Anda di halaman 1dari 3

Tidak sedikit 

 uraian isi draf proposal dan hasil penelitian tentang MSDM yang
dibuat mahasiswa terkesan mekanistis dan kering. Kurang analitis dan
komprehensif. Seperti tak ada ruh keilmuan dan falsafahnya. Bahkan tidak jarang
seperti proposal atau laporan dinas. Keterbatasan ini jangan serta merta mahasiswa
yang disalahkan. Bisa jadi proses pembelajaran yang diberikan kurang
mengetengahkan ruh dari suatu ilmu, seperti MSDM, yang dipelajari mahasiswa di
bangku kuliah. Pembelajaran pun bisa terkesan sangat rutin bukan pengembangan.
Mahasiswa sangat jarang dilibatkan untuk menggali dan mengenali suatu masalah.
Tidak pula dirangsang untuk menjawab mengapa suatu masalah itu ada. Dan
bagaimana kita bisa membuktikan bahwa ada faktor-faktor penyebabnya
(metodologinya). Kemudian jarang pula mahasiswa didorong untuk mencari
pendekatan masalahnya secara ilmiah.

Manajemen Sumberdaya Manusia (MSDM) dipandang sebagai suatu


paradigma ilmu di bidang manajemen dan sumberdaya manusia. MSDM sebagai
paradigma ilmu membuat khalayak yang memercayainya harus (a) mengetahui apa
yang harus dipelajarinya, (b) apa saja pernyataan-pernyataan yang harus
diungkapkan, dan (c) kaidah-kaidah apa saja yang harus dipakai dalam menafsirkan
semua jawaban atas fenomena MSDM. Dalam  perspektif falsafah ilmu berikutnya,
suatu paradigma ilmu pada hakekatnya mengharuskan ilmuwan untuk mencari
jawaban atas suatu pertanyaan mendasar yaitu bagaimana, apa dan untuk apa.

            Tiga pertanyaan di atas dirumuskan menjadi beberapa dimensi yaitu:

(a)   dimensi ontologis yaitu apa sebenarnya hakikat dari sesuatu kejadian


pada SDM dan manajemen organisasi khususnya perusahaan dan
sosial ekonomi masyarakat yang dapat diketahuinya atau apa  hakikat
dari setiap kejadian di bidang MSDM selama ini ditinjau sebagai ilmu;
misalnya mengapa terjadi produktifitas kerja dan kinerja yang
menurun; bagaimana hubungan penurunan kinerja tersebut dengan
sistem nilai individu karyawan, tipe organisasi, kepemimpinan, budaya
kerja, sistem masyarakat dan sistem nilai suatu kebijakan
pembangunan dan strategi bisnis; bagaimana kebijakan MSDM di
perusahaan-perusahaan Indonesia dinilai menjadi perhatian lebih
utama atau paling tidak sejajar dengan kebijakan industri
manufaktur,  dsb,

(b)   dimensi epistemologis yaitu apa sebenarnya hakikat hubungan


antara pencari ilmu khususnya di MSDM dengan fenomena obyek yang
ditemukannya; bagaimana prosedurnya; hal-hal apa yang seharusnya
diperhatikan untuk memperoleh pengetahuan tentang MSDM yang
benar; apa kriteria benar itu; tehnik dan sarana apa untuk
mendapatkan pengetahuan MSDM sebagai suatu ilmu,

(c)    dimensi axiologis yaitu seberapa jauh peran sistem nilai dalam suatu


penelitian tentang MSDM; untuk apa mengetahui MSDM; bagaimana
menentukan obyek dan tehnik prosedural suatu telaahan
MSDM  dengan mempertimbangkan kaidah moral atau profesional
SDM dan etika bisnis;

(d)  dimensi retorik yaitu apa bahasa yang digunakan dalam penelitian


MSDM; bagaimana dengan bahasa yang dipakai sebagai alat berpikir
dan sekaligus menjadi alat komunikasi yang berfungsi untuk
menyampaikan jalan pikirannya kepada orang lain; bahasa yang
dipakai seharusnya sebagai sarana ilmiah dan tentunya obyektif namun
menafikan kecenderungan sifat emotif dan afektif;

(e)   dimensi metodologis yaitu bagaimana cara atau metodologi yang


dipakai dalam menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan MSDM;
apakah deduktif atau induktif; monodisiplin, multidisiplin dan
interdisiplin; kuantitatif atau kualitatif atau kombinasi
keduanya;  penelitian dasar atau terapan.

Berkaitan pula dengan MSDM, khususnya bagi yang berminat dalam kegiatan
penelitian, diperlukan penerapan metodologi  penelitian yang sahih dan handal.
Meminjam pendapat Imre Lakatos dalam Mohammad Muslih (2005), ada tiga
elemen yang harus diketahui dalam program penelitian.

o       Pertama adalah inti pokok yaitu asumsi-asumsi dasar yang menjadi ciri


dari penelitian berbagai aspek yang terkait dengan MSDM. Kedudukan
SDM sebagai hal yang mendasar di atas elemen lain yang dicerminkan
sebagai hipotesis umum dan kerangka teoretis yang bersifat umum.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah seperti mengapa dan
bagaimana timbulnya  masalah kinerja karyawan dan organisasi yang
menurun dan bagaimana peran perusahaan dalam pemberdayaan
masyarakat yang kemudian dijawab sementara dalam bentuk hipotesis
berdasarkan teori dan empirik.

o       Kedua adalah sebagai lingkaran pelindung yang terdiri dari beberapa


hipotesis awal atas terjadinya fenomena di bidang MSDM. Kedudukannya
sebagai pelengkap inti pokok agar penelitian tentang MSDM mampu
menerangkan dan meramalkan setiap fenomena MSDM yang nyata. Disini
sudah dimunculkan perlakuan bagaimana mengembangkan beragam
varian yang kompleks dari MSDM, bagaimana memodifikasinya. Namun
teori yang dipakai sebagai suatu struktur yang koheren dapat tetap terbuka
untuk dikembangkan. Artinya penelitian MSDM tidak selalu berlangsung
sekali jadi tetapi terbuka untuk penelitian lanjutan.

o       Ketiga adalah serangkaian teori  yaitu keterkaitan antara teori yang satu


dengan teori lainnya. Penelitian tentang MSDM seharusnya dinilai dari
serangkaian teori. Karena ciri fenomena MSDM tidaklah sederhana maka
dalam penelitian ini sudah dapat diduga teori yang digunakan meliputi
antara lain teori  SDM makro, MSDM, manajemen mutu SDM, teori
psikologi, teori organisasi, teori perilaku organisasi, teori motivasi,
ekonomi SDM, teori kelembagaan dsb.     

Prinsip-prinsip tentang  penelitian berbasis falsafah sains di atas berlaku pula


untuk penelitian di bidang ilmu lainnya. Yang membedakan adalah lingkup dan teori
yang dikandung pada setiap ilmu pengetahuan. Termasuk juga pendekatan atau
metode penelitian pun bisa jadi berbeda. Ada yang menggunakan penelitian survei,
studi kasus, sensus, dan eksperimen. Pendekatan analisis bergantung pada
tujuannya; apakah pendekatan kualitatif ataukah kuantitatif atau gabungan
keduanya.  Kalau itu semua digunakan menjadi bahan pertimbangan maka
penyusunan draf proposal dan hasil penelitian akan lebih bermutu.

Anda mungkin juga menyukai