Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NI PUTU IKA DEVIA SUDARSANA

KELOMPOK :B
NIM : EAA 118 076
MATA KULIAH : HUKUM ACARA PERDATA
1. Sengketa Tanah
Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan
atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena
berbagai kebutuhan tanah yang sangat tinggi di zaman sekarang sementara jumlah bidang
tanah terbatas. Hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang penataan dan penggunaan
tanah untuk kesejahteraan masyarakat dan terutama kepastian hukumnya. Untuk itu
berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu mengupayakan penyelesaian sengketa
tanah dengan cepat untuk menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat
merugikan masyarakat misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam
sengketa.
Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2 (dua)
proses.Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan, kemudian
berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar
pengadilan.
Penyelesaian sengketa tanah pada umumnya ditempuh melalui jalur hukum yaitu
pengadilan. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform
penegakkan hukumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang melandasinya.
Seiring perkembangan kebutuhan masyarakat atas tanah maka diperlukan tata
guna tanah dan tatanan hukum agar terciptanya keharmonisan di dalam masyarakat.
Perkembangan tatanan hukum tentang tanah, pemerintah telah mengeluarkan berbagai
peraturan antara lain Keputusan Presiden (Keppres) No. 55/1993 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permeneg Agraria/ Ka
BPN) No. 1/1994 sebagai pelaksanaan dari Keppres No. 55/1993. Peraturan ini diganti
dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentigan Umum yang diubah dengan Peraturan
Presiden No. 65/2006 yang kemudian dilengkapi dengan Peraturan Kepala BPN No.
3/2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Upaya penyelesaian hukum mengenai perselisihan atau sengketa tanah di atur
dalam Perpres No. 10/2006 tentang Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) Pasal 3 angka 14
dan 15 tersebut menyatakan bahwa Kepala BPN mempunyai tugas pengkajian dan
penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan dan pengkajian
dan pengembangan hukum pertanahan. Sebagai tindak lanjut Pasal 3 angka 14 dan 15
Perpres No. 10/2006 Kepala BPN mengeluarkan Keputusan Kepala BPN RI No. 34 tahun
2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.
2. Sengketa Dagang
Sengketa dagang adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan
atas kegiatan perdagangan. Ketika terjadi suatu sengketa dalam kegiatan bisnis maupun
perdagangan,umumnya langkah pertama yang digunakan adalah negosiasi. Kedua belah pihak
membicarakan sengketa tersebut dan mencoba mencari jalan keluar. Ketika proses negosiasi ini gagal
barulah ditempuh cara lain seperti penyelesaian melalui pengadilan,arbitrase, maupun
jalan alternatif lainnya. Penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan sering didasarkan pada
perjanjiandi antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh adalah dengan membuat
suatu perjanjian atau memasukkan suatu usulan penyelesaian sengketa
ke dalam kontrak atau perjanjian yang mereka buat, yaitu melalui pengadilan maupun
lewat jalan lain.Dasar hukum bagi forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan
menanganisengketa adalah kesepakatan para pihak yang bersengketa. Kesepakatan tersebutdilakukan
baik pada waktu kontrak ditandatangani atau setelah sengketa
timbul. Sehingga pengadilan baru dapat menangani suatu sengketa dagang apabila telah
ada.
Langkah yang ditempuh adalah dengan melibatkan para penasehat hukum (legaladviser )
dalam membuat dan ataupun menganalisasi kontrak yang akan ditanda tanganioleh pelaku usaha. Yang
menjadi soal adalah, bagaimana halnya kalau pada awaldibuatnya kontrak, para pihak hanya
mengandalkan saling percaya, kemudian timbulsengketa, bagaimana cara penyelesaian sengketa
yang tengah dihadapi pebisnis.Dalam melakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, para
pihakmemperhatikan asas yang berlaku dalam gugat-menggugat melalui pengadilan. Satu asasyang
cukup penting adalah siapa yang mendalilkan, wajib membuktikan kebenarandalilnya. Asas
ini dijabarkan dalam pasal 1865 KUHPdt yang mengemukakan bahwa:  
“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau
gunameneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk
suatu  peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”
Untuk itu, jika penyelesaian sengketa bisnis dipilih lewat lembaga peradilan,
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangan, yakni pihak penggugat wajib membuktikan
kebenaran dalilnya.

3. Sengketa Waris
Warisan adalah suatu cara penyelesaian perhubungan-perhubungan hukum dalam
masyarakat, yang melahirkan sedikit banyaknya kesulitan akibat meninggalnya
seseorang. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya
seseorang diatur oleh hukum waris. Menurut Ali Afandi hukum waris adalah suatu
rangkaian ketentuan-ketentuan di mana berhubung dengan meninggalnya seseorang,
akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur yaitu: akibat dari beralihnya harta
peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya
antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketigaSistem hukum Indonesia masih terjadi
kemajemukan tatanan hukum.
Masalah pewarisan pun ada tiga sistem hukum waris yang berlaku dan diterima
oleh masyarakat Indonesia, yaitu bagi warganegara Indonesia asli masih tetap berlaku
hukum waris adat yang diatur menurut susunan masyarakat adat, yang bersifat patrilinial,
matrilineal, dan parental/bilateral. Di samping itu bagi keluarga-keluarga Indonesia yang
mentaati hukum agamanya, melaksanakan pewarisan sesuai dengan ajaran agamanya
masing-masing. Bagi keturunan eropa dan timur asing masih tetap berlaku hukum waris
perdata yang diatur dalam KUHPerdata/BW Buku II Bab XXII sampai dengan Bab
XVIII.
Mengenai ketentuan hukum waris dapat kita lihat dalam Pasal 830 KUHPerdata,
bahwa “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Dengan demikian pengertian
hukum waris menurut KUHPerdata, ialah tanpa adanya orang yang mati dan
meninggalkan harta kekayaan, maka tidak ada masalah pewarisan.4 Menurut ketentuan
Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata, semua ahli waris dengan sendirinya karena hukum
memperoleh hak milik atas segala harta kekayaan peninggalan pewaris. Menurut
ketentuan Pasal 874 KUHPerdata juga menentukan bahwa segala harta kekayaan
peninggalan pewaris adalah milik semua ahli waris sesudah dikurangi wasiat berdasar
pada ketetapan yang sah.
Selanjutnya, mengenai syarat dan prosedur Gugatan Waris, dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Gugatan waris diajukan ke Pengadilan Agama oleh penggugat selaku ahli
waris dan dapat pula menggunakan jasa pengacara/advokat.
b. Pengajuan gugatan waris disertai dengan bukti kematian pewaris dari
Lurah/Kepala Desa dan silsilah ahli waris nya dan dipersiapkan pula dokumen
bukti-bukti kepemilikan objek sengketa seperti sertifikat, akta jual beli, dan
bukti kepemilikan lainnya.
c. Dalam surat gugatan harus memuat secara lengkap objek-objek sengketa
mengenai ukuran dan batas-batasnya tanah, merek dan tahun pembuatan dan
kalau perlu dengan warnanya jika objek nya berupa mobil / Sepeda motor atau
barang-barang elektronik.
d. Pengajuan gugatan waris diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah
hukumnya meliputi letak barang tetap (objek sengketa) itu berada. Jika
barang-barang sengketa itu menyebar kepada beberapa wilayah Pengadilan
Agama, maka penggugat dapat memilih salah satunya Pengadilan Agama
dimana objek sengketa waris itu berada.
e. Setelah gugatan didaftarkan di Pengadilan Agama, penggugat/kuasanya
tinggal menunggu panggilan sidang yang disampaikan oleh juru sita.
Panggilan disampaikan minimal 3 hari kerja sebelum sidang dilaksanakan.
f. Proses sidang dimulai dari upaya perdamaian dan dilanjutkan dengan mediasi
jika para pihak hadir di persidangan. Dalam mediasi, para pihak bebas
memilih mediator apakah berasal dari hakim atau pihak lain yang sudah
memiliki sertifikat mediasi, dan segala biaya pengeluaran mediasi ditanggung
oleh penggugat atau kedua belah pihak jika terdapat kesepakatan dengan
tergugat. Namun apabila menggunakan hakim mediator tidak dipungut biaya.
g. Setelah proses mediasi dilaksanakan, dan ternyata damai, maka dibuatkan akte
perdamaian yang dikuatkan dalam putusan  majelis hakim yang bersangkutan.
Namun jika tidak terjadi damai, pemeriksaan gugatan dilanjutkan dengan
pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat,
pembuktian yang dilanjutkan dengan pemeriksaan setempat, kesimpulan,
musyawarah majelis dan putusan.

Anda mungkin juga menyukai