Anda di halaman 1dari 8

NAMA : MUHAMMAD SUPRANI

NPM : 1316071051

JURUSAN : HUBUNGAN INTERNASIONAL

ESSAY EKONOMI

KELAPA SAWIT BAGI PEREKONOMIAN DAN LINGKUNGAN INDONESIA

Berbicara mengenai bahan bakar, bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan utama
masyarakat dunia untuk menjalankan aktivitasnya. Seiring berjalannya waktu, bahan bakar biasa
yang berasal dari dalam bawah laut akan habis (Teori ini dikemukakan oleh Mikhailo V.
Lomonosov, seorang cendekiawan besar Rusia, pada tahun 1757) dan harus segera dicarikan
penggantinya dan peluang paling besar untuk dijadikan sebagai pengganti bahan bakar ialah dari
hasil perkebunan yang diolah dengan benar sehingga menjadi sebuah biofuel. Dan bahan yang
biasanya digunakan sebagai bahan biofuel yaitu kelapa sawit. Kelapa sawit sendiri merupakan
salah satu andalan dalam sektor non migas Indonesia. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil
minyak sawit dan inti sawit adalah salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi
sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Dimana sektor non migas Indonesia seperti
Kelapa sawit menjadi tumpuan utama untuk membangun pertumbuhan perekonomian di Negara
ini. Industri kelapa sawit yang sudah dijalankan sejak awal 1900an oleh pemerintah di kawasan
Sumatra dan Kalimantan. Cerahnya prospek dari komoditi minyak sawit dalam perdagangan
minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu terus pengembangan
areal perkebunan kelapa sawit. Berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah luas areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia, keadaan lingkungan menjadi sorotan tajam karena
perluasan areal perkebunan kelapa sawit mengurangi jumlah lahan hutan hijau yang ada
disekitarnya.

Tesis yang akan saya bahas dalam essay kali ini adalah pengembangan produktivitas kelapa
sawit dengan pengelolaan lahan yang baik untuk meningkatkan perekonomian dan lingkungan
Indonesia merupakan hal yang harus diutamakan pada kondisi saat ini mengingat lahan hutan
hijau dan gambut yang terus tergerus.

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu produk andalan dari Indonesia untuk
meningkatnya perekonomian Negara, karena dalam enam tahun terakhir keuntungan rata-rata
cenderung terus mengalami peningkatan.
Menurut Saragih (2001) dalam upaya penguatan ekonomi rakyat, industrialisasi pertanian
merupakan syarat keharusan (necessary condition). Industrialisasi menjamin iklim makro
kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat yang sebagian besar berada pada kegiatan
ekonomi berbasis pertanian.Untuk penguatan ekonomi rakyat secara riil, diperlukan syarat
kecukupan (sufficient condition) berupa pengembangan organisasi bisnis petani yang dapat
merebut nilai tambah yang tercipta pada setiap mata rantai ekonomi dalam industrialisasi
pertanian.

Pertumbuhan luas dari areal lahan perkebunan kelapa sawit selama 4 tahun terakhir ini telah
terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 1,83 juta ha, yaitu dari 8,385 ha
pada tahun 2010 menjadi 10,210 juta ha pada tahun 2014.

PERTUMBUHAN LUAS HEKTAR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

1970-2014
Bahkan pertumbuhan yang begitu pesat, melesetkan prediksi dari Wakker E
Menurut Wakker, E (2006) Sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak
di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Dengan adanya rencana pemerintah membangun 850
km perkebunan kelapa sawit di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Pulau
Kalimantan maka pada tahun 2020 diprediksikan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan
menjadi 9 juta ha sehingga share lahan kelapa sawit di Kalimantan naik sebaliknya Sumatera
turun.
Dengan total dari 10,2 juta luas lahan tersebut 50% merupakan lahan yang berada di kawasan
Kalimantan .
Dengan luasnya lahan yang ada, tentu saja banyak hasil yang telah didapatkan dari kegiatan
ekspor-impor kelapa sawit tersebut memberikan keuntungan dari aspek ekonomi sehingga
Indonesia mampu untuk menguasai atau menjadi produsen utama dari penyaluran kelapa sawit
ke seluruh dunia. Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas
dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan
dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan
pola PIR-Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta
Seperti yang diterangkan dalam diagram diatas, volume ekspor sawit Indonesia paling banyak
dikirim ke kawasan Uni Eropa dengan ekspor sebanyak 1.006,67 ribu ton dari sekitar total
hampir 5 juta ribu ton
Dengan jumlah ekspor yang tinggi, tentu saja hal itu sangat berpengaruh ke pemasukan dan
pendapatan para pengusaha dan petani kelapa sawit, membuka lapangan pekerjaan baru,
produktivitas yang tinggi dan berdaya saing serta memenuhi kebutuhan bahan baku nasional dan
luar negeri untuk kegiatan industri.

Sementara pertumbuhan sub-sektor industri perkebunan kelapa sawit telah menghasilkan


manfaat ekonomi yang penting, pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata
menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan alam tropis Indonesia. Hal ini
terjadi karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal
hutan konversi. Konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit terus
berlangsung sampai saat ini walaupun di Indonesia sesungguhnya sudah tersedia lahan kritis dan
lahan terlantar dalam skala yang sangat luas, sekitar 30 juta hektar, sebagai akibat aktifitas
pembukaan dan/atau eksploitasi hutan untuk berbagai keperluan (Badan Planologi Kehutanan
dan Perkebunan).
Dengan demikian, kegiatan konversi hutan untuk pembangunan areal perkebunan kelapa sawit
telah menjadi salah satu sumber pengrusakan (deforestasi) hutan alam Indonesia, dan sekaligus
menjadi ancaman terhadap hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat dalam
ekosistem hutan hujan tropis Indonesia, serta menyebabkan berkurang/hilangnya habitat satwa
liar. Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar
menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan tanah. dengan sistem monokultur
juga mengakibatkan tanah lapisan atas (top soil) yang subur akan hilang akibat terjadinya erosi

Menurut MerGarett Hardins, dalam “Tragedy of the Common” (1968), asal mula dari
permasalahan lingkungan merupakan eksploitasi yang berlebihan dari kegiatan industrinegara-
negara besar. Manusia digambarkan sebagai suatu makhluk hidup yang ecologically
unsustainable, dimana sifatnya destruktif terhadap alam dan tidak memikirkankesinambungan
hidupnya. Karena itu, Hardins berpendapat bahwa harus ada sebuah pemikiran khusus yang
membatasi tindakan-tindakan destruktif manusia terhadap lingkungan hidup

Tidak semua permasalahan yang terjadi di dalam kasus lingkungan disekitaran kelapa sawit
disalahkan kepada kelapa sawitnya saja, kasus tergerusnya lahan hijau dan gambut yang semakin
terkikis kandungan haranya lebih disebabkan kepada pengelola yang akan mendirikan
perkebunan kelapa sawit tersebut. Tetapi, beberapa upaya telah dilakukan untuk memulihkan
unsur haranya berupa, pemupukan yang dilakukan di sekitar kawasan.
Menurut SBY (2010), dia mengajak supaya kalangan LSM dan Greenpeace untuk dapat
bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan kelapa sawit di Indonesia. Artinya, apabila ada
kesalahan yang dilakukan silakan untuk dikritik.  Tetapi setelah dilakukan perbaikan , maka
sebaiknya mereka harus berani berkata kepada dunia  bahwa kelapa sawit di Indonesia telah
melakukan upaya perbaikan dan tidak merusak lingkungan. Sehingga, produk kelapa sawit itu
tidak patut untuk diembargo dan dihambat, bahkan  ditolak masuk.
Dan solusi yang diberikan dalam masalah ini adalah three plus one yaitu:
Pertama, Isu mengenai harga CPO yang diharapkan berdampak baik bagi  Indonesia di mana 
harga  stabil tetapi tidak boleh terlalu rendah. Sebagaimana sudah menjadi teori umum yaitu
price is about supply and demand. Maka, ketika  komoditas  sawit  membanjiri  pasar di dunia
tetapi permintaan sedang mengalami penurunan terutama negara Cina dan India. Akibat dari
melemahnya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tadi.  Sementara Eropa dan Amerika Serikat
belum sepenuhnya pulih secara signifikan. Hal ini berdampak kepada harga yang  turun seperti
itulah hukum ekonominya.
Sebagai solusi jangka menengah dan jangka panjang dari penurunan harga perlu ditunjang
dengan meningkatnya lagi pertumbuhan ekonomi dunia. Tetapi, Indonesia tidak hanya
menunggu pertumbuhan ekonomi global. Untuk itu, perlu diperkuat dengan  dari pasar domestik
melalui kontribusi palm oil untuk biofuel di dalam negeri. Jumlahnya dapat diperkirakan
mencapai  3 juta-5 juta ton

Solusi kedua, bagaimana menghadapi hambatan perdagangan dimana perlu dilakukan kegiatan
negosiasi.  Negosiasi ini ditekankan supaya Indonesia tak mudah menyerah dan jangan karena
persaingan dagang lalu Indonesia di persalahkan  dan dicari-cari alasan sebagai perusak
lingkungan. Untuk itu, kita mesti mendapatkan keadilan. Di dalam hubungan internasional itu
ada strategi saling membalas. Artinya, apabila komoditas kita dihalangi masuk ke negara tertentu
maka Indonesia juga  dapat melarang impor komoditas dari negara tadi.
Solusi ketiga untuk bidang lingkungan, kata SBY,  semua pemimpin usaha perkebunan kelapa
sawit  berpedoman kepada praktek lingkungan yang terbaik dan  jangan rusak lingkungan.
Sebab, presiden dan menteri sudah pasang badan. Jangan sampai, pemerintah bertarung di
tingkat internasional namun diantara pelaku usaha ceroboh merawat lingkungan

Three plus one, ditambah dengan  isu sosial. Cegahlah konflik dengan rakyat dan berikan mereka
pekerjaan. Jika perkebunan sawit  tumbuh pastikan juga masyarakat tumbuh yang berpengaruh
positif terhadap penghasilan mereka nantinya.  Masyarakat yang diberikan pekerjaan akan
mendapatkan  hidup layak sehingga tidak perlu khawatir munculnya konflik dan kasus
kekerasan. Lalu Solusi lain akan diterangkan dalam kurva berikut ini:
KURVA SEBELUM PAJAK KURVA SETELAH PAJAK

Selanjutnya, menurut saya pemerintah harus memberikan tambahan pajak dalam pengiriman
kelapa sawit dalam kegiatan ekspor, dapat dilihat dari kurva sebelum pajak apabila dalam
pengirimnya dengan harga $4500 didapatkan 20 ton kelapa sawit maka setelah ditetapkan pajak
maka terjadi pergerakan supply kearah kiri sehingga didapatkan $5000 untuk 18 ton kelapa sawit
dan hasil yang didapatkan dari pajak yang dihasilkan dapat dialihkan untuk merawat lingkungan
yang ada di sekitaran kawasan kelapa sawit sehingga, terjadi saling melengkapi pertumbuhan
ekonomi lancar berjalan dan lingkungan yang ada disekitarnya juga tetap terjaga
Atau dengan kata lain penambahan pajak itu sama dengan kebijakan price floor yang dilakukan
oleh pemerintah dalam menaikkan pajak dengan tujuan agar hasil keuntungan dari produsen
mampu untuk melakukan perawatan lingkungan.

Dan yang menjadi kesimpulannya adalah: Perkebunan Kelapa sawit memberikan dampak positif
dan negatif. Dampak Positifnya adalah Indonesia mempunyai pemasukan yang banyak dari
sumberdaya non migas, membuka lapangan pekerjaan yang banyak, serta dapat memenuhi
kebutuhan bahan baku untuk menjadi bahan bakar industri dalam negeri dan luar negeri.
Dampak negatifnya adalah daerah ekologi/lingkungan yang ada disekitaran kawasan kelapa
sawit menjadi terganggu.

Tetapi, semua itu dapat diminimalisir dengan solusi three plus serta dengan perhitungan dari sisi
ekonomi dengan menaikkan pajak untuk melakukan cek secara berkala pada lahan hutan hijau,
hutan gambut, dan ekosistem yang ada di kawasan tersebut sehingga akan terciptalah
pengembangan produktivitas kelapa sawit dengan pengelolaan lahan yang baik untuk
meningkatkan perekonomian dan lingkungan Indonesia.

REFERENSI

Saragih, Bungaran. 2001. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi


Berbasis Pertanian. Bogor: Yayasan USESE

http://www.academia.edu/2591756/Kerusakan_Hutan_Tropis_Indonesia_Kegagalan_Ecological
_Responsibilities_Perusahaan_dan_Negara

http://www.sawitindonesia.com/hot-issue/jangan-vonis-kelapa-sawit-sebagai-perusak-
lingkungan

http://www.seimangkei.com

tempo.com/ekonomi

kompas.com/ekonomi

Anda mungkin juga menyukai