Anda di halaman 1dari 15

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu :
Gautama Veri Vetiana, M.Pd

Disusun Oleh:

Arini Fitrota Millati 412020123019

Alifka Humayrah 412020123008

Nuraini Setya 412020123082

Amanda El Rahma 412020123103

Tina Ulwiana 412020123107

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN BAHASA ARAB 1
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
SAMBIREJO MANTINGAN NGAWI
INDONESIA
2020 M / 1442 H

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untu
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat.
Bagaimana pun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya pasti
berlangsung suatu proses pendidikan, sehingga sering dikatakan bahwa
pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Proses pendidikan
berada dan berkembang bersama perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya merupakan proses yang satu.
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu timbul
gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan
melalui pendidikan. Pendidikan di dalam masyarakat senantiasa menjadi perhatian
utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi yang sejalan dengan tuntutan,
perkembangan dan kemajuan masyarakat dari zaman ke zaman. Mengingat
perkembangan kehidupan dan pelaksanaan pendidikan bersifat dinamis, maka
gagasan-gagasan yang muncul pun bersifat dinamis (sesuai dengan alam pikir dan
dinamika manusianya). Kondisi akhirnya mendorong lahirnya aliran-aliran dalam
pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1.Apa saja aliran klasik pendidikan?


2.Apa pengaruh aliran klasik terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di
Indonesia?
3Apa saja gerakan baru pendidikan?
C. Tujuan Masalah

1.Untuk mengetahui apa saja aliran klasik dalam pendidikan


2.Untuk mengetahui pengaruh aliran klasik terhadap pikiran dan praktek pendidikan
di Indoensia
3.Untuk mengetahui apa saja gerakan baru pendidikan

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Aliran Klasik Pendidikan

Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap
kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam kepustakaan
tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah
dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Gagasan dan pelaksanaan pendidikan
selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan msyarakatnya. Sejak dulu, kini,
maupun dimasa depan pendidikan selalu mengalami perkembangan, seiring dengan
perkembangan sosial budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran – pemikiran yang
membawa pembaruan pendidikan ini disebut sebagai aliran – aliran pendidikan.Oleh
karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik,
pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting pendidikan di Indonesia
Aliran-aliran yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, dan konvergensi.
Sampai saai ini aliran-aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan
pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

1. Aliran Empirisme

Empirisme berasal dari kata empire artinya pengalaman. Tokoh utama aliran ini
adalah John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “The Shcool of British
Empiricism” (aliran empirisme Inggris). Namun aliran ini lebih berpengaruh terhadap
para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama
“environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama “environmental
psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Syah, 2002). Selain
Locke, terdapat juga ahli pendidikan lain yang mempunyai pandangan hampir sama,
yaitu Helvatus, ahli filsafat Yunani yang berpendapat, bahwa manusia dilahirkan
dengan jiwa dan watak yang hampir sama yaitu suci dan bersih. Pendidikan dan
lingkungan yang akan membuat manusia berbeda-beda (Djumransjah, 2004).
Locke memandang bahwa anak yang dilahirkan itu ibaratnya meja lilin putih
bersih yang masih kosong belum terisi tulisan apa-apa, karenanya aliran atau teori ini
disebut juga Tabularasa, yang berarti meja lilin putih. Masa perkembangan anak
menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan
pendidikan yang diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa
saja menurut kehendak lingkungan (dalam arti luas), pengalaman dari lingkungan
itulah yang menentukan pribadi seseorang (Ahmadi & Uhbiyati, 1991; Thoib, 2008).
Manusia-manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang baik dan ke arah yang
buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikan. Dalam hal ini, alamlah yang
membentuknya. Pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme
paedagogis, karena upaya pendidikan hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi

3
perkembangan anak, sedangkan pembawaan tidak berpengaruh sama sekali
(Suryabrata, 2002; Purwanto, 2004).
Aliran ini mengandaikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia
ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor pengalaman yang berada di luar diri
manusia, baik yang sengaja di desain melalui pendidikan formal maupun
pengalaman-pengalaman tidak disengaja yang diterima melalui pendidikan informal,
non formal, dan alam sekitar. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikanlah yang
menentukan masa depan manusia, sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam,
seperti bakat dan keturunan tidak mempunyai pengaruh sama sekali dalam
menentukan masa depan manusia (Setianingsih, 2008).

Menurut Mudyahardjo et al (1992) empirisme dipandang sebagai hal yang paling


produktif, karena dalam dunia pendidikan lingkunganlah yang berperan besar untuk
membentuk potensi dan pengetahuan peserta didik. Ada beberapa lingkungan yang
berperan dalam proses pendidikan, diantaranya adalah lingkungan sekolah, keluarga,
dan masyarakat. Dalam proses ini inderawi sepenuhnya sangat berperan dalam
berlangsungnya proses pendidikan dan menjadi hal yang nyata dalam praktek
pendidikan.
Aliran empirisme berkembang luas di dunia Barat terutama Amerika Serikat.
Aliran ini dalam perkembangannya menjelma menjadi aliran/ teori belajar
behaviorisme yang dipelopori oleh William James dan Large. Banyak pula pengaruh
aliran ini terhadap pandangan tokoh pendidikan Barat lainnya, seperti Watson,
Skinner, Dewey, sebagainya.

2.Aliran Nativisme

Aliran nativisme berlawanan 180o dengan aliran empirisme .Nativisme berasal dari
kata nativus yang berarti kelahiran atau native yang artinya asli atau asal. Tokoh
utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman
(Ilyas, 1997).
Dalam artinya yang terbatas, juga dapat dimasukkan dalam golongan
Plato,Descartes, Lomborso, dan pengikut-pengikutnya yang lain. Nativisme
berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memiliki/membawa sifat-sifat dan dasar-
dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar
tertentu yang bersifat keturunan (herediter) inilah yang menentukan pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta hasil pendidikan sepenuhnya (Nadirah, 2013).
Aliran nativisme mengesampingkan peranan lingkungan sosial pembinaan dan
pendidikan. Aliran nativisme ini nampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang
ada dalam diri manusia dan aliran ini erat kaitannya dengan aliran intuisme dalam

4
penentuan baik dan buruk manusia. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang
memperhitungkan peran pembinaan dan pendidikan (Nata, 2002).

Nativisme menganggap pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti,


tidak mempengaruhi perkembangan anak didik, kecuali hanya sebagai wadah dan
memberikan rangsangan saja. Apabila seorang anak berbakat jahat, maka ia akan
menjadi jahat, begitu pula sebaliknya. Apabila seorang anak mempunyai potensi
intelektual rendah maka akan tetap rendah (Djumransjah, 2004). Pandangan tersebut
dikenal dengan pesimisme paedagogis, karena sangat pesimis terhadap upayaupaya
dan hasil pendidikan.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, aliran nativisme menolak dengan tegas


adanya pengaruh eksternal. Pendidikan tidak berpengaruh sama sekali dalam
membentuk manusia menjadi baik. Pendidikan tidak bermanfaat sama sekali.
Sebaliknya, kalau kita menginginkan manusia menjadi baik, maka yang perlu
dilakukan adalah memperbaiki kedua orang tuanya karena merekalah yang
mewariskan faktor-faktor bawaan kepada anak-anaknya. Nativisme jelas merupakan
aliran yang mengakui adanya daya-daya asli yang telah terbentuk sejak lahirnya
manusia ke dunia. Daya-daya tersebut ada yang dapat tumbuh dan berkembang
sampai pada titik maksimal kemampuan manusia dan ada yang dapat tumbuh
berkembang hanya sampai pada titik tertentu sesuai dengan kemampuan individual
manusia (Setianingsih, 2008). Para ahli yang berpendirian Nativis biasanya
mempertahankan kebenaran konsep ini dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau
kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya (Sabri, 1996).
Beberapa tokoh yang berhubungan dengan aliran nativisme adalah Rochacher,
Rosear, dan Basedow. Rochacher mengatakan bahwa manusia adalah hasil proses
alam yang berjalan menurut hukum tertentu. Manusia tidak dapat mengubah hukum-
hukum tersebut. Rosear mengatakbahwa manusia tidak dapat dididik. Pendidik malah
akan merusak perkembangan anak. Pendidikan adalah persoalan yang membiarkan
atau membebaskan pertumbuhan anak secara kodrati. Sementara itu, Basedow
mengatakan bahwa pendidikan adalah pelanggaran atas kecenderungan berkembang
yang wajar dari anak. Aliran ini juga disebut predestinatif yang menyatakan bahwa
perkembangan atas nasib manusia telah ditentukan sebelumnya, yakni tergantung
pada bawaan dan bakat yang dimilikinya.
Aliran ini masih memungkinkan adanya pendidikan. Namun, mendidik menurut
aliran ini membiarkan anak tumbuh berdasarkanpembawaannya. Berhasil tidaknya
perkembangan anak tergantung kepada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang
dimiliki anak. Apa yang patut dihargai dari pendidikan atau manfaat yang diberikan
oleh pendidikan, tidak lebih dari sekadar memoles permukaan peradaban dan tingkah
laku sosial, sedangkan lapis yang mendalam dan kepribadian anak, tidak perlu
ditentukan.

5
3.Aliran Naturalisme

Natur atau natura artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini ada
persamaannya dengan aliran nativisme (beberapa ahli menyebut dengan istilah
“sama”, “hampir sama” dan “senada”. Istilah natura telah dipakai dalam filsafat
dengan bermacam-macam arti, dari dunia fisika yang dapat dilihat oleh manusia,
sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.
Aliran Naturalisme dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau. Ia mengatakan,
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu
menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia ”. Seorang anak dapat
tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus
diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang
terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue
menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan
anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
Menurut Ilyas (1997) naturalisme bependapat bahwa pada hakekatnya semua anak
manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang pencipta,
tetapi akhirnya rusak sewaktu berada di tangan manusia. Oleh karena itu, Rousseau
menciptakan konsep pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan
berkembang sendiri menurut alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya.
Rousseau juga berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-
norma, hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman,
biarlah alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain
api kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-
gatal atau masuk angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan
sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya menjadi insaf
dengan sendirinya.

4.Aliran Konvergensi

Salah satu tokoh pendidikan bernama William Stern (1871-1939) telah


menggabungkan pandangan yang dikenal dengan teori atau aliran konvergensi. Aliran
ini ingin mengompromikan dua macam aliran yang eksterm, yaitu aliran empirisme
dan aliran nativisme, dimana pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-
duanya sama berpengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Stern
berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan merupakan dua garis yang menuju
kepada suatu titik pertemuan (garis pengumpul), oleh karena itu perkembangan
pribadi sesungguhnya merupakan hasil proses kerjasama antara potensi heriditas
(internal) dan lingkungan, serta pendidikan (eksternal) (Djumaranjah, 2004).

6
Aliran konvergensi menyatakan bahwa pembawaan tanpa dipengaruhi oleh faktor
lingkungan tidak akan bisa berkembang, demikian juga sebaliknya. Potensi yang ada
pada pembawaan dari seorang anak akan berkembang ketika mendapat pendidikan
dan pengalaman dari lingkungan. Sedangkan secara psikis untuk mengetahui potensi
yang ada pada anak didik yaitu dengan cara melihat potensi yang dimunculkan pada
anak tersebut. Pembawaan yang disertai disposisi telah ada pada masing-masing
individu yang membutuhkan tempat untuk merealisasikan dan mengembangkannya.
Pada dasarnya pembawaan adalah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau
kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu dan yang
selama masa perkembangannya benar-benar dapat direalisasikan.
Aliran konvergensi pada prinsipnya berpendapat bahwa pembawaan dan
lingkungan sama pentingnya. Perkembangan jiwa seseorang tergantung pada bakat
sejak lahir dan lingkungannya, khususnya pendidikan. Peran pendidikan adalah
memberi pengalaman belajar agar anak dapat berkembang secara optimal. Menurut
aliran konvergensi perkembangan pribadi merupakan hasil proses kerjasam antara
potensi hereditas (internal) dan lingkungan (eksternal).a Jadi menurut aliran
konvergensi: (1) pendidikan dapat diberikan kepada semua orang, (2) pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yan diberikan kepada peserta didik untuk
mengembangkan pembawaanya yang baik dan mencegah pembawaan yang buruk, (3)
hasil pendidikan tergantung dari pembawaan dan lingkungan (Moerdiyanto, 2011).
Banyak bukti yang menunjukkan, bahwa watak dan bakat seseorang yang tidak
sama dengan orang tuanya itu, setelah ditelusuri ternyata waktu dan bakat orang
tersebut sama dengan kakek atau ayah/ibu kakeknya. Dengan demikian, tidak semua
bakat dan watak seseorang dapat diturunkan langsung kepada anak-anaknya, tetapi
mungkin kepada cucunya atau anak-anaknya cucunya. Alhasil, bakat dan watak dapat
tersembunyi sampai beberapa generasi (Syah,2002). Konvergensi ini pada umumnya
diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-
kembang manusia (Tirtarahardja & Sulo, 2005), meskipun masih ada juga beberapa
kritik terhadapnya. Aliran konvergensi dikritik sebagai aliran yang cocok untuk
hewan dan tumbuhan, kalau bibitnya baik dan lingkungannya baik maka hasilnya
pasti baik. Padahal bagi manusia itu belum tentu, karena masih ada faktor lain yang
mempengaruhi, yaitu pilihan atau seleksi dari yang bersangkutan.

B. Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia

Awalnya atau sebelum sistem persekolahan ‘modern’ seperti yang semula


diperkenalkan oleh kolonialis Belanda, terdapat berbagai ‘institusi’ pendidikan dalam
lingkup masyarakat-masyarakat tradisional, baik dalam keterkaitannya dengan
berbagai kebudayaan etnik maupun dengan berbagai sistem pemerintahan tradisional
yang dalam banyak hal juga sedikit-banyak terkait dengan etnisitas (Tim Paradigma
Pendidikan BSNP, 2010). Pendidikan di Nusantara sebenarnya telah ada sebelum

7
pemerintah colonial Belanda mencetuskan trias politika. Ketika pengaruh Hindu-
Buda masih kental di Nusantara, pendidikan dikenal dengan istilah padepokan,
kemudian pada saat pengaruh Islam masuk, pendidikan dikenal dengan pesantren.
Kedua model pendidikan tersebut merupakan pendidikan agama. Pendidikan
disampaikan secara tradisional dan belum memiliki kurikulum formal. Sebelum abad
ke-20 umat. Islam Indonesia hanya mengenal satu jenis lembaga pendidikan yang
disebut “lembaga pengajaran asli”, pengajaran ini dalam berbagai bentuk,1 yaitu
pendidikan di langgar dan di pesantren (Poerbakawatja, 1970).
Awalnya pendidikan di Indonesia terutama diselenggarakan oleh keluarga dan
masyarakat, misalnya kelompok belajar/padepokan, lembaga keagamaan/pesantren,
dan lain-lain. Pendidikan oleh keluarga dan masyarakat dalam konteks ini
diasosiasikan dengan pendidikan di pondok pesantren (sistem asrama). Hal ini karena
pada umumnya, pondok pesantren adalah milik kyai atau sekelompok keluarga. Tak
jarang pondok pesantren didirikan atas prakarsa penguasa, raja-raja atau orang kaya
lain. Pondok pesantren sebagai lembaga bagi pendidikan dan penyebaran agama
Islam lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan Islam di
Indonesia.
Aliran-aliran pendidikan klasik mulai di kenal di Indonesia melalui upaya-upaya
pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa penjajah Belanda dan kemudian
disusul oleh adanya orang-orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Dunia
pendidikan Indonesia dikelola secara modern baru dikenal setelah kedatangan bangsa
Barat, terutama setelah pemerintah Hindia Belanda melaksanakan kebijakan baru
dalam politiknya yang dibuktikan dengan diterapkannya politik etis di Indonesia pada
awal abad ke-20. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memperbaiki taraf hidup
rakyat Indonesia, salah satu cara untuk mencapai sasaran tersebut adalah dengan
memberikan pendidikan pada rakyat Indonesia. Selain itu alasan pemerintah Hindia
Belanda adalah untuk mempertahankan posisinya sebagai penguasa dan dapat
memenuhi kebutuhan dalam pemerintahnya. Selanjutnya, menurut Tirtarahardja &
Sulo (2005) pasca kemerdekaan, gagasan-gagasan dari aliran-aliran pendidikan itu
masuk ke Indonesia melalui orang-orang Indonesia yang belajar di berbagai Negara
di Eropa, Amerika, dan lainlain. Seperti diketahui, sistem persekolahan diperkenalkan
oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Penjajah Belanda pada masa itu tidak hanya menghegemoni secara langsung
melalui kebijakannya namun juga melalui buku bacaan, koran, dan sejenisnya.
Seiring waktu berlalu, persebaran media cetak dan hubungan internasional oleh
pemerintahan yang terjadi dengan negara-negara di Eropa dan Amerika kemudian
menjadi acuan dalam penetapan kebijakan di bidang pendidikan di Indonesia. Salah
satu organisasi massa keagaaman yang cepat merespon dan kemudian
mengembangkan sistem persekolahan itu adalah Muhammadiyyah.

8
Semua aliran klasik pendidikan pada dasarnya telah mempengaruh dunia
pendidikan di Indonesia. Keempat aliran klasik tersebut banyak diadopsi dalam
mengatur sistem pendidikan di sekolah-sekolah diberbagai negara termasuk
Indonesia. Aliran-aliran tersebut memilik kecenderungan untuk mengemukakan satu
faktor dominan saja dalam mengembangkan manusia. Sebagai hasilnya, penganut
aliran klasik sebagaimana kebanyakan sekolah formal yang ada di Indonesia, belum
mampu untuk mensinergikan yang dididik dengan lingkungannya serta memposisikan
yang dididik menjadi subyek pendidik juga, sebagaiman yang dilakukan oleh
penganut aliran baru dalam pendidikan.
Aliran empirisme misalnya, menurut Suyitno (2009) pada perkembangnnya spirit
empirisme telah banyak mempengaruhi pendidikan. Empirisme menganjurkan agar
kita kembali ke alam untuk mendapatkan pengetahuan. Menurut mereka pengetahuan
ini tidak ada apriori di benak kita, melainkan harus diperoleh dari pengalaman.
Berkembanglah pola berpikir empiris, yang semula berasal dari sarjanasarjana Islam
dan kemudian terkenal di dunia Barat lewat tulisan Francis Bacon (1561-1626) dalam
bukunya Novum Organum. Rasionalisme dikenal oleh ahli-ahli fikir Barat lewat
hasil-hasil karya filosof Islam terhadap filsafat Yunani, yaitu oleh Al-Kindi (809 –
873), Al-Farabi (881961), Ibnu Sina (980-1037), dan Ibnu Rusyd (1126--1198). Al-
Khawarizm sebagai ilmuwan Islam, telah mengembangkan aljabar, Al-Batani
menemukan goniometri dan angka desimal. Dunia Timur lainnya sepert India telah
menemukan matematika dan angka nol, sementara Cina telah menemukan kompas,
mesiu, mesin cetak dan kertas. Semua hal itu kini telah berkembang pesat dan
mewarnai kehidupan bangsa Indonesia, tak terkecuali dunia pendidikan Indonesia.
Sementara itu, menurut Darajat (2005) dalam perspektif aliran konvergensi
pendidik yang mempunyai tugas untuk mendidik dan mengarahkan anak didik
seharusnya mengetahui dan sadar akan potensi yang telah dibawa oleh anak sejak
lahir (nativisme dan naturalisme) sehingga dalam mengarahkan akan menjadi lebih
mudah (empirisme) Akan tetapi dalam kenyataan, kebanyakan para pendidik dalam
mengasuh anak didik sering sekali mengabaikan potensi yang ada pada anak didik,
sehingga menghambat perkembangan dan menjadikan matinya bakat yang telah
dibawa sejak lahir. Usaha-usaha tersebut di atas diharapkan dapat membantu
perkembangan potensi (pembawaan) yang telah ada pada diri anak sejak anak itu
dilahirkan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan pendidikan. Dengan demikian
implikasi aliran konvergensi dalam pendidikan memberikan kemungkinan bagi
pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai dengan apa yang
diharapkan, namun demikian pelaksanaan harus tetap memperhatikan faktor-faktor
hereditas peserta didik, kematangan, bakat, kemampuan, keadaan mental dan
sebagainya.
Menurut Pramudia (2006) dalam perkembangannya aliran-aliran tersebut telah
mengilhami pelaku pendidikan di Indonesia bahwa pendidikan berarti suatu proses

9
humanisasi, oleh sebab itu hak-hak asasi manusia perlu dihormati. Anak didik
bukanlah robot tetapi manusia yang harus dibantu di dalam proses pendewasaannya
agar dia dapat mandiri dan berpikir kristis. Selain itu pendidikan merupakan hak asasi
manusia, oleh karena itu pemerataan pendidikan haruslah dilaksanakan secara
konsekuen.

C. Gerakan Baru Pendidikan

1. Pengajaran Alam Sekitar


Aliran pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan
pengajaran alam sekitar yang dirintis oleh Fr. A. Finger denga heimatkunden
(pengajaran alam sekitar) di Jerman, J. Ligthart di Belanda dengan Het Volle Leven
(kehidupan senyatanya). Prinsip yang dianut dalam heimatkunde yakni (Tirtarahardja
& Sulo, 2005):
a. Dalam pengajaran alam sekitar, guru dapat memeragakan secara langsung.
b. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyakbanyaknya agar
anak berpartisipasi aktif.
c. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk diberlakukan pengajaran totalitas
dengan ciri segala bahan pengajaran berhubunghubungan satu sama lain.
d. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang
kukuh dan tidak verbalistis.
e. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional terhadap anak didik.
Sementara Het Volle Leven memiliki prinsip sebagai berikut (Tirtarahardja &
Sulo, 2005):
a. Pengajaran alam sekitar mengajarkan anak untuk mengetahuibarangnya terlebih
dahulu sebelum mendengar namanya. Aliran Pendidikan 95
b. Pengajaran sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaranselanjutnya atau
mata pengajaran yang lain harus dipusatkan atas pengajaran itu.
c. Harus diadakan perjalanan memasuki hidup agar murid paham akan hubungan
antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya.
Pada dasarnya, banyak faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan baik faktor
yang berasal dari dalam maupun luar. Secara makro, faktor dari luar merupakan
sistem yang berada di luar pendidikan, antara lain ideologi, ekonomi, politik, sosial
budaya, lingkungan alam, dan lain-lain. Faktor itu saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi dengan sistem pendidikan. Dengan demikian, pendidikan akan
dipengaruhi oleh bahkan berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan
alam dalam ekosistem yang lebih luas. Konsep ini mengarahkan pada pemahaman
dan pembahasan pendidikan dilihat dalam perspektif ekologi.
2. Pengajaran Pusat Perhatian
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) pengajaran pusat perhatian dirintis oleh
Ovideminat Declory (1871-1932) dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat

10
minat (centres d’nternet), di samping pendapatnya tentang pengajaran global.
Pendidikan menurut Declory berdasar pada semboyan ecole pour ia vie, par la vie
(sekolah untuk hidup dan oleh hidup). Anak harus dididik untuk dapat hidup dalam
masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan. Oleh karena
itu, anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri (tentang hasrat dan cita-
citanya) dan pengetahuan tentang dunianya (lingkungannya, terdapat hidup di hari
depannya). Pengetahuan anak harus bersifat subjektif dan objektif. Penelitian secara
tekun yang dilakukan Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna
bagi pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua hal yang khas, yaitu:
a. Metode global (keseluruhan)
Berdasarkan observasi dan tes, ia berpandangan bahwa anak-anak mengamati dan
mengingat secara global (keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada
bagian-bagian. Jadi ini berdasar atas prinsip psikologi Gestalt. Dalam mengajarkan
membaca dan menulis, ternyata dengan mengajarkan kalimat lebih mudah diajarkan
daripada mengajarkan huruf-huruf secara tersendiri. Metode ini bersifat vide
Pengantar Pendidikan visual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu
diasosiasikan dengan tanda (tulisan) atau suatu gambar yang dapat dilihat.
b. Centre d’internet (pusat-pusat minat).
Berdasarkan penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak-anak
mempunyai minat yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan dengan
minat-minat spontan tersebut. Sebab apabila tidak, yaitu misalnya minat yang
ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran itu tidak tidak akan banyak hasilnya. Anak
mempunyai minat-minat spontan terhadap diri sendiri dan terhadap masyarakat
(biososial). Minat terhadap diri sendiri itu dapat kita bedakan menjadi:
1) Dorongan mempertahankan diri,
2) Dorongan mencari makan dan minum dan
3) Dorongan memelihara diri.
Sedangkan minat terhadap masyarakat ialah:
1) Dorongan sibuk bermain-main.
2) Dorongan meniru orang lain.
Dorongan-dorongan inilah yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan
pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkandengan pusat-pusat minat
tersebut. Asas-asas Pengajaran Pusat Perhatian adalah sebagai berikut:
A. Pengajaran ini didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup dan
perkembangannya.
B. Setiap beban pengajaran harus merupakan keseluruhan, tidak mementingkan
bagian tetapi mementingkan keberartian dari keseluruhan ikatan bagian itu.
C. Anak didorong dan dirangsang untuk selalu aktif dan di didik untuk menjadi
anggota masyarakat yang dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.

11
D. Harus ada hubungan kerjasama yag erat antara rumah dan keluarga. Gerakan
pengajaran pusat perhatian telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan
belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar dan lain-lain) agar
perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Dengan kemajuan teknologi
pengajaran, peluang mengadakan variasi tersebut menjadi terbuka lebar, dan
dengan demikian upaya menarik minat menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian
dalam pengajaran biasanya dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran,
tetapi juga pada setiap kali akan membahas sub topik yang baru.
3. Sekolah Kerja
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) dan Sagala (2010) gerakan sekolah kerja
dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandanganpandangan yang
mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. Tokoh pendidikan
sekolah kerja ini adalah G. Kerschensteiner (1854-1932) dengan konsep
“Arbeitschule” (Sekolah Kerja) di Jerman. Sekolah kerja bertolak dari pandangan
bahwa pendidikan tidak hanya demi kepentingan individu, tetapi juga demi
kepentingan masyarakat. Dengan kata lain sekolah berkewajiban menyiapkan Negara
yang baik yakni: (a) tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan; (b)
tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara; dan (c)
dalam menunaikan kedua tugas tersebut harus diusahakan kesempurnaannya, agar
dengan jalan itu tiap warga negara ikut berbuat sesuai dengan kesusilaan serta
menjaga keselamatan negara. Tujuan sekolah kerja ini menurut Kerschensteiner
sebagai pencetus sekolah kerja adalah a) menambah pengetahuan anak, yaitu
pengetahuan yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari
pengalaman sendiri; b. agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu;
dan c. agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi
Negara. Kerschensteiner berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah
mempersiapkan anak-anak untuk dapat bekerja. Bekerja di sini bukan pekerjaan otak
yang dipentingkan, melainkan pekerjaan tangan (Tirtarahardja & Sulo, 2005; Sagala,
2010).
4. Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran-pengajaran proyek diletakkan oleh
John Dewey (1859-1952) namun pelaksanaannya dilakukan oleh pengikut utamanya
W. H. Kilpartrick. Pengajaran proyek memberi kebebasan pada anak untuk
menentukan pilihannya, merancang serta memimpinya. Proyek yang ditentukan oleh
anak mendorongnya mencari jalan pemecahan bila dia menemui kesukaran. Anak
dengan sendirinya giat dan aktif karena sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dalam pengajaran proyek, pekerjaan dikerjakan secara berkelompok untuk
menghidupkan rasa gotong-royong. Pengajaran proyek digunakan sebagai salah satu
metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nama pengajaran
proyek,pengajaran unit,dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran

12
proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan
persoalan secara komprehentif dengan kata lain, menumbuhkan kemampuan
pemecahan masalah secara multudisiplin.
Menurut Husamah (2013) kegiatan siswa dapat dikelompokkan tiga kategori
aktifitas individu, aktivitas dalam kelompok, dan aktivita antar-kelompok. Aktivitas
di dalam kategori yang ketiga ini dilaksanakan oleh individu atau kelompok siswa.
a. Secara Individual
Setiap individu pelajar mempunyai kebutuhan yang tidak perlu sama dalam suatu
kelompok. Tiap-tiap pelajar mempunyai kemampuan yang berbeda, pendekatan
belajar, dan penyelesaian tugas. Selam mengerjakan proyek, tiap pelajar
melaksanakan aktifitas seperti memvisualisasikan aktifitas proyek dan mencari tugas
yang akan dikerjakan, mengatur jadwal, mengorganisir materi pembelajaran, menata
dokumen (computer-files), mengirimkan pesan kepada pengajar atau ahli, dan self
assessment. Para siswa dapat memberikan kontribusi terhadap proyek yang berbeda
secara simultan.
b. Di dalam Kelompok
Ketika seseorang bekerja di dalam kelompok, para siswa harus bekerja sama.
Kerja sama berlangsung dalam wujud aktifitas dasar seperti: brainstorming, diskusi,
melakukan editing dokumen secara bersamasama, sinkronisasi komunikasi lewat
audio, video, atau text, menata dokumen kelompok, task scheduling, dan peer
assessment. Sebagian dari aktivitas ini dapat dilakukan bersama kelompok on-
campus tanpa perangkat spesifik, sedangkan para siswa dalam kelompok offcampus
didukung oleh perangkat yang memadai.
c. Antar Kelompok
Para siswa menyelesaikan aktivitas lain dalam bentuk berbagi informasi dan
pengetahuan dengan kelompok lain. Contoh aktivitas ini adalah: presentasi, peer
reviews, memberikan kontribusi pada forum diskusi

13
BAB II

PENUTUP

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa aliran klasik pendidikan, memiliki empat
aliran pendidikan, yaitu :

1. Aliran Empirisme (Pengalaman)

2. Aliran Nativisme (Sifat dasar)

3. Aliran Naturalisme (Sifat yang dibawa dari lahir)

4. Aliran Konvergensi (Gabungan dari Aliran Empirisme dan Aliran Nativisme, yaitu
pendidkan eksternal yang salah satunya dapat kita dapatkan dri lingkungan).

Dan telah banyak kita temukan pengaruh aliran klasik terhadap dunia pendidikan,
khususnya pengaruh aliran klasik pendidikan di Indonesia, di Indonesia sendiri aliran
pendidikan memiliki pengaruh cukup banyak, diantaranya :

 Pendidkan meperbaiki taraf hidup rakyat Indonesia.

 Keempat aliran klasik tersebut banyak diadopsi dalam mengatur sistem


pendidikan di sekolah-sekolah.

 Empirisme menganjurkan agar kita kembali ke alam untuk mendapatkan


pengetahuan, karena banyak sekali pendidikan yang dapat kita peroleh dari
pengalaman yang kita dapatkan.

 Aliran Konvegensi mengajarkan kepada para pendidik, untuk mendidik dan


mengarahkan ana didik harus sesuai dan tahu potensi yang telah dibawa oleh
anak sejak lahir.

 Aliran pendidkan klasik mengilhami pelaku pendidikan di Indonesia bahwa


pendidikan berarti suatu proses humanisasi, oleh sebab itu hak-hak asasi
manusia perlu dihormati.

Aliran pendidkan klasik tersebut juga dapat menghasilkan Gerakan baru dalam
pendidikan yaitu, Pengajaran alam sekitar, Pengajaran pusat perhatian, Sekolah kerja,
dan Pegajaran proyek.

Dengan ini kami mohon maklum adanya, semoga dengan adanya makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat lebih dikembangkan oleh para pejuang pendidikan
kemudian hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Humasah, Arina Restian, Rohmad Widodo.“Pengantar Pendidikan”. UMM PRESS


Malang 2015

Ahmad Hafidz Lukman .” Pendidikan” UM Jakarta 2016

Dr. H Ah. Zakki Fuad, M. Ag. “Ilmu Pendidikan Islam” UIN Surabaya 2020

Dr. H. Candra Wijaya, M.Pd “ Ilmu Pendidikan Islam” LPPPI Medan 2015

15

Anda mungkin juga menyukai