Anda di halaman 1dari 6

SYARAT TUMBUH KEDELAI DI DAERAH GARUT KOTA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Produksi Tanaman
Pangan II

Dosen Pengampu: Dr. Suhardjadinata, IR., M.P.

Oleh:

185001036 Mega Repormasi A.P.

185001120 Dhea Naqyya Nizhani

185001123 Lilis Apriliani

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SILIWANGI

2021
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Kedelai merupakan tanaman sumber protein yang murah, sehingga dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kebutuhan terhadap kedelai semakin meningkat
dari tahun ketahun sejalan dengan bertambahnya penduduk dan meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap makanan berprotein nabati. Kedelai merupakan tanaman legum yang
kaya protein nabati, karbohidrat dan lemak. Biji kedelai juga mengandung fosfor, besi,
kalsium,vitamin B dengan komposisi asam amino lengkap, sehingga potensial untuk
pertumbuhan tubuh manusia (Pringgohandoko dan Padmini, 1999).
Kebutuhan terhadap kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun linear dengan
peningkatan jumlah penduduk, sementara produksi yang dicapai belum mampu mengimbangi
kebutuhan tersebut. Disisi lain produksi kedelai masih sangat rendah. Produksi kedelai tahun
2018 sebanyak 82,598 ribu ton biji 2 kering, sedangkan kebutuhan kedelai mencapai 2,5 juta
ton. Untuk memenuhi jumlah kekurangan ini dan mempertahankan tingkat konsumsi yang
cukup pada masa mendatang, hasil tanaman kedelai harus terus ditingkatkan dan impor
kedelai tidak dapat dihindari.
Adanya penurunan luas panen kedelai yang tak seimbang dengan peningkatan
produktivitas menyebabkan ketidakstabilan pada produksi kedelai di Indonesia (Malian,
2004). Selain itu, Karena tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman yang peka terhadap
perubahan iklim, sehingga adanya pengaruh perubahan iklim menjadi salah satu faktor yang
sulit dikontrol dan berdampak terhadap perubahan produksi kedelai. Apriyana et al. (2016)
menuturkan bahwa perubahan iklim di kawasan Asia Tenggara dapat menurunkan produksi
tanaman kedelai sebesar 12,4%. Menurut penelitian Agung (2016) di Maluku, kedelai
merupakan komoditas yang paling sensitif terhadap perubahan iklim karena memiliki dampak
penurunan produksi ketika kondisi El Nino sebesar 10,7% maupun La Nina sebesar 11,4%.
Handoko et al. (2008) menuturkan bahwa penurunan curah hujan sebesar 246 mm/tahun
diperkirakan akan menurunkan produksi kedelai hingga 65,2%. Menurut Putra dan Indradewa
(2011) peningkatan suhu udara sebesar 5ºC akan menurunkan produksi kedelai sebesar 10-
30%.
Perubahan iklim dapat mengancam produksi tanaman kedelai di Kabupaten Garut,
Jawa Barat. Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Jawa Barat.
Program swasembada kedelai pun menjadi target agar tidak terjadi ketergantungan terhadap
kedelai impor yang semakin besar. Dalam 15 tahun terakhir trend produksi kedelai di Garut
mengalami fluktuasi yang cukup tajam. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan lahan
untuk pertanaman kedelai serta diduga adanya faktor perubahan iklim dimana sebagian
tanaman kedelai ditanam di lahan tegalan dan sawah tadah hujan, sehingga ketersediaan air
sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui seberapa besar perubahan iklim yang terjadi di Kabupaten Garut,
bagaimana hubungan perubahan iklim, topografi, jenis tanah terhadap tanaman kedelai.
BAB II

SYARAT TUMBUH KEDELAI DAN DATA IKLIM DAN TANAH DI WILAYAH


KABUPATEN GARUT

A. Faktor Agroklimat : Kriteria Kesesuaian Agroklimat

Kami mendapatkan data selama 5 tahun dari tahun 2010-2014, akan tetapi kami tidak
mendapatkan data yang kumplit dari BPP. Berikut rinciannya :

Tahun Faktor Agroklimat


Curah Hujan Tingkat
Kesesuaian
2010 2771,5 Agak Sesuai
2011 1425,5 Tidak Sesuai
2012 1618 Sangat Sesuai
2013 2029 Sangat Sesuai
2014 1889,7 Sangat Sesuai
Suhu hujan di Kabupaten Garut rata-rata 18-23 derajat celcius yang artinya suhu di
Kabupaten Garut tidak sesuai untuk ditanami kedelai.
B. Faktor Tanah

Secara umum keadaan tanah di wilayah Kabupaten Garut Kota berada pada :
- pH : 5-7 = Sangat Sesuai
- Topografi : Datar 643,25 ha (28,76%) = Tidak Sesuai
Landai 279,70 ha (12,50%) = Sesuai
Pegunungan 1314,11 ha (58,74%) = Agak Sesuai
- Elevasi : 680 s/d 980 meter dpl = Sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, A. R., & Puspitawati, M. D. (2018). Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine Max L.)
Varietas Burangrang pada Lahan Kering. Jurnal Bioindustri, 1(1), 1–9.
https://doi.org/10.31326/jbio.v1i1.89.

Rohmah, E. A., & Saputro, B. (2016). Analisis Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine Max
L.) Varietas Grobogan pada Kondisi Cekaman Genangan. Sains Dan Seni ITS, 5(2),
2337–3520.

Ruminta, R., Irwan, A. W., Nurmala, T., & Ramadayanty, G. (2020). Analisis Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Produksi Kedelai dan Pilihan Adaptasi Strategisnya pada
Lahan Tadah Hujan Di Kabupaten Garut. Kultivasi, 19(2), 1089–1097.
https://doi.org/10.24198/kultivasi.v19i2.27998.

Anda mungkin juga menyukai