pancasila sebagai
dasar nilai pengembangan ilmu. Melalui makalah ini kami menyarankan kepada pembaca agar
tidak berhenti sampai disini saja menggali ilmu tentang pembelajaran Pancasila supaya
memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dan mengkaji ilmu-ilmu dengan maksud untuk
membangun kehidupan tanah air.

Makalah ini masih banyak mempunyai kekurangan dalam hal-hal penyajiannya maka dari itu
kita harus giat belajar agar dapat menjadi lebih baik lagi. Segala saran yang bersifat membangun
kami sangat menunggunya untuk perbaikan dari makalah ini. Akhir kata kami ucapkan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat jenderal pembelajaran dan Kemahasiswaan.Pendidkan Pancasila untuk


Perguruan Tinggi .RISTEKDIKTI;2016.

Ahmad Calam dan Sobirin, “Pancasila sebagai kehidupan berbangsa dan bernegara”,
Jurnal SAINTIKOM, Volume 4, No. 1, Januari 2008.

Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi , Bandung: Alfabeta, 2012.

Lubis, Maulana Arafat, pembelajaran PPKn di SD/MI Implementasi pendidikan abad ke


21, Medan: Akasha Sakti, 2018.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma Offeet, 2010. Rahayu, Ani Sri,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jakarta: Bumi Aksara, 2017.

Anda mungkin juga menyukai