KERANGKA TEORITIK
agar dapat mewujudkan bangsa yang beradab. Tentu ada banyak definisi
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai tolak ukur dari definisi-
“Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata dasar didik, dan
diberi awalan men, menjadi mendidik, yaitu kata kerja yang
artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan
sebagai kata benda berarti proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.”
Ada satu hal penting yang bisa ditarik daeri definisi di atas yang tercakup
27
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 1985), 702
28
M. Ner Syam, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 4
26
2
pendidikan jauh lebih luas ketimbang proses yang berlangsung di sekolah semata.
Pendidikan sebagai sebuah sistem memiliki dua dimensi, yaitu dimensi entitas dan
yang saling berkait satu sama lain, saling bergantung secara komprehensif untuk
filosofi dan tujuan, kurikulum dan sistem pembelajaran, motode dan alat, peserta
apabila pendidikan dilihat sebagai sistem dalam makna metode dapat diartikan
bahwa pendidikan merupakan cara yang ditempuh dalam proses membimbing dan
membantu anak secara manusiawi agar anak berkembang secara normatif lebih
yang oleh Hasan Langgulung29 diklasifikasikan dalam dua hal, yaitu: pertama,
sebagai satu upaya penting pewarisan kebudayaan yang dilakukan oleh generasi
tua kepada generasi muda agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari
maka banyak faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan, baik faktor yang
berasal dari dalam maupun luar. Secara makro, faktor dari luar merupakan sistem
yang berada di luar pendidikan, antara lain ideologi, ekonomi, politik, sosial
budaya, lingkungan alam, dan lain-lain. Yang saling berinteraksi dan saling
lingkungan alam dalam ekosistem yang lebih luas. Konsep ini mengarahkan pada
kelemahan saat ini. Bingkai utama dari pendidikan ekologi adalah usaha untuk
mengenali dan mengakui bahwa manusia merupakan bagian kecil dari sebuah
puzzle besar. Untuk memahami pendidikan ekologi setidaknya ada empat konsep
aktif.
1. Pengalaman Hidup
kultur suatu daerah dan latar belakang sejarah setiap orang yang
tempat selau dikaitkan dengan segala sesuatu yang mereka alami dan
realitas fisik.33
hidup mereka.
3. Pengalaman Pedagogis
masa depan.34
ruang dan sumber belajar yang ada di kelas, dan memastikan bahwa
K. Warren, M. Sakofs, dan J. Hunt, The Theory of Experiental Education, (Dubuque: Kendall
34
keputusan yang bebas. Agen atau aktor adalah gagasan sentral dalam
sebab yang paling mendasar dan memilih solusi yang paling efektif,
ekologi.
dalam sebuah aktifitas, tetapi lebih dari itu. Partisipasi aktif harus
kepustusan).35
35
Nigel Thomas, “Towards a Theory of Children’s Participation,” The International Journal of
Children’s Rights 15, no. 2 (2007): 199–218.
36
Marianne E. Krasny, Cecilia Lundholm, dan Ryan Plummer, Resilience in Social–Ecological
Systems: The Roles of Learning and Education (t.p: Taylor & Francis, 2010), 463
9
demografi lingkungan fisik, agama, fasilitas dan biaya, politik, ekonomi, sosial,
Secara garis besar beberapa komponen penting yang terdapat pada sistem
kebutuhan hidup dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir
diproyeksikan.
37
Ibid, 464.
38
Endang Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem
(Yogyakarta: Adicita karya Nusa, 2000), 58
10
akan tetapi dalam dunia pendidikan sangat berhubungan dengan dunia luar yang
nyata. Pendidikan terdiri dari berbagai elemen yang saling berkaitan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan bersama, dari hal itu dapat disebut bahwa
berkaitan erat pula dengan lingkungan atau alam semesta yang sejak awal menjadi
jawab pelestarian dan perlindungan terhadap alam semesta ini, baik darat laut
maupun udara diemban oleh segenap manusia. Melalui pendidikan manusia akan
B. Krisis Sosio-Ekologis
Dalam sub tema ini penulis akan mencoba untuk mengurai beberapa
realita konflik sosial yang terjadi sebagai faktor mendasar yang memicu
lingkungan.
seakan manusia hari ini tidak bisa hidup tanpa materi. Sifat serakah akan dengan
mudah merasuki alam berpikir manusia hingga terbentuk sebuah karakter yang
11
Untuk kemudian bisa melacak sumbu persoalan ini maka penulis akan
Perspektif Konflik Karl Marx ini lahir pada saat terjadi krisis sosial sebagai akibat
kehidupan kaum pekerja yang nestapa, kontras dengan gaya kehidupan kaum
pemilik modal yang mewah. Para pekerja menyumbang banyak tenaga dan waktu,
tetapi tidak menikmati surplus sepadan dengan nilai kerja yang telah mereka
berikan, sebuah keadaan yang berbeda dengan yang telah diperoleh para majikan.
yang telah melahirkan fenomena yang bertolakbelakang antara buruh yang hidup
menderita dan sengsara di satu pihak dan pemilik alat-alat produksi yang
menikmati surplus yang disumbangkan oleh keringat dan tenaga yang dikeluarkan
oleh kaum buruh di lain pihak. Dari latar belakang sejarah itu kemudian dapat
39
Prof. Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2008),
147
12
struktural yang kuat terhadap individu dan kedua, kondisi industri yang
yang berakar pada pemikiran Karl Marx, betapapun radikalisme diakui sebagai
salah satu jalan keluar sehingga sangat erat dengan revolusi, hal itu tidak
bahwa tidak benar kalau marxisme dikatakan sebagai ideologi radikal yang haus
terluka melihat penderitaan kaum buruh akibat ekspoitasi di bawah sistem yang
kapitalistik.
mengeksploitasi masyarakat. Oleh karena itu sistem tersebut harus diubah agar
menjadi lebih manusiawi. Tetapi hal itu hanya mungkin terjadi dalam sistem
pada rezim kepemerintahan era Jokowi melalui kabinet kerjanya Indoensia Maju
13
disinyalir semakin melemahkan hak azasi manusia para kaum buruh dengan
masyarakat dalam dua struktur ketimpangan sosial yang kemudian dikenal dengan
istilah borjuis (kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan
modal dan kelakuan yang terkait dengan kepemikian tersebut) dan proletar (kelas
sosial yang rendah: kelas sosial ini kemudian disebut dengan proletarian),
persoalan ekologi terus terjadi dan semakin lama semakin menginjak kondisi yang
memprihatinkan.41
dari ujung timur sampai barat, dengan gugusan ribuan pulau, di beberapa sisi telah
mengalami kerusakan, akibat dari keserakahan pemodal itu yang haus akan
dilakukan dimana-mana, baik itu di darat maupun di laut, hanya untuk memenuhi
dari eksploitasi yang berlebihan ini dirasakan oleh semua pihak. Kesenjangan
sosial ini kemudian akan semakin mencerabut nilai-nilai kemanusian dari corong
40
http://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20200120132529-92-466954/melihat-poin-uu-omnibus-law-
cipta-kerja-yang-didemo-buruh. Diakses pada 22 Februari 2020. Pukul 19:38 WIB
41
John Bellamy Foster, Ekologi Marx: Materialisme dan Alam, ter. Plus Ginting dan NJ Bachtiar
(Jakarta: WALHI, 2013), 249.
14
1. Ekologi Manusia
antara satu organisme dengan yang lainnya dan antara organisme tersebut dengan
lingkungannya. Secara etimologi kata ekologi berasal dari oikos (rumah tangga)
dan logos (ilmu) yang diperkenankan pertama kali dalam biologi oleh seorang
biolog Jerman Ernst Hackel. Definisi ekologi menurut Otto Soemarwoto adalah
lingkungannya.42
berbagai subjek yang ada, entah itu akademisi, pemerintah, institusi pendidikan
utama dalam pengendalian ekologi itu sendiri. Hal ini dilakukan tidak lebih
sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan dan interaksi antara manusia,
Dasar kajian ekologi manusia adalah konsep perubahan dan adaptasi lingkungan
42
Aditia Syaprillah, Buku Ajar Mata Kuliah Hukum Lingkungan (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2016), 12.
15
antarindividu, kekuasaan dan perpolitikan, serta nilai dan tatanan norma suatu
timbal balik yang dialektis. Kemudian untuk bisa memahami hubungan ini, sosial
budaya ekologi manusia tidak hanya menyasar pada tatanan sosial budaya, tetapi
daya yang ada, kelautan atau limbah, dan penciptaan sumber daya baru.
dipengaruhi oleh faktor eksternal, baik yang sifatnya ekobiologis maupun sosial
budaya. Terkait dengan prinsip ini, sulit memahami anggapan ekosistem manusia
buknalah sesuatu yang berdiri sendiri. Pemilihan antara ‘dalam’ dan ‘luar’ di sini
Prof. Oekan S. Abdoellah, Ph.D., Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta: PT
Gramedia, 2017), 3.
43
Ibid., 4
44
Ibid., 17
16
hanya dalam arti analisis, bukan ontologis. Pada dasarnya tidak ada yang terpisah
menggunakan materi, energi dan sistem pengetahuan yang berada dalam konteks
ekologis dalam proses sosial akan berujung pada ketidakseimbangan, baik dalam
negatif timbul dari ketidakseimbangan antara proses sosial dan ekologis itu,
lain, mekanisme adaptasi manusia tidak bersifat biologis melalui mutasi gen,
menjadi bagian dari pengalaman kolektif komunitas. Bekalnya ialah segala bentuk
pranata, adat kebiasaan, sistem pengetahuan dan teknologi yang telah ada, serta
berbagai sumber daya alam yang berada dalam sistem pengetahuan dan teknologi
tersebut.
dalam tiga tahap proses, yakni fisiologis, psikologis dan sosial budaya.
Pengalaman manusia atas lingkungan alam dan perubahannya tidak hanya berada
pada tingkatan sensasi dan persepsi individual, tetapi jug kepercayaan, doktrin,
aspek tersebut, melalui psikologi dan sosial budaya inilah jika disandingkan
dengan teori etika lingkungan, sebagaimana yang dibahas dengan sangat detail
diantaranya:
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya
45
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), 33.
18
dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan
yang diamhbil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun atu tidak
langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan lingkungannya. Hanya manusia yang
mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam
semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi
kepentingan manusia. Oleh karena itu alam pun dilihat hanya sebagai objek, alat
dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat
mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan
bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan
paling penting. Bagi teori antroposentrisme, etika hanya berlaku bagi manusi.
tidak relevan dan tidak pada tempatnya. Kalaupun tuntan seperti itu masuk akal,
itu hanya dalam pengertian tidak langsung, yaitu sebagai pemenuhan kewajiban
sendiri.
19
Sejauh ini, teori antroposentrisme ini dituduh sebagai salah satu penyebab,
bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang dialami sekarang. Krisis
lingkungan dianggap terjadi karena perilaku manusia yang dipengaruhin oleh cara
Pola prilaku yang eksploitatif, destruktif dan tidak peduli terhadap alam tersebut
manusia. Maka sikap dan prilaku rakus dan tamak yang menyebabkan manusia
kelestariannya, karena alam dipandang hanya ada demi kepentingan manusia saja.
Akan tetapi di lain sisi teori antroposentris ini tidak lebih sebagai satu
upaya untuk menyadarkan manusia bahwa alam semesta ini diciptakan memang
untuk manusia, agar manusia bisa memanfaatkan dan merasakan hasil dari potensi
yang dimiliki alam itu sendiri, dengan begitu kelestarian lingkungan harus dijaga
berdasarkan etika dan nilai yang selama ini menjadi tanggungjawab bersama
untuk kebaikan. Dengan begitu pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan
nilai. Alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri terlepas dari kepentingan
manusia. Ciri utama etika ini adalah biocentric, karena teori ini menganggap
setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya
sendiri. Teori ini menganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam
semesta. Semua makhluk hidup bernilai pada dirinya sendiri sehingga pantas
Hal demikian menjadi sangat rasional bila dilihat dari pusat perhatian dan yang
dibela oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral, berlaku prinsip bahwa setiap
kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga hrus
kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Karena bernilai
pada dirinya sendiri, kehidupan harus dilindungi. Untuk itu diperlukan etika yang
berfungsi menuntun manusia untuk bertindak secara baik demi menjaga dan
berharga justru karena kehidupan dalam diri manusia bernilai pada dirinya sendiri.
Hal ini juga berlaku bagi setiap kehidupan di muka bumi ini. Artinya prinsip yang
sama berlaku bagi segala sesuatu yang hidup dan yang memberi serta menjamin
kehidupan bagi makhluk hidup. Tanah atau bumi, dengan demikian bernilai moral
dan harus diperlakukan secara moral, karena memberi begitu banyak kehidupan.
21
setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun yang bukan
makhluk apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan
manusia.
kesamaan di antara kedua teori ini. Kedua teori ini mendobrak cara pandang
yang lebih luas. Pada biosentrisme, etika dioerkuas untuk mencakup komunitas
etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara
ekologis makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama
lain. Oleh karena itu kewajiban dan tanggungjawab moral tidak hanya dibatasi
pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggungjawab moral yang sama juga
semua itu juga terdapat pada teori dan pendekatan yang penulis gunakan sebagai
terjadi.46
mempengaruhi pola kehidupan manusia karena alam beserta isinya di muka bumi
ini memiliki etika tersendiri yang terus berkaitan dengan kehidupan bilogis
gagasan ini muncul sejak lama. Dalam sudut pandang eropa, teori sudah ada sejak
masa para filsuf Yunani-Romawi Kuno dan terus bertahan hingga menjelang acad
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh ahli geografi asal Prancis, Paul Vidal
Para penganut paham kementakan lingkungan ini berpandangan bahwa alam atau
46
Abdoellah, Ekologi Manusia, 54
47
Ibid., 62
23
menculkan pola pikir bahwa alam hanya ada untuk manusia, karena
2. Kapitalisme Ekstraktif
layaknya hantu yang terus menggentayangi kaum lemah dengan senjata modal
kedudukan agama dalam wilayah sangat pribadi, sulit untuk diakses. Lewat
yang yang mendapatkan pendapatan karena keuntungan dari usaha mereka dan
bunga yang didapat karena tabungan atau pinjaman. Jelas dalam kapitalisme telah
Imperialisme bukan saja telah menguras habis kekayaan alam yang ada di
bahwa dampak utama imperialisme ada dua: pertama, dominasi langsung melalui
melimpah ruah tidak luput dari cengkeraman imprealisme global ini. Di bawah
segelintir kelompok orang saja yang memiliki kekuatan modal super power.
48
Pada bagian ini Cabral menguraikan karakterisasi mengenai imperialisme, dimana kolonialisasi
secara keseluruhan menghambat proses historis perkembangan rakyat-rakyat terjajah atau
mengenyahkan mereka secara radikal atau secara progresif, modal imperialis memaksakan tipe
hubungan-hubungan baru pada masyarakat pribumi, yang strukturnya menjadi semakin rumit dan
mengacauka, menggerakkan, meracuni atau memecahkan kontradiksi dan konflik sosial; modal itu
bersama-sama dengan uang dan perkembangan pasar dalam dan luar negeri, memperkenalkan
unsur-unsur baru dalam perekonomian, menghasilkan lahirnya bangsa-bangsa baru dari kelompok-
kelompok manusia atau dari rakyat-rakyat yang berada dalam berbagai tahapan perkembangan
sejarah. Lihat Ronald Chilcote, Pembebasan Nasional Menentang Imperialisme, (Timor Loro:
Sahe Study Club dan Yayaysan HAK, 1999), 29
25
alam.
yang mencapai 99,6 juta hektar dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang
begitu luar biasa dilibas habis oleh keserakahan segelintir manusia itu. Tentu tidak
hanya hutan, Indonesia juga mempunyai kekayaan laut dan lepas pantai, potensi
Indonesia pada tahun 2013 berpotensi mencapai sebesar 171 miliar dollar AS per
Indonesia diperkirakan mencapai sebesar 7.200 triliun rupiah per tahun atau empat
kali lipat dari APBN 2014 yang besarnya 18.00 triliun rupiah.51 Angka yang
fantastis ini bisa dimaknai bahwa potensi kekayaan laut Indonesia memang luar
biasa.
meter kubik (97 triliun kaki kubik). Cadangan gas alam Indonesia juga 1,5% dari
cadangan gas alam dunia. Ini baru di Indonesia, tentui diberbagai belahan negara
lain seperti Rusia yang memiliki 48 triliun meter kubik, Iran 27 triliun meter
kubik, dan Qatar 26 triliun meter kubik. Tentu saja ini bukan jumlah yang sedikit,
jika dijadikan modal untuk membangun bangsa agar lebih baik, jauh lebih dahsyat
terkait penerimaan pemerintah dari SDA pada tahun 2018 tumbuh 62,96%
menjadi Rp. 161,1 triliun dari tahun sebelumnya. Nilai tersebut terdiri atas Rp.
143 triliun (80%) berasal dari sektor minyak dan gas, sedangkan sisanya non
migas.52
Indonesia. Beberapa contoh kasus dari dampak eksploitasi kekayaan SDA diulas
dan Rio Tinto misalkan, membuang sekitar 2,6 milliar ton tailing ke lahan, sungai
dan juga laut. Sejumlah 266 orang warga Buyat Pante pindah ke Duminanga dan
menyatakan bahwa lingkungan mereka tercemar dan tidak sehat lagi sejak
Kondisi semacam itu juga terjadi di sekitar perusahaan tambang batu bara
batu bara milik Korea ini menyebabkan Sungai Kendilo, pendukung utama
Lempesu, Suweto, hingga daerah muara rusak oleh pengerukan batu bara di hulu.
Masyarakat dari lima kampung tersebut terpaksa pindah ke lokasi baru yang
Tentu dalam konteks ini kapitalisme yang dimaksud tidak selalu berkutat
pada perusahaan asing sebagai subjek atau pelaku dari eksploitasi lingkungan.
52
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/28/berapa-penerimaan-pemerintah-dari-
sumber-daya-alam. diakses pada 1 Maret 2020 pada pukul 19:06 WIB
53
Siti Maimunah, Negara, Tambang dan Masyarakat Adat (Malang: Intrans Publishing, 2012), 37.
27
Bukan pada letak geografis dari mana ia berasal. Bahwa kapitalisme ini muncul
dari barat sebagai dampak dari neoimperialisme itu benar. Akan tetapi seiring
ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perushaan asing, akan tetapi juga
dilakukan oleh saudara sebangsa dan setanah air kita yang memiliki modal besar
dan keserakahan.
3. Budaya Konsumtif
Tidak jauh berbeda dengan realita saat ini, kesenjangan sosial yang terjadi
sebagai akibat dari pengaruh imperealisme barat, tanpa bisa dipungkiri telah
menuai banyak persoalan berkepanjangan di bumi pertiwi ini. Sebuah negara yang
oleh sebuah sistem neoliberalisme. Bangsa kita yang dalam hal kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM)-nya memiliki potensi yang cukup baik untuk mengelola
dipatahkan sehingga bangsa kita hanya bisa menjadi penikmat dari sekian banyak
kekayaan SDA secara berlebihan terjadi dimana-mana. Sebagai akibat dari budaya
Maka sangat dirasa benar atas apa yang dituliskan oleh Coen Husain
54
Pontoh dalam buku Perempuan, Tuhan dan Pasar bahwa merebaknya budaya
atau perilaku konsumtif ini karena dalam dunia pasar atau industrialisasi,
54
Coen Husain Pontoh dkk., Peremuan, Tuhan dan Pasar (t.t.: IndoProgres, 2019) 23
28
menjadikan perempuan dan Tuhan (agama) sebagai ladang subur untuk semakin
membuat dagangannya yang diproduksi dalam skala besar dapat laku dengan laris.
Maka berbagai trand dan style dibuat sebaik mungkin untuk mengelabui para
berkaitan perilaku konsumen dalam kehidupan manusia. Dewasa ini salah satu
gaya hidup konsumen yang cenderung terjadi di dalam masyarakat adalah gaya
kepuasan tersendiri, gaya hidup seperti ini dapat menimbulkan adanya gejala
samping itu sikap seseorang seperti orang tidak mau ketinggalan dari temannya
atau penyakit kultural yang disebut “gengsi” sering menjadi motivasi dalam
meniru sehingga remaja berlomba-lomba yang satu ingin lebih baik dari yang lain.
tetapi ada motivasi lain. Konsumtifisme jenis ini cukup banyak contohnya,
misalnya berbagai produk dengan merk terkenal sangat disukai meskipun mahal,
seperti kemeja “Arrow atau tas Gucci”. Produk bukan sesuatu yang dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia, akan tetapi lebih berfungsi sebagai lambang
adalah perilaku individu yang ditujukan untuk konsumsi atau membeli secara
dan gaya hidup. Beberapa faktor inilah yang kemudian mempengaruhi manusia
trand maupun brand yang menjadi daya tarik untuk dipenuhi sehingga pda titik
dengan detail di bahas pada sub bab sebelumnya. Boleh jadi dua persoalan besar
ini saling ada keterkaitan, ketika budaya konsumtif ini semakin meningkat,
otomatis permintaan dari banyak kebutuhan manusia pun meningkat pula, maka
peluang untuk mengeksploitasi kekayaan SDA ini di berbagai daerah akan terus
56
Kartodiharjo, Konsumerisme dan Perlindungan Konsumen, (Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Press, 1995), 30.
57
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen (Bandung: Eresco, 1988) 43
30
kaitan erat dengan alam akan sulit membendung terjadinya kerusakan alam.
Salah satu dampak terbesar dari krisis ekologi atau kerusakan alam yang
disebabkan oleh budaya konsumtif ini adalah sampah plastik. Hampir di semua
kebutuhan dasar manusia berasal dari bahan dasar plastik. Setiap waktu intensitas
Beberapa sumber menyebutkan bahwa persoalan sampah plastik telah menjadi isu
juga di sungai dan lautan. Dampak negatif sampah berbahan plastik tidak hanya
pada kesehatan manusia, membunuh hewan yang dilindungi, tetapi juga merusak
setiap tahun. Menurut perkiraan Bank Dunia, jumlah ini akan bertambah hingga
2,2 milyar ton pada tahun 2025. Hal ini terjadi karena plastik telah menggantikan
bahan-bahan seperti kaca dan logam, namun sebagian besar dalam bentuk
kemasan. Selama 50 tahun produksi dan konsumsi plastik global terus meningkat.
Hal ini tentunya menghasilkan persoalan serius bagi kita. Karena menurut
Dalam kasus Indonesia, berdasarkan data dari KLHK terkait hasil temuan
dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO)
dalam waktu satu tahun saja, sampah plastik sudah mencapai 10,95 juta lembar
58
https://lingkunganhidup.co/sampah-plastik-indonesia-dunia/ Diakses pada 27 Februari 2020
pukul 0:30 WIB.
31
sampah kantong plastik. Jumlah itu ternyata setara dengan luasan 65,7 hektare
kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola. Padahal, KLHK
menargetkan pengurangan sampah plastik lebih dari 1,9 juta ton hingga 2019. Saat
ini jumlah sampah Indonesia di 2019 diprediksi akan mencapai 68 juta ton, dan
sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total
sampah yang ada. Saat ini, komposisi sampah utamanya 60 persen organic dan
Kondisi yang sangat memilukan, bumi yang oleh Allah SWT dianugerahi
kualitas kemanusiaannya itu justru dirusak oleh sifat tamak manusianya sendiri.
Maka dalam hal ini, Islam sebagai agama pengusung misi kemanusian dan
perdamaian telah sejak awal mengamanahkan kepada segenap manusia yang ada
QR al-Nahl: 10-11
Sejatinya sebagai rasa syukur atas karunia Allah SWT yang luar biasa ini
59
http://lingkunganhidup.co/penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-dua-dunia#, diakses pada 27
Februari 2020 pukul 0:27 WIB
60
Al-Qur’an, 16:10;16:11
32
segala bidang. Perubahan itu didasari atas dorongan untuk mengusir penjajah dari
bumi pertiwi. Meskipun ada dorongan kuat melawan penjajahan, akan tetapi umat
Islam menyadari betul bahwa tidak mungkin melawan penjajah hanya dengan cara
bahwa perlu kembali mengkaji ajaran Islam secara total sehingga pada gilirannya
mampu membawa umat Islam menang melawan imprealisme barat yang semakin
tidak terkendali.62
sebagai umat Islam untuk terlepas dari belenggu penjajahan jika ditinjau dari
aspek cikal bakal kehadiran Islam sebagai agama pembebasan, maka realita yang
penulis paparkan di atas sangatlah wajar terjadi. Sebab pada dasarnya Islam
61
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Islam (Jakarta:
Rajawali Press, 1998), 38.
62
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalimah, 1999), 133
33
alternatif. Tentu saja alternatif terhadap sistem dan budaya Arab yang waktu itu
tengah mengalami pembusukan dan proses dehumanisasi. Selain itu Islam juga
lahir sebagai jalan pembebasan dan kemanusiaan dari dua kekuatan global pada
momentum yang sangat luar biasa dalam memproyeksikan masa depan bagi
motivasi bagi umat Islam untuk mencipta pembaruan tanpa harus merusak nilai-
Pembaruan sebagai cikal bakal terciptanya masa depan yang mencerahkan tidak
boleh hanya menjadi angan-angan, akan tetapi harus dibuktikan dengan gerakan
penerus bangsa.
nilai pendidikan lokal tidak mungkin terkontaminasi oleh pendidikan barat, karena
Indonesia.
dengan pendidikan Islam yang progresif harus dimulai dari gerakan kultural yang
63
Eko Prasetyo, Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal dari Wacana Menuju Gerakan
(Yogyakarta: Resist Book, 2015) iii
34
tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya perubahan di bidang pendidikan.
Maka langkah yang perlu diambil ialah dengan melakukan pembaruan bidang
langkah untuk mencapai tujuan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan generasin
muda yang haus akan ilmu pengetahuan. Akulturasi berbagai bidang keilmuan
yang memang dibutuhkan pada saat sekarang ini seperti halnya ilmu pengetahuan
dan teknologi harus senantiasa dikuasi oleh segenap generasi muslim agar
perubahan melalui pendidikan pada akhirnyab akan menjadi pilihan bagi umat
rangka mencetak generasi yang tangguh dan bisa diandalkan bagi kemajuan
sistem menejemen yang kooperatif. Lebih jauh, pendidikan Islam mesti juga
mendatang.
dari gerakan pembaruan pendidikan Islam ke arah yang lebih baik. Sebagaimana
yang disampaikan oleh M.H. Ainun Najib65, pesantren memiliki Tri Dharma yang
dijunjung tinggi. Pertama, keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Kedua,
pengembangan keilmuan yang bermanfaat. Dalam hal ini sebagaimana yang telah
karena bekal ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada para santrinya disesuaikan
dan negara. Adalah satu keniscayaan bagi pesantren, yang menjadikan pengabdian
sebagai upaya yang dilakukan untuk bisa bermanfaat bagi kehidupan semesta.
Ilmu yang dikembangkan di pesantren ini pangkalnya tetap bermuara pada satu
Dari Tri Dharma pesantren tersebut, kita dapat melihat bahwa pesantren
akan tetapi lebih mengakomodir berbagai bidang keilmuan yang sesuai dengan
65
Prof. Dr. Abu Yasid, MA, LL.M., dkk. Paradigma Baru Pesantren Menuju Pendidikan Islam
Transformatif (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 253
36
berkomunikasi di dunia global yang sangat ketat. Maka tak ayal jika kemudian,
dari pesantren lahir banyak ulama yang sangat berpengaruh dan memegang
sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Istilah pesantren berasal dari kata
santri yang berarti tempat tinggal para santri. Pemakaian kata pesantren untuk
menamai lembaga pengajaran agama ini terkait erat dengan proses pengembangan
agama Islam di Nusantara, yang konon katanya patut diduga kuat dikembangkan
Nurcholish Madjid,66 pesantren tidak hanya dianggap identik dengan makna ke-
karakteristik tersendiri yang tentu saja tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan
utama. Menurut Zamakhsyari Dhofier67, ada lima elemen pokok yang berkaitan
langsung dengan pembinaan moral dan agama bagi para anak didik—yang
(tempat ibadah), santri (anak didik), pengajaran kitab-kitab kuning (proses belajar
66
Djaswidi Al Hamdani, Pengembangan Kepemimpinan Transformasional (Bandung: Nuansa
Aulia, 2005), 76.
67
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES,
1994), 44.
37
mengfajar) dan kiai (guru). Lima elemen ini berkaitan satu sama lain, tidak bisa
negeri yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Pada mulanya pesantren
berdiri sejak awal masa Islam di Indonesia, tetapi pada dataran bentuk mengalami
pesantren . Bagi mereka yang mengamati pesantren dari segi substansinya, akan
pesantren yang ada sekarang ini tentu memandang kehadiran pesantren baru saja
Prof. Dr. Mujamil Qomar, M. Ag., Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
68
maupun respon yang ditempuh kiai tetap merupakan pilihan terbaik baginya,
zaman. Ada pesantren yang bersikap lunak dan ada yang keras. Ada pesantren
yang terbuka dan ada yang tertutup. Ada yang mengidentifikasikan zaman
sekarang sebagai ‘zaman edan’ atau ‘jahiliyah modern’, hal inilah yang kemudian
mengelupas jati dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional yang terus
terwujud bila institusi pesantren tanggap atas perkembangan dunia modern. Pada
konteks ini pesantren sejak awal tetap mendapatkan kepercayaan tinggi dari
masyarakat sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki peran utama dalam
pesantren telah mampu memadukan antara akar tradisi dan modernitas dalam
wacana pemikiran Islam disebut dengan neomodernis. Selama ini tradisi dan
69
M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1995), 56
70
Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholis Madjid terhadap Pendidikan Islam
Tradisional (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 6
39
bisa dipisahkan dengan tradisi, sehingga ada upaya untuk mengintegrasikan tradisi
dengan modernisasi.
jâdid âl-âshlâh (memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru
yang lebih baik) merupakan pijakan dari sikap neomodernis. Istilah Âl-
muhâfazatu ‘âlâ âl-qâdim âl-shâlih (memelihara hal-hal lama yang baik) adalah
âl-âshlâh (dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik) adalah refleksi dari
penerimaan modernisasi.
Setidaknya konsep berpikir dalam kaidah ushul fiqh ini menjadi batu
yang lebih detail tentang ajaran Islam sebagai tatanan sosial, bukan hanya
a) Pesantren Tradisional
terbatas pada ilmu fiqh, aqidah, tata bahasa Arab, akhlaq, tasawuf dan
menjadikan sarung dan kopyah sebagai ciri khas yang tidak boleh
b) Pesantren Modern
hal yang disajikan oleh alam semestra. Sehingga pesantren ini tidak
produk-produk teknologi.
dimiliki, menjadikan kiai sebagai subjek sentral dan norma kode etik
zaman berkembang.
dan kemasyarakatan.
juga sudah dipaparkan di sub bab sebelumnya, maka konsep pesantren menjadi
bidang pendidikan dan sosial. Bahkan lebih jauh dari pada itu pesantren menjadi
kota.72
perhatian khusus dari kalangan pesanten itu sendiri terhadap keselamatan dan
pelestarian lingkungan. Hal ini dikarenakan pesantren sejak awal telah menyadari
Karenanya pesantren memiliki ciri khas tersendiri, yang ini justru berbeda
khas yang menonjol ini adalah adanya upaya pengembangan lingkungan hidup.
beberapa pondok pesantren telah memiliki tanah wakaf yang dijadikan sawah dan
72
Prof. Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991), 246
43
230 hektar sawah wakaf yang tersebar di berbagai daerah dan telah mendapatkan
Hal yang sama juga terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah desa Guluk-
pengairan dan pada akhirnya mendapati lahan 4,5 hektar sebagai basis
lainnya.74
upaya ini dilakukan untuk memberikan uswah atau contoh melalui pengajaran dan
pengalaman kepada para santri bahwa antara manusia dengan alam memiliki
keterkaitan erat yang diikat oleh moral. Maka tidak jarang, santri seringkali
santrinya diajak untuk ikut serta melakukan penanaman benih padi atau jenis
bisa digunakan untuk pengembangan pesantren secara umum, lebih dari itu juga
agar ‘para santri bisa menyatu dengan alamnya, menjaga kesuburan tanah dan ikut
pesantren sudah menyadari akan ajaran agama Islam yang telah mengatur dengan
baik bagaimana cara mengelola alam semesta ini sehingga dapat mengambil
Lebih jauh dalam hal ini, secara nalar ideologis75, pesantren sejak awal
memang tumbuh dari lingkungan alam dan pedesaan. Dengan latar belakang ini,
maka kedekatan antara komunitas pesantren dengan alam terajut secara natural.
memasak sendiri sebagai wujud dari kemandirian. Hal ini tentu jarang sekali ada
ekologi, dimana santri terus menjaga hubungan erat dengan alamnya melalui
dilakukan oleh Prof. Dr. M. Bahri Ghazali, MA. di Pondok Pesantren Annuqayah
75
M. Musthafa, Sekolah dalam Himpitan Google dan Bimbel (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,
2013), 236.
45
potensi yang ada di alam sekitar untuk kemandirian pesantren, sehingga segala
pendidikan ekologi ini menambah keterampilan santri yang tidak hanya berkutat
pada intelektual belaka. Keterampilan yang dimiliki para santri dalam menjaga
sehingga bagi para santri perilaku yang menyebabkan kerusakan alam merupakan
tindakan yang harus dijauhi. Maka kesadaran semacam ini mengakar kuat dalam
lingkungan.
Pesantren
76
Prof. Dr. M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: CV. Prasasti, 2001),
47.
46
iklim belajar yang kooperatif, Dr. Nurcholis Madjid telah menguraikan dengan
terhadap lingkungan dalam salah satu bukunya, beliau memulai penjelasannya itu
dengan konsep taskhir dalam al-Qur’an77, segi logika doktrin taskhir ini ialah,
pertama manusia adalah ciptaan Allah; maka seluruh alam berada dalam martabat
lebih rendah daripada manusia. Kedua, alam adalah untuk dapat dimanfaatkan
gerakan ekologi yang sebagai produk dari faktor-faktor budaya dan struktural
yang muncul secara independen sebagai jawaban atas kondisi lingkungan sekitar.
Kedua, gerakan ekologi yang menempatkan pola dan pengaruh mediasi dalam
lobi-lobi lingkungan, peranan media serta ilmuwan. Ketiga, gerakan ekologi yang
77
Al-Qur’an, 45:13 “Dan dia merendahkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir”
78
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992),
294
79
Husnul Khitam, “Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi,” Skripsi, Institut Pertanian
Bogor (2011), 18.
47
untuk diterapkan. Berikut penulis urai beberapa faktor pendorong dan penghambat
a) Faktor Pendorong
1. Kiai
dalam hal ini agama Islam. Terlepas dari anggapan kiai sebagai
acuan nilai moral dan norma yang diyakini dan dianut oleh
48
pemaduan antara teori dan praktik seimbang. Para santri bisa terjun
80
Bisri Effendi, An-Nuqayah: Gerak Transformasi Sosial di Madura (t.t: P3M, 1990), 2.
81
Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 39
49
kemasyarakatan.
b) Faktor Penghambat
1. Strandarisasi Pendidikan
82
Dr. M. Arfan Mu’ammar, M. Pd. I, Nalar Kritis Pendidikan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), 74.
50
satu contoh yang oleh penulis paparkan di atas, bahwa hari ini
Paulo Freire83: