Anda di halaman 1dari 307

BAB

I
PENEGAKAN HUKUM KEPABEANAN
DAN CUKAI II (PHKC II)

Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti pembelajaran ini siswa diharapkan mampu
menjelaskan pendahuluan, latar belakang, tujuan dan manfaat,
ruang lingkup, dan ketentuan umum

A. Pendahuluan.

Seiring majunya zaman, aktivitas manusia di


segala bidang semakin kompleks, membuat
peraturan yang bisa memenuhi semua aspirasi
tentulah tidak mudah. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana mengatur hubungan antara individu dengan
negara, dengan demikian tindak pidana diartikan
sebagai kejahatan individu terhadap negara.
Dalam bidang kepabeanan dan cukai, tindak pidana tidak diartikan kejahatan
melainkan pelanggaran. Hal ini disebabkan karena fokus dari Bea dan Cukai ialah
barang. Suatu kejahatan dikategorikan sebagai tindak pidana bisa jadi karena
tindakan pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran berat, berat dalam arti
dampak yang yang ditimbulkan atau suatu perbuatan yang apabila dilihat dari
tindakannya tampak kecil tetapi mempunyai efek negatif di belakang yang bersifat
makro.

Hal 1

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Rumusan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai, gambaran betapa
seriusnya tindak pidana kepabeanan, tampak pada ancaman sanksinya yang bisa
berupa sanksi kumulatif atau gabungan. Gabungan antara pidana penjara dengan
pidana denda, apalagi tindak pidana penyelundupan, dengan tegas menggunakan
penghubung ”dan” diantara kedua jenis sanksi tersebut. Setelah diketahui bahwa
suatu peristiwa yang terjadi diduga atau patut diduga merupakan tindak pidana
segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-kegiatan penindakan, pemeriksaan,
penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Permulaan penyidikan diberitahukan
kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang
dilampiri loporan kejadian atau resume berita acara pemeriksaan saksi atau resume
berita acara pemeriksaan tersangka atau berita acara penggeledahan atau berita
acara penyitaan, tembusan kepada penyidik Polri sekota sewilayah hukum selaku
korwas.Setiap surat perintah penindakan pidana harus memperhatikan hal-hal yang
telah diatur dalam KUHAP dan undang-undang. Dalam tulisan ini penulis
mengecilkan ruang lingkup pembahasan, hanya sebatas pada penyajian uraian-
uraian mengenai tindakan apa dan yang bagaimana saja yang dikategorikan sebagai
tindak pidana disertai sejumlah analisis atau telaahan.

1. Prasyarat Kompetensi
Sebelum mempelajari bahan ajar ini mahasiswa harus telah memiliki
kompetensi awal dan minimal kualifikasi memiliki pengetahuan dasar kepabeanan
dan cukai, pengetahuan dasar penyidik bea dan cukai, pengetahuan dasar tentang
KUHP dan KUHAP, mahasiswa diploma III tingkat II, dan pengetahuan sebagai
mahasiswa STAN spesialisasi kepabeanan dan cukai.

2. Kompetensi
Setelah mempelajari materi Modul Tindak Pidana Kepabeanan Dan Cukai
Untuk Penyidikan, siswa atau peserta didik diharapkan memahami, dan mampu
melaksanakan tugas menangani tindak pidana dibidang kepabeanan, melakukan
tugas sebagai penyidik, dan penghentian penyidikan, dan menangani tindak pidana
dibidang cukai, melakukan tugas sebagai penyidik, dan penghentian penyidikan.

Hal 2

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


3. Relevansi Bahan Ajar
Relevansi bahan ajar terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalankan
mahasiswa spesialisasi kepabeanan dan cukai bahwa materi bahan ajar ini
memberikan wawasan dan sudut pandang yang tepat bagi mahasiswa STAN
spesialisasi kepabeanan dan cukai terhadap pemahaman mengenai tindak pidana
kepabeanan dan cukai untuk penyidikan. Materi bahan ajar ini dapat digunakan
sebagai petunjuk agar mahasiswa STAN spesialisasi kepabeanan dan cukai yang
nantinya dapat menjadi PPNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam
pelaksanaan tugas sesuai dengan, ketentuan tindak pidana kepabeanan berupa
tindak pidana kepabeanan di bidang impor, tindak pidana kepabeanan di bidang
ekspor, tindak pidana kepabeanan lainnya, dan ketentuan tindak pidana cukai
berupa tindak pidana cukai di bidang impor, tindak pidana cukai di bidang ekspor,
dan tindak pidana cukai lainnya. Bahan ajar ini berisi materi untuk bab 1 topik
bahasan adalah ketentuan tindak pidana kepabeanan dan cukai yang meliputi
sub pokok bahasan pendahuluan,tindak pidana kepabeanan, tindak pidana cukai,
tindak pidana kepabeanan dan cukai bukan tindak pidana ekonomi, pengertian tanpa
mengindahkan ketentuan undang-undang kepabeanan, tindak pidana
penyelundupan, barang yang dieampas untuk negara, pengganti pidana denda,
kedaluarsa tuntutan pidana, pelaku tindak pidana, dan barang hasil tindak pidana.
Pelaksanaan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai dalam proses
penyidikan Penyidik PPNS Bea dan Cukai menggunakan ketentuan hukum acara
yang diatur dalam KUHAP, sedangkan delik pidana, atau unsur-unsur tindak
pidananya menggunakan ketentuan Undang-undang Kepabeanan dan Cukai serta
ketentuan pelaksanaannya, dan ketentuan lainya yang kewenangan pelaksanaannya
diberikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Undang-undang Nomor 17
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
diatur mengenai Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai; dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996
tanggal 23 Agustus 1996.
Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(PPNS DJBC). Dalam situasi tertentu penyidikan terhadap tindak pidana di bidang

Hal 3

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Kepabeanan dan Cukai dapat dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Yang dimaksud dengan "dalam situasi tertentu" adalah keadaan yang
tidak memungkinkan dilakukannya penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena hambatan geografis, keterbatasan sarana,
atau tertangkap tangan oleh pejabat polisi negara Republik Indonesia untuk barang-
barang yang dikeluarkan di luar Kawasan Pabean. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul
Menteri Keuangan. Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai oleh Menteri Kehakiman dilakukan setelah mendengar pertimbangan
Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diangkat sebagai penyidik
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat (II/b) atau yang disamakan
dengan itu.
Sebelum memangku jabatan sebagai penyidik, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
DJBC harus diambil sumpahnya oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat
yang ditunjuk. Barangsiapa selain Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yang mengetahui atau menerima laporan tentang adanya tindak
pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai, wajib melaporkan kepada Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Barangsiapa yang
mengetahui adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai dalam situasi
tertentu wajib melaporkan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penyidikan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat perintah penyidikan
dari atasan penyidik, dalam hal atasan penyidik bukan Penyidik, maka surat tugas
penyidikan dari penyidik senior dan diberitahukan kepada atasan penyidik atau
kepala Kantor Pabean.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada
Penuntut Umum. Tembusan pemberitahuan dimulainya penyidikan dan tembusan
hasil penyidikan disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Penghentian penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai diberitahukan kepada Penuntut Umum dan tembusannya
disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk
kepentingan penerimaan Negara, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan

Hal 4

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai atas permintaan Menteri Keuangan.
Tata cara penghentian penyidikan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan bersama
Jaksa Agung.
Penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung diberitahukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Penuntut Umum
dan tembusannya disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Dengan diundangkannya Undang-undang Kepabeanan dan Cukai,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai diberi wewenang sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang Kepabeanan dan Cukai. Tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai
adalah tindak pidana fiskal. Untuk menghadapi perkembangan dalam tindak pidana
fiskal yang makin meningkat dari segi kuantitas maupun kualitasnya, diperlukan
profesionalisme dalam penyidikan tindak pidana di bidang fiskal. Hal ini hanya dapat
diwujudkan apabila dilaksanakan oleh pejabat yang secara khusus diberikan tugas
untuk melakukan penyidikan.
Guna mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan penyidikan
tindak pidana tersebut, penyidikannya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai sebagai aparat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Undang-
undang Kepabeanan dan Cukai. Dalam hal ini batasan pengertian istilah yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyidikan secara umum
maupun segala bagian dari prosedur penyidikan tindak pidana dalam bidang
Kepabeanan dan Cukai.
Dengan demikian semua tindak pidana yang termasuk dalam pasal KUHP/
KUHAP yang tidak diatur lebih terinci atau spesifik dengan undang-undang lain
termasuk pengertian penyidikan tindak pidana umum, sedangkan Undang-Undang
Kepabeanan dan Cukai adalah salah satu perundang-undangan ”lex specialis”,
dengan demikian termasuk pengertian penyidikan tindak pidana kepabeanan dan
cukai. Tujuan dari adanya batasan pengertian istilah ini adalah memberikan
kesamaan definisi sehingga dapat dihindari adanya kesalahpahaman yang dapat
memberikan pengertian yang berbeda yang dapat mengakibatkan kesalahan pada
proses peradilan.

Hal 5

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


B. Latar Belakang

Hukum diyakini sebagai alat untuk memberikan kesebandingan dan


kepastian dalam pergaulan hidup. Layaknya suatu alat, hukum akan
dibutuhkan jika timbul kebutuhan atau keadaan yang luar biasa di dalam
masyarakat. Belum dianggap sebagai tindak pidana jika suatu perbuatan tidak
secara tegas tercantum di dalam peraturan hukum pidana (Kitab Undang-
undang Hukum Pidana) atau ketentuan pidana lainnya. Prinsip tersebut hingga
sekarang dijadikan pijakan demi terjaminnya kepastian hukum. Guna mencapai
kepastian, hukum pidana juga diupayakan untuk mencapai kesebandingan
hukum. Peran pembuat undang-undang perlu dikedepankan sebagai sarana
untuk mencapai kesebandingan hukum sehingga kebutuhan akan adanya
undang-undang yang mengatur tindak pidana yang berkaitan teknologi
informasi dan dunia maya mendesak untuk segera direalisasikan. Selama belum
ada peraturan perundang-undangan khusus mengenai kejahatan ini, maka untuk
menutupi kekosongan hukum perlu diaktifkan kembali kekosongan hukum oleh
hakim-hakim dalam peradilan karena pada dasarnya hakim tidak dapat menolak
setiap masalah hukum yang diajukan ke persidangan.
Maraknya fenomena kejahatan di lingkungan kepabeanan khususnya
dalam rangka penegakan hukum kepabeanan dan cukai di wilayah hukum
kepabeanan (daerah pabean) membutuhkan keberadaan satuan yang khusus
bertugas melakukan penindakan dan penegahan. PPNS DJBC selaku menyidik
kasus ini, untuk menangani kasus kejahatan kepabeanan yang bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas penegakan hukum berkaitan tindak pidana
kepabean.Tindakan penyidikan sampai pada putusan penerapan sanksi pidana
merupakan rangkaian hasil kegiatan pengawasan pabean.
Menurut Colin Vassarotti, tujuan pengawasan pabean adalah
memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan
orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam kerangka hukum,
peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan. Untuk menjaga dan
memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar/masuk dari dan ke
suatu Negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan. Setiap administrasi
pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean
harus meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas

Hal 6

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pabean dalam perundang-undangan kapal, barang, penumpang, dokumen,
pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.
Dalam bahan ajar ini juga diajarkan tentang pencegahan pelanggaran
kepabeanan yang dibuat oleh World Customs Organization (WCO) disebutkan
bahwa pengawasan pabean adalah salah satu model untuk mencegah dan
mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul World Customs
Organization (WCO) tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang
mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan pelanggaran kepabeanan dan
cukai. Pejabat DJBC b e rwenang melakukan penegakan hukum kepabeanan dan
cukai paling tidak harus mencakup kegiatan: penelitian dokumen, pemeriksaan
fisik, dan audit pasca impor. Di samping tiga kegiatan itu menurut hemat
penulis patroli juga merupakan pengawasan Bea dan Cukai untuk mencegah
pelanggaran kepabeanan dan cukai.
Tindak pidana kepabenan adalah tindak pidana berupa pelanggaran
terhadap aturan hukum di bidang kepabeanan. Salah satu bentuk tindak pidana
kepabeanan yang paling terkenal adalah tindak pidana penyelundupan.
Sumber hukum tindak pidana kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan ini, maka aturan hukum kepabeanan sebelumnya dinyatakan tidak
berlaku lagi, yakni : (1) Indische tariff Wet Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35
sebagaimana telah diubah dan ditambah; (2) Rechten Ordonantie Staatsblad
Tahun 1882 Nomor 240 sebagaimana telah diubah dan ditambah; (3) Tarief
Ordonantie Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 sebagaimana telah diubah dan
ditambah.
Pembentukan Undang-undang Kepabeanan ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yakni (a) bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah
menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional,
khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktik
penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional; (b) bahwa dalam upaya
untuk selalu menjaga agar perkembangan seperti tersebut diatas dapat berjalan
sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dan agar lebih dapat diciptakan

Hal 7

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kepastian hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek
kepabeanan bagi bentuk-bentuk dan praktik penyelenggaraan kegiatan
perdagangan internasional yang terus berkembang serta dalam rangka
antisipasi atas globalisasi ekonomi, diperlukan langkah-langkah pembaharuan; (c)
bahwa peraturan perundang-undangan Kepabeanan selama ini berlaku sudah
tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian dalam hubungan dengan
perdagangan internasional; dan (d) bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut,
dipandang perlu untuk membentuk Undang-undang tentang kepabeanan yang
dapat memenuhi perkembangan keadaan dan kebutuhan pelayanan
Kepabeanan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tiga tugas yang harus
diemban, yaitu Community Protector, Revenue Collector, dan Trade Fasillitator.
Sebagai Community protector,Direktorat Jendral Bea dan Cukai dituntut untuk
dapat mencegah masuknya barang-barang yang dapat merugikan maupun
membahayakan Negara, baik yang dikirim melalui kargo maupun yang dibawa
oleh penumpang pesawat dan kapal laut dari luar negeri. Sebagai Revenue
Collector, Direktorat Jendral Bea dan Cukai dituntut dapat menghimpun
penerimaan Negara dari beban bea masuk yang telah ditentukan pada
barang-barang baik yang dikirim maupun yang dibawa dari luar negeri.
Sedangkan sebagai Trade Fasillitator, Direktorat Jendral Bea dan Cukai diharuskan
dapat memudahkan dalam proses ekspor dan impor.
Terkait dengan tugas sebagai Community Protector dan Revenue
Collector, Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang juga merupakan penjaga pintu
gerbang Negara, telah berupaya dengan semaksimal mungkin melalui berbagai
kebijakan yang dikeluarkan, yang diharapkan dapat menekan semaksimal
mungkin upaya pemasukan barang illegal ke dalam negeri dan berusaha
semaksimal mungkin memberikan penerimaan Negara dari barang-barang yang
dikenakan bea masuk. Dalam Undang-undang Kepabeanan Pasal 2 ayat (1)
sampai dengan ayat (5) diterangkan tentang ketentuan barang bawaan
penumpang dan awak sarana pengangkut wajib diberitahukan melalui Customs
Declaration. Dengan customs declaration ini maka barang bawaan penumpang
dan awak sarana pengangkut dapat dikategorikan masuk dalam jalur hijau dan
jalur merah oleh pejabat bea dan cukai yang menerima Customs Declaration.

Hal 8

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pelaksanaan atas kelancaran arus barang bawaan penumpang pada
dasarnya merupakan tugas dan fungsi pengawasan rutin dari Kantor Pabean
Bea dan Cukai (KPBC) atau kantor Wilayah yang mengawasi bandara
internasional atau pelabuhan internasional yang bersangkutan. Pengawasan
terhadap barang penumpang tidak hanya dilakukan pada apa yang dibawanya,
melainkan terhadap apa yang dikenakan juga oleh penumpang. Oleh karena itu,
pengawasan terhadap barang penumpang yang sengaja dikenakan
penumpang untuk menutupi ketentuan nilai Free on Boald pada dasarnya
dapat dideteksi malalui profil penumpang. Namun dalam kenyataan, sering
dijumpai pembawa barang cenderung tidak menuliskan atau melaporkan
dengan sebenar-benarnya barang-barang yang dibawa pada saat mengisi
Customs Declaration itulah yang disebut dengan pemalsuan dokumen pabean.

C. Tujuan dan Manfaat.


Sebagai aparat fiskal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memiliki
fungsi utama untuk mengamankan dan memungut penerimaan negara (revenue
collection) dari sektor Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor, Bea Keluar, dan
Cukai. Tugas ini memberikan konsekuensi kepada DJBC untuk melakukan
pengawasan lalu-lintas barang impor dan ekspor dalam konteks perdagangan
internasional, dan berperan penting dalam a. mendukung kelancaran arus barang
impor dan ekspor (fasilitasi perdagangan/trade facilitation); b. mendukung
penciptaan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian berbagai fasilitas di bidang
kepabeanan dan cukai (dukungan industri/industrial assistance); c. mencegah dan
mengawasi masuknya barang-barang yang dilarang atau dibatasi yang dapat
menimbulkan efek negatif bagi keamanan masyarakat dan negara (perlindungan
masyarakat/community protection). Dilematis peran DJBC sebagaimana diatas
dengan pengertian bahwa porsi pelayanan dan pengawasan hendaklah
mengetengahkan peran utama DJBC sebagai aparat fiskal, tetapi tetap memberikan
porsi yang proporsional terhadap peran pelayanan.
Peran DJBC dalam mengoptimalkan penerimaan negara sangat penting
artinya dalam mendukung pembelanjaan negara untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi nasional, khususnya dalam situasi ekonomi dunia dan nasional yang
semakin dinamis dan potensi bahaya krisis keuangan global yang semakin nyata.

Hal 9

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Peran DJBC dalam memberikan fasilitas perdagangan dan mendukung kegiatan
industri juga memberikan manfaat bagi efisiensi international supply chain yang pada
akhirnya memberikan manfaat terukur bagi sektor riil. Disamping itu, peran DJBC
dalam melindungi masyarakat menempati posisi strategis dalam konteks ketahanan
nasional.
Fasilitas di Bidang Kepabeanan, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai trade facilitator, DJBC memberikan fasilitas kepabeanan dan cukai baik
dalam bentuk perizinan Tempat Penimbunan Berikat (TPB) maupun pemberian
pembebasan dan/atau keringanan Bea Masuk. Jenis fasilitas kepabeanan lebih
difokuskan pada. Fasilitas Pembebasan dan Keringanan BM atas Impor Barang
berupa Mesin dan Bahan Baku Dalam Rangka Pengembangan Industri; Fasilitas
Pertambangan; dan Fasilitas Tempat Penimbunan dan Kemudahan Ekspor.
Fasilitas pembebasan dan/atau keringanan Bea Masuk ditujukan untuk mendukung
pengembangan industri manufaktur di dalam negeri dengan fokus kepada proyek-
proyek pembangkit tenaga listrik, industri perkapalan, proyek pemeliharaan
lingkungan, industri suku cadang kendaraan bermotor, permesinan, elektronika dan
transportasi.
Disamping itu, dengan prosedur perizinan yang sederhana dan transparan,
serta pemahaman pengusaha tentang manfaat TPB, jumlah pemberian izin TPB
sampai dengan akhir Tahun 2008 menunjukan tren yang meningkat, yaitu 539
perizinan Gudang Berikat, 1.418 perizinan Kawasan Berikat, 33 perizinan Toko
Bebas Bea, dan 15 perizinan Entrepot Tujuan Pameran. Program Reformasi
Birokrasi secara menyeluruh di Kementerian Keuangan yang mulai dirintis sejak
tahun 2006 merupakan momentum yang sangat penting dan mempunyai pengaruh
yang signifikan dalam peningkatan kinerja DJBC. Hal tersebut membawa satu bentuk
perubahan budaya kerja melalui program penataan organisasi, pengembangan
sumber daya manusia, serta optimalisasi tugas dan fungsi organisasi menuju
organisasi yang modern.
Perjuangan berat di dalam mengamankan hak keuangan negara ternyata
menjadi semakin kompleks dengan adanya berbagai terobosan baru di dunia
perdagangan internasional. Citra yang melekat selama ini dengan institusi DJBC
tentu menjadikan tantangan diatas semakin berat karena upaya untuk melakukan
dan memelihara pelaksanaan reformasi menjadi dua kali lipat.Dengan alas an ini,

Hal 10

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


implementasi reformasi birokrasi menjadi ramuan manjur di dalam memperbaiki citra
dan kinerja DJBC. Sebenarnya program reformasi ini telah dilaksanakan sejak tahun
1989 dengan penerapan pertama Customs Fast Release System (CFRS) yang
kemudian di lanjutkan dengan rencana-rencana strategis pembuatan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (sebagaimana telah diubah
menjadi UU Nomor 17 Tahun 2006) dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai (sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 39 Tahun 2007

D. Ruang Lingkup
Selama ini luas lingkup tugas dan tanggung jawab penyidik dalam sistem
penegakan hukum di Indonesia menyisakan banyak permasalahan, tidak saja terkait
banyaknya institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan atas suatu
tindak pidana, tetapi juga masih terdapatnya tumpang tindih kewenangan penyidikan
antara beberapa institusi. Akibatnya, antar institusi penyidik muncul kesan kurang
terjalin koordinasi dan sinergitas yang dapat berdampak pada berkurangnya
kredibilitas institusi penegak hukum dimata masyarakat. Permasalahan
sebagaimana digambarkan di atas tentunya akan terus berlanjut apabila tidak segera
ditemukan jalan keluarnya, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah terancamnya
rasa keadilan masyarakat. Hanya karena muncul sikap ego sektoral di antara
masing-masing intitusi penegak hukum, rasa keadilan masyarakat yang seharusnya
dijunjung tinggi harus dikorbankan. Diberikannya wewenang untuk melaksanakan
tugas penyidikan kepada PPNS, di satu sisi tentunya akan memudahkan dalam
pengungkapan suatu tindak pidana mengingat banyaknya kendala yang dihadapi
oleh aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan, seperti kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia, sarana-prasarana pendukung, serta anggaran. Namun, di sisi
lain banyaknya institusi penyidik berpotensi menimbulkan tarik menarik kewenangan
antar institusi, terlebih apabila masing-masing institusi penyidik mengedepankan ego
sektoral, yang dapat berujung pada terhambatnya proses penegakan hukum.
Oleh karena itu, dalam mengantisipasi munculnya ketidaksinkronan dalam
melaksanakan tugas penyidikan, khususnya antara penyidik Polri dan PPNS, Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah memberikan solusi terkait
kedudukan kedua intsitusi tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2)

Hal 11

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KUHAP yang menegaskan bahwa Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf b (PPNS) mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada
dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a (Polri). Di dalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice system)
terkandung gerak sistemik dari subsistem-subsistem pendukungnya yaitu,
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Koreksi (Lembaga
Pemasyarakatan) yang secara keseluruhan berusaha mentransformasikan masukan
(input) menjadi keluaran (output) yang menjadi tujuan Sistem Peradilan Pidana yang
berwujud resosialisasi pelaku tindak pidana (jangka pendek), pencegahan kejahatan
(jangka menengah) dan kesejahteraan sosial (jangka panjang).
Sistem peradilan pidana yang digariskan KUHAP merupakan “sistem
terpadu” (integrated criminal justiuce system). Sistem terpadu tersebut diletakkan di
atas landasan prinsip “diferensiasi fungsional” di antara aparat penegak hukum
sesuai dengan “tahap proses kewenangan” yang diberikan undang-undang kepada
masing-masing. Pada pokoknya, sistem peradilan pidana didukung dan
dilaksanakan oleh empat fungsi utama, yaitu:

1. Fungsi pembuatan undang-undang (law making function), Fungsi ini dilaksanakan


oleh DPR dan Pemerintah atau badan lain berdasar delegated legislation. Yang
diharapkan, hukum yang diatur dalam undang-undang, “tidak kaku” (not rigid).
Sedapat mungkin “fleksibel” (flexible) yang bersifat cukup akomodatif terhadap
kondisi-kondisi perubahan social.

2. Fungsi penegakan hukum (law enforcement function), Tujuan obyektif fungsi ini
ditinjau dari pendekatan “tata tertib sosial” (social order), Penegakan hukum
“secara aktual” (the actual enforcement law) meliputi tindaka 1) Penyelidikan-
penyidikan (investigation), 2) Penangkapan (arrest)- penahanan (detention);
3) Persidangan pengadilan (trial), dan 4) Pemidanaan (punishment) –
pemenjaraan guna memperbaiki tingkah laku individu terpidana (correcting the
behaviour of individual offender), b. Efek “preventif” (preventive effect). Fungsi
penegakan hukum diharapkan mencegah orang (anggota masyarakat melakukan
tindak pidana). Dalam konteks kehadiran polisi berseragam ditengah-tengah

Hal 12

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


masyarakat dimaksudkan sebagai upaya prevensi. Kehadiran dan keberadaan
Polisi dianggap mengandung preventive effect yang memiliki daya cegah
(detterent effort) anggota masyarakat melakukan tindak kriminal.

3. Fungsi pemeriksaan persidangan pengadilan (function of adjudication), Fungsi


pemeriksaan ini merupakan sub fungsi dari kerangka penegakan hukum yang
dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum serta pejabat pengadilan yang terkait.
Melalui fungsi inilah ditentukan a. Kesalahan terdakwa (the determination of
guilty), b.Penjatuhan hukuman (the imposition of punishment)

4. Fungsi memperbaiki terpidana (The function of correction), Fungsi ini meliputi


aktivitas Lembaga Pemasyarakatan, Pelayanan Sosial Terkait, dan Lembaga
Kesehatan Mental. Tujuan umum semua lembaga-lembaga yang berhubungan
dengan penghukuman dan pemenjaraan terpidana: merehabilitasi pelaku pidana
(to rehabilitate the offender) agar dapat kembali menjalani kehidupan normal dan
produktif (return to a normal and productive life).

5. Penyidik Polri bila dilihat dari Sistem Peradilan Pidana merupakan salah satu
mata rantai dalam sistem tersebut. Polri merupakan salah satu sub sistem
peradilan pidana yang terdiri dari: sub Sistem Kepolisian (dalam hal ini penyidik
Polri), kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Keempat Sub
sistem tersebut mempunyai peranan masing-masing yang satu sama lain saling
berkaitan. Dalam kerangka pemahaman sistem tersebut maka kepolisian,
kejaksaan, advokat, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan merupakan
unsur-unsur yang membangun sistem tersebut. Masing-masing memang berdiri
sendiri dan menjalankan pekerjaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya tetap
merupakan satu kesatuan.

6. Jika diperhatikan ketentuan Pasal 7 ayat (1) KUHAP terlebih jika dihubungkan
dengan beberapa bab dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), seperti Bab V (Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan,
dan Pemeriksaan Surat) serta Bab XIV (Penyidikan), ruang lingkup wewenang
dan kewajiban penyidik adalah sangat luas.

Hal 13

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


7. Dengan memperhatikan ruang lingkup wewenang di atas tidak dapat disangkal
lagi bahwa proses penyidikan sejatinya bukan proses yang sederhana, karena itu
tidak setiap institusi dapat melaksanakannya. Apalagi hanya dilakukan oleh
institusi yang tugas pokoknya sejatinya bukan sebagai penyidik karena
dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahan procedural yang berpotensi
menyebabkan terlanggarnya hak asasi seseorang.

8. Dilibatkannya PPNS, yang sejatinya merupakan bagian dari institusi eksekutif,


dalam proses penyidikan tindak pidana lebih banyak dilatarbelakangi kondisi
faktual di lingkungan internal Polri yang mana Polri masih memiliki berbagai
kekurangan sumber daya, di antaranya:

9. Munculnya tarik menarik kewenangan dalam melakukan penyidikan kasus tindak


pidana tertentu dapat berdampak negatif tidak saja bagi proses penegakan
hukum itu sendiri tetapi juga bagi kredibilitas kedua aparat penegak hukum di
mata masyarakat. Padahal, idealnya dalam sistem peradilan pidana antara
institusi penegak hukum yang satu dengan institusi penegak hukum lainnya
harus berjalan seiring dan seirama. Dengan kalimat yang lebih ilmiah seharusnya
dalam penegakan hukum terwujud sebuah integrated criminal justice system.

10. Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya tumpang tindih kewenangan
dalam melakukan penyidikan yang diperlukan peningkatan koordinasi dan
pengawasan antar institusi yang terkait dalam penegakan hukum, serta
sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan
melakukan penyidikan agar diperoleh pemahaman yang tepat terkait tugas dan
kewenangan masing-masing institusi. Melalui sosialisasi ini diharapkan dapat
mempersempit jurang pemisah di antara masing-masing institusi sekaligus dapat
mewujudkan institusi penyidik yang saling melengkap.

Hal 14

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


E. Ketentuan Umum
Era globalisasi yang ditandai dengan meningkatnya komunikasi dan interaksi
antar individu menyebabkan potensi terjadinya beragam permasalahan antar individu
atau kelompok masyarakat. Permasalahan yang kerapkali muncul seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kehadiran berbagai jenis
kejahatan yang berbasis teknologi informasi, seperti, pencucian uang (money
laundering), cyber crime, dan kejahatan Hak atas Kekayaan Intelektual. Upaya yang
dilakukan pembuat undang-undang dalam mengantisipasi dan menanggulangi
kejahatan yang cenderung meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas adalah
menyusun peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan pada
institusi lain, di luar Polri, untuk terlibat dalam proses penyidikan. Harapannya,
proses penyidikan dapat diperiksa dan diselesaikan secara cepat, tepat dan
bermuara pada terungkapnya suatu peristiwa tindak pidana. Adapun institusi sipil
yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan suatu kasus pidana adalah
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Munculnya PPNS sebagai institusi di luar Polri untuk membantu tugas-tugas
kepolisian dalam melakukan penyidikan dengan tegas diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari kedua undang-undang tersebut tampak
jelas bahwa eksistensi PPNS dalam proses penyidikan ada pada tataran
membantu, sehingga tidak dapat disangkal lagi kendali atas proses penyidikan tetap
ada pada aparat kepolisian, mengingat kedudukan institusi Polri sebagai kordinator
pengawas (Korwas), sehingga menjadi hal yang kontra produktif apabila muncul
pandangan bahwa PPNS dapat berjalan sendiri dalam melakukan penyidikan tanpa
perlu koordinasi dengan penyidik utama yaitu Polri.
Upaya mendudukan PPNS sebagai lembaga mandiri dalam melakukan
penyidikan suatu tindak pidana tampaknya bukan lagi sekedar wacana namun sudah
mengarah pada upaya pelembagaan, akibatnya dalam praktik penegakan hukum,
tidak jarang muncul tumpang tindih kewenangan antara PPNS dan aparat Polri.
Bahkan dalam beberapa kasus, kondisi ini berakhir dengan munculnya
permasalahan hukum, seperti terjadinya gugatan praperadilan terhadap institusi
Polri karena dianggap aparat Polri melampaui kewenangannya dalam melakukan
penyidikan, seperti terjadi dalam kasus gugatan Abdul Waris Halid, tersangka kasus

Hal 15

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


penyelundupan gula putih import pada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Cq. Badan Reserse Kriminal Polri Cq. Direktur II Ekonomi dan Khusus, di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Dalam putusannya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan menyatakan bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh
termohon, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Badan Reserse
Kriminal Polri Cq. Direktur II Ekonomi dan Khusus, adalah tidak sah karena yang
berwenang adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
sesuai dengan Pasal 112 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Jo. Pasal 6 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Jo.
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1981. Sungguh ironis, aparat Polri yang
sejatinya merupakan pengemban utama dalam penyidikan tindak pidana harus
menghadapi gugatan ketika sedang melaksanakan tugas pokoknya.
Upaya melepaskan kedudukan PPNS di bawah koordinasi aparat kepolisian
tentunya memiliki dampak yang sangat luas terhadap sistem penegakan hukum di
Indonesia, sehingga melalui uraian singkat ini saya bermaksud untuk menyampaikan
sedikit pemikiran terkait kedudukan PPNS dalam proses penegakan hukum di
Indonesia. Tujuan yang hendak dicapai melalui tulisan ini tidak lebih dari upaya
menempatkan masing-masing lembaga penyidik sesuai dengan kedudukannya
masing-masing sebagaimana arahan undang-undang, sehingga dikemudian hari
tidak lagi muncul tarik menarik dalam menjalankan penyidikan dan yang terpenting
sistem penegakan hukum yang selama ini telah dibangun dapat berdiri kokoh.
Dalam kerangka sistem peradilan pidana (criminal justice system), peran aparatur
penegak hukum, khususnya penyidik, sangat strategis. Penyidik merupakan pintu
gerbang utama dimulainya tugas pencarian kebenaran materiil karena melalui
proses penyidikan sejatinya upaya penegakan hukum mulai dilaksanakan.

Hal 16

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


BAB

II
KETENTUAN TINDAK PIDANA
KEPABEANAN DAN CUKAI

Tujuan Pembelajaran Khusus :

Setelah mengikuti pembelajaran ini siswa diharapkan mampu


menjelaskan pendahuluan, tindak pidana kepabeanan, tindak pidana
cukai, tindak pidana kepabeanan dan cukai bukan tindak pidana
ekonomi, pengertian tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang
kepabeanan, tindak pidana penyelundupan, barang yang dieampas
untuk negara, pengganti pidana denda, kedaluarsa tuntutan pidana,
pelaku tindak pidana, dan barang hasil tindak pidana.

A. Pendahuluan.
Setiap orang yang mengangkut barang impor
yang tidak tercantum dalam manifes; dipidana karena
melakukan penyelundupan di bidang impor dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah
dan paling banyak lima miliar rupiah.
Orang yang membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain
tanpa izin kepala kantor pabean; dipidana karena melakukan penyelundupan di
bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh
juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah.

Hal 17

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan
pabean; dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima
miliar rupiah.
Setiap orang yang membongkar atau menimbun barang impor yang masih
dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/atau
diizinkan dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima miliar
rupiah.
Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum; dipidana karena
melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah.
Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari
kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah
pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini; dipidana
karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah.
Mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat
membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya; atau dipidana karena
melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah.
Orang yang dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang
impor dalam pemberitahuan pabean secara salah, dipidana karena melakukan
penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah.

Hal 18

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Barang impor yang masih dalam pengawasan pabean yaitu barang impor
yang kewajiban pabeannya belum diselesaikan. Contoh membongkar atau
menimbun di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan atau diizinkan yaitu
barang dengan tujuan tempat penimbunan berikat A dibongkar atau ditimbun di luar
tempat penimbunan berikat A. Menyembunyikan barang impor secara melawan
hukum yaitu menyimpan barang di tempat yang tidak wajar dan/atau dengan sengaja
menutupi keberadaan barang tersebut. Tempat yang tidak wajar antara lain di dalam
dinding kontainer, di dalam dinding koper, di dalam tubuh, di dalam dinding kapal
pada ruang mesin kapal, atau tempat-tempat lain. Perbedaan pelanggaran yang
dimaksud dalam ketentuan ini dengan pelanggaran dalam Setiap orang yang salah
memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas
impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk yaitu bahwa
pelanggaran ini didasarkan atas perbuatan yang disengaja dan melawan hukum.
Setiap orang yang mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan
pabean; dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima
miliar rupiah.Setiap orang yang dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah yang mengakibat
kan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor; dipidana karena
melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah.Setiap orang
yang memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor
pabean; dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak lima
miliar rupiah.
Setiap orang yang membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean
tanpa izin kepala kantor pabean; dipidana karena melakukan penyelundupan di
bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh
juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Setiap orang yang mengangkut

Hal 19

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan
pemberitahuan pabean dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor
dengan pidana penjara paling singkat satu 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan
paling banyak lima miliar rupiah.Pungutan negara di bidang ekspor yaitu bea keluar.
Memuat barang ekspor ke dalam sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar
daerah pabean. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah pembongkaran kembali
barang ekspor yang telah dimuat di atas sarana pengangkut dengan tujuan utama
untuk mencegah ekspor fiktif, misalnya barang ekspor dimuat di Semarang untuk
tujuan Singapura tetapi barang ekspor tersebut dibongkar di Jakarta.

B.Tindak Pidana Kepabeanan


Pelanggaran tindak pidana di bidang impor, dan tindak pidana di bidang
ekspor yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit lima miliar rupiah
dan paling banyak seratus miliar rupiah. Dalam hal perbuatan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam tindak pidana dibidang impor, tindak pidana dibidang
ekspor, dan tindak pidana yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi
perekonomian dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, pidana yang
dijatuhkan dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam undang-undang ini
ditambah 1/3 (satu pertiga).Setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang
tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal
tersebut di luar kemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit sepuluh juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
Setiap orang yang menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen
pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan; dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak lima
miliar rupiah.Setiap orang yang Setiap orang yang membuat, menyetujui, atau turut
serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau catatan; dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan)

Hal 20

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


tahun dan/atau pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak
lima miliar rupiah. Setiap orang yang memberikan keterangan lisan atau tertulis yang
tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling
banyak lima miliar rupiah.Pengertian dokumen palsu atau dipalsukan antara lain
dapat berupa dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak; atau dokumen
yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak benar. Memberi
keterangan lisan ini terutama untuk penumpang dan pelintas batas.
Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut
diduga berasal dari tindak pidana penyelundupan di bidang impor, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling
banyak lima miliar rupiah. Ketentuan pidana ini berhubungan dengan keadaan
tempat ditemukannya orang menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak
pidana penyelundupan di bidang impor. Orang yang ditemukan menimbun, memiliki,
menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang
tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan dapat dikenai pidana sesuai dengan
ketentuan ini. Akan tetapi, jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut
dengan itikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan bisa terjadi,
pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat dituntut.
Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang
berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan
paling banyak satu miliar rupiah. Mengakses yaitu tindakan atau upaya yang
dilakukan untuk login ke sistem kepabeanan. Login yaitu memasuki atau terhubung
dengan suatu sistem elektronik sehingga dengan masuk atau dengan keterhubungan
itu pelaku dapat mengirim dan/atau informasi melalui atau yang ada pada sistem
elektronik.Perbuatan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara
berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2

Hal 21

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


(dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling lima miliar rupiah. Setiap orang
yang mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana penyelundupan di bidang
impor; pidana penyelundupan di bidan ekspor, dan pelanggaran tindak pidana yang
mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit lima ratus juta rupiah dan paling banyak
tiga miliar rupiah.
Setiap orang yang memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau
membuang buku atau catatan yang menurut undang-undang ini harus disimpan;
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit lima ratus juta rupiah
dan paling banyak tiga miliar rupiah. Setiap orang yang menghilangkan, menyetujui,
atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari pemberitahuan pabean,
dokumen pelengkap pabean, atau catatan; dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1(satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit lima ratus juta rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah.
Setiap orang yang menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari
perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai
kelengkapan pemberitahuan pabean menurut undang-undang ini dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3(tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit lima ratus juta rupiah dan paling banyak
tiga miliar rupiah. Ketentuan ini untuk mencegah dilakukannya pemalsuan atau
pemanipulasian data pada dokumen pelengkap pabean, misalnya invoice. Ketentuan
ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa kepabeanan melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang kepabeanan dalam melaksanakan pekerjaan
yang dikuasakan oleh importir atau eksportir, yang bersangkutan diancam dengan
pidana yang sama dengan ancaman pidana terhadap importir atau eksportir,
misalnya, jika pengusaha pengurusan jasa kepabeanan memalsukan invoice yang
diterima dari importir sehingga pemberitahuan pabean yang diajukan atas nama
importir tersebut lebih rendah nilai pabeannya, pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan dikenai ancaman pidana.

Hal 22

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, atau
merusak kunci, segel atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh pejabat bea
dan cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana
penjara paling lama 3(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit lima ratus juta
rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Merusak yaitu merusak secara fisik atau
melakukan perbuatan yang mengubah fungsi kunci, segel atau tanda pengaman.
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusan
Pemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir atau eksportir,
apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidana berdasarkan Undang-
Undang Kepabeanan, ancaman pidana tersebut berlaku juga terhadapnya.
Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut undang-undang
kepabeanan dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan atau
perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada badan hukum, perseroan atau perusahaan,
perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut; dan/atau mereka yang memberikan
perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai
pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya. Tindak pidana menurut undang-
undang kepabeanan dilakukan juga oleh atau atas nama badan hukum, perseroan
atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseoran
atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa
memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukan tindakan
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dalam hal suatu tuntutan pidana
dilakukan terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,
yayasan atau koperasi, pada waktu penuntutan diwakili oleh pengurus yang secara
hukum dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai bentuk badan hukum yang
bersangkutan.
Terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan
atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang kepabeanani, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana
denda paling banyak satu miliar lima ratus juta rupiah jika atas tindak pidana tersebut
diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila

Hal 23

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.
Ketentuan ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum,
perseroan atau perusahaan, termasuk badan usaha milik negara atau daerah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha
lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau kongsi, yayasan atau
organisasi sejenis, atau koperasi dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan
tindakan dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-badan tersebut di
atas. Oleh karena itu, selain badan tersebut, harus dipidana juga mereka yang telah
memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya
melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak tidak
untuk diri sendiri, tetapi wakil dari badan tersebut, harus juga mengindahkan
peraturan dan larangan yang diancam dengan pidana, seolah-olah mereka sendirilah
yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas dasar hasil penyidikan, dapat
ditetapkan tuntutan pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang
bersangkutan dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada badan
tersebut senantiasa berupa pidana denda.
Barang impor yang berasal dari tindak pidana, dirampas untuk negara.
Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk melakukan tindak pidana
dirampas untuk negara. Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan
dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya, dapat
dirampas untuk negara. Barang diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagai barang
tidak dikuasai, barang dikuasai negara, dan barang menjadi milik negara.Semata-
mata digunakan untuk melakukan tindak pidana yaitu sarana pengangkut yang pada
saat tertangkap benar-benar ditujukan untuk melakukan tindak pidana
penyelundupan.
Dapat dirampas yaitu memberikan kewenangan kepada hakim untuk
mempertimbangkan putusan dengan memperhatikan kasus per kasus, misalnya
kapal yang hanya mengangkut barang tertentu dalam jumlah sedikit sedangkan
kapal tersebut diperlukan sebagai alat angkut untuk menopang perdagangan
ekonomi daerah tentunya diputuskan untuk tidak dirampas.Secara umum,
pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh penuntut umum. Namun, barang
impor atau ekspor yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk

Hal 24

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


negara, berdasarkan undang-undang kepabeanan menjadi milik negara yang
pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh
terpidana, sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan terpidana.
Dalam hal penggantian tersebut tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan
pidana kurungan paling lama enam bulan. Tindak pidana di bidang kepabeanan
tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak diserahkan
pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak pidana. Kadaluwarsa penuntutan
tindak pidana di bidang kepabeanan dimaksudkan untuk memberikan suatu
kepastian hukum, baik kepada masyarakat usaha maupun penegak hukum.

Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Kepabeanan


Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan (Pasal 112 ayat (2)
Undang-undang Nomor 10 tahun 1995). Penyidik karena kewajibannya berwenang
menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di
bidang kepabeanan; memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi; meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan
tindak pidana di bidang kepabeanan; melakukan penangkapan dan penahanan
terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan;
meminta keterangan dan bukti dari orang yang sangka melakukan tindak pidana di
bidang kepabeanan; memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual
terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan
bukti adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan; memeriksa catatan dan
pembukuan yang diwajibkan menurut undang-undang ini dan pembukuan lainnya
yang terkait; mengambil sidik jari orang; menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau
badan; menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang
terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang kepabeanan;
menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan
sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan; memberikan
tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan; mendatangkan tenaga

Hal 25

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana
di bidang kepabeanan; menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak
pidana di bidang kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
menghentikan penyidikan; melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan menurut hukum yang bertanggung
jawab. Penyidikan memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan
RI.,Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang
kepabeanan. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan hanya
dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi bea masuk yang tidak atau kurang
dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah bea
masuk yang tidak atau kurang dibayar.

C.Tindak Pidana Cukai


Ketentuan Umum, Indikator, Setelah mengikuti pelajaran ini peserta diklat
diharapkan mampu: dan Menjelaskan tentang ketentuan umum pelaksanaan
penyidikan tindak pidana. Menjelaskan Tugas yang di emban Direktorat Jendral Bea
dan Cukai bisa dikatakan tidak ringan karena Direktorat Jendral Bea dan Cukai
mempunyai multitugas yang diantaranya mengamankan wilayah territorial Negara
dari ancaman luar negeri, dan ini berlaku disegala bidang, yang diantaranya adalah
ideologi, ekonomi, social, budaya dan bidang–bidang lainnya, kemudian
mengamankan keuangan Negara dan tugas selanjutnya adalah tugas yang dapat
memberikan kepastian hukum dan rasa aman di masyarakat yaitu dapat melakukan
penegakan hukum khususnya dibidang Kepabeanan dan Cukai. Selain bidang
kepabeanan yang berhubungan dengan pintu gerbang Negara Indonesia dengan
Negara–Negara luar, ada bidang lain yang sangat penting yang berhubungan
dengan pemasukan uang ke kas Negara yaitu bidang cukai.
Cukai adalah salah satu sumber pendapatan negara, meskipun bukan yang
terbesar namun cukai adalah bidang yang prospektif sebagai salah satu sumber
pendapatan Negara, Hal ini terbukti dengan jumlah pendapatan negara yang

Hal 26

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


diterima dari sektor cukai yang cukup besar meskipun cukai itu sebenarnya punya
fungsi lain yaitu untuk pembatasan konsumsi masyarakat atas barang-barang
tertentu. Dari hal–hal diatas, dapat kita lihat bahwa cukai merupakan salah satu
unsur penting dalam hal pemasukan uang ke kas negara, oleh karena itu
pengawasan di bidang cukai pun harus baik karena berhubungan dengan hal yang
sangat penting dalam penyelenggaraan Negara yaitu pemasukan uang ke kas
Negara. Pengawasan di bidang cukai adalah pengawasan yang menjadi tanggung
jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang meliputi, pengawasan tersebut
meliputi pengawasan prefentif , pengawasan represif, dan pengawasan fisik.
Dalam melaksanakan ketiga pengawasan dibidang cukai tersebut, maka
dibutuhkan profesionalitas pegawai–pegawai Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
Untuk menunjang profesionalitasnya, maka pegawai Bea dan Cukai harus
mengetahui segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan peraturan
perundang–undangan yang berlaku terutama yang berhubungan dengan
penyelesaian pelanggaran–pelanggaran di bidang cukai, pelanggaran-pelanggaran
apa saja yang termasuk pelanggaran yang merugikan negara, mana yang termasuk
tindak pidana dibidang cukai. Untuk dapat mengetahui pelanggaran-pelanggaran
mana yang termasuk tindak pidana dibidang cukai siapa yang harus bertanggung
jawab atas pelanggaran tersebut dan hukuman atau sanksi apa yang akan diberikan
kepada pelanggar maka penulis dalam karya tulis ini akan menyajikan bahasan
tentang tindak pidana cukai sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Cukai.
Setiap orang yang tanpa memiliki izin menjalankan kegiatan pabrik, tempat
penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud mengelakkan
pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan
paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan
paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan atau Pengusaha
Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan yang mengakibatkan
kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau
denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pengusaha
pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena
cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan
dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara

Hal 27

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan pidana denda paling
sedikit dua kali nilai cukai dan paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang
seharusnya dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja memperlihatkan atau
menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen, atau laporan keuangan, buku,
catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat
yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai yang palsu atau dipalsukan,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama enam
tahun dan pidana denda paling sedikit tujuh puluh lima juta rupiah dan paling
banyak tujuh ratus lima puluh juta rupiah.
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan
untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau
tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai dipidana
dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan paling banyak
sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Tindak pidana dan hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan pidana Cukai
diatur dalam Undang-Undang Cukai Pasal 50 sampai dengan Pasal 62. Tindak
pidana Cukai pada pasal tersebut meliputi: tidak memiliki izin atas perusahaan,
importir, tempat penyimpanan BKC, tidak melakukan pencatatan atas BKC sesuai
aturan yang menimbulkan kerugian negara, pemalsuan buku-buku dan segala
dokumen Cukai yang diwajibkan, menawarkan, menjual BKC tidak dikemas, segala
tindakan membuat, meniru dan memalsukan pita Cukai, membeli, menyimpan,
mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual,
atau mengimpor pita Cukai palsu dan atau bekas (sudah dipakai) dan membuat
dengan melawan hukum, menyimpan, menimbun, memiliki, menjual, menukar BKC
hasil tindak pidana, merusak segel, menerima dan atau/ menawarkan pita Cukai dari/
kepada yang tidak berhak. Yang berkaitan dengan penyidikan adalah Pasal 63
Undang-undang Cukai.
Hal-hal tersebut diatas merupakan tindakan yang dikategorikan sebagai
tindakan pidana di dalam bidang Kepabeanan dan Cukai sesuai dengan batasan
pengertian istilah pada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyidikan di
lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana suatu tindak pidana

Hal 28

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


diartikan sebagai setiap perbuatan yang diancam pidana dimaksud dalam Undang-
Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. Selanjutnya jika di temui hal–hal
tersebut akan diproses secara hukum. Salah satu langkah awal dalam proses
penegakkan hukum di bidang Kepabeanan dan Cukai tersebut adalah penyidikan.
Sebagai dasar utama pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan
dan Cukai maka harus diketahui terlebih dahulu makna umum dan tujuan awal dari
penyidikan itu sendiri.
Tanpa Memiliki Izin, setiap orang yang tanpa memiliki izin NPPBKC (nomor
pokok pengusaha barang kena Cukai) menjalankan kegiatan pabrik, tempat
penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud mengelakkan
pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan
paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan
paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Tanpa
mengindahkan kewajiban pemberitahuan pemasukan / pengeluran BKC, Pengusaha
pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena
cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan
Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau
tempat penyimpanan dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak
10(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pemalsuan buku, catatan,
dokumen bukti dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk data elektronik dsb,
Setiap orang yang dengan sengaja memperlihatkan atau menyerahkan buku,
catatan, dan/atau dokumen, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib
menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan buku, catatan, dan/atau
dokumen yang wajib diselenggarakan atau laporan keuangan, buku, catatan dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan
dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan
kegiatan di bidang cukai yang terhadapnya dilakukan audit cukai, wajib
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis, menyediakan tenaga, peralatan,
dan menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi
bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di

Hal 29

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


bidang Cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6(enam) tahun dan pidana denda paling
sedikit tujuh puluh lima juta rupiah dan paling banyak tujuh ratus lima puluh juta
rupiah. Menawarkan, menyerahkan, menjual BKC tidak dikemas dsb. setiap orang
yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang
kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita
cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya hanya boleh dijual, setelah
dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai atau dibubuhi tanda
pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang
seharusnya dibayar.

1.Tindak Pidana Cukai Lainnya.


Setiap orang yang membuat secara melawan hukum, meniru, atau
memalsukan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 8 ( delapan) tahun
dan pidana denda paling sedikit 1 0 ( sepuluh) kali nilai cukai dan paling
banyak 2 0 ( dua puluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Setiap orang
yang membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai atau tanda
pelunasan cukai lainnya yang palsu atau dipalsukan dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 8 ( delapan) tahun dan pidana
denda paling sedikit 1 0 ( sepuluh) kali nilai cukai dan paling banyak 2 0 ( dua
puluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Setiap orang yang mempergunakan,
menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor
pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang sudah dipakai, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 8 ( delapan) tahun dan
pidana denda paling sedikit 1 0 ( sepuluh kali) nilai cukai dan paling banyak
2 0 ( dua puluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya
atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-

Hal 30

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


undang cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan
paling lama 5(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai
dan paling banyak 10(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Setiap
orang yang tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau
tanda pengaman sebagaimana diatur dalam undang-undang cukai dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 2(dua) tahun
8(delapan) bulan dan/atau pidana denda paling sedikit tujuh puluh lima juta
rupiah dan paling banyak tujuh ratus lima puluh juta rupiah. Setiap orang yang
menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan
pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5(lima)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2(dua) kali nilai cukai dan paling
banyak 10(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Barangsiapa menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai kepada
tidak berhak, atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai yang bukan
haknya, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1(satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit 2(dua) kali nilai cukai dan palaing
banyak 10(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Setiap orang yang
secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan
dan/atau pengawasan di bidang cukai dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5(lima) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.
Mengakses adalah tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke sistem
cukai. Perbuatan tersebut di atas yang mengakibatkan tidak terpenuhinya
pungutan negara berdasarkan undang-undang cukai dipidana dengan pidana
penjara paling singkat dua tahun dan paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak lima milyar rupiah.
Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari
kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya. Dalam hal
penggantian tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan
paling lama enam bulan. Tindak pidana dalam Undang-undang ini tidak dapat dituntut
setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana. Jika suatu tindak

Hal 31

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pidana menurut undang-undang Cukai dilakukan atau atas nama suatu badan hukum,
perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan
sanksi pidana dijatuhkan terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan,
perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/atau mereka yang memberikan
perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai
pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya. Ketentuan ini memberikan
kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum,perseroan, perusahaan,
perkumpulan , yayasan, atau koperasi, karena dalam kenyataan dapat terjadi orang
pribadi melakukan tindakan atas nama badan- badan tersebut, dan/atau harus
dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak
pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya
sehingga tindak pidana tersebut terjadi. Tindak pidana dimaksud tidak harus berada
pada satu orang, tetapi dapat pula berada pada lebih dari satu orang. Termasuk
dalam pengertian "pimpinan" adalah orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang ikut menentukan kebijaksanaan, dan/atau mengambil keputusan dalam
menjalankan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan,
atau koperasi.
Tindak pidana menurut undang-undang cukai dianggap dilakukan oleh atau
atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau
koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan
hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan
badan hukum,perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi
tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang- orang itu masing-masing telah
melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Hubungan lain pada
ketentuan ini, antara lain, hubungan kepemilikan dan hubungan kemitraan. Jika
suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan,
perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada waktu penuntutan diwakili oleh seorang
pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, atau jika ada lebih dari
seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil tersebut dapat
diwakili oleh seorang lain. Orang lain adalah kuasa hukum atau orang pribadi
lainnya di luar badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan,
atau koperasi yang secara sah menerima kuasa dari pengurus untuk bertindak
untuk, dan atas nama pengurus.

Hal 32

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan,
atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok yang
dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak tiga ratus juta rupiah
jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak
menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
penjara dan pidana denda. Ketentuan ini memberikan penegasan bahwa terhadap
badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi hanya
dapat dikenai pidana denda. Oleh karena itu, tindak pidana yang dilakukan badan
hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, yang
diancam dengan pidana penjara, pidana yang dijatuhkan digantikan pidana denda.
Penggantian tersebut tidak menghapuskan pidana denda yang dijatuhkan. Barang
kena cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini
dirampas negara. Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang cukai dapat dirampas untuk negara. Barang-barang lain
adalah barang- barang yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai,
seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai,
peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat barang kena cukai.
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-
undang ini dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa
tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan
perlakuan tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana
dimaksud. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian atas barang yang
dirampas untuk negara diatur dengan peraturan menteri.

2.Penyidik Tindak Pidana Di Bidang Cukai


Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktur Jenderal Bea
dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang cukai (Pasal 63 Undang-undang
Nomor 39 tahun 2007).
Penyidik karena kewajibannya berwenang:
 menerima laporan atau keterangan dari seorang tentang adanya tindak pidana di
bidang cukai;

Hal 33

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
 melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana di bidang cukai;
 memotret dan/atau merekam melalui media audio visual terhadap orang, barang,
sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
pidana di bidang cukai;
 memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang
ini dan pembukuan lainnya;
 mengambil sidik jari orang;
 menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan;
 menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang
terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang cukai;
 menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang cukai;
 memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai
sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang cukai;
 mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
 menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana di bidang cukai serta
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
 menghentikan penyidikan;
 melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.
Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikan nya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Untuk
kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat
menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai. Penghentian penyidikan
tindak pidana di bidang cukai hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi
cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi
berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar.

Hal 34

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


D.Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai Bukan Tindak Pidana Ekonomi
Pengertian tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat
didefinisikan sebagai tindak pidana yang secara yuridis diatur dalam UU Darurat
nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan tindak pidana
ekonomi. Dalam arti luas, TPE didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU
darurat no 7 tahun 1955 yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat
berpengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang
sehat. Dalam istilah asing sering disebut : economic crimes, crime as bussiness,
bussines crimes, abuse of economic power. Ruang lingkup economic crimes sangat
luas, mencakup berbagai macam tindak pidana. Economic crimes meliputi :
 Property crimes : Perbuatan yang mengancam harta benda / kekayaan
seseorang atau Negara (act that threathen property held by private persons or by
the state).
 Regulatory crimes : Perbuatan yang melanggar aturan-aturan pemerintah (action
that violate government regulations).
 Tax Crime : pelanggaran mengenai pertanggungjawaban atau pelanggaran
syarat-suarat yang berhubungan dengan pembuatan laporan menurut undang-
undang pajak (violations of the liability or reporting requirements of the tax laws).
 TPE meliputi juga : Penyelundupan (smuggling), tindak pidana di bidang
perbankan (banking crimes), tindak pidana di bidang perniagaan (commercial
crimes), kejahatan computer (computer crime), tindak pidana lingkungan hidup
(environmental crime), tindak pidana di bidang kekayaan intelektual, tindak
pidana korupsi, tindak pidana di bidang perpajakan, tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.
Tindak pidana penyelundupan, Tindak pidana penyelundupan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan . Pada hakekatnya penyelundupan diartikan sebagai
perbuatan mengimpor, mengekspor,mengantar pulaukan barang dengan tidak
memenuhi formalitas pabean, yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Formalitas pabean atau disebut kewajiban pabean di sini merupakan syarat
yang harus dipenuhi dalam hal ekspor dan impor.Tindak pidana kepabeanan di
Indonesia masih terbilang tinggi, baik frekwensi maupun nilai kerugian negaranya.

Hal 35

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Selama tahun 2005 dan tahun berjalan 2006, jumlah penangkapan dari hasil
pengawasan di kawasan pabean masing-masing 164 dan 118 dengan kerugian
negara masing-masing Rp11,6M dan Rp20,2M. Sedangkan data tangkapan dari
hasil patroli laut Ditjen Bea dan Cukai untuk tahun 2005 dan tahun berjalan 2006
masing-masing 128 dan 89 kali penangkapan dengan nilai kerugian negara ditaksir
Rp10,9M dan Rp4,8M. Untuk rincian dan jelasnya lihat table 1,2,3 dan 4. Dapat
diduga bahwa tindak pidana kepabeanan yang tidak diketahui atau tidak tertangkap
jauh lebih besar lagi.Berdasarkan Undang-undang No.10 tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, Keputusan Presiden No. 109 tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Departemen yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden No.23/2004 dan Keputusan Menteri Keuangan No.
302/KMK.01/2004, tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah
pelayanan dan Pengawasan lalu lintas barang masuk dan keluar wilayah Republik
Indonesia; dan pemungutan Penerimaan Negara berupa Bea Masuk (dan
Cukai).Fungsi pelayanan adalah tugas DJBC untuk menjamin kelancaran arus
barang dan dokumen dengan efisien dan efektif, tidak ada ekonomi biaya tinggi,
mendorong peningkatan perdagangan dan daya saing. Fungsi pengawasan terutama
pengawasan lalu lintas barang dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat
dari upaya-upaya memasukkan barang yang dapat merusak kesehatan dan
meresahkan masyarakat, merugikan konsumen, dan membahayakan keamanan
negara.
Pengawasan juga mengandung makna tugas pemerintah yang dalam hal ini
DJBC untuk melindungi industri dalam negeri dari masuknya barang-barang ilegal
dan dumping, serta tugas untuk melancarkan ekspor Indonesia, dan mencegah
ekspor ilegal baik fisik ataupun hanya dokumen. Fungsi pemungutan adalah untuk
mengoptimalkan penerimaan negara dari Bea Masuk & PDRI (Pajak Dalam Rangka
Impor), serta mencegah kebocoran penerimaan negara, agar target yang sudah
ditetapkan APBN tercapai. Dengan demikian jelas betapa besar dan berat tugas dan
tanggungjawab DJBC, khususnya dalam mencegah dan menindak tegas
pelanggaran dan tindak pidana kepabeanan yang dapat menimbulkan kerugian
negara dalam arti luas, yaitu finansial, keamanan, kesehatan, gangguan
perdagangan dan industri/investasi dalam negeri, serta kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.

Hal 36

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Tindak Pidana Kepabeanan dilihat dari penggolongan delik pidana, Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1995 membagi secara jelas perumusan tindak pidana
menjadi dua, yaitu pelanggaran dan Tindak Pidana (Kejahatan) Kepabeanan. Lebih
spesifik lagi Tindak Pidana Kepabeanan dirinci menjadi Tindak Pidana
Penyelundupan sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 dan Tindak Pidana
Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 103. Tindak pidana lain yang
dapat disamakan dengan Tindak Pidana umum dapat dilihat dalam pasal 104 sampai
dengan pasal109.Pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan tidak memberi batasan
atau pengertian tentang pelanggaran namun dari ketentuan pada beberapa pasal
yang ada telah menegaskan beberapa kewajiban yang harus ditaati oleh Pengguna
Jasa Kepabeanan, mulai dari Pengangkut, Importir, Eksportir, Pengusaha Gudang
Berikat atau ‘barang siapa’ yang secara hukum kepabeanan diwajibkan melakukan
sesuatu untuk memenuhi kewajiban pabean.
Pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban kepabeanan tersebutlah yang
secara umum diterima sebagai pelanggaran dengan penegasan sanksi yang akan
diberikan terhadap pelanggaran kewajiban kepabeanan tersebut. Beberapa pasal
mengatur kewajiban tersebut seperti kewajiban Pengangkut yang diatur dalam pasal
7, pasal 11, pasal 90, dan pasal 92, kewajiban importir pada pasal 8 dan pasal 9,
kewajiban Eksportir pada pasal 10, kewajiban Pengusaha Tempat Penimbunan
Berikat pada pasal 43, pasal 44 dan pasal 45, serta beberapa kewajiban Pengguna
Jasa Kepabeanan lainnya. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut pada dasarnya
diatur dalam pasal 82 yang mempertegas sanksi yang wajib dibayar sesuai dengan
tingkat kesalahannya. Pengaturan tersebut ditujukan untuk menguji kepatuhan para
pengguna jasa sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam
menyelesaikan kewajiban pabean dan membayar kewajiban Bea Masuk dan
pungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).
Pengaturan ini menganut azas yang lazim dikenal dengan strict compliance
rule dimana setiap pasal mengatur secara tegas kewajiban dan sanksi yang timbul
akibat ketidakpatuhan. Tindak Pidana Penyelundupan Pasal 102 UU Nomor 10
Tahun 1995 menyebutkan bahwa “barangsiapa yang mengimpor atau mencoba
mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-
Undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara
paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta

Hal 37

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


rupiah). Kemudian, penjelasan pasal ini menambahkan bahwa “yang dimaksud
dengan tanpa mengindahkan ketentuan Undang-Undang ini adalah sama sekali tidak
memenuhi ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-
Undang ini”. Pasal dan penjelasan ini menimbulkan perdebatan tentang pengertian
penyelundupan karena telah terjadi perbedaan penafsiran yang cukup mendasar,
baik oleh Pengguna Jasa maupun oleh masyarakat. Pengertian penyelundupan
dalam pasal ini bersifat membatasi sehingga oleh banyak pihak dirasakan tidak
memenuhi rasa keadilan.
Hal ini terjadi karena di sebahagian masyarakat telah memberikan pengertian
yang sangat luas terhadap penyelundupan. Masyarakat menilai bahwa setiap
pelanggaran kepabeanan merupakan tindak pidana penyelundupan, sementara
dalam international best practices in customs matters secara spesifik membedakan
antara penyelundupan (smuggling) dengan tindak pelanggaran lainnya yang lazim
disebut sebagai Customs Fraud. Bahkan sebagian besar anggota masyarakat telah
mencampur-adukkan pengertian penyelundupan ini, tidak saja dalam bidang ekspor
dan impor, bahkan kesalahan dalam pengiriman perdagangan antar pulau pun
dimasukkan dalam pengertian penyelundupan. Pembedaan pengertian antara
penyelundupan dengan pelanggaran pabean lainnya ini menimbulkan pula
pembedaan hukuman yang secara tegas dimana setiap kasus penyelundupan
dipidana dengan pidana penjara, sementara pelanggaran kepabeanan diselesaikan
dengan pemberian sanksi yang tegas sesuai dengan azas strict compliance rule
yang telah lazim dilaksanakan.Dalam praktek kepabeanan internasional, pembedaan
tersebut merupakan hal yang sudah baku sehingga secara tegas dalam penjelasan
Undang-Undang ini dinyatakan sebagai salah satu aspek yang sangat diperhatikan
dalam pembentukannya. Tindak Pidana Kepabeanan Lainnya, disamping pidana
pelanggaran dan penyelundupan, tindak pidana di bidang kepabeanan juga terdapat
dalam pasal 103, pasal 104, pasal 105, pasal 106, pasal 107, pasal 108, dan pasal
109.
Pasal 103 juga merupakan pasal yang mengatur Pidana Kepabeanan, dimana tindak
pidana kepabeanan dalam pasal ini meliputi : Menyerahkan pemberitahuan pabean
dan atau dokumen pelengkap pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau
tertulis PALSU yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean. Mengeluarkan
barang impor dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat tanpa

Hal 38

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan maksud mengelakkan pembayaran Bea
Masuk dan atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor, Membuat,
menyimpan, atau turut serta dalam penambahan data palsu ke dalam buku atau
catatan, atau Menimbun, menyimpan dan sebagainya barang impor yang berasal
dari tindak pidana penyelundupan.
Dari keempat jenis tindak pidana kepabeanan ini secara jelas dapat terlihat
mengatur khusus pelanggaran atas kewajiban kepabeanan yang sangat berbeda
dengan Pasal-pasal pelanggaran. Butir a, misalnya, menegaskan adanya
kesengajaan menyerahkan dokumen palsu yang secara umum sebenarnya juga
diatur dalam pasal-pasal pemalsuan yang ada dalam hukum pidana. Demikian juga
pasal-pasal lainnya dimana secara umum sebenarnya juga diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) namun secara tegas diatur kembali dalam
undang-undang ini sebagai penegasan bahwa Undang-undang Kepabeanan ini
merupakan suatu “Lex Specialis derogate lege generalii”. Bahkan secara tegas Prof.
Romli Atmasasmita SH. LLM, menyatakan bahwa undang-undang ini merupakan
suatu hukum yang lebih spesifik sebagai “lex specialis” yang sistematik karena
hukum kepabeanan ini telah mengadop sendiri pasal-pasal pidana umum sebagai
pasal pidana kepabeanan, mMengatur sendiri hukum acaranya, walau tidak
seluruhnya, sebagaimana diatur dalam pasal 112, dan menentukan sendiri
kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai sebagai penyidik
yang absah berdasarkan pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Perlu pula dicermati bahwa UU ini sangat memperhatikan aspek kepentingan
penerimaan negara sehingga jika kasus pidana kepabeanan terjadi, kendati sudah
dalam taraf penuntutan, Menteri Keuangan masih dapat meminta penghentian kasus
penyidikan sepanjang tersangka melunasi bea-bea yang seharusnya dibayar sesuai
pasal 113. Pasal-Pasal Delik Pidana Kepabeanan Pada Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 Tentang Kepabeanan Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan, semua ketentuan yang menyangkut masalah Ketentuan
Pidana telah diatur pada Bab XIV, mulai dari pasal 102 sampai dengan pasal 111
sebagai berikut: Pasal 102 menguraikan mengenai tindak pidana penyelundupan,
yaitu:“Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor
atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang ini

Hal 39

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Pada Penjelasan Pasal 102 dijelaskan bahwa undang-undang ini telah
mengatur atau menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila
seorang mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal seseorang mengimpor
atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan atau prosedur yang telah
ditetapkan oleh undang-undang ini diancam dengan pidana berdasarkan pasal ini
dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara dan denda.Yang dimaksud
dengan tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang ini adalah sama sekali tidak
memenuhi ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan undang-undang
ini. Dengan demikian, apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang yang
telah mengindahkan ketentuan undang-undang ini, walaupun tidak sepenuhnya,
tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidanakan berdasarkan pasal ini. Pada pasal
103 diuraikan mengenai Tindak Pidana Kepabenan lainnya, yaitu :“Barangsiapa
yang barang impor dari Kawasan pabean atau dari Tempat Menyerahkan
Pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean dan/atau memberikan
keterangan lisan atau tertulis yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk
pemenuhan Kewajiban Pabean; Mengeluarkan Penimbunan Berikat, tanpa
persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan maksud untuk mengelakkan
pembayaran Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor.
Membuat, menyetujui, atau turut serta dalam penambahan data palsu ke
dalam buku atau catatan; atau Menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 102. Dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah). Pasal 104 juga mengatur Tindak Pidana Kepabeanan
lainnya, yaitu :“Barangsiapa yang Menyangkut barang yang berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 102; Memusnahkan, mengubah,
memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang menurut
undang-undang ini harus disimpan; Menghilangkan, menyetujui, atau turut serta
dalam penghilangan keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen pelengkap
pabean, atau catatan; atau Menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur
dagang dari perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat

Hal 40

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean menurut undang-undang
ini, Dipidanakan dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pada Pasal 105 juga diatur bahwa :“Barangsiapa yang membongkar barang
impor di tempat lain dari tempat yang ditentukan menurut undang-undang ini; Tanpa
izin membuka, melepas atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah
dipasang oleh pejabat Bea dan Cukai, Dipidanakan dengan pidana penjara paling
lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000.00 (seratus lima
puluh juta rupiah).” Pada pasal 106 diatur pula bahwa :“Importir, eksportir,
pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan
Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan
yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal
50, atau Pasal 51 dan perbuatan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling
banyak Rp125.000.000.00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Pada pasal 107
diatur bahwa :“Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan
pengurusan Pemberitahuan Pabean atau kuasa yang diterimanya dari importir atau
eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidana berdasarkan
undang-undang ini, ancaman pidana tersebut berlaku juga terhadapnya.”
Pada Pasal 108 ayat (4) diatur bahwa : “(4) Terhadap badan hukum,
perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi yang dipidana
dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, pidana pokok
yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp300.000.000.00
(tiga ratus juta rupiah) jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila atas tindak pidana
tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.” Pasal-Pasal Delik
Pidana Kepabeanan Pada Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Pemerintah dalam
hal ini diwakili Menteri Keuangan sedang mengajukan Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
yang sampai dengan saat ini masih dalam proses pembahasan yang mendalam di
DPR RI. Yang terkait dengan masalah Tindak Pidana Kepabeanan maka substansi
perubahan yang paling mendasar adalah mengenai perluasan dan penajaman delik-

Hal 41

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


delik pidana di bidang kepabeanan serta pemberatan sanksi atas tindak pidana
tersebut berupa pemberatan pidana penjara dan pidana denda.
Beberapa usul perubahan pasal pada Bab XIV yang terkait secara langsung dengan
masalah Tindak Pidana Kepabeanan adalah sebagai berikut :
Pasal 102 yang memberikan penjelasan secara detail mengenai tindak
pidana penyelundupan di bidang impor Setiap orang yang mengangkut barang impor
yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat
(2), membongkar barang impor di luar Kawasan Pabean atau tempat lain tanpa izin
Kepala Kantor Pabean, Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (3).
Membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean
di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan. Menyembunyikan
barang impor secara melawan hukum. Mengeluarkan barang impor yang belum
diselesaikan Kewajiban Pabeannya dari Kawasan Pabean atau dari Tempat
Penimbunan Berikat atau dari tempat lain dibawah pengawasan pabean tanpa
persetujuan Pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya
pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini. Mengangkut barang impor dari
Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat yang tidak
sampai ke Kantor Pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di
luar kemampuannya; atau Dengan sengaja memberitahukan salah tentang jenis
dan/atau jumlah barang impor dalam Pemberitahuan Pabean.
Dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000.00 (lima milyar rupiah).”
Pasal 102A yang memberikan penjelasan secara detail mengenai tindak pidana
Penyelundupan di bidang Ekspor. Setiap orang yang Mengekspor barang tanpa
menyerahkan Pemberitahuan Pabean. Dengan sengaja memberitahukan salah
tentang jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam Pemberitahuan Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor;
Memuat barang ekspor di luar Kawasan Pabean tanpa izin Kepala Kantor
Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3); Membongkar barang
ekspor di dalam Daerah Pabean tanpa izin Kepala Kantor Pabean; atau Mengangkut

Hal 42

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 9A ayat (1); Dipidana
karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000.00 (lima milyar rupiah).
Pasal 102B memberikan penjelasan mengenai tindak pidana Penyelundupan
yang terkait dengan pengangkutan barang tertentu didalam Daerah Pabean
(pengangkutan Antar Pulau). Setiap Orang yang mengangkut Barang Tertentu yang
tidak sampai ke Kantor Pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal
tersebut di luar kemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah).”Pasal 103 juga dilakukan pemberatan
sanksi pidana penjara dan pidana denda sebagai berikut : Setiap orang yang
Menyerahkan Pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang
palsu atau dipalsukan. Membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data
ke dalam buku atau catatan; Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak
benar, yang digunakan untuk pemenuhan Kewajiban Pabean; atau Menimbun,
menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan
barang impor yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 102,
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima
milyar rupiah).” Ditambahkan suatu delik pidana yang baru pada pasal 103A yaitu
terhadap Orang yang mengakses sistem elektronik secara tidak sah Setiap orang
yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan
pelayanan dan/atau pengawasan di bidang Kepabeanan dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima milyar rupiah).

Hal 43

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Perbuatan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara
berdasarkan Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000.00 (lima milyar rupiah).” Pada pasal 104 juga dilakukan
pemberatan sanksi pidana dan pidana denda Setiap orang yang mengangkut barang
yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal
102A, atau Pasal 102B; Memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau
membuang buku atau catatan yang menurut Undang-Undang ini harus disimpan;
Menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari
Pemberitahuan Pabean, dokumen pelengkap pabean, atau catatan; atau Menyimpan
dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang berdomisili di
luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan
Pabean menurut Undang-Undang ini; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000.00 (tiga milyar rupiah).
Pada Pasal 105 secara substansi masih tetap sama, hanya dilakukan usul
perubahan dalam pemberatan sanksi pidana penjara dan pidana denda :
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, atau merusak
kunci, segel atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh pejabat Bea dan Cukai
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000.00
(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah).
Pada Pasal 107 secara substansi masih tetap, hanya dilakukan pemberatan sanksi
pidana denda, yaitu pada ayat (4) : Terhadap badan hukum, perseroan atau
perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan
senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000.00 (satu setengah
milyar rupiah) jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara,
dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila atas tindak pidana tersebut
diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.”

Hal 44

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Tindak pidana kepabeanan diyakini masih tinggi di Indonesia. Perubahan/
perbaikan UU No. 10/1995 tentang Kepabeaan di harapkan dapat membantu
peningkatan mutu pelaksanaan tugas dan tanggungjawab DJBC. Perbaikan ini akan
berhasil sepanjang aparat di DJBC sendiri dan aparat penegak hukum lainnya juga
bersungguh-sungguh membantu pelaksanaannya. Reformasi dalam bidang
kepabeanan ini diharapkan akan menempatkan pelaksanaan kepabeanan di
Indonesia sejajar dengan negara-negara lain yaitu lancar, bersih, murah, mudah, dan
adil sesuai dengan prinsip good-governance.
(http://bisot.wordpress.com/2008/10/13/tindak-pidana-kepabeanan/;
Tindak Pidana Kepabeanan Oleh : DR. Fuad Bawazier)

E.Pengertian Tanpa Mengindahkan Ketentuan Undang-Undang


Kepabeanan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, dalam PASAL 102,
bunyinya bahwaBarangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau
mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan
ketentuan Undang-undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995, dalam PASAL 102, bahwa Undang-undang ini telah
mengatur atau menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila
seseorang mengimpor atau mengekspor barang.Dalam hal seseorang
mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan atau
prosedur yang telah ditetapkan oleh Undang-undang ini diancam dengan
pidana berdasarkan pasal ini dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara
dan denda. Yang dimaksud dengan "tanpa mengindahkan ketentuan
Undang-undang ini" adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau
prosedur sebagaimana telah ditetapkan Undang- undang kepabdeanan ini.
Dengan demikian, apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang yang
telah mengindahkan ketentuan Undang-undang k e p a b e a n a n ini, walaupun
tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan
Pasal 102 ini.

Hal 45

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Penyelundupan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu penyelundupan fisik, setiap
kegiatan memasukkan dan mengeluarkan barang (ke/dari Indonesia) tanpa
dokumen. Penyelundupan administratif : setiap kegiatan memasukkan atau
mengeluarkan barang yang ada dokumennya tetapi tidak sesuai dengan jumlah/
jenis atau harga barang yang ada di dalamnya.(Pelajari pasal 102-106 UU
Kepabeanan) Pasal 102 : ”Barang siapa mengimpor atau mengekspor atau mencoba
mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-
undang kepabeanan dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah)”.
Pasal ini merupakan ”delik berkualifikasi” atau ”delik dengan nama”
sebagaimana dalam pasal 262,378 KUHP.Pengertian ”tanpa mengindahkan undang-
undang kepabeanan” adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur
yang telah ditetapkan dalam UU Kepabeanan . Jadi jika seseorang telah
mengindahkan ketentuan meski tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan
yang dapat dipidana. Pasal ini mengandung esensi penyelundupan fisik.
Sedangkan pasal 103 dianggap mengatur penyelundupan administratif, meski tidak
terang-terangan menyebutkan demikian. Pertanggung jawaban Pidana. Berdasarkan
undang-undang Kepabeanan dapat diidentifikasikan sistem pertanggungjawaban
terhadap pelaku tindak pidana sebagai berikut pertanggunjawaban berdasarkan
kesalahan baik percobaan, kesengajaan, kelalaian dapat diancam dengan
pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability) maupun pertanggung jawaban
pidana pengganti (vicarious liability). Sanksi Pidana, Perumusan sanksi dengan
sistem pidana kumulatif, yaitu pidana penjara dan denda.
Pidana pokok berupa penjara : maksimal 8 tahun kurungan, denda :
maksimal Rp.500.000.000,00, sanksi administratif yang bervariatif, daluarsa
penuntutan 10 tahun sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean atau sejak terjadinya
tindak pidana. Kewenangan penyidikan, selain penyidik Polri, kewenangan
penyidikan diberikan kepada PPNS di lingkungan Dirjen Bea dan Cukai (Pasal 112)
untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka. Penghentian
penuntutan oleh Jaksa Agung. Penghentian penuntutan dilakukan atas permintaan
menteri Keuangan dan demi kepentingan penerimaan negara. Namun demikian

Hal 46

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


tetap dijatuhi sanksi membayar bea masuk yang tidak atau kurang bayar ditambah
dengan sanksi administratif denda 4 kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang
bayar.
http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/tindak-pidana-ekonomi.html (Selasa, 06 Oktober
2009 Tindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Di Bidang Ekonomi, Oleh : Yovita A.
Mangesti, SH.,MH)

F.Tindak Pidana Penyelundupan


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Dalam Pasal
102, Bunyinya Bahwa Setiap Orang Yang mengangkut barang impor yang
tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam pasal 7a ayat
(2); membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain
tanpa izin kepala kantor pabean; membongkar barang impor yang tidak
tercantum dalam pem-beritahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7a ayat (3); membongkar atau menimbun barang impor yang masih
dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan
dan/atau diizinkan; menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;
dan mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban
pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau
dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea
dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara
berdasarkan undang-undang ini; mengangkut barang impor dari tempat
penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak sampai
ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di
luar kemampuannya; atau dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah, dipidana
karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit rp.50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Hal 47

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Dalam Pasal
102A, Bunyinya Bahwa Setiap Orang Yang mengekspor barang tanpa
menyerahkan pemberitahuan pabean; dengan sengaja memberitahukan jenis
dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11a ayat (1) yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor; memuat barang ekspor di
luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11a ayat (3); membongkar barang ekspor di dalam
daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean; atau mengangkut barang
ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan
pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 9a ayat (1)
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

G.Barang Yang Dirampas Untuk Negara


Perkembangan Status Barang Bukti Dalam Perkara Pidana, pengertian
Barang bukti tidak secara jelas dalam KUHAP, dalam KUHAP digunakan istilah
benda sitaan (lihat pasal 38 sampai dengan pasal 46 KUHAP). Dalam praktek
peradilan, Barang bukti adalah benda yang diajukan oleh penuntut umum kedepan
persidangan yang telah disita terlebih dahulu oleh Penyidik. Benda yang dapat
dilakuan penyitaan atau benda sitaan sebagaimana ketentuan pasal 39 KUHAP
meliputi benda atau tagihan yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak
pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; Benda yang secara langsung
digunakan melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; Benda yang
digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana. Benda yang khusus
dibuat atau diperuintukan melakukan tindak pidana. Benda lain yang berhubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Benda yang telah disita terlebih
dahulu dalam perkara pedata atau karena pailit dapat juga disita untuk pemeriksaan

Hal 48

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


perkara tindak pidana selama masih berhubungan dengan tindak pidana tersebut;
Setiap perkara tindak pidana selalu ada tahapannya, mulai dari penyidikan
penuntutan dan pemeriksaan di persidangan, lantas bagaimana status benda
sitaan/barang bukti tersebut?
Dalam pasal 44 KUHAP benda sitaan disimpan dalam rumah pemyimpanan
benda sitaan dan penangggung jawabnya adalah pejabat yang berwenang sesuai
tingkat pemeriksaan proses peradilan dan benda sitaan dilarang digunakan oleh
siapapun juga. Namun dalam praktek barang sitaan tidak disimpan dalam rumah
penyimpanan hanya ditempatkan secara khusus oleh penanggung jawabnya dalam
tingkat pemeriksaan perkara; Dalam hal ini dalam pasal 46 KUHAP sudah jelas
disebutkan kemana barang sitaan tersebut dikemanakan. Dalam tingkat penyidikdan
dan penuntutan maka barang sitaan tersebut dikembalikan kepada orang atau
kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau mereka yang
paling berhak, dengean ketentuan apabila kepentingan penyidikan dan penuntutan
tidak memerlukan lagi; pekara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti
atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; dan perkara dikesampingkan untuk
kepentingan umum atau ditutup demi hukum, kecuali benda di peroleh atau
dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana; Dalam pemeriksaan perkara di
pengadilan, status benda sitaan/barang bukti di tentukan dalam amar putusan.
Barang bukti/benda sitaan ditentukan sebagai berikut dikembalikan kepada
orang atau mereka yang disebut dalam amar putusan; dirampas untuk Negara;
dirampas untuk dimusnahkan atau dirusak sampai tidak dapat dipergunakan lagi;
dikembalikan kepada Penyidik atau penuntut umum jika masih dipergunakan untuk
perkara lain.Dalam perkembangannya, ternyata ada pengaturan lain mengenai
barang bukti tersebut, yaitu secara limitatif semua barang bukti diatur dalam Undang-
Undang tersebut, dalam hal ini penulis mengambil contoh dalam UU Narkotika, UU
perikanan dan UU illegal Logging.
Dalam Pasal 136 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan :
"Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak
pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset
dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk Negara".Pasal 78

Hal 49

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


ayat 15 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan :
"Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk
alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara". Pasal 104 ayat (2)
UU nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyebutkan : “dan/atau alat yang
dipergunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat
dirampas untuk Negara". Sedangkan dalam Pasal 105 ayat (1) nya, disebutkan :
"Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 104 dilelang untuk Negara"
Berdasarkan beberapa ketentuan tersebut diatas, barang atau benda yang
berkaitan dengan tindak pidana tersebut, atau Benda sitaan atau barang bukti
pembuat Udang-Undang mengarahkan agar dirampas untuk Negara; Barang yang
dirampas untuk Negara tersebut tidak akan menjadi masalah apabila memang
barang itu adalah milik terdakwa. Bagaimana apabila barang itu milik orang lain,
yang sangat berkaitan dengan kehidupan seseorang. Apakah harus juga dirampas
untuk Negara? Dan apabila dirampas untuk Negara adakah upaya hukum yang bisa
dilakukan oleh pemilik barang tersebut.

http://waktuterindah.blogspot.com/2011/07/perkembangan-status-barang-bukti.html

Perkembangan Status Barang Bukti Dalam Perkara Pidana Di Bidang


Kepabeanan
Barang impor dan barang ekspor, dan Barang-Barang Lain yang tersangkut
tindak pidana di bidang kepabeanan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Barang
impor/ekspor dan Barang-Barang berada di bawah pengawasan Menteri selaku
pengelola kekayaan negara. Kepala Kantor tempat terjadinya tindak pidana di bidang
kepabeanan menerima penyerahan barang impor/ekspor dan Barang-Barang Lain
yang dinyatakan dirampas untuk negara dari jaksa selaku pelaksana putusan
pengadilan. Atas penyerahan barang impor/ekspor dan Barang-Barang Lain
dibuatkan berita acara penyerahan. Atas penyerahan barang impor/ekspor dan
Barang-Barang Lain yang dinyatakan dirampas untuk Negara berlaku ketentuan
sebagai berikut kepala Kantor mengadministrasikan barang impor/ekspor dan

Hal 50

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Barang-Barang Lain yang dirampas untuk negara dengan baik dan benar; dan
kepala Kantor menimbun barang yang dirampas untuk negara di Tempat
Penimbunan Pabean atau tempat penimbunan lain yang berfungsi sebagai Tempat
Penimbunan Pabean yang ditetapkan oleh kepala Kantor atas nama Menteri.
Penyelesaian atas barang impor/ekspor dan Barang-Barang Lain yang dirampas
untuk negara, ditetapkan sebagai berikut terhadap barang impor/ekspor harus
dimusnahkan oleh pejabat bea dan cukai atau oleh pihak lain di bawah pengawasan
pejabat bea dan cukai; terhadap barang impor/ekspor dan Barang-Barang Lain,
penetapan peruntukan lebih lanjut ditetapkan oleh Menteri. Atas pemusnahan barang
impor/ekspor dan/atau Barang-Barang Lain dibuatkan berita acara pemusnahan.
Berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang Kepabeanan, Barang impor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 (tindak pidana penyelundupan di bidang
impor), Pasal 103 huruf d ( setiap orang menimbun, menyimpan, memiliki, membeli,
menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau
patut diduga berasal dari tindak pidana penyelundupan) Ketentuan pidana ini
berhubungan dengan keadaan tempat ditemukannya orang menimbun, memiliki,
menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang
impor yang berasal dari tindak pidana penyelundupan, Orang yang ditemukan
menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau
memberikan barang tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan dapat dikenai pidana
sesuai dengan pasal ini. Akan tetapi, jika yang bersangkutan memperoleh barang
tersebut dengan itikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan bisa
terjadi, pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat dituntut; ,
atau Pasal 104 huruf a (Setiap orang yang mengangkut barang yang berasal dari
tindak pidana penyelundupan dibidang impor dan dibidang ekspor, atau Pasal 102B
(Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A yang
mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh tahun dan pidana denda paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak
seratus miliar rupiah; barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102A
((tindak pidana penyelundupan di bidang ekspor) , atau barang tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D yang berasal dari tindak pidana,
dirampas untuk negara.

Hal 51

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103 huruf d,
atau Pasal 104 huruf a, barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102A,
atau barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102D yang berasal dari
tindak pidana, dirampas untuk negara. Sarana pengangkut yang semata-mata
digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dan Pasal 102A, dirampas untuk negara. Yang dimaksud dengan semata-mata
digunakan untuk melakukan tindak pidana yaitu sarana pengangkut yang pada saat
tertangkap benar-benar ditujukan untuk melakukan tindak pidana penyelundupan.
Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 102D, dapat dirampas untuk negara. Yang dimaksud dengan
dapat dirampas yaitu memberikan kewenangan kepada hakim untuk
mempertimbangkan putusan dengan memperhatikan kasus per kasus, misalnya
kapal yang hanya mengangkut barang tertentu dalam jumlah sedikit sedangkan
kapal tersebut diperlukan sebagai alat angkut untuk menopang perdagangan
ekonomi daerah tentunya diputuskan untuk tidak dirampas. Barang diselesaikan
berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73. barang yang menjadi
milik negara merupakan kekayaan negara dan disimpan di tempat penimbunan
pabean.Secara umum, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh penuntut
umum. Namun, barang impor atau ekspor yang berdasarkan putusan pengadilan
dinyatakan dirampas untuk negara, berdasarkan undang-undang ini menjadi milik
negara yang pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri.

Perkembangan Status Barang Bukti Dalam Perkara Pidana Di Bidang Cukai


Barang kena cukai dan Barang-Barang Lain yang tersangkut tindak pidana di
bidang cukai berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Barang kena cukai dan Barang-
Barang berada di bawah pengawasan Menteri selaku pengelola kekayaan negara.
Kepala Kantor tempat terjadinya tindak pidana di bidang cukai menerima penyerahan
barang kena cukai dan Barang-Barang Lain yang dinyatakan dirampas untuk negara
dari jaksa selaku pelaksana putusan pengadilan. Atas penyerahan barang kena
cukai dan Barang-Barang Lain dibuatkan berita acara penyerahan. Atas penyerahan
barang kena cukai dan Barang-Barang Lain yang dinyatakan dirampas untuk Negara
berlaku ketentuan sebagai berikut kepala Kantor mengadministrasikan barang kena

Hal 52

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


cukai dan Barang-Barang Lain yang dirampas untuk negara dengan baik dan benar;
dan kepala Kantor menimbun barang yang dirampas untuk negara di Tempat
Penimbunan Pabean atau tempat penimbunan lain yang berfungsi sebagai Tempat
Penimbunan Pabean yang ditetapkan oleh kepala Kantor atas nama Menteri.
Penyelesaian atas barang kena cukai dan Barang-Barang Lain yang
dirampas untuk negara, ditetapkan sebagai berikut:
 terhadap barang kena cukai harus dimusnahkan oleh pejabat bea dan cukai atau
oleh pihak lain di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;
 terhadap barang kena dan Barang-Barang Lain, penetapan peruntukan lebih
lanjut ditetapkan oleh Menteri.
 atas pemusnahan barang kena cukai dan/atau Barang-Barang Lain dibuatkan
berita acara pemusnahan.

H.Pengganti Pidana Denda


Pertimbangan Mahkamah Agung dalam suatu perkara cukup menarik, bukan
pada perkaranya itu sendiri namun pada penafsirannya mengenai apa yang
dimaksud dengan rumusan pemidanaan penjara dan/atau denda. Apakah makna
”penjara dan/atau denda” diartikan bahwa pengadilan dapat memilih salah satu
diantara dua jenis pidana pokok tersebut yang akan dijatuhkan kepada terdakwa,
menjatuhkan keduanya, atau pidana penjara bersifat imperatif sementara pidana
dendanya bersifat fakultatif Dalam putusan ini MA berpandangan bahwa pidana
penjaranya bersifat imperatif, sehingga pengadilan tidak dapat hanya menjatuhkan
pidana denda.Dalam perkara tindak pidana ini terdakwa didakwa melanggar pasal 3
UU No. 31 Tahun 1999. Di tingkat pertama dakwaan terhadap terdakwa tersebut
dinyatakan terbukti. PN kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa
selama 1 tahun dan denda sebesar Rp. 50 juta, serta pidana tambahan pembayaran
uang pengganti sebesar Rp. 12,5 juta. Atas putusan ini Terdakwa kemudian
mengajukan banding.
Di tingkat banding Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan banding dari
terdakwa. Pengadilan Tinggi kemudian mengubah sanksi pidana dengan
menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan oleh PN sehingga hanya
pidana denda dan pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan. Alasan Pengadilan
Tinggi menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan PN yang terlihat dari

Hal 53

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Memori Kasasi JPU yaitu bahwa pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana
penjara dan atau denda artinya baik pidana penjara dan denda keduanya dapat
dijatuhkan bersamaan, tapi dapat pula dijatuhkan salah satu dari padanya yaitu
pidana penjara saja atau denda. Namun di tingkat kasasi putusan Pengadilan Tinggi
tersebut dibatalkan oleh MA dengan alasan pidana penjara atas pelanggaran pasal 3
UU No. 31 Tahun 1999 bersifat imperatif. Pertimbangan ini menarik karena dalam
perkara lainnya dimana ketentuan sanksi pidananya juga dirumuskan dalam bentuk
”penjara dan/atau denda” Mahkamah Agung berpandangan lain dan bahkan dapat
dikatakan sejalan dengan penafsiran yang digunakan oleh Pengadilan Tinggi dalam
perkara yang sedang dibahas ini. Anehnya antara perkara tersebut dengan perkara
ini terdiri dari dua hakim agung yang sama. Perkara tersebut yaitu perkara Tindak
Pidana Cukai dalam putusan MA No. 13 K/Pid.Sus/2011 (Isnaini).
Dalam Perkara Isnaini tersebut terdakwa di dakwa melanggar pasal 54 jo.
Pasal 29 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun
1995 tentang Cukai. Pasal 54 tersebut berbunyi sebagai berikut setiap orang yang
menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena
cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau
tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai
cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”Di
tingkat pertama terdakwa dinyatakan terbukti melanggar pasal yang didakwakan,
dan dijatuhi pidana denda Rp. 1,3 juta tanpa dijatuhi pidana penjara. Putusan ini
diperkuat di tingkat banding. Atas kedua putusan ini JPU kemudian mengajukan
kasasi dengan alasan karena judex facti dianggap melanggar UU karena hanya
menjatuhkan pidana denda tanpa menjatuhkan pidana penjara. Permohonan Kasasi
JPU tersebut kemudian di tolak oleh MA dengan alasan yang intinya adalah Bahwa
pidana “denda” adalah alternatif dari pidana penjara yang diancamkan atas
pelanggaran Pasal aquo.
Adanya dua pertimbangan yang berbeda untuk permasalahan hukum yang
sama ini tentunya membuat ketidakpastian mengenai apakah sanksi pidana yang
dirumuskan dalam bentuk ”penjara dan/atau denda” bermakna bahwa pidana
penjara bersifat imperatif atau alternatif. Berikut pertimbangan MA dalam Putusan

Hal 54

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


No. 2442 K/Pid.Sus/2009 Pertimbangan MA: Bahwa Judex Facti mempertimbangkan
Terdakwa telah terbukti melakukan korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 namun Judex Facti menjatuhkan pidana
denda tanpa pidana penjara, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan tentang
penjatuhan sanksi yang diatur di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun
1999 tersebut yang mengatur keharusan menjatuhkan pidana penjara yaitu dipidana
dalam pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000, – ( lima puluh
juta rupiah ) ; Bahwa sebagai pidana pokok juga disamping penjara yang berarti
harus di jatuhkan pidana penjara sebagai pidana pokok yang ditambah/ disertai
pidana pokok lain yaitu denda, dengan demikian penjatuhan pidana denda saja
tanpa penjara merupakan kesalahan penerapan hukum, oleh karena itu permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa/ Penuntut Umum beralasan hukum untuk
dikabulkan ;
Sumber, Pengertian ”Penjara dan/atau Denda” , Friday, 10 June 2011 08:37 , Putusan MA No.
2442 K/Pid.Sus/2009 (Ni Ketut Ari Susanti), Copyright © 2010 . LeIP Lembaga Kajian dan
Advokasi Untuk Independensi Peradilan

I.Kedaluarsa Tuntutan Pidana


Gugurnya hak menuntut dan menjalani pidana menurut hukum pidana
Indonesia diatur dalam dua stesel hukum yang berbeda, yakni : (1) pada pasal 76
sampai dengan pasal 85 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), dan (2)
pada pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD'45). Pada stesel hukum pertama
dimuat beberapa hal pokok berkaitan dengan Gugurnya Hak Menuntu dan Menjalani
Pidana berupa : (1) Ne Bis Idem, (2) Meninggalnya si Terdakwa dan atau tersangka;
(3) Kadaluarsa atau lewat waktu. Sedangkan pda stesel hukum kedua dimuat perihal
: (1) Amnesti (2) Grasi, (3) Abolisi, dan (4) Rebabilitasi.Masing-masing bagian dari
Gugurnya Hak Menuntut dan Menjalani Pidana itu, beralku syarat-syarat, kriteria dan
pegertian-pegertian. Dalam hal ini setiap Sarjana Hukum atau para ahli hukum
menafsirkan berbeda-beda sesuai dengan bunyi ketentuan dalam pasal-pasal
Undang-Undang atau segi logat dan terminasi kata (istilah yang dipakai), dan
pengetahuan atau latar belakang pemahamannya. Meskipun demikian, namun yang
patut dicatat bahwasanya kedua hal tersebut (Gugurnya Hak Menuntut dan

Hal 55

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Menjalani Pidana) telah menjadi bagian penting dalam Hukum Pidana
maupunHukum Acara Pidana karena menyangkut tahapan penting dalam
menyelesaikan sebuah kasuspidana. Suatu tuntutan pidana yang diajukan
PenuntutUmum menjadi berhenti atau ditundasuatu Putusan Hakim menjadi tidak
dapat dilaksanakan(dieksekusi) oleh karena adanya hal-halyang berhubungan
dengan : "Gugurnya Hak Menuntut Dan Menjalani Pidana". Begitu puladengan
sorang buronan yang lolos dari penjara setelah ditangkap kembali terpaksa
dibebaskanjuga karena ada hal-hal yang berkaitan dengan gugurnya hak menjalani
pidana, dan berbagaicontoh lain yang nyata dan mudah dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Gambaran di atas memberi pemahaman awal untuk lebih jauh ditelusuri
Gugurnya Hak menuntut dan menjalani baik yang diatur dalam maupun di luar KUH
Pidana meliputi uraian atas beberapa bagian penting berupa pengertian-pengertian
dasar; syarat-syarat atau kriteria-kriteria yang dipenuhi; schema atau bagan
penjelas; dan uraian analisis atas ketentuan-ketentuan umum yang ada
dalam pasal-pasalUndang-Undang,serta pendapat para ahli.

J. Pelaku Tindak Pidana


Pelajaran mengenai tindak pidana dan pelaku tindak pidana adalah cabang
dalam bidang kriminologi. Seperti yang ditulis oleh Edwin Sutherland dalam karya
klasiknya Principles of Criminology (1939:1): “Kriminologi adalah badan pengetahuan
yang membahas kejahatan sebagai fenomena sosial. Tercakup di dalamnya adalah
proses penyusunan undang-undang, pelanggaran undang-undang, dan reaksi
terhadap pelanggaran undang-undang. " Meski pengertian yang diberikan
Sutherland tentang kriminologi banyak diterima dan digunakan secara luas,
pengertian ini sebenarnya tidak terlalu tepat karena menyatakan bahwa studi tentang
kejahatan semata-mata memfokuskan pada faktor sosial. Pada kenyataannya, studi
tentang kejahatan oleh para kriminolog telah masuk ke beberapa bidang
pengetahuan yang terutama bukan bersifat sosial. Penting juga ditambahkan bahwa
kriminologi telah didefinisikan secara umum sebagai studi keilmuan tentang
kejahatan dan pelaku kejahatan. Jadi, tidak semua yang memberikan komentar
dalam kejahatan dan pelaku kejahatan (seperti ahli forensik, pengacara, hakim, dan
mereka yang bekerja dalam sistem peradilan pidana) adalah kriminolog. Pembedaan

Hal 56

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


dalam pendekatan keilmuan terhadap permasalahan ini, bagaimana pun, tak
semudah yang terlihat. Ada para sarjana yang menganggap diri mereka kriminolog
sementara ia belum menjalankan metode keilmuannya.
Sementara para sarjana ini kebanyakan adalah penganut Marxisme atau
bersifat radikal dalam pencapaian tujuan mereka, elemen kuncinya adalah
penyangkalan mereka terhadap objektivitas dan kuantivikasi dalam penelitian.
Sebaliknya, mereka biasanya mempraktikkan metodologi yang mempelajari
kejahatan dan pelaku kejahatan dari perspektif yang dinamis dan historis. Terlebih,
para sarjana ini biasanya memfokuskan diri pada “penyusunan undang-undang” dan
“reaksi terhadap pelanggaran undang-undang” dibandingkan terhadap perilaku
aktual dari pelanggar hukum. Beberapa sarjana, yang dikenal sebagai
fenomenologis, mempelajari makna perilaku dibanding kategori di atas. Sebagai
catatan terakhir dalam pengertian kriminologi, topik “tindak pidana” dan “pelaku
tindak pidana” tidak sejelas yang terlihat. Ada banyak perdebatan tentang apa yang
mengatur tindak pidana dan pelaku tindak pidana. Ada yang berpendapat bahwa
definisi kejahatan sepenuhnya merupakan permasalahan hukum; yaitu jika ada
sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah dan hanyalah kejahatan.
Pendapat lain menjawab bahwa karena undang-undang tidak sungguh-sungguh
memperhatikan perilaku itu sendiri, definisi yang sah tidak memberikan fokus yang
jelas untuk pembedaan perilaku.
Tindakan mengambil nyawa, misalnya, bukanlah mutlak pembunuhan karena
negara bagian memerintahkan tahanan dan warga negara untuk pergi berperang.
Mereka menyarankan bahwa pengertian sosial lebih dapat disimpangkan, yang
dalam berbagai bentuknya, merupakan pendekatan yang lebih baik. Sementara
sarjana yang lain menegaskan bahwa jika sebuah kejahatan atau tindakan
penyimpangan tidak diberitahukan, kemudian untuk semua maksud dan tujuan
tindakan itu akan seperti tak pernah terjadi dan orang yang terlibat tidak akan
dianggap sebagai pelaku tindak pidana atau pelanggar. Terlebih, definisi hukum
ataupun sosial hanya menangkap tindakan dan orang yang kita tanggapi saja.
Permasalahan membuatnya sulit untuk berbicara mengenai “pelaku tindak pidana”
dan “bukan pelaku tindak pidana“ dan mengaburkan materi pokok di bidang ini.

Hal 57

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


1.Disciplinary Focus (Fokus Disipliner)
Kriminologi pada umumnya dipahami sebagai anak cabang dari disiplin ilmu
sosiologi. Sementara, sebagai bantahan, pernyataan tersebut melalaikan baik
sejarah ilmu kriminologi juga disiplin bidang lainnya yang mencakup luasnya bidang
ilmu tersebut. Pada satu saat tertentu, disiplin ilmu filosofi, sejarah, antropologi,
psikologi, psikiatri, kedokteran, biologi, genetika, endokrinologi, neurokimia, ilmu
politik, ekonomi, kerja sosial, geografi, perencanaan kota, arsitektur, dan statistik
semuanya memainkan peran yang menentukan dalam perkembangan teori dan
penelitian kriminologi. Namun, sejak tahun ‘30-an, bagaimana pun, sosiologi telah
menjadi sumber utama dalam dalam pelatihan akademis bagi kebanyakan
kriminolog. Terdapat sangat sedikit departemen kriminologi di Amerika Serikat dan
sebagian besar kriminolog yang telah mengambil tempat dalam departemen
sosiologi. Meskipun demikian, dalam fokus sosiologis haruslah dikenali bahwa
kriminologi tersusun dari integrasi yang saling berhubungan dari berbagai disiplin
ilmu.
Muncul dan bangkitnya, melalui tiga dekade terakhir pengembangan dan
peningkatan ini, lapangan multidisipliner dari peradilan pidana telah menantang
sosiologi sebagai dasar pelatihan bagi kriminologi, dan banyak kriminolog kini
bekerja dalam atau menerima pelatihan akademik mereka dari departemen peradilan
pidana. Gerakan ini menjanjikan kriminologi sosiologis secara langsung berintegrasi
dengan disiplin ilmu yang lain. Dalam disiplin ilmu kriminologi umum terdapat
beberapa bidang yang menarik minat. Dalam bentuk umumnya mereka berpadu
dengan bidang lain, seperti filsafat hukum, sosiologi hukum, sosiologi penyimpangan,
hukum pidana, ilmu kepolisian, administrasi, dan ilmu kependudukan, yang
memungkinkan, kemudian, untuk mengenali seseorang sebagai kriminolog dan
masih menghabiskan seluruh karir pekerjaannya dalam bidang yang relatif kecil,
seperti kepolisian.

2.Criminology Academia (Kriminologi di Lingkungan Akademik)


Karena disiplin ilmu ini sangat berkaitan erat dengan sosiologi, terdapat
sangat sedikit departemen kriminologi di kampus dan universitas di Amerika pada
akhir tahun ‘60-an. Pada kenyataannya, kebanyakan cara yang paling umum untuk
memasuki bidang kriminologi adalah dengan jurusan pendidikan di sosiologi dengan

Hal 58

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


program khusus kriminologi. Hingga kira-kira tahun 1970, hanya tiga sekolah besar,
University of California di Berkeley, Florida State University, dan University of
Maryland, memiliki program doktor di bidang kriminologi (universitas tertua di antara
ketiganya mengetuai program administrasi kepolisian). Jumlah sekolah yang
menawarkan pendidikan tinggi kriminologi hingga hari ini ada 4. Program di Berkeley
telah hilang, mulai ditiadakan pada pertengahan tahun ‘70-an. Dua program baru
yang disebut sebagai ilmu krimonologi kini ada di University of Delaware dan Indiana
University di Pennsylvania. Pendekatan yang terkini tampaknya merupakan
bentukan dari program doktoral dalam peradilan pidana, dan kini ada beberapa lusin
dari program serupa. Yang jelas, kini terdapat sedikit pembedaan antara kriminologi
dan program doktoral peradilan pidana.

3.The Development of Criminology (Perkembangan Kriminologi)


Kriminologi, yang merupakan bentuk umum dari studi yang berkaitan dengan
tindak pidana dan pelaku tindak pidana, dapat diusut ke sejarahnya di masa lampau.
Namun, kini kriminologi hanya merupakan perkembangan studi yang sistematis.
Mungkin perkiraan yang paling tepat dari “kelahiran” kriminologi berkisar dari
munculnya periode Eropa klasik pada abad ke-18. Arah sesungguhnya dalam
periode itu bukan studi tentang kejahatan, melainkan sistem peradilan itu sendiri.
Dengan hukum yang sewenang-wenang dan banyak tingkah, penulis pada masa itu
(Montesquieu, Voltaire, Beccaria, Bentham) mengkritik sistem peradilan dan
menyarankan perombakan besar-besaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Sekolah Klasik kriminologi, ide para reformer ini menjadi dasar bagi undang-undang
kriminal dan sistem peradilan saat ini, dan menciptakan konsep modern. Pada abad
ke-19 studi mengenai tindak pidana dan pelaku tindak pidana mulai sungguh-
sungguh dipelajari. Kota Quetelet di Prancis, Guerry di Belgia, dan Mayhew di Inggris
mempelajari dan memetakan penyebaran tindak pidana dalam studi nyata pertama
yang menggunakan statistik sosial. Kelompok masyarakat lain di bawah
kepemimpinan
Gall dan Spurzheim terlibat dalam studi phrenology (hubungan konfigurasi
otak—sebagai bagian dari struktur otak—terhadap perilaku) dan menghasilkan
beberapa studi keilmuan awal tentang pelaku tindak pidana. Namun, awal ilmu
kriminologi yang diterima oleh umum terjadi di tahun 1870-an dengan adanya kerja

Hal 59

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


seorang dokter Italia, Cesare Lombroso. Dengan “Sekolah Positif”nya, Lombroso
bekerja atas hubungan keterkaitan bentuk fisik, kepribadian, dan pelaku tindak
pidana yang melahirkan teori pelaku tindak pidana “bawaan” dan mengembangkan
studi tentang genetika dan studi tentang turun-temurun. Selama periode inilah istilah
kriminologi menjadi populer dipakai. Diikuti oleh dua orang Italia lainnya, Ferri dan
Garofalo, kerja Lombroso diperluas hingga bahasan ke faktor sosial dan lingkungan.
Dengan berkembangnya sosiologi sebagai disiplin ilmu di tahun 1890-an, ilmu
kriminologi makin meluas.
Dua dekade pertama abad ke-20 menyaksikan munculnya penjelasan
kriminologis, keberagaman sosial, psikoanalitis, dan produk kombinasi dari tes
intelegensi baru dan penelitian sifat turun-temurun. Sejak tahun ‘20-an, studi
sosiologi berkembang penuh dan jurusan sosiologi di University of Chicago mulai
mendominasi kriminologi. Penjelasan utama untuk kriminalitas menjadi terkait
dengan transmisi nilai dari satu orang ke orang lainnya, terutama di bidang yang
sangat berbeda secara kebudayaan dan tidak terorganisasi secara sosial. Selain itu,
studi statistik yang menempatkan kriminalitas dan kenakalan dalam bidang khusus di
kota menjadi terkenal. Sejak 1940-an kriminologi memberikan perhatian pada akibat
dari kondisi sosial masyarakat pada umumnya dan memulai sebuah pengujian
terhadap hubungan antara struktur sosial, kelas sosial, dan tindak pidana. Umumnya
dikenal sebagai teori “fungsionalis struktural,” yang memfokuskan pada pembedaan
tingkat kriminalitas atau kenakalan di antara kelompok masyarakat dalam
lingkungan. Pendekatan ini bertahan hingga tahun ‘60-an ketika kriminologi
memberikan perhatian pada hak warga sipil dan topik politik liberal. Tema dominan
pada periode ini cukup untuk mengingatkan pada kembalinya Sekolah Klasik lama
dengan penekanannya pada keadilan dan kesetaraan di dalam hukum. Perhatian
beralih dari pelaku tindak pidana menjadi cara bagaimana sistem peradilan pidana
bereaksi dan memproses masyarakat.
Dengan mengacu pada penolakan pemerintah pusat dan “perang” terhadap
kejahatan selama akhir 1960 dan awal 1970-an, yang puncaknya adalah dengan
pembentukan Law Enforcement Assistance Administration (kini National Institute of
Justice), kriminologi menjadi jauh lebih memperhatikan studi tentang sistem
peradilan pidana itu sendiri. Di bawah pendanaan LEAA, para kriminolog menguji
operasi kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan dengan tujuan untuk

Hal 60

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


mengevaluasi efektivitas mereka. Yang juga menjadi perhatian adalah perlakuan
terhadap korban dan pengukuran kejahatan, keduanya teramu dalam bidang baru
dalam minat yang dikenal sebagai viktimologi. Karena disiplin ilmu pidana berdiri
sendiri selama periode ini, kedua bidang itu pun kemudian disatukan, jika bukan
secara nyata maka dalam kandungan ilmunya. Disiplin ilmu kriminologi kini tidak
dapat untuk dilepaskan dari peradilan pidana.

4.Mayor Forms of Criminology (Bentuk Utama Kriminologi)


Karena sulit untuk melakukan penggolongan terhadap kriminologi, salah satu
metodenya adalah pemisahan antara studi penyebab kriminalitas, studi angka
kriminalitas, dan studi sistem peradilan pidana. Yang pertama, dengan penekanan
untuk menjelaskan perilaku, disebut sebagai etiologi. Studi tentang angka
berkonsentrasi pada kewajaran dan terjadinya tindak pidana dan disebut sebagai
epidemiologi. Bidang studi ketiga lebih menyimpang dari dua bidang lainnya yang
lebih mengkhususkan pada sejumlah aspek seperti filsafat hukum, ilmu pidana, dan
ilmu kepolisian. Kriminologi etiologis telah menyumbangkan pemahaman mengenai
perilaku pelaku kejahatan (dan penyimpangan perilaku secara umum) dan kehadiran
kejahatan di lingkungan. Penjelasan dibagi dalam dua jenis: proses dan struktural.
Variasi proses dari teori berusaha untuk menjelaskan bagaimana orang menjadi
pelaku tindak pidana dan/atau sampai melakukan tindak pidana. Teori ini sering
bersifat psikologis atau psikologi sosial dalam orientasinya, dan biasanya
berhadapan dengan motivasi dan perilaku individu. Karena kompleksnya peristiwa
individu, teori prosedural terkadang hanya dapat diterapkan pada jenis tindak pidana
tertentu. Teori struktural, di sisi lain, adalah teori yang menekankan pada pengaruh
dari lingkungan (dan lembaga yang ada) terhadap masyarakat dan menjelaskan
mengapa kelompok yang berbeda memiliki tingkat kriminalitas yang berbeda.
Akibatnya, teori struktural biasanya bernada sosiologis. Teori jenis inilah yang telah
paling sukses memberikan penjelasan yang masuk akal tentang kejahatan dalam
masyarakat, tetapi tidak menjelaskan pada kita individu mana yang melakukan tindak
pidana.

Hal 61

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


5.Kriminologi Epidemiologis.
memberikan pemahaman tentang bagaimana (dan terkadang mengapa)
angka kejahatan bervariasi dalam berbagai kelas masyarakat atau berbagai waktu
dan tempat. Kita telah mempelajari, misalnya, bahwa kelas masyarakat tertentu lebih
banyak ditahan atas tindak pidana yang dilakukannya (yaitu mereka yang memiliki
tingkat kejahatan yang lebih tinggi). Lebih jauh lagi, kita tahu bahwa tingkat
kejahatan bervariasi sesuai kondisi lingkungan tertentu dan wilayah geografis.
Epidemiologi juga meliputi studi terjadinya insiden kejahatan dalam berbagai kondisi,
baik ekonomi, sosial, atau politik. Kriminolog telah mencatat jumlah kejahatan dalam
berbagai tipe struktur politik, dalam waktu ekonomis yang berbeda, dan yang kini
lebih banyak memperhatikan jumlah jatuhnya korban dan ketakutan akan adanya
tindak pidana dalam masyarakat. Kriminologi yang mempelajari sistem peradilan
pidana memberi kita informasi tentang bagaimana sistem bekerja, seberapa dekat
kenyataan memenuhi harapan kita, dan alternatif mana yang dapat mempertemukan
keduanya. Tipe kriminologi ini barangkali paling tepat dianggap sebagai studi “kerja
sistem.” Studi tentang komponen yang bervariasi dalam sistem peradilan pidana itu
bertentangan dengan pengujian struktur formal, dan dicirikan dengan studi tentang
struktur informal. Pendeknya, memfokuskan pada cara kerja yang sebenarnya,
bukan cara kerja seperti yang dikira orang.
Jadi, para kriminolog yang bekerja di bidang ini telah mempelajari kegiatan
lembaga kepolisian, hubungan antara polisi dan warga, sistem jaminan, tawar-
menawar pembelaan, dan struktur sosial dari penjara, untuk menyebut beberapa
bidang minat. Yang terakhir, karena ketiadaan penggolongan yang lebih baik, kita
juga dapat menempatkan para kriminolog yang tertarik pada teori hukuman dalam
kategori ini. Beberapa topik terkini dalam bidang ini adalah hukuman mati,
pelumpuhan selektif, penjahat karir, dan penyusunan garis besar hukuman.
Relationship Between Criminology and Police Science (Hubungan antara Kriminologi
dan Ilmu Kepolisian)
Bersamaan dengan berkembangnya ilmu kriminologi di Amerika Serikat
muncul pula bidang ilmu kepolisian. Sebenarnya, departemen ilmu kepolisian telah
ada lebih dahulu dibanding departemen kriminologi di kampus dan universitas.
Karena sering sulit untuk mencirikannya satu sama lain, departemen ilmu kepolisian
biasanya lebih mengkhususkan diri pada aspek kepolisian: kepengurusan,

Hal 62

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


manajemen, analisis tindak pidana, dan “pelaksanaan” penegakan hukum.
Kriminologi, saat berhadapan dengan bidang wewenang polisi, lebih sering
menggunakan penekanan “kerja sistem.” Dengan begitu, pendekatan ilmu
kriminologi terhadap masalah kepolisian cenderung ke arah kemasyarakatan secara
alami dan memusatkan perhatian pada struktur informal dan hubungan.
Contributions of Criminology to Police Work (Sumbangan Kriminologi kepada
Kerja Kepolisian), Karena ilmu kriminologi sulit dipisahkan dari ilmu kepolisian di
awal perkembangannya, seseorang mungkin mendebat bahwa beberapa dukungan
ilmiah pertama datang dari sumber lain. Meskipun begitu, tinjauan mengenai tiga
dekade pertama Journal of Criminal Law and Criminology menyarankan bahwa
banyak kepolisian pada saat ini dikembangkan dari penelitian yang dimulai pada
awal abad ke-20. Artikelnya meliputi pelatihan, pemilihan petugas, psikotes, dan
penggunaan teknologi, sidik jari, dan sebagainya. Tampak jelas juga bahwa
bermacam teknik analisis tindak pidana memiliki bentuk aslinya pada awal pekerjaan
statistik kejahatan.
Dari kelompok yang lebih kontemporer, karya kriminologis dari Egon Bittner,
Albert Reiss, Jerome Scolnick dan Peter Manning telah menemukan suatu jalan
untuk pelatihan polisi dan kerja hubungan kemasyarakatan. Dengan cara yang
sama, karya ilmuwan politik James Q Wilson, yang memiliki pandangan sebagai
kriminolog, juga memiliki akibat praktik administrasi kepolisian.
Penelitian produk ketidaktaatan warga sipil dan studi mengenai korban telah
mengubah proses pemilihan polisi dan menciptakan suatu penekanan pada
pendidikan. Pekerjaan terakhir yang dilakukan para kriminolog telah mengarahkan
banyak departemen kepolisian untuk berpikir kembali mengenai beberapa konsep
dasar mereka. Kansas City Preventive Patrol Experiment dari Kling menyebabkan
seluruh negara memikirkan kembali mengenai prosedur patroli mereka. Beberapa
penyelidikan mengenai selang waktu reaksi menyarankan bahwa reaksi yang cepat
terhadap panggilan dari semua warga negara tidak penting, dan selang waktu reaksi
tidak sepenting yang dipikirkan orang ketika akan melakukan penangkapan.
Penelitian Sherman dan Berk tentang panggilan sergapan massal mendorong
kearah perubahan dalam hal reaksi dan kebijakan penahanan terhadap panggilan
yang mengganggu. Penelitian yang dilakukan Rand Corporation dan Police
Executive Research Foundation terhadap kinerja detektif dan penyelesaian kasus

Hal 63

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


tindak pidana memberikan hasil berupa pemberian tanggung jawab lebih besar
dalam proses penyelidikan dan cara baru untuk menjaring kasus kepada petuga
spatroli. Sebuah teori ilmu kriminologi, sebagai kegiatan rutin, telah mempercepat
pendekatan analisis yang baru untuk menentukan tempat tindak pidana dilakukan,
yang dikenal sebagai “titik panas.” Dan akhirnya, hasil kerja Herman Goldstein,
terutama dalam bukunya Problem-Orientad Policing, mempengaruhi banyak
departemen kepolisian untuk tidak menggunakan cara tradisional sebagai variasi
dalam komunitas kepolisian.
Simpulan, kriminologi tidak hanya terfokus pada polisi dengan berbagai
pengertian tetapi mempunyai sebuah efek yang lebih dalam yang mencakup
perubahan menurut pandangan klasik tentang sistem operasi peradilan pidana dan
falsafah di balik teknik yang digunakan departemen kepolisian saat ini. Dengan
memberi tekanan saat ini pada sistem pengujian dan riset yang efisien, cukup
beralasan untuk menyimpulkan bahwa polisi dan para penyelidik akan terus
membangun kerja sama mereka. Tentu saja, di antara komponen dari sistem
peradilan pidana saat ini, polisi benar-benar sangat mengandalkan riset kejahatan
dalam membuat perubahan penting dalam struktur dasar dan metode
pengoperasian.
Frank William http://www.metro.polri.web.id/kriminologi 29 November 2009 Kriminologi
Muhammad Noor Aly Yusuf Criminology (Kriminologi)

K.Barang Hasil Tindak Pidana


Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai adalah Barang yang tidak
dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di dalam area
pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya; Barang
yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara yang berada di luar area
pelabuhan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak penimbunannya; Barang
yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; atau Barang yang
dikirim melalui Pos yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak
dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean; dengan tujuan luar
Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan

Hal 64

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kepada alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Pemberitahuan dari Kantor Pos.
Barang yang Dikuasai Negara adalah barang yang dilarang atau dibatasi
untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak
benar dalam Pemberitahuan Pabean barang dan/atau sarana pengangkut yang
dicegah oleh Pejabat Bea dan Cukai; atau barang dan/atau sarana pengangkut yang
ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal. Barang yang
Menjadi Milik Negara adalah Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang
merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap
barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang merupakan barang yang
dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam
jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan
Pabean; Barang dan/atau sarana pengangkut yang dicegah oleh Pejabat Bea dan
Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal; Barang
dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik
yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean; Barang yang Dikuasai Negara yang
merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor; Barang
dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara. Lelang
umum adalah penjualan barang melalui kantor lelang negara. Harga terendah adalah
harga serendah-rendahnya yang harus dicapai dalam pelelangan
umum.Pemusnahan adalah kegiatan untuk menghilangkan wujud awal dan sifat
hakiki suatu barang.

1.Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai


Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai dibukukan dalam Buku Catatan
Pabean Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai. Barang yang Dinyatakan Tidak
Dikuasai yang telah dibukukan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat
lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan dipungut sewa gudang.
Pejabat Bea dan Cukai segera memberitahukan secara tertulis kepada pemilik
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai bahwa barang tersebut akan dilelang

Hal 65

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


apabila Kewajiban Pabeannya tidak diselesaikan dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean. Barang selambat-
lambatnya 2 (dua) hari sebelum dilakukan pelelangan pertama, oleh pemilik atau
kuasanya dapat : diimpor untuk dipakai setelah Bea Masuk dan biaya lainnya yang
terutang dilunasi; diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi; dibatalkan
ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi; diekspor setelah biaya yang terutang
dilunasi; atau dikeluarkan dengan tujuan Tempat Penimbunan Berikat setelah biaya
yang terutang dilunasi.
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang busuk, segera dimusnahkan;
merupakan Barang Kena Cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol,
konsentrat yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau, segera
dimusnahkan; karena sifatnya tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat
busuk, misalnya buah segar dan sayur segar; merusak, antara lain asam sulfat dan
belerang; berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, segera
dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya; merupakan
barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor, dinyatakan menjadi milik Negara,
kecuali terhadap barang tersebut penyelesaiannya ditetapkan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau . merupakan barang yang
dibatasi untuk diimpor atau diekspor, diberikan kesempatan untuk diselesaikan oleh
pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di
Tempat Penimbunan Pabean.
Barang yang tidak diselesaikan Kewajiban Pabeannya dalam jangka waktu
yang ditetapkan dan barang ditetapkan untuk dilelang oleh Kepala Kantor Pabean
tanpa memperhatikan batasan nilai pabean.. Untuk memudahkan pelaksanaan
lelang, barang yang telah dibukukan dalam Buku Catatan Pabean, Barang yang
Dinyatakan Tidak Dikuasai dibuatkan Rencana Pelelangan Barang yang berisi
barang siap lelang dengan memperhatikan urutan tahun, bulan, dan tanggal
penyimpanan di Tempat Penimbunan Pabean, kecuali barang Pelelangan dilakukan
melalui lelang umum dengan memperhatikan Rencana Pelelangan Barang . Segala
akibat yang timbul atas pelelangan menjadi tanggung jawab pemilik barang.
Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai yang merupakan barang
milik pemerintah yang telah dibukukan dalam Buku Catatan Pabean Barang yang
Dinyatakan Tidak Dikuasai segera diserahkan kepada instansi yang mengimpor

Hal 66

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


barang tersebut, kecuali a. busuk, segera dimusnahkan; merupakan Barang Kena
Cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol, konsentrat yang mengandung
etil alkohol, dan hasil tembakau, segera dimusnahkan; Pemusnahan barang tidak
dikuasai dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dibukukan dalam Buku
Catatan Pabean Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai.

2.Barang Yang Dikuasai Negara


Barang Yang Dikuasai Negara dibukukan ke dalam Buku Catatan Pabean
Barang yang Dikuasai Negara. Barang yang Dikuasai Negara yang telah dibukukan
disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan dipungut sewa gudang. Pejabat Bea dan
Cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemilik dari barang yang dilarang atau
dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan
secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean; atau pemilik dari barang dan/atau
sarana pengangkut yang dicegah oleh Pejabat Bea dan Cukai, bahwa barang
tersebut dinyatakan sebagai Barang yang Dikuasai Negara dan menyebut kan
alasannya.
Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean
oleh pemilik yang tidak dikenal yang dinyatakan sebagai Barang yang Dikuasai
Negara diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Bea dan
Cukai melalui papan pengumuman atau media massa. Barang yang Dikuasai
Negara yang bukan merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang, diserahkan
kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
penyimpanan di Tempat Penimbunan Pabean dalam hal telah dilunasi Bea Masuk
dan pajak dalam rangka impor yang terutang; dan apabila merupakan barang yang
dilarang atau dibatasi, telah diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan
sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau ekspor. Barang yang
Dikuasai Negara dapat diserahkan kembali kepada.pemiliknya dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di Tempat Penimbunan Pabean dalam hal
barang tersebut secara fisik tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan; telah
diserahkan uang pengganti yang besarnya tidak melebihi harga barang; dan telah
dilunasi Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang. Barang yang

Hal 67

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Dikuasai Negara yang busuk, segera dimusnahkan; merupakan Barang Kena Cukai
berupa minuman yang mengandung etil alkohol, konsentrat yang mengandung etil
alkohol, dan hasil tembakau, segera dimusnahkan karena sifatnya tidak tahan
lama, antara lain barang yang yang cepat busuk, misalnya buah segar dan sayur
segar; merusak, antara lain asam sulfat dan belerang; berbahaya, atau
pengurusannya memerlukan biaya tinggi, segera dilelang dengan memberitahukan
secara tertulis kepada pemiliknya; merupakan barang yang dilarang dinyatakan
menjadi milik Negara, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau merupakan barang yang
dibatasi, dinyatakan menjadi Barang yang Menjadi Milik Negara.
Barang yang Dikuasai Negara yang tidak diselesaikan Kewajiban Pabeannya
dalam jangka waktu yang ditetapkan dan barang, dilelang oleh Kepala Kantor
Pabean. Untuk memudahkan pelaksanaan lelang barang yang telah dibukukan
dalam Buku Catatan Pabean. Barang yang Dikuasai Negara dibuatkan Rencana
Pelelangan Barang dengan memperhatikan urutan tahun, bulan, dan tanggal
penyimpanan di Tempat Penimbunan Pabean, kecuali barang. Pelelangan
dilakukan melalui lelang umum dengan memperhatikan Rencana Pelelangan Barang
Segala akibat yang timbul atas pelelangan barang menjadi tanggung jawab pemilik
barang.

3.Pelelangan
Harga terendah untuk Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai dan Barang
yang Dikuasai Negara yang akan dilelang sekurang-kurangnya meliputi Bea Masuk,
Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22; sewa gudang di Tempat Penimbunan
Sementara untuk selama- lamanya 2 (dua) bulan; sewa gudang di Tempat
Penimbunan Pabean; dan biaya pencacahan dan penimbunan di Tempat
Penimbunan Pabean.Untuk menghitung Bea Masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka
impor, Kepala Kantor Pabean menetapkan nilai pabean dari barang yang akan
dilelang berdasarkan data yang tersedia pada Kantor Pabean yang bersangkutan.
Penetapan harga terendah untuk barang yang akan dilelang dilakukan oleh Kepala
Kantor Pabean. Apabila penawaran pada pelelangan pertama tidak mencapai harga
terendah, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari dilakukan
pelelangan kedua.

Hal 68

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Apabila pada waktu pelelangan kedua harga terendah lelang tidak tercapai,
Kepala Kantor Pabean mengusulkan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk
mendapatkan persetujuan pemusnahan barang, diserahkan kepada instansi
pemerintah, atau dihibahkan. Terhadap barang yang peruntukannya diserahkan
kepada instansi pemerintah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan
kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan persetujuan. Barang tidak dipungut
sewa gudang Tempat Penimbunan Sementara, dan Tempat Penimbunan Pabean
serta biaya lain yang timbul akibat dari pengelolaan. Hasil pelelangan setelah
dikurangi dengan Bea Masuk, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22, sewa
gudang, serta biaya-biaya yang dikeluarkan, sisanya disediakan untuk pemiliknya.
Sisa uang diberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya oleh Pejabat Bea dan
Cukai dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelelangan. Sisa uang hasil lelang
menjadi milik negara apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal
surat pemberitahuan tidak diambil oleh pemiliknya. Jumlah penerimaan negara yang
berasal dari lelang berupa Bea Masuk, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22
disetor seluruhnya ke Kas Negara.

4.Barang Yang Menjadi Milik Negara


Barang yang dinyatakan sebagai Barang yang Menjadi Milik Negara
merupakan kekayaan negara. Barang disimpan di Tempat Penimbunan Pabean
atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan
dibukukan ke dalam Buku Catatan Pabean Barang yang Menjadi Milik Negara.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan kepada Menteri Keuangan daftar
Barang Yang Menjadi Milik Negara beserta usulan dilelang, dihibahkan,
dimusnahkan, dan/atau untuk ditetapkan status penggunaannya. Menteri Keuangan
menetapkan peruntukan Barang yang Menjadi Milik Negara dengan memperhatikan
usulan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pengelolaan barang yang ditetapkan
menjadi Barang yang Menjadi Milik Negara dilakukan sesuai peraturan perundang-
undangan di bidang pengelolaan Barang yang Menjadi Milik Negara.

Hal 69

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


L.Latihan
1). Dalam situasi tertentu penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan
dan Cukai dapat dilakukan oleh Penyidik Polri. Jelaskan apa yang dimaksud
dalam situasi tertentu.? Apa dasar hukumnya!
2). Jelaskan apa saja syaratnya menjadi PPNS DJBC, dan bagaimana ketentuannya
pejabat Bea dan Cukai dapat diangkat menjadi PPNS DJBC ?
3). Jelaskan ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana kepabeanan .!
4). Jelaskan apa yang dimaksud tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke
sistem cukai.! Apakah perbuatan tersebut termasuk pelanggaran, jelaskan.!
5). Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan
Undang-undang Cukai dapat dirampas untuk negara. Jelaskan apa yang
dimaksud dengan barang-barang lain tersebut.!

M.Rangkuman
Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah Tindak Pidana Khusus yang
diatur oleh Undang-Undang yang khusus pula yaitu Undang-undang No. 17 Tahun
2006 dan Undang-undang No. 10 Tahun 1995 mengenai Kepabeanan dan Undang-
undang No. 39 Tahun 2007 dan Undang-undang No. 11 Tahun 1995 mengenai
Cukai. Maka dapat dilihat dengan jelas bahwa Tindak Pidana Kepabeanan dan
Cukai itu berdiri sendiri. Secara umum, tindak pidana penyelundupan merupakan
salah satu masalah yang bersifat global. Istilah penyelundupan tidak dipakai semata-
mata untuk kegiatan membawa barang-barang keluar masuk wilayah Indonesia
secara ilegal baik itu melalui bandar udara internasional, pelabuhan-pelabuhan laut,
maupun melalui perbatasan negara seperti di wilayah Kalimantan, Tanjung Balai
Karimun, atau Papua. Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, jika tidak ditangani
dengan sungguh-sungguh, maka tindak pidana penyelundupan ini tidak hanya
berakibat buruk di masa sekarang tetapi juga buat masa depan ekonomi bangsa
Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Cukai Barang kena Cukai yang tersangkut
tindak pidana cukai dirampas untuk Negara. Barang-barang lain yang tersangkut
tindak pidana cukai dirampas untuk Negara. Yang dimaksud barang-barang lain
disini adalah barang-barang yang berkaitan langsung dengan Barang Kena Cukai
yang tersangkut tindak pidana cukai seperti sarana pengangkut yang digunakan

Hal 70

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


untuk mengangkut Barang Kena Cukai, peralatan atau mesin-mesin yang digunakan
untuk membuat Barang Kena Cukai. Hal ini dapat berfungsi sebagai bukti atau
penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus atau
merupakan tindak pidana khusus sehingga memerlukan perlakuan khusus atau
tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut dengan tindak pidana yang
dimaksud. Ketentuan tentang penyelesaian atas barang dirampas untuk Negara
diatur lebih lanjut oleh menteri dalam hal ini adalah menteri keuangan Republik
Indonesia sebagai kepala departemen yang membawahi Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai. Yang perlu dijelaskan disini adalah yang berwenang memutuskan sanksi
pidana dalam tindak pidana cukai ini adalah pengadilan negeri.
Pidana pengganti pada dasarnya sama dengan denda pengganti yaitu sama-
sama sebagai pengganti jika pidana denda tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak
pidana yang bersangkutan. Perbedaannya pidana pengganti penggantinya berupa
pidana kurungan bukan denda. Akan tetapi dalam ketentuan Undang-undang Cukai
pidana pengganti diberlakukan jika denda pengganti tidak dapat dibayar. Dalam hal
penggantian tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan
paling lama enam bulan. Kadaluwarsa tindak pidana adalah batas lampau waktu
dimana suatu tindak pidana tidak dapat dituntut lagi. Kadaluwarasa tindak pidana
cukai berbeda dengan kadaluwarsa tindak pidana kepabeanan. Kadaluwarsa tindak
pidana pabean adalah sepuluh tahun sejak diserahkannya pemberitahuan pebean
atau sejak terjadinya tindak pidana sedang kadaluwarsa tindak pidana cukai adalah
sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana.
Hal ini sesuai dengan Undang-undang Cukai yang berbunyi tindak pidana dalam
undang-undang ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak
terjadinya tindak pidana.

Tindak Pidana Kepabeanan terdiri dari :


- Penyelundupan di bidang impor (Pasal 102);
- Penyelundupan di bidang ekspor (Pasal 102A);
- Penyelundupan yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian
Negara (Pasal 102B);
- Penyelundupan yang dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum (Pasal
102C)

Hal 71

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


- Pemalsuan pemberitahuan pabean dan pemilikan barang impor hasil
penyelundupan (Pasal 103);
- Hacking di bidang kepabeanan (Pasal 103A);
- Mengangkut barang selundupan, pemusnahan catatan, penyediaan blanko faktur
perusahaan asing (Pasal 104);
- Perusakan segel (Pasal 105);
- Pelanggaran yang dilakukan PPJK (Pasal 107);
- Pidana oleh badan hukum (Pasal 108).

Tindak Pidana Cukai terdiri dari :


 Pengelakan pungutan cukai (Pasal 50);
 Pengeluaran BKC secara ilegal (Pasal 52);
 Penggunaan buku persediaan palsu (Pasal 53);
 Perdagangan BKC ilegal (Pasal 54);
 Pemalsuan Pita Cukai (Pasal 55a);
 Perdagangan Pita Cukai palsu (Pasal 55b);
 Perdagangan Pita Cukai bekas (Pasal 55c);,
 Perdagangan BKC hasil tindak pidana cukai (Pasal 56);
 Perusakan segel atau tanda pengaman (Pasal 57);
 Penyalahgunaan Pita Cukai (Pasal 58);,
 Terhadap Badan Hukum (Pasal 61).

N.Test Formatif
Simaklah dengan baik materi yang terkandung dalam bahan ajar ini.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara spontan, artinya pada waktu Anda
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak diperkenankan melihat ke bahan
ajar dan kunci jawaban, tetapi jawablah menurut apa yang ada dalam pikiran Anda.
Pilihlah jawaban yang paling benar dan tepat, dengan cara memberikan
tanda lingkaran pada huruf a, b, c, d untuk tiap nomor pada soal dibawa ini.
(contoh:1. a b c d ).

Hal 72

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


1) Dipidana setiap orang yang menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data
ke dalam buku atau catatan, dan ....
a. mengumpulkan
b. membuat
c. merubah
d. Mengoreksi
2) Berdasarkan ketentuan kepabeanan dipidana setiap orang yang memberikan
kete-rangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk
pemenuhan ....
a. membayar pajak
b. penerimaan negara
c. kewajiban pabean
d. hutang kepada negara
3) Dipidana setiap orang yang dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang....
a. fiscal
b. pajak
c. kepabeanan
d. ekspor
4). Dipidana setiap orang yang membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean
tanpa izin ....
a. Bea dan cukai
b. Kepala kantor pabean
c. Kepala Kantor Wilayah
d. DJBC
5). Dipidana setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke
kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut ....
a. masih dalam daerah pabean Indonesia
b. belum menuju luar daerah pabean Indonesia
c. belum terjadi pelanggaran
d. di luar kemampuannya
6). Kegiatan membawa barang-barang keluar masuk wilayah Indonesia secara ilegal

Hal 73

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


baik itu melalui bandar udara internasional, pelabuhan-pelabuhan laut, maupun
melalui perbatasan negara disebut...
a. pencurian
b. penyelundupan
c. pelanggaran
d. pemalsuan
7). Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan RI.,
yang dapat menghentikan penyidikan tindak pidana kepabeanan adalah..
a. Kepala kantor
b. Kepala kantor wilayah
c. Jaksa agung
d. Aparat bea dan cukai
8). Tindak pidana di bidang kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu...
a. satu tahun
b. dua tahun
c. lima tahun
d. sepuluh tahun
9). Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil DJBC oleh....
a. Menteri Keuangan
b. Menteri Kehakiman
c. Kepala Kantor
d. Dirjen Bea dan Cukai
10)Penyidikan memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang…
a. kepabeanan
b. cukai
c. hukum acara pidana
d. hukum perdata
11).Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai adalah Tindak Pidana Khusus yang diatur
oleh Undang-Undang yang khusus pula yaitu Undang-Undang....
a. no. 17 tahun 2006 dan undang-undang no. 39 tahun 2007
b. no. 8 tahun 1981

Hal 74

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


c. no. 1 tahun 2003
d. no. 17 tahun 2005

12) Dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak; atau dokumen yang dibuat
oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak benar disebut Dokumen...
a. tidak sah
b. illegal
c. legal
d. palsu atau dipalsukan
13) Pelaksanaan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai dalam proses
penyidikan Penyidik PPNS Bea dan Cukai menggunakan ketentuan hukum acara
yang diatur dalam..
a. KUHAP
b. UU Kepabeanan
c. UU Cukai
d. UU Hukum Perdata
14) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diangkat
sebagai penyidik sekurang-kurangnya berpangkat..
a. II/A
b. II/B
c. II/C
d. III/A
15) Sebelum memangku jabatan sebagai penyidik, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
DJBC harus diambil sumpahnya oleh..
a. Menteri Keuangan
b. Menteri Kehakiman
c. Dirjen Bea dan Cukai
d. Kepala Kantor
16) Penyidik PPNS DJBC karena kewajibannya dibidang cukai berwenang meneliti,
mencari, dan mengumpulkan keterangan yang ada hubungannya dengan tindak
pidana di bidang ....

Hal 75

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


a. kepabeanan
b. cukai
c. fiskal
d. pajak

17) Penyidik PPNS DJBC karena kewajibannya dibidang Cukai berwenang


melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana di bidang ....
a. kepabeanan
b. cukai
c. fiskal
d. pajak
18) Penyidik PPNS DJBC karena kewajibannya dibidang Cukai berwenang
menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
di bidang ....
a. kepabeanan
b. cukai
c. fiskal
d. pajak
19) Penyidik PPNS DJBC karena kewajibannya dibidang Cukai berwenang meminta
keterangan dan bukti dari orang yang disangka melakukan tindak pidana di
bidang ....
a. kepabeanan
b. cukai
c. fiskal
d. pajak
20) Yang berwenang memutuskan sanksi pidana dalam tindak pidana cukai adalah.
a. pengadilan negeri
b. kepala kantor bea dan cukai
c. aparat bea dan cukai
d. menteri keuangan

Hal 76

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


O.Kunci Jawaban Tes Formatif (Kunci Jawaban Untuk Soal Pilihan Ganda Tes
Formatif )
1.c 2.c 3.d 4.b 5.d 6.b 7.c 8.d 9.b 10.c
11.a 12.d 13.a 14.b 15.a 16.b 17.b 18.b 19.b 20.a

P.Umpan balik dan tindak lanjut


Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini.
Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui
tingkat pemahaman terhadap materi.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori “Baik”), maka


disarankan mengulangi materi.

Q.Daftar Pustaka
Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);Jakarta 1981

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan


(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3612);Jakarta 1995

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);Jakarta 2006

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai


(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3613);Jakarta 1995

Hal 77

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun
1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);Jakarta 2007

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang


Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);Jakarta 1983

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 1996 tanggal 23


Agustus 1996 Tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan
Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3651); Jakarta 1996

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :


92/KMK.05/1997 tanggal tentang Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana
Dibidang Kepabeanan Dan Cukai. Jakarta 1997

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M. 01. PW. 07. 03


Tahun 1982 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Jakarta. 1982..

Republik Indonesia,Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M. 01. PW. 07 .03 Tahun 1982 Tentang Pendoman
Pelaksanaan KUHAPJakarta. 1982.

Republik Indonesia,Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M. 14. PW. 07. 03 Tahun 1983 tentang Tambahan
Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Jakarta. 1983.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M.04. PW. 07.03 Tahun 1984 Tentang Wewenang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil. Jakarta. 1983.

Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai


Nomor Kep–57/BC/1997 Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana di
Bidang Kepabeanan dan Cukai. Jakarta. 1997.

Prodjodikoro, Wiryono, Prof. Dr. SH. Asas – Asas Hukum Pidana di


Indonesia, PT Eresco, Bandung, 1989.

Kansil, C.S.T., Drs. S.H. Pengantar Hukum Indonesia Jilid II, PT. Balai
Pustaka, Jakarta, 1993.

Bahan Ajar Untuk PPNS DJBC, Pusdiklat Reserse Polri Megamendung


Angkatan I PPNS DJBC Tahun 1989 .

R.Lampiran

Hal 78

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


R.Lampiran (Formulir/blanko administrasi penyidikan)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP.4
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI …….

“UNTUK KEADILAN”

LAPORAN KEJADIAN TINDAK PIDANA


Nomor : LK- ………………………………….

………….. Pada hari ini ………………. tanggal ………….. 2000......


……………………………Saya ………………………………………………….............…
Nama : .....................................................................................................
Pangkat/Nip : ......................................................................................................
Jabatan : ......................................................................................................

telah menerima laporan/mengetahui sendiri terjadinya tindak pidana


……………………………… yang diduga dilakukan oleh : …………………............
Pada tanggal………………...………….. bertempat di ……………………………………
dengan Modus Operansi sebagai berikut : ……………...............................…………

………………Kejadian tersebut saya laporkan kepada:……………………….......


untuk penanganan lebih lanjut. ……………................................................................

. Demikian laporan terjadinya tindak pidana ini saya buat dengan sebenarnya
dengan mengingat Sumpah Jabatan ……………………………………

YANG MELAPORKAN,

Hal 79

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP.5
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ...….

“UNTUK KEADILAN”

Nomor : PDP- ………………………….. ……………… 200 ……..


Lampiran :
Perihal : Pemberitahuan Kepada
penyidikan Yth. Kepala Kejaksaan……….
di
………………………

Dipermaklumkan bahwa pada hari ………………………………


tanggal - ……….………………………………………… kami telah mulai melakukan
penyidikan atas perkara pidana …………………… yang diduga dilakukan oleh
tersangka :
Nama : …………………………………………
Tempat/tanggal lahir : …………………………………………
Jenis kelamin : …………………………………………
Alamat : …………………………………………
Agama : ………………………………………...
Pekerjaan : …………………………………………

Demikian untuk dimaklumi

KEPALA ……………………………
Selaku Penyidik,

( ………………………… )
NIP.

Tembusan :
1. Yth. Kepala Kantor …………………..
2.

Hal 80

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP.6
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ..….

“UNTUK KEADILAN”

Nomor : PDP- ……………… ……………………200 ……..


Lampiran :
Perihal : Pemberitahuan Penghentian Kepada
penyidikan Yth.Kepala Kejaksaan ………….
di
………………………

1. Sehubungan dengan surat kami No. …...….… tanggal …....…….. perihal


pemberitahuan dimulainya penyidikan tindak pidana di bidang ……………
sebagaimana dimaksud dalam pasal ………………………Undang-
undang……...........…1) atas nama tersangka…………………….2) dengan ini
diberitahukan, bahwa terhitung mulai tanggal …………… tahun 200 ……
penyidikan dihentikan oleh karena:……………………….. 3)………………………

2. Dasar : a. Surat Ketetapan No. ………tanggal …………4.)…....…tentang


penghentian penyidikan; b. Resume hasil penyidikan tanggal ……...............
(terlampir)

3. Demikian untuk menjadi maklum.

Kepala ……………………………
Selaku Penyidik,

Tembusan : ( ………………………… )
1. Yth. Kepala Kantor atasan Penyidikan 5) NIP.

Hal 81

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP.7
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ...….

SURAT KETETAPAN
NOMOR : STAF …………….

TENTANG
PENGHENTIAN PENYIDIKAN

Menimbang : Bahwa berdasarkan hasil penyidikan terhadap tersangka, saksi


dan barang-barang bukti ternyata, bahwa peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana di bidang ……… 1) yang dipersangkakan
kepada tersangka, ……………......… 2) ........, sehingga perlu
menghentikan penyidikan atas perkara tersangka tersebut.

Memperhatikan: 1. Surat No. ....……… tanggal ......…………… perihal dimulainya


penyidikan atas nama tersangka… 3) yang diduga telah
melakukan tindak pidana ……………Sebagaimana dimaksud
dalam pasal ……………… Undang-Undang ………… 4) .........
2. Berita Acara Pemeriksaan Tersangka/Saksi atas nama........…
tanggal …………………………………

Dasar : Pasal 113 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai , dan Pasal 109 ayat (2), dan (3) KUHAP

MEMUTUSKAN

Menetapkan : Menghentikan penyidikan perkara atas nama :


Nama : …………………………………………
Jenis Kelamin : …………………………………………
Tempat/Tgl. Lahir : …………………………………………
Pekerjaan : …………………………………………
Tempat tinggal : …………………………………………
Terhitung mulai tanggal ……………………..tahun …………..

DITETAPKAN DI : …………………
PADA TANGGAL : …………………

KEPALA ………………………… 5)
SEKALU PENYIDIK

( )
NIP. ………………………

Hal 82

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PANGGILAN
Nomor : SP- / /200…..

PERTIMBANGAN : Guna Kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak


pidana, perlu memanggil seseorang untuk didengar
keterangannya.

DASAR : 1.Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf b, huruf e, dan huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf b, ayat (2) huruf n Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
2. Pasal 7 ayat (1) huruf g, pasal 11, pasal 112 ayat (1) dan ayat
(2) dan pasal 113 KUHAP.
3. Laporan Kejadian Nomor : LK- / / 200.... tanggal …

MEMANGGIL
Nama : ………………………………………
Alamat : ………………………………………
Pekerjaan : ………………………………………
UNTUK: Menghadap kepada……….……… di ……………………. (bagian),
Jl. ……………… Pada hari…………..tanggal ……tahun 200 …….
Pukul ……… kamar nomor ……….. untuk didengar keterangannya
sebagai tersangka/saksi dalam perkara pidana …….……………
sebagai dimaksud dalam pasal ……………………………………...
……..………200 ……..
Kepala ………………..
Selaku Penyidik,

( ………………………… )
NIP. 0600……………….
Pada hari ini ………………………… tanggal ………………………… 200 ………….,
1 (satu) lembar Surat Panggilan ini telah diserahkan kepada yang bersangkutan.
Yang menerima, Yang menyerahkan,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …….......…

Hal 83

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ….
“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH MEMBAWA TERSANGKA / SAKSI
Nomor : SPM- / /200 …….
MENIMBANG : Untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan
tindak pidana, perlu mengambil tindakan hukum membawa
tersangka / saksi karena tidak memenuhi Surat Panggilan yang
sah untuk kedua kalinya tanpa memberi alasan yang patut dan
wajar.
DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2)
huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomor 11 Tahun
1995 tentang Cukai
2. Pasal 7 ayat (2), huruf 112 ayat (1) dan ayat (2) KUHP.
3. Surat Panggilan Nomor: SP-......../…../200……tanggal ……
DIPERINTAHKAN
KEPADA : 1. Nama : …………………………………………
Pangkat/NIP : …………………………………………
Jabatan : …………………………………………
2. Nama : …………………………………………
Pangkat/NIP : …………………………………………
Jabatan : …………………………………………
UNTUK : 1. Membawa/menghadapkan tersangka / saksi :
Nama : …………………………………………
Alamat : …………………………………………
Pekerjaan : …………………………………………
Kepada ………… di ………………………(Kantor), untuk
didengar keterangannya sebagai tersangka/saksi.
2. Setelah melaksanakan Surat Perintah ini agar melaporkan
kepada memberi perintah.
DITETAPKAN DI : ………….…………..
PADA TANGGAL : ………………..……

Yang menerima PERINTAH, DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI


Selaku Penyidik,
………………………… …………………………
NIP. 0600 ………… NIP. 0600 …………

Hal 84

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ….

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH TUGAS PENYIDIKAN
Nomor : SPTP- / /200 …….
DASAR : 1. Pasal 112 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan, Pasal 63 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Pasal 6 (Ib), Pasal 7
ayat (2)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 17.
4. Laporan Kejadian Nomor LK. …………………………
PERTIMBANGAN : 1. bahwa dengan adanya laporan terjadinya tindak pidana .....
……………… yang diduga dilakukan oleh tersangka
…………….… maka di Pandang perlu untuk mencari dari
mengumpulkan bukti guna membuat terang tidak pidana
yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
2. bahwa untuk maksud tersebut perlu dikeluarkan Surat
Perintah Tugas Penyidikan.

DIPERINT AHKAN
KEPADA: 1. Nama : …………………………………………
Pangkat/NIP : …………………………………………
Jabatan : …………………………………………

2. Nama : …………………………………………
Pangkat/NIP : …………………………………………..
Jabatan : …………………………………………..

UNTUK: 1. Melakukan tugas penyidikan terhadap perkara …………


2. Setelah melaksanakan Surat Perintah ini agar melaporkan
kepada yang memberi perintah.
DITETAPKAN DI : ……………………..
PADA TANGGAL : ……………………

KEPALA KANTOR
Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 …………

Hal 85

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ….

“ UNTUK KEADILAN”

BERITA ACARA MEMBAWA TERSANGKA/SAKSI


NOMOR : BAP- / /200..

-------------- Pada hari ini ................................tanggal......................... bulan


.................... tahun 2000 ................jam ........................ saya : ——————————
pangkat......................NIP .....................jabatan ........................berdasarkan : -----------
1 Surat Panggilan Ke I No. :…………………………tanggal ......................................
2. Surat Panggilan Ke II No.:………………....………tanggal ......................................
3. Surat Perintah Membawa No. :……....…………….tanggal .....................................
Telah membawa seorang laki-laki / perempuan : ------------------------------------------------
------------------- Nama : ………………………..........…………..…
-------------------- Tempat/tanggal lahir : ………………………..…………....……...
-------------------- Pekerjaan : ……………............................…………….
-------------------- Jenis kelamin : …………………………………..................
-------------------- Alamat : ………….................……………………..
-------------------- Kewarganegaraan : …………....................…………………...
-------------------- Agama : ……...................………………………....
Dalam perkara tindak pidana ........................................................................................
sebagaimana dimaksud dalam pasal ............................................................................
Yang bersangkutan dibawadari ..................................................................,.................
................................................ke ......................................................................... untuk
dihadapkan kepada.........................................kamar
nomor............................................... guna didengar keterangannya sebagai saksi /
tersangka .......................................................................................................................
Uraian tentang pelaksanaan membawa tersangka / saksi adalah sebagai berikut:
.......................................................................................................................................
-------------------- Demikian Berita Acara Membawa Tersangka / Saksi ini sibuat
dengan sebenarnya atas kekuatan sumpah jabatan, kemudian ditutup dan
ditandatangani di...........................................................pada tanggal ..........................
bulan ..................................... tahun 2000......................................................................
Orang Yang dibawa, .................................................Orang Yang membawa,..............

………………………….
NIP.................………….

Hal 86

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PPNS-BP
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ….

“ UNTUK KEADILAN”

BERITA ACARA PENGAMBILAN SUMPAH

------------------Pada hari ini ...........................tanggal................................. bulan


......................tahun 2000 ................jam .................................................. saya :
………………pangkat.................................... NIP ................................. jabatan
.....................selaku Penyidik pada kantor tersebut di atas, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor :.............. Tanggal ................dan Surat
Perintah Tugas Penyidikan Nomor : .................. Tanggal.................................
telah mengambil sumpah seorang Saksi/Saksi Ahli *) yang bemama : ---------
———————————— Nama: ……………………………………….
———————————— Tempat/tanggal lahir: .……………………….
———————————— Agama :……………………………………….
———————————— Kewarganegaraan: .………………………….
———————————— Pekerjaan:...………………………………….
———————————— Alamat: ..…………………………………….
sesuai dengan agama yang dianutnya, dengan disaksikan oleh:
1. Nama : ……………………………………….
Tempat / Tanggal Lahir : ……………………………....……….
Agama : ……………………………………….
Kewarganegaraan : ……………………………………….
Pekerjaan : ……………………………………….
Alamat : ……………………………………….
2. Nama : ……………………………………….
Tempat / Tanggal Lahir : ……………………………………….
Agama : ……………………………………….
Kewarganegaraan : ……………………………………….

Hal 87

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pekerjaan : ……………………………………………….
Alamat : ……………………………………………….
Sesuai dengan Pasal 116 (untuk Saksi) /Pasal 120 (untuk Saksi Ahli) *) Undang
Undang No. 8 Tahun 1981 maka untuk menguatkan keterangannya sebagai
Saksi/Saksi Ahli*) dalam perkara tindak pidana .............................................. Yang
bersangkutan telah disumpah dengan mengucapkan lafal sumpah
sesuai agama yang dianutnya sebagai berikut : ————————————————
".................................................... (Lafal sumpah disesuaikan dengan agamanya dan
kedudukannya sebagai Saksi/Saksi Ahli dapat dilihat dibuku petunjuk
penyidikan/KUHAP)” .....................................................................................................
................Selesai mengucapkan lafal sumpah, maka ia membubuhkan tanda tangan
di bawah ini beserta dua orang saksi tersebut diatas. —————————————
———————————————————————————
Yang bersumpah

…………………..
Saksi-saksi
Saksi 1: Saksi 2:

………………………………. ……………………………….

-------------- Demikian Berita Acara Pengambilan Sumpah ini dibuat dengan


sebenarnya atas kekuatan sumpah jabatan kemudian ditutup dan ditandatangani
di......................... pada tanggal...................

Yang Mengambil Sumpah

……………………………..
*) Caret yang tidak perlu
Disk: jarm-idik basumpah.doc

Hal 88

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


BAB

WEWENANG PENYIDIKAN
III
TINDAK PIDANA KEPABEANAN
DAN CUKAI

Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan ketentuan PPNS DJBC, Asas-Asas Dalam Kuhap,
Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa, Mengetahui dan Menerima Laporan
Adanya Tindak Pidana, Dimulainya Prnyidikan, Yang Dapat Menjadi
Tersangka, Penghentian Penyidikan, Penyelesaian Barang Yang
Berasal Dari Tindak Pidana, Pemanggilan, Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan, Penyitaan, Pemeriksaan Untuk BAP, Pemberkasan,
Penyerahan Berkas Tindak Pidana, Administrasi Penyidikan.

A. Pendahuluan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai atau PPNS DJBC atau biasa
dikenal sebagai PPNS Bea dan Cukai adalah Penyidik
yang dimaksud Undang-undang (UU) Nomor: 8 tahun
1981 (8/1981) tanggal: 31 Desember 1981 LN
1981/ 76; TLN NO. 3209 Tentang Hukum Acara
Pidana pada Pasal 6 yang dimaksud dengan
Penyidik adalah pejabat Polisi negara Republik
Indonesia; dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu

Hal 89

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidik mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan
pengawasan penyidik Polri, dan Penydik dalam melakukan tugasnya wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagai
Penyidik pejabat bea dan cukai, hukum acaranya berpedoman pada KUHAP, dan
delik pelanggarannya berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan, dan Undang-
Undang Cukai. Untuk itu PPNS Bea dan Cukai harus mengetahui, memahami, dan
dapat melaksanakan kewenangan yang diatur oleh Undang-undang yang
pelaksanaannya dibebankan kepada pejabat bea dan cukai.
Dalam pelaksanaan tugas sebagai penyidik pejabat bea dan cukai dikenal
dengan penyidik mandiri, artinya kewenangan penyidik bea dan cukai dilakukan
sendiri atau mandiri mulai dari dimulainya penyidikan sampai dengan pemberkasan,
dan penyerahan berkas perkara dan barang bukti serta tersangka langsung kepada
Penuntut Umum atau Jaksa sekantor dan sewilayah hukum. Untuk memenuhi
kebutuhan Diklat Teknis Subtantif Spesialisasi Penyidik Lanjutan untuk itu
disusunlah Modul Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea Dan Cukai
(Kewenangan PPNS BC) dan setelah mengetahui diskripsi singkat Modul ini
diharapkan peserta diklat atau pembaca dapat tambahan pengetahuan tentang
PPNS DJBC dan dapat melakukan penyidikan dengan optimal.

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan


peraturan perudang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada
Direktorat Jenderal, Pejabat. Bea dan Cukai untuk mengamankan hak-hak negara
berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang. Dalam
melaksanakan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata
api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Secara tegas ditetapkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai untuk
menyelesaikan pekerjaan yang termasuk wewenangnya dalam rangka
mengamankan hak-hak negara, dapat menggunakan segala upaya terhadap orang
atau barang, termasuk di dalamnya binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam
Undang-undang Kepabeanan. Jika perlu dapat digunakan berbagai upaya untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang Kepabeanan yang diduga
sebagai tindak pidana Kepabeanan guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan

Hal 90

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


penyidikan menurut Undang-undang Kepabeanan. Penggunaan senjata api sangat
dibatasi mengingat besarnya bahaya bagi keselamatan dan keamanan. Oleh karena
itu, syarat-syarat penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pejabat bea
dan cukai dalam melaksanakan pengawasan terhadap sarana pengangkut di laut
atau di sungai menggunakaan kapal patroli atau sarana lainnya. Kapal patroli
atau sarana lain yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi
dengan senjata api yang jumlah dan jenisnya ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Ketentuan ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan tugas
pengawasan agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan dan untuk
memeriksa sarana pengangkut berupa kapal, pejabat bea dan cukai perlu dilengkapi
sarana operasional berupa kapal patroli atau sarana pengawasan lainnya seperti
radio telekomunikasi atau radar.

Yang dimaksud dengan kapal patroli yaitu kapal laut dan/atau kapal udara
milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dipimpin oleh pejabat bea dan cukai
sebagai komandan patroli, yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di
daerah pabean sesuai dengan undang-undang ini. Kelengkapan kapal patroli atau
sarana lain dengan senjata api pada ayat ini dimaksudkan untuk menghadapi
bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan pejabat bea dan cukai dan kapal
patroli dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas
berdasarkan Undang- Undang ini pejabat bea dan cukai dapat meminta
bantuan Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau
instansi lainnya. Atas permintaan tersebut Kepolisian Republik Indonesia, Tentara
Nasional Indonesia,dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk memenuhinya.

Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila diminta,


berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk
melindungi pejabat bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan sebagaimana
dimaksud di atas yaitu sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan. Untuk
dipenuhinya Kewajibannya Pabean berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan,
Pejabat Bea dan Cukai berwenang menengah barang dan/atau sarana pengangkut.

Hal 91

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Ketentuan ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk
melaksanakan tugas administrasi kepabeanan berdasarkan Undang-Undang
Kepabeanan. Yang dimaksud dengan "menengah barang" adalah tindakan
administrasi untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang
impor atau ekspor sampai dipenuhinya Kewajiban Pabean. Yang dimaksud dengan
"menegah sarana pengangkut" adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan
sarana pengangkut.

1. Prasyarat Kompetensi
Sebelum mempelajari bahan ajar ini mahasiswa harus telah memiliki
kompetensi awal dan minimal kualifikasi memiliki pengetahuan dasar kepabeanan
dan cukai, pengetahuan dasar Penegakan Hukum Kepabeanan I (PHKC I),
pengetahuan dasar tentang KUHP dan KUHAP, mahasiswa diploma III tingkat II,
dan pengetahuan sebagai mahasiswa STAN spesialisasi kepabeanan dan cukai.

2. Standar Kompetensi
Setelah mempelajari materi bahan ajar wewenang penyidikan tindak pidana
kepabeanan dan cukai Untuk Penyidikan Bea dan Cukai , mahasiswa diharapkan
memahami, dan mampu melaksanakan tugas menangani tindak pidana dibidang
kepabeanan, melakukan tugas sebagai penyidik, dan penghentian penyidikan, dan
menangani tindak pidana dibidang cukai, melakukan tugas sebagai penyidik, dan
penghentian penyidikan.

3. Relevansi Bahan Ajar


Relevansi bahan ajar terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalankan
mahasiswa spesialisasi kepabeanan dan cukai bahwa materi bahan ajar ini
memberikan wawasan dan sudut pandang yang tepat bagi mahasiswa STAN
spesialisasi kepabeanan dan cukai terhadap pemahaman mengenai tindak pidana
kepabeanan dan cukai untuk penyidikan.
Materi bahan ajar ini dapat digunakan sebagai petunjuk agar mahasiswa STAN
spesialisasi kepabeanan dan cukai yang nantinya dapat menjadi PPNS Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan, ketentuan tindak

Hal 92

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pidana kepabeanan berupa tindak pidana kepabeanan di bidang impor, tindak
pidana kepabeanan di bidang ekspor, tindak pidana kepabeanan lainnya, dan
ketentuan tindak pidana cukai berupa tindak pidana cukai di bidang impor, tindak
pidana cukai di bidang ekspor, dan tindak pidana cukai lainnya.
Bahan ajar ini berisi materi untuk bab 2 topik bahasan adalah wewenang
penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai yang meliputi sub pokok
bahasan meliputi Pendahuluan, PPNS DJBC, Asas-Asas Dalam Kuhap, Hak-Hak
Tersangka Dan Terdakwa, Mengetahui Dan Menerima Laporan Adanya Tindak
Pidana, Dimulainya Prnyidikan, Yang Dapat Menjadi Tersangka, Penghentian
Penyidikan, Penyelesaian Barang Yang Berasal Dari Tindak Pidana, Pemanggilan,
Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan, Pemeriksaan Untuk BAP,
Pemberkasan, Penyerahan Berkas Tindak Pidana, Administrasi Penyidikan.

4. Petunjuk Pembelajaran
Bacalah dengan cermat dan teliti materi bahan ajar wewenang penyidikan
tindak pidana kepabeanan dan cukai. Setelah selesai membaca dan memahami
materi pembelajaran, jawablah soal latihan dan pahami rangkuman pembelajaran.
Dalam hal mahasiswa merasa jawaban soal latihan hasilnya belum mencapai enam
puluh lima persen, agar membaca dan memahami kembali bahan ajar ini utamanya
yang belum dimengerti. Dalam hal masih belum dapat dimengerti materi
pembelajaran ini tanyakan kepada pengajar, dosen, dan/atau kelompok belajar
Anda. Pada menjelang akhir pembelajaran kerjakan atau jawablah seluruh test
formatif, setelah selesai dikerjakan jawaban agar dicocokan hasil/jawaban dengan
kunci jawaban yang telah disediakan pada bahan ajar ini. Bila anda berhasil
menjawab dengan benar lebih dari enam puluh lima persen, dinyatakan cukup
berhasil, dalam hal ingin lebih baik lagi hasilnya agar mengulangi membaca kembali
bagian yang belum dipahami atau dimengerti.

B. Pengertian-Pengertian Dalam Penyidikan


Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang ketentuan PPNS DJBC,
Asas-Asas Dalam Kuhap, Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa, Mengetahui dan
Menerima Laporan Adanya Tindak Pidana, Dimulainya Prnyidikan, Yang Dapat
Menjadi Tersangka, Penghentian Penyidikan, Penyelesaian Barang Yang Berasal

Hal 93

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Dari Tindak Pidana, Pemanggilan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan,
Penyitaan, Pemeriksaan Untuk BAP, Pemberkasan, Penyerahan Berkas Tindak
Pidana, Administrasi Penyidikan.
Direktorat Bea dan Cukai merupakan salah satu bagian dari fungsi negara
yang menangani masalah keuangan negara, utamanya berkaitan dengan
pengumpulan uang negara dalam hal lalu lintas barang dari dalam dan luar negeri
yang dikenal dengan istilah ekspor dan impor. Dalam hal Kepabeanan dan Cukai,
Bea Masuk, Cukai dan pajak-pajak lainnya yang dipungut dari kegiatan impor
ataupun ekspor merupakan salah satu sumber utama dalam pemasukan devisa
negara dan tentunya sangatlah vital untuk menunjang aktivitas negara. Di lain sisi,
prosedur fasilitasi perdagangan internasional dan pelindung masyarakat sekaligus
industri dalam negeri adalah tanggung jawab sekaligus tantangan yang harus
dijawab oleh jajaran Direktorat Jendral Bea dan Cukai, terlebih lagi dalam rangka
menyongsong era globalisasi dan pasar bebas dunia..
Dengan dasar Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Undang-Undang No.17 Tahun 2006 tentang Amandemen Undang-Undang No.10
Tahun 1995 dan Undang-Undang No.11 Tahun 1995 tentang Cukai, diharapkan
Direktorat Kepabeanan dan Cukai mampu meregulasikan segala hal yang berkaitan
dengan Kepabeanan dan Cukai. Dalam implementasinya, untuk memastikan segala
peraturan dan prosedur Kepabeanan dan Cukai berjalan semestinya maka
diperlukan adanya pengawasan sebagai fungsi penegakkan hukum di bidang
Kepabeanan dan Cukai.
Penyidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengawasan dan
penegakkan hukum di bidang Kepabeanan dan Cukai, oleh karena itu dalam Modul
ini, penulis mencoba menguraikan pengertian-pengertian dalam penyidikan beserta
hubungannya dengan salah satu instrumen penegakkan hukum Kepabeanan dan
Cukai yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau
yang lebih dikenal dengan sebutan PPNS Bea dan Cukai. Hal-hal tersebut diatas
merupakan tindakan yang dikategorikan sebagai tindakan pidana di dalam bidang
Kepabeanan dan Cukai sesuai dengan batasan pengertian istilah pada petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis penyidikan di lingkungan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai sebagaimana suatu tindak pidana diartikan sebagai setiap perbuatan yang
diancam pidana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-

Hal 94

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Undang Cukai. Selanjutnya jika di temui hal –hal tersebut akan diproses secara
hukum. Salah satu langkah awal dalam proses penegakkan hukum di bidang
Kepabeanan dan Cukai tersebut adalah penyidikan.
Sebagai dasar utama pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang
Kepabeanan dan Cukai maka harus diketahui terlebih dahulu makna umum dan
tujuan awal dari penyidikan itu sendiri. Penyidikan di bidang Kepabeanan dan Cukai
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu upaya penegakkan hukum yang
bersifat pembatasan atau pengekangan hak-hak azasi seseorang dalam rangka
usaha untuk memulihkan terganggunya keseimbangan antara kepentingan individu
dan kepentingan umum guna mengamankan hak-hak negara, yang dalam
implementasinya merupakan salah satu tahap dari pola penegakkan hukum pidana
yang harus dilaksanakan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyidikan merupakan hal
yang sangat mendasar dalam proses penegakkan hukum di bidang Kepabeanan dan
Cukai. Istilah terganggunya keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan umum dalam hal ini berarti dalam kondisi ketika seseorang (barang
siapa) yang karena kelalaiannya / kesengajaannya melakukan hal-hal yang dapat
merugikan kepentingan umum atas dasar kepentingan individunya secara tidak
bertanggung jawab. Suatu pola perlindungan dan pengamanan atas hak-hak negara
dan menjamin keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara
merupakan suatu bentuk dasar justifikasi yang kuat dalam melakukan pengekangan
dan pembatasan hak azasi pelaku tindak pidana. Betapa tingginya nilai hak azasi
individu yang harus dijunjung dan dijamin oleh negara akan gugur ketika kepentingan
umum dan negara dirugikan karenanya.
Meskipun demikian, negara terlihat masih merasa perlu untuk menjamin hak-
hak asazi dalam suatu proses penyidikan, dengan adanya azas-azas yang harus
diperhatikan dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak azasi manusia
yang meberikan perlindungan kepada tersangka pelaku tindak pidana Kepabeanan
dan Cukai, yakni:
 Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence)
azas ini mengharapkan bahwa, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak

Hal 95

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
 Persamaan Di Muka Hukum (equality before the law)
azas ini menjamin perlakuan yang sama atas diri setiap individu di muka hukum
dengan tidak mengadakan perbedaan atau mengabaikan segala bentuk
perbedaan.
 Hak Pemberian Bantuan/ Penasihat Hukum ( legal aid assisstance)
Azas ini mengutamakan pada pemberian kesempatan kepada tersangka tindak
pidana untuk memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melakukan pelaksanaan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan
penangkapan dan atau penahanan.
Dalam pelaksanaannya, sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka
wajib diberitahu kan tentang apa yang disangkakan padanya dan haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum atau dalam perkaranya itu wajib didampingi
penasihat hukum.
 Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam
seluruh tingkat proses peradilan. Hal tersebut utamanya untuk mempermudah
proses peradilan suatu tindak pidana dan menjamin adanya kepastian hukum.
 Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-
Undang. Hal ini dilakukan untuk memastikan keseragaman segala bentuk proses
peradilan yang berlangsung, termasuk proses penyidikan di dalamnya.
 Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan Undang-Undang dan atau karena kekeliruan mengenai
orangnya suatu hukum yang diterapkannya, wajib diberi ganti kerugian dan
rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang
dengan sengaja atau kelalaiannya menyebabkan azas hukum tersebut dilanggar
dapat dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari kesalahan dalam
proses peradilan tindak pidana.

Hal 96

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Penyidik mempunyai wewenang melaksanakan tugas masing-masing pada
umumnya di Indonesia, khususnya di wilayah kerja masing-masing diangkat
sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa negara mencoba untuk bertindak
sebagai sebuah institusi yang selalu bisa memfasilitasi setiap hak dari komunitas
masyarakat. Di satu sisi negara merasa perlu untuk memberikan tindakan tegas
(dalam hal ini atas tindakan pidana yang telah dilakukan) kepada pelaku dengan
tujuan untuk memberikan efek jera (shock therapy) sehingga pelaku akan berpikir
untuk tidak mengulangi tindakannya tersebut (deter effect). Namun demikian, di lain
sisi pemerintah dituntut untuk bertanggung jawab atas jaminan perlindungan atas
hak-hak azasi masyarakatnya, termasuk dalam proses penyidikan sebagai bagian
dalam proses penegakkan hukum dan peradilan di Indonesia umumnya dan di
bidang Kepabeanan dan Cukai khususnya.

C. PPNS DJBC
Ruang lingkup kewenangan PPNS DJBC dimaksud adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan penyidikan secara umum, maupun segala bagian dari prosedur
penyidikan tindak pidana dalam bidang Kepabeanan dan Cukai. Tujuan dari adanya
batasan atau ruang lingkup ini agar dasar hukum menjadi jelas, kewenangan PPNS
DJBC ini untuk pemungutan keuangan negara (kepentingan fiskal), perlindungan
kepentingan rakyat, negara, pemerintah atas barang yang dapat membahayakan
dan/atau merugikan kepentingan rakyat dan negara kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan terhadap barang ini adalah barang impor, ekspor dan pengawasan
pengangkutan barang antar pulau barang yang berasal dari sumber alam hayati
memberikan pengertian yang berbeda yang dapat mengakibatkan kesalahan pada.
Dalam bidang Kepabeanan dan Cukai, kriteria tindak pidana dan hal-hal yang
berkaitan dengan ketentuan pidana Kepabeanan diatur dalam Undang-Undang
Kepabeanan, Pasal 102 sampai dengan Pasal 111 (penyelundupan, pemalsuan
dokumen, pengeluaran barang yang merugikan keuangan negara, pembuatan data
palsu, pemilikan barang hasil penyelundupan, pengangkut barang hasil
penyelundupan, pengubahan data dari pembukuan, penghilangan data/ dokumen

Hal 97

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Kepabeanan, penyediaan blanko/ faktur perusahaan asing, pembongkaran barang di
luar tempat yang ditentukan, perusakan segel, tidak melaksanakan ketentuan audit,
dll) dan tentang Penyidikan Pasal 112 sampai dengan Pasal 113 Undang-Undang
Kepabeanan.

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea


dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan. Penyidik karena
kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Pasal 112 berwenang :
 menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
di bidang Kepabeanan;
 memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
 meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak pidana di
bidang Kepabeanan;
 melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan;
 meminta keterangan dan bukti dari orang yang sangka melakukan tindak pidana
di bidang Kepabeanan;
 memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang,
sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
pidana di bidang Kepabeanan;
 memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini
dan pembukuan lainnya yang terkait;
 mengambil sidik jari orang;
 menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;
 menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang
terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang
Kepabeanan;
 menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat
dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang
Kepabeanan;

Hal 98

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan
sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan;
 mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang Kepabeanan;
 menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang
Kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
 menghentikan penyidikan;
 melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang Kepabeanan menurut hukum yang bertanggung jawab.
Penyidikan memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan
Undang-Undang Kepabeanan Pasal 113 berwenang Untuk kepentingan penerimaan
negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan
tindak pidana di Bidang Kepabeanan. Penghentian penyidikan tindak pidana di
bidang Kepabeanan hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi Bea
Masuk yang tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
denda empat kali jumlah Bea Masuk yang tidak atau kurang dibayar.
Penyidik, Penyidikan dan Sebab Penghentian Penyidikan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1996 tanggal 23 Agustus 1996
tentang Penyidikan Tindak pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai memuat tata
cara Penyidikan khususnya tindak pidana di bidang Kepabeanan yaitu:
 Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai dilakukan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 Dalam situasi tertentu penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan
dan Cukai dapat dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diangkat oleh
Menteri Kehakiman atas usul Menteri Keuangan.
 Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
oleh Menteri Kehakiman dilakukan setelah mendengar pertimbangan Jaksa
Agung dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hal 99

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Pejabat Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dapat
diangkat sebagai penyidik sekurang – kurangnya berpangkat Pengatur Muda
Tingkat (II/b) atau yang disamakan dengan itu.
 Sebelum memangku jabatan sebagai penyidik, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diambil sumpahnya oleh Direktur Jenderal
Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk.
 Barangsiapa selain Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang mengetahui atau menerima laporan tentang adanya tindak pidana di
Bidang Kepabeanan dan Cukai, wajib melaporkan kepada Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 Barangsiapa yang mengetahui adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan dan
Cukai dalam situasi tertentu wajib melaporkan kepada Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
 Penyidikan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat perintah
penyidikan dari atasan penyidik.
 Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan
kepada Penuntut Umum.
 Tembusan pemberitahuan dimulainya penyidikan dan tembusan hasil penyidikan
disampaikan kepada kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 Untuk kepentingan penerimaan negara, Jaksa Agung dapat menghentikan
penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai atas permintaan
Menteri Keuangan.
 Tata cara penghentian penyidikan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan
bersama Jaksa Agung.
 Penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung diberitahukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Penuntut Umumdan
tembusannya disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
 Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai diberi wewenang sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai.

Hal 100

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah tindak pidana fiskal.
 Untuk menghadapi perkembangan dalam tindak pidana fiskal yang makin
meningkat dari segi kuantitas maupun kualitasnya, diperlukan profesionalisme
dalam penyidikan tindak pidana di bidang fiskal. Hal ini hanya dapat diwujudkan
apabila dilaksanakan oleh pejabat yang secara khusus diberikan tugas untuk
melakukan penyidikan. Guna mencapai efektifitas dan efisiensi dalam
pelaksanaan penyidikan tindak pidana tersebut, penyidikannya dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai aparat yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan Undang – Undang nomor 10 tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1995 tantang Cukai.
 Yang dimaksud dengan “dalam situasi tertentu” adalah keadaan yang tidak
memungkinkan dilakukannya penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena hambatan geografis, keterbatasan
sarana atau tertangkap tangan oleh pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
untuk barang – barang yang dikeluarkan di luar Kawasan Pabean. Menurut
uraian diatas bahwa penghentian penyidikan dilakukan karena (3) tiga sebab
utama yaitu tidak terdapat cukup bukti untuk melakukan penyidikan; atau perkara
yang disidik ternyata bukan merupakan tindak pidana; atau demi hukum.
Untuk menjadikan sebuah perkara pidana dapat diajukan ke Kejaksaan untuk
bisa diproses di Pengadilan paling tidak dibutuhkan minimal 2 buah barang bukti dan
paling baik adalah 3 barang bukti, namun apabila barang bukti yang diajukan untuk
sebuah kasus tindak pidana kurang, maka penghentian penyidikan harus dilakukan.
Dalam hal diketemukan bukti – bukti baru, penyidikan dapat kembali dilakukan.
Sebuah perkara pidana Kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan adakalanya
harus dihentikan karena perkara yang disidik bukan merupakan perkara pidana,
misal merupakan perkara perdata dan menurut ketentuan Penyidik tidak boleh atau
jangan menangani kasus yang bersifat perdata. Penghentian penyidikan demi hukum
dapat dilakukan bisa karena agar tidak kehilangan potensi keuangan negara atau
hakl yang lain, namun penghentian ini harus diperintahkan oleh Jaksa Agung atas
permintaan Menteri Keuangan, tidak begitu saja dilakukan. Setiap proses
penghentian penyidikan harus dilaporkan ke Kejaksaan atau Penuntut Umum.
Seringkali penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil gagal
disebabkan kurangnya bukti yang mendukung sehingga sebuah perkara dapat

Hal 101

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


diajukan ke meja hijau, namun setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang
terutama yang berkaitan dengan tindak pidana ini harus segera diselesaikan agar
bisa menunjukkan eksistensi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tindak pidana dan hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan pidana Cukai
diatur dalam Undang-Undang Cukai Pasal 50 sampai dengan Pasal 62 tidak
memiliki izin atas perusahaan, importir, tempat penyimpanan BKC, tidak melakukan
pencatatan atas BKC sesuai aturan yang menimbulkan kerugian negara, pemalsuan
buku-buku dan segala dokumen Cukai yang diwajibkan, menawarkan, menjual BKC
tidak dikemas, segala tindakan membuat, meniru dan memalsukan pita Cukai,
membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan,
menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita Cukai palsu dan atau bekas (sudah
dipakai) dan membuat dengan melawan hukum, menyimpan, menimbun, memiliki,
menjual, menukar BKC hasil tindak pidana, merusak segel, menerima dan atau/
menawarkan pita Cukai dari/ kepada yang tidak berhak)

D. Asas-asas dalam KUHAP


Para penegak hukum dalam menangani suatu perbuatan pelanggaran hukum
pidana atau peristiwa hukum pidana menganut asas-asas,: antara lain sebagai
berikut:
 Asas Legalitas.
 Asas Keseimbangan.
 Asas Praduga tak bersalah.
 Asas Pembatasan Penahanan.
 Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi.
 Asas Unifikasi.
 Asas Diferensiasi Fungsional.
 Asas Saling Koordinasi.
 Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.
 Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum.
 Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi

Hal 102

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


1.Asas Legalitas.
Pelaksanaan penerapan KUHAP seharusnya bersumber pada the rule of law,
artinya semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan pada Ketentuan
hukum dan undang-undang yang berlaku, menempatkan kepentingan hukum dan
undang–undang diatas segala-galanya. Bertentangan dengan asas legalitas,
KUHAP-pun menganut asas “oportunitas” yaitu suatu asas yang mengenyampingkan
atau “mendeponir” perkara dengan tidak mengajukan kepengadilan meskipun bukti-
bukti telah memenuhi syarat-syarat hokum. Pasal 8 Undang-Undang Pokok
Kejaksaan Nomor 15/ 1961, sekarang diatur dalam pasal 32 huruf c Undang-Undang
Kejaksaan RI. No. 5 tahun 1991 memberi wewenang kepada Kejaksaan Agung
untuk mendeponir/ mengenyampingkan suatu perkara berdasarkan alasan “Demi
Kepentingan Umum” selain itu kewenangan untuk mendeponir dipertegas lagi oleh
Buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP dan KUHAP mengakui eksistensi perwujudan
asas oportunitas tersebut.Disisi lain berdasarkan pasal 140 ayat (2) huruf a KU-HAP,
dihubungkan dengan pasal 14, menentukan semua perkara yang memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh hukum, penuntut umum harus menuntutnya dimuka
pengadilan, kecuali terdapat cukup bukti bahwa peristiwa tersebut ternyata bukan
merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum. Sedangkan pasal 14
huruf h hanya memberi wewenang kepada penuntut umum untuk menutup suatu
perkara berdasarkan “demi kepentingan hukum” dan bukan “demi kepentingan
umum”. Kedua ketentuan hukum tersebut diatas merupakan ketentuan yang saling
bertentangan, disatu pihak Kejaksaan Agung diberi wewenang untuk
mengenyampingkan/mendeponir suatu perkara demi kepentingan Umum suatu asas
“oportunitas”, sedangkan dipihak lain penuntut umum diberi wewenang untuk
mendeponir/mengenyampingkan suatu perkara “demi kepentingan hukum” (asas
legalitas

2. Asas Keseimbangan.
Asas Keseimbangan dijumpai dalam kosideran huruf c yang menyatakan
dengan tegas bahwa dalam setiap penegakan hukum harus berlandaskan prinsip
keseimbangan yang serasi antara dua kepentingan, yakni perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia (HAM), dengan; dan perlindungan terhadap
kepentingan dan ketertiban masyarakat. Sebelum KUHAP berlaku, aparat penegak

Hal 103

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


hukum berorientasi pada kekuasaan semata yakni sebagai “alat kekuasaan” atau
“instrument of power”. Penegak hukum mempunyai wewenang yang tidak terbatas
dan sama sekali tidak mengindahkan harkat dan martabat manusia (HAM).
Penahanan yang tidak ada batasnya dan dapat melampaui masa hukuman yang
sedianya dijatuhkan, penyiksaan untuk memaksakan pengakuan tersangka maupun
saksi merupakan pemandangan yang sudah sangat biasa pada waktu itu
Perlindungan harkat dan martabat tersangka sebagai manusia sangat terabaikan
syarat dengan tekanan-tekanan pisik maupun mental. Setelah kehadiran KUHAP,
maka harkat dan martabat tersangka sebagai manusia mulai memperoleh perhatian
dan perlindungan, aparat penegak hukum tidak dapat sewenang-wenang melakukan
penangkapan dan penahanan atas seseorang yang diduga melakukan
perbuatan/tindak pidana. Pasal 17 KUHAP memaksa penyidik jika akan melakukan
penangkapan orang yang diduga telah melakukan perbuatan/tindak pidana, maka
terlebih dahulu harus ada “bukti permulaan yang cukup” bukan berdasarkan suka
atau tidak suka “like or dislike”.
Penjelasan pasal tersebut menegaskan bahwa perintah penangkapan tidak
dapat dilakukan dengan sewenang-wenang tetapi ditujukan kepada mereka yang
benar-benar melakukan tindak pidana. Penegasan ini merupakan peringatan bagi
penyidik, sebelum mengeluarkan perintah atau melakukan penangkapan harus
terlebih dahulu mengumpulkan bukti-bukti yang benar-benar dapat mendukung
kesalahan perbuatan yang dilakukan oleh calon tersangka melalui penyelidikan.
Demikian dengan tersangka/terdakwa juga diberi hak dan sekaligus merupakan
kewajiban penyidik setelah melakukan penangkapan, apabila pejabat penegak
hukum melakukan penahanan kepada tersangka/terdakwa, sejak semula orang yang
ditahan dan keluarganya. wajib diberitahu alasan penahanan dan sangkaan atau
dakwaan yang dipersalahkan kepadanya;. keluarga yang ditahan harus segera
diberitahukan tentang penahanan serta tempat dimana ia ditahan; dan
tersangka/terdakwa maupun keluarganya diberitahu dengan pasti berapa lama ia
ditahan di masing–masing tingkat pemeriksaan.
Dengan berlakunya KUHAP sudah seharusnya system penyelidikan dan
penyidikan menggunakan metode ilmiah atau “scientific crime detection” yang
juga dapat diartikan sebagai “teknik dan taktis penyidikan kejahatan”. Meskipun
KUHAP telah melindungi harkat dan martabat manusia (HAM), tetapi di dalam

Hal 104

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


prakteknya masih saja banyak terdapat penyidik yang masih menggunakan metode
sebelum diberlakukan KUHAP yaitu metode memaksa pengakuan tersangka yang
dituangkan dalam berita acara pemeriksaannya (BAP). Faktor-faktor yang masih
mendorong adanya penganiayaan, pemerasan pada tersangka dengan
mengabaikan per-lindungan pada harkat dan martabat tersangka sebagai manusia
(HAM), karena masih dipakainya pengakuan tersangka sebagai salah satu alat bukti.

3. Asas Praduga Tak Bersalah.


Salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas praduga
tak bersalah atau “presumtion of inno- cent” terdapat dalam penjelasan umum butir 3
huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 8 Undang-
undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970 Asas praduga tak
bersalah mengandung arti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau diperiksa di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
memperoleh putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah
ialah bahwa seorang tersangka atau terdakwa tidak dapat dibebani kewajiban
pembuktian, karena itu penyidik atau penuntut umumlah yang dibebani kewajiban
untuk membuktikan kesalahan terdakwa.. Asas praduga tak bersalah jika ditinjau dari
segi teknik penyidikan dinamakan “prinsip akusatur” atau “accusatory procedure
(accusatorial system)`. Prinsip ini menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa
dalam setiap tingkat pemeriksaan yakni : *) Tersangka/terdakwa diperlakukan
sebagai subyek pemeriksaan, karena itu harus didudukkan dan diperlakukan dalam
kedudukan sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat serta harga diri.
*) Obyek pemeriksaan adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh
tersangka/terdakwa. Asas praduga tak bersalah, merupakan pedoman aparat
penegak hukum untuk menggunakan prinsip akusatur dalam setiap tingkat
pemeriksaan dengan membuang jauh-jauh cara-cara pemeriksaan yang “inkusitur”
atau “inquisitorrial system” yang menempatkan tersangka/terdakwa dalam setiap
pemeriksaan sebagai obyek, sehingga dapat diperlakukan dengan semena-mena
dengan mengabaikan harkat dan martabat tersangka/terdakwa sebagai manusia

Hal 105

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


4. Asas Pembatasan Penahanan.
Dalam hal penahanan terdapat perbedaan antara KU-HAP dengan HIR.
Dalam HIR banyak penahanan menimbulkan kejadian-kejadian yang sangat
mengerikan, karena HIR tidak memberi batasan maksimum masa penahanan
tersangka/terdakwa pada setiap pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. Setiap
habis perpanjangan masa penahanan dapat dimintakan lagi perpanjangan
penahanan terus menerus tanpa berkesudahan, sehingga masa penahanannya tidak
menentu kapan berakhirnya. Ketertiban administrasi perpanjangan penahanan tidak
diberkas dengan baik dan teliti, sehingga banyak menimbulkan ketidak pastian status
penahanan oleh siapa. Dalam KUHAP, setiap tindakan penahanan terperinci batas
waktu dan statusnya dengan seksama, sehingga dapat diketahui siapa yang
melakukan penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka/terdakwa.

5. Asas ganti rugi dan rehabilitasi .


Setelah dikeluarkannya peraturan pelaksanaan Pasal 9 Undang-undang
Pokok Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970, seperti yang diatur dalam Bab XII KUHAP,
Pasal 95-97 sudah ada pedoman tata cara penuntutan ganti rugi dan rehabili-tasi,
maka penuntut ganti rugi dan rehabilitasi sudah tidak ada kendala seperti belum
dikeluarkannya peraturan pelaksanaan UU Nomor 14/1970. dan alasan-alasan yang
dapat dijadikan dasar tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi, sebagai berikut

6. Ganti rugi akibat penangkapan/penahanan.


Mengenai ganti rugi yang disebabkan oleh penangkapan atau penahanan
dapat diajukan apabila terjadi penangkapan atau penahanan secara melawan
hokum, penangkapan atau penahanan tidak berdasarkan undang – undang,
penangkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan kepentingan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan menurut hokum dan penangkapan atau penahanan salah
orangnya (disqualification in person).

7. Ganti rugi akibat penggeledahan/penyitaan.


Tindakan memasuki rumah tidak sah menurut hukum karena tidak ada surat
perintah dan surat ijin dari ketua pengadilan. Dengan Praperadilan apabila

Hal 106

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


perkaranya belum diajukan atau tidak dimajukan kepengadilan, dan ke pengadilan
jika perkaranya telah disidangkan. Berdasarkan peraturan pelaksanaan yang
dikeluarkan pada tanggal 1 Agustus 1983 pada Bab IV PP No. 27/1983 ditegaskan,
ganti rugi dibebankan kepada Negara c.q. Departemen Keuangan dan untuk itu
Menteri Keuangan pada tanggal 31 Desember 1983 telah mengeluarkan Keputusan
Menteri Keuangan No. 983/LMK. O1/1983.

8. Asas unifikasi.
Asas unifikasi hukum yang dianut KUHAP ditegaskan dalam konsideran huruf
b Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV
(MPR/1978) : bahwa demi pembangunan dibidang hukum perlu mengadakan usaha
peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional dengan mengadakan
pembaharuan kodifikasi, serta., dan unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan
secara nyata wawasan nusantara.
Unifikasi hukum acara pidana, merupakan suatu usaha untuk mengikis pengkotak-
kotakan kelompok masyarakat warisan politik kolonial Belanda yang
mengelompokkan hu-kum berdasarkan daerah, golongan, keturunan, dan membe-
dakan acara pidana yang berlaku untuk Jawa-Madura dengan daerah Indonesia
lainnya, dan diskriminasi hukum acara pidana yang berlaku antara Bumi Putra
dengan keturunan Eropa.

9. Asas Diferensiasi Fungsional.


Deferensiasi fungsional adalah penegasan pembagian tugas dan wewenang
antara jajaran aparat penegak hukum acara pidana secara instansional. Pembagian
tugas dan wewenang diatur sedemikian rupa sehingga tetap terbina saling korelasi
dan koordinasi dalam proses penegakaan hukum yang saling berkaitan dan
berkesinambungan antara satu instansi dengan instansi lainnya, sampai ke tingkat
proses pelaksanaan eksekusi. Tujuan utama deferensiasi fungsional secara
instansional adalah untuk menghilangkan “tumpang tindih” (overlapping) proses
penyidikan antara kepolisian dan kejaksaan, untuk menjamin “kepastian hukum”,
setiap orang tahu dengan pasti instansi mana yang menangani perkaranya, untuk
“menyederhanakan” dan “mempercepat” proses penyelesaian perkara, dalam

Hal 107

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


menunjang peradilan cepat, tepat dan biaya ringan, dan untuk memudahkan
pengawasan pihak atasan pada bawahan secara struktural.

10. Asas Saling Koordinasi.


Meskipun KUHAP menggariskan pembagian tugas dan wewenang secara
instansional, dalam KUHAP juga dijalin hubungan antar instansi penegak hukum
dalam suatu hubungan kerjasama yang diarahkan untuk terbinanya suatu sistem
saling mengawasi (system ceking) antara sesama mereka. Hubungan koordinasi
fungsional antara aparat penegak hukum, antara lain Hubungan penyidik polri
dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu, pejabat penyidik pegawai negeri sipil
tertentu dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan
penyidik polri. (Pasal 7 ayat (2)., Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan
bantuan penyidikan yang diperlukan. (Pasal 107 ayat (1), Penyidik pegawai negeri
sipil tertentu, melaporkan adanya tindak pidana yang sedang disidik kepada penyidik
polri. (Pasal 107 ayat (2), Penyidik pegawai negeri sipil tertentu menyerahkan hasil
penyidikan yang telah selesai kepada penuntut umum melalui penyidik polri. (Pasal
107 ayat (3), Dalam hal penyidik pegawai negeri tertentu menghentikan penyidikan,
segera memberitahukan kepada penyidik polri dan penuntut umum. (Pasal 109 ayat
(3) ). Hubungan penyidik dengan penuntut umum, penyidik diwajibkan untuk
memberitahu dimulai penyidikan kepada penuntut umum. (Pasal 109 ayat (1) ).,
Penghentian penyidikan oleh penyidik wajib diberitahukan kepada penuntut umum.
(Pasal 109 ayat (2)).
Dalam hal penghentian penyidikan, penuntut umum dapat berpendapat lain,
dan jika penghentian penyidikan tersebut dianggap tidak sah, maka penuntut umum
dapat mengajukan tidak sahnya penghentian penyidikan kepengadilan dengan
Praperadilan. (Pasal 77 huruf a jo. Pasal 78). Penyidik menyerahkan hasil
pemeriksaan tersangka ke penuntut umum dalam rangka pra penuntutan yang akan
dilakukan oleh penuntut umum untuk pengajuan perkaranya ke pengadilan, karena
itu penuntut umum dapat melakukan hal-hal sebagai berikut, mengembalikan berkas
hasil pemeriksaan ke penyidik jika hasil pemeriksaan tersebut dianggap kurang
lengkap dengan disertai petunjuk untuk dilengkapi dan penyidik berkewajiban segera
melakukan penyidikan tambahan untuk dilengkapi sesuai dengan petunjuk penuntut

Hal 108

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


umum, jika waktu 14 hari berakhir dan penuntut umum tidak mengembalikan
berkasnya ke penyidik, maka berkas acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh
penyidik dianggap telah lengkap untuk diajukan ke pengadilan, dengan adanya
pemberitahuan hasil penyidikan atau berita acara pemeriksaan (BAP) nya telah
lengkap meskipun belum berakhir batas waktunya atau telah terlewati batas akhir 14
hari, maka sejak saat itu tanggung jawab penyidik beralih ke penuntut umum. (Pasal
110)., penyidik dapat memohon kepada penuntut umum untuk memperpanjang masa
penahanan, dan penuntut umum dapat memberi perpanjangan tahanan penyidik
atas tersangka maksimum 40 hari. (Pasal 24 ayat (2), penyidik diberi turunan surat
pelimpahan perkara dan surat dakwaan oleh penuntut umum. (Pasal 143), dalam
acara pemeriksaan cepat, penyidik atas kuasa penuntut umum melimpahkan berkas
perkara dengan menghadapkan terdakwa, saksi, dan barang bukti ke pengadilan.
(Pasal 207).
Hubungan penyidik dengan hakim/pengadilan, ketua pengadilan negeri
memberi perpanjangan pena- hanan yang dimohon penyidik dengan surat
penetapan berdasarkan ketentuan yang diatur Pasal 29, Ketua pengadilan negeri
dapat menolak atau memberi surat ijin kepada penyidik untukmelakukan,
penggeledahan rumah, penyitaan, atau surat ijin khusus pemeriksaan surat.(Pasal
33, 38, 43, dan 47)., Ketua pengadilan negeri memberi atau menolak permohonan
penyidik untuk pelaksanaan penggeledahan rumah atau penyitaan yang dilakukan
oleh penyidik dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, Penyidik
memberikan kepada panitera bukti bahwa surat amar putusan dalam pelanggaran
lalu lintas telah disampaikan kepada terpidana, (Pasal 214 ayat (8), Panitera
menyampaikan kepada penyidik atas perlawanan dari terdakwa dalam perkara lalu
lintas., Hubungan tersangka, terdakwa, penasihat hukum dan aparat hokum, pada
setiap tingkat dan waktu pemeriksaan tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan
penasihat hukum. (Pasal 54). Tembusan surat perintah penangkapan/penahanan,
penahanan lanjutan harus diberikan pada keluarganya. (Pasal 18 ayat (3) dan Pasal
20 ayat (3), Keberatan atas penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dan memintakan lewat
praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian yang dilakukan oleh
penyidik. (Pasal 30). Tersangka atau keluarganya dan penasihat hukumnya berhak
mengajukan tuntutan praperadilan tentang sah dan tidaknya penangkapan,

Hal 109

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. (Pasal 77 dan
Pasal 80). Tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi atas kesalahan penangkapan,
penahanan atau akibat adanya penghentian penyidikan atau penuntutan yang
diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan ditujukan pada ketua
pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. (Pasal 81).

11.Asas Peradilan Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan.


Ketentuan-ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan, antara lain Asas Peradilan Cepat, Tersangka
atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan dari penyidik. Tersangka atau
terdakwa berhak segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik. Tersangka
atau terdakwa berhak perkaranya segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut
umum. Tersangka atau terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan. Pelimpahan
berkas perkara banding oleh pengadilan negeri ke pengadilan tinggi sudah dikirim 14
hari dari tanggal permohonan banding. (Pasal 326). 7 (tujuh) hari setelah perkaranya
diputus pada tingkat banding, pengadilan tinggi harus mengembalikan berkas ke
pengadilan negeri. (Pasal 234 ayat (1). 14 (empat belas) hari dari tanggal
permohonan kasasi pengadilan negeri harus sudah mengirimkan berkas perkara ke
Mahkamah Agung untuk diperiksa dalam tingkat kasasi. (Pasal 248). 7 (tujuh) hari
setelah putusan kasasi, Mahkamah Agung harus sudah mengembalikan hasil
putusannya ke pengadilan negeri. (Pasal 257).
Asas Sederhana Dan Biaya Ringan, Penggabungan pemeriksaan perkara
pidana dengan tuntutan ganti rugi secara perdata oleh korban atas kerugiannya
kepada terdakwa., Pembatasan masa penahanan dengan hak tuntutan ganti rugi.,
Banding tidak dapat diminta dalam perkara dengan acara cepat, dan Meletakkan
asas deferensiaasi fungsional agar perkara yang ditangani oleh aparat penegak
hukum tidak terjadi tumpang tindih (overlapping).
Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan, Empat putusan dibawah ini tidak
dapat dimintakan banding, dan ketentuan ini sangat menguntungkan terdakwa
sekaligus merupakan acara yang sederhana, cepat dan biaya ringan. (Pasal 67).
Yakni Putusan bebas (vrijspraak), Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum
(onslag van rechtsvervolging). Kurang tepatnya penerapan hukum, dan Putusan
pengadilan dalam acara cepat.

Hal 110

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


12. Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum.
Kecuali pemeriksaan terdakwa yang menyangkut kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak, pemeriksaan sidang dipengadilan terbuka untuk umum.
(Pasal 153 ayat 3. Meskipun pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan terbuka
untuk umum, tetapi yang dapat melihat dan mendengarkan atau menyaksikan sidang
harus berumur 17 tahun keatas. (Pasal 153 ayat (5). Apabila hakim pengadilan
dalam memeriksa terdakwa melanggar ketentuan terbuka untuk umum kecuali
perkara kesusilaan atau terdakwanya masih anak-anak, maka putusan hakim
pengadilan tersebut batal demi hukum. (Pasal 153 ayat (4). Demikian juga jika
pemeriksaan terdakwa dalam perkara susila atau terdakwanya masih anak-anak
dilaku-kan dalam pemeriksaan terbuka untuk umum. maka putusan hakim
pengadilan negeri tersebut batal demi hukum. (Pasal 153 ayat (4). meskipun
pemeriksaan dalam perkara susila atau terdakwanya masih anak-anak dilakukan
tertutup untuk umum, tetapi dalam putusan hakim pengadilan harus dibacakan
secara terbuka untuk umum.

13.Penggabungan Perkara :
Dalam KUHAP diatur dua perkara yang digabungkan menjadi satu, yaitu
Perkara pidana dengan perkara perdata, dan Perkara pidana sipil dengan pidana
militer (koneksitas). Penggabungan Perkara Pidana Dengan Perdata, Korban tindak
pidana dapat menggugat ganti rugi seperti gugatan ganti rugi dalam perkara perdata,
bersama-sama dengan pemeriksaan perkara pidana yang sedang berlangsung,
sebelum memasuki taraf penuntut umum memajukan tuntutan (rekuisitur). Gugatan
ganti rugi perdata yang digabung dengan per-kara pidana, maka yang perlu
diperhatikan, ialah tuntutan ganti rugi terbatas pada “kerugian yang dialami korban”
sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa/tergugat,
tuntutan ganti rugi terbatas sebesar yang diderita oleh sikorban/penggugat, tuntutan
ganti rugi terbatas pada pelaku tindak pidana/tergugat.
Penggabungan Perkara Pidana Sipil Dengan Pidana Militer (Koneksitas),
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer (Koneksitas), diperiksa
dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut

Hal 111

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


keputusan Menteri Pertahanan dan keamanan dengan persetujuan Menteri
Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.

E. Hak-Hak Tersangka Dan Terdakwa


Dalam KUHAP dibedakan mengenai istilah “Tersangka” dan “Terdakwa”.
Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada ketentuan Bab I tentang Ketentuan
Umum Pasal 1 angka 14 dan 15 KUHAP yang menentukan bahwa Tersangka adalah
seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 14 KUHAP). Terdakwa
adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
(Pasal 1 angka 15 KUHAP). Dari ketentuan tersebut dapatlah diuraikan bahwa
apabila seseorang diduga melakukan suatu tindak pidana kemudian dilakukan
penyelidikan oleh pihak Kepolisian dan selanjutnya berkas perkara (BAP) diserahkan
kepada Jaksa Penuntut Umum maka status orang tersebut masih sebagai
“tersangka”, sedangkan apabila perkara itu telah dilimpahkan ke Pengadilan untuk
diperiksa, dituntut dan diadili maka berubahlah status “tersangka” itu menjadi
“terdakwa”. Apabila diperbandingkan penyebutan istilah “tersangka” atau “terdakwa”
ini, maka dalam ketentuan Wetboek van Strafvordering Belanda (Ned. Sv.) kedua
istilah tersebut tidak dibedakan, akan tetapi hanya disebut dalam satu istilah saja
yaitu “verdachte”. Pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) Ned. Sv. Istilah “tersangka”
ditafsirkan secara lebih luas dan lugas yaitu dipandang sebagai orang karena fakta-
fakta atau keadaan-keadaan menunjukan patut diduga bersalah melakukan suatu
tindak pidana . Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana hal yang paling
mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka/terdakwa baik dari
tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan.
Mengenai hal ini, KUHAP telah memberikan jaminan terhadap hak-hak
tersangka/terdakwa antara lain :
 Hak untuk dengan segera mendapatkan pemeriksaan oleh Penyidik, diajukan ke
Penuntut Umum dan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili (Pasal
50 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP).

Hal 112

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu
pemeriksaan (Pasal 51 butir (a) dan (b) KUHAP).
 Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada
hakim pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 52 KUHAP).
 Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP).
 Hak untuk mendapatkan bantuan Hukum guna kepentingan pembelaan selama dan
waktu dan setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).
 Hak untuk memilih Penasehat Hukumnya sendiri (Pasal 55 KUHAP) serta dalam
hal tidak mampu berhak didampingi Penasihat Hukum secara cuma –
cuma/prodeo sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2)
KUHAP.
 Hak tersangka apabila ditahan untuk dapat menghubungi Penasihat Hukum setiap
saat diperlukan dan hak tersangka/terdakwa warga negara asing untuk
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (1) dan
(2) KUHAP.
 Hak tersangka atau terdakwa apabila ditahan untuk menghubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadinya (Pasal 58 KUHAP).
 Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah denga
tersangka/terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau
jaminan bagi penangguhannya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai
maksud si atas (Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP).
 Hak tersangka atau terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasihat
Hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan
atau kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP).
 Hak tersangka atau terdakwa mengirim atau menerima surat dengan Penasihat
Hukumnya (Pasal 62 KUHAP).
 Hak tersangka atau terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan
(Pasal 63 KUHAP)

Hal 113

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Hak agar terdakwa diadili di sidang pengadilan secara terbuka untuk umum (Pasal
64 KUHAP).
 Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge
(Pasal 65 KUHAP).
 Hak tersangka atau terdakwa agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66
KUHAP).
 Hak tersangka atau terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal
68 jo Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 97 ayat (1) KUHAP).
 Hak terdakwamengajukan keberataan tantang tidak berwenangmengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus
dibatalkan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
 Hak terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan
kembali (Pasal 67 jo Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) KUHAP)
Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/administrative-law/2028440-hak-
hak-tersangka-terdakwa/#ixzz1PJ5psGpe

1. Hak-Hak Warganegara
Sebagai Negara Hukum, Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 menjunjung tinggi hak asasi manusia dan perlindungan
terhadap warga negara. Hak warga negara dilindungi oleh negara baik warga negara
dalam status tersangka, terdakwa, terpidana ataupun sebagai warga negara yang
bebas, dan tidak membedakan jenis kelamin, umur, suku agama dan lain-lain. Hak
warga negara merupakan hak asasi manusia yang dijamin didalam ketentuan UUD
45 pada pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J. Selain didalam UUD 45,
perlindungan terhadap hak warga negara dijamin didalam Undang-undang No. 9
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya dikenal dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHAP) serta beberapa Undang-undang lain yang relevan. Tulisan
ini akan membahas mengenai hak warga negara yang diatur didalam KUHAP.
Tulisan ini akan lebih fokus kepada perlindungan terhadap hak warga negara yang
terlibat didalam peristiwa pidana, baik itu sebagai tersangka, terdakwa, terpidana dan
juga perlindungan terhadap hak saksi atau korban tindak pidana.

Hal 114

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Disamping itu tulisan ini akan mengutip hak-hak warga negara yang sedang
menjalani proses peradilan pidana yang diatur oleh Undang-undang lain selain
KUHAP yang relevan, misalnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat dan
Undang-undang lainnya.
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang
menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.Ketentuan ini memperjelas bahwa negara menjamin perlindungan hak
warga negara tanpa ada kecualinya.. KUHAP sebagai pedoman pengatur Acara
Pidana Nasional, wajib didasarkan pada falsafah/pandangan hidup bangsa dan
dasar negara, maka sudah seharusnyalah didalam ketentuan materi pasal atau ayat
tercermin perlindungan terhadap hak asasi manusia serta kewajiban warganegara.
Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat
manusia telah diletakkan didalam Undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah dibuah menjadi
Undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, harus
ditegakkan dengan KUHAP.

2. Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat


manusia adalah Asas-asas aAntara Lain berupa :
 Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
 Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
 Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang
ditentukan oleh undang-undang.
 Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena
alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan
bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah
atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Hal 115

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan,
dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
 Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di
depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap,
 Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
 Warga negara yang menjadi tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan
pidana tidak lagi dipandang sebagai “obyek” tetapi sebagai “subyek” yang
mempunyai hak dan kewajiban dapat menuntut ganti rugi atau rehabilitasi
apabila petugas salah tangkap, salah tahan, salah tuntut dan salah hukum.

Tulisan ini akan membahas mengenai hak warga negara yang diatur didalam
KUHAP. Tulisan ini akan lebih fokus kepada perlindungan terhadap hak warga
negara yang terlibat didalam peristiwa pidana, baik itu sebagai tersangka, terdakwa,
terpidana dan juga perlindungan terhadap hak saksi atau korban tindak pidana.
Disamping itu tulisan ini akan mengutip hak-hak warga negara yang sedang
menjalani proses peradilan pidana yang diatur oleh Undang-undang lain selain
KUHAP yang relevan, misalnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat dan
Undang-undang lainnya. Proses Penyelidikan Dan Penyidikan, Hak Tersangka
Untuk Didampingi Penasehat Hukum.
Warga negara yang menjadi tersangka berhak untuk didamping oleh
Penasehat Hukum. Untuk kepentingan pembelaan dalam proses peradilan pidana
seorang warga negara yang menjadi tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan (pasal 54 KUHAP).Selain itu seorang tersangka atau terdakwa
berhak memilih sendiri penasehat hukumnya (pasal 55 KUHAP). Bagi tersangka atau
terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi

Hal 116

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang
tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi
mereka. (pasal 56 ayat (1) KUHAP). Pemberian bantuan hukum oleh penasehat
hukum tersebut diberikan kepada tersangka atau terdakwa secara cuma-cuma
(pasal 56 ayat (2) KUHAP). Jika tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan
pidana dikenakan penahanan, maka dia berhak untuk menghubungi penasehat
hukumnya ( Pasal 57 KUHAP ayat (1) KUHAP). Selain itu berdasarkan ketentuan
pasal 37 Undang –Undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
setiap orang yang tersangkut perkara berhak mendapatkan bantuan hukum. Bantuan
hukum dalam pasal ini diberikan oleh seorang penasehat hukum atau saat ini lebih
dikenal dengan “advokat”. Dan menurut ketentuan pasal 38 Undang –Undang
Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, seorang tersangka sejak saat
dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan advokat.

F. Mengetahui dan Menerima Laporan Adanya Tindak Pidana


Secara khusus istilah penyidikan di bidang Kepabeanan dan Cukai
didefinisikan sebagai serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu dapat membuat terang tentang tindak
pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya, dalam hal dan menurut cara yang diatur menurut KUHAP. Dari
definisi tersebut, dapat dipastikan bahwa dalam proses penyidikan dilakukan beberapa
tahapan tindakan yang harus dilakukan yang bertujuan untuk membuat terang, dalam
artian memperjelas suatu kasus sehingga pada akhirnya dapat diketahui tersangkanya
dan dapat dilakukan proses peradilan yang semata-mata harus sesuai dengan atuaran
yang berlaku dan tidak menyalahi asas-asas kemanusiaan yang ada. Kewenangan
pejabat bea dan cukai melakukan penyidikan, meliputi:
 Menerima Laporan (Dasar Hukum Pasal 106 KUHAP). Tindakan yang melanggar
hukum di bidang Kepabeanan dan Cukai dapat diproses ketika adanya laporan.
Laporan yang diajukan secara tertulis maupun lisan dicatat terlebih dahulu oleh

Hal 117

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pegawai Bea dan Cukai kemudian dituangkan dalam Laporan Kejadian yang
ditandatangani oleh penyidik.
 Melakukan tindakan agar dapat Tertangkap Tangan (Dasar Hukum Pasal 108
KUHAP). Definisi tertangkap tangan itu sendiri adalah tertangkapnya seseorang
pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah
beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh
khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian
padanya diketemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau
turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana tersebut. Jadi secara
langsung dapat dipastikan tersangka dalam tindak pidana tersebut. Dalam hal
tertangkap tangan ini, setiap pegawai Bea dan Cukai tanpa surat perintah dapat
melakukan tindakan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan melakukan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Segera setelah itu
memberitahukan dan atau menyerahkan tersangka beserta atau barang bukti
kepada penyidik yang berwenang melakukan penanganan selanjutnya. Penyidik
yang berwenang atau dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai,
apabila menerima penyerahan tersangka beserta atau tanpa barang bukti dari
pegawai bea dan Cukai maupun masyarakat, wajib membuat laporan kejadian dan
membuat berita acara atas setiap tindakan yang dilakukan.
 Melakukan tindakan terhadap perbuatan yang dapat Diketahui Langsung Oleh
Penyidik (Dasar Hukum Pasal 111 KUHAP). Jika suatu tindak pidana
Kepabeanan dan Cukai diketahui oleh penyidik secara langsung, maka penyidik
yang menyaksikannya wajib segera melakukan tindakan-tindakan sesuai
kewenangannya kemudian membuat laporan kejadian dan atau berita acara
tindakan-tindakan yang dilakukan guna penyelesaian selanjutnya. Setelah
diketahui adanya suatu tindak pidana melalui laporan, tertangkap tangan ataupun
disaksikan secara langsung oleh penyidik maka dapatlah selanjutnya dilakukan
proses penyidikan. Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi diduga
atau merupakan tindak pidana segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-

Hal 118

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kegiatan penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas
perkara. Permulaan penyidikan diberitahukan kepada penuntut umum dengan
surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri laporan kejadian atau
resume berita acara pemeriksaan saksi atau resume berita acara pemeriksaan
tersangka atau berita acara penggeledahan atau berita acara penyitaan. Pengertian
“mulai melakukan penyidikan” adalah jika dalam kegiatan penyidikan sudah
dilakukan kegiatan tindakan upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan “
Untuk Keadilan”, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya.
Berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang Kepabeanan menyatakan dan
menjabarkan kewenangan PPNS Bea dan Cukai karena kewajibannya dapat
melakukan tindakan-tindakan dalam proses penyidikan. Dalam perkembangan proses
penyidikan selanjutnya penyidik sebagaimana dimaksud memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut
umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Sedangkan pada pasal 63 mengenai penyidikan
Undang-Undang Cukai menerangkan bahwa seorang penyidik PNS Bea dan Cukai
mempunyai wewenang khusus dalam melakukan penyidikan tindak pidana cukai.
Selanjutnya penyidik sebagaiamana dimaksud harus memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai
dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. Secara yuridis pejabat pegawai bea dan cukai yang diberi
wewenang khusus ini adalah salah satu alat yang diupayakan pemerintah dalam
rangka menjalankan fungsi khusus untuk menegakkan proses hukum atas tindak
pidana di bidang kepabeanan dan cukai di lingkungan Departemen Keuangan.
Tahapan-tahapan dalam suatu proses penyidikan dalam pengertian merupakan
kegiatan-kegiatan pokok dalam rangka penyidikan tindak pidana di bidang
Kepabeanan dan Cukai intinya menyangkut tiga hal berikut ini, yakni: Penindakan,
Pemeriksaan, Penyelesaian Dan Penyerahan Berkas Perkara. Tiga hal pokok tersebut
hanya dapat dilakukan setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi
merupakan tindak pidana. Penindakan sendiri diuraikan sebagai setiap tindakan

Hal 119

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


hukum yang dilakukan terhadap setiap orang maupun benda yang ada hubungannya
dengan tindak pidana yang terjadi. Tindakan tersebut bisa berarti pemanggilan
tersangka dan saksi, penggeledahan dan penyitaan.

G. Dimulainya Penyidikan
Pejabat Bea dan Cukai yang mengetahui terjadinya tindak pidana wajib
melaporkannya kepada Penyidik di wilayah kerja tempat terjadinya tindak pidana.
Dalam hal suatu tindak pidana diketahui langsung oleh Penyidik. Maka wajib
segera melakukan tindakan-tindakan sesuai kewenangannya kemudian membuat
Laporan Kejadian dan atau Berita Acara tindakan- tindakan yang dilakukan guna
penyelesaian selanjutnya. Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi
di duga atau merupakan tindak pidana segera dilakukan penyidikan melalui
kegiatan- kegiatan penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan
penyerahan berkas perkara. Saat dimulainya penyidikan dalam hal PPNS
telah mendapatkan dua alat bukti yang cukup.Alat-alat bukti yang sah
menurut Pasal 184 (1) KUHAP terdiri atas keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Permulaan penyidikan diberitahukan
kepada Penuntut Umum dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang
sekurang-kurangnya dilampiri Laporan Kejadian dan Surat Perintah Tugas
Penyidikan. Pengertian "mulai melakukan penyidikan" adalah jika dalam kegiatan
penyidikan sudah dilakukan kegiatan/tindakan upaya paksa dari Penyidik.
Seperti pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan dan
sebagainya yang dalam suratnya dibubuhi kata-kata "UNTUK KEADILAN".

H.Yang Dapat Menjadi Tersangka


Peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya sebagai Community
Protector atau pelindung masyarakat, mengharuskannya untuk bisa secepat
mungkin menangani suatu kasus yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
Kepabeanan dan Cukai sehingga gejolak yang ada didalam masyarakat khususnya
yang berkaitan dengan tindak pidana dapat segera diselesaikan.Untuk itulah
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai seperti yang diamanatkan oleh Undang – undang

Hal 120

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan seperti yang dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun ruang lingkup penyidikan ini hanyalah
dalam hal tindak pidana yang berkaitan dengan Kepabeanan dan Cukai saja.Dalam
hal kewenangan penyidikan ini diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang nantinya perkara yang ditangani akan
diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) sehingga dapat dituntut di
Pengadilan dan dapat diselesaikan secara legal formal.Namun demikian adakalanya
demi kepentingan masyarakat dan penerimaan negara penyidikan yang telah
dilakukan harus dihentikan karena satu dan lain hal. Hal - hal yang menyebabkan
penghentian penyidikan akan diuraikan dalam resume ini, terutama tentang
peraturan – peraturan yang mendasarinya.Dari dalam negeri mungkin berasal dari
kekuatan-kekuatan separatis yang sangat mengganggu keutuhan bangsa. Oleh
karenanya maka di buatlah seperangkat peraturan perundang-undangan yang
mengatur kehidupan warga negara dalam berbangsa dan bernegara. Diantaranya
adalah undang-undang dalam bidang pidana dan perdata, yang sebagian besar
masih merupakan peninggalan bangsa Belanda yang sampai sekarang masih
dipakai sebagaimana di ubah dan ditambah dengan seiringnya perjalanan bangsa
Indonesia dalam mencapai tujuan yang telah di gariskan,
Dalam hal pidana telah di cantumkan bahwa hal-hal yang di atur adalah
yang menyangkut hal-hal yang berhubungan antara hubungan manusia yang satu
dengan manusia yang lain dengan negara. Dalam kenyataanya dalam kehidupan
sehari-hari sering terjadi benturan-benturan kepentingan antara warga negara yang
satu dengan yang lain yang kemudian menjurus kepada konflik yang harus
diselesaikan di tingkat pengadilan, ataupun terjadi pertentangan kepentingan antara
warga negara yang satu dengan negara yang dalam hal ini adalah penmbuat
peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menertibkan warga negara
dan untuk membentuk kepribadian bangsa yang bedasarkan hukum. Diantara yang
diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum acara pidana) adalah mengenai
status seseorang yang dapat menjadi tersangka bedasarkan bukti-bukti yang
didapatkan dan diperoleh dari tempat kejadian perkara serta dari laporan para saksi.
Serta uu no.10 th.1995 tentang kepabeanan dan UU no.11 Th.1995 tentang cukai,
yang keduanya mengatur tentang bidang pabean dan cukai di Indonesia

Hal 121

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Komandan Patroli Bea dan Cukai melaporkan tindak pidana yang ditemukan
oleh kapal patroli Bea dan Cukai kepada Penyidik di wilayah kerja terjadinya tindak
pidana; atau di kantor terdekat dengan tempat terjadinya tindak pidana; atau di
pangkalan kapal patroli Bea dan Cukai yang bersangkutan. Penyidik wajib segera
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang terjadi di wilayah kerjanya.
Dalam hal tindak pidana tidak memungkinkan dilakukan penyidikan oleh penyidik
karena hambatan geografis, keterbatasan sarana atau tertangkap tangan oleh
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk barang – barang yang
dikeluarkan di luar Kawasan Pabean, penyidikan dilakukan oleh Penyidik Kepolisian
Republik Indonesia. Atasan Penyidik yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah
Penyidikan adalah Kepala Kantor selaku Penyidik. Dalam hal Kepala Kantor bukan
Penyidik, Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan oleh salah satu Penyidik berpangkat
tertinggi dengan diketahui Kepala Kantor. Terhadap penyidikan yang dilakukan oleh
Penyidik pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Surat Perintah
Penyidikan dikeluarkan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, Berkas Perkara Dan Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan disampaikan atau diserahkan kepada Penuntut Umum pada
Kantor Kejaksaan di wilayah kerja Penyidik. Penyidik menghentikan penyidikan
terhadap tindak pidana dalam hal tidak terdapat cukup bukti untuk melakukan
penyidikan; atau perkara yang disidik ternyata bukan merupakan tindak pidana; atau
demi hukum. Tersangka yang ditahan oleh Penyidik ditempatkan di Rumah Tahanan
Negara. Segala biaya yang timbul sebagai akibat daripada penahanan tersangka,
dibebankan kepada anggaran rumah Tahanan Negara. Ketentuan teknis yang
diperlukan bagi pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

I.Penghentian Penyidikan
Penyidikan tindak pidana dibidang Kepabeanan dan Cukai hakekatnya
merupakan suatu upaya penegakan hukum yang bersifat pembatasan atau
pengekangan hak – hak azasi seseorang dalam rangka usaha untuk memulihkan
terganggunya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum
guna mengamankan hak – hak negara. Oleh karena itu, penyidikan tindak pidana di
bidang Kepabeanan dan Cukai sebagai salah satu tahap daripada penegakan

Hal 122

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


hukum pidana harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang
– undangan yang berlaku. Dasar hukum yang berlaku bagi proses penyidikan dari
tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah sebagai berikut:
 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo.
Undang – Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk
seluruh wilayah Republik Indonesia dan mengubah Kitab Undang – Undang
Hukum Pidana (KUHAP).
 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana.
 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
 Peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana
di bidang Kepabeanan dan Cukai.
 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PW.07.03 Tahun
1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.14.PW.07.03 Tahun
1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04.PW.07.03 Tahun
1984 tentang Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
 Kep – 57/BC/1997 tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Kepabeanan dan Cukai.
 Pasal 106; 108; 111 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana.

Dalam pasal 6 KUHAP ditegaskan bahwa Penyidik adalah Pejabat polisi


negara Republik Indonesia. Pajabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang – undang. Syarat kepangkatan pejabat akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Kedudukan dan kepangkatan penyidik yang
diatur dalam peraturan pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan
kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum.
Penyidik karena kewajibannya menurut pasal 7 KUHAP mempunyai
wewenang Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

Hal 123

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pidana; Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian; Menyuruh
berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka;
Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; Melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat; Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara; Mengadakan penghentian penyidikan; Mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab. Penyidik mempunyai wewenang sesuai dengan
undang – undang yang menjadi dasar hukumnya masing – masing dan dalam
pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik
tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.
Adapun yang dimaksud dengan “penyidik” dalam ayat ini adalah misalnya
pejabat Bea dan Cukai, pejabat Imigrasi dan pejabat Kehutanan, yang melakukan
tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang –
undang yang menjadi dasar hukumnya masing – masing. Dalam melakukan
tugasnya, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penyidik
menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Penyerahan berkas perkara
sebagaiman dimaksud dilakukan pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan
berkas perkara, dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik
menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut
umum (pasal 8).
Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf
a mempunyai wewenang melakukan tugas masing – masing pada umumnya di
seluruh wilayah Indonesia khususnya di daerah hukum masing – masing di mana dia
diangkat sesuai dengan ketentuan undang – undang. Menurut Pasal 106 KUHAP
bahwa “ Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera
melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan”. Tata cara melakukan tindakan
penyidikan diatur dalam pasal 107 KUHAP sebagai berikut Untuk kepentingan
penyidikan, penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk
kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan
penyidikan yang diperlukan. Penyidik diminta atau tidak diminta berdasarkan
tanggung jawabnya wajib memberikan bantuan penyidikan kepada penyidik Untuk

Hal 124

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


penyidik sejak awal wajib memberitahukan tentang penyidikan itu kepada penyidik
tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a.
Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana
sedang dalam penyidikan dalam penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan
kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum,
penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b melaporkan hal itu kepada penyidik
tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a. Penyidik dalam melakukan penyidikan suatu
perkara pidana wajib melaporkan hal itu kepada penyidik. Hal itu diperlukan dalam
rangka koordinasi dan pengawasan. Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik
oleh penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada pasal 6 ayat
(1) huruf a. Laporan dari penyidik disertai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang
dikirim kepada penuntut umum. Demikian juga halnya apabila perkara pidana itu
tidak diserahkan kepada penuntut umum.
Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi
korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan
atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak
milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
Setiap Pegawai Negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya mengetahui tentang
terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana, wajib segera melaporkan hal itu
kepada penyelidik atau penyidik. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara
tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan
yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh
pelapor atau pengadu dan penyidik.
Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus
memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang
bersangkutan (pasal 108). Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan
suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu
kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana
atau penyelidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu

Hal 125

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dalam hal penghentian
tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik pemberitahuan mengenai hal itu
segera disampaikan penyidik dan penuntut umum..

J.Penyelesaian Barang Yang Berasal Dari Tindak Pidana

Berdasarkan UU Nomor 47 tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan


Negara 2010, salah satu pendapatan Negara berasal dari pemungutan Bea dan
Cukai. Untuk itu penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kepabeanan
sangat perlu diperhatikan karena tindak pidana ini sangat berpengaruh terhadap
pembangunan nasional terutama di bidang perekonomian yaitu dalam hal
pendapatan Negara dari pungutan Bea dan Cukai. Adapun perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah

 Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku tindak prdana


penyelundupan berdasarkan UU No 17 Tahun 2006 perubahan atas UU No l0
tahun 1995 tentang Kepabeanan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Padang.
 Bagaimanakah pengawasan serta penyelesaian barang bukti penyelundupan
berdasarkan UU No l7 tahun 2006 perubahan atas UU Nomor l0 tahun 1995
tentang Kepabeanan,
 Apakah kendala yang dihadapi aparat penegak hukum dalam penegakan
hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan. Dalam hal pemecahan
permasalahan penulisan ini menggunakm pendekatan masalah secara yuridis
sosiologis yaitu pendekatan masalah melalui penelitian hukum derrgan fakta
yang ada dilapangan sehubungan dengan parmasalahan yang melatar
belakangi dilakukannya penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa :


 Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan berdasarkan
UU No.l7 tahun 2006 perubahan atas UU No.10 tahun 1991 tentang
Kepabeanan di wilayah hukum Pengadilan Negeri antara lain :Yang berwenang
dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan adalah
pihak Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Penegakan hukum terhadap pelaku
penyelundupan dapat diselesaikan melalui Pidana yaitu melalui proses

Hal 126

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


persidangan dan dapat diselesaikan dengan pemberian Sanksi administrasi.
Berdasarkan hasil penelitian, pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah
melakukan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai penyidik PPNS yang
diberikan wewenang khusus oleh Undang-Undang dalarn penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan.
 Pengurusan dan Penyelesaiin Barang Bukti Penyelunrlupan berdasarkan UU No
17 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No l0 tahun 1995 tentang
Kepabeanan pejabat Direktorat Jendral Bea dan Cukai beqpedoman pada
ketentuan UU tentang Kepabeanan.
 Kendala yang dihadapi aparat penegak hukum dalam penegahan hukum
terhadap pelaku tindak pidani penyelundupan antara lain:
 Sangat terbatasnya sarana dan prasarana serta petugas dibanding luasnya
daerah pengawasan.
 Kurangnya pengetahuan importir tentang ketentuan perundang-undang.
 Terjadi Perdebatan mengenai batasan kewenangan dalam upaya
penyelesaian perkara penyelundupan diluar persidangan antara penegak
hukum. Agar penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
penyelundupan berjalan optimal perlu peningkatan jumlah dari sarana dan
prasarana yang memadai, memberikan batasan kewenangan yang jelas
kepada penegak hukum dalam upaya penyelesaian perkara penyelundupan
di luar pengadilan.

K.Pemanggilan

Dalam hal pemanggilan tersangka dan saksi maka harus diperhatikan bahwa
pejabat yang berwenang mengeluarkan surat panggilan tersangka dan saksi adalah
penyidik. Dalam hal kepala kantor adalah seorang penyidik, maka surat pemanggilan
ditandatangani oleh kepala kantor selaku penyidik. Dalam hal kepala kantor bukan
seorang penyidik, maka surat pemanggilan ditandatangani oleh penyidik dengan
diketahui oleh kepala kantor. Pemanggilan tersangka dan saksi itu sendiri adalah
salah satu kegiatan penindakan tindak pidana, untuk menghadirkan tersangka atau
saksi ke hadapan penyidik guna dilakukan pemeriksaan dalam rangka memperoleh

Hal 127

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


keterangan-keterangan dan petunjuk-petunjuk mengenai tindak pidana yang terjadi.
Pada hakekatnya tindakan tersebut telah dianggap membatasi kebebasan
seseorang, oleh karena itu seiring dengan azas perlindungan dan jaminan hak-hak
azasi manusia, maka pelaksanaan pemanggilan harus sesuai dengan hukum yang
berlaku dan diupayakan dengan tertib, lancar dan benar. Dalam hal ini, sebagai
obyek pemanggilan, seorang tersangka berarti seseorang yang karena perbuatannya
atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana. Bukti permulaan yang cukup itu sendiri berarti memenuhi dua butir dari
ketiga jenis bukti yakni adanya laporan kejadian, keterangan saksi dan barang bukti
tindak pidana. Jadi dalam hal ini dasar penyimpulan bahwa seseorang merupakan
tersangka suatu tindak pidan kepabeanan dan cukai cupkup sederhana, namun
demikian harus ada pembuktian yang valid pada proses penyidikan lanjutan dengan
memperhatikan hak-hak azasi tersangka. Sedangkan saksi itu sendiri didefinisikan
sebagai orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Pemanggilan tersangka atau saksi untuk didengar keterangannya dilakukan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa seseorang mempunyai peranan
sebagai tersangka atau saksi dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi, yang
dapat diketahui dari adanya Laporan Kejadian dan atau Pengembangan dari hasil
pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan, untuk melengkapi
keterangan-keterangan, petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti yang didapat. Selain itu
pertimbangan lain yang mungkin adalah ketika ada permintaan bantuan dari Penyidik
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai/ Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Lain/ Kantor Inspeksi sebagai tersangka atau saksi (pasal 119
KUHAP) atau permintaan bantuan untuk kepentingan pemeriksaan apabila
hubungan internasional memerlukan. Adapun pemanggilan terhadap tersangka dan
saksi harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah menurut prosedur dan model
yang sudah ditentukan untuk menjamin kelancaran, keseragaman dan untuk
dipergunakan sebagai bukti atas pelanggaran hukum apabila tidak memenuhi
panggilan serta guna kelengkapan berkas perkara. Sebagai ketentuan dasar, surat
panggilan harus memuat hal-hal dasar sebagai berikut pertimbangan dan dasar,
Nama, pekerjaan, alamat lengkap dan jelas, dari tersangka atau saksi yang

Hal 128

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


dipanggil, Nama pejabat yang harus ditemui oleh yang dipanggil termasuk nomor
kamar dari kantornya, dan Hari, tanggal, bulan dan jam panggilan. Mengingat dalam
KUHAP khususnya untuk tahap penyidikan dalam tenggang waktu yang wajar antara
diterimanya panggilan dan hari diharuskannya memenuhi panggilan tidak ada
batasan yang pasti, maka dari itu perlu dipedomani bahwa surat panggilan harus
diterima oleh orang yang dipanggil selambat-lambatnya 3 hari sebelum tanggal hadir
yang ditentukan.
Dengan catatan bahwa untuk daerah-daerah tertentu yang tidak lancer
perhubungannya, tenggat waktu yang wajar disesuaikan dengan keadaan daerah
tersebut dengan mengingat kepentingan penyidikan. Alasan pemanggilan harus
dinyatakan secara jelas, yaitu untuk didengar keterangannya sebagai tersangka atau
saksi dengan menyebutkan uraian ringkas tindak pidana dan ketentuan pasal
pidananya, Nama, pangkat, jabatan penyidik yang memanggil.
Dalam prakteknya penyampaian surat panggilan tersangka dan saksi
dilakukan oleh pegawai bea dan cukai yang ditunjuk oleh penyidik yang
bersangkutan dengan memeperlihatkan kartu tanda pengenal pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, dengan kewajiban memberi tahukan tentang arti pentingnya
memenuhi panggilan tersebut, karena apabila ada unsur kesengajaan tidak
memenuhi panggilan diancam sesuai Pasal 216 KUHAP. Hal yang fleksibel
dilakukan jika ternyata yang dipanggil berdomisili di luar wilayah kerja penyidik
dengan tujuan untuk memudahkan proses penyidikan maka pemanggilan dan
pemeriksaan diserahkan kepada penyidik dimana yang dipanggil berdomisili disertai
laporan dan atau data yang berkaitan dengan perkara tersebut. Demi tegaknya
hukum, maka surat panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari sebelum tanggl hadir yang ditentukan yang sebelumnya
sudah diberi nomor registrasi dari kantor penyidik yang bersangkutan. Untuk kasus-
kasus yang memerlukan pemanggilan atas tersangka dan atau saksi Warga Negara
Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri maka dimintakan bantuan kepada
penyidik POLRI. Jika panggilan tidak dipenuhi maka dilakukan pemanggilan yang
kedua kali dengan disertai Surat Membawa Tersangka/ Saksi.
Untuk hal-hal khusus maka harus dilakukan tindakan khusus pula, hal ini
bersangkutan dengan tindakan jika tersangka atau saksi yang dipanggil untuk
didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar wilayah kerja

Hal 129

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


penyidik yang menjalankan penyidikan, maka pemanggilan dan pemeriksaan
terhadapnya dapat meminta bantuan kepada penyidik di tempat kediaman atau
tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut. Di lain kasus jika penyidikan
dilakukan di luar wilayah kerja penyidik maka pemanggilan dilakukan oleh penyidik
setempat dan pada saat pemeriksaan wajib didampingi oleh penyidik setempat
tersebut. Hal teretentu yang diatur Undang-Undang secara khusus berlaku pada
orang-orang tertentu adalah pemanggilan terhadap anggota DPR/ MPR, DPA atau
BPK. Prosedur yang harus diperhatikan jika seseorang yang dipanggil tidak berada
ditempat, Surat Panggilan tersebut dapat diterimakan kepada keluarganya atau
Ketua RT atau Ketua RW atau Ketua Lingkungan atau Kepala Desa atau orang lain
yang dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut akan disampaikan pada yang
bersangkutan. Dapatlah dilihat dengan jelas bahwa prosedur pemanggilan tersangka
dan saksi sebagai salah satu proses dasar penyidikan atas tindak pidana
kepabeanan dan cukai merupakan sesuatu hal yang memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaan. Penjaminan atas hak-hak azasi selalu menjadi bagian dari prosedur
pelaksanaannya. Oleh karena itu wajiblah penyidik, dalam hal ini Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Bea dan Cukai, harus selalu berhati-hati dan melakukan semua hal
sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.

L.Penangkapan

Definisi penangkapan menurut pasal 1 butir 20 KUHAP adalah “suatu


tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan
dan atau peradilan. Jangka waktu penangkapan hanya berlaku paling lama untuk
jangka waktu 1 hari (24 jam). Sebelum dilakukan suatu penangkapan oleh pihak
kepolisian maka terdapat syarat materiil dan syarat formil yang harus dipenuhi
terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan syarat materiil adalah adanya suatu bukti
permulaan yang cukup bahwa terdapat suatu tindak pidana. Sedangkan syarat formil
adalah adanya surat tugas, surat perintah penangkapan serta tembusannya. Apabila
dalam waktu lebih dari 1 x 24 jam, tersangka tetap diperiksa dan tidak ada surat
perintah untuk melakukan penahanan, maka tersangka berhak untuk segera
dilepaskan. Perintah penangkapan menurut ketentuan pasal 17 KUHAP dilakukan

Hal 130

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yang cukup. Berdasarkan penjelasan pasal 17 KUHAP, definsi dari “bukti
permulaan yang cukup”ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana
sesuai dengan ketentuan pasal 1 butir .Pasal ini menunjukan bahwa perintah
penagkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan
kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana. Disamping itu ada
pendapat lain mengenai “bukti permulaan yang cukup” , yaitu menurut Darwan
Prints,SH, dalam bukunya Hukum Acara Pidana dalam praktek, Penerbit Djambatan
dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, cetakan revisi tahun 2002,
halaman 50-51, bukti permulaan yang cukup menurut Surat Keputusan Kapolri Sk
No. Pol. Skeep/04/I/1982. Kapolri dalam surat keputusannya No.
Pol.SKEEP/04/I1982,tanggal 18 Februari menentukan bahwa, bukti permulaan yang
cukup itu adalah bukti yang merupakan keterangan dan data yang terkandung di
dalam dua [ Yang telah disimpulkan menunjukan telah terjadi tindak pidana
kejahatan (Din Muhamad, S.H.1987 : 12)], di antara Laporan Polisi; Berita Acara
Pemeriksaan di TKP; Laporan Hasil Penyelidikan; Keterangan Saksi/saksi ahli; dan
Barang Bukti.
Bukti permulaan yang cukup dalam rumusan pasal 17 KUHAP itu harus
diartikan sebagai bukti-bukti minimal, berupa alat-alat bukti seperti dimaksud dalam
Pasal 184 (1) KUHAP, yang dapat menjamin bahwa Penyidik tidak akan menjadi
terpaksa untuk menghentikan penyidikannya terhadap seseorang yang disangka
melakukan tindak pidana setelah terhadap orang tersebut dilakukan penangkapan.
Bukti permulaan yang cukup seyogyanya minimal: Laporan Polisi ditambah salah
satu alat bukti lainnya (Din Muhamad, S.H.1987 : 12). Adapun pihak yang
berwenang hak melakukan penangkapan menurut KUHAP adalah :
Penyidik yaitu pejabat polisi Negara RI yang minimal berpangkat inspektur
Dua (Ipda), pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus UU, yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b atau yang
disamakan dengan itu).
Penyidik pembantu, yaitu pejabat kepolisian Negara RI dengan pangkat
minimal brigadier dua (Bripda), dan pejabat pegawai negeri sipil di lingkungan
kepolisian Negara RI yang minimal berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a atau
yang disamakan dengan itu).

Hal 131

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Kecuali tertangkap tangan melakukan tindak pidana, warga negara berhak
menolak pe nangkapan atas dirinya yang dilakukan oleh pihak diluar ketentuan
diatas.
Warga negara yang diduga sebagai tersangka dalam peristiwa pidana berhak
melihat dan meminta surat tugas dan surat perintah penangkapan terhadap dirinya.
Hal ini sebagaimana ketentuan pasal 18 ayat (1) KUHAP yang menyatakan :
“Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara
Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada
tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”. Saat dilakukan penangkapan terhadap
tersangka, tersangka berhak bebas dari segala tindakan penyiksaan ataupun
intimidasi dalam bentuk apapun dari aparat yang menangkapnya. Keluarga
tersangka berhak untuk mendapat tembusan surat perintah penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) KUHAP, segera setelah
penangkapan terhadap tersangka dilakukan.
Sebagai salah satu tindak lanjut dari tindakan pemanggilan tersangka dan
saksi dan bagian dari proses penyidikan atas tindak piadana kepabeanan dan cukai,
penangkapan harus dilakukan sesuai prosedur yang ada dalam ketentuan hukum
yang berlaku. Di samping itu harus memenuhi persyaratan-persyaratan, tahap-tahap
persiapan dan pelaksanaan yang benar sehingga penegakkan hukum dapat terjamin
secara valid. Secara umum tindakan penangkapan merupakan salah satu bentuk
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka yang dilakukan oleh penyidik
apabila terdapat cukup bukti dalam hal dan serta cara yang diatur dalam undang-
undang. Dalam hal penangkapan terdapat pula istilah tertangkap tangan yang telah
dijelaskan sebelumnya yang berarti tertangkapnya seseorang pada waktu sedang
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana
itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya diketemukan benda
yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana tersebut. Jadi secara langsung dapat dipastikan tersangka
dalam tindak pidana tersebut. Dalam hal penangkapan, istilah tersangka atau orang

Hal 132

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang dianggap sebagai tersangka berarti seseorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup patut diduga sebagai sebagai
pelaku tindak pidana. Oleh karena itu seseorang dapat diklasifikasikan sebagai
seorang tersangka jika terdapat bukti permulaan yang cukup yang berarti memenuhi
dua hal dari tiga hal yang memungkinkan sebagai data atau keterangan yang antara
lain berupa Laporan Kejadian, Keterangan Saksi termasuk Saksi ahli, Barang Bukti.
Yang setelah disimpulkan menunjukkan telah terjadi tindak pidana Kepabeanan dan
Cukai dan bahwa orang yang ditangkap adalah pelakunya.
Dalam hal penangkapan tersangka atas tindak pidana di dalam bidang
Kepabeanan dan Cukai, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan cukai (PPNS Bea
dan Cukai) mempunyai wewenang dan hak untuk melakukan tindakan tersebut
berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-
Undang No.17 Tahun 2006 tentang Amandemen Undang-Undang No.10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang No.11 Tahun 1995 tentang Cukai
yang telah dijelaskan sebelumnya. Adapun tindakan penangkapan itu harus
dilakukan dengan adanya surat perintah penangkapan, ketika diduga dan patut
diduga keras melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai dan setelah
memenuhi bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP) sebagaimana telah
dijelaskan diatas dengan jangka waktu penangkapan selama-lamanya 1 (satu) hari
(Pasal 21 KUHAP). Adapun dalam pelaksanaaannya, ketika melakukan
penangkapan harus dilakukan dengan memperlihatkan Surat Perintah Tugas dan
memberikan Surat Penangkapan kepada tersangka serta tembusan atas surat
penangkapan diberikan kepada keluarga orang yang ditangkap. Selanjutnya berita
acara penangkapan harus dibuat segera setelah penyidik atau petugas Bea dan
Cukai atas perintah penyidik melakukan penangkapan. Pada kondisi yang berbeda
penangkapan dapat dilakukan tanpa adanya surat penangkapan yakni dalam hal
tertangkap tangan, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan
tertangkap dengan barang bukti yang ada kepada penyidik yang terdekat (pasal 18
ayat 2 KUHAP). Dalam hal ini wewenang tugas ketertiban ketentraman dan
keamanan umum wajib menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa
barang bukti kepada penyidik. Perlu diperhatikan bahwa pejabat yang berwenang
menandatanani surat perintah tugas dalam hal penangkapan tersangka tindak
pidana kepabeaan dan cukai adalah kepala kantor selaku penyidik. Apabila kepala

Hal 133

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kantor bukan seorang penyidik yang menandatangani adalah penyidik dan diketahui
oleh kepala kantor. Adapun surat perintah tugas tersebut harus memuat hal-hal
dasar berikut Pertimbangan dan Dasar, Nama, Pangkat, Jabatan Petugas, Tugas
Penangkapan yang Harus Dilakukan, Batas Waktu Berlakunya Surat Tugas,
Keharusan Bagi Petugas untuk Membuat Laporan tentang Hasil Pelaksanaan
Tugasnya
Di sisi yang lain, mengenai Surat Perintah Penangkapan harus juga
ditandatangani oleh kepala kantor selaku penyidik. Apabila kepala kantor bukan
seorang penyidik yang menandatangani adalah penyidik dan diketahui oleh kepala
kantor. Dan hal-hal yang harus termuat dalam Surat perintah Penangkapan adalah
pertimbangan dan Dasar, Nama, Pangkat, Jabatan Petugas, Identitas Orang yang
Akan Ditangkap, Uraian Singkat Tindak Pidana yg Dilakukan dengan Menyebutkan
Pasal Pidananya, Tempat Kantor dimana Tersangka Akan Diperiksa, Batas Waktu
Berlakunya Surat Perintah Penangkapan
Keharusan Bagi Petugas untuk Membuat Laporan tentang Hasil Pelaksanaan
Tugasnya
Uraian lainnya mengenai Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
Penangkapan diuraikan lebih lanjut melalui ketentuan-ketentuan yang berlaku
ataupun petunjuk pelaksanaan khusus mengenai hal tersebut. Proses penangkapan
utamanya berkaitan dengan kecerdikan dan kelihaian petugas dalam merancang
strategi dan rencana penangkapan, maka dari itulah diperlukan persiapan
penangkapan yang antara lain dapat diuraikan sebagai berikut menerbitkan Surat
Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan. Menguasai data dan informasi
mengenai sasaran penangkapan yang berarti seorang petugas yan akan melakukan
penangkapan harus mengerti semua informasi mengenai target yang akan
ditangkapnya, termasuk sikap dan kebiasaan yang serin dilakuka oleh tersangka,
segala kelebihan atau kekuatan dalam hal ada kemungkinan pihak tertentu yang
akan melindungi tersangka (backup power) dan kelemahan tersangka. Mengetahui
seluk-beluk tempat penangkapan, keadaan dan suasana tempat tersebut. Sehingga
dapat ditentukan waktu, suasana dan kekuatan yang tepat dalam melakukan
penangkapan dan melumpuhkan tersangka. Berdasarkan segala informasi yang ada
harus dapat ditentukan rencana pengepungan dan/ atau pengerebekan yang efektif
guna melakukan penangkapan terhadap tersangka. Berdasarkan segala informasi

Hal 134

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang ada jua harus dapat dilakukan persiapa yang tepat dalam hal melengkapi
petugas dengan perlengkapan peralatan/ sarana yang diperlukan sesuai dengan
tugas penangkapan.
Dalam prakteknya segala macam kemungkinan negative harus sudah dapat
diselesaikan sesuai dengan proporsinya. Kemungkinan negative tersebut bisa berarti
jika tersangka ternyata melakukan perlawanan dan mencoba melarikan diri. Oleh
karena itu diperlukan sebuah perencanaan yang matang sebelum melakukan
penangkapan. Selanjutnya segala macam prosedur dan ketentuan lain dalam proses
penangkapan diatur dalam ketentuan tersendiri.

M.Penahanan.
Definisi Penahanan sebagaimana ketentuan pasal 1 butir (21) KUHAP
adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau
Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara
yang diatur menurut Undang-undang ini. Pada prinsipnya penahanan adalah
pembatasan kebebasan bergerak seseorang yang merupakan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia yang harusnya dihormati dan dilindungi oleh negara.
Namun, penahanan yang dilakukan terhadap tersangka/terdakwa oleh pejabat yang
berwenang dibatasi oleh hak-hak tersangka/terdakwa dan peraturan-peraturan yang
harus dilaksanakan secara limitatif sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
KUHAP. Adapun pihak-pihak yang berwenang melakukan penahanan dalam
berbagai tingkat pemeriksaan sebagaimana ketentuan pasal 20 KUHAP antara lain
Untuk kepentingan penyidikan, yang berwenang melakukan penahanan adalah
penyidik, untuk kepentingan penuntutan, yang berwenang adalah penuntut umum;
dan untuk kepentingan pemeriksaan disidang Pengadilan, yang berwenang untuk
menahan adalah Hakim. Syarat-syarat untuk dapat dilakukan penahanan dibagi
dalam 2 syarat, yaitu:
Syarat Subyektif. Dinamakan syarat subyektif karena hanya tergantung
pada orang yang memerintahkan penahanan tadi, apakah syarat itu ada atau tidak.
Syarat subyektif ini terdapat dalam Pasal 21 ayat (1), yaitu tersangka/terdakwa
diduga keras melakukan tindak pidana; berdasarkan bukti yang cukup; dalam hal
adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan
melarikan diri merusak atau menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak

Hal 135

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pidana. Untuk itu diharuskan adanya bukti-bukti yang cukup, berupa Laporan Polisi
ditambah dua alat bukti lainnya, seperti: Berita Acara Pemeriksaan
Tersangka/Saksi, Berita Acara ditempat kejadian peristiwa, atau barang bukti yang
ada.
Syarat Obyektif. Dinamakan syarat obyektif karena syarat tersebut dapat
diuji ada atau tidak oleh orang lain. Syarat obyektif Ini diatur dalam Pasal 21 ayat (4)
KUHAP yaitu tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
Tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, tetapi ditentukan
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: Pasal 282 ayat (3),
Pasal 296, Pasal 335 ayat (1) , Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1). Pasal 372,
Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480,
Pasal 506; Pelanggaran terhadap Ordonantie Bea dan Cukai;Pasal 1, 2 dan 4
Undang-undang No. 8 Drt Tahun 1955 (Tindak Pidana Imigrasi) yaitu antara lain:
tidak punya dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang memberikan pemondokan
atau bantuan kepada orang asing yang tidak mempunyai dokumen imigrasi yang
sah; Tindak Pidana dalam Undang-undang No.9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
Dari uraian kedua syarat tersebut yang terpenting adalah syarat obyektif
sebab penahanan hanya dapat dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan
dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP itu dipenuhi. Sedangkan syarat yang terkandung
dalam Pasal 21 ayat (1) biasanya dipergunakan untuk memperkuat syarat yang
terkandung dalam Pasal 21 ayat (4) dan dalam hal-hal sebagai alasan mengapa
tersangka dikenakan perpanjangan penahanan atau tetap ditahan sampai
penahanan itu habis. Dalam melaksanakan penahanan terhadap tersangka/
terdakwa, maka pejabat yang berwenang menahan harus dilengkapi dengan Surat
perintah penahanan dari Penyidik, Surat perintah penahanan dari Jaksa Penuntut
Umum atau Surat penetapan dari Hakim yang memerintahkan penahanan itu.
Tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan Surat Perintah penahanan
atau penahanan lanjutan yang berisikan Identitas Tersangka/Terdakwa, Alasan
Penahanan, Uraian Singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau
didakwakan, dan Tempat dimana Tersangka/Terdakwa ditahan. Tembusan Surat
Perintah Penahanan atau Penahanan Lanjutan atau Penetapan Hakim itu, harus
diberikan kepada keluarga Tersangka/Terdakwa. Jenis-jenis Penahanan yang diatur
dalam pasal 22 ayat (1) KUHAP adalah Penahanan Rumah Tahanan Negara,

Hal 136

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Penahanan Rumah serta Penahanan Kota. Penahanan rumah dilaksanakan di
rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan
mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di
sidang pengadilan. Sedangkan Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal
atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka
atau terdakwa melapor diripada waktu yang ditentukan. Pengecualian dari jangka
waktu penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24, 25, 26, 27, 28 KUHAP, untuk
kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka/ terdakwa dapat
diperpanjang dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena
tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau perkara yang sedang diperiksa
diancam dengan pidana 9 tahun atau lebih (Pasal 29 ayat (1) KUHAP).
Dalam proses penyidikan, istilah penahanan hampir pasti sering diartikan
sebagai penangkapan oleh masyarakat umum, namun demilikian dalam kedua hal
tersebut sebenarnya terdapat beberapa perbedan yang mendasar. Penahanan itu
sendiri merupakan salah satu tindak lanjut dari penangkapan tersangka, oleh karena
itu penahanan dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari proses penyidikan yang
dilaksanakan dengan melakukan penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam
hal menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Tujuan dilakukan penahanan
itu sendiri semata-mata adalah demi terjaminnya kepastian hukum, dalam hal ini
seorang tersangka dapat dikenakan penahanan jika:
 Diduga keras melakukan/ mencoba melakukan/ membantu melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti yang cukup. Bukti yang cukup dalam hal ini berarti
bukti permulaaan yang cukup ditambah dengan keterangan dan data yang
terkandung di dalam satu diantara Laporan Kejadian, Keterangan Saksi-Saksi
(Termasuk Saksi Ahli), Keterangan Tersangka, dan Barang Bukti dimana setelah
disimpulkan menunjukkan bahwa tersangka adalah pelaku tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 4 (a) dan (b) KUHAP.
 Adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat
1 KUHAP)

Hal 137

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Tindak pidana sebagaimana dipersangkakan termasuk dalam rumusan pasal 21
ayat 4(a) KUHAP, adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
Dari ketiga hal diatas dapat terlihat bahwa jaminan kepastian hukum melalui
kegiatan penahanan cenderung lebih bersifat preventif untuk setidaknya
meminimalisasi kemungkinan-kemingkinan buruk yang terjadi yang dapat
mengacaukan proses penyidikan. Jenis penahanan dapat dibedakan menjadi tiga
yakni:
 Penahanan Rumah Tahanan Negara
Berarti dilakukan penahanan di tempat teretentu yang disediakan oleh negara,
dalam hal ini negara, guna menjamin kelancaran proses penyidikan.
 Penahanan Rumah
Berarti dilakukan pembatasan penahanan atas tersangka di lingkungan tempat
tinggalnya, dalam hal ini, adalah rumah tersangka guna kepentingan penyidikan
dengan mekanisme pengawasan tertentu.
 Penahanan Kota
Berarti dilakukan pembatasan penahanan atas tersangka di lingkungan tertentu,
di lingkup yang lebih luas yaitu lingkup kota yang menjadi acuan penahanan,
guna kepentingan penyidikan dengan mekanisme pengawasan tertentu.
Jenis-jenis penahanan tersebut ditentukan atas pertimbangan penyidik atas
tindak pidana yang terjadi, khususnya di bidang kepabeanan dan cukai. Adapun
pertimbangan penentuan jenis penahanan ini didasarka atas beberapa hal, antara
lain:
 Berat/ ringannya tindak pidana yang dilakukan
 Aspek kerugian baik materiil maupun non materiil yang ditimbulkan akibat tindak
pidana
 Pengamanan kepentingan penyidikan (antara lain adanya tersangka lain/ saksi-
saksi yang belum diperiksa, barang-barang bukti yang belum disita.
 Perilaku atau sikap tersangka selama pemeriksaan
 Kondisi fisik tersangka (dikuatkan dengan surat keterangan dokter)
 Situasi atau pandangan masyarakat terhadap tersangka/ perkara yang
bersangkutan

Hal 138

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pengalihan jenis penahanan dapat dilakukan dan merupakan wewenang
penyidik untuk mengalihkannya sebagaimana jenis-jenis penahanan yang telah
diterangkan di atas dengan pernyataan tersendiri dengan surat perintah dari penyidik
yang tembusannya diberikan kepada tersangka dan keluarganya serta instansi yang
berkepentingan. Istilah pengalihan jenis penahanan adalah merubah jenis
penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain oleh penyidik atau penuntut
umum atau hakim. Aturan tertentu menyatakan tentang jangka waktu atas tindakan
penahanan terhadap tersangka yakni, jangka waktu penahanan yang boleh
dilakukan oleh penyidik paling lama 20 (dua puluh) hari, untuk kepentingan
pemeiksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang
berwenang selama 40 (empat puluh) hari. Perlu diperhatikan bahwa ketika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi maka seorang tersangka boleh
dikeluarkan dari penahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan dan setelah
waktu 60 (enam puluh hari) tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka
dari penahanan demi hukum. Hal-hal tersebut secara jelas terjelaskan pada pasal 24
KUHAP mengenai jangka waktu penahanan. Namun demikian, dalam pasal 29
KUHAP, guna kepentingan pemeriksaan lebih lanjut, jangka waktu penahanan
(Pasal 24 KUHAP) yang telah dijelaskan di atas, masih dapat diperpanjang jika
ternyata terdapat alasan-alasan yang petut dan tidak dapat dihindarkan, antara lain
tersangka menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan
surat keterangan dokter, atau perkara yang sedang diperiksa diancam dengan
pidana penjara 9 (sembilan) tahun atau lebih.
Atas hal-hal tersebut dapat dilakukan perpanjangan masa penahananpaling
lama 30 (tiga puluh) hari, dan dalam hal penahanan masih diperlukan, dapat
diperpanjang lagi untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari lagi. Perpanjangan diberikan
oleh ketua pengadilan negeri atas permintaan dan laporan hasil pemeriksaan. Perlu
diperhatikan bahwa ketika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi maka seorang
tersangka boleh dikeluarkan dari penahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan
dan setelah waktu 60 (enam puluh hari) perpanjangan dari ketua pengadilan negeri
tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari penahanan demi
hukum walaupun pemeriksaan belum selesai atau belum diputus (pasal 29 ayat (6)
KUHAP). Tersangka dapat mengajukan keberatan atas perpanjangan penahanan ini
kepada ketua pengadilan negeri. Tersangka dapat meminta penangguhan

Hal 139

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang bardasarkan syarat
yang ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) jo.pasal 123 KUHAP,
dalam hal penangguhan penahanan berarti proses ditundanya atau tidak
dilanjutkannya pelaksanaan penahananseorang tersangka/ terdakwa baik dengan
atau tanpa jaminan orang atau jaminan uang dan jika syarat-syarat yang ditentukan
dilanggar maka penahanan akan dilaksanakan. Akan tetapi karena jabatannya,
penyidik sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal
tersangka melanggar syarat yang ditentukan. Tersangka/ keluarga tersangka/
penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis
penahanan yang dikenakan terhadap tersangka kepada penyidik/ atasan penyidik
yang melakukan penahanan. Seorang tersangka/ terdakwa dapat dikeluarkan dari
penahanan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
 Jangka waktu penahanan telah habis sehingga tersangka harus dikeluarkan
demi hukum.
 Jangka waktu penahanan belum habis akan tetapi kepentingan penyidikan telah
terpenuhi.
 Tidak akan ada kekhawatiran lagi bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak
atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana sehingga
unsur preventif atas tindakan yang mungkin mengacaukan proses penyidikan
sudah dianggap tidak ada.
 Karena adanya keputusan praperadilan yang menetapkan bahwa penahanan
tersangka tidak sah.
 Terjadi penghentian penyidikan dan ada orang yang ditahan.
Beberapa hal diatas adalah beberapa bentuk pertimbangan yang menjadikan
tersangka/ terdakwa dikeluarkan dari penahanan demi menjamin hak-hak tersangka
dan menjamin proses penyidikan berlangsung sesuai ketentuan yang ada sehingga
kepastian hukum dapat terjamin. Dalam proses penahanan ada beberapa hal yang
harus dilakukan dan jenis dokumen yang harus dipenuhi, antara lain Surat Perintah
Penahanan, Surat Perintah Penanguhan Penahanan, Surat Perintah Pengalihan
Jenis Penahanan, dan Surat Perintah Pengeluaran Tahanan. Surat Perintah
Penahanan dalam setiap kali penerbitannya harus memuat hal-hal berikut:
 Pertimbangan dan dasar yang berisi tentang hasil pemeriksaan yang
menyatakan bahwa tersangka valid untuk ditahan.

Hal 140

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Identitas orang yang ditahan
 Uraian singkat tindak pidana yang dilakukan dan ketentuan pasal pidananya
 Jenis dan tempat penahanan tersangka
 Nama dan tanda tangan dari penyidik yang menerbitkan Surat Perintah
Penahanan,. Petugas yang menyerahkan lembar Surat Perintah Penahanan dan
tersangka yang menerima Surat Perintah Penahanan
 Tanggal diserahkannya Surat Perintah Penahanan kepada tersangka
Dalam hal ini Surat Perintah Penahanan dilakukan untuk melakukan
penahanan terhadap seorang tersangka/ terdakwa dan pejabat yang berwenang
menandatangani Surat Perintah Penahanan, adalah Kepala Kantor selaku penyidik,
apabila Kepala Kantor bukan penyidik, Surat Perintah Penahanan ditandatangani
oleh penyidik berpangkat tinggi diketahui oleh Kepala Kantor. Ketika proses
penahanan berlangsung dan pada kondisi tertentu harus ada penangguhan
penahanan, maka harus dibuat Surat Perintah Penangguhan Penahanan yang yang
harus memuat hal-hal berikut:
 Pertimbangan dan dasar yang berisi tentang hasil pemeriksaan terdapat bukti
yang cukup yang menyatakan bahwa tersangka valid untuk ditahan, tetapi
dengan mempertimbangkan prmintaan tersangka dan mempetimbangkan syarat-
syarat dalam Undang-Undang, keadaan tersangka dan tindak pidana dilakukan
serta situasi masyarakat setempat maka dapat dilaukan penangguhan
penahanan
 Identitas orang yang akan ditangguhkan penahanannya
 Uraian singat mengenai syarat serta jamina penangguhan penahanan
 Jenis dan tempat penahanan yang telah ditentukan dalam surat perintah
penahanan
 Nama dan tanda tangan dari penyidik yang menerbitkan Surat Perintah
Penangguhan Penahanan, Petugas yang menyerahkan lembar Surat Perintah
Penangguhan Penahanan kepada tersangka dan tersangka yang menerima
Surat Perintah Penangguhan Penahanan
 Tanggal diserahkannya Surat Perintah Penangguhan Penahanan kepada
tersangka.

Hal 141

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Penangguhan
Penahanan ini adalah Kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuknya selaku penyidik.
Jika kemudian dengan perimbangan tertentu harus dilakukan pengalihan jenis
penahanan maka harus dikeluarkan Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan
yang ditandatangani oleh pejabat berwenang yaitu Kepala Kantor atau pejabat yang
ditunjuk Kepala Kantor selaku penyidik, adapun Surat Perintah Pengalihan Jenis
Penahanan harus memenuhi hal-hal berikut, antara lain:
 Pertimbangan dan dasar yang menyatakan berdasarkan syarat-syarat yang telaj
ditentukan oleh Undang-Undang, tingkat penyelesaian perkara, keadaan
tersangka dan tindak pidana yang dilakukan serta situasi masyarakat setempat,
maka dipandang perlu untuk melakukan pengalihan penahanan tersangka. Dasar
berisikan pasal-pasal KUHAP dan tanggal Surat Perintah Penahanan.
 Identitas tersangka yang dialihkan jenis penahanannya.
 Uraian singkat alasan pengalihan jenis penahanan.
 Jenis dan tempat penahanan yang lama.
 Jenis dan tempat penahanan yang baru.
 Tanggal dimulainya jenis penahanan tersangka.
 Nama dan tandatangan dari penyidik yang menerbitkan Surat Perintah
Pengalihan Jenis Penahanan dan petugas yang menyerahkan lembar Surat
Perintah Pengalihan Jenis Penahanan kepada tersangka.
 Tersangka yang menerima Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan.
Dalam hal masa tahanan sudah berakhir dan tidak dapat diperpanjang lagi
atau dengan alasan apapun sehingga tersangka harus dikeluarkan dari tahanan
maka perlu dibuat Surat Perintah Pengeluaran Tahanan. Adapun Surat Perintah
Pengeluaran Penahanan harus memuat hal-hal dasar berikut ini:
 Pertimbangan dan dasar yang berisikan mengenai alasan pengeluaran tersangka
dari penahanan dengan dasar dasar pasal KUHAP dan tanggal Surat Perintah
Penahanan,
 Identitas orang yang dikeluarkan dari penahanan
 Tempat penahanan yang sedang dijalani
 Tanggal dikeluarkannya tersangka dari penahanan

Hal 142

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Nama dan tandatangan penyidik yang menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran
Penahanan, petugas yang menyerahkan Surat Perintah Pengeluaran Penahanan
kepada tersangka dan tersangka yang menerima Surat Perintah Pengeluaran
Penahanan.
Hanya dengan ketentuan tersebut seorang tersangka dapat dikeluarkan dari
tahanan. Surat-surat sebagaimanan disebutkan dan dijelaskan diatas adalah
dokumen dasar atas segala proses dan tahapan-tahapan dalam penahanan seorang
tersangja atau terdakwa. Bagi setiap tindakan penahanan, penagguhan penahanan,
pengalihan jenis penahanan, dan pengeluaran penahanan harus dibuat Berita
Acaranya masing-masing yang ditandatangani oleh penyidik dan tersangka yag
bersangkutan. Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian pada saat proses
penahanan adalah bahwa dalam pelaksanaan tindakan penahanan untuk
kepentingan penyidikan tindak pidana, maka hak-hak tersangka yang ditahan harus
dijamin antara lain:
 Dalam waktu satu hari setelah penahanan maka tersangka harus mulai diperiksa
 Tersangka dapat menhubungi penasihat hukum
 Tersangka dapat menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya
apabila tersangka adalah warga negara (berkebangsaan) asing
 Diberikan tentang penahanan atas dirinya kepada keluarga atau orang lain yang
serumah atau orang lain yang dibutuhkan bantuannya untuk mendapat bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhannya.
 Mengadakan hubungan surat-menyurat dengan penasihat hukum atau
keluarganya dan harus disediakan alat tulis menulisnya.
 Menghubungi dan menerima kunjungan dari dokter pribadi, pihak yang
mempuyai hubungan kekeluargaan (pihak lain) guna mendapatkan jaminan bagi
penangguhan penahanan atau untuk usaha mendapatkan bantuan hukum, sanak
keluarganya untuk kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan, rokhaniawan.
 Mengajukan permintaan kepada pengadilan untuk dilakuka pemeriksan
Praperadilan tentang sah atau tidak sahnya penahanan atas dirinya.
Adapun jika tersangka tersebut ternyata adalah anggota DPR/ MPR, DPA
dan BPK maka harus dilaksanakan sesuai dengan tatacara sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang masing-masing, dan untuk penahanan terhadap tersangka

Hal 143

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang merupakan warga negara asing segera diberitahukan kepada Perwakilan
Negara melalui Departemen Luar Negeri (DEPLU).

N.Penggeledahan

Penggeledahan merupakan salah satu tahap kegiatan penindakan dalam


rangka penyidikan tindak pidana untuk menemukan barang bukti dan tersangka yang
secara definitif dimaksudkan sebagai tindakan penyidik untuk memasuki rumah/
pekarangan/ tempat tertutup lainnya serta alat angkut untuk melakukan tindakan-
tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam KUHAP. Tentunya sudah dapat terlihat bahwa pada hakekatnya, suatu
tindakan penggeledahan adalah menyangkut hak-hak azasi manusia, oleh karena itu
dalam pelaksanaannya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Adapun ada
beberapa macam jenis penggeledahan yang dapat dilakukan dalam suatu proses
penyidikan. Adapun salah satu sebab dilakukannya penggeledahan tersebut adalah
kondisi dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, dalam artian bilamana
tempat yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka/ terdakwa yang patut
dikhawatirkan segera melarkan diri atau memusnahkan/ memindahkan barang bukti
atau mengulangi tindak pidana sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri
tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dalam waktu singkat.

1.Penggeledahan Rumah
Penggeledahan rumah dilakukan dengan Surat Perintah Penggeledahan
setelah mendapat izin Ketua Pengadilan Negeri Setempat kecuali dalam keadaan
yang sangat perlu dan mendesak sebagaimana dijelaskan di atas. Di samping
adanya prasyarat tersebut, sebuah tindakan penggeledahan atas rumah harus
dilakukan dengan disaksikan oleh Ketua Lingkungan/ Kepala Desa bersama dua
orang saksi dari lingkungan yang bersangkutan bila penghuni tidak menyetujui.
Dalam hal suatu tindak pidana kepabeanan dan cukai adalah tertangkap
tangan sehingga oleh karenanya dibutuhkan suatu tindakan penggeledahan maka
penggeledahan tersebut tidak sepenuhnya harus ada izin penggeledahan rumah dari
Ketua Pengadilan Negeri dan tidak diperlukan pula Surat Perintah Penggeledahan.

Hal 144

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Perlu diperhatikan bahwa dalam melakukan penggeledahan rumah supaya
diusahakan dilakukan pada siang hari dan sedikitnya dilakukan oleh dua orang
petugas penyidik yang nama dan identitasnya tercantum dalam Surat Perintah
Penggeledahan serta dilakukan secara hati-hati dan waspada, wajar, sopan, serta
mengundahkan norma-norma agama, adat istiadat, kesusilaan dan sopan santun.
Penggeledahan rumah di luar wilayah kerja selain harus ada izin dari Ketua
Pengadilan Negeri sedaerah hukum, kecuali dalam hal sangat perlu dan mendesak,
diketahui pula oleh Ketua Pengadilan negeri setempat dengan didampingi oleh
penyidik dari kantor di tempat dilakukanya penggeledahan. Dan dalam waktu dua
hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuatkan Berita Acara Penggeledahan
yang berisi tentang uraian hasil pelaksanaan penggeledahan dan turunanya
disampaikan kepada pemilik/ penguni rumah/ tempat yang bersangkutan.

2.Penggeledahan Badan
Penggeledahan badan adalah salah satu dari macam penggeledahan yang
mungkin dilakukan, hal ini diartikan sebagai tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari barang-barang yang
diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. Jika ternyata
harus dilakukan penggeledahan badan terhadap seorang wanita, maka
penggeledahan harus dilakukan oleh penyidik wanita dan dalam hal tidak ada
penyidik wanita maka dalam pelaksanaannya dibantu oleh petugas Bea dan cukai
wanitabukan penyidik, dengan pengawasan dari penyidik. Apabila diperlukan
penggeledahan terhadap rongga badan, dimintakan bantuan kepada pejabat
kesehatan. Sedapat mungkin segala macam tindakan penggeledahan atas pakaian
dan badan untuk tidak dilakukan di hadapan umum.

O.Penyitaan

Sebagai salah satu langkah dalam proses penyidikan, penyitaan merupakan


langkah lanjutan yang dapat dilakukan setelah adanya penggeledahan atas objek-
objek tertentu yang merupakan suatu tindakan hukum yang berkaitan dengan benda/
hak milik orang lain yang pada dasarnya menyangkut hak azasi manusia oleh karena

Hal 145

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


itu dalam pelaksanaannya wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Yang
dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan. Penyitaan ini hanya dapat dilakukan dengan surat izin Ketua Pengadilan
Negeri sedaerah hukum. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak,
penyitaan dapat dilakukan tanpa surat izin ketua pengadilan negeri sedaerah hukum,
terbatas hanya terhadap benda bergerak saja dan untuk itu wajib segera melaporkan
kepada ketua pengadilan negeri guna memperoleh persetujuannya. Namun
demikian, jika ternyata ada tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang
dilakukan dan tertangkap tangan dan dilakukan penyitaan karenanya maka
penyitaan itu dapat dilakukan oleh penyidik tanpa Surat Perintah Penyitaan/ Surat
Izin dari Ketua Pengadilan Negeri terhadap benda / alat yang ternyata atau patut
diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana dan barang atas paket/
surat/ benda untuk/berasal dari tersangka yang dikirim atau diangkut lewat kantor
pos, telkom, perusahaan komunikasi atau pengangkutan.
Adapun penyitaan dapat dilakukan atas pertimbangan adanya Laporan
Kejadian, Berita acara Pemeriksaan Tersangka dan saksi, dan pengembangan dari
hasil pemeriksaan yang diperoleh keterangan tentang adanya benda-benda yang
dapat dan perlu disita guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pembuktian
perkara yang bersangkutan di depan sidang pengadilan dan dalam hal ini yang dapat
dikenakan penyitaan adalah:
 Benda atau tagihan tersangka/ terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga
diperoleh/ sebagai hasil tindak pdana.
 Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya
 Benda yang dipergunakan untuk menghalangi penyidikan tindak pidana
 Benda yang khusus dibuat/ diperuntukkan melakukan tindak pidana
 Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan
Dalam hal penguasaan atas barang bukti maka penyidik dapat
memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita untuk
menyerahkan kepadanya guna kepentingan penyidikan dan untuk itu penyidik

Hal 146

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


memberikan tanda penerimaan, sedangkan atas surat/ tulisan lain hanya dapat
diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik apabila surat/ tulisan itu berasal
atau diperuntukkan atau milik tersangka. Yang harus diperhatikan atas penyimpanan
barang yang disita adalah, segala benda sitaan negara disimpan sebaik-baiknya
dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara (RUPBASAN) atas tanggung jawab
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan
dan benda tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun. Benda sitaan yang mudah
rusak atau membahayakan yang tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan
pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum yang
tetap atau apabila biaya penyimpanan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan
persetujuan tersangka/ kuasanya dapat diambil tindakan menjual lelang atau
diamankan oleh penyidik/ penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka
kuasanya. Hasil pelelangan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti dan
guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda
tersebut. Sedangkan untuk benda sitaan yang bersifat terlarang/ dilarang untuk
diedarkan, dirampas untuk negara atau dimusnahkan. Adapun benda sitaan dapat
pula dikembalikan kepada orang/ pemilik benda jika kepentingan penyidikan dan
penunututan tidak memerlukan lagi dan putusan hakim dalam acara pemeriksaan
praperadilan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian dan harus segera dikembalikan kepada tersangka/ pemilik benda
tersebut, serta ketika penyidikan dihentikan karena tidak cukup bukti, bukan
merupakan tindak pidana atau karena dihentikan demi hukum. Dalam hal penyitaan
dilakukan oleh seorang penyidik maka sebelum melakukan penyitaan harus
memperlihatkan tanda pengenalnya dan dalam penyitaan, barang sitaan harus
dibungkus atau dikat menurut jenisnya masing-masing dan diberi label mengenai
notifikasi detail barang, waktu dan tempat penyitaan, diberi lak dan cap jabatan dan
ditandatangani oleh yang menyita serta identifikasi atas pelanggaran pidana yang
telah terjadi berkaitan dengan barang sitaan tersebut. Untuk melakukan hal
pembungkusan/ penyegelan dan benda sitaan/ barang bukti ini dibuatkan Berita
Acaranya. Namun demikian dalam hal benda sitaan tersebut tidak dapat dibungkus
maka benda sitaan diberi label yang memuat hal-hal sebagaimana diterapkan pada
barang sitaan yang dapat dibungkus.

Hal 147

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Jika barang sitaan tersebut terdapat dalam jumlah kemasan dan jumlahnya
banyak sehingga benda sitaan akan disimpan tetap dalam tempat semula, maka
dengan mempergunakan benang (tali) rami yang kuat, peti-peti tersebut
dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa dan pada bagian-bagian tertentu
disimpul dan dilak serta distempel, hal ini bertujuan agar apabila ada perubahan atas
barang tersebut yang mungkin bisa berarti diambil atau hal lainnya akan mudah
diketahui oleh petugas. Berita acara penyitaan yang setelah dibacakan terlebih
dahulu oleh penyidik kemudian ditandatangani oleh orang/ keluarga/ perusahaan dari
siapa benda tersebut disita serta oleh ketua lingkungan/ saksi setelah sebelumnya
memberikan surat tanda penerimaan kepad pemilik barang yang disita. Jika
kemudian didapati bahwa orang/ keluarga/ perusahaan dari siapa benda tersebut
disita menolak untuk menandatangani berita acara penyitaan maka dicatat didalam
berita acara penyitaan dan disebutkan alasan penolakan tersebut. Adapun benda
yang telah disita harus dicatat di dalam buku registerbarang bukti dan selanjutnya
barang bukti disimpan, dalam hal penyimpanan barang bukti dapat disimpan di
tempat penyimpanan barang bukti di Kantor Bea dan Cukai setempat, atau Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN) apabila ada, atau pada tempat
penitipan barang pada bank pemerintah atau di tempat semula ketika benda disita.
Atas penyerahan barang bukti kepada pejabat Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara (RUPBASAN) dilaksanakan dengan surat pengantar yang dilampiri daftar
barang bukti yang diserahkan dan dibuat berita Acara Penyerahan Barang Bukti,
sedangkan atas penyimpanan barang bukti di Kantor Bea dan Cukai dilakukan oleh
petugas yang khusus ditunjuk oleh itu, untuk setiap penyerahan barang bukti dari
penyidik yang melakukan pemeriksaan atau dari petugas yang melakukan penyitaan,
petugas penyimpanan barang bukti memberikan Surat Tanda Penerimaan.
Barang harus disimpan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung
jawab. Sebelum adanya Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN),
pertanggungan fisik atas barang bukti ada pada petugas penyimpanan barang bukti,
sedangkan pertanggung jawaban yuridis ada pada pejabat yang berwenang dalam
pelaksanaan penyidikan perkara yang bersangkutan dan siapapun dilarang memakai
barang bukti. Setelah adanya Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(RUPBASAN), pertanggungjawaban fisik ada pada pejabat-pejabat Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN), sedangkan pertanggung jawaban

Hal 148

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yuridis ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam
rangka proses peradilan pidana. Atas penyitaan terhadap surat lain sebagaimana
dimaksud sebagai surat yang tidak langsung mempunyai hubungan dengan tindak
pidana yang diperiksa akan tetapi dicurigai dengan alasan yang kuat dapat dilakukan
jika dipenuhi syarat adanya surat izin/ izin khusus dari Ketua Pengadilan Negeri,
penyidik secara tertulis meminta kepada Kepala Kantor Pos, Telekomunikasi,
Perusahaan Transportasi agar menyerahkan Surat Lain yang diperlukan. Atas
penyerahan surat lain tersebut penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan dan
pembukaannya dilakukan dengan cara memotong salah satu sisi sampul sedemikian
rupa sehingga tidak merusak isi surat atau tulisan yang ada dalam sampul tersebut,
dan apabila setelah dibuka ternyata surat lain itu mempunyai hubungan dengan yang
sedang diperiksa, maka dilakukan penyitaan.
Akan tetapi jika setelah dibuka dan diperiksa, ternyata surat lain tersebut
tidak mempunyai hubungan dengan yang sedang diperiksa, maka surat lain tersebut
dicap TELAH DIBUKA OLEH PENYIDIK dengan dibubuhi tanggal, tandatangan,
nama dan pangkat penyidik yang bersangkutan, kemudian dikembalikan kepada
Kepala Kantor Pos, Telekomunikasi, perusahaan transportasi dengan dibuatkan
tanda Bukti Penyerahan kembali. Adapun penutupan kembali surat lain yang tidak
disita adalah dengan cara menutup dengan kertas yang direkat (dilem) sedimikian
rupa sehingga tidak mudah dibuka kembali dan dicap yang membekas pada
sebagian kertas penutup dan sebagian pada sampul tersebut. Atas segala hal dan
tindakan yang dilakukan (pembukaan, pemeriksaan dan penyitaan) surat lain
tersebut harus dilakukan pembuatan berita Acara yang ditandatangani oleh Penyidik
dan Kepala Kantor Pos, Telekomunikasi, Perusahaan Transportasi. Jadi penyitaan
sebagai salah satu bagian dari proses penyidikan dan merupakan suatu hal
penindakan atas tindak kriminal di bidang kepabeanan dan cukai harus selalu
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan prosedur yang ada sekaligus
menghormati hak-hak azasi tersangka. Selain itu dalam proses penyitaan harus
selalu memperhatikan hal-hal kecil yang sangat penting demi kelancaran proses
penyidikan.

Hal 149

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


P.Pemeriksaan Untuk BAP

Pemeriksaan adalah salah satu bagian dari proses penyidikan yang sangat
penting setelah segala tahap dalam penindakan telah terselesaikan. Pemeriksaaan
diartikan sebagai suatu tindakan untuk mendapat keterangan, kejelasan dan
keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-
unsur tindak pidana yang telah terjadi sehingga kedudukan atau peranan seseorang
maupun barang bukti dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di
dalam Berita Acara Pemeriksaan. Adapun pemeriksa dalam hal ini adalah pejabat
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan sebagai penyidik.
Adapun proses pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain interview, interograsi dan konfrontasi. Dalam metode
interview sebagai salah satu teknik dalam pemeriksaan tersangka dan saksi dalam
rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan pertanyaan yang
jawabannya berupa uraian yang jelas dan lengkap untuk memperoleh keterangan
atau pengakuan. Sedangkan metode interograsi adalah teknik pemeriksaan
tersangka/ saksi dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan yang jawabannya pendek dan bersifat mempersempit fokus
pemeriksaan. Jadi jelas terlihat perbedaan antara interview dan interograsi, bahwa
interview lebih menitik beratkan pada detail keterangan atas jawaban yang
diharapkan atau uraian lengkapnya, sedangkan interograsi lebih cenderung atas
pengajuan pertanyaan yang singkat sehingga pemeriksaan atas suatu kasus tindak
pidana dapat lebih terfokus. Adapun metode lainnya adalah konfrontasi yang berarti
mempertemukan satu dengan yang lainnya (antara tersangka dan tersangka, saksi
dengan saksi dan tersangka dengan saksi) untuk menguji kebenaran dan
kesesuaian keterangan masing-masing serta dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan Konfrontasi. Dalam metode konfrontasi sangat jelas dimaksudkan
untuk melakukan uji kebenaran atas keterangan para tersangka dan atau saksi
dengan mengadi validitas pernyataan masing-masing.
Dalam pemeriksaan diharapkan dapat dihasilkan keterangan atau uraian dari
tersangka (seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
bukti diduga sebagai pelaku tindak pidana), saksi (orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu

Hal 150

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri) dan saksi
ahli (orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia ketahui berdasarkan
keahlian khusus yang dimilikinya). Dalam hal pemeriksaan terhadap saksi dan saksi
ahli akan menghasilkan suatu keterangan saksi dan keterngan saksi ahli.
Keterangan saksi dan keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti dalam
perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi dan saksi ahli mengenai suatu
peristiwa pidana sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Dalam proses
pemeriksaan ada syarat umum yang harus dipenuhi untuk menjamin validitas hasil
pemeriksaan. Seorang pemeriksa harus memenuhi persyaratan umum sebagai
berikut:
 Mempunyai kewenangan melakukan pemeriksaan dan membuat Berita Acara
Pemeriksaan
 Mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai Hukum Pidana, Hukum Acara
Pidana, Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai dan perundang-undangan/
hukum lainnya.
 Mempunyai pengetahuan yang cukup dan mahir melaksanakan fungsi teknis
profesional bea dan cukai dan kemahiran tentang taktik dan teknik pemeriksaan.
 Mempunyai pengetahuan dan menguasai kasus tindak pidana dengan baik
berdasarkan laporan-laporan hasil penyelidikan, Berita Acara Pemeriksaan,
informasi dan data lainnya.
 Memiliki kepribadian pada diri sendiri,
 Mempunyai kemampuan menghadapi orang lain, tidak mudah terpengaruh atau
perasaan syak wasangka, sabar, dapat mengendalikan dan mengekang diri,
kemampuan menilai dengan dengan tepat, bertindak cepat dan objektif
khususnya dalam menilai sikap dan gerakan tersangka waktu menjawab, tekun,
ulet dan mampu mengembangkan inisiatif, di lain sisi kondisi tersangka, saksi
atau saksi ahli yang akan diperiksa harus juga memenuhi kriteria berikut, dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani, bebas dari rasa takut, dipanggil dengan surat
panggilan yang sah, terkecuali bagi tersangka yang ditangkap dan ditahan.
Sebagai media melakukan proses pemeriksaan, tempat pemeriksaanpun
juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai berikut:

Hal 151

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Ditentukan/ ditetapkan secara khusus sebagai tempat untuk melakukan
pemeriksaan baik di kantor penyidik, maupun ditempat lain yang layak, sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku (misalnya dirumah/ kediaman
yang diperiksa, di rumah sakit)
 Dalam hal tersangka atau saksi/ saksi ahli telah dipanggil dua kali secara
berturut-turut dengan surat panggilan yang sah, tetapi tidak datang karena
alasan yang patut dan wajar maka pemeriksaan dapat dilakukan di rumah/
ditempat kediamannya.
 Tempat pemeriksaan harus sedemikian terang dan bersih serta tidak ada hal-hal
yang dapat mengalihkan perhatian yang diperiksa
 Tempat pemeriksaan harus dijamin keamanannya
 Lingkungan tempat pemeriksaan diusahakan dalam suasana tenang
 Tersedia tempat bagi penasehat hukum.
Pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi/ saksi ahli diusahakan dilakukan
sesegera mungkin. Dalam waktu satu hari (1x24 jam) setelah perintah penahanan
dilaksanakan, tersangka harus mulai diperiksa. Dimulainya pemeriksaan suatu tindak
pidana harus diberitahukan kepada penuntut umum (pasal 109 ayat (1) KUHAP)
dalam usaha untuk efektifitas pemeriksaan maka dilakukan pendekatan (approach)
kepada yang akan diperiksa baik tersangka, saksi/ saksi ahli menyangkut sifat, watak
dan tingkat kecerdasannya dan bila perlu untuk pendekatan kepada yang diperiksa,
dapat meminta bantuan ahli, antara lain juru bahasa termasuk juru bahasa isyarat. Di
sisi lain atas penunjukkan petugas pemeriksa tersangka dan/ atau saksi/ saksi ahli
harus didasarkan pada suatu hal yang dapat dipertanggung jawabkan. Penunjukkan
pejabat penyidik yang akan melakukan pemeriksaan sedapat mungkin diusahakan
dengan timgkat pendidikan/ kecerdasan dan kepangkatan orang yang akan diperiksa
agar pemeriksa tidak mudah disesatkan oleh jawaban-jawaban orang yang diperiksa.
Dengan membentuk suatu tim pemeriksa sesuai dengan kualitas tindak pidana yang
diperiksa (tingkatan kesulitan dalam pembuktian) dan kualitas orang (tersangka/
saksi) yang akan diperiksa (orang terhormat/ berpengaruh). Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah, pada saat terjadi suatu perkara tindak pidana koneksitas maka
harus dilakukan penunjukkan pejabat penyidik untuk duduk dalam tim pemeriksa
tetap guna melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi. Jadi tampak jelas

Hal 152

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


bahwa sedikit banyak kondisi sekecil apapun dapat mempengaruhi proses
kelancaran pemeriksaan dan validitas hasil dari sebuah proses pemeriksaan.
Selanjutnya mengenai cara-cara pelaksanaan proses pemeriksaan terhadap
tersangka dan saksi/ saksi ahli harus lebih mengutamakan cara-cara yang dinilai
persuasive atau soft approach, dalam artian tidak membuat konflik dalam suatu
proses pemeriksaan, lebih dituntut untuk memahami watak dan sikap tersangka dan
dapat membangkitkan kemauan dari diri tersangka atau rasa simpatik untuk
memberikan suatu keterangan melalui bimbingan yang benar oleh petugas
pemeriksa yang tentunya kesemuanya itu selalu di dalam koridor hukum dan norma-
norma kesopanan. Setelah prosedur pemeriksaan dilakukan dan dapat didapat
beberapa keterangan yang berkaitan dengan terjadinya suatu tindak pidana, di
bidang Kepabeanan dan Cukai khususnya, maka dilakukan suatu evaluasi hasil
pemeriksaan. Agar memperoleh keterangan, petunjuk-petunjuk, bukti-bukti, data-
data yang cukup, maka hasil pemriksaan tersangka atau saksi yang dituangkan
dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan baik secara sendiri-sendiri maupun
secara keseluruhan, dievaluasi guna mengembangkan dan mengarahkan
pemeriksaan berikutnya ataupun untuk membuat suatu kesimpulan atas penyidikan
yang telah dilakukan. Proses evaluasi tersebut dilakukan melalui tiga tahap berikut:
 Tahap Inventarisasi
Hal ini berarti penyidik berusaha menarik dan mengumpulkan semua keterangan
yang benar-benar mengarah pada unsur-unsur tindak pidana sebanyak mungkin.
Inventarisasi atas segala bentuk keterangan (Evidence Shop Listing)
 Tahap Seleksi
Dari hasil keterangan-keterangan yang telah dikumpulkan tersebut kemudian
diseleksi untuk mencari keterangan-keterangan yang ada relevansinya dengan
kasus pidananya dan mempunyai hubungan yang logis.
 Tahap Pengkajian
Dari keterangan yang telah diseleki tersebut kemudian penyidik akan mengkaji,
menilai dan menguji kebenaran dengan bukti-bukti serta petunjuk-petunjuk yang
ada agar dapat menarik suatu kesimpulan apakah keterangan tersebut dapat
benar-benar dipercaya. Dalam kata lain, tahap ini merupakan tahap pengujian
validitas dari keterangan-keterangan yang telah didapat.

Hal 153

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Setelah tahapan evaluasi tersebut di atas dilakuan maka diharapkan dapat
diperoleh suatu gambaran atau konstruksi daripada perbuatan pidananya secara
bulat, dengan demikian dapat diketahui hal-hal sebagai berikut bahwa benar tindak
pidak telah terjadi, siapa-siapa saksinya baik yang menguntungkan maupun yang
meruguikan, peranan dari masing-masing tersangka yang terlibat, barang/ benda
yang menjadi alat bukti. Adapun dari hasil-hasil evaluasi tersebut penyidik dapat
menyusun resume baik untuk pemberkasan dan penyerahan berkas perkara maupun
untuk penghentian penyidikan. Hal lain yang cukup penting dalam proses
pemeriksaan tersangka dan saksi/ saksi ahli itu sendiri adalah jika dari hasil evaluasi
pemeriksan ditemukan adanya tindak pidana lain yang berada di luar wewenang
PPNS Bea dan Cukai, maka diharuskan adanya koordinasi dengan instansi lain yang
berwenang misalnya Jaksa dan POLRI.

Q.Pemberkasan

Sebelum melakukan pemberkasan, terlebih dahulu harus disiapkan


peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Peralatan pemberkasan yang harus disiapkan
yaitu Tali/benang, Jarum, Lak; Cap/stempel kantor setempat yang terbuat dari
logan kuningan dengan ukuran tertentu yang khusus dibuat dan dipergunakan
untuk penyegelan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas penyidikan tindak pidana
ataupun pemberkasan; Lilin; Korek api; Perforator (alat untuk melubangi kertas);
Kertas sampul/cover; Penyusunan Isi Berkas. Penyusunan lembaran kelengkapan
administrasi penyidikan (penyusunan isi berkas disusun sesuai urutan di bawah ini
dikurangi lembaran yang tidak ada, atau yang tidak diperlukan) yang merupakan
berkas perkara disusun sesuai urutan dimulai dari Sampul Berkas Perkara
sampaidenganPetikan Surat Putusan Pemidanaan
Membuat Resume Hasil Penyidikan Untuk Berkas Perkara Pelaksanaan
pembuatan Resume pada dasamya berupa pengisian materi ke dalam kerangka
yang urut-urutannya disusun sebagai Dasar, Perkara, fakta-fakta. Pembuatan
Resume berupa pengisian Perintah Membawa sebagai berikut Memuat nomor dan
tanggal Surat Perintah Membawa, nama tersangka, atau Saksi yang dibawa
dan alasan diberlakukannya Surat Perintah Membawa. Pembuatan Resume
berupa pengisian Penangkapan sebagai berikut: Memua nomor dan tanggal Surat

Hal 154

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Perintah Penangkapan, nama tersangka, dimana dan bilamana ditangkap serta
tanggal Berita Acara Penangkapan. Penahanan, memuat nomor tanggal Surat
Perintah Penahanan nama tersangka, di mana dan sejak kapan itahan serta
tanggal Berita Acara Penahanan .Perpanjangan Penahanan (Sura
Persetujuan/ Kejaksaan). Memuat nomor dan tanggal Surat Perintah
Perpanjangan Penahanan, nama tersangka, diperpanjang terhitung mulai
tanggal ……sampai dengan tanggal .... Pengalihan Penahanan. Memuat Nomor
dan tanggal Surat Pengerintah Pengalihan Penahanan, nama tersangka yang
pengalihan penahannanya dari jenis yang satu ke jenis yang lain terhitung mulai
tanggal …Penangguhan Penahanan Memuat nomor dan tanggal Surat Perintah
Penangguhan dari siapa, tanggal berapa, dengan syarat-syarat apa. Pengeluaran
tahanan, Memuat nomor dan tanggal Surat Perintah Pengeluran Tahanan nama
tersangka yang bersangkutan dan tanggal dikeluarkan.Penggeledahan, Memuat
nomor dann tanggal Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri,
nornor dan tanggal Surat Perintah Penggeledahan, tempat yang digeledah, milik
siapa Penyitaan, memuat Nomor dan tanggal Surat Izin Penyitaan Ketua Pengadilan
Negeri, Nornor, dan tanggal Surat Perintah Penyitaan, barang bukti yang disita,
dari siapa, bilamana dan tanggal Berita Acara Penyitaan. Penyisihan Barang Bukti,
Memuat jenis barang yang disisihkan, sebab penyitaan, tanggal penyisihan barang
bukti, menunjuk risalah lelangnya.
Pelelangan Barang Bukti., Memuat jenis barang bukti yang dilelang,
jumlahnya, harga/hasil pelelangan, sebabsebab dilakukannya pelelangan barang
bukti Menyita Surat Lain, Memuat nomor dan tanggal Surat Izin Khusus dari
Ketua Pengadilan Negeri, nomor, tanggal, Surat Perintah Penyitaan, disita dari
mana Keterangan Saksi, menguraikan secara singkat identitas, biodata, serta
sernua keterangan- keterangan saksi-saksi tentang segala sesuatu yang dialami
sendiri, dilihat sendiri, diketahui dan didengar tentang tindak pidana yang terjadi
sesuai dengan yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan. Dalam hal
perkara yang memerlukan pembuktian dari kesaksisan ahli maka diuraikan dari
hasil pemeriksaan ahli yang bersangkutan sesuai dengan Berita Acara yang
dibuatnya. Yang perlu diperhatikan disini adalah dalam menulis keterangan
saksi- saksi kita usahakan hanya keterangan yang berkaitan dengan tindak
pidana itu sendiri sehingga penuntut umum yakin atas keterangan

Hal 155

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


diperoleh dari saksi-saksi tersebut dapat digunakan alat bukti tindak pidana yang
sedang terjadi.
Keterangan tersangka, menguraikan secara singkat identitas, biodata,
serta sernua keterangan- keterangan yang diberikan tentang tindak pidana
yang dilakukannya sebagaimana termuat Berita Acara Pemeriksaan yang
memenuhi unsur- unsur pasal pidana yang dipersangkakan. Dalam hal tersangka
lebih dari satu maka diuraikan hubungan antara satu tersangka dengan yang lain
sehingga tergambar status dan peranan masing-masing tersangka. Barang bukti.
Memuat perincian semua benda yang telah ditemukan dan disita yang ada
hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi sesuai dengan Berita Acara
Penyitaan. Pemberkasan Terhadap Resume Hasil Penyidikan Tindak idana
Kepabeanan dan Cukai. Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas
perkara merupakan kegiatan terakhir daripada proses penyidikan tindak pidana,
salah satu kegiatan penyelesaian berkas perkara adalah pembuatan resume
yang merupakan ikhtisar dan kesimpulan daripada hasil penyidikan suatu tindak
pidana. Ruang lingkup meliputi penjelasan tentang bentuk, syarat- syarat yang
harus dipenuhi dan hal-hal yang perlu dimuat sebagai isi Resume. Resume
merupakan ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana yang
terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan persyaratan penulisan tertentu.
Persyaratan Formal Terhadap Pembuatan Resume dalam Rangka
Pemberkasan Tindak Pidana,Pada halaman pertama di sebelah kin atas disebutkan
" DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT
JENDERAL BEA DAN CUKAI ". Dibawah kesatuan ditulis kata-kata " UNTUK
KEADILAN". Pada tengah tengah bagian atas halaman pertama ditulis perkataan
"RESUME " dan isvnya dimulai di bawahnya. Disebelah kiri dari setiap lembaran
resume dikosongkan 1/4 halaman disebut marge yang maksudnya disediakan untuk
tempat perbaikan apabila terjadi kekeliruan dalam penulisan rneterinya. Dibuat oleh
penyidik dengan membubuhkan tanggal, tempat pembuatan tandatangan dan nama
terang pembuatnya. Persyaratan Material Terhadap Pembuatan Resume dalam
Rangka Pemberkasan, memuat Dasar: Laporan kejadian
No………,tanggal…………Uraian singkat perkara.Fakta-fakta:Memuat tindakan yang
telah dilakukan, barang-bukti yang disita dan keterangan-keterangan baik dari
tersangka maupun saksi/ saksi ahli. Kesimpulan: Memuat gambaran-gambaran

Hal 156

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


konstruksi dan tindak pidana nya didasarkan pada hubungan yang logis antara
fakta-fakta yang ada dengan keterangan yang diperoleh baik dari saksi / saksi ahli
maupun dari tersangka, keterangan yang satu dengan yang lainnya serta
hubungan yang logis antara barang bukti yang ada dengan fakta maupun
keterangan-keterangan yang diperoleh sehingga memenuhi unsur-unsur dalam
pasal Undang-Undang yang memuat tindak pidana yang dipersangkakan.Resume
dalam Rangka Pemberkasan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai dibuat dengan
sistematika D a s a r , Uraian singkat perkara, Fakta-fakta :(sesuai dengan kegiatan
dalam proses penyidikan) dimulai Pemanggilan. Sampai dengan Barang Bukti.
Persyaratan Penulisan Resume dalam Rangka Pemberkasan Tindak Pidana
Kepabeanan dan Cukai Persiapan Pembuatan Resume dalam Rangka
Pemberkasan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai.
Membuat Kesimpulan Resume Hasil Penyidikan Untuk Berkas Perkara
Memuat uraian tentang pembahasan dari fakta-fakta dan keterangan yang diperoleh
sehingga didapat kesimpulan bahwa tindak pidana telah terjadi dan unsur-unsur
pidananya terpenuhi dan menyebutkan pasal pidana yang dipersangkakan. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam Pemberkasan untuk membuat Kesimpulan
Resume Hasil Penyidikan. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh lebih dari
satu orang dapat dijadikan satu berkas perkara, akan tetapi dapat pula
masing-masing tersangka dibuatkan berkas perkara sendiri. Dalam hal-masing-
masing tersangka dibuatkan berkas perkaranya sendiri-sendiri (Splitsing) maka
mereka yang pada mulanya tersangka diajadikan saksi terhadap tersangka yang
lain. Cara pembuatan Resume untuk tiap-tiap berkas, sistematikanya sesuai dengan
ketentuan pembuatan Resume di atas. Pada penguraian fakta-fakta hanya
memuat kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses penyidikannya. Kegiatan
yang dimaksud tidak selalu sama untuk setiap perkara. Dalam petunjuk tehnis
pembuatan Resume ini dilampirkan contoh-contoh aplikasi pembuatan resume
yang memenuhi syarat sesuai dengan kasusnya (Kasuistis).

1.Pengertian arsip/rekod
Rekod dan arsip diciptakan oleh semua orang dan institusi. Individu,
keluarga, bisnis, asosiasi dan kelompok, partai politik dan pemerintah semua
menciptakan arsip/rekod setiap hari. Arsip yang tercipta oleh lembaga pemerintah

Hal 157

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


atau institusi lain dalam pemerintah umumnya atau secara khusus dikenal sebagai
’arsip pemerintah’ pengelolaannya harus diatur oleh peraturan, yang ditentukan
bagaimana mereka diolah melalui daur hidupnya. Arsip pemerintah adalah arsip
yang diciptakan atau diterima dan dipelihara oleh sektor pemerintah. Arsip swasta:
arsip yang diciptakan, diterima dan dipelihara oleh sektor non pemerintah, keluarga
atau individu berkaitan dengan pemerintah maupun swasta.Adalah bahwa tanggung
jawab utama pemerintah adalah peduli terhadap rekodnya sendiri, khususnya bila
rekod dibutuhkan untuk administrasi untuk layanan pemerintah.

2.Sistem pemberkasan (filing system) dan skema klasifikasi


Pemberkasan adalah satu tugas pekerjaan penting di setiap kantor. Bila
rekod yang benar tidak disimpan dan diberkaskan maka mereka dapat diketemukan
ketika dibituhkan, kemudian dia melayani fungsi yang tidak berguna. Pemberkasan
dapat secara ekstrim tugas yang kompleks dengan system intrik. Sistem
pemberkasan dapat langsung dan tidak langsung dan membutuhkan campurtangan
indeks untuk pengaksesan. Apapun sistem pemberkasan yang anda pilih atau sistem
yang diadopsi dari intitusi anda, ada dua hal penting yang perlu diingat, yaitu :
Pertama, sitem pemberkasan sederhana adalah yang mudah digunakan dan
dipahami, yang penting sistem tersebut dapat memenuhi jangka panjang.
Kesederhanaan sistem pemberkasan mengorbankan kekhususan atau ketepatan,
tetapi lebih meningkatkan kemudahan dan kecepatan penggunaan.
Prinsip kedua, adalah rekod yang diberkaskan dalam skema yaitu yang
membantu anda kemudahan untuk mencarinya. Bentuk pernyataan sederhana
adalah ’berkas untuk penelusuran’. Sebagai contoh, jangan memberkaskan invoice
berdasarkan nomor invoice bila mencarinya berdasarkan nama vendor. Tidak ada
skema pemberkasan tunggal yang terbaik untuk setiap kantor. Bahkan mungkin tidak
ada sistem yang satu ntuk setiap series rekod dalam satu kantor. Sebagai contoh :
unit kerja keuangan akan menggunakan sistem berbeda dengan unit kerja
kepegawaian.
Jadi satu yang penting dan diingat, bahwa sistem pemberkasan sederhana
dan yang mudah diingat dan digunakan, banyak orang yang akan menggunakannya
dan lebih mudah untuk menjelaskan kepada petugasnya. Lebih penting lagi bahwa,
satu yang harus diingat sistem pemberkasan yang diadopsi atau dibuat

Hal 158

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


memungkinkan untuk memberkaskan rekod secara efisien dan efektif dalam
penemuan kembali rekod. Dengan kata lain, agar persyaratan rekod yang lengkap
dan akurat terpenuhi maka organisasi harus membangun sistem pemberkasan agar
rekod dapat dicari dan diketemukan kembali sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Definisi berkas (file), sebuah berkas merujuk kepada unit fisik dari kandungan
informasi dalam sebuah kertas atau elektronik. Rekod yang besatu dalam berkas
untuk mengembangkan keteraksesan dan identifikasi. Tujuan sebuah berkas, berkas
yang diciptakan dan tercakup dalam system pemberkasan adalah untuk memberikan
bukti formal dari transaksi kegiatan atau sebuah organisasi. Mereka mempunyai
tujuan adalah untuk menangkap, memelihara dan memberikan akses bukti kegiatan
setiap waktu dalam rangka praktek pertanggungjawaban dan praktek kegiatan.
Pengembangan sistem pemberkasan yang logis untuk mempercepat dan
kecepatan system pemberkasan, penelusuran informasi yang cepat, meningkatkan
perlindungan informasi dan meningkatkan stabilitas administrative, kelangsungan
dan efisien.
Filing system menurut Kennedy (1998) adalah sistem penyimpanan dan
penemuan kembali informasi yang terdiri dari aspek sistem seperti : lokasi fisik,
metode klasifikasi dan pengideksan, pengaturan dan penataan berkas, prosedur
pemberkasan, peralatan dan perlengkapan, pelacakan berkas, teknologi yang
digunakan dalam implementasi sistem.
Sementara itu filing system, ICA mendefinisikan sebagai suatu rencana
klasifikasi untuk pengaturan fisik rekod, penyimpanan dan penemuan kembali file,
biasanya diidentifikasi dengan simbol yang menggunakan abjad, nomer atau
kombinasi. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
klasifikasi mempunyai kesamaan dengan filing sistem. Dalam materi klasifikasi
disinin titik berat bukan pada praktek memberkaskan rekod tetapi lebih kepada
memilih sistem klasifikasi/filing yang sesuai dengan ukuran/jenis
perusahaan/lembaga, volume rekod dan tipe arsip yang disimpan.

3.Pemberkasan rekod/arsip
Badan korporasi menciptakan dan menerima rekod sebagai bagian
kegiatannya. Rekod yang diciptakan maupun yang diterima harus disusun, disimpan
untuk ditemu balik kemudian digunakan oleh pemakai. Penyimpanan ini memerlukan

Hal 159

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


sebuah sistem tersendiri. Untuk menyusun rekdo, kita memerlukan sistem
pemberkasan, arstinya penyusunan arsip dinamis secara sistematis, logis yang
menggunakan angka, huruf, kombinasi angka dan huruf untuk identifikasi rekod.
Rancangan sistem pemberkasan adalah merupakan perkiraan dan
penentuan kebutuhan di dalam rangka implementasi penyimpanan berkas. Fungsi
dari rancangan pemberkasan ini adalah untul:
 menentukan sistem pemberkasan untuk seluruh subyek/masalah yang terdapat
dalam skema kalsifikasi,
 menentukan susunan pemberkasan rekod untuk setiap kelompok rekod, mulai
dari tingkatan dokumen, subfile, file dan series.
Semua ini merupakandasar untuk melakukan pemberkasan, penataan dan
penyimpanan serta temu kembali rekod. Sistem pemberkasan ini merupakan jantung
dari kegiatan penyimpanan dan temu kembali informasi. Faktor yang harus
diperhatikan dalam menentukan sistem pemberkasan adalah: menetukan rekod,
menentukan bidang-bidang kegiatan organisasi, dan menentukan karakteristik
organisasi. Terdapat beberapa pandangan tentang macam metode pemberkasan,
Seperti Kennedy (1998:169-171) menyatakan secara garis besar pemberkasan
menggunakan sistem numerik dan sistem abjad. Sulistyo (1999:93) menyatakan
terdapat sistem utama pemberkasan rekod, yaitu abjad numerik klasifikasi,
kronologis dan warna. Menurut Gunarto (1991:19), Ann Bennick (1989) dalam
ARMA, dan Martono (1990:22) dari metode pemberkasan yang ada secara garis
besar pemberkasan digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu sistem numerik/angka,
sistem abjad dan sistem subyek?
Sistem pemberkasan yang disebutkan di atas merupakan pengolahan rekod
yang tercetak atau konvensional. Dewasa ini telah banyak kantor menggunakan
media elektronik untuk manajemen rekodnya. Agus Sugiarto (2005:122) mengatakan
’dengan menggunakan media elektronik diharapkan akan membantu pihak pengelola
arsip untuk dapat mengelola dokumen dengan baik dalam hal penyimpanan,
pengolahan, pendistribusian, dan perawatan dokumen. Lebih lanjut Agus Sugiarto
(2005:123) mengatakan penggunaan media elektronik dalam pengelolaan arsip
inilah yang sering disebut dengan sistem pengarsipan elektronik yang berbasiskan
dengan penggunaan komputer. Terdapat 5 (lima) sistem utama pemberkasan rekod
ialah abjad; numerik; klasifikasi; kronologis dan warna. Susunan abjad masih dapat

Hal 160

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


diperluas lagi menurut abjad nama, abjad geografi dan abjad subyek. Beberapa
sistem dapat dikombinasikan menjadi sistem campuran, mislanya abjad dengan
numerik dikenal sebagai sistem alfanumerik atau abjad geografi ditambah dengan
abjad nama orang ataupun abjad dikombinasikan dengan warna. (Sulistyo Basuki,
2003:75).

4.Sistem Numerik
Sistem ini menggunakan nomor, atas dasar urutan angka/nomor, biasanya
dari angka terkecil ke angka terbesar. Pemberkasan urut angka merupakan sistem
yang paling sederhana. Rekod diatur berdasarkan urutan angka seperto 01, 02, 03,
04 dan seterusnya. Sistem ini umumnya digunakan untuk penyimpanan cek, slip
pembayaran, rekod personil, pasien dan semua tipe rekod yang memiliki nomor
tertentu dan menandai dokumen bersangkutan. Sistem urutan angka hanya efektif
jika rekodnya tidak melebihi 5000 berkas. Jika lebih dari itu akan mengalami
kesulitan. Karena akan memakan waktu jika memberkaskan dengan jumlah lebih
dari 4 angka (martono, 1990:23).
Susunan rekod personal seperti rekod pasien, kepegawaian dapat
digabungkan dengan indeks nama pemilik nomor bersangkutan. Untuk memudahkan
penemuan kembali, setiap 25 folder ditempatkan guide baru sebagai pembatas.
Pada perkembangan ada nomor tidak berurut yaitu penyusunan yang dilakukan
dengan cara tertentu, tanpa memperhatikan urutan penomoran seperti pada
umumnya. Aturan ini hanya diketahui oleh filer atau orang tertentu saja, seperti
sistem terminal – digit (angka terakhir) , middle – digit (angka tengah) dan urutan
tanggal.

5.Sistem berabjad
Sistem ini merupakan sistem atas dasar abjjad, yaitu dengan menggunakan
urutan abjad nama orang, organisasi, nama subyek, atau nama lokasi geografi.
Pemberkasan atas dasar sistem abjad merupakan sistem yang paling tua dan paling
sederhana. Rekod yang diatur berdasarkan sistem ini antara lain berkaitan dengan
rekod kepegawaian, nasabah langganan, pasien dan sejenisnya.

Hal 161

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


6.Sistem Subyek
Sistem ini mempunyai diterapkan pada rekod korespondensi (surat dan
sejenisnya), kegiatan lain seperti penelitian, rekod kasus dan sebagainya.
Dibandingkan dengan sistem lainnya, sistem subyek ini paling sulit. Karena untuk
melaksanakannya diperlukan bukan saja ketrampilan di bidang penataan berkas
tetapi juag kemampuan menganalisis serta memahami tugas dan fungsi organisasi.
Walaupun berdasarkan sistem subyek pedoman penataannya adalah masalah yang
terkandung dalam rekod, namun dalam pengaturan foldernya dapat dgabungkan
dengan sistem lainnya, bargantung kepada indeks yang digunakan (abjad, subyek
atau angka). Dalam praktek penataan berkas senantiasa akan terjadi penggabungan
antara sistem yang satu dengan yang lainnya.

7.Kombinasi
Sistem dapat dikombinasikan antara abjad, nomer yang dapat menunjukkan
subyek atau lainnya. Persyaratan untuk sistem pemberkasan rekod
 Sistem harus sederhana untuk mengurangi tingkat kesalahan dan memfasilitasi
penggunaannya untuk semua pegawai. Seharusnya dirancang untuk kebutuhan
normal organisasi dan tidak untuk atau kemungkinan perkecualian.
 Berkas harus mengandung informasi yang berhubungan dengan kegiatan dan
fungsi yang mana didokumentasikan.
 Sistem harus mempunyai struktur numerik atau alfanumerik, yang setiap
unsurnya sama dengan fungsi judul berkas maksimum 4 unsur. Jenis berkas
seperti yang sudah dijelaskan di atas, yaitu abjad, numerik, alfanumrik dan kata
kunci. Sistem yang umum digunakan adalah alfanumerik.
 Kesesuaian : sistem harus memenuhi kebutuhan pengguna/departemen
 Pemeliharaan yang baik: adanya system yang membantuk untuk mencari; cukup
aman; kebijakan tentang penyiangan yang jelas; control rekod yang sesuai pada
penciptaan dan penambahan pemberkasan; penyimpanan yang aman dan cukup
untuk bahan arsip.
 Dapat mengadaptasi : system harus fleksibel dan cukup dalam memenuhi
kebutuhan organisasi.
 Aksesibilitas : system harus memungkinkan pengguna untuk mengklasifikasi
rekod dan dapat mencarinya tanpa ada gangguan.

Hal 162

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Akuntabilitas : harus mencakup mekanisme audit sehingga menjaga kegagalan
praktek dan prosedur .

Sistem pemberkasan dapat gagal untuk mengoperasikan secara efektif


dengan alasan seperti : beban terlalu berat; tidak adanya rujukan silang;
koresponden yang usang; tidak adanya system untuk penemuan kembali; ketidak
sesuaian perlengkapan; lamanya waktu penemuan kembali, berkas yang menumpuk
dan semuanya harus ada pendekatan untuk merevisi dan menyimpan.

8.Klasifikasi
Pengertian klasifikasi (Standar Australia)’.... proses merencanakan dan
menerapkan skema berdasarkan kegiatan bisnis yang menghasilkan rekod, dimana
mereka dikelompokkan dalam cara yang sistematis dan konsisten untuk
memudahkan penangkapan, temu balik, pemeliharaan dan pemusnahan. Klasifikasi
termasuk memutuskan konvensi dokumen dan penamaan berkas, ijin pengguna dan
batas keamanan rekod.
Salah satu fungsi dari manajemen rekod adalah memilih secara tepat sistem
klasifikasi sehingga rekod dapat secara cepat, tepat dan cepat ditemukan kembali,
rekod dalam keadaan lengkap dan utuh, rekod merupakan satu kesatuan informasi.
Sebagai endapan informasi pelaksanaan kegiatan administrasi, rekod harus
diklasifikasikan berdasarkan fungsi atau kompetensi unit kerja dalam struktur
organisasi institusi, sehingga unit informasi yang terbentuk dapat ditetapkan jangka
simpan (retensi) dan nilai guna informasinya. Dengan demikian sistem klasifikasi
rekod pada prinsipnya mengacu pada pengertian memilah-milah rekod berdasarkan
pada pertimbangan tentang bagaimana suatu rekod akan digunakan sebagai
referensi atau akan ditemukan kembali (Wallace, 1992:513).
Klasifikasi adalah proses dimana rekod organisasi/lembaga dikategorikan
atau dikelompokkan ke dalam unit penemuan rekod (Kennedy, Jay, 1998:..). ICA
mendefinisikan sebagai penyiapan dari rencana pemberkasan atau sistem
pemberkasan atau skema klasifikasi untuk rekod dan penempatan series rekod
(rekod sebagai satu kesatuan informasi) dan atau item dalam suatu skema.
Sedangkan Patricia Wallace (1992) menyebut dengan istilah Records Classification
System (sistem klasifikasi arsip dinamis), ia menyebut juga tiga dasar sistem

Hal 163

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


klasifikasi: alfabetik (penyimpanan rekod berdasarkan urutan huruf abjad) dibedakan
menjadi nama, subyek, geografi; numerik (penyimpanan rekod berdasarkan urutan
nomor) dibedakan menjadi nomor berurutan, middle-digit, terminal-digit, desimal;
alpha numerik (penyimpanan rekod berdasarkan kode huruf dan nomor). Dalam
masing-masing sistem klasifikasi ini arsip kemudian diberkaskan secara kronolgis.
Klasifikasi diperlukan dalam rangka pemberkasan rekod (records filing).
Pemberkasan merupakan penempatan yang sesungguhnya rekod yang berkaitan
dalam suatu wadah penyimpanan (storage container atau folder/file), dengan tujuan
agar mudah ditemukan saat hendak digunakan (Johnson, 1974:14). Klasifikasi
adalah proses merencanakan dan menerapkan skema berdasarkan kegiatan bisnis
yang menghasilkan rekod, di mana rekod dikelompokkan menurut cara yang
sistematis dan konsisten untuk memudahkan penangkapan, temu balik,
pemeliharaan dan pemusnahan.

9. Fungsi tempat penyimpanan arsip aktif dan in-aktif.


Keputusan dalam memindahkan arsip akan membantu, pertama, untuk
mengurangi biaya peralatan karena arsip yang tidak aktif dapat disimpan di tempat
yang tidak terlalu mahal. Kedua, lemari atau rak penyimpanan yang pernah
digunakan melalui pemindahan berkas dapat menyediakan ruang tambahan untuk
berkas aktif yang baru. Terakhir, efisiensi dari tempat penyimpanan dan pencarian
berkas yang aktif dapat dikembangkan karena kepadatan berkas telah dikurangi; dan
ruang dalam laci, lemari, rak atau tempat penyimpanan secara komputerisasi akan
bertambah.
Pemindahan arsip dilakukan menurut jadwal penyimpanan atau berdasarkan
tanggal arsipnya. Beberapa alasan berikut juga mengapa pemindahan arsip
dilakukan :
 tidak ada lagi ruang yang tersedia untuk penyimpanan arsip aktif
 menimbulkan biaya lebih, karena peralatan penyimpanan dan ruang kantor
tambahan meningkat dan dikurangi biayanya dari penyimpanan terdekat atau
penyimpanan offsite menjadi alternatif yang menarik.
 arsip yang disimpan tidak lagi diminta dan karena itu siap untuk dipindahkan
 beban kerja telah berkurang, dan waktu tersedia untuk kegiatan pemindahan
arsip

Hal 164

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 kasus atau proyek arsip telah mencapai waktu akhir(kontrak telah kadaluwarsa,
kasus hukum diselesaikan dan ditutup)
 membentuk kebijakan organisasi yang mengharuskan setiap divisi untuk
memindahkan arsip pada waktu yang ditetapkan.

10.Organisasi atau unit kearsipan pencipta dan penyimpan arsip dalam lembaga.
Arsip aktif : Central File atau Unit Kerja – Unit Pengolah, Rekod organisasi
sebanyak 25 % umumnya dikategorikan aktif yaitu rekod yang digunakan
administrasi sehari-hari oleh organisasi. Arsip aktif menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh manajer untuk melakukan kegiatan operasional terkini. Berhubung
rekod aktif adalah bagian yang vital dalam fungsi pembuatan keputusan, maka rekod
harus tersedia bagi manajer setiap saat ketika dibutuhkan. Kecepatan pelayanan
untuk rekod jenis ini adalah sangat perlu. Penelusuran difasilitasi dengan menyimpan
rekod aktif yang dekat dengan orang yang membutuhkannya. Pilihan sistem
penyimpanan rekod aktif bisa secara terpusat atau perbagian (sentralisasi dan
desentralisasi).

11. Sistem penyimpanan sentralisasi


Penyimpanan rekod secara sentralisasi yaitu menyediakan tempat untuk
semua rekod aktif dalam satu lokasi dalam institusi. Semua rekod yang dibutuhkan
perlu disimpan di wilayah sentral atau pusat dan setiap departemen harus
menyimpannya di lokasi tersebut. Sentralisasi umumnya cocok untuk organisasi
yang kecil, organisasi yang besar tidak efisien karena menyebabkan ketidak
nyamanan bagi departemen. Sentralisasi memberikan pendekatan yang seragam
pada sistem rekod, karena semua rekod disimpan dan diatur dengan sistem yang
sama dan dicari dengan prosedur yang sama. Oleh karena itu keuntungan
sentralisasi menguntungkan dalam hal :
 Menyediakan prosedur yang konsisten
 Identifikasi tanggungjawab dan akuntabilitas
 Menyimpan rekod yang berkaitan bersama
 Training sataf baru
 Memberikan layanan yang sama untuk semua departemen
 Meminimalkan duplikasi rekod

Hal 165

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Memberikan penggunaan ruang, peralatan dan tenaga yang lebih baik
 Memberikan peningkatan keamanan rekod
 Memberikan satu penelusuran.

12.Sistem penyimpanan desentralisasi


Sistem desentralisasi adalah satu dalam setiap departemen atau unit ada
tempat penyimpanan dalam lokasi tersebut. Umumnya manajer rekod menyukai
sistem ini, karena memberikan kemudahan dalam pengawasan rekod dan rekod
miliknya dapat diakses setiap saat. Keteraksesan dan kontrol rekod harus seimbang
untuk menghindari setiap departemen yang tidak mempunyai wewenang untuk
mengakses. Masalah yang muncul dengan sistem ini adalah :
 Setiap departemen mempunyai sistem sendiri; maka tidak adanya sistem
seragam dalam sistem tata kearsipannya
 Setiap departemen menyimpan rekodnya sendiri ; sehingga rekod yang berkaitan
tidak disimpan bersama
 Beberapa departemen kemungkinan akan menyimpan rekod yang sama; yang
akan menyebabkan duplikasi rekod
 Departemen mungkin akan menggunakan peralatan duplikat atau memelihara
peralatan yang tidak berguna; maka penggunaan peralatan tidak realistik
 Setiap departemen cenderung menyimpan rekod dalam format yang berbeda,
maka keamanan rekod tidak mencukupi atau mudah rusak.
Memang bila informasi yang harus segera dibutuhkan maka sistem ini sesuai, karena
setiap departemen dapat mengawasi rekodnya secara langsung.

13.Sistem penyimpanan arsip secara kombinasi atau gabungan


Sistem kombinasi memberikan departemen untuk menyediakan rekodnya sendiri
dibawah kontrol sistem yang terpusat (sentral). Keuntungan pengawasan atau
kontrol secara terpusat adalah sistem penyimpanan dan penelusuran seragam;
meminimalkan berkas yang tidak teratur dan kehilangan rekod; meminimalkan
duplikasi rekod; menyediakan pembelian terpusat yang dapat mencapai efisiensi dan
efektifitas biaya serta menyediakan perpindahan rekod dalam rangka program jadwal
pemusnahan dan memberikan lebih baik dalam struktur manajemen. Arsip inaktif :
records center : pusat rekod-unit kearsipan

Hal 166

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Penyimpanan rekod merujuk pada memberikan ‘rumah’ rekod ketika sudah semi aktif
atau inaktif, tetapi rekod tersebut masih disimpan. Rekod ini sudah jarang digunakan
tetapi masih disimpan untuk keperluan rujukan, untuk keperluan audit, atau untuk
keperluan hukum atau alas an kearsipan lebih murah bila disimpan diluar area
perkantoran. Untuk alasan ekonomi inilah pusat rekod dirancang dan dibangun.
Tujuan merancang dan mengoperasaikan pusat rekod adalah :
 untuk mencapai ekonomis dan efisien dalam penyimpanan, penelusuran dan
pemusnahan rekod inaktif;
 untuk keamanan dari baik pada akses yang tidak berwenang, maupun untuk
penghancuran rekod ini dalam rangka tanggungjawab pada pengguna atau
pelanggan;
 melindungi penyimpanan rekod dari resiko bencana alam seperti kebakaran,
kebanjiran dan gempa bumi.
Keuntungan ekonomi menyimpan rekod inaktif di tempat lain dibandingkan di
area kantor. Bisa dibayangkan biaya atau harga per meter persegi lantai di kota lebih
mahal dibandingkan di desa atau tempat yang agak jauh dari kota, akan tetap lebih
mahal dibandingkan gudang itu sendiri. Pusat rekod secara khusus dirancang yang
merupakan jenis tempat penyimpanan rekod inaktif yang memberikan keamanan,
ekonomis dan kepadatan yang tinggi, tetapi dengan alasan untuk legal dan alasan
administrasi. Pengaturan dan operasional secara benar, pusat rekod adalah
komponen penting dalam program manajemen rekod dan sumber kritis untuk biaya
penyimpanan rekod inaktif dari siklus hidup informasi. Oleh karena itu, pusat rekod
dapat memberikan penghematan biaya dalam peralatan dan ruangan, yaitu :
 Ruang pusat rekod digunakan lebih baik – lebih dari lima kali lipat rekod
disimpan per meter perseginya sama dengan ruang kantor dengan
menggunakan peralatan lemari yang padat (compact-seperti roll opac).
 Ruang pusat rekod yang jauh dari kota harganya lebih murah – dalam hitungan
rata-rata menghemat kurang lebih 750-1500 persen.
 Biaya untuk petugas lebih murah di luar kota
 Menghemat biaya perlatan karena pusat rekod menggunakan peralatan yang
compact dibandingkan peralatan biasa yang digunakan di kantor, penghematan
ini kira-kiran 25 persen.

Hal 167

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Yang perlu dicatat bahwa, walaupun secara tradisional kita membangun
pusat rekod untuk kepentingan ekonomis, pusat rekod diperlukan sebagai pusat
rujukan atau pusat layanan rekod untuk institusi yang bersangkutan. Artinya, manajer
rekod akan mengembangkan pusat rekod bila ada jaminan bahwa memang
mengurang biaya perawatan ruang dan peralatan penyimpanan, rekod yang
disimpan aman dari pencurian atau akses yang tidak berwenang, dan tidak hilang.
Walaupun program penyimpanan rekod adalah bagian dari tahap akhir dari siklus
hidup rekod, maka program ini tetap harus direncanakan pada saat melakukan
survei rekod. Karena survei rekod mulai mendapatkan informasi tentang sistem
pemberkasan yang membingungkan, barangkali ketidak sesuaian penggunaan
perangkat lunak, tidak adanya prosedur ’back-up’ perlindungan, mungkin juga tidak
efisiennya peralatan pemberkasan.
Program penyimpanan rekod seharusnya dapat menangani semua jenis
media rekod, menyediakan tempat yang sesuai untuk semua jenis media rekod,
memungkinkan keamanan yang lengkap, dan menyediakan untuk layanan rujukan
yang lengkap. Disisi lain kita memiliki kekurangan, bahwa tidak tersedianya dana
yang memamdai, ruang terbatas, tenaga, peralatan bahkan ahli dalam bidang ini
menjadi hambatan untuk membuat pusat penyimpanan rekod. Tetapi janganlah
kekurangan ini jangan dijadikan alasan bahwa kita tidak dapat membangun pusat
penyimpanan rekod. Manajer rekod harus segera memulainya walaupun masih jauh
dari sempurna.
Pusat rekod yang dimaksud dalam konteks di negara kita dapat disamakan
adalah unit kearsipan. Sesuai dengan penjelasan dalam pasal 3 PP No. 34 tahun
1979 tentang Penyusutan Arsip) yang dimaksud dengan unit kearsipan adalah unit
yang bertugas mengarahkan dan mengendalikan arsip inaktif yang berasal dari unit-
unit pengolah (satuan kerja). Hal ini juga dijelaskan oleh pasal 17 UU No.8 tahun
1997 tentang Dokumen Perusahaan) bahwa yang dimaksud dengan Unit Kearsipan
adalah satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola
dokumen perusahaan yang sudah diselesaikan oleh unit pengolah untuk disimpan
dan dipelihara.
Apapun yang didefinisikan tentang pusat penyimpanan rekod, dalam
mengembangkannya, ada 4 (empat) faktor yang harus ditentukan seprti dibawah ini:
 Apa yang akan disimpan?

Hal 168

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 media rekod
 tingkat kerahasiaan rekod
 jumlah rekod
 Bagaimana menyimpannya?
 lingkungan penyimpanan khusus, kelembaban, suhu atau temperatur
ruangan
 ekstra keamanan
 Tingkat layanan apa yang akan disediakan?
 Dimana akan disimpan?
 tujuan membangun pusat rekod
 apakah arsip
 penyimpanan komersial?
 lantai dasar?

14.Pusat rekod on-site


Pusat rekod yang umum ada di dalam gedung yang sama di institusi tersebut,
lokasi biasanya di lantai dasar gedung. Ruang pusat rekod di lantai dasar banyaknya
rekod tidak menjadi halangan, hanya saja memiliki kerugian bila ada banjir. Sehingga
pusat rekod seperti ini harus difikirkan perlindungan terhadap bahaya kebakaran,
banjir, keamanan dan pencahayaan.

15.Pusat rekod off-site


Lokasi pusat rekod diluar gedung tetapi dibawah operasional lembaga
tersebut. Biasanya pusat rekod jenis ini digunakan oleh institusi yang sangat besar,
dimana bila menyimpan rekod di gedungnya membutuhkan ruang yang sangat besar
dan biaya sewa gedung sangat mahal. Faktor yang harus diperhatikan adalah faktor
keamanan dan keteraksesannya.

16.Jasa pusat rekod komersial


Komersial pusat rekod biasanya penitipan penyimpanan rekod in-aktif
organisasi dengan biaya yang cukup mahal, karena organisasi perlu membayar
titipan dan layanan jasa yang dilakukan oleh pusat rekod tersebut. Jasa ini juga

Hal 169

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


digunakan bila organisasi tidak memiliki ruangan untuk menyimpan rekod inaktif.
Pusat rekod untuk menyimpan rekod inaktif karena dari proses penjadwalan atau
penyusutan untuk dilakukan pemindahan. Pemindahan rekod inaktif dari unit kerja
digunakan daftar rekod yang dipindahkan dilampirkan berita acaranya. Pusat rekod
komersial kemungkinan bersaing dengan off-site pusat rekod, tetapi tetap
pertimbangannya adalah bahwa kebanyakan organisasi kekurangan penyediaan
keamanan, dan faktor ekonomi untuk pengaturan rekod inaktif serta bila
dibandingkan membeli fasilitas, pembelian rak dan pemeliharaan peralatan, jasa
pusat rekod komersial lebih murah dan nyaman. Jasa pusat rekod akan memberikan
beban biaya kepada organisasi tergantung kepada jasa layanan yang diminta. Jasa
layanan yang dapat diberikan oleh pusat rekod komersial adalah :
 pengantaran dan pengambilan rekod
 memasukkan data ke dalam database
 pencarian rekod
 pengantaran rekod yang diperlukan
 fotocopi
 scan, fax dlsb
 pemusnahan rekod
 pembuatan laporan secara periodik.

17.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan rekod


Apa yang akan disimpan di pusat rekod?
Keputusan yang harus diambil adalah menyangkut rekod apa yang akan
diterima di pusat rekod. Seperti pertanyaan kertas tetapi bukan buku? Gambar teknik
buka foto? Pita magnetik bukan disket? Setiap bahan atau media tersebut
mempunyai kebutuhan kemasan, lingkungan penyimpanan atau peralatan untuk
pemeliharaannya. Apakah semua ini bisa diperoleh, dipelihara dan dijalankan?
Apakah tingkat kerahasiaannya dapat dijamin? Apakah mungkin anggarannya
mencukupi untuk membayar staf keamanan? Dari hasil survei rekod akan terlihat
jumlah perkiraan rekod inaktif per tahun dan dalam media apa saja.

Hal 170

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Bagaimana rekod harus disimpan?
Sebagian besar rekod non kertas sangat membutuhkan lingkungan yang
terkontrol untuk penyimpanan jangka panjang. Sementara itu banyak juga rekod
yang harus segera dimusnahkan, lainnya mungkin akan dipindahkan ke arsip
nasional sebagai arsip statis, sehingga kondisi lingkungan di tempat penyimpanan
harus disesuaikan dengan media rekodnya. Anda harus mengetahui beberapa
kondisi ruang tempat penyimpanan yang dibutuhkan pada saat ini (kemungkinan
saja bis berubah).
 kertas harus disimpan dalam temperatur lingkungan antara 13-18 derajat celcius,
dengan tingkat kelembabab ruan antara 55-65%;
 mikrofilm harus disimpan dengan kondisi temperatur ruang penyimpanan antara
15-20 derajat celcius dan kelembabannya 20-40 %. juga harus bersih dari debu
dan gas yang dikeluarkan oleh lemari arsip kabinet dan juga gas diazo dari film
duplikat;
 slide berwarna membutuhkan ruang yang gelap, dengan temperatur 18 derajat
celcius dan kelembaban antara 30-35%;
 pita magnetik dan disk membutuhkan ruang stabil dengan temperatur 20 derajat
celcius dan kelembaban 50% serta bebas debu.
Dengan demikian ruangan terpisah dalam pusat rekod harus mempunyai
kondisi lingkungan yang berbeda karena menyimpan media berbeda, anda harus
menghindari penyimpanan rekod dalam ruang yang sama untuk media rekod yang
berbeda. Masalah lain yang juga harus diperhatikan adalah tentang keamanan
rekod. Pengguna sangat mengharapkan bahwa rahasia atau tidak, rekodnya yang
akan disimpan, mereka ingin rekod yang disimpannya aman dari bahaya api, banjir,
rusak bahkan hilang.

Tingkat layanan apa yang diberikan oleh pusat rekod?


Sebuah fasilitas penyimpanan dapat dengan mudah mengontrol lingkungan
dan keamanan gedung, yang mana departemen atau organisasi ’dialloted” dalam
ruang tertentu. Ruang ini dibagi dalam, dan setiap departemen menangani areanya
sendiri. Departemen mengirim petugasnya untuk menyimpan, mencari dan
memelihara rekodnya. Manajer rekod tidak melakukan apapun selain memelihara
lingkungan dan keamanan gedung. Keuntungan seperti ini adalah sangat murah,

Hal 171

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


hampir membutuhkan staf administrasi. Kerugiannya adalah sementara
menyediakan penyimpanan fisik, tidak efisien penggunaan ruang, dan manajer tidak,
dalam kata lain, memberikan bantuan ke manajemen rekod. Tetapi, bagaimanapun
memberikan lebih langsung mengawasi dibanding jika departemen tidak memiliki
pusat rekod, atau secara individu kontrak dengan komersial fasilitas pusat rekod.
Sebagian pemilihan pusat rekod akan memberikan rujukan informasi penuh
dan layanan penyimpanan. Dalam hal ini, fasilitas tertentu adalah aman dan
dijalankan secara penuh oleh staf manajemen rekod. Pengiriman, penerimaan,
penyimpanan, perlindungan, penghancuran, dan pemindahan semuanya dilakukan
oleh staf manajemen rekod. Satu departemen rujukan penuh akan menelusur
berkas, dokumen atau tape atas permintaan; atau akan menelusur informasi di disk
atau tape atau membuat laporan. Keuntungan dari sini, adalah keamanan yang
tinggi untuk informasi, dan mengelolanya sebagai sumber, lebih tinggi untuk
mengeksploitasinya, untuk keuntungan organisasi. Kerugiannya adalah, kebutuhan
yang besar staf berkualitas, kendaraan, perangkat keras dan perangkat lunak
komputer, adalah mahal.
Pusat rekod dapat dilakukan oleh institusi, pemerintah atau organisasi lain
untuk penggunaan sendiri. Seperti, pusat rekod in-house adalah sangat penting
dalam komponen program manajemen rekod, maka organisasi juga terkadang
melakukan pembayaran dengan kontrak pusat rekod komersial yang memberikan
harga untuk penyimpanan rekodnya. Beberapa organisasi menggunakan penyedia
jasa komersial sebagai tambahan pusat rekodnya khusus untuk jenis rekod atau
khusus untuk wilayah tertentu. Ada tiga pilihan untuk pusat rekod yaitu: pusat rekod
on-site (dalam gedung); fasilitas off-site (diluar gedung) yang dikelola oleh organisasi
dan pusat rekod komersial.
Beberapa kriteria yang menjadi dasar tingkat layanan karena adanya
kebutuhan dan kemampuan organisasi, yaitu:
 kebutuhan informasi pengguna, apakah rekod masih dibutuhkan sebagai
informasi secara reguler atau memang informasi masih digunakan atau memang
berguna dan lainnya. hal ini harus ditanyakan ke departemen apakah masih
dibutuhkan?

Hal 172

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 keuntungan ’sharing’ informasi, dalam survei rekod, manajer rekod akan
mengetahui departemen atau bagian mana yang akan mempunyai rekod
duplikat.
 biaya, layanan penyimpanan pusat rekod harus jelas menguntungkan pengguna
 ketersediaan staf yang berkualitas, dibutuhkan staf yang berkualitas.

Dimana akan disimpan?


Untuk menentukan dimana rekod akan disimpan, manajer rekod dalam
memilih harus mempertimbangkan hal-hal berikut, dibawah ini:
 media – apakah tempat penyimpanan dapat menerima semua jenis media
rekod?
 jumlah – adalah hal yang lebih penting mudah untuk tempat yang besar untuk
menyimpan semua rekod?
 keamanan – apakah keamanan lebih penting dibanding yang lain?
 lingkungan – atau lingkungan yang sesuai , untuk memungkinkan kelangsungan
hidup rekod, lebih penting?
 layanan- akhirnya, kualitas dan jumlah layanan rujukan menjadi perhatian primer.

R.Penyerahan Berkas Perkara Tindak Pidana

Kegiatan terakhir dari suatu proses penyidikan tindak pidana adalah kegiatan
penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Adapun salah satu bagian dari
tindakan penyelesaian tersebut adalah dengan membuat uraian resume atas hasil
proses penyidikan terhadap suatu tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai
yang telah dilakukan sebelumnya. Resume itu sendiri merupakan suatu bentuk
ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana yang terjadi yang
dituangkan dalam bentuk dan persyaratan penulisan tertentu.
Setelah adanya pembuatan resume atas penyidikan suatu tindak pidana
maka dapat dilakukan penyusunan dan pemberkasan merupakan kegiatan
penyelesaian berkas perkara dari proses penyidikan. Kegiatan ini merupakan final
action yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu proses penyidikan. Atas
penyusunan Isi Berkas Perkara ini dilakukan dengan menyusun hasil kelengkapan

Hal 173

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


administrasi penyidikan yang berupa berkas-berkas dan lembaran-lembaran hasil
dari proses penyidikan sebelumnya. Dan pada Pemberkasan dilakukan dengan
mempertimbangkan bahwa semua lembaran administrasi yang merupakan isi berkas
telah terlengkapi kemudian disusun sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
sesuai ketentuan hukum, maupun petunjuk teknis proses penyidikan yang berlaku.
Dan setelah semuanya terselesaiakn maka dilakukan penyerahan berkas perkara
yang merupakan tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan
penyerahan tanggung jawab secara fisik atau administrasi atas tersangka serta
barang bukti kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, penuntut umum berarti Jaksa
yang diberi wewenang oleh Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan putusan hakim.

S. Administrasi Penyidikan
Administrasi penyidikan merupakan penatausahaan kegiatan penyidikan
yang meliputi pencatatan, pelaporan, dan pendataan, baik untuk kepentingan
penyidikan, operasional, maupun pengawasan. Administrasi Penyidikan (MINDIK)
tindak pidana kepabeanan dan cukai ini, adalah kunci utama keberhasilan
penyidikan PPNS Bea dan Cukai karena tanpa administrasi penyidikan yang tepat,
akurat, tertib dan efisien, berkas perkara tidak akan sempurna. Kesempurnaan
berkas perkara adalah diterimanya berkas dengan diterbitkannya P-21 oleh Jaksa
Penuntut Umum, dapat disidangkan yang tindak pidananya dapat dibuktikan pada
Sidang Pengadilan dan dijatuhkan vonis oleh Majelis Hakim yang menyidangkan
perkara tindak pidana kepabeanan dan cukai. Kesalahan atau kekeliruan yang tidak
perlu jangan sampai menggugurkan berkas perkara karena kesalahan prosedur,
kesalahan nama, tempat dan waktu. Penyidikan memerlukan proses, sehingga
penyidikan yang dilakukan sedikitnya dilakukan oleh 2 (dua) orang Penyidik, satu
orang penyidik yang sudah berpengalaman/sering melakukan penyidikan dan
satu orang lagi penyidik baru atau yang belum berpengalaman melakukan
penyidikan.
Penyidik yang sering menangani penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan
Cukai akan membuat Penyidik makin berpengalaman sehingga menjadi Penyidik

Hal 174

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang professional ahli dibidang tugasnya. Untuk membuat berkas penyidikan yang
sempurna
ada hal-hal penting dalam pelaksanaan MINDIK. Sebelum masuk ke MINDIK dapat
didahului dengan Administrasi Penyidikan (Administrasi LIDIK) yang baik, kecuali
dalam hal tertangkap tangan maka MINDIK langsung dapat dilaksanakan.
Diperlukan koordinasi MINDIK yang selalu mengkoreksi dan
membukukan setiap surat-surat maupun hasil pemeriksaan perkara yang
ditangani oleh PPNS Bea dan Cukai yang masuk sebagai Tim Penyidik. Koordinator
MINDIK tidak ikut melakukan hasil MINDIK termasuk membuat perencanaan
pemeriksaan/memberikan petunjuk kepada Penyidik dalam pemeriksaan saksi-
saksi, apakah ada keterkaitan satu dengan lainnya, sehingga bila keterangan
saling bertentangan dapat dilakukan pemeriksaan konfrontasi. Dengan telah
disiapkannya pertanyaan-pertanyaan keterangan apa yang akan dijadikan
kesaksian, maka pemeriksaan saksi diusahakan sekali saja sudah dapat
diperoleh kesaksian yang menguatkan keterlibatan tersangka (untuk efisiensi waktu,
tenaga dan biaya). Untuk penulisan identitas nama agar dihindari 3 (tiga) hal,
yaitu kesalahan huruf, kesalahan tempat tanggal lahir, dan bila diperlukan menulis
alias atau ditulis kata bin dengan nama orang tua/ayah.
Penulisan ini untuk menghindari kesalahan identitas orang (error in
persona). Untuk penulisan tempat kejadian, hal-hal yang perlu ditulis adalah
Tempat, kota, kecamatan, kelurahan, RW, RT (selengkapnya); Kalau di laut
harus dicatat koordinat termasuk nama perairan/laut mana terjadinya tindak pidana,
dan dibuatkan denah tempat terjadinya tindak pidana. Untuk penulisan waktu, hal-hal
yang harus diperhatikan adalah hari, tanggal, jam,menit/detik, sehingga tidak
menimbulkan pengertian waktu yang berbeda pada saat terjadinya tindak pidana.
Pasal-pasal yang dipersangkakan dalam Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai
harus tepat, dicari pasal-pasal yang mengatur tindak pidana yang terjadi (di-
juncto-kan ke pasal-pasal yang terkait secara berlapis). Barang bukti yang ada
harus tepat jumlahnya, dibuatkan Berita Acara Pencacahan yang disaksikan oleh
minimal 2 (dua) orang saksi dan dalam hal dilakukan penyisihan barang bukti harus
dibuatkan Berita Acara Penyisihan Barang Bukti. Pada saat diterbitkannya surat
pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), sudah harus disampaikan
tembusannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), agar dapat ditunjuk Jaksa

Hal 175

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Penuntut Umum yang dapat diminta petunjuk atas perkara yang sedang ditangani
sehingga pada saat penyerahan berkas sudah dapat diterima JPU dengan P-21,
harus selalu ada komunikasi PPNS dengan JPU agar berkas dapat diterbitkan P-21
oleh JPU. Setiap ada perubahan apapun dalam MIMDIK harus dibuat Berita Acara
agar peristiwa satu dengan lainnya dapat tersambung tanpa terputus. (Contoh:
Pemindahan tempat barang bukti atau barang bukti rusak karena faktor alam
sehingga berubah bentuk dari awalnya, dll).
Pertimbangan Pelaksanaan Administrasi Penyidikan Untuk keseragaman
serta, ketertiban, Standardisasi model formulir dan surat, Pertanggungjawaban
petugas dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan, dan Pengawasan. Penggolongan
Pelaksanaan Administrasi Penyidikan Penatausahaan tentang kelengkapan
administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara., Penata
usahaan tentang kelengkapan administrasi penyidikan yang bukan merupakan isi
berkas perkara. Penatausahaan Model blanko / formulir yang tersedia, Cara
pengisian formulir dan pendistribusiannya, Agar dilakukan penata usahaan secara
terus menerus dalam buku daftar, Pengarsipan dilakukan secara tertib.
Kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara
sesuai kasusnya yaitu sampul berkas perkara, daftar isi berkas perkara, laporan
tindak pidana, pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberitahuan dihentikannya
penyidikan, ketetapan tentang penghentian penyidikan, surat panggilan
tersangka/saksi, perintah membawa tersangka/saksi, perintah penangkapan,
perintah penahanan, perintah perpanjangan penahanan, perintah pengalihan jenis
penahanan, perintah penangguhan penahanan, perintah pengeluaran tahanan,
permintaan izin penggeledahan/penyitaan, permintaan izin khusus penyitaan,
laporan telah dilakukannya penyitaan, perintah tugas penyidikan, perintah
penggeledahan, surat perintah penyitaan, tanda penerimaan barang bukti, daftar
saksi, daftar tersangka, daftar barang bukti, dokumen–dokumen bukti, petikan
hukum terdahulu, petikan surat keputusan pemidanaan terdahulu, surat kuasa
tersangka kepada penasehat hukum, dan lain – lain yang perlu dilampirkan.

Hal 176

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Contoh Soal.
Proses Penyidikan harus dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan
terjadinya suatu tindak pidana (tindak pidana Kepabeanan dan Cukai). Namun
demikian, dalam pelaksanaannya harus menghormati hak-hak azasi setiap manusia.
Apakah yang dimaksud hak-hak azasi manusia dalam proses hukum tersebut?
Jawaban:
Penegakkan hukum utamanya proses penyidikan harus dilakukan sesuai
dengan aturan yang berlaku, tetapi ada saatnya ketika dalam proses hukum tersebut
pemerintah memandang perlu untuk menghormati setiap keadaan yang menyangkut
hak-hak dasar setiap manusia pada kedudukannya dalam proses hukum tersebut,
hal ini terbukti dengan adanya azas-azas yang harus diperhatikan dalam Hukum
Acara Pidana yang menyangkut hak-hak azasi manusia yang memberikan
perlindungan kepada tersangka pelaku tindak pidana Kepabeanan dan Cukai, yakni:
 Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence)
azas ini mengharapkan bahwa, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
 Persamaan Di Muka Hukum (equality before the law)
azas ini menjamin perlakuan yang sama atas diri setiap individu di muka hukum
dengan tidak mengadakan perbedaan atau mengabaikan segala bentuk
perbedaan.
 Hak Pemberian Bantuan/ Penasihat Hukum ( legal aid assisstance)
Azas ini mengutamakan pada pemberian kesempatan kepada tersangka tindak
pidana untuk memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melakukan pelaksanaan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan
penangkapan dan atau penahanan. Dalam pelaksanaannya, sebelum dimulainya
pemeriksaan, kepada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang
disangkakan padanya dan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau
dalam perkaranya itu wajib didampingi penasihat hukum.
 Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam

Hal 177

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


seluruh tingkat proses peradilan. Hal tersebut utamanya untuk mempermudah
proses peradilan suatu tindak pidana dan menjamin adanya kepastian hukum.
 Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-
Undang. Hal ini dilakukan untuk memastikan keseragaman segala bentuk proses
peradilan yang berlangsung, termasuk proses penyidikan di dalamnya.
 Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan Undang-Undang dan atau karena kekeliruan mengenai
orangnya suatu hukum yang diterapkannya, wajib diberi ganti kerugian dan
rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang
dengan sengaja atau kelalaiannya menyebabkan azas hukum tersebut dilanggar
dapat dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari kesalahan dalam
proses peradilan tindak pidana.
 Penyidik mempunyai wewenang melaksanakan tugas masing-masing pada
umumnya di Indonesia, khususnya di wilayah kerja masing-masing diangkat
sesuai dengan ketentuan undang-undang.

T.Latihan
1) Sebutkan beberapa peralatan yang harus disiapkan sebelum dilakukan
pemberkasan!
2) Bagaimanakah urutan penyusunan dari kelengkapan administrasi
pemberkasan!
3) Apa sajakah Persyaratan Penulisan Resume dalam Rangka Pemberkasan
Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai!
4) Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pemberkasan untuk
membuat Kesimpulan Resume Hasil Penyidikan!
5) Jelaskan persyaratan Formal Terhadap Pembuatan Resume dalam Rangka
Pemberkasan Tindak Pidana!
6) Jelaskan apa yang dimaksud dengan azas Praduga Tak Bersalah (presumption
of innocence), dalam rangka penyidikan yang dilakukan oleh PPNS DJBC?.

Hal 178

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


7). Jelaskan apa saja yang dilakukan oleh penyidik, dalam hal suatu tindak pidana
Kepabeanan dan Cukai diketahui oleh penyidik secara langsung ?.
8). Jelaskan tahapan suatu proses penyidikan dalam pengertian merupakan
kegiatan-kegiatan pokok dalam rangka penyidikan tindak pidana di bidang
Kepabeanan dan Cukai, yang intinya menyangkut tiga hal yang dapat
dilakukan setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi merupakan
tindak pidana.?
9). Permulaan penyidikan diberitahukan kepada penuntut umum dengan surat
pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri laporan kejadian atau
resume berita acara pemeriksaan saksi atau resume berita acara pemeriksaan
tersangka atau berita acara penggeledahan atau berita acara penyitaan.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian “mulai melakukan
penyidikan” ?.
10).Pemanggilan tersangka dan saksi maka harus diperhatikan bahwa pejabat yang
berwenang mengeluarkan surat panggilan tersangka dan saksi adalah penyidik.
Dalam hal kepala kantor bukan seorang penyidik, maka surat pemanggilan
ditandatangani oleh siapa ? Jelaskan !

U.Rangkuman
Persiapan membuat berkas perkara, Menyiapkan peralatan-peralatan yang
dibutuhkan Penyusunan lembaran kelengkapan administrasi penyidikan yang
merupakan berkas perkara sesuai urutan yang ditentukan.
Membuat Resume Hasil Penyidikan Untuk Berkas Perkara dengan
sistematika sebagai berikut : D a s a r, Uraian singkat perkara, Fakta-fakta (sesuai
dengan kegiatan dalam proses penyidikan) Pemanggilan, Penangkapan,
Penahanan, Penagguhan Penahanan, Pengalihan jenis penanhanan, Perpanjangan
Penahanan, Pengeluaran Tahanan, Penggeledahanm, Penyitaan, Keterangan Saksi,
Keterangan Terrsangka, Barang Bukti.
Penyidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam proses
penegakkan hukum di bidang Kepabeanan dan Cukai. Istilah terganggunya

Hal 179

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum dalam hal ini
berarti dalam kondisi ketika seseorang (barang siapa) yang karena
kelalaiannya/kesengajaannya melakukan hal-hal yang dapat merugikan kepentingan
umum atas dasar kepentingan individunya secara tidak bertanggung jawab.
Proses penyidikan dilakukan dalam beberapa tahapan tindakan yang
bertujuan untuk membuat terang, dalam artian memperjelas suatu kasus sehingga
pada akhirnya dapat diketahui tersangkanya dan dapat dilakukan proses peradilan
yang semata-mata harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menyalahi
asas-asas kemanusiaan yang ada. Dalam prakteknya penyampaian surat panggilan
tersangka dan saksi dilakukan oleh pegawai bea dan cukai yang ditunjuk oleh
penyidik yang bersangkutan dengan memperlihatkan kartu tanda pengenal pegawai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dengan kewajiban memberi tahukan tentang arti
pentingnya memenuhi panggilan tersebut, karena apabila ada unsur kesengajaan
tidak memenuhi panggilan diancam melakukan tindak pidana.
Hal yang fleksibel dilakukan jika ternyata yang dipanggil berdomisili di luar
wilayah kerja penyidik dengan tujuan untuk memudahkan proses penyidikan maka
pemanggilan dan pemeriksaan diserahkan kepada penyidik dimana yang dipanggil
berdomisili disertai laporan dan atau data yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Untuk hal-hal khusus maka harus dilakukan tindakan khusus pula, hal ini
bersangkutan dengan tindakan jika tersangka atau saksi yang dipanggil untuk
didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar wilayah kerja
penyidik yang menjalankan penyidikan, maka pemanggilan dan pemeriksaan
terhadapnya dapat meminta bantuan kepada penyidik di tempat kediaman atau
tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut.
Di lain kasus jika penyidikan dilakukan di luar wilayah kerja penyidik maka
pemanggilan dilakukan oleh penyidik setempat dan pada saat pemeriksaan wajib
didampingi oleh penyidik setempat tersebut. Surat Perintah Penangkapan harus juga
ditandatangani oleh kepala kantor selaku penyidik. Apabila kepala kantor bukan
seorang penyidik yang menandatangani adalah penyidik dan diketahui oleh kepala
kantor.
Pengalihan jenis penahanan dapat dilakukan dan merupakan wewenang
penyidik untuk mengalihkannya sebagaimana jenis-jenis penahanan yang dengan
pernyataan tersendiri dengan surat perintah dari penyidik yang tembusannya

Hal 180

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


diberikan kepada tersangka dan keluarganya serta instansi yang berkepentingan.
Istilah pengalihan jenis penahanan adalah merubah jenis penahanan yang satu
kepada jenis penahanan yang lain oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.
Dalam hal tersangka tersebut ternyata adalah anggota DPR/ MPR, DPA dan
BPK maka harus dilaksanakan sesuai dengan tatacara sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang masing-masing, dan untuk penahanan terhadap tersangka
yang merupakan warga negara asing segera diberitahukan kepada Perwakilan
Negara melalui Departemen Luar Negeri (DEPLU).
Penggeledahan merupakan salah satu tahap kegiatan penindakan dalam
rangka penyidikan tindak pidana untuk menemukan barang bukti dan tersangka yang
secara definitif dimaksudkan sebagai tindakan penyidik untuk memasuki rumah/
pekarangan/ tempat tertutup lainnya serta alat angkut untuk melakukan tindakan-
tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam KUHAP
Penyitaan ini hanya dapat dilakukan dengan surat izin Ketua Pengadilan
Negeri sedaerah hukum. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak,
penyitaan dapat dilakukan tanpa surat izin ketua pengadilan negeri sedaerah hukum,
terbatas hanya terhadap benda bergerak saja dan untuk itu wajib segera melaporkan
kepada ketua pengadilan negeri guna memperoleh persetujuannya.
Namun demikian, jika ternyata ada tindak pidana di bidang kepabeanan dan
cukai yang dilakukan dan tertangkap tangan dan dilakukan penyitaan karenanya
maka penyitaan itu dapat dilakukan oleh penyidik tanpa Surat Perintah Penyitaan/
Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri terhadap benda / alat yang ternyata atau
patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana dan barang atas
paket/ surat/ benda untuk/berasal dari tersangka yang dikirim atau diangkut lewat
kantor pos, telkom, perusahaan komunikasi atau pengangkutan.
Adapun benda sitaan dapat pula dikembalikan kepada orang/ pemilik benda
jika kepentingan penyidikan dan penunututan tidak memerlukan lagi dan putusan
hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan menetapkan bahwa benda yang disita
ada yang tidak termasuk alat pembuktian dan harus segera dikembalikan kepada
tersangka/ pemilik benda tersebut, serta ketika penyidikan dihentikan karena tidak
cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana atau karena dihentikan demi hukum.
Adapun pemeriksa dalam hal ini adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk

Hal 181

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


melakukan pemeriksaan sebagai penyidik. Adapun proses pemeriksaan terhadap
tersangka dan saksi dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain interview,
interograsi dan konfrontasi.
Dalam metode interview sebagai salah satu teknik dalam pemeriksaan
tersangka dan saksi dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara
mengajukan pertanyaan yang jawabannya berupa uraian yang jelas dan lengkap
untuk memperoleh keterangan atau pengakuan. Kegiatan terakhir dari suatu proses
penyidikan tindak pidana adalah kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas
perkara. Adapun salah satu bagian dari tindakan penyelesaian tersebut adalah
dengan membuat uraian resume atas hasil proses penyidikan terhadap suatu tindak
pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai yang telah dilakukan sebelumnya. Resume
itu sendiri merupakan suatu bentuk ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan
tindak pidana yang terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan persyaratan penulisan
tertentu.

V.Tes Formatif
Simaklah dengan baik materi yang terkandung dalam bahan ajar ini.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara spontan, artinya pada waktu Anda
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak diperkenankan melihat ke bahan
ajar dan kunci jawaban, tetapi jawablah menurut apa yang ada dalam pikiran Anda.
Pilihlah jawaban yang paling benar dan tepat, dengan cara memberikan
tanda lingkaran pada huruf a, b, c, d untuk tiap nomor pada soal dibawa ini.
(contoh:1. a b c d ).

1) Peralatan-peralatan yang harus dipersiapkan sebelum dilakukan


pemberkasan, kecuali ...
a. tali/benang
b. jarum
c. lak
d. perangko

Hal 182

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


2) Perkara, di dalam kerangka pembuatan resume berkas perkara, berisi
uraian secara singkat tindak pidana yang terjadi dengan menyebutkan
dibawah ini, kecuali ...
a. pasal yang dipersangkakan, tempat dan waktu kejadian
b. tafsiran belum terpenuhinya hutang negara/kerugian negara (bila ada)
c. pelakunya
d. nama penyidik
3) Resume Hasil Penyidikan Untuk Berkas Perkara dalam hal penahanan
berisi tentang nomor dan tanggal surat perintah ...
a. penahanan nama tersangka, di mana dan sejak kapan ditahan serta
tanggal berita acara penahanan
b. penangkapan, nama tersangka, dimana dan bilamana ditangkap serta
tanggal berita acara penangkapan
c. penahanan, nama tersangka, nama penyidik, di mana dan sejak kapan
ditahan serta tanggal berita acara penahanan
d. penangkapan, nama tersangka, nama kuasa hukum, dimana dan bilamana
ditangkap serta tanggal berita acara Penangkapan
4) Unsur-unsur yang terdapat dalam pembuatan resume hasil penyidikan untuk
berkas perkara dalam hal penggeledahan yaitu Nomor dan tanggal Surat Ijin
Penggeledahan dari
a. Kapolri, nomor dan tanggal Surat Perintah Penggeledahan, tempat yang
digeledah, milik siapa, nama tim penggeledah
b. Ketua Pengadilan Tinggi, nornor dan tanggal Surat Perintah
Penggeledahan, tempat yang digeledah, milik siapa
c. Ketua Pengadilan Negeri, nornor dan tanggal Surat Perintah
Penggeledahan, tempat yang digeledah, milik siapa
d. Ketua Pengadilan Negeri, nornor dan tanggal Surat Perintah
Penggeledahan, tempat yang digeledah, milik siapa, nama tim penggeledah
5). Dengan Surat Izin dari Ketua Pengadilan Tinggi Nomor………tanggal……...dan
Surat Perintah Penyitaan No…....tanggal …telah dilakukan penyitaan terhadap
barang bukti berupa …….di …………milik …….Atas disitanya barang tersebut
telah dibuat Berita Acara Penyitaan Barang Bukti tanggal ………

Hal 183

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


6) Persyaratan formal terhadap pembuatan dalam rangka pemberkasan tindak
pidana, pada halaman pertama di sebelah kiri atas dituliskan…
a . ”KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA”
b. ”DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT
JENDERAL BEA DAN CUKAI”
c. ”DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM”
d. ”DEPARTEMEN KEHAKIMAN”
7). Fakta-fakta yang terdapat dalam Persyaratan Material Terhadap Pembuatan
Resume dalam Rangka Pemberkasan, tidak memuat
a. tindakan yang telah dilakukan
b. barang-bukti yang disita
c. keterangan-keterangan baik dari tersangka maupun saksi/ saksi ahli
d. daftar barang yang diduga sebagai bukti selama proses penyidikan
8) Sistematika pembuatan Resume dalam Rangka Pemberkasan Tindak
Pidana Kepabeanan dan Cukai memuat unsur-unsur di bawah ini, kecuali…
a. dasar
b. uraian singkat perkara
c. fakta-fakta
d. kesimpulan
9) Penulisan Resume yang salah dalam Rangka Pemberkasan Tindak Pidana
Kepabeanan dan Cukai dibawah ini yaitu…
a. diketik di atas kertas folio wama putih, dengan jarak 1,5 spasi
b. nama orang harus ditulis dengan huruf besar (huruf balok) dan
digaris di bawahnya
c. kata-kata yang harus ditulis lengkap dengan jangan menggunakan
singkatan kata-kata kecuali singkatan kata yang tidak resmi dan
dikenal umum
d. penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulangi dengan
huruf

Hal 184

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


10) Yang bukan merupakan persiapan pembuatan resume dalam rangka
pemberkasan tindak pidana kepabeanan dan cukai yaitu …
a. meneliti dan mengevaluasi barang bukti
b. setelah mempunyai gambaran utuh tentang tindak pidana yang terjadi barulah
mulai menyusun resume tersebut
c. sebelum membuat resume perlu mempelajari hasil-hasil pelaksanaan
penyidikan mulai dari laporan kejadian sampai pada berita acara
pemeriksaan yang terakhir
d. meminta rekomendasi dari jaksa mengenai tata cara penyampainnya
11) Menginventarisasi kembali semua kelengkapan administrasi yang merupakan
isi berkas yang akan dijadikan bahan otentik tentang hal-hal yang akan
diuraikan sebagai materi dari resume, merupakan salah satu…
a. Persyaratan Penulisan Resume dalam Rangka Pemberkasan Tindak
Pidana Kepabeanan dan Cukai
b. Persiapan Pembuatan Resume dalam Rangka Pemberkasan Tindak Pidana
Kepabeanan dan Cukai
c. Persyaratan aterial Terhadap Pembuatan Resume dalam Rangka
Pemberkasan
d. Persyaratan Formal Terhadap Pembuatan Resume dalam Rangka
Pemberkasan Tindak Pidana
12) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang, maka …
a. masing-masing tersangka dapat dibuatkan berkas perkara sendiri
b. masing-masing tersangka dijadikan satu berkas perkara saja
c. jawaban a dan b benar
d. masing-masing tersangka dibuatkan berkas perkara sesuai dengan
keinginan kuasa hukum tersangka
13) Seorang tersangka dapat dijadikan saksi terhadap tersangka yang lain,
apabila …
a. masing-masing tersangka dibuatkan berkas perkaranya sendiri-sendiri
b. masing-masing tersangka dijadikan satu berkas perkara saja
c. seorang tersangka dinyatakan tidak bersalah oleh penyidik polri
d. seorang tersangka divonis bebas oleh pengadilan negeri

Hal 185

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


14) Di bawah ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pemberkasan untuk
membuat Kesimpulan Resume Hasil Penyidikan, kecuali…
a. Pada penguraian fakta-fakta hanya memuat kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam proses penyidikannya
b. Dalam petunjuk tehnis pembuatan Resume ini dilampirkan contoh- contoh
aplikasi pembuatan resume yang memenuhi syarat sesuai dengan
kasusnya
c. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang, maka
berkas perkara dijadikan satu berkas perkara saja dan tidak dapat
masing-masing tersangka dibuatkan berkas perkara sendiri
d. Dalam hal-masing-masing tersangka dibuatkan berkas perkaranya sendiri-
sendiri (Splitsing) maka mereka yang pada mulanya tersangka diajadikan
saksi terhadap tersangka yang lain
15) Yang tidak termasuk Persyaratan Formal Terhadap Pembuatan Resume
dalam Rangka Pemberkasan Tindak Pidana adalah …
a. Pada halaman pertama di sebelah kiri atas disebutkan "DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA
DAN CUKAI "
b. Pada tengah tengah bagian atas halaman pertama ditulis perkataan
"RESUME" dan isinya dimulai di bawahnya
c. Disebelah kiri dari setiap lembaran resume dikosongkan ½ halaman
disebut marge yang maksudnya disediakan untuk tempat perbaikan
apabila terjadi kekeliruan dalam penulisan rnaterinya
d. Dibuat oleh penyidik dengan membubuhkan tanggal, tempat pembuatan
tandatangan dan nama terang pembuatnya

W. Kunci Jawaban Test Formatif


1. 2. 3. 4. 5.

6. 7. 8. 9. 10.

11. 12. 13. 14. 15.

Hal 186

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


X. Umpan balik dan tindak lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang
modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus
untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.

TP = Jumlah Jawaban Yang benar X


100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai

91 % s.d 100 % : Amat Baik


81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori “Baik”), maka


disarankan mengulangi materi.

Y.Daftar Pustaka
 Republik Indonesia, Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana. Jakarta. 1981. Polri.

 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang


Kepabeanan Jakarta. 1995. DJBC.

 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang


Amandemen Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan. Jakarta. 1995. 2006. DJBC.

 Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang


Cukai. Jakarta. 1995. DJBC.

Hal 187

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang
Amandemen Atas Undang - Undang Nomor 11 Tahun 1995
Tentang Cukai. Jakarta. 1995. 2007. DJBC.

 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang


Pelaksanaan KUHAP. Jakarta. 1983. Polri

 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 Tentang


Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Jakarta. 1996.
DJBC.

 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M. 01. PW.


07. 03 Tahun 1982 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
Jakarta. 1982. Departemen Kehakiman.

 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983


Tentang Pelaksanaan KUHAP. Jakarta. 1983. Polri

 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996


Tentang Penyidikan Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai. Jakarta.
1996. DJBC

 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M.04.PW.07.03 Tahun 1984 tentang Wewenang Penvidik Pegawai
Negeri Sipil. Jakarta. 1983. Polri.

 Prodjodikoro, Prof. Dr. Wirjono, S.H. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia,


PT Eresco Bandung Jakarta. 1989.

 Kansil, C.S.T., Drs. S.H. Pengantar Hukum Indonesia Jilid II, PT. Balai
Pustaka, Jakarta, 1993

Z. Lampiran

Hal 188

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Z. Lampiran (Formulir/Blanko Administrasi Penyidikan)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS....


DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA / KANTOR WILAYAH …
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ...

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PANGGILAN
Nomor : SP- / /200…..

PERTIMBANGAN : Guna Kepentingan pemeriksaan dalam rangka


penyidikan tindak pidana, perlu memanggil seseorang
untuk didengar keterangannya.

DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf b, huruf e, dan
huruf p Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1),
ayat (2) huruf b, ayat (2) huruf n Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Cukai
2. Pasal 7 ayat (1) huruf g, pasal 11, pasal 112 ayat (1)
dan ayat (2) dan pasal 113 KUHAP.
3. Laporan Kejadian Nomor : LK- / /200. ….....
tanggal ………………............................……………

MEMANGGIL

Nama : ………………………………………
Alamat : ………………………………………
Pekerjaan : ………………………………………

UNTUK : Menghadap kepada …………………………………


di…………………………(bagian),Jl. .............................
pada hari ……........…...................................…………..
tanggal ………………………………………. tahun 200
……. Pukul ……… kamar nomor ……….. untuk
didengar keterangannya sebagai tersangka/saksi dalam
perkara pidana ..................................................................
sebagai dimaksud dalam pasal………………………......

Hal 189

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


………………………200 …….
Kepala .......................................
Selaku Penyidik,

(………………………… )
NIP. 0600……………….

Pada …………………………………………………………………………………….
Pada hari ini …………………… tanggal ………………………… 200 …………......,
1 (satu) lembar Surat Panggilan ini telah diserahkan kepada yang bersangkutan.

Yang menerima, Yang menyerahkan,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …......………

Hal 190

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS BP ……
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH MEMBAWA TERSANGKA / SAKSI
Nomor : SPM- / /200 …….

MENIMBANG : Untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan


tindak pidana, perlu mengambil tindakan hukum membawa
tersangka / saksi karena tidak memenuhi Surat Panggilan
yang sah untuk kedua kalinya tanpa memberi alasan yang
patut dan wajar.
DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2)
huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai
2. Pasal 7 ayat (2), huruf 112 ayat (1) dan ayat (2) KUHP.
3. Surat Panggilan Nomor : SP- ……../……../200………
tanggal ……………………………………………......
DIPERINTAHKAN
KEPADA : 1. Nama : ..............................................................
Pangkat/NIP : ..............................................................
Jabatan : ......……………………………………
2. Nama : ...……………………………………
Pangkat/NIP : ...……………………………………
Jabatan : ……………………………………...

Hal 191

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


UNTUK : 1. Membawa/menghadapkan tersangka / saksi :
Nama : ………………………………………
Alamat : ………………………………....……
Pekerjaan : ………………………………………
Kepada ………………………………………… di ….
(Kantor), untuk didengar keterangannya sebagai
tersangka / saksi.

2. Setelah melaksanakan Surat Perintah ini agar


melaporkan kepada memberi perintah.

DITETAPKAN DI : ………….
PADA TANGGAL : …………

Yang menerima PERINTAH, Direktur Jenderal Bea Dan Cukai


Selaku Penyidik,

……………………… …………………………
NIP. 0600 ………… NIP. 0600 …………

Hal 192

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS BP …
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH …
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI …

“ UNTUK KEADILAN”

SURAT PERINTAH PENANGKAPAN


Nomor : SPM- / /200 …….

MENIMBANG : Untuk kepentingan penyidikan tindak pidana perlu untuk


melakukan tindakan penangkapan terhadap seseorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.

DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2)
huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai
2. Pasal 7 ayat (2), huruf d, Pasal 5 ayat (1) b angka 1,
Pasal 11, Pasal 16, Pasal 19 KUHP.
3. Laporan Kejadian Nomor : SP- ……../………../200……
tanggal …………………..............................................…

DIPERINTAHKAN
KEPADA : 1. Nama : ………………………………………
Pangkat/NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………

Hal 193

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


2. Nama : ....……………………………………
Pangkat/NIP : ………………………………………
Jabatan : ……………………………………….

UNTUK : 1. Melakukan penangkapan terhadap :


Nama : …………………………
Tempat / Tanggal Lahir : …………………………
Alamat : ...……………….……...
Pekerjaan :…………………………...
Kewarganegaraan : …………………………
Agama : .........................................
Dan membawa ke Kantor : …………………………
Karena diduga keras telah melakukan tindak pidana
................... sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal ….
2. Setelah melaksanakan Surat Perintah ini agar membuat
Berita Acara Penangkapan.
3. Surat Perintah ini berlaku dari tanggal ……………….....
sampai dengan tanggal ………………………….........
DITETAPKAN DI : ……………......…
PADA TANGGAL : ………………......
KEPALA KANTOR PABEAN
Selaku Penyidik,

………………………
NIP. 0600 …………

Yang menerima Yang menyerahkan,


Tersangka / keluarga tersangka,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …………

Hal 194

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS ………..
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH ……
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI..

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH PENAHANAN
Nomor : SPM- / /200 ……

PERTIMBANGAN : Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang


cukup tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang
dapat dikenanak penahanan dan tersangka dikhatirkan anak
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti
dan atau mengulangi tindak pidana maka perlu dilakukan
penahanan.
DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2)
huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai
2. Pasal 7 ayat (2), huruf d, Pasal 11, Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 24 ayat (1) KUHAP.
3. Laporan Kejadian Nomor : LK- …../……../200……...…
tanggal …………………………………………………..

MEMERINTAHKAN
Agar tersangka :
Nama : …………………….......
Jenis kelamin : ....…………….............…
Tempat / Tanggal Lahir : ...................……............

Hal 195

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Alamat : …………………….…...
Pekerjaan : ...………………….……
Kewarganegaraan : …………………............
Agama : ...……………………….

Karena diduga telah melakukan tindak pidana……..........


sebagaimana dimaksud dalam Pasal................................
tempat tinggal/kediaman tersangka ……………………..
Kota tempat tinggal/kediaman tersangka …………..…...
Untuk selama 20 hari terhitung mulai tanggal ………......
sampai dengan tanggal ………………………………....

DITETAPKAN DI : …….........…...........
PADA TANGGAL : ………………........

KEPALA KANTOR PELAYANAN


Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 …………

Register Kejahatan/Pelanggaran : Nomor ……………..


Register Tahanan : Nomor ……………..
Register Sidik Jari : ……………………..
Pada hari ini ………..……….. tanggal ………………………………... 200
…….. Surat Perintah Penahanan diserahkan kepada tersangka

Yang menerima Yang menyerahkan,


Tersangka,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …………

Hal 196

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS ………..
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH ……..
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI..

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH PENGALIHAN JENIS PENAHANAN
Nomor : SPPJP- / /200 ……

PERTIMBANGAN : Bahwa memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan


Undang-Undang tingkat penyelesaian perkara, keadaan
tersangka dan tindak pidana yang dilakukan serta situasi
masyarakat setempat, maka dipandang perlu untuk
mengalihkan jenis penahanan terhadap tersangka.

DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2)
huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai.
2. Pasal 22 dan Pasal 23 - KUHAP.
3. Sura tPerintah Penahanan Nomor : SPP- …../…../200…
tanggal …........./..............................................................

DIPERINTAHKAN
KEPADA : TERSANGKA :
Nama : …………………………
Tempat / Tanggal Lahir : …………………………
Alamat : ………………………....
Pekerjaan : …………………………

Hal 197

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Kewarganegaraan : …………………………
Agama : …………………………

UNTUK : MELAKSANAKAN JENIS PENAHANAN ..…………....


…………………………di ..................………....................

DIKELUARKAN ……………...........
DITETAPKAN DI : …...................…

PADAT ANGGAL : ……….......……

KEPALA KANTOR PELAYANAN


Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 …………

Register Kejahatan/Pelanggaran : Nomor ……………..


Register Tahanan : Nomor ……………..
Register Sidik Jari : ……………………..
Pada hari ini ………..……….. tanggal …………………... 200 …….. Surat
Perintah Pengalihan Jenis Penahanan diserahkan kepada tersangka.

Yang menerima Yang menyerahkan,


Tersangka / Keluarga Tersangka,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …………

Hal 198

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS-BP ………..
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH....
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ..

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH PENANGGUHAN PENAHANAN
Nomor : SPPP- / /200 ……

PERTIMBANGAN : Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terdapat bukti yang


cukup tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dan
terhadapnya dapat dikenakan penahanan, akan tetapi
dengan memeprtimbangkan permintaan tersangka dan
memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan Undang-
Undang keadaan tersangka dan tindak pidana yang
dilakukan serta situasi masyarakat setempat, maka
terhadapnya dapat dilakukan penangguhan penahanan.

DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat
(2) huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1995 tentang Cukai.
2. Pasal 31 dan Pasal 123 - KUHP.
3. Laporan Kejadian Nomor : LK-…./…./200…tanggal …
4. Surat Perintah Penahanan Nomor : SPP- ...../…./200..…
tanggal …………………………………………………….
5. Surat Permohonan Tersangka tanggal …………………

DIPERINTAHKAN
KEPADA : TERSANGKA :
Nama : …………………………
Tempat / Tanggal Lahir : ………………………...

Hal 199

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Alamat : .....………………..……
Pekerjaan : ...............………………
Kewarganegaraan : .....…………………….
Agama : …………………………
1. Untuk penangguhan penahanan ini dijamin oleh :
a. Nama : ………....………
b. Tempat / Tanggal Lahir : …………....……
c. Alamat : …………………
d. Pekerjaan : …………………
e. Kewarganegaraan : …………………
f. Hubungan dengan tersangka : …………………
2. Untuk penangguhan penahanan diberikan jaminan
uang:
a. Jumlah : ……………………………………
b. Disimpan : ……………………………………
3. Wajib lapor.
DITETAPKAN DI : …………
PADA TANGGAL : ………....

KEPALA KANTOR PELAYANAN


Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 …………
Register Kejahatan/Pelanggaran : Nomor........................... ……………..
Register Tahanan : Nomor ……………..
Register Sidik Jari : ……………………..
Pada hari ini ………..……….. tanggal …………………………………... 200
…….. Surat Perintah Penangguhan Penahanan ini diserahkan kepada
tersangka.

Yang menerima Yang menyerahkan,


Tersangka / Keluarga Tersangka,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …………

Hal 200

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS-BP …
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH ……...
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI..

“ UNTUK KEADILAN”
SURAT PERINTAH PENGELUARAN TAHANAN
Nomor : SPPT- / /200 ……

PERTIMBANGAN : 1. Bahwa jangka waktu penahanan telah berakhir dan tidak


dapat diperpanjang lagi, sehingga demi hukum tersangka
harus dikeluarkan dari tahanan, atau
2. Bahwa kepentingan pemeriksaan telah terpenuhi dan
tidak ada kekhatiaran tersangka akan melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana.

DASAR : 1. Pasal 112 ayat (1), ayat (2) huruf d, huruf p Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Pasal 63 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2)
huruf n Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai.
2. Pasal 24 ayat (3) dan ayat (4) Pasal 29 ayat (6) KUHP.

MEMERINTAHKAN
Agar tersangka :
Nama : …………………………
Tempat / Tanggal Lahir : …………………………
Alamat : …………………………

Hal 201

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pekerjaan : …………………………
Kewarganegaraan : …….................................
Agama : …………………………
Yang ditahan sejak tanggal : …..………..........………
berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : SPP-
/200...................................................................................
1. Kepala Kejaksaaan ……….....Nomor : ………tanggal ..
2. Ketua Pengadilan Negeri ….. Nomor : ……...tanggal …
dikeluarkan dari tempat penahan di ……………………
terhitung sejak tanggal Surat Perintah ini dikeluarkan.

PADA TANGGAL : ………….........................


KEPALA KANTOR …..........................….....
Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 …………

Register Kejahatan/Pelanggaran : Nomor ……………..


Register Tahanan : Nomor ……………..
Register Sidik Jari : ……………………..
Pada hari ini ………..……….. tanggal ………………………………... 200
…….. Surat Perintah Pengeluaranan tahanan ini diserahkan kepada tersangka.

Yang menerima Yang menyerahkan,


Tersangka / Keluarga Tersangka,

………………………… …………………………
NIP. 0600 …………

Hal 202

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS-BP ……
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH ………
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI…

“ UNTUK KEADILAN”
Nomor : ……….., 200 ..........
Klasifikasi :
Lampiran :
Perihal : Permintaan Ijin Penggeledahan

KEPADA
Yth. KETUA PENGADILAN NEGERI
……………………………………..
DI
…………………………….

1. Berdasarkan :
a. Laporan Kejadian Nomor : LK-.... / 200….................….
tanggal ….................................................................……
b. …………………………………………………….…….
c. ………………………………………….…………….…
Tersangka :
Nama : ……………………..
Tempat / Tanggal Lahir : ........………………..
Alamat : ……………………..
Pekerjaan : ……………………..
diduga telah melakukan tindak pidana …………………
sebagaimana dimaksud dalam Pasal …………………..
2. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan
hukum berupa: ……………................................................
3. Guna keperluan tersebut diharapkan Ketua dapat
menerbitkan Surat Ijin khusus yang dimaksud.
4. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap keputusan.

KEPALA KANTOR ......................


Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 ………………

Hal 203

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS-BP...........
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH …………
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ……

“ UNTUK KEADILAN”
Nomor : ………., 200…………..
Klasifikasi :
Lampiran :
Perihal : Permintaan Ijin / Ijin
Khusus Penyitaan

KEPADA
Yth. KETUA PENGADILAN NEGERI
……………………………………..
DI
…………………………….
1. Berdasarkan :
a. Laporan Kejadian Nomor : LK- / 200……tanggal ................
b. …………………………………………………………….....
c. ………………………………………………………………
Tersangka :
Nama : …………………………
Tempat / Tanggal Lahir : …………………………
Alamat : …………………………
Pekerjaan : …………………………
diduga telah melakukan tindak pidana ………………………
sebagaimana dimaksud dalam Pasal …………….........……
2. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum
berupa : …………………………………………………………
3. Guna keperluan tersebut diharapkan Ketua dapat menerbitkan
Surat Ijin / Ijin khusus yang dimaksud.
4. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap keputusan.

KEPALA KANTOR .
Selaku Penyidik,

…………………………
NIP. 0600 …………

Hal 204

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PPNS-BP.16
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
KANTOR PELAYANAN UTAMA/KANTOR WILAYAH ………
KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI…

“ UNTUK KEADILAN”
……………., …………………….… 200 …..
Nomor : LTDP- Kepada
Lampiran : Yth. Ketua Pengadilan Negeri …….
Perihal : Laporan telah dilakukannya …………………………………
Penyitaan di
…………………
Dipermaklumkan dengan hormat bahwa dalam rangka
penyidikan …............... tindak pidana .. atas nama tersangka :
Nama :
Tempat / tanggal lahir :
Pekerjaan :
Alamat :
berdasarkan Surat Penyitaan tanggal ………………………………
Nomor : Print ……………………….. telah kami lakukan penyitaan
atas benda bergerak terdiri dari (lihat lampiran), bertempat di …...…
dan dilakukan pada hari ………………… tanggal …………………
Hal tersebut kami laporkan dengan maksud memperoleh
persetujuan Ketua seperti dimaksud oleh Pasal 38 (2) KUHP.
Demikian untuk dimaklumi.
Kepala ………………… 1)

Tembusan :
1. Yth.
2.
3.

Hal 205

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


BAB

KEGIATAN INTELIJEN BEA


DAN CUKAI IV

Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan, pendahuluan, pengertian intelijen, tipe-tipe
intelijen, organisasi intelijen, nilai naskah intelijen, nilai informasi
intelijen, klandestin dan penyamaran, siklus intelijen, dan cara
menghitung draft kapal laut.

A. Pendahuluan

Dalam perkembangan dunia perdagangan,


Indonesia termasuk salah satu negara yang tak
henti-hentinya melakukan perbaikan sistem ekonomi,
perdagangan, dan Kepabeanan dan Cukai. Sejak
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 tahun
1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2007 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai berlaku efektif, secara garis
besar ada dua fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu : Pengawasan atas
lalu lintas barang yang berkaitan dengan impor dan ekspor serta pengawasan
Barang Kena Cukai, dan Pemungutan pajak negara berupa Bea Masuk dan Cukai.
Fungsi tersebut dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh kinerja aparat Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dan lingkungan perdagangan internasional.

Hal 206

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Lingkungan perdagangan internasional yang mengarah pada pasar dan
perdagangan bebas menyebabkan Bea dan Cukai dalam menjalankan fungsi
tersebut, harus tetap memperlancar arus dokumen, barang dan orang disatu sisi dan
sisi lain Bea dan Cukai dituntut untuk mengoptimalkan penerimaan negara,
melakukan perlindungan terhadap masyarakat dan industri. Dalam era ekonomi
global Bea clan Cukai juga diminta untuk menunjang kehannonisan Hubungan
Internasional. Untuk melaksanakan fungsi tersebut Bea dan Cukai tidak dapat
mengandalkan cara-cara lama seperti pemeriksaan fisik barang secara menyeluruh,
karena hal ini akan menghambat upaya dunia usaha untuk dapat bersaing dalam
perdagangan/pasar bebas. Bea dan Cukai harus melaksanakan suatu sistem
pelayanan dan pengawasan yang tidak mengganggu kelancaran arus barang dan
orang tetapi tetap dapat memberikan perlindungan, mengoptimalkan penerimaan,
Meminimalkan pelanggaran/penyelundupan dan penunjang keharmonisan Hubungan
lnternasional. Bea dan Cukai melaksanakan suatu sistem kegiatan intelijen bead an
Cukai.

Bea dan Cukai dalam pelayanannya menerapkan pemeriksaan selektif


Pemeriksaan selektif tersebut didasarkan pada dua hal yaitu adanya Intelijen dan
random. Dari pemeriksaan selektif ini dikenal dengan istilah jalur merah dan hijau.
sistem ini diterapkan baik terhadap penumpang maupun barang. Intelijen (data)
diperlukan untuk menetapkan barang, penumpang, sarana pengangkut atau tempat-
tempat tertentu yang perlu diperiksa dan mendukung pengambilan kebijaksanaan.
Untuk mencapai misi dan sasaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tersebut di atas
diperlukan kegiatan intelijen.Intelijen sudah lama dan secara tradisional menjadi
bagian dari kegiatan militer.
Nabi Musa a.s. melakukan kegiatan Intelijen dengan mengirimkan mata-mata
untuk mengumpulkan data mengenal wilayah Canaan.Beliau memerintahkan
petugasnya untuk mendata secara pasti mengenai wilayah/geografi Canaan dan
potensi alamnya, bagaimana situasi kota dan penduduknya, apakah mereka
menghuni tenda-tenda dan apakah ada penjagaan yang ketat. Pengumpulan
informasi tersebut untuk menilai (Mosesinto System) kemungkinan suksesnya
penyerangan terhadap wilayah Canaan untuk dijadikan tempat menampung
pengungsi dari Mesir dan dijadikan tempat tinggaI baru bagi mereka.

Hal 207

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Sekitar tahun 405 sebelum Masehi pejabat intelijen juga pejabat perang
China, Sun Tsu menggunakan taktik untuk mengamati musuh di ketinggian sehingga
diketahui bahwa musuh selalu turun ke lembah untuk mengambil air dan mandi
disungai kecil. lnformasi inilah yang dipakai Sun Tsu dalam menentukan
penyerangan terhadap musuh. Dibidang Kepabeanan dan Cukai diperlukan kegiatan
intelijen dalam rangka pelaksanaan fungsi/tugas dari administrasi pabean (Bea dan
Cukai) terutama tugas pengawasan. Pengawasan Kepabeanan kadang-kadang sulit
dilaksanakan karena beberapa faktor antara lain adanya sisi lemah dari suatu
peraturan, semakin canggihnya cara dan teknik pelanggaran dan penyelundupan
sehingga kadang, kadang slilit dibuktikan pelanggarannya, adanya kepentingan
pihak lain (undang-undang kerahasiaan bank), menyangkut hak azasi perorangan
yang dilindungi oleh undang-undang, sehubungan dengan kepentingan/
kesejahteraan umum, berkaitan dengan ketentuan perundang-undangan lain.

Berdasarkan hal-hal tersebut diperlukan suatu landasan hukum agar kegiatan


itu sah dan benar menurut hukum sesuai dengan struktur organisasi yang
diperlukan dalam pengawasan kepabeanan yaitu landasan hukum yang memberikan
wewenang kepada Bea dan Cukai untuk melakukan kegiatan intelijen, lnvestigasi,
penindakan (enforcement), penyidikan. Penetapan clan pelaksanaan sanksi
pelanggaran dan penilaian kejadian atau pelanggaran hukum, intelijen diperlukan
karena masih adanya orang-orang/grup tertentu yang berusaha untuk mengelak dari
peraturan dan kebijaksanaan pemerintah (dan ini akan tetap berlangsung).
Merupakan kewajiban bea dan cukai untuk memperlancar arus perdagangan dan
perjalanan (penumpang) internasional disatu pihak masih terjadi (bahkan
meningkat) pelanggaran di bidang pabean dan hukumnya.

Semakin maju suatu negara semakin berkubang permasalahan di bidang


pabean sebagai dampak dari kemajuan itu dan permasalahan di bidang penegakan
hukum lainnya, sehingga tugas-tugas bea dan cukai semakin berat dan wilayahnya
semakin luas bukan hanya mencegah penyelundupan barang tetapi juga
penyelundupan senjata, virus penyakit tanaman/hewan, pelarian modal, impor
barang-barang dumping dan under valuation sebagai akibat dari negara tertentu
yang memproduksi barang-barang secara masal dengan tekhnologi tinggi sehingga
harganya sangat rendah dan akhir-akhir ini penyelundupan virus komputer,

Hal 208

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pencurian burung binatang langka dengan pesawat udara non komersial. Dampak
dari kemajuan tekhnologi seperti meningkatnya penyelundupan barang, terutama
narkotika. Untuk melindungi industri, karena beberapa jenis barang bahan baku yang
dibutuhkan industri dunia mulai menipis atau sama sekali tidak dimiliki oleh suatu
Negara, adanya pencurian kekayaan dan pelanggaran wilayah (dalam soal
pemecahan masalah intelijen salah satu contoh dikemukakan mengenai
"indonesian tradisional fishing". kemungkinan dijadikan sebagai negara transit seperti
penyelundupan narkotika, senjata api, untuk itu disusunlah bahan ajar Kegiatan
Intelijen Bea dan Cukai.

1. Prasyarat Kompetensi
Sebelum mempelajari bahan ajar ini mahasiswa harus telah memiliki
kompetensi awal dan minimal kualifikasi memiliki pengetahuan dasar kepabeanan
dan cukai, pengetahuan dasar Penegakan Hukum Kepabeanan I (PHKC I),
pengetahuan dasar tentang KUHP dan KUHAP, mahasiswa diploma III tingkat II,
dan pengetahuan sebagai mahasiswa STAN spesialisasi kepabeanan dan cukai.

2. Standar Kompetensi
Setelah mempelajari materi bahan ajar Kegiatan Intelijen Bea dan Cukai.
mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan, dan memahami tentang pengertian
intelijen, tipe-tipe intelijen, organisasi intelijen, nilai naskah intelijen, nilai informasi
intelijen, klandestin dan penyamaran, siklus intelijen, dan cara menghitung draft
kapal laut.

3. Relevansi Bahan Ajar


Relevansi bahan ajar terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalankan
mahasiswa spesialisasi kepabeanan dan cukai bahwa materi bahan ajar ini
memberikan wawasan dan sudut pandang yang tepat bagi mahasiswa STAN
spesialisasi kepabeanan dan cukai terhadap pemahaman mengenai Kegiatan
Intelijen Bea dan Cukai. Materi bahan ajar ini dapat digunakan sebagai petunjuk
agar mahasiswa STAN spesialisasi kepabeanan dan cukai yang nantinya dapat
menjadi PNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam pelaksanaan tugas sesuai
dengan, ketentuan Kegiatan Intelijen Bea dan Cukai. Bahan ajar ini berisi materi

Hal 209

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


untuk bab 3 topik bahasan adalah kegiatan intelijen Bea dan Cukai yang meliputi
sub pokok bahasan pengertian intelijen, tipe-tipe intelijen, organisasi intelijen, nilai
naskah intelijen, nilai informasi intelijen, klandestin dan penyamaran, siklus intelijen,
dan cara menghitung draft kapal laut

4. Petunjuk Pembelajaran
Bacalah dengan cermat dan teliti materi bahan ajar wewenang penyidikan
tindak pidana kepabeanan dan cukai. Setelah selesai membaca dan memahami
materi pembelajaran, jawablah soal latihan dan pahami rangkuman pembelajaran.
Dalam hal mahasiswa merasa jawaban soal latihan hasilnya belum mencapai enam
puluh lima persen, agar membaca dan memahami kembali bahan ajar ini utamanya
yang belum dimengerti. Dalam hal masih belum dapat dimengerti materi
pembelajaran ini tanyakan kepada pengajar, dosen, dan/atau kelompok belajar
Anda. Pada menjelang akhir pembelajaran kerjakan atau jawablah seluruh test
formatif, setelah selesai dikerjakan jawaban agar dicocokan hasil/jawaban dengan
kunci jawaban yang telah disediakan pada bahan ajar ini. Bila anda berhasil
menjawab dengan benar lebih dari enam puluh lima persen, dinyatakan cukup
berhasil, dalam hal ingin lebih baik lagi hasilnya agar mengulangi membaca kembali
bagian yang belum dipahami atau dimengerti.

B. Pengertian Intelijen

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian intelijen, tipe-tipe


intelijen, organisasi intelijen, nilai naskah intelijen, nilai informasi intelijen, klandestin
dan penyamaran, siklus intelijen, dan cara menghitung draft kapal laut. Direktorat
Bea dan Cukai merupakan salah satu bagian dari fungsi negara yang melaksanakan
kegiatan Intelijen. Intelijen adalah kegiatan logis berupa pengumpulan informasi,
pengelolaan (manajemen) informasi, pengolahan informasi dan analisa informasi
mengenai sesuatu hal yang telah atau sedang terjadi, dengan tujuan membuat suatu
gambaran yang diperkirakan dapat terjadi dikemudian hari berkenaan dengan obyek
tersebut.
• Intelijen. adalah suatu pengetahuan mengenai kemampuan dan kelemahan-
kelemahan lawan, kemungkinan lawan potensial maupun kawan yang dapat

Hal 210

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


digunakan untuk mencapai sasaran yang elah ditentukan terlebih dahulu (target
yang direncanakan lebih dahulu).
• Unsur definisi kegiatan logis. (berdasarkan akal sehat), mengumpulkan info,
tentang sesuatu yang telah/sedang terjadi, melakukan prinsip manajcmen dalam
kegiatannya, pengolahan info, analisa info, dan membuat projeksi tentang hal
yang diamati
• Terdapat tiga pengertian tentang Intelijen Intelijen dalam arti suatu organisasi
untuk mencapai apa yang ditargetkan, Intelijen sebagai dasar gerak atau
aktivitas dengan prosedure yang berlakun untuk itu, Intelijen sebagai product,
yaitu hasil pengumpulan, penilaian dan pengelolahan informasi yang kemudian
menjadi Intelijen.
• Tipe-tipe Inteliien, berdasarkan lingkup kegiatan dan persoalannya Intelijen, dan
berdasarkan World Customs Organization (WCO) intelijen di bidang Pabean
menurut tingkatannya dikategorikan dalam tiga yaitu Intelijen Strategis (Strategic
Intelligence); Intelijen Operasional (Operasional intelligence); dan Intelijen
Taktis/Target (Target intelligence).
• Intelijen Strategis (Strategic Intelligence) contoh Kapal penangkap ikan asing
beroperasi di dalam daerah pabean Indonesia. Ancaman yang dapat timbul
antara lain pencurian ikan, pembongkaran barang di tengah laut untuk
diselundupkan ke dalam daerah pabean Indonesia termasuk senjata, narkotika,
dan sebagainya. Petugas intelijen Kantor Pusat harus membuat intelijen jangka
panjang berupa perencanaan dan pengelolaan sumber-sumber penegakan
hukum (jadwal patroli Kapal Patroli Cepat, dan sebagainya).
• Intelijen Operasional (Operasional intelligence) contoh Kapal penangkap ikan
asing beroperasi di wilayah Kalimantan Barat tanpa ijin. Pejabat intelijen harus
memberitahu kan kepada KOPAT (Komandan Patroli) tentang modus operandi,
data kapal, jalur yang dilalui/posisi penangkapan ikan dan sebagainya, sehingga
dalam melakukan patroli sudah terarah, tidak sekedar mondar-mandir.
• Intelijen Taktis/Target (Target intelligence) contoh Kapal penangkap ikan "Wing
You" berbendera Taiwan menyelundupkan narkotika melalui pelabuhan Sintete.
Intelijen Bea dan Cukai harus membantu petugas di lapangan untuk segera
menemukan kapal tersebut dan menangkapnya berdasarkan atau
mengembangkan produk intelijen yang dihasilkannya.

Hal 211

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


1. Intelijen Secara Geografis, yaitu intelijen pusat dan intelijen daerah (wilayah)
lnteliien Pusat :
• membuat dan mengembangkan intelijen stategis.
• menjalankan fungsi risk assesment.
• mengadakan kontak secara nasional dan international dalam organisasi pabean,
organisasi dagang, dan sebagainya.
• mengelompokkan informasi dari sumber nasional dan international.
• mengindentifikasi trend national dan international
• menyebarkan informasi ke unit wilayah
• bertindak sebagai titik penghubung antara unit wilayah
.
2. Inteliien Wilayah :
Mengumpulkan informasi melalui pengembangan kontak pada tingkat
wilayah. hasil intelijen wilayah disampaikan ke unit pusat sehingga dapat
dikelompokkan dengan yang berasal dari sumber lain. Pengembangan intelijen
stategis dan operasional yang disarankan oleh unit pusat dan mengidentifikasikan
perusahaan atau perorangan yang mengandung indikator resiko. Menentukan
intelijen target terhadap perusahaan atau perorangan tertentu.

3.Organisasi Intelijen,
Mempunyai susunan yang biasanya terdiri dari unsur pimpinan, unsur staf,
dan unsur lapangan yang meliputi Observer, Agent, dan Informan

4.Observer.
Mempunyai tugas khusus mengadakan peninjauan, menyampaikan laporan.
Syarat seorang observer adalah harus dapat bergaul secara luas, dapat
menyesuaikan diri secara cepat, dimanapun ia ditugaskan, memiliki keahlian
istimewa untuk dapat mengetahui perubahan-perubahan penting, dan peka erhadap
apa yang sedang menjadi persoalan

5.Agent.
Mempunyai tugas melaksanakan instruksi pusat, memberikan laporan sesuai
kebutuhan pusat. Syarat seorang agent dapat dipercaya loyalitasnya, mempunyai

Hal 212

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


pengetahuan dan pendidikan yang cukup, mengetahui, menguasai situasi seluk
beluk setempat, selalu terbuka menerima segala informasi.

6.Informan.
Mempunyai tugas memberikan fakta tanpa membuat analisa atau saran,
memberikan laporan yang sifatnya petunjuk yang harus dinilai, diolah terlebih dahulu
untuk menjadi laporan intelijen.

7.Syarat seorang intelijen


Tidak terlihat baik dalam tugas maupun fungsinya, dan kerahasiaan informan
harus terjamin. Tidak boleh mengumumkan atau membocorkan kelemahan lawan,
kelemahan kita sendiri, kemungkinan tindakan lawan, kemungkinan tindakan yang
kita ambil sendiri, kemampuan lawan, kemampuan kita sendiri. Seorang intelijen
dapat melakukan observasi (pengamatan) yaitu gegiatan yang merupakan
permulaan intelijen dengan memakai panca indera, pengelihatan, pendengran,
penciuman dan perabaan (sasaran tidak bergerak). Cara melakukan observasi yaitu
secara insidentil (dilakukan disamping tugas kita yang lain), secara terorganisir.
Seorang intelijen dapat melakukan surveillance (support Action) yaitu suatu cara
pengawasan rahasia (pengawasan secara tertutup) terhadap sesuatu sasaran yang
bergerak secara terus menerus (mover able suspect), sasaran bergerak yaitu suatu
cara pengawasan rahasia terhadap suau sasaran yang bergerak secara terus
menerus (mover able suspect) suspect) yang menggunakan kendaraan, tunggal atau
berganda, suspect yang gabungan berjalan kaki dan menggunakan kendaraan.

Seorang intelijen dapat membuat laporan yang mengandung unsur 5 W + 1,


yaitu:
• Apa yang terjadi? (What?),
• Kapan terjadi? (When?),
• Dimana terjadi? (Where?),
• Mengapa terjadi ? ( Why ?),
• Siapa yang melakukan ? (Who ?),
• Bagaimana terjadi ? ( How ?).

Hal 213

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


8.Naskah intelijen dinilai :
• Sangat rahasia
• Rahasia
• Hanya untuk yang berkepentingan ( Confidential )
• Terbatas ( Restricted )

9.Cyclus intelijen.
Cyclus intelijen merupakan suatu proses dasar untuk menentukan informasi
ap yang harus dikumpulkan. Cycus intelijen terdiri dari unsur sasaran (tugas),
pengumpulan informasi, pengolahan informasi menjadi produk intelije
(memulai,mengevaluasi, menganalisa), penyajian prosedur intelijen kepada
pimpinan, merencanakan pengumpuln informasi dan memerintahkan untuk
melaksanakan.

C. Tipe-Tipe Intelijen

1.Rationale
• Strategic substanstif (konteks keamanan vs response)
• Politik (democracy vs secrecy)
• Teknikal (komprehensi vs spesialisasi)
• Hukum (system building) – fungsi, tugas, organisasi, misi etc

2..Organisasi, Kewenangan, dan Tugas Intelijen Negara


Kegiatan-kegiatan intelijen negara di tataran strategik, operasional dan taktis
dilakukan oleh banyak lembaga yang diberi mandat oleh negara untuk
menjalankan fungsi intelijen. Seluruh lembaga yang menjalankan fungsi intelijen
harus bergabung dalam suatu mekanisme koordinasi terpadu antar elemen
komunitas intelijen

3. Komunitas intelijen nasional terdiri dari 5 (lima) tipe organisasi:


• Intelijen nasional yang menjalankan fungsi-fungsi intelijen untuk mengantisipasi
ancaman keamanan dalam negeri yang hanya terdiri dari satu organisasi
yaitu Badan Intelijen Negara (BIN);

Hal 214

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• intelijen kriminal dan yustisia yang dilakukan oleh intelijen kepolisian,
intelijen bea cukai, intelijen imigrasi, serta intelijen kejaksaan.;
• intelijen pertahanan dan luar negeri yang menjalankan fungsi intelijen
strategik untuk mengatasi ancaman keamanan yang bersifat eksternal yang
hanya terdiri dari satu organisasi yaitu Badan Intelijen Strategis (BIS) yang
berada di bawah Departemen Pertahanan;
• intelijen-intelijen tempur yang melekat pada satuan-satuan tempur yang
diwakili oleh asisten-asisten intel di Mabes TNI dan angkatan; dan
• lembaga-lembaga pemerintahan yang fungsinya dan atau terkait dengan
masalah-masalah keamanan nasional seperti Lembaga Sandi Negara, Badan
SAR Nasional, Badan Narkotika Nasional, Badan Meteriologi dan Geofisika ,
Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi
pengintaian dan pengindraan (Surveillance and reconnaissance), Lembaga
Elektronika Nasional, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, serta
Badan Tenaga Atom Nasional.

4. Hakekat dan Tujuan Sistem Intelijen Negara/Nasional, yang dikenal


dengan LKIN (Lembaga Kumunitas Intelinjen Nasional)

Functional Structural Requirements


Nature emptive/anticipatoryIntegrated Civilian
(civilian) into national institution
security
Institution Early detectin (not strategy Coordinated
(democratic) deterrence, denial) structure
Technical Spesialisasi Circularchial Democratic
(secrecy) berdasarkan mechanism
competencies
againts threats
• Early detection: data collection, analysess and
assessment, disemination
• Balanced democracy-secrecy: negative (aggresive),
positive intelligence; internal-external
• Multi-layered control

Hal 215

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


5. Pembiayaan

Pada prinsipnya, pembiayaan kegiatan intelijen diletakkan sebagai anggaran


publik yang harus sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara.
Walaupun, anggaran negara dapat dialokasikan untuk kegiatan-kegiantan
intelijen yang dirahasiakan, implementasi prinsip transparansi dan akuntabilitas harus
diterapkan sejak proses penyiapan, persetujuan, penggunaan, pelaporan dan
pemeriksaan anggaran. Alokasi APBN untuk kegiatan intelijen yang dilakukan oleh
komunitas intelijen nasional seluruhnya disalurkan melalui pembiayaan program
intelijen yang seluruhnya diserahkan kepada LKIN. Dengan demikian anggaran-
anggaran rutin dan operasional yang dibutuhkan oleh masing-masing dinas dan
lembaga yang tergabung dalam Komunitas Intelijen Nasional dikeluarkan dari pos
anggaran masing-masing departemen. Pembiayaan bagi kegiatan intelijen tempur
dan lembaga penunjang tetap disalurkan melalui organisasi-organisasi induknya,
tidak disalurkan melalui LKIN.

6. Bagan Intelijen Negara

Intelijen
Nasional

Intelijen Intelijen
Strategis Kriminal
dan Justisia

LKIN

Intelijen Lembaga-
lembaga
Tempur
Penunjang

Hal 216

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


7. Bagan Komunitas Intelijen Negara

INTEL
Kepolisi
an
Intel
BIN Imigra
si

Intel
BIS Bea
Cukai

Intel Intel
Tem Kejak
pur LKIN saan

Lem
baga LFN
Sandi

LA
SAR PAN

BA
BNN TAN

Hal 217

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


8. Pengawasan berlapis
Pengawasan yang efektif dan menyeluruh terhadap fungsi intelijen
dikenal dengan sebutan “pengawasan berlapis” atau multi-layered oversight.Internal
di dalam dinas intelijen itu sendiri sebagai suatu unit birokrasi pemerintahan
(penerapan hukum dan implementasi kebijakan pemerintah secara benar,
wewenang dan fungsi kepala atau pimpinana dinas intelejen, penanganan
informasi dan penyimpanan data yang sistematis, penggunaan wewenang
khusus dunas intelijen sesuai hukum yang berlaku, dan arah kebijakan
internal yang telah ditetapkan oleh pimpinan; professional ethics (disiplinary
measures–tersedianya peluan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas ilegal
(reporting on illegal action) serta perlindungan terhadap petugas yang
memberikan laporan; ketentuan yang jelas yang memberuikan peluang kepada
seorang petugas intelijen untuk mempersoalkan atau bahkan menolak perintah
atasan yangbertentangan dengan hukum (note of discontent).
Eksekutif dan legislatif-no self-tasking and reporting priorities; laporan baik
secara berkala maupun atas permintaan kepada kepala pemerintahan. Di
samping itu suatu laporan yang dianggap rahasia (classified report) dapat
dikirimkan ke komite intelijen di parlemen untuk dibahas secara tertutup.Badan-badan
pengawasan independen yang melakukan pengawasan dari sudut kepentingan
warga negara. Di lapisan ini harus disediakan mekanisme kedinasan untuk
menangani, menampung dan merespons keluhan atau komplain dari
masyarakat yang merasa dirugikan oleh pelaksanaan wewenang khusus dinas
intelijen.

Adapun mekanisme kedinasan yang disediakan meliputi:


• proses di luar pengadilan (non-judicial processes) yaitu dengan
memanfaatkan fungsi Ombudsman yang melayani keperntingan
warganegara dan
• proses pengadilan yaitu mengajukan perkara kepada pengadilan (judicial-
type procedures).

Hal 218

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Mekanisme pengawasan berlapis yang telah dijabarkan di atas tidak
menghilangkan hak warga negara dan civil society untuk melakukan pengwasan
terhadapa lembaga intelijen dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Keempat
lapisan pengawasan terhadap lembaga-lembaga intelijen dapat bermuara.
kepada penangguhan hak khusus intelijen. Jika aktivitas intelijen justru
memperlemah sendi-sendi demokrasi, negara bisa menangguhkan hak-hak
khusus yang diberikan kepada dinas intelijen dan meminta pertanggung
jawaban politik pinpinan badan tersebut. Penangguhan atau penolakan khusus
dilakukan oleh Presiden sendiri atas permintaan DPR.

9. Manajemen Transisi
• mengacu efektifitas aturan undangan lama karena berlakunya undang ini, atau
sebaliknya: batas aktu pemberlakuan, batas waktu penyelesaian untuk
menyiapkan peraturan- peraturan pendukung yang diperlukan.
• kesiapan permbentukan lembaga baru
• status dari lembaga-lembaga intelijen yang sudah ada
• pola hubungan antara lembaga dan pejabat lama dengan lembaga
intelijen yang baru: untuk pertama kali lkin dijabar oleh kepala bin sampai
LKIN terbentuk dalam jangka waktu tertentu.

D. Organisasi Intelijen.

Untuk melaksanakan kegiatan intelijen perlu dipertimbangkan hal-hal yang


menyangkut petugas (officer) intelijen, pengelolaan intelijen ( perangkat dan petugas
pengelola), kerjasama dengan penegak hukum lainnya, bea cukai negara lain, dsb
nya, peraturan perundang-undangan, inventarisasi peraturan yang mendukung
pelaksanaan kegiatan intelijen terutama karena adanya.undang-undang kerahasiaan
dan undang-undang hak azasi perorangan, perencanaan jangka panjang mengenai
peningkatan keahlian petugas intelijen secara terus-menerus karena pesatnya
perkembangan tehnologi dan pelanggaran yang terjadi, pemutakhiran perangkat
serta kemajuan tehnologi dan tuntutan kegiatan intelijen itu sendiri.
Intelijen secara generik berasal dari kata ‘intelligence’ yang berarti
kecerdasan, kemampuan mempelajari, memahami dan menghadapi satu situasi, atau

Hal 219

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


seni dalam memahami sesuatu atau menggunakan akal. Sebagai satu aktivitas,
Intelejen dapat dimaknai sebagai pekerjaan profesional yang dilakukan agen-agen
pemerintah dalam rangka penyediaan informasi dan kontra-intelijen untuk kebutuhan
keamanan nasional.

1. Yang Dimaksud Dengan Badan Intelijen.


Badan intelijen adalah sebuah badan yang dibentuk dan diberi mandat oleh negara
untuk:
• memberikan analisa dalam bidang-bidang yang relevan dengan keamanan
nasional,
• memberikan peringatan dini atas krisis yang mengancam
• membantu manajemen krisis nasional dan internasional dengan cara mendeteksi
keinginan pihak lawan atau pihak-pihak yang potensial menjadi lawan
• memberi informasi untuk ke- butuhan perencanaan keamanan nasional
• melindungi informasi rahasia, dan
• melakukan operasi kontra-intelijen.

Dalam sebuah negara, terdapat dua jenis badan intelijen, yaitu badan intelijen
strategis dan badan-badan intelijen taktis. Pem- bedaan ini ditentukan berdasarkan
institusi dan ruang lingkup tugasnya. Di Indonesia, badan intelijen strategis hanyalah
Badan Intelijen Negara (BIN) untuk kebutuhan strategis negara dan cenderung
berfungsi mengatasi ancaman eksternal. Sementara badan-badan intelijen taktis terdapat
di lingkungan militer, kepolisian, kejaksaan, bea dan cukai, bahkan pemerintahan daerah
untuk kebutuhan-kebutuhan yang sangat terbatas di lingkungan institusi-institusi tersebut
dan cenderung bersifat internal Dokumen ini merupakan bagian dari 10 serial
Penjelasan Singkat (Backgrounder) yang diterbitkan atas kerjasama IDSPS dan
Rights and Democracy Kanada untuk menyediakan informasi isu-isu di bidang
reformasi sektor keamanan bagi masyarakat sipil.

Hal 220

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


2. Tugas badan intelijen strategis meliputi:
• pengumpulan: yaitu aktivitas untuk memperoleh data baik melalui sumber-sumber
terbuka maupun tertutup, seperti mata-mata, agen dan penghianat dari pihak lawan,
• analisa: yang meliputi analisis, penyajian dan transformasi data menjadi produk
intelijen untuk kebutuhan para pengambil kebijakan,
• operasi kontra-intelijen: yaitu serangkaian upaya untuk mencegah badan intelijen
asing atau kelompok-kelompok intelijen lain yang dikendalikan pihak asing
melakukan spionase, subversi dan sabotase terhadap negara.

Di beberapa negara badan intelijen strategis juga melakukan OPERASI


TERTUTUP (covert action) berupa tindakan-tindakan untuk mempengaruhi secara
langsung kondisi-kondisi politik, militer mau- pun ekonomi negara lain tanpa terlihat
dan disadari negara tersebut. OPERASI TERTUTUP ini dilaku- kan sebagai bagian
dari aksi militer atau diplomasi atau terpisah ketika aksi-aksi lain gagal atau tidak
mungkin dilakukan. Sedangkan badan-badan intelijen taktis melakukan tu- gas-tugas yang
terbatas untuk kebutuhan dan ruang lingkup yang terbatas dengan TUJUAN:
• mendeteksi dan menganalisa ancaman dan masalah,
• mendukung proses penegakan hukum, keamanan dan ketertiban umum,
• mendukung proses dan pelaksanaan kebijakan, dan
• menjaga kerahasiaan informasi, kebutuhan, sumber dan metode yang digunakan.

3.Mengapa Reformasi Badan Intelijen Penting?


Sebagai alat negara yang bersifat strategis dan taktis, badan intelijen rawan
disalahgunakan oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang berasal dari lingkungan
pemerintah, termasuk kepentingan institusi yang memiliki badan-badan tersebut. Contoh
negatif yang seringkali terjadi adalah penyalahgunaan badan intelijen oleh para diktator.
Hal-hal lain yang kerap menjadi masalah adalah kewenangan ekstra-judisial yang
dilekatkan pada badan intelijen strategis, sehingga mereka juga memiliki fungsi-
fungsi penye lidikan dan penyidikan yang notabene merupakan otoritas institusi
seperti kepolisian dan kejaksaan. Penyalahgunaan intelijen di masa lalu menjadi dasar
perlunya reformasi intelijen dan pengawasan demokratis terhadap badan intelijen.
Badan intelijen dalam negara demokrasi dituntut untuk mematuhi etika

Hal 221

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


profesionalitasnya, bekerja sesuai mandat legalnya, selaras dengan norma-norma
legal konstitusional serta sistem negara demokrasi.

4.Pentingnya reformasi badan intelijen di Indonesia terkait dengan;


• mindset masa lalu, yang tidak jelas membedakan antara peran intelijen strategis
dan intelijen militer yang keduanya bekerja untuk menopang kebijakan politik
pemerintah orde baru. bagaimanapun badan intelijen strategis merupakan
lembaga sipil yang seharusnya tunduk kepada supremasi otoritas politik sipil,
• perlunya payung hukum setingkat undang-undang. sampai saat ini, legalitas
operasional dan mekanisme kerja badan intelijen strategis bersumber dari
eksekutif setingkat presiden. pengawasan DPR belum jelas, dan
• perlunya pengaturan terkait lemahnya koordinasi dan tumpah tindih otoritas antar
badan-badan intelijen.

5.Ada 5 (lima) Prinsip Utama Panduan Transformasi Intelijen di Negara


Demokrasi;
• menyediakan intelijen efektif yang penting bagi keamanan naional
• mempunyai kerangka hukum yang memadai, beroperasi di bawah supremasi
hukum yang mengakui hak asasi manusia dan kebebasan fundamental warga
negara
• mempunyai sistem manajemen efektif yang memastikan pengarahan yang
bertanggungjawab dan taat kepada hukum
• bertanggungjawab secara efektif kepada presiden, perdana menteri atau
kementerian yang bertanggungjawab kepada parlemen.
• terbuka kepada peninjauan ulang intenal dan eksternal, dan juga kepada
pengawasan parlemen, untuk memastikan bahwa mereka tidak
menyalahgunakan wewenangnya, dan tidak dimanfaatkan secara keliru oleh
pemerintah.
Secara teoritik reformasi badan intelijen dimaksudkan untuk membentuk
lembaga intelijen yang ideal. Karakteristik lembaga intelijen yang ideal adalah
bersifat sipil, tunduk pada kendali demokratis, me- milki payung hukum setingkat
undang-undang, merupakan bagian dari sistem keamanan nasional yang netral
secara politik, dibiayai hanya dari ang- garan negara, akuntabel dan siaga

Hal 222

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


(alertness). Mereka bertugas melindungi keutuhan dan kelestarian negara
berdasarkan prinsip negara demokratis dengan membentuk sistem peringatan dini
dan sistem analisa strategis untuk mencegah terjadinya penda- dakan strategis di
bidang keamanan nasional.
Mengapa Akuntabilitas Badan Intelijen Penting?
Seluruh aktivitas badan intelijen dibiayai oleh dana publik yang dikelola
negara sebagaimana lembaga negara lainnya. Karenanya sesuai dengan
prinsip “tata pemerintahan yang baik (good governance)” aktivitas intelijen juga
harus dapat diper- tanggungjawabkan kepada publik. Pertanggungjawaban ini
terkait dengan Legitimasi dan mandat yang diberikan rakyat untuk mendukung
sistem keamanan nasional, Koordinasi, kontrol dan pengawasan oleh parlemen
(melalui komisi khusus), serta Akutabilitas kepada publik melalui parlemen atau
badan audit negara. Seluruh aktivitas intelijen harus didasarkan kepada legislasi dan
sistem pertanggungjawaban yang jelas, mengingat pengelolaan lembaga intelijen
mempunyai karakteristik yang kontradiktif corak tugas dan aktivitas yang bersifat
rahasia, tuntutan sistem demokratis untuk melakukan pertanggungjawaban public,
kebutuhan akan ‘sifat kerahasiaan’ untuk menjamin dan menjaga efektifitas kerja,
kebutuhan akan pengawasan dan pertanggungjawaban untuk menjamin bahwa
aktivitas-aktivitas intelijen tidak melanggar HAM, tunduk pada ketentuan hukum yang
berlaku, dapat dituntut jika terjadi penyimpangan dan legitimate di mata publik. Aturan
pengaman untuk mencegah badan intelijen oleh pejabat pemerintah terhadap lawan
politik domestic. Tidak satupun Badan Intelijen akan; melakukan tindakan represif,
memiliki kewenangan berlebih, melaksanakan fungsi kepolisian atau
penyelidikan kejahatan kecuali diperlukan oleh hukum berdasarkan suatu proses
pengadilan atau bila dibenarkan oleh UU, mendapatkan informasi, mengumpulkan
bahan intelijen atau menyimpan data seseorang berdasarkan; ras, agama, tindakan
pribadi dan ideologi politik, atau disebabkan keanggotaan mereka dalam organisasi
kepartaian, sosial, serikat, masyarakat, koperasi, bantuan, budaya atau perburuhan
atau karena tindakan hukum yang dilakukan mereka dalam bidang apapun,
memaksakan pengaruhnya terhadap keadaan institusional, politik, militer, polisi,
social dan ekonomi negara, kebijakan luar negeri, keberadaan partai politik
berdasarkan hukum, atau mem- pengaruhi opini public, individu, media dan asosiasi
lainnya. [ Sumber: pasal 4 UU intelijen nasional no 25520 (Argentina)]

Hal 223

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


6.Pengaturan Badan Intelijen Negara Membutuhkan Legislasi Setingkat
Undang-undang
Di negara-negara demokratis, alasan utama penem- patan pengaturan fungsi-
fungsi intelijen di bawah legislasi setingkat undang-undang tersendiri adalah untuk
memberikan parameter yang jelas pada mandat, tugas dan wewenang serta kerangka
kerja yang legal dan akuntabel. Mengingat ciri utama negara demokrasi adalah
ketundukan pada hukum, maka satu- satunya cara memperoleh legitimasi publik
adalah dengan mendasarkan seluruh sistem operasi intelijen pada kerangka hukum
tertentu dan dapat diawasi oleh wakil rakyat di parlemen. Dalam konteks reformasi
sektor keamanan (security sector reform) di Indonesia, badan intelijen yang meru-
pakan salah satu unsur penting pemerintah yang belum memiliki payung hukum
setingkat Undang- undang yang mengatur dengan tegas, jelas dan komprehensif
fungsi, peran dan wewenang setiap institusi intelijen.
Dasar hukum yang mengatur fungsi dan peran badan intelijen yang saat ini
berlaku adalah Keppres No 103 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Kedudukan,
Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Non
Departemen, dan Inpres No 5 Tahun 2002 tentang koordinasi seluruh fungsi intelijen
oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Perpres No. 52 Tahun 2005 tentang Perubahan
ke tujuh atas Kepres No. 110 Tahun 2001 Tentang unit organisasi dan tugas eselon I
LPND, serta RPJMN 2005-2009 dan Program Tahunan. Satu-satunya legislasi yang
menjadi dasar operasi intelijen adalah UU No. 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang juga menjadi payung hukum pelibatan
BIN, masih menuai kritik dari berbagai pihak dan belum mengatur secara utuh tugas,
fungsi, dan perannya. Bercermin pada negara-negara demokrasi yang mengatur
fungsi pemerintah bidang intelijen dengan norma hukum yang jelas setingkat
undang- undang, dan pentingnya akomodasi prinsip-prinsip demokrasi menyebabkan
sejumlah landasan hukum yang ada tidak memadai lagi dijadikan sebagai payung
hukum.

Hal 224

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


7.Komunitas Intelejen Negara
Tuntutan lain yang mendasari pentingnya peng aturan badan intelijen
negara adalah keluhan masyarakat akan ketidakberhasilan pemerintah menjamin
keamanan nasional dan adanya dugaan keterlibatan institusi ataupun individu
pejabat negara dalam berbagai kasus pelanggaran hukum. Secara teoritik,
undang-undang intelijen negara ditetapkan untuk mengatur;
• misi-misi dasar badan intelijen
• cakupan tanggungjawab badan tersebut
• batasan wewenang mereka
• metode operasi dan batasan-batasan yang berlaku pada kegiatan mereka
• struktur organisasi pada umumnya
• hubungan antara badan intelijen dan keamanan yang terkait dengan komunitas
intelijen
• alat untuk pengedalian dan pemberian tanggung-jawab oleh badan intelijen
• mekanisme pengawasan eksekutif, judicial dan legislatif.
• jalur dan cara hukum yang tersedia untuk menangani keluhan ketika terjadi
pelanggaran hak asasi manusia.
Akan tetapi, RUU Intelijen tahun 2005, perlu mengalami perubahan besar
sebelum disahkan oleh DPR karena RUU Intelijen ini melanggar kebebasan sipil,
HAM dan bertentangan dengan hukum pidana terkait dengan kewenangan
pemanggilan, penggeledahan dan penahanan tanpa surat keterangan, serta
terjadinya perluasan kewenangan dengan dimasukannya Kejaksaan, Polri dan TNI
dalam komunitas intelijen yang menyulitkan pengawasan.

8.Badan-Badan Intelijen Internal dan Kominda.

Negara demokratis memisahkan intelijen eksternal dan intelijen internal


karena adanya pemisahan keamanan eksternal dan keamanan internal. Secara
umum tugas badan intelijen internal adalah untuk mendapatkan, menghubungkan
dan mengevaluasi informasi dan ancaman yang relevan dengan keamanan
internal. Sementara tugas badan intelijen eksternal mencari, menghubungkan dan
mengevaluasi informasi dan ancaman eksternal. Untuk mengatasi kegagalan
intelijen dalam mendeteksi ancaman karena kelemahan koordinasi, pemerintah

Hal 225

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


mengambil langkah meng- aktifkan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) melalui
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2006. Kominda diberi mandat untuk
melakukan sejumlah tugas, antara lain melakukan perencanaan, pencarian,
pengumpulan, pengkoordinasian, dan pengkomunikasian informasi mengenai
potensi, gejala, atau peristiwa yang menjadi ancaman stabilitas nasional di daerah.
Di samping itu, Kominda juga bertugas memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi gubernur, bupati/walikota mengenai kebijakan yang berkaitan
dengan deteksi dini, peringatan dini, dan pencegahan dini terhadap ancaman di
daerah. Cakupan tugas Kominda yang sangat luas tersebut dikhawatirkan
sejumlah kalangan akan memegang fungsi ganda, secara yudisial maupun
non-yudisial yang pada akhirnya berpotensi sebagai ancaman bagi publik. Selain itu,
pengaturan tentang anggaran yang dilimpahkan kepada APBD pun telah menyalahi
aturan anggaran pertahanan yang semata-mata menjadi beban APBN.
Secara umum misi utama badan intelijen internal menyediakan dukungan
dan bantuan kepada polisi dan badan penegakan hukum lainnya seperti;
pengadilan pidana, bea cukai, penjaga perbatasan serta berbagai lembaga
pengatur lainnya yang dibentuk pemerintah. Mereka melakukan pengumpulan
intelijen keamanan dan membangun kumpulan pengetahuan yang terperinci demi
tindakan pencegahan dan perlawanan terhadap ancaman, tindakan dan kegiatan
terorganisir secara rahasia di wilayah;
• spionase
• sabotase dan subversi
• terorisme

• ekstrimisme politik, suku dan agama


• kejahatan terorganisir
• produksi dan perdagangan narkoba
• pemalsuan dan pencucian uang
• proliferasi senjata pemusnah massal
• penjualan senjata ilegal
• imigrasi ilegal
• penyeludupan senjata dan barang lainnya

Hal 226

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• serangan elektronik, hacking dan penyebaran pornografi anak, dll.

9.Tantangan reformasi intelijen di Indonesia meliputi;


Apa Saja Tantangan Yang Dihadapi Dalam Reformasi Intelijen Negara?
• kesungguhan pemerintah; reformasi tidak cukup dengan adanya kemauan politik
pemerintah untuk membawa perubahan di sektor keamanan. Diperlukan
keberanian untuk membangun jarak yang nyata dengan masa lalu, sehingga
warisan kelam dari masa lalu terkait kinerja intelijen dapat ditanggalkan.
Sepanjang masa orde baru intelijen difungsikan sebagai instrumen pendukung
dan melindungi rejim yang berkuasa terhadap rakyat. Sebagai early warning
system bagi rejim penguasa terhadap kegiatan oposisi.

• penghapusan Paradigma Lama; Pemerintah dan badan intelijen tidak lagi


memaknai intelijen sebagai instrumen untuk merepresi rakyat. Kinerja intelijen
harus mengacu pada prinsip negara demokratis, menjunjung tinggi supremasi
hukum, menghormati HAM, dapat diawasi dan akuntabel. Kentalnya
paradigma lama dapat dilihat dari komposisi di dalam Badan Intelijen Negara
(BIN) yang masih diisi oleh personil yang berlatar belakang TNI dan belum
tubuhnya kemampuan memastikan BIN sebagai institusi yang sepenuhnya
bersifat sipil. Termasuk membangun aparat intelijen yang professional dan
bekerja sesuai dengan amanat konstitusi dan Undang-undang.
• pengawasan untuk menjamin profesionalitas dan akuntabilitas; Harus dipastikan
bahwa ukuran keberhasilan kinerja badan intelijen diletakkan dalam 3 hal
penting; yaitu, kepatuhan pada hukum, proporsionalitas dalam bertindak dan
adanya ukuran kepatutan pelaksanaan kegiatan. Sebab, bagaimanapun
intelijen rentan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran hukum, hak asasi
manusia dan dapat membahayakan demokrasi.
• penguatan pengetahuan dan pengalaman masyarakat sipil mengenai intelijen;
keperluan pengembangan pemikir-pemikir sipil dalam reformasi intelijen dan
pendidikan publik tentang intelijen dalam negara demokratis terkait erat
dengan peningkatan efektivitas pengawasan terhadap institusi tersebut.

Hal 227

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Bagaimana Penataan Intelijen di Negara Lain? Sistem intelijen Australia. Australia
memiliki empat dinas intelijen, yaitu :
• australian secret intelligence organization (asio) yang bertugas sebagai intelijen
domestik,
• australian secret intelligence services (asis) yang bertugas sebagai intelijen
luar negeri,
• defence signal directorate (dsd) yang bertugas sebagai intelijen pertahanan, dan
• office of national assessment (ona) yang bertugas sebagai intelijen strategis.

Keempat dinas intelijen tersebut bekerja secara sinergis. Misalnya, ASIS


memberikan data kepada ASIO dalam melakukan kegiatan kontra intelijen untuk
ditindaklanjuti.DSD bertugas mengendalikan sinyal intelijen yang disampaikan ke
ONA dan Departemen Pertahanan. Secara keseluruhan, OPERASI me- reka
berada di bawah koordinasi National Threat Assessment Centre (NTAC) dan
harus sesuai dengan Intelligence Service Act, 2001. Dalam Undang--Undang
Intelijen Australia ditetapkan bahwa telijen harus diawasi oleh parlemen. Perdana
Menteri diharus- kan memberikan kepada parlemen pedoman kerja intelijen yang
dibuatnya (Pasal 8 A aya 3). Dengan demikian, parlemen dapat mengetahui strategi
dan operasi intelijen yang telah, sedang dan akan dilakukan. Undang-undang juga
menggariskan bahwa wewenang khusus yang dimiliki intelijen dalam mendapat
kan informasi (seperti penyadapan) bisa dilaksanakan setelah mendapatkan surat
perintah (warrant) dari Pendana Menteri yang isinya harus sangat spesifik
menyebutkan tempat, waktu, jenis tindakan maupun alatnya. Setelah itu, intelijen
diwajibkan untuk melaporkan ope- rasinya kepada lembaga pengkoordinirnya yang
kemudian akan melapor ke Perdana Menteri. Dengan demikian, operasi intelijen
dapat dikontrol dan tidak diselewengkan.
Sistem intelijen afrika selatan Pasca runtuhnya rezim apartheid, pemerintah
Afrika Selatan membuat sistem intelijen demokratis yang didasarkan pada tiga
Undang-undang intelijen, yaitu Intelligence Services Act (1994), Strategic
Intelligence Act (1994) dan Intelligence Services Control Act (1995). Atas dasar
ketiga undang-undang tersebut, tiga dinas intelijen dibentuk. Pertama, National
Intelligence Agency (NIA). Kedua, South African Secret Service (SASS). Ketiga,
National Defence Force Intelligence Division (NDFID). NIA bertugas di wilayah do-

Hal 228

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


mestik, SASS bertanggung jawab di ranah luar negeri, sementara NDFID merupakan
intelijen militer. Ketiganya berkoordinasi dalam National Intelligence Coordinating
Committe (NICOC) yang melapor pada Cabinet Committee on Security and Intelligence.
Komite yang tersebut terakhir merupakan komite yang dipimpin oleh Menteri Urusan
Intelijen dan berang- gotakan kepala dinas-kepala dinas intelijen, Kepala Kepolisian
Nasional dan Direktur Dinas Intelijen Kepolisian.
Untuk mengontrol mereka semua, Intelligence Service Act 1994. Afrika Selatan,
menetapkan larangan bagi aparat intelijen melakukan hal--hal yang membahayakan dan
meng-ancam setiap kelompok masyarakat atau organisasi dan partai politik
manapun. UU tersebut juga menentukan persyaratan bagi intelijen dalam mendapatkan
informasi, yaitu adanya persetujuan dari pengadilan yang berlaku selama tiga bulan. Di
samping itu, Afrika Selatan juga menggariskan kode etik inteli- jen dalam White Paper
on Intelligence. Isinya tentang keharusan untuk setia pada negara dan konstitusi, patuh
pada hukum, men- junjung tinggi demokrasi dan HAM, bersumpah menjaga rahasia,
berintegritas tinggi, objektif, dan berkomitmen untuk membangun rasa saling percaya
antara pengambil kebijakan dan intelijen.

10.Ruang lingkup operasi


intelijen taktis, kembali kami ingatkan bahwa Operasi Intelijen berbeda
dengan Intelijen Operasional. Intelijen operasional adalah kegiatan intelijen yng
berhubungan erat dengan pencapaian tujuan penegakan hukum. Jadi ruang
lingkupnya lebih luas dibanding operasi intelijen taktis (opsinteltaktis). Opsintaktis
dapat dilakukan baik dalam rangka Intelijen Taktis maupun Intelijen Operasional.
Kedua jenis operasi intelijen ini sama-sama dilakukan berdasarkan asas intelijen
yaitu The Intelegent Cycle (TIC).

Perbedaan Operasi Intelijen Taktis dengan Analisis Intelijen


Kesuksesan pelaksanaan intelijen taktis oleh organisasi intelijen dalam
pelaksanaannya akan sangat tergantung pada dua kegiatan intelijen, yaitu : operasi
intelijen taktis dan analisis intelijen. Operasi intelijen taktis melibatkan IO yang secara
langsung turun ke lapangan. Analisis intelijen merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan dalam tahapan processing TIC. Idealnya, analisis intelijen dilaksanakan
oleh analis-analis yang telah berpengalaman secara operasional di bidang intelijen.
Akan tetapi tidak ada suatu keharusan bahwa seorang analis intelijen harus menjadi

Hal 229

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


seorang IO lapangan terlebih dahulu. Prinsipnya, seorang analisis harus memiliki
wawasan yang luas mengenai PI dan memiliki kapasitas yang cukup dalam
mencermati suatu gejala-gejala umum hingga ke hal-hal yang khusus. Dalam
kegiatan operasi intelijen taktis, IO lebih memusatkan diri pada pengumpulan data
dan informasi. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab dan dicari jawabannya
oleh IO adalah: “apa yang tidak kita ketahui tentang para penyelundup ataupun
importir-importir high risk; apa yang harus diketahu; dan bagaimana caranya supaya
dapat diambil upaya untuk menutupi kelemahan informasi (information gap). Bentuk
kegiatan yang dilakukan antara lain: surveillance dan undercover. Seluruh kegiatan
IO dikoordinasikan oleh seorang SIO. Dalam kegiatan analisis intelijen, IO lebih
memusatkan diri pada pembuatan summaries untuk menjawab pertanyaan “apa
yang kita ketahui tentang musuh (misal penyelundup atau sindikat importir/eksportir
high risk) dan ancaman-ancamannya, potensi, serta informasi aktual terhadap
pengawasan dan kepentingan administrasi kepabeanan dan cukai”

11.Kegiatan Operasi Intelijen Taktis


Kegiatan yang dilakukan dalam operasi intelijen taktis secara umum dapat
dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu:
• Mengumpulkan atau mencari informasi tambahan yang diperlukan untuk
keperluan analisis;
• Membantu unit operasional dalam menemukan target atau sasaran
• Melakukan kegiatan monitoring pengawasan terhadap objek yang bergerak
(mobile target) ataupun target yang tidak bergerak (fixed target).

12.Pengumpulan Informasi Tambahan


Pengumpulan informasi tambahan perlu dilakukan apabila dalam kegiatan
analisis disimpulkan bahwa informasi yang diterima dan yang dimiliki atau yang
tersedia dalam pangkalan data belum memadai. Disisi lain, pengumpulan informasi
tambahan diperlukan apabila analis menilai bahwa diperlukan suatu informasi dari
sumber selain dari yang telah dikelola atau dimanfaatkan selama ini sebagai sumber
pembanding. Untuk pengumpulan informasi tambahan tersebut, maka SIO perlu
memerintahkan petugas pengumpul informasi untuk melakukan operasi intelijen
untuk mendapatkan Informasi yang sejenis dengan informasi yang ada dari sumber

Hal 230

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang berbeda, Informasi tambahan dari sumber yang sama tetapi dapat juga dari
sumber yang lain. Petugas pengumpul informasi merupakan individu yang berbeda
dengan petugas sebelumnya. Hendaklah dalam penugasan tersebut diberikan
serinci mungkin tentang informasi atau data yang harus diperoleh, namun harus
diingat bahwa petugas ini tidak boleh diberitahukan tujuan dari pengumpulan
informasi tersebut. Larangan ini dimaksudkan agar petugas itu tidak mengada-ada,
terutama apabila dia menghadapi kesulitan dalam mengumpulkan informasi. Dalam
hal diperlukan informasi tambahan dari sumber yang sama maka SIO tidak perlu
menggunakan jasa pengumpul informasi baru atau menggunakan jasa informan.
Kegiatan pengumpulan informasi tambahan lebih efektif dilakukan dengan
menugaskan petugas pengumpul yang ditugaskan sebelumnya. Hanya saja,
kadangkala petugas tersebut dipengaruhi oleh rasa atau anggapan bahwa informasi
sebelumnya sudah memadai sehingga akan kurang teliti dalam menentukan
informasi apa saja yang masih mereka harus dapatkan. Apabila SIO menetapkan
untuk tetap menugaskan petugas pengumpul sebelumnya, maka harus dilakukan
review ulang tentang informasi atau data yang diperlukan secara detail. Penugasan
tersebut juga harus disertai dengan pemberian atensi bahwa informasi seperti ini
telah didapat sebelumnya tetapi tetap harus dicari atau diperoleh. Dengan pemberian
atensi tersebut diharapkan petugas pengumpul akan lebih fokus mendapatkan
informasi tambahan.

E.Nilai Naskah Intelijen


Proses intelijen telah dikenal sebagai tugas para spionase. Para ahli bahasa
mengatakan bahwa katatajassus (memata-matai) yang berasal dari kata‘jassa’ yang
berarti ‘menyentuh dengan tangan’. Yajussuhu jassan yang berarti menyentuh
dengan suatu sentuhan. Jassasy-Syakshu bi ainaihi berarti seseorang yang
menyelidiki dengan panca inderanya agar suatu masalah menjadi jelas. Ini adalah
kata kiasan, karena katajassa-yang berarti menyentuh dengan tangan- mengandung
pengertian meminta sambil menyentuh, karena biasanya orang yang meminta
sesuatu pasti menyentuhnya.
Sebagian besar kitab fiqih menyebutkan bahwa makna al jasus adalah mata,
dan mata pada dasarnya adalah mata-mata (spionase). Definisi al jassus atau
spionase dalam ensiklopedia Islam adalah yang selalu bergandengan dengan

Hal 231

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kalimatain (mata). Dapat disimpulkan, bahwaat-tajassus adalah: mencari dan
memeriksa berita dan informasi rahasia yang tersembunyi yang dimiliki musuh,
dengan menggunakan perangkat, spionase, yang bertujuan menyingkapnya dan
memanfaatkannya untuk menyiapkan rencana perlawanan.
Pada situasi perang/situasi darurat pada saat ini proses intelijen adalah dalam
rangka mengumpulkan informasi tentang Negara yang memerangi, dengan tujuan
untuk melancarkan serangan balik kepada Negara musuh. Proses intelijen
merupakan rangkaian kegiatan secara terus menerus, berlanjut dan berulang
dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan, keterangan, pengolahan ,
keterangan, penyampaiandan penggunaan untuk mendapatkan intelijen yang
berkaitan dengan ancaman dan atau peluang ancaman. Proses intelijen harus
dipahami dan dikuasai oleh setiap Aparat Intelijen untuk dapat menyediakan dan
memberikan intelijen yang aktual kepada Komandan/Pimpinan untuk dijadikan dasar
pengambilan keputusan dan tindakan serta membuat perencanaan kegiatan
selanjutnya Dibatasi dalam pembahasan mengenai siklus Roda Perputaran , Intelijen
yang disusun dengan tata urut sebagai berikut: Perencanaan., Pengumpulan
Keterangan, Pengolahan, . Penyampaian dan Penggunaan, Evaluasi Akhir.
Perencanaan , Perencanaan merupakan suatu kegiatan untuk merumuskan
kebutuhan dari keinginan Pimpinan/Komandan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan tugas pokok di lapangan untuk memberikan pengarahan kegiatan
intelijen, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan sistematis guna
mendapatkan hasil yang maksimal. Tahap perencanaan dilakukan oleh Staf Intelijen
setelah menerima petunjuk/perintah dari Komandan/Pimpinan atau tugas yang dicari
sendiri. Tahap ini sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pokok.
Pengumpulan Keterangan, Pengumpulan keterangan akan menghadapi
berbagai kesulitan karena musuh/lawan selalu berusaha menggagalkan kegiatan
pengumpulan keterangan yang kita laksanakan. Musuh/lawan akan merahasiakan
kekuatan, kedudukan, kegiatan/aktivitas, serta hal lain dan berusaha dengan
melakukan penyesatan dan pengelabuan. Maka keterangan yang diperoleh akan
tergantung dari kualitas Badan Pengumpul untuk melaksanakan Pengumpulan
Keterangan dan sangat dipengaruhi oleh sumber keterangan yang ada.

Hal 232

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Dalam proses pengumpulan keterangan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
 Kegiatan Intelijen
Adalah semua usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan secara rutin dan terus
menerus yang dilaksanakan semua satuan didasarkan suatu tata kerja yang
tetap dalam rangka menyelenggarakan fungsi intelijen.
 Operasi Intelijen
Adalah segala usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang terencana dan
terarah yang dilaksanakan oleh satuan intelijen untuk mendapatkan keterangan
atau menciptakan/merubah kondisi yang dikehendaki dan atau untuk melawan
jaring intelijen lawan untuk kepentingan pengamanan, berdasarkan suatu
rencana untuk mencapai tujuan khusus diluar tujuan rutin, dalam hubungan
ruang dan waktu yang terbatas dan dilakukan atas dasar perintah yang
berwenang. Dalam Operasi Intelijen sasaran dan waktu telah ditentukan serta
didukung biaya.
Dalam pelaksanaan Operasi Intelijen setiap Aparat Intelijen tetap
mempedomani prinsip, sifat, macam, bentuk penugasan dan kewenangan Operasi
Intelijen itu sendiri. Untuk mendapatkan keterangan yang tepat guna dan tepat waktu
maka diperlukan taktik dan tekhnik dalam pengumpulan keterangan yang tepat.
Taktik dan tekhnik yang digunakan dapat dengan cara terbuka atau tertutup maupun
kombinasi yang disesuaikan dengan keadaan sasaran dan akses terhadap sasaran.
Taktik yang digunakan dalam penyelidikan yaitu observasi dan penelitian sedangkan
tekhnik penyelidikan meliputi matbar, wawancara, interogasi, penjejakan,
penyurupan, pengintaian dan penyadapan. Sumber keterangan bisa berasal dari
satuan sendiri maupun diluar satuan sendiri yang berpedoman kepada nilai
kepercayaan terhadap sumber keterangan maupun nilai kebenaran bahan
keterangan yang dimiliki.
 Sumber keterangan dapat berupa :
 Perorangan, Contoh: amri, budi, cinthia dll.
 Organisasi, Contoh: karang taruna, organisasi santri, hmi, fbr, lsm, dll
 Naskah. Contoh: dokumen pelatihan, laporan dll.
 Barang. Contoh: kaset, disket, film, senjata dll.

Hal 233

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Kegiatan. Contoh: investigasi sosial, penggerebekkan, pengepungan,
penculikan dll.
 Pengolahan
Kegiatan pengolahan merupakan tahap ketiga dari Roda Perputaran Intelijen.
Dalam hal ini bahan keterangan yang telah diterima diolah melalui proses
pencatatan, penilaian dan penafsiran, sehingga bahan keterangan yang awalnya
masih merupakan bahan mentah ditransformasikan menjadi intelijen. Proses
pengolahan bahan keterangan menjadi intelijen dilakukan secara terus menerus
melalui kegiatanpen catatan,penilaian dan penafsiran.
 Pencatatan
Merupakan kegiatan pencatatan secara sistematis yang berupa tulisan atau
gambar agar memudahkan dalam kegiatan penilaian dan penafsiran. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pencatatan:
 mudah untuk dicatat (dikelompokkan berdasarkan bidang dan masalahnya)
 sederhana, mudah dimengerti
 memungkinkan kecepatan dalam pekerjaan penyusunan.
 penyajian keterangan-keterangan yang diperlukan tidak terpengaruh oleh
situasi dan kondisi.
 memudahkan pelaksanaan penilaian dan penafsiran.
 memudahkan dan menjamin kecepatan mempersiapkan laporan.
 Sarana Pencatatan antara lain:
 buku harian intelijen
 tabulasi data
 peta situasi
 file intelijen
 lembaran kerja
 catatan pribadi.

Suatu kegiatan yang dilakukan secara beriringan atau bersamaan dengan


kegiatan pencatatan. Kegiatan ini dilakukan dengan menilai suatu bahan keteragan
secara kritis, yang akan digunakan sebagai dasar kegiatan penafsiran. Penilaian

Hal 234

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


adalah menentukan “tingkat kebenaran” bahan keterangan dan “tingkat
kepercayaan” sumber bahan keterangan. Ukuran penilaian:
 Penilaian tingkat kepercayaan terhadap sumber diklasifikasikan dengan huruf A,
B, C, D, E dan F.
Penilaian tingkat kepercayaan terhadap sumber:
A = Dapat dipercaya sepenuhnya
B = Biasanya dapat dipercaya
C = Agak dapat dipercaya
D = Biasanya tak dapat dipercaya
E = Tidak dapat dipercaya
F= Kepercayaan tidak dapat dinilai
 Penilaian kebenaran suatu keterangan diklasifikasikan dengan angka 1, 2, 3, 4,
5 dan 6.
Penilaian keterangan atau tingkat kebenaran suatu keterangan yaitu :
1 = Dibenarkan oleh sumber lain.
2 = Sangat mungkin benar.
3 = Mungkin benar.
4 = Kebenarannya diragukan.
5 = Tidak mungkin benar.
6 = Kebenarannya tidak dapat dinilai.

 Penafsiran

Merupakan proses transformasi bahan keterangan menjadi intelijen dengan cara


mencocokkan dan membandingkan keterangan yang satu dengan yang
lainnya. Disamping itu penafsiran juga merupakan pertimbangan yang kritis
terhadap keterangan melalui analisa, integrasi dan penentuan kesimpulan.

 Analisa
Merupakan suatu proses pemilihan dan penyaringan bahan keterangan yang
telah dinilai baik sumber maupun isinya serta memisahkan dari bahan
keterangan lain berdasarkan kepentingan tugas pokok. Proses Analisa harus
dapat mengintegrasikan antara intelijen dasar dan intelijen aktual dalam rangka

Hal 235

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


menentukan intelijen ramalan. Dalam penganalisaan perlu mempedomani hal-
hal antara lain:
 kelengkapan informasi/bahan keterangan. semakin lengkap
informasi/keterangan yang diperoleh akan lebih memudahkan dalam
menganalisa suatu masalah.
 memenuhi target operasi. dalam penganalisaan bahan keterangan/informasi
harus relevan dengan target operasi yang diterima, sehingga tidak
menyimpang dengan target operasi yang diterima.
 bahan keterangan yang aktual. hal ini akan berpengaruh terhadap proses
analisa sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang tepat.
 faktor-faktor yang berpengaruh:
 kemampuan dan pengalaman petugas.
 waktu yang tersedia.
 bahan keterangan yang diperoleh.
 sarana dan prasarana yang tersedia bagi berkepentingan sesuai
dengan kebutuhan.
Produk intelijen ini berisi masukan dan saran dari staf/satuan intelijen kepada
pimpinan untuk dijadikan bahan pengambilan keputusan serta disampaikan pada staf
lain yang berkepentingan sebagai bahan koordinasi. Melihat urgensinya maka
intelijen yang disampaikan kepada pimpinan dan staf lain yang berkepentingan,
penyampaiannya harus tepat waktu dan tepat alamat agar mampu menjawab
tuntutan tugas serta tetap memperhatikan faktor keamanan. Dalam pelaksanaannya
kegiatan penyampaian ini dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis sesuai
dengan kebutuhan. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam penyajian/
penyampaian produk intelijen adalah:
 Menjawab tuntutan tugas. Intelijen yang disajikan harus menjawab tuntutan tugas
yang diterima dari pimpinan dan memuat hal-hal yang diprediksikan yang
berpengaruh terhadap keberhasilan tugas pokok.
 Tepat waktu dalam penyampaian. Intelijen akan bernilai tinggi apabila tidak
terlambat sampai kepada pengguna.
 Pengguna yang tepat. Produk intelijen diberikan kepada pejabat yang meminta
(pimpinan) dan juga kepada pejabat lain yang berkepentingan sesuai dengan
tuntutan tugas.

Hal 236

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Faktor keamanan. Produk intelijen ini hanya disampaikan kepada pejabat yang
benar-benar mempunyai kaitan didalam tuntutan tugas yang diberikan oleh
pimpinan. Oleh sebab itu, demi menjamin kerahasiaan intelijen ini, maka
pendistribusiannya harus benar-benar selektif dan tepat sasaran untuk
menghindari kebocoran yang dapat mempengaruhi pada tugas pokok apabila
jatuh ditangan orang yang tidak berhak.

Dalam penyampaian produk intelijen, dapat melalui beberapa bentuk tertulis maupun
tidak tertulis antara lain:
 Tertulis, diantaranya:

Telaahan, Berupa: Catatan Memo, Analisa Daerah Operasi, Study Intel, Intisari
Informasi. Perkiraan Intelijen, Perkiraan Keadaan Intelijen, Perkiraan
Pengamanan, Perkiraan Keadaan. Keamanan. Laporan, laporan periodik.
Adalah laporan yang dibuat secara periode waktu yang ditentukan, berupa:
Laporan Harian, Laporan Mingguan, Laporan Tahunan, laporan Triwulan.
Laporan Non Periodik. Adalah laporan yang dibuat sesuai dengan kejadian
atau situasi yang berlaku dan dapat juga merupakan laporan lanjutan dari
laporan sebelumnya, berupa: Laporan Harian Khusus, Laporan Informasi,
Laporan Khusus, Laporan Atensi, Laporan Penugasan, Laporan Kegiatan,
Laporan Masalah menonjol.
 Tidak Tertulis/Lisan, berupa: Paparan, Telepon dan Secara langsung.
Penggunaan Intelijen yang dihasilkan harus segera disampaikan kepada
pengguna, selanjutnya digunakan untuk:
 penyusunan rencana
 penentu kebijaksanaan
 pengambilan keputusan
 Pengguna yang dimaksud dalam hal ini adalah pimpinan yang meminta/
memerintahkan dan atau pejabat lain yang berkepentingan antara lain:
 komandan
 staf terkait
 satuan lain yang berkepentingan

Hal 237

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Evaluasi Akhir
Diperlukannya evaluasi akhir adalah untuk mengetahui sejauh mana
hambatan-hambatan yang dialami dilapangan dari rangkaian proses intelijen
tersebut. Evaluasi berkaitan dengan penilaian atas proses berulang dimulai dari
tahap Perencanaan, Pengumpulan Keterangan, Pengolahan Keterangan,
Penyampaian dan Penggunaan untuk mendapatkan intelijen yang berkaitan dengan
ancaman dan atau peluang ancaman.

F, Nilai Informasi Intelijen.


Informasi yang diperlukan dalam operasi, Informasi adalah “5bahan baku”
organisasi intelijen. Informasi pada dasarnya adalah data yang belum dievaluasi dan
belum ditafsirkan, dan belum ada usaha untuk menghubungkan dengan
pengetahuan lain untuk menggambarkan konklusi atau pencapaian suatu ramalan.
Informasi yang relevan adalah keseluruhan data yang ada dan keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh yang sudah digunakan dan relevan terhadap suatu
subyek tertentu. Ketika klien hanya dapat menyediakan bahan-bahan latar belakang
suatu sasaran operasi yang sangat terbatas, sedangkan unit intelijen dituntut untuk
mengeluarkan produk intelijen up to date, maka harus dilaksanakan suatu operasi
intelijen taktis dengan berbekal bahan yang minim tersebut. Idealnya pelaksanaan
sasaran operasi harus dibekali dengan bahan-bahan latar belakang yang cukup. Hal
ini dimaksudkan agar operasi intelijen dapat berlangsung efektif dan mengantisipasi
kemungkinan reaksi yang tidak menentu di lapangan. Perlu diingat bahwa hanya
materi yang relevan yang harus dinilai sebagai bagian dari proses analisis.Untuk
mencapai hal ini seorang analis harus mengambil keputusan yang positif terhadap
kegunaan dari informasi yang tersedia dan melakukan proses penyaringan untuk
memperoleh hasil analisis yang berguna, efisien dan dipercaya. Informasi meliputi
banyak hal. Kita sebutkan yang sederhana saja seperti:
 pengetahuan mengenai standar produk dari suatu pabrik koper (misalnya ukuran,
berat, bahan yang digunakan, ciri khusus dari setiap tipe dan sebagainya).
 jadwal penerbangan, kapal laut dan transportasi darat.

Hal 238

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 bandara tempat stop over pesawat terbang dan penggabungan penumpang
(seperti misalnya di soekarno hatta pesawat dari singapura tujuan denpasar
terjadi penggabungan penumpang eks singapura dan eks jakarta dalam satu
pesawat).
 lamanya stop over.
 gerakan suspect (orang yang dicurigai) meliputi antara lain : dimana dia
sekarang, siapa-siapa saja koleganya, siapa yang mengatur perjalanannya dan
sumber keuangannya.
Dalam perkataan sederhana, usaha-usaha atau kegiatan intelijen adalah untuk
mengidentifikasi peristiwa sebelum terjadi dan memperingatkan kepada unit
operasional yang bertangggung jawab atas peristiwa yang akan terjadi
(penyelundupan, peristiwa kriminal seperti perampokan, penculikan, human
trafficking, narcotics dan lain-lain) untuk diwaspadai atau dicegah. Output yang
dihasilkan oleh kegiatan intelijen bersifat early warning system, yang memungkinkan
klien untuk mengambil tindakan pencegahan sebelum peristiwa yang diamati terjadi.
Intelijen yang efektif selalu mempertimbangkan atau memerhatikan data dan
informasi sebelum melakukan tindakan. Hal ini merupakan pelaksanaan asas utama
setiap organisasi atau unit operasional. Penerapan asas ini sangat penting untuk
organisasi penegak hukum, militer, industri dan agensi lainnya. Setiap tindakan yang
dilakukan dalam operasi tertentu Bea Cukai (seperti pemeriksaan barang
penumpang di bandara internasional) secara seksama atau teliti sekali hendaknya
dilakukan atas dasar “pengetahuan awal”. Tujuan pelaksanaan intelijen adalah
untuk mencegah kegiatan yang melanggar hukum. Kalaupun ada penangkapan dan
penahanan pelaku kejahatan (customs fraud), sebenarnya hal ini bukan merupakan
fungsi langsung dari intelijen. Intelijen dalam hal ini hanya untuk memanfaatkan
informasi seperti kejelasan dari bukti sebagai bahan dasar dari pengolahan.

Latar belakang dan detail obyek operasi, dalam opsintaktis baik dalam rangka
pengumpulan informasi tambahan yang diperlukan untuk melengkapi informasi yang
telah terkumpul dalam kegiatan analisis maupun informasi yang diperlukan dalam
membantu unit operasional untuk menemukan target adalah informasi yang lebih
rinci dari obyek. Dalam ruang lingkup pabean, obyek opsintaktis adalah barang,
namun tetap saja barang tersebut berkaitan dengan entitas. Catatan pelanggaran,

Hal 239

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


reputasi, dan kepatuhan (past record) dari entitas sebagai latar belakang dari entitas
diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan sebagai target. Entitas
tersebut adalah:
 perusahaan pengangkutan:, perusahaan pelayaran, perusahaan penerbangan,
pengangkutan darat.
 importir dan eksportir
 customs broker (PPJK perusahaan jasa titipan–PJT) dan freight forwarder/
perusahaan bongkar muat.
 kawasan/tempat penimbunan berikat (KB/TPB) termasuk gudang berikat (GB),
KB untuk pameran (KBP) dan toko bebas bea (TBB).
 importir dengan fasilitas kite dan perusahaan kontraktor (PK)
 importir dengan fasilitas impor sementara (FIS) dan pembebasan bea masuk.
 pabrik (PBKC) dan tempat penyimpanan (TPBKC) serta penyalur (PBKC) dan
tempat penjualan eceran (TPEBKC) BKC.
 penumpang dan awak sarana pengangkut (ASP), pelintas batas dan penduduk
perbatasan berisiko/target.
 kapal pesiar/yacht, kendaraan pribadi yang melintasi perbatasan darat dan
pesawat terbang pribadi.
 daerah rawan.

Dalam hal menetapkan entitas sebagai target operasi agar penegakan hukum
efektif, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya pelanggaran yang dilakukan
entitas yang biasa disebut sebagai PI (pelanggaran entitas). Pada awalnya PI hanya
berkaitan dengan pelanggaran aturan kepabeanan saja. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya dari waktu ke waktu customs fraud berkaitan juga
dengan pelanggaran wilayah (Border Fraud), perdagangan narkotika secara ilegal,
perdagangan flora dan fauna yang dilindungi, pencucian uang, illegal fishing,
pelanggaran HaKI, illegal logging, perdagangan manusia atau human trafficking
(untuk dijual sebagai pekerja paksa, seks dan phedophile), bahkan dengan
terorisme. Hal ini menyebabkan semakin luasnya problem intelijen pabean.

1.Tipe-Tipe Commercial Fraud

Hal 240

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Ada beberapa tipe Commercial Fraud yang pernah ditemukan dan dilaporkan
oleh negara-negara anggota WCO, yaitu:
 penyelundupan barang termasuk barang larangan, pembatasan dan cites.
 salah pemberitahuan jumlah dan/atau jenis barang (misdescription).
 penyalahgunaan ketentuan origin dan preferensi termasuk tarif dan kuota.
 penyalahgunaan keringanan/fasilitas proses pengeluaran/pemasuk-an barang.
 penyalahgunaan fasilitas impor sementara.
 penyalahgunaan izin impor tertentu.
 penyalahgunaan ketentuan barang transit.
 pemberitahuan over dan under valuation (invoice palsu/dipalsu-kan).
 kesalahan pemberitahuan (misdeclaration)
 penyalahgunaan ketentuan pengguna akhir produk barang tertentu, termasuk
perdagangan untuk mendapatkan keringanan pajak konsumen tertentu (ppn
tertentu).
 memalsukan atau meniru barang produk orang lain.
 tidak membukukan transaksi impor dan ekspor (hubungannya dengan pajak).
 klaim palsu atau klaim yang lebih besar dari jumlah seharusnya untuk
pengembalian bea masuk, restitusi pajak serta pembuktian ekspor palsu.
 pelanggaran ketentuan perdagangan (impor paralel) atau ketentuan perlindungan
konsumen.
 bisnis “setan” perusahaan fiktif didaftar untuk mendapatkan kredit pajak tanpa
hak.
 “phoenix” syndrom. Berdasarkan ketentuan perpajakan bahwa pajak dibayar atau
diperhitungkan pada setiap akhir tahun. Kelemahan aturan ini dimanfaatkan
dengan mendirikan perusahaan pada awal tahun dan sebelum saatnya harus
membayar pajak, perusahaan tersebut dilikuidasi/ditutup sehingga petugas pajak
tidak bisa lagi menemukan atau menagih pajak yang terutang.

Salah satu penyalahgunaan fasilitas atau keringanan di bidang perpajakan


yang sering terungkap yaitu kasus restitusi PPN. Berdasarkan ketentuan perpajakan
Indonesia bahwa terhadap barang-barang ekspor diberlakukan ketentuan “tidak
dipungut PPN”. Dengan demikian barang ekspor yang semula telah dipungut PPN,
ketika diekspor Pengusaha dapat mengajukan restitusi/pengembalian atas PPN yang

Hal 241

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


telah dibayar tersebut. Fasilitas ini dimanfaatkan oleh eksportir “penyelundup” untuk
mendapatkan keuntungan dengan cara (modus operandi) :
 ekspor fiktif.
 memberitahukan jumlah, jenis dan atau harga barang ekspor lebih banyak atau
lebih tinggi dari yang sebenarnya.

Pelanggaran dan penyelundupan yang telah terjadi, sedang terjadi dan akan
terjadi merupakan bahasan dalam intelijen pabean untuk menetapkan problem
intelijen. Berdasarkan analisis ketiga hal tersebut dikaitkan de-ngan ketentuan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan dapat diperoleh kesimpulan mengenai
problem intelijen yang akan dihadapi Bea Cukai.Pelanggaran atau penyelundupan
terjadi karena adanya celah dan penyalahgunaan dari suatu ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan. Celah dimaksud dapat bersifat kelemahan karena
tidak diatur atau telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang semula
bertujuan untuk memberikan kemudahan/fasilitas/insentif bagi masyarakat tetapi
disalah-gunakan. Berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Kepabeanan dan
Undang-Undang Cukai, customs/commercial fraud apa saja yang mungkin terjadi
dengan memanfaatkan celah dan kelemahan peraturan perundang-undangan
tersebut merupakan problem intelijen.

Dari enam belas contoh customs fraud yang diutarakan diatas sebagai
Problem Intelijen Pabean, berikut ini kita lihat beberapa pasal yang mempunyai celah
atau kelemahan yang mungkin sudah terjadi, akan terjadi atau baru akan terjadi
PI.(problem intelijen), sebagai berikut:
 pemuatan dan pembongkaran di tempat yang tidak ada kantor pabean.
 membongkar barang impor diluar kawasan pabean berdalih keadaan darurat.
 dalih pengangkutan antar pulau .
 dalih transhipment cargo.
 unmanifest.
 manipulasi manifes.
 pemanfaatan celah sistem.
 penyalahgunaan fasilitas impor sementara.
 penyalahgunaan perbedaan pembebanan tarif.
 manipulasi nilai transaksi sebagai dasar nilai pabean

Hal 242

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 penghindaran pengenaan bea masuk anti dumping, imbalan, tindakan
pengamanan dan pembalasan.
 penyalahgunaan pembebasan bea masuk atas impor barang.
 penyalahgunaan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk
 pita cukai palsu dan rokok tanpa pita cukai.
 produk bkc tidak bayar cukai.
 penyalahgunaan pembebasan cukai dan pabrik ilegal etil alkohol (ea) dan mmea.
 menjalankan kegiatan tanpa izin.
 pembukuan ganda.

Diluar PI yang telah disebutkan tersebut, institusi kepabeanan juga dihadapkan


pada problem intelijen lainnya yang beberapa tahun terakhir justru menjadi problem
hampir di setiap negara. Beberapa PI tersebut adalah :
 pencucian uang.
 pemalsuan dokumen.
 pelanggaran perbatasan.
 perdagangan gelap narkotika dan psikotropika.

Sejak tahun 1998 sudah mulai nampak bahwa Indonesia tidak hanya
sebagai tempat transit perdagangan dan pasar gelap narkotika tetapi juga sebagai
produsen dan eksportir narkotika dan psikotropika secara ilegal. Sebelumnya telah
ada perdagangan gelap ganja yang dibudidayakan secara ilegal di hutan dataran
tinggi Aceh. POLRI telah beberapa kali meng-ungkap pembuatan/pabrik narkotika
dan psikotropika secara gelap.

2.Problem intelijen taktis


Melihat perkembangan pembuatan dan perdagangan gelap narkotika dan
psikotropika, Bea Cukai dihadapkan pada beberapa problem intelijen, yaitu:

 Impor dan ekspor ilegal narkotika/psikotropika.

 Impor secara ilegal bahan alamiah untuk pembuatan narkotika dan bahan
sintetis (prekursor) pembuatan psikotropika.

 Jalur perdagangan gelap (melalui kawasan pabean bandara internasional dan


pelabuhan laut).

Hal 243

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Jalur perdagangan gelap di luar kawasan pabean (pantai-pantai, sungai dan
darat yang tidak diawasi petugas Bea Cukai).

 Impor secara legal bahan kimia yang dapat disalahgunakan sebagai bahan
prekursor pembuatan psikotropika (sintetis).

 Jalur atau tempat transit perdagangan gelap narkotika dan psikotropika serta
bahan (alamiah dan sintetis) pembuat narkotika dan psikotropika.

 Concealment technique yang semakin bervariasi dan canggih.

 Jenis, bentuk dan kegunaan pengemas yang semakin berkembang.

 Rute sarana pengangkut (penerbangan, pelayaran dan transportasi darat) yang


semakin bertambah banyak/luas. Ilustrasi: di Bali pada pertengahan tahun 2009
rencananya (telah) dioperasikan pelabuhan khusus untuk kapal pesiar.
Peringatan bagi intelijen pabean (problem intelijen strategis pabean).

 Semakin cepatnya kemampuan jelajah sarana pengangkut dan banyaknya


sarana pengangkut pribadi (yacht/kapal pesiar dan pesawat jet kecil).

 Jalan tikus di perbatasan darat terutama Kalimantan Barat dengan Sarawak.


Pintu masuk keluar, sumber dan produsen, sebagaimana yang ditetapkan
Undang-Undang Kepabeanan bahwa Menteri Keuangan menetapkan kantor pabean
sebagai tempat untuk memenuhi kewajiban pabean dan kawasan pabean sebagai
pintu masuk dan keluar barang impor dan ekspor. Di tempat lain yang tidak ada
kantor pabean dan bukan kawasan pabean hanya boleh dilakukan kegiatan bongkar
atau muat barang impor atau ekspor jika diizinkan artinya harus dengan persetujuan
pejabat Bea Cukai. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan (17.506
pulau) yang mempunyai garis pantai yang sangat panjang, pulau-pulau kecil yang
banyak, muara-muara sungai di sepanjang pantai dan jarak dengan negara sumber
(penghasil) yang relatif dekat merupakan faktor yang menguntungkan bagi pelaku
kejahatan di bidang perdagangan narkotika ilegal. Sesuai dengan fungsinya, Bea
Cukai sebagai “border enforcement agency” berkewajiban untuk mencegah lalu
lintas ilegal ba-rang-barang yang membahayakan masyarakat seperti narkotika dan
psikotropika. Jalur perdagangan gelap narkotika antar benua dan negara yang
berubah-ubah mengikuti perkembangan rute sarana pengangkut meng-haruskan
intelijen pabean untuk bekerja keras dalam mengivestigasi per-ubahan rute yang

Hal 244

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


dilakukan oleh pelaku perdagangan gelap narkotika dan psikotropika. Ilustrasi: Jalur
sutera candu, jalur Amerika Latin–Amerika Utara- Asia Tengah, dan sebagainya.

Ada tiga kelompok wilayah penghasil atau sumber narkotika alamiah


terutama opium (jenis narkotika alamiah yaitu; opium, morphine, heroin, codeine,
coca, ganja/marihuana/ cannabis sativa, psilocybin, hashis, pcilocyn dan
mescalin/peyote), yaitu:

 Wilayah “Golden Triangle/Segi Tiga Emas” yang meliputi; Laos, Thailand dan
Myanmar (dekat dari Indonesia).
 Wilayah “Golden Crescent/ Bulan Sabit Emas” yang meliputi Iran, Afganistan dan
Pakistan (relatif dekat dari Indonesia).
 Wilayah “Amerika Latin” yang meliputi Peru, Bolivia dan Colombia (tidak dekat
tetapi dengan sarana transportasi saat ini tidak lagi terlalu susah untuk dicapai).

Salah satu sumber domestik dari narkotika adalah tanaman ganja liar dan
perkebunan gelap rakyat di wilyah pedalaman Aceh. Juga terdapat di pedalaman
Pulau Jawa hasil kultivasi masyarakat secara sembunyi-sembunyi dengan lahan
yang tidak begitu luas. Produsen gelap narkotika alamiah dan sintetis (narkotika
sintetis seperti: propoxiphene atau darvon, pentacozine atau talwin, methadone atau
dolophine, pethidine dan meperidine atau Demerol) serta semisintetis (seperti:
hydromophone atau dimorphone, oxycodone atau dyhidrone dan etorphine) banyak
ditemukan di Asia Tengah, Amerika Latin, China dan tempat lainnya, bahkan POLRI
juga beberapa kali menemukan di Tangerang dan Jakarta.

Pelaku kejahatan di bidang narkotika dan psikotropika membangun


laboratorium gelap (clandestine laboratory) baik skala kecil maupun yang cukup
besar yang dapat memproduksi ratusan ribu pil perhari di tengah hutan bahkan di
lingkungan permukiman. Ini membuktikan bahwa para pelaku kejahatan narkotika
tersebut sudah tidak lagi merasa takut ketahuan atau kondisi masyarakat Indonesia
yang tidak lagi peduli dengan lingkungan sekitar.

Ilustrasi

Hal 245

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Prediksi bahwa suatu saat, khususnya di Indonesia, laboratorium
gelap/pabrik itu akan berada di desa terpencil atau di kawasan industri (dengan
modus memproduksi bahan yang menyerupai) atau di pemukiman nelayan, bahkan
mungkin diatas sarana pengangkut laut dan sebagainya. Kultivasi ganja suatu saat
dapat saja muncul di dataran tinggi Papua karena bisnis gelap ini sangat
menggiurkan.

3.Pelanggaran Khusus (Special Fraud)

Pelanggaran khusus mendapat perhatian yang serius oleh AP berbagai


negara. AP termasuk Bea Cukai telah sepakat untuk memberikan perhatian khusus
dalam melakasanakan kesepakatan yang diatur dalam CITES. Dalam
perkembangan selanjutnya pelanggaran khusus ini juga meliputi bidang:
 perdagangan gelap benda-benda bernilai sejarah dan cagar budaya,
 uang palsu (rupiah dan uang asing),
 pemasukan dan pengeluaran uang rupiah tanpa izin dan uang asing,
 pelanggaran HaKI,
 illegal fishing (sering ditangkap oleh ACS dan TNI AL),
 human trafficking (perdagangan manusia),
 ekspor hasil illegal logging (Indonesia),
 perdagangan gelap harta karun,
 pencurian jenazah/mummy,
 penyelundupan virus penyakit dan hama (tumbuhan, hewan dan manusia),
 peredaran pornograpi dan barang cetak tertentu (propaganda),
 pencurian hasil laut selain ikan terutama trumbu karang,
 perdagangan gelap obat-obatan keras dan palsu,
 perdagangan gelap senjata api dan bahan peledak, dan
 pembuangan dan perdagangan limbah B3 dan limbah nuklir/ radioaktif, zat yang
merusak ozon (Ozone Depleting Substances – ODS) serta perdagangan dan
penggunaan secara ilegal pestisida. Ini dikenal dengan sebutan Kejahatan
Lingkungan.

4.Problem intelijen taktis lainnya

Hal 246

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Ekspor atau impor barang cagar budaya atau bernilai sejarah (termasuk tiruan),
Bea Cukai tidak memiliki data base/daftar (termasuk gambar/foto) barang cagar
budaya dan mempunyai nilai sejarah dan barang-barang pusaka yang dilindungi.

 Special fraud berlangsung di tempat yang sebelumnya tidak ada kegiatan dan
tidak terjangkau. Tidak ada alasan bagi Menteri Keuangan untuk membentuk
Kantor Bea Cukai di pulau yang tak berpenghuni terutama pulau-pulau yang
bukan merupakan jalur pelayaran/perda-gangan dan tidak terjangkau oleh patroli
Bea Cukai.

 Intelijen Bea Cukai diwaktu mendatang akan semakin disibukkan oleh kegiatan
sindikat kejahatan di bidang special fraud yaitu setelah memasuki era
perdagangan bebas secara global.
 Barang Berkaitan dengan Terorisme dan Kejahatan Lintas Negara ( Pasal 64A
UUK:)
 barang yang berdasarkan bukti permulaan diduga terkait dengan tindakan
terorisme dan/atau kejahatan lintas negara dapat dilakukan penindakan oleh
pejabat bea dan cukai.
 ketentuan mengenai tata cara penindakan diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan per-aturan menteri.
 penjelasan: yang dimaksud dengan penindakan yaitu penindakan di bidang
kepabeanan yang perlu dilakukan oleh djbc terhadap barang yang diduga
terkait dengan kegiatan dan/atau kejahatan lintas negara.

5.Tiga unsur fundamental dalam operasi intelijen taktis


Sebelum melakukan operasi intelijen taktis, khususnya dalam rangka
membantu unit operasional untuk menemukan target ada tiga hal fundamental yang
perlu diidentifikasi, yaitu :

 Motif dari sebuah kegiatan yang dilakukan


Contoh: menganalogikan dengan kegiatan kepabeanan dan cukai, setiap
penyelundup tentu memiliki motif untuk memperkaya diri sendiri dengan cara
salah satunya mengimpor barang mewah dengan pemberitahuan jenis barang
yang berbeda dengan fisik sesungguhnya.

Hal 247

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Langkah-langkah apa yang dirinci untuk melaksanakan niat atau maksud dari
penyelundup atau pelanggar ketentuan kepabeanan dan cukai tersebut.
Contoh: Realisasi dari keinginan penyelundup untuk memperkaya diri, maka
mereka melakukan importasi sejumlah kontainer dengan menggunakan atau
“menumpang” perusahaan yang berprofil low risk (LR). Dengan “menumpang”
perusahaan LR, akan lebih mudah menghindar dari pengawasan bea cukai
terutama dalam hal pemeriksaan fisik.

 Bagaimana pelaksanaan langkah-langkah itu dan sampai sejauh apa


keberhasilan pelaksanaannya.
Contoh. Adanya pengurusan customs clearance yang dilakukan oleh PPJK
dapat menimbulkan resiko cukup tinggi bagi perusahaan dengan status LR,
terlebih lagi apabila perusahaan tersebut memercayakan semua data yang
dimiliki, termasuk registrasi, kepada PPJK. Hal ini dapat disalahgunakan oleh
PPJK yang notabene memiliki banyak klien dengan beragam profil importir.
Kemungkinan penggunaan ID perusahaan LR saat dia tidak aktif melakukan
impor dalam beberapa waktu dan digunakan oleh PPJK untuk “memfasilitasi”
importir HR.

Operasi intelijen dapat dilakukan dalam beberapa bentuk sasaran untuk


mendukung penyatuan pieces of information yang akan ditafsirkan oleh suatu unit
intelijen lainnya atau didistribusikan kepada unit operasional guna penegakan
hukum.

6.Pihak Pemegang Informasi


Pemilik akses Langsung dan tidak langsung, insitusi yang memiliki unit
intelijen dapat melakukan kerjasama dalam pertukaran informasi (exchange
Information). Institusi Pabean mempunyai organisasi tingkat dunia yaitu WCO. WCO
memilki data base atau pangkalan data yang dapat diakses oleh semua negara
anggotanya. Bahkan saat ini database sangat mudah diakses melalui fasilitas
internet. Demikian juga Bea Cukai mempunya WEB Site yang dapat diakses oleh
siapa saja. Berdasarkan keterkaitan antara informasi dengan pihak pemegang
informasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:

Hal 248

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Pihak yang memiliki akses informasi langsung
Merupakan pihak yang kompeten atas informasi yang dibutuhkan terkait dengan
sasaran operasi intelijen atau sebagai sasaran operasi intelijen. Dari yang
bersangkutan dapat diperoleh informasi atau dokumentasi yang berada dalam
penguasaannya. Kesulitan akan timbul ketika tim intelijen tidak cakap dalam
membangun suatu kesan nyaman dengan lawan bicara (pemegang informasi
langsung) karena yang bersangkutan akan merasa resisten. Kemampuan IO
taktis dalam verbal maupun gesture sangat diperlukan terlebih lagi dalam rangka
membuak koneksi hubungan dengan yang bersangkutan sehingga dapat
menjadi narasumber tanpa dia sadari.

 Pihak yang memiliki akses informasi tidak langsung


Merupakan pihak yang tidak langsung terkait dalam penguasaan atau
pengelolaan informasi intelijen yang dibutuhkan namun dapat digunakan
sebagai akses terhadap informasi tersebut. Kondisi mungkin terjadi dimana
informasi dimiliki oleh pihak yang mempunyai hubungan dekat dengan
seseorang yang oleh tim intelijen berhasil dijadikan “kontak” (tanpa disadari ybs).
Dengan memanfaatkan kedekatan, memungkinkan tim intelijen untuk
mengeksplorasi informasi yang dimiliki atau yang dia peroleh dari pihak
pemegang informasi langsung.
Berkaitan dengan pengelolaan informasi kepabeanan dan cukai, Bea Cukai
mempunyai Pangkalan Data yang hanya boleh diakses oleh IO tertentu dalam
lingkungan Unit Intelijen Bea Cukai (SDI, Bid. Pencegahan dan Penindakan dan
Seksi Intelijen). Pejabat yang tergolong sebagai pemegang informasi langsung, yaitu:
 petugas pengumpulan.
 pejabat penilai informasi (prelaminary evaluator-pe).
 analis intelijen.
 pejabat diseminasi.
 pejabat pengelola pangkalan data (intelligence data base).
 pejabat intelijen tertentu dalam unit intelijen yang dapat mengakses data base
(pemimpin unit intelijen, liaison officer yang diberi wewenang).

Pejabat penilai informasi dan analis, karena fungsinya mempunyai tugas


untuk melakukan peninjauan kembali untuk mengetahui apakah semua informasi

Hal 249

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


yang dibutuhkan sudah terkumpul, apakah informasi itu ada hubungan dengan data
yang dimiliki dan apakah tidak terjadi permintaan yang berulang (pada tahap
collection). Dan pada tahap diseminasi adalah untuk mengetahui apakah produk
intelijen itu sudah disampaikan kepada klien dan penempatannya dalam
file/pangkalan data yang baru atau digabungkan dengan produk intelijen yang ada
hubungannya. Dalam penanganan informasi perlu ditiru prinsip dasar militer dalam
menangani informasi yaitu faktor “keamanan informasi”. Militer menempatan
keamanan informasi pada urutan paling atas dalam protap pengumpulan informasi
sebagai tugas yang harus dilaksanakan. Tidak seorangpun yang tidak berhak
diizinkan untuk mengetahui informasi tersebut dengan cara apapun. Kebocoran
informasi merupakan malapetaka bagi unit intelijen.

7.Penyimpanan Dan Pengamanan Informasi/Produk Intelijen.


Manajemen proses intelijen harus mempertimbangkan dengan seksama
mengenai penyimpanan data yang sudah terkumpul. Informasi yang sudah
diperoleh/terkumpul tidak akan berguna bagi proses intelijen bila sulit untuk
ditemukan kembali. Arsip informasi harus terorganisir dan efektif untuk proses
intelijen selanjutnya. Dalam perkembangannya penyimpanan data telah mengalami
beberapa cara penyimpanan. Cara-cara lama dengan menyimpan berkas surat
secara fisik, bagaimanapun rapih dan terorganisirnya tetap akan kurang efektif bagi
kebutuhan intelijen masa kini. Cara penggunaan kartu indeks atau buku pintar
memang sangat membantu namun sekarang ini harus disadari dan harus lebih
terampil dalam mengorganisir data dengan menggunakan sitem penyimpanan yang
lebih canggih dengan komputerisasi. Penampilan kembali data dari pangkalan data
perlu cara yang sederhana namun cepat yang telah terorganisir menurut kebutuhan
intelijen. Penyimpanan informasi sangat berkaitan erat dengan masalah
pengamanan. Kalau dalam sistem arsip berkas, risikonya adalah kebakaran atau
dicuri dimana pencuri secara fisik datang mengambil di ruang arsip kantor unit
intelijen. Tetapi dewasa ini semua data atau informasi tersimpan dalam komputer
bahkan lebih mudah untuk dicuri tanpa harus datang ke kantor intelijen. Bukan hanya
data yang perlu diamankan tetapi juga termasuk peralatan yang digunakan. Cara-
cara pengamanan yang dilakukan badan intelijen sangat ketat. Bahkan sejak dari
pembangunan gedung kantor dan fasilitas yang akan digunakan sampai pada jenis

Hal 250

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


dan jalur komunikasi yang digunakan, pemilihan personil dan penentuan level
personil yang berhak mengetahui informasi berdasarkan jenis dan tingkat kerahasian
suatu informasi atau data dibuat dalam suatu ketentuan baku dan prosedur tetap
(protap). Tiap-tiap kegiatan mempunyai protap baku yang harus dipatuhi dan tidak
bisa ditawar. Pelanggaran protap diberi hukuman tanpa pertimbangan hal-hal yang
meringankan, yang dilihat hanyalah hal yang memberatkan. Yang melakukan
pelanggaran protap harus segera dimutasikan kalau perlu dilakukan pemecatan.

G.Klandestin dan/atau Penyamaran


Intelijen (bahasa Inggris: intelligence) adalah informasi yang dihargai atas
ketepatan waktu dan relevansinya, bukan detil dan keakuratannya, berbeda dengan
"data", yang berupa informasi yang akurat, atau "fakta" yang merupakan informasi
yang telah diverifikasi. Intelijen kadang disebut "data aktif" atau "intelijen aktif",
informasi ini biasanya mengenai rencana, keputusan, dan kegiatan suatu pihak, yang
penting untuk ditindak-lanjuti atau dianggap berharga dari sudut pandang organisasi
pengumpul intelijen. Pada dinas intelijen dan dinas terkait lainnya, intelijen
merupakan data aktif, ditambah dengan proses dan hasil dari pengumpulan dan
analisa data tersebut, yang terbentuk oleh jaringan yang kohesif. Kata intelijen juga
sering digunakan untuk menyebut pelaku pengumpul informasi ini, baik sebuah dinas
intelijen maupun seorang agen. Informasi yang dikumpulkan bisa sulit untuk
didapatkan, atau bahkan informasi rahasia, yang didapatkan dengan spionase
("sumber tertutup"), atau dapat juga berupa informasi yang tersedia bebas, di surat
kabar atau internet ("sumber terbuka"). Secara tradisional, pengumpulan intelijen
berupa pengumpulan informasi dari segala sumber, lalu penyimpanan dan
pengurutan informasi tersebut, dan diperkirakan sebagian kecil dari yang terkumpul
akan berguna kemudian. Hasil dari pengumpulan intelijen ("produk") dan sumber
serta metode pengumpulannya ("tradecraft") seringkali dirahasiakan.
 Intelijen pemerintah biasanya diserahkan pada dinas intelijen, yang umumnya
diberikan dana besar yang dirahasiakan. Dinas-dinas ini mengumpulkan
informasi dengan berbagai cara, dari penggunaan agen rahasia, menyadap
saluran komunikasi, sampai penggunaan satelit pengintai.

Hal 251

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Intelijen militer adalah kegiatan dalam perang yang melakukan pengumpulan,
analisa, dan tindak lanjut atas informasi tentang musuh di lapangan. Kegiatan ini
memakai mata-mata, pengintai, peralatan pengamatan yang canggih, serta agen
rahasia.
 Intelijen bisnis merupakan informasi rahasia yang didapatkan suatu perusahaan
mengenai saingannya dan pasar.
Pada perkembangan selanjutnya, informasi yang dicari bukan hanya bersifat
kemiliteran namun juga mengenai masalah masalah sosial, gejolak sosial, informasi
ekonomi, pertanian, tingkat keberhasilan panen serta kemajuan teknologi. Tujuannya
selain bersifat untuk kepentingan analisis militer, juga berguna untuk kepentingan
lainnya seperti kepentingan ekonomi, kerjasama ekonomi dan lain-lain terutama
yang bersifat hubungan antar negara (diplomatik). Selain negara, kadang-kadang
perusahaan-perusahaan maupun kalangan bisnis juga menggunakan cara-cara ini
untuk mengumpulkan informasi yang sifatnya terbatas hanya untuk kepentingan
bisnis seperti prospek mendirikan usaha maupun investasi, kemampuan daya beli
dan ekonomi sampai mengetahui kekuatan bisnis saingannya.
Pada dasarnya, intelijen adalah bersifat mengumpulkan informasi. Pada
perkembangannya terutama yang berurusan dengan masalah negara, juga ditambah
dengan usaha sejauh mana menyelesaikan setiap ancaman yang dilakukan secara
efektif, rahasia, dan langsung menuju sasarannya yang dikenal dengan operasi
intelijen yang sering dikenal juga dengan operasi klandestin. Sebagai contoh di
Amerika Serikat terdapat undang-undang intelijen yang isinya "..serta usaha usaha
yang dilaksanakan untuk menghadapi ancaman terhadap kepentingan nasional".
Prinsip prinsip intelijen juga digunakan untuk mengatasi kriminalitas dan kejahatan
yang terjadi di masyarakat umumnya digunakan oleh kepolisian dengan
menggunakan unit-unit reserse atau kejaksaan seperti di Amerika Serikat (FBI),
detektif bahkan wartawan untuk mencari sumber berita. Masing masing memiliki
kode etik tersendiri.
Umumnya operasi intelijen dilakukan untuk dua kepentingan:
 Operasi Taktis.
yaitu operasi yang dilakukan untuk mendukung operasi-operasi taktis yang
dilakukan dalam jangka waktu dan kegiatan tertentu, umumnya dilakukan oleh
angkatan bersenjata dalam operasi operasi militernya.

Hal 252

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


 Operasi Strategis
yakni operasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data informasi dan
kegiatan lain untuk kepentingan strategis umumnya dilakukan dengan jangka
panjang.
Umumnya setiap negara memiliki badan-badan atau lembaga intelijen
intelijen baik yang berdiri sendiri ataupun dibawah institusi lain. Ada badan intelijen
yang keberadaannya diketahui publik atau bahkan rahasia. Hanya saja, karena ilmu
intelijen itu bersifat spesifik, aksesnya terbatas, metode analisis datanya rumit, serta
membutuhkan tingkat kecerdasan tinggi (oleh itu ia disebut intelijen), sehingga tidak
semua orang sanggup memikulnya. yang mampu, berminat, serta memiliki
ketahanan mental tinggi. (Tidak heran jika untuk melahirkan seorang agen intelijen
yang tangguh, sering melalui proses kaderisasi yang amat sangat berat). Orang yang
dilibatkan dalam operasi-operasi intelijen, seperti pengintaian, ekspedisi, mata-mata,
penyamaran, hingga menyimpan data-data. Jadi, apapun yang dibutuhkan bagi
kepentingan negara sudah peduli urusan intelijen. Dalam intelijen banyak operasi-
operasinya, misalnya mata-mata (spionase), mengumpulkan data (memakai
informan), penyusupan (infiltrasi), desepsi (penyusupan disertai gerakan
"pembusukan"), dll. Dan ada satu operasi yang sangat istimewa dan paling
berbahaya , yaitu: KLANDESTIN (clandestine). Dari pengalaman-pengalaman
selama ini, otrang sering menjadi bulan-bulanan operasi ini, klandestin bisa
dianggap sebagai operasi intelijen paling komplek dan rumit. Secara umum, ia
diartikan sebagai gerakan rahasia, gerakan bawah tanah. Atau ada juga yang
menyebutnya sebagai operasi penggalangan, mobilisasi.
Klandestine berbeda dengan infiltrasi (penyusupan). Kalau infiltrasi, ada
agen yang masuk ke suatu komunitas, lalu melakukan kegiatan mata-mata. Kalau
klandestine, tidak hanya menyusup, tetapi juga mempengaruhi, membiayai,
memberikan fasilitas, menciptakan rencana, lalu mengarahkan kepada gerakan
operasional tertentu sesuai kepentingan pihak penggerak operasi klandestin itu
sendiri. Klandestin lebih berbahaya, karena ia menggunakan segala fasilitas yang
memungkinkan, menggunakan banyak orang, menggunakan sarana birokrasi,
memanfaatkan indoktrinasi media, membuat berbagai opini, menciptakan chaos
internal, memakai data personal sebanyak-banyaknya, dll. Bisa dikatakan, operasi
klandestin besifat KOMPLEK. oramg dengan segala keluguan dan kepolosannya,

Hal 253

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kerap kali termakan oleh operasi-operasi seperti ini. Ciri-ciri operasi klandestin,
antara lain, operasi bersifat komplek, bukan hanya penyusupan satu atau dua agen
saja. Bahkan dukungan operasi muncul dari berbagai pihak-pihak terkait. Sasaran
operasi umumnya komunitas manusia dalam jumlah banyak. Bisa berupa jaringan,
atau komunitas missal yang jumlahnya ribuan, jutaan manusia. Tujuan operasi
ialah mempengaruhi, menggerakkan, sampai memunculkan aksi operasional
dilapangan, tidak sekedar tindakan mata-mata. Dari pengalaman selama ini,
organisasi/pegawai/pejabat paling lemah ketika menghadapi operasi klandestin ini,
sebab ia skalanya besar, dengan dukungan anggaran dan fasilitas besar.
(http://politikana.com/baca/2010/10/23/memahami-operasi-klandestin.html)

H. Siklus Intelijen (The Intelligence Cycle /(Tahapan Siklus Intelijen)


Dua tindakan utama yang dilakukan intelijen, yakni pengumpulan dan analisa,
harus dilihat dari sudut pandang yang lebih luas yakni yang menghubungkan
kegiatan-kegiatan tersebut dengan kebutuhan pembuat keputusan dan penggunaan
dari produk intelijen yang sudah rampung. Ini dilakukan melalui konsep siklus
intelijen yakni suatu proses dimana informasi didapatkan, diubah menjadi produk
intelijen dan dibuat disajikan kepada pembuat kebijakan.Siklus intelijen umumnya
terdiri dari lima langkah:

1. perencanaan dan pengarahan;


Perencanaan dan pengarahan mencakup pengelolaan seluruh usaha
intelijen, mulai dari identifikasi kebutuhan data yang disimpulkan dari penilaian
tentang ancaman atau daftar prioritas dari isu strategis dan kebijakan yang sampai
sekarang belum dipecahkan, memutuskan negara atau kelompok mana di dalam dan
di luar negeri yang harus dpantau oleh intelijen, sampai dengan penyajian produk
intelijen kepada pengguna. Keseluruhan proses ini diawali dari permintaan atau
kebutuhan atas intelijen mengenai subyek tertentu berdasarkan kebutuhan dari
pengguna apakah itu presiden, perdana menteri, dewan keamanan nasional, menteri
atau badan pemerintahan lainnya. Dalam berbagai kasus, permintaan dan
kebutuhan sudah terlembaga.

2. pengumpulan;

Hal 254

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pengumpulan melibatkan pengumpulan data mentah yang diolah menjadi
produk intelijen. Proses pengumpulan mencakup sumber terbuka, sumber rahasia,
seperti agen dan pembelot yang memberikan informasi yang tidak dapat didapatkan
dengan cara atau metode pengumpulan lainnya.

3. pengolahan;
Pengolahan dengan pengubahan sejumlah besar informasi yang masuk ke
dalam sistem menjadi produk intelijen akhir, seperti penerjemahan bahasa dan
pemaknaan sandi. Informasi yang tidak langsung diserahkan kepada analist dipilah
dan disimpan dalam komputer agar sewaktu-waktu dengan mudah dapat digunakan
kembali. Dengan demikian pengolahan mengacu pada pemilahan berdasarkan
subyek dan juga pengurangan data, serta penafsiran dari informasiyang disimpan
dalam film dan pita melalui penggunaan proses fotografi dan elektronik lanjutan.

4. produksi dan analisa:


Produksi dan analisa mengacu pada pengubahan informasi dasar menjadi
intelijen akhir. Ini mencakup integrasi, evaluasi dan analisa semua data yang
tersedia dan penyiapan beragam produk intelijen. Produk atau perkiraan semacam
itu dapat disajikan sebagai briefing, laporan singkat atau uraian yang lebih panjang.
Intelijen mentah, yang dikumpulkan sering kali terpisah-pisah dan terkadang saling
bertentangan, sehingga membutuhkan ahli khusus untuk menentukan arti dan
pengaruhnya. Jadi, analisa yang baik bergantung pada penggabungan berbagai
pemikiran terbaik untuk mengevaluasi kejadian dan kondisi, menggunakan rangkaian
pengetahuan publik maupun rahasia yang didapatkan dari musuh. Subyek-subyek
yang terkait dapat mencakup kejadian, kemampuan atau perkembangan masa
depan yang mungkin terjadi, atau berbagai wilayah dan masalah atau tokoh-tokoh
dalam berbagai konteks, apakah itu politik, geografis, ekonomi, keilmuan, militer atau
biografis.

5.Penyebaran.
Penyebaran, langkah terakhir dari siklus ini, yang mencakup penanganan
dan distribusi intelijen akhir kepada pengguna intelijen, yakni pembuat kebijakan
yang sama yang kebutuhannnya telah memicu jalannya siklus pada awalnya. Ini

Hal 255

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


merupakan tahap yang penuh dengan kemungkinan akan terjadinya kesalahan.
Informasi yang tersaji harus memiliki lima karakter penting agar dapat berguna:
relevansi, tepat waktu, akurat, cakupan, dan murni- artinya informasi tersebut bebas
dari manipulasi politik (informasi yang salah, propaganda, penipuan, dll.).
Dua frasa yang seringkali diabaikan dalam proses ini: penggunaan dan
umpan balik. Isu-ius penting termasuk bagaimana dan dalam bentuk apa, pembuat
kebijakan menggunakan intelijen dan sampai sejauh mana intelijen tersebut
digunakan. Hubungan dengan para pembuat kebijakan harusnya aktif dan bukannya
pasif. Namun objektifitas membutuhkan jarak tertentu dan kemauan untuk
menimbang semua variabel – bukan hanya yang dianggap penting oleh analist atau
penggunanya pada masa lalu. Walaupun umpan balik tidak dilakukan sesering yang
diinginkan oleh badan intelijen, suatu dialog antara pengguna dan produsen intelijen
harus terjadi setelah intelijen tersebut diterima.
Jadi pembuat kebijakan harus memberikan penjelasan kepada pengguna
apakah kebutuhan mereka telah dipenuhi dengan baik serta mendiskusikan
penyesuaian yang mungkin dibutuhkan dalam bagian manapun dari proses tersebut.
Sebagaimana model pada umumnya, gambaran siklus intelijen ini merupakan
penyederhanaan dari apa yang terjadi di dunia nyata. Syarat-syarat tertentu dapat
menjadi ketentuan. Pembuat kebijakan jarang mau untuk menspesifikasi rincian
informasi. Melainkan, mereka akan mengindikasikan suatu keinginan akan laporan
tentang situasi atau perkembangan tertentu, dan membiarkan tanggung jawab untuk
menentukan bagaimana informasi yang dibutuhkan akan didapatkan guna
menyiapkan laporan semacam itu kepada badan intelijen.
Lebih jauh lagi, badan intelijen pasti memiliki kebutuhan internal untuk
mendapatkan informasi guna memastikan keberlangsungan operasi mereka: yaitu
intelijen yang akan berguna dalam operasi potensial di masa depan atau yang terkait
dengan kontra intelijen dan keamanan. Penyebaran adalah aspek sikus intelijen
yang paling sulit untuk ditangani secara tepat.
Berbagi intelijen, bahkan dalam suatu pemerintahan, adalah sulit karena
kebutuhan untuk merahasiakan metode dan sumber intelijen tersebut. Namun
menyebarkan intelijen ke sebanyak mungkin pejabat yang bertanggung jawab adalah
penting untuk memastikan keamanan dan keselamatan yang efektif.

Hal 256

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


The Intelligence Cycle Merupakan Tahapan Kegiatan Yang Harus
Dilaksanakan Secara Cermat /Logis Dalam Proses Intelijen Dimana Setiap
Kegiatan Itu Saling Terkait, Tergantung Satu Sama Lain , Dan Merupakan Suatu
Siklus (Setelah Tahap Akhir Kembali Ketahap Awal),Ini Merupakan Keseluruhan
Dari Proses Intelijen.
 Kegiatan-Kegiatan Itu Meliputi :
1). Planning (Perencanaan)
2). Collection ( Pengumpulan Data)
3). Evaluation (Penilaian Data)
4). Collation (Penyusunan Informasi Sejenis, Perbandingan Dengan
Informas Lainnya dan Pemeriksaan Informasi)
5). Analysis (Penganalisaan Informasi)
6). Dissemination (Penyebaran Informasi)
7). Review (Peninjauan Kembali).

Gambar The intelligence cycle (tahapan siklus intelijen)

6.Menemukan Target atau Sasaran

Hal 257

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Tujuan kedua dari kegiatan operasi intelijen taktis adalah untuk memberikan
bantuan teknis kepada unit operasional di lapangan guna menemukan sasaran atau
target. Operasi intelijen taktis sering dilakukan apabila sasaran itu berskala besar
dan hambatan serta tantangan yang dihadapi unit operasional dinilai cukup berat.
Disamping itu biasanya unit operasional dihadapkan pada berbagai permasalahan,
seperti kurangnya tenaga professional dan kondisi gerakan unit operasional yang
selalu terbuka dan mudah dipantau oleh musuh atau penyelundup. Untuk
melancarkan upaya-upaya penyelundupan umumnya para penyelundup juga
melakukan kegiatan intelijen atau lebih tepatnya disebut sebagai kegiatan kontra
intelijen. Contoh kongkrit kegiatan kontra intelijen antara lain: mengalihkan perhatian
petugas operasional Beacukai ke hal-hal yang seolah-olah harus ditangani/dicegah
tetapi sebenarnya hanya tipuan belaka (pengelabuan). Sebelum menjalankan
aksinya, para penyelundup tersebut senantiasa mempelajari kegiatan yang dilakukan
unit operasional Bea cukai dari A sampai Z. Hal yang penting bagi unit intelijen
dalam operasi menemukan target adalah jangan sampai kegiatan itu diketahui oleh
pihak lawan. Apabila kegiatan intelijen diketahui pihak lawan, maka kondisi ini
mengakibatkan apa yang disebut blow up sehingga dukung operasi intelijen kepada
unit operasional akan menjadi sia-sia. Walaupun pihak lain atau para penyelundup
mengetahui bahwa unit operasional tengah melakukan operasi pencegahan, kondisi
ini umumnya tidak menjadi perhatian khusus bagi para penyelundup. Mereka akan
menganggap sebagai kegiatan rutin dari unit operasional. Disamping itu mereka
sudah memiliki cara dan teknik yang canggih untuk menghindar dari sergapan
petugas operasional. Di lapangan udara internasional para penyelundup sudah
mengetahui bahwa disana pasti mereka akan dihadapkan pada rintangan utama,
yaitu adanya petugas Bea Cukai. Petugas Bea Cukai setiap saat dapat melakukan
pemeriksaan barang penumpang bahkan pemeriksaan badan kalau perlu. Hal ini
tidak akan pernah mengurangi niat para penyelundup untuk tetap berusaha melewati
pemeriksaan unit operasional Bea Cukai.
Dengan berbagai cara atau teknik pengelabuan mereka tetap mencoba untuk
menyelundup. Cara dan teknik pengelabuan bermacam-macam, seperti meniru
packaging (pengemas) makanan atau minuman, seolah barang hadiah atau oleh-
oleh. Begitu pula teknik penyembunyian dalam barang seperti di sol sepatu, di dalam
perut boneka, di dalam batang/rongga rangka sepeda, di pintu mobil, dalam ban

Hal 258

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


serep truk, di tools box, dalam tropi/piala, dalam rompi/baju, lapisan jas, topi, di
dasar atau di dinding koper dan di dinding karton, di dinding kontener, bahkan di
dalam perut/ditelan dan sebagainya. Bahkan petugas Bea Cukai dapat dikelabui
dengan cara-cara melakukan kegiatan normal yaitu bepergian. Anda bisa menyimak
ilustrasi berikut.
Peranan petugas intelijen taktis sangat penting dalam menemukan target
terutama apabila dalam operasi pencegahan yang dilakukan oleh unit operasional
terjadi perubahan skenario atau petunjuk yang telah diberikan pada saat briefing
sama sekali tidak sesuai dengan kondisi/situasi yang terjadi di lapangan. Untuk hasil
intelijen yang optimal diperlukan kecepatan dalam mengambil keputusan mengenai
jalannya operasi atau taktik yang harus digunakan pada saat terjadi perubahan. Hal
seperti ini memerlukan analisis yang cepat. Disinilah perlunya kehadiran unit intelijen
taktis dalam suatu operasi dalam rangka menemukan target dan jika perlu dipimpin
oleh SIO. Dari pengalaman beberapa kali operasi pencegahan, unit operasional
biasanya bingung apabila terjadi perubahan skenario di lapangan. Hal ini menjadi
tugas unit intelijen taktis untuk segera mengambil keputusan dan memberikan
petunjuk kepada unit operasional. Bahkan dalam situasi yang sangat gawat IO harus
berbaur dengan unit operasional. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa antar petugas
unit operasional dan IO di lapangan harus tampak seperti tidak saling berhubungan
dan tidak saling mengenal, apalagi saling berkomunikasi secara langsung (bicara
berhadap-hadapan). Unit intelijen hanya boleh berkomunikasi dengan pemimpin unit
operasional yang berada di tempat lain (dalam ruang tertutup) melalui jalur
komunikasi yang telah ditetapkan yang tidak boleh diketahui oleh siapapun. Unit
intelijen juga tidak dibenarkan memberi perintah kepada para petugas unit
operasional secara langsung karena dikhawatirkan akan mengacaukan jalannya
operasi pencegahan yang telah disusun oleh pemimpin unit operasional.
Dalam hal SIO atau IO melihat bahwa situasi atau kondisi yang diharapkan
atau diperhitungkan tidak berlangsung seperti skenario yang telah ditetapkan oleh
pemimpin unit operasional, maka unit intelijen segera memberitahukan unit
operasional bahwa operasi pencegahan yang berlangsung perlu segera dilakukan
tindakan atau upaya lain berdasarkan hasil analisis tambahan. Analisis tambahan
yang dilakukan pada saat operasi pencegahan sedang berlangsung hanya memiliki
waktu yang sangat sempit, sehingga diperlukan kejelian analisis dari pejabat analis.

Hal 259

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Pejabat analis yang sudah sangat berpengalaman diperlukan pada situasi seperti ini.
Misalnya saja informasi tentang adanya usaha penyelundupan XTC atau shabu yang
dibawa oleh seorang penumpang dengan ciri-ciri yang sudah jelas. Nama kurir,
kewarganegaraan, tinggi badan, warna kulit, bahkan mungkin nomor paspor, pakaian
yang dipakai, nomor dan jam penerbangan dan lain-lain sudah diketahui, namun
setelah dilakukan pemeriksaan terhadap penumpang tersebut ternyata tidak
ditemukan barang yang dicari (XTC/Shabu) atau hasilnya nihil. Analis
berpengalaman tidak akan monoton mengeplorasi target tersebut karena biasanya
pelaku penyelundupan tidaklah seorang diri. Perlu analisis yang cepat dan tepat
untuk mengalihkan sasaran kepada target lain.

Berdasarkan skenario yang ditetapkan sebelum dilakukan knock action


(penyergapan), bahwa apabila target yang dicurigai tidak ditemukan maka harus
dicari penumpang lainnya yang diperkirakan sebagai anggota dari sindikat
penyelundup. Pada umumnya penyelundup narkotika atau barang bernilai mahal
dengan volume kecil biasanya lebih dari satu orang dalam suatu penerbangan. Itulah
sebabnya diperlukan manifes penumpang sebelum pesawat mendarat. Saat ini
manifest penumpang bahkan dapat diketahui sehari sebelum kedatangan pesawat
terbang. Manifest penumpang diperlukan untuk melihat apakah target atau
penumpang yang dicurigai menggunakan penerbangan bersama-sama dengan pihak
lain yang merupakan partnernya. Analis dapat melihat siapa-siapa yang duduk di
deretan kursi tempat duduk target yang dicurigai sebagai kurir. Juga untuk melihat
nomor-nomor tiket atau pendaftaran (nomor booking) yang biasanya berurutan dan
siapa-siapa diantara penumpang yang mungkin sebagai anggota sindikat
penyelundup yang mungkin ikut dalam penerbangan itu. Ada kemungkinan justru
personil inilah (second suspect) malah yang jadi kurir, bukan suspect yang diperoleh
dari hasil analisis semula. Jika informasi awal yang diterima tidak menyebutkan
adanya second suspect berarti akan merupakan tugas berat bagi pejabat analis
dalam menentukan second suspect atau bahkan suspect alternatif lainnya. Pada
tahap dimana sedang dila-kukan knock action, pejabat analis harus secepat mungkin
melakukan analisisnya. Waktu yang tersedia sangat singkat dan tidaklah mungkin
unit operasional melakukan penggeledahan kepada seluruh penumpang hanya
karena suspect tidak ditemukan. Beberapa kasus penyelundupan yang dilakukan
oleh penyelundup yang belum berpengalaman, biasanya main suspect dan second

Hal 260

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


suspect berpura-pura sebagai pasangan (sebagai suami isteri atau pacaran–bahkan
beberapa kasus dilakukan pasangan berlainan kewarganegaraan). Mereka selalu
duduk pada deretan kursi yang sama (nomor tempat duduk berurutan). Berbeda
halnya dengan pelaku penyelundupan yang dilakukan oleh sindikat internasional.

Anggota sindikat sudah mengerti petunjuk intelijen seperti ini sehingga pada
saat check in di bandara embarkasi mereka selalu berusaha untuk tidak duduk
berdekatan. Tempat duduknya bahkan berbeda kelas antara C dan Y class. Bahkan
bisa saja berbeda penerbangan tetapi waktu mendaratnya hanya berbeda 10 sampai
30 menit saja sehingga mereka masih dapat bertemu di ruang tunggu pengambilan
bagasi (baggage claim area). Disamping analisis seperti itu, IO yang diperbantukan
secara tertutup pada unit operasional, secara terus menerus harus memerhatikan
gerak-gerik seluruh penumpang. Baik penumpang yang sedang menunggu bagasi,
yang keluar masuk toilet, yang menggunakan hand phone, yang melakukan
penukaran uang, yang melakukan reservasi taksi atau hotel dan memasuki duty free
shop (toko bebas bea).

Kesulitan yang biasa dihadapi unit operasional pada saat telah menemukan
suspect adalah tidak ditemukannya barang yang menjadi target setelah dilakukan
pemeriksaan fisik. Kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi, adalah :
• Barang target tersebut sebenarnya ada dalam petikemas bersangkutan namun
teknik penyembunyiannya yang canggih. Ini dapat terjadi jika barang target
fisiknya kecil dan berharga mahal. Contoh: permata, narkotika atau barang mahal
lainnya.
• Barang target tersebut ditempatkan di kemasan atau petikemas lain. Apabila ini
terjadi maka petugas analis harus melakukan analisis tambahan atau lanjutan.
Bisa saja penerima atau pemberitahu berbeda. Itulah sebabnya dalam analisis
taktis diperlukan analisis hubungan atau dikenal dengan istilah link network and
network analysis. Dalam melakukan analisis hubungan jaringan, diperlukan
berbagai data dari perusahaan dan data kegiatan seperti pembukaan L/C,
perjalanan dan pertemuan-pertemuan orang-orang dengan para pemilik
perusahaan yang dicurigai, hubungan famili, keterkaitan dalam proses produksi,
distribusi dan jaringan pemasaran. Untuk memudahkan analisis biasanya dibuat
dalam matriks yang dikenal sebagai Association Matrix Format.

Hal 261

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• Kemungkinan lainnya adalah diangkut dengan kapal sebelumnya atau kapal
berikutnya setelah kedatangan kapal yang dicurigai. Sama halnya dengan yang
diuraikan diatas, terhadap hal ini diperlukan pula analisis tambahan. Disamping
analisis tersebut diatas juga diperlukan analisis hubungan antara shipping lines
dan shipping agent atau Main Land Operator.
Langkah menemukan target atau sasaran IO akan berbeda apabila lokasi
pengamatan berada di pelabuhan laut, apalagi jika target tersebut berupa
containerized cargo. Sistimatika pelacakan untuk memastikan bahwa target sudah
tepat, dapat kami gambarkan secara sederhana sebagai berikut

Gambar 1.1
Sistematika Menemukan target terhadap Container Cargo

a. Apakah kapal sudah tiba atau belum ?


b. Apakah petikemas yang menjadi sasaran
betul diangkut dengan kapal tersebut dan
telah dibongkar?
c. Apakah dilaporkan dalam manifes kapal ?

d. Dimana ditempatkan, apakah di container


yard/lapangan penumpukan, de-retan/ blok
dan susun keberapa ?

e. Apakah identitas penerima dan pemberitahu


sudah sesuai (setelah dilakukan
pengecekan) ?
f. Apakah pemberitahuan pabeannya telah
diajukan ?
g. Apakah uraian barang telah sesuaiHal 262
antara
manifes, B/L dan PIB ?
h. Apakah tidak terjadi nomor petikemas
ganda atau perbedaan salahMAHASISWA
PHKC II UNTUK satu digit STAN
atau
sama sekali berbeda.
7.Menemukan Target Yang Bergerak
Target yang bergerak (mobile target) adalah target yang bergerak dalam jarak
yang cukup jauh di darat (dalam kota atau antar kota) dan di laut (terutama di
perairan banyak pulau atau sungai-sungai termasuk danau). Penumpang dan
pelintas batas juga dikategorikan sebagai mobile target. Apabila menghadapi target
seperti ini, unit operasional dapat menggunakan teknik surveillance yang biasanya
terdiri dari tiga tim dengan menggunakan metode Leap Frog Method (LFM). Metode
ini biasa digunakan militer dalam menyergap musuh. Inspirasi para ahli menciptakan
LFM, atau sebaliknya anak-anak yang meniru teori LFM kemungkinan karena
melihat suatu permainan anak-anak di berbagai tempat yang dikenal dengan istilah
“main kodok-kodokan”. Ilustrasi permainannya adalah: beberapa anak berbaris
berbanjar dengan jarak kurang lebih satu meter kemudian anak paling belakang
melompati anak-anak di depannya yang sedang jongkok sampai urutan terdepan
dan anak tadi ikut membentuk barisan dan lansung jongkok untuk dilompati oleh
anak yang mendapat giliran melompat berikutnya. Permainan ini berakhir setelah
semua anak-anak melakukan lompatan dan semuanya kembali menempati urutan
semula.
Unit intelijen taktis yang diperbantukan pada unit operasional ikut memantau
jalannya operasi dari jauh dengan menggunakan sarana pengangkut operasi lain
dan alat komunikasi dan dapat bergabung dengan Operational Senior Officer
(Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan) yang merupakan pemimpin operasi
pencegahan yang dalam istilah intelijen disebut pejabat “Monitor”. Jika terjadi
perubahan skenario sehingga operasi diperkirakan akan gagal, maka berdasarkan

Hal 263

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


laporan tim pertama, dua dan tiga, IO taktis harus melakukan analisis tambahan. IO
harus dengan segera memberikan petunjuk atau rekomendasi tambahan kepada tim
melalui pejabat monitor. Sekali lagi bahwa IO taktis sama sekali dilarang
memberikan petunjuk langsung kepada anggota tim surveillance atau tim knock
action, jadi harus selalu melalui monitor. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
tumpang tindih perintah. Biasanya alat komunikasi yang digunakan IO taktis hanya
yang bisa berhubungan dengan monitor, walaupun IO taktis dilengkapi dengan alat
komunikasi yang dapat menerima seluruh percakapan anggota tim operasional.
Dalam operasi pencegahan/knock action biasanya digunakan beberapa jalur
komunikasi, antar 2 sampai 4 jalur (channel). Jadwal penggunaan jalur komunikasi
telah ditetapkan dalam skenario atau pada saat briefing dalam pelaksanaan
penyergapan. Biasanya pergantian jalur berlangsung setiap 10 menit sampai satu
jam kemudian tergantung jangka waktu penyergapan.

8.Sasaran Potensial Operasi Taktis

Dalam pelaksanaan operasi intelijen khususnya di bidang kepabeanan dan


cukai perlu diidentifikasi terlebih dahulu keseluruhan objek-objek potensial yang
diperlukan dalam pemenuhan tujuan operasi intelijen taktis. Secara umum unit
intelijen dapat memprioritaskan sasaran potensial terhadap tiga kategori berikut:
• Siapa yang mungkin dapat menjadi atau dijadikan sumber informasi yang
potensial. Contoh: Berkaitan dengan customs procedure, maka sasaran
potensialnya adalah, pengurus barang, pegawai agen pelayaran, pegawai bagian
pergudangan perusahaan importir, dll.

• Dimana informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh atau tersedia. Contoh:


Gudang importir, tempat penjualan eceran MMEA, dermaga kapal di Pantai
Marina, lokasi perusahaan angkutan peti kemas, dsbnya.

• Objek lainnya yang dapat memberikan peluang menguntungkan dalam


penyediaan informasi namun tidak termasuk dalam salah satu kategori tersebut
di atas.Contoh: Daftar Record Call (DRC), taping device, dll.

Dalam melakukan operasi intelijen taktis, seorang IO harus selalu mencari


peluang dan mengupayakan potensi skill intelijen yang dimiliki untuk dapat
beradaptasi dengan cepat bilamana situasi atau lingkungan yang dihadapi tidak

Hal 264

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


sesuai dengan yang dibayangkan. Oleh karena itu, dalam proses identifikasi objek
potensial diperlukan juga identifikasi atas kelemahan objek, prosedur yang ada,
langkah-langkah proteksi yang mungkin mereka siapkan, serta perlu
menginventarisir sara-saran atau petunjuk untuk memanfaatkan, mengeksploitasi
dan memanipulasi kelemahan. Untuk menentukan sasaran potensial intelijen taktis
unit intelijen maupun para IO yang disebar di lapangan perlu mengetahui beberapa
indikator risiko yang relevan dengan sasaran. Beberapa indikator resiko yang relevan
dengan sasaran operasi intelijen taktis, menyangkut: profil seseorang, dokumen, fisik
barang, rute atau trayek, sarana pengangkut yang digunakan, situasi, kegiatan,
barang yang dibawa dan upaya penumpang. Pada bagian berikut ini, kita akan
mempelajari lebih detail mengenai indikator-indikator tersebut.

19.Profil Penumpang
Secara umum untuk mengetahui adanya indikasi terhadap seseorang atau
penumpang yang sedang melakukan kegiatan penyelundupan dapat dilihat dari
tingkah laku verbal dan non verbal.

Tingkah laku verbal


Tingkah laku verbal dapat dideteksi oleh petugas pada saat penumpang
mengajukan Customs Declaration (CD) baik pada pemeriksaan pertama maupun
pada pemeriksaan lanjutan/mendalam. Indikator ini dilihat dari upaya yang
bersangkutan untuk menjawab pertanyaan petugas dan dari jawaban itu pihak
petugas lapangan/pemeriksa dapat mengetahui kesan yang dapat disimpulkan dari
jawaban tersebut, apakah:
• Jawabannya bertentangan satu sama lainnya.
• Yang bersangkutan segan menjawab.
• Bersifat atau berusaha menghindar.
• Berbicara banyak.
• Percaya diri yang berlebihan.
• Bicara berulang-ulang.
• Menunjukkan sikap berkawan yang berlebih-lebihan.
• Menampilkan pembicaraan sangat tidak bersalah.
• Menunjukkan ketidaktahuan maksud dan tujuan perjalanannya.

Hal 265

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• Mengubah subyek pembicaraan dan mengalihkan perhatian.
• Lupa sebagian pembicaraan atau merubah pemberitahuan.
• Perubahan kecepatan intonasi suara.

10.Tingkah laku non verbal


Yang dimaksud dengan tingkah laku non verbal adalah gerakan-gerakan fisik
seseorang/penumpang selama dalam proses penyelesaian customs formalities. IO
harus mampu mengindikasikan tingkah laku penumpang sejak pengambilan bagasi
dan seterusnya atau bahkan sejak antri di konter imigrasi. Setiap tingkah laku yang
memperlihatkan keanehan yang dapat dijadikan indikasi. Hal ini biasanya disebut
sebagai bahasa tubuh (body language).
Bila ditinjau dari sisi tingkah laku, gerakan fisik yang aneh dapat
diklasifikasikan dalam beberapa bentuk, yaitu:
• gerakan yang agresif.
• gerakan yang memperlihatkan kejengkelan.
• gerakan yang menunjukkan kegelisahan.
• gerakan yang tidak bekerjasama.
• acuh.
• mengalihkan perhatian.
• gugup.

Apabila seseorang melakukan pelanggaran, pada umumnya mereka


memperlihatkan sikap gugup, walaupun sikap gugup tersebut tidak selalu berarti ada
pelanggaran. Sikap gugup seringkali ditunjukkan dengan perilaku sebagai berikut:
• menggerakkan alis mata.
• menggerakkan buah tenggerokan, akibat berulang kali menekan perasaan takut.
• urat nadi di kepala terlihat berdenyut.
• menghindari kontak mata.
• mengedipkan mata berulang-ulang secara cepat.
• sikap badan yang kaku.
• memindah-mindahkan berat badan.
• menyeret kaki.
• berkeringat.
• menghindar berpapasan dengan petugas.

Hal 266

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• tangan atau badan bergetar.
• membetulkan letak perhiasan yang dipakainya secara berulang-ulang.
• merapikan pakainnya berulang-ulang.
• berulang menjilatkan lidah.
• berulang menutup mulut dengan tangan atau saputangan.
• bermain-main/memegang hidung atau kuping berulang-ulang.
• bermain-main/memegang rambut.
• pura-pura menguap.

Gerakan fisik lainnya yang mungkin muncul adalah gejala fisik ketika pelaku
mengguna kan narkotika atau alkohol untuk menghilangkan rasa gugupnya.
Biasanya ini dlakukan oleh pembawa narkotika dengan jalan ditelan dan
kemungkinan bisa terjadi kebocoran dalam perutnya. Dalam kondisi demikian pelaku
menunjukkan sikap-sikap sebagai berikut:
• mata merah.
• mata membesar.
• mata berair/ berkaca-kaca.
• hilang konsentrasi.
• perut menggelembung.
• gemetar.
• berpenampilan capek/penat.
• secara fisik berpenampilan sakit.
• muka pucat.

Khusus pelaku yang menelan pil penenang/perangsang, indikasi yang aneh


adalah bertingkah laku seperti orang mabuk, tetapi tidak tercium bau alkohol dari
mulutnya. Dalam beberapa kasus pengamatan, tingkah laku ini dilakukan oleh orang
yang melakukan percobaan penyelundupan. Penumpang yang membawa barang
selundupan di badannya, akan mengakibatkan yang bersangkutan berjalan tidak
normal, bentuk badan yang tidak proporsional atau memperlihatkan keganjilan.
Misalnya: seorang berpenampilan hamil tua tetapi menggunakan sepatu dengan
tumit tinggi. Penumpang enggan mengklaim bagasinya bila merasa diawasi. Apabila
koper atau tas berisi barang yang akan diselundupkan, maka beratnya juga akan
tidak proporsional dengan isinya dan terlihat aneh pada waktu mengangkatnya. Pada

Hal 267

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


waktu pemeriksaan barang yang akan diselundupkan apa-bila dipegang petugas ada
usaha yang bersangkutan meminta kembali dengan segera, mencoba
menyingkirkan, pokoknya berusaha menghindarkan barang tersebut dari
pemeriksaan.

11.Cara berpakaian

Cara berpakaian para penyelundup juga merupakan salah satu indikator


yang bisa dijadikan referensi oleh IO dalam menemukan target. Dalam hal
penyelundupan yang disembunyikan di badan maka pada pakaian pelaku akan
tampak ciri-ciri antara lain :
• pakaian pelaku nampak seperti tonjolan,
• pakaian yang kebesaran,
• pakaian yang dipakai tidak sesuai dengan iklim negara tempat keberangkatan
atau negara yang dituju
• pakaiannya tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana yang tercantum dalam
paspor. Contoh: teknisi pada umumnya berpakaian praktis atau casual jarang
berpakaian fulldress, jas atau dasi.
• Berpakaian tidak sesuai kondisi fisiknya, contoh: orang hamil memakai sepatu
bertumit tinggi.

Dalam hal situasi seperti ini (tingkah laku verbal, non verbal dan cara
berpakaian), pemeriksa Bea Cukai yang merasakan adanya keganjilan sikap dan
tingkah laku penumpang agar jangan ragu. Mintalah agar penumpang tersebut
dilakukan pemeriksaan tingkat kedua (mendalam) untuk memastikan sesuatu yang
terjadi. Kadangkala pemeriksa takut kecurigaannya tidak terbukti atau enggan
menimbulkan masalah, atau takut disalahkan mengada-ada sehingga melepaskan
penumpang, padahal pemeriksa tadi menemukan keganjilan terhadap penumpang
tersebut.

12.Dokumen Pribadi Penumpang/Pelintas Batas


Dokumen pribadi penumpang seperti paspor, tiket pesawat, dokumen lain
yang berkaitan dengan tanda pengenal dan dokumen bisnis lainnya merupakan
salah satu tools yang dapat dijadikan sebagai indikator risiko. Unit Operasional yang

Hal 268

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


berhadapan langsung dengan penumpang harus dengan cermat meneliti dokumen-
dokumen pribadi penumpang terutama apabila penumpang tersebut telah ditetapkan
sebagai target oleh IO. Jenis-jenis dokumen pribadi penumpang yang harus
mendapat perhatian utama dari unit operasional adalah :

13;Paspor
Paspor merupakan dokumen utama penumpang yang diperiksa petugas Bea
Cukai selain Customs Declaration. Paspor yang dipakai penyelundup umumnya
mempunyai indikator sebagai berikut:
• tanggal pengeluaran paspor (date of issued) berdekatan dengan tanggal
keberangkatan penumpang.
• biasanya merupakan paspor duplikat karena paspor asli dinyatakan hilang.
• paspor menunjukkan bahwa penumpang tersebut pernah mengunjungi negara-
negara sumber narkotika.
• pernah dilaporkan hilang.
• menunjukan perjalanan yang singkat (ini dapat diketahui dari catatan imigrasi)
• tidak ada materai (untuk beberapa negara).
• selain itu dari paspor atau kartu identitas juga dapat dilihat indikator lainnya
seperti pekerjaan disebutkan sebagai pebisnis, akan tetapi tidak ada dokumen
yang mendukung profesinya itu, seperti invoice, packing list, kartu nama/bisnis,
formulir purchase order, dokumen bank dan dokumen komersial lainnya.

14.Tiket Pesawat
Berdasarkan tiket perjalanan yang dimiliki penumpang, petugas operasional
dapat mempelajari beberapa indicator resiko sebagai berikut :
• pembayarannya secara tunai.
• adanya perubahan untuk keberangkatan lebih awal (untuk maksud agar tidak
terpantau oleh IO).
• tiket kembali yang terbuka, tidak ada tanggal pulang (open date return ticket).
• tiket untuk satu kali jalan (one way ticket) dan mungkin pernah dilaporkan hilang.
• dibeli pada hari atau dalam waktu dekat sebelum keberangkatan (go show).

Hal 269

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Indikator lain yang dapat dipelajari melalui tiket perjalanan adalah tipe dan
kelas tiket yang digunakan penumpang. Informasi kelas tiket akan mereferensikan
tipe seperti apa penumpang tersebut dan dapat dicocokan dengan penampilan fisik
penumpang yang berdangkutan. Tipe dan kelas tiket pesawat berdasarkan standar
International Air Transport Association (IATA) adalah sebagai berikut :

• Kode utama:

C Business Class M Econoy Class Discounted


F First Class P First Class Premium
J Business Clas Premium R Supersonic
K Thrift Y Economy Class

Kode utama adalah kode untuk mengetahui tipe harga tiket yang dibayar
penumpang. Kode tersebut dapat dilihat pada kotak “Fare Basis” pada tiket. Kode
tersebut bisa saja tidak diikuti kode lain atau disertai kode seperti tiket musiman
(seasonal).

• Kelas Musiman.
Kode utama bisa saja diikuti satu, dua atau tiga huruf. Kode tambahan satu huruf
berarti tiket tersebut adalah tiket dengan tarif musiman yang biasanya dipakai
dalam hubungannya dengan “Fare Type Code”. Kode dengan satu huruf seperti
H, O, J, Z, T dan L menunjukkan kode tarif musiman yang harganya berturut-turut
dari termahal sampai termurah.

• Kode harga tiket.


Berikut ini adalah daftar kode harga tiket (fare type) yang biasa kita jumpai
didalam kotak “Fare Basis”. Untuk tiket yang masa berlakunya kurang dari satu
tahun dan tempat duduk memung-kinkan, kode tipe harga tiket diikuti dengan:
1 sampai 3 digit menunjukkan jumlah maksimum hari berlaku-nya tiket, atau 1
digit diikuti dengan huruf “M” menunjukkan tiket itu hanya berlaku satu bulan.
AB Advanced purchase fare – lower level.
AF Area Fare

Hal 270

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


AP Advanced purchase fare.
B Budget fare.
DG Government or Diplomatic fare rate.
E Excursion.
IP Instant purchase fare.
OX One way excursion.
PX Pex fare.
RW Round the world
S Super save fare.
U Standby fare- used following a prime code.

Contoh:
YLE2M Kode tipe tiket penumpang wisata kelas ekonomi berlaku dua bulan,
harga terendah dari tiket dengan tarif musiman.
YOAP90 Kode tipe tiket penumpang kelas ekonomi dibayar dimuka berlaku
90 hari kelas dua tarif musiman.
YU Kode tiket penumpang kelas ekonomi Standbay rate.
YDG. Kelas ekonomi, tarif pemerintah.

Gambar 1.2
Contoh Tiket Pesawat

Hal 271

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


15.Dokumen Komersial

Dokumen komersial merupakan dokumen transaksi antara pembeli dan


penjual. Unit operasional berkepentingan untuk melakukan analisis terhadap
dokumen komersial baik dokumen yang diberitahukan oleh importir maupun
dokumen yang melekat pada fisik barangnya. Dokumen komersial dapat berupa
manifes kapal, AWB, B/L, invoice, packing list, contoh barang, blanko check dan lain-
lain yang memberikan informasi mengenai pengapalan, harga dan jenis barang.
Dokumen komersial banyak memberikan indikator secara luas, terhadap
kemungkinan adanya barang yang diselundupkan. Indikasi akan semakin kuat
apabila dokumen-dokumen tersebut memiliki hal-hal yang palsu/tidak benar, seperti
nama penjual, pembeli, pengirim, pengangkut, serta alamat palsu dari pihak-pihak
tersebut, termasuk tidak jelasnya alamat atau uraian jenis barangnya.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya


data-data yang menyimpang dari bentuk dan isi dokumen yang normal, seperti:

• Alamat pengirim adalah alamat perumahan.


• Pengirim adalah freight forwader, bukan pengirim/penjual sebenarnya.
• Pengirim adalah pribadi/perorangan, bukan perusahaan.
• AWB, B/L ditulis tangan, bukan diketik dan freight/biaya angkut dibayar lebih
dahulu (PREPAID).
• Asuransi atau biaya pengiriman lebih mahal dari harga barang yang dikirim.
• Kargo tidak logis atau tidak biasa diimpor dari suatu tempat atau di-beli dari
tempat sumber narkotika atau barang lainnya.
• Uraian barang tidak jelas atau berbeda dengan yang biasanya dibe-ritahukan.
• Berat barang yang diberitahukan tidak cocok/berbeda dengan berat seharusnya
bagi jenis dan jumlah yang diberitahukan.
• Jumlah satuan berbeda dengan jumlah satuan dari pengiriman yang sama.
• Instruksi yang tidak biasa atau instruksi khusus pada dokumen, serta
pengirimannya dari rumah ke rumah (door to door service), atau pengiriman dari
orang kepada orang lainnya (person to person), dengan permintaan pengiriman
dengan tanggal dan sarana pengangkut tertentu, atau permintaan penerima
ditelpon untuk diambil.

Hal 272

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Indikator dapat pula diperoleh dari informasi yang biasa tertera pada dokumen
seperti:
• barang dikirim dari negara penghasil narkotika atau transhipment melalui tempat
utama bagi pengiriman narkotika.
• barang-barang yang telah diketahui atau diidentifikasi sebagai barang yang biasa
digunakan untuk menyelundup atau tercatat dalam past record adanya
penyelundupan untuk komoditi tersebut.
• barang impor tersebut baru pertama kalinya dilakukan oleh importir dan
merupakan barang yang tidak diperlukan oleh importir berdasarkan jenis keigatan
normal yang dilakukan.
• nama dan alamat penjual, past record-nya termasuk yang negatif yang tercatat
dalam pangkalan data Bea Cukai.

16.Adanya Kelainan Fisik Barang


Kelainan fisik merupakan variasi dari kondisi normal yang berhubungan
dengan besar kecilnya bagasi dan barang-barang. Kelaianan fisik juga termasuk
pakaian yang dipakai penyelundup khususnya dalam hal penyelundupan yang
disembunyikan di badan. Hal ini dapat ditemukan secara visual, disentuh/diraba atau
dari baunya .

17.Bagasi

Bagasi merupakan salah satu dari milik penumpang dimana kelainan fisik
dapat ditemukan dan dapat digunakan sebagai petunjuk atau indikator. Indikator
tersebut berupa kelainan seperti:
• tidak bisa dibuka.
• diisi secara berjejal (penuh dipaksa).
• berat yang berlebihan.
• berbentuk kaku dan tidak normal.
• terasa lembut seperti spons.
• segi empat yang tidak normal.
• di tempat paku keling (rivet)
• paku keling baru.
• paku keling bekas/pernah dibuka paksa.

Hal 273

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• paku keling jaraknya tidak normal.
• dijahit berbeda dibagian lain atau baru dijahit.
• ada ruangan diantara dasar atau sisi dari bagasi/koper.
• ketebalan sisi tidak normal.
• plywood pengeras sisi kedapatan bekas diangkat/dicopot.
• sisi-sisi koper bekas dilobangi.
• bau yang keras dan tidak normal, seperti bau lem, minyak wangi, kamper,dll.

18.Cargo/paket

Barang-barang yang diimpor, baik dibawa sendiri oleh penumpang atau melalui
kargo, maupun dikirim melalui pos bila diisi dengan barang selundupan dapat
menimbulkan kelainan fisik atau sesuatu kon-disi yang tidak seperti biasanya. Dari
pengamatan visual/terlihat atau tampaknya atau jika diraba atau ditimbang
dibandingkan dengan barang yang sama (standar) terdapat perbedaan. Kelainan
fisik itu seperti:
• kaku secara tidak normal.
• ketebalan yang tidak normal.
• berat yang berlebihan/tidak normal.
• tanda bekas dirubah pada pengemas/koli
• permukaan tidak rata.
• lebih bergumpal dari biasanya.
• retak bila dibengkokkan.
• tidak lentur seperti seharusnya.
• berat berbeda-beda atas barang yang sama dengan pengemas standar.
• ukuran yang tidak biasa/normal.
• bunyi bergema bila dipukul.
• lunak yang seharusnya kaku.
• tekstur permukaan yang tidak normal.
• berbeda dengan barang lainnya.
• bau yang aneh.

Hal 274

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


19.Rute Perjalanan Penumpang
Rute perjalanan penumpang dapat memberikan indikasi risiko bagi petugas
Bea Cukai. Indikator paling utama adalah rute perjalanan penumpang yang berasal
dari daerah-daerah sumber narkotika, seperti :
• Thailand, Laos dan Burma (segi tiga emas/Golden Triangle);
• Afganistan dan sekitarnya – Pakistan, India dan Nepal - (Sabit Emas/Golden
Crescent);
• Amerika Selatan – Columbia, Bolivia dan Peru, termasuk penumpang yang
melakukan transit pada daerah-daerah sumber narkotika.

Rute perjalanan yang tidak logis baik jarak maupun waktu tempuh, keperluan
atau maksud perjalanan yang disebutkan dalam visa/paspor (visa bisnis, turis, kun-
jungan sosial dan lain-lain) maupun menyimpang dari rute yang normal dapat juga
menjadi petunjuk potensioal. Sebagai ilustrasi daftar di bawah ini adalah sejumlah
nama kota /kode bandara untuk melihat rute perjalanan.

20.Analisis Situasi
Situasi yang berkaitan dengan kegiatan penumpang terutama terhadap
kegiatan penumpang yang dicurigai membawa barang-barang ilegal dapat juga
menjadi salah satu indikator resiko. Situasi tersebut akan memiliki perbedaan yang
khas dengan situasi kegiatan penumpang yang normal. Indikasi ini dapat juga
berhubungan dengan pengiriman paket pos dengan indikator sebagai berikut:
• tidak ada nama pada barang kiriman, hanya alamat saja.
• tidak ada alamat pengirim.
• terdapat instruksi yang tidak biasa untuk menghindari terdeteksinya identitas
sipenerima dan kegiatannya.
• alamat yang tidak jelas atau tidak cukup lengkap.
• mengggunakan “dengan alamat- d/a, c/o atau u/p”.
• nama penerima yang tidak jelas untuk memudahkan menolak sebagai penerima.

Sedangkan bagi penumpang terutama penumpang pesawat udara, terdapat


indikasi antara lain:
• pakaian di dalam koper memeperlihatkan tanda, seperti sedikit yang telah dipakai.

Hal 275

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• pakaian yang dibawa tidak memadai untuk keperluan perjalanan maupun
lamanya perjalanan.
• kedatangan yang pertama kali.
• banyak melakukan perjalanan ke negara sumber narkotika.
• melakukan perjalanan seorang diri pada hal perjalanannya dalam rangka berlibur.
• remaja yang melakukan perjalanan sendiri.
• mengaku sedang sakit.
• melaporkan tidak ada barang yang dibeli di luar negeri/tidak membawa apa-apa.
• melaporkan adanya barang seharga melebihi nilai batas yang dibebaskan (free of
duty) untuk pura-pura jujur.
• berpenampilan atau berpakaian tidak cocok untuk suatu perjalanan dengan
pesawat udara.
• tidak punya koper atau hanya koper ukuran kecil untuk perjalanan panjang.
• memperlihatkan kekurangan dana untuk perjalanannya.
• mengaku tidak bekerja tetapi melakukan perjalanan yang mahal.
• tidak tahu dengan pasti isi bagasi.
• tidak tahu berapa biaya perjalanannya.
• tidak mengetahui maksud detail perjalanannya.
• tidak dapat memastikan lamanya tinggal.
• pengetahuan yang minim tentang profesinya yang disebut dalam paspor atau
yang diakuinya.
• melakukan perjalanan dengan penerbangan yang diketahui memiliki indikasi risiko
tinggi.

21.Barang Yang Dibawa Penumpang


Barang bawaan penumpang kadang dapat menjadi indikator risiko yang baik
bagi petugas Bea Cukai untuk mengetahui adanya percobaan penyelundupan oleh
sipemilik barang atau penumpang, terutama bila dengan cara ditelan. Beberapa
barang bawaan tersebut yang disimpan di bagasi/koper atau kantong pakaian
sebagai indikator, seperti:
• Obat-obatan antiacid.
• Obat anti diare.
• Tali pembersih gigi/dental floss.

Hal 276

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• Kondom tambahan/ekstra.
• perlengkapan obat-obatan
• minyak pelincir/lubricant.
• obat penenang.
• bagasi yang berlebihan.
• net/jaring.

22.paya penumpang
Indikator resiko berkaitan dengan upaya penumpang dapat ditemui atau
dilihat saat penumpang mengurus bagasi. IO yang berada di lapangan harus jeli
melihat tingkah laku penumpang yang berupaya untuk menghindari pemeriksaan
petugas Bea Cukai. Beberapa upaya penumpang yang mengindikasikan adanya
upaya-upaya penghindaran tersebut, antara lain:
• melakukan pertukaran bagasi dengan penumpang lain.
• melakukan pertukaran kartu penyerahan (claim tag) dengan penum-pang lain.
• menciptakan kegaduhan di meja pemeriksaan.
• berusaha melewati pintu pabean tanpa persetujuan petugas bea cukai.
• menolak dilakukan pemeriksaan badan.
• hanya mengambil sebagian bagasinya.
• menggunakan label bagasi palsu.
• bagasi ganda, hanya satu yang diakui oleh seseorang.
• acuh terhadap barang kabin (tentengan) atau bagasi yang dibawa se-olah-olah
tidak berharga, dibiarkan/ditinggal pergi ke toilet atau ke-tempat mengambil
bagasi.

23.Sarana Pengangkut yang Digunakan


Penggantian bagian atau tempat-tempat tertentu pada sarana pengangkut
dengan maksud untuk menyembunyikan barang selundupan merupakan salah satu
modus penyelundupan yang sering dilakukan. Sarana pengangkut yang digunakan
baik sarana pengangkut di darat (mobil, kereta api) termasuk petikemas, maupun di
sarana pengangkut laut dan udara. Penggantian atau perubahan dapat dideteksi dari
bagian luar maupun dari hasil pemeriksaan bagian dalam sarana pengangkut.

Hal 277

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


24.Sarana Pengangkut Darat (Terutama Mobil)

Barang yang akan diselundupkan dapat disembunyikan di dalam body


(badan) atau rangka kendaraan (termasuk roda), dalam ruang penumpang, ruang
bagasi, ruang mesin, ban serep, tools box maupun kotak P3K (aid kits box).
Rangka/chasis kendaraan atau chasis yang berongga dapat digunakan untuk
menyembunyikan barang tertutama narkotika dan psikotropika atau perhiasan dan
permata yang sangat mahal harganya. Untuk itu pada badan dan chasis perlu
diperhatikan:
• apakah ada bekas dilas atau cat baru;
• rongga dibelakang plat nomor, bumper dan fender;
• di dalam lampu besar, lampu parkir dan lampu-lampu tambahan seperti anti kabut
atau lampu darurat diatas badan (atap) mobil;
• rongga penutup mesin.

Pada ruang mesin ada tanda-tanda perubahan pada saringan udara, lampu
atau sparkboard, ventilasi debu, dibawah cover voltage regulator/ distributor cap,
antara aki/baterei dengan dudukannya, didalam klakson dan alaram, tangki air
ekspansi untuk radiator dan pencuci kaca depan dan belakang yang menujukkan
bekas untuk menyembunyikan sesuatu. Tanda-tanda perubahan pada ruang bagasi
akan terlihat apabila terdapat perbedaan ukuran ban serep, bergesernya penutup
pintu atau sandaran kursi, pada kotak kunci-kunci di dasarnya di-beri lapisan sebagai
ruangan palsu untuk menyimpan narkotika. Adanya tangki cadangan, juga
merupakan indikator potensial. Hal yang paling penting bagi unit intelijen berkaitan
dengan indikator sarana pengangkut adalah memberikan produk intelijen secepatnya
kepada unit operasioanal berdasarkan hasil analisis dari profil sarana pengangkut
darat. Hendaknya produk intelijen yang diinformasikan antara lain memuat:

• nomor registrasi kendaraan.


• frekuensi keluar masuk di perbatasan (seperti entikong).
• data muatan yang sering diangkut.
• jenis dan tipe kendaraan.
• profil/past record kendaraan.

25.Sarana pengangkut udara komersial

Hal 278

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Sarana pengangkut udara komersil baik penerbangan regular maupun carter
digolongkan menjadi dua, yaitu Pesawat Penumpang, dan Pesawat Kargo. Sarana
pengangkut udara berkaitan dengan penumpang, barang penumpang dan kargo
ekspor-impor. Pada umumnya penyeleksian atau pemilihan flight (penerbangan)
yang akan dilakukan pemeriksaan atau pengawasan intensif hendaknya didasarkan
pada hasil analisis sesuai dengan konsep “manajemen risiko”. Pemeriksaan fisik
oleh unit operasional dapat dilakukan terhadap penumpang, barang penumpang,
barang awak pesawat/crew dan kargo. Bahkan pemeriksaan detail dapat juga
dilakukan terhadap pesawat udara, apabila hasil intelijen merekomendasikan untuk
dilakukan pemeriksaan. Secara garis besar jenis pesawat udara dibagi dua yaitu
Pesawat besar/berbadan lebar (big air plane), dan Pesawat kecil/light air plane
(termasuk helikopter). Bagian-bagian pada pesawat udara yang perlu mendapat
perhatian tergantung pada jenis dan tipe pesawatnya. Sebagai contoh, untuk
kategori big airplane (misalnya Boeing 747 Jumbo) buku petunjuk pemeriksaan U.S.
Customs Service memberikan referensi tempat-tempat tertentu yang perlu
diperhatikan, antara lain:

26.Bagian/lokasi dalam pesawat terbang, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

• flight deck atau biasa disebut cockpit.


• upper deck lounge, bagian atas di depan untuk tempat duduk penumpang.
• hollow area and equipment placement area, area/lokasi ini di belakang deretan
kursi di upper deck dan di belakang lavatory (kamar kecil) belakang di middle
deck (middle deck ini dari moncong sampai ekor pesawat). area kosong dan
sebagian untuk tem-pat menyimpan peralatan
• middle deck, meliputi deretan kursi tempat duduk penumpang dan yang
disebutkan pada nomor 5 sampai dengan 9 (berikut ini);
• circular staircase, tanggga melingkar untuk naik turun dari middle deck ke upper
deck.
• crew auxiliary exit door, pintu khusus crew untuk keluar dari pesawat di cockpit.
• exit doors, pintu keluar penumpang (pada boeing 747 ada 10 pintu).
• middle deck galleys, dapur, tempat makanan dan minuman (sampai 14 tempat)
• middle deck lavatories (sampai 14 tempat), toilet untuk penumpang.

Hal 279

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• upper deck lounge lavatories (toilet di lantai atas/lounge- dua tempat).
• empty extension of main equipment center access conpartment, ruang kosong di
lower deck pada moncong pesawat di sebelah tempat masuknya roda depan
pesawat.
• nose wheel well, ruang untuk roda pesawat.
• main equipment center access compartment, ruang/kompartemen peralatan
utama pesawat.
• hatch from out side, pintu masuk (dari luar) ke lower deck/lower galley.
• forward cargo compartment door (pintu masuk ke kompartemen kargo/bagasi
bagian depan lower deck pesawat sebelah kiri).
• forward cargo compartment (ruang kargo/bagasi bagian depan pe-sawat).
• wing structure, main landing gear well and air conditioning com-partment
(pangkal sayap, ruang gigi utama pengatur pendaratan, perangkat pengatur suhu
udara pesawat).
• aft cargo compartment (ruang kargo/bagasi bagian belakang).
• aft cargo compartment door (right side), pitu ruang kargo belakang sebelah
kanan.
• bulk cargo compartment door (right side), pintu sebelah kanan ruang kargo yang
tidak dimasukkan dalam kontener untuk kargo pesawat.
• access door to pressurization control compartment (pintu masuk ke ruang control
pengatur tekanan udara dalam pesawat).
• pressurization control compartment (ruang/kompartemen pengontrol tekanan
udara dalam pesawat).

27.Bagian/lokasi luar pesawat terbang, meliputi:


• nose wheel well (tempat roda depan pesawat).
• hatch to main equipment compartement access (pintu akses masuk ke pusat
peralatan utama).
• fordward cargo compartement door operating switches (right side only), sakelar
pengatur pintu ruang kargo depan khusus sebelah kanan saja.
• lavatory service (penampung air toilet).
• equipment access compartment (kompartemen akses peralataan).
• portable water service (tempat persediaan air minum).

Hal 280

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• air conditioning (ac) compartment (4 large panels). kompartemen ac sebanyak 4
panel besar.
• fueling points yaitu tempat/lobang pengisian bahan bakar pada setiap sayap
diantara mesin.
• main wheel wells (total of 4), tempat empat roda utama di te-ngah badan
pesawat.
• air start service (saluran udara)
• water system drain (drainase air).
• aft cargo door operating switches (right side only). sakelar pengatur operasional
pintu kargo belakang khusus sebelah kanan.
• lavatory service (penampung air toilet) belakang.
• auxiliary power unit compartement (ruang cadangan listrik).

28.Bagian/lokasi pada Middle deck/main deck (dek tempat duduk penumpang


sepanjang badan pesawat), antara lain:
• space above forward trim and lighting (ruang kosong depan di atas dekorasi
penyeimbang dan lampu pada moncong pesawat. jika diperiksa harus
menggunakan tangga.
• overhead compartments for carry on baggage (kompartemen tempat menyimpan
barang tentengan penumpang di kiri, kanan dan tengah sepanjang kabin
pesawat.
• access hatch to main equipment center access compartment (pintu masuk ke
kompartemen akses peralatan utama, letaknya di lantai di bawah karpet deretan
kursi sebelah kiri bagian depan pesawat.
• movie proyector/proyektor video sebanyak empat lokasi yang digantung diatas
kursi bagian tengah sejajar dengan kompartemen barang tentengan penumpang.
• circular staircase storage compartment (kompartemen dibawah tangga putar ke
upper lounge deck.
• exterior passenger doors/bagian luar pintu penumpang sebanyak 10 buah
masing-masing 5 di kiri dan 5 di kanan dengan bagian-bagian terdiri dari door
maintenance panel, escape slide pressure bottle compartment dan escape slide
storage compartment.

Hal 281

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• life rafts and compartment/ perahu karet dan kompartemen yang ada di sebelah
setiap pintu keluar (10 buah)
• individual emergency oxygen mask compartment (masker oksigen untuk
penumpang yang disimpan di bawah setiap tempat duduk).
• flight attendant folding seats (kursi lipat untu awak pesawat di dekat 10 pintu
keluar).
• storage cabinet (lemari di tiga lokasi dekat pintu keluar).
• service galley (dapur, tempat makanan dan minuman).
• sick passenger oxygen supply /persediaan oksigen untuk penumpang yang sakit,
disimpan dekat tempat duduk lipat awak pesa-wat.
• passengger lavatories, toilet penumpang sebanyak 12 buah yang didalamnya
banyak perlengkapan yang juga perlu diperiksa seperti kompartemen tempat
masker oksigen, lobang udara dan loud speaker, panel interior dari kompartemen
masker oksigen, dispenser, laci, kotak tempat kantong mabok udara, dudukan
kloset dan klosetnya, westafel, pemipaan dan filter air, asbak dan panel di depan
westafel/di belakang cermin.
• personnel elevator to lower lobe galley, elevator khusus menuju ke dapur bawah
pada lower deck (ada 2 lokasi).
• dumb waiter pada elevator no. 14 diatas.
• pintu keluar darurat di dapur lower deck.
• kompartemen aliran listrik di bagian tengah pesawat.
• panel untuk kompartemen entertaimen di lantai dibawah karpet bagian tengah
pesawat (dua lokasi).
• semua sandaran tangan dan meja penumpang.
• flight recorder compartment dekat toilet belakang.
• storage compartment, di buritan pesawat sebelah kanan.
• storage compartment yang dapat dikunci terletak paling ujung dari buritan
pesawat.
• plafon sepanjang kabin/tempat duduk penumpang.
• molding/lis dinding kabin kiri dan kanan sepanjang kabin/ tempat duduk.
• semua tempat duduk penumpang (maksimum 537 kursi).
• molding/lis karet bagian atas pada bagian belakang pesawat (toi-let dan plafon
kabin).

Hal 282

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


29.Bagian / lokasi pada upper deck lounge (tempat duduk penumpang
bagian atas) :
• lavatory/toilet (dekat tangga putar)
• storage compartment/gudang di kiri kanan tangga.
• pintu akses elektronik dan kompartemen pemadam api dan oksi-gen dalam
botol.
• elevator untuk mengangkat/ membawa makanan dan minuman dari dapur di
middle deck, posisi di lantai depan tangga.
• molding/lis pada lantai diantara kursi pertengahan.
• storage compartement/gudang (pintu geser) dibelakang bar.
• pintu panel menuju ruang kosong (dibelakang gudang pada no.6 di atas).
• masker oksigen di depan kursi paling depan sebelah kiri.
• semua tempat duduk.

30.Bagian/lokasi pada Flight deck/cockpit


• bagian bawah panel instrumen penerbangan.
• tempat duduk awak pesawat (5 kursi).
• crew convenience compartment/kompartemen perlengkapan awak pesawat di
dinding sebelah kiri dan kanan.
• life vest/pelampung pada tiap-tiap kursi.
• area tempat bagasi awak pesawat (depan tangga).
• rak peralatan elektronik.
• belakang panel flight engineer’s desk.
• flight engineer’s desk.
• pintu keluar awak pesawat.
• pintu dorong tempat keluar (escape) awak pesawat
• bagian dalam panel pemeliharaan pada plafon diatas tangga.
• bagian dalam panel pemutus aliran (circuit breaker).

31.Untuk kategori pesawat kecil/light plane, bagian atau lokasi yang perlu di-
perhatikan antara lain:
• engine compartment/bagian dalam ruang mesin.
• bagian dalam tempat roda

Hal 283

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• bagian atau area cockpit dan kabin (di bawah dan dibelakang panel instrumen,
glove compartment/laci kecil dekat panel instrumen, di bawah tempat
duduk/bantal/kantong kursi, asbak dan barang/per-alatan lain)
 ruang bagasi, - ruang bagasi belakang (di bagian ekor pesawat).

I. Cara Menghitung Draft Kapal Laut


Seperti halnya sarana pengangkut udara, sarana pengangkut laut juga
berkaitan dengan kargo atau barang, penumpang, barang penumpang dan ASP dan
kapal laut itu sendiri menjadi obyek pengawasan atau pemeriksaan petugas pabean.

1. Pada umumnya kapal laut mempunyai bagian-bagian yang perlu diperhatikan


seperti:
• ruang mesin.
• ruang kemudi (atas dan bawah).
• kabin awak kapal atau asp.
• dapur dan restoran.
• kamar mandi.
• deck atau palka (tergantung jenis kapal).
• ruang peralatan/perlengkapan.
• kabin perwira kapal.
• sekoci dan pelampung.
• ruang perawatan/pertolongan orang sakit.
• ruang khusus untuk munyimpan senjata dan obat-obatan (termasuk narkotika
untuk pengobatan).
• kabin penumpang (untuk kapal penumpang).

2.Jenis-jenis kapal yang dikenal:

• general cargo. kapal yang mengangkut bermacam-macam muatan misalnya


dalam bentuk pallet, peti, atau koli.
• twin decker atau kapal dengan dua geladak, digunakan untuk mengangkut
barang-barang atau alat-alat berat, dapat digolongkan dalam general cargo.

Hal 284

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• kapal tanker, didesain khusus untuk mengangkut benda cair misal-nya minyak
bumi, minyak sawit/goreng.
• bulk carriers, didesain khusus untuk mengangkut barang curah, misalnya
gandum, biji besi, pupuk, semen dalam bentuk curah.
• roll on-roll off (ro-ro), kapal yang dirancang untuk memuat barang yang diangkut
dengan kereta gandeng atau truck.
• gas carriers, kapal yang tergolong dalam jenis tanker, yang dide-sain khusus
untuk mengangkut gas dalam bentuk cair. palka dileng-kapi dengan tangki-tangki
berukuran besar untuk menampung gas cair tersebut.
• refrigated vessel, didesain dengan pengatur suhu (pendingin) untuk mengangkut
barang-barang yang membutuhkan suhu rendah misal-nya buah-buahan, ikan
segar, daging, keju dan lain-lain.
• heavy lift ships, kapal jenis kargo yang dilengkapi dengan kren (crane) yang
mempunyai daya angkat yang cukup besar.
• car carriers, didesain untuk mengangkut kendaraan bermotor.
• barge/tongkang.
• tug boat/kapal tunda.
• kapal penumpang, untuk mengangkut penumpang.
• kapal pesiar, termasuk dalam jenis kapal penumpang yang dilengkapi dengan
kabin, sarana hiburan yang khusus untuk kegiatan pesiar.

3.Beberapa informasi mengenai spesifikasi kapal laut

Coefisient Block (CB) :


Adalah perbandingan antara volume badan kapal di bawah air dengan volume air
dengan volume kotak yang dibatasi oleh panjang (L), Lebar (B) dan Sarat air (d)
yang sama.

CB = Volume Displacement / (L x B x d)

Batasan Coefisient Block


Kapal barang (General Cargo) = 0,65 – 0,75
Kapal Cepat (Fast Boat) = 0,35 – 0,50

Hal 285

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Kapal Tanker = 0,75 – 0,80
Barge/Tongkang = 0,80 – 0,95
Kapal Tunda (Tug Boat) = 0,65 – 0,70

Gambar 1.3
Visualisasi menghitung coefisien block

4.Displacement (∆)

• Jumlah air dalam ton yang dipindahkan oleh kapal terapung.


• Gaya tekan keatas oleh air terhadap kapal yang besarnya sama dengan berat zat
cair yang dipindahkan atau sama dengan volume badan kapal yang tercelup
dikalikan dengan berat jenis air laut.

∆ = Volume x BD air laut


= L x B x T x CB x BD

5.Dead Weight

Hal 286

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Dead weight (Dwt) atau Bobot Mati merupakan gabungan berat dalam ton untuk
berat muatan, bahan bakar, minyak pelumas, air tawar, bahan makanan dan
minuman, awak kapal, penumpang dan barang bawaan.

6.Light Weight

Light weight (Lwt) atau Berat kapal kosong adalah berat badan kapal, bangunan
atas, pera-latan/perlengkapan kapal, permesinan kapal dan lain – lain.

Lwt = Displacement - Dwt

7.Tonage (Tonase)

Sebuah harga yang didapat dengan menghitung sesuai peraturan dan cara tertentu
yang dapat dianggap menunjukkan internal capacity suatu kapal, yaitu banyaknya
ruangan di dalam kapal yang dapat memberikan keuntungan. Dalam sistem
penghitungan standar, terdapat dua macam register Tonage :
• BRT (Bruto Register Tonage).
• NRT (Netto Register Tonage).
1 RT menunjukkan suatu ruangan sebesar 100 Cub feet atau 2,8323 m3.
Cara menghitung berat muatan :
• menghitung dwt dengan memakai deadweight scale.
• menghitung displacement dengan menggunakan hydrostatic curve.
• menghitung displacement mempergunakan ukuran utama kapal.
• mempergunakan volume ruang muat yang tertera pada surat ukur kapal.

CARA I
Menghitung DWT dengan memakai Deadweight Scale
• Mencari sarat rata-rata (T rata-rata)
Diperoleh: TD = 20,5 ft
TB = 22,5 ft

T rata-rata = (TD + TB) / 2


= (20,5 + 22,5) / 2

Hal 287

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


= 21,5 ft
• Mencari Deadweight
Dengan tinggi sarat 21,5 ft diperoleh deadweight dari DWT scale = 6400
ton.
• Mencari berat muatan (PB)

Dwt = PB + Pc + Pm + Pf + Pe + Pa + Ptj
Jadi
PB = Dwt – Pc + Pm + Pf + Pe + Pa + Ptj

Dimana PB = Berat Muatan


Pc = Berat ABK dan perlengkapan
Pm = Berat makanan
Pf = Berat bahan bakar
Pe = Berat minyak pelumas
Pa = Berat air tawar
Ptj = Berat cadangan

• Mencari Pc (berat ASP dan perlengkapan)


Misal jumlah crew 30 orang dengan berat orang dan perlengkapan
0,2 ton
Pc = 30 x 0,2 = 6 ton
• Mencari Pm (berat makanan)
Berat makanan untuk 1 hari = 5 kg
Untuk 30 orang selama 30 hari : 30 x 30 x 5 = 4,5 ton
• Mencari Pf (berat bahan bakar ), Pe (Berat minyak pelumas) dan Pa (berat air
tawar) : Diukur dengan cara perum / duga / sounding

CARA II
Menghitung displacement dengan Hydrostatic Curve
• Mencari sarat rata – rata
Diperoleh : TD = 20, 5 ft
TB = 22,5 ft

Hal 288

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


T rata-rata = (TD + TB) / 2
= (20,5 +22,5) / 2
= 21,5ft
• Mencari displacement dari Hydrostatic curve dengan sarat (T) 21,5 ft didapat
10.750 ton
• Mencari berat kapal kosong (LWT)
Bila data kapal tidak menunjukkan LWT maka dilakukan pende-katan dimana
berat kapal kosong (LWT) adalah 30% Displacement
LWT = 0,3 x 10.750 = 3.225 ton
• Mencari Deadweight (DWT)
DWT = Displacement – LWT
= 10.750 – 3.225
= 7.525 ton
• Mencari berat muatan (PB)
Sama dengan cara diatas

CARA III
Mempergunakan Ukuran Utama Kapal. Hal ini dilakukan bila hanya diperoleh data
mengenai ukuran utama kapal
• Menghitung displacement
∆ = L x B x T x CB x BD air laut
= 96,08 m x 15 m x 4,5 m 0,8 x 1,025
= 5318,028 ton
Dimana CB untuk kapal tanker 0,75 – 0,85 dan diambil 0,8
BD air laut 1,025
• Menghitung berat kapal kosong (LWT)
LWT = 0,3 x 5318,028
= 1595,41 ton
• Menghitung DWT
DWT = Displacement – LWT
= 5318,028 – 1595,41 = 3722,608 ton
• Menghitung Berat Muatan
Sama seperti diatas

Hal 289

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Hasil perhitungan berat muatan (PB) secara kasar ini akan dibandingkan
dengan berat muatan yang tercantum dalam manifes kapal, dari perbandingan
tersebut diatas petugas dapat memperkirakan kemungkinan ada/tidaknya kelebihan
atau pelanggaran. Cukup banyak data dan informasi yang bisa digali oleh unit
intelijen berkaitan dengan indikator kontener. Untuk dapat mengoptimalkan sasaran
potensial terhadap target kontener, maka sebagai calon-calon IO anda dituntut untuk
menguasai hal-hal yang berkaitan dengan kontener. Beberapa indikator yang harus
anda pahami mengenai kontener adalah sebagai berikut :

8.Status penggunaan kontaner

Berdasarkan status penggunaan kontainer, perlu diketahui bahwa tidak semua


ruangan kontener disewa oleh satu orang. Sifat penyewaan suatu kontener
dibedakan sebagai berikut :

• Full Container Load (FCL), artinya bahwa seluruh ruangan kontener disewa oleh
satu perusahaan dengan kata lain, seluruh barang dalam kontainer dimiliki oleh
satu subyek/perusahaan;

• Less Conteiner Load (LCL), artinya bahwa ruangan kontener disewa oleh lebih
dari satu subyek/perusahaan. Konsekuensi dari status LCL tersebut maka
penyelesaian formalitas kepabeanan impor akan dilakukan oleh lebih dari satu
pemberitahuan (PIB).

9.Ukuran Kontener

International Standard Organization (ISO) telah menetapkan ukuran-ukuran dari


petikemas sebagai berikut :

• Container 20’ Dry Freight (20 feet)


Ukuran luar : 20’(p) x 8’ (l) x 8’6”(t) atau
6,058 x 2,438 x 2,591 m
Ukuran dalam : 5,919 x 2,340 x 2,380 m
Kapasitas : cubic capacity : 33 Cbm
Pay Load : 22,1 ton

Hal 290

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


• Container 40’ Dry Freight (40 feet)
Ukuran luar : 40’(p) x 8’ (l) x 8’6”(t) atau
12,192 x 2,438 x 2,591 m
Ukuran dalam : 12,045 x 2,309 x 2,379 m
Kapasitas : Cubic capacity: 67,3 Cbm
Pay Load : 27,396 ton

• Container 40’ High Cube Dry


Ukuran luar : 40’(p) x 8’ (l) x 9’6”(t) atau
12,192 x 2,438 x 2,926 m
Ukuran dalam : 12,056 x 2,347 x 2,684 m
Kapasitas : Cubic capacity : 76 Cbm
Pay Load : 29,6 ton

Kontener untuk pengangkutan dengan pesawat udara dibuat lebih kecil


daripada kontener standar international. Umumnya terbuat dari aluminium dan
pintunya biasanya dari kain terpal tebal. Bagian yang perlu diketahui adalah
kerangka kontener terbuat dari besi yang kuat dan dapat dibuat berongga dengan
menambah besi pelat pada rangka dengan cara dilas sehingga seperti bentuk
aslinya. Juga dinding yang biasanya terbuat dari besi yang berlipat (korugasi)
dengan ketebalan 3-4 inchi. Dengan bentuk seperti itu terdapat rongga yang dapat
dibuka pada bagian yang menonjol kemudian setelah diisi barang (narkotika), dilas
kembali.

10.Pemeriksaan Keaslian Kontener


Setiap kontener standar international memiliki nomor registrasi yang tercatat di
Bureau International des Containers et du Transport Intermodal (BIC). Cara untuk
mengetahui apakah kontener itu asli atau palsu (tidak autentik) adalah dengan
menghitung secara manual angka check digit berdasarkan rumus tertentu. Untuk hal
ini anda mesti memahami metode penghitungan manual dan harus hafal tabel
equivalen serta tabel bobot. Cara kedua yang cukup simpel adalah melakukan
pengecekan secara online, kode nomor kontener yang sedang anda amati. Alamat
website yang dapat anda kunjungi untuk mengecek keaslian kontener adalah :

Hal 291

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


11.Sistem penomoran kontener terdiri atas 11 digit yang dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :

• Kode pemilik (owner code)


Kode pemilik kontainer terdiri atas 3 digit huruf kapital. Masing-masing pemilik
kontainer harus memiliki kode yang bersifat unik dan tidak boleh sama dengan
pemilik kontainer lainnya. Untuk keperluan tersebut, mereka harus terdaftar pada
BIC , yang berkedudukan di Paris.
• Kode produk barang yang dapat diangkut (product group code)
Kode produk terdiri dari salah satu dari 3 alternatif huruf kapital U, J, dan Z.
Kode-U, untuk mengidentifikasikan bahwa peti kemas dapat mengangkut semua
jenis barang. Kode-J, mengidentifikasikan bahwa peti kemas khusus untuk
mengangkut barang-barang yang berhubungan dengan peralatan. Kode-Z,
mengidentifikasikan bahwa peti kemas khusus untuk keperluan trailer dan
chassis.
• Kode Registrasi (Registration Number)
Kode registrasi terdiri atas enam digit angka yang mencerminkan nomor
pendaftaran peti kemas tersebut pada BIC. Apabila nomor registrasi kurang dari
enam digit, maka pada digit terakhir akan diisi dengan angka 0.
• Kode Kontrol (Check Digit)
Kode kontrol harus terdiri atas satu digit dan strukturnya dibuat terpisah dalam
suatu kotak tersendiri. Kode ini berguna untuk memvalidasi apakah kode pemilik,
kode kelompok produk dan kode registrasi telah dikirimkan dengan cermat. Jika
hasil verifikasi sistem tidak sesuai maka sistem akan memberikan kode error.
Angka check digit yang tertera pada digit terakhir nomor kontainer, disusun
berdasarkan rumus algoritma tertentu yang dikaitkan dengan kode-kode sebelumnya
(owner code, product group code, dan registration number). Adapun langkah-langkah
untuk menghitung secara manual kode check digit yang dikeluarkan oleh sistem
penomoran BIC, adalah sebagai berikut :
• konversikan kode owner dan kode product menjadi angka digit, berdasarkan
tabel equivalen. hasil konversi tersebut selanjutnya kita sebut sebagai nilai
equivalen (ne)
• susun ke-10 digit nomor kontener (tdk termasuk check digit) di atas nilai bobot
masing-masing digit (nilai bobot diperoleh dari tabel bobot yang merupakan deret

Hal 292

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


angka yang diperoleh dengan cara memangkatkan bilangan 2 mulai dari pangkat
0 sampai dengan 9 secara berurutan)
• kalikan masing-masing urutan digit hasil equivalen, mulai dari digit 1 sampai digit
10 dengan nilai bobot di bawahnya. kemudian hasil perkalian masing-masing
urutan digit tersebut dijumlahkan secara keseluruhan.
• nilai penjumlahan total yang diperoleh kemudian dibagi dengan angka 11 (
banyaknya digit pada nomor kontener)
• hasil sisa dari pembagian tersebut, merupakan nomor chek digit yang kita cari
atau kita hitung.
Gambar 1.10
Tabel equivalen
Huruf Nilai Equivalen Huruf Nilai
Equivalen
A 10 N 25
B 12 O 26
C 13 P 27
D 14 Q 28
E 15 R 29
F 16 S 30
G 17 T 31
H 18 U 32
I 19 V 34
J 20 W 35
K 21 X 36
L 23 Y 37
M 24 Z 38

Gambar 1.11

Tabel Bobot

1 2 4 8 16 32 64 128 256 512

Hal 293

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Gambar 1.9
Standar Penandaan Peti Kemas

Sebagai contoh, misalnya kode pemilik dan nomor seri kontener pada contoh
di dalam gambar 1.8 adalah SUDU 307007. Anggap saja bahwa kita meragukan
kode check digit (angka-9) yang tertera pada kontainer tersebut. Untuk menghitung
kode check digit yang sebenarnya, maka nilai equivalen kode pemilik dan kode
produk (SUDU) dikonversikan berdasarkan tabel equivalen.

Dengan demikian nilai equivalen (ne) dari kontener tersebut adalah sebagai
berikut:

30 32 14 32 3 0 7 0 0 7

1 2 4 8 16 32 64 128 256 512

Kalikan masing-masing pasangan ne dan bobot tersebut, sehingga hasilnya


akan menjadi sebagai berikut :

30 64 56 256 48 0 448 0 0 3584

Total penjumlahan dari hasil perkalian “ ne x b” adalah 4.486. Bila angka


tersebut dibagi dengan 11, maka hasilnya adalah 407 9/11. Artinya bahwa

Hal 294

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


angka check digit yang sebenarnya dari nomor kontainer tersebut adalah angka
9 (cocok dengan contoh pada gambar 1.8).

12.Jenis -Jenis Kontener

Jenis kontener yang digunakan sebagai alat pengangkut barang ekspor dan
impor dibedakan berdasarkan tipe dan kegunaannya. Antara lain, sebagai berikut :

• General Purpose Container, kontener yang seluruh bagian sisinya tertutup


dengan rapat agar tahan terhadap cuaca luar, memiliki dinding atap, sisi dan
lantai yang keras. Salah satu sisi nya dilengkapi dengan pintu untuk pemuatan
dan pembongkaran muatan. Kegunaan peti kemas jenis ini adalah untuk
mengangkut berbagai jenis barang dalam kondisi kering, termasuk yang dikemas
dalam karton, sack, pallet, drum dan lain-lain.

• Temperature Controlled Container , Kategori peti kemas ini adalah peti kemas
yang dilengkapi dengan perlengkapan listrik (heater) atau alat mekanik
(refrigeration) untuk kepentingan pemanasan atau pendinginan udara di dalam
ruangan peti kemas. Temperatur yang dapat dikondisikan dengan alat tersebut
sekitar -25 ° C sampai 25 ° C. Kegunaan utama peti kemas jenis ini adalah untuk
mengangkut barang-barang yang memerlukan kondisi suhu tertentu, agar
kualitasnya dapat dipertahankan.

• Open Top Container ; Peti kemas jenis open top memiliki struktur yang hampir
sama dengan general purpose, hanya saja jenis open top memiliki sisi atap yang
fleksibel dan dapat bergerak secara mekanis untuk membuka atau menutup.
Kegunaan peti kemas jenis ini terutama untuk mengangkut cargo yang berat
dan/atau besar yang hanya dapat dimasukan lewat atas.

• Flushfolding Flat-Rack Container ; Peti kemas ini merupakan tipe yang paling
mutakhir dari peti kemas jenis flat-rack. Ciri khas peti kemas jenis ini adalah sisi
dindingnya dapat dilipat hingga sejajar dengan sisi dasarnya. Kegunaannya
adalah untuk pengangkutan barang yang berat, besar dan lebih tinggi dari ukuran
peti kemas. Peti kemas ini juga dapat digunakan untuk menumpukkan beberapa

Hal 295

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


kontainer kosong ke dalam satu bundel untuk mengosongkan ruangan yang
tersedia.

• Platform or Bolster; adalah kontainer yang hanya memiliki sisi dasar (lantai) nya
saja. Jenis kontainer ini terutama digunakan untuk membawa barang-barang
yang berat dan tebal serta barang setengah jadi, sepert: barrel dan drum, mesin-
mesin, crate, dan sebagainya. Bila diletakkan berdampingan di geladak atau di
palka kapal kontainer, mereka dapat digunakan untuk transportasi non-
containerizable kargo.

• Ventilated Container; Peti kemas jenis ventilated container memiliki struktur


tertutup sama seperti general purpose container, namun dilengkapi dengan
ventilasi yang dapat menjamin sirkulasi udara di ruangan peti kemas.
Kegunaannya adalah untuk mengangkut barang-barang organik seperti : kopi,
cengkeh, biji-bijian atau hasil bumi lainnya yang memiliki kandungan air tinggi.
Tujuannya adalah untuk mencegah proses pengembunan di dalam kontainer
selama proses pengangkutan.

• Tank Container; adalah peti kemas yang terdiri dari dua elemen dasar yaitu
tanki tempat menampung benda cair, dan kerangka yang berguna untuk
melindungi tanki selama dalam pengangkutan. Kegunaan peti kemas ini adalah
untuk mengangkut muatan benda cair yang berbahaya (hazardous) maupun
yang tidak berbahaya. Untuk memudahkan pengisian maupun pengosongan
muatan, biasanya tanki tersebut telah dilengkapi dengan perlengkapan
pengisian.

• Open Side Container; Petikemas yang bagian sampingnya dapat dibuka untuk
memasukkan dan mengeluarkan barang. Sisi samaping didesian dapat dibuka
untuk memudahkan forklift menata barang di dalam ruangan peti kemas.
Kegunaannya adalah untuk mengangkut rak-rak botol bir atau minuman lainnya
maupun kayu-kayu timber.

13.Ciri-Ciri Fisik Penyalahgunaan Kontener

Dalam berbagai modus pelanggaran pabean terdapat beberapa kasus yang


memanfaatkan media kontener dalam rangka menyembunyikan barang-barang

Hal 296

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


ilegal. Teknik-teknik penyembunyian yang dilakukan biasanya dilaskukan dengan
memanfaatkan bagaian-bagian dalam ruangan kontainer. Untuk membaca
kemungkinan adanya penyelundupan melalui media kontener, petugas IO maupun
petugas operasional harus mampu mempelajari ciri-ciri penyalahgunaan fisik
kontener. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
• adanya penguat yang tidak normal.
• garis langit-langit yang tidak normal.
• ruang yang tidak normal antara dinding-dinding.
• lantai palsu.
• dinding palsu (untuk dinding depan biasanya dibuat corner block palsu).
• adanya lempengan/dinding baru.
• adanya solderan/las baru.
• adanya pengecatan baru.
• adanya perbedaan yang mencolok antar dimensi dalam dan luar.

Hal 297

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Gambar 1.12
Jenis-Jenis Kontener

Hal 298

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Gambar 1.13
Bagian Pintu Kontainer

Hal 299

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


J.Latihan
Untuk menguji pemahamana anda mengenai materi kegiatan belajar 1, silahkan
kerjakan soal essay berikut ini
1). jelaskan perbedaan pengertian antara operasi intelijen dengan intelijen
opersional ?
2). jelaskan jenis kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan intelijen taktis ?
3). jelaskan sistematika dalam menemukan target terhadap cargo ?
4). jelaskan teknik yang digunakan oleh unit intelijen dalam menemukan sasaranm
yang bergerak ?
5). indikator resiko apa saja yang relevan dengan sasaran operasi intelijen taktis ?

K.Rangkuman
Kegiatan yang dilakukan dalam operasi intelijen taktis secara umum dapat
dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu 1) mengumpulkan atau mencari informasi
tambahan yang diperlukan untuk keperluan analisis; 2) membantu unit operasional
dalam menemukan target atau sasaran, dan 3) melakukan kegiatan monitoring
pengawasan terhadap objek yang bergerak (mobile target) ataupun target yang tidak
bergerak (fixed target). Untuk mengumpulkan informasi tambahan, maka sio perlu
memerintahkan petugas pengumpul informasi untuk melakukan operasi intelijen
untuk mendapatkan informasi yang sejenis dengan informasi yang ada dari sumber
yang berbeda, informasi tambahan dari sumber yang sama tetapi dapat juga dari
sumber yang lain, dalam melakukan pengawasan terhadap mobile target, unit
operasional dapat menggunakan teknik surveillance yang biasanya terdiri dari tiga
tim dengan menggunakan metode leap frog method (lfm).
Secara umum unit intelijen dapat memprioritaskan sasaran potensial
terhadap tiga kategori:

1). Siapa yang mungkin dapat menjadi atau dijadikan sumber informasi yang
potensial.

Contoh: Berkaitan dengan customs procedure, maka sasaran potensialnya


adalah, pengurus barang, pegawai agen pelayaran, pegawai bagian
pergudangan perusahaan importir, dll.

Hal 300

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


2). Dimana informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh atau tersedia.

Contoh: Gudang importir, tempat penjualan eceran MMEA, dermaga kapal di


Pantai Marina, lokasi perusahaan angkutan peti kemas, dsbnya.

3). Objek lainnya yang dapat memberikan peluang menguntungkan dalam


penyediaan informasi namun tidak termasuk dalam salah satu kategori tersebut
di atas.

Contoh: Daftar Record Call (DRC), taping device, dll.

Untuk menentukan sasaran potensial intelijen taktis, unit intelijen maupun


para IO yang disebar di lapangan perlu mengetahui beberapa indikator risiko yang
relevan dengan sasaran yaitu : profil seseorang, dokumen, fisik barang, rute atau
trayek, sarana pengangkut yang digunakan, situasi, kegiatan, barang yang dibawa
dan upaya penumpang.

L.Tes Formatif
Simaklah dengan baik materi yang terkandung dalam bahan ajar ini.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara spontan, artinya pada waktu Anda
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak diperkenankan melihat ke bahan
ajar dan kunci jawaban, tetapi jawablah menurut apa yang ada dalam pikiran Anda.
Pilihlah jawaban yang paling benar dan tepat, dengan cara memberikan
tanda lingkaran pada huruf a, b, c, d untuk tiap nomor pada soal dibawa ini.
(contoh:1. a b c d ).

1). Kegiatan intelijen yang berhubungan erat dengan pencapaian tujuan penegakan
hukum...
a. intelijen taktis
b. intelijen strategis
c. operasi intelijen
d. intelijen operasional

Hal 301

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


2). Kesuksesan pelaksanaan intelijen taktis oleh organisasi intelijen dalam
pelaksanaannya akan sangat tergantung pada dua kegiatan...
a. operasi intelijen dan analisis intelijen
b. intelijen taktis dan intelijen operasional
c. siklus intelijen dan intelijen taktis
d. intelijen operasional dan operasi intelijen

3). Kegiatan yang dilakukan dalam operasi intelijen taktis secara umum dapat
dikelompokan menjadi hal-hal sebagai berikut, kecuali...
a. mengumpulkan atau mencari informasi tambahan yang diperlukan untuk
keperluan analisis;
b. membantu unit operasional dalam menemukan target atau sasaran
c. melakukan operasi penyergapan (knock action) pada saat target telah
ditemukan
d. melakukan kegiatan monitoring pengawasan terhadap objek yang bergerak
(mobile target) ataupun target yang tidak bergerak (fixed target).
4). Alasan yang melatarbelakangi unit intelijen untuk melakukan kegiatan
pengumpulan informasi tambahan...
a. inisiatif langsung dari sio yang memimpin operasi intelijen taktis
b. berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa informasi yang tersedia dalam
pangkalan data belum memadai.
c. inisiatif langsung io lapangan dalam rangka memperkaya dan melengkapi
informasi
d. berdasaran kegiatan evaluasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
TIC
5). Tindakan strategis yang diperlukan ketika operasi intelijen taktis tidak
menemukan sasaran terhadap target penumpang yang telah dilakukan
penyergapan...
a. segera mencari sasaran penumpang lain yang diperkirakan adalah anggota
sindikat atau rekan si target
b. melepaskan target penumpang demi menghindari pelanggaran ham
c. melakukan kegiatan control delivery
d. mengulur-ulur waktu pemeriksaan sambil merayu ataupun menekan target
hingga mengaku

Hal 302

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


6). Kemungkinan yang terjadi apabila dalam operasi penyergapan, unit operasional
tidak mendapatkan barang bukti dari suspect adalah sebagai berikut, kecuali
barang target tersebut...
a. sebenarnya ada dalam bagasi/cabin bersangkutan namun teknik
penyembunyiannya yang canggih.
b. ditempatkan di kemasan atau petikemas lain.
c. tidak sempat dibawa (tertinggal) oleh suspect
d. dibawa oleh rekan sindikat lainnya atau dibawa dengan penerbangan lainnya

7). Teknik surveillance yang biasa dilakukan untuk menemukan/melakukan


penyergapan terhadap target yang bergerak...
a. knock action
b. leap frog method
c. mobile knock action
d. circular method

8). Sasaran opsinteltaktis dapat dikategorikan terhadap hal-hal sebagai berikut,


kecuali...
a. siapa yang mungkin dapat menjadi atau dijadikan sumber informasi yang
potensial

b. dimana informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh atau tersedia

c. objek lainnya yang dapat memberikan peluang menguntungkan dalam


penyediaan informasi
d. jenis jaringan yang digunakan

9). indikator yang dapat dikembangkan secara mendetail oleh IO berkaitan dengan
profil penumpang...
a. identitas penumpang
b. barang bawaan si penumpang
c. tingkah laku verbal dan non verbal
d. karakter wajah dan penampilan fisik penumpang

Hal 303

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


10). Gerakan-gerakan fisik seseorang/penumpang selama dalam proses
penyelesaian customs formalities yang terlihat dari bahasa tubuhnya...
a. karakteristik penumpang
b. tingkah laku non verbal
c. sikap agresif
d. tingkah laku verbal

11). Jenis-jenis dokumen pribadi penumpang yang harus mendapat perhatian


utama dari unit operasional adalah sebagai berikut, kecuali...
a. identitas lokal
b. passport
c. ticket perjalanan
d. dokumen komersial

12). Pentingnya mempelajari tipe dan kelas tiket perjalanan yang digunakan
penumpang adalah...
a. mengestimasikan kemampuan finansiil dari target
b. mempelajari rute perjalanan penumpang
c. mempelajari apakah penumpang tersebut datang dari negara sumber
narkoba
d. mereferensikan tipe seperti apa penumpang tersebut dan dapat dicocokan
dengan penampilan fisik penumpang

13). Beberapa kelainan fisik yang terdapat pada bagasi/cabin penumpang yang
patut mendapat perhatian IO adalah sebagai berikut, kecuali...
a. ketebalan yang tidak normal.
b. warna bagasi/cabin agak menyolok
c. berat yang berlebihan/tidak normal.
d. tanda bekas dirubah pada pengemas/koli

14). Salah satu cara mengidentifikasi keaslian peti kemas adalah dengan cara
mengecek secara manual...
a. kode check digit dalam penomoran peti kemas
b. kode digit pemilik peti kemas
c. seluruh kode digit dalam nomor registrasi peti kemas
d. kode digit nomor pendaftaran peti kemas

Hal 304

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


15). Nomor yang tertera pada kontainer adalah HLXU 407921-X. Maka kode check
digit yang benar untuk mengganti huruf “X” tersebut adalah...
a. angka 2
b. angka 4
c. angka 5
d. angka 6

M. Kunci Jawaban Test Formatif

1. 2. 3. 4. 5.

6. 7. 8. 9. 10.

11. 12. 13. 14. 15.

N. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan
(di halaman akhir). Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan
belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil
belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah
dipelajari mencapai:

91 % s.d 100 % : Sangat Baik


81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
0% s.d. 60 % : Sangat Kurang

Hal 305

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah
menguasai materi Kegiatan Belajar 1 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat
melanjutkan pada Kegiatan Belajar.

O.Daftar Pustaka
Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);Jakarta 1981

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan


(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3612);Jakarta 1995

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);Jakarta 2006

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai


(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3613);Jakarta 1995

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun
1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);Jakarta 2007

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang


Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);Jakarta 1983

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 1996 tanggal 23


Agustus 1996 Tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan
Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3651); Jakarta 1996

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :


92/KMK.05/1997 tanggal tentang Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana
Dibidang Kepabeanan Dan Cukai. Jakarta 1997

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M. 01. PW. 07. 03


Tahun 1982 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Jakarta. 1982..

Republik Indonesia,Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M. 01. PW. 07 .03 Tahun 1982 Tentang Pendoman
Pelaksanaan KUHAPJakarta. 1982.

Hal 306

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN


Republik Indonesia,Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor M. 14. PW. 07. 03 Tahun 1983 tentang Tambahan
Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Jakarta. 1983.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M.04. PW. 07.03 Tahun 1984 Tentang Wewenang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil. Jakarta. 1983.

Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai


Nomor Kep–57/BC/1997 Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana di
Bidang Kepabeanan dan Cukai. Jakarta. 1997.

Prodjodikoro, Wiryono, Prof. Dr. SH. Asas – Asas Hukum Pidana di


Indonesia, PT Eresco, Bandung, 1989.

Kansil, C.S.T., Drs. S.H. Pengantar Hukum Indonesia Jilid II, PT. Balai
Pustaka, Jakarta, 1993.

Bahan Ajar Untuk PPNS DJBC, Pusdiklat Reserse Polri Megamendung


Angkatan I PPNS DJBC Tahun 1989 .

P.Lampiran

Hal 307

PHKC II UNTUK MAHASISWA STAN

Anda mungkin juga menyukai