Anda di halaman 1dari 38

SUPERPOSISI DUA LASER BERBEDA FREKUENSI PADA TEKNOLOGI

FREE SPACE OPTIC GUNA MENGATASI KEBUTUHAN BANDWITDH

DOSEN PENGAJAR :
Ir. Moh. Khairudin M.T.,Ph.D

DISUSUN OLEH :
PRODI / KELAS : S1-TEKNIK ELEKTRO / G
1. Safitri Juliarti (19538141021)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
ABSTRAK
Pada saat ini kita berada di era revolusi 4.0 dimana pada era ini IPTEK (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi) menjadi peran utama yang difokuskan dalam perkembangan
pada masa ini. Dari tahun ke tahun IPTEK semakin berkembang, terkhusus dalam bidang
komunikasi atau multimedia , dimana pada bidang multimedia ini jangkauan untuk
berkomunikasi dengan kecepatan tinggi sangat dibutuhkan atau dicari – cari. Untuk
mempermudah jangkauan komunikasi semakin cepat, maka dari itu Perkembangan
IPTEK di bidang multimedia memberikan dampak bagi kita untuk mendorong
peningkatan kebutuhan seperti bandwidth dan kecepatan transfer yang tinggi. Dalam
berbagai macam kegiatan kemudahan instalasi dan media komunikasi yang fleksibel
menjadi syarat dalam mengakomodasi suatu perkembangan tersebut. Pilihan teknologi
yang ada misalnya broadband nirkabel, namun pada era revolusi 4.0 penelitian saat ini
banyak yang mengembangkan teknologi dimana dalam penggunaannya menggunakan
cahaya yang ditransmisikan dalam ruang bebas yang dikenal sebagai FSCO ( Free Space
Optical Commication ). FSCO ( Free Space Optical Commication ) adalah teknologi line
– of - sight yang menggunakan cahaya yang akan dipancarkan dalam ruang bebas.
Keuntungan teknologi FSCO ( Free Space Optical Commication ) ini, yaitu tidak
membutuhkan media waveguide, sehingga memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dan
bandwidth tinggi. juga biaya yang lebih ekonomis tanpa perlu lisensi spektrum
dibandingkan media transmisi lain. Namun, kelemahan teknologi FSCO ( Free Space
Optical Commication ) ini membutuhkan sumber cahaya berdaya tinggi untuk
mengompensasi penyerapan dan hamburan yang terjadi pada medium propagasi. Sumber
cahaya optic seperti laser/LED berdaya tinggi yang ada masih terbatas sehingga peralatan
tersebut menjadi mahal. Pada study ini, untuk mengantisipasi kebutuhan laser yang
berdaya tinggi, diusulkan menggabungkan beberapa laser berdaya rendah yang lebih
ekonomis namun berdaya guna tinggi jika digabungkan. Diharapkan dari penggabungan
ini diperoleh sumber cahaya koheren, kontinyu dan berdaya tinggi. Superposisi dua
cahaya laser yang berbeda wavelength memunculkan masalah beat frekuensi yang tidak
diharapkan. Karenanya dilakukan pengaturan terhadap polarisasi untuk meminimalisasi
efek beat frekuensi tersebut.input cahaya laser yang digabungkan sesuai metode
superposisi menggunakan coupler dan dihubungkan pada fiber optic menuju beam
expander pada sisi kirim. Selanjutkan menganalisa beat frekuensi dan beat polarisasi seta
pengaruhnya terhadap maksimun modulation rate. Sumber cahaya laser berdaya tinggi
tersebut berpotensi besar sebagai sumber cahaya optic pada system Terrestrial Free
Space Optical Communications.
Kata kunci : line – of - sight, beam expander, modulation rate, terrestrial free space
optical communications.
PENDAHULUAN

Pada era revolusi 4.0 ini banyak IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi )
yang banyak berkembang. Salat satu teknologi yang sedang berkembang pada saat ini
adalah teknologi FSCO ( Free – Space – Optical Communications ), teknologi FSCO ini
pernah dikembangkan sekitar 30 tahun yang lalu, dimana pada saat itu FSCO digunakan
sebagai konektifitas yang berkecepatan tinggi namun untuk jarak yang relative pendek.
Namun di zaman ini, perkembangan IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dari
tahun ke tahun kian berkembang. Teknologi FSOC ( Free – Space – Optical –
Communications ) pun sudah mengalami perkembangan, saat ini teknologi tersebut dapat
atau mampu menghantarkan data full – duplex dalam ukuran gigabitper – second untuk
data suara maupun video bagi area metropolitan [ 3 ]. Penelitian dalam bidang
komunikasi optic saat ini terus dilakukan dikarenakan banyaknya kebutuhan bandwidth
yang kian meningkat pada system komunikasi saat ini. Permasalahannya ialah
ketersediaan bandwidth yang lumayan besar pada backbone fiber optic saat ini masih
belum dapat menyentuh pemakai akhir pada jaringan untuk mengakses karena adanya
keterbatasan bandwidth tersebut dari teknologi kawat berbahan tembaga yang menjadi
penguhubung pengguna akhir untuk backbone ini. Oleh sebab itu teknologi yang disebut
teknologi Terrestrial Free - Space Optic ( FSO ) diharapkan mampu mengatasi masalah
kemcetan ini.

Terrestrial Free – Space Optics ( FSO ) merupakan teknologi yang dimana


bersifat relatif fleksibel dan menjanjikan sehingga mampu menawarkan nilai keuntungan
yang lebih ekonomis dan signifikan karena dapat digunakan sebagai sambungan yang
memiliki kecepatan sangat tinggi, Free – Space Optics ( FSO ) adalah system point – to –
point dan line – of – sight yang menggunakan laser untu koneksi bandwidth optic
sehingga dapat memungkinkan memiliki konektifitas yang pasti tanpa memerlukan kabel
fiber optic, atau dengan kata lain FSO ini mampu mengamankan lisensi spektrum
Terrestrial Free Space Optic ( FSO ) memerlukan cahaya yang dapat dikolimasi yaitu
dengan menggunakan diode emisi cahaya ( LEDs ) maupun sinar laser. penggunakan
laser merupakan konsep yang lumayan sederhana namun mirip dengan transmisi optic
yang menggunakan kabel fiber optic, tetapi dalam perbedaan dari kedua ini adalah
medium propagasi yang digunakan.

Teknologi Terrestrial FSO ( Free – Space – Optical ) ini relative sederhana,


karena dalam pengaplikasiannya didasarkan atas koneksi antara unit FSO, unit FSO ini
terdiri dari sebuah transceiver optic yang menggunakan pemancar laser dan sebuah
penerima, tetapi dalam pengaplikasian perjalanannya terdapat suatu hal yang sehingga
menjadikan teknologi ini terdapat sedikit terkendala, pada setiap unit terrestriak Free -
Space – Optical ini akan membutuhkan sumber cahaya laser yang memiliki daya cukup
tinggi, sementara itu harga untuk laser berjenis ini masih tergolong tinggi atau mahal juga
penjualannya pun langka karena masih sulit ditemui dipasar. Kendala lain yang dimiliki
bisa dikatakan sangat penting ialah adanya gangguan dari pengaruh atmosfir yaitu
terjadinya redaman ( attenuasi ) dalam melakukan proses perambatan cahaya antara lain
penyerapan ( absorption ) dan hamburan ( scettering ) yang diketahui ternyata dapat
memberikan dampak yang bisa dikatakan kucup signifikan dalam pengiriman data optik
tersebut.

Perkembangan komunikasi teknologi terrestrial FSO ( Free – Space – Optical )


ini tidak dapat terlepas dari ditemukannya sumber optic yang sangat penting yanitu laser.
dalam penggunaan laser yang pertama ini didemontrasikan yaitu menggunakan Gas Light
Emitting Diode untuk transmisi spektakuler sinyal televisi sepanjang jarak 48 km yang
dilakukan oleh laboratium MIT Lincolns pada tahun 1962 [ 4 ]. Teknologi ( FSO ) Free
Space Optic dari dulu sampai sekarang terus – menerus diteliti dan dikembangkan untuk
pengaplikasian pada ruang angkasa ( deep space communications ) oleh NASA dengan
programnya Mars Laser Communication Demonstration ( MLDC ) [ 4 ]. Deep – Space
Communications ysng menggunakan komunikasi optic, dapat memungkinkan lebih
banyak data yang dapat ditransmisikan dalam suatu misi ruang angkasa dibandingkan
dengan teknologi frekuensi radio ( microwave ).

Komunikasi yang menggunakan teknologi RF untuk jarak jauh melalui ruang


angkasa dikategorikan sangatlah sulit. Karena semakin bertambahnya jarak maka akan
semakin melemah intesitas sinyal yang dapat ditransmisikan. Karena karakteristik ini
merupakan Batasan ukuran kapasitas informasi yaitu bandwidth distance product
( perkalian antara jarak dan lebar pita ) dimana nantinya bandwidth ini akan berkurang
berbanding lurus dengan bertambahnya jarak yang ditempuh dan dinyatakan dalam
mHZ.km.

Penggunaan frekuensi yang lebih tinggi membuka prluang harapan baru,


misalnya untuk komunikasi di ruang angkasa. Perubahan frekuensi komunikasi ruang
angkasa dari 8 GHz ke 32 GHz secara teoritis dapat membawa perbaikan yang relative
signifikan. Sebagai perbandingan, cahaya yang memiliki Panjang gelombang 1 µm
( frekuensi 3 x 1014 Hz ) yang dikirimkan ke planet Bumi dari orbit planet Saturnus yang
pengirimannya melalui teleskop dengan diameter 10 cm nantinya kan terdispersi dengan
luasan yang sama atau selebaran diameter planet bumi. Sementara untuk teknologi
konvensional yang memiliki frekuensi 8GHz dengan jarak yang signifikan atau sama
akan mengakibatkan berkas komunikasi tedispersi dengan luasan selebar 1000 kali dari
diameter bumi.

Keunggulan dari Penggunaan teknologi optic yang notabene memiliki frekuensi


lebih tinggi juga lebih menjanjikan, dikarenakan semakian tinggi frekuensi yang dapat
dihasilkan maka panajng dari gelombang akan semakin kecil sehingga memberikan
bandwidth yang besar. Nantinya akan memperkecil ukurran dari antenna yang dibutuhkan
serta akan mudah dalam mengatur kolimasinya. Walaupun memiliki keunggulan
nyatanya dibalik keunggulan tersebut memiliki kelemahan dimana dari kelemahan
tersebut memiliki dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan frekuensi yang tinggi ini
juga akan meningkatkan penyerapan dan hamburan.

Komunikasi yang menggunakan system Terestrial FSO ( Free – Space – Optical )


atau dengan kata lain Komunikasi yang parallel dengan earth surface, dapat digunakan
tetapi untuk jarak dekat. Sehingga dimungkinkan selama tidak terdapat gangguan dari
atmosfer. Mengakibatkan adanya penampakan garis yang jelas akan terlihat antara
sumber dan tujuan dengan daya pemancar yang cukup. Tapi hal ini akan sulit ditemui
untuk kondisi atmosfir yang jernih tanpa gangguan untuk jarak pancar yang cukup
Panjang. Dalam perjalanan cahaya yang melintasi atmosfir memiliki lumayan banyak
kendala yang dihadapi yaitu terjadinya redaman ( attenuation ) berkas cahaya akibat
adanya peneyrapan ( absorption ), dan hamburan ( scettering ) dan juga nanti akan terjadi
turbulensi atmosfir yang mengakibatkan munculnya efek sintilasi. Maka dari itu
diperlukan penanganan serius karena hal tersebut sangat mempengaruhi proses
pengiriman data optic [ 6 ].

Penyerapan ( absorption ) yang terjadi merupakan dasil dari peristiwa interaksi


radiasi antar foton dan atom – atom ( molekul ) yang mengakibatkan hilangnya foton dan
meningkatkan temperature atau suhu [ 7 ]. Penyerapan ( absorption ) akan menyebabkan
daya laser semakin berkurang secara bertahap – tahap sehingga akan mempengaruhi
keberadaan cahaya sinar laser pada link terrestrial FSO ( Free – Space – Optical ).
Temperature dan tekanan atmosfir ini akan sangat berpengaruh pada besarnya penyerapan
( absorption ) yang terjadi [ 7 ]. Pada area tersetrial yang meliputi daerah urban dan sub
urban dimana pada area urban yang memiliki jumlah penduduknya relative sangat padat
memiliki tingkat polusi udara yang mengandung gas CO2 ( Karbon Dioksida ) serta uap
air yang dapat dikatakan sangat tinggi dibandingkan area sub – urban, peristiwa ini akan
sangat mempengaruhi tingkat penyerapan ( absotption ) yang terjadi nantinya.

Hamburan ( scattering ) terjadi ketika terdapat peristiwa dimana partikel


berukuran lebih besar dari Panjang gelombang cahaya mengubah arah perambat
gelombang dengan cara mengirim ulang sinyal ke segala arah. Tetapi, apabila terdapat
jumlah partikel yang menghalangi relative berjumlah sangat banyak, maka efek yang
ditimbukan adalah daya pengirim akan berkurang dalam jumlah besar. Pada area urband
memiliki noise ground temperature yang bisa dikategorikan cukup tinggi, namun
sementara itu, pada sub – urban hanya terdapat sedikit yang dipengaruhi noise ground
dari temperature.

Kinerja dari system teknologi FSO ( Free – Space – Optical ) ini juga sangat
dipengaruhi dari efek sintilasi ( scintillation ) akibat turbulnesi atmosfir ( atmospheric
turbulence ) dan ketidak seragaman ( inhomogeneity ) suhu atmosfer sehingga akan
menimbulkan berbagai macam efek yang dapat meruskan berkas cahaya yang dikirimkan
pada link terstrial FSO ( Free – Space – Optica; ). Akibat dari efek intilasi ini akan
mengakibatkan dampak yang menyebabkan terjadinya sinyal fading, karena interferensi
konstruktif dan destruktif dari cahay optic melintasi atmosfer [ 6 ].

Dalam suatu study pun pasti terdapat banyak kendala. Kendala yan dihadapi oleh
teknologi FSO ( Free – Space – Optical ) ini akibat adanya penyerapan ( absorption ) dan
hamburan ( Scettering ) sert sintilasi ini, dimana harus mampu dalam tahap
pengantisipasian dengan cara menyediakan cahaya yang memililiki intesitas
berkategorikan tinggi pada sisi pengiriman. Tapi dalam pemerolehan berkas cahaya
tersebut perlu adanya sumber laser yang memiliki daya relative tinggi yaitu sekitar ( -
0,25 w ). Maka dari itu, pada study yang dilakukan ini diusulkan menggunakan sumber
optic dari beberapa laser yang nantinya akan digabungkan. Laser yang direkomendasikan
untuk dipilih harus memiliki panjan gelombang sebesar 1550nm karena teknologi
pedukung untuk Panjang gelombang tersebut telah cukup memadai juga cocok serta
memiliki daya yang dikategorikan tinggi signifikan dengan Panjang gelombang tersebut.

Dalam study ini, untuk menghipotesis kebutuhan laser yang memilik daya
relative tinggi dimana dalam pemasarannya terbilang langka dan mungkin belum tersedia
di pasar, maka pada study ini akan digunakan konsep penggabungan berkas cahaya
( beam combining ). Dimana pada penggabungan ini akan dilakukan dengan cara
mensuperosisikan sumber cahaya laser yang memiliki daya rendah juga panjang
gelombang yang tidak sama atau tidak identik, tujuan mensuperposisikan sumber cahaya
laser tersebut bukan semata – mata hanya untuk memperoleh daya output yang besar,
tetapi juga keuntungan lainnya untuk menjaga kualitas berkas, sehingga kecerahan dari
cahaya tersebut akan meningkat berbading lurus atau selaras dengan daya outputnya.
METODE
2.1 Superposisi Sumber Laser

Dari study yang dilakukan ini tahap awal yang dilakukan adalah
memodelkan cahaya sebagai gelombang yang bertujuan menjelaskan propagasi
cahaya dan fenomena superposisi cahaya. Dimana cahaya ialah gelombang
elektromagnetik atau dengan kata lain gelombang transversal elektrik juga
magnetic. Study ini menggunakan konsep dasar pada ilmu gelombang dan optic
sebagai bagian mensuperposisikan gelombang. Disamping itu, dalam study yang
dilakukan ada kemungkinan menjelaskan fenomena frekuensi denyut ( beat
frequency ) yang akan dijelaskan oleh para yang melakukan study. walaupun
memiliki perbedaan frekuensi yang sangat sedikit pada study ini dalam
mensuperposisikan gelombang akan menghasilkan efek modulasi amplitudo
dimana efek ini yang akan menyebabkan fenomena beat.
Gelombang elektromagnetik ini ini berbeda dengan gelombang akustik
dimana gelombang akustik ialang gelombang longitudinal sedangkan gelombang
elektromagenetik ialah gelombang transversal yang dalam propagasinya
gelombang tersebut akan tegak lurus ( orthogonal ) antara gelombang magnetic
juga gelombang elektrik. Efek polarisasi ialah cahaya gelombang transversal
dimana cahaya ini memiliki pola dalam pergerakan medan elektrik. Pada study
ini mendapatkan pertimbangan dalam proses mensuperposisikan gelombang yang
disebabkan mempertimbangkan efek polarisasi cahaya. jika terdapat dua sumber
berkas cahaya ( λ1 dan λ2 ) dimana tidak memiliki Panjang gelombang yang
berbeda atau tidak identic yang saling digabungkan atau disuperposisikan dalam
polarisasi yang sama, maka akan terjadi perubahan amplitude yang disebabkan
munculnya efek beat frekuensi. Pengaturan polarisasi cahaya dilakukan untuk
mengkonstankan antara beat polarisasi dengan amplitude sehingga mengurangi
resiko terjadinya efek beat frekuensi yang dapat muncul sewaktu – waktu.
Tetapi, walaupun demikian detector yang non – sensitive terhadap
polarisasi dimana yang menggunakan detector APD ( Avalanche Photo Diode )
tidak akan berpengaruh sama sekali pada receiver (Rx) yang terjadi akibat beat
polarisasi. Ketika terdapat dua gelombang yang bertemu, akan terjadi resultan
amplitude pada gelombang tersebut dimana tidak hanya bergantung pada
amplitude saja, tetapi juga hubungan phase yang mereka miliki. Gelombang
berada pada satu fase yang sama apabila dalam pensuperposisiannya gelombang
tersebut memiliki amplitude yang sama. Interferensi konstruktif atau penguatan
adalah kondisi dimana jika terdapat dua gelombang yang disuperposisikan
dimana gelombang tersebut memiliki amplitude yang sama dan menghasilkan
dua kali lipat amplitude dari gelombang sebelumnya. Jika terdapat gelombang
yang saling berbeda phase 1800 ( π radian ) maka dari perbedaan phase tersebut
akan saling menghilangkan ( pelemahan ). Resultan suatu gelombang adalah
penjumlahan dari kedua gelombang yang memiliki vector, dimana fenomena
tersebut merupakan prinsip dari superposisi.

2.2 Sumber Cahaya Optik

Dalam komunikasi FSO ( free Space Optics ) terdapat dua jenis sumber berkas
cahaya optic yang umum digunakan, antara lain bahan semikonduktor yaitu LED ( light
Emitting Diode ) dan LD ( Laser Diode ). LED ( Light Emitting Diode ) adalah perangkat
dengan spektrum yang lebar dan memiliki emisi tidak terarah ( menyebar ) dimana
memancarkan cahaya yang inkoheren. Dimana pada umumnya LED ini digunakan untuk
fiber optic yang memiliki diameter core berukuran besar ( multimode Step indeks ).
Sedangkan Diode laser merupakan keluaran laser yang umumnya bersifat relative
monokromatis juga konvergen atau sangat terarah, dimana diode laser ini ialah sumber
optic yang koheren. Berbeda dengan LED, diode laser ini umumnya juga digunakan
untuk fiber optic tetapi yang memiliki diameter core berukuran kecil ( singlemode step
indeks ). Keunggulan sumber berkas cahaya ini, yaitu laser diode dibandingkan dengan
LED ialah dapat ditransmisikan dengan jarak yang jauh.

Laser DFB (disributed feedback) atau VCSEL (vertical cavity surface emitting
laser) merupakan dua jenis laser semikonduktor yan digunakan sebagai system FSCO.
System komunikasi fiber optic sering menggunakan kedua jenis laser komunikasi
tersebut, karena secara umum kedua laser komunikasi tersebut memiliki kelebihan
masing – masing, yang disesuaikan untuk kebutuhan jenis kualitas transmisi yang
dikehendaki. Dari jenis kedua laser komunikasi tersebut, memiliki perbedaan yang
signifikan antara laser DFB dan VCSEL berupa mode cahaya yang diemisikan, dimana
DFB cenderung mengemisikan berkas yang berdaya tinggi dan ellipsoidal, sedangkan
laser VCSEL cenderung lebih melingkar sempurna ( sirkular ) tetapi memiliki daya yang
rendah [ 8 ]. Berkas laser yang merambat didalam atmosfir nantinya akan membentuk
planar setelah terkolimasi oleh collimator untuk system FSCO ini. Maka dalam menjaga
tingkat attenuasi yang rendah untuk setiap muka gelombangnya, direkomendasikan
menggunakan laser VCSEL maupun laser DFB yang merupakan kandidat terbaik untuk
digunakan.
2.3 Jones Vector [9]

Dalam studi ini menggunakan perhitungan vector jones yang secara matematis
merupakan Teknik untuk menjelaskan kondisi polarisasi cahay dan menghitung
perubahan yang terjadi pada saat kondisi polarisasi cahaya yang melewati suatu peralatan
optic. Dua elemen vector jones dapat menjelaskan suatu kondisi polarisasi, dan melalui
matriks jones ( 2x 2 ) dapat menjelaskan operasi linier dari suatu peralatan optic tersebut.
Jones menyatakan dikarekan cahay yang tersusun dari osilasi dua medan yaitu medan
magnet dan medan listrik, maka cara yang paling anural atau alami dalam
mempresentasikan cahay tersebut adalah dengan vector dari medan listriknya.

2.4 Komponen penyusun sistem


Laser Driver, Laser Semikonduktor, 2x1 fiber coupler dan lensa transmitter (
beam collimator ) bagian tersebut merupakan komponen utama yang menyusun
transmitter Tx. Laser driver tersebut digunakan untuk mengontrol sumber berkas cahaya
yang dimana berdasarkan sinyal listrik yang diterima. Dengan menggunakan laser
semikonduktor jenis DFB ( Distributed Feedback ) merupakan sumber berkas cahaya
yang digunakan pada teknologi FSCO ini, lase berjenis DFB ini jika transmisikan pada
pita C ( 1530 – 1565 nm ) memiliki karakteristik emisi berkas single mode, daya dan
sirkular yang bisa dikategorikan cukup tinggi ( 5 – 10 mWatt ). Keunggulan lainnya yaitu
lebih ekonomis dikarenakan dalam pemasarannya pun sangat umum dan mudah
didapatkan dipasar, walaupun demikian cahaya ini sangat rentan mengalami berbagai
gangguan optic jika dipropagasikan didalam atmosfir.

Berikut merupakan persyaratan utama dan karakteristik sumber cahaya yang


digunakan dalam system :
1. Sumber berkas cahaya laser semikonduktor Koheren dan Gaussian
2. Spektrum yang memiliki sifa relative monokromatik
3. Intesitas cahaya yang retif tinggi, yakni lebih dari 1 Mw
4. Modulasi langsung hingga orde puluhan Gibabyte per detik yang dapat
dikonfigurasikan
5. Sumber cahaya yang terintegrasi dapat dionfigurasikan dengan system
modulsai secara optic yakni AOM ( Absorption Optical Modulator )

Untuk memperbesar daya transmisi berkas dilakukan dengan cara mengintegrasikan


sumber cahaya laser semikonduktor input dengan fiber coupler ( 2x1 fiber coupler ).
Dalam study yang dilakukan ini jenis fiber optic yang digunakan adalah fiber optic yang
berjenis multimode step indeks. Karakteristik fiber optic berjenis ini adalah memiliki
diameter ini ( core ) sesuai dengan yang direkomendasikan dari CCITT G.651 sebesar
62.5 μm dan dilapisi oleh cladding ( jaket selubung ) yang memiliki diameter 125 μm.

Pada fiber multimode step indeks memiliki indeks bias cahaya yang sama, dimana cahaya
yang merambat di sumbu akan sampai terlebih dahulu ( dispersi ) pada ujung lainnya. Hal
lintasan yang melalui mode rendah dibandingkan sinar yang mengalami pemantulan pada
dinding fiber optic yang mengakibatkan hal tersebut terjadi. Dimana dampak dari
peristiwa tersebut adalah terjadinya pengurangan lebar bidang frekuensi atau dengan kata
lain pelebaran pulsa.
Jenis fiber optic Multimode memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks bias inti ( core ) yang konstan.
2. Ukuran dari inti ( core ) sebesar ( 50μm - 200μm )
3. Diameter core yang relative besar memudahkan dalam penyambungan inti.
4. Terjadinya modal disperse yang akan signifikan mengikuti formula perkalian
antara Bandwidth frngan jarak, BL ( Bandwidth – Length ) = Konstan.
5. Hanya dapat digunakan untuk transmisi data bit rate yang rendah dan memiliki
jarak yang pendek.
Untuk mengukur daya yang dihasilkan dari mensuperposisikan kedua laser dan daya dari
masing – masing laser tersebut maka menggunakan alat ukur optic yaitu berupa Optical
Power Meter, dengan range sensitifitas antara -50dBm sampai +26dBm, seperti yang
terdapat pada gambar (2.1).

Laser semikonduktor 1550nm Fiber coupler


Laser Driver dan power Supply

Fiber Multimode step indeks


Gambar 2.1 Komponen penyusun system superposisi laser semikonduktor

Untuk perancangan eksperimen yang dilakukan dalam study ini untuk


pengukuran superposisi dua laser semikonduktor seperti yang diperlihatkan papda
Gambar (2.2) dibawah ini.

Gambar 2.2. Set up peralatan pada penggabungan dua sumber laser


Fiber Coupler

Laser Sc 1550nm konektor

Optical power meter

Gambar 2.3 Pengukuran daya laser saat kedua laser digabungkan menggunakan coupler

Power supply dan dua sumber laser HeNe, lensa objetif, polarizer, power meter serta
coupler merupakan komponen yang menyusun system pada pengukuran menggunakan
laser Helium – Neon. Untuk perancangan eksperimen dalam study ini dalam
mensuperposisikan laser HeNe pengaturan alat yang digunakan diperlihatkan pada
gambar (2.4)
Sumber Polarizator
Laser Hene
Lensa Objektif

Gambar 2.4. Mekanisme pengukuran superposisi pada laser HeNe

2.5 Intensitas Sumber optik

Intesitas optic merupakan gelombang monokromatis yang dimana memiliki


fungsi pangkat dua abslout dari ampitudo kompleksnya. Intesitas gelombang
monokromatis ini jika terhadap waktu tidak memiliki variasi.

2.7 Aspek pemanfaatan multimode fiber untuk transmisi optik sinyal dari in-house
menuju lensa kolimator (Tx)

Fiber Optik merupakan suatu bahan yang digunakan untuk merambatkan energi
elektromagnetik dimana memiliki bahan dielektrik dengan indeks bias tertentu. Bagian
dari Fiber Optik ini ada dua yaitu inti ( core ) dan selubung inti ( cladding ). Fungsi dari
bagian inti adalah sebagai penyalur gelombang cahaya, sedangan fungsi dari selubung inti
adalah untuk mengarahkan cahya tersebut dan memperkecil rugi – rugi permukaan.

Fiber Optik multimode step indeks ini, memiliki sifat dan karakteristik yang
mempunyai indeks bias ini sebesar ( n1 ) yag seragam di seluruh bagian inti. Multimode
jenis ini mempunyai diameter cladding 50 mikron dan diameter inti ( core) sebesar 62,5
mikron serta secara keseluruhan adalah 125 mikron, oleh karena itu disebutkan sebagai
fiber 62.5/125 mikron atau 50/125 mikron.
SiO2 doped dengan sekitaran 4% dari GeO2 merupakan bagian dari inti. Siliki
murninya berupa Cladding yang sangat tipis. Dimana hal tersebut sesuai dengan
Namanya. Keunggulan Fiber berjensi multimode ini mampu melewatkan ebih dari satu
mode bahkan lebih dari 100 mode. Tetapi jumlah jumlah mode ini tergantung pada
ukuran inti dan numerical aperture ( NA ). Jumlah mode akan bertambah jika ukuran dari
inti dan NA meningkat.

Cahaya dapat dengan mudah dilewatkan pada fiber berjenis multimode


dikarenakan ukuran inti yang besar dan NA yang tinggu sehingga memberikan
keuntungan yang memudahkan dalam penyambungan. Namun dibalikan keunggulannya
tersebut terdapat kerugian, dimana ukuran inti fiber multimode yang besar menimbulkan
bertambahnya jumlah mode sehingga efek disperse dari modal akan meningkat. Dispersi
modal merupakan fiber akan memiliki waktu yang tidak sama atau berbeda jika tiap
mode tiba. Perbedaan pelebaran modal disperse dan pelebaran modal ini akan membatasi
kapasitas dalam mebawa informasi yang terdapat dalam fiber atau membatasi bandwidth.
HASIL STUDI

3.1 Free Space Optical Communication (FSOC)


Free Space Optical Communication ( FSCO ) merupakan system
komunikasi optic dimana memanfaatkan atmosfir sebagai media perambatan dan
propagasi juga menggunakan cahaya sebagai pebawa informasi [ 3 ]. Pengarahan
lurus ( point – to – point ) sisi receiver dan transmitter digunakan untuk
memasikan pengiriman informasi supaya saling terlihat secara langsung ( line –
of – sight ) tanpa adanya halangan sedikitpun. Melalui Teknologi FSO ( Free –
Space – Optic ) ini dapat mengembangkan aplikasi komunikasi pita jarak dan
lebar medium. Sifat serta karakteristik teknologi terrestrial FSO ( Free – Space –
Optic ) yang bagus dan menarik sangat berguna untuk berbagai aplikasi, misalnya
untuk menjembatani keterbatasab bandwidth ( last – mile bottleneck ) yang
dimana hal tersebut terjadi antara backbone fiber optic dan end user, aplikasii
FSO ini juga dapat digunakan untuk jaringan microsel masa depan, sebagai link
sementara, serta sebagai jaringan interkoneksi kampus dan dapat membantu
penyediaan komunikasi pada area, wilayah, atau medah yang cukup sulit
dijaangkau.
Keunggulan yang dimiliki oleh system teknologi FSOC ( Free space
Optical Communication ) ini diantaranya adalah tidak membutuhkan fiber optic
utnuk media waveguide, sehingga memiliki kapasitas bandwidth yang tinggi
dengan biaya yang lebih ekonomis dan tanpa perlu mengamankan lisensi
spektrum dibandingkan media transmisi yang lain serta mempunyai tingkat
fleksibelitas yang relative tinggi. System teknologi FSO ( Free – Space – Optic )
selain memiliki tingkat bandwidth yang besar, tetapi juga memiliki keunggulan
berupa tidak memberikan pengaruh interferensi jika dibandikan dengan teknologi
komunikasi microwave RF yang memberikan atau bisa dikatakan juga memiliki
masalah interferensi. Namun walaupun demikin teknologi FSCO ini memiliki
kinerja yang terkait pada kondisi atmosfir.
Adanya penyerapan ( absorption ) dan hamburan ( scettering )
mengakibatkan terjadinya fenomena atau persitiwa propagasi cahaya yang
melintasi atmosfir sehingga mengalami redaman berkas cahaya ( attenuation ).
Peristiwa penyerapan ( absorption ) ini terjadi merupakan hasil dari interaksi
radiasi antara atom – atom atau molekul dengan foton sehingga hal tersebut
mengakibatkan meningkatnya temperature atau suhu serta hilangnya foton [ 7 ].
Dari peristiwa penyerapan ( absorption ) tersebut menimbulkan dampak yang
menyebabkan daya dari laser berkurang secara bertahap sehingga mempengaruhi
keberadaan cahaya yang terdapat pada link FSO ( Free – Space – Optical ).
Temperature dan tekanan dari atmosfir sangat berpengaruh pada besarnya
penyerapan yang mungkin akan terjadi [ 7 ]. Sedangkan untuk peristiwa atau
fenomena hamburan ( scattering ) terjadi perubahan arah perambatan gelombang
dengan cara mengirim ulang sinyal ke segala penjuru arah yang disebabakan
ketika partikel yang memiliki ukuran lebih besar dari Panjang gelombang cahaya.
Daya pengirim akan berkurang dalam jumlah yang cukup besar, seiring dengan
jumlah banyak partikel yang menghalangi.
Efek sintilasi ( scintillation ) yang diakibatkan dari turbulensi atmosfir
( atmospheri turbulence ) serta ketidaksamaan ( inhomogeneity ) temperature atau
suhu atmosfer yang memicu berbagai efek yang dapat meruskan bagian dari
berkas cahaya yang dikirimkan pada link terrestrial FSO ( Free – Space – Optic )
sangat mempengaruhu system teknologi FSO ( Free – Space – optic ) ini. Akibat
dari peristiwa efek sintilasi ( scintillation ) ini akan menyebabkan fenomena
terjadinya sinyal fading, hal tersebut dikarenakan interferensi destruktif serta
konstruktif dari cahaya optic yang melintasi di atmosfir [ 6 ].
Diperlukannya pemancaran cahaya yang dimana yang mempunyai
kekuatan pancar yang memadai merupakan dampak yang diakibatkan dari
kondisi atmosfir yang mengalami hamburan ( scettering ), sintilasi ( scintillation )
dan penyerapan ( absorption ). Maka dari peristiwa itu memerlukan suatu sumber
berkas cahaya laser yang dimana memiliki daya relative besar ( - 0,25 W ) yang
digunakan utnuk mengompensasi hamburan, sintilasi dan penyerapan yang
terjadi. Tetapi, untuk pemasaran penggunaan laser yang memiliki daya relative
besar masih sangat langka sehingga sulit untuk di dapatkan dipasar dan jika
kalaupun ada otomatis harganya bisa diaketegorikan sangat mahal. Maka dari itu,
untuk mengatasi serta mengantisipasi kebutuhan laser yang memiliki daya yang
tinggi tersebut, diusulkan sebuah saran yaitu dengan cara menggabungkan dua
jenis sumber berkas laser yang memiliki daya relative rendah dan cara
penggabungannya yaitu menggunakn metode superposisi. Penggunaan dua diode
dari laser ini memiliki arti bahwa terdapat dua gelombang yang mempunyai
freukensi tidak sama atau tidak identic, lalu akan dipancarkan secara bersamaan
dari titik yang sama kemudian menuju titik yang sama pula. Dari study tersebut
kemudia dilakukan analisis superposisi terhadao sumber cahaya tersebut dengan
tujuan mendapatkan mekanisme superposisi yang mana yang terbaik, sehingga
dapat menghasilkan kebutuhan daya yang dimana sesuai dengan harapan yang
diharapkan.
Dengan menggunakan laser jenis ini pada radiasi optic di system
teknologi FSO ( Free – Space – optic ) sehingga mempunyai luasan berkas yang
sangat sempit, pada umumnya tipe berkas laser ini mempunyai divergensi
difraksi yang terbatas dengan kisaran 0.01 – 0.1 mrad [ 7 ], maka dari dari itu
untuk kekuatan radiasi optic harus berada dalam pengawasan dan batas
keselamayan yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan pembesaran berkas
cahaya ( beam expansion ) yang terkolimasi daalam pengiriman sumber berkas
cahaya pada sisi transmitter ( Tx ) ialah sebagai peningkatan jumlah variabel
statistic berkas cahaya sehingga partikel noise yang mengganggu lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah berkas cahaya, maka dari itu noise dapat diperkecil
dan untuk menjaga suoaya berkas yang berukuran kecil tersebut dapat dikirimkan
tanpa adanya pengaruh yang dapat membahayakan keselamatan manusia
terutama untuk mata ( Eye Sfety ).

3.2 Pemodelan Sistem

Secara umum untuk gambar pemodelan ideal system teknologi FSOC ( Free –
Space – Opitcal – Communication )ialah seperti yang terdapat pada gambar ( 3.1 )
dibawah ini.

Gam
bar 3.1 Pemodelan ideal Transmitter Tx pada Komunikasi Free Space Optics.
Dari gambar ( 3.1 ), terdapat bidang yang ditandai garis putus – putus
berwarna biru, dimana pada bagian tersebut merupakan bagian dari study yang
akan dilakukan. Pada bagian berikut ini adalah blok diagram untuk pemodelam
system yang akan digunakan pada proses menggabungkan dua sumber cahaya
laser menggunakan metode superposisi, study ini berada pada sisi transmiternya
seperti yang diperlihatkan pada gambar ( 3.2 ) dibawah ini.

LASER
DRIVER

FIBER
COUPLER FIBER OPTIK

LASER
SEMIKONDUKTOR

Gambar 3.2 Pemodelan unit utama superposisi sumber laser

Laser driver, laser semikonduktor, 2x1 Fiber coupler, fiber optic


multimode step indeks dan lensa transmitter ( beam collimator ) merupakan
komponen utama yang menyusun transmitter Tx dalam system pemodelan.

3.3. Simulasi Superposisi terhadap aspek Polarisasi

Cahaya adalah suatu gelombang transversal yang dimana memiliki arti ialah
cahaya yang merambat secara tegak lusur terhadap arah rambatnya. Efek polarisasi
menjadi pertimbangan dalam melakukan study superposisi terhadap gelombang cahaya
tersebut dikarenakan gelombang cahaya tersebut berbentuk gelomban transversal. Pada
tahap pertama yang akan dilakukan adalah melakukan simulasi yang dilakukan terhadap
penggabungan dua sumber cahaya dengan metode yang dilakukan berupa
mensuperposisikan kedua gelombang tersebut dimana dengan tigkat polarisasi yang
sama. Efek beat frekuensi muncul apabila dua sumber berkas cahaya tang berbeda ( λ1
dan λ2 ), dan mereka saling disuperposisikan dengan polarisasi yang sama dan dimana
kedua sumber cahaya tersebut mempunyai sedikit perbedaan atau selisih frekuensi.
Superposisi yang dilakukan antara dua gelombang monokromatis deangn dua

medan listrik É X dan É y dimana masing – masing memiliki frekuensi yang berbda yaitu
ω dan ω+ Δω,

c= á1 sin ( ωt )

É y =á2 sin ( ω+ Δ ω ) t+θ

Untuk penyederhanaan diasumsikan memiliki amplitude yang sama yaitu

á 1=á2= Á , dimana θ adalah perbedaan phase. Bila kedua medan terpolarisasi sama
artinya θ=θ y =θ x = 0 atau π , Δω merupakan selisih frekuensi yang terjadi antara dua
sumber cahaya. Menggunakan prinsip superposisi, maka penjumlahan kedua gelombang
dapat ditulis sebagai :

É❑=¿ É X + ÉY

Étot=¿ Á (sin (ωt +sin (ω+ Δω ) ) ) t ¿

Maka

Beat modulation
carrier
Δω
Persamaan sin ω+ ( 2 )
t merupakan frekuensi carrier dan frekuensi envelope- nya

Δω
adalah cos ( )
2
t yang merupakan variasi lambat ( slow varying ) sedangkan intensitas

1
akan berulang setelah setiap Tbeat = detik. Hal ini merupakan fenomena yang dikenal
Δν
sebagai beat.

Dari hasil studi yang dilakukan, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa
nilai sinusoidal yang merupakan frekuensi carrier tergolong sangat kecil
dikarenakan dapat diabaikan sedangkan untuk yang diperhitungkan fungsi cosinus
dimana merupakan envelope gelombang yang mempunyai amplitude sebesar 2A
dari persamaan sinyal Etot ( t ) [ 12 ].

Area yang melingkupi dibawah persamaan sinyal E tot yaitu [u(t)]2


merupakan definisi dari sinyal E yang dapat dinyatakan pada persamaan ( 3.3 )
berikut ini [ 12 ].


(3.3)
E=∫ ( u ( t )2 dt
−∞

Atau secara umum dalam bentuk komplek dari sinyal Etot(t) dinyatakan sebagai :


2 (3.4)
E=∫ ||u ( t )| dt
−∞

Apablia energi sinyal ditentukn dengan cara mengintegrasikan energi sinyal


sepanjang periode waktu tertentu, dimana terhadap satu siklus gelombang. Maka
enegri sinyal yang akan didapatkan untuk periode T 1 hingga T2 dapat dinyatakan
sebagai persamaan berikut ini :
T2
(3.5)
E=∫ ( u ( t )2 dt
T1

Dalam menentukan energi bit, maka dari itu harus melakukan beragam
variasi rasio bit modulasi terhadap perioda beat.

TBEAT
Misalnya, apabila kitaakan menentukan bit modulasi dimana hal tersebut
dilakukan terhadap perioda beat, yaitu bagi setiap periode sinyal dari T 1 = 0.1 hinga T2 =
0.3 daari satu siklus perioda beat, sehingga energi yang dihasilkan dari setiap perioda
beat, adalah dengan menghitung integral sisi kanan persamaan ( 3.5 ) dengan
menggunakan simulasi 14 periode siklus yang sama, maka akan diperoleh nilai rat – rata
diperkirakan sekitar 3,7.

Semua komponen spektrum sinyal Etot (t) yang dikontribusikan


menghasilkan energi sinyal E. dimana |u(t)|2 sebanding dengan dimana masing –
masing kontribusi dari komponen spektrum frekuensi ω. Energi juga sebanding
dengan kuadarat amplitudonya, dimana jika nilai amplitude yang semakin tinggi
akan berbanding lurus sehingga memberikan nilai energi yang besar bagi sinyal.

Apabila semakin besar kelipatan bit modulasi terhadap bit perioada maka
akan memberikan simpangan yang akan semakin kecil. Kemudian selanjutnya
kita dapat menjustifikasi atau menentukan presentasi energi bit yang akan diambil
yaitu presentasi deviasi dimana hal tersebut dilakukan terhdap beat energi yang
terdapat pada posisi sektar 3%, sehingga perioda beat bernilai kira – kira 7 siklus
terhadap rasio bit modulasinya.

Energi sinyal yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh besarnya selisih


frekuensi berupa Δω, hal tersebut dikarenakan apabila semakin besar perbedaan
yang terjadi hal tersebut akan mempengaruhi lamanya waktu yang akan terjadi
pada setiap perioda beat, yang akan semakin bernilai kecil bagi tiap perioda beat,
oleh karena itu rasio bit modulasi terhdapa perioda beat juga akan semakin besar.

Apabila terdapat dus sumber berkas cahaya ( λ 1 dan λ2 ), dimana masing –


masing dinyatakan dalam suatu medan listrik E x dan Ey dyang masing – masing
berkas cahaya tersebut memiliki perbedaan tingkat frekuensi ω dan ω+Δω, dan
selanjutnya akan saling digabugan dengan metode superposes dalam suatu
polarisasi yang akan diatur dengan perbedaan 90 0, sehingga akan memunculkan
efek beat polarisasi. Jika diasusmsikan kedua medan yang terpolarisasi akan
saling tegak lurus ( orthogonal ) juga akan berada pada rah rambat yang sama,
oleh karean itu resultan dari kedua medan tersebut ialah :

É= É x + É y

É x =á1 cos ( ωt )

Dan

É y =á1 cos ( ω+ Δ ω ) t+ θ ¿¿

Dimana ω = 2πν

Maka

É X + ÉY =á x cos ( ωt ) + á y sin [ ( ω+ Δω ) t ]

¿ á x áx cos ( ωt ) + á y [ sin ωt +cos Δ ωt+ cos ωt +sin Δωt ] ❑

Dimana θ adalah perbedaan phase. Bila kedua medan terpolarisasi saling tegak

π
lurus artinya θ=θ y −θ x = yaitu kedua medan listrik É xdan É y saling tegak
2
lurus yaitu Ex ⊥ Ey , Δω merupakan selisih frekuensi yang terjadi antara dua
sumber cahaya.

3.4 Hasil Pengukuran

Pengukuran superposisi dari dua laser ini dilakukan dengan menggunakan dua
jenis laser yang berbeda, berupa dua buah laser gas Helium – Neon ( HeNe ) dan dua
buah laser semikonduktor yang akan meimbulkan penambahan daya yang dapat kita ukur
dan lihat. Dikarenakan masing – masing laser meempunyai Panjang gelombang (
wavelength ) yang tidak identic, maka untuk pasangan jenis laser yang digunakan juga
tidak sama atau tidak identic.
Dalam study ini dalam melakukan pengukuran, pengukuran pertama dilakukan
pada laser berjenis semikonduktor, dimana dua sumber cahaya laser semikonduktor yang
masing – masing mempunyai Panjang gelombang tidak sama akan digabungan dengan
metode superposisis menggunakan sebuah alat yang dinamakan coupler. Pengukuran
awal bertujuan untuk mengetahui daya keluaran yang dihasilkan kedua laser
semikonduktor ini, masing – masing laser yang diuur dayanya pada ujung konektor fiber
optic, dari hasil pengukuran tersebut datanya pengukuran diperoleh dari daya masing –
masing laser pada ujung konektor fiber optic, untuk data hasil pengukuran tersebut akan
diperoleh daya masing – masing laser seperti yang akand itampilkan pada table 4.1
dibawah ini.

Laser Power ( mW)


semikonduktor
Laser 1 0.61
Laser 2 0.70
Lase HeNe Laser 1 9.69
Laser 2 10.71

Tabel 4.1. Daya (Power) laser Semikonduktor dan HeNe

Begitu juga penggabungan dengan metode superposisi bagi dua laser gas Helium
– Neon ( HeNe ), berkas cahaya laser yang dipancarkan akan difokuskan pada lensa
objektif, selanjtukan output cahaya keluaran akan dipacarkan kedalam inti dari fiber
optik. Kemudian diatur sedemikian rupa sehingga daya yang masuk kedalam fiber optik
dapat didapatlan juga menunjukkan dayang yang maksimum. Pada masing – masing laser
diukur pada ujung fiber optik daya, yang dimaksud hal tersebut adalah agar sebagai
pembanding dengan daya yang keluar setelah melewati couper.
Gambar 4.5 Mekanisme pengukuran daya laser

Kemudian masing – msaing laser yang telah diukur dayanya pada ujung fiber
otik, selanjutnya kedua laser digabungan mengguanakan alaat bernama coupler. Coupler
yang akan dipergunakan pada penggabungan laser ini mempunyai perbandingan dua
masukan input yang kemudian dapat menghasilkan satu keluaran output laser yaitu cupler
2x1. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat sejauh mana daya laser akan berkurang yang
diakibatkan penggunaan coupler dan sambungan atau adaptor yang digunakan selama
penggbungan kdua laser yaitu pada saat penggukuran tesebut dilakukan. Data dari hasil
pengukuran bagi masing – masing laser yang memiliki polarisai sama setelah melewati
coupler dapat kita lihat pad Tabel 4.2 berikut yang ada dibawah ini.
Input (mW) Output (mW) superpo Redaman
sisi
Laser Laser Laser Laser Laser 1 Rasio dB
1 2 1 2 + laser
2
Laser 0.61 0.70 0.389 off 0.389 1.51 1.79
0.61 0.70 0ff 0.459 0.459 1.5 1.76
Semiko
0.61 0.70 0.389 0.459 0.867 1.51 1.76
nduktor
Laser 9.96 10.71 6.55 Off 6.55 1.52 1.8
9.96 10.71 Off 7.093 7.093 1.51 1.79
HeNe
9.96 10.71 6.55 7.093 13.68 1.51 1.79
Tabel 4.2. Pengukuran daya laser setelah melewati coupler pada polarisasi sama

Pengaturan polarisasi yang dilakukan pada penggabungan kedua lasr HeNe


dengan metode superposisi yaitu dengan menambahkan polarizator pada outuput laserr
HeNe, kemudian kedua berkas cahaya laser yang digabungkan menggunakan coupler
pada ujungnya, dimana selanjutnya polarizer diatur pada posisi 0 0 dan 900. Sedangkan
pada laser semikonduktor, pengaturan polarisasi yang dilakukan dengan mengatur posisi
fiber optic, sehingga akan didapatkan nilai yang maksimla yang dapat dicapai.untuk data
hasil pengukuran bagi masing – masing laser yang terolarisasi 90 0 setelah melewati
coupler dapat kita tinjau pada Tabel 4.3 sebagai berikut yang ada dibawah ini.

Input (mW) Output (mW) superpo Redaman


sisi
Laser Laser Laser Laser Laser 1 Rasio dB
1 2 1 2 + laser
2
Laser 0.61 0.70 0.389 off 0.399 1.53 1.83
0.61 0.70 0ff 0.461 0.461 1.50 1.76
Semiko
0.61 0.70 0.389 0.461 0.873 1.50 1.79
nduktor
Laser 9.96 10.71 6.652 Off 6.652 1.49 1.73
9.96 10.71 Off 7.093 7.093 1.51 1.79
HeNe
9.96 10.71 6.652 7.093 13.783 1.50 1.76

4.3. Pengukuran daya laser setelah melewati coupler pada polarisasi 90o.

3.5 Hasil Studi

3.5.1 Superposisi dua sumber frekuensi sama dengan polariasi sama

Apabila suatu cahaya tersebut bergerak merambat ke arah tertentu maka cahaya
tersebut dikatakan terpolarisai. Untuk mencirikan arah polarisai gelombang ini yaitu
dengan cara melihat arah vector bidang medan listrik gelombang tersebut serta rah vector
bidang medan magnetnya. Secara umum, menggabungkan dua sumber laser yang
memiliki perbedaan frekuensi center Δω dengan metode superposisi, dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut ini.

E(t) = Ex (t) + Ey (t) (3.9)

Dimana

É x =á x cos ( ωt +θ x ) (3.10)

É y =á y cos [ ( ω+ Δ ω ) t +θ y ]

E(t) merupakan resultan medan listrik yang bervariasi terhadap waktu pada
bidang tegak lurus sembarang terhadap sumbu-z, diasumsikan z = 0. E x dan Ey mewakili
komponen-x dan komponen-y dari resultan medan listrik.

Untuk penyederhanaan rumus, maka jika θ = θ y = θ x = 0 dengan amplitudo masing

masing adalah sama yaitu |á|=|á y|=|á x| , maka


É X + É y =á cos ( ωt ) + á cos [ ( ω+ Δ ω ) t ]

Dari persamaan yang kita dapatkan, dapat diasumsikan bahwa superposisi


dengan cara mempertimbangkan aspek polarisasi yang sama, yang memiliki arti
bahwa masing – masing medan listrik Ex dan Ey mempunyai nilai θ = 0 atau θ = π,
sehingga kemugkinan yang bisa terjadi adalah superposisi kedua medan listrik
dapat menghasilkan suatu medan listrik yang terpolarisasi linier terhadaa sumbu
Y yaitu E = Ey, yang dapat kita lihat pada gambar ( 3.8 ).

Gambar 3.8. superposisi polarisasi sama

Menggabungan dua gelombang dengan metode superposisi yang


terpolarisai sama dimana masing – masing gelombang mempunyai fasa yang
sama, sehingga resultan yang diperoleh berupa gelombang terpolarisasi secara
linier. Suatu gelombng yang disebut terpolarisasi linier apabila getaran dari
gelombang tersebut selalu terjadi dalam satu arah saja, berupa arah polarisasi.
Gelombang cahaya mempunyai arah getaran medan magnetic dan medan listrik
yang saling tegak lurus terhadapa arah rambat gelombang cahaya.

3.5.2. Superposisi dua sumber berbeda polarisasi 90 o dengan frekuensi


berbeda.
Jika tedapat dua buah berkas cahay yang saling digabungan menggunakan
metode superposisi dalam polarisai yang berbeda, yaitu dengan perbedaan θ = 90 o
dan mempunyai Panjang gelombang yang tidak sama, oleh karena itu akan
muncul beat polarisai yang diakibatkan perbedaan Panjang gelombang yang tidak
identic.

Untuk superposes dari duajenis medan listrik E x dan Ey dimana masing –


masing mempunyai frekuensi berbeda yaitu ω dan ω+Δω. Apabila diasumsikan
pada kedua medan yang dipolarisasikan saling tegak lurus ( orthogonal ) juga
berada pada arah rambat yang idenktik, oleh karena itu kedua medan tersebut
adalah :

É= É x + É y

É x =á x sin ( ωt )

Dan

Ey = ay sin(ω + ω)t + θ ) (3.12)

Dimana ω = 2πν1

Ex + Ey = ax sin(ωt) + ay sin(ω + ω)t


(3.13)
= ax sin(ωt) + aysinωt + cos ωt + cosωt + sin ωt.

Apabila amplitudo masing masing adalah sama yaitu |á| = |á x| = |á y| , maka Dari
persamaan yang didapatkan pada (3.13) diatas mengunakan perbedaan sudut yang
terpolarisai θ = π/2, namun dengan nilai frekuensi center yang berbeda yaitu 1ω =
150nrad, oleh karena itu akan terjadi perubahan bentuk polarisasu yang awalnya
terbentuk polarisasi melingkar kearah kanan dengan kecepatan putara yang ditentukan
oleh besarnya 1ω yang selanjtunya berubah menjadi polarisasi elips. Setelah itu dari
polarisasi elips akan berevolusi ke polarisasi linier, hal tersebut terus berulang setiap
perioda putarnya membentuk apa yang kemudian disebut sebagai beat polarisasi.

3.6 Perhitungan kondisi polarisasi menggunakan Jones vektor


Untuk menentukan kondisi polarisasi yang terjadi, pembahasan secara
matematis menggunakan Jones vektor. Saat dua medan listrik E x dan Ey yang
masing-masing saling tegak lurus (orthogonal), maka harus memenuhi
persamaan:

Ex . Ey = 0 (3-14)

Inner product kedua medan listrik bernilai nol, sehingga

E2 X
[ E1 X E1 Y ] [ ]
E2 Y
=E1 X . E ¿2 X + E1 Y . E ¿2 Y

Medan Ex yang terpolarisasi terhadap sumbu-x dan medan E y terpolarisasi


terhadap sumbu-y, yang berpropagasi pada sumbu z, dimana masing-masing
medan elektrik memiliki amplitudo sama yaitu a x =ay = a, tetapi dengan perbedaan
frekuensi ω dan Δω, dan dengan sudut polarisasi θ = π/2 dinyatakan sebagai
persamaan:

É x =á x cos ( ωt )

π
[
É y =á y cos ( ωt + Δωt ) +
2 ]
Maka dituliskan dalam notasi eksponensual sebagai

É x =á e iωt

É y =á e
[
i ( ωt +Δ ωt ) +
2 ]

Sehingga

É= É x + É y

¿ á e iωt
+ á e
[i ( ωt+ Δ ωt ) +
2 ]= á+á e ( i Δωt )

Maka
É X 0
[ ] [] [ ]
É y
1
=á + á i ( Δ ωt )
0 e

Untuk gelombang terpolarisasi dengan amplitudo ax = ay = a , maka didapatkan

É X 1 1 1 0
[ ] [] [ ]
= +
É y √2 0 √ 2 e
i ( Δ ωt )

É X 1 1
[ ] √[ ]
É y
=
2 isin ( Δ ωt )

Dari vektor yang dihasilkan, terlihat polarisasi yang terjadi adalah polarisasi
melingkar (circular) kekanan (RCP).

3.7 Perhitungan Bandwidth terhadap Jarak

Perhitungan bandwidth terhadap jarak ini ditujukan untuk menentukan


jarak maksimum yang dapat ditempuh dari penggabungan atau superposisi dua
sumber cahaya yang digunakan. dan karena adanya pengaruh modal dispersi yang
terjadi pada fiber multimode, dimana waktu tempuh masing-masing mode pada
fiber berbeda.

3.7.1 Modal Dispersi

Cahaya dari suatu sumber masuk ke fiber optik multimode dirambatkan


dalam beberapa mode. Setiap mode ini melewati alur yang berbeda, sehingga
jarak yang ditempuh tiap-tiap mode akan berbeda-beda. Jarak terpendek adalah
yang sejajar dengan sumbu inti. Karena kecepatan tiap mode adalah berbeda,
maka tiap mode akan mempunyai waktu tempuh yang berbeda.

Waktu tempuh yang dinyatakan sebagai fungsi respon waktu suatu fiber
optik multimode tergantung modal dispersi yang terjadi. Lintasan yang ditempuh
mempunyai jarak yang berlainan maka berkas-berkas cahaya yang merambat pada
fiber optik ini akan mencapai tujuan dalam waktu yang berbeda sehingga pulsa
pada sisi output mengalami pelebaran pulsa (dispersi)

Suatu fiber multimode step indeks memiliki perbedaan indek refraksi =


0,01 dan indek bias inti n1 = 1,46, maka dengan menggunakan persamaan (2.21),
yaitu
L Δ
σ τ=
C1 2

Sehingga

σ τ n1 ∆ ( 1,46 ) ( 0.01 )
= = =24 ns /km
L 2 C0 2 ( 3. 108 )

Jika kita modelkan bahwa jarak atau panjang lintasan yang akan kita
pergunakan sebesar L0 = 1.5 Km, maka respon waktunya adalah

σ τ = 24 ns / km × 1.5km = 36 ns

σ τ =36 ns

0 t 0 t 0 t

Gambar 3.13 Respon waktu yang terjadi pada multimode dengan panjang 1.5Km

Akibat panjang lintasan fiber optik yang digunakan sebesar L =1.5 km akan
menghasilkan respon waktu fiber sebesar 36 ns atau 0.036 ps. Pada simulasi lebar pulsa
awal sinyal input sebesar 40 ps akan terdispersi menjadi 67 ps pada jarak 1.5 Km, seperti
diperlihatkan oleh hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar (3.14a), yaitu adalah
pulsa input awal sebelum mengalami dispersi, dan Gambar (3.14b) merupakan pelebaran
pulsa output yang dihasilkan akibat dari dispersi, dimana terjadinya penurunan amplitudo
dan energi pulsa tersebar. Karena medium propagasi yang digunakan merupakan medium
yang lossless, maka energi sinyal input tidak akan mengalami perubahan, yaitu tetap
sama dengan energi pada sinyal output.

L = 1.5 Km

Multimode step indeks


(a) Input pulse (40 ps) medium propagasi iossless (b) Output pulsa (67 ps)

Perbandingan
bandwidth terhadap jarak (Bit-rate distance product) BL0 suatu fiber multimode
adalah 10 Mb/s-Km atau 1Mb/s-10 Km [8]. Hal ini menunjukkan bahwa fiber
optik multimode atau sistem akan bekerja efisien hingga 10 Mb/s sebelum
dispersi merugikan mempengaruhi kinerja sinyal lebih panjang satu kilometer.
Untuk jarak L = 1.5 Km misalnya sistem akan bekerja efisien hingga bit-rate
sebesar 6.667 Mb/s sebelum dispersi mempengaruhi kinerja sinyal lebih dari satu
kilometer.

Dari hasil simulasi penggabungan dua sumber cahaya, dan berdasarkan


besarnya bandwidth yang tersedia dari hasil superposisi dua sumber cahaya laser
tersebut dimana masing-masing sumber memiliki frekuensi f 1=19.35 x 1013 Hz
dan f2=19.48 x 1013 Hz akan diperoleh bandwidth sebesar 1.3 x 10 11 Hz atau
sebesar 130 GHz . Maka diperoleh hubungan Bandwidth terhadap jarak (Bit-rate
distance product) BL, adalah sebesar :

BL = 130 GHz-Km

= 1 GHz- 130 Km atau 10 Ghz-13Km

Jika panjang fiber yang digunakan sebesar 1.5 Km dari bandwidth yang tersedia
yaitu 130 GHz-Km, maka sistem akan bekerja efisien hingga 86,667 GHz-Km.

3.8 Analisis Hasil Pengukuran


Dalam perancangan pengukuran ini, saluran fiber optik yang digunakan
akan selalu terhubung pada komponen lainnya menggunakan konektor, yaitu
konektor antar serat optik ataupun konektor yang terhubung langsung dengan
sumber cahaya. Pada dasarnya penyambungan antar fiber optik menggunakan
konektor memiliki kontribusi terhadap redaman pada transmisi cahaya pada fiber
optik, sehingga akan memberikan pengaruh yaitu cahaya mengalami penurunan
daya. Rugi-rugi akibat penambahan konektor atau splice diantara dua buah serat
optik disebut insertion loss.

Dari kedua data yang diperoleh dengan perlakuan pengukuran yang


berbeda maka kita dapat menentukan atau menghitung redaman yang terjadi
pada coupler dan konektor fiber optik menggunakan perumusan menggunakan
persamaan berikut: [13]

P
Loss(dB)  in
10log (4.1)
P
out

Dimana Pin = daya keluaran tanpa coupler

Pout = daya keluaran dengan menggunakan coupler

Faktor lain yang turut memberikan sumbangan rugi-rugi pada suatu


transmisi serat optik adalah penggunaan adaptor dalam menyambung dua buah
serat optik. Pada umumnya, saat instalasi, dua kabel yang dihubungkan oleh
konektor tersebut tidak dihubungkan secara langsung melainkan diberi sedikit
jarak. Jarak antar dua serat optik ini memberikan rongga udara diantaranya.
Hal ini menyebabkan meskipun kedua serat optik memiliki indeks bias yang
sama tetap akan ada daya yang dipantulkan kembali ke kabel pengirim karena
ada beda indeks antara inti dari serat dengan udara. Dengan perbedaan indeks
tersebut didapat suatu nilai faktor yang disebut faktor fresnel reflection (R).
Perumusannya dapat menggunakan persamaan (4.2) berikut ini [14].

2
n2−n
R= ( )
n1 +n
(4.2)

Dengan n1 adalah indeks bias dari serat optik pengirim


dan n adalah indeks bias serat optik penerima atau medium perantara. Nilai
faktor ini menunjukkan banyaknya persen daya yang hilang karena
dipantulkan kembali ke dalam inti. Besarnya daya yang hilang akibat fresnel
reflection dapat dihitung manggunakan persamaan (4.3) berikut ini [14].

Loss(dB)  10Log1− R (4.3)


Dari hasil pengukuran yang dilakukan, maka besarnya daya input laser
1 semikonduktor sebesar 0.61 mW setelah melewati konektor dan coupler
manjadi berkurang yaitu sebesar 0.41 mW, sehingga dapat dihitung rasio daya
yang hilang sebesar :

Pin 0.61
Loss(dB)  10log  10log  1.83dB

Pout 0.399

Sedangkan untuk laser 2 semikonduktor, daya input sebesar 0.70 mW


setelah melewati konektor dan coupler menjadi berkurang menjadi 0.461 mW,
sehingga dapat dihitung rasio daya yang hilang adalah sebesar 1.76dB.

Pada pengukuran terhadap laser Helium Neon, untuk laser 1 besarnya


daya input laser 1 adalah sebesar 9.69 mW setelah melewati konektor dan
coupler manjadi berkurang yaitu sebesar 6.652 mW, sehingga dapat dihitung
rasio daya yang hilang sebesar 1.73 dB. Sedangkan untuk laser 2 besarnya
daya input laser 2 adalah sebesar 10.71 mW setelah melewati konektor dan
coupler manjadi berkurang yaitu sebesar 7.093 mW, sehingga dapat dihitung
rasio daya yang hilang sebesar 1.79 dB.

Besarnya rasio daya rata-rata yang hilang atau redaman yang terjadi
pada coupler dan pada konektor fiber optik adalah kira-kira sebesar 1.79 dB,
karenanya redaman ini mengurangi daya laser yang tergabung.

Kemudian setelah kita mengetahui berapa besar redaman yang terjadi


pada peralatan yang digunakan untuk penggabungan laser yang kita miliki,
maka selanjutnya kita dapat menentukan secara teoritis berapa besar daya
yang dapat dihasilkan dari penggabungan kedua laser tersebut. Jika total daya
yang masuk ke dalam coupler adalah P input yang merupakan penjumlahan daya
laser 1 dan laser 2, yaitu sebesar 1.3 mW, kemudian dilewatkan pada coupler
yang memiliki redaman sebesar 1.79 dB, maka daya P out yang akan dihasilkan
adalah sebesar:

P
Loss(dB)  in
10log
P
out

1.31

1.67(dB)  10log  10(log1.31 − log P )


out

P
out

log Pout  log1.31− 0.179

Pout  0.869mW

Jadi dari perhitungan, dapat diketahui bahwa daya yang seharusnya


dihasilkan dari penggabungan laser ini adalah sebesar 0.869 mW. Sementara
hasil pengukuran yang dilakukan, nilai daya yang dihasilkan dari
penggabungan kedua laser adalah sebesar 0.873 mW. Selisih nilai yang terjadi,
kemungkinan diakibatkan oleh kurang ketelitian alat ukur dan pembulatan
angka yang tidak akurat.
KESIMPULAN
Setelah dilakukannya penelitian ataupun pengukuran dari percobaan diatas,
didapatkanlah hasil simulasi dan pengukuran dimana yang telah dilakukan dengan cara
mensuperposisikan atau menggabungkan dua sumber cahaya yang memiliki tingkat
frekuensi yang berbeda atau bisa dilambangkan ∆f ( beda frekuensi ). dari pengukuran ini
mengambil dua jenis sumber cahaya laser yang berbeda tingkat frekuensinya berupa
sumber cahaya laser yan pertama adalah sumber cahaya laser semikonduktor dan untuk
sumber cahaya laser yang kedua adalah sumber cahaya laser berjenis HeNe. dari hasil
simulasi dan pengukuran tersebut penulis dapat mengambil atau menarik beberapa
kesimpulan yang ada sebagai berikut :
1. Dilakukannya penggabungan dari dua berkas cahaya tersebut dimana cara
penggabungannya dilakukan secara superposisi ini, bertujuan untuk mendapatkan
cahaya yang bersifat atau memiliki intesitas yang relative lebih tinggi serta untuk
tujuan lainnya ialah untuk memecahkan kebutuhan laser yang memiliki tingkat
energi yang tinggi.
2. Sumber cahaya optic yang digunakan dalam studi ini adalah dua sumber cahaya
optik yang memiliki tingkat frekuensi yang berbeda, dengan beda ∆f. apabila dari
kedua sumber Cahaya yang memiliki perbedaan frekuensi tersebut saling
digabungkan dengan cara disuperposisikan dengan polarisasi yang sama, maka
hal tersebut akan menimbulkan peristiwa terjadinya beat frekuensi amplitude.
Munculnya beat frekuensi frekuensi ini sebenarnya tidak begitu diharapkan,
alasannya adalah dikarenakan akan menyebabkan peristiwa berupa perubahan
amplitude pada receiver dan dapat menurunkan bit rate tersebut.
3. Dikarenakan munculnya peristiwa yang tidak diharapkan yaitu berupa peristiwa
munculnya beat frekuensi pada saat peristiwa penggabungan dengan cara
superposisi dari sumber cahaya tersebut, dimana sumber cahaya tersebut
memiliki tingkat polarisasi sama, diharapakn untuk untuk riset yang dilakukan
selanjutnya ini sangat dianjurkan untuk melakukan penggabungan dari sumber
cahaya yang terpolarisasi sebesar 900. Jika sumber cahaya yang memiliki
polarisasi sebesar 900 dilakukan penggabungan, didapatkan hasil bahwa beat
frekuensi yang tidak diharapkan tadi tidak akan muncul. Karena sebagai
pengganti beat polarisasi tidak muncul, beat polarisasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk berupa perubahan polarisasi. Namun, walaupun demikian perubahan dari
peristiwa ini sebenarnya tidak akan berpengaruh terhadap perubahan bit rate
sama sekali pada system detector yang intensif terhadap polarisasi.
4. Dari penelitian yang dilakukan yaitu menggabungkan atau mensuperposisikan
kedua sumber cahaya didapatkan hasil bahwa, dari peristiwa yang dilakukan
dimana dilakukan percobaan pada dua jenis sumber cahaya, untuk laser yang
pertama adalah laser semikonduktor, dimana menggabungkan kedua laser
semikonduktor terpolarisasi berbeda 900 menghasilkan daya yang sebesar yaitu
untuk laser1 sebesar 0.61 mW dan untuk laser2 sebesar 0.70 mW adalah sebesar
0.873 mW. sementara itu, untuk laser jenis kedua yaitu lase HeNe terpolarisasi
900. menghasilkan daya sebesar yaitu untuk laser1 sebesar 9.69 mW dan untuk
laser yang kedua sebesar 10.70 menghasilkan daya yang memiliki besar 13.68
mW. Untuk besarnya redaman pada coupler ialah sebesar 1.79 dB.
5. Untuk besarnya daya yang dimana dihasilkan dari melakukan penggabungan
dengan cara mensuperposisikan dari dua buah sumber cahaya laser yang
memiliki tingkat frekuensi yang berbeda ialah hasil daya nya kurang lebih hampir
sama dengan penjumlahan kedua daya laser tersebut, tetapi dimana hasilnya tadi
telah dikurangi redamannya tersebut.
6. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan yaitu menggabungkan dua sumber
cahaya yang memiliki tingkat frekuensi berbeda atau dilambangkan ∆f ( beda
frekuensi ), kita dapat melihat dengan jelas atau dapat disimpulkan bahwa Teknik
penggabungan atau dengan kata lain superposisi yang dilakukan pada kedua
sumber laser yang yang berbeda tingkat frekuensi bisa dikategorikan layak untuk
diterapkan pada tekonologi komunikasi yang sedang berkembang ini ialah
teknologi Terrestrial FSO ( Free – Space – Optics ).

Anda mungkin juga menyukai