Anda di halaman 1dari 68

Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian - PTIK dan dimaksudkan sebagai media informasi

& forum pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan studi ilmu kepolisian. Berisi tulisan
ilmiah, ringkasan hasil penelitian, resensi buku atau gagasan orisinil yang kritis dan segar.
Redaksi mengundang para ahli, akademisi, praktisi, atau siapa saja yang berminat untuk berdiskusi
dan menulis sambil mengkomunikasikan gagasan dan pikirannya dengan masyarakat luas.
Tulisan dalam Jurnal Ilmu Kepolisian tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi.

ISSN : 0216-2563

Alamat Redaksi / Tata Usaha :


Alamat
Sekolah Redaksi
Tinggi Ilmu /Kepolisian-PTIK
Tata Usaha:
Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian
Jl. Tirtayasa Raya No. 6, Kebayoran- PTIK,
Baru,
Jl. Tirtayasa
Jakarta Selatan - 12160 Baru,
Raya No. 6, Kebayoran
Jakarta Selatan
Telp : 021-7222234, - 12160
Faks: 021-7207142
Telp : 021-7222234, Faks: 021-7207142
E-mail: jurnalkepolisian@gmail.com
No. Rek. : BRI 0193-01-030673-509 A.n. Jurnal Studi Kepolisian
E-mail : jurnalkepolisian@gmail.com

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 1


Pelindung Gubernur/Ketua STIK-PTIK,
Irjen. Pol. Dr. R. Sigid Tri Hardjanto, SH, M.Si.

Penasehat Wakil Ketua STIK-PTIK, Bidang PPITK


Brigjen. Pol. Drs. Oerip Soebagyo

Penanggung-jawab Kepala Laboratorium Profesi dan Teknologi Kepolisian Bidang PPITK


Kombes. Pol. Drs. Suwarto, SH, M.H.

Dewan Pakar Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA


Prof. Drs. Koesparmono Irsan, SH, MA
Prof. Dr. Farouk Muhammad
Prof. Dr. Iza Fadri, SH.
Prof. Dr. Muladi, SH
Prof. Dr. TB. Roni Nitibaskara
Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc
Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA.
Prof. Dr. Djaali
Prof. Dr. Indria Samego, MA.
Prof. Dr. Indrianto Senoaji, SH, MH
Prof. Drs. Adrianus Meliala, M.Si, M.Sc, Ph.D
Dr. Zakarias Poerba, M.Si

Pemimpin Redaksi Dr. A. Wahyurudhanto, M.Si

Sekretaris Redaksi Dr. Ilham Prisgunanto, SS., M.Si

Dewan Redaksi Dr. Sutrisno, M.Si


Dr. Yundini, MA

Sekretaris AKBP. Drs. H. Samsuri, MM.


Kompol. I Gusti Bagus Nyoman Subudi
AKP. Suci Ramadhani, S.Kom.
Warsiti
Erna Yatmi, S.Pd
Sujatmiko Agung Nugroho

Bendahara Sri Badri Kustiah, S.A.P


Dwi Nurhayati, SH

Produksi Sriyanto

Sirkulasi Siswanto
Aris Tarwoko
Eka Agus Supriyanto
Jurnal Ilmu Kepolisiaan Volume 11 Nomor 3 Desember 2017 ISSN : 0216-2563

DAFTAR ISI
5 Dari Redaksi

6 Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model
Integratif Pencegahan Kejahatan
Anggi Aulina
16 Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat
Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan
Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa
I Made Santika
30 Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian
Vinta Sevilla; Raru Laura M.B.P

39 Restorative Justice untuk Menyelesaikan Kasus


Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Novi Edyanto

47 E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara


Nasional
Feby Harianto

58 Penyidikan Tindak Pidana illegal logging pada


Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur
Rico Yumasri

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 3


4 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017
Dari Redaksi
Sidang pembaca yang kami hormati
Selamat bertemu lagi dalam Jurnal Ilmu Kepolisian Volume 11, Nomor 3, terbit Desember 2017.
Tentu saja kami bangga dengan kontinuitas penerbitan ini, karena itu berarti kami bisa melayani
pembaca budiman untuk tetap berinteraksi melalui diskusi hal-hal aktual mengenai hal ikhwal
tentang kepolisian. Tetapi upaya kami ini tidak akan mampu dilakukan tanpa adanya dorongan dan
partisipasi dari para pembaca budiman dan kontributor tulisan. Untuk itu kami atas nama Jurnal
Ilmu Kepolisian mengucapkan banyak terimakasih.

Ada yang berbeda pada edisi kali ini dibanding sebelumnya. Jika penomoran sebelumnya
berurutan, yaitu terakhir Edisi 85. Mulai edisi kali ini, kami menggunakan format yang sudah
ditetapkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) RI, yaitu
dengan menggunakan format volume dan nomor penerbitan. Sesuai dokumentasi kami, bahwa
Jurnal Ilmu Kepolisian edisi saat ini mulai terbit pada tahun 2006, maka untuk edisi kali ini adalah
tahun ke-11, dan terbitan ketiga untuk tahun 2017. Oleh karena itu, penomoran edisi kali ini yaitu
Volume 11, Nomor 3, Desember 2017.

Sebagai media yang mengkhususkan pada kajian tentang kepolisian memang kami harus
mengakomodir banyaknya persoalan yang muncul dalam dinamika tugas polisi. Dinamika masyarakat
yang berkembang dengan cepat telah memberikan tantangan tersendiri bagi tugas-tugas kepolisian.
Di satu sisi tantangan tersebut dapat memberikan kontribusi kesan positif dari masyarakat, namun di
sisi lain bisa jadi justru memunculkan kontroversi yang dapat berujung pada kesan negatif terhadap
polisi.

Walau tidak semua tulisan yang dimuat mencerminkan pendapat redaksi, tetapi kami akan
selalu berusaha menempatkan diri sebagai moderator. Sehingga melalui diskusi di jurnal ini kami
ingin mendudukan persoalan pada proporsi yang tepat. Tentu saja ada pro dan kontra dari pendapat
yang muncul dalam tulisan-tulisan di Jurnal Ilmu Kepolisian, namun justru semakin ragam pendapat
akan semakin memberikan kontribusi pada pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan kepolisian.

Sidang pembaca yang terhormat. Akhir kata, kami ingin agar Jurnal Ilmu Kepolisian semakin
lama akan semakin mampu memberikan kontribusi pemikiran bagi para pembaca. Sebagai media
informasi dan forum pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan studi Ilmu Kepolisian,
kami berharap dari sini akan terakomodasi diskusi tentang pemikiran-pemikiran bagi kemajuan
Polri dan bagi kepentingan masyarakat. Memang tiada gading yang tak retak, mohon maaf kalau
masih ada kekurangan. Selamat membaca dan terimakasih.
Salam dari kami,
Redaksi.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 5


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan


Model Integratif Pencegahan Kejahatan
Anggi Aulina
Departemen Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia
Depok, Jawa Barat
E-mail: anggi.dakotahara@gmail.com

Abstract

This paper generally aims to provide an outline for the development of crime prevention studies in a
more integrated way. Furthermore, in particular this paper aims to provide answers to the challenges of the
phenomenon of sustainable crime in urban areas and a partial crime approach that is seen as unable to address
the issue of continuing crime in urban areas. This paper demonstrates that a holistic approach is required in the
study of crime prevention and control in order to analyze the issue of continuing crime in urban public spaces.
This paper ultimately generates a model of solutions to the disadvantage of disintegrative crime prevention
studies and provides theoretical recommendations for integrative models of crime prevention, which can give
rise to integrated policy on a practical level, which allows the flexibility of crime prevention aspects reacting
to the threat of crime.

Keywords: crime prevention, integrative model, urban public space, holistic approach, continuous crime,
systems thinking

Abstrak

Tulisan ini secara umum bertujuan memberikan outline bagi pengembangan studi pencegahan
kejahatan dengan cara yang lebih terintegrasi. Selanjutnya, secara khusus tulisan ini bertujuan untuk
memberikan jawaban pada tantangan fenomena kejahatan berkelanjutan di wilayah perkotaan
dan pendekatan kejahatan parsial yang dilihat tidak mampu menjawab permasalahan kejahatan
berkelanjutan di wilayah perkotaan. Tulisan ini memperlihatkan bahwa diperlukan suatu pendekatan
holistik dalam studi pengendalian dan pencegahan kejahatan untuk dapat menganalisa masalah
kejahatan berkelanjutan di ruang publik perkotaan. Tulisan ini pada akhirnya melahirkan sebuah
model solusi atas kelemahan studi pencegahan kejahatan yang disintegratif dan memberikan
rekomendasi teoritis akan model integratif pencegahan kejahatan, yang dapat melahirkan kebijakan
terintegrasi dalam tataran praktis, dimana memungkinkan kelenturan aspek-aspek pencegahan
kejahatan bereaksi terhadap ancaman kejahatan.

Kata kunci: pencegahan kejahatan, model integratif, ruang publik perkotaan, pendekatan holistik,
kejahatan berkelanjutan, systems thinking

6 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

Pendahuluan sebagai kejahatan yang berkelanjutan, sebagai


sebuah kondisi terpeliharanya situasi kriminal
Mencermati data statistik lima tahun
pada lokus tersebut. Inilah yang menjadi
Polda Metro Jaya, ditemukan bahwa pada
fenomena mendasar yang menuntun tulisan ini
wilayah hukum Polda Metro Jaya mempunyai
untuk mengungkap penyikapan dalam kerangka
karakteristik persebaran crime rate (tingkat
teori pengendalian dan pencegahan kejahatan
kejahatan) yang relatif merata1. Sehingga dapat
terhadap langkah pengendalian kejahatan
dikatakan bahwa walaupun wilayah hukum
(paradigma baru) dan model pencegahan
tertentu memiliki signifikansi tingkat kejahatan
kejahatan yang diharapkan lebih efektif.
tertinggi2, namun hal ini berbanding dengan
wilayah polres lainnya di Jakarta. Jenis kejahatan Secara teoretis studi pencegahan kejahatan
yang dicermati adalah jenis kejahatan jalanan merupakan perkembangan studi pengendalian
(street crime) yang dilakukan di ruang publik. Data kejahatan, yang membahas mengenai reaksi
statistik kepolisian tidak menunjukkan spesifikasi kejahatan dalam tataran formal. Studi
lokus, melainkan memberikan penekanan pada pengendalian kejahatan umumnya dicermati
kasus itu sendiri dan wilayah hukum, sehingga dengan pendekatan teoretis positivis (Liska,
dalam tulisan ini kasus seperti curat, curas, 1987). Landasan berpikir positivis tersebut
curanmor dan anirat atau 11 jenis kejahatan menghasilkan model pencegahan kejahatan yang
jalanan lainnya terdapat probabilita dilakukan disintegratif dan tidak sesuai dengan kebutuhan
di wilayah selain ruang publik atau di wilayah masyarakat. Oleh karenanya, studi pencegahan
huni. Namun berdasarkan telaah sosiologis kejahatan kemudian dipandang hanya sebagai
kriminologis yang mendalam atas hubungan ranah praktis, yang menjadi bahan pemikiran
ruang-ruang publik dengan kejahatan dan model dan kajian para praktisi (Lihat misalnya Heal,
pencegahan kejahatan, dan karakter perkotaan 1992; Birkbeck, 2005; Clancey, Lee, Fisher,
di Indonesia telah mengalami perubahan bentuk 2012). Seperti teori Fixing Broken Windowsoleh
menjadi lokus bertipe spasial kombinasi (mix- Kelling dan Coles (Lainer & Henry, 2004: 222),
use area) (Tadié, 2006). Tulisan ini mendasarkan yang menekankan pada faktor pemeliharaan
argumentasinya tidak hanya pada frekuensi dan wilayah untuk mereduksi kemungkinan atau
sifat kejadian kriminalitas jalanan, namun juga peluang terjadinya kejahatan. Teori tersebut
jenis ruang publik dan struktur ruang, yaitu Mall, merupakan satu contoh pendekatan yang bersifat
Pasar, Terminal, Stasiun, Jalan Raya/Keramaian positivis, pragmatis dan praktis. Beberapa kajian
dan dalam telaah wilayah mix-use. Fenomena menilai bahwa pendekatan positivis dalam
yang terjadi di wilayah perkotaan penulis sebut studi pengendalian kejahatan dan pencegahan
kejahatan tidak lagi efektif (T.R. Young, 2002;
1 Data kriminalitas yang digunakan sebagai pembukaan tulisan mengenai Currie, 1999; Milovanovich,1995; White dan
Model Integratif Pencegahan Kejahatan adalah data yang digunakan
penulis dalam Disertasi pada Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Perrone, 2002).
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Tahun 2013. Data
kriminalitas yang digunakan adalah: Data Perbandingan empat kasus
tindak pidana pada tahun 2007-2011 Polda Metro Jaya; Data Kerawanan
Liska (1987) mengungkapkan bahwa
11 Kasus tahun 2011 Polda Metro Jaya, Data Tahunan 2011 (data 11 Jenis
perwilayah); Data Tahun 2011 (data 7 Jenis perwilayah); Data tahun
pendekatan pengendalian kejahatan yang
2010 (data 7 Jenis Kasus, selektif per-polsek); Data Tahun 2011 (data 7
Jenis Kasus, selektif per-polsek); Data Tahun 2011 (data 4&11 Jenis
berlandaskan paradigma positivis, seperti
Kasus, selektif per-posek); Data Tahun 2010 (data 4 jenis, selektif per- pendekatan model ekonomi dan struktural
polsek); Data Tahunan 2010 (data 7 & 11 Jenis Kasus perwilayah). Data
yang digunakan memang terbatas dalam konteks waktu tertentu, namun fungsionalis, menyebabkan pandangan yang
landasan pemikiran Model Integratif Pencegahan Kejahatan tidak terbatas
oleh konteks waktu data kriminalitas tersebut diambil. sempit atas dinamika kejahatan. Setelah
2 Data statistik lima tahun (2007-2012) oleh Polda Metro Jaya
menggambarkan tingkat kejahatan pada wilayah hukum Polres Jakarta Liska (1987), terdapat beberapa pemikir
Barat mempunyai signifikansi paling tinggi, dalam konteks peristiwa
kejahatan yang terjadi di ruang publik. sosial lainnyayang memberikan kritik

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 7


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

terhadap pendekatan satu dimensi, yang selalu prinsip-prinsip kebijakan.


mendominasi penjelasan mengenai kejahatan
Analisa dan penjelasan atas kejahatan
dan penanganannya (T.R. Young, 2002; Currie,
yang dilakukan oleh kajian pengendalian
1999; Milovanovich, 1995; White dan Perrone,
kejahatan, menghasilkan studi pencegahan
2002). Seperti Currie (1999) yang menekankan
kejahatan yang hanya bersifat praktis atau
pada perlunya pemikiran holistik tentang
pada skala mikro. Kajian pencegahan kejahatan
kejahatan dalam kriminologi di era milenium.
hanya membahas cara, teknik dan strategi
Kejahatan dalam pemikiran para pemikir sosial
yang bertujuan untuk mereduksi kejahatan
tersebut, termasuk Currie (1999), adalah suatu
(atau mereduksi perilaku kejahatan) selain
fenomena yang kompleks dan memerlukan
pengendalian kejahatan berdimensi formal
pemahaman yang komprehensif serta tidak
(sistem peradilan pidana), dengan cara menutup
dibatasi oleh paradigma tertentu.
kesempatan kejahatan (Gilling, 1997; Walkate,
Pemahaman pengendalian kejahatan dan 2005). Beberapa pemikir sosial mengungkapkan
pencegahan kejahatan merupakan bagian dari bahwa kecenderungan pragmatis pada strategi
lingkup pengendalian sosial. Pengendalian sosial pencegahan kejahatan menghasilkan landasan
merupakan mekanisme untuk mempengaruhi konsep yang dikemukakan memiliki kaitan yang
perilaku dari individu (atau kelompok sosial) lemah dengan teori atau dengan kata lain hanya
agar sejalan dengan norma dan harapan-harapan sedikit mengacu pada teori (Hughes, 1997;
kelompoknya, dengan tujuan menciptakan Walkate, 2005; Voigt, 1994).
harmoni sosial. Pandangan ini berangkat dari
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan,
pemikiran bahwa masyarakat terikat oleh
maka hubungan antara kajian pengendalian
kesepakatan bersama atau konsensus (F.J. Davis
sosial, pengendalian kejahatan dan pencegahan
dikutip Voigt et.al, 1994: 39; Cohen dikutip
kejahatan selama ini dipahami sebagai kajian yang
White dan Perrone, 2002). Pengendalian
bersifat fragmentatif dalam tingkat makro, meso
sosial mencermati hubungan individu dengan
dan mikro. Pada level makro, studi pengendalian
keluarga, sekolah atau lembaga keagamaan (atau
sosial berbicara mengenai nilai, regulasi, norma,
dikonsepkan sebagai significant others) dalam
sosialisasi, dan penegakan hukum, sementara
melakukan pencegahan kejahatan (Voigt, 1994:
itu studi pengendalian kejahatan dalam dimensi
234).
meso berbicara mengenai analisa kejahatan dan
Penggunaan konsep pengendalian sosial yang regulasi kebijakan formal terhadap kejahatan.
lebih spesifik melahirkan konsep pengendalian Kemudian pada level mikro, yaitu studi
kejahatan. Pengendalian kejahatan berhubungan pencegahan kejahatan berbicara mengenai
dengan studi tentang kejahatan (Pepinski, 1980) teknis praktis dalam upaya mereduksi kejahatan.
dan berhubungan dengan analisa mengenai Studi pencegahan kejahatan misalnya, bersifat
hal-hal yang harus dikendalikan (dilihat pragmatis dan partikular yang berkonsentrasi
dari ukuran biaya pengendalian) dan masih pada cara mencegah perilaku, mereduksi
berada dalam kajian mengenai dimensi formal kesempatan pelaku dan motivasi pelaku secara
pengendalian kejahatan. Contohnya, Hudson parsial, dalam konteks sebab akibat seperti yang
(dikutip Walkate,2005) mengungkapkan bahwa dikemukakan dalam pandangan positivis.
pengendalian kejahatan mempunyai fungsi
Pandangan positivis tidak lagi efektif
pengadilan kriminal (sistem peradilan pidana),
bagi pengendalian kejahatan dan pencegahan
sementara Gilsinan (1990) mengkaitkan
kejahatan, terutama dalam konteks wilayah
pengendalian kejahatan dengan pembuatan

8 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

perkotaan dan ruang publik, karena keduanya mengenai teori-teori yang digunakan bagi
merupakan wilayah yang memiliki karakteristik penyusunan model-model pencegahan kejahatan
khusus (Mitchell, 1961; Lefebvre, 1961; yang telah ada selama ini. Ronald V. Clarke
Lamarche, 1976 dikutip Stilwell, 1992; Pacione, (1995) memperkenalkan model Situational
2001). Wilayah perkotaan dan ruang publik Crime Prevention, model ini menggambarkan
yang ada didalamnya memiliki penyebab pencegahan yang mencoba untuk mereduksi
kejahatan dan ketidakteraturan yang bersifat struktur kesempatan pada bentuk kategori
multikausal. Pendekatan positivis terhadap kejahatan tertentu, dengan cara menambah risiko
penyebab kejahatan dan ketidakaturan tersebut dan kesukaran serta mereduksi keuntungan dari
selama ini dilakukan dengan upaya menghalangi kejahatan yang dilakukan. Model ini memiliki
niat (discouragement) atau menutup kesempatan landasan teori Pilihan Rasional (Rational Choice
melalui manipulasi lingkungan, yang hanya Theory), teori ini pada dekade 1950-an memiliki
menyebabkan pelaku kejahatan mencari hubungan dengan pendekatan psikologi, lalu pada
kesempatan pada target rentan (vulnerable akhir dekade 1960-an memiliki kaitan dengan
victims) lainnya sertapada lokus yang berbeda kajian sosiologis dan pada era 1980-an makin
pula. Hal ini kemudian dikenal sebagai fenomena berkembang pada Ilmu Ekonomi. Terdapat
displacement atau pemindahan kejahatan (Heal, beberapa kritik terhadap model Situational
1992: 208; Shapland, 2010). Crime Prevention, yaitu pencegahan situasional
dapat melahirkan kondisi displacement, karena
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa
akan memindahkan pelaku pada peristiwa
pengendalian dan pencegahan kejahatan positivis
kejahatan pada situasi yang rentan lainnya
yang bersifat parsial ataupun fragmentatif tidak
(Shapland, 2007). Kritik lainnya adalah bahwa
lagi efektif pada upaya penanganan kejahatan
model situasional, yang menekankan pada peran
di wilayah perkotaan. Dalam studi mengenai
aspek situasi kurang memberikan perhatian
kejahatan, pandangan posmodern mengenai
terhadap peran variabel atau faktor persepsi
kejahatan bersifat multidimensi dan kontekstual,
individu, yaitu hal yang berkaitan dengan situasi
yaitu memberikan peran signifikan pada aspek
saat individu akan memutuskan melakukan atau
perbedaan tempat, waktu, struktur sosial dan
tidak melakukan kejahatan (Heal, 1992: 207).
ekonomi. Pada pandangan posmodern, model
Menurut Heal (1992: 211) tujuan signifikan dari
pencegahan kejahatan dapat memperluas batasan
pendekatan tersebut adalah untuk memperoleh
jangkauan dan aplikasi dari teori non-integratif
crime profile (profil kejahatan) sebagai landasan
tentang kejahatan, dan juga menyediakan
bagi rencana strategis pencegahan kejahatan
ruang bagi diversifikasi model yang lebih luas
yang akan dilaksanakan suatu lembaga tertentu.
(Barack, 2002; Henry & Milovanovich, 1996:
144), yang memungkinkan kelenturan aspek- Model pencegahan kejahatan berikutnya
aspek pencegahan kejahatan bereaksi terhadap adalah model Community Crime Prevention,
ancaman kejahatan. yaitu pendekatan pencegahan berdasarkan pada
pemberdayaan kekuatan komunitas melalui
Model-Model Pencegahan Kejahatan aktivitas sehari-hari yang menekankan pada
berjalannya prasyarat sosial yang diharapkan
Kajian mengenai pengendalian dan
mampu merubah dan mengurangi motivasi
pencegahan kejahatan selama ini belum banyak
individu untuk berbuat kejahatan. Hope (2001:
dicermati melalui cara berpikir posmodern.
421) menyediakan gambaran bagaimana
Untuk lebih dapat memahami cara berpikir
konteks sosial dapat mempengaruhi kejahatan
posmodern, maka perlu dipaparkan lebih lanjut
dan bagaimana pengendalian sosial berjalan

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 9


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

dalam lingkup pemukiman. Adapun kritik Hope atau kesamaan pendapat antara berbagai
terhadap pengimplementasian model ini terletak pihak mengenai pentingnya mengintegrasikan
pada sumber pengendalian sosial informal pengukuran sosial yang biasanya dilakukan
yang tidak dapat diterapkan dalam komunitas oleh akademisi, dan kondisi fisik (situasi, ruang)
dengan profil kejahatan tingkat tinggi (2001: yang biasanya diperhatikan oleh para pembuat
432), karena dalam lingkup pemukiman dengan kebijakan dan praktisi, dalam upaya untuk
tingkat kejahatan tinggi karakter masyarakatnya melawan kejahatan. Heal (1992) kemudian
lebih terfragmentasi dan berlandaskan pada mengarahkan pada sintesis yang kreatif dari tiga
ketidakpercayaan serta stigmatisasi. Sehingga pendekatan (situasional, dorongan psikologis dan
strategi ini hanya efektif pada komunitas dengan sosial).Terutama untuk menjalankan pencegahan
tingkat kejahatan yang rendah. kejahatan di area dengan kriminalitas tinggi,
Heal memperkenalkan perubahan dari metode
Selanjutnya adalah model pencegahan yang
yang dikotomis dan parsial kedalam bentuk
disebut sebagai Social Crime Prevention. Model
pendekatan kebijakan yang dijalankan melalui
ini fokus pada upaya untuk menghadapi akar
struktur lokal yang dapat diandalkan disertai
masalah kejahatan (Zhao dan Lui, 2011: 210)
kepemimpinan yang dipercaya hingga sumber
dan mempelajari kecenderungan individu untuk
yang memadai (Heal, 1992: 212).
melanggar. Model pencegahan ini menyediakan
landasan yang kuat untuk kebijakan pencegahan Heal memaparkan bahwa landasan dari
kejahatan dan prakteknya (Zhao dan Lui, pemikiran integratif diatas dimulai pada akhir
2011: 212). Tujuan dari model ini adalah untuk 1980-an yaitu berkembangnya pemikiran
mereduksi faktor-faktor risiko kejahatan, seperti pencegahan kejahatan yang dinilai lebih
gender, usia, pengaruh keluarga, sekolah dan realistis (Heal, 1992: 211), yang percaya bahwa
teman, dengan cara menguatkan struktur, peran pengembangan pencegahan kejahatan bisa
institusi sosial, organisasi komunitas (melalui mendapatkan keuntungan dari penerapan
pendidikan keterampilan), pendidikan moral pendekatan kebijakan dan kesadaran akan
(melalui sekolah), penghentian kekerasan signifikansi dari faktor-faktor, yaitu faktor
dalam rumah tangga, pendidikan orang tua, kesempatan pelaku pada kejahatan,dorongan
serta memperbaiki kondisi sosial dan pranata sosial dan psikologis serta persepsi yang dipelajari
yang ada secara bersamaan. Adapun kritik oleh individu (diistilahkan oleh Heal sebagai
terhadap modelsocial crime prevention adalah “learned perceptions”, 1992: 211) dan perilaku
ketidakmampuannya dalam memberikan hasil yang mendorong individu untuk mengambil
yang segera dan signifikan, yaitu terjadinya tindakan dalam kesempatan.
perubahan sosial masyakarat (Zhao dan Liu,
Oleh sebab itu Heal melihat bahwa
2011: 3). Teori-teori yang melandasinya
kesuksesan pencegahan kejahatan hanya akan
pendekatan model ini adalah strain theory,
ada bila didukung oleh aspek sktruktural serta
control theory, social disorganization theory dan
pencegahan lokal dengan keterlibatan beberapa
social learning theory.
agen dalam pencegahan kejahatan (Heal, 1992:
Dalam perkembangan mengenai studi 211). Heal menilai bahwa dalam perjalanannya
pencegahan kejahatan, Heal (1992:212) melihat dikotomi pemikiran antara ranah konseptual
bahwa pada era tahun 1990-an, dunia pencegahan (pembuat kebijakan, akademisi) dengan praktis
kejahatan yang selama ini memperlihatkan (agen praktis) semakin terjembatani (Heal, 1992:
perbedaan antara akademisi, pembuat kebijakan 212), sehingga memungkinkan adanya integrasi
dan praktisi, telah berubah menjadi kesepakatan pengukuran sosial dan fisik dalam upaya untuk

10 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

melawan kejahatan dengan sintesis situasional, kejahatan di ruang publik yang menonjol, dengan
sosial dan komunitas melalui pendekatan ciri wilayah tipe spasial kombinasi (mix-used area),
kebijakan dan agen struktur lokal. Namun, Heal diversifikasi populasi etnis dan keberagaman
mengakui masih terdapat hambatan bagi model subkultur, gaya hidup urban dan keberagamaan
yang integratif, yaitu kurangnya informasi yang nilai serta keberagaman jenis pekerjaan termasuk
andal atas realitas kejahatan serta kurangnya faktor penghasilan. Pemerintah daerah berasal
peran struktur lokal dalam mendukung dan dari keadaan budaya paternalistik yang masih
menyampaikan strategi pencegahan kejahatan terasa di lokus spesifik Tambora (Harahap,2013),
(Heal, 1992: 212). Hambatan lainnya adalah dimana ini merupakan meso-potensi yang dapat
kegagalan membuat data yang terintegrasi dari mendukung peningkatan pencegahan kejahatan
materi yang ada, karena para kriminolog dan sosial, namun ini melemah dikarenakan tidak
pembuat kebijakan serta para praktisi terlalu adanya fondasi legitimasi yang kuat, disaat
banyak berkonsentrasi pada statistik formal norma lama dianggap sebagai norma yang stabil
dan data sistem peradilan pidana ketimbang dan tidak diadakannya intervensi baru pada level
karakteristik kejahatan. konseptual dan tidak terciptanya situasi tidak
adanya pengawasan saling mendukung antara
Pandangan Heal (1992) memperlihatkan
struktur dan agen3.
bahwa terdapat kebutuhan atas tanggung
jawab dari seluruh struktur negara dalam upaya Ketiadaan pengawasan dialektis4
pengendalian kejahatan, bahwa pengurangan ini mengakibatkan sirkulasi pelemahan potensi
tindak kejahatan tidak semata-mata tugas satu masyarakat dan negara dan permanennya
lembaga negara tertentu saja, namun tugas semua ketegangan sosial yang terjadi di lokus tersebut.
pranata formal negara. Sebagai konsekuensi Ketegangan yang ada pada ruang sosial membuat
dari pandangan ini, maka menurut Heal dalam individu dan warga memikirkan jalan keluar
tataran lokal, masalah pengurangan tindak sendiri-sendiri dalam menghadapi masalah
kejahatanbukan beban tugas polisi saja, namun yang ada. Reaksi tindakan individual seperti self
adalah tugas seluruh lembaga pemerintahan, protection mechanism, mekanisme pengawasan
termasuk seluruh badan atau lembaga pemerintah kedalam (inward looking mechanism) yang parsial,
daerah yang ada (Heal, 1992:205). Pandangan tidak adanya jalan keluar atas ketegangan sosial,
Heal merupakan pandangan modern mengenai dan terus menyebabkan faktor kriminogenis
pencegahan kejahatan dengan membongkar dalam ruang yang dapat berlangsung dari
limitasi pandangan tradisional mengenai persilisihan biasa hingga tindakan lain.
pencegahan kejahatan, yang umumnya masih
Fenomena penyelamatan diri sendiri ini
bersifat parsial.
karena permanennya sifat parsialitas membuat
pencegahan kejahatan tidak dapat terhubung
Kegagalan Paradigma Positivis dalam
dengan aspek kebijakan bahkan Undang-
Pencegahan Kejahatan
Undang, sehingga sulit untuk dirubah. Karena
Dominasi dari pendekatan pencegahan bagaimanapun segala keputusan mengenai
kejahatan situasional saja, dapat menyebabkan manajemen keamanan dan pencegahan di lokus
potensi pengendalian sosial sebagai salah satu kota membutuhkan berjalannya sistem di semua
bentuk dari social crime prevention melemah. 3 Agen dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai seluruh pelaksana
Padahal model pencegahan sosial diperlukan pengendalian dan pencegahan kejahatan, baik formal maupun nonformal.
Ide mengenai hubungan struktur dan agen berangkat dari teori Strukturasi
dalam kondisi ruang publik yang bersifat mix-use. oleh Anthony Giddens.
4 Konsep “dialektis” berasal dari Pemahaman Giddens (1984) mengenai
Mengacu pada memiliki karakteristik kejadian hubungan dinamis struktur dan agen.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 11


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

level. Strategi pencegahan harus mencakup strukturalis fungsionalis yang menekankan pada
seluruh kebijakan, pengukuran dan teknik norma yang stabil dalam suatu ruang.
diluar dari wilayah sistem penegakan hukum
yang bertujuan untuk mereduksi segala bentuk Model Integratif Pencegahan Kejahatan
potensi terjadinya kejahatan maupun kerugian
Pencegahan kejahatan dalam model yang
yang dialami oleh pengguna ruang publik.
integratif diawali dengan kerangka berfikir
“Inward security looking” yang bersifat parsial integratif telah dimulai oleh pemikiran Heal
ternyata tidak berhasil mencegah kejahatan di (1992) dan diikuti oleh Selmini (2010),
ruang publik, dan pencegahan kejahatan yang dimana keduanya belum membuat pemosisian
menekankan pada aparat personil keamanan pencegahan kejahatan. Heal (1992) memulai
strukturalis
ataupun cctv fungsionalis
juga tidak yang
berhasilmenekankan pada norma
mencegah pengamatan teoretis yang
denganstabil dalam suatu
mempopulerkan
kejahatan di lokasi yang telah dipersiapkan strategi pencegahan yang terintegratif. Heal
ruang.
untuk mencegah kejahatan secara situasional, melihat bahwa kegagalan pada penyelesaian
D.
danMODEL INTEGRATIF
berakibat justru pada rendahnya PENCEGAHAN KEJAHATAN
kepercayaan “pattern” dapat diselesaikan dengan pencegahan
publik
Pencegahanterhadap kejahatan
sistem (terhadap
dalam petugas
modelyangyang mengikutsertakan aspek dengan
integratif diawali struktural kerangka
dan
keamanan: karena polisi, satpol PP adalah sistem agen lokal dalam usaha pencegahan kejahatan
berfikir integratif telah dimulai oleh pemikiran Heal (1992) dan diikuti oleh Selmini
pemerintah). Bahkan pada ruang publik yang (1992). Heal (1992) mencoba untuk merubah
(2010), dimana keduanya belum membuat pemosisian pencegahan kejahatan. Heal
mendapatkan pengawasan dari aparat keamanan pandangan yang didominasi oleh perspektif
(1992)
jugamemulai
tidak dapat pengamatan
mencegah terjadinyateoretis dengan mempopulerkan strategi pencegahan
kejahatan. mikro kepada level meso dan makro dengan
yangKeadaan
terintegratif. Heal melihat bahwa kegagalan
ini semakin mendorong keadaan mengikutkan pada penyelesaian
struktur, kebijakan, “pattern”
dan peran dapat
pencegahandengan
diselesaikan kejahatanpencegahan
kedalam. Kelemahan
yang mengikutsertakan
akademisi dan praktisiaspek
dalamstruktural
pembahasandan atas agen
lokaldari pendekatan
dalam usaha positivis juga berujung
pencegahan pada pencegahan
kejahatan (1992).kejahatan. Pemikiranmencoba
Heal (1992) Heal dapat untuk
ignorance
merubah dari masyarakat
pandangan yang atasdidominasi
kejahatan yangolehdigambarkan
perspektifsebagai
mikro berikut:
kepada level meso dan
berakibat dari ketiadaan kepastian hukum dan
makro dengan mengikutkan struktur, kebijakan, Pencegahan dan kejahatan
peran akademisi
terhadap danbentukpraktisi
rasa terlindungi dari aparat keamanan formal
dalam pembahasan atas pencegahan kejahatan. situasi kejahatan
Pemikiran yang
Healberkelanjutan tidak
dapat digambarkan
dan pelunturan dari traditional values, yang
sebagai berikut: bisa didekati dengan pendekatan penegakan
terakhir ini merupakan bantahan atas pandangan

Perjalanan Pemikiran Dalam Studi Pencegahan Kejahatan


(Anggi Aulina)

Pencegahan kejahatan terhadap bentuk situasi kejahatan yang berkelanjutan


tidak bisa didekati dengan pendekatan penegakan hukum semata, karena
12 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017
pendekatan hukum hanya bertujuan untuk menyelesaikan peristiwa kejahatan yang
tertangani oleh kepolisian. Hal itu tidak memaksimalkan potensi pencegahan
Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

hukum semata, karena pendekatan hukum bentuk posmodernis yang menekankan pada
hanya bertujuan untuk menyelesaikan peristiwa bentuk lokal kejahatan, keadilan, hukum dan
kejahatan yang tertangani oleh kepolisian. Hal komunitas. Paradigma integratif ini dilihat
itu tidak memaksimalkan potensi pencegahan Barack (2002) berkembang terutama pada abad
kejahatan. Sebaiknya pencegahan kejahatan ke-21 (Barack, 2002) terutama dalam kaitannya
berhubungan dengan pemahaman akan struktur dengan kriminologi dan penologi. Adapun
(faktor spasial/ruang, ekonomi, urban, politik, pemikir posmodern lainnya, seperti Henry
globalisasi; makro), subyek (agen pencegahan dan Milovanovich (1996) melihat pendekatan
kejahatan/mikro) dan sistem (kebijakan, potensi integratif5 sebagai usaha untuk memahami dan
ketetanggan/meso). menjelaskan kejahatan melalui pemahaman
diluar kebiasaan penjelasan fragmentatif
Adapun menurut Barack (2002), konsep
didalam kriminologi, yang menuju kepada teori
dan model integratif adalah pendekatan yang
multidisipliner (Henry & Milovanovich, 1996,
menyediakan ruang bagi diversifikasi model
xi).
yang lebih luas serta ruang bagi kreatifitas
pluralitas pengetahuan, baik didalam maupun Parsialitas dalam pencegahan kejahatan
antar batasan disiplin ilmu. Pendekatan masih berhasil pada lokus-lokus yang lebih kecil
integratif memiliki tujuan untuk memperluas dan terbatas, sedangkan pada lokus seperti ruang
batasan jangkauan dan aplikasi dari teori non- publik model pencegahan tidak bisa bersifat rigid.
integratif tentang kejahatan dan hukuman. Upaya integrasi pencegahan kejahatan adalah
Dalam perkembangan ilmu kriminologi, banyak suatu upaya untuk melakukan pelenturan dalam
ahli kriminologi yang mulai menggunakan bentuk pengawasan „dialektis“ dan integrasi
pandangan integratif dan interdisiplin, selain akan model-model pencegahan kejahatan yang
pandangan modernis dan posmodernis (Barack, ada baik pada aspek institusi formal, kebijakan
2002; Henry & Milovanovich, 1996: 144). dan masyarakat atau pada level situasional,
komunitas dan masyarakat.
Menurut Barack (2002) pendekatan
integratif terbagi menjadi dua, yaitu model
Penutup
integratif yang fokus pada pembahasan mengenai
perilaku dan aktivitas kejahatan dan yang fokus Pendekatan holistik membuat teori-
pada hukuman dan pengendalian kejahatan. teori yang mendasari masing-masing studi
Barack (2002) mengklasifikasikan teori integratif dalam pengendalian kejahatan dapat dilihat
kedalam pendekatan formalistik yaitu yang kembali secara hollistik. Pandangan holistik
mengandung pernyataan proposisional dari dua dan terintegrasi membuat studi mengenai
atau lebih teori yang berasal dari disiplin yang sama pengendalian dan pencegahan kejhatan
dan teori integratif yang kurang formalistik, yaitu mempunyai dampak pada konsepsi penanganan
yang mengandung atau mengkonseptualisasikan yang terintegrasi. Diskusi mengenai Pencegahan
hubungan resiprokal dan interaktif antara kejahatan dalam model yang integratif diawali
beberapa level dan motivasi manusia, organisasi dengan kerangka berfikir integratif telah
sosial dan hubungan struktural (Barack, 2002). dimulai oleh pemikiran Heal (1992) dan diikuti
Adapun model pendekatan integratif dibedakan oleh Selmini (2010). Heal (1992) memulai
menjadi dua, yaitu model model modernis, yang pengamatan teoretis dengan mempopulerkan
menekankan pada sentralitas dari teori dalam
5 Beberapa contoh pendekatan integratif misalnya: pendekatan integratif
usaha ilmiah serta konstruksi model kausalitas dari Box (1983) untuk memahami kejahatan korporasi; Braithwaite (1989),
Coleman (1987, 1994) kejahatan kerah putih (Henry & Milovanovich,
yang dapat memprediksi pelanggaran, dan 1996: 145-150).

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 13


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

strategi pencegahan yang terintegratif. Criminology Review 2(1) (1999).


Heal menekankan pada pencegahan yang
Giddens, Anthony. The Constitution of
mengikutsertakan aspek struktural dan agen
Society. Outline of the Theory of Structuration.
lokal dalam usaha pencegahan kejahatan
Cambridge: Polity Press, 1984.
(1992). Heal (1992) mencoba untuk merubah
pandangan yang didominasi oleh perspektif Gilling, Daniel. Crime Prevention. Theory,
mikro kepada level meso dan makro dengan Policy and politics. London: University College
mengikutkan struktur, kebijakan, dan peran London (UCL), 1997.
akademisi dan praktisi dalam pembahasan atas
Gilsinan, James F. Criminology and Public
pencegahan kejahatan. Model pencegahan
Policy. An Introduction. Englewood Cliffs:
kejahatan Integratif memandang masalah
Practice Hall, 1990.
kejahatan dalam “dialektik makro-meso-mikro”
dalam intervensi terhadap eskalasi kejahatan Heal, Kevin. “Changing Perspectives on
di ruang publik. Dilihat dari keterbatasan Crime Prevention: The Role of Information and
model pencegahan kejahatan berparadigma Structure.”Crime, Policing and Place: Essays in
positivis, maka model integratif pencegahan environmental criminology. Ed. David Evans J. et
kejahatan berupaya untuk melakukan telaah al., London: Routledge. 1992. 205-216.
perkembangan teoretis terhadap permasalahan
sebuah fenomena kejahatan yang berkelanjutan Henry, Stuart and Dragan Milovanovich.
di ruang publik perkotaan. Constitutive Criminology. Beyond Postmodernism.
London: Sage Publications,1996.
Daftar Pustaka Hope, Tim. “Community Crime Prevention
in Britain: A strategic Overview. Criminology
Barack, Gregg. “Integrative Theories”.
and Criminal Justice”Criminal Justice 1:4 (2001):
Encyclopedia of Crime and Punishment. Ed. David
421-439.
Levinson. Sage, 2002.
Lefebvre, Henri. The Production of Space.
Birkbeck, Christopher. “The Market for
Oxford UK & Cambridge USA: Blackwell,
Scientific Crime Prevention: A Comparative
2003.
Study of Canada and Venezuela.”European
Journal on Criminal Policy and Research 11 (2005): Leiner, Mark. M and Stuart Henry. Essential
321-346. Criminology. Colorado: Westview Press, 2004.
Clancey, Garner, et al., “Crime Prevention Liska, Allen E. “A Critical Examination of
through Environmental Design (CPTED) and Macro Perspectives on Crime Control.”Annual
the new south Wales Crime Risk Assesement Review of Sociology13 (1987): 67-88.
guidelines: a Critical Review.”Crime Prevention
and Community Safety14:1(2012): 1-15. Milovanovich, Dragan. “Duelling
Paradigms: Modernist v. Postmodernist
Clarke, Ronald V. “Situational Crime Thought.”Humanity and Society19:1 (1995):
Prevention.”Crime and Justice: Building a safer 1-22.
Society: Strategic Approaches to Crime Prevention19
(1995): 91-150. Mitchell, Don. The Right to the City. Social
Justice and the Fight for Public Space. New York &
Currie, Elliot. “Reflections on Crime London: The Guilford Press, 1961.
and Criminology at the Millenium.”Western

14 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

Pacione, Michael. Urban Geography. A Global Tadié, JérÔme. Wilayah Kekerasan di


Perspective. Routledge Publishing Co., 2001. Jakarta. Depok: Masup Jakarta, 2006.

Pepinsky, Harold E. Crime Control Strategies. Voigt, Lydia, et al., ed. Criminology and
An Introduction to the Study of Crime.New York Justice.New York: McGraw-Hill, Inc., 1994.
& Oxford: Oxford University Press, 1980.
Walkate, Sandra. Criminology. The Basics.
Selmini, Rossella. “The European London & New York: Routledge, 2005.
Experience of Crime Prevention.” International
White, Rob and Santina Perrone.Crime and
Handbook of Criminology. Ed. Shlomo Giora
Social Control. An Introduction. Australia: Oxford
Shoham, et al., Boca Raton: CRC Press. 2010.
University Press, 2002.
511-538.
Young, T.R. “Chaos and Crime Lecture
Shapland, Joanna. “Situational
001: Chaos Theory and Postmodern Theories of
Crime.”Encyclopedia of Law & Society: American
Crime.” (1998).
and Global Perspectives. Ed. David S. Clark. Sage
Publications, 2007. Zhao, Ruohui and Jiangong Lui. “A system’s
Approach to Crime Prevention: The Case of
Stilwell, Frank. Understanding Cities &
Macao.”Asian Criminology 6 (2011): 207-227.
Regions. Australia: Pluto Press, 1992.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 15


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat


Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan
Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa
I Made Santika
Mahasiswa Magister Ilmu Kepolisian Angkatan VII STIK-PTIK.
Jln Tirtayasa Raya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
E-mail: imadesantika38@gmail.com

Abstract

Demonstration in Indonesia on many places can be a riot and sometimes even anarchy though it had
ruled by act on Undang Undang Nomber 9/1998. Then, it can not be avoided that the police on handling
these domonstrations became on a crash (kerusuhan). The article describes Sabhara Direactorate of Police
handle demonstration in Bali. As an institution, police in Bali (Polda) couse of big numbers of demonstrations
need special police for handling demonstration that done at Sabhara Departement. It means, very important
for up grading the skill by engeneering organitazion in the case for taking savety on action of demonstration.

Key Words: empowerment; Mass Control; Handling demonstration

Abstraksi :
Walaupun secara konstitusi bahwa kegiatan penyampaian pendapat dimuka umun tersebut
telah diatur dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan
pendapat dimuka umum, Namun masih sering kita dengar dibeberapa kota di Indonesia terjadi
berbagai tindakan unjuk rasa yang berakhir dengan kericuhan maupun terkadang tindakan-tindakan
anarki lainnya, Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut pihak kepolisian harus turun tangan dan
berujung kepada bentokan antara polisi dengan massa pun tidak dapat dihindari lagi. Maka kepolisian
dalam hal ini adalah Kepolisian Daerah Bali perlu memiliki personel-personel yang melaksanakan
kegiatan pengamanan aksi unjuk rasa atau yang lebih khusus dilaksanakan oleh Direktorat Sabhara
Polda Bali yang memiliki kemampuan dan ketrampilan yang baik dalam penanganan pengamanan
unjuk rasa tersebut.

Kata Kunci : Pemberdayaan; Dalmas; Pengamanan Unjuk Rasa.

16 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

Pendahuluan membentuk pemerintahan negara Indonesia


yang disusun atau dibangun dalam suatu UUD
Sejak bergulirnya reformasi pada tahun
negara. Pernyataan atau deklarasi demikian
1998 wacana dan gerakan demokrasi terjadi
terlihat dengan tegas dalam alinea ke-4
secara massiv dan luas terjadi di Indonesia.
pembukaan UUD 45. Ini berarti, kemerdekaan
Hampir semua Negara didunia meyakini
dan kebebasan yang ingin dicapai adalah
demokrasi sebagai “tolok ukur tak terbantah dari
kebebasan dalam keteraturan, atau kebebasan
keabsahan politik”. Keyakinan bahwa kehendak
dalam tertib hukum. Dengan tertib hukum
rakyat adalah dasar utama kewenangan
inilah ingin diwujudkan tujuan memajukan
pemerintah menjadi basis tegak kokohnya
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
sistem politik demokrasi. Dari sudut bahasa
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
(etimoligis), demokrasi berasal dari bahasa
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat dan
abadi dan keadilan sosial.
Cratos atau Cratein yang berarti pemerintahan
atau kekuasaan. Jadi secara bahasa, demos- Tugas Polri dalam menghadapi unjuk
cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rasa yang dilakukan oleh masyarakat bukan
rakyat atau kekuasaan rakyat. merupakan suatu hal yang ringan, karena
disamping harus sesuai dengan Undang-undang
Demonstrasi atau dapat disebut juga
dan peraturan yang berlaku seperti undang-
sebagai aksi massa / unjuk rasa merupakan salah
undang tentang hak asasi manusia Nomor 39
satu hak rakyat yang dilindungi oleh negara
tahun 1999, Pada pasal 1 ayat 6 undang-undang
dalam konstitusi dasar dan undang-undang.
tersebut menyatakan bahwa pelanggaran hak
Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang
merupakan sarana bagi rakyat untuk menggapai
atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
tujuannya. Sebagian rakyat mengakui bahwa
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
demonstrasi merupakan salah satu cara yang
yang secara melawan hukum mengurangi,
efektif untuk mencapai kepentingannya.
menghalangi, membatasi dan atau mencabut
Perubahan yang ingin dicapai oleh sebagian
hak asasi manusia, seseorang atau kelompok
masyarakat masih meyakini bahwa kekuatan
orang yang dijamin oleh undang-undang ini.
massa yang tidak bersenjata mampu untuk
mempengaruhi kebijakan. Jika kita kaji secara Polisi merupakan salah satu pilar yang
konstitusional, demonstrasi merupakan hak yang penting. Polisi adalah hukum yang hidup. Melalui
harus dilindungi oleh pemerintah. Namun di sisi polisi ini janji-janji dan tujuan-tujuan untuk
lain, orang yang melakukan demonstrasi juga mengamankan dan melindungi masyarakat
harus mentaati peraturan perundang-undangan menjadi kenyataan. Kita dapat melihat pada era
lainnya yang berlaku. reformasi yang telah melahirkan paradigma baru
dalam segenap tatanan kehidupan bermasyrakat,
Walaupun kemerdekaan dan kebebasan
berbangsa dan bernegara yang ada dasarnya
merupakan hak asasi manusia dan sekaligus
memuat koreksi terhadap tatanan lama dan
juga hak asasi masyarakat, namun menurut
penyempurnaan kearah tatanan Indonesia baru
pembukaan UUD 45 bukanlah kebebasan
yang lebih baik. Paradigma baru tersebut antara
liar dan tanpa tujuan. Hak kemerdekaan dan
lain supermasi hukum, Hak Azasi Manusia,
keinginan luhur untuk kehidupan kebangsaan
demokrasi, transparansi dan akuntabilitas yang
(termasuk kehidupan perorangan), menurut
diterapkan dalam praktek penyelenggaran
pembukaan UUD 45, ingin dicapai dengan
pemerintahan negara termasuk didalamnya

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 17


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

penyelenggaraan fungsi Kepolisian. yang para mahasiswanya berasal dari luar wilayah
Pulau Bali sendiri. Dalam beberapa kurun waktu
Prinsip dasar dari diberlakukannya
yang lalu di wilayah provinsi Bali memang telah
undang-undang ini adalah bahwa Negara
banyak terjadi aksi-aksi unjuk rasa, walaupun
telah menjamin kemerdekaan menyampaikan
unjuk rasa yang terjadi di wilayah provinsi Bali
pendapat di muka umum karena hal tersebut
tersebut belum pernah menjadi aksi unjuk rasa
merupakan hak asasi dari setiap manusia yang
yang bersifat anarki namun diperlukan kesiapan
dijamin oleh undang-undang dasar 1945 dan
dari aparat kepolisian setempat untuk dapat
deklarasi universal hak-hak asasi manusia serta
mengantisipasinya. Kegiatan penyampaian
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
pemikiran baik secara lisan maupun tulisan di
umum merupakan wujud demokrasi dalam
tempat-tempat umum tentunya dapat dilakukan
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dengan cara-cara yang santun dan tidak harus
dan bernegara. Namun tentu saja didalam
dilakukan dengan aksi-aksi yang keras atau
pelaksanaannya penyampaian pendapat di muka
brutal sehingga dapat merugikan diri sendiri
umum ini harus dilaksanakan secara bertanggung
maupun kepentingan masyarakat yang lebih
jawab serta sesuai dengan peraturan perundang-
besar. Maka dalam mewujudkan hal tersebut
undangan yang berlaku, Baik antara aparat
diperlukan suatu penanganan yang baik dan
kepolisian dan massa pengunjuk rasa harus
professional dari aparat kepolisian, Namun
saling menghormati dan diharapkan pula Polri
jika yang terjadi sebaliknya atau langkah-
dapat memberikan perlindungan, pengamanan
langkah penanganannya dilakukan dengan tidak
serta menjamin bahwa kegiatan tersebut dapat
berpedoman terhadap peraturan-peraturan
terselenggara dengan baik sampai dengan
maupun SOP yang ada maka tentu saja tujuan
kegiatan tersebut berakhir.
untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di
Walaupun secara konstitusi bahwa masyarakat tidak akan dapat tercapai dan malah
kegiatan penyampaian pendapat dimuka umun akan dapat menimbulkan kerugian-kerugian,
tersebut telah diatur dalam Undang-undang baik materi maupun korban jiwa dari kedua
nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan belah pihak. Berkaitan dengan hal tersebut,
menyampaikan pendapat dimuka umum,
Maka kepolisian dalam hal ini adalah
Namun masih sering kita dengar dibeberapa
Kepolisian Daerah Bali perlu memiliki
kota di Indonesia terjadi berbagai tindakan
personel-personel yang melaksanakan kegiatan
unjuk rasa yang berakhir dengan kericuhan
pengamanan aksi unjuk rasa atau yang lebih
maupun terkadang tindakan-tindakan anarki
khusus dilaksanakan oleh Direktorat Sabhara
lainnya, Sehingga untuk mengantisipasi hal
Polda Bali yang memiliki kemampuan dan
tersebut pihak kepolisian harus turun tangan dan
ketrampilan yang baik dalam penanganan
berujung kepada bentokan antara polisi dengan
pengamanan unjuk rasa tersebut.
massa pun tidak dapat dihindari lagi.

Provinsi Bali yang terkenal sebagai salah a. Konsep Pemberdayaan


satu pulau tujuan wisata di Indonesia juga
Kata Pemberdayaan atau memberdayakan
merupakan salah satu daerah yang menjadi
jika diterjemahkan kedalam bahasa Inggris
sasaran bagi para pencari nafkah yang ada
menjadi “Empowerment” dan “Empower” yang
didaerah lainnya, dan bahkan saat ini provinsi
dalam pengucapannya juga harus diucapkan
Bali telah menjadi kota pendidikan karena di
secara hati-hati agar tidak terpeleset menjadi
Bali telah banyak berdiri universitas-universitas
“memperdayakan”, Menurut Merriam Webster

18 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

dan Oxford English Dictionary kata “Empower” terencana dan sistimatis yang dilaksanakan
mengandung dua arti yaitu “to give power” secara berkesinambungan baik bagi individu
or authority to, dan pengertian kedua yaitu maupun kolektif, guna mengembangkan daya
“to give ability or enable” Dalam pengertian (potensi) dan kemampuan yang terdapat dalam
pertama diartikan sebagai “memberi kekuasaan, diri individu dan kelompok masyarakat sehingga
Mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan mampu melakukan transformasi sosial.
otoritas kepada pihak lain”, sedangkan dalam
Kemudian penulis juga menggunakan
pengertian kedua, diartikan sebagai “upaya
konsep dan teori yang dikemukakan oleh
untuk memberi kemampuan atau keberdayaan”
Freire (1992) yang mengatakan bahwa proses
sebagaimana yang dikutip oleh Onny S. Prijono
pemberdayaan sebagai metode yang mengubah
dan A.M.W. Pranarka dalam Pemberdayaan,
persepsi individu agar dapat beradaptasi dengan
Konsep, Kebijakan dan Implementasi (1996:03)
lingkungannya, Untuk menumbuhkan kesadaran
Menurut Oakley dan Marsden (1984) yang atau dorongan dalam diri seseorang diperlukan
dikutip oleh A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar,
Moeljarto (1996:57) dalam Pemberdayaan, Karena keinginan seseorang untuk berkembang
Konsep, Kebijakan dan Implementasi, atau mengubah keadaan tidak terlepas dari
menyebutkan bahwa ide yang menempatkan kemampuan individu yang ditentukan oleh
manusia lebih sebagai subyek dari dunianya tingkat pendidikan, ketrampilan yang dimiliki,
sendiri mendasari dibakukannya konsep lingkungan, serta konteks budaya. Termasuk
pemberdayaan (empowerment). dalam budaya yang melingkupinya adalah
interelasinya dengan anggota kelompok beserta
Menurut Robert Dahl (1963) yang dikutip
distribusi kekuasaan dalam kelompok tersebut.
oleh A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika
Moeljarto dalam Pemberdayaan, Konsep, Dan yang terakhir penulis juga
Kebijakan dan Implementasi (1996:62), mempedomani konsep dan teori yang
Mengatakan bahwa pemberdayaan sering dikemukakan oleh Molyneux (1985), Bahwa
disamakan dengan perolehan kekuatan dan pemberdayaan merupakan suatu langkah
akses terhadap sumber daya untuk mencari yang strategis, Dalam pemberdayaan pekerja
nafkah, Kekuatan menyangkut kemampuan diperlukan perbaikan melalui perubahan
pelaku untuk mempengaruhi pelaku ke-2 untuk institusi-institusi yang meletakkan pekerja pada
melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak sisi subordinasi, Perubahan yang dimaksud
diinginkan oleh pelaku ke-2. Oleh karena itu diantaranya memberikan jaminan perlakuan
pemberdayaan, “ would have be having or being secara adil terhadap pekerja dan memberikan
given power to influence or control”. tingkat kesejahteraan yang memadai, Sehingga
para pekerja tersebut dapat meningkatkan
Teori dan konsep pemberdayaan yang
kemampuan fisiknya yang terlihat pada
dikemukakan oleh Maslow (1984), Bahwa
penguasaan keterampilan sesuai dengan jenis
proses pemberdayaan di bidang pendidikan
pekerjaannya dan juga untuk meningkatkan
merupakan pendekatan holistik yang meliputi
kemampuan intelektualnya agar dapat bekerja
pemberdayan sumber daya manusia, sistim
secara efektif dan efisien.
belajar mengajar, institusi atau lembaga
pendidikan dengan segala sarana dan prasarana Berdasarkan adaptasi dari ketiga teori
pendukungnya, Pemberdayaan sebagai proses dan konsep diatas maka dapat diketahui
belajar mengajar yang merupakan usaha bahwa langkah-langkah pemberdayaan yang

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 19


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

berkaitan dengan penulisan skripsi ini yaitu dan secara sah manakala semua cara paksaan lain
tentang pemberdayaan personel Dalmas gagal atau tidak berhasil.
Ditsabhara Polda Bali yang paling tepat
adalah menggunakan adaptasi dari ketiga teori c. Pengertian Unjuk Rasa
dan konsep pemberdayaan tersebut, Maka
Dalam pasal 1 Undang-undang No.9 tahun
menurut analisa penulis, bahwa ada 3 (tiga)
1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan
hal yang menjadi pokok dari teori dan konsep
pendapat di muka umum telah disebutkan
pemberdayaan tersebut, antara lain :
tentang beberapa pengertian antara lain :
1). Pendidikan atau peningkatan pengetahuan
1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat
2). Pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,
3). Peningkatan Kesejahteraan.
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
b. Konsep Pengendalian Sosial
perundang-undangan yang berlaku.
Prof.Dr.Kamanto Sunarto dalam bukunya
2. Di muka umum adalah di hadapan orang
yang berjudul Pengantar Sosiologi (Edisi revisi)
banyak, atau orang lain termasuk juga di
(2004:54-55) yang mengutip tentang pendapat
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat
beberapa tokoh terkait dengan pengendalian
setiap orang.
social, antara lain Konsep fakta sosial dari
Emile Durkheim, Durkheim menyebutkan 3. Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan
bahwa fakta sosial dapat kita ketahui dari yang dilakukan seorang atau lebih untuk
kekuatan paksaan luar yang dijalankannya atau mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan,
yang dapat dijalankannya terhadap individu, dan sebagainya secara demonstratif di muka
Menurut Durkheim, adanya kekuatan paksaan umum.
luar ini dapat kita ketahui dari sanksi tertentu
4.    Pawai adalah cara penyampaian pendapat
atau perlawanan yang diberikan terhadap setiap
dengan arak-arakan di jalan umum.
usaha individu untuk melanggar fakta sosial.
Durkheim juga mengemukakan bahwa fakta 5. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang
sosial berada di luar individu dan memiliki daya dilakukan untuk menyampaikan pendapat
paksa untuk mengendalikan individu tersebut, dengan tema tertentu.
yang artinya bahwa individu harus mentaati
6.
Mimbar bebas adalah kegiatan
sejumlah aturan yang terdapat dalam masyarakat,
menyampaikan pendapat di muka umum
bahwa masyarakat menjalankan pengendalian
yang dilakukan secara bebas dan terbuka
sosial (social control) terhadap individu.
tanpa tema tertentu.
Kemudian disebutkan juga tentang pendapat
7.  Warga negara adalah warga Negara Republik
dari Brigitte Berger (1978) yang menyebutkan
Indonesia.
tentang cara tertua dan cara terakhir yang
digunakan masyarakat untuk menertibkan 8. Polri adalah Kepolisian Negara Republik
anggota masyarakat yang membangkang adalah Indonesia.
dengan paksaan fisik, Berger mengemukakan
bahwa semua orang hidup dalam situasi, Dimana Kemerdekaan menyampaikan pendapat
kekerasan fisik dapat digunakan secara resmi dimuka umum adalah hak asasi manusia

20 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

yang dijamin oleh Undang-undang Dasar untuk pengamanan unjuk rasa dan pengendalian
1945 dan Deklarasi universal hak-hak asasi massa (Dalmas) serta melaksanakan negosiasi.
manusia, kemudian dalam melaksanakan hak Sedangkan pada Pasal 172 ayat (2) menyebutkan
dan kewajibannya tersebut, setiap orang wajib tentang fungsi dari Subditdalmas itu sendiri
melaksanakannya secara tertib dan bertanggung yaitu :
jawab sesuai dengan peraturan perundang-
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
undangan yang berlaku. Dalam penulisan
dimaksud pada ayat (1) Subditdalmas
skripsi ini penulis akan menggunakan definisi
menyelenggarakan fungsi:
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1
butir 3 Undang-undang No. 9 tahun 1998 a. Pelatihan peningkatan kemampuan
tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat pengamanan unjuk rasa dan penggunaan
di muka umum. peralatan Dalmas;

b. Penyiapan dan pengerahan personel dan


d. Tugas Samapta Bhayangkara Polri
perlengkapannya untuk pengamanan unjuk
Dalam Pasal 166 Perkap No. 22 tahun rasa;
2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja
c. Peningkatan kemampuan dan pemberdayaan
pada tingkat kepolisian daerah yaitu tentang
negosiator untuk menghadapi unjuk rasa;
Direktorat Samapta Bhayangkara Polri atau
dan
yang disingkat menjadi Ditsabhara Polri,
Pada ayat (2) disebutkan bahwa : Ditsabhara d. Pemeliharaan dan perawatan personel dan
menyelenggarakan kegiatan Turjawali, bantuan peralatan Dalmas.
satwa, pengamanan unjuk rasa dan pengendalian
massa. Kemudian pada Pasal 168 dalam Perkap e. Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun
ini disebutkan pula bahwa: 2006 tentang Pengendalian Massa.
Ditsabhara terdiri dari: Pertimbangan dari dikeluarkannya
peraturan Kapolri ini adalah karena penyampaian
a. Subbagian Perencanaan dan Administrasi
pendapat di muka umum adalah hak setiap warga
(Subbagrenmin);
Negara untuk menyampaikan pikiran dengan
b. Bagian Pembinaan Operasional lisan/tulisan secara bebas dan bertanggung
(Bagbinopsnal); jawab sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan Negara dalam hal
c. Subdirektorat Penugasan Umum
ini yang diwakili oleh Polri wajib memberikan
(Subditgasum);
pelayanan dan pengendalian massa terhadap aksi
d. Subdirektorat Pengendalian Massa penyampaian pendapat dimuka umum tersebut
(Subditdalmas); dan atau yang disebut dengan kegiatan unjuk rasa,
Baik yang dilakukan di di jalan raya, di gedung/
e. Unit Satwa.
bangunan penting dan di lapangan/ lahan
Kemudian lebih lanjut pada Pasal 172 terbuka, serta yang dilakukan dalam kondisi
ayat (1) Perkap ini juga mengatur tentang secara tertib atau tidak tertib. Keseluruhan ini
Subditdalmas, sebagaimana yang diatur pada harus dilaksanakan secara arif, bijaksana, tegas,
Pasal 168 huruf (d), yaitu Subditdalmas bertugas konsisten dan dapat dipertanggung jawabkan
untuk menyiapkan personel dan perlengkapan secara hukum.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 21


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

Dalam Peraturan tersebut selain dijelaskan pengamatan yang dilakukan oleh penulis di
tentang beberapa pengertian yang berkaitan lingkungan kerja Ditsabhara Polda Bali, Penulis
dengan istilah-istilah dalam pengendalian telah melihat secara langsung bahwa Ditsabhara
massa, juga mengatur tentang tahapan-tahapan Polda Bali telah melakukan pelatihan-pelatihan
dalam pengendalian massa, yaitu mulai dari dalam rangka peningkatan keterampilan bagi para
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap personelnya khusunya personel Dalmas, Adapun
pengakhiran, dimana tahapan-tahapan tersebut kegiatan tersebut antara lain : Kegiatan pelatihan
dapat dilaksanakan dalam kondisi massa yang tongkat T, Borgol, Pelatihan fisik/jasmani, Bela
masih tertib atau situasi Hijau, Kondisi massa diri Polri, Perpoldas maupun Bela diri judo, Hal
yang sudah menunjukkan sikap tidak tertib ini dimaksudkan agar para personel Dalmas
atau yang disebut dengan situasi kuning dan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang
Kondisi massa yang sudah melakukan tindakan nantinya akan menunjang dalam pelaksanaan
yang brutal atau melakukan perusakan terhadap tugas-tugasnya di kemudian hari, khususnya
fasilitas umum dan penyerangan terhadap dalam rangka pengamanan kegiatan unjuk rasa
petugas atau yang disebut dengan situasi merah. di wilayah hukum Polda Bali. Beberapa hal yang
Selain hal-hal tersebut didalam Perkap No perlu di evaluasi sebagaimana disampaikan diatas,
16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, yaitu Bahwa berbagai jenis kegiatan pelatihan-
juga mengatur tentang kewajiban yang harus pelatihan yang telah dilaksanakan secara rutin
dilakukan oleh personel yang melakukan dan berkelanjutan tersebut tidak mendapatkan
pengamanan unjuk rasa sekaligus larangan yang dukungan dana atau anggaran dari DIPA
tidak boleh dilakukan oleh personel tersebut. Ditsabhara Polda Bali, sehingga pelaksanannya
tidak dapat dilaksanakan secara terencana dan
Pemberdayaan Personel Dalmas terjadwal dengan baik dan maksimal. Namun
Direktorat Sabhara Polda Bali Dalam kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan
Peningkatan Kemampuan Pengamanan kemampuan para personel Dalmas tersebut
Unjuk Rasa. selama ini selalu menggunakan dana dukungan
operasi Ditsabhara Polda Bali (Dukops
Dengan adanya dukungan dari masyarakat
Ditsabhara Polda Bali), yang jumlahnya tentu
maupun dari faktor-faktor yang bersifat
saja sangat kecil sekali yaitu sekitar 2 (dua) kali
internal di Ditsabhara Polda Bali, yang selama
pelaksanaan kegiatan dalam 1 tahun. Sehingga
ini telah menunjang pelaksanaan tugas-tugas
hal tersebut dapat berimplikasi terhadap tidak
pengamanan unjuk rasa di wilayah hukum Polda
maksimalnya kegiatan pelatihan dan cendrung
Bali, Maka hal-hal yang bersifat positif tersebut
dilakukan secara formalitas saja. Tentunya hal ini
perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi,
akan berdampak terhadap tidak optimalnya hasil
agar manfaat yang ditimbulkan dapat lebih besar
dari kegiatan pelatihan dimaksud, serta terjadi
lagi pengaruhnya untuk mencapai keamanan
kecendrungan akan penurunan kemampuan dari
ketertiban masyarakat yang kondusif dan
para personelnya.
stabil. Namun jika dikaitkan dengan konsep-
konsep pemberdayaan yang dibutuhkan untuk Perkembangan zaman dan masyarakat yang
meningkatkan kemampuan para personelnya semakin dinamis tentunya akan menimbulkan
dalam rangka pengamanan unjuk rasa di wilayah suatu tantangan kerja yang semakin tinggi dan
hukum Polda Bali, Penulis menilai bahwa masih kompleks, oleh sebab itu dibutuhkan personel-
diperlukan evaluasi di dalam pelaksanaannya, personel Polri yang memiliki kemampuan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil yang baik dan professional, khusunya personel

22 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

Dalmas di Ditsabhra Polda Bali dalam rangka diperlukan perbaikan melalui perubahan
pengamanan kegiatan unjuk rasa, agar dalam institusi-institusi yang meletakkan pekerja pada
pelaksanaan kegiatan pengamanan tersebut sisi subordinasi, Perubahan yang dimaksud
dapat tetap berhasil seperti yang dicapai saat ini. diantaranya memberikan jaminan perlakuan
secara adil terhadap pekerja dan memberikan
Dengan menggunakan teori dan konsep
tingkat kesejahteraan yang memadai, Sehingga
pemberdayaan, sebagaimana yang telah penulis
para pekerja tersebut dapat meningkatkan
uraikan diatas, yaitu dengan teori dan konsep
kemampuan fisiknya yang terlihat pada
pemberdayaan yang dikemukakan oleh Maslow
penguasaan keterampilan sesuai dengan jenis
(1984), Bahwa proses pemberdayaan di bidang
pekerjaannya dan juga untuk meningkatkan
pendidikan merupakan pendekatan holistik
kemampuan intelektualnya agar dapat bekerja
yang meliputi pemberdayan sumber daya
secara efektif dan efisien.
manusia, sistim belajar mengajar, institusi atau
lembaga pendidikan dengan segala sarana dan Berdasarkan adaptasi dari ketiga teori
prasarana pendukungnya, Pemberdayaan sebagai dan konsep diatas maka dapat diketahui
proses belajar mengajar yang merupakan usaha bahwa langkah-langkah pemberdayaan yang
terencana dan sistimatis yang dilaksanakan berkaitan dengan penulisan artikel ini yaitu
secara berkesinambungan baik bagi individu tentang pemberdayaan personel Dalmas
maupun kolektif, guna mengembangkan daya Ditsabhara Polda Bali yang paling tepat
(potensi) dan kemampuan yang terdapat dalam adalah menggunakan adaptasi dari ketiga teori
diri individu dan kelompok masyarakat sehingga dan konsep pemberdayaan tersebut, Maka
mampu melakukan transformasi sosial. menurut analisa penulis, bahwa ada 3 (tiga)
hal yang menjadi pokok dari teori dan konsep
Kemudian penulis juga menggunakan
pemberdayaan tersebut, antara lain :
konsep dan teori yang dikemukakan oleh
Freire (1992) yang mengatakan bahwa proses 1). Pendidikan atau peningkatan pengetahuan
pemberdayaan sebagai metode yang mengubah
2). Pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan
persepsi individu agar dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, Untuk menumbuhkan kesadaran 3). Peningkatan Kesejahteraan.
atau dorongan dalam diri seseorang diperlukan
Ketiga teori dan konsep pemberdayaan
intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar,
tersebut, kemudian akan dilakukan proses
Karena keinginan seseorang untuk berkembang
analisis oleh penulis, apakah telah sesuai dengan
atau mengubah keadaan tidak terlepas dari
pelaksanaan pemberdayaan personel Dalmas
kemampuan individu yang ditentukan oleh
yang selama ini telah dilakukan oleh Ditsabhara
tingkat pendidikan, ketrampilan yang dimiliki,
Polda Bali dalam peningkatan kemampuan para
lingkungan, serta konteks budaya. Termasuk
personel Dalmasnya dalam rangka pengamanan
dalam budaya yang melingkupinya adalah
unjuk rasa di wilayah hukum Polda Bali.
interelasinya dengan anggota kelompok beserta
distribusi kekuasaan dalam kelompok tersebut.
1) Pendidikan
Dan yang terakhir penulis juga
mempedomani konsep dan teori yang Pendidikan adalah salah satu faktor
dikemukakan oleh Molyneux (1985), Bahwa yang sangat penting dalam suatu proses
pemberdayaan merupakan suatu langkah pemberdayaan, pendidikan berfungsi untuk
yang strategis, Dalam pemberdayaan pekerja mengembangkan kemampuan, meningkatkan

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 23


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

mutu dan kualitas dari pekerjaan yang dilakukan, karena pengetahuan yang akan diterima oleh
Dengan kata lain, pendidikan berfungsi sebagai personel Dalmas yang ada, akan menjadi
sarana pemberdayaan bagi setiap personel berkurang, karena materi yang disampaikan
dalam menghadapi pekerjaan yang dibebankan oleh perwakilan perwira maupun isi dalam
kepadanya, agar dapat dilaksanakan secara baik Perkap tersebut tentunya akan tidak
dan professional serta tidak bertentangan dengan selengkap dengan materi yang diterima pada
peraturan yang berlaku. Berdasarkan data yang saat mengikuti kejuruan secara langsung.
ada, Personel Dalmas Ditsabhara Polda Bali, Permasalahan lainnya yang muncul adalah,
memiliki rata-rata level pendidikan pada tingkat bahwa dari keseluruhan perwira yang ada
SMU. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya di Ditsabhara Polda Bali, yang memiliki
pengendalian yang lebih, dalam melaksanakan sertifikasi sebagai instruktur Dalmas atau
tugas pengamanan kegiatan unjuk rasa, agar pernah mengikuti pendidikan kejuruan
dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal-hal yang Dalmas hanya 1 orang saja, sedangkan
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. perwira lainnya dalam memberikan pelatihan
Berkaitan dengan pendidikan yang diberikan hanya berpedoman kepada pengalaman
kepada personel Dalmas Ditsabhara Polda maupun isi yang terdapat pada Perkap 16
Bali, Penulis merasakan bahwa ada beberapa tahun 2006 tentang pengendalian massa saja,
kelemahan dan kekurangan yang terjadi dalam tentu saja hal ini akan berpengaruh terhadap
pelaksanaannya khususnya dalam menerapkan keakuratan informasi yang diberikan kepada
pemberdayaan itu sendiri, antara lain kelemahan para personel Dalmas yang dilatih.
dan kekurangan tersebut adalah :
c) Peningkatan pengetahuan secara formal
a) Berdasarkan data yang diperoleh peneliti mengenai materi peraturan perundang-
pada saat melaksanakan penelitian, yaitu undangan maupun peraturan lainnya yang
pada kurun waktu tahun 2013 sampai dengan berkaitan dengan tugas-tugas atau fungsi
februari 2014, jumlah personel Dalmas Dalmas, dilaksanakan dengan intensitas
Ditsabhara Polda Bali yang melaksanakan waktu yang sangat relatif kecil sekali atau
kejuruan Instruktur Dalmas maupun hanya dilakukan pada saat-saat tertentu,
pasukan Dalmas hanya berjumlah sekitar selanjutnya kegiatan tersebut dilaksanakan
23 personil. Jumlah tersebut adalah sangat secara proses non formal, seperti pada saat
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah apel, pada saat kegiatan latihan dan pada
keseluruhan personel di subdit Dalmas saat pra kegiatan pengamanan (AAP) dan
sendiri yang berjumlah sekitar 336 personil. maupun waktu diskusi secara internal lainnya
dengan para personel Dalmas maupun
b) Pendidikan terkait dengan fungsi Dalmas
negosiator.
yang dilakukan oleh Ditsabhara Polda
Bali adalah bersifat non formal dan tidak d) Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan
terstruktur, artinya dalam pelaksanaannya diluar pendidikan kedinasan Polri seperti
hanya diberikan oleh para perwiranya yang di perguruan tinggi atau universitas yang
pernah mendapatkan kejuruan Dalmas diikuti oleh para personel Dalmas dalam
ditambah dengan mempedomani pada isi rangka untuk meningkatkan pengetahuan
Perkap 16 tahun 2006 tentang pengendalian nya di bidang akademis, Ditsabhara Polda
massa saja. Hal ini berarti bahwa pola Bali sendiri belum memberikan aturan atau
pendidikan tersebut menurut penulis tidak ketentuan yang jelas mengatur dalam hal ini,
dapat memberikan hasil yang optimal, Sehingga terkadang muncul keragu-raguan

24 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

kepada anggota terkait dengan permasalahan politik atau tahun pemilu, yang diprediksi
perizinan untuk melaksanakan perkuliahan akan banyak terjadi kegiatan pengamanan-
diluar jam kantor/dinas. pengamanan maupun unjuk rasa di seluruh
wilayah Indonesia.
Dari beberapa kesimpulan diatas, maka jika
disandingkan dengan data-data hasil penelitian c) Belum adanya suatu peraturan yang bersifat
yang diperoleh oleh penulis saat melakukan tegas pada Ditsabhara Polda Bali yang
penelitian di Ditsabhara Polda Bali, maka mengatur tentang peningkatan pengetahuan
tentunya ada beberapa alasan daripada penulis, bagi para personilnya khusunya personel
beberapa alasan tersebut antara lain : Dalmas dalam rangka peningkatan
kemampuan pengamanan unjuk rasa, baik
a) Bahwa dalam rangka melaksanakan proses
yang dilaksanakan secara formal maupun
pemberdayaan di bidang pendidikan bagi
non formal serta pendidikan yang berkaitan
personel Dalmas Ditsabhara Polda Bali
dengan kedinasan Polri maupun pendidikan
seperti dengan peningkatan wawasan dan
umum lainnya.
pengetahuan para personel tersebut tidak
saja hanya terbatas dalam jumlah dana yang
2) Pelatihan untuk meningkatkan
dianggarkan tetapi juga terbatas dalam durasi
ketrampilan
kegiatan peningkatan pengetahuan tersebut.
Tidak didukungnya kegiatan-kegiatan bidang Jika berbicara tentang ketrampilan tentu
pendidikan atau peningkatan pengetahuan saja hal tersebut adalah hal yang sangat penting
bagi para personel Dalmas Ditsabhara Polda sekali, terlebih lagi profesi Polri, khususnya
Bali dalam mata anggaran DIPA adalah inti bidang pengendalian massa, dibutuhkan
dari maksud yang ingin disampaikan oleh kemampuan maupun ketrampilan yang benar-
penulis, walaupun untuk biaya pelatihan- benar matang dan mumpuni, sehingga dapat
pelatihan guna meningkatkan pengetahuan melaksanakan tugas-tugas dan tanggung
bagi personelnya, selama ini masih jawabnya dalam mengamankan kegiatan unjuk
menggunakan dana dari Dukops Ditsabhara, rasa maupun kegiatan masyarakat lainnya
namun tentu saja hasilnya tidak akan optimal dapat berlangsung dengan baik dan lancar
dan juga banyak terdapat keterbatasan- serta sesuai dengan peraturan perundang-
keterbatasan baik besar dana yang dapat undangan yang berlaku. Berkaitan dengan hal
digunakan maupun intensitas kegiatan yang tersebut, maka berdasarkan data-data temuan
diperbolehkan untuk dilakukan. penelitian yang diperoleh oleh penulis saat
melaksanakan penelitian di Ditsabhara Polda
b) Belum adanya komitmen yang tinggi dari para
Bali serta jika dikaitkan dengan teori dan konsep
pimpinan Polri untuk lebih memprioritaskan
pemberdayaan, maka penulis menganalisa bahwa
terhadap kegiatan pendidikan kejuruan
pelaksanaan pelatihan dalam rangka untuk
fungsi Dalmas dan pendukungnya serta
meningkatkan ketrampilan personel Dalmas
komitmen terhadap alokasi dana operational
Ditsabahara Polda Bali telah sesuai dengan
bagi pendidikan maupun pelatihan bagi
konsep-konsep pemberdayaan yang diutarakan
personel Dalmas, hal ini terbukti dengan
oleh penulis, adapun beberapa hal yang menjadi
minimnya intensitas pendidikan kejuruan
penyebab adalah sebagai berikut :
Dalmas maupun kuota personel yang berhak
mengikutinya. Terlebih lagi pada tahun a) Bahwa intensitas pelatihan ketrampilan yang
2014 ini sering disebut-sebut sebagai tahun dilaksanakan dalam rangka peningkatan

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 25


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

kemampuan pengamanan unjuk rasa personel Polda Bali berkaitan dengan pelaksanaan
Ditsabhara Polda Bali adalah cukup tinggi, pelatihan-pelatihan ketrampilan yang harus
karena berdasarkan data hasil wawancara dimiliki oleh para personelnya khususnya
serta pengamatan penulis, kegiatan pelatihan para personel Dalmas, agar mereka memiliki
tersebut dilaksanakan hampir setiap hari kemampuan yang handal sehingga dapat
selama hari kerja, dan juga pelaksanaan melaksanakan tuganya dengan baik dan
pelatihan ketrampilan bagi personel Dalmas professional dalam mengamankan kegiatan-
tersebut dilatih oleh para perwira di fungsi kegiatan masyarakat seperti unjuk rasa.
Dalmas yang memang memilki kemampuan
c) Tersedianya sarana dan prasarana serta
atau kualifikasi dibidangnya.
fasilitas yang memadai dan didukung
b)
Jenis pelatihan ketrampilan untuk pula oleh para pengendali pasukan yang
meningkatkan kemampuan personel sekaligus bertindak sebagai instruktur
Dalmas dalam rangka penanganan unjuk untuk melakukan pelatihan-pelatihan guna
rasa tersebut juga bermacam-macam serta meningkatkan ketrampilan yang mereka
waktu yang digunakan juga berganti-ganti, miliki.
sehingga personel yang dilatihkan pun tidak
merasa bosan dan selalu bersemangat. 3) Peningkatan Kesejahteraan
c) Dalam kegiatan pelatihan ketrampilan Kesejahteraan merupakan salah satu
untuk meningkatkan kemampuan personel instrument penting dalam teori dan konsep
Dalmas dalam rangka penanganan unjuk pemberdayaan yang disampaikan oleh
rasa, Ditsabhara Polda Bali telah memiliki Molyneux (1985), hal tersebut dikatakannya
sarana dan prasarana yang cukup lengkap akan dapat meningkatkan kemampuan fisik
walaupun tidak seluruhnya dalam kondisi dari para personelnya yang dapat dilihat
baik serta fasilitas bangunan yang memadai, pada penguasaan keterampilan sesuai dengan
seperti adanya sejumlah jumlah peralatan jenis pekerjaannya serta dapat meningkatkan
tongkat dan borgol dan tameng dalmas serta kemampuan intelektualnya agar dapat
kendaraan rantis dan alat komunikasi yang bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
lengkap, serta fasilitas dojo judo yang berada memperjuangkan aspirasi dan keinginan mereka
di lingkungan Ditsabhara Polda Bali sendiri. seperti perbaikan upah, peningkatan kesehatan
dan keselamatan kerja, maupun pemenuhan
Beberapa hal yang menjadi penyebab diatas
hak-hak pekerja. Prijono dan Pranarka (1996)
menurut analisis penulis terjadi karena :
dalam pemberdayaan konsep,kebijakan dan
a) Rendahnya intensitas unjuk rasa yang terjadi implementasi.
di wilayah hukum Polda Bali menyebabkan
Berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan
banyak atau luang nya waktu yang dimiliki
bagi para personel Dalmas secara khusus dan
oleh para personelnya, waktu luang
personel Ditsabahara Polda Bali secara umum,
inilah yang digunakan dan dimanfaatkan
maka penulis berdasarkan data hasil wawancara
untuk melaksanakan berbagai pelatihan-
maupun berdasarkan hasil pengamatan, dapat
pelatihan ketrampilan untuk meningkatkan
menilai bahwa peningkatan kesejahteraan para
kemampuan para personel Dalmas dalam
personel Dalmas Ditsabhara Polda Bali telah
rangka mengamankan unjuk rasa.
dilaksanakan dengan baik. Adapun beberapa
b) Adanya komitmen pimpinan di Ditsabhara alasan penulis dapat mengatakan hal tersebut,

26 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

yaitu berdasarkan temuan yang diperoleh penulis fasilitas tersebut belum dapat mengakomodir
dilapangan, antara lain : secara keseluruhan bagi para personelnya,
namun akan terus di lakukan upaya
a) Dalam pendistribusian hal yang menjadi
peningkatan dalam penyediaan fasilitasnya.
hak-hak para personel Dalmas seperti Gaji
maupun tunjangan kinerja yang diberikan Dari tiga hal pokok yang dibahas
setiap bulan melalui juru bayar Ditsabhara oleh peneliti berdasarkan teori dan konsep
Polda Bali, telah dilaksanakan dengan baik pemberdayaan yang telah diuraikan sebelumnya,
dan tidak pernah terjadi keterlambatan yaitu Pendidikan atau peningkatan pengetahuan,
dalam penyalurannya ke pada masing-masing pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan
personel Dalmas, termasuk juga dukungan dan peningkatan kesejahteraan yang telah
logistik berupa makanan dan minuman bagi dilaksanakan oleh Ditsabhara Polda Bali, maka
para personel Dalmas yang melaksanakan menurut analisis penulis ada 1 (satu) aspek yang
tugas penjagaan atau siaga on call di mako belum memenuhi kriteria yang sesuai dengan
Ditsabahara Polda Bali maupun personel teori dan konsep yang digunakan oleh peneliti,
yang terlibat pengamanan unjuk rasa atau yaitu pada aspek Pendidikan atau peningkatan
kegiatan-kegiatan pengamanan lainnya. pengetahuan. Dan 2 (dua) aspek lainnya telah
sesuai dengan teori dan konsep pemberdayaan
b) Selain memberikan hak-hak yang menjadi
yang digunakan oleh penulis, yaitu aspek
milik para personelnya dengan baik,
pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan dan
pimpinan di Ditsabahra Polda Bali juga telah
aspek peningkatan kesejahteraan. Oleh sebab
mengupayakan beberapa kegiatan-kegiatan
itu berdasarkan hasil analisis tersebut, maka
untuk meningkatkan kesejahteraan bagi para
penulis dapat membuat suatu simpulan bahwa
personelnya tersebut, antara lain dengan
Pemberdayaan personel Dalmas Ditsabhara Polda
memberikan insentif bagi para personel
Bali dalam rangka peningkatan kemampuan
Dalmas yang melaksanakan tugas-tugas
pengamanan unjuk rasa pada aspek pendidikan
penjagaan profit yang ada diwilayah hukum
dan peningkatan pengetahuan kurang berjalan
Polda Bali.
dengan optimal dan perlu banyak dilakukan
c) Pimpinan di Ditsabhara Polda Bali telah upaya peningkatan sehingga hasil didik nya juga
melakukan koordinasi dengan pihak rumah akan memberikan hasil yang maksimal, karena
sakit Polri yang ada di Polda Bali berkaitan memang kita sadari bahwa suatu kebijakan
dengan perawatan kesehatan bagi para yang berkaitan dengan permasalahan dana/
personelnya termasuk juga keluarganya anggaran membutuhkan suatu komitmen
seperti anak maupun istri dari personel dan persetujuan secara berjenjang dari satuan
tersebut yang mengalami keluhan atau tingkat pusat sampai dengan tingkat direktorat
gangguan kesehatan. Sehingga para personel di Kepolisian daerah dan dibutuhkan suatu
Polri khususnya personel Dalmas Ditsabhara pemikiran serta pertimbangan yang benar-benar
Polda Bali tidak perlu khawatir dengan biaya matang agar dapat terlaksana secara efektif
pengobatan karena berobat di rumah sakit dan efisien. Sebaliknya pada aspek pelatihan
Polri tersebut tidak dipungut biaya atau untuk meningkatkan ketrampilan serta aspek
gratis. peningkatan kesejahteraan bagi personel
Dalmas Ditsabahara Polda Bali telah dilakukan
d) Pembangunan dan penyediaan fasilitas dan
dengan baik sehingga dapat menghasilkan
sarana peristirahatan bagi para personel
para personel yang terlatih dan mumpuni dan
Dalmas Ditsabhara Polda Bali, kendatipun

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 27


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

menguasai ketrampilan yang sesuai dengan jenis yang melaksanakan kegiatan unjuk rasa,
pekerjaannya. sehingga dapat membantu menjaga massa
pengunjuk rasa agar tetap tertib, karena
Kesimpulan : masyarakat di Provinsi Bali sangat kental
dan menjunjung tinggi peran adat dalam
Pemberdayaan terhadap para personel
kehidupan sehari-harinya.
Dalmas di Ditsabhara Polda Bali dalam
meningkatkan kemampuan pengamanan unjuk 2) Perlu adanya pengkajian ulang terkait
rasa di wilayah hukum Polda Bali jika dianalisis tentang penambahan alokasi anggaran yang
dengan menggunakan teori dan konsep berkaitan dengan kegiatan pendidikan atau
pemberdayaan maka terdapat 1 (satu) kekurangan peningkatan pengetahuan dan pelatihan-
yaitu pada aspek pendidikan atau peningkatan pelatihan guna meningkatkan ketrampilan
pengetahuan sehingga dari keseluruhan jumlah dalam DIPA Ditsabhara, sehingga
personel Dalmas Ditsabhara Polda Bali yang ada, pemberdayaan personel Dalmas Ditsabhara
hanya sedikit dari jumlah tersebut yang pernah Polda Bali dalam peningkatan kemampuan
mengikuti kejuruan Dalmas atau memiliki pengamanan unjuk rasa dapat berlangsung
kualifikasi bidang pengendalian massa sesuai dengan baik.
dengan pekerjaannya saat ini. Sedangkan disisi
3) Perlu adanya koordinasi yang baik antara
lainnya bahwa pemberdayaan personel Dalmas
pimpinan di Ditsabhara Polda Bali dan
Ditsabhara Polda Bali dalam meningkatkan
Pimpinan di Biro SDM Polda Bali terkait
kemampuan pengamanan unjuk rasa, terdapat
dengan pelaksanaan proses penyegaran bagi
2 (dua) aspek yang sesuai berdasarkan teori dan
para personelnya atau yang disebut dengan
konsep pemberdayaan yang digunakan oleh
proses mutasi, sehingga para personel
penulis, yaitu pelatihan untuk meningkatkan
Ditsabhara yang telah memiliki kemampuan
ketrampilan para personelnya yang dilaksanakan
dibidang sabhara khususnya Dalmas, dapat
secara rutin dan konsisten sehingga personel
diperhitungkan dan dipertahankan terlebih
Dalmas Ditsabhara Polda Bali benar-benar
dahulu sampai dengan mendapatkan
memiliki ketrampilan yang mumpuni dan
regenerasi yang baru, untuk dipindahtugaskan
professional dalam melaksanakan bidang
pada fungsi kepolisian lainnya.
pekerjaannya. Serta aspek lainnya yang sudah
sesuai adalah aspek peningkatan kesejahteraan, 4) Perlu adanya realisasi yang kongkrit dari
yang didalamnya telah termasuk seperti jaminan pimpinan Polri, terkait dengan implementasi
kesehatan dan keselamatan kerja, perbaikan program ”local boy for local job”, khususnya
upah dan pemenuhan hak-hak para personelnya. terhadap daerah-daerah yang memiliki adat
istiadat yang kuat dalam masyarakatnya,
Saran : karena akan dapat memberikan dampak yang
sangat besar bagi keberhasilan pelaksanaan
1) Perlu ditingkatkan kerjasama dan koordinasi
tugas-tugas Polri di lapangan terutama
dengan para tokoh adat serta tokoh-tokoh
berkaitan dengan komunikasi terhadap
masyarakat yang ada di wilayah jajaran Polda
masyarakat tentang permasalahan yang ada.
Bali agar selalu berperan aktif dalam menjaga
keamanan dan ketertiban serta mendukung 5)
Perlunya meningkatkan dan menjaga
pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian lainnya, motivasi kerja para personel Dalmas dengan
seperti unjuk rasa, yaitu dengan ikut memberikan ”reward and punishment” atau
memberikan pengamanan bagi warganya pemberian penghargaan terhadap anggota

28 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Pemberdayaan Personel Dalmas Direktorat Sabhara Polda Bali dalam Peningkatan Kemampuan Pengaanan Unjuk Rasa

yang mempunyai prestasi kerja baik dan PT. Refika Aditama.


pemberian teguran atau sanksi terhadap
Smelser, N.J. 1962. Teori Of Collective
anggota yang tidak melaksanakan tugas dan
Behaviour, The University, Press, New York and
kewajiban sesuai dengan peraturan yang
Chicago.
berlaku.
Veeger, 1998, Realita Sosial, Gramedia.

Daftar Pustaka
Sumber Regulasi Perundang-Undangan :
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data
Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis Republik Indonesia, Undang-Undang
dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Aplikasi, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada
Republik Indonesia, Undang-Undang RI
Hadiman.1998, Manajemen Operasional No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Polri. Jakarta. Republik Indonesia.
Horton, Paul B. 1987, Sosiologi Erlangga, Republik Indonesia, UU No. 9 tahun 1998
Jakarta, Jilid 1. tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
di Muka Umum.
Junaidi, Maskat. 1991.Kepemimpinan
Efektif Dilingkungan Polri, hlm. 36, 215, Sanyata Republik Indonesia, Peraturan Kapolri No.
Sumanasana Wira. Sespim Polri, Bandung. 22 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Daerah.
Koentjaraningrat.1998.Metode-metode
penelitian masyarakat, Cetakan IX, Edisi III, Republik Indonesia, Perkap No 16 tahun
Gramedia, Jakarta. 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Kelana, Momo. 2002. Memahami Undang- Republik Indonesia, Perkap No 8 tahun
Undang Kepolisian (Undang-Undang Nomor 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara
2 tahun 2002, Latar Belakang Dan Komentar Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara.
Pasal Demi Pasal),Jakarta: PTIK Press.
Republik Indonesia, Perkap No 4 tahun
Muhammad, Farouk & Djaali. 2005. 2010 tentang Sistim Pendidikan Polri
Metodologi Penelitian Sosial: Edisi Revisi,
Republik Indonesia, Protap No. 1 tahun
Jakarta: PTIK Press dan CV. Restu Agung.
2010 tentang Penanggulangan Anarki
Onny, Prijono, S & Pranarka,A.M.W.
STIK-PTIK, Petunjuk Teknis Penyusunan
1996. Pemberdayaan Konsep, Kebijakandan
dan Pembimbingan Skripsi Mahasiswa
Implementasi, Jakarta : Centre For Strategic
STIK. Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
And InternationalStudies
Kepolisian, Nomor : Kep/65/IX/2012 Tanggal
Sunarto,Kamanto.2004.Pengantar Sosiologi 25 September 2012. Jakarta: PTIK
(Edisi Revisi), Jakarta: LembagaPenerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sedarmayanti. 2014. Restrukturisasi Dan


Pemberdayaan Organisasi (Untuk Menghadapi
Dinamika Perubahan Lingkungan), Bandung:

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 29


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

Komunikasi Nonverbal
dalam Budaya Kepolisian
Vinta Sevilla1, Ratu Laura M.B.P2
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UPN “Veteran” Jakarta, Indonesia
ratulaurambp@yahoo.com

Abstract
Nonverbal communication is one form of communication that is often done by humans, both conscious
and unconscious. Nonverbal communication is different from verbal or verbal communication, nonverbal
communication is a communication where the message is packed without word so that the interpretation
of each person to memaknain] yes. The Indonesian National Police use uniforms with symbols adapted to
rank up to their services. This includes into nonverbal communication, which each symbol has meaning
and is understood by everyone who interacts with it. This study aims to determine the role of nonverbal
communication and its creation and meaning in the culture of the police. Based on the findings in nonverbal
communication research on police culture more leads to the hierarchy of honor and courtesy. There are no
specific or written standards on how to communicate.

Keywords: Nonverbal Communication, Police Culture, Honorary Hierarchy, Courtesy

Abstrak
Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang seringkali dilakukan oleh
manusia baik yang disadari maupun tidak disadari. Komunikasi nonverbal berbeda halnya dengan
komunikasi verbal atau lisan, komunikasi nonverbal yaitu komunikasi dimana pesannya dikemas
tanpa kata sehingga adanya interpretasi setiap orang untuk memaknain]ya. Kepolisian Republik
Indonesia menggunakan seragam beserta lambang-lambang yang disesuaikan dengan pangkat
hingga jasanya. Hal ini termasuk kedalam komunikasi nonverbal, yang mana setiap lambang memliki
arti dan dimaknai oleh setiap orang yang berinteraksi dengannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran komunikasi nonverbal serta penciptaan dan pemaknaannya didalam budaya
kepolisian. Berdasarkan temuan dalam penelitian komunikasi nonverbal pada budaya kepolisian
lebih mengarah kepada hirarki kehormatan dan kesopanan. Tidak ada patokan yang khusus atau
tertulis bagaimana cara berkomunikasi.

Kata Kunci : Komunikasi Nonverbal, Budaya Kepolisian, Hirarki Kehormatan, Kesopanan

30 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

Pendahuluan Meskipun terdapat beberapa komunikasi


nonverbal yang bersifat universal, setiap budaya
“We cannot not Communicate”. Sepenggal
memiliki komunikasi nonverbal yang tidak sama
kalimat yang sering kali didengar oleh orang-
satu dengan yang lain
orang yang bergelut dibidang ilmu komunikasi
ini menyatakan bahwa bahwa manusia Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
sebagai makhluk sosial tidak akan bisa apabila merupakan sebuah organisasi yang langsung
tidak berkomunikasi. Manusia berinteraksi, dibawahi oleh Presiden Republik Indonesia
menjalankan hidup, melaksanakan berbagai dan memiliki tugas memelihara keamanan dan
aktivitas dengan berkomunikasi. ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan
Melalui komunikasi, seluruh tujuan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam keseharian
dan capaian hidup dapat terlaksana. Melalui
sama halnya dengan masyarakat lainnya, polisi
komunikasi, manusia dapat menyampaikan
juga berkomunikasi dengan sesamanya baik
pikiran dan perasaannya. Beragam informasi
saat bertugas maupun tidak. Sering kita ketahui
dan pengetahuan diperoleh dari komunikasi.
bahwa polisi menggunakan simbol-simbol
Aktualisasi diri hingga pemeliharaan hubungan
tertentu dalam berkomunikasi, namun simbol
antar sesama manusia juga diraih melalui
tersebut masih termasuk dalam komunikasi
berkomunikasi. Tanpa berkomunikasi, seseorang
verbal.
akan terisolasi dan sulit untuk menjalani
kehidupan dengan normal. Pada penelitian ini, penulis mengangkat
tema komunikasi nonverbal dalam budaya
Dilihat dari jenis penyampaiannya,
kepolisian. Penelitian ini berfokus pada
komunikasi dibagi menjadi dua: komunikasi
pemaknaan dari atribut dan seragam kepolisian,
verbal dan komunikasi nonverbal. Segala proses
gerak tubuh, eye contact, sentuhan hingga ekspresi
komunikasi baik secara lisan dan tulisan termasuk
wajah. Berdasarkan pengamatan awal, sesama
komunikasi verbal. Pada kesehariannya, manusia
anggota kepolisian di lapangan seringkali dapat
menggunakan komunikasi verbal sebagai
saling mengenali rekannya dari penampilan dan
komunikasi yang utama untuk menyampaikan
gerak tubuh. Terkadang sekalipun mereka tidak
ide, gagasan serta pemikiran. Meskipun
menggunakan atribut atau seragam kepolisian,
demikian, komunikasi nonverbal memiliki
mereka tetap dapat mengenali satu sama lain.
peranan yang tak kalah penting. Chen (2003)
Keadaan seperti ini menjadi keunikkan tersendiri
menyatakan bahwa persepsi audiens terhadap
karena lazimnya seseorang mengenal satu sama
seorang pembicara terbentuk melalui tiga cara:
lain dengan berkenalan dan berjabat tangan.
visual-penampilan (55%), vokal-bunyi pesan
(38%), dan verbal-pesan yang disampaikan (7%). Kepolisian Republik Indonesia
Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa menggunakan seragam beserta lambang-
komunikasi nonverbal memberikan kontribusi lambang yang disesuaikan dengan keahliannya.
sebesar 93% saat seseorang berinteraksi. Hal ini pun termasuk ke dalam komunikasi
nonverbal, di mana setiap seragam tersebut
Komunikasi nonverbal adalah proses
memiliki, brifet, monogram, tanda jasa, pangkat,
komunikasi yang berlangsung tanpa
tanda kewenangan, dan tanda jabatan. Adanya
menggunakan kata-kata. Terdapat beberapa
lambang/ simbol/ tanda tersebut memiliki arti
klasifikasi komunikasi nonverbal, di antaranya
dan tanggung jawab yang berbeda. Sebagaimana
adalah penampilan, gestur, ekspresi wajah,
diketahui, untuk mendapatkan simbol tersebut
kontak mata, sentuhan, dan sebagainya.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 31


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

harus melalui berbagai latihan, dan ujian. Namun, Turner, 2007) interaksi simbolis bertumpu pada
bagaimana pemaknaan dari simbol tersebut tiga premis yaitu:
terhadap anggota kepolisian, sesama anggota
1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya
dengan jabatan yang sama, maupun antara senior
berdasarkan makna yang diberikan orang
dan junior memiliki arti yang berbeda.
lain pada mereka. Dalam hal ini individu
Di sisi lain, Kepolisian Republik Indonesia bertindak sesuai dengan apa yang mereka
memiliki beberapa satker (satuan kerja), di persepsikan terhadap suatu hal.
antaranya yaitu Brimob, Lalu lintas, Densus 88,
2. Makna tersebut diciptakan dari interaksi
Buser, Reserse Kriminal dan lain sebagainya.
antarmanusia. Individu akan mendapat
Setiap satker tersebut memiliki tugas serta citra
yangbagaimana pemaknaan
berbeda. Seringkali dari simbolcitra
ketidakselarasan tersebut pemaknaan
terhadap akan suatukepolisian,
anggota hal dari interaksi
sesamayang
anggota dengan jabatan yang sama, maupun antara senior
individu dan junior
tersebut memiliki
lakukan dengan artiindividu
yang
ini kemudian melahirkan pemahaman dan tafsir
berbeda. lain.
yang berbeda Di oleh masyarakat.
sisi lain, KepolisianSebab setiap Indonesia memiliki beberapa satker (satuan
Republik
satker dalamdipengamatan
kerja), awal memiliki
antaranya yaitu Brimob,simbol- 3.
Lalu lintas, Makna 88,dimodifikasi
Densus Buser, Resersemelalui
Kriminalproses
dan
simbol tersendiri untuk mereka berkomunikasi, interpretif. Selama proses
lain sebagainya. Setiap satker tersebut memiliki tugas serta citra yang berbeda. interaksi tersebut
dalam hal ini adalah
Seringkali komunikasi nonverbal.
ketidakselarasan citra ini kemudian pemaknaan
melahirkanyangpemahaman
sebelumnya dantelah
tafsir yang
dimaknai
berbeda oleh masyarakat. Sebab setiap satker dalam oleh pengamatan
individu akan awal memiliki
lebih simbol-
sempurna lagi
Interaksi simbolik merupakan salah satu
simbol tersendiri untuk mereka berkomunikasi, karenadalam hal tersebut
individu ini adalah
selamakomunikasi
berinteraksi
pendekatan dalam sosiologi yang diperkenalkan
nonverbal.

Kerangka Pemikiran

Interaksi Simbolik
(Gorge Herbert Mead) Peranan
a. Masyarakat Komunikasi
b. Diri Sendiri Nonverbal
c. Pikiran
Peran dan Fungsi Polri

Interaksi simbolik merupakan salah satu pendekatan dalam sosiologi yang


pertama kali olehpertama
diperkenalkan George kali
Herbert Mead Herbert Mead tahun 1934 di Universitas
oleh George dengan individu lain akan mendapat
tahun 1934 di
Chicago Universitas
Amerika Chicago
Serikat. TeoriAmerika
interaksi simbolik memfokuskan perhatiannya pada
tambahan pengetahuan menganai suatu hal
cara-cara
Serikat. Teori yang digunakan
interaksi simbolikmanusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat
memfokuskan
yang dimaknai tersebut.
melalui percakapan.
perhatiannya pada cara-cara yang digunakan
Teori
manusia untuk interaksi makna
membentuk simbolis
dan kemudian
struktur dikembangkan oleh tokoh
Menurut Blumer (dalam sosiologi dari
Veerger 1993)
mahzabmelalui
masyarakat Chicago yaitu Herbert Blumer. Blumer
percakapan. teorisendiri merupakan simbolik
interaksionisme murid dariituMead dan
memiliki
mencoba
Teori untuk meneruskan
interaksi simbolispenelitian
kemudianyang beberapa
telah di lakukan
gagasan,oleh Mead.
yang diadopsi dari Mead,
Menurut Blummer (dalam West dan Turner, 2007) interaksi simbolis bertumpu
dikembangkan oleh tokoh sosiologi dari mahzab adapun gagasan-gagasan tersebut adalah:
pada tiga premis yaitu:
Chicago yaitu Herbert Blumer. Blumer sendiri
1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya 1. berdasarkan
Konsep diri, makna
dalam yang diberikanini
konsep
merupakan
orangmurid dari mereka.
lain pada Mead dan mencoba
Dalam hal ini individu bertindak sesuai dengan apa yang
mengetengahkan bahwa manusia bukan
untuk mereka
meneruskan penelitian yang telah
persepsikan terhadap suatu hal. di
hanya sekedar individu yang melakukan
lakukan oleh Mead.
2. Makna tersebut diciptakan dari interaksi antarmanusia. Individu akan mendapat
tindakan di bawah pengaruh rangsangan-
pemaknaan akan suatu hal dari interaksi yang individu tersebut lakukan dengan
Menurut Blummer (dalam West dan rangsangan yang berasal dari luar atau dalam,
individu lain.
3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Selama proses interaksi tersebut
pemaknaan yang sebelumnya telah dimaknai oleh individu akan lebih sempurna lagi
32 karena
Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017
individu tersebut selama berinteraksi dengan individu lain akan mendapat
tambahan pengetahuan menganai suatu hal yang dimaknai tersebut.
Menurut Blumer (dalam Veerger 1993) teori interaksionisme simbolik itu
memiliki beberapa gagasan, yang diadopsi dari Mead, adapun gagasan-gagasan tersebut
Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

tetapi merupakan individu yang sadar akan 1. Untuk mengetahui peran komunikasi
dirinya. Pada konsep ini individu menyadari nonverbal diranah Kepolisian RI
bahwa dirinya adalah manusia sepenuhnya.
2.
Untuk mengetahui penciptaan dan
2. Konsep perbuatan, sebab perbuatan individu pemaknaan terhadap komunikasi nonverbal
itu dibentuk selama proses interkasi dengan dalam ranah kepolisian
dirinya sendiri, maka perbuatan itu berlainan
dengan makhluk selain manusia. Dalam Metode Penelitian
hal ini individu selain berinteraksi dengan
Metode penelitian pada dasarnya merupakan
individu lainnya dia juga bisa berinterkasi
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
dengan dirinya sendiri.
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono 2013,
3. Konsep obyek, di mana individu itu hidup di 2). Metode yang digunakan di dalam penelitian
tengah-tengah obyek yang ada, yaitu individu- ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
individu yang lainnya. Dalam konsep ini kualitatif. Penulis menggunakan metode ini
dimaksudkan bahwa ada perbedaan makna dikarenakan hanya ingin menggambarkan suatu
antara individu yang satu dengan individu fenomena atau peristiwa yang terjadi pada suatu
yang lainnya. populasi. Penelitian deskriptif yang merupakan
penelitian yang dilakukan untuk mencari tahu
4. Konsep interaksi sosial, interaksi tidak hanya
atas keadaan atau objek teretentu, berkaitan
berlangsung melalui gerakan saja tetapi juga
dengan pengumpulan fakta, identifikasi, dan
melalui simbol-simbol yang perlu dipahami
meramalkan hubungan dalam dan antara
artinya, dalam berinteraksi dengan individu
variable. Penelitian ini tidak mencari atau
lainnya seorang individu itu tidak hanya
menjelaskan hubungan dan juga tidak menguji
memaknai gerakan-gerakan tetapi juga
hipotesis atau membuat prediksi.
menafsirkan simbol-simbol yang ada.
Di dalam penelitian ini penulis mengamati
5. Konsep Joint action, di mana perbuatan
keadaan yang sebenarnya yang terjadi di lapangan
kolektif yang lahir dari atas perbuatan
dan disanalah penulis mengumpulkan informasi
masing-masing individu dicocokkan satu
sercara terperinci mengenai Komunikasi
sama lainnya. Dalam hal ini ditekankan
Nonverbal dalam Budaya Kepolisian.
tentang adanya penyesuaian diri terhadap
suatu tindakan namun tetap dilakukan
pemaknaan terhadap tindakan yang akan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
dilakukan tersebut. Pada budaya Polri, penampilan fisik
merupakan salah satu bentuk komunikasi
Dalam penelitian ini penulis
nonverbal yang penting. Seragam atau pakaian
menggunakan teori interaksi simbolik dari
dinas Polri digunakan sebagai identitas utama
Herbert Blumer untuk menganalisis makna-
Polri untuk mengenali sesamanya dan dikenali
makna dari penampilan tubuh, gerakan tubuh,
masyarakat berdasarkan tugas dan fungsi jabatan.
kontak mata, dan sentuhan dalam budaya
Peraturan mengenai seragam Polri tertuang
Kepolisian.
dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015.
Tujuan Penelitian
Pakaian Dinas Polri harus dimiliki
Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah:
dan dipakai oleh setiap Polisi yang sedang

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 33


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

melaksanakan tugas. Terdapat tiga jenis pakaian topinya..kalau yang bintara ada kuningnya, kalau
dinas Polri yaitu Pakaian Dinas Umum (PDU), yang kompol sampe kombes ada melati, kalau yang
Pakaian Dinas Khusus (PDK), dan Pakaian Dinas jendral ada tambahan lagi.. padi kapas.. makin
Lainnya. Pakaian Dinas Umum merupakan tinggi makin kita hormat dan segen.. paling segen
seragam yang paling sering digunakan oleh Polri, ya kalau ketemu jendral hehe..” subyek S
terutama dalam acara-acara besar/ upacara.
Menurut premis pertama teori
interaksionisme simbolik Blummer, manusia
Seragam sebagai Simbol Hierarki bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna
yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Dengan
Menurut Samovar (2010) Pakaian selain
kata lain, manusia bertindak sesuai dengan apa
berfungsi sebagai pelindung, juga merupakan
yang mereka persepsikan terhadap suatu hal.
sebuah bentuk komunikasi. Pakaian dapat
Dalam budaya Polri, simbol-simbol hierarki
digunakan untuk menampilkan status ekonomi
terletak pada pakaian dinas yang dikenakan. Oleh
dan sosial, pendidikan, sistem kepercayaan
karena itu, para Polisi menanamkan rasa hormat
(politik, filosofi, agama), dan dapat juga menjadi
dalam perilaku berdasarkan jenis pakaian dinas
tanda identifikasi kelompok. Dalam beberapa
yang dikenakan. Hal ini sesuai dengan salah satu
budaya, pakaian dapat menjelaskan mengenai
fungsi komunikasi nonverbal yang dikemukakan
status dan keanggotaan seseorang melalui
oleh Samovar (2010), mengartikan keadaan
warna-warna tertentu.
internal, karena manusia menggunakan sistem
Serupa dengan apa yang dikatakan Samovar, pesan ini untuk menyatakan sikap, perasaan,
dalam budaya Polri, pakaian menjadi tanda dan emosi. Sadar atau tidak sadar, sengaja atau
identifikasi kelompok. Melalui pakaian, seorang tidak sengaja, manusia membuat penilaian dan
polisi langsung mampu mengenali pangkat dan keputusan yang penting mengenai keadaan
jabatan sesamanya. Semakin tinggi pangkat dan seseorang, keadaan yang dinyatakan tanpa kata-
jabatan seorang polisi, semakin ia dihormati kata.
dan disegani. Hierarki menjadi sesuatu yang
Meskipun pangkat dan jabatan merupakan
dianggap krusial. Hierarki tersebut tercermin
hal yang penting dalam budaya Polri, para subyek
dari pakaian dinas yang dikenakan para anggota
masih berpegang teguh pada budaya Indonesia
kepolisian.
untuk menghormati orang-orang yang lebih tua.
Subyek P menyatakan bahwa dalam Hal inilah yang menjadi sebuah dilemma ketika
budaya kepolisian, para anggota sudah diajarkan mereka berhadapan dengan polisi-polisi yang
mengenai hierarki mulai dari pendidikan berumur lebih tua namun memiliki pangkat lebih
awal. Sejak subyek P mengenyam pendidikan rendah dari mereka yang masih tergolong muda.
kepolisian, subyek sudah diperkenalkan Di satu sisi mereka memiliki hierarki yang lebih
mengenai bagaimana struktur kepolisian mulai tinggi, sementara di sisi lain anak buah mereka
dari pangkat yang paling rendah hingga pangkat berumur lebih tua dari mereka. Hal ini sesuai
tertinggi. Melalui pendidikan tersebut pula, dengan hasil wawancara dengan Subyek S, yaitu:
subyek memahami mengenai loyalitas antara
sesama polisi dan bagaimana cara menghormati “ kita kadang dilema juga, kita ini kan
seniornya. lulusan-lulusan Akpol yang mana umur
sekitar 24-25 itu sudah menjabat sebagai
“..langsung keliatan mbak dari seragamnya..dari Perwira yang mana anak buah kita itu

34 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

Bintara yang mungkin lebih tua dari kita.. dinas, yaa paling keliatan dari bentuk badannya…
nah di situlah kita harus bener-bener.. bisa biasanya postur tegap..cara jalannya juga..” Subyek
apa yaa… ngemong..yaa gimana yaa.. itu P
kan bisa aja mereka seumuran orangtua
Menurut para subyek, proses identifikasi
kita.. tapi dalam hierarkinya mereka itu
sesama Polisi terkadang tidak cukup hanya
bawahan-bawahan kita..jadi kita harus
melihat dari bentuk tubuh dan cara berjalan.
bisa menempatkan diri.. maksudnya..
Mereka perlu melakukan observasi lebih lanjut
jangan semena-mena tapi juga kita harus
dengan melihat cara berkomunikasi. Dalam hal
tegas gitu.. itulah dilemanya… apalagi
ini, komunikasi verbal diperlukan para subyek
kalau yang baru Perwira Muda yaa.. yang
untuk mendukung komunikasi nonverbal yang
baru lulus Akpol…itu lebih dilema lagi..”
dilihat para polisi tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dimaknai


“..mesti dipastiin lagi sih… dari cara
bahwa yang terjadi pada subjek sesuai dengan
ngomong udah paling jelas..misalnya abis liat dia
pendapat Barbara Ballis Lal dalam Littlejohn
jalan trus dia nelepon..bilang.. siap..siap…mohon
(2011, 231) yaitu tindakan manusia didasarkan
izin pak... itu udah pasti polisi..” Subyek S
pada penafsiran mereka, dimana objek dan
tindakan yang berhubungan dalam situasi
yang dipertimbangkan dan diartikan. Dalam Para subyek sepakat, lebih mudah
hal ini apa yang dirasakan oleh subjek mutlak mengidentifikasi polisi wanita dibanding polisi
berdasarkan apa yang telah di tafsirkan dan pria dari bentuk fisik. Polisi wanita cenderung
dipertimbangkan didalam dirinya. memiliki ciri-ciri yang cepat dikenali seperti
bentuk badan yang tegap, dan rambut yang
Penampilan fisik prima Polri pendek. Meskipun demikian, terkadang
penampilan mereka tidak terlihat maskulin
Penampilan fisik menjadi hal yang utama ketika tidak mengenakan pakaian dinas.
dalam budaya Polri sebab melalui penampilanlah Keadaan ini sesuai dengan pendapat Littlejohn
seorang Polisi dapat dikatakan sehat, kuat, dan (2011, 231) yang menyatakan bahwa manusia
bugar. Mereka dilatih untuk selalu memiliki menggunakan simbol-simbol yang berbeda
budaya hidup sehat dengan menyeimbangkan untuk menamai objek.
pola makan dan olahraga teratur. Penampilan
fisik yang prima ini dapat menjadi komunikasi
Kontak Mata Mengikuti Budaya Asal
nonverbal untuk mengidentifikasi sesama Polisi.
Meskipun sifatnya relatif, sebagian subyek merasa Kontak mata sebagai salah satu bentuk
mampu mengenali rekan-rekannya sesama polisi komunikasi nonverbal dilakukan saat sesama
melalui bentuk tubuh dan perilaku berjalannya. polisi sedang berkomunikasi baik dalam situasi
formal maupun informal. Menurut subyek P,
tidak ada peraturan tertulis mengenai kontak
“…kita dari dulu kan dilatih olahraga
mata yang dilakukan dalam budaya Polri. Kontak
keras, segala macam.... diajarin pola hidup sehat
mata serupa dilakukan oleh sesama anggota Polri
juga..makan teratur..ya gitu-gitulah..jadi badan
tanpa memandang pangkat atau jabatan.
bisa kaya gini yaa karena udah kebiasaan latihan
keras..” Subyek B
“ Kalau kontak mata gak ada aturan secara
“..mmm..kalau lagi gak pake pakaian tertulis… Kalau sama senior gak ada masalah

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 35


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

dengan kontak mata.. biasanya sih kalau lagi mata, tidak ada peraturan tertulis mengenai
ngomong ya pasti saling tatap-tatapan..biasa aja… komunikasi nonverbal dalam bentuk sentuhan.
“ Subyek A Menurut Samovar (2010), budaya mengajarkan
peraturan mengenai sentuhan dan bagaimana
Meskipun demikian, subyek S berpendapat
berkomunikasi dengan sentuhan. Dalam
bahwa kontak mata yang terjadi dalam budaya
melakukan sentuhan, para polisi memerhatikan
Polri dapat beragam bergantung pada budaya
hierarki yang berlaku. Salah satu sentuhan yang
asal masing-masing. Dalam beberapa budaya
umum dilakukan di antara sesama anggota
diketahui bahwa kontak mata langsung dianggap
kepolisian adalah bersalaman. Ketika bersalaman,
sebagai sesuatu yang sopan, sementara dalam
mereka memerhatikan hierarki yang berlaku.
beberapa budaya lain, kontak mata langsung
Polisi junior diharapkan menyalami polisi senior
dianggap menantang lawan bicaranya.
terlebih dahulu. Perilaku ini diajarkan secara
turun temurun.
“ Kalau kontak mata mengikut kepada

adat.. kita kan semua datang dari Sabang sampai
“Kalau salaman memang dianjurkan dari
Merauke..ada orang yang beranggapan kalau kita
yang junior menyalami yang senior..atau bawahan
kontak lama ini..jadi seumpama mbak liat mata
menyalami atasan, pimpinannya.. biasanya
saya nih, mbak mengerti apa yang saya sampaikan..
diawali dengan hormat dan mengucapkan salam..
atau mungkin mbak berpikiran, kok ini orang berani
ini dilakukan untuk mempererat komunikasi dan
sama saya…ada juga yang misalnya nunduk terus
silahturahmi istilahnya…Subyek P
malah dikira gak sopan..dikira gak merhatikan
dia.. tapi sebenarnya itu kan adat dia seperti itu…”
Subyek S
Menurut premis kedua Blummer,
makna berasal dari interaksi sosial seseorang
Hal ini sesuai dengan pendapat Samovar dengan orang lain. Individu akan mendapat
(2012) yang menyatakan bahwa Mata pemaknaan akan suatu hal dari interaksi yang
menyatakan emosi, memonitor umpan balik, individu tersebut lakukan dengan individu lain.
menandakan tingkat ketertarikan, memengaruhi Bersalaman di antara sesama polisi merupakan
perubahan sikap, menjelaskan kekuatan serta simbol komunikasi nonverbal yang dimaknai
status suatu hubungan, dan berperan dalam sebagai suatu bentuk penghormatan kepada
memberikan kesan. Sikap di mana fungsi ini senior. Cara bersalaman dan hasil pemaknaan
dilakukan juga dipengaruhi oleh budaya. Kontak tersebut didapat dari hasil interaksi di antara
mata dan semua variasinya menggambarkan sesama polisi senior dan junior.
variable penting dari pembelajaran budaya dan
komunikasi. Setiap tindakan seseorang dalam Bentuk sentuhan lain yang biasa dilakukan
berkomunikasi baik verbal dan nonverbal tetap adalah menepuk pundak. Bentuk sentuhan
memiliki unsur kebudayaan yang mengikat ini hanya dilakukan dari atasan ke bawahan,
dibaliknya. dari polisi senior ke junior, atau yang memiliki
kepangkatan yang sama. Menurut Subyek
S, seorang junior dalam kepolisian diajarkan
Sentuhan berdasarkan Hierarki dan
bagaimana cara bersikap dan bersopan santun
kesopanan
kepada para senior. Itulah sebabnya mereka
Menyentuh dan disentuh merupakan sangat berhati-hati dalam melakukan sentuhan.
sarana komunikasi. Serupa dengan kontak

36 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

Premis ketiga dari teori interaksionisme


“kita diajarkan sama senior..kalau sikap simbolik menyatakan bahwa makna-makna
sama senior tuh harus seperti ini…misalnya tersebut disempurnakan saat proses interaksi
kalau senior lagi bawa gelas..yang kalau menurut sosial berlangsung. Selama proses interaksi,
kita itu bukan hal yang beratlah..tapi kita harus pemaknaan yang sebelumnya telah dimaknai
menawarkan bantuanlah.. cuma disitulah kita oleh individu akan lebih sempurna lagi karena
diajarin etika kepada senior..jadi kalau nyentuh pun selama berinteraksi dengan individu lain akan
sebatas salaman aja.. gak berani nyentuh pundak..” mendapat tambahan pengetahuan mengenai
subyek S suatu hal yang dimaknai.

Di masa lalu, polisi diidentikkan dengan


Ekspresi Wajah
ekspresi wajah yang tegang atau kurang
Pada kalangan tertentu, ekspresi wajah bersahabat. Ekspresi wajah tersebut dimaknai
polisi seringkali diidentikkan dengan ekspresi masyarakat sebagai sebuah kekuasaan yang
yang tegang dan kurang bersahabat. Pada membuat masyarakat menjaga jarak terhadap
kenyataannya terdapat pergeseran makna seiring polisi. Menurut subyek P, saat ini polisi
dengan perubahan ekspresi wajah dalam budaya dituntut untuk menampilkan citra yang lebih
kepolisian. Menurut subyek A, seorang polisi positif sehingga dapat merebut hati masyarakat.
saat ini dituntut untuk lebih bersikap ramah Perlahan, melalui interaksi di dalam masyarakat,
kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk citra polisi menjadi lebih baik seiring dengan
menciptakan citra polisi yang lebih positif. perubahan ekspresi wajah polisi yang menjadi
lebih hangat.Hal ini sejalan dengan apa yang
dikatakan Samovar (2010), budaya yang berbeda
“..kita kan sama masyarakat harus humble..
menetapkan peraturannya sendiri mengenai
kalau kita stress otomatis kita jadi tegang ke
ekspresi wajah yang pantas, demikian juga
masyarakat..jadi kita sebagai pimpinan gak boleh
dengan aspek-aspek perilaku yang mengikutinya.
stress dan terus bersikap humble..” Subyek S
Meskipun demikian, para subyek
“..kalau sama masyarakat kita malah
menyatakan polisi tetap mengeluarkan ekspresi
dituntut sama pimpinan untuk bisa merebut hati
wajah yang tegang di saat-saat tertentu. Ekspresi
masyarakat..biar kepercayaan masyarakat makin
ini mulanya dipelajari saat mereka menjalani
tinggi ke kita.. nah sekarang polisi di daerah-
pendidikan di Akademi Kepolisian. Ekspresi
daerah udah bedalah..udah lebih murah senyum..
serupa juga dikeluarkan oleh beberapa polisi
kalau dulu kan polisi identik dengan kumis tebal,
junior yang masih merasa segan dengan polisi
yang suaranya bentak-bentak..polisi sekarang lebih
senior.
humanis..” Subyek A

“pas pendidikan emang diajarin..gak boleh


Blumer menyatakan interaksi manusia ini..gak boleh itu.. gak boleh senyum.. mukanya
dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, tegang.. “Subyek S
oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari
“kalau sama senior sih saya biasa aja..gak
tindakan-tindakan orang lain. (Veerger K.
ada ekspresi tertentu.. yang penting kita hormat
J.,1993:263). Makna-makna yang dihasilkan
sama beliau, beliau juga menghargai saya..itu kalau
melalui simbol-simbol tersebut merupakan
saya yaa.. tapi banyak juga yang belum kenal, masih
produk dari interaksi simbolik.
stress mbak juniornya..jadi mukanya tegang, sikap

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 37


Komunikasi Nonverbal dalam Budaya Kepolisian

siap..masih patah-patah..gitulah…” Subyek B gerakan saja tetapi juga melalui simbol-simbol


yang perlu dipahami artinya, dalam berinteraksi
dengan individu lainnya seorang individu itu
Ekspresi yang berubah-ubah dikeluarkan
tidak hanya memaknai gerakan-gerakan tetapi
polisi ketika melakukan penyidikan. Menurut
juga menafsirkan simbol-simbol yang ada.
subyek S, terdapat teknik-teknik interogasi yang
memengaruhi ekspresi wajah. Polisi tidak selalu
mengeluarkan ekspresi wajah yang tegang atau Kesimpulan
marah, tetapi terkadang mereka mengeluarkan Berdasarkan hasil dan analisis penelitian
ekspresi hangat yang bertujuan untuk memancing dengan menggunakan pendekatan deskriptif
tersangka mengakui perbuatannya. kualitatif, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemaknaan komunikasi nonverbal pada budaya
“..kalau dalam interogasi..ada teknik- kepolisian cenderung mengarah kepada hierarki
tekniknya.. ngaruh ke ekspresi wajah sih pasti.. kehormatan dan kesopanan. Meskipun demikian,
tapi gak selalu mukanya tegang.. kadang kita juga tidak ada patokan khusus atau peraturan tertulis
ngebaik-baikin biar mereka juga bisa terbuka..jadi mengenai bagaimana komunikasi nonverbal
ada polisi yang kenceng ke pelaku dan ada yang tersebut digunakan. Simbol-simbol yang
digunakan dalam berkomunikasi merupakan
mesti baik ke pelaku..”Subyek A bentuk penghargaan kepada senior atau atasan
yang memiliki jabatan lebih tinggi. Di sisi lain,
Gestur resmi dalam budaya kepolisian budaya kesopanan dan cara berkomunikasi
Satu-satunya gestur yang resmi dalam nonverbal juga dipengaruhi oleh latar belakang
kepolisian adalah gerakan hormat. Gestur kebudayaan asal yang dimiliki oleh individu
ini dilakukan dengan mengangkat tangan tersebut. Sehingga latar belakang budaya
menyentuh dahi dalam posisi 45 derajat. tersebutlah yang memengaruhi cara para
Gerakan ini diajarkan mulai dari pendidikan awal anggota kepolisian untuk berkomunikasi dengan
dan dilakukan pada saat-saat tertentu seperti masyarakat dan rekan seprofesinya.
upacara dan bertemu dengan sesama rekan
polisi. Rekan junior biasanya melakukan hormat Daftar Pustaka
terlebih dahulu kepada seniornya. Gestur resmi Litlejohn, Stephen W dan Karen A. Foss.
ini dilakukan untuk rasa saling menghargai dan 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
menghormati di antara sesama polisi. Humanika
Samovar, L., Porter, R.E., McDaniel, E.R.,
“cuma gerakan hormat yang diajarin dari
Roy, C.S. 2010. Communication Between
awal..kayanya itu aja deh, gak ada yang sampe
Cultures. Boston: Wadsworth Cengage
nunduk-nunduk.. Subyek P
Learning.
“harus 45 derajat..katanya itu cara yang Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
paling bener biar gak cepet pegel.. sikap hormat yaa Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung
untuk saling menghormati mbak.. untuk kesopanan Alfabeta
juga..”Subyek B Veerger, K.J. 1993. Realitas Sosial.
Hal ini sesuai dengan pendapat Blumer Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
dalam Veerger (1993) dimana konsep interaksi
sosial, interaksi tidak hanya berlangsung melalui

38 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus


Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Novi Edyanto
Mahasiswa Magister Ilmu Kepolisian Angkatan VII STIK-PTIK.
Jln Tirtayasa Raya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
E-mail: noviedyanto@gmail.com

Abstract
Progressive law does not see laws as the final product, but a product that is constantly to be built (law
in the making). Progressive lawmakers can make changes by making creative interpretation of existing
rules, without having to wait for change of law (changing the law). Poor regulation should not be an
obstacle for progressive lawmakers to bring justice to the people and seekers of justice as they can make a new
interpretation every time against a rule. In order for the law to be more beneficial, it takes the services of
creative lawmakers to translate the law in the social interests that it must serve.

Keywords: Law, Child, Victim, Performer

Abstrak
Hukum progresif tidak melihat hukum-hukum sebagai produk final, melainkan produk yang
secara terus-menerus masih harus dibangun (law in the making). Para pelaku hukum progresif dapat
melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada,
tanpa harus menunggu perubahan peraturan (changing the law). Peraturan yang buruk tidak harus
menjadi penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk menghadirkan keadilan bagi rakyat
dan pencari keadilan karena mereka dapat melakukan interpretasi secara baru setiap kali terhadap
suatu peraturan. Agar hukum dapat lebih dirasakan manfaatnya, dibutuhkan jasa para pelaku hukum
yang kreatif untuk menerjemahkan hukum dalam kepentingan-kepentingan sosial yang memang
harus dilayaninya.
Kata Kunci : Hukum, Anak, Korban, Pelaku

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 39


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Latar Belakang “hati nurani bersama” atau collective conscience.


Hukum pidana yang merupakan the punitive
Dewasa ini, sistem pemidanaan sedang
style of social control dan sebagai produk politik,
serius mengatur mengenai perlindungan
sudah seharusnya merupakan sublimasi dari
hukum pidana terhadap anak yang apabila anak
semua nilai masyarakat yang dirangkum dan
diposisikan sebagai pelaku tindak pidana, maka
dirumuskan serta diterapkan oleh aparat dalam
pengenaan pelaksanaan pemidanaan kepadanya
sistem peradilan pidana.
tentu tidak dapat disamakan dengan orang
dewasa sebagai pelaku kejahatan. Pembicaraan Pemidanaan tidak lagi hanya berangkat pada
terhadap anak dan perlindungannya tidak pemikiran pembalasan kepada pelaku kejahatan
akan pernah berhenti sepanjang masa sejarah atau pencegahan supaya melindungi masyarakat
kehidupan, karena anak adalah generasi tetapi telah meluas hingga kepada suatu sistem
penerus bangsa dan penerus Pembangunan, pidana yang terpadu yang menyatukan berbagai
yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek sendi penegak hukum dalam melaksanakan
pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan sistem tersebut sesuai dengan yang dicita-
pemegang kendali masa depan suatu negara, citakan. Tanggung jawab sistem pidana sudah
tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan Anak harus dimulai sejak dilakukannya pencegahan
di Indonesia berarti melindungi potensi sumber terhadap dilakukannya kejahatan, terciptanya
daya insani dan membangun manusia Indonesia kejahatan oleh pelaku kejahatan dan tahapan-
yang seutuhnya menuju masyarakat yang adil tahapan lainnya hingga kepada berintegrasinya
dan makmur secara materiil dan spiritiual kembali pelaku kejahatan sebagai manusia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.1 seutuhnya di dalam masyarakat serta kuatnya
peran penegak hukum dalamnya.3
Indonesia sebagai Negara hukum memiliki
salah satu dari peraturan perundang-undangan Perkembangan tata hukum yang ada
tersebut dikenal dengan adanya suatu sistem di Indonesia membahas permasalahan anak
pemidanaan (the sentencing system) yang yang berhadapan dengan hukum dengan
merupakan aturan perundang-undangan menghadirkan konsep diversi sebagai perwujudan
yang berhubungan dengan sanksi pidana dan dari restoratif justice. Kebijakan peraturan
pemidanaan2. Hukum pidana haruslah diakui perundang-undangan mengenai anak sendiri
sebagai suatu hukum sanksi istimewa, hukum dimulai dari konvensi-konvensi internasional
pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia hingga kepada peraturan perundang-undangan
dengan menjatuhkan hukuman penjara atau nasional yang ada di Indonesia. Perlindungan
hukuman badan, bahkan menghabiskan hidup untuk anak berupa peraturan perundang-
manusia. Hukum pidana memuat sanksi- sanksi undangan nasional dapat dilihat dari lahirnya
atas pelanggaran kaidah hukum yang jauh lebih Pasal 330 BW yang memberikan batasan orang
keras dari akibat sanksi- sanksi yang diatur belum dewasa, pasal 45, 46, 47, 72 KUHP, Pasal
dalam hukum lain. Pidana sendiri merupakan 153 secara eksplisit disebutkan oleh KUHAP,
suatu pranata sosial kontrol yang dikaitkan UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
dengan dan selalu mencerminkan nilai dan UU nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
struktur masyarakat, sehingga merupakan suatu Anak, UU nomor 12 tahun 1995 tentang
refarmasi simbolis atau pelanggaran terhadap Lembaga Pemasyarakatan, UU nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor
1 Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta
2 Nandang Sambas, 2010, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, 3 Hadi Soepeno, 2010, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikan
Yogyakarta, Graha Ilmu Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

40 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Pembahasan


Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
A. Sejarah dan Definisi Restorative
Ratifikasi Konvensi Hak Anak dalam Keppres
Justice
nomor 36 tahun 1990 dan peraturan pelaksana
lainnya. Peraturan perundang-undangan di atas Sejarah perkembangan hukum modern
masih belum mumpuni dalam menyelesaikan penerapan restorative justice diawali dari
penanganan anak salah satu kelemahannya pelaksanaan program penyelesaian di luar
adalah tidak adanya pengaturan secara tegas peradilan tradisional yang dilakukan masyarakat
terhadap kewajiban aparat penegak hukum yang disebut dengan victim offender mediation yang
mencegah anak secara dini masuk ke dalam dimulai pada tahun 1970-an di Negara Canada.
peradilan formal. Program ini awalnya dilaksanakan sebagai
tindakan alternatif dalam menghukum pelaku
Oleh karena itu Satjipto Rahardjo
kriminal anak, dimana sebelum dilaksanakan
memberikan sebuah gagasan baru model
hukuman pelaku dan korban diizinkan bertemu
penegakan hukum Indonesia dengan model
untuk menyusun usulan hukuman yang menjadi
hukum progresif.4 Progresif berasal dari kata
salah satu pertimbangan dari sekian banyak
dalam bahasa inggris progress yang berarti
pertimbangan hakim. Program ini menganggap
kemajuan. Ide hukum progresif bermula dari
pelaku akan mendapatkan keuntungan dan
hukum responsif, hal ini dapat dilihat dalam
manfaat dari tahapan ini dan korban juga akan
buku yang ditulis oleh Satjipto Rahardjo pada
mendapat perhatian dan manfaat secara khusus
tahun 1980-an yang telah mengadopsi buku
sehingga dapat menurunkan jumlah residivis
yang ditulis oleh Philippe Nonet dan Philip
di kalangan pelaku anak dan meningkatkan
Selznick pada tahun 1978. Dari sinilah dapat
jumlah anak yang bertanggung jawab dalam
dikatakan awal mula masuknya konsepsi hukum
memberikan ganti rugi pada pihak korban.
responsif yang disampaikan Nonet dan Selznick
Pelaksanaan program tersebut diperoleh hasil
ke Indonesia dengan berlatar belakang kondisi
tingkat kepuasan yang lebih tinggi bagi korban
Amerika saat itu di era 1970an yang kemudian
dan pelaku daripada saat mereka menjalani
mulai dikembangkan di Indonesia melalui
proses peradilan tradisional.5
pemikiran yang dibawa oleh Satjipto Rahardjo
lewat gagasan hukum progresifnya. Beliau Keadilan restoratif adalah suatu proses
memberikan istilah berbeda tentang hukum dimana semua pihak yang terlibat dalam
responsif, yaitu; hukum progresif. Akan tetapi suatu tindak pidana tertentu bersama-sama
secara tegas beliau juga menyampaikan, bahwa memecahkan masalah bagaimana menangani
hukum progresif memiliki tipe responsive. akibat di masa yang akan datang. (Marshall,
1999). Konsep pendekatan restoratif merupakan
Permasalahan suatu perkembangan dari pemikiran manusia
yang didasarkan pada tradisi-tradisi peradilan
Berdasarkan uraian latar belakang di
dari peradaban bangsa-bangsa Arab purba,
atas maka permasalahan tulisan ini adalah
bangsa Yunani dan bangsa Romawi dalam
bagaimana konsep restorative justice dalam
menyelesaikan masalah termasuk penyelesaian
bentuk diversi untuk menyelesaikan kasus anak
masalah tindak pidana. Istilah umum
yang berhadapan dengan hukum?

5 Albert Eglash, 1977, Beyonde Restitution: Creative Restitution, Lexington,


Massachusset-USA, hlm 95, yang dikutip oleh Rufinus Hotmaulana
4 Atmasasmita Romli, 2010, Teori Hukum Integratif, Genta Hutauruk, 2013, Penanggulangan Kejahatan Korporasi melalui Pendekatan
Publising,Yogyakarta Restoratif

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 41


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

tentang pendekatan restoratif diperkenalkan antara kesalahan dengan reaksi sosial yang
untuk pertama kali oleh Albert Eglash yang formal. (Unicef, 2004 : 357)
menyebutkan istilah restorative justice yang
Masyarakat Indonesia sendiri telah
dalam tulisannya mengulas tentang reparation
mengenal konsep restorative justice dalam
menyatakan bahwa restorative justice adalah
kebiasaan, hukum adat serta nilai-nilai yang lahir
suatu alternatif pendekatan restitutif terhadap
di dalamnya. Sebelum lahirnya Undang-undang
pendekatan keadilan retributif dan keadilan
Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 Tahun
rehabilitatif6.
2012, pelaksanaan diversi oleh aparat penegak
Perkembangan konsep restorative hukum awalnya didasari kewenangan diskresi.
justice dalam 20 tahun terakhir mengalami Menurut Kamus Hukum, diskresi berarti
perkembangan yang sangat pesat di beberapa kebebasan mengambil keputusan dalam setiap
Negara seperti Australia, Canada, Inggris, situasi yang dihadapinya menurut pendapatnya
Wales, New Zealand dan beberapa Negara sendiri8. Diskresi diperlukan sebagai pelengkap
lainnya di Eropa dan kawasan Pasifik. Begitu dari asas legalitas yaitu asas hukum yang
juga di Amerika Serikat sebagai sebuah Negara menyatakan setiap tindakan atau perbuatan
yang sering membentuk perkumpulan dengan administrasi Negara harus berdasarkan ketentuan
Negara-negara untuk memperkenalkan ukuran undang-undang, akan tetapi tidak mungkin bagi
penghukuman secara represif tidak dapat undang-undang untuk mengatur segala macam
menghindar dari pengaruh kuat perkembangan kasus posisi dalam praktik kehidupan sehari-
restorative justice. Ada 4 (empat) kelompok hari.
praktik yang berkembang di Negara-negara
yang menjadi pioner penerapan restorative justice B. Diversi
yaitu Victim Offender Mediation (VOM), Family
Diversi atau diversion pertama kali
Group Conferencing (FGC), Circles, Restorative
dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan
Board.7 Secara umum, prinsip-prinsip keadilan
pelaksanaan peradilan anak yang disampaikan
restoratif adalah :
Presiden Komisi Pidana Australia (President
1. Membuat pelanggar bertanggung jawab Crime Commission) di Amerika Serikat pada
untuk memperbaiki kerugian yang tahun 1960. Sebelum dikemukakannya istilah
ditimbulkan oleh kesalahannya; diversi praktek pelaksanaan yang berbentuk
seperti diversi telah ada sebelum tahun 1960
2. Memberikan kesempatan kepada pelanggar
ditandai dengan berdirinya peradilan anak
untuk membuktikan kapasitas dan
(children’s courts) sebelum abad ke-19 yaitu
kualitasnya di samping mengatasi rasa
diversi dari sistem peradilan pidana formal dan
bersalahnya secara konstruktif;
formalisasi polisi untuk melakukan peringatan
3. Melibatkan para korban, orang tua, keluarga (police cautioning)9. Secara umum diversi adalah
besar, sekolah dan teman sebaya; pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang
diduga telah melakukan tindak pidana dari proses
4. Menciptakan forum untuk bekerja sama
formal dengan atau tanpa syarat. (Unicef, 204:
dalam menyelesaikan masalah;
330). Beberapa acuan yang dapat dipergunakan
5. menetapkan hubungan langsung dan nyata dalam melaksanakan diversi terhadap anak yang

6 Ibid., hal 95 8 JCT Simorangkir dkk, 2008, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
7 Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pengembangan Konsep 9 Marlina, 2010, Pengantar Konsep Diversi dan Resotative Justice, USU Press,
Diversi dan Restorative Justice., Refika Aditama, Bandung Medan

42 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

berhadapan dengan hukum, khususnya sebagai pemerintah. Menurut Robert M. Bohm, sasaran
pelaku adalah: yang jelas harus tercapai dalam penerapan suatu
diversi adalah menghindari anak terlibat dalam
1. Peraturan Internasional
suatu proses peradilan pidana10. Pertimbangan
a. Convenion on the Rights of The Child dilakukannya diversi didasarkan pada alasan
(Konvensi Hak-Hak Anak) untuk memberikan keadilan kepada pelaku yang
telah terlanjur melakukan tindak pidana serta
b. The United Nations Standard Minimum
memberikan kesempatan kepada pelaku untuk
Rules for Administration of Juvenile
memperbaiki dirinya.
Justice–the Beijing Rules (Peraturan
Standar Minimum PBB untuk Diversi juga salah satu usaha untuk
Pelaksanaan Peradilan Anak -Peraturan mengajak masyarakat untuk taat dan
Beijing) menegaskan hukum Negara, pelaksanaannya
tetap mempertimbangkan rasa keadilan
c. The United Nations Rules for the Protection
sebagai prioritas utama disamping pemberian
of Juvenile Deprived of Their Liberty
kesempatan kepada pelaku untuk menempuh
(Peraturan PBB untuk Perlindungan
jalur non pidana. Tujuan Diversi dalam Undang-
Anak yang Terampas kebebasannya)
undang Sistem Peradilan Pidana, adalah untuk:
2. Peraturan Nasional
1. Mencapai perdamaian antara korban dengan
a. Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 pelaku
tentang Polisi Republik Indonesia
2. Menyelesaikan perkara anak diluar proses
b. Undang-undang RI No. 23 tahun 2002 peradilan
tentang Perlindungan Anak
3. Menghindarkan anak dari perampasan
c. Undang-undang RI No. 3 Tahun 1997 kemerdekaan
Tentang Pengadilan Anak
4. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada
d. Undang-undang No 11 Tahun 2012 anak
tentang Sistem Peradilan Anak
Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi,
e. TR Kabareskrim No. 1124/XI/2006 yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non
tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi penal dan memberikan kesempatan kepada
Bagi Kepolisian seseorang untuk memperbaiki kesalahan.
Petugas dalam melakukan diversi menunjukkan
Ide diversi dicanangkan dalam United pentingnya ketaatan kepada hukum dan aturan.
Nations Standard Minimum Rules for the Menangani masalah anak yang berhadapan
Administration of Juvenile Justice (SMRJJ) atau dengan hukum hendaknya dilakukan dengan
The Beijing Rules (Resolusi Majelis Umum pendekatan secara kekeluargaan dan sedapat
PBB 40/33 tanggal 29 November 1985), mungkin menghindarkan anak dari lembaga
dimana diversi (diversion) tercantum dalam peradilan. Pengadilan bagi anak yang berhadapan
Rule 11,1, 11.2 dan Rule 17.4 yang terkandung dengan hukum menjadi upaya terakhir
pernyataan, bahwa anak yang berkonflik dengan setelah berbagai upaya yang dilakukan dengan
hukum harus dialihkan ke proses informal
seperti mengembalikan kepada lembaga
10 Robert & Keith Haley, 2002, Introduction Criminal
sosial masyarakat baik pemerintah atau non- Justice, Glencoe McGraw Hill, Callifornia-USA

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 43


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

pendekatan kekeluargaan telah ditempuh. dipakai adalah musyawarah pemulihan dengan


melibatkan korban dan pelaku beserta keluarga
Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile
masing-masing, ditambah wakil masyarakat
Justice System) adalah segala unsur sistem peradilan
yang diharapkan dapat mewakili lingkungan
pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-
dimana tindak pidana dengan pelaku anak
kasus kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai
tersebut terjadi. Dengan adanya dukungan dari
institusi formal ketika anak nakal pertama
lingkungan setempat untuk menyelesaikan
kali bersentuhan dengan sistem peradilan
masalah di luar sistem peradilan anak diharapkan
yang juga akan menentukan apakah anak akan
dapat menghasilkan putusan yang tidak
dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua,
bersifat punitif, namun tetap mengedepankan
jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang
kepentingan dan tanggung jawab dari anak
juga akan menentukan apakah anak akan
pelaku tindak pidana, korban dan masyarakat.
dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak.
Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan ketika anak Dalam menjalankan tugasnya kepolisian
akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai diberikan kewenangan diskresi (discretionary
dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam power). Kewenangan diskresi adalah
institusi penghukuman. Yang terakhir, institusi kewenangan legal di mana kepolisian berhak
penghukuman.11 untuk meneruskan atau tidak meneruskan
suatu perkara. Berdasarkan kewenangan ini
Proses restorative justice pada dasarnya
pula kepolisian dapat mengalihkan (diversion)
merupakan upaya pengalihan dari proses
terhadap suatu perkara anak sehingga anak
peradilan pidana menuju penyelesaian secara
tidak perlu berhadapan dengan penyelesaian
musyawarah yang pada dasarnya merupakan
pengadilan pidana secara formal.
jiwa dari bangsa Indonesia untuk menyelesaikan
permasalahan dengan cara kekeluargaan untuk
C. Pelaksanaan Diversi
mencapai mufakat. Beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dari keadilan restoratif ini adalah anak Beijing Rules mengatur kewenangan
sebagai pelaku, korban dan saksi akan dilindungi diskresi melalui mekanisme pengalihan.
oleh sistem peradilan anak yang ramah anak dan Butir 11.1 menyatakan pertimbangan akan
peka gender dan oleh masyarakat. Berdasarkan diberikan, bilamana layak, untuk menangani
perundang-undangan yang diuraikan dan pelanggar-pelanggar hukum berusia muda
situasi kondisi (fakta) yang terjadi selama ini, tanpa menggunakan pengadilan formal
maka upaya penyelesaian masalah anak yang oleh pihak berwenang yang berkompeten.
berkonflik dengan hukum melalui upaya diversi Selanjutnya Butir 11.2 menetapkan polisi,
dan keadilan restoratif (restorative justice) penuntut umum atau badan-badan lain yang
merupakan salah satu langkah yang tepat bagi menangani perkara-perkara anak akan diberi
penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik kuasa untuk memutuskan perkara-perkara
dengan hukum. demikian, menurut kebijaksanaan mereka,
tanpa menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan
Pelaksanaan restorative justice metode yang
awal yang formal, sesuai dengan kriteria yang
11 Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini
ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem
Tinduk, mengutip Harry E. Allen and Cliffford hukum masing-masing dan juga sesuai dengan
E. Simmonsen, dalam Correction in America : An prinsip-prinsip yang terkandung di dalam
Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana
Anak (Juvenile Justice System ) di Indonesia, UNICEF,
peraturan-peraturan ini. Langkah ini diperlukan
Indonesia, 2003 karena menurut Butir 13.1 dinyatakan bahwa

44 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

penahanan sebelum pengadilan hanya akan pidana yang melibatkan anak sebagai pelaku
digunakan sebagai pilihan langkah terakhir. yang harus diupayakan penyelesaiannya dengan
Dan menurut Butir 13.2 dinyatakan di mana pendekatan prinsip diversi adalah:
mungkin, penahanan sebelum pengadilan akan
1. Kategori tindak pidana yang diancam dengan
diganti dengan langkah- langkah alternatif,
sanksi pidana sampai dengan 1 (satu) tahun
seperti pengawasan secara dekat, perawatan
harus diprioritaskan untuk diterapkan diversi,
intensif atau penempatan pada sebuah keluarga
tindak pidana yang diancam dengan sanksi
atau pada suatu tempat atau rumah pendidikan.
pidana di atas 1 (satu) tahun sampai dengan
Ketentuan ini dititahkan oleh Konvensi 5 tahun dapat dipertimbangkan untuk
Hak Anak Pasal 37 huruf b yang mewajibkan melakukan diversi, semua kasus pencurian
negara untuk menjamin tidak seorang anak pun harus diupayakan penerapan diversi kecuali
dapat dirampas kebebasannya secara melanggar menyebabkan atau menimbulkan kerugian
hukum atau dengan sewenang-wenang. yang terkait dengan tubuh dan jiwa.
Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan
2. Memperhatikan usia pelaku, semakin muda
seorang anak harus sesuai dengan undang-
usia pelaku, maka urgensi penerapan prinsip
undang, dan harus digunakan hanya sebagai
diversi semakin diperlukan.
upaya jalan lain terakhir dan untuk jangka waktu
terpendek yang tepat. Konstruksi hukum serupa 3. Hasil penelitian dari Badan Pemasyarakatan
dapat ditemukan pada Kovenan Hak Sipil dan (BAPAS), bila ditemukan faktor pendorong
Politik Pasal 14 ayat (4) yang menyatakan dalam anak terlibat dalam kasus pidana maka
kasus orang di bawah umur, prosedur yang urgenitas penerapan prinsip diversi semakin
dipakai harus mempertimbangkan usia mereka diperlukan.
dan keinginan untuk meningkatkan rehabilitasi
4. Tingkat keresahan masyarakat yang
bagi mereka.
diakibatkan oleh perbuatan anak.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kepolisian
Penyidikan yang dilakukan oleh POLRI
mempunyai kewenangan dan kebijakan
bertujuan untuk mengumpulkan bukti guna
tersendiri dalam menentukan apakah kasus anak
menemukan apakah suatu peristiwa yang terjadi
tersebut dapat diselesaikan melalui pengalihan
merupakan peristiwa pidana, dengan penyidikan
atau tidak seperti kasus pencabulan dan narkoba
juga ditujukan untuk menemukan pelakunya.
yang biasanya diteruskan ke penuntutan. Apabila
Setelah adanya penyidikan tahapan selanjutnya
diversi berhasil dilakukan, maka akan dilakukan
dilakukan penyelidikan. Penyelidikan kasus
pemulihan. Namun jika diversi tidak berhasil
pidana dilakukan oleh kepolisian sesuai dengan
atau kepolisian berdasarkan kewenangannya
KUHAP dan Undang-Undang No.3 Tahun
menyatakan bahwa kasus tersebut harus
1997 tentang Pengadilan Anak. Polisi dalam
diteruskan maka proses akan dilanjutkan
melakukan penyelidikan terhadap anak pelaku
dengan pelimpahan berkas ke kejaksaan. Namun
tindak pidana harus memperhatikan berbagai
terkadang dalam melaksanakan tugasnya,
ketentuan mengenai upaya penanganan
kepolisian bahkan tidak menawarkan diversi dan
anak mulai dari penangkapan sampai proses
restorative justice. Selain itu pihak keluarga korban
penempatan.12
juga tidak bersedia melakukan perdamaian yang
ditandai dengan adanya surat pernyataan diatas
materai yang meminta pelaku dihukum seberat-
12 Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep
beratnya. Adapun beberapa kriteria tindak Diversi dan Restorative Justice, Bandung, Refika Aditama

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 45


Restorative Justice Untuk Menyelesaikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Kesimpulan Hadi Soepeno, 2010. Kriminalisasi Anak


Tawaran Gagasan Radikan Peradilan Anak
Diversi dan Restorative Justice dalam
Tanpa Pemidanaan, PT Gramedia Pustaka
perkembangannya merupakan penyelesaian
Utama, Jakarta
perkara anak yang sudah dipraktekkan
oleh berbagai Negara. Di Indonesia sendiri JCT Simorangkir dkk, 2008. Kamus Hukum,
telah dimulai dengan musyawarah dalam Sinar Grafika, Jakarta
menyelesaikan suatu permasalahan yang telah
Marlina, 2009. Peradilan Pidana Anak di
dipraktekkan secara lama dalam hukum adat
Indonesia: Pengembangan Konsep Diversi dan
masyarakat. Keadilan restoratif (restorative
Restorative Justice., Refika Aditama, Bandung
justice) merupakan langkah pengembangan
upaya non-penahanan dan langkah berbasis Nandang Sambas, 2010. Pembaharuan
masyarakat bagi anak yang berhadapan dengan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Yogyakarta,
hukum. Graha Ilmu

Penerapan diversi dan non-pemenjaraan Nashriana, 2011. Perlindungan Hukum


sejalan dengan keadilan bagi anak sebagaimana Pidana bagi Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo
tertuang dalam instrumen internasional, dalam Persada, Jakarta
rangka pemenuhan hak asasi bagi anak yang
Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni
berhadapan dengan hukum. Keadilan restoratif
Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen
dapat menggali nilai-nilai dan praktek-praktek
and Cliffford E. Simmonsen, dalam Correction in
positif yang ada di masyarakat yang sejalan
America: An Introduction, Analisa Situasi Sistem
dengan penegakan hak asasi manusia.
Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System)
di Indonesia, UNICEF, Indonesia, 2003
Rekomendasi
Robert & Keith Haley, 2002. Introduction
Keadilan restoratif (restorative justice) dapat
Criminal Justice, Glencoe McGraw Hill,
menjadi salah satu upaya untuk penyelesaian
Callifornia-USA
masalah anak yang berhadapan dengan hukum,
namun dalam pelaksanaannya perlu koordinasi
dengan aparat penegak hukum, keluarga,
lingkungan sekolah maupun tokoh masyarakat
di samping itu perlu adanya sosialisasi bagi
penegak hukum agar pelaksanaan restorative
justice menjadi lebih efektif.

Daftar Pustaka
Albert, Eglash, 1977. Beyonde Restitution:
Creative Restitution, Lexington, Massachusset-
USA, hlm 95, yang dikutip oleh Rufinus
Hotmaulana Hutauruk, 2013, Penanggulangan
Kejahatan Korporasi melalui Pendekatan Restoratif

Atmasasmita, Romli, 2010. Teori Hukum


Integratif, Genta Publising,Yogyakarta

46 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

E-Policing Lalu Lintas yang


Terintegrasi Secara Nasional
Feby Harianto
Mahasiswa Magister Ilmu Kepolisian Angkatan VII STIK-PTIK.
Jln Tirtayasa Raya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Abstract
This paper discusses a creative breakthrough of Polantas in service to the community by using technology
and information in an application that can be accessed through android integrated and connected to all areas
of Indonesia. The purpose of this paper is to generate public confidence in Polantas and increase cooperation
Polantas and the community in an on-line policing concept (e-Policing). This application is not a new entity
in the traffic police body, by leveraging existing, measurable and developmental uses of IT, as it is in the
Business Process Re-engineering (BPR) concept, creating a fast, precise, accurate, accountable, informative
and accessible.

Keywords: E-Policing, integrated, public trust.

Abstrak
Tulisan ini membahas tentang sebuah terobosan kreatif dari Polantas dalam pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan teknologi dan informasi dalam sebuah aplikasi yang dapat
diakses melalui android yang terintegrasi dan terkoneksi ke seluruh wilayah Indonesia.Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap Polantas serta
meningkatkan kerjasama Polantas dan masyarakat dalam sebuah konsep pemolisian yang berbasis
on-line (e-Policing). Aplikasi ini bukan merupakan sesutu yang baru di tubuh Polisi lalu lintas,
dengan memanfaatkan sesuatu yang telah ada, terukur dan dilakukan pengembangan menggunakan
IT, sebagaimana terdapat dalam konsep Business Process Re-engineering (BPR), sehingga tercipta
pelayanan yang cepat, tepat, akurat, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Kata kunci : E-Policing ; terintegrasi ; kepercayaan masyarakat.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 47


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

Pendahuluan dilakukan oleh oknum Polantas dalam beberapa


kegiatan penegakan hukum, maupun kegiatan
Lalu Lintas merupakan urat nadi dalam
pelayanan kepada masyarakat itu sendiri. Sebagai
kehidupan bermasyarakat, dan lalu lintas dapat
contoh dalam kehadiran Polantas di Jalan raya,
dikatakan juga sebagai cerminan kebudayaan
ketika seorang Polantas berusaha melakukan
serta sebagai tingkatan modernitas suatu bangsa.
peneguran, maupun penilangan terhadap para
Hal ini memberikan makna bahwa sebagai urat
pelanggar kendaraan bermotor dalam berlalu
nadi dalam kehidupan bermasyarakat dipahami
lintas, dianggap sebagai kegiatan “mencari-cari”
sebagai suatu masyarakat yang dapat hidup,
dan menghambat pergerakan masyarakat di
tumbuh dan berkembang apabila memiliki
jalan raya. Begitu pula apabila ditemukannya
produktifitas dalam kehidupannya. Produktivitas
infrastuktur yang rusak di jalan raya, seperti
ini dapat dihasilkan melalui aktifitas-aktifitas
traffict light, jalan berlubang dan adanya rambu-
yang didukung dengan adanya lalu lintas1.
rambu serta marka jalan yang tidak jelas atau
Oleh karena itu menjadikan persyaratan utama
rusak, semua tumpuan kesalahan ditimpakan
dalam berlalu lintas adalah tersedianya rasa
kepada Kepolisian. Diibaratkan Polantas
aman, selamat, tertib dan lancar. Begitu pula
dibutuhkan untuk menangani berbagai masalah
dengan lalu lintas yang dimaknai sebagai cermin
Kamseltibcarlantas, tetapi keberadaannya tidak
budaya bangsa, konteks ini memberikan makna
diinginkan. Ini sebuah posisi yang berat bagi
bahwa perilaku dalam berlalu lintas merupakan
Polantas untuk merehabilitasi atau meyakinkan
cerminan dari apa yang diyakini, dipahami serta
masyarakat2. Hal ini menambah daftar panjang
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat
kekesalan masyarakat terhadap pihak kepolisian.
maupun suatu bangsa.
Perlu diketahui bahwa terdapat peran serta
Terkait dengan adanya lalu lintas sebagai pemangku kepentingan lainnya terutama dalam
cermin modernitas suatu bangsa, maka membangun infrastruktur di jalan raya3. Dalam
dapat dipahami bahwa pendekatan melalui hal menjaga Kamseltibcarlantas, Polantas
pembangunan infrastruktur dan suprastruktur tidak bisa berdiri sendiri dalam menangani dan
lalu lintas menjadikan konsep lalu lintas sebagai mencari solusi, karena terdapat peran serta dari
urat nadi dalam kehidupan bermasyarakat institusi lainnya sesuai dengan perannya masing-
maupun cerminan budaya bangsa sebagai dua masing, seperti Dinas Perhubungan, Bina Marga,
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu Jasa Raharja dan lain sebagainya.Oleh karena
dengan yang lainnya. Perkuatan regulasi melalui itu diperlukan peningkatan kerjasama antara
Undang- Undang No. 22 tahun 2009 tentang Polantas dan pemangku kepentingan lainnya
lalu Lintas dan Angkutan jalan (LLAJ) serta di Jalan raya, dalam rangka meningkatkan
penerapan teknologi dalam mewujudkan kepercayaan masyarakat terutama terhadap
pelayanan prima kepada masyarakat, semata- Kepolisian.
mata dilakukan dalam rangka memberikan
Dalam tulisan ini penulis berupaya
kepuasan guna menimbulkan kepercayaan
menerapkan sebuah model pemolisian antara
masyarakat yang selama ini relatif menurun
polisi dan masyarakat yang didukung dengan
dan adanya opini negatif terhadap Polisi lalu
teknologi dan informasi. Model merupakan
lintas, akibat tindakan maupun perlakuan yang
konstruksi berpikir, membuat konsep,

1 Amanat Presiden SBY dalam apel pencanangan Gerakan Nasional Pelopor 2 Chrysnanda DL.Demokratisasi Pemolisian dan Strategi keluar dari zona aman.
Keselamatan Berlalu Lintas (http://www.koranbireuen.com/2014/01/lalu- YPKI.2016
lintas-sebagai-cermin-budaya-bangsa/) 3 Chrysnanda DL. Kenapa mereka takut dan enggan berurusan dengan polisi ?
.Polantas dicaci dan dinanti. Hal 31 YPKIK.2013

48 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

menjabarkan dalam program-program, aksi/ batas ruang dan waktu, untuk selalu dapat saling
penyelenggaraan, pengawasan, evaluasi dan berbagi informasi dan melakukan komunikasi.
pengembangan4. Permasalahan yang ada di Bisa juga dipahami e-Policing sebagai model
masyarakat terutama yang berkaitan dengan pemolisian yang membawa community policing
lalu lintas perlu mendapatkan perhatian pada sistem online5.5 Berdasarkan pemolisian
khusus oleh pemerintah, dimana Polisi sebagai yang berbasiskan IT tersebut ditambah
leading sector dalam menciptakan Kamseltibcar dengan visi dan misi Kapolri saat ini yang
lantas. Dengan berkembangnya teknologi dan dikenal dengan istilah Profesional, Modern
informasi saat ini, maka sudah saatnya bagi Polri dan Terpercaya (Promoter), dimana pengertian
menggunakan kemajuan teknologi tersebut modern mengandung makna adalah melakukan
dalam rangka efesiensi kerja serta mengurangi modernisasi dalam layanan publik yang
administrasi dan birokrasi yang berbelit-belit didukung teknologi, sehingga semakin mudah
dalam hal pelayanankepada masyarakat. dan cepat diakses oleh masyarakat termasuk
pemenuhan kebutuhan Almatsus dan Alpakam
Hal ini dilakukan dalam rangka
yang makin modern6.6 Adanya pemolisian
menimbulkan kembali kepercayaan masyarakat
yang berbasis IT, diharapkan mampu untuk
terhadap Polri yang selama ini telah dirusak oleh
memberikan efisiensi kerja maupun efisiensi
beberapa kegiatan, baik itu pelayanan maupun
pelayanan kepada masyarakat, serta menghindari
penegakan hukum yang ada di lalu lintas, yang
hubungan langsung antara person to person
tidak mendapatkan simpati masyarakat, bahkan
yang dapat menimbulkan interpretasi yang
respon yang diberikan bersifat negatif dari
berkonotasi negatif, serta kesan tidak transparan
masyarakat kepada Polisi, terutama Polantas.
dalam pelayanan kepada masyrakat.
Penggunaan teknologi dan informasi yang
dimaksud adalah seiring dengan perkembangan Tugas pelayanan publik sudah merupakan
teknologi pada era globalisasi saat ini. Dimana kewajiban Polri dalam mewujudkannya dari
sistem on-line telah merasuki kehidupan tingkat Mabes Polri hingga satuan terkecil di
masyarakat dan bahkan kini telah menjadi trend wilayah untuk memberikan informasi yang
dan gaya hidup masyarakat ditengah- tengah berkualitas, sesuai dengan standar pelayanan, dan
aktifitas sosialnya. memenuhi hak-hak warganegara / masyarakat
serta adanya keterbukaan informasi.7 Pelayanan
Pemerintah telah membangun
kepada masyarakat / pelayanan publik yang
e-government, e-banking, bahkan adanya
dilakukan oleh Polantas antara lain berupa
e-transport yang dengan mudahnya diperoleh
pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan,
dengan sebuah genggaman handphone yang
pelayanan administrasi, pelayanan informasi,
ada pada setiap individu dalam masyarakat.
pelayanan hukum dan keadilan, pelayanan sosial
Oleh karena itu kepolisian harus mampu
kemanusiaan. Hal ini menjadi tujuan utama
menampilkan model dan pola pemolisian
dari Polri dalam kegiatan pelayanan publik
melalui elektronik atau electronic policing
untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat,
(e-policing). E-Policing adalah pemolisian
karena core bussines Polri sebagai institusi non
secara elektronik yang dapat diartikan sebagai
profit adalah pelayanan yang prima yang dapat
pemolisian secara on-line, sehingga hubungan
antara polisi dengan masyarakat bisa terjalin 5 ibid
dalam 24 jam sehari dan 7 jam seminggu tanpa 6 Visi Kapolri Promoter, Modern. http://news.detik.com/berita/3253952/catat-
ini-visi-misi-kapolri-jenderal-tito
7 Pasal 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 tahun
4 Chrysnanda DL.Ilmu kepolisian, kurikulum, pengajaran dan pengembangannya. 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian
Hal 11. STIK- Jakarta.2015 Negara Republik Indonesia

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 49


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

secara signifikan dinikmati dan dirasakan oleh kejahatan, pelanggaran, kemacetan, serta adanya
masyarakat sebagai pelayanan yang cepat, tepat, tindakan oknum polisi yang “nakal” di seluruh
akurat, transparan, akuntabel, informatif dan wilayah hukum Polda Sumut dapat dengan
mudah diakses8.8 mudah diinformasikan dan dikomunikasikan
dengan operator yang mengawaki program
Berbagai inovasi bidang pelayanan telah
atau aplikasi tersebut. Pentingnya komunikasi
diciptakan dan telah dikembangkan di tubuh
dan informasi bagi institusi Polri maupun
kepolisian saat ini, termasuk di fungsi lalu lintas.
masyarakat saat ini menjadikan dua hal yang
Adanya Program e-tilang, sim on-line, samsat
saling mendukung dalam kinerja kepolisian
on-line, program NTMC, dan bahkan program
dalam memilihara situasi kamtibmas yang
IRSMS pada kecelakaan, merupakan inovasi dan
berada di wilayah hukumnya. Komunikasi boleh
kreasi Polantas dalam memberikan pelayanan
diartikan sebagai jembatan hati untuk saling
yang terbaik kepada masyarakat berbasis IT.
memahami selain sebagai peredam konflik dan
Pemolisian secara online, untuk selalu dapat
saluran-saluran untuk menyuarakan isi hati.
saling berbagi informasi dan melakukan
Dengan komunikasi yang baik akan terbangun
komunikasi telah diterapkan di Polda Sumatera
sistem yang baik dalam rangka membangun
Utara mendapatkan apresiasi dari masyarakat
jejaring dan kemitraan. Komunikasi dan
Sumatera Utara. Program tersebut diberi nama
informasi dapat juga menjadi ikon pengetahuan
dengan “Polisi Kita Sumatera Utara”. Program
dan modernitas.10
atau aplikasi Polisi Kita yang dimiliki Polda Sumut
terintegrasi dengan seluruh Polres di wilayah Terinspirasi dengan aplikasi yang telah
hukum Polda Sumatera Utara. Program ini dibuat dan dilaksanakan di Sumatera Utara
dapat diakses menggunakan handphone android tersebut, maka penulis mencoba berinovasi
sebagaimana pernah diberitakan di Liputan6. serta berkreasi terhadap permasalahan lalu lintas
com (05/02/2017), Medan; “Kepolisian Daerah yang terkoneksi ke seluruh Polda, Polres bahkan
Sumatera Utara (Polda Sumut) meluncurkan Polsek di Indonesia. Aplikasi tersebut mencakup
sistem aplikasi smartphone ‘Polisi Kita Sumatera seluruh permasalahan dan kinerja Polantas
Utara’. Aplikasi “Polisi Kita Sumatera Utara” sesuai dengan bidang- bidangnya. Termasuk
diluncurkan langsung oleh Kapolri Jenderal laporan tentang kesalahan dan ketidak
Tito Karnavian di Medan. Dalam peluncuran sesuaian sikap dan perilaku Polantas di jalan
aplikasi yang bisa langsung diakses masyarakat raya, pelayanan yang tidak baik, berbelit-belit,
melalui smartphone berbasis Android ini, bahkan penanganan laka lantas yang lambat,
Kapolri memberikan apresiasi tinggi kepada penyidikan yang tidak transparan, semuanya
Kapolda Sumut, Irjen Rycko Amelza Dahniel. dapat terakomodir dalam sebuah aplikasi
Sebab, aplikasi ‘Polisi Kita Sumatera Utara’ salah android. Bukan hanya content pengaduan /
satu sistem yang terintegrasi 9rogram ini juga complain masyarakat, tetapi juga kinerja Polantas
mampu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat juga dapat ditunjukkan dalam content tersebut.
tanpa mengenal batas waktu dan ruang / tempat, Sehingga Polantas, masyarakat dan seluruh
selama jaringan internet aktif pada wilayah elemen yang ada mampu untuk mengevaluasi,
tersebut. Segala pengaduan masyarakat, tentang memperbaiki dan meningkatkan kinerja
Polantas dalam memberikan pelayanan kepada
8 Chryshnanda DL.Panel Diskusi Transportasi.“ problem solving kkebijakan
masyarakat. Dengan demikian keberadaan polisi
dan regulasi Transportasi angkutan perkotaan di Indonesia. 21 Januari 2017.
yogyakarta dapat diterima dan cocok dengan masyarakat jika
9 Kapolri Launching Aplikasi ‘Polisi Kita Sumatera Utara’ di Medan http://
news.liputan6.com/read/2847226/kapolri-launching-aplikasi-polisi-kita- 10 Chryshnanda DL. Kenapa mereka takut dan enggan berurusan dengan polisi.
sumatera-utara-di-medan Komunikasi dan informasi.YPKIK.2013

50 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

Polisi dapat menunjukkan bahwa pemolisiannya Kamseltibcarlantas, menegakkan


dirasakan aman bagi masyarakat, menyenangkan hukum serta sebagai pelindung,
masyarakat dan bermanfaat bagi masyarakat11.11 pengayom dan pelayan masyarakat.
Prinsip pemolisian yang berbasis IT atau yang
2) Pengaruh IT terhadap kinerja
dikenal dengan istilah e-policing dapat terpenuhi
dan kontribusi organisasi dalam
dan komunikasi serta informasi antara Polantas
menentukan langkah-langkah
dan masyarakat tidak pernah putus, terjalin
stategis. Dengan adanya IT mampu
secara kontinyu dan sinergis.
menjadi alat, teknik serta kerangka
kerja untuk menyelaraskan strategi
Pembahasan
IT dengan strategi organisasi serta
Aplikasi/ program yang coba untuk mencari kesempatan baru melalui
ditawarkan kali ini adalah bukan merupakan penerapan teknologi yang inovatif.
sesutu yang baru di tubuh Polisi lalu lintas.
b. Mengidentifikasi perlunya perubahan
Karena melakukan perubahan berdasarkan
dalam pengembangan strategi organisasi
teknologi dengan memanfaatkan sesuatu yang
telah ada, terukur dan dilakukan pengembangan Sebelum melakukan perubahan perlu
menggunakan IT, tetapi bukan merupakan dipahami situasi saat ini, dengan
penciptaan hal-hal yang baru sebagaimana mengetahui kekuatan, kelemahan,
yang terdapat dalam konsep Business Process peluang dan ancaman dari suatu
Re-engineering (BPR).1212 Dalam konsepnya organisasi serta mengoperasikan IT,
menerangkan bahwa suatu organisasi harus artinya Polantas harus mampu melihat
mampu dan menilai tentang situasi dan kondisi orgaisasinya serta penggunaan IT
saat ini, sehingga mampu melakukan perubahan yang efektif dan efisien (sesuai dengan
radikal yang terukur sesuai dengan kebutuhan kemampuan).
organisasi. Tahap-tahapan dalam BPR antara
2. Evaluasi pilihan
lain sebagai berikut :
IT dapat menjadi model, simulasi,
1. Mengembangkan pilihan untuk perubahan
prototype pilihan untuk perubahan, kondisi
radikal
sebelumnya kurang bermanfaat bagi tujuan
a. Kemampuan IT sebagai pengampu organisasi, kemudian adanya peluang serta
perubahan fenomena yang meningkat dan adanya yang
keunggulan dari suatu kompetisi dalam suatu
1) IT diharapkan mampu dijadikan
organisasi karena mampu memanfaatkan
sarana perencanaan dalam suatu
IT secara maksimal.Pemanfaatan IT
organisasi dan merealisasikan
kurang bermanfaat,dikarenakan pada saat
tujuan dari organisasi tersebut.
itu perencanaan IT hanya berfokus kepada
Sebagai contoh di Polantas,
teknologi,bukan kepada kebutuhan organisasi
IT dapat membantu Polantas
itu sendiri.Oleh karena itu dalam penulisan
dalam melaksanakan tugas sehari-
ini penulis menawarkan program maupun
hari, serta mampu mencapai
aplikasi yang bukan melihat teknologi semata
tujuannya dalam memelihara
yang ditawarkan, melainkan kebutuhan
11 Chryshnanda DL. Menjadi Polisi Yang berhati Nurani.YPKIK.2009 Polantas dalam melaksanakan tugas sehari-
12 John Ward and Joe Peppard, Strategic Planning for Information Systems, 3rd
edition, chapter 4Assessing and Understanding the Current Situation ,John harinya serta memberikan pelayanan prima
Willey and Sons Ltd, England

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 51


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

kepada masyarakat, sehingga timbul dan Untuk itu perlu ditingkatkan:


meningkatnya kepercayaan masyarakat
a. Sumber Daya Manusia dalam hal ini
terhadap Polantas.
personel Polantas sebagai pengguna
3. Pelaksanaan yang dipilih teknologi sudah harus mahir dengan
dibekali pelatihan-pelatihan dalam
IT sebagai komponen kunci untuk mencapai
menunjang pekerjaan.
perubahan, sebuah aspek kunci dari proses
perumusan adalah memastikan organisasi b. Integritas, bahwa dalam suatu pekerjaan
mau dan mampu menerapkan strategi yang diperlukan integritas yang tinggi agar
dipilih. Akan tergantung banyak pada pekerjaan berjalan dengan baik demi
bagaimana strategi itu berasal, dan siapa yang tercapainya tujuan dari suatu organisasi.
terlibat, karena akan terlihat dalam strategi Hal ini sangat diperlukan karena
nyata.Tujuannya adalah untuk meminimalkan berkaitan dengan keamanan sebuah
resiko kegagalan, memastikan keterlibatan informasi.
semua pihak yang berkepentingan serta
c. Keamanan dari aplikasi yang diperbuat,
memnimalisir ketergantungan individu, dan
sehingga aplikasi tidak gampang untuk
lebih menekankan kepada proses dan sasaran
Konsep BPR dapat diuraikan dalam gambar berikut : di hack oleh pihak lain.
yang ditentukan.
BPR UNTUK
POLANTAS

Melakukan pengembangan terhadap IT


yang tepat bagi Polantas demi terciptanya Mengidentifikasi
emampuan I Kamseltibcarlantas dan penurunan fatalitas perlunya perubahan
sbg pengampu kecelakaan di seluruh dalam pengembangan
pe ubahan Indonesia,berdasarkan kemampuan strategi organisasi
anggaran dan SDM yang ada demi tercapai
tujuan secara efektif dan efisien

IT dapat menjadi Aplikasi terintegrasi ke seluruh bidang-


model, simulasi, bidang, dan unit-unit lantas dari
prototype pilihan untuk Koorlantas hingga unit lantas Polsek
perubahan simulantuk dalam sebuah aplikasi android .

Adanya Anev terhadap keberhasilan


IT sebagai dan pelaksanaan dengan sungguh-
komponen kunci sungguh yang memiliki integritas demi
mencapai tujuan

Gambar 1

Konsep BPR pada Polantas yang coba ditawarkan tersebut senada dengan pemikiran yang telah
52
direncanakan oleh
Jurnal Ilmu program PINTAS
Kepolisian | Volume (Police
11 | Nomor Intelligent
3 | Desember 2017 Traffic Anaysis System) yang dicetuskan
oleh Chryshnanda DL,2017 antara lain: Dalam era digital system Back office, aplikasi dan network
merupakan model untuk mengimplementasikan pelayanan prima (cepat, tepat akurat, transparan,
E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

Dengan demikian pilihan program/ aplikasi termasuk institusi/ lembaga yang memiliki
yang penulis tawarkan lebih kepada bagaimana prestasi rendah dalam pelayanan publik di
seluruh bidang-bidang serta unit-unit lantas Indonesia sebagaimana yang dilansir dalam
yang ada di Polsek baik dari pusat hingga ke KBR Sabtu, 31/12/2016 11:06 WIB: “Lembaga
daerah dapat terkoneksi dalam sebuah aplikasi. Ombudsman Republik Indonesia menyatakan
Artinya bentuk-bentuk kinerja, permasalahan pengaduan masyarakat terkait pelayanan
serta pengaduan masyarakat mengenai lalu publik di Kepolisian menempati urutan
lintas di seluruh Indonesia bisa terintegrasi tertinggi pada tahun ini. Anggota Ombudsman
dari Korlantas hingga ke unit-unit lantas yang Adrianus Meliala memerinci, pengaduan
berada di Polsek-Polsek dalam sebuah aplikasi paling banyak mengenai penundaan berlarut
android dengan masing-masing operator tiap atau mal administrasi dalam menangani kasus
level dan wilayah. di Kepolisian. Selain itu juga, penyimpangan
prosedur dan tidak memberikan pelayanan.
Konsep BPR dapat diuraikan dalam gambar
Catatan akhir tahun Ombudsman soal pelayanan
berikut :
lembaga penegak hukum menyebut, aduan di
Konsep BPR pada Polantas yang coba kepolisian mencapai 1612 laporan. Peringkat
ditawarkan tersebut senada dengan pemikiran kedua terbanyak adalah pengadilaan dengan
yang telah direncanakan oleh program PINTAS pengaduan sebanyak 392 laporan. Diikuti
(Police Intelligent Traffic Anaysis System) Kejaksaan sebanyak 106 laporaan pengaduan.”14
yang dicetuskan oleh Chryshnanda DL,2017
Berbagai harapan yang tinggi dicurahkan
antara lain: Dalam era digital system Back office,
masyarakat terhadap Polri. Karena Polisi
aplikasi dan network merupakan model untuk
merupakan tempat sandaran masyarakat dalam
mengimplementasikan pelayanan prima (cepat,
mencari akar permasalahan serta mampu
tepat akurat, transparan, akuntabel, informatif
untuk menyelesaikannya. Namun harapan
dan mudah diakses). Dalam Back office terdapat
yang diinginkan terkadang tidaklah sesuai
database, memuat: Situasi, Tugas pokok,
dengan kenyataan yang ada. Berbagai hujatan,
Pelaksanaan, System administrasi, Pelaporan
umpatan bahkan caci maki diberikan masyrakat
dan Pusat K3I (Kodal, Koordinasi, Komunikasi,
terhadap polisi, semuanya itu muncul akibat
dan Informasi). Back office sebagai otak dari
ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polisi.
segala penyelenggaraan tugas di lapangan juga
Oleh karena itu membangkitkan kepercayaan
diawaki oleh orang-orang yang smart, yang
adalah merupakan kunci utama Polri dalam
mampu menggerakkan semua fungsi/ bagian
memulai kinerja yang dianggap sukses dan
secara cepat, tepat, akuntabel, informatif dan
berhasil. Kepercayaan menjadi suatu yang
mudah diakses. Back office memiliki model-
hakiki bagi suatu institusi. Kepercayaan menjadi
model penanganan masalah rutin, khusus
suatu nilai yang tertinggi bagi sebuah prestasi
bahkan kontijensi. Pada masa-masa kritis
kerja. Kepercayaan juga merupakan hasil
Back office mampu berfungsi sebagai Crissis
dari profesionalisme dan ketulusan bekerja.
centre karena didukung oleh pusat-pusat data,
Kepercayaan bukan merupakan suatu yang
pusat-pusat monitor dan pengendalian13. Alasan
instan, dan melalui proses yang saling terkait satu
penulis memilih dan mengembangkan aplikasi
dengan yang lainnya. Kepercayaan merupakan
yang terintegrasi tersebut adalah karena polisi
buah dari ketulusan dan profesionalisme yang

13 Chryshnanda DL.Panel Diskusi Transportasi.“ problem solving kebijakan 14 Kepolisian Jadi Lembaga Penegak Hukum yang Terbanyak Diadukan ke
dan regulasi Transportasi angkutan perkotaan di Indonesia. 21 Januari 2017. Ombudsman (http://kbr.id/berita/122016/kepolisian_jadi_lembaga_penegak_
yogyakarta hukum_yang_terbanyak_diadukan_ke_ombudsm an/87870.html)

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 53


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

ditunjukkan oleh kinerja dan produknya yang tertentu data informasi dibatasi oleh Kepolisian
signifikan dapat dirasakan oleh masyarakat.1515 dengan pertimbangan keamanan bagi para
Bagaimana mungkin sebuah kinerja berjalan pengguna. Apabila terdapat pelanggaran
dengan baik, apabila tujuan utama tidak atau penyalahgunaan informasi oleh para
dapat dipenuhi secara maksimal oleh suatu pengguna aplikasi yang, pihak kepolisian akan
organisasi. Maka sudah saatnya citra Polri memberikan tindakan/ sangsi tegas dan nyata.
harus ditingkatkan guna mencapai cita-cita dan Hal ini tergantung seberapa besar dampak dari
harapan masyarakat kepada Polisi terutama bagi tindakan dan pelanggaran yang dilakukan oleh
Polantas. pengguna aplikasi ini. Apabila bersifat candaan
atau gurauan ataupun memberikan informasi
Berdasarkan laporan Ombudsman tahun
yang tidak benar, nomor tersebut dapat diblock
2016 di atas, penulis berupaya menyumbangkan
oleh operator sehingga aplikasi ini tetap terus
inovasi berupa pemikiran, upaya meningkatkan
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan
pelayanan publik oleh institusi Polri, setidaknya
utamanya, sehingga kepercayaan masyarakat
sumbangan pemikiran yang dituangkan dalam
terhadap Polantas semakin meningkat.
konsep berpikir serta diimplikasikan melalui
sebuah aplikasi, mampu untuk meminimalisir Program/ aplikasi lantas yang terintegrasi
segala bentuk pelanggaran yang ada di Polantas. dapatdigambarkan sebagai berikut :
Sehingga cita-cita dan harapan Polri sesuai
dengan Grand strategy Polri yang pertama
pada Tahap awal yaitu mewujudkan trust Aplikasi Terintegrasi Seluruh Polda
(kepercayaan) kepada masyarakat dapat berjalan
Berdasarkan gambar di atas sangatlah
dengan baik. Saat ini Polisi telah memasuki
sederhana konsep yang ditawarkan, seperti
Tahap ke-3 dalam Grand Startegy Polri,
mengimput, menyimpan dan mengolah data
sudah saatnya pengembangan pelayanan yang
serta menghubungkan kepada aplikasi yang
berbasis teknologi (e-policing) ini untuk lebih
telah ada di Korlantas, Direktorat Lantas Polda-
dikembangkan dan disosialisasikan kembali
Polda, Satlantas Polres-Polres, sehingga para
kepada masyarakat. Secara garis besar konsep
pengguna atau penikmat aplikasi ini mampu
yang ditawarkan sudah ada di tubuh Polantas
berkomunikasi dan memperoleh informasi yang
hanya saja belum terintegrasi satu dengan yang
dibutuhkan terkait dengan permasalahan lalu
lainnya. Oleh karena itu fitur-fitur yang akan
lintas.
dibentuk ini lebih kepada mengintegrasikan
seluruh aplikasi Polantas yang telah dimiliki, Prinsip BPR adalah memanfaatkan
agar mampu dinikmati, dipergunakan untuk teknologi yang ada untuk dimodifikasi guna
kebutuhan organisasi maupun masyarakat. memperoleh tujuan dari organisasi, bukan
sebaliknya memanfaatkan teknologi tetapi
Dengan adanya aplikasi yang saling
tujuan organisasi tidak tercapai. Hal ini
terintegrasi dan terkoneksi, dapat mempersempit
yang mengilhami penulis untuk menawarkan
celah ataupun ruang untuk berbuat pelanggaran
aplikasi yang berisikan fitur-fitur permasalahan
maupun penyimpangan bagi seluruh
lalu lintas dan tugas-tugas Polantas serta
penyelenggara pelayanan di Polantas. Namun
menghubungkannya dengan seluruh Polda dan
tidak semua informasi yang dapat dibuka sesuai
Polres yang ada di wilayah Indonesia. Yang
dengan harapan masyarakat. Ada hal- hal
dimaksud dengan aplikasi terkoneksi adalah
15 Chryshnanda DL. Kenapa mereka takut dan enggan berurusan dengan polisi. sebuah aplikasi dimana pemakai aplikasi
Komunikasi dan informasi.YPKIK.2013

54 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

tersebut secara terus-menerus dapat melakukan yang berbasiskan IT ini didasarkan kepada visi
koneksi ke suatu database sepanjang aplikasi dan misi Kapolri saat ini yang dikenal dengan
tersebut dijalankan.1616Hal ini yang dilakukan istilah Profesional, Modern dan Terpercaya
antara Korlantas dan seluruh jajaran yang ada (Promoter). E- Policing diharapkan mampu
agar selalu terkoneksi/terhubung sehingga bisa untuk memberikan efisiensi kerja maupun
digunakan oleh seluruh masyarakat. efisiensi pelayanan kepada masyarakat, serta
menghindari hubungan langsung antara person
Sedangkan sistem informasi terintegrasi to person yang dapat menimbulkan peluang
merupakan salah satu konsep kunci dari sistem terjadinya penyimpangan. Pelayanan publik
informasi manajemen. Berbagai sistem dapat yang dilakukan oleh Polantas terdiri dari
saling berhubungan satu sama lain dengan pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan,
berbagai cara yang sesuai dengan keperluan pelayanan administrasi, pelayanan informasi,
integrasinya. Salah satu di antaranya adalah pelayanan hukum dan keadilan dan pelayanan
sosial kemanusiaan. Beberapa kegiatan Polantas
dengan arus data faktual atau potensial di antara
baik secara rutin di lapangan maupun pelayanan
mereka.1717 Dengan demikian pemahaman
terhadap masyarakat telah menggunakan IT
tentang aplikasi yang selalu terhubung dan dalam mekanisme kerjanya, antara lain program
terintegrasi adalah demi tercapainya suatu e-tilang, samsat on-line, sim on-line, program
bentuk kerjasama dalam informasi antara NTMC, dan program IRSMS pada kecelakaan
aplikasi satu dengan yang lainnya, agar selalu
odel pemolisian yang menggunakan
terhubung dan memberikan informasi apa aplikasi atau program yang berisikan fitur-
yang dibutuhkan oleh suatu wilayah atau fitur yang saling terkoneksi dan terintegrasi
bidang maupun fungsi di Polres-Polres antara Korlantas, Direktorat Lalu Lintas dan
sehingga terciptanya pelayanan yang cepat, Satuan Lalu lintas pada masing- masing Polres.
tepat, akurat, akuntabel, informatif dan mudah Tujuannya adalah untuk mempermudah para
diakses. Karena aliran informasi diantara pengguna aplikasi dalam mengakses segala
bentuk permasalahan yang ada di lalu lintas di
sistem sangat bermanfaat apabila data di dalam
seluruh wilayah Indonesia, tanpa dibatasi waktu
file dari satu sistem diperlukan juga oleh sistem
maupun tempat dalam memperoleh informasi
yang lainnya. maupun dalam berkomunikasi. Dengan adanya
aplikasi yang saling terintegrasi dan terkoneksi
Kesimpulan
juga dapat membantu mempersempit celah
Untuk menimbulkan kembali kepercayaan ataupun ruang untuk berbuat pelanggaran
masyarakat terhadap Polri, khususnya Polantas maupun penyimpangan oleh seluruh
yang selama ini telah tercoreng oleh beberapa penyelenggara pelayanan di Polantas sehingga
kegiatan baik itu pelayanan maupun penegakan tujuan utama Polantas dalam memberikan
hokum, Polantas harus menampilkan model pelayanan yang prima dapat terpenuhi. Dengan
dan pola pemolisian melalui elektronik atau demikian pemahaman tentang aplikasi yang
electronic policing (e-policing). Pemolisian selalu terhubung dan terintegrasi dilakukan
demi tercapainya suatu bentuk kerjasama dalam
16 Aplikasi terkoneksi http://chaosbolonk.blogspot.co.id/2010/12/aplikasi- informasi antara aplikasi satu dengan yang
terkoneksi-dan-aplikasi.html
lainnya agar selalu terhubung dalam memberikan
17 Sistem terintegrasi informasi apa yang dibutuhkan dapat tercapai,
http://www.ahliartikel.com/2016/03/pengertian-integrasi-sistem-informasi.
html

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 55


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

sehingga terciptanya pelayanan yang cepat, tepat, 4. Chrysnanda DL. Ilmu kepolisian, kurikulum,
akurat, akuntabel, informatif dan mudah diakses. pengajaran dan pengembangannya. Hal 11.
STIK- Jakarta.2015
Saran :
5. Chryshnanda DL. Menjadi Polisi Yang
Sistem aplikasi yang dimiliki Polri saat berhati Nurani.YPKIK.2009
ini sudah cukup baik, khususnya Polantas.
6. Chryshnanda DL. Othak- Athik Gathuk.
Tetapi masih saja terdapat kelemahan dalam
Celometan Mafia Birokrasi. Folk Mataraman
mengoperasionalkannya, yaitu aplikasi
Institute.2016
atau program yang dimiliki masih bersifat
parsial belum secara simultan terkoneksi dan 7. John Ward and Joe Peppard, Strategic
terintegrasi di seluruh wilayah Indonesia. Oleh Planning for Information Systems,
karena itu dibutuhkan suatu terobosan kreatif 3rd edition, chapter 4 Assessing and
dengan memanfaatkan aplikasi yang telah ada Understanding the Current Situation ,John
untuk dibuat secara terkoneksi dan terintegrasi. Willey and Sons Ltd, England
Dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas
8. Undang- Undang No. 22 tahun 2009 tentang
personel Polantas di seluruh wilayah Indonesia,
lalu Lintas dan Angkutan jalan ( LLAJ)
agar diberikan pengetahuan dan pelatihan
khusus untuk mengoperasionalkan aplikasi atau 9. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
suatu program. Penggunaan IT dalam pemolisian Tentang Pelayanan Publik
perlu mendapatkan atensi oleh seluruh jajaran di
wilayah maupun bidang dan fungsi, mengingat
perubahan zaman pada era globalisasi yang saat Jurnal:
ini sedang kita rasakan.
10. I Nengah Suparta, Ketut Agustini, I Made
Demikian tulisan ini, semoga dapat Gede Sunarya, I Made Agus Wirawan.
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan Pengembangan Sistem Terintegrasi Untuk
dan dapat memberikan masukan kepada Polisi Panduan Pariwisata Berbasis Mobile Sebagai
Lalu lintas dalam rangka membangun Polri yang Daya Dukung Peningkatan Pariwisata
lebih baik dan dipercaya masyarakat di masa di Kabupaten Buleleng. Universitas
yang akan datang. PendidikanGanesha Vol. 2, No. 2, Oktober
2013
Daftar Pustaka
11.
Rudi Sumarno. Penerapan E-Library
di Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Buku :
Jakarta.2014
1. Brien james dan Marakas George. Sistem
informasi Manajemen. Salemba empat. 2014 Lain-lain :
2. Chrysnanda DL.Demokratisasi Pemolisian 12.
Amanat Presiden SBY dalam apel
dan Strategi keluar dari zona aman. pencanangan Gerakan Nasional Pelopor
YPKI.2016 Keselamatan Berlalu Lintas (http://www.
koranbireuen.com/2014/01/lalu-lintas-
3. Chrysnanda DL. Kenapa mereka takut dan
sebagai-cermin-budaya- bangsa/)
enggan berurusan dengan polisi? Polantas
dicaci dan dinanti. Hal 31YPKIK.2013 13. Aplikasi Polisi Kita Sumatera Utara, e-

56 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


E-Policing Lalu Lintas yang Terintegrasi Secara Nasional

Policing (google playstore) for android lembaga penegak hukum yang terbanyak
diadukan ke ombudsman/87870.html)
14. Aplikasi terkoneksi http://chaosbolonk.
blogspot.co.id/2010/12/aplikasi-terkoneksi- 20. Korlantas Polri http://korlantas-irsms.info/
dan- aplikasi.html
21. Korlantas Polri Rilis Aplikasi SIM Online
15. Chryshnanda DL. Manajemen Lalu lintas. hingga e-Tilang http://news.okezone.com/
Bahan anjar Mahasiswa S2 STIK-PTIK. read/2016/12/16/337/1568013/korlantas-
2017 polri-rilis-aplikasi-sim-online- hingga-e-
tilang
16.
Chryshnanda DL.Panel Diskusi
Transportasi. “problem solving kkebijakan 22.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara
dan regulasi Transportasi angkutan perkotaan Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2010
di Indonesia “. 21 Januari 2017. Yogyakarta tentang Tata Cara Pelayanan Informasi
Publik di Lingkungan Kepolisian Negara
17.
Grand Strategy Polri (www.polisiku.net/
Republik Indonesia
article-33-grand-strategi-polri-2005-2025.
html) 23. Sistem terintegrasi http://www.ahliartikel.
com/2016/03/pengertian-integrasi-sistem-
18.
Kapolri Launching Aplikasi ‘Polisi Kita
informasi. html
Sumatera Utara’ di Medan http://news.
liputan6.com/read/2847226/kapolr i- 24. Traffic Management centre (TMC) www.
launching-aplikasi-polisi-kita-sumatera- Lantas metro.polri.go.id
utara-di- medan
25 Visi Kapolri Promoter, Modern. http://
19. Kepolisian Jadi Lembaga Penegak Hukum news.detik.com/berita/3253952/catat-ini-
yang Terbanyak Diadukan ke Ombudsman visi-misi-kapolri- jenderal-tito
(http://kbr.id/berita/122016/kepolisian jadi

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 57


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

Penyidikan Tindak Pidana


Illegal Logging pada Satuan Reserse
Kriminal Polres Kutai Timur
Rico Yumasri
Mahasiswa Magister Ilmu Kepolisian Angkatan VII STIK-PTIK.
Jln Tirtayasa Raya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Abstract
This paper wants to give an idea about the condition of illegal logging crime in East Kutai Regency.
Focus on writing about the stage of investigation carried out and analyze the factors that influence law
enforcement by East Kutai Police. The research findings show that the pattern of illegal logging in East
Kutai Regency is more on the deviation of social innovation according to Anomie’s theory, the investigation
is in accordance with the legal procedure but quite weak in the planning and supervision stage, and the
factors influencing according to the theory of Soekanto’s law enforcement factors. Therefore, it is necessary to
create employment for the society equally in East Kutai Regency, socialization of all parties about forestry
criminal law, East Kutai Polres should increase the quantity and quality of investigator, carry out the
supervision function maximally, and utilize the activeness of society who care about environment.

Keywords: illegal logging, investigation, law enforcement, environment

Abstrak
Tulisan ini ingin memberikan gambaran seputar kondisi tindak pidana illegal logging di
Kabupaten Kutai Timur. Fokus tulisan tentang tahapan penyidikan yang dilakukan dan menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum oleh Polres Kutai Timur. Temuan penelitian
menunjukan bahwa pola tindak pidana illegal logging di Kabupaten Kutai Timur lebih pada
penyimpangan sosial innovation sesuai teori Anomie, penyidikan sudah sesuai prosedur hukum namun
cukup lemah pada tahap perencanaan dan pengawasan, dan adanya faktor yang mempengaruhi sesuai
teori faktor penegakan hukum Soekanto. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat secara merata di Kabupaten Kutai Timur, sosialisasi semua pihak tentang aturan
pidana kehutanan, Polres Kutai Timur hendaknya meningkatkan kuantitas dan kualitas penyidik,
melaksanakan fungsi pengawasan secara maksimal, dan memanfaatkan keaktifan masyarakat yang
peduli lingkungan hidup.

Kata kunci : illegal logging, penyidikan, penegakan hukum, lingkungan hidup

58 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

Pendahuluan hukum. Isu ini menjadi menarik seiring dengan


bergulirnya pembangunan di Kabupaten Kutai
“Hutan ini bukan warisan nenek moyang,
Timur terkait masalah ijin pertambangan dan
melainkan titipan dari anak cucu kita”. Adagium
pembukaan lahan perkebunan sawit. Kondisi
ini memiliki makna sangat mendalam sehingga
ini diyakini sebagai faktor pemicu munculnya
layak untuk dijadikan dasar pemikiran dalam
tindak pidana pembalakan liar atau illegal
upaya menjaga kelestariannya. Dengan
logging. Polres Kutai timur pada dasarnya telah
menyadari, bahwa hutan adalah hak untuk anak
melaksanakan proses penyidikan tindak pidana
cucu di masa mendatang, oleh sebab itu perlu
kehutanan sesuai ketentuan yang berlaku.
ada rasa kewajiban untuk menjaganya. Apalagi
Namun penyelenggaraan penyelidikan dan
dipahami bahwa hutan merupakan salah satu
penyidikan illegal logging yang dilakukan oleh
karunia Tuhan yang perlu disyukuri dengan
penyidik Polres Kutai Timur ini mungkin
memelihara, pelestarian serta memanfaatkan
belum menimbulkan efek jera terhadap pelaku,
secara optimal sehingga keberadaannya untuk
hal ini terlihat dari terus berlanjutnya praktik
masa yang akan datang terjaga. Salah satu
pembalakan liar di berbagai daerah di wilayah
permasalahan pelik saat ini adalah pemberantasan
hukum Polres Kutai Timur.
tindak pidana illegal logging yang terus terjadi.
Istilah Illegal Logging sendiri sering muncul Pada Kabupaten Kutai Timur terdapat
di pemberitaan media massa karena dianggap kawasan hutan lindung seluas 397.098,56 Ha,
sebagai penyebab utama kerusakan hutan di dunia kawasan hutan produksi seluas 1.438.496,02 Ha,
terutama di negara–negara berkembang seperti dan kawasan hutan konservasi seluas 722.935,06
Indonesia ini. Apa yang dimaksud dengan illegal Ha (Taman Nasional Kutai). Dari luas hutan
logging? Berdasarkan pendekatan hukum atau tersebut terdapat beberapa areal yang menjadi
aspek legalitasnya, illegal logging adalah praktik lahan ijin usaha kehutanan baik Hak Pengusahaan
penebangan hutan secara liar karena dilakukan Hutan (HPH) maupun ijin pemanfaatan kayu
secara tidak sah sesuai dengan ketentuan dan (IPK) yang dimiliki oleh masyarakat baik berupa
peraturan yang berlaku. Secara lebih luas, illegal perorangan, CV, maupun oleh Koperasi. Polres
logging termasuk praktik pembalakan hutan Kutai Timur merupakan polres dengan tipe
yang dilakukan secara eksploitatif melebihi daya rural dengan 7 (tujuh) Polsek jajaran, memiliki
dukung (carrying capacity) Sumber daya hutan jumlah personil sebanyak 408 (empat ratus
secara lestari dan bersifat destruktif sehingga delapan) personil, yang tersebar dilingkungan
menimbulkan akibat dan dampak negatif berupa Polres, Polsek dan Polsubsektor jajaran Polres
kerusakan hutan dan lingkungan. Kutim. Dari jumlah tersebut terdapat 49 (empat
puluh sembilan) perwira yang bertugas baik di
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Polres, Polsek maupun Polsubsektor. Jumlah ini
berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No.2
tentunya masih jauh dari idealnya polisi untuk
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
satuan Polres. Pada satuan Reserse Kriminal
Indonesia merupakan institusi yang diberi
Polres Kutai Timur terdapat sebanyak 6 (enam)
wewenang dan tanggung jawab dalam memelihara
perwira selaku penyidik, 29 (dua puluh sembilan)
keamanan dan ketertiban masyarakat yang aman
anggota selaku penyidik/penyidik pembantu
dan terkendali, serta penegakan hukum terlebih
yang menangani seluruh berkas perkara pidana
menyangkut masalah pemberantasan illegal
yang ditangani di Polres Kutai Timur dan 1
logging. Selanjutnya Polri juga memuat tugas-
(satu) Pegawai Negeri Sipil.
tugas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat serta melaksanakan penegakan Mengingat wilayah hutan di Kabupaten

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 59


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

Kutai Timur yang begitu luas, tidak dapat kawasan hutan Kabupaten Kutai Timur untuk
dipungkiri kalau angka kejahatan bidang melakukan perbuatan yang mereka anggap
kehutanan ini marak terjadi. Sebagian besar dari bukanlah perbuatan yang tercela, tapi adalah
warga yang berada di kawasan pinggir hutan upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang rawan menjadi pelaku tindak pidana illegal keluarga mereka sehari-hari. Cara melakukan
logging ini merupakan pendatang baik dari perbuatannya bermacam-macam, dari yang
Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan atau dari sangat sederhana yaitu menebang pohon,
Jawa, yang kemudian menetap dan berkembang hingga pengangkutan dengan kapal motor ke
menjadi penduduk setempat dalam masyarakat luar daerah Kalimantan Timur. Modus-modus
yang majemuk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut banyak ditemukan diberbagai wilayah
hidup mereka memanfaatkan kekayaan alam yang di Kabupaten Kutai Timur. Modus lain yang
besar diwilayah ini yaitu hutan dengan kayu yang ditemukan penyidik yang biasa dilakukan oleh
berlimpah dan sulit untuk diawasi oleh pihak pemilik modal yaitu dengan membeli kayu
yang berwajib. Selain itu dari para pengusaha illegal untuk dijual kembali dengan harga yang
juga masuk untuk melakukan usahanya dibidang tinggi, mengolah kayu limbahan land clearing
kehutanan, dan memanfaatkan tenaga dari dari pembukaan lahan perusahaan perkebunan,
masyarakat setempat. kecurangan dalam administrasi oleh perusahaan
yang bergerak dibidang kehutanan, volume kayu
Sat Reskrim Polres Kutai Timur pada
yang tidak sesuai dengan yang tercantum pada
tahun 2013 telah melakukan penyidikan
dokumen sah hasil hutan, serta berbagai modus
terhadap 24 (dua puluh empat) kasus illegal
lainnya.
logging yang seluruhnya dapat diselesaikan oleh
penyidik secara tuntas. Sedangkan pada tahun Polres Kutai Timur dalam penanganan
2014 berjalan Sat Reskrim Polres Kutim telah tindak pidana ini, telah melakukan upaya
menerima dan melakukan proses penyidikan penanganan dari tahapan pre-emtif, preventiv,
terhadap 13 (tiga belas) Laporan Polisi terkait dan secara represif penegakan hukum. Dalam hal
tindak pidana illegal logging, dimana 4 (empat) pre-emtif semua fungsi ikut memiliki peran dalam
diantaranya telah dinyatakan lengkap (P21) dan mencegah maraknya kegiatan pembalakan liar di
selanjutnya dinyatakan selesai dan dilakukan wilayah ini. hal nyata dilakukan dengan kegiatan
tahap dua atau pelimpahan kepada Jaksa sosialisasi, himbauan langsung atau melalui media
Penuntut umum ( JPU). Jumlah penanganan ini masa oleh Sat Bimas dan Humas Polres Kutai
dirasakan masih sangat minim dibandingkan Timur. Sedangkan dalam upaya preventiv Polres
dengan potensi atau jumlah terjadinya tindak Kutai Timur juga memberdayakan fungsi terkait
pidana illegal logging dengan berbagai motif dan seperti Satuan Samapta dan Satuan Lalu Lintas
modus pelaku, yang terjadi wilayah Kabupaten dalam kegiatan Patroli. Dalam pelaksanaan tugas
Kutai Timur yang memiliki kawasan hutan yang penyidikan ini, Satuan Reserse Kriminal Polres
luas. Kutai Timur selalu mengacu kepada Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Motif utama dari pelaku tindak pidana
Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun
illegal logging adalah ekonomi. Motif ekonomi
2002 tentang Kepolisian Negara Republik
juga dijumpai pada pengusaha pemilik ijin usaha
Indonesia, Peraturan Kapolri No 14 Tahun
kehutanan dimana saat menjalankan usahanya
2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
mereka juga kerap melakukan pelanggaran, baik
Pidana, dan aturan teknis lain yang mengatur
administrasi maupun pidana. Motif ekonomi
tentang pelaksanaan penyidikan. Satuan Reserse
ini dijadikan alasan bagi masyarakat sekitar

60 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

Kriminal Polres Kutai Timur cukup memiliki termasuk perdagangannya. Ketentuan tindak
literatur yang mendukung pelaksanaan tugas pidana illegal logging yang berada dalam lingkup
penegakan hukum, khususnya bidang tindak kejahatan dibidang kehutanan ini mengacu
pidana illegal logging. Literatur tersebut dapat kepada Undang-Undang No. 18 Tahun 2013
berupa buku perundang-undangan, ataupun tentang Pencegahan dan Pemberantasan
dengan media internet, sehingga setiap penyidik Perusakan Hutan yang merupakan pembaharuan
akan dengan mudah untuk mempelajari dan dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
memahami aturan yang ada. tentang Kehutanan. Pada undang-undang ini
dijelaskan bahwa perusakan hutan adalah proses,
Dalam manajemen peyidikan tindak pidana
cara, atau perbuatan merusak hutan melalui
terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui
kegiatan pembalakan liar, atau penggunaan
untuk memperoleh hasil yang baik. Tahapan-
kawasan hutan tanpa izin.
tahapan tersebut dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian
Illegal logging di Kutai Timur
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kapolri
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Di Kabupaten Kutai Timur kejahatan ini
Penyidikan Tindak Pidana. Dalam pelaksanaan marak terjadi dikarenakan potensi hutan yang
proses penyidikan, dapat dipastikan bahwa terdapat pada kawasan yang begitu luas. Kondisi
terdapat hal-hal yang dapat mempengaruhi ini mengakibatkan sulitnya para penegak
jalannya proses penyidikan. Pengaruh ini dapat hukum untuk mengawasi dan mengamankannya
bersumber dari dalam lingkungan penyidik sehingga memberikan kenyamanan bagi pelaku
sendiri maupun dari luar lingkungan penyidik tindak pidana kehutanan untuk melakukan
tersebut. Hal tersebut dapat mempengaruhi kejahatannya. Motif dari pelaku umumnya
secara positif sehingga dapat dijadikan faktor adalah untuk kepentingan ekonomi. Sedangkan
pendukung dari pelaksanaan penyidikan, namun modus operandi yang dilakukan bermacam-
juga dapat memberikan pengaruh negatif macam seperti penebangan langsung pohon di
sehingga menjadi faktor penghambat dalam kawasan hutan baik dengan sarana sederhana
proses penyidikan yang dilakukan oleh Satuan hingga terorganisir dengan menggunakan alat
Reserse Kriminal Polres Kutai Timur. Faktor berat, pengangkutan kayu tanpa dilengkapi
internal dalam proses penyidikan tindak pidana dokumen yang sah baik dengan alat angkut darat
Illegal logging bersumber dari tubuh Polri sendiri, ataupun laut, membeli kayu illegal untuk dijual
dalam hal ini adalah Polres Kutai Timur dan kembali dengan harga yang tinggi, mengolah
secara khusus Satuan Reserse Kriminal Polres kayu limbahan land clearing dari pembukaan
Kutai Timur. Faktor ini dapat berupa hal-hal lahan perusahaan perkebunan, kecurangan dalam
yang menyangkut personil penyidik ataupun administrasi oleh perusahaan yang bergerak
bersumber dari sarana pendukung terlaksananya dibidang kehutanan, volume kayu yang tidak
penyidikan. Faktor eksternal dalam penyidikan sesuai dengan yang tercantum pada dokumen
tindak pidana ini dapat bersumber dari berbagai sah hasil hutan, serta berbagai modus lainnya.
hal, diantaranya adalah perundang-undangan
Pelaku tindak pidana illegal logging umumnya
sendiri atau dari sosial budaya masyarakat.
adalah mereka yang tinggal di sekitar kawasan
hutan di seluruh wilayah Kabupaten Kutai
Temuan dan Pembahasan
Timur. Sebagian besar dari warga yang berada
Istilah Illegal logging digunakan untuk di kawasan pinggir hutan merupakan pendatang
tindakan pencurian kayu di hutan negara baik dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 61


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

atau dari Jawa, yang kemudian menetap dan e. Rebellion :


berkembang menjadi penduduk setempat dalam
Perilaku yang tidak lagi mengakui
masyarakat yang majemuk. Untuk memenuhi
struktur sosial yang ada dan berupaya
kebutuhan hidup mereka memanfaatkan
menciptakan suatu struktur sosial yang lain
kekayaan alam yang besar diwilayah ini yaitu
(pemberontakan).
hutan dengan kayu yang berlimpah. Dengan
cara ini mereka memperoleh hasil keuntungan
dalam waktu yang cukup singkat. Teori Perbuatan pelaku tindak pidana illegal
yang dikemukakan oleh Robert K. Merton logging di Kabupaten Kutai Timur adalah
menyatakan, bahwa dalam struktur sosial budaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi diri dan
dijumpai tujuan, sasaran atau kepentingan yang keluarga pelaku. Tujuan ini merupakan suatu
didefinisikan oleh kebudayaaan sebagai tujuan sasaran atau kepentingan yang didefinisikan
yang sah bagi seluruh ataupun sebagian anggota oleh kebudayaaan sebagai tujuan yang sah bagi
masyarakat. Struktur sosial ini menghasilkan seluruh masyarakat, namun dalam hal cara
tekanan kearah anomie (strain toward anomie) dan atau jalan dalam mencapai tujuan tersebut
perilaku menyimpang. Merton mengidentifikasi bertentangan atau dilarang oleh masyarakat
lima tipe cara adaptasi individu terhadap situasi secara umum. Cara yang dilakukan itu adalah
tertentu, empat di antara lima perilaku dalam dengan melakukan tindak pidana illegal logging
menghadapi situasi tersebut merupakan perilaku yang dilarang oleh ketentuan Undang-Undang
menyimpang (Sunarto, 2000: 180). Kelima tipe No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Pemberantasan Perusakan Hutan, sehingga apa
a. Conformity : yang dilakukan itu merupakan suatu kejahatan
dimata hukum dan masyarakat Indonesia.
Perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan Berdasarkan teori anomie diatas dapat dianalisa
masyarakat, dan mengikuti cara yang bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
ditentukan masyarakat untuk mencapai tindak pidana illegal logging yang dilakukan oleh
tujuan tersebut. masyarakat Kabupaten Kutai Timur merupakan
suatu perilaku menyimpang. Perilaku ini sesuai
b. Innovation :
dengan tipe adaptasi individu dalam menghadapi
Perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan situasi tertentu yang kedua, yaitu Innovation
masyarakat tetapi menggunakan cara yang dimana perilaku yang ditunjukan oleh pelaku
dilarang oleh masyarakat. mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat
(memenuhi kebutuhan hidup/ekonomi)
c. Ritualism :
tetapi menggunakan cara yang dilarang oleh
Perilaku meninggalkan tujuan yang masyarakat (dengan melakukan tindak pidana
ditentukan masyarakat, namun masih bidang kehutanan).
mengikuti cara yang ditentukan masyarakat
untuk mencapai. Penyidikan pada Satreskrim Polres Kutai
Timur
d. Retreatism :
Dalam penyidikan tindak pidana ini Sat
Perilaku yang tidak mengikuti tujuan yang
Reskrim Polres Kutai Timur berdasar kepada
ditentukan masyarakat, dan juga tidak
perundang-undangan yang mengatur masalah
mengikuti cara yang ditentukan masyarakat.
tindak pidana kehutanan, yaitu Undang-

62 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Polres Kutai Timur pada setiap tahapan.
dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang
a. Perencanaan (planning) penyidikan tindak
merupakan pembaharuan dari Undang-Undang
pidana illegal logging oleh sat reskrim
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
polres Kutai Timur. Perencanaan kegiatan
Dimana pada undang-undang ini dijelaskan,
penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan
bahwa perusakan hutan adalah proses, cara,
oleh penyidik Sat Reskrim Polres Kutai
atau perbuatan merusak hutan melalui
Timur dilakukan dengan perumusan rencana
kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan
kegiatan yang dilakukan untuk jangka waktu
hutan tanpa izin. Di kabupaten Kutai Timur
tahunan, rengiat bulanan, rengiat mingguan
pelanggaran pasal yang umum ditemukan oleh
dan rengiat harian. Sat Reskrim Polres
penyidik untuk ditangani berdasarkan undang-
Kutai Timur ini terlihat belum maksimal
undang diantaranya adalah mengangkut,
dalam perencanaan, sehingga pelaksanaan
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu
penyidikan tidak dapat dilihat berdasarkan
yang tidak dilengkapi secara bersama surat
rengiat.
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 83 ayat 1 huruf b jo Pasal 12 b. Pengorganisasian (organizing) penyidikan
huruf e Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun tindak pidana illegal logging oleh Sat
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Reskrim Polres Kutai Timur. Dalam hal
Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana pengorganisasian pelaksanaan penyidikan
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling tindak pidana illegal logging oleh Sat Rekrim
lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling secara umum terlaksana dengan baik.
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Hal ini terlihat dari pembagian tugas dan
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 peran masing-masing personil dalam tugas
(dua miliar lima ratus juta rupiah). penegakan hukum yang diemban. Teknis
pelaksanaan penyidikan berjalan sesuai
Dalam hal manajemen penyidikan,
dengan ketentuan yang ada.
operasional reserse menggunakan tahapan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan c. Pelaksanaan (actuating) penyidikan tindak
pengendalian. Selaras dengan teori manajemen pidana illegal logging oleh sat reskrim
yang dikemukakan oleh George R Terry polres Kutai Timur. Dalam hal pelaksanaan
dalam bukunya Principles of management (asas penyidikan yang dilakukan oleh Sat
asas managemen). Terry merumuskan fungsi Reskrim, walaupun belum terencana dengan
manajemen terdiri dari (Winardi, 1986): baik, akan tetapi dalam pelaksanaanya dapat
Perencanaan (Planning), Pengorganisasian berjalan dengan baik sesuai dengan aturan
(Organizing), Pelaksanaan / penggerak yang dipedomani. Proses penyidikan berjalan
(Actuating), Pengendalian (Controling). Teori tanpa adanya pengaruh dari pihak lain. Hal ini
Manajemen tersebut menjelaskan bahwa dengan menunjukan bahwa pelaksanaan penyidikan
adanya pengklasifikasian fungsi maka pimpinan yang dilakukan pada Sat Reskrim berjalan
dapat mengevaluasi prestasi-prestasi kerja dan dengan cukup baik. Pengendalian (controling)
dapat dilakukan tindakan-tindakan koreksi penyidikan tindak pidana illegal logging oleh
sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana- sat reskrim polres Kutai Timur.Pengendalian
rencana yang ditetapkan. Berdasarkan teori terhadap pelaksanaan tugas penyidikan yang
diatas dapat dianalisa pelaksanaan manajemen dilakukan pada Satuan Reserse Kriminal
penyidikan yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Kutai Timur dilakukan dengan

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 63


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

pengawasan secara melekat dengan mengacu sehingga dapat dijadikan faktor pendukung
kepada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun dari pelaksanaan penyidikan, namun juga dapat
2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak memberikan pengaruh negatif sehingga menjadi
Pidana. Fungsi Wassidik dan Atasan penyidik faktor penghambat dalam proses penyidikan yang
memiliki peran pengawasan sesuai Pasal 98 dilakukan oleh satuan reserse kriminal polres
huruf b, yaitu dengan pemeriksaan laporan Kutai Timur. Disebutkan Soekanto (1983:2)
kemajuan, supervisi, dan pelaksanaan gelar faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
perkara.Pelaksanaan pengendalian ini juga hukum menyebutkan bahwa masalah pokok
dilakukan diluar teknis penyidikan, seperti dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada
yang dilakukan oleh fungsi/seksi profesi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya,
dan pengamanan (Sipropam) Polres Kutim. yaitu: Faktor hukumnya sendiri, Faktor penegak
Mengingat luasan wilayah dan keterbatasan hukum, Faktor sarana atau fasilitas, Faktor
personil, untuk tahapan pengendalian masyarakat, dan Faktor kebudayaan. Teori dapat
ini dirasakan belum maksimal, sehingga digunakan untuk menganalisa hal-hal yang
kemungkinan untuk adanya penyimpangan mempengaruhi proses pelaksanaan penyidikan
yang dilakukan oleh anggota masih dapat tindak pidana illegal logging yang dilakukan
terjadi. oleh satuan reserse kriminal polres Kutai Timur,
sehingga dapat memberikan gambaran tentang
Dari uraian analisa di atas dapat dilihat
kondisi yang dihadapi dari berbagai faktor.
bahwa pelaksanaan manajemen operasional
reserse yang dilakukan pada Satuan Reserse a. Faktor hukumnya sendiri
Kriminal Polres Kutai Timur telah berjalan,
Untuk tindak pidana illegal logging saat ini
namun belum terlaksana maksimal. Dari tahapan
berlaku Undang-Undang Nomor 18 Tahun
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
dan pengendalian, yang dapat berjalan dengan
Perusakan Hutan. Undang-undang ini
baik hanya pada tahapan pengorganisasian
menggantikan Peraturan perundang-
dan pelaksanaan, sedangkan untuk tahapan
undangan telah ada sebelumnya yaitu
perencanaan dan pengendalian belum terlaksana
Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang
secara maksimal. Untuk itu dibutuhkan tindak
Kehutanan yang dianggap tidak memadai dan
lanjut oleh atasan penyidik guna memaksimalkan
belum mampu menangani pemberantasan
penyelenggaraan tugas penegakan hukum bidang
secara efektif terhadap perusakan hutan.
penyidikan tindak pidana illegal logging pada
Aturan perundang-undangan ini sangat
Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur ini.
jelas mengatur bagaimana kejahatan pidana
yang harus berhadapan dengan hukum,
Faktor-faktor yang mempengaruhi
beserta ketentuan dalam penegakan hukum
penegakan hukum
terhadap pelanggarnya sehingga tidak
Dalam pelaksanaan penyidikan yang terjadi multitafsir dari penegak hukum
dilakukan oleh sat reskrim polres Kutai Timur atau unsur sistem peradilan pidana lainnya.
dapat dipastikan bahwa terdapat faktor-faktor Begitu juga dengan pemahaman masyarakat
yang dapat mempengaruhi jalannya proses terhadap penerapan undang-undang ini
penyidikan. Faktor ini dapat bersumber dari dimana masyarakat dapat mengetahui
dalam lingkungan penyidik sendiri maupun dari dengan baik hal-hal yang dilarang dalam
luar lingkungan penyidik. Faktor-faktor tersebut bidang kehutanan, sehingga seluruh
dapat mempengaruhi penyidikan secara positif aturan perundang-undangan tersebut telah

64 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

mendukung pelaksanaan proses penyidikan oleh Satuan Reserse Kriminal Polres


tindak pidana illegal logging di Kabupaten Kutai Timur, Sarana dan prasarana yang
Kutai Timur. ada guna mendukung pelaksanaan proses
penyidikan tindak pidana illegal logging
b. Faktor penegak hukum
diantaranya berupa peralatan kantor beserta
Faktor penegak hukum disini mencakup set komputer bagi pelaksanaan pemberkasan
kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pengacara hal ini di rasakan cukup. Namun untuk
dan pemasyarakatan. Di tubuh kepolisian pelaksanaan kegiatan dilapangan masih
khususnya di Polres Kutai Timur sebagai dirasakan kendala dari segi transpotasi. Hal
pengemban tugas penyidikan dalam ini terkadang mengakibatkan terjadinya
penegak hukum pidana bidang kehutanan penundaan atau perlambatan pelaksanaan
adalah Anggota Satuan Reskrim. Dari segi proses penyelidikan atau penyidikan di
jumlah penyidik/penyidik pembantu yang lapangan. Untuk anggaran pelaksanaan
ada terlihat masih belum cukup. Selain itu penyidikan tindak pidana illegal logging
juga dapat dilihat dari ilmu pengetahuan diambil dari anggaran Sat Reskrim Polres
yang dimiliki oleh seorang personil Kutai Timur. Untuk tahun 2014 anggaran
dengan melihat latar belakang pendidikan sat reskrim keseluruhan adalah senilai
personil. Kemampuan penyidik/penyidik Rp. 529.854.000,-. Dari jumlah tersebut
pembantu Sat Reskrim Polres Kutai Timur dialokasi untuk penanganan itindak pidana
secara umum dari segi pengalaman kerja illegal logging adalah senilai Rp. 38.130.000,-
dikepolisian sudah cukup untuk mengemban selama setahun. Jumlah ini dinilai masih
tugas penyidikan. Bila dilihat dari segi belum ideal mengingat medan dan geografis
pendidikan yang pernah diikuti oleh personil dari wilayah Polres Kutai Timur serta biaya
sat reskrim ini dapat dikatakan masih belum yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proses
memadai. Untuk itu diperlukan rencana penyidikan.
peningkatan kemampuan penyidik/penyidik
d. Faktor masyarakat
pembantu dengan mengikuti pendidikan
kejuruan atau pelatihan penyidikan tindak Masyarakat kabupaten Kutai Timur
pidana illegal logging.Tingkat motivasi sebagian besar berada pada tingkat ekonomi
dari anggota dapat dikatakan cukup baik, menengah ke bawah. Beragam etnis yang
terlihat dari penanganan dan pelaksanaan ada dari suku Dayak, Kutai, Banjar, Bugis,
proses penyelidikan dan penyidikan yang Jawa, dan sebagian kecil dari suku lain.
terselenggara dengan baik. Disisi lain sangat Untuk daerah ibukota kabupaten Sangatta,
sulit untuk menilai masalah integritas sebagian besar warganya cukup mapan
dari penyidik yang bertugas dilapangan, dan memiliki tingkat pendidikan yang
dimana harus dihadapkan dengan berbagai baik. Namun untuk wilayah pedesaan
situasi yang memungkinkan untuk terjadi yang jauh dan berada dipinggir hutan atau
penyimpangan yang luput dari pengawasan, sekitar kawasan hutan masih banyak yang
untuk itu dibutuhkan pola pengawasan yang memiliki tingkat ekonomi yang sulit dan
baik dari unsur pengawasan internal reskrim berpendidikan rendah, bahkan tidak jarang
dan seksi pengawasan Polri. ditemukan warga yang tidak mengenyam
pendidikan. Kondisi sosial yang tidak merata
c. Faktor sarana atau fasilitas
ini mengakibatkan terjadinya kesenjangan
Dilingkup penyidikan yang dilakukan sosial sehingga berpengaruh terhadap

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 65


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

terjadinya penyimpangan dalam pemenuhan yang terjadi di Kabupaten Kutai Timur.


kebutuhan hidup. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pengabaian aturan perundang- Kesimpulan
undangan oleh sebagian masyarakat. Salah
Dari pemaparan di atas maka dapat
satu penyimpangan ini adalah perbuatan
disimpulkan :
pidana illegal logging yang terjadi di berbagai
wilayah di Kabupaten Kutai Timur sehingga a. Pada Kabupaten Kutai Timur yang memiliki
dapat disimpulkan bahwa faktor masyarakat kawasan hutan yang luas menjadi tempat
disini telah menghambat jalannya penegakan untuk para pelaku tindak Pidana illegal logging
hukum terhadap tindak pidana illegal logging melakukan perbuatan melawan hukum di
di Kabupaten Kutai Timur. bidang kehutanan dengan berbagai modus
operandi. Motif utama dari pelaku tindak
e. Faktor kebudayaan
pidana illegal logging ini adalah ekonomi
Bagi suku Dayak dan suku Kutai tertanam guna memperoleh keuntungan. Perbuatan
pemahaman bahwa mereka adalah warga yang dilakukan ini melanggar sanksi pidana
pribumi. Alam dan lingkungan hutan sebagaimana yang diatur dalam Undang-
merupakan warisan nenek moyang mereka. Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Karena itu melakukan penebangan dan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
pemanfaatan hasil hutan tanpa mengikuti Hutan. Perbuatan melawan hukum yang
aturan perundang-undangan bukanlah dilakukan oleh pelaku tindak pidana illegal
hal yang dilarang atau boleh dilakukan. logging oleh masyarakat Kabupaten Kutai
Pemahaman ini tidak jarang menimbulkan Timur ini merupakan suatu penyimpangan
perdebatan antara warga dan penegak sosial yang terjadi tengah-tengah
hukum. Begitu juga dengan warga yang masyarakat. Hal ini dapat dianalisa dengan
berada di kawasan pinggir hutan merupakan teori Anomie yang dikemukakan Robert K.
pendatang baik dari Sulawesi Selatan, Merton dimana perilaku ini sesuai dengan
Kalimantan Selatan atau dari Jawa, yang tipe adaptasi individu dalam menghadapi
kemudian menetap dan berkembang menjadi situasi tertentu yang kedua, yaitu Innovation
penduduk setempat dalam masyarakat yang dimana perilaku yang ditunjukan oleh
majemuk. Untuk memenuhi kebutuhan pelaku mengikuti tujuan yang ditentukan
hidup mereka memanfaatkan kekayaan alam masyarakat (memenuhi kebutuhan hidup/
yang besar diwilayah ini yaitu hutan dengan ekonomi) tetapi menggunakan cara yang
kayu yang berlimpah dan sulit untuk diawasi dilarang oleh masyarakat (dengan melakukan
oleh pihak yang berwajib. Masyarakat Kutai tindak pidana bidang kehutanan).
Timur menganggap bahwa tindakan yang
b. Penyidikan yang dilakukan oleh Satuan
dilakukan bukanlah suatu kejahatan yang
Reserse Kriminal Polres Kutai Timur dalam
besar, karena dilakukan untuk memenuhi
menangani Tindak Pidana illegal logging
kebutuhan hidup. Walaupun sebenarnya
telah mengacu kepada Undang-Undang
mereka mengetahui bahwa perbuatan
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
tersebut melanggar aturan perundang-
Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun
undangan dan dapat berhadapan dengan
2002 tentang Kepolisian Negara Republik
hukum. Budaya ini menjadi salah satu faktor
Indonesia, dan Peraturan Kapolri No 14
yang mempengaruhi sulitnya penegakan
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
hukum terhadap tindak pidana illegal logging

66 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Penyidikan Tindak Pidana Illegal Logging pada Satuan Reserse Kriminal Polres Kutai Timur

Tindak Pidana, serta aturan teknis lain yang masyarakat dimana adanya pemahaman
mengatur tentang pelaksanaan penyidikan. bahwa perbuatan yang dilakukan adalah
Manajemen Penyidikan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan
oleh Sat Reskrim Polres Kutai Timur telah memanfaatkan hutan yang merupakan
berjalan, namun belum terlaksana maksimal. warisan leluhur dimana hal tersebut tidak
Dari tahapan perencanaan, pengorganisasian, merugikan orang lain sehingga perbuatan itu
pelaksanaan dan pengendalian, yang bukanlah kejahatan.
dapat berjalan dengan baik hanya pada
tahapan pengorganisasian dan pelaksanaan,
sedangkan untuk tahapan perencanaan Daftar Pustaka
dan pengendalian belum terlaksana secara
maksimal. Untuk itu dibutuhkan tindak lanjut Buku
oleh atasan penyidik dalam hal perencanaan
dan pengawasan ini guna memaksimalkan Azwar, Saifuddin. 2004. Metode penelitian,
penyelenggaraan tugas penegakan hukum Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
bidang penyidikan tindak pidana illegal Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
logging di Kabupaten Kutai Timur ini. Kamus besar bahasa Indonesia. edisi 3. Jakarta:
c. Faktor yang mempengaruhi penyidikan yang Balai Pustaka.
dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal George R.Terry. 2006. Asas-asas menejemen,.
Polres Kutai Timur terhadap tindak pidana Winardi. Bandung: PT.Alumni.
illegal logging, dapat dianalisa dengan Teori
Penegakan Hukum menurut Soerjono Marpaung, Lion, 2001. Tindak pidana
Soekanto yang membagi kedalam 5 (lima) terhadap kehutanan, Jakarta: Erlangga.
faktor, yaitu: Pertama adalah hukumnya
Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal
sendiri (Undang-Undang Nomor 18 Tahun
hukum suatu pengantar, edisi 5, cet. 2. Yogyakarta:
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Liberty.
Perusakan Hutan) yang cukup jelas
menerangkan aturan pidana dibidang Moeljatno. 2008. Asas-asas hukum pidana,
kehutanan sehingga kecil kemungkinan edisi revisi, cet. 8. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
terjadinya multitafsir oleh penegak hukum
Muhammad, Farouk dan H. Djaali. 2005.
dan masyarakat, Kedua yaitu faktor penegak
Metodologi penelitian sosial, edisi revisi. Jakarta:
hukum yang masih memiliki keterbatasan dari
PTIK Press & Restu Agung.
segi kuantitas dan kualitas ilmu pengetahuan
serta pola perencanaan dan pengawasan Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992,
yang belum maksimal, Ketiga yaitu faktor Bunga rampai hukum pidana, Bandung: Alumni.
sarana atau fasilitas yang masih belum
Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakkan hukum
memadai seperti kendaraan serta anggaran
(suatu tinjauan sosiologis), cet. 1. Yogyakarta:
pendukung penyidikan, Kempat adalah
Genta Publishing.
faktor masyarakat pada Kabupaten Kutai
Timur dimana adanya kesenjangan sosial Sabuan, Ansorie; Syarifuddin Pattanase
sehingga dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan Ruben Achmad. 1990. Hukum acara pidana,
dimungkinkan mengabaikan aturan hukum Bandung: Angkasa.
yang ada, dan Kelima yaitu faktor budaya
Soekanto, Soerjono. 2012, Faktor-faktor

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 67


yang mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta: Republik Indonesia, Undang-Undang RI No
PT. Raja Grafindo Persada. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2002 No. 2.
Sunarto, Kamanto. 2000, Pengantar sosiologi,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Republik Indonesia, Undang-Undang
Universitas Indonesia. RI No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan, Lembaran
Perundang-Undangan Negara Tahun 2013 No. 130.

Republik Indonesia, Peraturan Kapolri No.


Internet
14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana. Website resmi pemerintah kabupaten kutai
timur. 2013. http://www.kutaitimurkab.go.id/.
Republik Indonesia, Undang-Undang RI
No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

68 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai