DOSEN PENGAJAR :
Ir. Moh. Khairudin M.T.,Ph.D
DISUSUN OLEH :
PRODI / KELAS : S1-TEKNIK ELEKTRO / G
1. Safitri Juliarti (19538141021)
Pada era revolusi 4.0 ini banyak IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi )
yang banyak berkembang. Salat satu teknologi yang sedang berkembang pada saat ini
adalah teknologi FSCO ( Free – Space – Optical Communications ), teknologi FSCO ini
pernah dikembangkan sekitar 30 tahun yang lalu, dimana pada saat itu FSCO digunakan
sebagai konektifitas yang berkecepatan tinggi namun untuk jarak yang relative pendek.
Namun di zaman ini, perkembangan IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dari
tahun ke tahun kian berkembang. Teknologi FSOC ( Free – Space – Optical –
Communications ) pun sudah mengalami perkembangan, saat ini teknologi tersebut dapat
atau mampu menghantarkan data full – duplex dalam ukuran gigabitper – second untuk
data suara maupun video bagi area metropolitan [ 3 ]. Penelitian dalam bidang
komunikasi optic saat ini terus dilakukan dikarenakan banyaknya kebutuhan bandwidth
yang kian meningkat pada system komunikasi saat ini. Permasalahannya ialah
ketersediaan bandwidth yang lumayan besar pada backbone fiber optic saat ini masih
belum dapat menyentuh pemakai akhir pada jaringan untuk mengakses karena adanya
keterbatasan bandwidth tersebut dari teknologi kawat berbahan tembaga yang menjadi
penguhubung pengguna akhir untuk backbone ini. Oleh sebab itu teknologi yang disebut
teknologi Terrestrial Free - Space Optic ( FSO ) diharapkan mampu mengatasi masalah
kemcetan ini.
Kinerja dari system teknologi FSO ( Free – Space – Optical ) ini juga sangat
dipengaruhi dari efek sintilasi ( scintillation ) akibat turbulnesi atmosfir ( atmospheric
turbulence ) dan ketidak seragaman ( inhomogeneity ) suhu atmosfer sehingga akan
menimbulkan berbagai macam efek yang dapat meruskan berkas cahaya yang dikirimkan
pada link terstrial FSO ( Free – Space – Optica; ). Akibat dari efek intilasi ini akan
mengakibatkan dampak yang menyebabkan terjadinya sinyal fading, karena interferensi
konstruktif dan destruktif dari cahay optic melintasi atmosfer [ 6 ].
Dalam suatu study pun pasti terdapat banyak kendala. Kendala yan dihadapi oleh
teknologi FSO ( Free – Space – Optical ) ini akibat adanya penyerapan ( absorption ) dan
hamburan ( Scettering ) sert sintilasi ini, dimana harus mampu dalam tahap
pengantisipasian dengan cara menyediakan cahaya yang memililiki intesitas
berkategorikan tinggi pada sisi pengiriman. Tapi dalam pemerolehan berkas cahaya
tersebut perlu adanya sumber laser yang memiliki daya relative tinggi yaitu sekitar ( -
0,25 w ). Maka dari itu, pada study yang dilakukan ini diusulkan menggunakan sumber
optic dari beberapa laser yang nantinya akan digabungkan. Laser yang direkomendasikan
untuk dipilih harus memiliki panjan gelombang sebesar 1550nm karena teknologi
pedukung untuk Panjang gelombang tersebut telah cukup memadai juga cocok serta
memiliki daya yang dikategorikan tinggi signifikan dengan Panjang gelombang tersebut.
Dalam study ini, untuk menghipotesis kebutuhan laser yang memilik daya
relative tinggi dimana dalam pemasarannya terbilang langka dan mungkin belum tersedia
di pasar, maka pada study ini akan digunakan konsep penggabungan berkas cahaya
( beam combining ). Dimana pada penggabungan ini akan dilakukan dengan cara
mensuperosisikan sumber cahaya laser yang memiliki daya rendah juga panjang
gelombang yang tidak sama atau tidak identik, tujuan mensuperposisikan sumber cahaya
laser tersebut bukan semata – mata hanya untuk memperoleh daya output yang besar,
tetapi juga keuntungan lainnya untuk menjaga kualitas berkas, sehingga kecerahan dari
cahaya tersebut akan meningkat berbading lurus atau selaras dengan daya outputnya.
METODE
2.1 Superposisi Sumber Laser
Dari study yang dilakukan ini tahap awal yang dilakukan adalah
memodelkan cahaya sebagai gelombang yang bertujuan menjelaskan propagasi
cahaya dan fenomena superposisi cahaya. Dimana cahaya ialah gelombang
elektromagnetik atau dengan kata lain gelombang transversal elektrik juga
magnetic. Study ini menggunakan konsep dasar pada ilmu gelombang dan optic
sebagai bagian mensuperposisikan gelombang. Disamping itu, dalam study yang
dilakukan ada kemungkinan menjelaskan fenomena frekuensi denyut ( beat
frequency ) yang akan dijelaskan oleh para yang melakukan study. walaupun
memiliki perbedaan frekuensi yang sangat sedikit pada study ini dalam
mensuperposisikan gelombang akan menghasilkan efek modulasi amplitudo
dimana efek ini yang akan menyebabkan fenomena beat.
Gelombang elektromagnetik ini ini berbeda dengan gelombang akustik
dimana gelombang akustik ialang gelombang longitudinal sedangkan gelombang
elektromagenetik ialah gelombang transversal yang dalam propagasinya
gelombang tersebut akan tegak lurus ( orthogonal ) antara gelombang magnetic
juga gelombang elektrik. Efek polarisasi ialah cahaya gelombang transversal
dimana cahaya ini memiliki pola dalam pergerakan medan elektrik. Pada study
ini mendapatkan pertimbangan dalam proses mensuperposisikan gelombang yang
disebabkan mempertimbangkan efek polarisasi cahaya. jika terdapat dua sumber
berkas cahaya ( λ1 dan λ2 ) dimana tidak memiliki Panjang gelombang yang
berbeda atau tidak identic yang saling digabungkan atau disuperposisikan dalam
polarisasi yang sama, maka akan terjadi perubahan amplitude yang disebabkan
munculnya efek beat frekuensi. Pengaturan polarisasi cahaya dilakukan untuk
mengkonstankan antara beat polarisasi dengan amplitude sehingga mengurangi
resiko terjadinya efek beat frekuensi yang dapat muncul sewaktu – waktu.
Tetapi, walaupun demikian detector yang non – sensitive terhadap
polarisasi dimana yang menggunakan detector APD ( Avalanche Photo Diode )
tidak akan berpengaruh sama sekali pada receiver (Rx) yang terjadi akibat beat
polarisasi. Ketika terdapat dua gelombang yang bertemu, akan terjadi resultan
amplitude pada gelombang tersebut dimana tidak hanya bergantung pada
amplitude saja, tetapi juga hubungan phase yang mereka miliki. Gelombang
berada pada satu fase yang sama apabila dalam pensuperposisiannya gelombang
tersebut memiliki amplitude yang sama. Interferensi konstruktif atau penguatan
adalah kondisi dimana jika terdapat dua gelombang yang disuperposisikan
dimana gelombang tersebut memiliki amplitude yang sama dan menghasilkan
dua kali lipat amplitude dari gelombang sebelumnya. Jika terdapat gelombang
yang saling berbeda phase 1800 ( π radian ) maka dari perbedaan phase tersebut
akan saling menghilangkan ( pelemahan ). Resultan suatu gelombang adalah
penjumlahan dari kedua gelombang yang memiliki vector, dimana fenomena
tersebut merupakan prinsip dari superposisi.
Dalam komunikasi FSO ( free Space Optics ) terdapat dua jenis sumber berkas
cahaya optic yang umum digunakan, antara lain bahan semikonduktor yaitu LED ( light
Emitting Diode ) dan LD ( Laser Diode ). LED ( Light Emitting Diode ) adalah perangkat
dengan spektrum yang lebar dan memiliki emisi tidak terarah ( menyebar ) dimana
memancarkan cahaya yang inkoheren. Dimana pada umumnya LED ini digunakan untuk
fiber optic yang memiliki diameter core berukuran besar ( multimode Step indeks ).
Sedangkan Diode laser merupakan keluaran laser yang umumnya bersifat relative
monokromatis juga konvergen atau sangat terarah, dimana diode laser ini ialah sumber
optic yang koheren. Berbeda dengan LED, diode laser ini umumnya juga digunakan
untuk fiber optic tetapi yang memiliki diameter core berukuran kecil ( singlemode step
indeks ). Keunggulan sumber berkas cahaya ini, yaitu laser diode dibandingkan dengan
LED ialah dapat ditransmisikan dengan jarak yang jauh.
Laser DFB (disributed feedback) atau VCSEL (vertical cavity surface emitting
laser) merupakan dua jenis laser semikonduktor yan digunakan sebagai system FSCO.
System komunikasi fiber optic sering menggunakan kedua jenis laser komunikasi
tersebut, karena secara umum kedua laser komunikasi tersebut memiliki kelebihan
masing – masing, yang disesuaikan untuk kebutuhan jenis kualitas transmisi yang
dikehendaki. Dari jenis kedua laser komunikasi tersebut, memiliki perbedaan yang
signifikan antara laser DFB dan VCSEL berupa mode cahaya yang diemisikan, dimana
DFB cenderung mengemisikan berkas yang berdaya tinggi dan ellipsoidal, sedangkan
laser VCSEL cenderung lebih melingkar sempurna ( sirkular ) tetapi memiliki daya yang
rendah [ 8 ]. Berkas laser yang merambat didalam atmosfir nantinya akan membentuk
planar setelah terkolimasi oleh collimator untuk system FSCO ini. Maka dalam menjaga
tingkat attenuasi yang rendah untuk setiap muka gelombangnya, direkomendasikan
menggunakan laser VCSEL maupun laser DFB yang merupakan kandidat terbaik untuk
digunakan.
2.3 Jones Vector [9]
Dalam studi ini menggunakan perhitungan vector jones yang secara matematis
merupakan Teknik untuk menjelaskan kondisi polarisasi cahay dan menghitung
perubahan yang terjadi pada saat kondisi polarisasi cahaya yang melewati suatu peralatan
optic. Dua elemen vector jones dapat menjelaskan suatu kondisi polarisasi, dan melalui
matriks jones ( 2x 2 ) dapat menjelaskan operasi linier dari suatu peralatan optic tersebut.
Jones menyatakan dikarekan cahay yang tersusun dari osilasi dua medan yaitu medan
magnet dan medan listrik, maka cara yang paling anural atau alami dalam
mempresentasikan cahay tersebut adalah dengan vector dari medan listriknya.
Pada fiber multimode step indeks memiliki indeks bias cahaya yang sama, dimana cahaya
yang merambat di sumbu akan sampai terlebih dahulu ( dispersi ) pada ujung lainnya. Hal
lintasan yang melalui mode rendah dibandingkan sinar yang mengalami pemantulan pada
dinding fiber optic yang mengakibatkan hal tersebut terjadi. Dimana dampak dari
peristiwa tersebut adalah terjadinya pengurangan lebar bidang frekuensi atau dengan kata
lain pelebaran pulsa.
Jenis fiber optic Multimode memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks bias inti ( core ) yang konstan.
2. Ukuran dari inti ( core ) sebesar ( 50μm - 200μm )
3. Diameter core yang relative besar memudahkan dalam penyambungan inti.
4. Terjadinya modal disperse yang akan signifikan mengikuti formula perkalian
antara Bandwidth frngan jarak, BL ( Bandwidth – Length ) = Konstan.
5. Hanya dapat digunakan untuk transmisi data bit rate yang rendah dan memiliki
jarak yang pendek.
Untuk mengukur daya yang dihasilkan dari mensuperposisikan kedua laser dan daya dari
masing – masing laser tersebut maka menggunakan alat ukur optic yaitu berupa Optical
Power Meter, dengan range sensitifitas antara -50dBm sampai +26dBm, seperti yang
terdapat pada gambar (2.1).
Gambar 2.3 Pengukuran daya laser saat kedua laser digabungkan menggunakan coupler
Power supply dan dua sumber laser HeNe, lensa objetif, polarizer, power meter serta
coupler merupakan komponen yang menyusun system pada pengukuran menggunakan
laser Helium – Neon. Untuk perancangan eksperimen dalam study ini dalam
mensuperposisikan laser HeNe pengaturan alat yang digunakan diperlihatkan pada
gambar (2.4)
Sumber Polarizator
Laser Hene
Lensa Objektif
2.7 Aspek pemanfaatan multimode fiber untuk transmisi optik sinyal dari in-house
menuju lensa kolimator (Tx)
Fiber Optik merupakan suatu bahan yang digunakan untuk merambatkan energi
elektromagnetik dimana memiliki bahan dielektrik dengan indeks bias tertentu. Bagian
dari Fiber Optik ini ada dua yaitu inti ( core ) dan selubung inti ( cladding ). Fungsi dari
bagian inti adalah sebagai penyalur gelombang cahaya, sedangan fungsi dari selubung inti
adalah untuk mengarahkan cahya tersebut dan memperkecil rugi – rugi permukaan.
Fiber Optik multimode step indeks ini, memiliki sifat dan karakteristik yang
mempunyai indeks bias ini sebesar ( n1 ) yag seragam di seluruh bagian inti. Multimode
jenis ini mempunyai diameter cladding 50 mikron dan diameter inti ( core) sebesar 62,5
mikron serta secara keseluruhan adalah 125 mikron, oleh karena itu disebutkan sebagai
fiber 62.5/125 mikron atau 50/125 mikron.
SiO2 doped dengan sekitaran 4% dari GeO2 merupakan bagian dari inti. Siliki
murninya berupa Cladding yang sangat tipis. Dimana hal tersebut sesuai dengan
Namanya. Keunggulan Fiber berjensi multimode ini mampu melewatkan ebih dari satu
mode bahkan lebih dari 100 mode. Tetapi jumlah jumlah mode ini tergantung pada
ukuran inti dan numerical aperture ( NA ). Jumlah mode akan bertambah jika ukuran dari
inti dan NA meningkat.
Secara umum untuk gambar pemodelan ideal system teknologi FSOC ( Free –
Space – Opitcal – Communication )ialah seperti yang terdapat pada gambar ( 3.1 )
dibawah ini.
Gam
bar 3.1 Pemodelan ideal Transmitter Tx pada Komunikasi Free Space Optics.
Dari gambar ( 3.1 ), terdapat bidang yang ditandai garis putus – putus
berwarna biru, dimana pada bagian tersebut merupakan bagian dari study yang
akan dilakukan. Pada bagian berikut ini adalah blok diagram untuk pemodelam
system yang akan digunakan pada proses menggabungkan dua sumber cahaya
laser menggunakan metode superposisi, study ini berada pada sisi transmiternya
seperti yang diperlihatkan pada gambar ( 3.2 ) dibawah ini.
LASER
DRIVER
FIBER
COUPLER FIBER OPTIK
LASER
SEMIKONDUKTOR
Cahaya adalah suatu gelombang transversal yang dimana memiliki arti ialah
cahaya yang merambat secara tegak lusur terhadap arah rambatnya. Efek polarisasi
menjadi pertimbangan dalam melakukan study superposisi terhadap gelombang cahaya
tersebut dikarenakan gelombang cahaya tersebut berbentuk gelomban transversal. Pada
tahap pertama yang akan dilakukan adalah melakukan simulasi yang dilakukan terhadap
penggabungan dua sumber cahaya dengan metode yang dilakukan berupa
mensuperposisikan kedua gelombang tersebut dimana dengan tigkat polarisasi yang
sama. Efek beat frekuensi muncul apabila dua sumber berkas cahaya tang berbeda ( λ1
dan λ2 ), dan mereka saling disuperposisikan dengan polarisasi yang sama dan dimana
kedua sumber cahaya tersebut mempunyai sedikit perbedaan atau selisih frekuensi.
Superposisi yang dilakukan antara dua gelombang monokromatis deangn dua
medan listrik É X dan É y dimana masing – masing memiliki frekuensi yang berbda yaitu
ω dan ω+ Δω,
c= á1 sin ( ωt )
á 1=á2= Á , dimana θ adalah perbedaan phase. Bila kedua medan terpolarisasi sama
artinya θ=θ y =θ x = 0 atau π , Δω merupakan selisih frekuensi yang terjadi antara dua
sumber cahaya. Menggunakan prinsip superposisi, maka penjumlahan kedua gelombang
dapat ditulis sebagai :
É❑=¿ É X + ÉY
Maka
Beat modulation
carrier
Δω
Persamaan sin ω+ ( 2 )
t merupakan frekuensi carrier dan frekuensi envelope- nya
Δω
adalah cos ( )
2
t yang merupakan variasi lambat ( slow varying ) sedangkan intensitas
1
akan berulang setelah setiap Tbeat = detik. Hal ini merupakan fenomena yang dikenal
Δν
sebagai beat.
Dari hasil studi yang dilakukan, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa
nilai sinusoidal yang merupakan frekuensi carrier tergolong sangat kecil
dikarenakan dapat diabaikan sedangkan untuk yang diperhitungkan fungsi cosinus
dimana merupakan envelope gelombang yang mempunyai amplitude sebesar 2A
dari persamaan sinyal Etot ( t ) [ 12 ].
∞
(3.3)
E=∫ ( u ( t )2 dt
−∞
Atau secara umum dalam bentuk komplek dari sinyal Etot(t) dinyatakan sebagai :
∞
2 (3.4)
E=∫ ||u ( t )| dt
−∞
Dalam menentukan energi bit, maka dari itu harus melakukan beragam
variasi rasio bit modulasi terhadap perioda beat.
TBEAT
Misalnya, apabila kitaakan menentukan bit modulasi dimana hal tersebut
dilakukan terhadap perioda beat, yaitu bagi setiap periode sinyal dari T 1 = 0.1 hinga T2 =
0.3 daari satu siklus perioda beat, sehingga energi yang dihasilkan dari setiap perioda
beat, adalah dengan menghitung integral sisi kanan persamaan ( 3.5 ) dengan
menggunakan simulasi 14 periode siklus yang sama, maka akan diperoleh nilai rat – rata
diperkirakan sekitar 3,7.
Apabila semakin besar kelipatan bit modulasi terhadap bit perioada maka
akan memberikan simpangan yang akan semakin kecil. Kemudian selanjutnya
kita dapat menjustifikasi atau menentukan presentasi energi bit yang akan diambil
yaitu presentasi deviasi dimana hal tersebut dilakukan terhdap beat energi yang
terdapat pada posisi sektar 3%, sehingga perioda beat bernilai kira – kira 7 siklus
terhadap rasio bit modulasinya.
É= É x + É y
É x =á1 cos ( ωt )
Dan
É y =á1 cos ( ω+ Δ ω ) t+ θ ¿¿
Dimana ω = 2πν
Maka
Dimana θ adalah perbedaan phase. Bila kedua medan terpolarisasi saling tegak
π
lurus artinya θ=θ y −θ x = yaitu kedua medan listrik É xdan É y saling tegak
2
lurus yaitu Ex ⊥ Ey , Δω merupakan selisih frekuensi yang terjadi antara dua
sumber cahaya.
Pengukuran superposisi dari dua laser ini dilakukan dengan menggunakan dua
jenis laser yang berbeda, berupa dua buah laser gas Helium – Neon ( HeNe ) dan dua
buah laser semikonduktor yang akan meimbulkan penambahan daya yang dapat kita ukur
dan lihat. Dikarenakan masing – masing laser meempunyai Panjang gelombang (
wavelength ) yang tidak identic, maka untuk pasangan jenis laser yang digunakan juga
tidak sama atau tidak identic.
Dalam study ini dalam melakukan pengukuran, pengukuran pertama dilakukan
pada laser berjenis semikonduktor, dimana dua sumber cahaya laser semikonduktor yang
masing – masing mempunyai Panjang gelombang tidak sama akan digabungan dengan
metode superposisis menggunakan sebuah alat yang dinamakan coupler. Pengukuran
awal bertujuan untuk mengetahui daya keluaran yang dihasilkan kedua laser
semikonduktor ini, masing – masing laser yang diuur dayanya pada ujung konektor fiber
optic, dari hasil pengukuran tersebut datanya pengukuran diperoleh dari daya masing –
masing laser pada ujung konektor fiber optic, untuk data hasil pengukuran tersebut akan
diperoleh daya masing – masing laser seperti yang akand itampilkan pada table 4.1
dibawah ini.
Begitu juga penggabungan dengan metode superposisi bagi dua laser gas Helium
– Neon ( HeNe ), berkas cahaya laser yang dipancarkan akan difokuskan pada lensa
objektif, selanjtukan output cahaya keluaran akan dipacarkan kedalam inti dari fiber
optik. Kemudian diatur sedemikian rupa sehingga daya yang masuk kedalam fiber optik
dapat didapatlan juga menunjukkan dayang yang maksimum. Pada masing – masing laser
diukur pada ujung fiber optik daya, yang dimaksud hal tersebut adalah agar sebagai
pembanding dengan daya yang keluar setelah melewati couper.
Gambar 4.5 Mekanisme pengukuran daya laser
Kemudian masing – msaing laser yang telah diukur dayanya pada ujung fiber
otik, selanjutnya kedua laser digabungan mengguanakan alaat bernama coupler. Coupler
yang akan dipergunakan pada penggabungan laser ini mempunyai perbandingan dua
masukan input yang kemudian dapat menghasilkan satu keluaran output laser yaitu cupler
2x1. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat sejauh mana daya laser akan berkurang yang
diakibatkan penggunaan coupler dan sambungan atau adaptor yang digunakan selama
penggbungan kdua laser yaitu pada saat penggukuran tesebut dilakukan. Data dari hasil
pengukuran bagi masing – masing laser yang memiliki polarisai sama setelah melewati
coupler dapat kita lihat pad Tabel 4.2 berikut yang ada dibawah ini.
Input (mW) Output (mW) superpo Redaman
sisi
Laser Laser Laser Laser Laser 1 Rasio dB
1 2 1 2 + laser
2
Laser 0.61 0.70 0.389 off 0.389 1.51 1.79
0.61 0.70 0ff 0.459 0.459 1.5 1.76
Semiko
0.61 0.70 0.389 0.459 0.867 1.51 1.76
nduktor
Laser 9.96 10.71 6.55 Off 6.55 1.52 1.8
9.96 10.71 Off 7.093 7.093 1.51 1.79
HeNe
9.96 10.71 6.55 7.093 13.68 1.51 1.79
Tabel 4.2. Pengukuran daya laser setelah melewati coupler pada polarisasi sama
4.3. Pengukuran daya laser setelah melewati coupler pada polarisasi 90o.
Apabila suatu cahaya tersebut bergerak merambat ke arah tertentu maka cahaya
tersebut dikatakan terpolarisai. Untuk mencirikan arah polarisai gelombang ini yaitu
dengan cara melihat arah vector bidang medan listrik gelombang tersebut serta rah vector
bidang medan magnetnya. Secara umum, menggabungkan dua sumber laser yang
memiliki perbedaan frekuensi center Δω dengan metode superposisi, dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut ini.
Dimana
É y =á y cos [ ( ω+ Δ ω ) t +θ y ]
E(t) merupakan resultan medan listrik yang bervariasi terhadap waktu pada
bidang tegak lurus sembarang terhadap sumbu-z, diasumsikan z = 0. E x dan Ey mewakili
komponen-x dan komponen-y dari resultan medan listrik.
É= É x + É y
É x =á x sin ( ωt )
Dan
Dimana ω = 2πν1
Apabila amplitudo masing masing adalah sama yaitu |á| = |á x| = |á y| , maka Dari
persamaan yang didapatkan pada (3.13) diatas mengunakan perbedaan sudut yang
terpolarisai θ = π/2, namun dengan nilai frekuensi center yang berbeda yaitu 1ω =
150nrad, oleh karena itu akan terjadi perubahan bentuk polarisasu yang awalnya
terbentuk polarisasi melingkar kearah kanan dengan kecepatan putara yang ditentukan
oleh besarnya 1ω yang selanjtunya berubah menjadi polarisasi elips. Setelah itu dari
polarisasi elips akan berevolusi ke polarisasi linier, hal tersebut terus berulang setiap
perioda putarnya membentuk apa yang kemudian disebut sebagai beat polarisasi.
Ex . Ey = 0 (3-14)
E2 X
[ E1 X E1 Y ] [ ]
E2 Y
=E1 X . E ¿2 X + E1 Y . E ¿2 Y
É x =á x cos ( ωt )
π
[
É y =á y cos ( ωt + Δωt ) +
2 ]
Maka dituliskan dalam notasi eksponensual sebagai
É x =á e iωt
É y =á e
[
i ( ωt +Δ ωt ) +
2 ]
Sehingga
É= É x + É y
¿ á e iωt
+ á e
[i ( ωt+ Δ ωt ) +
2 ]= á+á e ( i Δωt )
Maka
É X 0
[ ] [] [ ]
É y
1
=á + á i ( Δ ωt )
0 e
É X 1 1 1 0
[ ] [] [ ]
= +
É y √2 0 √ 2 e
i ( Δ ωt )
É X 1 1
[ ] √[ ]
É y
=
2 isin ( Δ ωt )
Dari vektor yang dihasilkan, terlihat polarisasi yang terjadi adalah polarisasi
melingkar (circular) kekanan (RCP).
Waktu tempuh yang dinyatakan sebagai fungsi respon waktu suatu fiber
optik multimode tergantung modal dispersi yang terjadi. Lintasan yang ditempuh
mempunyai jarak yang berlainan maka berkas-berkas cahaya yang merambat pada
fiber optik ini akan mencapai tujuan dalam waktu yang berbeda sehingga pulsa
pada sisi output mengalami pelebaran pulsa (dispersi)
Sehingga
σ τ n1 ∆ ( 1,46 ) ( 0.01 )
= = =24 ns /km
L 2 C0 2 ( 3. 108 )
Jika kita modelkan bahwa jarak atau panjang lintasan yang akan kita
pergunakan sebesar L0 = 1.5 Km, maka respon waktunya adalah
σ τ = 24 ns / km × 1.5km = 36 ns
σ τ =36 ns
0 t 0 t 0 t
Gambar 3.13 Respon waktu yang terjadi pada multimode dengan panjang 1.5Km
Akibat panjang lintasan fiber optik yang digunakan sebesar L =1.5 km akan
menghasilkan respon waktu fiber sebesar 36 ns atau 0.036 ps. Pada simulasi lebar pulsa
awal sinyal input sebesar 40 ps akan terdispersi menjadi 67 ps pada jarak 1.5 Km, seperti
diperlihatkan oleh hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar (3.14a), yaitu adalah
pulsa input awal sebelum mengalami dispersi, dan Gambar (3.14b) merupakan pelebaran
pulsa output yang dihasilkan akibat dari dispersi, dimana terjadinya penurunan amplitudo
dan energi pulsa tersebar. Karena medium propagasi yang digunakan merupakan medium
yang lossless, maka energi sinyal input tidak akan mengalami perubahan, yaitu tetap
sama dengan energi pada sinyal output.
L = 1.5 Km
Perbandingan
bandwidth terhadap jarak (Bit-rate distance product) BL0 suatu fiber multimode
adalah 10 Mb/s-Km atau 1Mb/s-10 Km [8]. Hal ini menunjukkan bahwa fiber
optik multimode atau sistem akan bekerja efisien hingga 10 Mb/s sebelum
dispersi merugikan mempengaruhi kinerja sinyal lebih panjang satu kilometer.
Untuk jarak L = 1.5 Km misalnya sistem akan bekerja efisien hingga bit-rate
sebesar 6.667 Mb/s sebelum dispersi mempengaruhi kinerja sinyal lebih dari satu
kilometer.
BL = 130 GHz-Km
Jika panjang fiber yang digunakan sebesar 1.5 Km dari bandwidth yang tersedia
yaitu 130 GHz-Km, maka sistem akan bekerja efisien hingga 86,667 GHz-Km.
P
Loss(dB) in
10log (4.1)
P
out
2
n2−n
R= ( )
n1 +n
(4.2)
Pin 0.61
Loss(dB) 10log 10log 1.83dB
Pout 0.399
Besarnya rasio daya rata-rata yang hilang atau redaman yang terjadi
pada coupler dan pada konektor fiber optik adalah kira-kira sebesar 1.79 dB,
karenanya redaman ini mengurangi daya laser yang tergabung.
P
Loss(dB) in
10log
P
out
1.31
P
out
Pout 0.869mW