Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Entitas manusia sebagai elemen utama dalam kehidupan semesta, dengan

sendirinya memiliki tanggungjawab penuh dalam mengembangkan dan

memajukan sebuah peradaban melalui potensi besar yang terdapat dalam dirinya.

Sementara untuk memajukan dan mengembangkan hal tersebut, manusia

membutuhkan ilmu pengetahuan yang mumpuni sebagai modal dalam upaya

memberikan kontribusi pada semesta. Maka setiap potensi yang dimiliki, baik

potensi jasmani maupun rohani melalui pendidikan manusia dapat

mengoptimalkan pertumbuhan fisiknya agar memiliki kesiapan untuk melakukan

tugas-tugas perkembangannya dan dapat mengoptimalkan perkembangan

rohaninya, sehingga pertumbuhan fisik dan perkembangan psikisnya seimbang.

Maka wajar jika tujuan pendidikan berdasarkan atas pancasila mempunyai

tujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian

agar dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas

pembangunan bangsa. 1

Dengan demikian pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

dalam membangun manusia seutuhnya. Oleh karenanya pendidikan sangat perlu

untuk dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, karena pendidikan

yang berkualitas dapat meningkatkan kecerdasan suatu bangsa. Pendidikan

1
Novan Ardi Wiyani, M. Pd. I, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa (Yogyakarta:
Penerbit Teras, 2012), 1

1
2

merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut

meningkatkankan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga

merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia dimana

peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya

manusia dalam mengarungi kehidupan.

Sejatinya, pengembangan disiplin ilmu pengetahuan yang terus

diupayakan dalam rangka menjawab tantangan perubahan zaman memang

diorientasikan pada problem-problem yang bersangkutan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya. Allah SWT berfirman dalam surat Yunus ayat 101

yang artinya:

Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.


Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul Allah
yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.

Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan perintah-Nya kepada Rasul-Nya

agar dia menyuruh kaumnya untuk memperhatikan dengan mata kepala mereka

dengan akal budi mereka segala kejadian di langit dan bumi. mereka

diperintahkan agar merenungkan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-

bintang, matahari dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air, hujan

yang turun ke bumi, menghidupkan bumi yang mati, menumbuhkan tanam-

tanaman dan pohon-pohon dengan buah-buahan yang beraneka warna rasanya. 2

Imam Syafi’ie memberikan penjabaran yang erat kaitannya dengan ilmu

pengetahuan. Setidak-tidaknya ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu,

2
Tim Tashih Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1991) Jilid IV, 450
3

pertama: tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di langit dan bumi, memberi

faedah kepada orang-orang yang mempergunakan akal budinya. Kedua, orang-

orang yang tidak beriman adalah mereka yang akal budinya tidak berfungsi

dengan baik, sehingga tidak dapat menghayati tanda-tanda kekuasaan Allah di

langit dan di bumi dan tidak menanggapi ajaran rasul-rasulnya. 3

Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah fil-ardl sejatinya

mengemban amanah untuk menjaga dan merawat alam semesta yang telah

diciptakan oleh-Nya, termasuk dalam hal ini adalah lingkungan (ekologi). Akal

untuk berpikir dan hati untuk merasa merupakan sunnatullah yang dilekatkan

pada diri manusia. Anehnya hanya ada segelintir orang yang memiliki perhatian

serius pada persoalan-persoalan ini. Dalamnya ilmu pengetahuan dan tingginya

tingkat pendidikan seseorang justru hari ini tidak menjamin kepekaan dan

kepeduliannya pada problematika lingkungan yang terus mengalami situasi

memprihatinkan.

Dalam kajian ekologi manusia dikenal sebagai hubungan manusia dengan

alam, atau juga bisa disebut teori anthroposentris. Semua yang ada di alam ini adalah

untuk manusia. Sebagaimana telah dipahami bahwa alam merupakan tempat manusia

untuk hidup dan berkembang biak. Hubungan manusia dengan alam saling berkaitan,

dari alamlah manusia dapat penghidupan dan tanpa dukungan dari alam manusia dan

makhluk lainnya akan terancam. Ketidakramahan manusia terhadap alam akan

berdampak pada diri manusia dan mahluk lainnyapun akan terancam. 4

3
Imam Syafi’ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an: Telaah dan Pendekatan Filsafat
Ilmu (Yogyakarta: UII Press, 2000), 94
4
Sofyan Anwar Mufid, Islam dan Ekologi Manusia (Bandung, Nuansa, 2010), 7
4

Sementara dunia pendidikan kita hari ini banyak menawarkan peluang

besar untuk manusia dalam mencapai level kehidupan yang mapan dan profesi

yang secara materi sangat menggiurkan sehingga semakin membuat manusia jauh

dari orientasi kehidupan yang sangat kental dengan lingkungan. Fakta sederhana

yang terjadi adalah ketika generasi muda hari ini nyaris tidak ada yang bercita-cita

untuk jadi petani, karena persepsi yang dibangun adalah bahwa profesi petani

adalah profesi yang gagal. Pola pikir yang seperti ini telah terjangkit virus

kapitalisme dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan hidupnya harus

diorientasikan pada materi dan keuntungan pribadi.

Kapitalisme telah membangun sekat-sekat yang rapi. Lewat kapitalisme

nilai-nilai ekonomi lebih diunggulkan ketimbang nilai-nilai lainnya, termasuk

agama dan kehidupan sosial. Jelas dalam kapitalisme telah terjadi perubahan

hubungan yang signifikan antara lapisan sosial dalam masyarakat. 5 Maka tak ayal

jika kemudian manusia abai dengan perihal apapun yang memang menjadi

kewajibannya sebagai seorang hamba yang berkewajiban untuk merawat dan

melestarikan lingkungan. Sebab, ketika mereka mulai tergiur dengan materi maka

hal apapun yang bisa mendatangkan keuntungan yang melimpah, akan ia lakukan

sekalipun mencemari dan merusak lingkungan.

Salah satu aspek kebudayan yang paling mempengaruhi terhadap

perubahan orientasi kehidupan semacam ini adalah tekhnologi. Tekhnologi

diciptakan sebagai upaya manusia untuk mengubah alam. Hakikatnya, tekhnologi

hanyalah alat atau sarana manusia menggali materi dan memanfaatkan energi
5
Eko Prasetyo, Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal dari Wacana Menuju Gerakan
(Yogyakarta: Resist Book, 2015) 82
5

alam.6 Dengan begitu tekhnologi justru dapat menjadi penghancur alam karena

konsepsi suatu golongan dalam masyarakat yang bertindak hanya berdasarkan

kepentingan masing-masing.

Saat ini bisa terlihat adanya tiga krisis yang terjadi di dalam biosfir yaitu

krisis sumber daya alam, krisis ini meliputi lingkungan, perairan, tanah serta

udara. Kehidupan dan segala perosesnya sangat tergantung pada tiga komponen

biosfir tersebut. Krisis sumber daya alam ini timbul terutama sebagai akibat

“eksplotasi yang dilakukan oleh manusia terhadap tiga sumber daya alam

tersebut”. Sebagai contoh misalnya, pembuatan jalan-jalan, gedung-gedung dan

instansi lain sangat mengurangi areal vegetasi. Sebagai hasilnya adalah

pengurangan jumlah gas oksigen yang dibebaskan ke udara oleh tumbuhan hijau.

Kegiatan-kegiatan perindustrian serta aktivitas penduduk sehari-hari di

tempat-tempat itu semuanya menyebabkan pencemaran lingkungan baik udara,

darat maupun perairan. Seringkali memang teknologi dan ilmu pengetahuan

diterapkan hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis,

kepentingan-kepentingan politik dan bahkan alasan-alasan yang hanya bersifat

peribadi. Konsekuensi ekologis jarang sekali terfikirkan.7

Oleh karena rumitnya problematika yang dihadapi, pendidikan—baik

instansi maupun pribadional—sebagai titik fungsional dari pembentukan karakter

dan kepibadian manusia nampaknya masih belum tanggap bahkan barangkali bisa

6
Prof. Oekan S. Abdoellah, Ph.D., Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta:
PT Gramedia, 2017) xvi
7
Suwasono Heddy, Sultiman B. Soemitro, Sardjono Soekartomo, Pengantar Ekologi, (Jakarta: CV
Rajawali, 1979) 111-120
6

dikatakan memang sengaja membiarkan, sehingga terus berkelanjutan sampai

entah kapan bisa ditemukan solusinya.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam yang tetap

konsisten memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran–ajaran agama Islam

dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup sehari-

sehari dalam masyarakat dalam hal ini menjadi satu elemen yang mampu

membentengi diri dan bahkan mampu menjadi solusi dari berbagai persoalan yang

terjadi.8

Secara substansial, pesantren merupakan institusi keagamaan yang tidak

mungkin bisa dilepaskan dari masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Hal

ini karena pesantren tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat dengan

memposisikan diri sebagai bagian masyarakat dalam pengertiannya yang

transformative.9 Dalam konteks ini, pesantren pada dasarnya merupakan lembaga

pendidikan yang sarat dengan nuansa transformasi sosial, karena pesantren

meletakkan visi dan kiprahnya dalam pengabdian sosial yang ditekankan pada

pembentukan moral dan kemudian dikembangkan kepada rintisan-rintisan yang

lebih sistematis dan terpadu.10

Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep menjadi salah satu

lembaga pendidikan Islam yang sejak awal masih konsisten berpijak pada

pemberdayaan masyarakat, utamanya lingkungan yang menjadi tempat dimana

masyarakat hidup bersosial. Karenya pondok pesantren yang secara letak

8
Ridwan Abawihda, Kurikulum Pendidikan Pesantren dan Tantangan Perubahan Global
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 86
9
Abd A’la, Pembaruan Pesantren (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2006), 2
10
Ibid., 3
7

geografis ini terletak di kaki bukit lancaran tetap menjadikan wawasan lingkungan

sebagai salah satu perspektif ke arah mana pendidikan harus dikembangkan—hal

ini terlihat dari tradisi dan kebudayaan yang dikembangkan menjaga betul akan

kelestarian lingkungan—merupakan bagian dari upaya membangun kesadaran

dalam menyelesaikan rantai masalah antara manusia dengan ekologi melalui

pendidikan. Hal ini setidaknya telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan

oleh Drs. Abdul Lathif Busthami di pesantren ini.11

Di antara berbagai macam upaya yang dilakukan pondok pesantren ini

dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, misalnya: Pemulung Sampah Gaul

(PSG) yang ada di SMA 3 Annuqayah. Remaja yang masih tergolong muda ini

dihimpun dalam sebuah wadah yang fokus kegiatannya pada pengelolaan atau

pengolahan sampah plastik untuk didaur ulang dari yang tidak berharga menjadi

berharga. Tentu secara sepintas hal ini mungkin tidak seberapa pengaruhnya jika

dibandingkan dengan besarnya persoalan ekologi yang merata di muka bumi ini.

Akan tetapi poin penting yang dimaksud penulis dari realita tersebut bukan pada

hasil, melainkan pada proses yang secara bertahap terus melakukan penyadaran

kepada semua elemen, utamanya pemuda, bahwa sampah plastik yang terus

dihasilkan sebagai dampak dari meningkatnya budaya konsumsi msyarakat jika

terus dibiarkan akan berbahaya bagi ekosistem di muka bumi ini.

Maka melalui wadah PSG ini, potensi dan kreativitas para santri diasah

untuk mengubah hal yang sebelumnya mencemari lingkungan menjadi

melestarikan lingkungan. Di samping itu masyayikh dan para petinggi lembaga

11
Prof. Dr. H. Mohammad Baharun, Islam Idealitas Islam Realitas (Jakarta: Gema Insani, 2012),
179
8

pendidikan di bawah naungan Yayasan Annuqayah di beberapa kesempatan, mulai

dari acara formal hingga nonformal, terus mengampanyekan bagaimana

penggunaan sampah plastik ini bisa serentak dilakukan oleh semua pihak.

Bererapa realita yang penulis sampaikan di atas tentu saja hanya sepintas,

dalam artian masih banyak beberapa realita lain baik yang sudah penulis temukan

atau masih dalam tahap penelitian terkait langkah strategis yang dilakukan pondok

pesantren ini dalam menyikapi problem ekologi melalui pendidikan. Lebih dari itu

tahapan problematikan ekologis: kapitalisme ekstraktif hingga budaya konsumtif

akan penulis urai di beberapa bab berikutnya. Oleh karenanya penulis

menganggap penting melakukan penelitian tentang “Pendidikan Ekologi:

Kapitalisme Ekstraktif hingga Budaya Konsumtif di Pondok Pesantren

Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis mengambil rumusan-

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi pendidikan ekologi yang dilakukan oleh

Pondok Pesantren Annuqayah?

2. Bagaimana dampak impelemntasi pendidikan ekologi yang dilakukan

oleh Pondok Pesantren Annuqayah?

3. Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung serta solusi yang

dilakukan Pondok Pesantren Annuqayah dalam menyikapi problem

ekologi melalui pendidikan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


9

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penulis memiliki

beberapa tujuan, di antaranya adalah:

a. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana implementasi

pendidikan ekologi di Pondok Pesantren Annuqayah dalam

menyikapi problem ekologi.

b. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi beberapan dampak dari

implementasi pendidikan ekologi di Pondok Pesantren Annuqayah

dalam menyikapi problem ekologi.

c. Untuk mengetahui dan memahami apa saja faktor penghambat dan

faktor pendukung serta solusi yang dilakukan Pondok Pesantren

Anuuqayah dalam menyikapi problem ekologi.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk Pengembangan Teori

Sebagai tambahan pustaka dalam dunia pendidikan serta

memperkaya khazanah ilmiyah di Indonesia.

b. Setidak-tidaknya Sebagai Upaya Pembuktian Toeri

Dari beberapa data yang dipaparkan dalam penelitian ini

setidaknya dapat membuktikan relevansinya dengan teori yang

ada.

c. Untuk Objek Penelitian


10

1) Sebagai kontribusi atau tambahan pengetahuan di berbagai

kalangan di Pondok Pesantren Annuqayah tentang bagaimana

menyikapi problem ekologi melalui pendidikan.

2) Sebagai kontribusi dan acuan untuk tokoh masyarakat dalam

menyikapi problem ekologi.

d. Untuk Lembaga Almamater

Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu

sumber kajian dan bacaan bagi kalangan mahasiswa di

perpustakaan, serta menjadi referensi materi perkuliahan ataupun

jika ada penelitian yang sama.

e. Bagi Penulis Sendiri

Sebagai salah satu upaya untuk belajar dan menambah

pengalaman serta ilmu dari penelitian ilmiyah yang dilakukan.

D. Alasan Memilih Judul

1. Alasan Objektif

a. Untuk mengetahui bahwa pendidikan berwawasan lingkungan itu

sangat penting.

b. Untuk mengurai beberapa tahapan problematika ekologi:

kapitalisme ekstraktif hingga budaya konsumtif, tentu perlu juga

dipaparkan bagaimana dampak implementasi pendidikan ekologi.

Agar senantiasa penulis dapat menyajikan data tidak hanya sebatas

fenomena, akan tetapi barangkali terdapat beberapa solusi di

dalamnya.
11

c. Mengingat fenomena yang terjadi manusia mulai abai terhadap

kerusakan lingkungan akibat dari berubahnya orientasi

kehidupannya yang cenderung merusak lingkungan demi

keuntungan sepihak, maka dipandang penting mengetahui

bagaimana implementasi Pendidikan Ekologi sebagai salah satu

upaya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

2. Alasan Subjektif

a. Penulis melakukan penelitian ini karena iklim belajar dan

transformasi keilmuan yang dijalankan oleh Pondok Pesantren

Annuqayah tetap berwawasan lingkungan ditengah banyaknya

lembaga pendidikan yang lain yang mulai abai pada persoalan

lingkungan.

b. Pondok pesantren yang ternyata selama ini hadir sebagai solusi

problematika semesta harus menjadi bahan kajian dalam dunia

akademik yang senantiasa tetap meruwat idealismenya.

c. Penulis melakukan penelitian ini sebagai upaya penyadaran kepada

khalayak umum bahwa sejatinya pendidikan harus tetap mampu

menjadi solusi dari sekian banyak persoalan, termasuk yang ada

kaitannya dengan lingkuhan hidup manusia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Pendidikan Ekologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah langkah-

langkah strategis dalam mewujudkan iklim belajar dan transformasi keilmuan


12

yang tetap berpijak pada wawasan lingkungan sebagai upaya menyikapi persoalan

ekologi: ekstraksi, produksi, distribusi dan konsumsi.

Terkait dengan lokasi, penulis menfokuskan pada lingkungan Pondok

Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep. Jika ada pembahasan tentang

ekologi di lokasi yang lain, hal itu tidak lebih hanya sebatas contoh saja.

F. Batasan Istilah dalam Judul

Upaya menghindari kesalahpahaman pembaca karena adanya kesamaan

bahasa atau kesalahan, maka penulis perlu memberikan batasan istilah yang

terdapat dalam judul proposal ini, di antaranya:

1. Pendidikan Ekologi

Dalam penelitian ini, pendidikan penulis artikan sebagai proses

pengembangan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya,

masyarakat, dan negara.12

Sedangkan ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya,

dan antara organisme tersebut dengan lingkungannya. Secara etimo

logi kata ekologi berasal dari oikos (rumah tangga) dan logos (ilmu)

yang diperkenankan pertama kali dalam biologi oleh seorang biolog

Jerman Ernst Hackel.13

12
Haryanto, 2012: dalam artikel “pengertian pendidikan menurut para ahli”
http://belajarpsikologi. com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/ diakes pada tanggal 7 Januari
2019
13
Aditia Syaprillah, Buku Ajar mata Kuliah Hukum Lingkungan, (Yokyakarta, CV Budi Utama,
2016) 12
13

Jadi pendidikan ekologi yang dimaksud dalam penelitian ini

lebih pada langkah-langkah strategis yang ditempuh umtuk menyikapi

persoalan ekologi melalui pendidikan.

2. Kapitalisme Ekstraktif hingga Budaya Komsumtif

Kapitalisme ekstraktif hingga budaya konsumtif ini merupakan

rentetan atau mata rantai problematika ekologis yang di masing-

masing tahapannya terdapat unsur persoalan yang berbeda pula, mulai

dari ekstraksi banyaknya sumber daya alam yang dieksploitasi untuk

kepentingan produksi kemudian didistribusikan dalam rangka

memenuhi kebutuhan konsumen, dengan demikian budaya konsumtif

terus mengalami peningkatan sementara lingkungan terus tercemari.14

Ini menjadi fokus bahasan di penelitian penulis untuk menggali data.

G. Kajian Pustaka

Penelitian terdahulu masih terbilang jarang ditemukan yang

menghadapkan antara pendidikan dan ekologi atau langkah-langkah strategis yang

dilakukan untuk menyikapi problem ekologi melalui pendidikan, terutama di

wilayah Sumenep. Akan tetapi berdasarkan penelusuran literatur, penulis

menemukan beberapa penelitian yang ada sangkut pautnya, yaitu:

1. Skripsi Zahrotun Ni’am di Institut Ilmu Kesilaman Annuqayah

(Instika) Guluk-Guluk Sumenep, berjudul “Studi Ekosufisme atas

Peran KH. Abdul Basith dalam Upaya Pelestarian Lingkungan di

14
Abdoellah, Ekologi Manusia, 14
14

Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep.” Kajian ini

lebih fokus terhadap kajian tokoh15.

2. Disertasi M. Bahri Ghazali berjudul “Pengembangan Lingkungan

Hidup dalam Masyarakat: Kasus Pondok Pesantren Annuqayah dalam

Menumbuhkan Kesadaran Lingkungan di Guluk-Guluk Sumenep

Madura.” Penelitian ini merupakan studi yang diangkat dari kajian

tentang kasus pondok pesantren dalam menangani masalah lingkungan

hidup dan pengembangan masyarakat, dengan menggunakan analisis

deskriptif fenomenologi, penelitian ini menyimpulkan bahwa

pengembangan lingkungan hidup sangat efektif dilakukan melalui

lembaga pendidikan. Ini dibuktikan melalui kasus Pondok Pesantren

Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura. 16

3. Penelitian Fachruddin Mangunjaya dengan judul “Eko-Pesantren

Bagaimana Merancang Pesantren Ramah Lingkungan”. Dalam

penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada resistensi di kalangan

pesantren di Indonesia apabila membicarakan persoalan lingkungan.

Selain itu, poesantren juga dapat dijadikan mediator yang penting

dalam menjembatani kegiatan lingkungan di tingkat akar rumput

antara komunitas pesantren dengan masyarakat sekitar.17

15
Zahrotun Ni’am, “Studi Ekosufisme atas Peran KH. Abdul Basith dalam Upaya Pelestarian
Lingkungan di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep,” Skripsi, Instika, Sumenep
(2019)
16
M. Bahri Ghazali, “Pengembangan Lingkungan Hidup dalam Masyarakat: Kasus Pondok
Pesantren Annuqayah dalam Menumbuhkan Kesadaran Lingkungan di Guluk-Guluk Sumenep
Madura,” Disertasi, Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga (1995)
17
Fachruddin Mangunjaya, Ekopesantren Bagaimana Merancang Pesantren Ramah Lingkungan,
(Yogyakarta: Pustaka Obor, 2014)
15

Dalam kasus yang diteliti oleh penulis dengan ketiga penelitian di atas

sama-sama mempunyai perbedaan dan persamaan. Persamaannya adalah jika

dalam penelitian Zahrotun Ni’am mengurai tentang pelestarian lingkungan, M.

Bahri Ghazali tentang menumbuhkan kesadaran lingkungan, dan Fachruddin

Mangunjaya tentang pesantren ramah lingkungan, maka penulis sendiri pun juga

mengurai tentang lingkungan yang ditekankan pada langkah-langkah menyikapi

problem ekologi melalui pendidikan, sehingga bermuara pada poin yang sama

yaitu lingkungan.

Sedangkan perbedaanya terdapat pada fokus masalah yang dibahas. Jika

Zahrotun Ni’am fokus pada kajian sufisme tokoh, kemudian M. Bahri Ghazali

pada ruang sinergi antara masyarakat sekitar dengan pondok pesantren, dan

Fachruddin Mangunjaya pada ruang lingkup pesantren se-Indonesia. Sementara

penulis sendiri lebih pada langkah-langkah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren

Annuqayah dalam menyikapi persoalan ekologi melalui pendidikan.

H. Kerangka Teoritik

1. Teori Determinasi Lingkungan dan Kementakan Pengaruh Lingkungan

Teori determinasi lingkungan (enviromental determinism) dan teori

kementakan pengaruh lingkungan (enviromental possibilism) akan

digunakan oleh penulis untuk melihat pola keterkaitan antara

lingkungan dan manusia, dalam hal ini di lingkungan Pondok

Pesantren Annuqayah.
16

Dua teori ini memiliki pemahaman yang berseberangan. Teori

determinasi lingkungan memiliki asumsi dasar bahwa lingkungan alam

fisik menentukan bentuk kehidupan sosial budaya manusia

sepenuhnya. Akan tetapi teori kementakan pengaruh lingkungan

sebaliknya, bahwa alam dan lingkungan memang memiliki peran

terntentu terhadap kehidupan manusia tetapi alam hanyalah menjadi

faktor pembatas yang memungkinkan terbentuknya pola-pola tertentu.

Teori in dikembangkan oleh Paul Vidal Dela Blanche dan

disempurnakan oleh Febvre pada tahun 1924. 18

2. Teori Mobilisasi Sumber Daya (Resources Mobilization Theory)

Teori mobilisasi sumber daya pertama kali diperkenalkan oleh

Anthony Oberschall. Teori ini akan digunakan peneliti untuk membaca

gerakan sosial yang terjadi di pesantren, karena teori ini menfokuskan

perhatiannya pada proses-proses sosial yang dimunculkan dan

berhasilnya suatu gerakan oleh manusia sebagai subjek. 19

Teori mobilisasi sumber daya juga memiiliki asumsi dasar, bahwa

gerakan sosial akan berhasil jika melalui mobilisasi sumber daya yang

efektif dan pengembangan peluang atas kesempatan politik bagi

anggota. Gerakan sosial dapat memobilisasi sumber daya dalam

bentuk material dan non-material. Sumber daya material termasuk

uang, organisasi, tenaga kerja, teknologi, sarana komunikasi dan media

massa. Sedangkan sumber daya non material termasuk legitimasi,

18
Abdoellah, Ekologi Manusia, 63
19
Oman Sukmana, Konsep dan Teori Gerakan Sosial (Malang: Intrans Publishing, 2016) 155
17

kesetiaan, hubungan sosial, jaringaan, koneksi pribadi, perhatian

publik, otoritas, komitmen moral dan solidaritas.

Teori mobilisasi sumber daya Resources Mobilization Theory memiliki

lima lima prinsip utama, yaitu: Pertama, tindakan setiap anggota

gerakan sosial adalah rasional. Kedua, gerakan sosial dipengaruhi oleh

ketidakseimbangan kekuasaan yang dilembagakan dan konflik

kepentingan. Ketiga, ketidakseimbangan kekuasaan dan konflik

kepenting ini cukup untuk menimbulkan keluhan yang mengarah pada

mobilisasi gerakan yang bertujuan untuk mengubah distribusi sumber

daya dan organisasi. Keempat, gerakan sosial terpusat dan terstruktur

secara formal lebih efektif memobilisasi sumber daya dan mencapai

sasaran perubahan daripada gerakan sosial yang terdesentralisasi dan

informal. Kelima, keberhasilan gerakan sosial sangat dipengaruhi oleh

strategi kelompok dan iklim politik.

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan, Bentuk dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang dipakai penulis adalah pendekatan kualitatif,

dimana pendekatan ini meliputi kondisi yang alamiah, dari pendekatan

ini diharapkan dapat mengaplikasikan penelitian deksriptif dan naratif.

Jenis penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis penelitian yaitu

penelitian studi kasus dan fenomenologis. Pada jenis penelitian studi

kasus hanya mencakup segmen atau bagian-bagian tertentu, yakni

mencakup keseluruhan kehidupan dari individu atau kelompok.20


20
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002) 45
18

Sedangkan pada jenis penelitian fenomenologis, penelitian ini

berdasarkan pada cara menangkap fenomena atau gejala yang

memancar dari objek yang diteliti.21

Pada penelitian ini, penulis akan mengungkapkan fenomena

tentang upaya atau langkah-langkah yang dilakukan oleh Pondok

Pesantren Annuqayah dalam menjaga dan melestarikan lingkungan

dalam rangka menyikapi problem ekologi melalui pendidikan yang

berwawasan lingkungan.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di sini sebagai instrumen kunci sehingga harus

benar-benar menyadari bahwa dirinya merupakan perencana,

penganilisis penghimpun data serta menjadi pelopor dari hasil

penelitiannya. Maka dengan ini peneliti akan berupaya untuk menggali

data melalui observasi dan wawancara secara terbuka dengan

mengajukan beberapa pertanyaan kepada orang atau instansi yang

menjadi sasaran objek penelitian.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk fokus pada ruang

lingkup serta elemen yang terdapat di lingkungan Pondok Pesantren

Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura. Lokasi dalam penelitian

ini kemudian menjadi pilihan terbaik dari penulis karena di tengah

maraknya praktik-praktik ekstraksi sumber daya alam sampai

berdampak pada kerusakan alam dan meningkatnya budaya konsumtif


21
Prof. Dr. Tajul Arifin, M.A., Metode Penelitian Sosial (Bandung: Pustaka Setia, 2012) 53
19

manusia, pondok pesantren ini sejak awal telah menegaskan prinsipnya

untuk mengambil peran penting dalam penyelesaian problem ekologi.

Karenanya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan

dilakukan melalui religasi kebijakan dan pengaajaran di lembaga-

lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal yang ada di

bawah Yayasan Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber datanya berupa sumber data primer

dan sekunder. Data primer berupa informan yang terdiri dari beberaoa

tokoh dan instansi terkait lainnya di lingkungan. Sedangkan data

sekunder berupa buku ilmiah yang berkaitan dengan pendidikan

ekologi.

Terkait dengan teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan

Proposive Sampling dimana teknik pengambilan sampel berdasarkan

pada orang yang dianggap mampu dan paling tahu dan Snowball

Sampling dimana teknik ini merupakan pengembangan penggalian

sumber data melalui subjek lainnya yang direkomendasikann oleh

beberapa orang yang dianggap paling tahu. Berikut beberapa informan

kunci yang dianggap mampu tentang apa yang diharapkan oleh

peneliti:

a. Pengasuh serta Masyaikh Pondok Pesantren Annuqayah

(sebagai pimpinan sekaligus figur di lembaga pendidikan ini).


20

b. Beberapa lembaga maupun praktisi terkait seperti Biro

Pengabdian Masyarakat (BPM) Pondok Pesantren Annuqayah.

c. Guru di tatanan lembaga pendidikan formal, informal dan

nonformal.

d. Subjek lain yang tidak dapat penulis paparkan karena masih

bergantung pada rekomendasi oleh masyaikh atau pengasuh

pondok pesantren.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai

berikut:

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui

pengamatan dan penginderaan.22 Dalam pelaksanaan penelitian

ini, metode observasi yang paling efektif dengan melengkapi

format dan blangko pengamatan sebagai instrument. Format

yang digunakan bisa berupa tentang kejadian atau tingkah laku

yang digambarkan berdasarkan fokus penelitian yang telah

ditetapkan.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah percakapan dengan dua orang

atau lebih yang pertanyaan diajukan oleh peneliti kepada

22
Burhan Bungin, Peneliti Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
lainnya (Jakarta: Prenada Medra Grup, 2007) 118
21

subjek peneliti atau sekelompok subjek peneliti untuk

dijawab.23 Namun dalam hal ini peniliti akan lebih terbuka,

dalam arti tidak hanya terpaku pada teks. Akan tetapi ada

pengembangan perlanjut dari pertanyaan pokok ke pertanyaan

cabangnya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalaah mencari data mengenai hal-hal ataau

variabel yaang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti notulen rapat dan sebagainya.24 Sementara

data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seputar

kegiatan-kegiatan yang berwawasan lingkungan, kemudian

aktivitas produksi yang ramah lingkungan dan lain sebagainya.

6. Metode Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman25 proses analisis data dapat

diperolah dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan lainnya.

Maka tahapan-tahapan dalam pengumpulan dataa dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Pada reduksi data ini peneliti merangkum hal-hal yang

pokok dan menfokuskan pada hal penting yang sesuai dengan

tema. Dengan demikian sudah direduksi akan menjadi lebih

23
Arifin, Metode Penelitian, 73
24
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006)
234
25
Arifin, Metode Penelitian, 84
22

mudah untuk dipahami serta mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data yang selanjutnya.

b. Penyajian Data (Data Display)

Pada penyajian data ini, peneliti menyajikan data yang telah

direduksi berupa teks naratif. Tujuannya untuk mempermudah

pemahaman peneliti langkah apa yang direncanakan

selanjutnya.

c. Kumpulan/Verifikasi Data (Conclution Data/Verification)

Pada tahap ini, peneliti memberikan kesimpulan awal yang

bersifat sementara dan bisa terdapat perubahan apabila

ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung terhadap

pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan awal

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan, maka kesimpulan tersebut

kredibel.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Untuk menentukan keabsahan data, diperlukan tehnik pemeriksaan.

Pelaksanaan pemeriksaan data didasarkan pada beberapa kriteria,

yaitu: derajat kepercayaan, keteraihan, kebergantungan dan kepastian.

Sebenarnya tujuan dalam penelitian kualitatif tidak semata-mata

mencari kebenaran, akan tetapi lebih pada pemahaman peneliti

terhadaap dunia sekitarnya.26 Ada yang diperoleh dari sumber data,

26
Lexy J. Moleon, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2010) 324
23

sebisa mungkin diikutkan dengan adaanya bukti, baik yang berupa

dokumentasi maupun saksi dari orang-orang yang terkait.

8. Tahapan-Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara bertahap yang meliputi:

a. Tahap Pra Penelitian

Tahap pra penellitian ini meliputi tahap persiapan,

pelaksanaan, dan tahap pelaporan. Pada tahap persiapan meliputi

kegiatan studi kelayakan dan kepustakaan yang berkaitan dengan

materi penelitian, pengajuan dan konsultasi judul, penyusunan

proposal, seminar proposal, revisi proposal jika perlu, bimbingan

skripsi dan urusan izin mengadakan penelitian.

b. Tahap Penelitian

Pada tahapan ini yang dilakukan peneliti ini adalah

menyimpulkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi. Kemudian diolah menjadi bagia-

bagian sistematika pembahasan di beberapa bab lainnya dalam

skripsi.

c. Tahap Akhir Penelitian

Pada tahap akhir penelitian ini, peneliti mulai menyusun

kerangka hasil penelitian dengan menggunakan data yang telah

diperoleh untuk kemudian diolah menjadi pembahasan yang

deskriptif kualititaif.

J. Sistematika Pembahasan
24

Sistematika pembahasan merupakan suatu urusan pembahasan dari bab

awal sampai bab akhir yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan sistematis.

Pada pembahasan skripsi ini mencakup lima (5) bab yang terdiri dari:

Bab pertama ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, alasan memilih judul, batasan

istilah dalam judul, kajian pustaka, kerangka teoritik, metode analisis data

dan sistematika pembahasan.

Pada bab kedua membahas kajian teoritis tentang konsep dasar

pendidikan ekologi, mulai dari pengertiannya, konstruksinya, dan kaitan

eratnya antara problematika krisis ekologi dengan pendidikan sebagai

solusi. Selebihnya entitas pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam

akan dijadikan sebagai subjek dalam perspektif implementasi pendidikan

ekologi, tentu melalui beberapa kajian teoritis yang dilakukan oleh para

pakar.

Pada bab ketiga membahas tentang bagaimana upaya atau langkah-

langkah strategis yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Annuqayah

Guluk-Guluk Sumenep berikut juga beberapa lembaga dan instansi terkait

dalam menyikapi problematika ekologis melalui pendidikan. Kemudian

dampak dari implementasi pendidikan yang dibahas memalui perspektif

problematika ekologis: kapitalisme ekstraktif hingga budaya konsumtif.

Hambatan, pendukung dan solusi dari problematika ini kemudian

akan dibahas melalui temuan-temuan di lapangan yang oleh penulis

disajkan dengan sistematika deskriptif.


25

Kemudian pada bab keempat ini penulis menyajikan data yang

sudah diolah dalam sebuah analisa data mengenai langkah-langkah

strategis yang dilakukan Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk

Sumenep dan beberapa lembaga dan instansi terkait dalam menyikapi

problematika ekologis melalui pendidikan yang berwawasan lingkungan.

Terakhir, pada bab kelima penulis membahas kesimpulan sebagai

akhir dari proposal skripsi ini, berikut saran-saran atau rekomendasi

penulis dari beberapa fakta dan realita yang ditemukan di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai