Anda di halaman 1dari 18

Telah disetujui/diterima Pembimbing

Hari/Tanggal :
Tanda tangan

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA


PROGRAM PROFESI NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. N DENGAN DIAGNOSA HYDROCEPHALUS


DI RUANG INFEKSI GEDUNG SELINCAH 1
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh :
TRIA RANTI MAHARANI
04064881921046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HIDROSEFALUS PADA ANAK
A. Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti
air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala
air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan
serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak
yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf
yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan
absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi
pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu
bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-
ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006).
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak
seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular.
Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di
dalam sistem Ventricular (nining,2008).

B. Etiologi
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak
oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus
otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine
Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh
pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan
arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis
terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus
20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml
(Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel
III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan
melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh
sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun
dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada hidrosefalus bayi
dan anak (60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau
abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak
lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
a. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom
Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan
cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
b. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan
hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV,
yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di
daerah fosa pascaerior.
c. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu
hematoma.
d. Anomali Pembuluh Darah

2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi
bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin
atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitis.
Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system
basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.

3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS.
Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak
di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui
saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
C. Patofisiologi
Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,
pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii)
sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut
dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan
tereduksi menjadi pita yang tipis.
Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun
ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses
dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung
pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan
anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa
cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang
pada perabaan. Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks)
menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan
kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan
Frontal blow).
Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada
ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian
besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami
pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara
disproporsional. Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis
terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
PATHWAY HYDROCEPHALUS

Kel
Kelainan Inf eksi
Neoplasma Perdarahan
kongenital

Radang jaringan Fibrosis leptomeningns


hydorcephalus
pada daerah basal otak
Obstruksi salah satu
tempat
Obstruksi tempat
pembentukan Obtruksi oleh perdarahan
pembentukan/penyerapan LCS.

Hydrocephalus Peningkatan juml


umlah Juml
umlah cairan dalam
nonkomunikas cairan serebrospinal ruang sub araknoid

Pembesaran relatif kepala Peningkatan TIK


Tind
Tindakan pembedahan

Kesulitan
Herniasi falk serebri Penekanan pada Terpasang shunt
bergerak
saraf optikus

Kerusakan Kompresi Adanya port de entry


Penekanan
mobilitas batang otak papiledema dan benda asing masuk
total

Gangguan Depresi saraf  Disfungsi persepsi Risiko infeksi


integritas kardiovaskular dan visual spasial

kulit pernapasan Respon inflamasi


Gangguan persepsi
sensori hipertemi

Penurunan kesadaran Otak semakin tertekan Kerusakan fungsi kognitif 


dan psikomotroik

Koping keluarga tidak efektif  Hipotalamus semakin tertekan


Defisit perawatan diri

Pembuluh darah tertekan kejang Mual muntah Saraf pusat semakin tertekan

Aliran darah menurun Risiko cedera Penurunan BB Kesadaran menurun Sakit kepala

jaringan
Perfusi ja Kebutuhan nutrisi kurang Penurunan Nyeri akut
serebral tidak ef ektif  dari kebutuhan tubuh kesadaran
D. Manifestasi Klinik
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan
kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus
kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-
40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun
pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama
pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella
terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi
sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
(Peter Paul Rickham, 2003).

2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak


Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut
ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia
respirasi). (Darsono, 2005:213)
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi
ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata
terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi
tipis serta rapuh.uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan
sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram
menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel, CT scan dapat
menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa
pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas
normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau
dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi,
malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan
fisik.
a. Bayi
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain : muntah
gelisah, dan menangis dengan suara tinggi.
4. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
5. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
6. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah
terlihat jelas.
7. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di
atas Iris
8. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
9. Strabismus, nystagmus, atropi optic
10. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

b. Anak yang telah menutup suturanya


Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil

E. Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
i. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa
imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
ii. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua
garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran
kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah
penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum
penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara
menyeluruh.

4. Ventrikulografi
Ventrikulografi yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau
kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto,
maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang
besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan
lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi
ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah
memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih
besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya
normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan
menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang
subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.

F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
a) Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
b) Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
c) Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
1) Drainase ventrikule-peritoneal
2) Drainase Lombo-Peritoneal
3) Drainase ventrikulo-Pleural
4) Drainase ventrikule-Uretrostomi
5) Drainase ke dalam anterium mastoid
6) Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan
jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter)
yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah.
Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus
diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai
terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
7) Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan
setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat
sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang
tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul
kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut
lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut
dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga
tidak terlihat dari luar.
8) Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan Hidrocefalus dapat
dilakukan dengan melakukan :
1. Pemantauan tanda-tanda vital
2. Pemberian nutrisi yang adekuat
3. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
4. Patient Safety
5. Edukasi kepada keluarga tentang pencegahan infeksi
6. Edukasi untuk pemberian semangat dan dukungan penuh kepada anak
dengan hidrosefalus

G. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori b.d peningkatan tekanan intrakranial
2) Nyeri akut b.d Peningkatan jumlah cairan cereberospinal
3) Defisit Nutrisi b.d tidak adekuatnya asupan nutrisi
4) Gangguan integritas kulit b.d pembesaran relatif kepala
5) Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d aliran darah menurun
6) Hipertermia b.d respon inflamasi
7) Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan tentang penyakit
8) Resiko Infeksi b.d luka post operasi

H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Gangguan PersepsiSetelah dilakukan tindakan 1. Periksa status mental,
sensori b.dkeperawatan selama 1 x 24 status sensori dan tingkat
peningkatan tekananjam, persepsi sensori kenyamanan
intrakranial meningkat, 2. Diskusikan tingkat
Kriteria Hasil: toleransi terhadap beban
1. Persepsi stimulasi sensori
kulit meningkat 3. Jadwalkan aktivitas harian
2. Ketajaman dan waktu istirahat
pendengaran 4. Kombinasikan prosedur
meningkat atau tindakan dalam satu
3. Ketajaman waktu
penglihatan
meningkat

Nyeri akut b.dSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi nyeri


inflamasi keperawatan selama 1 x 24 menggunakan PQRST
jam, tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi respons nyeri
Kriteria Hasil: non verbal
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
2. Pasien tidak meringis memperingan nyeri
3. Pasien tidak gelisah 4. Berikan teknik
4. Kesulitan tidur nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
5. Frekuensi nadi 5. Kontrol lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan
tidur
7. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
menghilangkan rasa nyeri
9. Kolaborasi pemberian
analgetik

Defisit nutrisi b.dSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi


tidak adekuatnyakeperawatan selama 1 x 24 2. Identifikasi alergi dan
asupan nutrisi jam, status nutrisi membaik intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang
Kriteria Hasil: disukai
1. Berat badan membaik 4. Monitor asupan makanan
2. Indeks Massa Tubuh 5. Monitor berat badan
(IMT) membaik 6. Lakukan oral hygiene
sebelum makan
7. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
8. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
9. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
10. Berikan suplemen
makanan
11. Anjurkan makan dengan
posisi duduk
12. Kolaborasi pemberian
antiemetik sebelum makan
Gangguan IntergiratSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
Kulit b.d pembesarankeperawatan selama 1 x 24 gangguan integritas kulit
relatif kepala jam, integritas kulit (perubahan sirkulasi,
membaik perubahan status nutrisi
dan penurunan
Kriteria Hasil: kelembaban)
1. Elastisitas meningkat 2. Ubah posisi tiap 2 jam
2. Hidrasi meningkat 3. Gunakan produk
3. Kerusakan jaringan berbahan minyak pada
menurun kulit kering
4. Kerusakan lapisan 4. Gunakan produk
kulit menurun berbahan ringan / alami
5. Suhu kulit membaik dan hipoalergik pada kulit
sensitif
5. Hindari produk berbahan
alkohol pada kulit kering
6. Anjurkan minum air yang
cukup
7. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Resiko perfusiSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
serebral tidak efektifkeperawatan selama 1 x 24 peningkatan TIK
b.d aliran darahjam, perfusi serebral 2. Monitor tanda dan gejala
peningkatan tekanan
menurun membaik
intrakranial
3. Monitor cairan
Kriteria Hasil: serebrospinalis
1. Tingkat kesadaran 4. Minimalkan stimulus
meningkat dengan menyediakan
2. Tekanan intrakranial lingkungan yang nyaman
menurun 5. Berikan posisi semifowler
3. Gelisah menurun 6. Pertahankan suhu tubuh
4. Kecemasan menurun normal
5. Sakit kepala menurun
Hipertermia b.dSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
respon inflamasi keperawatan selama 1 x 24 hipertermia
jam, termoregulasi membaik 2. Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil:
1. Pasien tidak 3. Sediakan lingkungan yang
menggigil dingin
2. Suhu tubuh dalam 4. Longgarkan atau lepaskan
rentang normal (36,5 pakaian
– 37,50C) 5. Basahi dan kipasi
3. Kulit tidak teraba permukaan tubuh
panas 6. Berikan cairan oral
7. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
8. Anjurkan tirah baring
9. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena

Koping keluarga tidakSetelah dilakukan tindakan 5. Bina hubungan saling


efektif b.d kurangkeperawatan selama 1 x 24 percaya dengan klien
pengetahuan tentangjam, koping keluarga
menggunakan
penyakit membaik
Kriteria Hasil: komunikasi terapeutik
1. Mengekspresikan 6. Identifikasi penyebab
keyakinan mampu
mengatasi koping tidak efektif,
masalah/stressor mendiskusikan dengan
2. Mampu
mengidentifikasi klien tentang koping yang
penyebab masalah biasa digunakan untuk
atau stressor
3. Mampu mencari mengatasi masalah
sumber pendukung 7. Anjurkan keluarga untuk
yang dapat digunakan
untuk mengatasi memotivasi pasien dan
masalahnya memberi penguatan pada
4. Hubungan
interpersonal baik pasien
dengan orang lain di 8. Anjurkan pasien untuk
sekitarnya mendengarkan terapi
murottal dan berdoa
9. Anjurkan pasien untuk
mengungkapkan
perasaaannya pada
keluarga terdekat
10. Anjurkan keluarga untuk
mendampingi pasien dan
mendengarkan cerita
pasien
Risiko infeksi d.d lukaSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi riwayat
post operasi keperawatan selama 1 x 24 kesehatan dan riwayat
jam, tingkat infeksi menurun alergi
Kriteria Hasil: 2. Monitor tanda dan gejala
1. Pasien tidak demam infeksi lokal dan sistemik
2. Tidak ada kemerahan 3. Batasi jumlah pengunjung
3. Tidak nyeri 4. Cuci tangan sebelum dan
4. Tidak bengkak sesudah kontak dengan
5. Kadar sel darah putih pasien dan lingkungan
membaik pasien
5. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
6. Jelaskan tanda gejala
infeksi
7. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
8. Anjurkan pasien
meningkatkan asupan
makanan dan cairan
DAFTAR PUSTAKA
Devito Josehp, A. (2007). Komunikasi Antar Manusia, Edisi 5. Jakarta: Profesional
Anak.
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeculapius.
Ngastiyah. (2007). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Saharso, Darto. 2006. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Continuing
Education Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK Unair RSU Dr
Soetomo Surabaya.
Suriadi., dan Yunita, R. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung
Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai