Anda di halaman 1dari 116

BAB II

SISTEM WAKTU DISKRET

2.1 PENDAHULUAN
Teknik-teknik matematika untuk menganalisa sistem-sistem linear yang
tak ubah- waktu (linear time-invariant system) biasanya diklasifikasikan sebagai
metode kawasan waktu (atau barisan) (time(or sequence)domain) atau sebagai
metode kawasan transformasi (transform domain). Dalam bab ini akan kita tinjau
tiga buah metode kawasan barisan untuk menganalisis sistem-sistem waktu-
diskret. Ketiga metode ini disebut teknik kawasan barisan, karena baik masukan.
Keluaran dan model sistem semuanya dilukiskan dengan menggunakan barisan-
barisan bilangan. Sedangkan barisan keluaran merupakan tanggapan istem
terhadap beberapa nilai barisan masukan. Barisan-barisan bilangan ini biasanya
kita tafsirkan sebagai pengindeksan dalam waktu, namun tafsiran seperti itu
tidaklah perlu dilakukan.
Ketiga metode kawasan waktu yang akan kita pelajari bergantung pada model
yang kita pilih untuk melukiskan suatu sistem waktu-diskret tertentu. Ketiga
deskripsi yang akan kita gunakan dalam bab ini adalah :
1. Persamaan beda linear (linear difference equation).
2. Barisan tanggapan-impuls (impuls-response equence).
3. Deskripsi matriks atau variabel-keadaan (state variable or matrix
description).
Tiap-tiap metode inidapat kita gunakan untuk mencari keluaran sebuah sistem
waktu-diskret dari barisan masukan yang diketahui. Bila demikian, mengapa kita
tinjau lebih daripada satu model? Alasannya adalh karena tiap-tiap model
menekankan spek-aspek tertentu dari sistem. Jadi, kita dapat menafsirkan
sistemnya dalam cara-cara yang berbeda bergantung pad model yang digunakan.
Bersama-sama, ketiga model ini memungkinkan kita memperoleh suatu
pemahaman yang lengkap mengenai bagaimana sistem-sistem waktu-diskret
bekerja. Kita akan mulai dengan model persamaan beda linear.

14
15

2.2 PERSAMAAN BEDA LINEAR


Sistem-sistem waktu diskret linear mentransformsikan barisan masukan
uk ke dalam barisan keluaran yk menurut suatu rumus pngulangan (recursion
formula) atau persamaaan bed. Sebagai contoh, persamaan
Yk = uk + 2uk-1 + 3uk-2 (2.2.1)
Adalah suatu pernyataan sederhana yang dalam kata-kata dapat dilukiskan sebagai
berikut.
Bentuklah anggota ke-k dari barisan keluaran yk dengan menambahkan
secara bersama masukan sekarang uk, dua kali masukan sebelumnya uk-1, da tiga
kali masukan yang tertunda dua kali uk-2. Dalam contoh ini, jika barisan
keluarannya akan berupa 1,0,1,2,0,0,...., maka berisan keluarannya akan berupa
yk = 1,2,4,4,7,6,0,0,.....
Kita akn seringkali menemukan bahwa dalah memudahkan untuk
menyatakn suatu persamaan beda atau rumus pengulangan secara skematis dengan
menggunakan diagram blok atau grafik alir sinyal. Untuk (2.2.1), pernyataan
skematisnya diperlihatkan dalam gambar 2.2.1. Skema ini terdiri atas tiga
komponen, yakni : unit tunda (delay units) yang menyimpan berbagai masukan
yang lalu atau keluaran, pengganda (multiplier), dan penjumlah (adders) atau
akumulator (accumulator). Sebaliknya, bila diberikan sebuah digram blok, maka
kita dapat menuliskan persamaan bedanya yang bersangkutan. Sebagai contoh,
dalam Gambar 2.2.2, rumus rekursi bagi yk adlah :
Yk = uk = yk-1, k = 0,1,2,....... (2.2.2)
Perhatikan bahwa dalam (2.2.2), keluaran dibentuk dari masukan sekarang
dan keluaran sebelumnya. Dengan menganggap bahwa y-1 = 0, yakni, bahwa nilai
yang disimpan dalam unit tunda sebelum dikenakan masukan adalah nol, maka
berapakah yk untuk sebarang bilangan k/ Jawaban bagi pertanyaan ini diberikan
oleh salah satu pemecahan dari persamaan beda (2.2.2). Dengan cara memksa,
kita dapt memecahkan sebarang persaman beda jika diberikn syarat-syarat awal
dari unit-unit tunda yang membentuk sistem dan barisan masukan. Dalam contoh
16

ini, syarat atau keadaan awal sistem adalah y -1 = 0. Andaikan bahwa uk = 1 untuk
semua k  0. Maka y0 = 1,y1 = 1 +,y2 =1++2 dan pada umumnya
Yk = 1++2+.......+k (2.2.3)

Uk Unit Uk-1 Unit Uk-2


tunda tunda

1 2
3

+ +
+ yk = uk + 2uk-1 + 3uk-2

GAMBAR 2.2.1 Sistem waktu-diskret yng berhubungan dengan (2.2.1)


yk

+
Unit
uk  tunda
+

GAMBAR 2.2.2 Sistem waktu-diskret yang berhubungan dengan (2.2.2).

Persamaan (2.2.3) adalah suatu pemecahan aksplisit bagi (2.2.2) dengan y-1
= 0 dan uk = 1. Tetapi, bentuk ini tidak berada dalam bentuk rumus. Berikut ini
kita akan memerlukan semua pemecahan dalam bentuk rumus kecuali dinyatkan
17

lain. Bentuk (2.2.3) dapat dituliskan dalam bentuk rumus jika kita mengingat
kembali rumus bagi jumlah perbagian dari deret ukur  yang mana memberikan

Yk = 1++2+......+k = 1-k+1
 1-
, 1,
k=0,1,2,.....
k+1

=1

Kita terutama akan meninjau sistem waktu-diskret linear yang tak ubah-
waktu (time-invariant). Sistem-sistem ini dapat dimodelkan dengan menggunakan
persamaan-persamaan beda linear dengan koefisien-koefisien tetap. Dalam bentuk
skematis, mereka hanya mengandung uit-unit tunda, pengganda tetap dan
penjumlah. Teori persamaan beda linear hampir sama seperti teori persamaan
differensial linear. Sebagai contoh, kita dapat membuktikan bahwa pemecahan-
pemecahannya selalu ada dan unik. Kita tidak akan mengembangkan teori ini di
sini tetapi langsung menggunakan beberapa konsep dasarnya untuk
mengembangkan metode-metode pemecahan bagi persamaan-persamaan beda.
Tinjau sebuah persamaan beda orde ke-n dengan koefisien-koefisien tetap,
yk + b1yk-1 + b2yk-2 + ........bnyk-n = uk (2.2.4)
Persamaan 2.2.4, dengan ruas kanan sama dengan nol, disebut persamaan beda
homogen yang berhubungan dengan persamaan beda takhomogen (2.2.4).
Pemecahan persamaan-persamaan beda linear terutama bertumpu pada
kenyataan bahwa y1 dan y2 adalah pemecahan-pemecahan dari persamaan
homogen, maka c1y1 + c2y2 adalah juga pemecahannya untuk c1 dan c2 tetapan-
tetapan sebarang. Umtuk kasus takhomogen terdapat torema yang menyatakan
bahwa jika y(h) adalah pemecahan bagi persamaan homogen dan y (p) adalah
pemecahan bagi persamaan takhomogen (2.2.4),maka y(h) + y(p) adalah peme cahan
umum dari persamaan takhomogen. Teorema-teorema ini, bersama dengan
teorema keberadaan(existance) dan keunikan (uniqueness) pemecahan-


Lihat Apendiks A
18

pemecahan, memperlengkapi kita dengan alat-alat yang kita butuhkan untuk


mencari pemecahan-pemecahan dalam bentuk rumus (closed-form).
Untuk mencari pemecahan homogendari (2.2.4), kita coba sebuah pemecahan
dalam bentuk yk = rk kemudian mensubstitusikannya ke dalam persamaan
homogen. Maka kita peroleh :
rk + b1rk-1 + b2rk-2 + ..........bnrk-n = 0
atau (2.2.5)
rk(1+ b1r-1 + b2r-2+............bnr-n) = 0
Jika kita memilih r sehingga (2.2.5) dipenuhi,, maka y k = rk merupkan
sebuah pemecahn dari persmaan homogen. Persamaan 2.2.5 dipenuhi jika r k = 0
atau jika 1+b1r-1+b2r-2+.......+bnr-n=0. Persyaratan pertama memberikan suatu
pemecahan trivial. Sedangkan persyaratan kedua menyimpulkan bahwa ada n
buah pemecahan yang mungkin, yakni ke n buah akar dri persamaan :
1+b1r-1 + b2r-2+.....+bnr-n= 0
atau ( 2.2.6)
rn + b1rn-1+b2rn-2+.......+bn= 0
Jika ke-n buah akar dari (2.2.6), r1,r2,r3,......,rn semuanya tak sama, maka kita peroleh
n buah pemecahan homogen dalam bentuk rki,i = 1,2,....,n. Pemecahan homogen
lengkap dari (2.2.4) diperoleh dengan menjumlahkan tiap-tiap pemecahan ini,
yang memberikan :
y(k)k = c1y1(k)+c2y2(k)+.....+cnyn(k)
= c1rk1+c2rk2+......+cnrkn
 Contoh 2.2.1
Tinjau sistem waktu-diskret yang diperlihatkan dalam Gambar 2.2.3. Carilah
model persamaan beda dan pemecahan homogen yang bersangkutan.
Persamaan beda bagi diagram blok ini diberikan oleh :
Yk-5yk-1+6yk-2 = 0
yk

+ Unit Unit
tunda tunda
uk=0 

6
19

GAMBAR 2.2.3 Sistem waktu-diskret dari contoh 2.2.1

Misalkan yk = rk kemudian substitusikan ke dalam persamaan di atas. Maka kita


peroleh :
rk – 5rk-1 + 6rk-2 = 0
atau
rk(1-5r-1 +6r-2) = 0
Oleh karena itu, persamaan bantu (auxiliary equation) yang mendefinisikan
pemecahan-pemecahan homogennya adalah :
r2 – 5r +6 = 0
Persmaan ini memiliki akar-kar 2 dan 3. Karena itu, pemecahan homogen
lengkapnya adalh :
Yk = c12k + c23k
Perhatikan bahwa kita selalu dapat membuktikan atau menguji apakah suatu
berisan keluaran tertentu memang merupakan sebuah pemecahan bagi suatu
persmaan beda homogen. Sebagai contoh, dalm Contoh 2.2.1, jika kita
substitusikan yk = c12k+c23k ke dalam yk-5yk-1+6yk-2 = 0, maka kita peroleh:
(c12k+c23k)-5(c12k-1+c23k-1)+6(c12k-2+c23k-2) = 0
Dengan mengumpulkan suku-sukunya kita peroleh :
C12k(1-5.2-1+6.2-2)+c23k(1-5.3-1+6.3-2) = 0
Karena suku-suku dalam kedua tanda kurung adalah nol, maka kita peroleh 0 = 0
yang dengan demikian membuktikan kebenaran pemechan ini.
Untuk suatu persamaan bantu berbentuk (2.2.6), terdapat n buah barisan
pemecahan yik, i = 1,2,......,n. Bentuk dari barisan pemecahan ini bergantung pada
kerangkapan (multiplicity) dari akar-akarnya rki, i = 1,2,.....,n. Aturan-aturan
berikut meringkaskan bagaimana kita memilih ke-n buah barisan pemecahan ini.
1. Untuk tiap-tiap akar riil sederhana ri, tetapkan yik = rki.
20

2. Untuk tiap-tiap akar riil r yang rangkap dengan kerangkapan m, tetapkan


barisan bersuku m,rki,krki,.......,km-1rki.
3. Untuk tiap-tiap pasangan akar kompleks ajb, tetapkan barisan (a+jb)k dan
(a-jb)k. Barisan ini biasanya kita tulis dalam bentuk polar sebagai k cos k
dan k sink dimana = (a2+b2)1/2 dan =tan -1 (b/a).
4 Untuk tiap-tiap pasangan akar kompleks ajb dengan kerangkapan m,
tetapkan barisan k cos k, k sin k; kk cos k, kk sin k;........,km-1 k cos
k,km-1 k sink.
Perhatikan bahwa 3 dan 4 adalah kasus-kausu khusus dri 1 dan 2.
 Contoh 2.2.2
Persamaan beda orde-dua berikut yk-2ayk-1+yk-2 = 0
agak sering muncul dalam persoalan-persoalan terapan. Persamaan bantu yang
bersangkutan adalah :
r2-2ar + 1 = 0 ( 2.2.7)
Akar-akar persamaan ini diberikan oleh :
2a  4a2-4
r1,r2 = 2 = a  a2-1
yang menghasilkan bentuk pemecahan (homogen)
yk = c1(a + a2-1)k + c2(a-a2-1)k
Pemecahan ini dapat kita tulis secara lebih ringkas :
1. Anggaplah a 1. Maka akar-akar aa2-1 kompleks. Dalam bentuk polar
kita peroleh :
 = a2+(1-a2)1/2 = 1
 = tan-1 1-a2 )
a
Perhatikan bahwa cos  = a dan sin  = 1-a2. Jadi pemecahan bagi a1
adalah :
Yk = c1 cos k + c2 sink, a = cos atau  = cos-1a
2. Jika a =1, maka persamaan bantu (2.2.7) memiliki akar rangkap di 1. Jadi
Yk = c1 + c2k
21

3. Jika a = -1, persamaan bantu (2.2.7) memiliki akar rangkap di -1. Jadi
Yk = (c1 + c2k)(-1)k
4. Jika a1, silahkan pembaca memprlihatkan bahwa
Yk = c1 cosh k + c2 sinh k, a = cosh ; taht is, =
cosh-1 a
 Contoh 2.2.3
Tinjau rangkaian ladder resistor yang diperlihatkan dalam gambar 2.2.4. Kita
ingin menentukantegangan-tegangan V1,V2, VN di titik-titik simpul yang
.....,

diperlihatkan. Pada titik nodal ke-k kita dapat mempergunakan hukum arus
kirchoff i1 = i2 + i3 yang memberikan persaman beda :
Vk-1 – Vk = Vk – Vk+1 + Vk

R R aR

V0 R V1 R V2 Vk-1 R Vk R Vk+1 R VN
..... ....
i1 i2
+
E aR aR i2 aR

-
..... .....
GAMBAR 2.2.4. Rangkaian resistor dari Contoh 2.2.3.
Dengan mengumpulkan suku-suku kita peroleh
aVk+1 – (2a + 1) Vk + aVk-1 = 0, k = 1,2,.........,N – 1
dengan syarat-syarat batas
V0 = E dan VN = 0
Andaikan a = 1. Maka kita harus pecahkan
Vk+1 – 3Vk + Vk-1 = 0, k = 1,2,..........,N – 1
Persaman bantunya adalah
r2 - 3r + 1 = 0
22

dengan akar-akar
r1,r2  2,62, 0,38
Jadi
Vk = c1(2,62)k + c2(0,38)k
Untuk menentukan tetapan-tetapan c1 dan c2 kita gunakan syarat-ayarat batas
V0 = E = c 1 + c 2
VN = 0 = c1(2,62)N + c2(0,38)N
Yang berarti bahwa
E(0,38)N E(2,62)N
c1 = c2 =
(0,38)N-(2,62)N (2,62)N-(0,38)N
Dari hasil ini kita peroleh
E
Vk = -(0,38)N(2,62)k + (2,62)N(0,38)k, k = 0,1,......,N
(2,62)N – (0,38)N

2.3 PEMECAHAN UMUM DARI PERSAMAAN BEDA TAKHOMOGEN


Pemecahan umum dari sebuah persamaan takhomogen diperoleh dengan
menjumlahkan pemecahan homogen lengkap y(h) dengan sebuah pemecahan
khusus y(p) dari persamaan beda takhomogen. Ada berbagai metode untuk mencari
pemecahan khusus bagi persamaan takhomogen. Kita akan menggunakan metode
koefisien taktentu (undetermined coefficients). Metode ini dpt digunakan apabila
barisan paksaan (forcing sequence) adalah sendiri merupakan pemecahan bagi
suatu persamaan beda linear dengan koefisien-koefisien tetap.
Tinjau persamaan beda berorde n
yk + b1yk-1 + b2yk-2 + ...... + bnyk-n = uk (2.3.1)

Adalah memudahkan untuk menyatakan persamaan-persamaan beda seperti


(2.3.1) dalam notasi operator. Kita akan mendefinisikan sebuah operator geser
(shift operator) S sebagai berikut
23

Sn yk = ykn (2.3.2)

Lambang Sn menyatakan operator geser, yang menunjukkan bahwa bila operator
ini bekerja pada barisan yk maka operator akan mengalihkan ( atau
mentransformasikan) yk ke suatu barisan baru ykn yang merupakan versi geser dari
barisan semula. Jadi kita dapat menyatakan (2.3.1) sebagai
(1+ b1S-1 + b2S-2 + ...... + bnS-n)yk = uk
Secara lebih padat, kita tulis
Lyk = uk
Di mana L adalah operator beda linear
L = 1 + b1S-1 + b2S-2 + ..... + bnS-n (2.3.3)
Metode koefisien taktentu ini dapat dijelaskan dengan mudah dalam notasi
operator di atas. Untuk suatu persamaan takhomogen dari bentuk (2.3.1), kita cari
sebuah operator beda linear LA, yang disebut operator pemusnah ( annihilator
operator), yang sedemikian rupa sehingga
LA uk = 0 (2.3.4)
Operator ini kemudian kita kerjakan pada kedua belah ruas dari (2.3.1).
Persamaan homogen yang dihasilkan kemudian kita pecahkan dengan metode
yang telah kita bahas sebelumnya. Pemecahan homogen yang bersangkutan
dengan tetapan-tetapan pengali sebarang kemudian kita substitusikan ke dalam
(2.3.4), dan darinya kita menghitung koefisien-koefisien tak tentu yang muncul
dari operator LA. Proses operator pemusnah untuk memperoleh bentuk dari
pemecahan khusus merupakan peresmian atau (formalization) dari tebakan
terdidik (educated quessing) bagi pemecahan khusus. Tebakan terdidik
menyangkut semata-mata memilih suatu bentuk dari pemecahan khusus yang
didasarkan dari bentuk barisan paksaan. Pemilihan ini pada dasarnya dirincikan
oleh operator pemusnah jika kita hanya memecahkan persaman beda homogen
yang didefinisikan oleh operator pemusnah. Kolom ketiga dalam tabel 2.3.1
memberikan tebakan-tebakan terdidik yang tepat. Beberapa contoh berikut
ditujukan untuk memberi gambaran mengenai pendekatan operator pemusnah.
24

Lihat apendiks F untuk beberapa contoh yang menggunakan tebakan terdidik


untuk mencari pemecahan khusus.
25

 Contoh 2.3.1
Tinjau sistem waktu-diskret yang diperlihatkan dalam Gambar 2.3.1. Carilah
pemecahan umumnya untuk barisan masukan :
3k, k0

Uk =  0, k0

Tabel 2.3.1
Menemukan Bentuk Khusus Pemecahan
Barisan Paksaan Operator Pemusnah Bentuk Khusus
u LA Pemecahan
ak 1-aS-1 cak
Sin k atau cosk (1-ejS-1)(1-e-jS-1) C1 sin k + c2 cos k
kn (1-S-1)n+1 C0 +c1 k+ c2k2+...cnkn
Ak sin k atau ak cos k (1-aejS-1)(1-ae-jS-1) C1ak sin k + c2ak cos k
K sin k atau k cos k [(1-ejS-1)(1-e-jS-1)] C1 sin k + c1 cosk +
C3 k sin k + c4 k cosk
knak (1-S-1)n+1 Ak(c0 + c1k +.....+cnkn)

Yk

+ Unit Unit
tunda tunda
uk = 3k 

+
-
5
/
6
1
/
6 dari contoh 2.3.1
GAMBAR 2.3.1 Sistem wktu-diskret
Persamaan beda bagi sistem ini didapati dengan menyamakankeluaran penjumlah
(summer,) dengan ketiga masukannya. Jadi
Yk = 5/6 yk-1 – 1/6 yk-2 + 3k, k0 (2.3.5)
Dalam notasi operator kita peroleh
26

( 1-5/6 S-1 + 1/6S-2) [yk] = 3k, k0


Persamaan bantunya adalah
r2 – 5/6 r + 1/6 = 0
Akar-akar dari persamaan ini adalah r1 = ½, r2 = 1/3. Oleh karena itu, pemecahan
homogennya adalah
Yk = c1 (1/2)k + c2 (1/3)k, k0
Untuk mendapati pemecahan terpaksakan atau takhomogennya, kita cari sebuah
operator beda linear LA yang sedemikian rupa sehingga
LA[3k] = 0
Cara lain untuk menyatakan persoalan ini adalah dengan mencoba mencari
persamaan beda homogen yang untuk mana 3k adalah salah satu pemecahannya.
Karena ak adalah sebuah pemecahan dari persamaan (1-as-1)[yk] = 0, maka kita
coba dengan operator (1-3s-1). Kita peroleh
(1-3s-1)[3k] = 3k-3.3k-1= 0
Jadi
LA= (1-3s-1)
Dengan mengerjakan operator (1-3s-1) pada kedua belah ruas dari
persamaan semula, kita peroleh
 1 5 1 1 
(i-3S-1) 1  S  S  [yk] = (1-3S-1)[3k] = 0
 6 6 
Persamaan bantu yang bersangkutan adalah
 5 1
(r-3)  r  r    0
2

 6 6
1 1
Dengan akar-akar r1 = , r2 = , r3  s 3 . Akar r3 = 3 berasal dari operator
2 3
pemusnah. Jadi untuk pemecahan khususnya kita pilih bentuk
y k( p )  c3 3 k

Sekarang subtitusikan yk(p) ke dalam persamaan semula (2.3.5). kita peroleh

5 1
c33k - c33k-1 + c33k-2) = 3k
6 6
27

Faktorkan keluar 3k kesebelah kiri memberikan


 5 1 1 2 
 c 3  c3 3  c3 3   3
k

3k  6 6 

Agar yk(p) merupakan suatu pemecahan, maka faktor di dalam tanda kurung
haruslah sama dengan satu, yakni,
1 1
c3  c3 3 1  c3 3  2  1
6 6
Yang mana menghasilkan
27
c3 
20
Oleh karena itu, pemecahan khususnya adalah
27 k
y k( p )  3
20
Jadi pemecahan umumnya adalah
k k
1 1 27 k
    3
yk = C1  2  +
3 + 30 , k≥ 0

Tetapan tetapan C1 dan C2 selanjutnya dapat ditentukan berdasarkan syarat-syrat


k
1
 
batas pada system. Kedua barisan pemecahan yang pertma dari yk, yakni C1  2 
k
1
 
+ C2  3  membentuk tanggapan peralihan dari sistem, sedangkan pemecahan
27 k
3
30 merupakan tanggapan tunak dari sistem.

Contoh 2.3.2
Carilah persamaan tunak dari persamaan beda berikut
 k 
8yk - 6 yk-1+ yk-2 = 5 sin  
 2 
Dalam notasi operator kita peroleh
 k 
(8-6S-1+S2)[yk] = 5 sin  
 2 
Kita cari sebuah operator pemusnah bagi suku 5sin (k  /2) sebagai pemecahan
homogennya. Dari contoh sebelumnya kita lihat bahwa ca k dimusnahkan oleh
28

operator (1-aS-1 ). Perhatikan bahwa 5 sin (k  /2) dapat dinyatakan sebagai


berikut.
 k   e j ( k / 2 )  e  j ( k / 2 ) 
5 sin  =5  
 2   2j 
5 j ( k / 2 ) 5  j ( k / 2 )
= 2je  e
2j

Pemusnah bagi (5/2j)[ej(  ] adalah [1-ej(  / 2 )S-1], dan pemusnah bagi (-5/2j)[e-
/2) k

j(  /2)]k adalah [1- e-j(  /2)S-1]. Pemusnah bagi bagi jumlah dari dua suku adalah
hasil kali dari pemusnah bagi masing-masing suku, jadi kita peroleh
  k    k 
LA= 5 sin   = (1-ej(  / 2 ) S-1) (1- e-j(  /2)
S-1) 5 sin   =0
  2    2 
Jika kita kerjakan LA pada kedua belah ruas dari persamaan semula, kita peroleh
persamaan homogen
(1-ej(  / 2 ) S-1) (1- e-j(  /2)
S-1) (8-6S-1+S2)[yk] = 0
Akar-akar yang datangnya dari operator LA adalah
r3 = ej(  / 2 ) , r4 = e-j(  /2)

Jadi pemecahan keadaan tunaknya berbentuk


( p)  k   k 
yk =a sin   + b cos  
 2   2 
di mana a dan b adalah tetapan-tetapan yang ditentukan dengan mensubtitusikan y
( p)
k ke dalam persamaan beda semula. Sutitusi ini memberikan

  k   k   (k  1) (k  1) 
a sin  2   b cos 2  -6 a sin
2
 b cos
2 
     
Gunakan identitas geometri
 (k  1)   k     k  
sin   = sin   cos   -cos   sin = -cos
 2   2  2
   2  2

 k 
 
 2 
29

 (k  1)   k     k  
cos   = cos   cos   + sin   sin = sin
 2   2  2  2  2

 k 
 
 2 

 (k  2)   k 
sin   = sin   cos  - cos  k  sin  = -sin  k 
 2  2   2  2 

 (k  2)   k   k 
cos   = cos   cos  +sin   sin  = -cos  k 
 2   2   2   2 
kita dapat menyederhanakan pernyataan terakhir menjadi
 k   k 
8 y (k p ) - 6 y (k p1) +y (k p)2 =sin   [7a-6b]+cos   [6a+7b]=5sin
 2   2 

 k 
 
 2 
Persamaan terakhir ini menghasilkan
7a-6b=5, 6a+7b=0
7 6
Pemecahannya adalah c =+ ,b = - , jadi pemecahan tunak berbentuk
17 17

1   k   k 
y (k p ) =   7 sin   6 cos 
17   2   2 
Dalam bekerja dengan jumlah dari masukan-masukan, perlu kita
perhatikan bahwa jika barisan u dimusnahkan oleh operator Lu dan barisan v oleh
LV, maka barisan c1u+c2v dimusnahkan oleh Lu Lv.
kita dapat mencari sebuah opertor pemusnah bagi sebarang barisan u yang
mana operator tersebut merupakan pemecahan bagi sebuah persamaan beda linear
dengan-koefisien-koefisien tetap. Jika akar-akar persamaan dari persamaan bantu
diperluas (augmented auxiliary equations)(yang diperoleh dengan mengerjakan LA
pada kedua belah ruas dari persamaan beda semula) mengharapkan satu atau
beberapa akar dalam persamaan bantu semula, maka kita harus mengikuti aturan
bagi akar-akar rangkap. Sebagai contoh, jika ak adalah sebuah fungsi paksaan dan
jika ”a” adalah sebuah akar persamaan bantu, maka pemecahan paksaan yang
bersangkutan adalah cka. Operator pemusnah dalam kasus ini adalah (1-aS-1) yang
30

mana, tentu saja menciptakan suatu akar rangkap dalam persamaan bantu
diperluas. Contohberikut mengilustrasikan sebuah kasus dalam mana operator LA
memunculkan kembaliakar-akar dari persamaan bantu.

Contoh 2.3.3
Carilah keluaran dari sistem waktu diskret yang diperlihatkan dalam gambar
2.3.2. Anggaplah syarat-syarat awalnya nol, yakni, yk = 0, k < 0. Persamaan beda
yang melukiskan sistim ini adalah
k
1 1  k 
yk + yk-2 =   cos  , k≥0
9 3  2 

yk

uk 


1
0,k 0
  1 
k
k


=
 
 3 
cos
2
+ Unit Unit
9 tunda tunda
k≥0

GAMBAR 2.3.2 Sistem waktu- diskret dari contoh 2.3.3.

Dalam notasi operator kita peroleh


k
 1 2  1  k 
1  S  y k     cos , k≥0
 9  3  2 

Paertama kita cari pemecahan peralihan (homogen ) persamaan bantunya adalah


1
r2  0
9
Yang memiliki akar-akar r1 =i/3 dan r2 = - i/3. Pemecahan-pemecahannya yang
bersangkutan adalah
k k
1  k  1  k 
y (1)
k    cos , y ( 2)
k    sin  
 3  2   3  2 
2
1 1 1 
[Perhatikan :   0     ,   tan 1  / 0    / 2]
2
oleh karena itu,
3 3 3 

pemecahan peralihan atau homogennya adalah


31

k k
1  k  1  k 
y k( h )  c1   cos   c 2   sin  
 3  2   3  2 

c1 dan c2 adalah tetapan-tetapan sebarang yang dapat ditentukan dengan


menggunakan syarat-syarat awal setelah kita peroleh tanggapan (pemecahan)
khususnya.
Untuk mencari tanggapan khusus ini kita manfaatkan Tabel 2.3.1 yang

memperlihatkan bahwa untuk memusnahkan   cos (k  /2) kita gunakan


1
3

operator LA yang diberikan oleh


 1  1 
L A  1  e j ( / 2 ) S 1 1  e  j ( / 2) S 1 
 3  3 

S 1 j ( / 2 )
=1 
3
e   1
 e  j ( / 2 )  S  2
9
2    1 1  2 1 2
= 1  cos S  S  1  S
3 2 9 9

Dengan mengerjakan operator ini pada kedua belah ruas persamaan semula, kita
peroleh
 1  2  1 2 
1  S 1  S  y k   0
 9  9 
Akar-akar dari persamaan bantu dalam persamaan diperluas yang berhubungan
dengan operator LA ini ternyata merangkapkan akar-akar dari persamaan homogen
semula. Oleh karena itu, kita harus mengalikan pemecahan yang datangnya dari
operator LA dengan k jadi, pemecahan khususnya berbentuk
k
1   k   k 
y k( p )  k   c3 cos 2   c 4 sin  2 
3     

Di mana c3 dan c4 akan ditentukan. Dengan mensubtitusikan y k( p ) ke dalam


persamaan beda semula dan dengan menggunakan
 (k  2)   k   (k  2)   k 
cos     cos , sin     sin  
 2   2   2   2 

Kita peroleh
32

k k 2 k
1   k   k  1 1   k   k   1   k 
k  c3 cos 2   c 4 sin 2   (k  2)k    c3 cos 2   c 4 sin  2     cos 
 3      9  3       3   2 

Atau
 k   k   k 
2c3 cos   2c 4 sin    cos 
 2   2   2 
1
Persamaan ini menyimpulkan bahwa c3 = dan c4 =0. Karena itu, untuk k≥0
2
k
k 1  k 
y ( p)
k    cos 
2 3  2 

Pemecahan umumnya, yk = y1( h )  y k( p ) diberikan oleh


k k k
1  k  1  k  k  1   k 
y k  c1   cos   c 2   sin      cos ,
 3  2   3  2  2  3  2 

k≥0
Untuk mencari tetapan-tetapan c1 dan c2 kita gunakan syarat-syarat awal y-1= y-2
= 0.
1 1 1
1    1      1  1    
y 1  c1   cos   c 2   sin       cos 0
 3  2   3  2   2  3   2 

Atau
y-1 = -3c2 = 0, c2 = 0
dan
2 2
1 1
  cos( )    cos( )  0
y-2 = c1  3  3

atau
y-2 = -9c1 + 9 = 0, c1 = 1
Karena itu barisan keluarannya adalah


yk = 

0,k 0
 k

 1 
1   
k
 k 
cos  ,k 0
  2  3   2 

Telah kita lihat bahwa metode penerapan operator pemusnah pada dasrnya
adalah suatu prosedur formal untuk menebak suatu pemecahan uji (trial solution).
Sebagai contoh, jika uk = kn dan tak ada bakar-akar dari persamaan bantu yang
sama dengan 1, maka operator pemusnah yang tepat adalah LA= (1-S-1)n+1, yang
33

menghasilkan pemecahan uji yk = c0 + c1 k + c2 k2.........+ cn kn. Sebelum


mengakhiri paragraf ini, perlu ditekankan bahwa hasil-hasil ini juga berlaku bagi
kasus di mana fungsi paksaan bukanlah sesederhana uk tetapi malahan berbentuk
LD[uk], di mana LD adalah suatu operator penggerak (driveroperator). Bentuk
umum dari LD [ ] adalah [a0 +a1S-1+......+ amS-m], yang menghasilkan fungsi
paksaan a0uk+ a1uk-1+.......+ amuk-m. Perhatikan bahwa operator pemusnah tak
berubah, karena LA{LD[u]}= LD{LA[u]}= LD[0]=0. jadi fungsi pemecahan juga tak
berubah, hanyalah tetapan-tetapan yang berbeda dari kasus yang terdahulu.
Pemecahannya dapat diperoleh dengan mensyaratkan L[y] = LD[u] untuk
menghitung tetapan-tetapan yang tak diketahui, atau dengan menerapkan sifat
super posisi untuk menangani jumlah dari suku-suku paksaan. Kita akan
membahas kasus umum ini lebih lanjut dalam paragraf-paragraf berikut yang
meninjau tentang tanggapan-frekuensi dari rumusan variabel keadaan.

2.4 TANGGAPAN FREKUENSI DARI SISTEM WAKTU-DISKRET


Para insinyur seringkali diminta untuk mencari tanggapan dari sistem-sistem linier
terhadap masukan masukan berbentuk sinus. Tanggapan tunak terhadap suatu
spektrum masukan berbentuk sinus disebut tanggapan frekuensi (frequency
response) dari sistem. Tanggapan frekuensi ini menentukan penguatan (gain) dan
tanggapan fase sistem terhadap masukan sinusoida pada semua frekuensi.
Tanggapan frekuensi ini merupakan ciri khas dari sistem sistem
liniearberparameter tetap. Kebanyakan persyaratan sistem liniear dinyatakan
dalam pernyataan tanggapan frekuensi.
Tanggapan frekuensi dari sistem-sistem liniear berparameter tetap dapat
diperoleh dengan mudah jika kita manfaatkan sifat mendasar berikut. Jika siste-
sistem ini kita paksakan dengan suatu eksponensial kompleks, misalnya e jk ,

maka tanggapan tunaknya selalu berbentuk H  e j  e jk . Dengan perkataan lain,


tanggapan tunaknya adalah eksponensial yang sama yang mengalami perubahan
dalam amplitudi dan fase oleh fungsi sistem H  e j  sebagaimana diperlihatkan

dalam gambar 2.4.1. Besaran H  e j  sebagai fungsi dari  adalah tanggapan


34

frekuensi dari sistem. Dalam kasus sistem waktu diskret, kita hanya perlu mencari
pemecahan tunak bagi masukan uk =  e jk untuk menentukan tanggapan
frekuensi dari sistem ini. Karena sebuah sinusoida dapat dituliskan sebagai suatu
jumlah dari eksponensial-eksponensial, maka kita dapat menjumlah tanggapan-
tanggapan yang bersangkutan untuk memperoleh tanggapan sistem terhadap suatu

fungsi sinusoidal. Jadi, dengan menuliskan cos k  =


2

1 jk

e  e  jk , kita dapati

1
2
1
 
H e j e jk  H e  j e  jk
2
 
bahwa tanggapan sistem adalah yk = . Untuk sistem-sistem

dengan koefisien-koefisien bernilai riil, pernyataan ini dapat diperlihatkan menyusut

ke hubungan sederhana yk= H  e  cos k  H  e   .


j j

Sistem
waktu diskret
uk= e jk
linear dengan y k( p )  H  e j e jk
parameter tetap

GAMBAR 2.4.1 Tanggapan tunak terhadap fungsi paksaan eksponensial

Contoh 2.4.1
Marilah kita hitung tanggapan frekuensi dari sistem orde-pertama yang
diperlihatkan dalam Gambar 2.4.2. Persamaan beda bagi sistem ini adalah
yk = ayk-1 = uk
Dengan uk=ejk  , we set LA = 1- e j S 1 untuk memperoleh
1  e j
S 1 1  aS 1  y k  0
35


+
uk yk

+
Unit
a tunda

GAMBAR 2.4.2 Sistem waktu diskret dari contoh 2.4.1


Dari persamaan ini kita dapat
y k  c1 a k  c 2 e jk

Dengan menetapkan L[y] = u. Kita peroleh


1  aS  c a
1
1
k
  
 c2 e jk  0  c2 1  ae  j e jk  e jk
Dari persamaan tersebut kita peroleh
1
c2 
1  ae  j
Jadi pemecehan tunak adalah
1
y k( p )  e jk
1  ae  j
Dengan demikian, fungsi alih sistem (system transfer function) adalah

 
H e j 
1
1  ae  j
Untuk menggambarkan H  e j  , kita perlu menghitung amplitudo (besarnya) dan
fasenya kita dapati

 
H e j 
1
1  a cos  ja sin 

1
1  2a cos  a 2

Dan
 a sin  
     tan
arg H e j 1
 
 1  a cos 
36

Fungsi-fungsi ini digambarkan dalam gambar 2.4.3. Untuk 0<a<1 seperti yang
diperlihatkan, sistem memperbesar eksponensial untuk  yang kecil dan
memperkecil eksponensial untuk  yang mendekati  .
Perhatikan bahwa fungsi tanggapan frekuensi H  e j  dari sebuah sistem
waktu diskret selalu periodik dengan periode 2  dalam  . Ini mudah dilihat
dari persamaan
   
H e j  2   H e j e j 2  = H  e j 

Fungsi tanggapan frekuensi dari sebarang sistem waktu diskret perlu periodik
karena variabel frekuensi  selalu muncul dalam eksponensial e j .

H  e j 

1
1 a
1
1 a

 0  arg H  e j 

tan 1  a 

1 1
-  0
2 2

 tan 1  a 

GAMBAR 2.4.3 Gambar-gambar amplitudo dan fase dari fungsi alih


37

Contoh 2.4.2
Tentukan dan sketsakan tanggapan frekuensi dari sistem waktu diskret dalam
gambar 2.4.4. Persamaan beda bagi sistem ini adalah
1
yk  y k 2  u k
2
yk


1 uk +
Unit Unit
tunda
9 tunda
-

GAMBAR 2.4.4 Sistem waktu diskret dari contoh 2.4.2


Misalkan uk e jk , carilah tanggapan tunaknya. Tanggapan peralihan (pemecahan
homogen ) diperoleh dari persamaan bantu
1
r2  0
2

Dengan akar-akar r1  j / 2 , r2   j / 2 . Jadi tanggapan peralihan dari sistem ini


adalah
k
 2 
 c1 cos k   c 2 sin  k 

y k( p )   
 2    2   2 

Yang mana menghampiri 0 bila k  , tak tergantung pada c1 dan c2 . Untuk


mencari tanggapan tunaknya kita menganggap pemecahan ujinya berbentuk yk =
ce jk dengan mensubtitusikan pemecahan uji ini ke dalam persamann semula,
kita peroleh
1 j  k 2  
ce jk + ce  e jk
2
Atau

 1 
e jk  c  ce 2 j   e jk
 2 
38

Berarti, faktor di dalam tanda kurung harus disamakan dengan satu, yang mana
menghasilkan
1
c
1
1  e 2 j
2
Jadi, pemecahan tunak adalah
1
y k( p )  e jk
1  2 j
1 e
2
Pemecahan ini berbentuk H  e j  e jk di mana

 
H e j 
1
1
1  e  2 j
2
Adalah tanggapan frekuensi dari sistem waktu diskret. Tanggapan frekuensi ini
merupakan sebuah fungsi kompleks dari variabel frekuensi  yang
ternormalisasikan. Untuk menghitung besar dan tanggapan fase dari sistem, yakni
berturut-turut H  e j  dan arg H  e  , pertama kita rasionalisasikan
j
H  e j  :

H  e j  = 1 1 2
 
1 cos 2 sin 2 2  cos 2  j sin 2
1  e  2 j 1  j
2 2 2
2 2  cos 2  j sin 2  4  2 cos 2  2 j sin 2
 
 2 e) 2  (sin 
j
Oleh karena itu, besarnya
2  cosH adalah
2
2
5  4 cos 2

 =  4  2 cos 2    2 sin 2     20  16 cos 2  2


1 1
H e
2 2
j

5  4 cos 2 5  4 cos 2
Tanggapan fase adalah sudut yang berkaitan dengan H  e j  :

 
arg H e j    2    1
1  2    2 

1
1  2 j  4 j 
1 e 1 e
2 2


1
1 2 j
 H e j  
1 e
2
Oleh karena itu, H  e j  perodik dengan periode 2  . Sifat keperiodikan ini
berlaku bagi semua sistem waktu diskret. (Tanggapan dari sistem khusus ini
memiliki periode  karena  muncul dalam bentuk kelipatan genap). Bagi sebuah
39

persamaan beda dengan koefisien-koefisien riil, dapat kita perlihatkan bahwa


H  e j  memiliki simetri genap dan arg H  e j  memiliki simetri ganjil terhadap
titik asal. Jadi gambar pada selang frekuensi ternormalisasikan 0     cukup
untuk mendefinisikan tanggapan frekuensi bagi semua  . Titik-titik   disebut
frekuensi-frekuensi lipat ulang (fold over) dari tanggapan frekuensi. Kepriodikan
dari tanggapan frekuensi tampak jelas dalam gambar-gambar dari H  e j  dan
arg H  e j  yang diperlihatkan dalam Gambar 2.4.5.
H e j


  3
  0 
2 2 2

arg H  e j 

30o
40

20o

10o


 
  0 
2 2

3
2
-10o

-20o

-30o

GAMBAR 2.4.5 Gambar-gambar amplitudo dan fase dari fungsi alih untuk
contoh 2.4.2.
Bahasa kita sejauh ini telah menganggap secara implisit suatu waktu tunda
satuan yang besarnya 1. Yakni, waktu antara cuplikan-cuplikan (samples) dari
barisan masukan, barisan keluaran, dan waktu tunda dari unit-unit tunda besarnya
satuan waktu. Jika sebuah sistem kita anggap memiliki waktu tunda satuan dan
waktu antara cuplikan-cuplikannya adalah T detik, maka kita dapat mencari
tanggapan frekuensinya. Misalkan   fT di mana f adalah frekuensi dalam
Hertz dan T adalah selang antara cuplikan dalam detik. Dalam f, selang
ternormalisasikan -     menjadi -  fT   atau –1/2T  f  1/2T.
Frekuensi lipat ulang sekarang adalah (1/2T) Hertz. Pada umumnya, kita ingin
membuat frekuensi lipat-ulang sebesar mungkin agar menyerang suatu pita
frekuensi yang besar. Ini berarti bahwa kita harus memilih T sekecil mungkin.
Tetapi, suatu nilai T yang kecil berarti bahwa kita harus memproses sejumlah
besar cuplikan tiap detik. Jadi kita harus mengimbangi keinginan kita untuk
memperoleh suatu frekuensi lipat-ulang yang besar dengan ongkos dan kerumitan
41

yang diperlukan untuk memproses cuplikan-cuplikan secara cepat. Sistem-sistem


yang berpotensi dengan kecepatan tinggi umumnya lebih mahal.
Perlu ditekankan bahwa semua sistem waktu-diskret memiliki tanggapan
frekuensi yang periodik. Jadi, sebagai contoh, apabila kita berbicara mengenai
sebuah filter lolos-rendah (low-pass filter) yang diwujudkan oleh sebuah sistem
waktu-diskret, maka kita maksudkan bahwa filternya adalah filter lolos-rendah
relatif terhadap selan dasar –1/2T < f < 1/2T. Memang, adanya keperiodikan
tanggapan berarti bahwa kita tidak dapat membuat sebuah tanggapan lolos-rendah
seperti dilakukan dengan rangkaian-rangkaian analog. Dalam penerapnya, hal ini
tidaklah suatu batasan yang serius bagi bagi rangkaian-rangkaian waktu-diskret
karena biasanya kita tertarik pada pengolahan data dalam suatu pita frekuensi
yang terbatas.
Marilah kita meninjau ulang proses yang mana dengannya kita peroleh
tanggapan frekuensi dari sebuah sistem waktu-diskret. Misalkan untuk persamaan
beda linear umum dalam bentuk (2.4.1) kita ambil uk = e jk dan mencoba mencari
tanggapan tunaknya.
y k  b1 y k 1  b2 y k  2  ...  b n y k  n  a 0 u k  a1u k 1  ...  a m u k  m (2.4.1)

Kita ketahui bahwa keluaran paksaannya berbentuk yk (p) = H (ej) e jk. Jadi, dalam
(2.4.1) kita substitusikan H (ej) bagi yk dan ejk bagi uk. Substitusi ini
menghasilkan
H (e j )e jk  b1 H (e j ) e j ( k 1 )  ...  bn H (e j ) e j ( k 1)  a 0 e jk  ...  a m e j ( k  m )

(2.4.2)
Dalam (2.4.2), kita faktorkan ke luar ejk H(ej) pada ruas kiri dan ejk pada ruas
kanannya.
e jk H (e j ) [1  b1e  j  ...  bn e  jn ]  e jk [ a 0  a1e  j  ...  a m e  jm ]

Dengan mencoret ejk pada kedua belah ruas persamaan di atas dan memecahkan
bagi H(ejk) kita peroleh
a 0  a1e  j  ...  a m e  jm
H (e j )  (2.4.3)
i  b1e  j  ...  bm e  jm
42

Persamaan 2.4.3 merupakan suatu rumus yang sangat berharga. Rumus ini
memungkinkan kita untuk menghitung tanggapan frekuensi dari sebuah sistem
waktu-diskret langsung dari model persamaan beda (2.4.1). Kita tidaklah harus
untuk melanjutkan dengan proses mencarikan pemecahan tunaknya. Untuk
mengakhiri paragraf ini, kita sajikan lagi satu contoh.
 Contoh 2.4.3
Carilah tanggapan frekuensi dari sistem waktu diskret yang diperlihatkan dalam
Gambar 2.4.6. Persamaan beda bagi sistem ini adalah
y k  h0 u k  h1u k 1  ...  h8 u k 8

(2.4.4)
uk Unit Unit Unit
Tunda Tunda Tunda

H0 H1 H2 H8
+ +
+
 yk
+
Gambar 2.4.6 Sistem waktu-diskret dari contoh 2.4.6
Perhatikan bahwa keluarnya yk hanya bergantung pada uk dan nilai-nilai masukan
yang lampau. Jenis rangkaian ini disebut filter tak berulang (nonrecursive) atau
tanggapan-implus yang lamanya hingga (finite duration impulse-response = FIR)
(istilah yang terakhir ini akan dijelaskan dalam bagian 2.7).
1  
sinc (n  4)  n  0,1,2,.....,8
Misalkan hn= 2  2

0,
lainnya
di mana sinc (x) didefinisikan sebagai sin x/x dan ditabelkan dalam Apendiks B.
Fungsi in genap, yakni sinc ( - x) = sinc (x). Perhitungan h0, h1, …,h8 memberikan
1   4  1   4 
h0 = sinc  , h8 = sinc  
2  2  2  2 
1   3  1   3 
h1 = sinc  , h7 = sinc  
2  2  2  2 
1   2  1  3 
h2 = sinc  , h6 = sinc  
2  2  2  2 
43

1    1  2 
h3 = sinc  , h5 = sinc  
2  2  2  2 
1 1
h4 = sinc (0) =
2 2

karena fungsi sinc adalah genap maka berarti bahwa h0 = h8, h1 = h7, h2 = h6, h3=
h5. Tanggapan frekuensi dari rangkaian ini dapat dicari secara langsung dari
(2.4.4), dengan menggunakan hasil (2.4.3). Jadi
H (e j )  h0  h1e  j  ...  h8 e  j 8 (2.4.5)
Kita dapat menuliskan kembali (2.4.5) dalam bentuk yang lebih mudah dengan
memfaktorkan e-4j dari tiap-tiap suku pada ruas kanan. Jadi,
H (e j )  e 4 j ( h0 e j 4  h1e 3 j  h2 e 2 j  h 3e j  h4
 h5 e  j  h6 e  2 j  h7 e 3 j  h8 e  4 j )

Dengan menggunakan simetri dalam koefisien-koefisiennya maka kita dapat


menggabungkan suku-suku seperti h0ej4θ+h8e-4j θ=2h0cos(4θ)
H (e j )  e 4 j (2h0 cos 4θ  2h1 cos 3θ  2h2 cos 2θ  2h3 cos θ  h4 )
(2.4.6)
Persamaan 2.4.6 adalah suatu pernyataan bagi tanggapan frekuensi dari rangkaian.
Suku-suku dalam tanda kurung berupa golongan riil murni. Jadi amplitudo dari
tanggapan H (ej) adalah
44

|H (ej)|
1,5

0,5

0 
0 
2

Gambar 2.4.7 (a) Fungsi alih amplitudo (b) fungsi alih fase (c) Realisasi filter
h4
H (e j )  2 h0 cos 4  h1 cos 3  h2 cos 2  h3 cos  
2
1 1 3 1
2 sin c 2 cos 4θ  sin c cos 3θ  sin c  cos 2θ
2 2 2 2
1  1
 sin c cos θ 
2 2 4

1
= 0  0,212206 cos 3  0  0,636619 cos  2
45

(2.4.7)

Grafik dari pernyataan in diperlihatkan dalam Gambar 2.4.7. Sudut atau fase diri
H (ej) didefinisikan oleh suku e-4j, yakni,
Arg [H(e- j)] = - 4
(2.4.8)
Tanggapan fase juga diperlihatkan dalam Gambar 2.4.7. Perhatikan bahwa
tanggapan fase adalah linear sepotong-sepotong dalam  . Ketakkontinuan dalam
tanggapan fase disebabkan oleh perubahan tanda dalam tanggapan amplitudo.
Tanggapan fase menyatakan suatu tundaan murni dan disebut tanggapan fase tak
terdistorsi (distortionless phase response). Jenis tanggapan fase ini diperoleh
apabila koefisien-koefisien filter adalah riil dan simetris, yakni, hI = h8 ,i =
– i

0,1,2,3.
Realisasi dari filter ini dapat dicapai cukup dengan menggunakan tiga
komponen pengali (multipliers) seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.4.7.
Realisasi ini didasarkan pada suku-suku gabungan seperti dalam (2.4.7). Adalah
penting untuk diperhatikan agar jumlah komponen pengali yang dipergunakan
sekecil mungkin karena mereka pada umumnya merupakan komponen-komponen
filter digital (digital filter) yang paling mahal.

2.5 KONVOLUSI DAN TANGGAPAN IMPLUS


Model persamaan beda memperkenankan kita mencoba mencari
pemecahan bagi keluaran yang dihasilkan dari suatu barisan masukan. Metode
lain untuk menganalisis sistem-sistem waktu-diskret didasarkan pada apa yang
disebut barisan tanggapan-impuls dari sistem. Dengan menggunakan operasi
jumlah konvolusi kita dapat mencari keluaran sistem untuk sebarang masukan
yang diketahui dengan menganggap bahwa berlaku syarat-syarat awal nol, yakni
unit-unit tunda mula-mulanya nol. Jadi model tanggapan-impuls memberi kita
suatu pernyataan lain dari sistem linear.
Sistem-sistem linear dicirikan oleh sifat superposisi (superposition). Jika
kita mengetahui tanggapan bagi barisan masukan u1 dan u2 secara terpisah, maka
46

kita dapat mencari tanggapan bagi masukan u1 + u2 dengan hanya menjumlahkan


keluaran masing-masingnya. Jika sistem linearnya juga tak-ubah geser (shift
invariant), maka kita dapat menggeser masukan-masukan ini ke suatu titik
sepanjang sumbu-k dan memperoleh keluarannya dengan melakukan penggeseran
yang sama dalam k. Secara perlambang, jika u(k) menghasilkan keluaran y(k),
maka u(k + n) menghasilkan keluaran y(k + n). Dalam paragraf ini akan kita
gunakan sebuah sifat ini untuk mengembangkan rumusan lain guna mencari
keluaran dari sebuah sistem waktu-diskret linear yang tak ubah waktu terhadap
barisan masukan yang diketahui. Rumusan ini menggunakan barisan tanggapan-
impuls (impulse-response sequence). Tanggapan impuls didefinisikan sebagai
keluaran sistem bagi masukan sistem yang berbentuk barisan impuls [k], di mana

k =
1, k  0

0, k  0

(2.5.1)
Definisikan tanggapan terhadap {k} sebagai {hk} yakni barisan tanggapan-impuls
:
{k} {hk}

Jika kita perhatikan barisan masukan ini dengan sebuah tetapan c dan kemudian
menerapkannya pada sistem, maka menurut sitem linear keluarannya juga
diperkalikan dengan c, yakni;
c{k} c{hk}

Jika kita menggeser kedudukan dari barisan impuls ini, maka menurut sifat tak
ubah geser sistem, kita juga menggeser barisan keluaran dengan jumlah yang
sama yakni,
c{k + n} c{hk + n}
Hubugan-hubungan ini diperlihatkan secara skematis dalam Gambar 2.5.1
Tentu saja, kita tertarik pada tanggapan terhadap sebarang barisan sinyal
masukan, katakanlah u. Bagaimana kita dapat menggunakan barisan tanggapan-
47

impuls untuk membantu kita? Andaikan kita nyatakan barisan masukan sebagai
berikut.
{uk}= … + u – 2 {k + 2} + u – 1 {k + 1} + u0{k} +{k – 1} + ……
Dengan perkataan lain, kita ambil tiap-tiap titik dari barisan uj dan
memperkalikannya dengan suatu versi tergeserkan dari barisan impuls, {k – j }.
Karena {k – j} bernilai satu untuk k = j dan nol untuk yang lainnya, maka prosedur
ini memperkenankan kita untuk menyatakan suatu barisan masukan sebarang
sebagai jumlah terbobotkan dari barisan-barisan impuls tergeserkan. Jadi

{uk} = u
j  
j { k  j } (2.5.2)

Gambar 2.5.2 memperlihatkan suatu contoh dari pernyataan yang dihasilkan oleh

{δk} {hk}
1
k Sistem k
-1 0 1 2 3 Linier -1 0 1 2 3

c{δk} c{hk}
c
k Sistem k
-1 0 1 2 3 Linier -1 0 1 2 3

c{δk-2} c{hk-2}
c
k Sistem
-1 0 1 2 3 Linier -1 0 1 2 3

Gambar 2.5.1 Tanggapan sistem linear untuk impuls tergeser dan terputus
{δk} µ-1{δk+1} µ0{δk} µ1{δk-1}

... ... ... ...


= + +
-1 0 1 2 -1 0 1 2 -1 0 1 2 1
-1 0 2

Gambar 2.5.2 Penguraian barisan yang sebarang sebagai jumlah impuls

Suku umum uj{k - } menimbulkan tanggapan uj{k


j - j}. Dengan
menerapkan sifat sperposisi, kita dapati bahwa tanggapan total merupakan jumlah
48

dari tanggapan masing-masingnya yang berbentuk uj{k - j}. Jadi barisan keluaran
adalah

{yk }  u
j  
j {hk  j }

Suku ke-k dari {yk} adalah



yk  u
j  
j hk  j

(2.5.3)
Jumlah dalam (2.5.3) dikenal sebagai jumlah konvolusi (convolution sum). Notasi
ringkas yang digunakan bagi konvulasi adalah
{yk}= {uk}* {hk} atau y = u * h
Jika kita memisahkan m = k – j dalam (2.5.3), maka kita dapat menuliskan (2.5.3)
sebagai

yk  u
m  
k m hm (2.5.4)

yang mana berarti bahwa konvolusi adalah komulatif (dapat dipertukarkan), yakni
y=h*u=u*h
Jika tanggapan impuls h diketahui, maka kita dapat menggunakan (2.5.3)
atau (2.5.4) untuk memperoleh barisan keluaran bagi sebuah sistem yang tanpa
sinyal input (quiescent system), yaitu sistem dengan syarat-syarat awal nol.
Kekhasan dari berhubungan keluaran-masukan bagi suatu sistem sama sekali
berbeda dari kekhasan persamaan beda. Perumusan ini merupakan suatu alat bantu
konseptual yang bermanfaat untuk memahami bagaimana sebuah sistem linear
memproses barisan masukan untuk membentuk barisan keluaran. Tafsiran grafis
yang diberikan dalam bagian berikut merupakan dasar bagi pemahaman ini.
49

2.6 OPERASI KONVOLUSI


Tinjau dari dua barisan berikut u = {…… 1, 3, 1, 3, 1, …} dan h = {1, 2, 1}.
Sebutkan hasilnya y. Untuk mencari yk kita gunakan (2.5.3). Sebagai contoh, y1
diberikan oleh

y1  u
n  
n h1 n

Jadi, untuk mencari y1 kita perlu h1 – n. Untuk mencari h1 – n , pertama kita ambil
{hn} dan membentuk {h – n}, yang mana adalah bayangan cermin dari {hn} melalui
sebuah sumbu vertikal yang melalui titik asal. Lihat Gambar 2.6.1b. Selanjutnya
geserkan {h – n} ke kanan sejauh satu satuan untuk membentuk {h1– n} sebagaimana
diperlihatkan dalam Gambar 2.6.1c. Barisan yang tergeserkan ini kemudian
diperkalikan dengan u yang diperlihatkan dalam Gambar 2.6.1d dan terakhir nilai-
nilai barisan yang dihasilkan yang diperlihatkan dalam Gambar 2.6.1e,
dijumlahkan untuk memperoleh y1.

y1  u
m  
n h1 n  3  2  3  8

Ringkasnya, kita dapat memandang jumlah konvolusi sebagai tersusun


dari empat buah operasi mendasar:
1. Ambilkan bayangan cermin dari {h (n)} terhadap sumbu vertikal yang melalui
titik asal untuk memperoleh {h (- n)}.
2. Geserkan {h (n)} ke kanan sejauh suatu jumlah yang sama dengan nilai k di
mana barisan keluaran dihitung, yang mana menghasikan {h (k – n)}.
3. Perkalian barisan tergeserkan {h (k – n)} ini dengan barisan masukan {u(n)}.
4. Jumlahkan nilai-nilai hasil kali barisan ini untuk memperoleh nilai konvolusi
di k.
Ada algoritma lain yang dapat kita gunakan untuk menghitung konvolusi-
konvolusi diskret. Andaikan kita ingin mengkonvolusikan h dan u, di mana
( 1 ) k , k  0
y1   2
0, k  0

{u(k)} = {3, 2, 1}
50

Bentuklah sebuah matriks sebelah atasnya dibatasi oleh h dan sebelah kirinya oleh
u, seperti diperihatkan dalam Gambar 2.6.2. Dalam kasus ini, matriksnya tak
berhingga. Elemen-elemen matriks ini adalah hasil kali dari puncak-puncak baris
dan kolom yang bersangkutan. Untuk mencari konvolusi dari kedua barisan ini,
kita hanya perlu “melipat dan menjumlah” menurut garis-garis diagonal terputus-

3 7
putus. Jadi, suku pertama y(0) adalah 3. Suku kedua, y(1), sama dengan 2  
2 2
, yang mana sama dengan jumlah suku-suku yang terkandung antara diagonal
pertama dan kedua. Dengan melanjutkan dalam cara ini, maka barisan keluaran
yang kita peroleh adalah
 7 11 11 11 11 
{ y k }  3, , , , ,..., k ,...
 2 4 8 16 2 
Pembaca dapat membuktikan kebenaran hasil ini dengan menggunakan
perhitungan-perhitungan formal yang ditunjukkan dalam (2.5.3). Dalam kasus
barisan-barisan dua-sisi, maka suku ke nol dalam keluaran terkandung antara
diagonal-diagonal yang mengandung suku persilangan dari indeks-indeks nol bagi
barisan-barisan baris dan kolom. Algoritma ini tidak selalu merupakan suatu
metode yang memuaskan karena hasilnya tidaklah dapat dituliskan dengan mudah
ke dalam suatu bentuk rumus (closed form). Hanyalah dalam kasus-kasus khusus,
kita dapat menentukan bentuk rumus dari pemecahannya yk.
51

{h(n)} {h(-n)}

3 3

2 2

1 1

-2 -1 0 1 2 3 -2 -1 0 1 2 3
n n
(a) (b)

{h(1-n)} {u(n)}

3 3

2 2
1 1

-2 -1 0 1 2 3 -3 -2 -1 0 1 2 3
n n
(c) (d)

{h(1-n)} {u(n)} {y(k)}

8
3

2 4
1

-3 -2 -1 0 1 2 3 -3 -2 -1 0 1 2 3
n k
(e) (f)

GAMBAR 2.6.1. Represetasi barisan di dalam penilaian suatu penjumlahan konvolusi


h

1 1 1
1 2 4 6 …
3 3 3
3 3 2 4 8 …
1 1
2 2 1 2 4 …
1 1 1
1 1 2 4 8 …
52

GAMBAR 2.6.2 Reprensi matriks dari penjumlahan konvolusi


 Contoh 2.6.1
Konvolusikan barisan impuls {k} dengan suatu barisan sebarang {uk}. Suku
ke-k dari {yk} adalah

yk  u
n  
n  1 n

(2.6.1)
Tiap-tiap suku dalam k – n sama dengan nol kecuali untuk k = n. Satu-satunya
suku dalam (2.6.1) yang tak nol terjadi untuk k = n, dan dengan demikian, yk
= uk. Dengan perkataan lain, konvolusi dari {uk} dan {k} menghasilkan
kembali barisan {uk}.
 Contoh 2.6.2
Konvolusikan barisan-barisan {uk} dan {hk}, di mana
0, k  0. 0, k0
uk   k hk  
a , k  0, 0, k0

Dengan menggunakan jumlah konvolusi, maka keluaran yk adalah


 k
yk  
n  
u n hk  n  u
n  0
n hk  n

Batas terbawah dari (2.6.2) adalah nol, karena un = 0 untuk n < 0. Batas teratas
adalah k karena hk – n = 0 untuk n > k, yakni apabila indeks pada h negatif. Jadi,
0, k  0

yk   k
a h
k n
n
, k  0
 n  0

Untuk k > 0, kita dapat menghitung jumlahnya dengan menggunakan rumus


bagi jumlah per bagian dari suatu deret ukur.
 k 1  ( a / b) k 1
k k
a
n
b a  b,
y k  b k  a n b n  b k     1  ( a / b) k 0
n 0 n 0  b  b k (1  k )
 a  b,
53

 Contoh 2.6.3
Tentukan keluaran dari sistem digital yang diperlihatkan dalam Gambar 2.6.3
dengan menggunakan jumlah konvolusi. Anggap barisan masukannya adalah
{uk} = {3, - 1,3}.
Persamaan beda bagi sistem in dicari dengan menggunakan keluaran yk

1
dari penjumlah terhadap dua masukan, uk dan y k 1 . Jadi
2
1
yk = y k 1 + uk
2
Dengan menganggap bahwa sistemnya mula-mula tanpa sinyal input, y – 1 = 0,
maka kita haruslah pertama mencari barisan tanggapan-impuls h. Menurut
definisi, h adalah keluaran bagi sebuah masukan u = {k} yakni, h memenuhi
persamaan beda.
1
hk = hk 1 + k
2
(2.6.4)
Andaikan kita mencoba dengan pendekatan iteratif (iterative, pengulangan).
Dari (2.6.4) kita peroleh
1
h0 = h1  δ 0  0  1  1
2
1 1 1
h1 = h0  δ1  .1  0 
2 2 2
1 1 1 1
h2 = h1  δ 2  .  0 
2 2 2 4
 1  k

1   , k  0
hk = 2
hk 1  δ k   2 
0, k  0

yk
+
uk  Unit
+ tunda

GAMBAR 2.6.3 sitem waktu


½ diskret untuk contoh 2.6.3
Oleh karena itu keluarannya diberikan oleh
54


 1 
k


y   3,1,3    , k0

 2  

nilai-nilai dari barisan uang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunaka


metode “melipat dan menjumlah” seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.6.4.
Barisan keluaran yang kita peroleh adalah
 1 13 13 13 13 
y  3, , , , ,..., k ,...
 2 4 8 16 2 
Dalam contoh ini kita telah berhasil memperoleh satu pemcahan dalam bentuk
rumus bagi barisan tanggapan-impuls dengan hanya mengenal bentuk suku umum
dari uraian iteratif yang kita lakukan. Dalam sistem-sistem yang lebih rumit, akan
menjadi sulit untuk mengenal bentuk dari suku umumnya. Dalam kasus-kasus
umum ini kita memerlukan suatu metode umum untuk mencari pernyataan rumus
bagi hk.

2.7. MENCARI BARISAN TANGGAPAN-IMPULS


Untuk menggunakan jumlah konvolusi sebagai suatu metode perhitungan
tanggapan dari sebuah sistem linier, maka kita harus memiliki suatu metode untuk
mencari barisan tanggapan-impuls dalam bentuk rumus. Metode seperti ini
memang ada yang berdasarkan pada bentuk pemecahan homogen dari model
persamaan berbedanya. Andaikan kita mempunyai sebuah sistem yang
dimodelkan oleh persamaan beda
y k  b1 y k 1  b2 y k  2  ....  bn y k  n  u k yk (2.7.1)
menurut definisi, barisan tanggapan-impuls {hk} memenuhi (2.7.1) untuk uk=  k ,
Yaitu,
That is,
hk  b1 hk 1  b2 hk  2  ....  bn hk  n   k (2.7.2)
ingat bahwa  k = 0 untuk k > 0. Oleh karena itu, untuk k > 0 {hk} harus
memenuhi beda homogen yang berhubungan dengan (2.7.2) untuk k > 0. Ini
berarti bahwa {hk} dapat dinyatakan sebagai jumlah dari n buah pemecahan bebas
55

linear  k(1) ,  k( 2 ) ,....., k( 2 ) , di mana masing-masingnya memenuhi (2.7.2) dengan


uk=0 . Jadi
hk  c1 k(1)  c 2 k( 2 )  ....  c n k(1) (2.7.3)
di mana ketetapan-ketetapan ci, i = 1,2,….,n dihitung dengan menggunakan
syarat-syarat awal bagi h. Syarat-syarat awal ini dikenakan pada sistem dengan
menggunakan barisan impuls satuan {  k }. Ada berbagai himpunan syarat-syarat
awal setara yang diperoleh dengan menggunakan (2.7.2) dan kenyataan bahwa hk=
0 untuk k< 0. Kita hanya perlu memasukkan efek dari impuls pada rangkaian
seperti yang dihitung dengan menggunakan (2.7.2). Jadi, sebagai contoh, kita
dapat menggunakan himpunan syarat-syarat:
h1  h2  ....  h n  2  0

dan
h0   0  b1 h1  b2 h 2  ....  bn h n  1

atau kita dapat menggunakan himpunan syarat-syarat


h 2  ....  h n  2  0

h0  1

h1   1  b1 h0  b2 h1  ....  bn h n 1  b1

Dengan melanjutkan dalam cara yang sama, kita dapat menghasilkan sebanyak
mungkin himpunan syarat-syarat awal yang kita inginkan dengan menggunakan
(2.7.2)

 Contoh 2.7.1
Carilah keluaran dari sistem waktu-diskret berikut pada Gambar 2.7.1 untuk
masukan.
 1  k
 k0
u k   2  ,
 0, k  0

Model persamaan beda bagi sistem ini didapati dengan menyamakan keluaran yk
dari penjumlah darn menambahkan tiga masukan pada penjumlah. Jadi
3 1
yk  uk  y k 1  y k  2
4 8
56

dalam bentuk standar


3 1
yk  y k 1  y k  2  u k
4 8

Gambar 2.7.1 Sistem waktu-diskret dari Contoh 2.7.1


yk

 Unit Unit
uk  Tanda Tunda

3
4

1
6

persamaan bantunya adalah


3 1
r2  r 0
4 8
1 1
dengan akar-akar r1 = , r2 = , . Oleh karena itu, barisan tanggapan-impulsnya
2 4
adalah
  1 k k
c1    c 2   , k  0
1
hk    2  4
 0, k 0

untuk mencari syarat-syarat awal, kita gunakan kenyataan bahwa
3 1
hk  hk 1  hk  2   k
4 8
Jadi, sebagi contoh
3 1
h0   0  h1  h 2  1
4 8
3 1 3
h1   1  h0  h1 
4 8 4
Jika kita menggunakan syarat-syarat awal ini, c1 dan c2 harus memenuhi
57

1 = c1 + c2
3 1 1
 c1  c 2
4 2 4
yang menghasilkan c1 = 2 dan c2 = -1 Jadi, barisan tanggapan impulsnya adalah
  1 k k
2   (1)  , k  0
1
hk    2   4
 0, k 0

barisan keluarannya diberikan oleh
k k
1
n
  1  k n  1  k n 
y k   u n hk  n    2    
n 0 n0  2    2   4  
k k k k
1 k
1 k
1 1  1  2 k 1 
 2   1    n
2  2  1  k      
 2 n 0  4 n 0 2 4  1 

  1 k  1 k

 2k  2    4  , k  0
 0, k 0

perhatikan bahwa kita dapat pula memperoleh barisan tanggapan-impuls dengan
menggunakan syarat-syarat awal lain, yang didasarkan pula pada

3 1
hk  hk 1  hk  2   k , Beberapa himpunan syarat-syarat awal yang setara
4 8

2 3 7
adalah h1 = 0, h0 = 1; h0 = 1 h1  ; h1  , h2  dan seterusnya.
4 4 16
 Contoh 2.7.2
Carilah barisan tanggapan impuls dari rangkaian waktu-diskret dalam Gambar
2.7.2 Model persamaan beda bagi sistem ini adalah
3
y k  5u k  2u k  u k  2  3u k 3
2
Dalam sistem ini, keluaran dibentuk dari masukan yang sekarang dan nilai-nilai
masukan yang sebelumnya. Tanggapan-impuls dapat kita cari secara langsung
dari persamaan beda
3
y k  5 k  2 k 1   k  2  3 k  3
2
58

Unit Unit Unit


uk
Tunda Tunda Tunda

3
5 2 3
2
 
 
 yk

GAMBAR 2.7.2. Sistem waktu-diskret dari Contoh 2.7.2

Jadi, kita peroleh


h0=5
h5=-2
3
h2=
2
h3=-3
hk=0, dan yang lainnya
Jenis-jenis rangkaian waktu diskret ini disebut filter-filter Tanggapan-Impuls
yang lamanya berhingga (Finite-duration Impulse Response FIP). Dalam istilah di
depan filter-filter ini dikenal sebagai filter-filter tak-rekusif karena tidak terdapat
umpan balik dari keluaran-keluaran yang dihasilkan untuk membentuk masukan
yang sekarang.
 Contoh 2.7.3
Carilah barisan tanggapan-impuls dari sistem waktu-diskret yang diperlihatkan
dalam Gambar 2.7.3. Model persamaan beda bagi sistem ini adalah
1 1
y k  u k  2u k 3  y k 1  y k 2
2 18
1 1
yk  y k 1  y k  2  u k  2u k 3
2 18
di sini terdapat lebih dari pada satu metode pemecahan, Kita dapat menggunakan
metode superposisi dengan mencari dahulu barisan tanggapan-impuls dari

masukan –{  k } dan yang dari masukan 2 k 3  . Kemudian barisan tanggapan-


59

impuls yang diinginkan kita peroleh dengan menjumlahkan kedua tanggapan ini.
Persamaan bantunya adalah
1 1
r2  r 0
2 18

yk

Unit Unit Unit  Unit Unit


uk 2 
Tunda Tunda Tunda Tunda Tunda

1
2
1
18

Gambar 2.7.3 Sistem waktu-diskret dari contoh 2.7.3

1 1
dengan akar r1  , r2  . Jadi barisan tanggapan-impuls berbentuk
3 6
k k
1 1
hk  c1    c 2   , k 0
3
  6

Syarat-syarat awal yang terjadi karena cabang terbawah (–  k ) adalah


1
h0= –1, h1= –
2
Jadi c1 dan c2 haruslah memenuhi
– 1 = c1 + c2
1 1 1
  c1  c 2
2 3 6
yang menghasilkan c1 = –2, c2 = 1. Jadi tanggapan-impuls yang terjadi karena
 1
–{  k } adalah hk :

  1 k  1 k

hk   2 3    6  , k  0
 0, k 0

60

Sebutkan tanggapan-impuls karena 2 k 3  h ( 2 )  . Syarat-syarat awal bagi

1
masukan –{  k } telah kita dapati adalah h0= –1,h1= – dengan barisan
2
 1
 
tanggapan impuls yang bersangkutannya hk seperti yang diberikan diatas. Oleh

k k

karena itu, tanggapan yang terjadi karena 2 k  adalah 4   2  . Hasil ini
1 1
 3 6

kita diperoleh berdasarkan sifat linier karena 2 k  adalah –2 kali –  k  . Jadi

tanggapan bagi 2 k 3  adalah

  1  k 3  1
k 3

hk  4 3   2 6  , k  3
 0, k 3

Batas-batasnya diperoleh dari kenyatan bahwa 2{δk-3} sama dengan nol kecuali
bila k = 3. jadi tanggapan totalnya adalah
 hk(1) , k  0,1,2
 (1)
hk  hk  hk( 2) , k 3
 0, yang lainnya

Karena itu
 1
k
1
k

  2     ,
 3 6 k  0,1,2

 1
k
1
k

hk  106   431  , k 3
 3 6
0, yang lainnya



Metode lainnya adalah yang menyangkut penggunaan syarat-syarat awal


yang dikenakan oleh -{δk}+2{δk-3}sebagai satu kesatuan. Di sini harus
diperhatikan bahwa kita telah mengikut-sertakan kedua impuls dalam perhitungan
syarat-syarat awalnya. Jadi menggunakan h0 dan h1 saja, misalnya, tidaklah benar,
karena impuls 2{δk-3} akan tidak terikut-sertakan dalm perhitungan. Sebagai
syarat-syaratnya awalnya kita dapat menggunakan h2 dan h3, h3 dan h4, h4 dan h5,
dan seterusnya. Sedangkan syarat-syarat awal yang lebih terdahulu tidak dapat
digunakan. Dengan menggunakan h2 dan h3 berarti bahwa nilai-nilai dari h0 dan h1
61

haruslah dihitung sebagai kasus khusus. Andaikan kita gunakan h3 dan h3 sebagai
syarat-syarat awal. Kita peroleh
1 1
hk  hk 1  hk  2   k  2 k  3
2 18
dari persamaan tersebut kita peroleh
1 1
h0  h1  h 2   0  2 3  1
2 18
1 1 1
h1  h0  h1   1  2  2  
2 18 2
1 1 7
h2  h1  h0   2  2 1  
2 18 36
1 1 139
h3  h2  h1   3  2 0 
2 18 72
Jadi, c1 dan c2 harus memenuhi
7 c1 c 2
h2    
36 9 36
139 c1 c
h3     2
72 27 216
Dan dengan demikian
c1 = 106, c2 = -431
oleh karena itu, barisan tanggapan-impulsnya adalah
  1,
 1 k 0
  ,
 2 k 1
hk   k k
 1 
106   431  ,
1 k ?
yang lainnya
 3 6
 0,

 Contoh 2.7.4
Kita dapat pula mencari tanggapan frekuensi dari sistem dengan menggunakan
tanggapan impuls dan jumlah konvolusi. Tinjau kembali contoh 2.4.2 dalam
Gambar 2.7.4. Tanggapan impuls dari sistem ini merupakan suatu kombinasi
linear dari pemecahan-pemecahan homogen dari persamaan beda
1
yk  y k 2   k
2
62

Persamaan bantunya adalah


1
r2  0
2
Dengan akar-akar r1, r2 =+/ 2 . Ini berarti bahwa hk berbentuk
k
 2  k   k 
hk    c1 cos   c 2 sin , k 0
2   2   2 
  

Dengan menggunakan syarat-syarat awal yang dikenakan pada rangkaian melalui


barisan impuls, kita peroleh
h0  1  c1 cos 0  c 2 sin 0

   
h1  0  c1 cos   c 2 sin  
2 2
Jadi c1 = 1 dan c2 = 0, Barisan tanggapan-impulsnya dengan demikian adalah
 2  k  k  k  0
 
hk   2  cos 2 ,
  k 0
 0

yk

uk + Unit Unit
Σ Tunda Tunda

GAMBAR 2.7.4 Sistem waktu diskret dari contoh 2.7.4

Untuk memperoleh tanggapan frekuensi kita cari tanggapan tunak bagi

masukan u k  e jkwT . Kita akan menganggap bahwa u k ada untuk semua


k,  k   , agar tanggapan peralihan dari rangkaian dapat dieliminasikan.
Keluaran yang terjadi karena masukan ini adalah
n
 
 1   n  j ( k n )e
yk =  hn u k  n     cos e ,   T
n   n 0  2  2 
n

 e jn / 2  e  jn / 2  1 
=e jk
e  jn

2
 
n 0   2 
63


1 
 1  j j ( / 2 ) 
n
 1  j  j ( / 2 )  
n

=e 
jk
 e e    e e  
n 0 2 
 2   2  
 
 1/ 2 1/ 2 
= e jk   
 e  j e j (  / 2 ) e  j e j (  / 2 ) 
1  1 
 2 2 

 
jk
 1 
= e  1  j 2 
1  e 
 2 

Jadi, tanggapan dari rangkaian ini adalah suku-suku yang terdapat di dalam tanda
kurung, yakni

 
H e j 
1
1
1  e  2 j
2
Hal ini sesuai dengan hasil yang kita hitung dahulu dengan menggunakan
persamaan beda (Lihat juga Contoh 2.4.2)
Kita dapat memperluas bahasan tanggapan frekuensi ini dengan
menggunakan jumlah konvolusi. Dari konvolusi kita peroleh keluaran yk sebagai

yk  h
n  
n u k n (2.7.4)

Kita juga mengetahui bahwa jika u k  e jk , maka keluaran tunak berbentuk
y k  H (e j )e jk (2.7.5)
Dengan menganggap bahwa masukan dalam (2.7.4) adalah e jk , maka kita dapat
gunakan (2.7.5) pada ruas kiri untuk memperoleh

H (e j )e jk  h
n  
n e j ( k  n )


 e jk h e
n  
n
 jn
(2.7.6)

Dengan mencoretkan e jk , pada kedua belah ruas dari (2.7.6) kita peroleh
pernyataan lain bagi H(ejθ) sebagai berikut

H ( e j )  h
n  
n e  jn (2.7.7)
64

Persamaan 2.7.7. menyatakan tanggapan frekuensi dari sebuah sistem waktu-


diskret dalam barisan tanggapan impuls. Dalam bahasan kita sebelumnya kita
telah menurunkan suatu pernyataan bagi H(ejθ) dalam koefisien-koefisien dari
persamaan beda, yang diberikan oleh Persamaan 2.3.4,
a 0  a1 e  j  ...  a m e  jm
H ( e j )  (2.7.8)
1  b1 e  j  ...  bn e  jn
Persamaan 2.7.7 dan 2.7.8 sangat bermanfaat karena mereka memungkinkan kita
untuk menghitung tanggapan frekuensi dari sebuah sistem langsung dari
persamaan beda atau barisan tanggapan-impuls. Persamaan 2.7.7 dan 2.7.8
memperlihatkan bahwa

a 0  a1 e  j  ...  a m e  jm
h e
l  
1
 jl 0

1  b1 e  j  ...  bn e  jn
(2.7.9)

Persamaan 2.7.9 dapat digunakan untuk menghasilkan suatu pernyataan bagi


barisan tanggapan impuls secara langsung dari koefisien-koefisien persamaan
beda. Prosesnya menyangkut penguraian ruas-kanan dari (2.7.9) ke dalam deret
pangkat dalam e-jkθ. Maka barisan tanggapan-impuls adalah koefisien-koefisien
dari e-jkθ. Dalam kebanyakan kasus proses ini secara perhitungan tidaklah efisien;
namun, kita dapat memberikan gambaran mengenai proses ini dengan contoh
berikut.

 Contoh 2.7.5
Kita akan menggunakan sistem yang sama seperti dalam contoh 2.4.2 dan 2.7.4.
Persamaan bedanya adalah
1
yk  k 2  u k
2
Dari contoh 2.7.4, barisan tanggapan-impulsnya adalah
 1  k  k 

hk   2  cos 2  k  0 (2.7.10)
 
 0, k 0

Dari (2.7.8)
65

1
H ( e j ) 
1  2 j (2.7.11)
1 e
2
Andaikan sekarang kita bentuk suatu deret pangkat dalam e-jkθ dengan
membagikan penyebut dari (2.7.11) dengan pembilangnya, kita peroleh

1 1
1  e 2 j  e 4 j   .......
2 4
1  2 j
1 e
2 1
1 2 j
1 e
2

1
 e  2 j
2
1 1
 e 2 j - e 4 j
2 4

1 4 j
e  .....
4

Dari proses ini kita simpulkan bahwa


1  2 j 1
h e
l  
1
 jl 0
 1-
2
e  e 4 j -  .......
4
(2.7.12)

Sekarang kita samakan koefisien-koefisien dari pangkat-pangkat : e-jθ yang sama


untuk memperoleh beberapa suku pertama dari h. Persamaan 2.7.12 memberikan

1 1
h0 =1, h1 = 0, h2 =  , h3 = 0, h4 = dan seterusnya. Bandingkan hasil ini
2 4
dengan (2.7.10). Proses pembagian panjang untuk menghasilkan deret pangkat
66

dalam e-jθ pada umumnya tidak memberikan suatu bentuk rumus bagi hk ; jadi
metode ini terbatas kegunaannya.

2.8 DEKONVOLUSI
Dalam pasal ini, kita pelajari persoalan bagaimana “menanggalkan” konvolusi
sebagai contoh, kita berikan keluaran y dari sebuah sistem dan tanggapan impuls h
dari sistem. Persoalannya adalah menentukan masukan u dari persamaan y = h *
u. Yakni, kita ingin mengdikonvolusikan u dari y = h * u. Begitu pula, kita dapat
menanyakan h untuk y dan u yang diketahui.
Dikonvolusi memiliki beberapa penerapan. Dalam situasi pengukuran apapun,
keluaran dari instrumen y merupakan hasil dari masukan u (ingin kita ukur) yang
melalui piranti ukur. Jika kita menganggap instrumennya merupakan suatu
transformasi linier pada u, maka kita mencari u untuk y dan tanggapan impuls
sistem h yang diberikan.sebagai contoh, sistemnya dapat berupa sebuah transduser
tekan dalam pengukuran bentuk gelombang tekanan darah.
Dalam penerapan-penerapan lainnya kita mungkin saja mengetahui u dan keluaran
y dan hendak mencari tanggapan impuls sistem h. Sebagai contoh, dalam
eksplorasi minyak seismik, kita masukan sebuah sinyal u yang diketahui ke dalam
bumi, mengukur sinyal keluaran y dengan menggunakan suatu jenis deretan
sensor dan menanyakan h untuk mencirikan struktur bumi antara data-data u dan
y.
Untuk khasnya, andaikan kita ketahui sinyal h dan tanggapan impuls sistem h dan
sini kita ingin menghitung u dimana
y=u*h
Kita menganggap y dan u adalah barisan satu-sisi. Untuk memudahkan notasi,
kita ambil nilai-niai tak nol yang pertama dari y dan u pada indeks k = o. Dari
jumlah konvolusi dalam (2.8.1) kita peroleh
k
Yk = u
m o
m hk-m (2.8.2)

Jika tuliskan beberapa suku pertamanya, maka kita peroleh


67

Yo = houo
Y1 = uoh1 + u1ho
Y2 = uoh2 + u1h1 + u2ho (2.8.3)
Dalam bentuk matrik, kita dapat menyatakan (2.8.3) sebagai
ho 0 0 .... 0 u o 
 yo 
 .... 0 u 
 y1 
 
 y 2
=  h1 ho 0  1 (2.8.4)
 
h2 h1 ho ... 0 u 2 

Jika y dan h diketahui, maka u dapat dicari secara iteratif (berulang-ulang) mulai
dengan persamaan yang pertama
Uo = yo/ho
u1 = (y1 – uoh1)/ho
u2 = (y2 – uoh2 – u1h1)/ho

 k 1

Uk =  v k

 u
m 0
h m
m k
 uo
(2.8.5)

 Contoh 2.8.1
Andaikan bahwa dalam sebuah sistem sewismik sederhana, kita masukk(an
sebuah sinyal u = {1,1/2} dan mengukur keluarannya sebagai y = (1/2) k  (k).
Apa tanggapan impuls dan tafsiran fisis bagi tanggapan ini? Dengan
menggunakan (2.8.5) dengan u dan h dipertuahkan, kita peroleh bahwa
 k 1

Hk =  y k   hm u k  m  u (2.8.6)
 m 0  o

Sistem
uk yk

Unit Unit
1/
Tunda Tunda
4

Gambar 2.8.1 Sebuah model refleksi seismik.


68

u Y=h*u W = y * h’ = u
h h’

Gambar 2.8.2 Definisi dari sebuah sitem invers, h.


Dengan memecahkan bagi h, kita dapati
ho = yo/uo = 1
h1 = (y1 – uoh1)/uo = 0
h2 = (y2 – hou2 – h1u1)/uo = ¼

(1 / 2) K , k genap 
hk =   (2.8.7)
 o, k ganjil 

Salah satu tafsiran yang mungkin bagi sistem ini adalah model yang
diperlihatkan dalam Gambar 2.8.1. Model ini menyatakan suatu refleksi satuan
pada permukaan dengan permukaan lainnya berada pada suatu kedalaman yang
berkaitan dengan waktu rambat pulang-pergi dari dua unit tunda (periode-
oeriode pencuplikan). Lapisan yang terdalam memiliki koefisien refleksi sebesar

1
.
4
Dekonvolusi dan Sisten Invers
Andaikan kita telah menguji sebuah sistem dengan masukkan u, mengukur
keluaran yang dihasilkan y dan menghitung tanggapan impuls yang bersangkutan
h. Kita dapat menggunakan informasi ini untuk mendekonvolusikan masukan
lainnya u jka keluaran y’ diketahui. Tetapi, perhitungan ini agak membosankan
dan dalam praktek kita menginginkan proses pemecahan yang lebih bermanfaat.
Keinginan ini memotivasikan gagasan mengenai sistem invers. Andaikan kita
mendesain sebuah sistem dengan tanggapan impuls h, yakni masukkan asli u
terhadap h. definisi ini digambarkan dalam Gambar 2.8.2. sistem invers h
membentuk-kembali (recontruck) sebarang sinyal kedalam h. Khususnya, h
membentuk kembali suatu masukkan u =  . Kita dapat menggunakan notasi ini
untuk mencari h’.
69

 Contoh 2.8.2
Carilah sistem invers bagi sistem yang dibahas dalam Contoh 2.8.1. yakni,
carilah sistem invers bagi
(1 / 2) k , k genap 
H=  
 o, k ganjil 

Anggaplah masukkan ke h adalah  . Jadi, keluaran dari h adalah benar-benar h


dan kita ingin mencari h sehingga
h*h’ = 
dengan menggunakan (2.8.5), kita peroleh bahwa
ho =  o/ho = 1
h1 = (  1 – hoh1)ho = -1/4
h3 = h4 = ..... = 0
jadi, sistem invers bagi
(1 / 2) k , k genap 
h=  
 o, k ganjil 

adalah sistem dengan tanggapan impuls h = {1,0,-1/4}.

Filter Energi Kesalahan Terkecil

Dalam Contoh 2.8.2. filter invers h’ ditentukan dengan menggunakan persamaan


h* h’ = 
Kita beruntung bahwa h’ ternyata lamanya berhingga. Kasus ini pada umumnya
tidak berlaku, dan memang, bergantung pada ciri-khas dari h. Dalam penerepan-
penerepan praktis, kita sering kali mengemukakan persyaratan bahwa h’
panjangnya berhingga. Dalam kasus ini, kita tidaklah selalu mungkin
mendapatkan h’ untuk memecahakan h*h’ =  secara eksak. Dalam kasus-kasus
ini, kita dap[at membentuk semacam persoalan kuadrat terkecil (least squres) dan
menanyakan h yang meminimunkan kesalahan energi antara keluaran yang
diinginkan  dan keluaran sebenarnya h*h’. Yaitu, mencari h’ untuk
meminimumkan
E = kesalahan energi = energi (  - h*h’)
70

=  k
e k2

Jika kita menguraikan (2.8.8), kita peroleh


E = [1 – (h*h’)(0)]2 + [0 – (h*h’)(1)]2 + ..... + [0 – (h*h’)(n)]2 (2.8.9)
Notasi (h*h’)(k) berarti nilai ke-k dari konvolusi h dan h’. Untuk mencari filter
energi kesalahan terkecil h, kita diferensiasikan (2.8.9) terhadap koefisien-
koefisien dalam h’, samakan dalam h. Jadi, kita memecahkan persamaan-
persamaan.
H’ jadi, energi kesalahan adalah
E
= 0, i = 0, 1, 2 ......, n (2.8.10)
h' i

 Contoh 2.8.3
Untuk mengilustrasikan perhitungan-perhitungannya, tinjau persoalan
mendesain h’ sebagai suatu filter bagi h = {1, -a}. Dalam kasus ini, filter invers
eksak bagi h panjangnya berhingga. Andaikan kita batasi h’ panjangnya n. Maka
keluaran sebenarnya h*h’ (untuk masukkan ke h sebesar  )adalah
h*ĥ = {-ĥoa, ĥo – ĥ1a, ĥ1 – ĥ2a,..., ĥn-1 – hn }

k=0 k=n+1
(2.8.11)
jadi, kesalahan energi adalah
E = (1 + ĥoa)2 + (ĥ1a – ĥo)2 +....+ (ĥna – ĥn-1)2 + ĥ 2n (2.8.12)
Dengan menghitung (2.8.10), maka kita dapat menulis ke-n + 1 persamaannya
dalam bentuk
 h0 
a b 0 0  0 0 h 
b a b 0  0 0   1   a 
  h2   
0 b a b  0 0    0 
  
      0 
0 0 0 0  a b hn 1    
     
 0 0 0 0  b a   hn  =  0  (2.8.12)
 0 
71

Dimana a = 1 + a2 dan b = -a. persamaan-persamaan 2.8.13 dapat dipecahkan


untuk mencari filter dekonvolusi energi kesalahn terkecil ĥ.
Dengan melewatkan keluaran dari sebuah sistem melalui sistem invers
(atau invers hampiran), maka kita dapat memulihkan (recover) masukan asli ke
sistem. Filter-filter dekonvolusi seperti itu memainkan peranan penting dalam
pengolahan sinyal-sinyal seismik, komunikasi, dan yang mirip lainnya.

2.9 VARIABEL-VARIABEL KEADAAN BAGI SISTEM WAKTU-


DISKRET
Kita tinjau sebuah rangkaian waktu-diskret berode –n yang memiliki
persamaan beda
Yk + b1yk-1 + ..... +bnyk-n = a0uk + a1uk-1 + .... + amuk-m (2.9.1)
n dan m adalah sebarang. Kita menganggap bahwa m<n. Dalam gambar 2.9.1
diperlihatkan dua buah diagram blok dari (2.9.1). bagi sistem yang dilukiskan oleh
(2.9.1) dan dinyatakan secara skematis seperti dalam Gambar 2.91b, maka sebagai
keadaan pada sebarang indeks k, kita pilih isi dari unit-unit tunda intuk satu
indeks k atau satu siklus-pewaktu. Secara fisis, mereka seringkali dibuat berperan
(implemented) sebagai register geser (shif register) yang menyimpan suatu
pernyataan biner dari keluaran ke elemen tunda. Secara kolektif, unit-unit tunda
membentuk memory dari sistem. Isi dari unit tunda ini meringkaskan semua
perilaku sistem yang telah berlalu. Dari gambar 2.9.1b kita peroleh
x1(k + 1) = x2(k)
x2(k + 1) = x3(k)

Xn-1(k + 1) = xn(k)
Xn(k + 1) = u(k) – b1xn(k) – b2xn-1(k) - ..... – bnx1(k) (2.9.2)
Dengan menyatakan ke-n buah persamaan ini dalam bentuk matriks kita peroleh
72

 x1 ( k  1)   0 1 0  0 0   x1 ( k )  0 
 x ( k  1)     x (k )   
 2   0 0 1  0 0   2  0 
   =       +   u(k)
   0  
1  x n 1 ( k ) 
 
 x n 1 ( k  1)  
0 0  0 0
   
 x n ( k  1)   bn  bn 1  b2 
 b1   x ( k )  1
  

 n
(2.9.3)

Keluaran y(k) diberikan dalam masukan u(k) dan keadaan x1(k),x2(k),….,xn(k)


sebagai

y(k) = a1xn(k) + a2xn-1(k) + … + amxn-m-1(k) +


a0[u(k) – b1xn(k) – b2xn-1(k) - … - bnx1(k)]
(2.9.4)

Persamaan 2.9.4 dalam bentuk matriks adalah


 x1 (k ) 
 x (k )
y(k) = [-aobn – aobn-1, ..., am – aobm,...., a2 – aob2,a1 – aob1]   + aou(k)
2

  
 
 x n (k ) 
(2.9.5)
dengan mendefinisikan matriks keadaan x(k) sebagai vektor kolom
 x1 (k ) 
 x (k )
x(k) =  
2

  
 
 x n (k ) 
maka kita dapat menulis (2.9.3) dan (2.9.4) sebagai
x(k+1) = Ax(k) + Bu(k)
y(k) = Cx(k) + Du(k) (2.9.6)
dimana matriks (A,B,C,D), untuk contoh ini, adalah
73

 0 1 0 0  0 0  0 
 0 0 1 0  0 0  0 
  
a=   ,B=   ,
   
 0 0 0  0 1  0 
  bn  bn 1   b2  b1  
1 


C = [-aobm, - aobn-1,..., am – aobm,...,a1 – aob1], D = [ao]
Matriks-matriks (A,B,C,D) ini membentuk deskripsi lainnya dari sistem waktu-
diskret. Model ini lebih umum daripada kedua model yang telah kita bahas
sebelumnya. Keumumannya ini dibayar dengan lebih banyak perhitungan .
walaupun demikian, rumusan matriks ini secara ideal cocok bagi penerapan-
penerapan tertentu yang tidak dapat dimodelkan dengan menggunakan persamaan
beda atau barisan tanggapan implus. Setiap pesoalan dalam mana harus digunakan
keadaan-keadaan internal dari sistem untuk mengotimasikan atau menganalisis
kerja sistem haruslah menggunakan sebuah model yang mendefinisikan keadaan
internal secara ekslisit. Satu-satunya model analitik yang demikian adalah
rumusan variabel-keadaan.

 Contoh 2.9.1
Hasilkan deskripsi variabel-keadaan dari sistemwaktu-deskrit yang dinyatakan
oleh persamaan beda
y(k) = 2y(k-1) + y(k-2) = u(k)
diagram skematis dari sebuah sistem yang dilukiskan oleh persamaan beda
diperlihatkan dalam gambar 2.9.2. disini terdapat dua buah elemen tunda. Oleh
karena itu, definisikan dua variabel sebagai kandungan dari register ini
x1(k) = y(k-2)
x2(k) = y(k-1)
dengan merujuk ke gambar 2.9.2, kita dapat menulis suatu rumus rekursi
sederhana bagi tiap-tiap variabel keadaan sebagai berikut
x1(k+1) = x2(k)
x2(k+1) = y(k) = u(k) – 2x2(k) – x1(k) (2.9.7)
persamaan 2.9.7 dalam bentuk matriks adalah
74

 x1 (k  1)  0 1   x1 (k )  0
 x ( k  1)  =  1  2  x (k ) + 1 u(k)
 2     2   
Juga, keluaran y(k) dinyatakan dalam keadan-keadaan dan masukkan adalah:
 x1 (k ) 
y(k) = [-1 -2]   + [1]u(k)
 x 2 (k )
oleh karena itu, matriks-matriks variabel keadaan adalah:
0 1  0 
A =  1  2 , B = 1 , C =   1  2 , D = [1]
   

Matriks-matriks (A,B,C,D) bagi sebuah sistem tidaklah unik. Kenyataan ini dapat
kita berikan gambarannya dengan mendefinisikan kembali keadaan-keadaan
dalam Contoh 2.9.1. jadi, misalkan
x1(k) = y(k-1)
x2(k) = y(k-2)
dengan definisi keadaan-keadaan ini, pembaca dengan mudah dapat
memperlihatkan bahwa matriks-matriks keadaannya adalah
 2  1 1 
A=  1  , B = 0  , C =  2  1 , D = [1]
 0  

Secara lebih umum, bagi sebuah sistem berorde n, pilih sebarang matriks
taksinnguler T berukuran n * n+ dan definisikan sebuah vektor keadaan baru q(k)
= Tx(k). Vektor keadaan baru q(k) ini adalah semata-mata merupakan
transformasi linear dari vektor keadaan lama x(k). Kita peroleh
Q(k+1) = Tx(k+1) = T[Ax(k) + Bu(k)
= Tax-1q(k) + Tbu(k)
= TAT-1q(k) + TBu(k)
+ Sebuah matriks taksinguler (nonsingular) T adalah sebuah matriks yang mempunyai invers T -1.
Lihat Apendiks C
Dan
y(k) = Cx(k) + Du(k)
= CT-1q(k) + Du(k)
Jadi kita peroleh
75

 = TAT-1 Ĉ = CT-1
B = TB Ď=D
Sehingga
q(k+1) = Âq(k) + Bu(k)
y(k) = Ĉq(k) + Ďu(k)
Persamaan 2.9.9 menghasilkan keluaran y(k) yang sama bagi suatu masukkan u(k)
tertentu. Keluaran ini dinyatakan dalam suatu vektor keadaan q yang berbeda dan
sebuah model internal sistem yang berbeda pula yang diwakili oleh matriks-
matriks bantu (Â,B,Ĉ, Ď). Penggunaan matriks singuler T yang dikerjakan pada
vektor keadaan x memperkenalkan kita untuk merubah secara analitik hubungan-
hubungan internal sistem dengan tetap mempertahankan hubungan masukkan-
keluaran yang sama. Kita akan menyelidiki sifat dari model-model variabel
keadaan ini secara lebih terperinci dalam paragraph 2.10.
Rumusan matriks ini dapat diperluas dengan mudah ke sistem-sistem
masukkan-keluaran berganda. Sebagai contoh, andaikan kita mempunyai sebuah
sistem dengan r masukkan dan s keluaran. Maka sekali lagi persamaan keadaanya
adalah
X(k+1) = Ax(k) + Bu(k)
Y(k) = Cx(k) + Du(k) (2.9.10)
Dalam kasus ini x(k) berdimensi-n, u(k) berdimensi-r dengan ke-r buah
komponennya adalah masukkan-masukkan u1(k), u2(k),...., ur(k) dan y(k)
berdimensi –s dengan ke-s buah komponennya adalah keluaran-keluaran y1(k),
y2(k),....,ys(k). Matriks-matriks A, B, C, D berturut-turut berdimensi n × n, n × r, s
× n, s × r, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.9.3.
[x]n×1 = [A]n×n[X]n×1 + [B]n×r[u]r×1
[y]s×1 = [C]s×n[X]n×1 + [D]s×r[u]r×1
 Contoh 2.9.2
Untuk memberikan gambaran mengenai kasus masukkan-keluaran berganda ini,
tinjau sistem yang diperlihatkan dalam Gambar 2.9.4 dengan keluaran-keluaran
dari elemen-elemen tunda, sebagaimana yang ditunjukkan, dipilih sebagai
76

variabel-variabel keadaan. Dengan menuliskan dua persamaan keadaan pada


titik-titik yang letaknya tepat sebelum kedua unit tunda, kita peroleh
X1(k+1) = a1x1(k) + a12x2(k) + u1(k) + b2u2(k)
X2(k+1) = a2x2(k) + u2(k)
Dalam bentuk matriks kita peroleh
a a12  1 b2 
x1(k + 1) =  x(k) + u(k)
0 a 2  0
 1 

perasamaan-persamaan keluaran adalah


y1(k) = x1(k) + u2(k)
y2(k) = c1x1(k) + x2(k)
dalam bentuk matriks kita peroleh
1 0  0 1
y(k) =  x(k) + u(k)
c1 1  0
 0

jadi matriks-matriks A,B,C,D adalah


a a12  1 b2  1 0  0 1
A=  B=  C=  D = 0
a 2  1 
 0
0 0 c1 1  

Mungkinmetode yang paling sederhana untuk menuliskan persamaan-persamaan


keadaan langsung dari sebuah keadaan langsung dari sebuah persamaan beda
adalah pertama sketsakan sebuah model diagram blok dari persamaan beda itu.
Kemudian gunakan diagram blok ini, sebagaimana telah kita perhunakan disini,
untuk mencari persamaan-persamaan keadaan.

2.10 PEMECAHAN PERSAMAAN VARIABEL-KEADAAN


Sekarang kita telah mempunyai model ketiga dari sistem-sistem waktu diskrit
linier. Model ini melukiskan sistem dalam pernyataan keadaannya, yakni, vaktor
keadaan x, yang merupakan suatu deskripsi lengkap dari sistem. Marilah kita
tinjau persoalan mencari tanggapaan y(k) dalam keadaannya dan masukan u(k).
Untuk mencari y(k) kita harus mengetahui keadaan x(k) dimana x(k) berevolusi
sesuai dengan
x (k+1) = Ax(k) + Bu(k) (2.10.1)
77

Salah satu metode untuk mencari x(k), bila keadaan awal x(0) diketahui, adalah
dengan memecahkan (2.10.1) secara iteratif. Jadi,
x (1) = Ax (0) + Bu (0)
x (2) = Ax (1) + Bu (1) = A2x (0) + ABu (0) + Bu (1)
dan, pada umumnya
k 1
x (k) = Akx (0) + 
m0
Ak - 1 - m Bu (m), k>0

(2.10.2)
Jika keadaan awal adalah x(k0) dan kita ketahui u(k) untuk k>k0, maka (2.10.2)
diperluas menjadi
k 1
x (k) = A k-ko
x (k0) + 
m0
Ak - ko -1 - m Bu (k0 + m)

(2.10.3)
Matriks Ak adalah hasil kali berlipat -k† A x A x … x A yang kadang-
kadang disebut matriks transisi (transition) atau fundamental dari sistem. Merujuk
k
kembali ke (2.10.2), kita mengenal dua jenis suku. Suku pertama A x (0)
menyatakan suatu evolusi yang hanya dikarenakan oleh syarat-syarat awal nol.
Keluarannya kita dapati dari (2.10.2) dengan menggunakan
y(k) = Cx (k) + Du (k)
k 1
= CAkx (0) + 
m0
CAk - 1 – m Bu(m) + Du(k)

(2.10.4)
Dalam (2.10.4) terdapat tiga buah suku yang dijumlahkan bersama untuk
membentuk tanggapan y(k). Suku pertama CAkx (0) adalah tanggapan sistem
terhadap masukan u dengan syarat-syarat awal nol. Ingat kembali bahwa dalam
model tanggapan-impuls, kita peroleh keluaran dengan mengkonvulsikan barisan
tanggapan-impuls h(k) dengan masukan untuk syarat-syarat yang dianggap nol,
yakni, x(0) = 0. Jika kita gunakan masukan u(k) = δ(k), maka menurut definisi,
keluarannya adalah h(k). Jadi
78

k 1
h (k) = CAkx (0) + 
m0
CAk – 1 – m Bδ(m) + Dδ(k)

(2.10.5)
Suku pertamanya nol karena x(0) = 0. Suku ketiga sama dengan D untuk k = 0 dan
nol untuk k yang lainnya. Suku kedua sama dengan CAk -1D untuk k>0. Perhatikan
bahwa untuk k = 0, jumlah suku ini tak ada. Jadi

D, k=0
k 1
h(k) = 
m0
CAk – 1 – m Bδ(m) = CAk -1B, k > 0

0, k<0
Dalam (2.10.5) dan (2.10.6) kita lihat bahwa perhitungan utamanya adalah
mencari Ak untuk semua nilai k. Ak dapat pula kita cari dengan menghitung secara
langsung perkalian matriks berlipat – k. Jenis pemecahan ini tidak dapat diterima
karena pernyataannya tidak dalam suatu bentuk rumus dan juga tidak memberikan
suatu pengertian mengenai struktur dari pemecahannya. Bagian berikut
menyajikan rinci-rinci mengenai bagaimana menghitung Ak dan fungsi-fungsi
matriks lainnya dalam pernyataan berbentuk rumus untuk semua nilai k.

2.11 FUNGSI DARI MATRIKS

Dalam bagian ini akan kita selidiki dua metode untuk menghitung Ak dan fungsi-
fungsi dari A yang lainnya dalam bentuk rumus. Kita mulai dahulu dengan suatu
bahasan ringkas mengenai sifat-sifat matriks yang akan bermanfaat dalam
perkembangan selanjutnya.
Persamaan karakteristik (characteristic equation) dari sebuah matriks A
berukuran n x n erat kaitannya dengan persamaan Bantu dari model persamaan
beda yang bersangkutan bagi sistem. Persamaan kerakteristik dari sistem A
didefinisikan sebagai berikut
g(λ) = ‌ A  I 0 =
(2.11.1)
79

di mana B berarti determinan dari B dan I adalah matriks satuan (identity


matrix). Sebagai contoh, persamaan karakteristik dari matriks
4 3
A = 1 2
 

adalah
g(λ) = ‌ A  I 0 =

4 3 1 0
Yakni: g(λ) = 1   =0
 2
 0 1

yang mana menjadi


4 3
g(λ) = 1 2
=0

atau
g(λ) = λ2 – 6λ + 5 = (λ – 5)(λ – 1) = 0
Jadi, λ2 – 6λ + 5 = 0 adalah persamaan karakteristik dari matriks A. akar-akar dari
persamaan karakteristik disebut nilai-nilai eigen (eigen values) dari matriks A.
Dalam kasus ini, nilai-nilai eigennya adalah λ1 = 5 dan λ2 = 1. Nila-nilai eigen dari
matriks sistem A dan akar-akar dari persamaan Bantu yang bersangkutan bagi
persamaan beda dari sistem adalah identik.
Metode pertama yang akan kita bahas untuk menghitung fungsi-fungsi
matriks didasarkan pada teorema Caley-Hamilton, yang menyatakan bahwa setiap
matriks n x n memenuhi persamaan karakteristiknya sendiri. Sebagai contoh, jika
kita subtitusikan A menggantikan λ dalam g(λ) = λ2 – 6λ + 5, maka kita peroleh
persamaan matriks
g(A) = A2 – 6A + 5A0 = 0
Yakni,
4 3  4 3 4 3 1 0  0 0
1  6  5 
 2 1 
2 1

2 0 1 0 0

19 18 24 18 5 0  0 0


6   
 7   6 12 0 5 0 0
80

Persamaannya jelas terpenuhi dalam kasus ini. Teoremanya mengatakan bahwa


pernyataan ini benar untuk sembarang matriks bujur sangkar. Pada umumnya,
persamaan karakteristik dari sebuah matriks bujur sangkar A berukuran n x n
adalah
g(λ) = A  I

= λn + a n -1 + … + a1 λ + a0 = 0 (2.11.2)
Sekarang, dengan mensubtitusikan A menggantikan λ seperti di atas, kita peroleh
g(A) = An + a n -1 A n – 1 + … + a1 A + a0I = 0 (2.11.3)
Jadi An dapat dinyatakan dalam matriks-matriks An – 1 , An – 2 , … , A dan I. Untuk
memperluas hasil ini, kita perkalikan (2.11.4) dengan A yang memberikan
An = - an – 1 An -1 - … - a1A - aoI (2.11.4)
di mana, sekali lagi I adalah matriks satuan, dan 0 adalah matriks yang elemen-
elemennya semua nol. Persamaan 2.11.3 dapat dituliskan kembali sebagai
A n+1 = - a n-1 An - … - a1 A2 – a0 A (2.11.5)
Dengan mensubtitusikan An dari (2.11.4), kita peroleh
An+1 = - a n-1 (- a -1 A n – 1 - … - a1 A – a0k) - … - a1 A2 – a0 A
= ( a2n – 1 – an – 2 ) An – 1 + (an – 1 an – 2 – an – 3) An – 2
+ … + an – 1 a0I (2.11.6)
Hasil ini memberikan kita suatu pernyataan bagi An + 1, sekali lagi dalam An – 1, An –
2
…, A dan I. Dengan melanjutkan proses ini, kita lihat bahwa sebarang pangkat
dari A dapat dinyatakan sebagai suatau jumlah terbobotkan dar matriks-matriks
yang mengandung A hingga pangkat tertinggi n – 1. Karena itu, fungsi-fungsi
matriks yang dapat dituliskan sebagai
f(A) = α0I + α1 A + … + ak Ak + …

= 
k 0
αk Ak (2.11.7)

dapat dinyatakan sebagai


f(A) = β0 I + β1 + … + βn – 1 An – 1
n 1
= 
k 0
β k Ak (2.11.8)
81

Di sini β0, β1, β2, … , βn – 1 adalah fungsi-fungsi dari α0, α1, … dan n. Perhitungan
β0, β1, β2, … , βn – 1 dapat dilakukan dengan menggunakan metode iterasi
yang digunakan dalam perhitungan An dan An + 1
dalam (2.11.4) dan (2.11.5).
Tetapi, meskipun langsung, proses ini dapat menjadi panjang sekali.
Untuk mengembangkan suatu metode yang lebih mudah, baiklah kita
kembali ke persamaan karakteristik dari matriks A.
g(λ) = A  I = λn +An – 1 λn – 1 + …
+ a 1 λ + a0 = 0 (2.11.9)
Dengan mengikuti langkah-langkah yang sama seperti yang lalu, maka kita dapat
menyatakan nilai-nilai eigen λn, λn + 1, λn + 2, dan seterusnya dalam λ, λ2, … , λn – 1.

λn = -an – 1 – an – 2 λn – 2 - … - a1 λ – a0
λn + 1 = (a2n-1 – an-2) λn – 1 + (an – 1 an – 2 – an – 3) λn – 2 + … + an-1
a0
Dengan cara yang sama, dapat kita tuliskan polinom-polinom dari λ dalam λ, λ 2,
…, λn – 1.

f(λ) = α0 + α1 λ + α2 λ2 + … = 
k 0
α k λk (2.11.10)
n 1
= β0 + β1 λ + … +βn – 1 λn – 1 = 
k 0
βk λk (2.11.11)

Yang kita inginkan disini adalah mencari ke – n buah anu β0, β1, … , βn – 1. Kita
ketahui bahwa (2.11.11) berlaku untuk sebarang λ yang merupakan pemecahan
dari persamaan karakteristik (2.11.9); yakni, untuk sebarang nilai eigen dari
matriks A. Pertama, anggaplah bahwa nilai-nilai eigennya tak sama; yakni tak ada
yang rangkap. Dengan mensubtitusikan λ1, λ2, … , λn dalam (2.11.11) kita peroleh
n buah persamaan dalam n anu berikut
f (λ1) = β0 + β1 λ1 + … + βn – 1 λ1n – 1
f (λ2) = β0 + β2 λ2 + … + βn – 1 λ2n – 1 (2.11.12)
:
:
f(λn) = β0 + βn λn + … + βn – 1 λnn – 1
82

yang mana darinya dapat kita peroleh β0, β1, … , βn – 1. Dengan membandingkan
(2.11.11) dan (2.11.8); yakni;
n 1
f (A) = 
m0
βm Am (2.11.13)

Karena itu, persoalan kita terpecahkan. Koefisien-koefisien yang dibutuhkan


dalam pernyataan matriks bagi f (A) didapati sebagai pemecahan terhadap suatu
sistem persamaan liniar dari persamaan-persamaan scalar yang diberikan oleh
(2.11.12).

 Contoh 2.11.1
Carilah f (A) dimana
1 
 0
f (A) = Ak dan A = 2
1 1
 
4 4
Persamaan karakteristiknya adalah
1
 0
g(λ) = A  I 2
= 1 =0
1

4 4
yakni,
1  1 
g(λ) =        = 0
2  4 
Jadi, nilai-nilai eigennya adalah
1 1
λ1 = , λ2 =
2 4
Dengan menggunakan (2.11.11), kita peroleh
f (λ) = λk = βo + β1 λ
dan dengan menggunakan (2.11.12), kita dapat
1
k
1
  = β0 + β 1  
2 2

1
k
1
  = β0 + β 1  
4  4
83

Dengan memecahkan β0 dan β1 yang tak diketahui, kita peroleh


k k
1 1
β0 =   (2 – 2k), β1 =   (4.2k – 4)
4 4

Pemecahan bagi Ak dicari dengan menggunakan (2.11.8)


(2.11.8)
k
1 
 0
f (A) = Ak =  2 = β0 I + β1 A
1 1
 
4 4
k k
 1  2  2   1  2.(2 k  1) 0 
k
0
=   k
   k 
4   0 2  2   4  2 1 2  1
k

k
1  2 0
k

=    k 
 4  2  1 1

Andaikan sekarang bahwa persamaan karakteristik g (λ) = 0 memiliki


akar-akar rangkap (sebagai contoh, λ1 = λ2). Dalam kasus ini, jumlah persamaan
bebas linier yang muncul akan lebih kurang daripada ke-n buah persamaan bebas
linier dalam (2.11.12). Teorema berikut† memperluas hasil-hasil yang telah kita
peroleh ke kasus nilai-nilai eigen rangkap.

Teorema: Misalkan A adalah sebuah matriks n x n dengan n0 buah nilai eigen


λ1, λ2, … , λno yang tak sama (jika tidak ada nilai eigen yang rangkap, maka no = n;
jika ada maka no < n). Misalkan nilai eigen λ1 terjadi dengan kerangkapan
(multiplicity) mi, dan didefinisikan polinom-polinom.
n 1
P (A) = 
m0
βm Am

(2.11.14)
n 1
P (λ) = 
m0
β m λm


f (A) = 
k 0
αk Ak (2.11.15)

Maka matriks f (A) identik dengan matriks P (A) jika dan hanya jika
(a) f (λ1) = P (λ1), i = 1, 2, …. , no (2.11.16)
84

dan
dq dq i  1,2,...., n 0
(b) f (  ) = P ( )    ,
d q   1
d q 1 a  1,2,...., m1  1

(2.11.17)
Perhatikan bahwa apabila (2.11.17) dituliskan kembali dalam koefisien-koefisien
anu β0, β1, … , βn – 1, menjadi
n 1
dq dq
d q
f (  )   1

d q
 m(m  1)...(m  q  1) 
m q
m im  q (2.11.18)

Persamaan 2.11.17 menghasilkan persamaan-persamaan sisa yang dibutuhkan


untuk memecahkan bagi β0, β1, … , βn – 1.

 Contoh 2.11.2
Misalkan
 1 
 2
A =  21 1
 
 128 4
dan andaikan bahwa kita ingin menghitung suatu bentuk umum bagi matriks Ak.
Kita dapati bahwa persamaan karakteristiknya adalah
3 9
g (λ) = A  I   2   0
4 64
3
dengan akar rangkap dua λ = . Dari (2.11.16), kita peroleh
8
k
 3  3
f (λ) = λk =     0   1  
8 8

dan dari (2.11.17)


k 1
df ( )  3
 k k 1  k    1
d 8

Karena itu
k 1
 3
β1 = k  
8
k
  3
β0 =   (1  k )
8
85

Jadi, menurut (2.11.8), tampak bagi kita bahwa


k k 1
 3  3
Ak =   (1  k ) I  k   A
8 8

 k 16k 
1  3
k
 3
=  3 
 k k
8  1 
 48 3
Kebenarannya kita periksa, dengan membuktikan bahwa A0 = I, A1 = A dan
seterusnya

 Contoh 2.11.3
Carilah keluaran y (k) dari system waktu-diskret yang diperlihatkan dalam gambar
2.11.1 terhadap masukan
0,
k k 0
u(k) = 1
  , k 0
2
Anggaplah syarat-syarat awalnya nol. Sistem ini sama seperti yang dianalisis
dalam contoh 2.7.1 dengan menggunakan model tanggapan impuls. Keadaa awal
system adalah x (0) = 0, sehingga untuk k>0, vector keadaan x (k) diberikan oleh
k 1
x (k) = A
m0
k 1 m
Bu ( m)

dan keluarannya oleh


y (k) = Cx (k) + Du (k)

y(k)

+ Σ Unit x2(k) Unit x1(k)


u(k) tunda tunda
+
-
86

GAMBAR 2.11.1 Sistem waktu-diskret dari contoh 2.11.3.

di mana
 0 1 0
x (k+1) =  1 3  x( k )   u ( k )
  8 4  1 

 1 3
y (k) =  x( k )  1u ( k )
 8 4 

Jadi,
 0 1 0   1 3
A =  1 3 , B = 1  , C =  , D = 1
  8 4 
4 
 
 8
Kita harus mencari An,n = 1,2, … Persamaan karakteristik bagi A adalah
3 1
q (λ) = A  I   2    0
4 8
1 1
Jadi nilai-nilai eigennya adalah λ1 = , λ2 = . Karena itu
4 2

 0 1 
A = β0 I + β1 A =  1
n
3 
  1  0  1 
 8 4 
di mana β0 dan β1 adalah pemecahan-pemecahan dari
n
1 1
 0   1   
4 4
n
1 1
 0   1   
2
  2

Dengan memecahkan bagi β0 dan β1, kita dapati bahwa


 1  n  1  n  1
n
1
n
 1  4       ,  0     2 
 2   4   2 4

Dan juga
87

  1 n 1
n
1
n
1 
n

     2  4   4  
 2 4 2 4 
An =   1 1 
n n n n
1 1 1
       2     
 2  2   4    2   4  

atau

1
n   1 4  1  n  2  4
A n
=   1     1 
2  2 2  4   2  1

Maka

 1 3   1 
k 1 m   1 4  1  2 0  4 0
B =     1   k 1 m
1 
 1 1
k–1 –m
CA
 8 4   2   2
 2   4   2
  
k m k m
1 1
= 2   
2  4

Jadi
k 1
y (k) =  CA
m 0
k 1 m
Bu (m)  Du (k )

k 1  1  k  m  1  k  m  1  m  1  k
=  2 2    4   2    2 

m0  
k k 1 k k 1 k
1 1 1
= 2 
2

m0
1  
 4

m 0
2m   
2
k k k
 1 1 2
k
1 1
= 2  k     
2 4 1 2 2

  1 k  1 
 k 1
= 2k  2    4  , k 0
 0

Dari contoh ini jelas bahwa perhitungan keluaran dengan menggunakan
variable-variabel keadaan lebih rumit dari kedua model yang terdahulu. Namun
demikian, metode variabel keadaan memberikan kita informasi mengenai
bagaimana keadaan-keadaan internal x1 (k) dan x2 (k) berevolusi. Jika informasi
88

ini tidaklah pentinguntuk suatu kasus khusus, maka cukup digunakan saja metode
yang paling sederhana.
Ada metode kedua utuk mencari fungsi-fungsi matriks yang seringkali
secara perhitungan adalah lebih cepatdaripada metode yang disajikan di atas.
Metode ini didasarkan pada dekomposisi spektral (spectral decomposition) dari
sebuah matriks. Ini adalah suatu pernyataan lain dari sebuah matriks n x n dalam
n buah matriks yang lebih sederhana yang akan kita nyatakan sebagai E1, E2, …. ,
Ei. Matrkis-matriks Ei, i = 1, 2, … , n disebut matriks-matriks unsur (contituens).
Dapat diperlihatkan† bahwa sebarang n x n matriks A memilki representasi
(pernyataan).
A = λ1 E 1 + λ2 E 2 + … + λn E n
n
=  E
i 1
i i (2.11.19)

di mana λi, i = 1, 2, … , n adalah nilai-nilai eigen yang berbeda dari A. (Kita akan
bahas kasus nilai eigen rangkap di bawah). Matriks-matriks unsur Ei, i = 1, 2, … ,
n memiliki sifat-sifat berikut:
 0, i j
1. Ei Ej =  i j
 E1 ,
n
2. E
i 1
i =1 (2.11.20)

3. A E i = E i A = λ i Ei
4. Ei memiliki rank 1.†

Dari representasi (2.11.19), kita dapat pula memperlihatkan bahwa fungsi-fungsi


dari matriks A dapat dituliskan sebagai
n
f (A) =  f ( ) E
i 1
i i (2.11.21)

Sebagai contoh, jika f (A) = Ak, maka (2.11.21) mengatakan bahwa


Ak = 1k E1   k2 E 2  ...   kn E n (2.11.22)
89

Jika kita dapat menemukan matriks-matriks unsur Ei, i = 1, 2, … , n bagi sebuah


matriks A, maka dengan menggunakan (2.11.21) kita dapat mencari fungsi-fungsi
matriks f (A).
Untuk nilai-nilai eigen yang tak sama, maka kita dapat lanjutkan sebagai
berikut. Andaikan A adalah matriks 2 x 2 dengan nilai-nilai eigen λ1 dan λ2. Dari
(2.11.21) dan (2.11.22), kita dapati bahwa
Ak = 1k E1   k2 E 2 (2.11.23)
Misalkan k = 0, 1 dalam (2.11.23). Untuk k = 0 kita peroleh
I = E 1 + E2 (2.11.24)
yang mana adalah sifat (2) dari (2.11.20). Untuk k = 1 kita peroleh
A = λ 1 E 1 + λ2 E 2 (2.11.25)
Perkalikan (2.11.24) dengan λ1 dan kurangkan persamaan matriks yang dihasilkan
dari (2.11.25). Kita peroleh
A – λ1 I = (λ2 – λ1) E2
yang mana berarti bahwa
A  1 I
E2 = (2.11.26)
 2  1

Begitupula,
A  2 I
E1 = (2.11.27)
1   2
Metode ini dapat diperluas dengan mudah ke matriks-matrks yang berukuran lebih
besar dengan cara yang sama. Untuk sebuah matriks 3 x 3, kita hasilkan 3 buah
persamaan
I = E 1 + E2 + E 3
A = λ 1 E 1 + λ2 E 2 + λ 3 E 3 (2.11.28)
A2 = 12 E1   22 E 2  32 E 3
Sekali lagi dengan mengetahui λ1, λ2, dan λ3 maka E1, E2, dan E3 dapat dipecahkan
secara langsung.
90

 Contoh 2.11.4
Carillah Ak untuk matriks A dari contoh 2.11.3. Kita peroleh
 0 1
A =  1 3
  8 4 
dengan nilai-nilai λ1=1/2, λ2=1/4. Dengan menggunakan (2.11.22) kita peroleh

A k  1k E1  k2 E 2
k k
1 1
=   E1    E 2
2 4

Dimana

 0 1   1  1 0 
 1 3    
 4 0 1   1 4
A   2 I  8 4    
E1    1 
1  2 1  2 2
4
Dan

 0 1   1  1 0
 1 3    
 2 0 1  2  4
A  1 I  8 4    
E2    1 
2  1 1  2  1
4
Dengan demikian

1
k   1 4  1  k  2  1
A  
k
 1     1 
2  2 2  4   2  1

Seperti yang kita dapati sebelumnya. Tampak bahwa perhitungan-perhitungan


menjadi lebih sederhana dengan metode ini.
Kasus nilai-nilai eigen rangkap agak sedikit rumit. Representasi bagi
matriks A berukuran n x n dalam kasus ini adalah
91

p
A    i E i  N i  , pn (2.11.29)
i 1

Dimana Ni adalah sebuah matriks yang sedemikian rupa sehingga jika r adalah
kerangkapan dari λi, maka
N ir  0 (2.11.30)
Matriks-matriks Ei dan Ni memnuhi sifat-sifat berikut:

0 i j
1. Ei E j {
Ei ,
i j

0, i j
2. Ei N j  N j Ei  {
N j ,
i j

p
3. Ei 1
i 1

4. N ir  0 , dimana r adalah pengganda dari λi

Dalam kasus ini,fungsi dari sebuah matriks dihitung dengan menggunakan


p
 ri
f ( k 1) (i ) N i( k 1) 
f ( A)    f (i ) Ei    (2.11.31)
i 1  k 2 
Jumlah dalam tanda kurung dari (2.11.31) harus diikutsertakan untuk kasus nilai-
nilai eigen rangkap. Contoh berikut memberikan gambaran mengenai perhitungan
ini.

 Contoh 2.11.5
Carilah Ak bagi matriks 2 x 2 berikut
1 
 0
A  2
1 1
 
2 2
92

2
  1
Dalam kasus ini, persamaan karakteristiknya adalah g ( )       0 ,yang
2 

mana memiliki dua nilai eigen rangkap λ1=λ2=1/2. jadi A memiliki representasi
1
A E1  N 1
2
Fungsi matriks Ak diberikan oleh
k k 1
1 1
f ( A)  A    E1  k  
k
N1
2 2

Dari persamaan bagi Ak, maka untuk k=0, 1


A 0  1  E1
1
A E1  N 1
2
Oleh karena itu,
E1  1
1 1
N1  A  E '1  A  I
2 2

k k 1
1 1  1 
Ak    I  k   A  I 
2 2  2 
 1  k 
  0 
 1   10 0
k 1

  
2   k   . 
0
 1 
k
 2   2
Dan juga  0    
 2 
  1 k 
  0 
2
  k 
 1 1 
k

k     
  2 2 

2.12 PERUBAHAN STRUKTUR INTERNAL SISTEM


93

Keadaan dari suatu sistem waktu diskrit linier (A,B,C,D) yang memiliki
tanggapan impuls h
D k 0
hk  {
CAk 1 B ,
k 0

(2.12.1)
Dapat kita ubah dengan sebuah transformasi linier tak singular T tanpa mengubah
h. yakni, kita dapat mengubah vector keadaan x ke,katakanlah x’,di mana
x' ( k )  Tx ( k )

Dengan perubahan koordinat-koordinat ini,maka matriks-matriks keadaan baru


adalah
A’=TAT-1, B’=TB, C’=CT-1, D’=D
(2.12.2)
Seperti yang telah kita turunkan sebelumnya (lihat persamaan 2.9.8). matriks-
matriks (A’, B’, C’, D’) menyatakan sutu sistem dengan diskripsi,eksternal yang
sama, yakni, h tidak berubah, tetapi dengan struktur internal yang berbeda. Untuk
memperlihatkan bahwa tanggapan-impuls tidak berubah , kita substitusikan
matriks-matriks baru ini ke dalam (2.12.1) dan peroleh
D' k 0
h' k  {
C '( A ') k 1 B ',
k 0

(2.12.4)
Dalam (2.12.4), D’ = D sehingga h 0 tidak berubah. Juga kita dapat
mensubtitusikan C’, A’ dan B’ yang memberikan
C ' ( A' ) k 1 B '  CT 1 (TAT 1
) k 1 TB

 CT 1 (TAT 1
)(TAT 1
)...(TAT 1
)TB

 CA k 1 B  hk , k>0

 Contoh 2.12.1
Tinjau sistem waktu –diskret dengan matriks-matriks
94

 0 1 0   1 3
A 1 3 , B   , C   , D=[1]
 8 1   8 4 
4 
Gambar skematis yang bersangkutan diperlihatkan dalam Gambar 2.12.1 di mana
telah menggambarkan kembali diagram-diagram blok kita yang lazim dalam suatu
cara yang memungkinkan kita untuk lebih mudah mengikut-sertakan informasi
yang terkandung dalam model{A,B,C,D}. sebagai contoh, pengali-pengali silang
dari unit-unit tunda berhubungan dengan aij, i  j. loop-loop dari keluaran ke
masukan dari unit-unit tunda berhubungan dengan aij. Begitu pula
masukanmasukan ke unit-unit tunda berhubungan dengan bi dan keluaran-
keluaran dengan ci.
Andaikan sekarang kita ubah variable-variabelnya sehinga keadaan baru adalah
1 0 
x'   1  x
1 2 

GAMBAR 2.12.1 Sistem waktu diskrit dari contoh 2.12.1


Maka
1 0 
T   1
1 2 

Dan
95

 1 0
T 1  
 2 2

Matriks-matriks keadaan yang baru adalah


 2 2 0
A'  TAT 1   45 11 , B'  TB   1 ,
 16 4   2 
  13
C"  CT 1
  
 8

Struktur sistem yang baru ini diperlihatkan dalam gambar 2.12.2. struktur
internalnya memang telah kita ubah, tetapi hubungan masukan-keluaran yang
sama tetap tak berubah.

Ada terdapat berbagai alasan mengapa kita ingin untuk mengubah keadaan
internal dari sebuah sistem tetapi tidak mengubah diskripsi eksternalnya. Sebagai
contoh, kita mungkin ingin untuk meminimumkan jumlah pengali internal.
Dikarenakan harganya cukup mahal. Atau mungkin kita ingin meminimumkan
bising (noise) internal dalam sebuah struktur dikarenakan pembulatan terhadap
hasil-hasil antaranya. Apapun alasannya bagi pengubahan hubungan-hubungan
internal ini, metode variabel-keadaan memungkinkan kita untuk menyelidiki
secara analitis struktur-struktur internal sistem dengan menerapkan transformasi-
transformasi tak singular pada vektor keadaan.
Salah satu transformasi khusus yang seringkali dipakai adalah transformasi
koordinat yang mengubah A menjadi sebuah matriks diagonal dengan nilai-nilai
eigen dari A terletak pada diagonalnya. Perubahan koordinat ini dapat dipandang
sebagai suatu transformasi “tak-menggandeng” (decoupling) karena dengannya
modus-modus alamiah dari sistem tak berinteraksi dalam membentuk keluaran.
96

Misalkan D adalah matriks diagonal yang diperoleh dari A. dengan menganggap


bahwa nilai-nilai eigen dari A tak sama, maka transformasi ini dapat kita bentuk
dengan menggunakan sebuah matriks tak singular P yang kolom-kolomnya terdiri
atas vektor –vektor dari matriks A. vektor-vektor eigen A diarahkan dalam
ruangan yang tidak diubah melalui transformasi A. secara perlambang, vector-
vektor eigen v1,v2,….,vn dari A didefinisikan oleh
Av1  i vi

(2.12.5)
Di mana λi, i= 1, 2, …,n adalah nilai-nilai eigen dari A. dalam kasus ini, matriks
diagonal D adalah
^
1
D AP
 P
(2.12.6)

 Contoh 2.12.2
Carilah “bentuk tak tergandeng” (decoupled form) dari sistem dalam Contoh
2.12.1. matriks A adalah
 0 1
A 1 3
 8 4 
1 1
Dengan nilai-nilai eigen λ1= dan λ2= . Vector-vektor eigen yang
4 2
bersangkutan diperoleh dengan memecahkan persamaan
 A  i I  vi  0 i  1,2

(2.12.7)
Persamaan 2.12.7 menghasilkan dua persamaan yang diberikan di bawah ini.
 1   1 
 4 1   (1)   2 1   (1) 
 1  v1   0,  v 2   0,
1   (2)  1 1   ( 2)
  v1    v 2 
 8 2  8 4
(2.12.8)
97

Perhatikan bahwa dalam kedua persaman matriks dalam (2.12.8), baris-baris


dalam tiap-tiap matriks merupakan kelipatan tetapan dari yang lainnya. Jika kita

(1) ( 2)
pilih v
1
 v 2  1, maka kita dapati bahwa v1 dan v2 diberikan oleh

1 1
v1   1 , v2   1  (2.12.9)
 4   2 

Hanyalah arah dari v1 dan v2 yang dapat kita tentukan dari (2.12.7);sedangkan
panjang v1 dan v2 adalah sebarang. Oleh karena itu, kita pilih matriks P sebagai

1 1
P  1 1
 4 2 
Dengan inversnya
 1 
  1
P 1  4  2 
1
 1
 4 
Sekarang kita gunakan pengubahan keadaan x '  P 1 x . Perhatikan bahwa
bukannya matriks P yang kita gunakan di ruas kanan x melainkan matriks
inversnya. Secara teoritis, tidaklah penting apakah kita gunakan P atau P-1 untuk
mengubah x, jadi,

 1  1 
^  2  1  0 1 1 1  0
A'  D  P AP  4  1
  1 3 1 1  4
1   1
  1  8 4
4 2
 0 
 4   2
 1 
 2  1 0   1
1
B'  P B  4  1   4  1 
1
 1    
 4 
 1 3  1 1
1  
1 1
C  CP      1

 8 4  16 4

4 2
98

Skema rangkaian terdiagonalkan ataubtak tergandengkan ini diperlihatkan dalam


gambar 2.12.3 perhatikan bahwa kedua keadaan x1(k) dan x2(k) tak berinteraksi;
yakni, tak ada pengali silang antara elemen-elemen unit tundanya

GAMBAR 2.12.3 Struktur sistem terdiagonalkan


Untuk kasus nilai-nilai eigen rangkap, maka bentuk yang hampir sama
sederhananya dapat diperoleh sebagai berikut:

 J1 0 ... 0 
0 J2 ... 0 
P AP  J  
1
(2.12.10)
 
 
0 0 ... J no 

Di mana J1, ….,Jn0 adalah matriks-matriks bujur sangkar sederhana berbentuk


i 1 0.... 0
0 i 1... 0 
J1   (2.12.11)
 
 
0 0 0 i 

Yang berdimensi mi x mi, di mana adalah kerangkapan dari λi. Yang terpenting di
sini bukannya bagaimana membentuk matriks-matriks ini, melainkan mencatat
bagaimana mereka memungkinkan kita untuk mencirikan pemecahan yang kita
peroleh.
Untuk sederhananya, anggaplah bahwa nilai-nilai eigen dari A tak sama
dan bahwa kita telah menemukan matriks P dari (2.12.6). Pemecahan kita bagi
99

keadaan sistem x(k) dan keluaran y(k) dinyatakan dalam Ak. Sekarang kita dapat
menuliskan A sebagai berikut
^
A  P D P 1 (2.12.12)

Dan dengan demikian


k
 ^  ^
(2.12.13)
^ ^
Ak   P DP1   (P D P1)(P D P 1)...(P D P1)
 

^
=
P D P 1
Di mana

 1 k
 k 0 ... 0 

D   2
^
 0 ... 0 
(2.12.14)

 
 0 0 ...  n 
k

Jadi, elemen-elemen dari Ak, dan karena itu, dari x(k) ,merupakan kombinasi

 1 ,  2 ,...,  n . Dari sini diperoleh bahwa jika


k k k
linier dari i  1 untuk suatu I,

maka satu atau lebih dari variabel-variabel keadaan (dan mungkin juga keluaran)
akan semakin lama bertambah tanpa batas. Karena itu, sistem tak stabil.
Sebaliknya, jika i  1 untuk suatu semua i=1, …,n, tak terbatas. Terakhir, jika
i  1 untuk suatu i, maka kita dapat mencari suatu masukan terbatas yang akan

menyebabkan keluaran bertambah tanpa batas apabila k bertambah. Hasil ini


memberikan kita suatu metode yang sangat mudah untuk menentukan kestabilan
sistem.
Nilai-nilai eigen dari matriks keadaan menentukan kestabilan sistem.
Sebuah sistem waktu diskret akan stabil jika dan hanya jika eigen memilki modulus
yang lebih kecil daripada I.

 Contoh 2.12.3
100

Andaikan kita mempunyai sebuah sistem waktu-diskret yang matriks keadaannya


adalah

1 a
A 1
2 2 
Untuk nilai-nilai a berapakah sistemnya stabil?
Pertama kita cari nilai-nilai eigen dari matriks ini sebagai fungsi dari
parameter a. persamaan karakteristiknya adalah
1 
g ( )  (1   )     2a  0
2 
Yakni,
3 1
2     2a  0
2 2
Dengan akar-akar
3 1
1    2a
4 16
3 1
2    2a
4 16

Di sini terdapat dua kasus yang mungkin.


1
Kasus 1: Andaikan a   . Dalam kasus ini, λ1 dan λ2 bernilai riil
32

dengan λ1>λ2. Agar sistemnya stabil, i  1, i  1,2 . Jadi ambil λ1 < 1 untuk
melihat apa yang dihasilkannya bagi a.
3 1
  2a  1
4 16

Yakni,
1 1
 2a 
16 16
Yang sama berarti bahwa a<0. untuk kestabilan, kita harus pula memilih λ 2 > -1.
pembatasan ini berari bahwa
3 1
  2a  1
4 16

Jadi
101

1 7
 2a 
16 4

Yang mana menghasilkan


3
a
2
Tampak bahwa yang menjamin adalah pernyatan sebelumnya, yakni a < 0.

1
Kasus 2: andaikan sekarang a <  . dalam kasus ini, λ1 dan λ2 bernilai
32
kompleks.
Pengambilan 1 1 atau 2 1 berarti bahwa
2
2 2 3 1
1  2   j   2a 1
4 16

Atau
9  1  1
   2a   1, a
16  16  4

Dengan menggabungkan kedua hasil ini, tampak bahwa sistemnya stabil untuk

1
semua nilai a dalam selang ( ,0).
4
2.13 TANGGAPAN FREKUENSI DALAM A, B, C, D
Kita telah mengaitkan satu diskripsi eksternal dri sebuah sistem, yakni barisan
tanggapan impuls h, dengan diskripsi keadaan A, B, C, D dalam (2.10.6), yang
kita ulangi lagi di bawah ini.
D, k 0
hk  {
CA k 1 B ,
k 0

(2.13.1)
Tanggapan frekuensi H  e j  merupakan diskripsi eksternal laiinya dari sebuah
sistem. Bagaimana diskripsi ini berkaitan dengan model keadaa A, B, C, D?
Dari (2.7.7) kita peroleh

H (e j )  h e
n  
n
 jn

=  hn e
 jn
(2.13.2)
n0
102

Batas terbawah adalah nol karena kita mengangap h kausal, yakni, hn = 0, n < 0.
Dengan mensubtitusikan hn dari (2.13.1) ke dalam (2.12.2) kita peroleh

H (e j )   hn e  jn

= D   CA Be  jn
n 1

n 1

Misalkan m = n – 1. Maka kita peroleh



H (e j )  D  C  Am e  jm Be  j
m0

= D  C   Ae  j  Be  j

(2.13.3)
m0

  Ae 

 j
Pernyataan dapat dihitung dengan menggunakan identitas
m0

n
 I  A  Am  I  An 1 (2.13.4)
m 0

Persamaan 2.13.4 dapat dibuktikan dengan mudah yaitu dengan menguraikan ruas
kiri dari persamaan ini. Jika kedua ruas dalam (2.13.4) kita perkalikan dengan [I-
A]-1 dan mengambil limitnya bila n  , kita peroleh

lim  A  lim{[ I  A1 ][ I  An 1 ]}


m

n m 0 n

Jika menganggap bahwa semua nilai eigen dari A memiliki modulus yang lebih

n 1
kecil daripada 1, maka lim[ I  A
n 
] 1

Jadi
n

lim  A  [ I  A]1 ,
m
i  1 untuk semua I (2.13.5)
n m 0

Penggunaan (2.12.5) dalam (2.13.7), memberikan kita


H (e j )  D  C[ I  Ae  j ]1 Be  j (2.13.6)
Dengan memasukkan faktor e-jθ ke dalam tanda kurung, kita peroleh
103

H (e j )  D  C[ Ie j  A]1 B

(2.13.7)
Persamaan-persamaan 2.13.6 atau 2.13.7 menyatakan diskripsi eksternal
H(ejθ) dalam A, B, C, D. Untuk memberikan gambaran mengenai perhitungan-
perhitungannya, kita akan menerapkan (2.13.7) pada sistem dari contoh-contoh
2.4.2 dan 2.7.4.

 Contoh 2.13.1
Sistem dari contoh-contoh 2.4.2 dan 2.7.4 diperlihatkan dalam Gambar 2.13.1.
Persamaan-persamaan keadaannya adalah
 0 1 0 
x(k  1)   1  x(k )   u (k )
 2 0 1 

 1 
y (k )   0 x (k )  [1]u ( k )
 2 

GAMBAR 2.12.1 Sistem waktu-diskret bagi dari contoh 2.13.1

Dari (2.13.7), kita dapati bahwa pernyataan bagi H(ejθ) adalah


1
 1  e 0   0 1  0
j
H ( e j )  1    0      1   
 2   0 e j   2 0  1

Tinjauan matriks invers [Iejθ-A]-1. kita peoleh
1
 e j 
  1 1  e j 1 
[I e j     1 1 j    1 
e 1 e j 
 2  e j   2 
  2
104

Jadi tanggapan frekuensinya adalah

 1   e 1  0 
j
j 1 
H( e )  1   .0 1
j 1  2   e j  1
e   2 
2
1 1 1
 e j  
2  2 2 1
1 
1 1 1  2 e - j
e j  e j 
2 2
Sebagaimana kita peroleh sebelumnya

2.14 PENERAPAN SIKLUS LIMIT-VARIABEL KEADAAN DALAM


BERBAGAI FILTER DIGITAL

(2.14.1)

Model variabel-keadaan bagi filter ini diberikan oleh

(2.14.2)

Vektor keadaan [x1(k)x2(k)]T yang terdiri atas dua bilangan biner yang
simpan dalam unit-unit tunda (yang mana di implementasikan sebagai
register geser). Andaikan untuk bahasan ini kita sederhanakan analisis
filter dengan mengambil barisan masukan u sama dengan nol. Tinjau
sekarang evolusi dari keadaan. Keadaan idealnya (tak tercatukan)
berevolusi menurut persamaan
105

(2.14.3)

Apa yang terjadi dalam kasus register yang panjangnya berhingga? Salah
satunya adalah bahwa, bilangan-bilangan dalam A tidaklah eksak karena
pernyataan biner dari bilangan-bilangan ini panjangnya berhingga.
Kesalahannya lainnya yang disebabkan oleh penggunaan register yang
panjangnya berhingga terjadi apabila bilangan-bilangan dalam register
menjadi terlalu besar. Jika kita mempunyai B bit dalam sebuah register,
maka kita dapat menyatakan sebanyak 2B bilangan yang berbeda dalam
register ini. Sekarang, filter order dua dari (2.14.2) memerlukan dua buah
register, satu untuk tiap-tiap komponen keadaan. Jadi, vektor keadaan x
dapat mengambil 2B x 2B = 22B bilangan yang berbeda. Salah satumetode
untuk melukskan nilai-nilai keadaan yang mungkin diperlihatkan dalam
gambar 2.14.2, yang disebut suatu “kisi ruang-keadaan” (state space grid).
Tiap-taipa titik perpotongan dalam kisi ini menyatakan suatu nilai numeris
yang mungkin dari keadaan x. Tidak ada nilai-nilai lain dari keadaan catu
(quantum0 terkecil yang ingin kita nyatakan dengan satu bit tunggal.
Bilangan ini sebarang dan ditetapkan oleh ukuran dari kisi total. Dalam
gambar 2.14.2 kita telah menetapkan secara sebarang bahwa jangkau nilai-
nilai ini harus berada dalam selang [-1,1]. Dengan demikian, jarak antara
titik-titik kisi sama dengan panjang kisi total, 2, dibagi dengan jumlah
spasi, 2B – 1. Jadi catu terkecil adalah 2/(2 B – 1). Bilangan ini adalah selisih
antara bilangan-bilangan yang dinyatakan oleh dua titik kisi yang
berdampingan (secara horisontoal atau vertikal).
Andaikan sekarang kita menelusuri suatu trayektori keadaan yang
mungkin untuk masukan nol. Marilah kita menganggap bahwa untuk suatu
106

keadaan x(k) dan matriks filter A yang diketahui, kita peroleh suatu
keadaan baru x(k+1) = Ax(k) yang berada di luar jangkau dari bilangan-
bilangan ternyatakan (representable) seperti yang diperlihatkan dalam
gambar 2.14.3. Gejala ini disebut suatu keluapan (overflow). Nilai
numerik dari x(k+1) = Ax(k) telalu besar dan bukanlah salah satu dari
bilangan-bilangan ternyatakan. Jadi, nilai terluap dari keadaan ini harus
dikembalikan ke suatu bilangan ternyatakan. Karakteristik keluapan adalah
suatu fungsi tak linier f yang apabila diterapkan pada keadaan keluapan,
menghasilkan suatu bilangan ternyatakan.

Gambar 2.14.2 Nilai-nilai keadaan yang mungkin yang diambil oleh


sebuah filter digital orde dua

Gambar 2.14.3 Pembulatan kesalahan-kesalahan keluapan dalam


aritmatik komplemen 2

Sebagai contoh, jika kita gunakan aritmetik titik tetap komplemen 2, maka
bilangan yang terluap “dipulihkan” (restored) seperti diperlihatkan dalam
gambar 2.14.3. Keluapan dari suatu bilangan positif yang besar “melilit”
107

(warps arround) dan menjadi suatu bilangan negatif yang besar. Ini adalah
cara yang biasa dalam mana keluapan-keluapan ditangani karena
penelitian ini terjadi tanpa ada campurtangan apapun dalam artimetik
komplemen 2. Pengangan ini memang bukannya benar-benar suatu
pensensoran (sensing) maupun pemulihan bilangan yang terluap. Namun
adalah bermanfaat untuk memikirkan proses ini dalam dua tahap. Pertama
keluapan dan kemudian suatu operasi tak linier pada bilangan yang terluap
guna memulihkannya ke suatu bilangan yang ternyatakan. Dalam kasus
aritmatik komplemen 2, maka karakteristik keluapan ini adalah seperti
yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.4.
Dalam bahasan ini, kesalahan keluapan diberikan oleh

ekeluapan = Ax(k) – f[Ax(k)] (2.14.4)


Kesalahan ini relatif besar. Kesalahan lain terjadi dalam
mengtransformasikan suatu nilai dalam kisi [-1,1] ke sebuah titik kisi di
dekatnya. Ini disebut kesalahan pembulatan (roundoff error) yang
dilukiskan dalam gambar 2.14.3. kesalahan ini pada umumnya lebih kecil
daripada kesalahan keluapan.
Keluapaan-keluapan dapat menjadi bencana. Dalam realsasinya beberapa
filter digital tertentu yang lazim, keluapan-keluapan ini dapat
mengakibatkan keluapan osilasi-osilasi dalam mana keluaran berosilasi
antara nilai-nilai yang tak bergantung pada masukan. Kita dapat
memperagakan gejala ini dengan menggunakan kisi ruang keadaan dan
filter dan gambar 2.14.1.

Gambar 2.14.4 Karakteristik keluapan komplemen 2

Filter dari gambar 2.14.1 memiliki matriks sistem A yang diberikan oleh
108

(2.14.5)

Kutub-kutub dari filter adalah nilai-nilai eigen dari A dan diberikan oleh
λ1,λ2 = - ½ ± j ½ . Karena |λ1| < 1, I = 1,2, maka filternya stabil. Tinjau
trayektori dari keadaan untuk masukan nol. Dalam kasus yang ideal,
keadaan ini berevolusi menurut (2.14.3) dan untuk sebarang keadaan awal
x(0) yang tak nol, keadaan x(k) → 0 bila k → ∞. Apa yang terjadi dalam
kasus register yang berhingga-panjangnya? Kisi ruang keadaan dari
gambar 2.14.2 dapat dimanfaatkan untuk menelusuri trayektori dari
keadaan apabila keadaan ini dicatu menjadi sejumlah bit yang berhingga.
Kita mulai dengan suatu keadaan awal x(ko), kemudian kita menghitung
keadaan berikutnya x((ko + 1) = Ax(ko). jika Ax(ko) tetap berada dalam
bujur sangkar [-1, 1] maka kita harus pertama menerapkan karakteristik
keluapan komplemen 2, yakni f, mencari f[Ax(ko) dan kemudian
membulatkan f[Ax(ko)] ke suatu nilai kisi di dekatnya. Kemudian kita
lanjutkan ke keadaan berikutnya.
Kita dapat mempelajari efek dari keluapan-keluapan dengan menghitung
bagaimana keseluruhan kisi keadaan-ruang ditransfomasikan dalam tiap-
tiap iterasi. Dengan perkataan lain, kita mencari bagaimana bujur sangkar
[-1,1] ditransformasikan oleh matriks A. Cara tersederhana untuk
melakukan adalah dengan menghitung bagaimana titik-titik sudut [1,1] T,
[1,-1] T, [-1,-1] T, [-1,1] T
ditransformasikan oleh A. Untuk kasus ini kita
peroleh

(2.14.6)
109

Jika sekarang kita hubungkan titik-titik sudut hasil transformasi ini, seperti
diperhatikan dalam gambar 2.14.5, maka kita peroleh bayangan dari kisi
ruang keadaan semula setelah satu iterasi. Perhatikan bahwa dalam gambar
2.14.5, bagian-bagian dari ruang keadaan semula telah meluap. (Ingat
kembali bahwa kasus ini adalah untuk masukan nol). Jika daerah-daerah
yang telah terluapi ini dipetakan oleh karakteristik keluapan komplemen 2,
maka kita peroleh bayangan yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.5b.
Kita sekarang dapat melanjutkan ke iterasi berikutnya.

Gambar 2.14.5 Kisi ruang keadaan bagi filter-filter dari (2.14.2) dibawah
satu iterasi
Jika kita mengulangi kembali proses yang diutarakan di atas, maka kita
akan mendapat suatu gejala yang sangat aneh. Beberapa keadaan awal
tertentu tidak meluruh menuju nol tetapi ternyata menghampiri nilai-nilai
[0,8,0,8] dan [-0,8,-0,8]. (Dalam bahasan ini kita menganggap bahwa
pembulatan ditiadakan karena kita terutama tertarik pada keluapan).
Sebarang keadaan x dalam segitiga AEG dan CFH berturut-turut
menghampiri titik-titik [0,8,0,8] dan [-0,8-0,8]. Hanyalah keadaan-keadaan
dalam daerah BEGDFH yang menghampiri titik asal. Iterasi yang
berturutan dari transformasi f(Ax) memetakan AEG dan CFH ke dalam
daerah-daerah yang makin lama semakin kecil yang pada akhirnya
berturut-turut konvergen ke titik-titik tetap [0,8,0,8] dan [-0,8-0,8].
Dengan presisi (ketelilitan) yang tak terhingga, semua keadaan awal dari
sebuah filter stabil menghampiri nol. Dengan register-register yang
berhingga-panjangnya, beberapa keadaan awal di bawah masukan nol
110

menghampiri titik-titik ruang keadaan yang letaknya jauh sekali dari titik
asal. Gejala ini disebabkan oleh ketaklinearan keluapan dan disebut osilasi
keluapan (overflow oscillation).
Jadi, keluapan-keluapan dapat menyebabkan keluaran menjadi tak
tergantung pada masukan. Ini tentu saja merupakan suatu operasi yang tak
dapat diterima. Ada beberapa cara pengatasannya. Salah satu metodenya
adalah menskalakan filter sehingga hanyalah bagian pusat dari kisi ruang
keadaan yang digunakan. Ini dicapai dengan memperluas kisi dari [-1,1]
hingga, katakanlah [-5,5]. Untuk suatu jumlah bit yang tetap dalam sebuah
register, maka ini berarti bahwa pembuatan kesalahan (yang diukur oleh
ukuran dari sel-sel terkecil dalam gambar 2.14.2) juga bertambah.
Pemecahan lainnya adalah dengan menggunakan suatu karakteristik
keluapan tak linier yang lain seperti yang disebut karakteristik jenuh
(saturation characteristic) yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.6 di
bawah ini. Kerugian dari karakteristik ini adalah bahwa untuk
mengimplementasikannya dibutuhkan lebih banyak perangkat keras (atau
perangkat lunak). Pemecahan ketiga adalah dengan mengtransformasikan
keadaan (state) dari filter. Sebagaimana telah kita perlihatkan sebelumnya,
sebuah transformasi tak singuler T yang dikerjakan pada keadaan x
mentransformasikan {A,B,C,D} menjadi {TAT-1, TB, CT-1 ,D} tetapi tidak
mengubah karakteristik masukan-keluaran. Jika kita dapat menemukan
suatu struktur internal baru yang dicirikan oleh {TAT -1, TB, CT-1 ,D} yang
tidak meluap di bawah masukan nol, maka kita dapat menghilangkan
osilasi-osilasi keluapan. Beberapa struktur seperti itu memang ada. Salah
satunya disebut filter digital normal yang diperoleh dari struktur bentuk
langsung dari (2.14.1) dan (2.14.2) melalui transformasi berikut. Dengan
menganggap terdapat sebuah filter orde dua dengan kutub-kutub kompleks
di λ1, λ2 = α ± jβ, kita definisikan pengubahan keadaan dengan
menggunakan T, di mana

(2.14.7)
111

Dalam kasus kita ini, α = -β = - ½. Untuk pengubahan keadaan ini,


matriks-matriks variabel yang baru adalah
RINGKASAN

Kita telah membahas tiga model kawasan waktu untuk menganalisis


sistem-sistem waktu diskret linier yang tak ubah geser. Kedua model yang
pertama kita pelajari, yakni persamaan beda dan barisan tanggapan impuls, kedua-
duanya merupakan karakterisasi masukan-keluaran dari sebuah sistem diskret.
Keduanya memperlakukan sistem sebagai suatu kotak hitam dengan tidak
memperdulikan kerja internal dari sistem. Kelemahannya adalah bahwa kedua
model ini tidak dapat menangani dengan mudah sistem-sistem masukan-keluaran
yang berganda (multiple).
Di pihak lain, model ketiga, yakni model matriks atau variabel keadaan,
tidak hanya menghasilkan bagi sembarang barisan masukan tetapi juga
memperlihatkan bagaimana keadaan-keadaan internal dari sistem berevolusi.
Model ini secara ideal cocok bagi masukan dan keluaran berganda. Karena model
ini adalah suatu rumusan matriks, maka dimensi sistem tidak mempengaruhi
rumusan ini. Penambahan dimensi hanyalah meningkatkan jumlah pehitungan
yang terlibat dalam memecahkan sistem persamaannya. Model ini merupakan
satu-satunya model analitik yang mendefinisikan secara eksplisit struktur internal
dari sebuah sistem. Namun informasi lebih yang tersediakan dari model variabel
keadaan ini harus dibayar dengan harga bertambah banyak dan rumit perhitungan-
perhitungannya.

SOAL-SOAL

2.1 Carilah keluaran-keluaran tunak dari rangkaian-rangkaian berikut:


a) ebk
b) B sinh ak
c) K2 ak + Aebk
112

d) kak + A sin bk

2.2 Pecahkan persamaan-persamaan beda berikut:


a) yk+2+7 yk+1+12 yk=0 k>0
b) yk+2 +2 yk+1 +2 yk =0 k>0
c) yk+2+ yk+2 =sin k k>0
d) yk+2-5/2 yk+1+ yk =1, y0=y1=0
e) u+1= uk-yk, u0=1
yk+1= uk+yk, y0=0

2.3 Tinjau persamaan beda orde-dua yk+2-2Tyk+1 + yk=0, carilah pemecahan-


pemecahan bagi kasus-kasus berikut
a) τ<-1
b) τ=-1
c) |τ|<1
d) τ =+1
e) τ >1

2.4 Kapasitas dari suatu saluran informasi didefinisikan sebagai


C=lim log2 Nt bit/detik
t→∞ t
di mana N t adalah jumlah pesan yang dapat dikirimkan selama waktu t (lihat
contoh 1.4.5). Andaikan sebuah sistem pensinyalan memiliki dua simbol S1
dan S2:S1 bekerja selama t1 detik dan S2 selama t2 detik. Carilah kapasitas
saluran ini untuk kasus-kasus:
a) S1=1, S2=2
b) S1=S2=1. jelaskan perubahan kapasitas antara (a) dan (b).
113

2.5 Carilah keluaran-keluaran keadaan mantap dari rangkaian-rangkaian berikut.


yk

uk ={cos 2k, k >0 Σ Unit Unit


tunda tunda
0, k <0 _ +

5/
(a) 6

1/
6

uk ={sin k, k>0 Unit Unit yk


Σ
0, k <0 tunda tunda

1/
2

1/
4

(b)
2.6 Sistem yk+2+a1yk+1+a2yk=0 adalah stabil jika semua pemecahannya memenuhi
yk→0 bila k → ∞. Ini berlaku jika dan hanya jika kedua akar dari persamaan
bantu
r2+a1 r +a2=0
memenuhi |r| < 1. Carilah dan sketsakan daerah dalam bidang parameter a2
terhadap a1 untuk mana sistemnya stabil.

2.7 Dalam komputer analog, elemen integrator yang diperlihatkan di bawah ini
didefinisikan oleh persamaan
y(t)= y(0)+∫t0 u(τ) dτ

u(t)→ ∫( ) →y(t) syarat awal


Elemen Integrator
114

Diagram yang diperlihatkan di bawah ini mensimulasikan persamaan


differensial
d2 y(t) + y(t) =0, y(0)=1 dy(t) =0
dt2 dt t=0

dy/dt
∫( ) ∫( )
2 0 yt
dy
dt2 syarat awal syarat awal
-1
Pemecahan dari persamaan ini adalah y(t) = cos t. Andaikan kita ingin untuk
menghampiri persamaan differensial ini dengan suatu model waktu diskret.
Salah satu metode yang disebut metode Euler, menghampiri integralnya
dengan suatu penjumlahan diskret.
y(0)+ u(τ) dτ= y(0)+Δ u(kΔ)
Ini setara dengan menggantikan integrator-integrator dengan sistem waktu
diskret berikut y(0) nilai awal
u(kΔ) + Tunda y(kΔ)
Δ Σ
Σ Δ
+

y((k+1)Δ)=Δu(kΔ)+ y(kΔ)
Sistem waktu diskret dari pendekatan integrator.
(a) Ubahlah diagram analog bagi persamaan diferensial menjadi suatu sistem
waktu diskret.
(b) Gambarkan pemecahan y(t) bagi 0< t < 2π. Gambarkan pada kertas yang
sama hampiran-hampiran berikut.
y(kΔ) ubtuk Δ = π/2 k=0,1,.....,4
y(kΔ) ubtuk Δ = π/4 k=0,1,.....,8
y(kΔ) ubtuk Δ = π/8 k=0,1,.....,16

2.8 Tinjau kembali soal 2.7. Gantikan hampiran waktu diskret terhadap suatu
integrator dengan yang berikut ini.
115

+
β Σ Tunda
Δ
+
α

Yakni, tinjau sistem waktu diskret berikut.


u(kΔ) + y(kΔ)
- Σ Tunda β Σ Tunda
β Δ Δ
+
α α

Dengan α=1 dan β=Δ maka rangkaian di atas adalah hampiran Euler. Pilihlah
Α,β,u(0),y(0) sehingga y(kΔ)=cos (kΔ).

2.9 Tinjau rangkaian tanggapan impuls yang panjangnya berhingga berikut.pilih


α,β,γ sehingga tanggapan tunak terhadap uk =§k adalah yk =1 (di mana [ek]
adalah barisan tangga satuan) dan tanggapan terhadap uk =cos(k/10) adalah yk
=0. Carilah dan gambarkanlah besar dan fase dari fungsi tanggapan frekuensi
bagi sistem yang dihasilkan.
uk
Unit Unit
tunda tunda

α β γ
+ + +
Σ yk

2.10 Carilah persamaan beda yang mengaitkan masukan {uk } dengan keluaran
{yk} bagi sistem waktu diskret berikut. Carilah fungsi tanggapan frekuensi
dan gambarlah besar dan fase bagi –π< 0 <π.
116

uk + Unit Unit yk
1/ Σ Σ
4 tunda tunda
Σ Σ
_

1/
2

2.11 Keluaran dari sebuah sistem waktu diskret adalah y1, di mana y1 (k).................
Tinjau sistem waktu diskret yang diperlihatkan di bawah ini. Sebutkan
keluarannya y2 . Dapatkah penguatan a dan b dipilih sehingga y1 (n)= y2 (n)
untuk semua n ? Jelaskan
uk + Σ a Unit yk
_ tunda

2.12 Sketsakan suatu diagram blok dari sebuah sistem yang barisan tanggapan
impulsnya adalah
a) {1,1/2, 1/4, ......,(1/2k,.....}
b) {1,1, ½,1/2, ¼,1/4, ........}

2.13 Carilah tanggapan impuls bagi sistem waktu diskret yang didefinisikan oleh
persamaan beda berikut. Periksalah kebenaran jawaban anda dengan
substitusi.
a) (S2 - S +1/4) [yk ]= uk
b) (S2 - 1/4) [yk ]= uk
c) (1 - 3S -1 +3S -2- S -3) [yk ]= uk
d) (S 3 -3S-2+ 3S -1) [yk ]= uk

2.14 Gunakan barisan tanggapan impuls untuk menyatakan keluaran dari sebuah
sistem waktu diskret yang dilukiskan oleh persamaan beda.
(S2-2S +1)[yk]= uk
117

dengan y0 =0, y1 =2. Perlihatkan bahwa syarat-syarat awalnya tak nol. Untuk
memasukkan efek dari syarat-syarat awal tak nol ini maka kita harus
memodifikasi bahasan kita mengenai konvolusi. Uraikan keluaran ini ke
dalam dua keluaran, di mana yang satunya dikarenakan oleh impuls dengan
syarat-syarat awal tak nol. Tambahkan pada keluaran ini suatu keluaran yang
sama sekali dikarenakan oleh syarat-syarat tak nol.

2.15 Pecahkan persamaan beda berikut dengan menggunakan metode langsung


dan metode konvolusi.
k
1
(1- S -2 ) [yk ]= 3 k>0
9 0 k<0

dengan syarat-syarat awal nol.

2.16 Carilah barisan-barisan tanggapan-impuls bagi sistem-sistenm waktu-diskret


dari soal 2.9 dan 2.10.

2.17 Carilah barisan tanggapan-impuls bagi sistem waktu-diskret berikut.


yk
uk Unit tunda + Σ Unit tunda Unit tunda
Σ
- +
4 4
-
3

2.18 Carilah tanggapan terhadap suatu barisan-impuls masukan di titik-titik A,B


dan C dalam sistem berikut.

uk + Unit tunda + Unit tunda + Unit tunda


Σ Σ Σ
Σ Σ Σ
118

A B C

2.19 Dalam sistem waktu-diskret yang diperlihatkan di bawah ini, tentukan:


(a) Persamaan beda yang mengaitkan u dan y.
(b) Barisan tanggapan-impuls.
(c) Fungsi tanggapan-frekuensi H(ejθ). Sketsakan fungsi amplitudo atau
besarnya pada selang [0,π].
1/
2
+
Σ Unit tunda Σ
uk yk
Σ Σ

1/
2
2.20 Tuliskan persamaan-persamaan variabel-keadaan bagi sistem-sistem waktu-
diskret berikut.
uk(1) + Σ Unit Unit + Σ yk
Σ tunda tunda Σ
+ + +

a
b

uk(2)

a
+
+ Σ Unit Σ yk(1)
Σ tunda Σ

uk b

+
Σ Unit Σ yk(2)
Σ tunda Σ

b
+ a

uk + + +
Σ Unit Unit Σ Unit Unit
- Σ tunda tunda Σ tunda tunda yk

a
b
119

2.21 Tuliskan persamaan-persamaan variabel-keadaan bagi sistem berikut, dengan


menggunakan suatu vektor keadaan berkomponen tiga dengan keadaan-
keadaan x1,x2 dan x3 yang didefinisikan seperti dalam gambar yang
diperlihatkan.
a) Hitunglah determinan |A|.
b) Carilah nilai-nilai eigen dari A.
c) Dapatkah anda jelaskan dan perluas hasil-hasil dari bagian (a) dan (b)?
d) Dapatkah anda menuliskan persamaan-persamaan keadaan bagi sistem ini
dengan menggunakan suatu vektor keadaan dua-komponen? Berikan
tanggapan anda.
a

Unit x1
tunda
+ + + yk
Unit
uk Σ x2 Σ tunda x3
Σ Unit Σ
tunda +

2.22 Anggaplah bahwa fungsi f (λ) dapat dinyatakan sebagai suatu deret tak
berhingga. Buktikan bahwa A dan f(A) komutatif, yakni
A.f(A)=f(A)A
Buktikan bahwa
d/dt[f(At)]=Ag (At)
di mana
d
g(t)= dt f(t)
120

2.23 carilah suatu pernyataan umum bagi Ak untuk.


3 0 1 1 3 1
4 2 2 4 - 2
(a) A = (c) A = (e) A =
1 1 1 15 1
2 2 1 2 - 32 2

1 1 1
2 4 2 0
(b) A = (d) A =
1 1 1 1
16 2 2 2

2.24 Tinjau sistem dari ketiga persamaan beda berikut:


x(n+1)= 3x(n)+5y(n)+2z(n)
y(n+1)= x(n)-y(n)+z(n), n = 0,1,2...
z(n+1)= 2x(n)+y(n)+3(z)
Carilah x(n),y(n),z(n) untuk semua n untuk x(0)=1, y(0)=0, z(0)=0

2.25 Carilah pemecahan umum bagi x(n) dan y(n) untuk x(0)=1 dan y(0)=0.
x(n+1)= x(n)+2y(n)
y(n+1)= 3x(n)+2y(n) n =0,1,2,…

2.26 Carilah pernyataan-pernyataan bagi An untuk semua n. Periksa jawaban anda


dengan menghitung A dan A2 secara eksplisit.

cos ө -sin ө α -β
A= A=
sin ө cos ө β α

α 0 α 1 α 1
A= A= A=
0 α 0 α 0 α+ β
121

2.27 Tentukan tanggapan-impuls dari sistem waktu-diskret berikut.


+
Unit
Σ tunda yk(1)
Σ
+
1/
uk 2

+
Unit
+ Σ tunda yk(2)
Σ

1/
3

2.28 Tentukan dan sketsakan sebuah diagram balok dari sistem invers bagi sistem
waktu-diskret dalam gambar yang diperlihatkan. Sistem invers didefinisikan
sebagai sistem yang menghasilkan u dari sistem sebagai keluaran untuk
masukan y. y

u + Σ Unit Unit
tunda tunda
+ +

2
3

2.29 Tinjau sebuah sistem waktu-diskret yang adalah suatu sistem kaskade orde-
satu dan dua, seperti yang diperlihatkan dalam sketsa.
a) Carilah suatu deskripsi variabel-keadaan bagi seluruh sistem. Carilah suatu
deskripsi variabel-keadaan bagi sistem orde-dua.
b) Carilah semua nilai g untuk mana sistem adalah stabil.
c) Carilah barisan di titik S bagi masukan [uk] = {uk}= {1,-a}.
d) Carilah barisan keluaran bagi barisan masukan {1,-a}.

Unit
Σ -1
tunda
Σ

Σ Unit 1
Σ
y(1)
Σ tunda Σ

Σ Unit
Σ tunda
122

1 + + 1+
u + S -1/2 5/4 y(2)
1 + +
1
g
+
3/4

2.30 Sketsakan sebuah diagram balok dari sebuah sistem waktu-diskret dengan
matriks-matriks variabel-keadaan.

0 1
A= B= 0 C= [3,-2] D= [0]
1 5 1
6 6

Andaikan kta mengubah vektor keadaannya melalui pemetaan x’ = Tx, di


mana
1
2 0

T= 1
0 3

Sketsakan sebuah diagram balok dari sistem hasil transformasi. Sistem


manakah yang mengandung lebih sedikit jumlah komponen pengali?

3....
2.31 Sebuah filter digital orde-dua memiliki kutub-kutub di Gunakan teknik-
teknik dari paragrap 2,14 untuk menentukan daerah-daerah keluapan dari
filter ini. Simulasikan filter ini (dengan menuliskan sebuah program bagi
sebuah komputer digital) untuk mencari titik-titik tetap dari osilasi-osilasi
keluapan. [petunjuk: Filter ini memiliki dua periode yang berbeda bagi
osilasi-osilasi keluapan yang bergantung pada keadaan awal x(0)]

2.32 Tinjau sistem waktu-diskret yang diperlihatkan di bawah ini. Carilah [c1,c2 ]
dan [d] sehingga:
123

a) Tanggapan impuls h mulai dengan (1,1,1).


b) Untuk u(k) = ξ(k), y(k)= e(k) dan untuk u(k)= cos (kπ), y(k)=0.

d c2
y(k)
Σ Unit Unit Σ
u(k)
tunda tunda
c1

-81

2.33 Dalam soal 2,32, carilah [c1,c2 ] dan [d ] sehingga fungsi tanggapan
amplitude, [H(ejθ ), sama dengan satu untuk semua θ.

2.34 Andaikan [H(ejθ )= D+C (ejθ I-A)B-1 dengan D≠0. Perlihatkan bahwa filter
invers G(ejθ ) = I/H(ejθ ) memiliki suatu deskripsi variabel keadaan yang
diberikan oleh G(ejθ ) = H-1(ejθ )= D-1- D-1 C(ejθ I-A+BD-1 C)-1 BD-1 .

2.35 Desain sebuah filter invers bagi sebuah filter dengan tanggapan impuls h =
[1, -1/3]. Kendalakan filter ini sebagai suatu filter FIR yang panjangnya 7.
Pilih koefisien-koefisien dari filter invers, h, sehingga energi kesalahan Σ k
[δ(k)- (h*ĥ)(k)]2, diminimumkan.
124

Dari (2.14.8), kita dapat sketsakan diagram blok dari struk baru ii seperti
yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.7. Perhatikan bahwa filter bentuk
normal ini memiliki lebih banyak pengali (multipliers) daripada filter
bentuk langsung yang semula. Dalam beberapa penerapan, ini tidaklah
merupakan sesuatu yang perlu sekali dipertimbangkan. Filter ini disebut
suatu struktur bentuk normal karena matriks sistemnya A memenuhi
persamaan matriks yang mendefinisikan sebuah matriks normal yakni

^T ^ ^ ^T
(2.14.9)
A A  AA

Gambar 2.14.7 Filter bentuk normal orde dua

Kita dapat memperlihatkan bahwa filter ini bebas dari osilasi-osilasi


keluapan autonomus (autonomous) dengan menghitung transformasi kisi
ruang keadaan dari gambar 2.14.2 di bawah matriks sistem A dari (2.14.8)
seperti yang telah kita lakukan bagi filter bentuk langsung. Hasilnya
dilukiskan dalam gambar 2.14.8. Dalam struktur filter ini, kisi ruang
keadaan di bawah satu iterasi dari A terkandung di dalam kisi ruang
keadaan semula. Berbeda dari struktur bentuk langsung. Dan memang,
jika kita iterasikan transformasikan ini beberapa kali seperti diperlihatkan
dalam gambar 2.14.9, kita melihat bahwa semua keadaan awal
menghampiri titik awal. Jadi, dengan mengtransfomasikan struktur
internal dari sebuah filter digital, kita dapat menghilangkan masalah serius
dari filter-filter bentuk langsung – osilasi-osilasi keluapan.
125

Persoalan ini dapat kita rumuskan secara analitis. Ide pokoknya adalah
mencari sebuah matriks sistem A sehingga untuk sebarang vektor keadaan
x(k0, vektor keadaan berikutnya x(k0 tidaklah terlalu besar. Lebih
tepatnya, kita kehendaki norm atau “bati” dari A lebih kecil daripada satu.
Norm dari A didefinisikan sebagai ||A|| di mana

(2.14.10)

Gambar 2.14.8 Transformasi dari kisi ruang keadaan oleh sebuah filter
normal

Gambar 2.14.9 Beberapa transformasi dari kisi ruang keadaan oleh sebuah
filter normal

Persamaan (2.14.10) menyatakan bahwa norm dari A adalah masksimum


dari semua vektor keadaan x dari perbandingan panjang vektor berikutnya
dengan panjang vektor keadaan kini. Secara kasar dapat dikatakan bahwa,
jika ||A|| < 1, maka panjang dari semua vektor keadaan diperkecil di bawah
iterasi yang didefinisikan oleh (2.14.3). Ini tentu saja adalah tepat kasus
bagi struktur normal seperti yang diperlihatkan secara grafis dalam
gambar-gambar 2.14.8 dan 2.14.9.
126

Model analitik yang kita perlukan untuk memecahkan persoalan ini adalah
model variabel-keadaan {A,B,C,D}. Hanyalah rumusan variabel-variabel
yang memperkenankan kita untuk mempelajari struktur-struktur internal
dari sebuah filter secara analitis untuk mengoptimalkan suatu kriteria yang
berkaitan dengan perhitungan keluaran. Dalam kasus ini, kriterianya
adalah menghilangkan osilasi-osilasi keluapannya. Adalah tidak mungkin
untuk mendapatkan struktur-strukur baru guna memecahkan persoalan ini
dengan hanya menggunakan model-model masukan-keluaran. Penerapan
ini dicakup di sini untuk memotivasikan penggunaan variabel-variabel
keadaan. Variabel-variabel keadaan bukanlah suatu rumusan yang harus
digunakan untuk mempelajari kebanyakan persoalan-persoalan masukan-
keluaran. Penggunaannya harus dibatasi pada situasi-sutasi dalam mana
diperlukan suatu rumusan matriks atau apabila informasi mengenai
internal dari sebuah sistem adalah bermanfaat.

2.15 BEBERAPA KESIMPULAN DAN CONTOH-CONTOH TAMBAHAN


Nilai-nilai eigen dari matriks sistem A dan akar-akar dari persamaan
bantu bagi model persamaan beda yang bersangkutan adalah identik.
Nilai-nilai ini mendefinisikan pemecahan-pemecahan homogen atau
peralihan bagi sistem. Pemecahan-pemecahan ini bersama dengan tetapan-
tetapan yang sesuai membentuk barisan tanggapan-impuls sistem h. Jelas,
ketiga diskripsi di atas pada pokoknya mengandung informasi yang sama
mengenai sistem. Model variabel keadaan, sebagaimana telah kita
peragakan, memberikan informasi tambahan mengenai evolusi dari
keadaan-keadaan internal.
Raktrisasi terpenting dari sebuah sistem, menurut ketiga model yang
ditinjau
127

(2.15.1)

Contoh
Contoh-contoh 2.7.1 dan 2.11.3 adalah analisis-analisis dari sistem dalam
gambar 2.15.1 dengan menggunakan secara berturut-turut konvolusi dan
variabel-variabel keadaan. Untuk membandingkan ketiga diskripsi ini,
marilah kita tentukan keluaran sistem dengan menggunakan model
persamaan beda. Dari diagram blok, dapat kita tulis,

Gambar 2.15.1 Sistem waktu diskret dari Contoh 2.15.1

Blok diagram, dapat kita tulis

Persamaan bantu yang bersangkutan adalah


128

Perhatikan bahwa persamaan karakteristik dari matriks sistem A dari


contoh 2.11.3 adalah persamaan yang tepat sama dengan persamaan bantu
ini, yakni

Akar-akar dari persamaan karakteristik adalah

Oleh karena itu pemecahan peralihan adalah

Pemecahan khusus yang dikarenakan oleh masukan (½)k berbentuk

Tetapan c3 dihitung dengan mensubtitusikan y(p)(k) ke dalam persamaan


semula. Kita dapati bahwa c3 = 2. Jadi pemecahan lengkapnya adalah

Untuk mencari c1 dan c2 kita gunakan syarat-syarat awal y(-1) = 0,y(-2) = 0


129

Atau

Yang mana berarti bahwa c1 = 1 dan c2 = 0. Jadi

Anda mungkin juga menyukai