KEPERAWATAN KRITIS
Disusun oleh
P27220020237
POLTEKKES SURKARTA
Kasus Pneumothoraks
Disusun Oleh :
P27220020237
POLTEKKES SURAKARTA
A. Definisi
Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura,
sebuah ruangan antara dinding dada dan paru (Hidayati, 2018).
Pneumotohraks merupakan keadaan emergency yang disebabkan oleh
akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit
atau cedera. Terdapatnya udara di dalam rongga pleura akan
mengakibatkan paru-paru menjadi kolpas.
B. Patofisiologi
Normalnya, tekanan pada intrapleura ialah negative (yaitu kurang
dari tekanan atmosfer) karena recoil dari dinding dada bagian dalam dan
luar. Pada pneumothoraks, udara memasuki rongga pleura baik dari luar
dada maupun dari luar paru itu sendiri melalui jarnan mediastinal atau
secara langsung karena perforasi pleura langsung. Kemudian tekanan
intrapleura meningkat dan volume paru menurun. Tension pneumothoraks
merupakan salah satu bentuk pneumothoraks yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrapleura secara progresif menjadi bertekanan
positif. Paru-paru menjadi kolaps dan siklus pernapasan terganggu, lalu
mendorong mediastrum, dan menyebabkan venous return tidak seimbang.
Tekanan venous return yang terganggu dapat menyebabkan hipotensi
sistemik dan respiratory atau cardiac arrest dalam hitungan menit.
Terkadang, tension pneumothoraks ialah hasil atau komplikasi dari
traumatik pneumothoraks. Terjadi ketika luka atau trauma di dada menjadi
one way valve untuk udara memasuki rongga pleura kemudian terjebak
dan mengakibatkan peningkatan volume udara pada rongga pleura selama
siklus inspirasi.
C. PATHWAY
Pecahnya pleura
Defisit
pengetahuan
D. Etiologi Pneumothoraks
1. Spontan
E. Faktor Resiko
a. Merokok
b. Genetik, beberapa jenis penyakit ini merupakan keturunan
c. Mengidap penyakit atau gangguan pada paru-paru
d. Mengidap Sindrom Marfan.
e. Pernah mengalami pneumothoraks sebelumnya.
f. Aktivitas ekstrem yang dapat menyebabkan kerusakan
dada.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi pasien dengan pneumothoraks adalah nyeri dada dan
sesak napas pada 95% pasien. Nyeri dada bersifat nyer pleuritik, akut,
dan terlokalisir pada sisi pneumothoraks. Gejala penyerta lain
diantaranya batuk, batuk berdarah, dan sesak bila berbaring. Keluhan
sesak tergantung luas pneumothoraks. Pada kondisi yang jarang terjadi
adalah sindroma horner. Beberapa pasien tidak berejala atau hanya
mengeluhkan lemah beban. Pneumothoraks spontan sering dipicu oleh
pencetus seperti batuk kuat, bersin, mengejan, dan mengangkat beban
berat. Pasien akan merasa makin sesak setelah terdapat salah satu
pencetus diatas. Pada penumothoraks traumatic, gejala terjadi setelah
adanya trauma. Pneumothoraks spontan sering terjadi saat istirahat (90%
kasus). Pada pneumothoraks spontan primer, gejala sesak dan nyeri dada
sering menghilang kurang dari 24 jam, Sehingga pasien tidak segera
datang ke rumah sakit. Sedangkan pasien pneumothoraks spontan
sekunder akan mengalami gejala yang lebih berat dibandingkan
pneumonia spontan primer. Gejala pernapasan yang berat dan adanya
distress napas merupakan tanda pneumothoraks tension atau ventil yang
mengancam nyawa (Hidayati, 2018).
G. Komplikasi
Pneumothoraks spontan dapat menyebabkan terjadinya emfisema
subkutis. Kurangnya oksigen yang masuk ke vena pulmonalis
menyebabkan pasokan oksigen yang disebarkan dari jantung ke seluruh
tubuh akan berkurang. Jika hal tersebut tidak ditangani maka akan terjadi
henti jantung dan pari. Komplikasi yang paling parah adalah jika paru-
paru collabs disertai hipoksia dan hilangnya kesadaran maka akan
menyebabkan kematian. Komplikasi juga dapat terjadi selama
perawatan. Terutama pada WSD adalah perdarahan, infeksi dan edema
reexpansion paru.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Hasil analisa gas darah sering didapati hipoksemia (PO2 turun)
dan kadang disertai dengan hiperkarbia (PCO2 turun) karena
terjadinya hiperventilasi (frekuensi napas meningkat).
2. EKG (Electrocardiography)
Pasien dengan pneumothoraks kiri dapat merubah pola EKG
menyerupai infark miokard anterolateral.
3. Radiologi
a. Foto Polos Dada
Diagnosa pneumothoraks secara klasik dapat ditegakkan
dari foto polos dada. Gambaran yang terlihat adalah
terpisahnya pleura viseralis (paru) dari pleura parietalis
(dinding dada) dan diisi oleh rongga kosong (lucent)
tanpa adanya pembuluh darah paru.
b. CT Scan
CT Scan thoraks merupakan gold standar penegakkan
diagnosis pneumothoraks. Namun hal itu sering sulit
dilakukan karena beberapa alasan diantaranya : tingkat
radiasi tingi, transportasi pasien ke ruang CT Scan, serta
harus diintrepetasi oleh dokter ahli.
c. USG Thoraks
Menjadisalah satu alternative alat diagnosis
pneumothoraks. Beberapa review literature menyebutkn
bahwa USG thoraks lebih senstif dibndinkan foto polos
dada posisi supinasi pada kasus pneumothoraks
traumatic.
Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Journal
of Chemical Information and Modeling.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
6. Pemeriksaan diagnostic
7. Perencanaan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Pola napas tidak efektif :
efektif tindakan Pemantauan Respirasi
berhubungan keperawatan selama (I.01014)
dengan 2x24 jam, a) Observasi
deformitas diharapkan pola • Monitor frekuensi,
dinding dada napas membaik irama, kedalaman, dan
dengan kriteria upaya napas
hasil : • Monitor pola napas
f) Dispnea : 5 • Monitor adanya
(Menurun) sumbatan jalan napas
g) Penggunaan • Palpasi kesimetrisan
otot bantu ekpansi paru
napas : 5 • Auskultasi bunyi napas
(Menurun) • Monitor saturasi ksigen
h) Pemanjangan • Monitor hasil x-ray
fase ekspirasi thoraks
:5 b) Terapeutik
(Menurun) • Atur interval
i) Ortopnea : 5 pemantauan respirasi
(Menurun) sesuai kondisi pasien
j) Pernapasan • Dokumentasi hasil
cuping hidup pemantauan
:5 c) Edukasi
(Menurun) • Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Nyeri akut : Pemberian
berhubungan intervensi analesik (I.08243)
dengan agen keperawatan selama e) Observasi
pencedera fisik 1x24 jam diharapkan Identifikasi
(prosedur tingkat nyeri karakterist nyeri
operasi : menurun, dengan kesesuaian jenis
pemasangan kriteria hasil : analgesik dengan
WSD) e) Keluhan tingkat keparahan
nyeri : 5 nyeri
(Menurun) Monitor tanda-
f) Meringis : 5 tanda vital
(Menurun) sebelum dan
g) Gelisah : 5 sesudah
(Menurun) pemberian
h) Kesulitan analgesic
tidur : 5 Monitor
(Menurun) efektifitas
analgesic
f) Terapeutik
Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai
analgesic optimal,
jika perlu
Tetapkan target
analgesic untuk
mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasi
respon terhadap
efek analgesic dan
efek yang tidak
diinginkan
g) Edukasi
Jelaskan efek
terapi dan
samping obat
h) Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesic, sesuai
indikasi
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Resiko Infeksi :
berhubungan tindakan Pencegahan Infeksi
dengan efek keperawatan selama (I.14539)
prosedur invasif 3x24 jam diharapkan e) Observasi
tingkat infeksi Monitor tanda dan
menurun, dengan gejala infeksi
kriteria hasil : local ddan
e) Demam : 5 sistemik
(Menurun) f) Terapeutik
f) Kemerahan : Batasi jumlah
5 (Menurun) pengunjung
g) Nyeri : 5 Berikan
(Menurun) perawatan kulit
h) Bengkak : 5 Cuci tangan
(Menurun) sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
berisiko tinggi
g) Edukasi
Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
Ajarkan etika
batuk
Ajaarkan cara
memeriksa
kondisi luka
operasi
Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
h) Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
4 Gangguan Setelah dilakukan Gangguan mobilitas
mobilitas fisik tindakan fisik : Dukungan
berhubungan keperawatan selama Mobilitas (I.05173)
dengan 3x24 jam diharapkan d) Observasi
kerusakan Mobilitas Fisik Identifikasi
integritas meningkat, dengan adanya nyeri atau
struktur tulang kriteria hasil : keluhan fisik
d) Pergerakan lainnya
ekstremitas : Identifikasi
5 toleransi fisik
(Meningkat) melakukan
e) Kekuatan pergerakan
Otot : 5 Montor frekuensi
(Meningkat) jantung dan
f) Rentang tekanan darah
gerak : 5 sebelum
(Meningkat) melakukan
mobilasasi
Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
e) Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
Fasilitasi
melaukan
pergerakan
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
f) Edukasi
Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
Anjurkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
8. Implementasi Keperawatan
Tanggal Dx Tindakan Respon TTD
Waktu
Rabu, 31 Maret 2021
07. 40 WIB 1,2,3 Mengobservasi DS :
,4 keadaan umum
- Pasien mengatakan
pasien dan tanda-
merasa sesak napas,
tanda vital pasien
DO :
- KU lemah
- Kesadaran
composmentis
- Akral dingin
- Pasien tampak sesak
- Pasien tampak lemah
- Tanda – tanda vital
TD : 117/86, N :
120x/menit, S : 36,5,
RR 34x/m dan SpO2
100%
07.45 WIB 1 Memonitor pola DS :
napas pasien, dan
- Pasien mengatakan
saturasi oksigen
merasa sesak napas
pasien DO :
- Pasien tampak sesak
- Pernapasan irregular
- RR : 34x/menit
- SpO2 : 98%
07.50 1,2,3 Berkolaborasi DS :
,4 pemberian terapi
- Pasien setuju untuk
oksigen
diberikan terapi
oksigen
DO :
- Pasien O2 nasal
kanul 3 Lpm
07.55 2 Mengidentifikasi DS :
karakteristik nyeri
- Pasien mengatakan
pasien, dan reaksi
nyeri
nyeri nonverbal
P : agen pencedera
fisiologis
Q : seperti tertusuk
R : dada sebelah
kiri
S : skala 5
T : nyeri dirasakan
hilang timbul dan
bertambah saat
bergerak
DO :
- K/U pasien tampak
lemah
- Pasien tampak
meringis
- TTV :
TD : 117/86, N :
120x/menit, S :
36,5, RR 34x/m
ddan SpO2 100%
08.00 WIB 1,2,3 Memberikan terapi DS : pasien
kolaborasi obat mengatakan bersedia
DO :
- Inj. Vit K
- Inj. Dexketoprofen
- Anbacim
- Metrodinazole
- Ratitidine
- Asam tranexamat
08.05 WIB 1,2 Mengajarkan pasien DS :
teknik relaksasi
- Pasien mengatakan
napas dalam, dan
bersedia diajarkan
menganjurkan
dan melakukan
posisikan pasien semi
relaksasi napas
fowler
dalam dan diberi
posisi semi fowler
DO :
- pasien diberikan
posisi semifowler
- Pasien diajarkan
relakasi napas
dalam
- Pasien melakukan
relaksasi napas
dalam
DO :
TD : 117/86, N :
120x/menit, S : 36,5,
RR 34x/m dan SpO2
100%, AL : 28,79
- Ada luka
diarea perut,
dada, kepala
dan tangan
sebelah kiri
- Trepasang
WSD di dada
kiri
- Ada luka
laserasi di
beberapa tubub
08.10 4 Identifikasi adanya DS :
WIB nyeri atau keluhan
Pasien emngatakan
fisik lainnya
kesulitan bergerak dan
nyeri saat
menggerakkan
anggota tubuhnya
DO :
- Kesadaran CM
E4V4M5
- Pasien mengalami
penurunan kekuatan
otot
08.40 WIB 1,2,3 Berkolaborasi dalam DS :
,4 mempertahankan
- Pasien
cairan parenteral dan
mengatakan
obat-obatan sesuai
bersedia
advis
diberikan
terapi obat
DO :
- Pasien
diberikan
terapi
-
09.00 WIB 1,2,3 Mempertahankan DS :
oksigenasi, dan
- Pasien
memonitor saturasi
mengatakan
merasa lebih
rileks
DO :
- Pasien tampak
lebih rileks
- RR : 26x/menit
- SpO2 : 100%
- Terpasang O2
nasal kanul 3
Lpm