2.1 PENDAHULUAN
Teknik-teknik matematika untuk menganalisa sistem-sistem linear yang
tak ubah- waktu (linear time-invariant system) biasanya diklasifikasikan sebagai
metode kawasan waktu (atau barisan) (time(or sequence)domain) atau sebagai
metode kawasan transformasi (transform domain). Dalam bab ini akan kita tinjau
tiga buah metode kawasan barisan untuk menganalisis sistem-sistem waktu-
diskret. Ketiga metode ini disebut teknik kawasan barisan, karena baik masukan.
Keluaran dan model sistem semuanya dilukiskan dengan menggunakan barisan-
barisan bilangan. Sedangkan barisan keluaran merupakan tanggapan istem
terhadap beberapa nilai barisan masukan. Barisan-barisan bilangan ini biasanya
kita tafsirkan sebagai pengindeksan dalam waktu, namun tafsiran seperti itu
tidaklah perlu dilakukan.
Ketiga metode kawasan waktu yang akan kita pelajari bergantung pada model
yang kita pilih untuk melukiskan suatu sistem waktu-diskret tertentu. Ketiga
deskripsi yang akan kita gunakan dalam bab ini adalah :
1. Persamaan beda linear (linear difference equation).
2. Barisan tanggapan-impuls (impuls-response equence).
3. Deskripsi matriks atau variabel-keadaan (state variable or matrix
description).
Tiap-tiap metode inidapat kita gunakan untuk mencari keluaran sebuah sistem
waktu-diskret dari barisan masukan yang diketahui. Bila demikian, mengapa kita
tinjau lebih daripada satu model? Alasannya adalh karena tiap-tiap model
menekankan spek-aspek tertentu dari sistem. Jadi, kita dapat menafsirkan
sistemnya dalam cara-cara yang berbeda bergantung pad model yang digunakan.
Bersama-sama, ketiga model ini memungkinkan kita memperoleh suatu
pemahaman yang lengkap mengenai bagaimana sistem-sistem waktu-diskret
bekerja. Kita akan mulai dengan model persamaan beda linear.
14
15
ini, syarat atau keadaan awal sistem adalah y -1 = 0. Andaikan bahwa uk = 1 untuk
semua k 0. Maka y0 = 1,y1 = 1 +,y2 =1++2 dan pada umumnya
Yk = 1++2+.......+k (2.2.3)
1 2
3
+ +
+ yk = uk + 2uk-1 + 3uk-2
+
Unit
uk tunda
+
Persamaan (2.2.3) adalah suatu pemecahan aksplisit bagi (2.2.2) dengan y-1
= 0 dan uk = 1. Tetapi, bentuk ini tidak berada dalam bentuk rumus. Berikut ini
kita akan memerlukan semua pemecahan dalam bentuk rumus kecuali dinyatkan
17
lain. Bentuk (2.2.3) dapat dituliskan dalam bentuk rumus jika kita mengingat
kembali rumus bagi jumlah perbagian dari deret ukur yang mana memberikan
Yk = 1++2+......+k = 1-k+1
1-
, 1,
k=0,1,2,.....
k+1
=1
Kita terutama akan meninjau sistem waktu-diskret linear yang tak ubah-
waktu (time-invariant). Sistem-sistem ini dapat dimodelkan dengan menggunakan
persamaan-persamaan beda linear dengan koefisien-koefisien tetap. Dalam bentuk
skematis, mereka hanya mengandung uit-unit tunda, pengganda tetap dan
penjumlah. Teori persamaan beda linear hampir sama seperti teori persamaan
differensial linear. Sebagai contoh, kita dapat membuktikan bahwa pemecahan-
pemecahannya selalu ada dan unik. Kita tidak akan mengembangkan teori ini di
sini tetapi langsung menggunakan beberapa konsep dasarnya untuk
mengembangkan metode-metode pemecahan bagi persamaan-persamaan beda.
Tinjau sebuah persamaan beda orde ke-n dengan koefisien-koefisien tetap,
yk + b1yk-1 + b2yk-2 + ........bnyk-n = uk (2.2.4)
Persamaan 2.2.4, dengan ruas kanan sama dengan nol, disebut persamaan beda
homogen yang berhubungan dengan persamaan beda takhomogen (2.2.4).
Pemecahan persamaan-persamaan beda linear terutama bertumpu pada
kenyataan bahwa y1 dan y2 adalah pemecahan-pemecahan dari persamaan
homogen, maka c1y1 + c2y2 adalah juga pemecahannya untuk c1 dan c2 tetapan-
tetapan sebarang. Umtuk kasus takhomogen terdapat torema yang menyatakan
bahwa jika y(h) adalah pemecahan bagi persamaan homogen dan y (p) adalah
pemecahan bagi persamaan takhomogen (2.2.4),maka y(h) + y(p) adalah peme cahan
umum dari persamaan takhomogen. Teorema-teorema ini, bersama dengan
teorema keberadaan(existance) dan keunikan (uniqueness) pemecahan-
Lihat Apendiks A
18
+ Unit Unit
tunda tunda
uk=0
6
19
3. Jika a = -1, persamaan bantu (2.2.7) memiliki akar rangkap di -1. Jadi
Yk = (c1 + c2k)(-1)k
4. Jika a1, silahkan pembaca memprlihatkan bahwa
Yk = c1 cosh k + c2 sinh k, a = cosh ; taht is, =
cosh-1 a
Contoh 2.2.3
Tinjau rangkaian ladder resistor yang diperlihatkan dalam gambar 2.2.4. Kita
ingin menentukantegangan-tegangan V1,V2, VN di titik-titik simpul yang
.....,
diperlihatkan. Pada titik nodal ke-k kita dapat mempergunakan hukum arus
kirchoff i1 = i2 + i3 yang memberikan persaman beda :
Vk-1 – Vk = Vk – Vk+1 + Vk
R R aR
V0 R V1 R V2 Vk-1 R Vk R Vk+1 R VN
..... ....
i1 i2
+
E aR aR i2 aR
-
..... .....
GAMBAR 2.2.4. Rangkaian resistor dari Contoh 2.2.3.
Dengan mengumpulkan suku-suku kita peroleh
aVk+1 – (2a + 1) Vk + aVk-1 = 0, k = 1,2,.........,N – 1
dengan syarat-syarat batas
V0 = E dan VN = 0
Andaikan a = 1. Maka kita harus pecahkan
Vk+1 – 3Vk + Vk-1 = 0, k = 1,2,..........,N – 1
Persaman bantunya adalah
r2 - 3r + 1 = 0
22
dengan akar-akar
r1,r2 2,62, 0,38
Jadi
Vk = c1(2,62)k + c2(0,38)k
Untuk menentukan tetapan-tetapan c1 dan c2 kita gunakan syarat-ayarat batas
V0 = E = c 1 + c 2
VN = 0 = c1(2,62)N + c2(0,38)N
Yang berarti bahwa
E(0,38)N E(2,62)N
c1 = c2 =
(0,38)N-(2,62)N (2,62)N-(0,38)N
Dari hasil ini kita peroleh
E
Vk = -(0,38)N(2,62)k + (2,62)N(0,38)k, k = 0,1,......,N
(2,62)N – (0,38)N
Lambang Sn menyatakan operator geser, yang menunjukkan bahwa bila operator
ini bekerja pada barisan yk maka operator akan mengalihkan ( atau
mentransformasikan) yk ke suatu barisan baru ykn yang merupakan versi geser dari
barisan semula. Jadi kita dapat menyatakan (2.3.1) sebagai
(1+ b1S-1 + b2S-2 + ...... + bnS-n)yk = uk
Secara lebih padat, kita tulis
Lyk = uk
Di mana L adalah operator beda linear
L = 1 + b1S-1 + b2S-2 + ..... + bnS-n (2.3.3)
Metode koefisien taktentu ini dapat dijelaskan dengan mudah dalam notasi
operator di atas. Untuk suatu persamaan takhomogen dari bentuk (2.3.1), kita cari
sebuah operator beda linear LA, yang disebut operator pemusnah ( annihilator
operator), yang sedemikian rupa sehingga
LA uk = 0 (2.3.4)
Operator ini kemudian kita kerjakan pada kedua belah ruas dari (2.3.1).
Persamaan homogen yang dihasilkan kemudian kita pecahkan dengan metode
yang telah kita bahas sebelumnya. Pemecahan homogen yang bersangkutan
dengan tetapan-tetapan pengali sebarang kemudian kita substitusikan ke dalam
(2.3.4), dan darinya kita menghitung koefisien-koefisien tak tentu yang muncul
dari operator LA. Proses operator pemusnah untuk memperoleh bentuk dari
pemecahan khusus merupakan peresmian atau (formalization) dari tebakan
terdidik (educated quessing) bagi pemecahan khusus. Tebakan terdidik
menyangkut semata-mata memilih suatu bentuk dari pemecahan khusus yang
didasarkan dari bentuk barisan paksaan. Pemilihan ini pada dasarnya dirincikan
oleh operator pemusnah jika kita hanya memecahkan persaman beda homogen
yang didefinisikan oleh operator pemusnah. Kolom ketiga dalam tabel 2.3.1
memberikan tebakan-tebakan terdidik yang tepat. Beberapa contoh berikut
ditujukan untuk memberi gambaran mengenai pendekatan operator pemusnah.
24
Contoh 2.3.1
Tinjau sistem waktu-diskret yang diperlihatkan dalam Gambar 2.3.1. Carilah
pemecahan umumnya untuk barisan masukan :
3k, k0
Uk = 0, k0
Tabel 2.3.1
Menemukan Bentuk Khusus Pemecahan
Barisan Paksaan Operator Pemusnah Bentuk Khusus
u LA Pemecahan
ak 1-aS-1 cak
Sin k atau cosk (1-ejS-1)(1-e-jS-1) C1 sin k + c2 cos k
kn (1-S-1)n+1 C0 +c1 k+ c2k2+...cnkn
Ak sin k atau ak cos k (1-aejS-1)(1-ae-jS-1) C1ak sin k + c2ak cos k
K sin k atau k cos k [(1-ejS-1)(1-e-jS-1)] C1 sin k + c1 cosk +
C3 k sin k + c4 k cosk
knak (1-S-1)n+1 Ak(c0 + c1k +.....+cnkn)
Yk
+ Unit Unit
tunda tunda
uk = 3k
+
-
5
/
6
1
/
6 dari contoh 2.3.1
GAMBAR 2.3.1 Sistem wktu-diskret
Persamaan beda bagi sistem ini didapati dengan menyamakankeluaran penjumlah
(summer,) dengan ketiga masukannya. Jadi
Yk = 5/6 yk-1 – 1/6 yk-2 + 3k, k0 (2.3.5)
Dalam notasi operator kita peroleh
26
6 6
1 1
Dengan akar-akar r1 = , r2 = , r3 s 3 . Akar r3 = 3 berasal dari operator
2 3
pemusnah. Jadi untuk pemecahan khususnya kita pilih bentuk
y k( p ) c3 3 k
5 1
c33k - c33k-1 + c33k-2) = 3k
6 6
27
3k 6 6
Agar yk(p) merupakan suatu pemecahan, maka faktor di dalam tanda kurung
haruslah sama dengan satu, yakni,
1 1
c3 c3 3 1 c3 3 2 1
6 6
Yang mana menghasilkan
27
c3
20
Oleh karena itu, pemecahan khususnya adalah
27 k
y k( p ) 3
20
Jadi pemecahan umumnya adalah
k k
1 1 27 k
3
yk = C1 2 +
3 + 30 , k≥ 0
Contoh 2.3.2
Carilah persamaan tunak dari persamaan beda berikut
k
8yk - 6 yk-1+ yk-2 = 5 sin
2
Dalam notasi operator kita peroleh
k
(8-6S-1+S2)[yk] = 5 sin
2
Kita cari sebuah operator pemusnah bagi suku 5sin (k /2) sebagai pemecahan
homogennya. Dari contoh sebelumnya kita lihat bahwa ca k dimusnahkan oleh
28
Pemusnah bagi (5/2j)[ej( ] adalah [1-ej( / 2 )S-1], dan pemusnah bagi (-5/2j)[e-
/2) k
j( /2)]k adalah [1- e-j( /2)S-1]. Pemusnah bagi bagi jumlah dari dua suku adalah
hasil kali dari pemusnah bagi masing-masing suku, jadi kita peroleh
k k
LA= 5 sin = (1-ej( / 2 ) S-1) (1- e-j( /2)
S-1) 5 sin =0
2 2
Jika kita kerjakan LA pada kedua belah ruas dari persamaan semula, kita peroleh
persamaan homogen
(1-ej( / 2 ) S-1) (1- e-j( /2)
S-1) (8-6S-1+S2)[yk] = 0
Akar-akar yang datangnya dari operator LA adalah
r3 = ej( / 2 ) , r4 = e-j( /2)
k k (k 1) (k 1)
a sin 2 b cos 2 -6 a sin
2
b cos
2
Gunakan identitas geometri
(k 1) k k
sin = sin cos -cos sin = -cos
2 2 2
2 2
k
2
29
(k 1) k k
cos = cos cos + sin sin = sin
2 2 2 2 2
k
2
(k 2) k
sin = sin cos - cos k sin = -sin k
2 2 2 2
(k 2) k k
cos = cos cos +sin sin = -cos k
2 2 2 2
kita dapat menyederhanakan pernyataan terakhir menjadi
k k
8 y (k p ) - 6 y (k p1) +y (k p)2 =sin [7a-6b]+cos [6a+7b]=5sin
2 2
k
2
Persamaan terakhir ini menghasilkan
7a-6b=5, 6a+7b=0
7 6
Pemecahannya adalah c =+ ,b = - , jadi pemecahan tunak berbentuk
17 17
1 k k
y (k p ) = 7 sin 6 cos
17 2 2
Dalam bekerja dengan jumlah dari masukan-masukan, perlu kita
perhatikan bahwa jika barisan u dimusnahkan oleh operator Lu dan barisan v oleh
LV, maka barisan c1u+c2v dimusnahkan oleh Lu Lv.
kita dapat mencari sebuah opertor pemusnah bagi sebarang barisan u yang
mana operator tersebut merupakan pemecahan bagi sebuah persamaan beda linear
dengan-koefisien-koefisien tetap. Jika akar-akar persamaan dari persamaan bantu
diperluas (augmented auxiliary equations)(yang diperoleh dengan mengerjakan LA
pada kedua belah ruas dari persamaan beda semula) mengharapkan satu atau
beberapa akar dalam persamaan bantu semula, maka kita harus mengikuti aturan
bagi akar-akar rangkap. Sebagai contoh, jika ak adalah sebuah fungsi paksaan dan
jika ”a” adalah sebuah akar persamaan bantu, maka pemecahan paksaan yang
bersangkutan adalah cka. Operator pemusnah dalam kasus ini adalah (1-aS-1) yang
30
mana, tentu saja menciptakan suatu akar rangkap dalam persamaan bantu
diperluas. Contohberikut mengilustrasikan sebuah kasus dalam mana operator LA
memunculkan kembaliakar-akar dari persamaan bantu.
Contoh 2.3.3
Carilah keluaran dari sistem waktu diskret yang diperlihatkan dalam gambar
2.3.2. Anggaplah syarat-syarat awalnya nol, yakni, yk = 0, k < 0. Persamaan beda
yang melukiskan sistim ini adalah
k
1 1 k
yk + yk-2 = cos , k≥0
9 3 2
yk
uk
1
0,k 0
1
k
k
=
3
cos
2
+ Unit Unit
9 tunda tunda
k≥0
k k
1 k 1 k
y k( h ) c1 cos c 2 sin
3 2 3 2
S 1 j ( / 2 )
=1
3
e 1
e j ( / 2 ) S 2
9
2 1 1 2 1 2
= 1 cos S S 1 S
3 2 9 9
Dengan mengerjakan operator ini pada kedua belah ruas persamaan semula, kita
peroleh
1 2 1 2
1 S 1 S y k 0
9 9
Akar-akar dari persamaan bantu dalam persamaan diperluas yang berhubungan
dengan operator LA ini ternyata merangkapkan akar-akar dari persamaan homogen
semula. Oleh karena itu, kita harus mengalikan pemecahan yang datangnya dari
operator LA dengan k jadi, pemecahan khususnya berbentuk
k
1 k k
y k( p ) k c3 cos 2 c 4 sin 2
3
Kita peroleh
32
k k 2 k
1 k k 1 1 k k 1 k
k c3 cos 2 c 4 sin 2 (k 2)k c3 cos 2 c 4 sin 2 cos
3 9 3 3 2
Atau
k k k
2c3 cos 2c 4 sin cos
2 2 2
1
Persamaan ini menyimpulkan bahwa c3 = dan c4 =0. Karena itu, untuk k≥0
2
k
k 1 k
y ( p)
k cos
2 3 2
k≥0
Untuk mencari tetapan-tetapan c1 dan c2 kita gunakan syarat-syarat awal y-1= y-2
= 0.
1 1 1
1 1 1 1
y 1 c1 cos c 2 sin cos 0
3 2 3 2 2 3 2
Atau
y-1 = -3c2 = 0, c2 = 0
dan
2 2
1 1
cos( ) cos( ) 0
y-2 = c1 3 3
atau
y-2 = -9c1 + 9 = 0, c1 = 1
Karena itu barisan keluarannya adalah
yk =
0,k 0
k
1
1
k
k
cos ,k 0
2 3 2
Telah kita lihat bahwa metode penerapan operator pemusnah pada dasrnya
adalah suatu prosedur formal untuk menebak suatu pemecahan uji (trial solution).
Sebagai contoh, jika uk = kn dan tak ada bakar-akar dari persamaan bantu yang
sama dengan 1, maka operator pemusnah yang tepat adalah LA= (1-S-1)n+1, yang
33
frekuensi dari sistem. Dalam kasus sistem waktu diskret, kita hanya perlu mencari
pemecahan tunak bagi masukan uk = e jk untuk menentukan tanggapan
frekuensi dari sistem ini. Karena sebuah sinusoida dapat dituliskan sebagai suatu
jumlah dari eksponensial-eksponensial, maka kita dapat menjumlah tanggapan-
tanggapan yang bersangkutan untuk memperoleh tanggapan sistem terhadap suatu
1
2
1
H e j e jk H e j e jk
2
bahwa tanggapan sistem adalah yk = . Untuk sistem-sistem
Sistem
waktu diskret
uk= e jk
linear dengan y k( p ) H e j e jk
parameter tetap
Contoh 2.4.1
Marilah kita hitung tanggapan frekuensi dari sistem orde-pertama yang
diperlihatkan dalam Gambar 2.4.2. Persamaan beda bagi sistem ini adalah
yk = ayk-1 = uk
Dengan uk=ejk , we set LA = 1- e j S 1 untuk memperoleh
1 e j
S 1 1 aS 1 y k 0
35
+
uk yk
+
Unit
a tunda
H e j
1
1 ae j
Untuk menggambarkan H e j , kita perlu menghitung amplitudo (besarnya) dan
fasenya kita dapati
H e j
1
1 a cos ja sin
1
1 2a cos a 2
Dan
a sin
tan
arg H e j 1
1 a cos
36
Fungsi-fungsi ini digambarkan dalam gambar 2.4.3. Untuk 0<a<1 seperti yang
diperlihatkan, sistem memperbesar eksponensial untuk yang kecil dan
memperkecil eksponensial untuk yang mendekati .
Perhatikan bahwa fungsi tanggapan frekuensi H e j dari sebuah sistem
waktu diskret selalu periodik dengan periode 2 dalam . Ini mudah dilihat
dari persamaan
H e j 2 H e j e j 2 = H e j
Fungsi tanggapan frekuensi dari sebarang sistem waktu diskret perlu periodik
karena variabel frekuensi selalu muncul dalam eksponensial e j .
H e j
1
1 a
1
1 a
0 arg H e j
tan 1 a
1 1
- 0
2 2
tan 1 a
Contoh 2.4.2
Tentukan dan sketsakan tanggapan frekuensi dari sistem waktu diskret dalam
gambar 2.4.4. Persamaan beda bagi sistem ini adalah
1
yk y k 2 u k
2
yk
1 uk +
Unit Unit
tunda
9 tunda
-
1
e jk c ce 2 j e jk
2
38
Berarti, faktor di dalam tanda kurung harus disamakan dengan satu, yang mana
menghasilkan
1
c
1
1 e 2 j
2
Jadi, pemecahan tunak adalah
1
y k( p ) e jk
1 2 j
1 e
2
Pemecahan ini berbentuk H e j e jk di mana
H e j
1
1
1 e 2 j
2
Adalah tanggapan frekuensi dari sistem waktu diskret. Tanggapan frekuensi ini
merupakan sebuah fungsi kompleks dari variabel frekuensi yang
ternormalisasikan. Untuk menghitung besar dan tanggapan fase dari sistem, yakni
berturut-turut H e j dan arg H e , pertama kita rasionalisasikan
j
H e j :
H e j = 1 1 2
1 cos 2 sin 2 2 cos 2 j sin 2
1 e 2 j 1 j
2 2 2
2 2 cos 2 j sin 2 4 2 cos 2 2 j sin 2
2 e) 2 (sin
j
Oleh karena itu, besarnya
2 cosH adalah
2
2
5 4 cos 2
5 4 cos 2 5 4 cos 2
Tanggapan fase adalah sudut yang berkaitan dengan H e j :
arg H e j 2 1
1 2 2
1
1 2 j 4 j
1 e 1 e
2 2
1
1 2 j
H e j
1 e
2
Oleh karena itu, H e j perodik dengan periode 2 . Sifat keperiodikan ini
berlaku bagi semua sistem waktu diskret. (Tanggapan dari sistem khusus ini
memiliki periode karena muncul dalam bentuk kelipatan genap). Bagi sebuah
39
3
0
2 2 2
arg H e j
30o
40
20o
10o
0
2 2
3
2
-10o
-20o
-30o
GAMBAR 2.4.5 Gambar-gambar amplitudo dan fase dari fungsi alih untuk
contoh 2.4.2.
Bahasa kita sejauh ini telah menganggap secara implisit suatu waktu tunda
satuan yang besarnya 1. Yakni, waktu antara cuplikan-cuplikan (samples) dari
barisan masukan, barisan keluaran, dan waktu tunda dari unit-unit tunda besarnya
satuan waktu. Jika sebuah sistem kita anggap memiliki waktu tunda satuan dan
waktu antara cuplikan-cuplikannya adalah T detik, maka kita dapat mencari
tanggapan frekuensinya. Misalkan fT di mana f adalah frekuensi dalam
Hertz dan T adalah selang antara cuplikan dalam detik. Dalam f, selang
ternormalisasikan - menjadi - fT atau –1/2T f 1/2T.
Frekuensi lipat ulang sekarang adalah (1/2T) Hertz. Pada umumnya, kita ingin
membuat frekuensi lipat-ulang sebesar mungkin agar menyerang suatu pita
frekuensi yang besar. Ini berarti bahwa kita harus memilih T sekecil mungkin.
Tetapi, suatu nilai T yang kecil berarti bahwa kita harus memproses sejumlah
besar cuplikan tiap detik. Jadi kita harus mengimbangi keinginan kita untuk
memperoleh suatu frekuensi lipat-ulang yang besar dengan ongkos dan kerumitan
41
Kita ketahui bahwa keluaran paksaannya berbentuk yk (p) = H (ej) e jk. Jadi, dalam
(2.4.1) kita substitusikan H (ej) bagi yk dan ejk bagi uk. Substitusi ini
menghasilkan
H (e j )e jk b1 H (e j ) e j ( k 1 ) ... bn H (e j ) e j ( k 1) a 0 e jk ... a m e j ( k m )
(2.4.2)
Dalam (2.4.2), kita faktorkan ke luar ejk H(ej) pada ruas kiri dan ejk pada ruas
kanannya.
e jk H (e j ) [1 b1e j ... bn e jn ] e jk [ a 0 a1e j ... a m e jm ]
Dengan mencoret ejk pada kedua belah ruas persamaan di atas dan memecahkan
bagi H(ejk) kita peroleh
a 0 a1e j ... a m e jm
H (e j ) (2.4.3)
i b1e j ... bm e jm
42
Persamaan 2.4.3 merupakan suatu rumus yang sangat berharga. Rumus ini
memungkinkan kita untuk menghitung tanggapan frekuensi dari sebuah sistem
waktu-diskret langsung dari model persamaan beda (2.4.1). Kita tidaklah harus
untuk melanjutkan dengan proses mencarikan pemecahan tunaknya. Untuk
mengakhiri paragraf ini, kita sajikan lagi satu contoh.
Contoh 2.4.3
Carilah tanggapan frekuensi dari sistem waktu diskret yang diperlihatkan dalam
Gambar 2.4.6. Persamaan beda bagi sistem ini adalah
y k h0 u k h1u k 1 ... h8 u k 8
(2.4.4)
uk Unit Unit Unit
Tunda Tunda Tunda
H0 H1 H2 H8
+ +
+
yk
+
Gambar 2.4.6 Sistem waktu-diskret dari contoh 2.4.6
Perhatikan bahwa keluarnya yk hanya bergantung pada uk dan nilai-nilai masukan
yang lampau. Jenis rangkaian ini disebut filter tak berulang (nonrecursive) atau
tanggapan-implus yang lamanya hingga (finite duration impulse-response = FIR)
(istilah yang terakhir ini akan dijelaskan dalam bagian 2.7).
1
sinc (n 4) n 0,1,2,.....,8
Misalkan hn= 2 2
0,
lainnya
di mana sinc (x) didefinisikan sebagai sin x/x dan ditabelkan dalam Apendiks B.
Fungsi in genap, yakni sinc ( - x) = sinc (x). Perhitungan h0, h1, …,h8 memberikan
1 4 1 4
h0 = sinc , h8 = sinc
2 2 2 2
1 3 1 3
h1 = sinc , h7 = sinc
2 2 2 2
1 2 1 3
h2 = sinc , h6 = sinc
2 2 2 2
43
1 1 2
h3 = sinc , h5 = sinc
2 2 2 2
1 1
h4 = sinc (0) =
2 2
karena fungsi sinc adalah genap maka berarti bahwa h0 = h8, h1 = h7, h2 = h6, h3=
h5. Tanggapan frekuensi dari rangkaian ini dapat dicari secara langsung dari
(2.4.4), dengan menggunakan hasil (2.4.3). Jadi
H (e j ) h0 h1e j ... h8 e j 8 (2.4.5)
Kita dapat menuliskan kembali (2.4.5) dalam bentuk yang lebih mudah dengan
memfaktorkan e-4j dari tiap-tiap suku pada ruas kanan. Jadi,
H (e j ) e 4 j ( h0 e j 4 h1e 3 j h2 e 2 j h 3e j h4
h5 e j h6 e 2 j h7 e 3 j h8 e 4 j )
|H (ej)|
1,5
0,5
0
0
2
Gambar 2.4.7 (a) Fungsi alih amplitudo (b) fungsi alih fase (c) Realisasi filter
h4
H (e j ) 2 h0 cos 4 h1 cos 3 h2 cos 2 h3 cos
2
1 1 3 1
2 sin c 2 cos 4θ sin c cos 3θ sin c cos 2θ
2 2 2 2
1 1
sin c cos θ
2 2 4
1
= 0 0,212206 cos 3 0 0,636619 cos 2
45
(2.4.7)
Grafik dari pernyataan in diperlihatkan dalam Gambar 2.4.7. Sudut atau fase diri
H (ej) didefinisikan oleh suku e-4j, yakni,
Arg [H(e- j)] = - 4
(2.4.8)
Tanggapan fase juga diperlihatkan dalam Gambar 2.4.7. Perhatikan bahwa
tanggapan fase adalah linear sepotong-sepotong dalam . Ketakkontinuan dalam
tanggapan fase disebabkan oleh perubahan tanda dalam tanggapan amplitudo.
Tanggapan fase menyatakan suatu tundaan murni dan disebut tanggapan fase tak
terdistorsi (distortionless phase response). Jenis tanggapan fase ini diperoleh
apabila koefisien-koefisien filter adalah riil dan simetris, yakni, hI = h8 ,i =
– i
0,1,2,3.
Realisasi dari filter ini dapat dicapai cukup dengan menggunakan tiga
komponen pengali (multipliers) seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.4.7.
Realisasi ini didasarkan pada suku-suku gabungan seperti dalam (2.4.7). Adalah
penting untuk diperhatikan agar jumlah komponen pengali yang dipergunakan
sekecil mungkin karena mereka pada umumnya merupakan komponen-komponen
filter digital (digital filter) yang paling mahal.
k =
1, k 0
0, k 0
(2.5.1)
Definisikan tanggapan terhadap {k} sebagai {hk} yakni barisan tanggapan-impuls
:
{k} {hk}
Jika kita perhatikan barisan masukan ini dengan sebuah tetapan c dan kemudian
menerapkannya pada sistem, maka menurut sitem linear keluarannya juga
diperkalikan dengan c, yakni;
c{k} c{hk}
Jika kita menggeser kedudukan dari barisan impuls ini, maka menurut sifat tak
ubah geser sistem, kita juga menggeser barisan keluaran dengan jumlah yang
sama yakni,
c{k + n} c{hk + n}
Hubugan-hubungan ini diperlihatkan secara skematis dalam Gambar 2.5.1
Tentu saja, kita tertarik pada tanggapan terhadap sebarang barisan sinyal
masukan, katakanlah u. Bagaimana kita dapat menggunakan barisan tanggapan-
47
impuls untuk membantu kita? Andaikan kita nyatakan barisan masukan sebagai
berikut.
{uk}= … + u – 2 {k + 2} + u – 1 {k + 1} + u0{k} +{k – 1} + ……
Dengan perkataan lain, kita ambil tiap-tiap titik dari barisan uj dan
memperkalikannya dengan suatu versi tergeserkan dari barisan impuls, {k – j }.
Karena {k – j} bernilai satu untuk k = j dan nol untuk yang lainnya, maka prosedur
ini memperkenankan kita untuk menyatakan suatu barisan masukan sebarang
sebagai jumlah terbobotkan dari barisan-barisan impuls tergeserkan. Jadi
{uk} = u
j
j { k j } (2.5.2)
Gambar 2.5.2 memperlihatkan suatu contoh dari pernyataan yang dihasilkan oleh
{δk} {hk}
1
k Sistem k
-1 0 1 2 3 Linier -1 0 1 2 3
c{δk} c{hk}
c
k Sistem k
-1 0 1 2 3 Linier -1 0 1 2 3
c{δk-2} c{hk-2}
c
k Sistem
-1 0 1 2 3 Linier -1 0 1 2 3
Gambar 2.5.1 Tanggapan sistem linear untuk impuls tergeser dan terputus
{δk} µ-1{δk+1} µ0{δk} µ1{δk-1}
dari tanggapan masing-masingnya yang berbentuk uj{k - j}. Jadi barisan keluaran
adalah
{yk } u
j
j {hk j }
(2.5.3)
Jumlah dalam (2.5.3) dikenal sebagai jumlah konvolusi (convolution sum). Notasi
ringkas yang digunakan bagi konvulasi adalah
{yk}= {uk}* {hk} atau y = u * h
Jika kita memisahkan m = k – j dalam (2.5.3), maka kita dapat menuliskan (2.5.3)
sebagai
yk u
m
k m hm (2.5.4)
yang mana berarti bahwa konvolusi adalah komulatif (dapat dipertukarkan), yakni
y=h*u=u*h
Jika tanggapan impuls h diketahui, maka kita dapat menggunakan (2.5.3)
atau (2.5.4) untuk memperoleh barisan keluaran bagi sebuah sistem yang tanpa
sinyal input (quiescent system), yaitu sistem dengan syarat-syarat awal nol.
Kekhasan dari berhubungan keluaran-masukan bagi suatu sistem sama sekali
berbeda dari kekhasan persamaan beda. Perumusan ini merupakan suatu alat bantu
konseptual yang bermanfaat untuk memahami bagaimana sebuah sistem linear
memproses barisan masukan untuk membentuk barisan keluaran. Tafsiran grafis
yang diberikan dalam bagian berikut merupakan dasar bagi pemahaman ini.
49
Jadi, untuk mencari y1 kita perlu h1 – n. Untuk mencari h1 – n , pertama kita ambil
{hn} dan membentuk {h – n}, yang mana adalah bayangan cermin dari {hn} melalui
sebuah sumbu vertikal yang melalui titik asal. Lihat Gambar 2.6.1b. Selanjutnya
geserkan {h – n} ke kanan sejauh satu satuan untuk membentuk {h1– n} sebagaimana
diperlihatkan dalam Gambar 2.6.1c. Barisan yang tergeserkan ini kemudian
diperkalikan dengan u yang diperlihatkan dalam Gambar 2.6.1d dan terakhir nilai-
nilai barisan yang dihasilkan yang diperlihatkan dalam Gambar 2.6.1e,
dijumlahkan untuk memperoleh y1.
y1 u
m
n h1 n 3 2 3 8
{u(k)} = {3, 2, 1}
50
Bentuklah sebuah matriks sebelah atasnya dibatasi oleh h dan sebelah kirinya oleh
u, seperti diperihatkan dalam Gambar 2.6.2. Dalam kasus ini, matriksnya tak
berhingga. Elemen-elemen matriks ini adalah hasil kali dari puncak-puncak baris
dan kolom yang bersangkutan. Untuk mencari konvolusi dari kedua barisan ini,
kita hanya perlu “melipat dan menjumlah” menurut garis-garis diagonal terputus-
3 7
putus. Jadi, suku pertama y(0) adalah 3. Suku kedua, y(1), sama dengan 2
2 2
, yang mana sama dengan jumlah suku-suku yang terkandung antara diagonal
pertama dan kedua. Dengan melanjutkan dalam cara ini, maka barisan keluaran
yang kita peroleh adalah
7 11 11 11 11
{ y k } 3, , , , ,..., k ,...
2 4 8 16 2
Pembaca dapat membuktikan kebenaran hasil ini dengan menggunakan
perhitungan-perhitungan formal yang ditunjukkan dalam (2.5.3). Dalam kasus
barisan-barisan dua-sisi, maka suku ke nol dalam keluaran terkandung antara
diagonal-diagonal yang mengandung suku persilangan dari indeks-indeks nol bagi
barisan-barisan baris dan kolom. Algoritma ini tidak selalu merupakan suatu
metode yang memuaskan karena hasilnya tidaklah dapat dituliskan dengan mudah
ke dalam suatu bentuk rumus (closed form). Hanyalah dalam kasus-kasus khusus,
kita dapat menentukan bentuk rumus dari pemecahannya yk.
51
{h(n)} {h(-n)}
3 3
2 2
1 1
-2 -1 0 1 2 3 -2 -1 0 1 2 3
n n
(a) (b)
{h(1-n)} {u(n)}
3 3
2 2
1 1
-2 -1 0 1 2 3 -3 -2 -1 0 1 2 3
n n
(c) (d)
8
3
2 4
1
-3 -2 -1 0 1 2 3 -3 -2 -1 0 1 2 3
n k
(e) (f)
1 1 1
1 2 4 6 …
3 3 3
3 3 2 4 8 …
1 1
2 2 1 2 4 …
1 1 1
1 1 2 4 8 …
52
(2.6.1)
Tiap-tiap suku dalam k – n sama dengan nol kecuali untuk k = n. Satu-satunya
suku dalam (2.6.1) yang tak nol terjadi untuk k = n, dan dengan demikian, yk
= uk. Dengan perkataan lain, konvolusi dari {uk} dan {k} menghasilkan
kembali barisan {uk}.
Contoh 2.6.2
Konvolusikan barisan-barisan {uk} dan {hk}, di mana
0, k 0. 0, k0
uk k hk
a , k 0, 0, k0
Batas terbawah dari (2.6.2) adalah nol, karena un = 0 untuk n < 0. Batas teratas
adalah k karena hk – n = 0 untuk n > k, yakni apabila indeks pada h negatif. Jadi,
0, k 0
yk k
a h
k n
n
, k 0
n 0
Contoh 2.6.3
Tentukan keluaran dari sistem digital yang diperlihatkan dalam Gambar 2.6.3
dengan menggunakan jumlah konvolusi. Anggap barisan masukannya adalah
{uk} = {3, - 1,3}.
Persamaan beda bagi sistem in dicari dengan menggunakan keluaran yk
1
dari penjumlah terhadap dua masukan, uk dan y k 1 . Jadi
2
1
yk = y k 1 + uk
2
Dengan menganggap bahwa sistemnya mula-mula tanpa sinyal input, y – 1 = 0,
maka kita haruslah pertama mencari barisan tanggapan-impuls h. Menurut
definisi, h adalah keluaran bagi sebuah masukan u = {k} yakni, h memenuhi
persamaan beda.
1
hk = hk 1 + k
2
(2.6.4)
Andaikan kita mencoba dengan pendekatan iteratif (iterative, pengulangan).
Dari (2.6.4) kita peroleh
1
h0 = h1 δ 0 0 1 1
2
1 1 1
h1 = h0 δ1 .1 0
2 2 2
1 1 1 1
h2 = h1 δ 2 . 0
2 2 2 4
1 k
1 , k 0
hk = 2
hk 1 δ k 2
0, k 0
yk
+
uk Unit
+ tunda
1
k
y 3,1,3 , k0
2
dan
h0 0 b1 h1 b2 h 2 .... bn h n 1
h0 1
Dengan melanjutkan dalam cara yang sama, kita dapat menghasilkan sebanyak
mungkin himpunan syarat-syarat awal yang kita inginkan dengan menggunakan
(2.7.2)
Contoh 2.7.1
Carilah keluaran dari sistem waktu-diskret berikut pada Gambar 2.7.1 untuk
masukan.
1 k
k0
u k 2 ,
0, k 0
Model persamaan beda bagi sistem ini didapati dengan menyamakan keluaran yk
dari penjumlah darn menambahkan tiga masukan pada penjumlah. Jadi
3 1
yk uk y k 1 y k 2
4 8
56
Unit Unit
uk Tanda Tunda
3
4
1
6
1 = c1 + c2
3 1 1
c1 c 2
4 2 4
yang menghasilkan c1 = 2 dan c2 = -1 Jadi, barisan tanggapan impulsnya adalah
1 k k
2 (1) , k 0
1
hk 2 4
0, k 0
barisan keluarannya diberikan oleh
k k
1
n
1 k n 1 k n
y k u n hk n 2
n 0 n0 2 2 4
k k k k
1 k
1 k
1 1 1 2 k 1
2 1 n
2 2 1 k
2 n 0 4 n 0 2 4 1
1 k 1 k
2k 2 4 , k 0
0, k 0
perhatikan bahwa kita dapat pula memperoleh barisan tanggapan-impuls dengan
menggunakan syarat-syarat awal lain, yang didasarkan pula pada
3 1
hk hk 1 hk 2 k , Beberapa himpunan syarat-syarat awal yang setara
4 8
2 3 7
adalah h1 = 0, h0 = 1; h0 = 1 h1 ; h1 , h2 dan seterusnya.
4 4 16
Contoh 2.7.2
Carilah barisan tanggapan impuls dari rangkaian waktu-diskret dalam Gambar
2.7.2 Model persamaan beda bagi sistem ini adalah
3
y k 5u k 2u k u k 2 3u k 3
2
Dalam sistem ini, keluaran dibentuk dari masukan yang sekarang dan nilai-nilai
masukan yang sebelumnya. Tanggapan-impuls dapat kita cari secara langsung
dari persamaan beda
3
y k 5 k 2 k 1 k 2 3 k 3
2
58
3
5 2 3
2
yk
impuls yang diinginkan kita peroleh dengan menjumlahkan kedua tanggapan ini.
Persamaan bantunya adalah
1 1
r2 r 0
2 18
yk
1 1
dengan akar r1 , r2 . Jadi barisan tanggapan-impuls berbentuk
3 6
k k
1 1
hk c1 c 2 , k 0
3
6
1 k 1 k
hk 2 3 6 , k 0
0, k 0
60
1
masukan –{ k } telah kita dapati adalah h0= –1,h1= – dengan barisan
2
1
tanggapan impuls yang bersangkutannya hk seperti yang diberikan diatas. Oleh
k k
karena itu, tanggapan yang terjadi karena 2 k adalah 4 2 . Hasil ini
1 1
3 6
kita diperoleh berdasarkan sifat linier karena 2 k adalah –2 kali – k . Jadi
1 k 3 1
k 3
hk 4 3 2 6 , k 3
0, k 3
Batas-batasnya diperoleh dari kenyatan bahwa 2{δk-3} sama dengan nol kecuali
bila k = 3. jadi tanggapan totalnya adalah
hk(1) , k 0,1,2
(1)
hk hk hk( 2) , k 3
0, yang lainnya
Karena itu
1
k
1
k
2 ,
3 6 k 0,1,2
1
k
1
k
hk 106 431 , k 3
3 6
0, yang lainnya
haruslah dihitung sebagai kasus khusus. Andaikan kita gunakan h3 dan h3 sebagai
syarat-syarat awal. Kita peroleh
1 1
hk hk 1 hk 2 k 2 k 3
2 18
dari persamaan tersebut kita peroleh
1 1
h0 h1 h 2 0 2 3 1
2 18
1 1 1
h1 h0 h1 1 2 2
2 18 2
1 1 7
h2 h1 h0 2 2 1
2 18 36
1 1 139
h3 h2 h1 3 2 0
2 18 72
Jadi, c1 dan c2 harus memenuhi
7 c1 c 2
h2
36 9 36
139 c1 c
h3 2
72 27 216
Dan dengan demikian
c1 = 106, c2 = -431
oleh karena itu, barisan tanggapan-impulsnya adalah
1,
1 k 0
,
2 k 1
hk k k
1
106 431 ,
1 k ?
yang lainnya
3 6
0,
Contoh 2.7.4
Kita dapat pula mencari tanggapan frekuensi dari sistem dengan menggunakan
tanggapan impuls dan jumlah konvolusi. Tinjau kembali contoh 2.4.2 dalam
Gambar 2.7.4. Tanggapan impuls dari sistem ini merupakan suatu kombinasi
linear dari pemecahan-pemecahan homogen dari persamaan beda
1
yk y k 2 k
2
62
h1 0 c1 cos c 2 sin
2 2
Jadi c1 = 1 dan c2 = 0, Barisan tanggapan-impulsnya dengan demikian adalah
2 k k k 0
hk 2 cos 2 ,
k 0
0
yk
uk + Unit Unit
Σ Tunda Tunda
1
1 j j ( / 2 )
n
1 j j ( / 2 )
n
=e
jk
e e e e
n 0 2
2 2
1/ 2 1/ 2
= e jk
e j e j ( / 2 ) e j e j ( / 2 )
1 1
2 2
jk
1
= e 1 j 2
1 e
2
Jadi, tanggapan dari rangkaian ini adalah suku-suku yang terdapat di dalam tanda
kurung, yakni
H e j
1
1
1 e 2 j
2
Hal ini sesuai dengan hasil yang kita hitung dahulu dengan menggunakan
persamaan beda (Lihat juga Contoh 2.4.2)
Kita dapat memperluas bahasan tanggapan frekuensi ini dengan
menggunakan jumlah konvolusi. Dari konvolusi kita peroleh keluaran yk sebagai
yk h
n
n u k n (2.7.4)
Kita juga mengetahui bahwa jika u k e jk , maka keluaran tunak berbentuk
y k H (e j )e jk (2.7.5)
Dengan menganggap bahwa masukan dalam (2.7.4) adalah e jk , maka kita dapat
gunakan (2.7.5) pada ruas kiri untuk memperoleh
H (e j )e jk h
n
n e j ( k n )
e jk h e
n
n
jn
(2.7.6)
Dengan mencoretkan e jk , pada kedua belah ruas dari (2.7.6) kita peroleh
pernyataan lain bagi H(ejθ) sebagai berikut
H ( e j ) h
n
n e jn (2.7.7)
64
Contoh 2.7.5
Kita akan menggunakan sistem yang sama seperti dalam contoh 2.4.2 dan 2.7.4.
Persamaan bedanya adalah
1
yk k 2 u k
2
Dari contoh 2.7.4, barisan tanggapan-impulsnya adalah
1 k k
hk 2 cos 2 k 0 (2.7.10)
0, k 0
Dari (2.7.8)
65
1
H ( e j )
1 2 j (2.7.11)
1 e
2
Andaikan sekarang kita bentuk suatu deret pangkat dalam e-jkθ dengan
membagikan penyebut dari (2.7.11) dengan pembilangnya, kita peroleh
1 1
1 e 2 j e 4 j .......
2 4
1 2 j
1 e
2 1
1 2 j
1 e
2
1
e 2 j
2
1 1
e 2 j - e 4 j
2 4
1 4 j
e .....
4
1 2 j 1
h e
l
1
jl 0
1-
2
e e 4 j - .......
4
(2.7.12)
1 1
h0 =1, h1 = 0, h2 = , h3 = 0, h4 = dan seterusnya. Bandingkan hasil ini
2 4
dengan (2.7.10). Proses pembagian panjang untuk menghasilkan deret pangkat
66
dalam e-jθ pada umumnya tidak memberikan suatu bentuk rumus bagi hk ; jadi
metode ini terbatas kegunaannya.
2.8 DEKONVOLUSI
Dalam pasal ini, kita pelajari persoalan bagaimana “menanggalkan” konvolusi
sebagai contoh, kita berikan keluaran y dari sebuah sistem dan tanggapan impuls h
dari sistem. Persoalannya adalah menentukan masukan u dari persamaan y = h *
u. Yakni, kita ingin mengdikonvolusikan u dari y = h * u. Begitu pula, kita dapat
menanyakan h untuk y dan u yang diketahui.
Dikonvolusi memiliki beberapa penerapan. Dalam situasi pengukuran apapun,
keluaran dari instrumen y merupakan hasil dari masukan u (ingin kita ukur) yang
melalui piranti ukur. Jika kita menganggap instrumennya merupakan suatu
transformasi linier pada u, maka kita mencari u untuk y dan tanggapan impuls
sistem h yang diberikan.sebagai contoh, sistemnya dapat berupa sebuah transduser
tekan dalam pengukuran bentuk gelombang tekanan darah.
Dalam penerapan-penerapan lainnya kita mungkin saja mengetahui u dan keluaran
y dan hendak mencari tanggapan impuls sistem h. Sebagai contoh, dalam
eksplorasi minyak seismik, kita masukan sebuah sinyal u yang diketahui ke dalam
bumi, mengukur sinyal keluaran y dengan menggunakan suatu jenis deretan
sensor dan menanyakan h untuk mencirikan struktur bumi antara data-data u dan
y.
Untuk khasnya, andaikan kita ketahui sinyal h dan tanggapan impuls sistem h dan
sini kita ingin menghitung u dimana
y=u*h
Kita menganggap y dan u adalah barisan satu-sisi. Untuk memudahkan notasi,
kita ambil nilai-niai tak nol yang pertama dari y dan u pada indeks k = o. Dari
jumlah konvolusi dalam (2.8.1) kita peroleh
k
Yk = u
m o
m hk-m (2.8.2)
Yo = houo
Y1 = uoh1 + u1ho
Y2 = uoh2 + u1h1 + u2ho (2.8.3)
Dalam bentuk matrik, kita dapat menyatakan (2.8.3) sebagai
ho 0 0 .... 0 u o
yo
.... 0 u
y1
y 2
= h1 ho 0 1 (2.8.4)
h2 h1 ho ... 0 u 2
Jika y dan h diketahui, maka u dapat dicari secara iteratif (berulang-ulang) mulai
dengan persamaan yang pertama
Uo = yo/ho
u1 = (y1 – uoh1)/ho
u2 = (y2 – uoh2 – u1h1)/ho
k 1
Uk = v k
u
m 0
h m
m k
uo
(2.8.5)
Contoh 2.8.1
Andaikan bahwa dalam sebuah sistem sewismik sederhana, kita masukk(an
sebuah sinyal u = {1,1/2} dan mengukur keluarannya sebagai y = (1/2) k (k).
Apa tanggapan impuls dan tafsiran fisis bagi tanggapan ini? Dengan
menggunakan (2.8.5) dengan u dan h dipertuahkan, kita peroleh bahwa
k 1
Hk = y k hm u k m u (2.8.6)
m 0 o
Sistem
uk yk
€
Unit Unit
1/
Tunda Tunda
4
u Y=h*u W = y * h’ = u
h h’
(1 / 2) K , k genap
hk = (2.8.7)
o, k ganjil
Salah satu tafsiran yang mungkin bagi sistem ini adalah model yang
diperlihatkan dalam Gambar 2.8.1. Model ini menyatakan suatu refleksi satuan
pada permukaan dengan permukaan lainnya berada pada suatu kedalaman yang
berkaitan dengan waktu rambat pulang-pergi dari dua unit tunda (periode-
oeriode pencuplikan). Lapisan yang terdalam memiliki koefisien refleksi sebesar
1
.
4
Dekonvolusi dan Sisten Invers
Andaikan kita telah menguji sebuah sistem dengan masukkan u, mengukur
keluaran yang dihasilkan y dan menghitung tanggapan impuls yang bersangkutan
h. Kita dapat menggunakan informasi ini untuk mendekonvolusikan masukan
lainnya u jka keluaran y’ diketahui. Tetapi, perhitungan ini agak membosankan
dan dalam praktek kita menginginkan proses pemecahan yang lebih bermanfaat.
Keinginan ini memotivasikan gagasan mengenai sistem invers. Andaikan kita
mendesain sebuah sistem dengan tanggapan impuls h, yakni masukkan asli u
terhadap h. definisi ini digambarkan dalam Gambar 2.8.2. sistem invers h
membentuk-kembali (recontruck) sebarang sinyal kedalam h. Khususnya, h
membentuk kembali suatu masukkan u = . Kita dapat menggunakan notasi ini
untuk mencari h’.
69
Contoh 2.8.2
Carilah sistem invers bagi sistem yang dibahas dalam Contoh 2.8.1. yakni,
carilah sistem invers bagi
(1 / 2) k , k genap
H=
o, k ganjil
= k
e k2
Contoh 2.8.3
Untuk mengilustrasikan perhitungan-perhitungannya, tinjau persoalan
mendesain h’ sebagai suatu filter bagi h = {1, -a}. Dalam kasus ini, filter invers
eksak bagi h panjangnya berhingga. Andaikan kita batasi h’ panjangnya n. Maka
keluaran sebenarnya h*h’ (untuk masukkan ke h sebesar )adalah
h*ĥ = {-ĥoa, ĥo – ĥ1a, ĥ1 – ĥ2a,..., ĥn-1 – hn }
k=0 k=n+1
(2.8.11)
jadi, kesalahan energi adalah
E = (1 + ĥoa)2 + (ĥ1a – ĥo)2 +....+ (ĥna – ĥn-1)2 + ĥ 2n (2.8.12)
Dengan menghitung (2.8.10), maka kita dapat menulis ke-n + 1 persamaannya
dalam bentuk
h0
a b 0 0 0 0 h
b a b 0 0 0 1 a
h2
0 b a b 0 0 0
0
0 0 0 0 a b hn 1
0 0 0 0 b a hn = 0 (2.8.12)
0
71
x1 ( k 1) 0 1 0 0 0 x1 ( k ) 0
x ( k 1) x (k )
2 0 0 1 0 0 2 0
= + u(k)
0
1 x n 1 ( k )
x n 1 ( k 1)
0 0 0 0
x n ( k 1) bn bn 1 b2
b1 x ( k ) 1
n
(2.9.3)
x n (k )
(2.9.5)
dengan mendefinisikan matriks keadaan x(k) sebagai vektor kolom
x1 (k )
x (k )
x(k) =
2
x n (k )
maka kita dapat menulis (2.9.3) dan (2.9.4) sebagai
x(k+1) = Ax(k) + Bu(k)
y(k) = Cx(k) + Du(k) (2.9.6)
dimana matriks (A,B,C,D), untuk contoh ini, adalah
73
0 1 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0
a= ,B= ,
0 0 0 0 1 0
bn bn 1 b2 b1
1
C = [-aobm, - aobn-1,..., am – aobm,...,a1 – aob1], D = [ao]
Matriks-matriks (A,B,C,D) ini membentuk deskripsi lainnya dari sistem waktu-
diskret. Model ini lebih umum daripada kedua model yang telah kita bahas
sebelumnya. Keumumannya ini dibayar dengan lebih banyak perhitungan .
walaupun demikian, rumusan matriks ini secara ideal cocok bagi penerapan-
penerapan tertentu yang tidak dapat dimodelkan dengan menggunakan persamaan
beda atau barisan tanggapan implus. Setiap pesoalan dalam mana harus digunakan
keadaan-keadaan internal dari sistem untuk mengotimasikan atau menganalisis
kerja sistem haruslah menggunakan sebuah model yang mendefinisikan keadaan
internal secara ekslisit. Satu-satunya model analitik yang demikian adalah
rumusan variabel-keadaan.
Contoh 2.9.1
Hasilkan deskripsi variabel-keadaan dari sistemwaktu-deskrit yang dinyatakan
oleh persamaan beda
y(k) = 2y(k-1) + y(k-2) = u(k)
diagram skematis dari sebuah sistem yang dilukiskan oleh persamaan beda
diperlihatkan dalam gambar 2.9.2. disini terdapat dua buah elemen tunda. Oleh
karena itu, definisikan dua variabel sebagai kandungan dari register ini
x1(k) = y(k-2)
x2(k) = y(k-1)
dengan merujuk ke gambar 2.9.2, kita dapat menulis suatu rumus rekursi
sederhana bagi tiap-tiap variabel keadaan sebagai berikut
x1(k+1) = x2(k)
x2(k+1) = y(k) = u(k) – 2x2(k) – x1(k) (2.9.7)
persamaan 2.9.7 dalam bentuk matriks adalah
74
x1 (k 1) 0 1 x1 (k ) 0
x ( k 1) = 1 2 x (k ) + 1 u(k)
2 2
Juga, keluaran y(k) dinyatakan dalam keadan-keadaan dan masukkan adalah:
x1 (k )
y(k) = [-1 -2] + [1]u(k)
x 2 (k )
oleh karena itu, matriks-matriks variabel keadaan adalah:
0 1 0
A = 1 2 , B = 1 , C = 1 2 , D = [1]
Matriks-matriks (A,B,C,D) bagi sebuah sistem tidaklah unik. Kenyataan ini dapat
kita berikan gambarannya dengan mendefinisikan kembali keadaan-keadaan
dalam Contoh 2.9.1. jadi, misalkan
x1(k) = y(k-1)
x2(k) = y(k-2)
dengan definisi keadaan-keadaan ini, pembaca dengan mudah dapat
memperlihatkan bahwa matriks-matriks keadaannya adalah
2 1 1
A= 1 , B = 0 , C = 2 1 , D = [1]
0
Secara lebih umum, bagi sebuah sistem berorde n, pilih sebarang matriks
taksinnguler T berukuran n * n+ dan definisikan sebuah vektor keadaan baru q(k)
= Tx(k). Vektor keadaan baru q(k) ini adalah semata-mata merupakan
transformasi linear dari vektor keadaan lama x(k). Kita peroleh
Q(k+1) = Tx(k+1) = T[Ax(k) + Bu(k)
= Tax-1q(k) + Tbu(k)
= TAT-1q(k) + TBu(k)
+ Sebuah matriks taksinguler (nonsingular) T adalah sebuah matriks yang mempunyai invers T -1.
Lihat Apendiks C
Dan
y(k) = Cx(k) + Du(k)
= CT-1q(k) + Du(k)
Jadi kita peroleh
75
 = TAT-1 Ĉ = CT-1
B = TB Ď=D
Sehingga
q(k+1) = Âq(k) + Bu(k)
y(k) = Ĉq(k) + Ďu(k)
Persamaan 2.9.9 menghasilkan keluaran y(k) yang sama bagi suatu masukkan u(k)
tertentu. Keluaran ini dinyatakan dalam suatu vektor keadaan q yang berbeda dan
sebuah model internal sistem yang berbeda pula yang diwakili oleh matriks-
matriks bantu (Â,B,Ĉ, Ď). Penggunaan matriks singuler T yang dikerjakan pada
vektor keadaan x memperkenalkan kita untuk merubah secara analitik hubungan-
hubungan internal sistem dengan tetap mempertahankan hubungan masukkan-
keluaran yang sama. Kita akan menyelidiki sifat dari model-model variabel
keadaan ini secara lebih terperinci dalam paragraph 2.10.
Rumusan matriks ini dapat diperluas dengan mudah ke sistem-sistem
masukkan-keluaran berganda. Sebagai contoh, andaikan kita mempunyai sebuah
sistem dengan r masukkan dan s keluaran. Maka sekali lagi persamaan keadaanya
adalah
X(k+1) = Ax(k) + Bu(k)
Y(k) = Cx(k) + Du(k) (2.9.10)
Dalam kasus ini x(k) berdimensi-n, u(k) berdimensi-r dengan ke-r buah
komponennya adalah masukkan-masukkan u1(k), u2(k),...., ur(k) dan y(k)
berdimensi –s dengan ke-s buah komponennya adalah keluaran-keluaran y1(k),
y2(k),....,ys(k). Matriks-matriks A, B, C, D berturut-turut berdimensi n × n, n × r, s
× n, s × r, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.9.3.
[x]n×1 = [A]n×n[X]n×1 + [B]n×r[u]r×1
[y]s×1 = [C]s×n[X]n×1 + [D]s×r[u]r×1
Contoh 2.9.2
Untuk memberikan gambaran mengenai kasus masukkan-keluaran berganda ini,
tinjau sistem yang diperlihatkan dalam Gambar 2.9.4 dengan keluaran-keluaran
dari elemen-elemen tunda, sebagaimana yang ditunjukkan, dipilih sebagai
76
Salah satu metode untuk mencari x(k), bila keadaan awal x(0) diketahui, adalah
dengan memecahkan (2.10.1) secara iteratif. Jadi,
x (1) = Ax (0) + Bu (0)
x (2) = Ax (1) + Bu (1) = A2x (0) + ABu (0) + Bu (1)
dan, pada umumnya
k 1
x (k) = Akx (0) +
m0
Ak - 1 - m Bu (m), k>0
(2.10.2)
Jika keadaan awal adalah x(k0) dan kita ketahui u(k) untuk k>k0, maka (2.10.2)
diperluas menjadi
k 1
x (k) = A k-ko
x (k0) +
m0
Ak - ko -1 - m Bu (k0 + m)
(2.10.3)
Matriks Ak adalah hasil kali berlipat -k† A x A x … x A yang kadang-
kadang disebut matriks transisi (transition) atau fundamental dari sistem. Merujuk
k
kembali ke (2.10.2), kita mengenal dua jenis suku. Suku pertama A x (0)
menyatakan suatu evolusi yang hanya dikarenakan oleh syarat-syarat awal nol.
Keluarannya kita dapati dari (2.10.2) dengan menggunakan
y(k) = Cx (k) + Du (k)
k 1
= CAkx (0) +
m0
CAk - 1 – m Bu(m) + Du(k)
(2.10.4)
Dalam (2.10.4) terdapat tiga buah suku yang dijumlahkan bersama untuk
membentuk tanggapan y(k). Suku pertama CAkx (0) adalah tanggapan sistem
terhadap masukan u dengan syarat-syarat awal nol. Ingat kembali bahwa dalam
model tanggapan-impuls, kita peroleh keluaran dengan mengkonvulsikan barisan
tanggapan-impuls h(k) dengan masukan untuk syarat-syarat yang dianggap nol,
yakni, x(0) = 0. Jika kita gunakan masukan u(k) = δ(k), maka menurut definisi,
keluarannya adalah h(k). Jadi
78
k 1
h (k) = CAkx (0) +
m0
CAk – 1 – m Bδ(m) + Dδ(k)
(2.10.5)
Suku pertamanya nol karena x(0) = 0. Suku ketiga sama dengan D untuk k = 0 dan
nol untuk k yang lainnya. Suku kedua sama dengan CAk -1D untuk k>0. Perhatikan
bahwa untuk k = 0, jumlah suku ini tak ada. Jadi
D, k=0
k 1
h(k) =
m0
CAk – 1 – m Bδ(m) = CAk -1B, k > 0
0, k<0
Dalam (2.10.5) dan (2.10.6) kita lihat bahwa perhitungan utamanya adalah
mencari Ak untuk semua nilai k. Ak dapat pula kita cari dengan menghitung secara
langsung perkalian matriks berlipat – k. Jenis pemecahan ini tidak dapat diterima
karena pernyataannya tidak dalam suatu bentuk rumus dan juga tidak memberikan
suatu pengertian mengenai struktur dari pemecahannya. Bagian berikut
menyajikan rinci-rinci mengenai bagaimana menghitung Ak dan fungsi-fungsi
matriks lainnya dalam pernyataan berbentuk rumus untuk semua nilai k.
Dalam bagian ini akan kita selidiki dua metode untuk menghitung Ak dan fungsi-
fungsi dari A yang lainnya dalam bentuk rumus. Kita mulai dahulu dengan suatu
bahasan ringkas mengenai sifat-sifat matriks yang akan bermanfaat dalam
perkembangan selanjutnya.
Persamaan karakteristik (characteristic equation) dari sebuah matriks A
berukuran n x n erat kaitannya dengan persamaan Bantu dari model persamaan
beda yang bersangkutan bagi sistem. Persamaan kerakteristik dari sistem A
didefinisikan sebagai berikut
g(λ) = A I 0 =
(2.11.1)
79
adalah
g(λ) = A I 0 =
4 3 1 0
Yakni: g(λ) = 1 =0
2
0 1
atau
g(λ) = λ2 – 6λ + 5 = (λ – 5)(λ – 1) = 0
Jadi, λ2 – 6λ + 5 = 0 adalah persamaan karakteristik dari matriks A. akar-akar dari
persamaan karakteristik disebut nilai-nilai eigen (eigen values) dari matriks A.
Dalam kasus ini, nilai-nilai eigennya adalah λ1 = 5 dan λ2 = 1. Nila-nilai eigen dari
matriks sistem A dan akar-akar dari persamaan Bantu yang bersangkutan bagi
persamaan beda dari sistem adalah identik.
Metode pertama yang akan kita bahas untuk menghitung fungsi-fungsi
matriks didasarkan pada teorema Caley-Hamilton, yang menyatakan bahwa setiap
matriks n x n memenuhi persamaan karakteristiknya sendiri. Sebagai contoh, jika
kita subtitusikan A menggantikan λ dalam g(λ) = λ2 – 6λ + 5, maka kita peroleh
persamaan matriks
g(A) = A2 – 6A + 5A0 = 0
Yakni,
4 3 4 3 4 3 1 0 0 0
1 6 5
2 1
2 1
2 0 1 0 0
= λn + a n -1 + … + a1 λ + a0 = 0 (2.11.2)
Sekarang, dengan mensubtitusikan A menggantikan λ seperti di atas, kita peroleh
g(A) = An + a n -1 A n – 1 + … + a1 A + a0I = 0 (2.11.3)
Jadi An dapat dinyatakan dalam matriks-matriks An – 1 , An – 2 , … , A dan I. Untuk
memperluas hasil ini, kita perkalikan (2.11.4) dengan A yang memberikan
An = - an – 1 An -1 - … - a1A - aoI (2.11.4)
di mana, sekali lagi I adalah matriks satuan, dan 0 adalah matriks yang elemen-
elemennya semua nol. Persamaan 2.11.3 dapat dituliskan kembali sebagai
A n+1 = - a n-1 An - … - a1 A2 – a0 A (2.11.5)
Dengan mensubtitusikan An dari (2.11.4), kita peroleh
An+1 = - a n-1 (- a -1 A n – 1 - … - a1 A – a0k) - … - a1 A2 – a0 A
= ( a2n – 1 – an – 2 ) An – 1 + (an – 1 an – 2 – an – 3) An – 2
+ … + an – 1 a0I (2.11.6)
Hasil ini memberikan kita suatu pernyataan bagi An + 1, sekali lagi dalam An – 1, An –
2
…, A dan I. Dengan melanjutkan proses ini, kita lihat bahwa sebarang pangkat
dari A dapat dinyatakan sebagai suatau jumlah terbobotkan dar matriks-matriks
yang mengandung A hingga pangkat tertinggi n – 1. Karena itu, fungsi-fungsi
matriks yang dapat dituliskan sebagai
f(A) = α0I + α1 A + … + ak Ak + …
=
k 0
αk Ak (2.11.7)
Di sini β0, β1, β2, … , βn – 1 adalah fungsi-fungsi dari α0, α1, … dan n. Perhitungan
β0, β1, β2, … , βn – 1 dapat dilakukan dengan menggunakan metode iterasi
yang digunakan dalam perhitungan An dan An + 1
dalam (2.11.4) dan (2.11.5).
Tetapi, meskipun langsung, proses ini dapat menjadi panjang sekali.
Untuk mengembangkan suatu metode yang lebih mudah, baiklah kita
kembali ke persamaan karakteristik dari matriks A.
g(λ) = A I = λn +An – 1 λn – 1 + …
+ a 1 λ + a0 = 0 (2.11.9)
Dengan mengikuti langkah-langkah yang sama seperti yang lalu, maka kita dapat
menyatakan nilai-nilai eigen λn, λn + 1, λn + 2, dan seterusnya dalam λ, λ2, … , λn – 1.
λn = -an – 1 – an – 2 λn – 2 - … - a1 λ – a0
λn + 1 = (a2n-1 – an-2) λn – 1 + (an – 1 an – 2 – an – 3) λn – 2 + … + an-1
a0
Dengan cara yang sama, dapat kita tuliskan polinom-polinom dari λ dalam λ, λ 2,
…, λn – 1.
f(λ) = α0 + α1 λ + α2 λ2 + … =
k 0
α k λk (2.11.10)
n 1
= β0 + β1 λ + … +βn – 1 λn – 1 =
k 0
βk λk (2.11.11)
Yang kita inginkan disini adalah mencari ke – n buah anu β0, β1, … , βn – 1. Kita
ketahui bahwa (2.11.11) berlaku untuk sebarang λ yang merupakan pemecahan
dari persamaan karakteristik (2.11.9); yakni, untuk sebarang nilai eigen dari
matriks A. Pertama, anggaplah bahwa nilai-nilai eigennya tak sama; yakni tak ada
yang rangkap. Dengan mensubtitusikan λ1, λ2, … , λn dalam (2.11.11) kita peroleh
n buah persamaan dalam n anu berikut
f (λ1) = β0 + β1 λ1 + … + βn – 1 λ1n – 1
f (λ2) = β0 + β2 λ2 + … + βn – 1 λ2n – 1 (2.11.12)
:
:
f(λn) = β0 + βn λn + … + βn – 1 λnn – 1
82
yang mana darinya dapat kita peroleh β0, β1, … , βn – 1. Dengan membandingkan
(2.11.11) dan (2.11.8); yakni;
n 1
f (A) =
m0
βm Am (2.11.13)
Contoh 2.11.1
Carilah f (A) dimana
1
0
f (A) = Ak dan A = 2
1 1
4 4
Persamaan karakteristiknya adalah
1
0
g(λ) = A I 2
= 1 =0
1
4 4
yakni,
1 1
g(λ) = = 0
2 4
Jadi, nilai-nilai eigennya adalah
1 1
λ1 = , λ2 =
2 4
Dengan menggunakan (2.11.11), kita peroleh
f (λ) = λk = βo + β1 λ
dan dengan menggunakan (2.11.12), kita dapat
1
k
1
= β0 + β 1
2 2
1
k
1
= β0 + β 1
4 4
83
k
1 2 0
k
= k
4 2 1 1
(2.11.14)
n 1
P (λ) =
m0
β m λm
f (A) =
k 0
αk Ak (2.11.15)
Maka matriks f (A) identik dengan matriks P (A) jika dan hanya jika
(a) f (λ1) = P (λ1), i = 1, 2, …. , no (2.11.16)
84
dan
dq dq i 1,2,...., n 0
(b) f ( ) = P ( ) ,
d q 1
d q 1 a 1,2,...., m1 1
(2.11.17)
Perhatikan bahwa apabila (2.11.17) dituliskan kembali dalam koefisien-koefisien
anu β0, β1, … , βn – 1, menjadi
n 1
dq dq
d q
f ( ) 1
d q
m(m 1)...(m q 1)
m q
m im q (2.11.18)
Contoh 2.11.2
Misalkan
1
2
A = 21 1
128 4
dan andaikan bahwa kita ingin menghitung suatu bentuk umum bagi matriks Ak.
Kita dapati bahwa persamaan karakteristiknya adalah
3 9
g (λ) = A I 2 0
4 64
3
dengan akar rangkap dua λ = . Dari (2.11.16), kita peroleh
8
k
3 3
f (λ) = λk = 0 1
8 8
Karena itu
k 1
3
β1 = k
8
k
3
β0 = (1 k )
8
85
k 16k
1 3
k
3
= 3
k k
8 1
48 3
Kebenarannya kita periksa, dengan membuktikan bahwa A0 = I, A1 = A dan
seterusnya
Contoh 2.11.3
Carilah keluaran y (k) dari system waktu-diskret yang diperlihatkan dalam gambar
2.11.1 terhadap masukan
0,
k k 0
u(k) = 1
, k 0
2
Anggaplah syarat-syarat awalnya nol. Sistem ini sama seperti yang dianalisis
dalam contoh 2.7.1 dengan menggunakan model tanggapan impuls. Keadaa awal
system adalah x (0) = 0, sehingga untuk k>0, vector keadaan x (k) diberikan oleh
k 1
x (k) = A
m0
k 1 m
Bu ( m)
y(k)
di mana
0 1 0
x (k+1) = 1 3 x( k ) u ( k )
8 4 1
1 3
y (k) = x( k ) 1u ( k )
8 4
Jadi,
0 1 0 1 3
A = 1 3 , B = 1 , C = , D = 1
8 4
4
8
Kita harus mencari An,n = 1,2, … Persamaan karakteristik bagi A adalah
3 1
q (λ) = A I 2 0
4 8
1 1
Jadi nilai-nilai eigennya adalah λ1 = , λ2 = . Karena itu
4 2
0 1
A = β0 I + β1 A = 1
n
3
1 0 1
8 4
di mana β0 dan β1 adalah pemecahan-pemecahan dari
n
1 1
0 1
4 4
n
1 1
0 1
2
2
Dan juga
87
1 n 1
n
1
n
1
n
2 4 4
2 4 2 4
An = 1 1
n n n n
1 1 1
2
2 2 4 2 4
atau
1
n 1 4 1 n 2 4
A n
= 1 1
2 2 2 4 2 1
Maka
1 3 1
k 1 m 1 4 1 2 0 4 0
B = 1 k 1 m
1
1 1
k–1 –m
CA
8 4 2 2
2 4 2
k m k m
1 1
= 2
2 4
Jadi
k 1
y (k) = CA
m 0
k 1 m
Bu (m) Du (k )
k 1 1 k m 1 k m 1 m 1 k
= 2 2 4 2 2
m0
k k 1 k k 1 k
1 1 1
= 2
2
m0
1
4
m 0
2m
2
k k k
1 1 2
k
1 1
= 2 k
2 4 1 2 2
1 k 1
k 1
= 2k 2 4 , k 0
0
Dari contoh ini jelas bahwa perhitungan keluaran dengan menggunakan
variable-variabel keadaan lebih rumit dari kedua model yang terdahulu. Namun
demikian, metode variabel keadaan memberikan kita informasi mengenai
bagaimana keadaan-keadaan internal x1 (k) dan x2 (k) berevolusi. Jika informasi
88
ini tidaklah pentinguntuk suatu kasus khusus, maka cukup digunakan saja metode
yang paling sederhana.
Ada metode kedua utuk mencari fungsi-fungsi matriks yang seringkali
secara perhitungan adalah lebih cepatdaripada metode yang disajikan di atas.
Metode ini didasarkan pada dekomposisi spektral (spectral decomposition) dari
sebuah matriks. Ini adalah suatu pernyataan lain dari sebuah matriks n x n dalam
n buah matriks yang lebih sederhana yang akan kita nyatakan sebagai E1, E2, …. ,
Ei. Matrkis-matriks Ei, i = 1, 2, … , n disebut matriks-matriks unsur (contituens).
Dapat diperlihatkan† bahwa sebarang n x n matriks A memilki representasi
(pernyataan).
A = λ1 E 1 + λ2 E 2 + … + λn E n
n
= E
i 1
i i (2.11.19)
di mana λi, i = 1, 2, … , n adalah nilai-nilai eigen yang berbeda dari A. (Kita akan
bahas kasus nilai eigen rangkap di bawah). Matriks-matriks unsur Ei, i = 1, 2, … ,
n memiliki sifat-sifat berikut:
0, i j
1. Ei Ej = i j
E1 ,
n
2. E
i 1
i =1 (2.11.20)
3. A E i = E i A = λ i Ei
4. Ei memiliki rank 1.†
Begitupula,
A 2 I
E1 = (2.11.27)
1 2
Metode ini dapat diperluas dengan mudah ke matriks-matrks yang berukuran lebih
besar dengan cara yang sama. Untuk sebuah matriks 3 x 3, kita hasilkan 3 buah
persamaan
I = E 1 + E2 + E 3
A = λ 1 E 1 + λ2 E 2 + λ 3 E 3 (2.11.28)
A2 = 12 E1 22 E 2 32 E 3
Sekali lagi dengan mengetahui λ1, λ2, dan λ3 maka E1, E2, dan E3 dapat dipecahkan
secara langsung.
90
Contoh 2.11.4
Carillah Ak untuk matriks A dari contoh 2.11.3. Kita peroleh
0 1
A = 1 3
8 4
dengan nilai-nilai λ1=1/2, λ2=1/4. Dengan menggunakan (2.11.22) kita peroleh
A k 1k E1 k2 E 2
k k
1 1
= E1 E 2
2 4
Dimana
0 1 1 1 0
1 3
4 0 1 1 4
A 2 I 8 4
E1 1
1 2 1 2 2
4
Dan
0 1 1 1 0
1 3
2 0 1 2 4
A 1 I 8 4
E2 1
2 1 1 2 1
4
Dengan demikian
1
k 1 4 1 k 2 1
A
k
1 1
2 2 2 4 2 1
p
A i E i N i , pn (2.11.29)
i 1
Dimana Ni adalah sebuah matriks yang sedemikian rupa sehingga jika r adalah
kerangkapan dari λi, maka
N ir 0 (2.11.30)
Matriks-matriks Ei dan Ni memnuhi sifat-sifat berikut:
0 i j
1. Ei E j {
Ei ,
i j
0, i j
2. Ei N j N j Ei {
N j ,
i j
p
3. Ei 1
i 1
Contoh 2.11.5
Carilah Ak bagi matriks 2 x 2 berikut
1
0
A 2
1 1
2 2
92
2
1
Dalam kasus ini, persamaan karakteristiknya adalah g ( ) 0 ,yang
2
mana memiliki dua nilai eigen rangkap λ1=λ2=1/2. jadi A memiliki representasi
1
A E1 N 1
2
Fungsi matriks Ak diberikan oleh
k k 1
1 1
f ( A) A E1 k
k
N1
2 2
k k 1
1 1 1
Ak I k A I
2 2 2
1 k
0
1 10 0
k 1
2 k .
0
1
k
2 2
Dan juga 0
2
1 k
0
2
k
1 1
k
k
2 2
Keadaan dari suatu sistem waktu diskrit linier (A,B,C,D) yang memiliki
tanggapan impuls h
D k 0
hk {
CAk 1 B ,
k 0
(2.12.1)
Dapat kita ubah dengan sebuah transformasi linier tak singular T tanpa mengubah
h. yakni, kita dapat mengubah vector keadaan x ke,katakanlah x’,di mana
x' ( k ) Tx ( k )
(2.12.4)
Dalam (2.12.4), D’ = D sehingga h 0 tidak berubah. Juga kita dapat
mensubtitusikan C’, A’ dan B’ yang memberikan
C ' ( A' ) k 1 B ' CT 1 (TAT 1
) k 1 TB
CT 1 (TAT 1
)(TAT 1
)...(TAT 1
)TB
CA k 1 B hk , k>0
Contoh 2.12.1
Tinjau sistem waktu –diskret dengan matriks-matriks
94
0 1 0 1 3
A 1 3 , B , C , D=[1]
8 1 8 4
4
Gambar skematis yang bersangkutan diperlihatkan dalam Gambar 2.12.1 di mana
telah menggambarkan kembali diagram-diagram blok kita yang lazim dalam suatu
cara yang memungkinkan kita untuk lebih mudah mengikut-sertakan informasi
yang terkandung dalam model{A,B,C,D}. sebagai contoh, pengali-pengali silang
dari unit-unit tunda berhubungan dengan aij, i j. loop-loop dari keluaran ke
masukan dari unit-unit tunda berhubungan dengan aij. Begitu pula
masukanmasukan ke unit-unit tunda berhubungan dengan bi dan keluaran-
keluaran dengan ci.
Andaikan sekarang kita ubah variable-variabelnya sehinga keadaan baru adalah
1 0
x' 1 x
1 2
Dan
95
1 0
T 1
2 2
Struktur sistem yang baru ini diperlihatkan dalam gambar 2.12.2. struktur
internalnya memang telah kita ubah, tetapi hubungan masukan-keluaran yang
sama tetap tak berubah.
Ada terdapat berbagai alasan mengapa kita ingin untuk mengubah keadaan
internal dari sebuah sistem tetapi tidak mengubah diskripsi eksternalnya. Sebagai
contoh, kita mungkin ingin untuk meminimumkan jumlah pengali internal.
Dikarenakan harganya cukup mahal. Atau mungkin kita ingin meminimumkan
bising (noise) internal dalam sebuah struktur dikarenakan pembulatan terhadap
hasil-hasil antaranya. Apapun alasannya bagi pengubahan hubungan-hubungan
internal ini, metode variabel-keadaan memungkinkan kita untuk menyelidiki
secara analitis struktur-struktur internal sistem dengan menerapkan transformasi-
transformasi tak singular pada vektor keadaan.
Salah satu transformasi khusus yang seringkali dipakai adalah transformasi
koordinat yang mengubah A menjadi sebuah matriks diagonal dengan nilai-nilai
eigen dari A terletak pada diagonalnya. Perubahan koordinat ini dapat dipandang
sebagai suatu transformasi “tak-menggandeng” (decoupling) karena dengannya
modus-modus alamiah dari sistem tak berinteraksi dalam membentuk keluaran.
96
(2.12.5)
Di mana λi, i= 1, 2, …,n adalah nilai-nilai eigen dari A. dalam kasus ini, matriks
diagonal D adalah
^
1
D AP
P
(2.12.6)
Contoh 2.12.2
Carilah “bentuk tak tergandeng” (decoupled form) dari sistem dalam Contoh
2.12.1. matriks A adalah
0 1
A 1 3
8 4
1 1
Dengan nilai-nilai eigen λ1= dan λ2= . Vector-vektor eigen yang
4 2
bersangkutan diperoleh dengan memecahkan persamaan
A i I vi 0 i 1,2
(2.12.7)
Persamaan 2.12.7 menghasilkan dua persamaan yang diberikan di bawah ini.
1 1
4 1 (1) 2 1 (1)
1 v1 0, v 2 0,
1 (2) 1 1 ( 2)
v1 v 2
8 2 8 4
(2.12.8)
97
(1) ( 2)
pilih v
1
v 2 1, maka kita dapati bahwa v1 dan v2 diberikan oleh
1 1
v1 1 , v2 1 (2.12.9)
4 2
Hanyalah arah dari v1 dan v2 yang dapat kita tentukan dari (2.12.7);sedangkan
panjang v1 dan v2 adalah sebarang. Oleh karena itu, kita pilih matriks P sebagai
1 1
P 1 1
4 2
Dengan inversnya
1
1
P 1 4 2
1
1
4
Sekarang kita gunakan pengubahan keadaan x ' P 1 x . Perhatikan bahwa
bukannya matriks P yang kita gunakan di ruas kanan x melainkan matriks
inversnya. Secara teoritis, tidaklah penting apakah kita gunakan P atau P-1 untuk
mengubah x, jadi,
1 1
^ 2 1 0 1 1 1 0
A' D P AP 4 1
1 3 1 1 4
1 1
1 8 4
4 2
0
4 2
1
2 1 0 1
1
B' P B 4 1 4 1
1
1
4
1 3 1 1
1
1 1
C CP 1
8 4 16 4
4 2
98
J1 0 ... 0
0 J2 ... 0
P AP J
1
(2.12.10)
0 0 ... J no
Yang berdimensi mi x mi, di mana adalah kerangkapan dari λi. Yang terpenting di
sini bukannya bagaimana membentuk matriks-matriks ini, melainkan mencatat
bagaimana mereka memungkinkan kita untuk mencirikan pemecahan yang kita
peroleh.
Untuk sederhananya, anggaplah bahwa nilai-nilai eigen dari A tak sama
dan bahwa kita telah menemukan matriks P dari (2.12.6). Pemecahan kita bagi
99
keadaan sistem x(k) dan keluaran y(k) dinyatakan dalam Ak. Sekarang kita dapat
menuliskan A sebagai berikut
^
A P D P 1 (2.12.12)
^
=
P D P 1
Di mana
1 k
k 0 ... 0
D 2
^
0 ... 0
(2.12.14)
0 0 ... n
k
Jadi, elemen-elemen dari Ak, dan karena itu, dari x(k) ,merupakan kombinasi
maka satu atau lebih dari variabel-variabel keadaan (dan mungkin juga keluaran)
akan semakin lama bertambah tanpa batas. Karena itu, sistem tak stabil.
Sebaliknya, jika i 1 untuk suatu semua i=1, …,n, tak terbatas. Terakhir, jika
i 1 untuk suatu i, maka kita dapat mencari suatu masukan terbatas yang akan
Contoh 2.12.3
100
1 a
A 1
2 2
Untuk nilai-nilai a berapakah sistemnya stabil?
Pertama kita cari nilai-nilai eigen dari matriks ini sebagai fungsi dari
parameter a. persamaan karakteristiknya adalah
1
g ( ) (1 ) 2a 0
2
Yakni,
3 1
2 2a 0
2 2
Dengan akar-akar
3 1
1 2a
4 16
3 1
2 2a
4 16
dengan λ1>λ2. Agar sistemnya stabil, i 1, i 1,2 . Jadi ambil λ1 < 1 untuk
melihat apa yang dihasilkannya bagi a.
3 1
2a 1
4 16
Yakni,
1 1
2a
16 16
Yang sama berarti bahwa a<0. untuk kestabilan, kita harus pula memilih λ 2 > -1.
pembatasan ini berari bahwa
3 1
2a 1
4 16
Jadi
101
1 7
2a
16 4
1
Kasus 2: andaikan sekarang a < . dalam kasus ini, λ1 dan λ2 bernilai
32
kompleks.
Pengambilan 1 1 atau 2 1 berarti bahwa
2
2 2 3 1
1 2 j 2a 1
4 16
Atau
9 1 1
2a 1, a
16 16 4
Dengan menggabungkan kedua hasil ini, tampak bahwa sistemnya stabil untuk
1
semua nilai a dalam selang ( ,0).
4
2.13 TANGGAPAN FREKUENSI DALAM A, B, C, D
Kita telah mengaitkan satu diskripsi eksternal dri sebuah sistem, yakni barisan
tanggapan impuls h, dengan diskripsi keadaan A, B, C, D dalam (2.10.6), yang
kita ulangi lagi di bawah ini.
D, k 0
hk {
CA k 1 B ,
k 0
(2.13.1)
Tanggapan frekuensi H e j merupakan diskripsi eksternal laiinya dari sebuah
sistem. Bagaimana diskripsi ini berkaitan dengan model keadaa A, B, C, D?
Dari (2.7.7) kita peroleh
H (e j ) h e
n
n
jn
= hn e
jn
(2.13.2)
n0
102
Batas terbawah adalah nol karena kita mengangap h kausal, yakni, hn = 0, n < 0.
Dengan mensubtitusikan hn dari (2.13.1) ke dalam (2.12.2) kita peroleh
H (e j ) hn e jn
= D CA Be jn
n 1
n 1
= D C Ae j Be j
(2.13.3)
m0
Ae
j
Pernyataan dapat dihitung dengan menggunakan identitas
m0
n
I A Am I An 1 (2.13.4)
m 0
Persamaan 2.13.4 dapat dibuktikan dengan mudah yaitu dengan menguraikan ruas
kiri dari persamaan ini. Jika kedua ruas dalam (2.13.4) kita perkalikan dengan [I-
A]-1 dan mengambil limitnya bila n , kita peroleh
n m 0 n
Jika menganggap bahwa semua nilai eigen dari A memiliki modulus yang lebih
n 1
kecil daripada 1, maka lim[ I A
n
] 1
Jadi
n
lim A [ I A]1 ,
m
i 1 untuk semua I (2.13.5)
n m 0
H (e j ) D C[ Ie j A]1 B
(2.13.7)
Persamaan-persamaan 2.13.6 atau 2.13.7 menyatakan diskripsi eksternal
H(ejθ) dalam A, B, C, D. Untuk memberikan gambaran mengenai perhitungan-
perhitungannya, kita akan menerapkan (2.13.7) pada sistem dari contoh-contoh
2.4.2 dan 2.7.4.
Contoh 2.13.1
Sistem dari contoh-contoh 2.4.2 dan 2.7.4 diperlihatkan dalam Gambar 2.13.1.
Persamaan-persamaan keadaannya adalah
0 1 0
x(k 1) 1 x(k ) u (k )
2 0 1
1
y (k ) 0 x (k ) [1]u ( k )
2
1 e 1 0
j
j 1
H( e ) 1 .0 1
j 1 2 e j 1
e 2
2
1 1 1
e j
2 2 2 1
1
1 1 1 2 e - j
e j e j
2 2
Sebagaimana kita peroleh sebelumnya
(2.14.1)
(2.14.2)
Vektor keadaan [x1(k)x2(k)]T yang terdiri atas dua bilangan biner yang
simpan dalam unit-unit tunda (yang mana di implementasikan sebagai
register geser). Andaikan untuk bahasan ini kita sederhanakan analisis
filter dengan mengambil barisan masukan u sama dengan nol. Tinjau
sekarang evolusi dari keadaan. Keadaan idealnya (tak tercatukan)
berevolusi menurut persamaan
105
(2.14.3)
Apa yang terjadi dalam kasus register yang panjangnya berhingga? Salah
satunya adalah bahwa, bilangan-bilangan dalam A tidaklah eksak karena
pernyataan biner dari bilangan-bilangan ini panjangnya berhingga.
Kesalahannya lainnya yang disebabkan oleh penggunaan register yang
panjangnya berhingga terjadi apabila bilangan-bilangan dalam register
menjadi terlalu besar. Jika kita mempunyai B bit dalam sebuah register,
maka kita dapat menyatakan sebanyak 2B bilangan yang berbeda dalam
register ini. Sekarang, filter order dua dari (2.14.2) memerlukan dua buah
register, satu untuk tiap-tiap komponen keadaan. Jadi, vektor keadaan x
dapat mengambil 2B x 2B = 22B bilangan yang berbeda. Salah satumetode
untuk melukskan nilai-nilai keadaan yang mungkin diperlihatkan dalam
gambar 2.14.2, yang disebut suatu “kisi ruang-keadaan” (state space grid).
Tiap-taipa titik perpotongan dalam kisi ini menyatakan suatu nilai numeris
yang mungkin dari keadaan x. Tidak ada nilai-nilai lain dari keadaan catu
(quantum0 terkecil yang ingin kita nyatakan dengan satu bit tunggal.
Bilangan ini sebarang dan ditetapkan oleh ukuran dari kisi total. Dalam
gambar 2.14.2 kita telah menetapkan secara sebarang bahwa jangkau nilai-
nilai ini harus berada dalam selang [-1,1]. Dengan demikian, jarak antara
titik-titik kisi sama dengan panjang kisi total, 2, dibagi dengan jumlah
spasi, 2B – 1. Jadi catu terkecil adalah 2/(2 B – 1). Bilangan ini adalah selisih
antara bilangan-bilangan yang dinyatakan oleh dua titik kisi yang
berdampingan (secara horisontoal atau vertikal).
Andaikan sekarang kita menelusuri suatu trayektori keadaan yang
mungkin untuk masukan nol. Marilah kita menganggap bahwa untuk suatu
106
keadaan x(k) dan matriks filter A yang diketahui, kita peroleh suatu
keadaan baru x(k+1) = Ax(k) yang berada di luar jangkau dari bilangan-
bilangan ternyatakan (representable) seperti yang diperlihatkan dalam
gambar 2.14.3. Gejala ini disebut suatu keluapan (overflow). Nilai
numerik dari x(k+1) = Ax(k) telalu besar dan bukanlah salah satu dari
bilangan-bilangan ternyatakan. Jadi, nilai terluap dari keadaan ini harus
dikembalikan ke suatu bilangan ternyatakan. Karakteristik keluapan adalah
suatu fungsi tak linier f yang apabila diterapkan pada keadaan keluapan,
menghasilkan suatu bilangan ternyatakan.
Sebagai contoh, jika kita gunakan aritmetik titik tetap komplemen 2, maka
bilangan yang terluap “dipulihkan” (restored) seperti diperlihatkan dalam
gambar 2.14.3. Keluapan dari suatu bilangan positif yang besar “melilit”
107
(warps arround) dan menjadi suatu bilangan negatif yang besar. Ini adalah
cara yang biasa dalam mana keluapan-keluapan ditangani karena
penelitian ini terjadi tanpa ada campurtangan apapun dalam artimetik
komplemen 2. Pengangan ini memang bukannya benar-benar suatu
pensensoran (sensing) maupun pemulihan bilangan yang terluap. Namun
adalah bermanfaat untuk memikirkan proses ini dalam dua tahap. Pertama
keluapan dan kemudian suatu operasi tak linier pada bilangan yang terluap
guna memulihkannya ke suatu bilangan yang ternyatakan. Dalam kasus
aritmatik komplemen 2, maka karakteristik keluapan ini adalah seperti
yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.4.
Dalam bahasan ini, kesalahan keluapan diberikan oleh
Filter dari gambar 2.14.1 memiliki matriks sistem A yang diberikan oleh
108
(2.14.5)
Kutub-kutub dari filter adalah nilai-nilai eigen dari A dan diberikan oleh
λ1,λ2 = - ½ ± j ½ . Karena |λ1| < 1, I = 1,2, maka filternya stabil. Tinjau
trayektori dari keadaan untuk masukan nol. Dalam kasus yang ideal,
keadaan ini berevolusi menurut (2.14.3) dan untuk sebarang keadaan awal
x(0) yang tak nol, keadaan x(k) → 0 bila k → ∞. Apa yang terjadi dalam
kasus register yang berhingga-panjangnya? Kisi ruang keadaan dari
gambar 2.14.2 dapat dimanfaatkan untuk menelusuri trayektori dari
keadaan apabila keadaan ini dicatu menjadi sejumlah bit yang berhingga.
Kita mulai dengan suatu keadaan awal x(ko), kemudian kita menghitung
keadaan berikutnya x((ko + 1) = Ax(ko). jika Ax(ko) tetap berada dalam
bujur sangkar [-1, 1] maka kita harus pertama menerapkan karakteristik
keluapan komplemen 2, yakni f, mencari f[Ax(ko) dan kemudian
membulatkan f[Ax(ko)] ke suatu nilai kisi di dekatnya. Kemudian kita
lanjutkan ke keadaan berikutnya.
Kita dapat mempelajari efek dari keluapan-keluapan dengan menghitung
bagaimana keseluruhan kisi keadaan-ruang ditransfomasikan dalam tiap-
tiap iterasi. Dengan perkataan lain, kita mencari bagaimana bujur sangkar
[-1,1] ditransformasikan oleh matriks A. Cara tersederhana untuk
melakukan adalah dengan menghitung bagaimana titik-titik sudut [1,1] T,
[1,-1] T, [-1,-1] T, [-1,1] T
ditransformasikan oleh A. Untuk kasus ini kita
peroleh
(2.14.6)
109
Jika sekarang kita hubungkan titik-titik sudut hasil transformasi ini, seperti
diperhatikan dalam gambar 2.14.5, maka kita peroleh bayangan dari kisi
ruang keadaan semula setelah satu iterasi. Perhatikan bahwa dalam gambar
2.14.5, bagian-bagian dari ruang keadaan semula telah meluap. (Ingat
kembali bahwa kasus ini adalah untuk masukan nol). Jika daerah-daerah
yang telah terluapi ini dipetakan oleh karakteristik keluapan komplemen 2,
maka kita peroleh bayangan yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.5b.
Kita sekarang dapat melanjutkan ke iterasi berikutnya.
Gambar 2.14.5 Kisi ruang keadaan bagi filter-filter dari (2.14.2) dibawah
satu iterasi
Jika kita mengulangi kembali proses yang diutarakan di atas, maka kita
akan mendapat suatu gejala yang sangat aneh. Beberapa keadaan awal
tertentu tidak meluruh menuju nol tetapi ternyata menghampiri nilai-nilai
[0,8,0,8] dan [-0,8,-0,8]. (Dalam bahasan ini kita menganggap bahwa
pembulatan ditiadakan karena kita terutama tertarik pada keluapan).
Sebarang keadaan x dalam segitiga AEG dan CFH berturut-turut
menghampiri titik-titik [0,8,0,8] dan [-0,8-0,8]. Hanyalah keadaan-keadaan
dalam daerah BEGDFH yang menghampiri titik asal. Iterasi yang
berturutan dari transformasi f(Ax) memetakan AEG dan CFH ke dalam
daerah-daerah yang makin lama semakin kecil yang pada akhirnya
berturut-turut konvergen ke titik-titik tetap [0,8,0,8] dan [-0,8-0,8].
Dengan presisi (ketelilitan) yang tak terhingga, semua keadaan awal dari
sebuah filter stabil menghampiri nol. Dengan register-register yang
berhingga-panjangnya, beberapa keadaan awal di bawah masukan nol
110
menghampiri titik-titik ruang keadaan yang letaknya jauh sekali dari titik
asal. Gejala ini disebabkan oleh ketaklinearan keluapan dan disebut osilasi
keluapan (overflow oscillation).
Jadi, keluapan-keluapan dapat menyebabkan keluaran menjadi tak
tergantung pada masukan. Ini tentu saja merupakan suatu operasi yang tak
dapat diterima. Ada beberapa cara pengatasannya. Salah satu metodenya
adalah menskalakan filter sehingga hanyalah bagian pusat dari kisi ruang
keadaan yang digunakan. Ini dicapai dengan memperluas kisi dari [-1,1]
hingga, katakanlah [-5,5]. Untuk suatu jumlah bit yang tetap dalam sebuah
register, maka ini berarti bahwa pembuatan kesalahan (yang diukur oleh
ukuran dari sel-sel terkecil dalam gambar 2.14.2) juga bertambah.
Pemecahan lainnya adalah dengan menggunakan suatu karakteristik
keluapan tak linier yang lain seperti yang disebut karakteristik jenuh
(saturation characteristic) yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.6 di
bawah ini. Kerugian dari karakteristik ini adalah bahwa untuk
mengimplementasikannya dibutuhkan lebih banyak perangkat keras (atau
perangkat lunak). Pemecahan ketiga adalah dengan mengtransformasikan
keadaan (state) dari filter. Sebagaimana telah kita perlihatkan sebelumnya,
sebuah transformasi tak singuler T yang dikerjakan pada keadaan x
mentransformasikan {A,B,C,D} menjadi {TAT-1, TB, CT-1 ,D} tetapi tidak
mengubah karakteristik masukan-keluaran. Jika kita dapat menemukan
suatu struktur internal baru yang dicirikan oleh {TAT -1, TB, CT-1 ,D} yang
tidak meluap di bawah masukan nol, maka kita dapat menghilangkan
osilasi-osilasi keluapan. Beberapa struktur seperti itu memang ada. Salah
satunya disebut filter digital normal yang diperoleh dari struktur bentuk
langsung dari (2.14.1) dan (2.14.2) melalui transformasi berikut. Dengan
menganggap terdapat sebuah filter orde dua dengan kutub-kutub kompleks
di λ1, λ2 = α ± jβ, kita definisikan pengubahan keadaan dengan
menggunakan T, di mana
(2.14.7)
111
SOAL-SOAL
d) kak + A sin bk
5/
(a) 6
1/
6
1/
2
1/
4
(b)
2.6 Sistem yk+2+a1yk+1+a2yk=0 adalah stabil jika semua pemecahannya memenuhi
yk→0 bila k → ∞. Ini berlaku jika dan hanya jika kedua akar dari persamaan
bantu
r2+a1 r +a2=0
memenuhi |r| < 1. Carilah dan sketsakan daerah dalam bidang parameter a2
terhadap a1 untuk mana sistemnya stabil.
2.7 Dalam komputer analog, elemen integrator yang diperlihatkan di bawah ini
didefinisikan oleh persamaan
y(t)= y(0)+∫t0 u(τ) dτ
dy/dt
∫( ) ∫( )
2 0 yt
dy
dt2 syarat awal syarat awal
-1
Pemecahan dari persamaan ini adalah y(t) = cos t. Andaikan kita ingin untuk
menghampiri persamaan differensial ini dengan suatu model waktu diskret.
Salah satu metode yang disebut metode Euler, menghampiri integralnya
dengan suatu penjumlahan diskret.
y(0)+ u(τ) dτ= y(0)+Δ u(kΔ)
Ini setara dengan menggantikan integrator-integrator dengan sistem waktu
diskret berikut y(0) nilai awal
u(kΔ) + Tunda y(kΔ)
Δ Σ
Σ Δ
+
y((k+1)Δ)=Δu(kΔ)+ y(kΔ)
Sistem waktu diskret dari pendekatan integrator.
(a) Ubahlah diagram analog bagi persamaan diferensial menjadi suatu sistem
waktu diskret.
(b) Gambarkan pemecahan y(t) bagi 0< t < 2π. Gambarkan pada kertas yang
sama hampiran-hampiran berikut.
y(kΔ) ubtuk Δ = π/2 k=0,1,.....,4
y(kΔ) ubtuk Δ = π/4 k=0,1,.....,8
y(kΔ) ubtuk Δ = π/8 k=0,1,.....,16
2.8 Tinjau kembali soal 2.7. Gantikan hampiran waktu diskret terhadap suatu
integrator dengan yang berikut ini.
115
+
β Σ Tunda
Δ
+
α
Dengan α=1 dan β=Δ maka rangkaian di atas adalah hampiran Euler. Pilihlah
Α,β,u(0),y(0) sehingga y(kΔ)=cos (kΔ).
α β γ
+ + +
Σ yk
2.10 Carilah persamaan beda yang mengaitkan masukan {uk } dengan keluaran
{yk} bagi sistem waktu diskret berikut. Carilah fungsi tanggapan frekuensi
dan gambarlah besar dan fase bagi –π< 0 <π.
116
uk + Unit Unit yk
1/ Σ Σ
4 tunda tunda
Σ Σ
_
1/
2
2.11 Keluaran dari sebuah sistem waktu diskret adalah y1, di mana y1 (k).................
Tinjau sistem waktu diskret yang diperlihatkan di bawah ini. Sebutkan
keluarannya y2 . Dapatkah penguatan a dan b dipilih sehingga y1 (n)= y2 (n)
untuk semua n ? Jelaskan
uk + Σ a Unit yk
_ tunda
2.12 Sketsakan suatu diagram blok dari sebuah sistem yang barisan tanggapan
impulsnya adalah
a) {1,1/2, 1/4, ......,(1/2k,.....}
b) {1,1, ½,1/2, ¼,1/4, ........}
2.13 Carilah tanggapan impuls bagi sistem waktu diskret yang didefinisikan oleh
persamaan beda berikut. Periksalah kebenaran jawaban anda dengan
substitusi.
a) (S2 - S +1/4) [yk ]= uk
b) (S2 - 1/4) [yk ]= uk
c) (1 - 3S -1 +3S -2- S -3) [yk ]= uk
d) (S 3 -3S-2+ 3S -1) [yk ]= uk
2.14 Gunakan barisan tanggapan impuls untuk menyatakan keluaran dari sebuah
sistem waktu diskret yang dilukiskan oleh persamaan beda.
(S2-2S +1)[yk]= uk
117
dengan y0 =0, y1 =2. Perlihatkan bahwa syarat-syarat awalnya tak nol. Untuk
memasukkan efek dari syarat-syarat awal tak nol ini maka kita harus
memodifikasi bahasan kita mengenai konvolusi. Uraikan keluaran ini ke
dalam dua keluaran, di mana yang satunya dikarenakan oleh impuls dengan
syarat-syarat awal tak nol. Tambahkan pada keluaran ini suatu keluaran yang
sama sekali dikarenakan oleh syarat-syarat tak nol.
A B C
1/
2
2.20 Tuliskan persamaan-persamaan variabel-keadaan bagi sistem-sistem waktu-
diskret berikut.
uk(1) + Σ Unit Unit + Σ yk
Σ tunda tunda Σ
+ + +
a
b
uk(2)
a
+
+ Σ Unit Σ yk(1)
Σ tunda Σ
uk b
+
Σ Unit Σ yk(2)
Σ tunda Σ
b
+ a
uk + + +
Σ Unit Unit Σ Unit Unit
- Σ tunda tunda Σ tunda tunda yk
a
b
119
Unit x1
tunda
+ + + yk
Unit
uk Σ x2 Σ tunda x3
Σ Unit Σ
tunda +
2.22 Anggaplah bahwa fungsi f (λ) dapat dinyatakan sebagai suatu deret tak
berhingga. Buktikan bahwa A dan f(A) komutatif, yakni
A.f(A)=f(A)A
Buktikan bahwa
d/dt[f(At)]=Ag (At)
di mana
d
g(t)= dt f(t)
120
1 1 1
2 4 2 0
(b) A = (d) A =
1 1 1 1
16 2 2 2
2.25 Carilah pemecahan umum bagi x(n) dan y(n) untuk x(0)=1 dan y(0)=0.
x(n+1)= x(n)+2y(n)
y(n+1)= 3x(n)+2y(n) n =0,1,2,…
cos ө -sin ө α -β
A= A=
sin ө cos ө β α
α 0 α 1 α 1
A= A= A=
0 α 0 α 0 α+ β
121
+
Unit
+ Σ tunda yk(2)
Σ
1/
3
2.28 Tentukan dan sketsakan sebuah diagram balok dari sistem invers bagi sistem
waktu-diskret dalam gambar yang diperlihatkan. Sistem invers didefinisikan
sebagai sistem yang menghasilkan u dari sistem sebagai keluaran untuk
masukan y. y
u + Σ Unit Unit
tunda tunda
+ +
2
3
2.29 Tinjau sebuah sistem waktu-diskret yang adalah suatu sistem kaskade orde-
satu dan dua, seperti yang diperlihatkan dalam sketsa.
a) Carilah suatu deskripsi variabel-keadaan bagi seluruh sistem. Carilah suatu
deskripsi variabel-keadaan bagi sistem orde-dua.
b) Carilah semua nilai g untuk mana sistem adalah stabil.
c) Carilah barisan di titik S bagi masukan [uk] = {uk}= {1,-a}.
d) Carilah barisan keluaran bagi barisan masukan {1,-a}.
Unit
Σ -1
tunda
Σ
Σ Unit 1
Σ
y(1)
Σ tunda Σ
Σ Unit
Σ tunda
122
1 + + 1+
u + S -1/2 5/4 y(2)
1 + +
1
g
+
3/4
2.30 Sketsakan sebuah diagram balok dari sebuah sistem waktu-diskret dengan
matriks-matriks variabel-keadaan.
0 1
A= B= 0 C= [3,-2] D= [0]
1 5 1
6 6
T= 1
0 3
3....
2.31 Sebuah filter digital orde-dua memiliki kutub-kutub di Gunakan teknik-
teknik dari paragrap 2,14 untuk menentukan daerah-daerah keluapan dari
filter ini. Simulasikan filter ini (dengan menuliskan sebuah program bagi
sebuah komputer digital) untuk mencari titik-titik tetap dari osilasi-osilasi
keluapan. [petunjuk: Filter ini memiliki dua periode yang berbeda bagi
osilasi-osilasi keluapan yang bergantung pada keadaan awal x(0)]
2.32 Tinjau sistem waktu-diskret yang diperlihatkan di bawah ini. Carilah [c1,c2 ]
dan [d] sehingga:
123
d c2
y(k)
Σ Unit Unit Σ
u(k)
tunda tunda
c1
-81
2.33 Dalam soal 2,32, carilah [c1,c2 ] dan [d ] sehingga fungsi tanggapan
amplitude, [H(ejθ ), sama dengan satu untuk semua θ.
2.34 Andaikan [H(ejθ )= D+C (ejθ I-A)B-1 dengan D≠0. Perlihatkan bahwa filter
invers G(ejθ ) = I/H(ejθ ) memiliki suatu deskripsi variabel keadaan yang
diberikan oleh G(ejθ ) = H-1(ejθ )= D-1- D-1 C(ejθ I-A+BD-1 C)-1 BD-1 .
2.35 Desain sebuah filter invers bagi sebuah filter dengan tanggapan impuls h =
[1, -1/3]. Kendalakan filter ini sebagai suatu filter FIR yang panjangnya 7.
Pilih koefisien-koefisien dari filter invers, h, sehingga energi kesalahan Σ k
[δ(k)- (h*ĥ)(k)]2, diminimumkan.
124
Dari (2.14.8), kita dapat sketsakan diagram blok dari struk baru ii seperti
yang diperlihatkan dalam gambar 2.14.7. Perhatikan bahwa filter bentuk
normal ini memiliki lebih banyak pengali (multipliers) daripada filter
bentuk langsung yang semula. Dalam beberapa penerapan, ini tidaklah
merupakan sesuatu yang perlu sekali dipertimbangkan. Filter ini disebut
suatu struktur bentuk normal karena matriks sistemnya A memenuhi
persamaan matriks yang mendefinisikan sebuah matriks normal yakni
^T ^ ^ ^T
(2.14.9)
A A AA
Persoalan ini dapat kita rumuskan secara analitis. Ide pokoknya adalah
mencari sebuah matriks sistem A sehingga untuk sebarang vektor keadaan
x(k0, vektor keadaan berikutnya x(k0 tidaklah terlalu besar. Lebih
tepatnya, kita kehendaki norm atau “bati” dari A lebih kecil daripada satu.
Norm dari A didefinisikan sebagai ||A|| di mana
(2.14.10)
Gambar 2.14.8 Transformasi dari kisi ruang keadaan oleh sebuah filter
normal
Gambar 2.14.9 Beberapa transformasi dari kisi ruang keadaan oleh sebuah
filter normal
Model analitik yang kita perlukan untuk memecahkan persoalan ini adalah
model variabel-keadaan {A,B,C,D}. Hanyalah rumusan variabel-variabel
yang memperkenankan kita untuk mempelajari struktur-struktur internal
dari sebuah filter secara analitis untuk mengoptimalkan suatu kriteria yang
berkaitan dengan perhitungan keluaran. Dalam kasus ini, kriterianya
adalah menghilangkan osilasi-osilasi keluapannya. Adalah tidak mungkin
untuk mendapatkan struktur-strukur baru guna memecahkan persoalan ini
dengan hanya menggunakan model-model masukan-keluaran. Penerapan
ini dicakup di sini untuk memotivasikan penggunaan variabel-variabel
keadaan. Variabel-variabel keadaan bukanlah suatu rumusan yang harus
digunakan untuk mempelajari kebanyakan persoalan-persoalan masukan-
keluaran. Penggunaannya harus dibatasi pada situasi-sutasi dalam mana
diperlukan suatu rumusan matriks atau apabila informasi mengenai
internal dari sebuah sistem adalah bermanfaat.
(2.15.1)
Contoh
Contoh-contoh 2.7.1 dan 2.11.3 adalah analisis-analisis dari sistem dalam
gambar 2.15.1 dengan menggunakan secara berturut-turut konvolusi dan
variabel-variabel keadaan. Untuk membandingkan ketiga diskripsi ini,
marilah kita tentukan keluaran sistem dengan menggunakan model
persamaan beda. Dari diagram blok, dapat kita tulis,
Atau