Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU ANESTESI REFERAT

JANUARI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SYOK SEPSIS

OLEH:
ANDI AFDALIA RESKI
10542055614

PEMBIMBING:
dr. Dian Wirdiyana, M.Kes, Sp.An

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andi Afdalia Reski

NIM : 10542055614.

Judul Referat : Syok Sepsis

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2021

Pembimbing

dr. Dian Wirdiyana, M.Kes, Sp.An

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah,
kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga Referat dengan judul “Syok Sepsis” ini
dapat diselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada baginda
Rasulullah SAW, yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih


kepada dokter pembimbing dr. Dian Wirdiyana, M.Kes, Sp.An yang telah
memberikan pengarahan dan nasehat dalam penyusunan sampai dengan
selesainya referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan


kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.

Demikian, Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi semua pihak.


Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Makassar, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3
A. DEFINISI..........................................................................................3
B. EPIDEMIOLOGI............................................................................7
C. ETIOLOGI.......................................................................................8
D. PATOFISIOLOGI...........................................................................11
E. MANIFESTASI KLINIS.................................................................22
F. DIAGNOSIS.....................................................................................23
G. PENATALAKSANAAN..................................................................24
H. PROGNOSIS....................................................................................29
BAB III PENUTUP......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis adalah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dengan

dugaan infeksi (terbukti atau tidak).1 Definisi terbaru sepsis adalah disfungsi

organ yang mengancam jiwa akibat disregulasi respons host terhadap infeksi,

yang ditunjukkan dengan peningkatan ≥ 2 total nilai Sequential Organ Failure

Assessment (SOFA).2

Penyebab terbanyak sepsis adalah bakteri gram negatif dengan persentase

60%-70% kasus. Sepsis tidak hanya disebabkan oleh bakteri gram negatif, tetapi

juga oleh bakteri gram positif yang mengeluarkan eksotoksin.3 Saat ini sepsis

menjadi masalah kematian utama pada pasien di ruang rawatan intensif / Intensive

Care Unit (ICU). 4

Insiden tahunan sepsis meningkat di seluruh dunia. Pada umumnya,

terdapat sekitar 2% kasus sepsis dari seluruh pasien rawat inap di negara maju. 5

Angka mortalitas pasien sepsis berdasarkan Surviving Sepsis Campaign pada ICU

Amerika Serikat dan Eropa didapatkan masing-masing adalah 28,3% dan 41,1%,

sedangkan angka mortalitas pasien sepsis berat di 150 ICU di 16 negara Asia

mencapai 44,5%.5

Tingginya angka mortalitas sepsis dikarenakan akibat kondisi sepsis yang

dapat berkembang menjadi syok septik yaitu suatu kondisi lanjut dari sepsis yang

ditandai abnormalitas sirkulasi dan metabolik atau seluler yang dapat

meningkatkan risiko kematian.6 Kondisi sirkulasi yang memenuhi kriteria syok

septik adalah hipotensi yang menetap sehingga membutuhkan vasopressor untuk

1
mencapai MAP ≥65 mmHg dan serum laktat >2 mmol/L (18mg/dL) dengan

resusitasi cairan yang adekuat. Syok septik dapat meningkatkan mortalitas lebih

dari 40%. Pasien sepsis harus dapat diidentifikasi pada awal rawatan karena

keterlambatan penilaian derajat sepsis dan pemberian antibiotik berkaitan dengan

peningkatan mortalitas di rumah sakit. 7

Syok sepsis merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan

penanganan segera oleh karena semakin cepat syok dapat teratasi, akan

meningkatkan keberhasilan pengobatan dan menurunkan risiko kegagalan organ

dan kematian. Oleh karena itu, strategi penatalaksanaan syok sepsis yang tepat

dan optimal perlu diketahui untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.6,7

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam

pengaturan peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh

kegagalan pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi vaskuler perifer.8

Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut

adalah tabel singkat mengenai jenis-jenis syok:9

Tabel 1. Jenis-jenis Syok


Jenis Syok Penyebab
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
Hipovolemik
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi
usus dan lain-lain
Tension Pneumothorax
Obstruktif Tamponade jantung
Emboli Paru
1. Aritmia
• Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
• Infark miokard akut, terutama infark ventrikel
kanan
• Penyakit jantung arteriosklerotik
• Miokardiopati
Kardiogenik
3. Gangguan mekanis
• Regurgitasi mitral/aorta
• Rupture septum interventrikular  Aneurisma ventrikel
massif
• Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus

3
1. Infeksi bakteri gram negative
Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia,
Septik Enterobacter serratia, Proteus
2. Kokus gram positif,
Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
• Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis
dengan quadriflegia atau paraplegia)
• Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri
hebat
Neurogenik • Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan
obat anestesi
• Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal ini
terjadi pada orang yang pingan mendadak akibat
gangguan emosional
• Antibiotik
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol,
polimixin, ampoterisin B
• Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan
Anafilaksis
gamma globulin
• Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
• Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat disregulasi

respons tubuh terhadap infeksi. Sedangkan syok septik adalah bagian dari sepsis

dimana terjadi abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler yang dapat

meningkatkan mortalitas. Sepsis dan syok septik adalah keadaan yang masih

menjadi masalah di dunia, di mana satu dari empat orang yang dalam keadaan

sepsis akan meninggal. Identifikasi keadaan sepsis dini dan penatalaksanaan yang

cepat dapat memperbaiki prognosis pasien.18

4
Adapun kriteria klinis pasien sepsis dapat diketahui dengan menggunakan skor

Sequential (Sepsis-Related) Organ Failure Assessment (SOFA). Skor SOFA

dirasa lebih mudah untuk dimengerti dan sederhana. Apabila pasien yang

mengalami infeksi didapatkan Skor SOFA ≥ 2 maka sudah tegak diagnosis

sepsis.18

Ketika mendapatkan pasien infeksi perlu dilakukan skrining kemungkinan

terjadinya sepsis. Skrining ini bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.

Metodenya dengan quick SOFA (qSOFA). Skoring ini dirasa kuat dan lebih

sederhana serta tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium.18

Skor qSOFA dinyatakan positif apabila terdapat 2 dari 3 kriteria di atas.

Skor ini dapat digunakan dengan cepat oleh klinisi untuk mengetahui adanya

disfungsi organ, untuk menginisiasi terapi yang tepat, dan sebagai bahan

pertimbangan untuk merujuk ke tempat perawatan kritis atau meningkatkan

pengawasan. Jika qSOFA positif selanjutnya akan dilakukan skoring dengan

metode SOFA.18

Pasien dengan syok septik dapat diidentifikasi dengan adanya klinis sepsis

dengan hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan

MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum >2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun

volume resusitasi memadai.18

Tabel 2. Skor SOFA18

5
Tabel 3. Kriteria qSOFA18

6
Gambar 1. Algoritma Skrining dengan Kecurigaan Sepsis dan Syok Septik18

B. Epidemiologi

Angka kejadian di Amerika Serikat dan Inggris, dilaporkan 66 hingga 132

kasus per 100.000 populasi. Sepsis berat terjadi pada 1-2 % pasien rawat inap dan

sebanyak 25 % dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Hal ini

7
sering terjadi pada lansia, immunecompromised dan pasien sakit kritis. Insidensi

sepsis meningkat 3 kali lipat sejak tahun 1979 hingga 2000, dari 83 kasus per

100.000 populasi per tahun menjadi 240 kasus per 100.000 populasi. Syok septik

merupakan penyebab kematian utama di ICU di seluruh dunia. Sepsis juga

menduduki urutan kedua penyebab utama kematian pada pasien ICU non -

koroner. Angka mortalitas tetap tinggi, yaitu sebesar 30-50 % meskipun kualitas

perawatan sudah meningkat.2,13

C. Etiologi

Sepsis berat dapat disebabkan oleh infeksi maupun non-infeksi. Infeksi

adalah penyebab paling umum. Pasien dengan tanda-tanda klinis inflamasi

sistemik (SIRS), penyebab infeksi harus dicari secara aktif. Infeksi yang diperoleh

sebelum masuk rumah sakit lebih mudah dikenali, daripada infeksi nosokomial

pada pasien rawat inap. Infeksi tersering penyebab sepsis meliputi infeksi sistem

saraf pusat (SSP) misalnya meningitis atau ensefalitis, infeksi kardiovaskular

(misalnya endokarditis), infeksi saluran pernafasan (misalnya pneumonia), infeksi

gastrointestinal (misalnya peritonitis) atau infeksi saluran kemih (misalnya

pielonefritis). Meskipun infeksi bakteri adalah penyebab infeksi yang paling

umum, virus dan jamur juga dapat menyebabkan syok septik. Respon sistemik

dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau

hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang

yang berasal dari infeksi lokal.14

Penyebab non infeksi antara lain trauma berat atau perdarahan akut dan

penyakit sistemik, termasuk infark miokard, emboli paru dan sebagainya. Tabel 2

8
merangkum penyebab syok septik dan Tabel 3 merangkum penyajian sindrom

sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp serta organisme

yang paling sering terlibat.14

Tabel 4. Etiologi syok septik14


Infeksi Noninfeksi
Infeksi sistem saraf pusat Trauma berat
Infeksi sistem kardiovaskular Perdarahan
Infeksi saluran pernapasan Komplikasi dari operasi
Infeksi ginjal Komplikasi aneurisma aorta
Infeksi saluran pencernaan Infark miokard
Infeksi kulit dan jaringan lunak Emboli paru
Infeksi tulang dan sendi Tamponade jantung
Pankreatitis akut Overdosis obat / racun
Ketoasidosis diabetik
Insufisiensi adrenal
Anafilaksis
Perdarahan subarachnoid
Luka bakar

Tabel 5. Sindrom sepsis berat, patofisiologi yang mendasari sign and symptomp
serta organisme yang paling sering terlibat14
Sistem yang
Tanda dan gejala Patogen penyebab
terkena
1. Community-acquired
Kebingungan, mengantuk, lekas pathogen: Streptococcus
marah, koma pneumoniae; Neiserria
Sistem saraf meningitides; Listeria
sakit kepala, leher kaku, monocytogenes
pusat
fotofobia 2. Patogen nosokomial:
Pseudomonas aeruginosa;
Escherichia coli
Sistem Gangguan kontraktilitas 1. Community-acquired
kardiovaskular miokard, takikardia, peningkatan pathogen: Enterococcus,
Streptococcus bovis,
curah jantung, penurunan
Streptococcus spp,
resistensi vaskuler sistemik Koagulase-negatif,
(SVR), gangguan staphylococci, Coxiella
tanggap terhadap agen burneti,i Staphylococcus
vasopressor, aureus,Campylobacter, E.

9
coli, jamur
2. Patogen nosokomial:
Staphylococcus Sp,
sesak napas, ortopnea, methicillin-resistant S.
tekanan vena meningkat Aureus, methicillin-resistant
Staphylococcus
epidermidis, methicillin-
resistant
1. Community-acquired
Hipoksemia, sianosis, takipnea, pathogen: S. pneumoniae,
Sistem penggunaan otot nafas Haemophilus influenzae,
pernapasan tambahan, perubahan Legionella sp.
sputum(volume, purulensi) 2. Patogen nosokomial: aerobik
basil gram negative
1. Community-acquired
Muntah, diare, sakit perut, pathogen:E. coli;
Sistem
Tenderness, gagal hati, Bacteroides fragilis
pencernaan 2. Patogen nosokomial: aerobik
kolestasis
Gram-negatif, basil anaerob
Sistem Disuria, hematuria, nyeri Organisme yang telah
genitourinaria pinggang, gagal ginjal disebutkan di atas

D. Patofisiologi

Host respose

Infeksi yang memicu respon pejamu yang kompleks, bervariasi dan

berkepanjangan. Mekanisme proinflamasi dan antiinflamasi berkontribusi untuk

melawan infeksi dan pemulihan jaringan namun di satu sisi dan mencederai organ

dan menimbulkan infeksi sekunder lainnya. Respon spesifik setiap pasien

tergantung pada patogen penyebab (jumlah dan virulensi) dan host (karakteristik

genetik dan penyakit penyerta) dengan respon yang berbeda di tingkat lokal,

10
regional dan sistemik. Respon host dapat saja berubah dari waktu ke waktu secara

paralel bersamaan dengan perubahan klinis.2

Secara umum, reaksi proinflamasi bertujuan menghilangkan patogen serta

dianggap bertanggung jawab menimbulkan efek kerusakan jaringan pada sepsis

berat. Sitokin antiinflamasi penting untuk membatasi cedera jaringan baik lokal

maupun sistemik serta berefek meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

sekunder.2

Innate Immunity

Patogen mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh melalui interaksi dengan

reseptor pengenalan pola (pattern-recognition receptors). Empat kelas utama

pattern-recognition receptors yang telah teridentifikasi antara lain:2

1. Toll-like receptor

2. C-type lectin receptors

3. Retinoic acid inducible gene1-like receptor

4. Nucleotide-binding oligomerization domain-like receptors.

Reseptor ini mengenali struktur spesies mikroba sehingga disebut pathogen-

associated molecular patterns, sehingga menimbulkan peningkatan regulasi

transkripsi gen inflamasi dan menginisiasi imunitas bawaan. Reseptor ini juga

sensitif terhadap molekul endogen yang dilepaskan dari cedera sel sehingga

disebut damage-associated molecular pattern atau alarmins. Alarmins juga

dilepaskan selama cedera steril seperti trauma, sehingga menimbulkan konsep

11
bahwa patogenesis kegagalan organ multiple pada sepsis dasarnya tidak berbeda

dari penyakit kritis noninfeksi.2

Kelainan koagulasi

Sepsis berat hampir selalu dikaitkan dengan perubahan koagulasi, sering

menyebabkan disseminated intravascular coagulation. Kelebihan deposisi fibrin

menyebabkan koagulasi akibat kerja faktor jaringan, seperti glikoprotein

transmembran yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel. Ketidakseimbangan

mekanisme antikoagulasi termasuk efek dari sistem protein C dan antitrombin,

dengan menurunkan bersihan fibrin menyebabkan depresi sistem fibrinolitik

(Gambar 2.2).15

Protease-activated receptor (PARs) membentuk hubungan molekuler

antara koagulasi dan peradangan. Di antara empat subtipe yang telah

diidentifikasi, PAR1 khususnya terlibat dalam sepsis. PAR1 menimbulkan efek

sitoprotektif ketika distimulasi melalui aktifnya protein C atau rendahnya kadar

trombin. Sebaliknya berefek merusak fungsi pertahanan sel endotel diaktifkan

oleh trombin dosis tinggi.15

12
Gambar 2. Respon pejamu pada sespsis5

Mekanisme antiinflamasi dan imunosupresi

Sistem kekebalan humoral, seluler dan mekanisme neurologi melemahkan

potensi efek berbahaya dari respon proinflamasi. Fagosit dapat beralih ke fenotipe

antiinflamasi yang mempromosikan perbaikan jaringan dan regulasi sel T sebagai

upaya mengurangi peradangan. Selain itu, mekanisme saraf dapat menghambat

inflammasi disebut Neuroinflammatory refleks. Rangsangan sensorik disiarkan

melalui aferen saraf vagus ke batang otak, kemudian eferen saraf vagus

mengaktifkan nervus splenikus pada pleksus coliakus, menghasilkan pelepasan

norepinephrine di limpa dan sekresi asetilkolin oleh selT CD4+. Pelepasan

13
asetilkolin menargetkan reseptor α7 kolinergik pada makrofag sehingga menekan

pelepasan sitokin proinflamasi.2

Pasien yang bertahan hidup dari sepsis dini namun tetap bergantung pada

perawatan intensif terbukti mengalami imunosupresi, terbukti dengan

berkurangnya ekspresi HLA-DR pada sel myeloid. Pasien ini sering memiliki

fokus infeksi yang sedang berlangsung, meskipun terapi antimikroba atau

reaktivasi infeksi virus laten. Beberapa penelitian menyatakan lemahnya respon

leukosit terhadap patogen pada pasien dengan sepsis. Temuan yang baru-baru ini

dikuatkan oleh studi postmortem pada pasien yang meninggal akibat sepsis di

ICU mengungkapkan adanya gangguan fungsi splenosit. Selain limpa, paru-paru

juga menunjukkan bukti imunosupresi, kedua organ meningkatkan ekspresi ligan

untuk penghambatan sel T reseptor pada sel parenkim. Meningkatnya apoptosis

sel B, sel T CD4+ dan sel dendritik folikular, terlibat pada sepsis terkait

imunosupresi dan kematian.2

Disfungsi organ

Gangguan oksigenasi jaringan merupakan sebab utama terjadinya disfungsi

organ. Beberapa faktor termasuk hipotensi, kurangnya pembentukan sel darah

merah, dan trombosis mikrovaskuler berkontribusi terhadap kurangnya suplai

oksigen pada syok septik. Peradangan dapat menyebabkan disfungsi endotel

vaskular, disertai dengan kematian sel dan hilangnya integritas barrier, sehingga

menimbulkan edema subkutis. Selain itu, kerusakan mitokondria yang disebabkan

oleh stres oksidatif dan mekanisme lainnya menyebabkan penggunaan oksigen

seluler. Cedera mitokondria melepaskan alarmins kelingkungan ekstraselular,

14
termasuk DNA mitokondria dan formil peptida, yang dapat mengaktifkan

neutrofil dan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.15

Gambar 3. Gagal organ pada sepsis berat dan disfungsi endotel vaskular dan

mitokondria2

Kerusakan multiorgan di tingkat seluler tampaknya dipengaruhi oleh

disfungsi dan kerusakan pada mitokondria. Disfungsi dan kerusakan mitokondria

pada sepsis terjadi akibat interaksi patogen-inang, selain juga dipengaruhi

patogenisitas mikroorganisme. Syok yang berkepanjangan dan hipoksia jaringan

dapat menyebabkan disfungsi mitokondria. Pada keadaan sepsis berat, aktivasi

berbagai sel imunitas khususnya neutrofil, serta hipoksia jaringan berkontribusi

terhadap terbentuknya ROS (Reactive Oxidant Specifics). ROS berkontribusi

terhadap kerusakan mitokondria, dan kejadian tersebut memicu pembentukan

15
ROS lebih banyak lagi, yang juga menyebabkan programming kematian

mitokondria.1,2

Kematian mitokondria terjadi akibat penumpukan ROS yang memicu sinyal

untuk membuka pori-pori membran permeabilitas mitokondria (Mitochondrial

Permeability Transition, MPT), yang menyebabkan edema matriks mitokondria,

ruptur membran luar mitokondria, serta aktivasi kaskade apoptosis. Namun,

kadang tanpa melalui fase MPT, kaskade apoptosis masih dapat dipicu akibat

pergerakan faktor pro-apoptosis melalui membran luar mitokondria

(Mitochondrial Outer Membrane Permeabilization, MOMP).1,2

Mekanisme yang mendasari disfungsi miocardium pada sepsis

Depresi miokard selama sepsis dapat disebabkan oleh multifaktorial.

Meski demikian, penting bagi kita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

memperberat dan mekanisme yang mendasari agar membuahkan sasaran terapi

yang bermanfaat.

1. Global Ischemia

Teori awal tentang depresi miokard pada sepsis berdasarkan pada hipotesis

global myocardial ischemia, namun ternyata pasien sepsis mempunyai

aliran darah koroner yang cepat dan perbedaan penurunan oksigen antara

arteri koroner dan sinus koroner. Seperti halnya pada sirkulasi perifer, hal

ini disebabkan oleh gangguan autoregulasi aliran darah atau oksigenasi.

Pasien dengan syok septik menunjukkan perubahan metabolisme yang

kompleks pada miokardium, termasuk ekstraksi laktat yang meningkat,

16
menurunnya ekstraksi asam lemak bebas, penurunan ambilan glukosa,

peningkatan fosfat di miokardium dan hibernasi miokard. Meskipun semua

temuan tersebut di atas mencerminkan perubahan penting dalam aliran

koroner dan metabolisme miokard, efek lain diamati dalam sirkulasi perifer

selama sepsis, sehingga iskemia global tidak terbukti sebagai penyebab

yang mendasari disfungsi miokard pada sepsis.

Pada pasien sepsis dengan penyakit arteri koroner (CAD) yang sudah ada

sebelumnya dan mungkin tidak terdiagnosa, iskemia atau infark miokard

regional sekunder akibat CAD mungkin telah terjadi. Manifestasi iskemia

miokard karena CAD akan dipermudah oleh perubahan hemodinamik dan

disfungsi mikrovaskuler yang ditimbulkan oleh sepsis. Faktor yang

memperberat CAD pada kondisi sepsis diantaranya adalah inflamasi

menyeluruh dan aktivasi sistem koagulasi.

2. Myocardial Depressant Substance

Parrillo dkk, secara kuantitatif mengkaitkan derajat klinis disfungsi miokard

pada kondisi sepsis dengan efek serum yang diambil dari pasien sepis.

Tingkat kondisi klinis berkorelasi kuat dengan besarnya penurunan dan

kecepatan pemendekan miosit. Setelah dilakukan perluasan penelitian,

diperoleh bahwa indeks kerja ventrikel kiri turun secara bersamaan yang

menunjukkan efek kardiotoksik dan mengandung interleukin (IL0-1, IL-8

dan C3a) yang kadarnya meningkat secara signifikan. Menurut Mink dkk,

agen bakteriolitik yang berasal dari granulosit neutrofilik yang terlepas dan

monosit merupakan mediator yang memberikan efek kardiodepresan selama

17
kondisi sepsis. Substansi potensial lainnya yang menjadi substansi depresan

miokard, di antaranya: sitokin jenis lain, prostanoid dan NO.

3. Sitokin

Tumor necrosis factor-α (TNF-α) merupakan mediator dini penting pada

syok yang dipicu oleh endotoksin. TNF-α berasal dari makrofag yang

teraktivasi, namun studi terbaru menunjukkan bahwa TNF-α juga disekresi

oleh miosit jantung sebagai respon terhadap sepsis. Meskipun aplikasi

antibodi anti TNF-α memperbaiki fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan

syok septik, penelitian selanjutnya menggunakan antibodi monoklonal yang

ditujukan langsung pada TNF-α atau reseptor TNF-α terlarut, gagal

meningkatkan angka harapan hidup pasien sepsis.15

IL-1 disintesis oleh monosit, makrofag, neutrofil sebagai respon terhadap

TNF-α dan berperan penting pada respon imun sistemik. IL-1 akan menekan

kontraktilitas jantung dengan cara merangsang NO sintase (NOS). Pada

penelitian klinik, IL-1 dapat meningkatkan angka harapan hidup pada pasien

dengan sepsis, namun terapi yang pada awalnya menjanjikan ini gagal

menghasilkan manfaat yang signifikan pada kemampuan kelangsungan

hidup. IL-6 yang merupakan sitokin pro inflamasi lain juga terlibat dalam

patogenesis sepsis dan dianggap sebagai prediktor sepsis yang lebih cocok

dibandingkan TNF-α karena peningkatannya di dalam sirkulasi berlangsung

dalam waktu yang lama. Meskipun sitokin memiliki peran penting dalam

penurunan kontraktilitas, namun tidak dapat menjelaskan mengapa disfungsi

miokard berlangsung lama pada sepsis dan substansi ini hanya memicu atau

18
melepaskan faktor tambahan yang mempengaruhi fungsi miokard seperti

prostanoid atau NO.15

4. Prostanoid

Prostanoid dihasilkan oleh enzim siklooksigenase dari asam arakidonat.

Ekspresi enzim siklooksigenase-2 dirangsang oleh lipopolisakarida (LPS)

dan sitokin. Pada pasien sepsis dijumpai peningkatan kadar prostanoid

seperti tromboksan dan prostasiklin yang berpotensi mempengaruhi

autoregulasi koroner, fungsi endotel koroner dan aktivasi leukosit intra

koroner. Penelitian pada hewan dengan memberikan siklooksigenase

inhibitor seperti indometasin memberikan hasil yang menjanjikan., begitu

juga dengan ibuprofen dan lornoxicam, tapi penelitian tersebut tidak

menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup pada kelompok pasien yang

mendapat terapi.16

5. Endothelin-1

Upregulasi endothelin-1 (ET-1) dijumpai dalam waktu 6 jam setelah syok

septik yang dipicu oleh LPS. Ekspresi berlebihan ET-1 di dalam jantung

akan memicu peningkatan sitokin inflamasi (termasuk TNF-α, IL-1, IL-6),

infiltrasi inflamasi interstisial, dan kardiomiopati yang kemudian dapat

menyebabkan gagal jantung dan kematian. Keterlibatan ET-1 pada disfungsi

miokard didukung oleh tezosentan, yakni antagonis reseptor endotelin-A

dan B, dapat memperbaiki indeks kardiak, stroke volume, dan kerja

ventrikel kiri pada syok endotoksemik. Meskipun ET-1 telah terbukti

berperan penting dalam patofisiologi berbagai penyakit jantung melalui efek

19
autokrin, endokrin atau parakrin, namun dampaknya pada disfungsi miokard

terkait sepsis perlu diteliti lebih jauh untuk menilai potensi terapeutik

antagonis reseptor ET-1.14

6. Nitric Oxide

Nitric Oxide (NO) menghasilkan banyak efek biologi pada sistem

kardiovaskular. Substansi ini mengatur fungsi jantung pada kondisi

fisiologik dan menimbulkan banyak efek pada kondisi patologik. Pada

pemberian NO dosis rendah dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri,

namun pada pemberian dosis tinggi terbukti dapat memicu gangguan

kontraksi dengan menekan pembentukan energi di dalam miokard. NO

endogen berperan menghasilkan fase tidur sebagai respon dari kondisi

iskemia miokard dan juga sebagai modulator penting pada iskemia miokard.

Sepsis akan menyebabkan ekspresi inducible NOS (iNOS) pada miokard,

diikuti produksi NO dalam jumlah besar, yang selanjutnya berperan penting

dalam disfungsi miokard. Hambatan terhadap NOS dapat mengembalikan

stroke volume dan output jantung setelah penyuntikan LPS. Pada pasien

sepsis, infus metilen blue, penghambat nonspesifik NOS dapat memperbaiki

tekanan arteri rata-rata, stroke volume, meningkatkan kerja ventrikel kiri

dan mengurangi kebutuhan akan inotropik, tetapi kesemuanya ini tidak

mengubah outcome. Walaupun NO berperan pada patogenesis disfungsi

kardiovaskular oleh sepsis, namun mekanisme yang pasti masih belum jelas

dan perlu diteliti lebih jauh.10

7. Adhesion Molecules

20
Upregulasi ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) dan

vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) di permukaan sel dijumpai

pada kardiomiosit dan endotel koroner murine setelah stimulasi TNF-α dan

LPS. Ekspresi ICAM-1 pada miokard mengalami peningkatan. Hambatan

VCAM-1 dengan antibiotik terbukti dapat mencegah disfungsi miokard dan

menurunkan akumulasi neutrofil pada miokard, sedangkan pemberian

antibodi dapat menghilangkan dan menghambat ICAM-1 dan memperbaiki

disfungsi miokard pada endotoksemia tanpa mempengaruhi akumulasi

neutrofil.10

8. Cardiac troponins

Troponin (Tn) jantung adalah protein regulator dari filamen aktin. TnI dan

TnT muncul akibat cedera pada sel miokard dan sebagai penanda yang

sangat sensitif dan spesifik pada kerusakan miokard. Pengukuran Tn secara

serial digunakan untuk diagnosis dan stratifikasi resiko pasien dengan

sindroma koroner akut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

peningkatan Tn pada pasien sepsis dapat memperkirakan adanya disfungsi

miokard dan peningkatan rata-rata mortalitas. Dalam beberapa studi pada

pasien sepsis, 43-50% terjadi peningkatan TnI secara signifikan. Adanya

hubungan signifikan antara TnI dengan penurunan fraksi ejeksi dan

peningkatan Tn yang dihubungkan dengan disfungsi ventrikel kiri telah

banyak dibuktikan. Penggunaan Tn untuk mengidentifikasi sepsis dengan

disfungsi miokard terbatas karena banyaknya kondisi lain yang dapat

mengakibatkan peningkatan Tn. Dengan demikian, tidak ada bukti untuk

21
mendukung penggunaan inotropik pada pasien dengan Tn yang meningkat

dalam upaya untuk meningkatkan kinerja miokard. Peningkatan Tn pada

pasien dengan sepsis dihubungkan dengan prognosis yang jelek, terlepas

dari penyebab dasarnya.14

E. Manifestasi Klinis12

Pertanda awal dari syok septik adalah warm syok (fase cepat) sering berupa

penurunan status mental dan kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau

lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran

darah ke otak. Aliran darah dari jantung meningkat, sementara pembuluh darah

melebar sehingga tekanan darah turun. Pernafasan menjadi cepat, sehingga paru-

paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya di dalam darah

menurun.

Gejala awal lain berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat,

kulit hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang

turun-naik. Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung

meningkat.

Pada stadium lanjut atau cold syok, suhu tubuh sering turun sampai dibawah

normal, perifer dingin, CRT memanjang, dan kulit motled. Bila syok memburuk,

beberapa organ mengalami kegagalan:

1. ginjal : produksi air kemih berkurang

2. paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam

darah

22
3. jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan.

F. Diagnosis12

Syok septik ditandai dengan gambaran syok dan infeksi. Setiap syok yang

tidak diketahui penyebabnya harus dicurigai adanya kemungkinan septisemia.

a. Tanda-tanda sistemik; febris dan kekauan, hipotermia, petekie, lekopenia,

lekositosis.

b. Tanda-tanda lokal; kekauan dinding abdomen, abses perirektal. Lokasi

spesifik yang sering menjadi tempat infeksi terselubung adalah saluran

empedu, pelvis, retroperitonium, dan perirektal.

c. Lain-lain; hiperventilasi dengan hipokapnia

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau

sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal,

kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan

meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya

konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan

irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.

Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

G. Penatalaksanaan12,17

23
Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi

awal, vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal,

kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana

suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi.12

Berdasarkan pedoman tatalaksana sepsis dan syok sepsis tahun 2016,

keadaan sepsis dan syok sepsis tergolong kepada kondisi gawat darurat yang

membutuhkan penanganan dan resusitasi segera. Pada pasien sepsis, cenderung

terjadi hipotensi yang mengancam pada kecukupan perfusi jaringan. Resusitasi

pada pasien sepsis dan syok sepsis dapat terjadi melebihi 1 jam, tetapi inisiasi

untuk tatalaksana harus dimulai dalam 1 jam ini. Tindakan resusitasi awal yang

biasanya dilakukan adalah berupa pemberian cairan kristaloid dengan target untuk

menuju kadar laktat normal sebagai indikator hipoksia jaringan, pengambilan

sampel darah untuk pemeriksaan mikrobiologis dan terapi antibiotik tanpa

penundaan serta inisiasi penggunaan vasopressor.12,17 Sepsis bundle-1 dirangkum

pada tabel.

A. Tindakan medis

I. Terapi cairan :

Pada saat gejala syok septik timbul, penderita segera dimasukkan ke ruang

perawatan intesif untuk menjalani pengobatan. Cairan parenteral yang sering

digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan garam berimbang.

Penggunaan cairan koloid pada syok septik yang telah disertai kebocoran endotel

kapiler dapat memperberat udem interstitial. Jumlah awal cairan kristaloid pada

resusitasi syok septik untuk memperbaiki curah jantung orang dewasa dapat

24
mencapai 1-2 L yang diberikan selama 30-60 menit. Selanjutnya terapi cairan

yang bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik (tensi, nadi, TVS, diuresis)

dan keadaan umum.

II. Obat-obat vasopressor :

Apabila tekanan darah pasien tetap rendah setelah diberikan resusitasi > 20

mL/kg, vasopressor (norepinefrin) harus diberikan agar MAP tetap >65 mmHg.

Intra-arterial line juga harus segera dipasang pada pasien sepsis.

Rekomendasi penerapan vasopressor pada SSC 2016 adalah sebagai

berikut: Obat – obatan vasoaktif12,17

1. Kami merekomendasikan norepinefrin sebagai vasopresor lini pertama

(strong recommendation, moderate quality of evidence).

2. Kami menyarankan penambahan vasopressin (sampai dengan 0,03 U/min)

(weak recommendation, moderate quality of evidence) atau epinefrin

(weak recommendation, low quality of evidence) dengan norepinefrin

untuk meningkatkan MAP (mean arterial pressure) sesuai target, atau

menambahkan vasopressin (sampai dengan 0.03 U/min) (weak

recommendation, moderate quality of evidence) untuk menurunkan dosis

norepinefrin.

3. Kami menyarankan untuk menggunakan dopamine sebagai vasopresor

alternatif pada norepinefrin hanya pada pasien tertentu (misalnya pasien

dengan takiaritmia resiko rendah dan bradikardi absolut atau relatif) (weak

recommendation, low quality of evidence).

25
4. Kami merekomendasikan untuk menggunakan dopamine dosis rendah

untuk melindungi ginjal (strong recommendation, high quality of

evidence).

5. Kami menyarankan untuk menggunakan dobutamin pada pasien yang

menunjukkan hipoperfusi persisten meskipun sudah diberikan cairan yang

adekuat dan menggunakan vasopresor (weak recommendation, low quality

of evidence). Jika diinisiasi, dosis harus dititrasi hingga titik akhir yang

menggambarkan perfusi, dan agen dikurangi atau dihentikan bila terjadi

perburukan hipotensi atau aritmia.

6. Kami menyarankan semua pasien yang membutuhkan vasopresor

memiliki kateter arteri yang sudah terpasang segera bila tersedia (weak

recommendation, very low quality of evidence).

III. Terapi antibiotik :

Antibiotic spectrum luas harus diberikan sesegera mungkin dalam 1 jam

sebelum hasil kultur dan resistensi. Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan pada

keadaan darurat karena pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang cukup

lama. Sebagai patokan terapi antibiotik empiris dapat dilihat tabel.

26
Tabel 6. Antibiotik pada Sepsis

Keadaan klinis Rutin Alergi penisilin

Infeksi organisme Penisilin G (1) + Klindamisin (3) +


amoniglikosisd (2) aminoglikosid (2)

Dugaan infeksi stafilokokus Nafsilin (4) + Klindamisin (3) +


aminoglikosid (2) + aminoglikosid (2)
penisilin G (pilihan)

Dugaan infeksi anaerob Penisilin G (1) + Klindamisin (3) +


klindamisin (3) + aminoglikosid (2)
aminoglikosid (2)

Bersamaan terapi Karbenisilin (5) + Klindamisin (3) +


kortikosteroid/imunosupresa amniglikosid (2) aminoglikosid (2)
atau luka bakar derajat 3
yang luas

Meningitis atau dugaan Kloramfenikol, 1 gram


tifoid tiap 6 jam intra vena

1. 20 juta unit/ hari (3-4 juta unit tiap 4 jam iv)

2. gentamisin atau tobramisin, 2 mg/kkBB tiap 8 jam IV. Bila ada infeksi

nosokomial dapat ditambahkan kanamisin 8 mg/kgBB tiap 12 jam IV.

Aminoglikosida juga dapat ditambah dengan sefalosporin generasi ketiga

seperti moksalaktam 2 gram tiap 8 jam IV.

3. 600 mg tiap 6 jam IV. Bila klindamisin (-) atau pasien alergi, dapat diganti

dengan eritromisin, 1 gram tiap 6 jam IV.

4. 1-2 gram tiap 4 jam IV, dapat ditambah metisilin atau oksasilin, 1-2 gram

tiap 4 jam IV

27
5. 4-5 gram tiap 4 jam IV. Dapat diambahkan tikarsilin, 3 gram tiap 4 jam

IV. Dosis obat-obat hanya berlaku untuk pasien dewasa

B. Tindakan bedah

Jaringan nekrotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang

drainase. Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi

belum disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen, sumbatan

empedu dengan kolangitis yang segera membutuhkan pembedahan akut.

C. Tindakan lain

I. Terapi kortikosteroid:

Manfaat kortikosteroid pada syok septik masih kontoversi dan nampaknya

terapi kortikosteroid hanya merupakan ajuvan terhadap terapi suportif dan

antibiotik.

Apabila penggunaan vasopressor sudah diberikan dosis tinggi, hidrokortison

(50mg/ 6 jam atau 100 mg/8 jam dapat diberikan).

II. Terapi suportif, mencangkup :

 Pemberian elektrolit dan nutrisi

 Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal

 Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin

 Regulasi ketat gula darah

 Heparin sesuai indikasi

 Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI

 Transfuse komponen darah bila diperlukan

28
 Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial)

 Recombinant Human Activted Protein C : Merupakan

antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan

drotrecoginalfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian

akibat sepsis dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar

19,4% yang dikenal dengan nama zovant.

H. Prognosis

Sekitar 20-35% pasien dengan sepsis berat dan 40-60% pasien dengan

syok septik meninggal dalam waktu 30 hari dan lainnya meninggal dalam 6 bulan

berikutnya. Kematian sering disebabkan oleh kontrol infeksi yang kurang,

imunosupresi, komplikasi dari perawatan intensif, kegagalan organ multipel, atau

penyakit yang mendasari.16

Rendahnya stroke volume setelah resusitasi menunjukkan bahwa terjadi

kegagalan pembuluh darah perifer dan dapat menjadi faktor penyebab kematian

karena sepsis. Studi oleh Rhodes dkk menunjukkan kemungkinan menggunakan

tes stress dobutamine untuk menentukan outcome, dimana pasien yang tidak

berhasil selamat ditandai dengan penurunan respon inotropik. Pada 24 jam sejak

timbulnya sepsis, indeks resistensi vaskular sistemik > 1529 dyne, denyut jantung

< 95x/menit atau penurunan denyut jantung > 18x/menit, dan indeks kardiak > 0,5

L.mn menunjukkan survival.1

29
BAB III

PENUTUP

Syok bukan merupakan suatu diagnosis, syok merupakan suatu sindrom

klinis yang mencakup sekelompok keadaan gawat darurat dengan manifestasi

hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak

memadainya perfusi jaringan.

Berdasarkan etiologinya, syok terdiri dari, syok hipovolemik, syok

kardiogenik, dan syok distributif. Syok distributif meliputi syok anafilaktik, syok

neurogenik, dan syok sepsis.

Seluruh pasien yang ditemukan mengalami syok dan syok sepsis harus

dilakukan tatalaksana gawat darurat berupa ABCD, resusitasi dan inisiasi terapi

lainnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock, 2012. Crit Care Med. 2013 Feb; 41:580–637.

2. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW. The Third International Consensus


Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). The Jama Net. 2016 Feb
23;315(8):801-810.

3. Guntur A. Sepsis. Dalam: Setiawati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M,


Setiyohadi B, Syam A, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.

4. Martin GS, Mannino DM, Eaton S, Moss M. The Epidemiology of Sepsis in


the United States from 1979 through 2000. NEJM. 2003 April 17; 348:1546-
1554.

5. Phua J, Koh YS, Du B, Tang YQ, Divatia JV, Gomersall CD, et al.
Management of severe sepsis in patients admitted to Asian intensive care
units: prospective cohort study. BMJ. 2011 [cited 2013 dec 9];342:d3245.
Available from: BMJ.

6. R. Phillip Dellinger, MD. Consultant: Volume 54 - Issue 10 - October


2014The Surviving Sepsis Campaign 2014: An Update On The Management
And Performance Improvement For Adults In Severe Sepsis

7. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2006.

8. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
9. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With
Severe Sepsis. Cited May 2013.
10. Merx MW dan Weber C. Sepsis and the heart. Circulation. 2007. 116 : 793 –
802.
11. Tannehill D. Treating Severe Sepsis & Septic Shock in 2012. J Blood
DisordTransfus. 2012. 84 : 1-6.

31
12. ProCESS Investigators, Yealy DM, Kellum JA, Juang DT, et al. A
randomized trial of protocol-based care for early septic shock. N Engl J Med
2014; 370(18):1683-1693
13. Widodo D and Pohan HT. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta:2004:
h.54-88.
14. Eissa D, Carton EG dan Buggy DJ. Review article : Anaesthetic management
of patients with severe sepsis. British Journal of Anaesthesia. 2010.
105(6):735-743.
15. Annane D, Bellissant E and Cavaillon JM. Seminar : Septic shock .Lancet.
2005. 365: 63–78.
16. Pohan HT and Chen K. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata M dan Setiati S (eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing. 2010
17. Martin GS. Sepsis, Severe sepsis and septic Shock: changes in inciden,
pathogens and outcomes. NIH Public Access. 2012 Jun;10(6):701-706.
18. PERDICI. Penatalaksanaan Sepsis dan Syok Septik Optimalisasi
FASTHUGSBID. Pangalila, FJV, Mansjoer, A. Jakarta. 2017

32

Anda mungkin juga menyukai