Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

LAPORAN
2.1. KEBIJAKAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN NASIONAL
PENDAHULUAN

2.1.1. Kawasan Kumuh Perkotaan


Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Pengertian Ketidakteraturan Bangunan:


1. Tata letak bangunan rumah dan prasarana dalam kawasan tidak teratur
a. Tidak adanya Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau GSB tidak teratur.
b. Orientasi bangunan tidak tertib atau tidak ada pola tata letak bangunan.
2. Struktur
IDENTIFIKASI pembentuk
PSU KAWASAN lingkungan
PERMUKIMAN yang tidakPROVINSI
KEWENANGAN teratur DI
(tidak berpola) dan
KABUPATEN
11
BERAU (ABT)
pola pemanfaatan ruang dengan efektifitas rendah. Dicirikan oleh struktur
dan pola jalan serta infrastruktur.
3. Ketidakteraturan itu bisa disebabkan aspek fisik alami dan fisik binaan di
kawasan tersebut.

Pengertian Kepadatan Bangunan yang tinggi:


1. Menunjukkan banyaknya bangunan (jumlah) bangunan dalam suatu luas
lahan tertentu = bangunan/ha.
2. Kesesuaian KDB dan KLB dengan persyaratan yang ditetapkan oleh setiap
daerah (berbeda untuk kelas kota yang ditinjau).
3. Berpengaruh terhadap nilai kepadatan penduduk per satuan luas.

Pengertian Penurunan Kualitas Bangunan dan Sarana Prasarana:


1. Penurunan Kualitas Bangunan ditandai dengan kondisi teknis yang tidak
aman, tidak nyaman, tidak sehat, tidak ada kemudahan serta tidak adanya
keindahan.
2. Penurunan Kualitas Bangunan Terkait Rumah Tidak Layak Huni:
a. Rumah Tidak Sehat diartikan sebagai kondisi kemampuan bangunan
rumah yang berada di bawah standar kelayakan untuk dihuni: kualitas
bangunan dengan material yang sub standar dan kapasitas huni dari

LAPORAN bangunan (luas dibutuhkan per jiwa) berada di bawah standar rumah
PENDAHULUAN sehat yang ditetapkan.
b. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
c. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum
diproses.
d. Jenis lantai tanah.
e. Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK)
yang memadai baik pribadi maupun komunal.
f. Sarana sosial, budaya, ekonomi dan pelayanan umum seperti air
bersih, air kotor, dan persampahan tidak memadai secara kuantitas
maupun kualitas.

Secara umum, ada 2 (dua) faktor yang bertindak sebagai kekuatan


IDENTIFIKASIdan
pembangkit PSU menentukan
KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN
kualitas serta PROVINSI
ukuran sebuah DI KABUPATEN
permukiman termasuk 12
BERAU (ABT)
permukiman kumuh dan liar (Srinivas, 2007), yaitu:
1. Faktor Internal (Alami), berkaitan dengan kekuatan dan tekanan yang
disebabkan dari dalam permukiman dan dari pemukim itu sendiri seperti:
Agama/Etnik, Tempat/Lokasi Kerja, Tempat Asal, Bahasa, Lama Menetap di
permukiman, Modal dalam Perumahan (buruh, material lokal yang tersedia, dll),
Aktivitas Pembangunan atau Kehadiran penyewa.
2. Faktor Eksternal (yang disebabkan), berasal dari luar permukiman seperti
Pemilik lahan, Keamanan tetap, Kebijakan Pemerintah, atau Lama menetap.

Permukiman liar secara umum didefinisikan sebagai suatu kawasan permukiman


yang terbangun pada lahan kosong di kota baik milik swasta ataupun pemerintah tanpa
hak yang legal terhadap lahan dan/atau izin dari penguasa yang membangun, didiami
oleh orang yang sangat miskin yang tidak mempunyai akses terhadap pemilikan lahan
tetap. Menurut Srinivas (2007), ada 3 (tiga) karakteristik yang dapat menolong dalam
mendefinisikan permukiman liar yaitu:
1. Karakteristik Fisik :
Suatu permukiman liar, karena memiliki status illegal maka infrastruktur dan
pelayanan (baik jaringan maupun sosial) yang ada tidak memadai atau berada pada
tingkat minimum, seperti penyediaan air, sanitasi, listrik, jalan dan drainase, sekolah,
pusat kesehatan, tempat perbelanjaan, dll. Sebagai contoh, penyediaan air untuk
LAPORAN
PENDAHULUAN
setiap rumah tangga dapat dikatakan tidak ada, atau pipa umum yang tersedia
sedikit, sehingga pemukim mempergunakan jaringan kota atau pompa tangan
sendiri bahkan menyediakan jaringan informal untuk menyediakan air di tempat. Hal
serupa berlaku untuk jaringan listrik, drainase, fasilitas toilet/kamar mandi/WC, dll
dimana kecilnya ketergantungan pada saluran formal pemerintah.
2. Karakteristik Sosial :
Kebanyakan rumah tangga permukiman liar termasuk ke dalam kelompok
berpenghasilan rendah, baik bekerja sebagai buruh bergaji maupun dalam usaha-
usaha sektor informal lain yang bervariasi. Tetapi terdapat juga rumah tangga
berpenghasilan lebih tinggi seperti penghasilan pekerjaan bergaji atau pekerjaan
paruh waktu. Permukiman liar umumnya didominasi oleh migran, baik desa-kota
atau kota-kota.
IDENTIFIKASI Namun
PSU KAWASAN banyak jugaKEWENANGAN
PERMUKIMAN dari generasiPROVINSI
kedua atau generasi ketiga
DI KABUPATEN
13
BERAUpemukim
(ABT) liar tersebut.

3. Karakteristik Legal :
Ini merupakan karakteristik kunci yang menggambarkan suatu permukiman liar yakni
ketiadaan hak milik terhadap lahan yang dipergunakan untuk membangun rumah.

2.1.2. Pencegahan Dan Peningkatan Kualitas Kawasan Kumuh Perkotaan


Penataan perumahan dan pemukiman menurut Undang-Undang perumahan dan
kawasan permukiman berdasarkan pada asas kesejahteraan, keadilan danpemerataan,
kenasionalan, koefisienan dan kemanfaatan, keterjangkauan dan kemudahan, kemitraan,
keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan, serta
keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Penataan perumahan dan kawasan
permukiman memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggraan perumahan dan kawasan
permukiman guna memenuhi kebutuhan rumah;
b. Mendukung penataan dan penyebaran penduduk yang proporsional melalui
pertumbuhan lingkungan hunian;
c. Meningkatkan hasil sumber daya guna alam bagi pembangunan perumahan
dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan;
d. Memberdayakan pemangku kepentingan;
e. Menunjang pembangunan bidang ekonomi, sosial, dan budaya;
LAPORAN
PENDAHULUAN
f. Menjamin terwujudnya rumah layak huni dan terjangkau dengan lingkungan yang
sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan keberlanjutan.

Dalam penyelenggaran perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah wajib


melakukan pembinaan yang meliputi menetapkan kebijakan tentang pemanfaatan hasil
teknologi bidang perumahan dan kawasan permukiman, pengelolaan Kasiba dan Lisba,
memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat,
menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi, mendorong penelitian
pengembangan penyelenggraan perumahan dan kawasan permukiman, melakukan
sertifikasi dan administrasi lainnya terhadap badan penyelenggaran perumahan, dan
menyelenggarakan pelatihan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN


14
BERAU (ABT)
Tabel 2.1. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan Permukiman
Kumuh
Cakupan Upaya
a. Ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang a. Pengawasan dan pengendalian;
LAPORAN b. Pemberdayaan masyarakat.
tinggi;
PENDAHULUAN
b. Ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap

umum; perumahan kumuh dan permukiman kumuh,

c. Penurunan kualitas rumah, perumahan, dan pemerintah dan/atau pemerintah daerah

permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-

umum; dan pola penanganan yang manusiawi,


Pola – Pola Penanganan
berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.
a. Pemugaran;
 Dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan permukiman
menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni.
b. Peremajaan
 Dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan
hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat
sekitar.
 Peremajaan
IDENTIFIKASI dilakukan dengan
PSU KAWASAN terlebihKEWENANGAN
PERMUKIMAN dahulu menyediakan
PROVINSI DI KABUPATEN
15
BERAU (ABT) tinggal bagi masyarakat terdampak.
tempat
 Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan secara
lebih baik dari kondisi sebelumnya.
 Peremajaan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.
c. Pemukiman kembali.
 Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan
masyarakat.
 Dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak
mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan
bencana
serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.
 Lokasi yang
Pola-pola akan ditentukan
penanganan terhadap sebagai tempat
perumahan untuk
kumuh pemukiman kumuh
dan permukiman kembalidilanjutkan
ditetapkan

melalui
Penetapan Lokasi Penataan Permukiman Kumuh
a. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;
c. Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan
LAPORAN
utilitas d. umum yang memenuhi persyaratan dan
PENDAHULUAN
tidak

Gambar 2.1. Diagram Peningkatan Kawasan Kumuh Perkotaan

Penyelenggaran perumahan meliputi:


a. Perencanaan
IDENTIFIKASI PSU KAWASANperumahan, yangKEWENANGAN
PERMUKIMAN terdiri dari : PROVINSI DI KABUPATEN
16
BERAU (ABT)
 Perencanaan dan perancangan rumah, baik rumah komersial, umum,
swadaya, khusus, dan rumah negara guna menciptakan rumah yang
layak huni, mendukung upaya pemebuhan kebutuhan rumah oleh
masyarakat dan pememrintah, dan meningkatkan tata bangunan dan
lingkungan yang terstruktur.
 Perencanaan prasarana, sarana, sarana, utilitas umum yang meliputi
rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian
dari permukiman dan rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan
utilitas umum perumahan.
 Penyediaan kavling tanah untuk meningkatkan hasil guna tanah bagi
kavling siap bangun.
b. Pembangunan perumahan.
Pembanguan perumahan skala besar terdiri dari hunian berimbang seperti
rumah sederhana, menengah, dan mewah. Tanggung jawab
pemerintah diberikan kepada pembangunan rumah umum, khusus, dan
Negara melalui lembaga yang ditugaskan. Pembangunan perumahan
meliputi:
 Pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

LAPORAN  Peningkatan kualitas perumahan.


PENDAHULUAN  Pengembangan teknologi dan rancang bangunan yang ramah
lingkungan.
c. Pemanfaatan perumahan
Meliputi pemanfaatan rumah, pemanfaatan dan pelestarian prasarana dan
sarana perumahan, dan pelestarian perumahan.
d. Pengendalian perumahan
Untuk penyelenggara kawasan permukiman berfungsi untuk memenuhi hak
orang atas tinggal dan mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai
lingkungan hunian sesuai rencana tata ruang. Penyelenggara kawasan
permukiman di perkotaan maupun pedesaan dapat melalui:
 Pengembangan yang telah ada dengan meningkatkan potensi
lingkungan
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN hunian melalui
PERMUKIMAN fungsi kota,
KEWENANGAN meningkatkan
PROVINSI DI KABUPATEN pelayanan
17
BERAU (ABT) lingkungan hunian, keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas umum,
tanpa menambah tumbuhnya lingkungan hunian yang tidak
terencana atau permukiman kumuh.
 Pembangunan lingkungan hunian baru melalui penyediaan
lokasi permukiman, prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Pembangunan kembali berfungsi untuk memulihkan fungsi lingkungan
hunian perkotaan dan pedesaan sesuai rencana tata ruang dengan
persyaratan sebagai berikut :
- Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional,
rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
- Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.
- Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum
yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan
penghuni.
- Tingkat kepadatan bangunan.
- Kualitas bangunan.
- Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.
 Pembangunan kembali dapat dilakukan dengan rehabilitasi,

LAPORAN rekonstruksi, dan peremajaan.Untuk peningkatan kualitas terhadap


PENDAHULUAN perumahan dan kawasan permukiman kumuh dapat dilakukan
melalui:
- Pemugaran menjadi permukiman yang layak huni,
- Peremajaan
- Permukiman kembali

2.1.3. Penetapan Lokasi Kawasan Kumuh Perkotaan


Dalam Pasal 97, Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 ditegaskan bahwa pada tahap
pelaksanaannya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
perlu didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh
perkotaan. Proses pendataan meliputi proses:
1. Identifikasi
IDENTIFIKASI PSUlokasi; dan PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
KAWASAN
18
BERAU (ABT) lokasi.
2. Penilaian

Gambar 2.2. Diagram Penentuan Lokasi Kawasan Kumuh Perkotaan


2.1.4. Tipologi Kawasan Kumuh Perkotaan
Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh perkotaan merupakan
pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi
secara geografis. Secara umum pembagian tipologi perumahan kumuh dan permukiman
LAPORAN
PENDAHULUAN
kumuh perkotaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh Perkotaan

No Tipologi Batasan
1 Perumahan kumuh dan Perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh yang berada di atas air, baik daerah
di atas air pasang surut, rawa, sungai ataupun laut
2 Perumahan kumuh dan Perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh yang berada tepi badan air (sungai, pantai, danau,
di tepi air waduk dan sebagainya), namun berada diluar Garis
Sempadan Badan Air
3 Perumahan kumuh dan Perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh yang berada didaerah dataran rendah
di dataran rendah dengan
IDENTIFIKASI
4 PSU KAWASAN
Perumahan PERMUKIMAN
kumuh dan KEWENANGAN
Perumahan PROVINSI
kumuh dan DI KABUPATEN
permukiman kumuh 19
BERAU (ABT)
permukiman kumuh yang berada didaerah dataran tinggi
di perbukitan dengan kemiringan lereng > 10% dan < 40%
5 Perumahan kumuh dan Perumahan kumuh dan permukiman kumuh
permukiman kumuh yang terletak didaerah rawan bencana
di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah longsor,
gempa bumi dan banjir

2.1.5. Indikator Fisik Dan Nonfisik Kawasan Kumuh


Secara umum, identifikasi kawasan kumuh ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu:
1. Indikator kekumuhan fisik (meliputi tujuh infrastruktur dasar)
2. Indikator pertimbangan lain (non fisik)
3. Indikator legalitas lahan
Tabel 2.3. Penilaian Lokasi Berdasarkan Kriteria, indikator dan Parameter Kekumuhan

No Aspek Kriteria Indikator

A. Idenfikasi Kondisi Kekumuhan (Fisik)


LAPORAN  Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam
PENDAHULUAN RDTR, meliputi pengaturan bentuk, besaran, perletakan,
dan tampilan bangunan pada suatu zona

Ketidakteraturan  Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata

Bangunan kualitas lingkungan dalam RTBL, meliputi pengaturan


blok bangunan, kapling, bangunan, ketinggian dan
elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep
orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
 KDB melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL
 KLB melebihiketentuan dalam RDTR, dan/atau RTBL;
Kondisi Tingkat
dan/atau
1. Bangunan Kepadatan
 Kepadatan bangunan yang tinggi pada lokasi, yaitu :
Gedung Bangunan
 Untuk kota metropolitan dan kota besar 250 unit/Ha
 Untuk kota sedang dan kota kecil 200 unit/Ha
Kondisi bangunan pada lokasi tidak memenuhi
persyaratan :
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
 Pengendaliandampak lingkungan 20
BERAU (ABT)
Ketidaksesuaian  Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di
dengan Persyaratan bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum
Teknis Bangunan  Keselamatan bangunan gedung (BG)
 Kenyamanan BG
 Kemudahan BG
Cakupan Pelayanan  Sebagian lokasi perumahan atau permukiman tidak

Jalan Lingkungan terlayani dengan jalan lingkungan yang sesuai dengan


Kondisi Jalan ketentuan teknis
2. Kualitas Permukaan
Lingkungan  Sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan
JalanLingkungan
permukaan jalan pada lokasi perumahan atau
Ketidaktersediaan  permukiman
Masyarakat pada lokasi perumahan dan permukiman
Akses Aman Air tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas
Kondisi
Minum tidak
Penyediaan
3. Tidak Terpenuhinya berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
Air Minum
Kebutuhan Air  Kebutuhan air minum masyarakat pada lokasi
Minum perumahan atau permukiman tidak mencapai
minimal sebanyak 60 liter/orang/hari
No Aspek Kriteri Indikator

Jaringan drainase lingkungan tidak mampu


Ketidakmampu
mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan
an Mengalirkan
genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari
LAPORAN Limpasan Air
2 kali setahun
PENDAHULUAN
Tidak tersedianya saluran drainase lingkungan pada
Ketidaktersediaan
lingkungan perumahan atau permukiman, yaitu saluran
Drainase
tersier dan/atau saluran lokal
Ketidak Saluran drainase lingkungan tidak terhubung

Kondisi terhubungan dengan saluran pada hirarki di atasnya sehingga

4. Drainase dengan Sistem menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan

Lingkungan Drainase genangan


Perkotaan
Tidakdilaksanakannya pemeliharaan saluran drainase
Tidak
lingkungan pada lokasi perumahan atau permukiman, baik :
Terpeliharan
 Pemeliharaan rutin
ya Drainase
 Pemeliharaan berkala

Kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian


Kualitas Konstruksi
tanah tanpa material pelapis atau penutup maupun
Drainase
Karena
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN telah terjadi kerusakan
KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
21
BERAU (ABT) Sistem Pengelolaan air limbah pada lokasi perumahan atau
Pengelolaan Air permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu
Limbah Tidak kakus/kloset yang tidak terhubung dengan tangki septik
Sesuai Standar baik secara individual/domestik, komunal maupun
Teknis terpusat.
Kondisi
Prasarana dan
Pengelolaan
5. Sarana Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada
Air Limbah
Pengelolaan Air lokasi perumahan atau permukiman dimana :
Limbah Tidak  Kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangka septik;
Sesuai Dengan  Tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat
Persyaratan atau terpusat
Teknis
Prasarana dan Prasa rana-Sarana Persampahan perumahan/ permukiman
6. Kondisi Sarana tidak sesuai persyaratan teknis :
Pengelolaan Persampahan  Tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala
Persampahan Tidak Sesuai domestic atau rumah tangga;
dengan  Tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R dan
Persyaratan TPST pada skala lingkungan.
Teknis
Pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan
Sistem atau permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagai
Pengelolaan berikut :
Persampahan
 Pewadahan dan pemilahan domestik;
yang Tidak Sesuai
LAPORAN  Pengumpulan lingkungan;
PENDAHULUAN Standar Teknis
 Pengangkutan lingkungan;
Tidak
Tidak dilakukannya pemeliharaan sarana dan Prasarana
Terpeliharanya
pengelolaan persampahan pada lokasi perumahan atau
Sarana dan
permukiman, baik :
Prasarana
 Pemeliharaan rutin
Pengelolaan
Persampah  Pemeliharaan berkala

an Tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran pada


lokasi, yaitu :
Ketidaktersedian
 Pasokan air;
Prasarana
 Jalan lingkungan;
Proteksi
 Sarana komunikasi;
Kondisi Kebakaran
 Data sistem proteksi kebakaran lingkungan; dan
Proteksi
7.  Bangunan pos kebakaran
Kebakara
Tidak
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN tersedianya sarana
KEWENANGAN proteksi
PROVINSI DIkebakaran
KABUPATENpada lokasi,
n 22
BERAU (ABT) yaitu :
Ketidaktersediaan
 Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
Sarana Proteksi
 Mobil pompa;
Kebakaran
 Mobil tangga sesuai kebutuhan; dan
 Peralatan pendukung lainnya

B. Idenfikasi Pertimbangan Lain


Pertimbangan letak lokasi perumahan atau permukiman:
Nilai Strategis
 Fungsi strategis kabupaten/kota; atau
Lokasi
 Bukan fungsi strategis kabupaten/kota
Pertimbangan kepadatan penduduk pada lokasi perumahan
Pertimbangan atau permukiman dengan klasifikasi :
8. Lain  Rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah 150 jiwa/ha;
Kependudukan  Sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151-200 jiwa/ha
 Tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201-400 jiwa/ha
 Sangat padat yaitu kepadatan penduduk diatas 400 jiwa/ha
Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi perumahan atau
permukiman berupa :
 Potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam
Kondisi Sosial,
mendukung pembangunan;
ekonomi dan
LAPORAN  Potensi ekonomi yaitu adanyakegiatan ekonomi tertentu
PENDAHULUAN budaya
yang bersifat strategis bagi masyarakat setempat;
 Potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan
budaya tertentu yang dimiliki masyarakat setempat

C. Identifikasi Legalitas Lahan


Kejelasan terhadap status penguasaan lahan berupa :
 Kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat hak
Kejelasan status atas tanah atau bentuk dokumen keterangan status
penguasaan Lahan tanahlainnya yang sah; atau
 Kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat)
9. Legalitas Lahan
dengan bukti ijin pemanfaatan tanah
Kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam rencana tata
ruang (RTR), dengan bukti Izin
Kesesuaian RTR
Mendirikan bangunan atau Surat Keterangan Rencana
Kabupaten/Kota (SKRK)
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
23
BERAU (ABT)
2.2. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TATA RUANG
2.2.1. RPJMD Kabupaten Berau 2016-2021
2.2.1.1 Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Berau 2016-2021
Berpedoman pada RPJPD dan memerhatikan permasalahan pembangunan di
Kabupaten Berau; serta mengacu kepada rumusan visi, misi, dan program unggulan yang
telah disampaikan oleh Bupati dan Wakil Bupati pada saat kampanye yang telah
diselaraskan dengan kajian teknokratik maka visi pembangunan jangka menengah
Kabupaten Berau tahun 2016-2021 adalah sebagai berikut:
“MEWUJUDKAN BERAU SEJAHTERA, UNGGUL, DAN BERDAYA SAING BERBASIS SUMBER
DAYA MANUSIA DAN PEMANFAATAN”
Untuk mencapai visi yang telah diuraikan di atas, Pemerintah Kabupaten Berau
menetapkan 4 (empat) misi pembangunan jangka menengah daerah sebagai berikut:
1. Membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana publik yang berkualitas, adil,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
2. Meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya
alam, memberdayakan usaha ekonomi kecil menengah yang berbasis kerakyatan,
dan perluasan lapangan kerja termasuk pengembangan ekonomi kreatif berbasis
pariwisata dan kearifan local
LAPORAN
PENDAHULUAN
3. Mewujudkan masyarakat yang cerdas, sehat, sejahtera, bermartabat dan berdaya
saing tinggi
4. Menciptakan tata pemerintahan yang bersih, berwibawa, transparan dan akuntabel

2.2.1.2 Isu Strategis Kewenangan Provinsi di Kabupaten Berau


a. RPJMD Provinsi Kalimantan Timur 2013-2018
Berdasarkan komitmen gubernur dan wakil gubernur terpilih serta hasil
analisis permasalahan dan isu strategis Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi
prioritas untuk ditangani dalam lima tahun ke depan serta keselarasan dengan
sasaran pokok pembangunan jangka panjang dalam RPJPD Provinsi Kalimantan
Timur 2005-2025, maka untuk memajukan Provinsi Kalimantan Timur ke depan
ditetapkan visi RPJMD Provinsi Kalimantan Timur periode 2013-2018 adalah sebagai
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
24
BERAUberikut:
(ABT)
“MEWUJUDKAN KALTIM SEJAHTERA YANG MERATA DAN BERKEADILAN
BERBASIS AGROINDUSTRI DAN ENERGI RAMAH LINGKUNGAN”
Berdasarkan visi di atas maka ditetapkan misi pembangunan daerah jangka
menengah sebagai berikut:
1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Kaltim yang mandiri dan berdaya
saing tinggi;
2. Mewujudkan daya saing ekonomi yang berkerakyatan berbasis SDA dan
energi terbarukan;
3. Mewujudkan infrastruktur dasar yang berkualitas bagi masyarakat secara
merata;
4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan dan
berorientasi pada pelayanan publik; dan
5. Mewujudkan kualitas lingkungan yang baik dan sehat serta berprespektif
perubahan iklim.
b. Rencana Strategis Perubahan Iklim
Kalimantan Timur memiliki tiga dokumen strategis perubahan iklim, yaitu:
Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan Ramah
LAPORAN
PENDAHULUAN
Lingkungan, Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Pergub Kaltim
No. 39 Tahun 2014), serta Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Implementasi REDD+
Kalimantan Timur. Selain itu, Gubernur Kalimantan Timur di dalam Kaltim Summit I
tahun 2010, telah mendeklarasikan Kalimantan Timur Hijau, yang memiliki pedoman
yang ditetapkan di dalam Pergub Kaltim No. 22 Tahun 2011.
Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan (Low Carbon Green Growth Strategis/LCGS) dilakukan melalui 5 (lima)
inisiatif pengurangan emisi yang berkontribusi sebesar 75 persen dari semua peluang
penurunan emisi gas rumah kaca, yaitu:
1. Menerapkan kebijakan nil pembakaran, yang dapat menurunan emisi sebesar
47 MtCO2e hingga tahun 2030 dengan biaya USD 0,40 per ton.
2. Pembalakan
IDENTIFIKASI PSU KAWASANdengan dampakKEWENANGAN
PERMUKIMAN yang telah dikurangi, secara
PROVINSI DI keseluruhan
KABUPATEN
25
BERAU (ABT) dengan potensi untuk mencegah 34 MtCO2e emisi dengan biaya pelaksanaan

sebesar USD 1.10.


3. Reboisasi dan rehabilitasi sebagian hutan yang telah rusak akan memulihkan
fungsi ekosistem dan juga menyerap karbon, sehingga mengurangi emisi
sebesar 12 MtCO2e dengan biaya USD 2.60 per ton.
4. Rehabilitasi dan pengelolaan air lahan-lahan gambut yang telah dibuka
sebelumnya, yang memungkinkan terjadi pengurangan 18 MtCO 2e dengan
biaya rata-rata USD 0.50 per ton.
5. Penggunaan lahan kritis untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, hutan
tanaman, dan pertanian, serta pengembangan industri-industri penting
tersebut, yang dapat menghasilkan penurunan emisi sebesar 24 MtCO 2e
dengan biaya USD 5.50 per ton.
Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2010-2020,
sebagaimana termuat dalam Pergub Kaltim No. 39 Tahun 2014, memiliki tujuan
penyusunan sebagai berikut:
1. Menyediakan acuan resmi bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
swasta, dan masyarakat untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara
langsung dan dak langsung bisa menurunkan emisi gas rumah kaca di

LAPORAN Kalimantan Timur agar dapat menentukan prioritas program pembangunan,


PENDAHULUAN
terutama kegiatan in dan kegiatan pendukung sesuai dengan tugas dan
fungsi bidangnya dalam pengurangan emisi GRK.
2. Mendorong terwujudnya keselarasan dan integrasi program pembangunan
antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Pusat serta
pelaku usaha dan masyarakat dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
3. Mendorong kerjasama dan kemitraan antar Pemerintah Daerah (Pemda)
Provinsi, Kabupaten/ Kota serta antara Pemda dengan para pihak lainnya
seperti Swasta dan Masyarakat dalam rangka mendukung upaya penurunan
emisi gas rumah kaca (minimal sesuai dengan kisaran komitmen 26%-41%
pada akhir implementasi RAD GRK tahun 2020).

c. Hasil Pilkada
IDENTIFIKASI Provinsi Kalimantan
PSU KAWASAN PERMUKIMANTimur Tahun 2018 PROVINSI DI KABUPATEN
KEWENANGAN
26
BERAU (ABT) Dalam pemilihan Kepala Daerah Periode Tahun 2018-2023 terpilih Dr. Ir. H.

Israan Noor, M. Si sebagai Gubernur dan H. Hadi Mulyadi, S. Si, M. Si sebagai Wakil
Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Timur periode 2018-2023 dengan mengusung
visi “Menuju Kalimantan yang berdaulat”. Selanjutnya visi Kalimantan timur yang
berdaulat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kalimantan Timur mampu melahirkan sumber daya manusia yang
bermartabat, berkualitas dan memiliki daya siang.
2. Kalimantan Timur mampu mengelola seluruh sumber daya alamnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Kalimantan timur dengan wawasan
lingkungan.
3. Kalimantan Timur mampu mewujudkan kemandirian ekonomi kerakyatan,
swasembada pangan dan ketercukupan sandang dan papan.
4. Kalimantan Timur mampu berintegritas dalam pemerintahan, hukum dan
keadilan sosial demi terciptanya kedamaian dan ketertiban umum.
5. Kalimantan Timur mampu menjamin pemenuhan infrastruktur dan
ketersediaan energi.
2.2.2. RTRW Kabupaten Berau 2016-2036
RTRW Kabupaten Berau diatur melaui Perda Kabupaten Berau Nomor 9 Tahun 2017
LAPORAN
PENDAHULUAN
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau Tahun 2016 – 2036.

2.2.2.1 Tujuan
Tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan
fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.

2.2.2.2 Kebijakan dan Srategi terkait Penataan Kawasan Kumuh


A. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang Kota, meliputi :
1. Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota secara hirarkis
dan proporsional, dengan cara :
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
27
BERAU (ABT) a. Mengatur dan mengendalikan penyebaran penduduk sesuai dengan
rencana struktur ruang Kabupaten Berau;
b. Membagi dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan wilayah kota
sesuai karakteristik dan potensi wilayah, dengan tetap memperhatikan
keseimbangan wilayah;
c. Meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan maupun
dengan wilayah pelayanannya sesuai dengan jenis dan skala pelayanan.
2. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang
merata dan terpadu, dengan cara :
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana
transportasi darat dengan mengintegrasikan pelayanan inter dan antar
moda;
b. Mengembangkan dan memantapkan pelayanan pelabuhan dan
bandar udara umum sebagai inlet dan outlet Kabupaten Berau;
c. Membangun dan meningkatkan jaringan sumberdaya air secara
terpadu;
d. Meningkatkan sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang meliputi
drainase, persampahan, air limbah dan air minum yang menjangkau
seluruh wilayah kota;

LAPORAN e. Menyediakan prasarana bagi pejalan kaki dan evakuasi bencana yang
PENDAHULUAN terintegrasi dengan prasarana dan utilitas kota lainnya.

B. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang Kota, meliputi :


1. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Kawasan Lindung, mencakup :
a. Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi kawasan
lindung,dengan cara :
 Menetapkan kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut;
 Memantapkan fungsi kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut;
 Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang
telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam
rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem
wilayah;PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN
28
BERAU (ABT)  Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari luas wilayah kota;
 Meningkatkan kerjasama dengan kabupaten yang berbatasan dalam
pemeliharaan kelestarian fungsi kawasan lindung.
b. Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan pemanfaatan ruang
yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, dengan cara:
 Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan
dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar
tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya;
 Meningkatkan kemampuan lingkungan hidup untuk dapat menyerap
zat, energi dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
 Mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam
secara berkelanjutan dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta keanekaragamannya;
 Mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang berfungsi budidaya
yang adaptif terhadap bencana.
2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya, mencakup:

LAPORAN a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar


PENDAHULUAN kegiatan budidaya ruang darat, ruang laut dan ruang udara, dengan cara:

 Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di setiap kawasan


beserta sarana dan prasarananya secara terpadu dan
berkelanjutan untuk mendorong perekonomian kawasan dan
wilayah sekitarnya;
 Mengembangkan kawasan budidaya yang dapat mengakomodasi
kebutuhan pengembangan sektoral dan kegiatan para pemangku
kepentingan di Kabupaten Berau secara sinergi dan berkelanjutan
agar tidak terjadi konflik antarsektor maupun antar pelaku dalam
pemanfaatan ruang baik di darat, laut, serta udara;
 Mengembangkan kegiatan budidaya yang berkelanjutan dengan
memperhatikan
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN keterkaitan
PERMUKIMAN ekologisPROVINSI
KEWENANGAN (hubungan fungsional) serta
DI KABUPATEN
29
BERAU (ABT) keterpaduan ekosistem darat, laut dan udara;
 Meningkatkan kegiatan budidaya berbasis kelautan (maritim) yang
memiliki keterkaitan dengan sumberdaya wilayah darat dan daerah
hinterland Kabupaten Berau.
b. Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui
daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan cara :
 Membatasi perkembangan kegiatan budidaya di kawasan rawan
 bencana untuk meminimalkan potensi dampak akibat bencana;
 Menetapkan dan menjalankan ketentuan peraturan zonasi pada
masing-masing kawasan budidaya sesuai dengan karakteristiknya;
 Mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan
laut dengan memperhatikan keunikan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil serta beragamnya sumberdaya yang ada.

C. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Kota, mencakup :


1. Kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi melalui
pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam memajukan
perekonomian kota yang produktif, komparatif dan kompetitif. Strategi

LAPORAN Pengembangan Kawasan Strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan


PENDAHULUAN
ekonomi, dengan :
a. Menetapkan kawasan strategis cepat tumbuh berdasarkan
keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah sebagai penggerak
utama perekonomian Kota Bontang;
b. Mengembangkan kegiatan sektoral serta membangun sarana dan
prasarana yang mendukung fungsi kawasan; dan
c. Meningkatkan fungsi kawasan sebagai pusat pertumbuhan dan
kegiatan ekonomi baru Kota Bontang.
2. Kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan melalui pelestarian dan peningkatan fungsi kawasan serta daya
dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan

IDENTIFIKASI keseimbangan ekosistem dan


PSU KAWASAN PERMUKIMAN fungsi perlindungan
KEWENANGAN kawasan, serta
PROVINSI DI KABUPATEN
30
BERAU (ABT) melestarikan keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam dan warisan

budaya daerah. Strategi Pengembangan Kawasan Strategis berdasarkan


kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan, dengan :
a. Menetapkan kawasan strategis berfungsi lindung;
b. Mencegah dan membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis
yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; dan
c. Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar kawasan strategis.

2.2.2.3 Rencana Struktur Ruang


Rencana Struktur Ruang wilayah kota dapat diwujudkan berdasarkan 3 (tiga) arahan
yaitu :
1. Sistem dan Fungsi Perwilayahan;
2. Hirarki Pusat Pelayanan;
3. Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota.
Kabupaten Berau memiliki luas wilayah 34.127,35 Km 2 yang terdiri dari daratan
23.558,50 Km2 dan lautan 10.568,85 Km2 sepanjang 4 mil dari garis pantai pulau terluar.

LAPORAN
PENDAHULUAN Gambar 2.3. Peta Pola Ruang Kabupaten Berau

IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN


31
BERAU (ABT)

2.2.3. RDTR Dan Peraturan Zonasi Kabupaten Berau 2016-2036


Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kota.
Peraturan Zonasi yang selanjutnya disingkat PZ adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Kedudukan RDTR dan PZ merupakan ketentuan operasional RTRW yang mengatur
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan zona dan subzona
peruntukan.
RDTR dan PZ bertujuan untuk:
a. terwujudnya kualitas ruang yang terukur sesuai standar teknis dan arahan
dalam RTRW;
b. terwujudnya tertib penyelenggaraan penataan ruang melalui pengaturan
intensitas kegiatan, keseimbangan dan keserasian peruntukan lahan serta
penyediaan prasarana yang maju dan memadai;

LAPORAN c. terwujudnya ruang yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang


PENDAHULUANproduktif dan inovatif, serta memperkecil dampak pembangunan dan
menjaga kualitas lingkungan;
d. terwujudnya tata air yang dapat memenuhi kebutuhan air minum serta
mengurangi genangan air dan banjir;
e. terwujudnya prasarana transportasi yang terintegrasi dengan angkutan
massal; dan
f. terwujudnya RTH sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2.4. Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)


Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang dimaksudkan
IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMANuntuk mengendalikan
KEWENANGAN PROVINSIpemanfaatan
DI KABUPATENruang,
32
BERAU (ABT)
penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan.

2.2.4.1 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Kabupaten
Berau (RTBL KSK)
Dari RP2KP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana
operasional berupa Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis
Kabupaten Berau (RTBL KSK), dimana keduanya tetap mengacu pada strategi
pengembangan kota yang sudah ada. RTBL KSK merupakan rencana aksi program strategis
untuk penanganan permasalahan permukiman dan pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya pada kawasan prioritas di perkotaan. Dalam konteks pengembangan kota, RTBL KSK
merupakan rencana terpadu bidang permukiman dan infrastuktur bidang Cipta Karya pada
lingkup wilayah perencanaan berupa kawasan dengan kedalaman rencana teknis yang
dituangkan dalam peta 1:5000 atau 1:1000.
RTBL KSK disamping berfungsi sebagai alat operasionalisasi dalam penanganan
kawasan permukiman prioritas juga berfungsi sebagai masukan dalam penyusunan RPI2-JM.
Oleh karena itu, dalam hal ini RPI2-JM perlu mengutip matriks rencana aksi program serta
peta pengembangan kawasan dalam RTBL KSK yang didetailkan pada program tahunan.
LAPORAN
PENDAHULUAN

IDENTIFIKASI PSU KAWASAN PERMUKIMAN KEWENANGAN PROVINSI DI KABUPATEN


33
BERAU (ABT)

Anda mungkin juga menyukai