Anda di halaman 1dari 88

2.1.

Tinjauan Teori Perumahan


2.1.1 Pengertian Perumahan
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang akan terus ada dan
berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. Selain sebagai pelindung
terhadap gangguan alam maupun cuaca serta mahluk lainnya, rumah juga memiliki fungsi
sosial sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, nilai kehidupan manusia. Ada
beberapa pandangan mengenai batasan pengertian perumahan dari para ahli maupun
beberapa peraturan, antara lain:
1) Menurut Undang-Udang RI nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
- Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana
pembinaan keluarga
- Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana lingkungan. Perumahan juga merupakan tempat untuk menyelengarakan
kegiatan bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Penataan ruang dan kelengkapan
prasarana dan sarana lingkungan dan sebagainya, dimaksudkan agar lingkungan tersebut
akan merupakan lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta dapat berfungsi
sebagaimana diharapkan.
- Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung
(kota/desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan
2) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1987
Tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk keperluan perusahaan
pembangunan perumahan. Menjelaskan pengertian perumahan adalah sekelompok

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-1


rumah atau tempat kediaman yang layak dihuni dilengkapi dengan prasarana lingkungan,
utilitas umum dan fasilitas sosial.
3) Pengertian dari kawasan perumahan dan pemukiman menurut Kepmen Perumahan
Rakyat nomor : 04/KPTS/BKP4N/1995
Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan
hunian. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan perumahan dan pemukiman
adalah kawasan perumahan dan pemukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran
yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang
terstruktur.
4) Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota tahun 1983
Perumahan adalah sebagai salah satu sarana hunian yang sangat erat kaitannya dengan tata
cara kehidupan masyarakat. Lingkungan perumahan merupakan suatu daerah hunian yang
perlu dilindungi dari gangguan-gangguan, misalnya gangguan udara, kotoran udara, bau
dan lain-lain. Sehingga daerah perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan harus
aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerjanya. Dengan
demikian dalam daerah perumahan harus disediakan sarana-sarana lain yaitu sarana-sarana
pendidikan, kesehatan, peribadatan, perbelanjaan, rekreasi dan lain-lain, yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan penduduk.
2.1.2 Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman
Menurut Dirjen Cipta Karya, lokasi kawasan perumahan yang layak adalah:
a) Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara);
b) Tersedia air bersih;
c) Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunan;
d) Mempunyai aksebilitas yang baik;
e) Mudah dan aman mencapai tempat kerja;
f) Tidak berada dibawah permukaan air setempat;
g) Mempunyai kemiringan rata-rata.

2.2. Sistem Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Serta Permukiman Kumuh


2.2.1 Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan lindung yang diperlukan sebagai
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang berada di daerah perkotaan atau pedesaan.
Ujuan pengelolaan kawasan ini adalah untuk menyediakan tempat permukiman yang sehat
dan aman dari bencana alam serta memberikan lingkungan yang sesuai untuk pengembangan
masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2


Kriteria umum kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat
digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat dan mempunyai
akses untuk kesempatan berusaha. Secara keruangan, kawasan permukiman ini terdiri dari
permukiman pedesaan dan perkotaan.
2.2.2 Kawasan Permukiman Pedesaan
Kawasan permukiman pedesaan pada dasarnya adalah tempat tinggal yang tidak dapat
dipisahkan (atau letaknya tidak boleh jauh) dengan tempat usaha. Oleh karena itu,
pengembangan permukiman atau rumah tinggal di desa yang bersangkutan diperkenankan di
daerah yang berdekatan dengan desa yang bersangkutan dengan jarak maksimum dari pusat
desa 250 meter. Kawasan permukiman yang saat ini belum terbangun, diutamakan
peruntukannya bagi perluasan permukiman penduduk yang tinggal di perkampungan
terdekat.
2.2.3 Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan dapat terdiri atas bangunan rumah tempat tinggal,
berskala besar, sedang, kecil, bangunan rumah campuran tempat tinggal/usaha dan tempat
usaha. Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan
penduduk sekitarnya, seperti Ibukota Kecamatan, Ibukota Kabupaten agar dialokasikan di
sekeliling kota yang bersangkutan atau merupakan perluasan areal permukiman yang telah
ada. Untuk pengembangan permukiman perkotaan ini hendaknya diperhatikan beberapa hal
berikut ini :
a. Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi teknis.
b. Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis, tetapi
intensitas penggunaannya lebih dari satu kali dalam setahun.
c. Pengembangan permukiman pada sawah non irigasi teknis atau kawasan lahan pertanian
kering diperkenankan sejauh mematuhi ketentuan yang berlaku mengenai peralihan fungsi
peruntukan kawasan.
2.2.4 Kawasan Permukiman Kumuh
Kawasan permukiman kumuh pada dasarnya diidentifikasi sebagai kawasan yang
sebagian bangunannya berada di kawasan yang tidak diperuntukan untuk kawasan
permukiman. Sasaran identifikasi lokasi kawasan permukiman kumuh diutamakan pada
kawasan-kawasan hinterland kota metropolitan yang ada di daerah penyangga. Meskipun
demikian, melaluii identifikasi ini sangat dimungkinkan untuk ditemukan kawasan-kawasan
permukiman kumuh di daerah penyangga yang bukan kawasan hinterland. Hal ini mengingat
metodologi identifikasi ini tidak membedakan sebaran kawasan permukiman kumuh yang
akan ditemukan. Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan atau peremajaan terhadap

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-3


permukiman kumuh. Peremajaan itu sendiri diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas melalui kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang
menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut. Upaya yang dilakukan
dalam rangka peremajaan:
Secara bertahap dan sering kali mengakibatkan perubahan yang mendasar,
Bersifat menyeluruh dalam suatu kawasan permukiman yang sangat tidak layak huni,
yangsecara fisik sering tidak sesuai lagi dengan fungsi kawasan semula.
Difokuskan pada upaya penataan menyeluruh terhadap seluruh kawasan hunian kumuh,
rehabilitasi dan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar, serta fasilitas pelayanansosial
ekonomi yang menunjang fungsi kawasan ini sebagai daerah hunian yang layak.
Memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh rangkaian kegiatannya.
Dengan demikian, peremajaan merupakan salah satu bentuk bantuan program yang diberikan
oleh Pemerintah untuk, meningkatkan kualitas permukiman.
2.2.5 Penyebab Munculnya Permukiman Kumuh
Munculnya kawasan permukiman kumuh merupakan satu indikasi kegagalan program
perumahan yang terlalu berpihak pada produksi rumah langsung terutama bagi masyarakat
golongan ekonomi menengah ke atas, dan prioritas program perumahan pada rumah milik
dan mengabaikan potensi rumah sewa (Sueca, 2004:56-107). Secara umum, penyebab utama
munculnya kumuh dapat berasal dari kondisi fisik dan non fisik penduduk bersangkutan.
Kondisi fisik secara jelas dapat dilihat dari kondisi lingkungan penduduk yang rendah serta
status kepemilikan lahan yang ilegal, sedangkan non fisik yaitu berkaitan dengan kemampuan
ekonomi dan budaya penduduk tersebut.
2.2.6 Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh
Untuk melakukan identifikasi kawasan permukiman kumuh digunakan kriteria.
Penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan mempertimbangkan
berbagai aspek atau dimensi seperti kesesuaian peruntukan lokasi dengan rencana tata ruang,
status (kepemilikan) tanah, letak/kedudukan lokasi, tingkat kepadatan penduduk, tingkat
kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Selain itu
digunakan kriteria sebagai kawasan penyangga kota metropolitan seperti kawasan
permukiman kumuh teridentifikasi yang berdekatan atau berbatasan langsung dengan
kawasan yang menjadi bagian dari kota metropolitan.
Berdasarkan uraian diatas maka untuk menetapkan lokasi kawasan permukiman
kumuh digunakan kriteria-kriteria sebagai berikut:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-4


Tabel II.1.
Penilaian Lokasi Berdasarkan Kriteria, dan Indikator Kekumuhan
No Aspek Kriteria Indikator
A Identifikasi Kondisi Kekumuhan (Fisik)
1 Kondisi Bangunan a. Ketidakteraturan Bangunan - Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam
Gedung RDTR, meliputi pengaturan bentuk, besaran,
perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
zona; dan/atau
- Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata
bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL,
meliputi pengaturan blok bangunan, kapling,
bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep
identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan,
dan wajah jalan
b. Tingkat Kepadatan Bangunan - KDB melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL
- KDB melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau
RTBL; dan/atau
- Kepadatan bangunan yang tinggi pada lokasi, yaitu
:
untuk kota metropolitan dan kota besar > 250
unit/Ha
untuk kota sedang dan kota kecil>200 unit/Ha
c. Ketidaksesuaian dengan Kondisi bangunan pada lokasi tidak memenuhi
persyaratan teknis bangunan persyaratan :
- pengendalian dampak lingkungan
- pembangunan bangunan gedung diatas dan/atau
dibawah tanah, air dan/atau prasarana/ sarana
umum
- keselamatan bangunan gedung
- kesehatan bangunan gedung
- kenyamanan bangunan gedung
- kemudahan bangunan gedung
2 Kondisi Jalan Lingkungan a. Cakupan Pelayanan Jalan Sebagian lokasi perumahan atau permukiman tidak
Lingkungan terlayani dengan jalan lingkungan yang sesuai dengan
ketentuan teknis
b. Kualitas Permukaan Jalan Sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi
Lingkungan kerusakan permukaan jalan pada lokasi perumahan
atau permukiman
4 Kondisi Penyediaan Air a. Ketidaktersediaan Akses Aman Masyarakat pada lokasi perumahan dan permukiman
Minum Air Minum tidak dapat mengakses air minum yang memiliki
kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan Kebutuhan air minum masyarakat pada lokasi
air minum perumahan atau permukiman tidak mencapai
minimal sebanyak 60 liter/orang/hari
3 Kondisi Drainase a. Ketidakmampuan Mengalirkan Jaringan drainase lingkungan tidak mampu
Lingkungan Limpasan Air mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan
genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih
dari 2 jam dan terjadi lebih 2 kali setahun
b. Ketidaktersediaan Tidak tersedianya saluran drainase lingkungan pada
Drainase lingkungan perumahan atau permukiman, yaitu
saluran tersier dan/atau saluran lokal
c.Ketidakterhubungan dengan Saluran drainase lingkungan tidak terhubung dengan
Sistem Drainase Perkotaan saluran pada hirarki di atasnya sehingga
menyebabkan air tidak dapat mengalir dan
menimbulkan genangan
d.Tidak Terpeliharanya Drainasee Tidak dilaksanakannya pemeliharaan salurandrainase
lingkungan pada lokasi perumahan atau
permukiman,baik:
1. pemeliharaan rutin; dan/atau
2. pemeliharaan berkala

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-5


No Aspek Kriteria Indikator
e. Kualitas Konstruksi Drainase Kualitas Konstruksi drainase buruk, karena berupa
galian tanah tanpa material pelapis atau penutup
maupun karena telah terjadi kerusakan
5 Kondisi Pengelolaan Air a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan air limbah pada lokasi perumahan atau
Limbah Tidak Sesuai Standar Teknis permukiman tidak memiliki sistem yang memadai
yaitu kakus/ kloset yang tidak terhubung dengan
tangki septik baik secara individual/ domestik,
komunal maupun terpusat
b.Prasarana dan Sarana Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah
Pengelolaan Air Limbah Tidak pada lokasi perumahan atau permukiman dimana :
Sesuai Dengan Persyaratan Teknis kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki
septik ; tidak tersedianya sistem pengolahan limbah
setempat atau terpusat
6 Kondisi Pengelolaan a.Prasarana dan Sarana Prasarana dan sarana persampahan pada lokasi
Persampahan Persampahan Tidak Sesuai dengan perumahan atau permukiman tidak sesuai dengan
Persyaratan Teknis persyaratan
teknis, yaitu:
- tempat sampah dengan pemilahan sampah pada
skala domestik atau rumah tangga;
- tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R
(reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan;
- gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala
lingkungan; dan
- tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada
skala lingkungan
b. Sistem Pengelolaan Pengelolaan persampahan pada lingkungan
Persampahan yang Tidak Sesuai perumahan atau permukiman tidak memenuhi
Standar Teknis persyaratan sebagai berikut :
- Pewadahan dan pemilahan domestik
- pengumpulan lingkungan
- pengangkutan lingkungan
- pengolahan lingkungan
c. Tidak terpeliharanya Sarana Tidak dilakukannya
dan Prasarana Pengelolaan pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan
Persampahan persampahan pada lokasi
perumahan atau
permukiman, baik:
- 1. pemeliharaan rutin; dan/atau
- 2. Pemeliharaan berkala
7 Kondisi Proteksi a. Kondisi Proteksi Kebakaran Tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran pada
Kebakaran lokasi , yaitu :
- pasokan air
- jalan lingkungan
- sarana komunikasi
- data sistem proteksi kebakaran lingkungan, dan
- bangunan pos kebakaran
b. Ketersediaan Sarana Proteksi Tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran pada
Kebakaran lokasi yaitu ;
- Alat pemadam api ringan (APAR)
- mobil pompa
- mobil tangga sesuai kebutuhan, dan
- peralatan pendukung lainnya
B Identifikasi Legalitas Lahan
Legalitas Lahan Kejelasan Status Penguasaan Kejelasan status penguasaan lahan berupa ;
Lahan - kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen
sertifikat hak atas tanah atau bentuk dokumen
keterangan status tanah lainnya yang sah atau
- kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat)
dengan bukti ijin pemanfaatan tanah dari
pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dalam
bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas
tanah atau pemilik tanah dengan pihak lain

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-6


No Aspek Kriteria Indikator
C Identifikasi Pertimbangan Lain
1 Pertimbangan Lain 1. Nilai Strategis Lokasi - Pertimbangan letak lokasi perumahan atau
permukiman pada
- fungsi strategis kabupaten/ kota atau
- bukan fungsi strategis kabupaten/ kota
2. Kependudukan pertimbangan kepadatan penduduk pada lokasi
perumahan atau permukiman dengan klasifikasi ;
- Rendah yaitu kepadatan penduduk dibawah 150
jiwa/ha
- sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151-200
jiwa/ha
- tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201-400
jiwa/ha
- sangat padat yaitu kepadatan penduduk diatas 400
jiwa/ha
3. Kondisi Sosial, ekonomi dan - Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi
budaya perumahan atau permukiman berupa :
- potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat
dalam mendukung pembangunan
- potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi
tertentu yang bersifat strategis bagi masyarakat
setempat
- potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan
budaya tertentu yang dimiliki masyarakat setempat

Sumber : Rancangan Peraturan menteri PU tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kualitas terhadap Permukiman Kumuh Perkotaan

2.3. Konsep Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh


Berdasarkan hasil identifikasi dan survey dapat diketahui bahwa kawasan permukiman
kumuh perkotaan di Kabupaten Karanganyar terdiri atas tipologi daerah dataran rendah,
daerah tepi sungai dan daerah perbukitan.
Sesuai dengan UU No.1 Tahun 2011 pasal 97, pola-pola penanganan peningkatan kualitas
terhadap permukiman kumuh dilakukan melalui :
a. Pemugaran;
b. Peremajaan; atau
c. Permukiman kembali
Pola-pola pengelolaan penanganan dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan
tingkat kualitas perumahan dan permukiman .
1. Pemugaran
a. Pengertian :
Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan
kumuh dan permukiman kumuh menjadi perumahan dan permukiman yang layak
huni, yang meliputi perbaikan dan/atau pembangunan bangunan rumah, prasarana,
sarana, dan utilitas umum yang ada didalamnya, sehingga memenuhi norma dan
standar teknis yang berlaku.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-7


Pemugaran perumahan dan permukiman kumuh merupakan kegiatan perbaikan tanpa
perombakan mendasar, serta bersifat parsial dan dilakukan terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh yang berdiri diatas lahan yang dalam RTRW
diperuntukkan bagi permukiman.
b. Penerapan :
Pemugaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh diterapkan berdasarkan
tingkat perbaikan dan/atau pembangunan kembali yang dibutuhkan. Kebutuhan
perbaikan dan/atau pembangunan kembali perumahan kumuh dan permukiman
kumuh ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama-sama masyarakat. Pemugaran
perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau oleh masyarakat secara swadaya tergantung dari berat/
ringannya perbaikan yang harus dilakukan serta prtimbangan lain.
Kegiatan pemugaran yang dilakukan pemerintah daerah diselenggarakan oleh dinas/
instansi yang berwenang seperti Dinas Perumahan, Dinas Pekerjaan Umum dan dinas
terkait lainnya.
Pelaksanaan kegiatan pemugaran dengan swadaya masyarakat, wajib difasilitasi oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
c. Karakteristik penanganan :
Pada bentuk penanganan ini umumnya yang tidak terlihat terlalu banyak perubahan
mendasar, selain dari peningkatan bentuk pelayanan dan kondisi fisik prasarana,
sarana dan bangunan tempat tinggal.
Jenis-jenis penanganan :
Revitalisasi kawasan permukiman
Rehabilitasi
Revovasi
Rekonstruksi
Preservasi (pemeliharaan dan pengendalian)
2. Peremajaan
a. Pengertian :
Peremajaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan untuk
mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang
lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat
sekitar. Peremajaan dengan cara pembangunan kembali perumahan dan permukiman
melalui penataan secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum perumahan dan permukiman. Pelaksanaan peremajaan harus dilakukan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-8


dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak
dengan memenuhi norma dan standar teknis yang berlaku.
Peremajaan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat dan diterapkan terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berdiri diatas lahan yang dalam
RTRW diperuntukkan bagi permukiman.
b. Penerapan :
Peremajaan diterapkan pada permukiman kumuh yang secara struktur ruang, ekonomi
dan perilaku tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga tidak dapat ditangani hanya
dengan perbaikan dan peningkatan fisik.
Kondisi buruk secara struktur dapat mendorong terciptanya pemanfaatan ruang yang
tidak efisien dan optimal sesuai dengan fungsi yang ditetapkan
Permukiman kumuh yang mendapatkan penanganan ini umumnya ditandai dengan:
- Tidak adanya kejelasan baik pola/ struktur prasarana lingkungan
- Tidak ada kejelasan kesesuaian pola pemanfatan ruang
- Struktur ekonomi memiliki kondisi yang sangat buruk karena tidak ditunjang
dengan kemampuan pengembangan ekonomi kawasan permukiman
- Tidak dapat beradaptasi dengan kawasan sekitar
Secara keseluruhan kondisi kawasan tidak mencerminkan pemanfatan fungsi yang
maksimal sesuai dengan potensi lahannya.
c. Karakteristik penanganan :
Bentuk penanganan ini umumnya dilakukan dengan perubahan yang mendasar. Untuk
itu penanganan ini mempunyai konsekuensi merubah pola pemanfaatan ruang, baik
secara komposisi, komponen, besaran maupun fungsinya.
Hal ini mengarahkan pada pola-pola pengadaan baru yang lebih menonjol daripada
peningkatan dan perbaikan kualitas.
Jenis-jenis penanganan :
Renewal (peremajaan)
Redevelopment
Restorasi
3. Permukiman kembali
a. Pengertian :
Permukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni
dan masyarakat. Permukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-9


terkena dampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai
dengan rencana tata ruang dan/ atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya
bagi barang ataupun orang.
b. Penerapan :
Penanganan ini diterapklan pada permukiman :
- Secara lokasi berada pada lahan ilegal
- Tidak memiliki potensi pemanfaatan yang lebih baik dari fungsi yang ditetapkan
- Secara lingkungan memberikan dampak negatif yang lebih besar apabila tetap
dipertahankan
Termasuk dalam penanganan ini adalah permukiman yang secara teknologi tidak
mampu mendukung penyelesaian masalah. Beberapa kondisi yang memenuhi
persyaratan penanganan ini, antara lain :
- Lokasi yang berada diatas tanah negara dengan peruntukan non permukiman
(bantaran sungai, lahan penghijauan, dan lain-lain)
- Permukiman kumuh yang berada pada lokasi dimana secara fisik lingkungan sangat
berbahaya sebagai tempat bermukim dan tidak dapat ditanggulangi secara teknis
(diatas lahan rawan bencana alam/ geologi)
Yaitu perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak di :
Bantaran sungai
Sepanjang rel kereta api
Dibawah SUTET (tiang tegangan tinggi); dan tidak sesuai peruntukannya
dengan rencana tata ruang
Permukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak kelokasi
yang sesuai dengan rencana tata ruang bagi peruntukan permukiman. Lokasi yang
akan ditentukan sebagai tempat untuk permukiman kembali ditetapkan oleh
pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
Kegiatan permukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi
keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat. Pelaksanaan permukiman
kembali adalah memindahkan masyarakat yang tinggal di perumahan tidak layak huni,
tidak mungkin dibangun kembali dan/ atau rawan bencana, ke lokasi perumahan lain
yang layak huni.
Pelaksanaan permukiman kembali wajib diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/ atau pemerintah kabupaten/ kota.
Karakteristik penanganan :

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-10


Bentuk penanganan ini umumnya dilakukan dengan cara :
Perubahan total dikaitkan dengan pengembalian fungsinya kepada fungsi awal
Dilakukan dengan pemindahan permukiman pada areal yang baru (lokasi lain)
Tidak diarahkan pada pendukungan untuk pengadaan atau peningkatan
fasilitas dan prasarana pendukungnya.

Gambar 2.1 Skema Konsep Penanganan Permukiman Kumuh

2.4. Infrastruktur Permukiman dan Permukiman Kumuh


2.4.1 Infrastruktur Permukiman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), infrastruktur dapat diartikan sebagai
sarana dan prasarana umum. Sarana secara umum diketahui sebagai fasilitas publik seperti
rumah sakit, jalan, jembatan, telepon, sanitasi dan lainnya. Infrastruktur merujuk pada sistem
fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan
fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam
lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama
fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem
infrastruktur juga dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar,
peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya
sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat menunjuk pada suatu keberlangsungan dan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-11


keberlanjutan aktivitas masyarakat dimana infrastruktur fisik mewadahi interaksi antara
aktivitas manusia dengan lingkungannya (Grigg, 2000).
Suripin (2007) menyatakan bahwa: "... Infrastructure (perkotaan) adalah bangunan atau
fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan
untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga mampu memberikan
pelayanan prima pada masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada
dasarnya sangat luas dan sangat banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai
dengan sifat dan karakternya".
Associated General Contractor of America (AGCA), mendefinisikan infrastruktur adalah
semua aset berumur panjang yang dimiliki oleh Pemerintah setempat, Pemerintah Daerah
maupun Pusat dan utilitas yang dimiliki oleh para pengusaha. Menurut Chapin (1995), guna
lahan harus memiliki akses terhadap jaringan umum dan struktur umum serta pelayanan
umum. Struktur umum disini disebut dengan infrastruktur, fasilitas umum atau terkadang
disebut sebagai fasilitas pelayanan umum. Secara umum istilah infrastruktur biasanya
berhubungan dengan air bersih, fasilitas air limbah, jalan raya, dan transportasi umum,
sementara fasilitas umum berhubungan dengan sekolah, taman, dan fasilitas lain yang sering
dikunjungi masyarakat. Terkadang fasilitas umum dapat digunakan secara bergantian dengan
infrastruktur untuk menunjukan segala sesuatu yang terkandung dalam bangunan umum baik
secara fisik maupun sistem pelayanannya. Kita sering menggunakan istilah fasilitas umum
(communal facility) guna mempersatukan keduanya, infrastruktur dan struktur dan tempat
dimana pelayanan masyarakat dilakukan.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Infrastruktur merupakan
fasilitas-fasilitas publik yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta merujuk pada sistem
fisik seperti jaringan jalan, air bersih, drainase, telekomunikasi, listrik, limbah, bangunan-
bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Elemen dasar lingkungan perumahan
menurut Dirjen Cipta Karya, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam infrastruktur fisik,
antara lain:
1) Jaringan jalan
Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah atau air serta di atas permukaan air (Adji Adisasmita, 2012:79). Dalam suatu
kota, pola jaringan jalan biasanya terbentuk melalui proses yang sangat panjang dan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-12


merupakan bagian atau kelanjutan dari pola yang ada sebelumnya (Rinaldi Mirsa,
2011:54).
Ketentuan-ketentuan berkaitan dengan sistem perencanaan jaringan jalan adalah
sebagai berikut (Adji Adisasmita, 2012:91):
a. Secara umum sistem jaringan jalan dalam suatu kawasan harus menunjukkan
adanya pola jaringan jalan yang jelas antara jalanjalan utama dengan jalan
kolektor/lokalnya, sehingga orientasi dari kawasan-kawasan fungsional yang ada
dapat terstruktur.
b. Fungsi penghubung dalam peranan jaringan jalan pada suatu kawasan ditetapkan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
c. Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar bangunan dan
termasuk untuk penataan elemen lingkungan, penghijauan, dan lain-lain.
d. Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas
lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas pedestrian.
2) Sistem drainase
Sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri
dari saluran penerima (interseptor drain), saluran pengumpul (colector drain),
saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air
penerima (receiving waters) (Grigg, 1988). Air hujan yang jatuh di suatu kawasan
perlu dialirkan atau dibuang, dengan membuat saluran yang dapat menampung air
hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya
dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan
dengan saluran rumah tangga dan dan sistem saluran bangunan infrastruktur lainnya,
sehingga apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu
diolah (treatment). Seluruh proses tersebut di atas yang disebut dengan sistem
drainase (Kodoatie, 2003).
3) Jaringan air bersih
Jaringan air bersih di permukiman merupakan suatu prasarana yang sangat penting
untuk menunjang keberlangsungan suatu permukiman tersebut untuk berkembang.
Pesatnya pembangunan serta tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan
meningkatnya kebutuhan permukiman dengan prasarana yang mendukungnya.
Sejalan dengan meningkatnya permukiman, maka kebutuhan untuk air bersih pun
meningkat, baik dalam kualitas maupun kuantitas (Kodoatie, 2002).

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-13


Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air
tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu (Lukmanul Hakim, 2010):
a. Syarat fisik: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa, suhu antara 10-25 C (sejuk).
b. Syarat kimiawi: tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak
mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5-
9,2 39.
c. Syarat bakteriologi: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri,
kolera dan bakteri patogen penyebab penyakit.
4) Pengelolaan sampah
Sampah adalah sesuatu yang sudah tidak dapat digunakan lagi, tidak terpakai, tidak
disenangi dan sesuatu yang sudah dibuang yang berasal dari aktifitas manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (American Public Health Association, 1976). Sampah
adalah limbah yang bersifat padat yang berasal dari zat organik dan anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak menganggu lingkungan (Tri
Nalarsih, 2007). Pengelolaan sampah atau limbah padat pada dasarnya dibagi
menjadi dua sistem, yaitu sistem on-site dan off-site (Istiawan, 1996). Sistem on-site
yaitu pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masing-masing sumber dan umumnya
pada lokasi masing-masing sumber, baik dengan cara dibakar, ditimbun, dan didaur-
ulang. Sistem off-site yaitu pengelolaan sampah yang dilakukan oleh sumber pada
lokasi tertentu dan mempunyai jarak yang cukup jauh.
5) Pengolahan air limbah
Kriteria air limbah domestik yang berasal dari pusat permukiman dan non
permukiman antara lain:
a) Air mandi, air cucian, air dapur merupakan air limbah grey water
b) Air jamban/water closet (WC) merupakan air limbah black water
Kriteria pengumpulan dan pengaliran air limbah dibedakan menjadi:
(1) sistem sanitasi terpusat (off site system) dimana air limbah yang dikumpulkan dari
sambungan rumah adalah dari air mandi, cuci, dapur dan jamban. Pengumpulan air
limbah domestik dari sambungan rumah dialirkan ke pipa pengumpul dengan
kecepatan aliran minimum 0,6 m/det dan maksimum 3 m/det. Air limbah dari pipa
pengumpul dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL);
(2) sistem sanitasi setempat (on site system) dimana pengumpulan air limbah (Black
Water) melalui kakus ke bangunan tangki septik dan cubluk. Pengaliran air limbah
(grey water) langsung ke saluran drainase kota, atau diresapkan ke tanah.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-14


Pengumpulan/penyedotan lumpur tinja dengan truk tinja untuk dibawa ke Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

2.4.2 Infrastruktur permukiman kumuh

UN Habitat (2008) mendefinisikan rumah tangga kumuh sebagai suatu tempat/rumah


yang dihuni oleh sekelompok orang, dan tidak memiliki satu atau lebih dari lima kondisi
yaitu, rumah dari bahan permanen di lokasi yang tidak rawan bencana, area huni yang layak,
akses ke air bersih, akses ke sanitasi yang layak, serta kepemilikan lahan yang aman dan legal.
Dari sekian indikator yang disebutkan diatas, infrastruktur merupakan salah satu dari indikator
suatu hunian dapat dikatakan kumuh. Perbaikan prasarana permukiman kumuh yang ada
merupakan prioritas utama pada kebijakan fisik dalam upaya memperbaiki rona sebuah
permukiman. Di dalam kompleks permukiman kumuh pada umumnya prasarana permukiman
kumuh dalam kondisi yang sangat jelek sehingga memerlukan perbaikan dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan warganya. Beberapa prasarana permukiman yang menjadi
prioritas untuk perbaikan antara lain (Sabari Yunus, 2008):
1) Jaringan sanitasi
Jaringan sanitasi yang sangat memerlukan perbaikan adalah saluran pembuangan air
limbah cair yang kondisinya sangat memprihatinkan. Kemiskinan yang mendera
penduduk permukiman kumuh ini, mereka tidak mampu membuat tempat
pembuangan air besar di dalam rumah sehingga dalam beberapa hal terlihat adanya
pemanfaatan saluran pembuangan limbah cair digunakan untuk buang air besar.
Kondisi seperti ini akan akan sangat rentan terhadap pengendapan dan penyumbatan
yang nantinya akan mengakibatkan banjir pada saat musim hujan.
2) Jaringan air minum
Jaringan air minum dapat dikatakan tidak ada dan sebagian besar penduduk
membeli air bersih dari pedagang air keliling. Pengadaan jejaring perpiaan air minum
merupakan hal seharusnya menjadi prioritas untuk dibangun karena merupakan
kebutuhan vital penduduk.
3) Mandi cuci kakus (MCK)
Demikian pula halnya dengan pengadaan fasilitas MCK yang sangat menyedihkan
keadaannya. Walaupun mereka merupakan penduduk miskin, namun sebagai warga
kota dalam permukiman legal mempunyai hak yang sama untuk menikmati fasilitas
yang dibangun oleh pemerintah. Pengadaan fasilitas MCK diharapkan berdampak
positif terhadap kesehatan masyarakat dan produktivitas kerja dan kemudian
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penghuninya.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-15


4) Jalur pendekat
Jalur pendekat dalam hal ini dimaksudkan adalah jalan lingkungan yang kondisi pada
umumnya sangat sempit (1,5 meter) berkelok-kelok yang diistilahkan sebagai jalan
tikus dan sangat menghambat mobilitas penduduk dan barang.

2.5. Kebijakan Perumahan dan Permukiman

2.5.1. RTRW Provinsi Jawa Tengah

A. Tujuan Penataan Ruang

Tujuan penataan ruang wilayah Propinsi Jawa Tengah disusun sebagai dasar untuk
memformulasikan kebijakan, strategi dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang serta
untuk memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW Propinsi.
Tujuan penataan ruang ini dirumuskan berdasarkan visi dan misi pembangunan wilayah
Propinsi Jawa Tengah, karakteristik wilayah, isu strategis dan kondisi objektif yang
diinginkan. Adapun tujuan penataan ruang Propinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Terwujudnya ruang Provinsi Jawa Tengah yang lestari dengan memperhatikan
pemerataan pembangunan wilayah
Penjabaran visi pembangunan ke dalam misi penataan ruang Provinsi Jawa Tengah
yang sekaligus mencerminkan tujuan dari penataan ruang itu sendiri ditempuh melalui:

1. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai pelaku pembangunan guna
menciptakan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan.
2. Mewujudkan perekonomian daerah yang menyeimbangkan dan menyerasikan
perkembangan antarwilayah, kegiatan antarsektor secara dinamis dan integral.
3. Mewujudkan tata kelola yang meningkatkan kinerja keterpaduan pembangunan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang dalam bumi dalam rangka keharmonisan
antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.
4. Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang
pengembangan wilayah, sehingga dapat menggerakkan perekonomian, meningkatkan
aksesibilitas dan mobilitas faktor-faktor produksi wilayah perdesaan dan perkotaan dalam
rangka peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
5. Mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera didukung kondisi pertahanan dan
keamanan negara yang dinamis dalam lingkup integrasi nasional.
6. Mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup yang optimal melalui keterpaduan
perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dengan tetap

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-16


menjaga kelestarian lingkungan hidup, mengurangi laju pemanasan global; meningkatnya
kualitas dan pengelolaan kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya, serta
mengurangi risiko bencana alam.
B. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wiayah Provinsi Jawa Tengah
1. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah meliputi:

a. Peningkatan pelayanan perdesaan dan pusat pertumbuhan ekonomi perdesaan;


b. Peningkatan pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang
merata dan berierarki;
c. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan infra-struktur transportasi,
telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh
wilayah Provinsi.
d. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
e. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup.
f. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya.
g. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
h. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan
kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya
daerah;
i. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian
daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing Peningkatan fungsi kawasan
untuk pertahanan dan keamanan negara;
j. Pengembangan sarana dan infrastruktur pendukung pada kawasan strategis provinsi;
k. Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
l. Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa;
m. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan
dunia;
n. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat
perkembangan antar kawasan.
2. Strategi Penataan Ruang wilayah Propinsi Jawa Tengah meliputi:

A. Strategi pengembangan kawasan perkotaan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-17


Strategi pengembangan struktur ruang terkait dengan sistem perkotaan dan hierarki
kota dalam upaya peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah meliputi:
Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;
Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh
pusat pertumbuhan;
Memantapkan/mengendalikan perkembangan kawasan di sepanjang pantai utara
dan memacu pertumbuhan kawasan di sepanjang pantai selatan;
Mendorong pertumbuhan kawasan di Jawa Tengah bagian tengah dengan tetap
mempertahankan fungsi kawasan lindung;
Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan
lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya;
Meningkatkan fungsi kota kecamatan yang potensial menjadi Pusat Kegiatan Lokal;
Meningkatkan peran dan fungsi kawasan perdesaan;
Membuka dan meningkatkan aksesibilitas kawasan perdesaan ke pusat
pertumbuhan.
B. Strategi pengembangan kawasan perdesaan
Strategi pengembangan kawasan perdesaan sebagai lahan dan penggerak sektor
agrobisnis dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat desa meliputi :
Memperlakukan sistem perdesaan sebagai kontinum dengan sistem perkotaan
dalam kerangka sistem perwilayahan pembangunan Jawa Tengah.
Mengembangkan sektor-sektor primer perdesaan, yang meliputi pertanian,
perkebunan, kehutanan, pertambangan, perikanan, serta produksi pesisir dan
kelautan, melalui upaya peningkatan produktifitas tanpa mengabaikan aspek
kelestarian lingkungan..
Untuk mengantisipasi pengurangan daya serap tenaga kerja sebagai akibat salah
satunya peningkatan produktifitas sektor-sektor primer tersebut, dan untuk
mencegah arus migrasi ke kota-kota besar, perlu dikembangkan kegiatan-kegiatan
non-pertanian perdesaan (rural non-farm sector), yaitu kegiatan ekonomi
perdesaan yang merupakan keterkaitan langsung dengan potensi sektor-sektor
primer perdesaan, seperti misalnya industri makanan dan industri kerajinan, yang
berkerakteristik usaha mikro, kecil dan menengah, dan membutuhkan keahlian
yang tidak terlalu tinggi (low skilled), serta padat karya.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-18


Melakukan pendekatan komprehensif dalam pengembangan kegiatan non-
pertanian perdesaan, sehingga tidak hanya mengembangkan produksinya, tapi juga
jaringan pemasarannya. Pendekatan-pendekatan pembangunan perdesaan terpadu
seperti agropolitan misalnya, dan perhatian terhadap pengembangan non-farm
perdesaan dapat dilakukan, dan seyogyanya terakomodasi di dalam rencana-
rencana tata ruang lanjutan dari RTRWP Jawa Tengah ini.
Melengkapi kawasan perdesaan dengan prasarana dan sarana, baik yang bersifat
umum, sosial dan ekonomi, yang lengkap dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Mengembangkan sistem pusat perdesaan yang terhirarki dengan baik dan mampu
meningkatkan keterhubungan kawasan perdesaan dengan pusat-pusat kawasan
perkotaan terdekatnya.
C. Strategi pengembangan dan pemantapan fungsi transportasi
Meningkatkan sistem prasarana transportasi darat guna lebih meningkatkan
kelancaran proses koleksi dan distribusi barang/jasa;
Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan
transportasi darat, laut dan udara;
Mengembangkan sistem prasarana transportasi laut dan udara untuk meningkatkan
aksesibilitas antar wilayah dan antar pulau;
Mengembangkan sistem prasarana transportasi jalan raya yang terpadu dengan
lintas penyeberangan antar pulau, untuk meningkatkan aksesbilitas antar kota-kota
sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya serta meningkatkan
interaksi antar pulau;
Pengembangan sistem transportasi meliputi transportasi darat, laut, dan udara,
pengembangan ini bertujuan meningkatkan kemampuan tiap jenis transportasi
secara baik dengan efisien dan efektif.
D. Strategi pemerataan fungsi prasarana wilayah
Pengembangan sistem prasarana energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan
tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan
tenaga listrik;
Pengembangan prasarana telekomunikasi untuk meningkatkan kualitas dan
jangkauan kemampuan keterhubungan dan integrasi wilayah;
Meningkatkan kualitas jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi secara
optimal;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-19


Mengembangkan sistem prasarana pengairan untuk menunjang kegiatan sektor
terkait pemanfaatan sumber daya air;
Pengembangan prasarana lingkungan permukiman untuk meningkatkan kualitas
keterpaduan sistem penyediaan pelayanan regional untuk air bersih, persampahan,
drainase dan limbah.
E. Strategi pemantapan fungsi dan perlindungan kawasan lindung
Strategi pengembangan kawasan lindung berkaitan dengan upaya pemeliharaan
dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup meliputi:
Penataan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi;
Mewujudkan kawasan hutan dengan luas paling sedikit 30 % (tiga puluh persen)
dari luas DAS dengan sebaran proporsional;
Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun
akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
Mengarahkan kawasan rawan bencana sebagai kawasan lindung
F. Strategi pengembangan kawasan budidaya
Strategi pengembangan kawasan budidaya terkait dengan upaya perwujudan dan
peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya meliputi:
Menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi untuk
pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan
pemanfaatan ruang wilayah;
Mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam kawasan beserta
infrastruktur secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan
perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;
Mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik, pertahanan
dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi;
Mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian untuk
mewujudkan ketahanan pangan daerah dan/atau nasional;
Mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya hutan produksi,
perkebunan, peternakan untuk mewujudkan nilai tambah daerah dan/atau
nasional;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-20


Mengembangkan dan melestarikan kawasan peruntukan industri untuk
mewujudkan nilai tambah dan meningkatakan perekonomian daerah dan/atau
nasional;
Mengembangkan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk meningkatkan daya
saing dan mewujudkan skala ekonomi pada sektor perikanan dan pariwisata; dan
Mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya lahan untuk meningkatkan
kualitas permukiman.
G. Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi
Strategi pengembangan kawasan strategis untuk mendukung kesejahteraan wilayah
serta keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam penataan ruang,
meliputi:
Mengembangkan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan
perkembangan sektor-sektor strategis dan upaya penyiapan penataan ruangnya
secara lebih detail.
Menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan strategis yang memiliki
permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap
kawasan kritis, daerah-daerah perbatasan dan kawasan tertinggal.
Memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan strategis, daerah
perbatasan dan kawasan tertinggal.

C. Rencana Struktur Ruang

Sistem pusat pelayanan terdiri atas rencana sistem perkotaan disertai dengan
penetapan fungsi wilayah pengembangannya dan sistem perdesaan. Sistem pusat pelayanan
dibentuk secara berhierarki di seluruh Wilayah Propinsi Jawa Tengah, sehingga terjadi
pemerataan pelayanan dan mendorong pertumbuhan wilayah di perdesaan dan perkotaan
secara seimbang dan berkelanjutan, serta mendukung terbentuknya struktur Wilayah
Propinsi Jawa Tengah yang direncanakan 20 (dua puluh) tahun mendatang. Sebagaimana
lingkup lokasi di dalam studi ini mencakup 78 kawasan kumuh yang tersebar di 26
Kabupaten/Kota Jawa Tengah yang di tetapkan memiliki fungsi PKN (Pusat Kegiatan
Nasional) dan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah). Maka berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2010
tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 dapat dilihat sistem PKN (Pusat
Kegiatan Nasional) dan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) dapat terbagi seperti berikut ini:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-21


1. PKN (Pusat Kegiatan Nasional), meliputi :
a. Kawasan perkotaan Semarang Kendal Demak Ungaran Purwodadi
(Kedungsepur);
b. Surakarta, meliputi Kota Surakarta dan sekitarnya (Subosukawonosraten), yang
terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar,
Wonogiri, Sragen, dan Klaten ;
c. Cilacap, meliputi kawasan perkotaan Cilacap dan sekitarnya.
2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), meliputi :
Purwokerto, Kebumen, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Cepu, Kudus, Kota Magelang,
Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Salatiga.
Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan sistem perkotaan di wilayah
Propinsi jawa Tengah dilihat dari adanya keterkaitan kawasan perkotaan satu dengan
lainnya bertujuan untuk memperkuat kelompok kawasan-kawasan perkotaan yang terdapat
di Propinsi Jawa Tengah. Mengingat kawasan-kawasan perkotaan sangat strategis
peranannya dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan, maka kawasan-kawasan
perkotaan perlu diarahkan pertumbuhan dan pengembangannya agar mampu saling
berinteraksi melalui keterkaitan dan keteraturan fungsi-fungsi pengembangannya.
Pengembangan sistem ini diwujudkan melalui pusat-pusat perdesaan yang diberikan
peluang untuk tumbuh dan berkembang secara bersama-sama, sehingga pembangunan
perkotaan akan saling dukung dengan pembangunan perdesaan. Dalam mendorong
pengembangan kawasan-kawasan perkotaan yang demikian ini, maka peran sistem
prasarana wilayah dan kawasan perkotaan perlu diarahkan untuk tidak saja memperkuat
hubungan keterkaitan antara kota sekitar dengan kawasan perkotaan induknya, akan tetapi
juga dengan kawasan perkotaan sekitarnya.

D. Rencana Pola Ruang


Rencana pola ruang wilayah provinsi merupakan rencana distribusi peruntukan ruang
dalam wilayah provinsi yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Rencana pola ruang wilayah provinsi
berfungsi:
a. Sebagai alokasi ruang untuk kawasan budi daya bagi berbagai kegiatan sosial ekonomi
dan kawasan lindung bagi pelestarian lingkungan dalam wilayah provinsi;
b. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
c. Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk
dua puluh tahun; dan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-22


d. Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang skala besar pada wilayah
provinsi.
Rencana pola ruang wilayah provinsi dirumuskan berdasarkan:
a. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi yang memperhatikan kebijakan
dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
b. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah provinsi;
c. Kebutuhan ruang untuk pengembangan kawasan budi daya dan kawasan lindung; dan
d. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Adapun pola ruang yang ada di Propinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1.1
Kawasan Lindung dan Budidaya Propinsi Jawa Tengah
KAWASAN LINDUNG KAWASAN BUDIDAYA
1. Kawasan Hutan Lindung 1. Kawasan peruntukan hutan produksi
2. Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahannya 2. Kawasan peruntukan hutan rakyat
a. Kawasan resapan air 3. Kawasan peruntukan pertanian
3. Kawasan Perlindungan Setempat - Kawasan Pertanian Lahan Basah
a. Kawasan sempadan sungai - Kawasan Pertanian Lahan Kering
b. Kawasan sempadan pantai - Kawasan Perkebunan
c. Kawasan sempadan danau/waduk - Kawasan Peternakan
d. RTH Perkotaan 4. Kawasan peruntukan perikanan
4. Kawasan Suaka alam,Pelestarian Alam dan Cagar
5. Kawasan peruntukan pertambangan
Budaya
a. Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam 6. Kawasan peruntukan permukiman
dan Suaka Marga satwa 7. Kawasan peruntukan industri
b. Kawasan Taman Nasional dan Taman 8. Kawasan peruntukan pariwisata
Nasional Laut 9. Kawasan pertahanan keamanan
c. Kawasan Taman Hutan Raya dan Kebun Raya
d. Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam
Laut
e. Kawasan Cagar Budaya
f. Kawasan Pantai Berhutan Bakau
5. Kawasan Lindung Geologi
a. Kawasan cagar alam geologi
b. Kawasan Karst
c. Kawasan Rawan Bencana Geologi
d. Kawasan perlindungan terhadap air tanah
6. Kawasan Rawan Bencana
a. Kawasan Rawan Tanah Longsor
b. Kawasan rawan bencana banjir
c. Kawasan rawan bencana kekeringan
d. Kawasan rawan bencana angin topan
e. Kawasan rawan gelombang pasang air laut
7. Kawasan lindung lainnya

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-23


E. Arah Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan
Arah pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan dilihat dari rencana
pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi darat, pengembangan persampahan,
pengembangan jaringan sumber air minum kota, prasaranan pengelolaan limbah, dan
pengembangan prasarana jaringan drainase.
a) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
Rencana sistem prasarana transportasi pada wilayah Propinsi Jawa Tengah merupakan
sistem jaringan transportasi darat dengan menggunakan prasarana jalan. Prasarana
jaringan jalan yang akan dikembangkan di wilayah Propinsi Jawa Tengah ini diharapkan
dapat menampung pergerakan penduduk di dalam wilayah maupun ke luar wilayah dan
mampu merangsang kegiatan perekonomian terutama bagi daerah-daerah sekitarnya.
Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi yang ada di wilayah Propinsi Jawa
Tengah berdasarkan RTRW Provinsi yaitu Pengembangan Jalan Arteri primer, Jalan
Kolektor Primer, Jalan Strategis Nasional dan Jalan Tol.
b) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Persampahan
Sistem pengolahan sampah di wilayah Provinsi Jawa Tengah pada dasarnya menjadi
tanggung jawab Pemerintah Daerah serta masyarakat di wilayah kabupaten/kota.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan di
kabupaten/kota, terutama dilakukan di kawasan perkotaan yang meliputi pengumpulan
dari rumah tangga tong sampah gerobak sampah TPS Truk pengangkut TPA.
Rencana pengembangan prasarana persampahan yang ada di Provinsi Jawa Tengah
terutama di 22 Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan pendekatan pengurangan,
pemanfaatan kembali dan daur ulang, meliputi:
Tempat Pengolahan Akhir Sampah Regional direncanakan di Metropolitan
Kedungsepur, Metropolitan Bregasmalang, Metropolitan Subosukawonosraten,
Purwomanggung dan Petanglong.
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah lokal direncanakan di setiap Kabupaten yang diluar
wilayah pelayanan Tempat Pengelolaan Akhir Sampah regional yang berada di
Metropolitan;
Pembangunan Tempat Pemrosesan Sementara di lokasi-lokasi strategis.
c) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Air Minum Kota
Sedangkan untuk pengembangan jaringan air minum kota, meliputi:
Pembangunan bendungan di sungai-sungai yang potensial sebagai upaya
memperbanyak tampungan air bagi keperluan cadangan air baku;
Pembangunan jaringan air bersih perpipaan di kawasan perkotaan;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-24


Pembangunan jaringan perpipaan mandiri di perdesaan dari sumber air tanah dan air
permukaan.
d) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Air Limbah dan Drainase
Adapun rencana pengembangan prasarana air limbah dan drainase, meliputi:
Penyediaan sistem pengolahan limbah cair domestik sesuai kebutuhan pada kawasan
perkotaan;
Pembangunan tempat pengolahan limbah industri Bahan Berbahaya dan Beracun;
Pembangunan IPAL dan IPLT di kawasan perkotaan di tiap Kabupaten/Kota;
Pengembangan sistem drainase terpadu di seluruh ibukota kabupaten/kota;
Pengembangan sumur resapan di tiap bangunan.

F. Pengembangan Kawasan Permukiman


Kawasan peruntukan permukiman diperuntukan bagi penyediaan hunian dan
sejenisnya. Kawasan ini dibedakan atas kawasan permukiman perdesaan dan kawasan
permukiman perkotaan. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan
disesuaikan dengan proporsi jumlah penduduk di masing-masing kawasan.
Kawasan Permukiman Perdesaan
Pengembangan kawasan permukiman perdesaan di Jawa Tengah diarahkan pada
kawasan-kawasan yang sudah ada atau sudah terbangun dan pada kawasan baru sesuai
dengan tetap memperhatikan keseimbangan kawasan peruntukan lainnya seperti sawah.
Jumlah Rencana kawasan permukiman perdesaan tersebar di semua wilayah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Kawasan permukiman perdesaan diarahkan berada
pada kawasan-kawasan yang saat ini sudah ada. Perluasan areal permukiman tetap
diperbolehkan dengan tetap memperhatikan kelestarian kawasan pertanian yang
merupakan peruntukan dominan di perdesaan.
Kawasan Permukiman Perkotaan
Rencana pengembangan kawasan permukiman perkotaan diarahkan pada intensifikasi
kawasan-kawasan yang sudah ada melalui upaya pembangunan ke arah vertikal. Dengan
demikian, ke depan, perluasan kawasan perkotaan di Jawa Tengah dikendalikan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kawasan peruntukan lainnya terutama
sawah di pinggiran kawasan perkotaan. Kawasan permukiman perkotaan tersebar di
semua Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Konsentrasi kawasan permukiman perkotaan
berada di Ibukota Kabupaten dan Ibukota Kecamatan di Jawa Tengah.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-25


2.5.2. RTRW KABUPATEN/KOTA

2.5.2.1. KOTA SEMARANG

1. Sistem Perkotaan
Rencana struktur ruang wilayah Kota Semarang disusun berdasarkan arah
pengembangan ruangnya, yang meliputi sistem pusat pelayanan dan sistem jaringan
prasarana. Terkait dengan sistem pusat pelayanan, terdiri dari pembagian wilayah kota
(BWK) dan penetapan pusat pelayanan. Berikut adalah rencana pusat-pusat permukiman
atau sistem perkotaan di Kota Semarang sebagai berikut:
a) Pembagian Wilayah Kota (BWK)
BWK I meliputi Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur dan
Kecamatan Semarang Selatan dengan luas kurang lebih 2.223 (dua ribu dua ratus
dua puluh tiga) hektar;
BWK II meliputi Kecamatan Candisari dan Kecamatan Gajahmungkur dengan luas
kurang lebih 1.320 (seribu tiga ratus dua puluh) hektar;
BWK III meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Utara
dengan luas kurang lebih 3.522 (tiga ribu lima ratus dua puluh dua) hektar;
BWK IV meliputi Kecamatan Genuk dengan luas kurang lebih 2.738 (dua ribu
tujuh ratus tiga puluh delapan) hektar;
BWK V meliputi Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Pedurungan dengan luas
kurang lebih 2.622 (dua ribu enam ratus dua puluh dua) hektar;
BWK VI meliputi Kecamatan Tembalang dengan luas kurang lebih 4.420 (empat
ribu empat ratus dua puluh) hektar;
BWK VII meliputi Kecamatan Banyumanik dengan luas kurang lebih 2.509 (dua
ribu lima ratus sembilan) hektar;
BWK VIII meliputi Kecamatan Gunungpati dengan luas kurang lebih 5.399 (lima
ribu tiga ratus Sembilan puluh sembilan) hektar;
BWK IX meliputi Kecamatan Mijen dengan luas kurang lebih 6.213 (enam ribu
dua ratus tiga belas) hektar; dan
BWK X meliputi Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Tugu dengan luas kurang
lebih 6.393 (enam ribu tiga ratus Sembilan puluh tiga) hektar
Sedangkan untuk pengembangan fungsi utama masing-masing BWK meliputi:
perkantoran, perdagangan dan jasa di BWK I, BWK II, BWK III;
pendidikan kepolisian dan olah raga di BWK II;
transportasi udara dan transportasi laut di BWK III;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-26


industri di BWK IV dan BWK X;
pendidikan di BWK VI dan BWK VIII;
perkantoran militer di BWK VII; dan
kantor pelayanan publik di BWK IX.
b) Penetapan Pusat Pelayanan meliputi:
Pusat pelayanan kota
- Pusat pelayanan kota yang berada di Kota Semarang ditetapkan di wilayah
BWK I, BWK II dan BWK III
- Pusat pelayanan skala kota berfungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan
kota yang merupakan pusat pelayanan kegiatan pemerintahan yang dilengkapi
dengan pengembangan fasilitasi yang meliputi kantor walikota dan juga
fasilitas kantor pemerintahan pendukung serta pelayanan publik dan pusat
kegiatan perdagangan dan jasa yang meliputi pusat perbelanjaan skala kota
perkantoran swasta serta kegiatan jasa lainnya.
Sub Pelayanan Kota, merupakan pusat BWK yang dilengkapi dengan sarana
lingkungan perkotaan skala pelayanan BWK diantaranya sarana perdagangan dan
jasa, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan serta sarana
pelayanan umum meliputi:
- sub pusat pelayanan kota di BWK II meliputi Kelurahan Sampangan dan
Kelurahan Bendan Ngisor;
- sub pusat pelayanan kota di BWK III meliputi Kelurahan Cabean, Kelurahan
Salaman Mloyo, dan Kelurahan Karangayu.
- sub pusat pelayanan kota di BWK IV meliputi Kelurahan Genuksari dan
Kelurahan Banjardowo;
- sub pusat pelayanan kota di BWK V meliputi Kelurahan Palebon, Kelurahan
Gemah, Kelurahan Pedurungan Kidul, Kelurahan Pedurungan Tengah, dan
Kelurahan Pedurungan Lor;
- sub pusat pelayanan kota di BWK VI meliputi Kelurahan Meteseh dan
Kelurahan Sendangmulyo;
- sub pusat pelayanan kota di BWK VII meliputi Kelurahan Srondol Kulon,
Kelurahan Srondol Wetan, Kelurahan Banyumanik;
- sub pusat pelayanan kota di BWK VIII meliputi Kelurahan Gunungpati,
Kelurahan Plalangan, Kelurahan Cepoko, dan Kelurahan Nongkosawit;
- sub pusat pelayanan kota di BWK IX meliputi Kelurahan Mijen, Kelurahan
Jatibarang, Kelurahan Wonolopo; dan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-27


- sub pusat pelayanan kota di BWK X meliputi Kelurahan Mangkang Kulon,
Kelurahan Mangkang Wetan, dan Kelurahan Wonosari
Pusat Lingkungan, merupakan sarana lingkungan perkotaan skala pelayanan
sebagian BWK meliputi:
- Pusat lingkungan di BWK I meliputi:
pusat lingkungan I.1 terdapat di Kelurahan Sekayu dengan daerah pelayanan
Kelurahan Pindrikan Lor, Kelurahan Pindrikan Kidul, Kelurahan Pandansari,
Kelurahan Kembang Sari, Kelurahan Bangunharjo, Kelurahan Kauman,
Kelurahan Kranggan, Kelurahan Purwodinatan, Kelurahan Miroto,
Kelurahan Pekunden, Kelurahan Gabahan, Kelurahan Brumbungan,
Kelurahan Jagalan dan Kelurahan Karang Kidul;
pusat lingkungan I.2 terdapat di Kelurahan Kemijen dengan daerah
pelayanan Kelurahan Rejomulyo, Kelurahan Mlatiharjo, Kelurahan
Mlatibaru, Kelurahan Kebonagung dan Kelurahan Bugangan;
pusat lingkungan I.3 terdapat di Kelurahan Rejosari dengan daerah
pelayanan Kelurahan Sarirejo, Kelurahan Karangturi dan Kelurahan
Karangtempel;
pusat lingkungan I.4 terdapat di Kelurahan Mugasari dengan daerah
pelayanan Kelurahan Bulustalan, Kelurahan Barusari dan Kelurahan
Randusari; dan
pusat lingkungan I.5 terdapat di Kelurahan Peterongan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Pleburan, Kelurahan Wonodri, Kelurahan Lamper Lor,
Kelurahan Lamper Kidul dan Kelurahan Lamper Tengah
- Pusat lingkungan di BWK II meliputi:
pusat lingkungan II.1 terdapat di Kelurahan Sampangan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Petompon, Kelurahan Bendan Ngisor dan Kelurahan
Bendan Duwur;
pusat lingkungan II.2 terdapat di Kelurahan Gajahmungkur dengan daerah
pelayanan Kelurahan Bendungan, Kelurahan Lempongsari dan Kelurahan
Karangrejo;
pusat lingkungan II.3 terdapat di Kelurahan Candi dan Kelurahan
Wonotingal dengan daerah pelayanan Kelurahan Kaliwiru dan Kelurahan
Tegalsari; dan
pusat lingkungan II.4 terdapat di Kelurahan Jatingaleh dengan daerah
pelayanan Kelurahan Jomblang dan Kelurahan Karanganyar Gunung.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-28


- Pusat lingkungan di BWK III meliputi:
pusat lingkungan III.1 terdapat di Kelurahan Tanjungmas dengan daerah
pelayanan Kelurahan Bandarharjo;
pusat lingkungan III.2 terdapat di Kelurahan Kuningan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Purwosari dan Kelurahan Dadapsari;
pusat lingkungan III.3 terdapat di Kelurahan Panggung Lor dengan daerah
pelayanan Kelurahan Panggung Kidul, Kelurahan Plombokan dan Kelurahan
Bulu Lor;
pusat lingkungan III.4 terdapat di Kelurahan Tawangmas dengan daerah
pelayanan Kelurahan Tawangsari, Kelurahan Krobokan, Kelurahan
Tambakharjo dan Kelurahan Karangayu;
pusat lingkungan III.5 terdapat di Kelurahan Cebean dengan daerah
pelayanan Kelurahan Salaman Mloyo, Kelurahan Bojongsalaman, Kelurahan
Ngemplak Simongan dan Kelurahan Bongsari;
pusat lingkungan III.6 terdapat di Kelurahan Manyaran dengan daerah
pelayanan Kelurahan Girikdrono dan Kelurahan Kalibanteng Kidul; dan
pusat lingkungan III.7 terdapat di Kelurahan Kalibanteng Kulon dengan
daerah pelayanan Kelurahan Krapyak dan Kelurahan Kembangarum
- Pusat lingkungan di BWK IV meliputi:
pusat lingkungan IV.1 terdapat di Kelurahan Terboyo Wetan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Terboyo Kulon, Kelurahan Trimulyo, Kelurahan
Muktiharjo Lor, Kelurahan Gebangsari, Kelurahan Genuksari dan Kelurahan
Bangetayu Kulon;
pusat lingkungan IV.2 terdapat di Kelurahan Banjardowo dengan daerah
pelayanan Kelurahan Karangroto, Kelurahan Kudu, Kelurahan Kelurahan
Sambungharjo, Kelurahan Bangetayu Wetan dan Kelurahan Penggaron Lor.
- Pusat lingkungan di BWK V meliputi:
pusat lingkungan V.1 terdapat di Kelurahan Kaligawe dengan daerah
pelayanan Kelurahan Tambakrejo dan Kelurahan Sawah Besar;
pusat lingkungan V.2 terdapat di Kelurahan Gayamsari dengan daerah
pelayanan Kelurahan Sambirejo, Kelurahan Siwalan dan Kelurahan Pandean
Lamper;
pusat lingkungan V.3 terdapat di Kelurahan Tlogosari Kulon dengan daerah
pelayanan Kelurahan Muktiharjo Kidul;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-29


pusat lingkungan V.4 terdapat di Kelurahan Palebon dengan daerah
pelayanan Kelurahan Kalicari dan Kelurahan Gemah; dan
pusat lingkungan V.5 terdapat di Kelurahan Pedurungan Kidul dengan
daerah pelayanan Kelurahan Tlogosari Wetan, Kelurahan Tlogomulyo,
Kelurahan Pedurungan Tengah, Kelurahan Pedurungan Lor, Kelurahan
Plamongansari dan Kelurahan Penggaron Kidul.
- Pusat lingkungan di BWK VI meliputi:
pusat lingkungan VI.1 terdapat di Kelurahan Bulusan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Tembalang, Kelurahan Mangunharjo, Kelurahan
Kramas, Kelurahan Meteseh dan Kelurahan Rowosari;
pusat lingkungan VI.2 terdapat di Kelurahan Sendangmulyo dengan daerah
pelayanan Kelurahan Kedungmundu; dan
pusat lingkungan VI.3 terdapat di Kelurahan Sambiroto dengan daerah
pelayanan Kelurahan Sendangguwo, Kelurahan Tandang dan Kelurahan
Jangli.
- Pusat lingkungan di BWK VII meliputi:
pusat lingkungan VII.1 terdapat di Kelurahan Ngesrep dengan daerah
pelayanan Kelurahan Tinjomoyo, Kelurahan Srondol Kulon dan Kelurahan
Sumurboto;
pusat lingkungan VII.2 terdapat di Kelurahan Pedalangan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Srondol Wetan dan Kelurahan Padangsari; dan
pusat lingkungan VII.3 terdapat di Kelurahan Gedawang dengan daerah
pelayanan Kelurahan Banyumanik, Kelurahan Jabungan dan Kelurahan
Pudakpayung.
- Pusat lingkungan di BWK VIII meliputi:
pusat lingkungan VIII.1 terdapat di Kelurahan Nongkosawit dengan daerah
pelayanan Kelurahan Gunungpati, Kelurahan Plalangan, Kelurahan Cepoko,
Kelurahan Jatirejo, Kelurahan Kandri, Kelurahan Pongangan dan Kelurahan
Sadeng; dan
pusat lingkungan VIII.2 terdapat di Kelurahan Sekaran dengan daerah
pelayanan Kelurahan Sumurejo, Kelurahan Pakintelan, Kelurahan
Mangunsari, Kelurahan Ngijo, Kelurahan Patemon, Kelurahan Kalisegoro
dan Kelurahan Sukorejo.
- Pusat lingkungan di BWK IX meliputi:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-30


pusat lingkungan IX.1 terdapat di Kelurahan Kedungpane dengan daerah
pelayanan Kelurahan Jatibarang dan Kelurahan Pesantren;
pusat lingkungan IX.2 terdapat di Kelurahan Mijen dengan daerah
pelayanan Kelurahan Wonolopo, Kelurahan Ngadirgo dan Kelurahan
Wonoplumbon;
pusat lingkungan IX.3 terdapat di Kelurahan Cangkiran dengan daerah
pelayanan Kelurahan Bubakan, Kelurahan Tambangan dan Kelurahan
Jatisari; dan
pusat lingkungan IX.4 terdapat di Kelurahan Purwosari dengan daerah
pelayanan Kelurahan Polaman dan Kelurahan Karangmalang.
- Pusat lingkungan di BWK X meliputi:
pusat lingkungan X.1 terdapat di Kelurahan Ngaliyan dengan daerah
pelayanan Kelurahan Bambankerep, Kelurahan Kalipancur dan Kelurahan
Purwoyoso;
pusat lingkungan X.2 terdapat di Kelurahan Tambakaji dengan daerah
pelayanan Kelurahan Wonosari, Kelurahan Gondoriyo, Kelurahan Beringin,
Kelurahan Wates dan Kelurahan Podorejo; dan
pusat lingkungan X.3 terdapat di Kelurahan Mangunharjo dengan daerah
pelayanan Kelurahan Mangkang Kulon, Kelurahan Mangkang Wetan,
Kelurahan Randugarut, Kelurahan Karanganyar, Kelurahan Tugurejo dan
Kelurahan Jerakah.
2. Rencana Kawasan Perumahan dan Permukiman
Pembangunan perumahan baru dilakukan di masing-masing Bagian Wilayah Kota
(BWK) dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Pengembangan perumahan dengan bangunan vertikal (rumah susun/apartemen)
dilakukan di kawasan pusat kota (BWK I, BWK II, dan BWK III);
b) Pengembangan perumahan dengan kepadatan sedang sampai dengan tinggi di BWK
IV, V, VI, VII, dan X;
c) Perumahan pada BWK VIII, dan IX direncanakan dengan kepadatan rendah sampai
sedang;
d) Pada pembangunan perumahan, pelaksana pembangunan perumahan/pengembang
wajib menyediakan prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial dengan
proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan perumahan, dan
selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-31


e) Pembangunan perumahan secara intensif vertikal dilakukan dengan pembangunan
rumah susun baik pada kawasan perumahan baru maupun kawasan padat hunian
yang dilakukan secara terpadu dengan lingkungan sekitarnya;
f) Pengembangan lokasi perumahan lama dan perkampungan kota ditekankan pada
peningkatan kualitas lingkungan, dan pembenahan prasarana dan sarana perumahan

2.5.2.2. KABUPATEN SEMARANG


1. Sistem Perkotaan
Sistem perwilayahan di Kabupaten Semarang terbagi menjadi 3 SWP (Satuan Wilayah
Pengembangan) yang meliputi :
a. SWP-1
yaitu kawasan yang ditetapkan menjadi bagian dari Ibukota Kabupaten serta
kawasan sekitarnya yang termasuk dalam jangkauan pelayanannya meliputi
Kecamatan Ungaran Barat, Ungaran Timur, Bergas, dan Pringapus dengan pusat
pengembangan di perkotaan Ungaran. SWP-1 ini diarahkan mempunyai fungsi
industri, pertanian, pariwisata, pemerintahan, perdagangan dan jasa, fasilitas umum,
permukiman dengan fungsi pusat SWP adalah pelayanan fasilitas umum,
perdagangan dan jasa, pusat pemerintahan skala kabupaten serta permukiman
perkotaan.
b. SWP-2
yaitu kawasan yang menjadi wilayah pengaruh dari Kota Ambarawa meliputi
Kecamatan Ambarawa, Tuntang, Banyubiru, Bandungan, Jambu, Bawen dan
Sumowono dengan pusat pengembangan di perkotaan Ambarawa, yang diarahkan
mempunyai fungsi industri, pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa, fasilitas
umum, permukiman, perikanan, serta pertahanan dan keamanan dengan fungsi pusat
SWP adalah perdagangan dan jasa agribisnis, serta fasilitas umum.
c. SWP-3
yaitu kawasan yang berada di daerah selatan meliputi Kecamatan Suruh, Tengaran,
Getasan, Susukan, Kaliwungu, Pabelan, Bancak dan Bringin dengan pusat
pengembangan di perkotaan Suruh dan Tengaran yang diarahkan sebagai fungsi
industri, pertanian, pariwisata, dan perikanan dengan fungsi pusat SWP adalah pusat
industri, agribisnis, perdagangan dan jasa, serta pusat fasilitas umum penunjang
agropolitan.
Sedangkan untuk struktur ruang wilayah pada dasarnya berupa pusat pelayanan
kegiatan di Kabupaten Semarang yang mencakup sistem perkotaan wilayah dan berkaitan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-32


dengan kawasan pedesaan yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah. Untuk
pusat pelayanan kegiatan di Kabupaten Semarang terdiri dari :
a. PKN (Pusat Kegiatan Nasional) Kedungsepur meliputi PKL Ungaran;
PKL Ungaran bagian dari PKN Kedungsepur berfungsi sebagai kawasan perkotaan
pendukung kawasan metropolitan Semarang dalam pelayanan permukiman dan jasa-
jasa perkotaan lainnya skala beberapa kecamatan di sekitarnya.
b. PKL (Pusat Kegiatan Lokal) perkotaan Ambarawa;
PKL Ambarawa berfungsi sebagai pusat pelayanan permukiman, perdagangan dan
jasa, pusat pengembangan pariwisata, pertanian, serta perikanan skala beberapa
kecamatan di sekitarnya.
c. PKLp meliputi perkotaan Tengaran dan Suruh;
PKLp Tengaran dan Suruh berfungsi sebagai pusat pelayanan permukiman,
perdagangan dan jasa, serta pengembangan industri dan pertanian skala beberapa
kecamatan pada wilayah daerah bagian selatan.
d. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) meliputi perkotaan Bawen, Bergas, Pringapus,
Bandungan, Sumowono, Jambu, Banyubiru, Tuntang, Getasan, Pabelan, Susukan,
Kaliwungu, Bancak, dan Bringin;
PPK ini berfungsi sebagai pusat pelayanan permukiman, perdagangan dan jasa, serta
pengembangan ekonomi lokal skala kecamatan.
e. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) pada setiap desa;
PPL ini berfungsi sebagai pusat pelayanan permukiman, perdagangan dan jasa, serta
pengembangan ekonomi lokal skala desa.
f. Kawasan agropolitan meliputi kawasan Sumowono, Jambu, Getasan, Suruh, Susukan,
Kaliwungu, Pabelan, Bringin dan Bancak.
g. Kawasan agropolitan ini berfungsi sebagai pusat pelayanan, pemasaran produk
pertanian lokal, pengembangan industri pertanian (agroindustri), dan/atau pariwisata
berbasis pertanian (agrowisata).
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Isu-isu pembangunan dari sisi kebijakan mengarah pada peningkatan pembangunan
perumahan di kawasan perkotaan dan kawasan strategis yaitu di Kecamatan Ungaran
Barat, Ungaran Timur, dan Ambarawa. Untuk kebutuhan rumah di sekitar kawasan
industri diperlukan adanya pembangunan rusunawa yaitu di Kecamatan Ungaran Timur,
Ambarawa, Pringapus, dan Bawen. Pembangunan rusunawa ini bertujuan untuk
menampung tenaga kerja yang bekerja di kawasan industri tersebut. Selain itu juga perlu
memperhatikan pengembangan kawasan permukiman yang mulai bergerak ke arah barat

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-33


yang memperhatikan daya dukung lingkungan karena saat ini pertumubuhan di
Kabupaten Semarang yang masih bersifat linier saja dan diperlukan adanya infrastruktur
yang memadai di dalamnya.
Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman pedesaan dan perkotaan :
Permukiman Pedesaan
Permukiman perdesaan yang tersebar di seluruh Kecamatan, dikembangkan dengan
berbasis perkebunan, agrowisata, pertanian tanaman pangan, perikanan darat dan
peternakan disertai pengolahan hasil atau agroindustri.
Permukiman Perkotaan
Meliputi kawasan-kawasan dengan cakupan administrasi Desa/Kelurahan

2.5.2.3. KOTA SURAKARTA


1. Sistem Perkotaan
Struktur ruang wilayah kota diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan sistem
pusat pelayanan kota dan arahan sistem jaringan prasarana wilayah kota. Dalam
pembentukan sistem perkotaan di Kota Surakarta, penetapan dilakukan dengan membagi
pusat-pusat kegiatan ke dalam notasi PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) dan SPK (Sub
Pelayanan Kota), serta pusat lingkungan lain dengan hierarki yang lebih tinggi yang telah
ditetapkan di dalam kebijakan di atasnya. Untuk Pusat pelayanan pusat (PPK) yang
berada di Kota Surakarta berada di wilayah Kecamatan Pasarkliwon, berfungsi sebagai
pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, budaya, wisata dan industri kreatif. Selain itu
pengembangan hirarki pusat-pusat pelayanan permukiman di Kota Surakarta dilakukan
sebagai penjabaran pembagian pengembangan pusat pelayanan permukiman di dalam
Kota Surakarta, demi efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan serta untuk kemudahan
pemenuhan kebutuhan penduduk, yang bersifat pelayanan sosial maupun ekonomi.
Sesuai arahan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, maka perlu
disesuaikan sebagai berikut.
Kota Surakarta terdiri dari 1 (Satu) Pusat Kota yang membawahi beberapa Sub Pusat
Kota.
Mempertimbangkan bahwa Kota Surakarta sudah dibagi menjadi 6 (enam) Kawasan,
maka keberadaan ke-6 Kawasan tersebut dipertegas dengan penentuan pusat
Kawasan nya sebagai Sub Pusat Pelayanan Kota.
Uraian berkenaan dengan sub pusat kota, fungsi dan cakupan wilayah pelayanannya
dikemukakan sebagai berikut:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-34


sub pusat pelayanan kota I di Kelurahan Kemlayan melayani kawasan I meliputi
sebagian Kecamatan Jebres, sebagian Kecamatan Pasarkliwon, sebagian Kecamatan
Serengan dan sebagian Kecamatan Laweyan
sub pusat pelayanan kota II di Kelurahan Purwosari melayani kawasan II meliputi
sebagian Kecamatan Laweyan dan sebagian Kecamatan Banjarsari
sub pusat pelayanan kota III di Kelurahan Nusukan melayani kawasan III, meliputi:
sebagian Kecamatan Banjarsari
sub pusat pelayanan kota IV di Kelurahan Mojosongo melayani kawasan IV,
meliputi: sebagian Kecamatan Jebres dan sebagian Kecamatan Banjarsari
sub pusat pelayanan Kota V di Kelurahan Jebres melayani kawasan V meliputi
sebagian Kecamatan Jebres dan sebagian Kecamatan Banjarsari
sub pusat pelayanan Kota VI di Kelurahan Stabelan melayani kawasan VI meliputi
sebagian Kecamatan Jebres, sebagian Kecamatan Banjarsari, sebagian Kecamatan
Laweyan dan sebagian Kecamatan Pasarkliwon
Setiap Sub Pusat Kota dengan wilayah pelayanannya dibagi kembali menjadi
beberapa Pusat Lingkungan, yang secara keseluruhan berjumlah 21 Pusat Lingkungan,
sebagai berikut.
Pusat lingkungan di kawasan I terletak di Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Sangkrah
dan Kelurahan Baluwarti
Pusat lingkungan di kawasan II terletak di Kelurahan Sondakan, Kelurahan Jajar dan
Kelurahan Manahan
Pusat lingkungan di kawasan III terletak di Kelurahan Banyuanyar, Kelurahan Sumber
dan Kelurahan Kadipiro (dua pusat lingkungan)
Pusat lingkungan di kawasan IV terletak di Kelurahan Mojosongo (tiga Pusat
lingkungan) dan Kelurahan Nusukan
Pusat lingkungan di kawasan V terletak di Kelurahan Jebres, Kelurahan Pucangsawit
dan Kelurahan Jagalan
Pusat lingkungan di kawasan VI terletak di Kelurahan Gilingan, Kelurahan Setabelan,
Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Mangkubumen
2. Sistem Permukiman dan Perumahan
Pengembangan kawasan permukiman yang berada di wilayah Kota Surakarta dapat
dilihat sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pengembangan perumahan vertikal berupa Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di
Kecamatan Jebres dan Kecamatan Serengan
Kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi meliputi:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-35


- Kawasan I (Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasarkliwon dan
Kecamatan Serengan)
- Kawasan II (Kecamatan Laweyan)
- Kawasan V (Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres)
- Kawasan VI (Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan,
Kecamatan Pasarkliwon dan Kecamatan Serengan)
Kawasan permukiman dengan kepadatan Sedang meliputi:
- Kawasan II (Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Laweyan)
- Kawasan III (Kecamatan Banjarsari)
- Kawasan IV (Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres)
- Kawasan V (Kecamatan Jebres)
- Kawasan VI (Kecamatan Banjarsari)
Kawasan permukiman dengan kepadatan rendah meliputi:
- Kawasan II (Kecamatan Laweyan)
- Kawasan III (Kecamatan Banjarsari)
- Kawasan IV (Kecamatan Banjarsari)
- Kawasan VI (Kecamatan Laweyan)
Peningkatan kualitas permukiman kumuh di seluruh wilayah kota.
Pengembangan perumahan yang menyediakan ruang terbuka di seluruh wilayah
kota.
Pengembangan taman pada masing-masing PPK, SPK dan PL; dan
Pengembangan sumursumur resapan individu dan kolektif di setiap pengembangan
lahan terbangun.

2.5.2.4. KABUPATEN WONOGIRI


1. Sistem Perkotaan
Sistem kota-kota di daerah terlihat dalam konteks wilayah serta keterkaitannya satu
sama lain, baik keterkaitan secara spasial maupun fungsional. Dalam lingkup tata ruang
Kabupaten Wonogiri, Perkotaan Wonogiri merupakan pengembangan PKL dengan fungsi
pelayanan pusat pemerintahan, pendidikan, permukiman, transportasi, perdagangan dan
jasa, serta industri. Sedangkan pengembangan PKLp meliputi:
a. Perkotaan Purwantoro; c. Perkotaan Baturetno
b. Perkotaan Pracimantoro;
Sedangkan pengembangan PPK meliputi:
a. Perkotaan Eromoko; b. Perkotaan Manyaran;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-36


c. Perkotaan Ngadirojo; m. Perkotaan Puhpelem;
d. Perkotaan Tirtomoyo; n. Perkotaan Giriwoyo;
e. Perkotaan Kismantoro; o. Perkotaan Jatipurno;
f. Perkotaan Paranggupito; p. Perkotaan Girimarto;
g. Perkotaan Giritontro; q. Perkotaan Slogohimo;
h. Perkotaan Batuwarno; r. Perkotaan Jatisrono;
i. Perkotaan Karangtengah; s. Perkotaan Selogiri;
j. Perkotaan Nguntoronadi; t. Perkotaan Wuryantoro;
k. Perkotaan Jatiroto; u. Perkotaan Sidoharjo
l. Perkotaan Bulukerto;
Dengan demikian terdapat 24 kawasan perkotaan di Kabupaten Wonogiri.
Rencana fungsi pusat pelayanan sistem perkotaan meliputi:
a. PKL Wonogiri berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa,
pendidikan, permukiman, transportasi, dan industri berada di seluruh kecamatan;
b. PKLp Purwantoro berfungsi sebagai kawasan perdagangan, permukiman, pendidikan,
dan pertanian meliputi:
1. Kecamatan Purwantoro; 3. Kecamatan Kismantoro; dan
2. Kecamatan Bulukerto; 4. Kecamatan Puhpelem.
c. PKLp Pracimantoro berfungsi sebagai kawasan perdagangan, permukiman,
pendidikan, dan pariwisata meliputi:
1. Kecamatan Pracimantoro; 3. Kecamatan Giritontro; dan
2. Kecamatan Eromoko; 4. Kecamatan Paranggupito
d. PKLp Baturetno berfungsi sebagai kawasan perdagangan, pendidikan, permukiman,
pertanian, dan pariwisata meliputi:
1. Kecamatan Baturetno; 4. Kecamatan Karangtengah;
2. Kecamatan Nguntoronadi; 5. Kecamatan Batuwarno; dan
3. Kecamatan Tirtomoyo; 6. Kecamatan Giriwoyo.
e. Pusat pelayanan kawasan (PPK) yang berfungsi sebagai kawasan permukiman,
pelayanan jasa, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa meliputi:
a. PPK Eromoko; f. PPK Paranggupito;
b. PPK Manyaran; g. PPK Giritontro;
c. PPK Ngadirojo; h. PPK Batuwarno;
d. PPK Tirtomoyo; i. PPK Karangtengah;
e. PPK Kismantoro; j. PPK Nguntoronadi;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-37


k. PPK Jatiroto; q. PPK Slogohimo;
l. PPK Bulukerto; r. PPK Jatisrono;
m. PPK Puhpelem; s. PPK Selogiri;
n. PPK Giriwoyo; t. PPK Wuryantoro;
o. PPK Jatipurno; u. PPK Sidoharjo
p. PPK Girimarto;
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten Wonogiri terdiri
atas kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kabupaten berupa kawasan permukiman
perkotaan Wonogiri dan kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kecamatan yang
terdapat di seluruh Kecamatan. Selain itu juga perlu adanya pengembangan Kawasan Siap
Bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) yang berada di kawasan
permukiman perkotaan.
Arahan pengembangan kawasan peruntukan permukiman diwujudkan dengan
indikasi program meliputi:
a. penataan kawasan peruntukan permukiman;
b. pengendalian pertumbuhan pembangunan permukiman;
c. penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman;
d. peningkatan sanitasi lingkungan permukiman;
e. pengembangan sarana dan prasarana permukiman; dan
f. penyiapan lahan kasiba dan lisiba

2.5.2.5. KABUPATEN BANYUMAS


1. Sistem Perkotaan
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah
kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama
lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan
transportasi.
Dalam lingkup tata ruang Kabupaten Banyumas, Perkotaan Purwokerto merupakan
pengembangan PKW dengan fungsi pelayanan utama berupa perdagangan berskala
regional, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan perbankan. Selain itu
penetapan sistem perkotaan ini mengacu pula pada struktur hierarki ruang wilayah
Kabupaten Banyumas yang disinkronkan dengan kondisi sosial kependudukan,
karakteristik wilayah yang dapat mendukung pengembangan kegiatan agrobisnis, dan
kemampuan lahan wilayah. Berikut adalah rencana pusat-pusat permukiman atau sistem
perkotaan di Kabupaten Banyumas sebagai berikut:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-38


PKL (Pusat Kegiatan Lokal) meliputi: Perkotaan Banyumas, Perkotaan Ajibarang,
Perkotaan Sokaraja dan Perkotaan Wangon
PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) meliputi: perkotaan Jatilawang; perkotaan
Sumpiuh; perkotaan Patikraja; perkotaan Baturaden; perkotaan Cilongok;
perkotaan Lumbir; perkotaan Gumelar; perkotaan Pekuncen; perkotaan Purwojati;
perkotaan Rawalo; perkotaan Kemranjen; perkotaan Tambak; perkotaan Sumbang;
perkotaan Kembaran; perkotaan Karanglewas; perkotaan Kebasen; perkotaan
Somagede; perkotaan Kedungbanteng; dan perkotaan Kalibagor.
Rencana fungsi pusat pelayanan sistem perkotaan meliputi:
a. PKW Purwokerto dengan fungsi pelayanan utama berupa perdagangan berskala
regional, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan perbankan
meliputi:
1. Kecamatan Purwokerto Utara;
2. Kecamatan Purwokerto Timur;
3. Kecamatan Purwokerto Selatan;
4. Kecamatan Purwokerto Barat;
5. sebagian Kecamatan Sumbang;
6. sebagian Kecamatan Baturaden;
7. sebagian Kecamatan Kedungbanteng
8. sebagian Kecamatan Kembaran;
9. sebagian Kecamatan Karanglewas;
10. sebagian Kecamatan Sokaraja; dan
11. sebagian Kecamatan Patikraja
b. PKL Perkotaan Banyumas dengan fungsi pelayanan utama berupa pemerintahan
dan kesehatan di Kecamatan Banyumas;
c. PKL Perkotaan Ajibarang dengan fungsi pelayanan utama berupa kesehatan,
transportasi, industri, dan perdagangan skala kabupaten di Kecamatan Ajibarang;
d. PKL Perkotaan Sokaraja dengan fungsi pelayanan utama berupa pendidikan,
kesehatan, perdagangan skala kabupaten, dan industri di Kecamatan Sokaraja;
e. PKL Perkotaan Wangon dengan fungsi pelayanan utama berupa perdagangan
skala kabupaten, transportasi, dan industri di Kecamatan Wangon; dan
f. PPK dengan fungsi pelayanan pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan yang
melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-39


2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas terdiri
atas kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kabupaten berupa kawasan permukiman
perkotaan Purwokerto dan kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kecamatan yang
terdapat di seluruh Kecamatan.
Rencana pengembangan kawasan permukiman perkotaan yang ada di wilayah
Kabupaten Banyumas dapat diarahkan dengan melalui:
- melengkapi kawasan yang tumbuh menjadi kawasan perkotaan baru dengan sarana
dan prasarana yang memadai;
- melengkapi kawasan perkotaan dengan RTH dan/atau taman kota sesuai
perundang-undangan
- pengaturan izin lokasi untuk pengembang perumahan diarahkan ke kawasan yang
mulai tumbuh dengan penanganan yang agregatif

2.5.2.6. KABUPATEN KEBUMEN


1. Sistem Perkotaan
Sistem pusat pelayanan terdiri atas rencana sistem perkotaan disertai dengan
penetapan fungsi wilayah pengembangannya dan sistem perdesaan. Sistem pusat
pelayanan dibentuk secara berhierarki di seluruh Wilayah Kabupaten Kebumen, sehingga
terjadi pemerataan pelayanan dan mendorong pertumbuhan wilayah di perdesaan dan
perkotaan secara seimbang dan berkelanjutan, serta mendukung terbentuknya struktur
Wilayah Kabupaten Kebumen yang direncanakan 20 (dua puluh) tahun mendatang.
Dalam pembentukan sistem perkotaan di Kabupaten Kebumen, penetapan dilakukan
dengan membagi pusat-pusat kegiatan ke dalam notasi PPK (Pusat Pelayanan Kawasan)
dan PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), serta pusat kegiatan lain dengan hierarki yang
lebih tinggi yang telah ditetapkan di dalam kebijakan di atasnya. Dalam hal ini,
Kabupaten Kebumen telah ditetapkan dalam RTRWP sebagai PKW (Pusat Kegiatan
Wilayah) dengan pusat kegiatan di Kecamatan Kebumen yang menjadi hierarki tertinggi
di Kabupaten Kebumen. Selain itu penetapan sistem perkotaan ini mengacu pula pada
struktur hierarki ruang wilayah Kabupaten Kebumen yang disinkronkan dengan kondisi
sosial kependudukan, karakteristik wilayah yang dapat mendukung pengembangan
kegiatan agrobisnis, dan kemampuan lahan wilayah. Berikut adalah rencana pusat-pusat
permukiman atau sistem perkotaan di Kabupaten Kebumen sebagai berikut:
PKL (Pusat Kegiatan Lokal) : Kota Gombong, Karanganyar dan Prembun

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-40


PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) : Perkotaan Ayah, Perkotaan Puring, Perkotaan
Petanahan, Perkotaan Sruweng, Perkotaan Ambal, Perkotaan Kutowinangun,
Perkotaan Karangsambung, Perkotaan Padureso, Perkotaan Rowokele, Perkotaan
Buayan, Perkotaan Klirong, Perkotaan Buluspesantren, Perkotaan Mirit, Perkotaan
Bonorowo, Perkotaan Pejagoan, Perkotaan Alian, Perkotaan Poncowarno,
Perkotaan Adimulyo, Perkotaan Kuwarasan, Perkotaan Sempor, Perkotaan
Karanggayam, dan Perkotaan Sadang
PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) : Desa Giyanti Kecamatan Rowokele, Desa
Purbowangi Kecamatan Buayan, Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong, Desa
Rantewringin Kecamatan Buluspesantren, Desa Buluspesantren Kecamatan
Buluspesantren,Desa Tlogopragoto Kecamatan Mirit, Desa Bonorowo Kecamatan
Bonorowo, Desa Peniron Kecamatan Pejagoan, Desa Jatimulyo Kecamatan Alian,
Desa Poncowarno Kecamatan Poncowarno, Desa Adimulyo Kecamatan Adimulyo,
Desa Kalipurwo Kecamatan Kuwarasan, Desa Jatinegara Kecamatan Sempor, Desa
Pagebangan Kecamatan Karanggayam, dan Desa Sadangkulon Kecamatan Sadang
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten Kebumen terdiri
atas kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kabupaten berupa kawasan permukiman
perkotaan Kecamatan Kebumen dan kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kecamatan
yang meliputi Kecamatan Prembun, Kecamatan Kutowinangun, Karanganyar, Gombong
dan Kecamatan Petanahan.
Arahan pengembangan kawasan peruntukan permukiman di Kabupaten Kebumen
dapat berupa:
- penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman Daerah atau Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Kawasan Permukiman;
- pembentukan Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan
dan Permukiman Daerah atau badan yang menyelenggarakan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman;
- pengembangan kawasan perumahan di pusat-pusat kegiatan; dan
- melengkapi kawasan-kawasan yang tumbuh menjadi kawasan pusat permukiman
baru dengan sarana dan prasarana yang memadai.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-41


2.5.2.7. KABUPATEN PURWODADI
1. Sistem Perkotaan
Sistem kota-kota di daerah terlihat dalam konteks wilayah serta keterkaitannya satu
sama lain, baik keterkaitan secara spasial maupun fungsional. Sistem pusat pelayanan
dibentuk secara berhierarki di seluruh Wilayah Kabupaten Purwodadi, sehingga terjadi
pemerataan pelayanan dan mendorong pertumbuhan wilayah di perdesaan dan
perkotaan secara seimbang dan berkelanjutan, serta mendukung terbentuknya struktur
Wilayah Kabupaten Purwodadi yang direncanakan 20 (dua puluh) tahun mendatang.
Dalam pembentukan sistem perkotaan di Kabupaten Purwodadi, penetapan
dilakukan dengan membagi pusat-pusat kegiatan ke dalam notasi PPK (Pusat Pelayanan
Kawasan), PKL (Pusat Kegiatan Lokal), PKLp (Pusat Kegiatan Lokal promosi) serta pusat
kegiatan lain dengan hierarki yang lebih tinggi yang telah ditetapkan di dalam kebijakan
di atasnya. Dalam hal ini, Kabupaten Purwodadi telah ditetapkan dalam RTRWP sebagai
PKN (Pusat Kegiatan Nasional) dengan pusat kegiatan di wilayah perkotaan Purwodadi
yang menjadi hierarki tertinggi di Kabupaten Purwodadi. Selain itu penetapan sistem
perkotaan ini mengacu pula pada struktur hierarki ruang wilayah Kabupaten Purwodadi
yang disinkronkan dengan kondisi sosial kependudukan, karakteristik wilayah yang dapat
mendukung pengembangan kegiatan agrobisnis, dan kemampuan lahan wilayah. Berikut
adalah rencana pusat-pusat permukiman atau sistem perkotaan di Kabupaten Purwodadi
sebagai berikut:
PKL (Pusat Kegiatan Lokal) meliputi: Perkotaan Purwodadi, Perkotaan Gubug, dan
Perkotaan Godong
PKLp (Pusat Kegiatan Lokal promosi) meliputi: Perkotaan Wirosari dan Perkotaan
Kradenan
PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) meliputi: perkotaan Tegowanu; perkotaan
Tanggungharjo; perkotaan Kedungjati; perkotaan Klambu; perkotaan Brati;
perkotaan Grobogan; perkotaan Penawangan; perkotaan Karangrayung; perkotaan
Toroh; perkotaan Geyer; perkotaan Pulokulon; perkotaan Gabus; perkotaan
Ngaringan; dan perkotaan Tawangharjo.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten Purwodadi terdiri
atas kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kabupaten berupa kawasan permukiman
perkotaan Purwodadi dan kawasan permukiman perkotaan Ibukota Kecamatan yang
terdapat di seluruh Kecamatan.
Arahan perwujudan kawasan permukiman perkotaan dapat dilakukan melalui:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-42


- penyediaaan sarana dan prasarana permukiman perkotaan yang nyaman;
- menyediakan dan mengembangkan fasilitas ruang publik dan ruang terbuka hijau
kota; dan
- penyediaan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang mampu mendorong
perkembangan kawasan perkotaan.
- pengembangan kawasan permukiman perkotaan terpadu
Sedangkan pengembangan kawasan permukiman perkotaan dapat dilakukan dengan
melalui:
- Penyusunan RP4D
- Penataan Kawasan Permukiman Padat dan Kumuh
- Pengembangan Rumah Sehat Huni
- Penyiapan Kasiba dan Lisiba
- Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Perkotaan

2.5.2.8. KABUPATEN KENDAL


1. Sistem Perkotaan
Pusat kegiatan di Kabupaten Kendal terdiri dari :
a. PKN yang terdiri dari daerah bersama dengan Kendal, Demak, Ungaran,
Semarang, dan Purwodadi
b. PKL yang meliputi :
1. Kecamatan Kendal 4. Kecamatan Boja
2. Kecamatan Weleri 5. Kecamatan Sukorejo
3. Kecamatan Kaliwungu
c. PPK berada di Kecamatan Pegandon
d. PPL yang meliputi :
1. Kecamatan Cepiring 8. Kecamatan Singorojo
2. Kecamatan Patebon 9. Kecamatan Limbangan
3. Kecamatan Gemuh 10. Kecamatan Kaliwungu Selatan
4. Kecamatan Rowosari 11. Kecamatan Ringinarum
5. Kecamatan Kangkung 12. Kecamatan Ngampel
6. Kecamatan Pageruyung 13. Kecamatan Brangsong
7. Kecamatan Patean 14. Kecamatan Plantungan
Sedangkan untuk rencana fungsi pelayanan adalah sebagai berikut :
a. PKN perkotaan Kedungsepur dengan fungsi pelayanan pusat kawasan ekonomi
strategis dan industri
b. PKL terletak di perkotaan meliputi :

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-43


1. Perkotaan Kendal dengan fungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan tingkat
Daerah, pusat perdagangan regional, dan pendidikan. Yang selanjutnya akan
dilakukan pengembangan pusat peerintahan, perdagangan, dan jasa serta
pendidikan.
2. Perkotaan Weleri dengan fungsi pusat pelayanan sebagai pusat perdagangan dan
jasa. Yang selanjutnya akan silakukan pengembangan fasilitas perdagangan dan
jasa.
3. Perkotaan Kaliwungu dengan fungsi pusat pelayanan sebagai pusat industri,
kawasan ekonomi strategis, perdagangan, dan jasa. Yang selanjutnya akan
dilakukan pengembangan fasilitas dasar kawasan industry, pusat perdagangan,
jasa skala regional, dan fasilitas pelayanan transportasi laut skala nasional.
4. Perkotaan Boja degan fungsi pusat pelayanan sebagai pusat kegiatan pertanian
penyangga agropolitan, perdagangan, dan jasa serta konservasi. Yang
selanjutnya akan dilakuakn pengembangan fasilitas perdagangan Boja sebagai
outlet kawasan agropolitan Boja.
5. Perkotaan Sukorejo dengan fungsi pusat agropolitan, pertanian, peternakan, dan
konservasi. Yang selanjutnya akan dilakukan pemantapan fasilitas perdagangan
Sukorejo sebagai outlet kawasan agropolitan Sukorejo.
c. PPK perkotaan Pegandon dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan
atau beberapa desa. Yang selanjutanya akan dilakukan pengembangan fasilitas
perkotaan berupa perdagangan dan jasa, perumahan, pendidikan, kesehatan,
olahraga, dan peribadatan.
d. PPL di perkotaan ibu kota kecamatan dengan fungsi pusat pelayanan tingkat
kecamatan. Yang selanjutnya akan dilakukan pengembangan fasilitas perkotaan
berupa perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, oelh raga, dan peribadatan.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman perkotaan dengan luas rencna peruntukan kurang lebih 8.734
Ha dan kawasan permukiman perdesaan dengan luas rencana peruntukan kurang lebih
10.132 Ha. Untuk kawasan perdesaan berada di seluruh kecamatan, sedangkan kawasan
permukiman perkotaan meliputi :
a. Permukiman berada di perkotaan Kendal
b. Permukiman yang merupakan bagian dari ibukota kecamatan
Perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten untuk kawasan permukiman
meliputi :

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-44


a. Program intensifikasi lahan permukiman sesuai rencana tata ruang;
b. Pengaturan dan penyusunan tata ruang wilayah perkotaan;
c. Peningkatan pelayanan sarana prasarana lingkungan; dan
d. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah.

2.5.2.9. KABUPATEN WONOSOBO


1. Sistem Perkotaan
Struktur ruang wilayah pada dasarnya berupa pusat pelayanan kegiatan di
Kabupaten Wonosobo yang mencakup sistem perkotaan wilayah dan berkaitan dengan
kawasan pedesaan yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah. Untuk pusat
pelayanan kegiatan di Kabupaten Wonosobo terdiri dari :
a. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) Wonosobo berada di Kecamatan Wonosobo;
PKW yang berada di Kecamatan Wonosobo berfungsi sebagai kawasan Pusat
pemerintahan, perdagangan jasa, pendidikan dan kesehatan
b. PKLp meliputi perkotaan Kecamatan Kretek dan Kecamatan Selomerto;
PKLp Kretek dan Selomerto berfungsi sebagai pusat pemerintahan kecamatan,
perdagangan jasa, pendidikan menengah, jasa pariwisata, pertanian, pelayanan
sosial dan ekonomi skala regional, pengembangan permukiman serta peruntukan
industri
c. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) meliputi perkotaan Kecamatan Mojotengah,
Kecamatan Kejajar, dan Kecamatan Sapuran;
PPK ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pertanian, pendidikan,
peternakan, pariwisata, perkebunan dan jasa serta pelayanan sosial ekonomi skala
kecamatan atau beberapa desa.
d. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) meliputi Kecamatan Kepil, Kecamatan Kaliwiro,
Kecamatan Wadaslintang, Kecamatan Leksono, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan
Garung, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan
Kalibawang;
PPL ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat pemerintahan desa,
pusat permukiman desa, pertanian, agropolitan, jasa dan pelayanan sosial ekonomi
skala antar desa serta pendukung aktivitas wisata.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman perkotaan terdiri atas kawasan perkotaan Wonosobo,
perkotaan Kertek, perkotaan Selomerto, perkotaan Mojotengah, perkotaan Kejajar dan
kawasan perkotaan sapuran.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-45


Perwujudan kawasan peruntukan permukiman yang ada di Kabupaten Wonosobo
meliputi penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan serta
peningkatan sarana atau fasilitas permukiman.

2.5.2.10. KABUPATEN BLORA


1. Sistem Perkotaan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Blora terbagi ke dalam 16 Kota Kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kekotaan, maka sistem perkotaan di wilayah Kabupaten
Blora diarahkan membentuk struktur jenjang kota sebagai berikut:
1. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) untuk melayani kegiatan skala propinsi atau beberapa
kabupaten adalah Perkotaan Cepu dengan fungsi pelayanan sebagai pusat kawasan
perdagangan, perhubungan, pendidikan, pengetahuan teknologi, industri, dan
permukiman;
2. PKL (Pusat Kegiatan Lingkungan) sebagai pusat wilayah (regional centre) juga
sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten Blora adalah Perkotaan Blora yang berfungsi
sebagai pusat pelayanan pemerintahan tingkat kabupaten, pusat perdagangan
regional, pendidikan, perdagangan dan jasa, dan permukiman;
3. PKLp (Pusat Kegiatan Lingkungan Promosi), derah yang termasuk dengan PKLp
adalah Perkotaan Randublatung dengan fungsi perhubungan, perdagangan,
pertanian, dan permukiman; dan Perkotaan Kunduran dengan fungsi agro industri,
agro forestry dan agro bisnis;
4. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) adalah kawasan perkotaan yang melayani skala
kecamatan atau beberapa desa. PPK Kabupaten Blora antara lain:
a. Todanan dengan fungsi agro industri, pertambangan, perhubungan, dan
pemukiman
b. Japah dengan fungsi perdagangan, pertanian industri, dan pemukiman
c. Tunjungan dengan fungsi kegiatan industri, pertanian, dan pemukiman
d. Jepon dengan fungsi perdagangan industri menengah, dan pemukiman
e. Bogorejo dengan fungsi pertanian, pertambangan, dan pemukiman
f. Sambong dengan fungsi pertanian, industri, dan pemukiman
g. Kradenan dengan fungsi pertanian, industri, migas dan pemukiman
h. Jati dengan fungsi pertanian, industri, migas dan pemukiman
i. Kedungtuban dengan fungsi perdagangan, industri dan pertanian dan pemukiman
j. Banjarejo dengan fungsi pertanian, perkebunan dan pemukiman
k. Ngawen dengan fungsi pertanian, industri menengah dan pemukiman
l. Jiken dengan fungsi pertanian, perkebunan dan pemukiman

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-46


2. Rencana Kepadatan Permukiman
Permukiman yang selama ini berkembang di wilayah Kabupaten Blora lebih bersifat
sporadis terutama pada kawasan pedesaan. Sedangkan pada kawasan perkotaan sudah
cenderung teratur mengikuti pola jaringan jalan. Rencana permukiman kepadatan tinggi
diarahkan pada kawasan perkotaan yang pertumbuhannya relatif lebih pesat (Kota Blora
dan Cepu) diatur agar tidak tumbuh linier tetapi menyebar pada setiap simpul kota
Ibukota Kecamatan. Sedangkan permukiman kepadatan rendah diarahkan pada kawasan
pedesaan dan kawasan desa-kota (menyebar pada sisi utara dan selatan wilayah Blora)
diatur agar dapat mengelompok membentuk pola kegiatan tertentu dan tidak bersifat
sporadis. Selain itu perlu dikembangkan pembinaan permukiman agar tidak tercipta
lingkungan kumuh pada kawasan perkotaan, sedangkan pada kawasan pedesaan perlu
pembinaan budaya pola hidup sehat dan penyediaan sarana dan prasarana dasar untuk
memenuhi kebutuhan penduduk. Pengaturan tentang permukiman lebih lanjut akan
diatur didalam RP4D (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman di Daerah).
3. Rencana Penyediaan Perumahan
Kebutuhan perumahan di Kabupaten Blora diperhitungkan dengan melihat
proyeksi/perkembangan jumlah penduduk hingga tahun 2031. Mengacu pada standar
yang digunakan untuk memproyeksikan kebutuhan jumlah perumahan sebagaimana yang
tertuang dalam Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Tahun 2001) dan Pedoman Teknik Penataan Ruang Daerah, serta didasarkan
pada asumsi bahwa satu (1) unit rumah terdiri dari 4 orang penduduk yang terbagi
menjadi 1:3:6 (250 m2: 120 m2: 90 m2), maka proyeksi jumlah kebutuhan rumah dan
luasan kebutuhan lahan di Kabupaten Blora sampai tahun 2031 masih mencukupi, hal ini
dikarenakan jumlah eksisting yang ada sekarang masih mencukupi untuk kebutuhan pada
tahun 2031, dimana kebutuhan rumah di Kabupaten Blora sampai tahun 2031 adalah
rumah mewah sebanyak 18.290 unit dengan kebutuhan luas lahan 4.573.735 m,
kebutuhan rumah sedang sebanyak 54.885 unit dengan kebutuhan luas lahan 6.586.178
m dan kebutuhan rumah kecil sebanyak 182.949 unit dengan kebutuhan luas 21.039.181
m (1:3:6). Total kebutuhan untuk perumahan seluas 32.199.094 m. Perkembangan
perumahan diarahkan untuk peningkatan kualitas maupun pengembangan kawasan baru
sehingga masih dimungkinkan penambahan jumlah rumah.
Konsep penyediaan perumahan perlu mendapat perhatian serius, terutama bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mampu menjangkau harga
perumahan. Perlu didorong peran berbagai stakeholder perumahan (pemerintah,

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-47


pengembang swasta dan kelompok masyarakat) untuk mengembangkan model-model
kepemilikan rumah bagi masyarakat. Selain dengan pendekatan formal melalui
pengembangan kredit perumahan, perlu didorong pengembangan perumahan secara
mandiri oleh masyarakat melalui program pemberdayaan kelompok masyarakat.
Pembangunan perumahan diarahkan agar lebih dapat berbentuk pola-pola kawasan
terbangun yang yang menyebar, tidak terkonsentrasi di sepanjang jalur jalan. Pola
permukiman intensif (lebih dari 1 lantai) perlu dikembangkan untuk mempertahanan
keberadaan lahan pertanian produktif. Dengan membentuk pola permukiman yang
berkelompok dan membentuk kantung-kantung unit lingkungan, akan mempermudah
pengembangan struktur pelayanan fasilitas. Dengan demikian pemakaian, perawatan dan
pemeliharaan infrastruktur yang ada dapat lebih efektif dan efisien.

2.5.2.11. KABUPATEN KUDUS


1. Sistem Perkotaan
Rencana sistem perkotaan di Kabupaten Kudus terbagi menjadi 3, yaitu PKW, PKLp,
dan PPK. Secara rinci adalah sebagai berikut,
a. PKW meliputi kawasan perkotaan kudus dengan fungsi utama sebagai pusat
pelayanan industry, pertanian, dan perikanan.
b. PKLp meliputi Ibukota Kecamatan Jekulo dengan fungsi utama sebagai kawasa
pengembangan industry dan pembangunan industri baru serta pelayanan
permukiman.
c. PPK meliputi :
Ibukota Kecamatan Undaan dengan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan
pendukung aktivitas pertanian agropolitan.
Ibukota Kecamatan Gebog dengan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan
pendukung aktivitas perkebunan.
Ibukota Kecamatan Dawe dengan fungsi pusat kegiatan ekonomi agrobisnis dan
pendukung aktivitas wisata dengan karakter wisata alam dan budaya.
Ibukota Kecamatan Mejobo dengan fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan
pendukung aktivitas pertanian.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan peruntukan permukiman meliputi permukiman perkotaan dan perdesaan.
Dimana untuk permukiman perdesaan diluar permukiman perkotaan dengan luas 2.653
Ha, dan permukiman perkotaan memiliki luas keseluruhan kurang leih 9.884 Ha
(sembilan ribu delapan ratus delapan puluh empat hektar) meliputi :

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-48


a. Kawasan perkotaan kabupaten meliputi :
Seluruh wilayah kecamatan kota
Seluruh Kecamatan Bae
Seluruh Kecamatan Jati
Sebagian Kecamatan Kaliwungu
Sebagian Kecamatan Gebog
Sebagian Kecamatan Mejobo
b. Ibukota kecamatan meliputi :
Ibukota Kecamatan Undaan
Ibukota Kecamatan Dawe
Ibukota Kecamatan Jekulo
Ibukota Kecamatan Gebog
Ibukota Kecamatan Mejobo

2.5.2.12. KOTA MAGELANG


1. Sistem Perkotaan
Sistem perkotaan Kota Magelang terdiri dari 3 sistem, yaitu system pusat pelayanan
kota, subpusat pelayanan kota, dan pusat lingkungan. Selanjutnya system perkotaan
terbagi menjadi 5 (lima) BWK sebagai berikut:
a. BWK I (Pusat Pelayanan Kota) terdiri dari sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian
Kelurahan Panjang, sebagian Kelurahan Kemirirejo, dan sebagian Kelurahan
Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, yaitu Kawasan Alun-Alun. Dimana
mempunyai cakupan pelayanan seluruh wilayah Daerah dan/atau regional. BWK I
mempunyai luas kurang lebih 255 Ha, dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat
pelayana social dan ekonomi skala kota, rekreasi wisata perkotaan, dan
permukiman dengan kepadatan tinggi.
b. BWK II (Subpusat Pelayanan Kota) terdiri dari Kelurahan Wates dan Kelurahan
Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara, yaitu Kawasan Kebonpolo.dimana
mempunyai cakupan pelayanan sub wilayah kota. BWK II mempunyai luas kurang
lebih 371 Ha, dengan fungsi utama pusat pelayanan permukiman kepadatan tinggi
dan sedang, perguruan tinggi, dan pendidikan angkatan darat.
c. BWK III terdiri dari Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Mageang Tengah dan
Kelurahan Jurangombo Utara, Kecamatan Magelang Selatan, yaitu Kawasan Kyai
Langgeng. BWK III mempunyai luas kurang lebih 383 Ha, dengan fungsi pusat

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-49


pelayanan rekreasi kota/wisata alam skala regional, pelestarian alam, pendidikan,
angkatan darat, dan permukiman dengan kepadatan rendah.
d. BWK IV terdiri dari Kelurahan Tidar Utara, Kecamatan Magelang Selatan, yaitu
Kawasan Sukarno-Hatta. BWK IV mempunyai luas kurang lebih 437 Ha, dengan
fungsi pusat pelayanan pemerintahan kota, industry kecil dan menengah, simpul
pergerakan barag, jasa, dan orang, dan permukiman kepadatan tinggi.
e. BWK V terdiri dari Kelurahan Kramat Utara, Kecamatan Magelang Utara, yaitu
Kawasan Sidotopo. BWK V mempunyai luas kurang lebih 366 Ha, dengan fungsi
pusat pelayanan perguruan tinggi, perbelanjaan toko modern, kawasan
pengembangan sosial budaya, olahraga, dan rekreasi.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan peruntukan perumahan dilaksanakan berdasarkan arahan sebagai berikut:
a. Pengaturan pembangunan lingkungan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur,
terarah, dan berkelanjutan/berkesinambungan;
b. Pengembangan kawasan perumahan formal dan informal sebagai tempat hunian
yang aman, nyaman, dan produktif dengan didukung saraa dan prasarana
permukiman yang memadai;
c. Penggunaan lahan secara efektif dan efisien sesuai dengan arahan kepadatan
bangunan;
d. Pembangunan perumahan harus memenuhi persyaratan administrasi yang berkaitan
dengan perizinan pembangunan, perizinan layak huni, dan sertifikasi tanah;
e. Pengembangan kawasan perumahan baru secara vertical melalui konsolidasi lahan
dan/atau pengadaan lahan perumahan dan kawasan permukiman dengan prinsip
membangun tanpa menggusur;
f. Peremajaan kawasan lingkungan permukiman yang teridentifikasi sebagai
perumahan/kawasan permukiman kumuh;
g. Pengembangan perumahan formal yang menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup wajib dilengkapi Dokumen Lingkungan Hidup; dan
h. Pengembangan perumahan oleh pengembang wajib dilengkapi dengan sarana dan
prasarana dasar perumahan, dilengkapi dengan site plan (rencana tapak), dan
sesuai dengan mekanisme perizinan Pemerintah Daerah.

2.5.2.13. KOTA PEKALONGAN


1. Sistem Perkotaan
Sesuai dengan Perda Provinsi Jawa Tengah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, salah satu daerah yang direncanakan sebagai

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-50


Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah Kota Pekalongan. Kegiatan-kegiatan yang
direncanakan berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah: Kawasan Pusat
Grosir Batik di Setono dan Kawasan Minapolitan di pesisir utara Kota Pekalongan.
Pusat Pelayanan Kota (PPK) di Kota Pekalongan akan dikembangkan pada kawasan-
kawasan yang berfungsi sebagai magnet untuk menarik kegiatan- kegiatan ekonomi dan
atau sosial-budaya dan atau religius, yang dilakukan oleh masyarakat Kota Pekalongan
dan sekitarnya. PPK yang akan dikembangkan berlokasi di: Kawasan Alun-alun
Pekalongan di sebagian Kelurahan Kauman, sebagian Kelurahan Keputran dan sebagian
Kelurahan Sugih Waras Kecamatan Pekalongan Timur sebagai pusat kegiatan
perdagangan-jasa skala regional dan pusat pelayanan peribadatan skala regional.
Sedangkan Sub Pusat Pelayanan Kota Kecamatan Pekalongan Utara yang terletak di
Kelurahan Panjang Wetan sebagai pusat pelayanan pendidikan skala regional dan pusat
pelayanan pemerintahan skala kecamatan, Sub Pusat Pelayanan Kota Kecamatan
Pekalongan Barat terletak di Kelurahan Podosugih dan Kelurahan Bendan, Sub Pusat
Pelayanan Kota Kecamatan Pekalongan Timur (Kelurahan Gamer) dan Kecamatan
Pekalongan Selatan (Kelurahan Banyurip) merupakan sebagai pusat perdagangan-jasa
skala kota maupun kecamatan serta sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kota
dan pusat pelayanan pendidikan skala regional.
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) di Kota Pekalongan direncanakan mengikuti
struktur ruang Kota Pekalongan yang mengikuti konsep dan skenario pengembangan kota
yaitu untuk pembentukan koridor pertumbuhan di jalur pantura dan koridor
pertumbuhan di jalur menuju wilayah pesisir di sebelah utara dan yang menuju kawasan
perbatasan di sebelah selatan (kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan). PPL ini
dikembangkan di beberapa lokasi yang mempunyai skala pelayanan tingkat lingkungan,
meliputi:
a. Kawasan di Kelurahan Noyontaan Kecamatan Pekalongan Timur, dengan fungsi
pusat perdagangan-jasa skala lingkungan;
b. Kawasan di Kelurahan Landungsari Kecamatan Pekalongan Timur dengan fungsi
pusat perdagangan-jasa skala lingkungan;
c. Kawasan di Kelurahan Kuripan Kidul Kecamatan Pekalongan Selatan dengan fungsi
pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan;
d. Kawasan di Kelurahan Buaran Kecamatan Pekalongan Selatan dengan fungsi pusat
pelayanan pendidikan skala kecamatan, pusat pelayanan kesehatan skala kecamatan
dan pusat pengembangan agama Islam skala kota;

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-51


e. Kawasan di Kelurahan Poncol Kecamatan Pekalongan Timur dengan fungsi pusat
perdagangan dan jasa skala lingkungan;
f. Kawasan di Kelurahan Gamer Kecamatan Pekalongan Timur dengan fungsi pusat
perdagangan dan jasa skala lingkungan; dan
g. Kawasan di Kelurahan Tirto Kecamatan Pekalongan Barat dengan fungsi pusat
pelayanan pemerintahan skala kota dan pusat pelayanan pendidikan skala kota
Kawasan-kawasan ini mempunyai potensi untuk menumbuh-kembangkan potensi
ekonomi masyarakat yang mempunyai skala pelayanan tingkat lokal.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingungan hunian yang dilengkapi dengan prarasaran dan sarana lingkungan.
Arahan pengembangan untuk kawasan perumahan termasuk fasilitas pendukung
perumahan berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum lingkungan perumahan adalah:
a) Membatasi proporsi kawasan perumahan maksimum 60 % dari luas lahan kota.
b) Mendorong pengembangan perumahan di wilayah Pekalongan Barat dan Sebagian
di Pekalongan Selatan dengan pola kasiba dan lisiba yang berdiri sendiri. Untuk di
bagian Selatan Kota Pekalongan arahan pengembangan untuk kawasan perumahan
perlu dilakukan pembatasan perkembangannya. Hal ini untuk membatasi proporsi
kawasan perumahan yang ada.
c) Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau
kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana
yang ada. Perumahan vertikal meliputi rumah susun dengan ketinggian maksimum
5 lantai. Untuk pengembangan perumahan secara vertikal berupa rumah susun di
wilayah perencanaan terdapat di Kota Pekalongan Bagian Utara dengan Arahan
lokasi tidak pada daerah yang menjadi kawasan rawan bencana dan lindung.
Prasarana yang harus dipertimbangkan terutama ketersediaan kapasitas prasarana
jalan dan air bersih.
d) Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya, dan
diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana sewa lengkap dengan
sarana dan prasarana lingkungannya.
Sedangkan untuk rencana kawasan peruntukan perumahan dibagi menjadi 3
perumahan yang terdiri dari:
- Perumahan berkepadatan tinggi terdapat di Kelurahan Kauman Kecamatan
Pekalongan Timur

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-52


- Perumahan berkepadatan sedang terdapat di semua Kelurahan yang ada di
Kecamatan Pekalongan Barat.
- Perumahan berkepadatan rendah terdapat di semua Kelurahan yang ada di
Kecamatan Pekalongan Selatan, di semua Kelurahan di Kecamatan Pekalongan
Timur kecuali kelurahan kauman dan di semua Kelurahan di Kecamatan Pekalongan
Utara.

2.5.2.14. KOTA TEGAL


1. Sistem Perkotaan
Dalam pembentukan sistem perkotaan di Kota Tegal, penetapan dilakukan dengan
membagi pusat-pusat kegiatan ke dalam notasi PPK (Pusat Pelayanan Kota), Sub Pusat
Pelayanan Kota dan PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), serta pusat kegiatan lain dengan
hierarki yang lebih tinggi yang telah ditetapkan di dalam kebijakan di atasnya. Dalam hal
ini, Kota Tegal telah ditetapkan dalam RTRWP sebagai PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)
dengan pusat kegiatan di Perkotaan Tegal yang menjadi hierarki tertinggi di Kota Tegal.
Selain itu penetapan sistem perkotaan ini mengacu pula pada struktur hierarki ruang
wilayah Kota Tegal yang disinkronkan dengan kondisi sosial kependudukan, karakteristik
wilayah yang dapat mendukung pengembangan kegiatan agrobisnis, dan kemampuan
lahan wilayah. Berikut adalah rencana pusat-pusat permukiman atau sistem perkotaan di
Kota Tegal sebagai berikut:
Pusat Pelayanan Kota di Kota Tegal berada di Kecamatan Tegal Timur dengan fungsi
utama meliputi pemukiman, pusat pemasaran dan perdagangan, pusat perhubungan dan
telekomunikasi, pusat kegiatan usaha jasa dan produksi, serta pusat pelayanan sosial
(pendidikan, kesehatan, peribadatan).
Sub Pusat Pelayanan Kota yang berada di Kota Tegal meliputi:
a. SPPK Bandung memiliki fungsi untuk pelayanan permukiman yang meliputi
wilayah kecamatan Tegal Selatan;
b. SPPK Kraton memiliki fungsi untuk pelayanan perdagangan dan jasa yang meliputi
wilayah kecamatan Tegal Barat;
c. SPPK Kejambon memiliki fungsi untuk pelayanan permukiman, pendidikan,
perdagangan dan jasa yang meliputi wilayah Kecamatan Tegal Timur; dan
d. SPPK Sumurpanggang memiliki fungsi untuk pelayanan permukiman dan
pendidikan meliputi wilayah Kecamatan Margadana
Pusat Pelayanan Lingkungan yang berada di kawasan Kota Tegal dimana kawasan
yang ada terdapat dalam masing-masing Sub Pusat Pelayanan Kota meliputi:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-53


a. PL di SPPK Bandung terbagi atas PL Kalinyamat Wetan, PL Bandung, PL Debong
Kidul, PL Tunon, PL Keturen, PL Debong Kulon, PL Debong Tengah, PL
Randugunting;
b. PL di SPPK Kraton terbagi atas PL Pesurungan Kidul PL Kelurahan Debong Lor, PL
Kemandungan PL Pekauman, PL Kraton, PL Tegalsari, PL Muarareja ;
c. PL di SPPK Kejambon terbagi atas PL Kejambon, PL Slerok, PL Panggung, PL
Mangkukusuman, PL Mintaragen;
d. PL di SPPK Sumurpanggang terbagi atas PL Kaligangsa, PL Krandon, PL Cabawan, PL
Margadana, PL Kalinyamat Kulon, PL Sumurpanggang, PL Pesurungan Lor
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Permukiman yang selama ini berkembang di wilayah Kota Tegal sudah cenderung
teratur mengikuti pola jaringan jalan. Rencana lokasi pengelompokan perumahan sesuai
dengan kepadatan perumahan meliputi:
a. kepadatan tinggi: Kelurahan Kraton, Kelurahan Pekauman, Kelurahan
Mangkukusuman, Kelurahan Randugunting, Kelurahan Kejambon, Kelurahan
Tegalsari;
b. kepadatan sedang: Kelurahan Slerok, Kelurahan Mintaragen, Kelurahan Pesurungan
Kidul, Kelurahan Kemandungan, Kelurahan Kaligangsa, Kelurahan Cabawan,
Kelurahan Debong Kidul, Kelurahan Debong Tengah, Kelurahan Sumurpanggang,
Kelurahan Debong Lor, Kelurahan Debong Kulon, Kelurahan Bandung, Kelurahan
Tunon, Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kelurahan
Keturen, Kelurahan Panggung; dan
c. kepadatan rendah: Kelurahan Pesurungan Lor, Kelurahan Muarareja, Kelurahan
Margadana, Kelurahan Krandon, Kelurahan Cabawan, Kelurahan Kaligangsa
Sedangkan rencana pengembangan kawasan perumahan yang memiliki kepadatan
tinggi dapat dilakukan melalui:
- peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan dan penyediaan ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau; dan
- peningkatan kualitas hunian di kawasan perumahan melalui pembangunan
perumahan secara vertikal
Selanjutnya untuk rencana pengembangan kawasan perumahan kepadatan sedang
dapat dilakukan melalui:
- peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan dan penyediaan ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau; dan
- penyediaan prasarana dan sarana umum meliputi sarana jalan dan saluran

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-54


Sedangkan yang terakhir adalah rencana pengembangan kawasan perumahan
kepadatan rendah dilakukan melalui:
- peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan dan penyediaan ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau;
- penyediaan prasarana dan sarana umum, meliputi sarana jalan dan saluran
Di dalam rencana pengembangan kawasan perumahan yang terpenting adalah
dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi, daya dukung dan daya tampung
lingkungan.

2.5.2.15. KABUPATEN TEGAL


1. Sistem Perkotaan
Pusat pelayanan adalah kota yang mengemban peran sebagai pusat pelayanan bagi
wilayah sekitarnya (hinterland), bedasarkan pola tata jenjang pusat pelayanan yang telah
ditentukan. Kota Slawi memiliki tata jenjang pelayanan utama yang mempunyai fungsi
pusat pelayanan daerah, sekaligus sebagai kota administratif, pusat pelayanan pendidikan
dan kesehatan. Untuk lebih jelas fungsi pusat pelayanan dan wilayah pengembangan di
Kabupaten Tegal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II.2.
Hirarki Kota Dan Fungsi Pusat Pelayanan
Dalam Rencana Struktur Tata Ruang Kabupaten Tegal
NO PUSAT PELAYANAN KECAMATAN FUNGSI
1. PKL Slawi Pusat pemerintahan tingkat kabupaten
Pusat pendidikan
Pusat pelayanan sosial ekonomi skala kabupaten
Pusat transportasi wilayah
Pengembangan pariwisata
Pusat pengembangan permukiman perkotaan
Daerah pengembangan perdagangan
Adiwerna Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pusat pemasaran perdagangan tingkat kecamatan
Pengembangan pendidikan
Pengembangan permukiman
Pengembangan industri
Pusat pengembangan kawasan tertentu (militer)
Pengembangan pertanian lahan kering
2. PKLp Dukuhturi Pusat pemerintahan kecamatan
Pusat pengembangan kegiatan perdagangan
Pengembangan pelayanan sosial dan ekonomi skala kecamatan
Pusat Pengembangan permukiman
Pusat pengembangan lahan sawah dan pertanian lahan kering

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-55


NO PUSAT PELAYANAN KECAMATAN FUNGSI
3. PPK Pangkah Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan kegiatan industri
Pusat pengembangan pertanian tanaman palawija dan pertanian
lahan kering
Sentra penghasil perkebunan cabe jamu
Dukuhwaru Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan permukiman
Pengembangan pertambangan
Pusat pengembangan lahan sawah dan pertanian lahan kering
Lebaksiu Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan industri
Pengembangan pertambangan
Pengembangan wisata
Pusat pengembangan lahan sawah dan penghasil palawija
Bojong Pusat pemerintahan skala kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa
Pengembangan pertambangan
Pengembangan peternakan
Pusat pengembangan pariwisata
Pusat penghasil padi ladang dan pertanian lahan kering
Sentra penghasil cengkeh
Talang Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan pertambangan
Pengembangan industri
Kramat Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan pertanian lahan kering
Pusat pengembangan industri
4. PPL Tarub Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan permukiman
Sentra penghasil perkebunan kelapa
Balapulang Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan pariwisata
Daerah pengembangan tanaman kehutanan
Pengembangan industri
Pengembangan pertambangan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-56


NO PUSAT PELAYANAN KECAMATAN FUNGSI
Warureja Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan permukiman
Pengembangan industri
Pengembangan pertambangan
Pengembangan perikanan tambak
Pusat pengembangan lahan sawah dan penghasil palawija
Margasari Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa
Pengembangan peternakan
Pengembangan tanaman pertanian (baik lahan basah maupun
lahan kering)
Pusat pengembangan pertambangan (penghasil pasir dan batu
gamping)
Pemeliharaan hutan produktif
Pagerbarang Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan peternakan
Pusat pengembangan lahan sawah dan pertanian lahan kering
Bumijawa Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan sosial ekonomi dan jasa tingkat kecamatan
Pengembangan pertambangan
Pusat pengembangan tanaman pangan dan holtikultura
Pusat pengembangan pariwisata
Pemeliharaan kawasan lindung
Pusat penghasil padi ladang dan pertanian lahan kering
Jatinegara Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa
Pengembangan permukiman
Pengembangan kawasan wisata
Pemeliharaan kawasan lindung
Pengembangan pertanian lahan kering
Kedungbanteng Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan permukiman
Pusat pengembangan pertambangan
Pusat pengembangan wisata
Pengembangan hutan produktif
Penghasil padi ladang dan tanaman palawija
Sentra penghasil tanaman perkebunan kapok
Suradadi Pusat pemerintahan kecamatan
Pengembangan pelayanan sosial ekonomi dan jasa tingkat
kecamatan
Pengembangan permukiman
Pengembangan perikanan tambak
Pengembangan industri

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-57


NO PUSAT PELAYANAN KECAMATAN FUNGSI
Pengembangan wisata pantai
Pusat pengembangan pertanian lahan kering dan penghasil
palawija
Sumber: Perda RTRW Kabupaten Tegal

2. Rencana Pengembangan Sistem Permukiman Perkotaan


Sistem permukiman diarahkan pada perkembangan linear wilayah, mengikuti
jaringan jalan regional. Sistem permukiman dikembangkan untuk membentuk struktur
perkotaan yang dinamis dan akomodatif, dengan pola pengembangan kota yang
berkelanjutan dengan proses pembangunan yang terpadu.
Keberadaan perkotaan dalam suatu wilayah kabupaten merupakan barometer
perkembangan wilayah secara umum, dengan berbagai karakteristik tertentu yang
menjadi pendukung perkembangannya. Untuk itu, perkotaan yang ada harus
dikembangkan sebagai satu pintu pengembangan wilayah Kabupaten Tegal secara
keseluruhan, yang tertintegrasi dengan pola pengembangan wilayah secara umum.
Berdasarkan konsep tersebut maka arahan pengembangan sistem perkotaan dapat
dilakukan dengan beberapa hal berikut ini:
Menentukan hirarki kota-kota sebagai pusat-pusat pengembangan wilayah
kabupaten
Pengembangan wilayah perkotaan dengan peningkatan fungsi dan peran kota-
kotayang terbentuk dalam sistem perkotaan yang terintegrasi, dalam fungsi utama
sebagai pusat pengembangan wilayah sekitarnya sesuai dengan hirarki kotanya,
untuk membentuk struktur perkotaan yang dinamis dan terintegrasi.
Membuka kesempatan investasi keuangan dan jasa dalam usaha meningkatkan
fungsi dan peran kota, dengan beberapa hal berikut ini :
Dengan kemudahan-kemudahan penanaman modal yang telah diatur dalam tata
aturan perundangan yang berlaku.
Meningkatkan sarana dan prasarana wilayah yang lebih memadai
Selanjutnya rencana dari sitem perkotaan dapat dilakukan dengan beberapa hal
berikut ini, sebagai langkah-langkah integral dalam rangka membuka kran-kran
pembangunan bagi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, yaitu :
Membuat pola hirarki kota dalam sistem distribusi pengembangan wilayah dan
rangkaian sistem jaringan sebagai pembentuk struktur kota-kota, dengan 1 (satu)
kota utama yaitu Kota Slawi; 5 (lima) kota berordo II yaitu Kota Margasari,
Adiwerna, Kramat, Dukuhturi, Suradadi; 9 (sembilan) kota berordo III yaitu Kota
Bojong, Balapulang, Lebaksiu, Jatinegara, Pangkah, Dukuhwaru, Talang, Tarub

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-58


Warureja; serta 3 (tiga) kota berordo IV yaitu Kota Bumijawa, Pagerbarang,
Kedungbanteng. Sistem ini dirangkaikan dalam pola distribusi, pola sebaran dan
pola pelayanan yang saling memperkuat dan dinamis.
Meningkatkankembangkan kinerja sistem jaringan yang ada terutama dalam pola
pelayanan baku bagi pengembangan wilayah dengan wujud membuka sistem
jaringan yang lebih memudahkan aksesibilitas antar wilayah.
3. Rencana Pengembangan Sistem Permukiman Perdesaan
Pengembangan sistem permukiman perdesaan di Kabupaten Tegal diarahkan pada
usaha pemerataan pembangunan dan perkembangan wilayah sebagai salah satu usaha
mencegah kesenjangan wilayah. Hal ini terutama karena hambatan-hambatan strategis
yang meliputi kondisi geografis yang mempengaruhi pola distribusi dengan tingkat
kesulitan aksesibilitas yang cukup tinggi, yang ditunjukkan adanya hambatan-hambatan
fisik kawasan dan sistem jaringan yang belum memadai dalam membuka potensi-potensi
pembangunan bagi wilayah terbelakang. Untuk itu arahan selanjutnya adalah membuka
kran-kran pembangunan yang baru bagi pengembangan wilayah pedesaan dengan
pemilihan desa-desa berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan. Desa desa
tersebut menjadi pusat bagi suatu Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D)
dengan daerah desa-desa sekitar yang menjadi hinterlandnya. Selanjutnya rencana
pengembangan sistem permukiman pedesaan dapat ditentukan sebagai berikut:
Menentukan blok desa-desa pusat pertumbuhan dalam satuan unit permukiman
yang terdiri dari beberapa desa yang memiliki keterikatan fisik (aksesibilitas)
Potensi-potensi desa-desa tersebut dapat diidentifikasikan dalam rangka mendukung
perkembangan ekonomi pertanian wilayah perdesaan, yang meliputi potensi
agrowisata, agroindustri dan agrobisnis.
Desa-desa pusat pertumbuhan direncanakan berubah dari yang sudah ditetapkan
oleh Cipta Karya perubahan yang terjadi dengan pertimbangan telah terjadi beberapa hal
yang kurang sesuai dengan syarat pembentukan DPP yaitu pada kriteria:
Bukan ibukota Kecamatan
Berjarak minimal 5 Km dari ibukota Kecamatan
Tingkat kelengkapan prasarana dan sarana dasar fasilitas umum dan jaringan jalan
Lokasi desa cukup strategis dengan mudahnya akses ke tingkat kecamatan dan pusat
pelayanan lainnya.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-59


2.5.2.16. KABUPATEN KLATEN
1. Sistem Perkotaan
Dalam rencana struktur ruang wilayah menyebutkan bahwa Kabupaten Klaten dalam
RTRW Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam PKW. Dimana dalam rencana struktur
wilayah bahwa Kabupaten Klaten termasuk dalam sistem perwilayahan Surakarta dan
sekitarnya (Subosukowonosraten), yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali,
Sukoharjo, Karangayar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Fungsi pengembangannya sebagai
Pusat Pelayanan Lokal, Provinsi, Nasional dan Internasional.
Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten terdiri atas rencana pusat kegiatan dan
sistem jaringan prasarana wilayah. Rencana Pusat Kegiatan terdiri dari sistem perkotaan
dan sistem perdesaan serta fungsi sistem perkotaan, untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel II.3.
Rencana Pusat Kegiatan Sistem Perkotaan dan Perdesaan dan Fungsi Sistem Perkotaan
No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan Fungsi Sistem Perkotaan
Sistem Perkotaan
1 PKW Klaten Utara, Klaten Tengah, Sebagai kawasan pusat pemerintahan,
(perkotaan Klaten) Klaten Selatan pelayanan sosial dan ekonomi,
permukiman perkotaan, perdagangan
dan jasa, industri, pendidikan,
kesehatan, perhubungan, dan
peribadatan
2 PKL Prambanan, Delanggu sebagai kawasan perdagangan dan
jasa, permukiman perkotaan,
pariwisata, pertanian, industri,
pelayanan perekonomian dan sosial
untuk skala regional, pendidikan,
kesehatan, perhubungan, dan
peribadatan
3 PKLp Wedi, Pedan, Jatinom kawasan perdagangan dan jasa,
permukiman perkotaan, pariwisata,
pertanian, industri, pelayanan
perekonomian dan sosial untuk skala
lokal, pendidikan, kesehatan,
perhubungan, dan peribadatan
4 PPK Gantiwarno, Bayat, Trucuk, kawasan pusat pelayanan skala antar
Kalikotes, Jogonalan, kecamatan, pendidikan, kesehatan,
Kebonarum, Manisrenggo, peribadatan, perdagangan dan jasa,
Karangnongko, Ngawen, Cawas, pertanian, perekonomian dan sosial
Karangdowo, Juwiring, untuk skala lokal.
Wonosari, Polanharjo,
Karanganom, Tulung, Kemalang,
Ceper
Sistem Perdesaan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-60


No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan Fungsi Sistem Perkotaan
1 PPL Kec. Prambanan : Desa
Randusari
Kec. Gantiwarno : Mutihan,
Gentan
Kec. Wedi : Trotok
Kec. Bayat : Wiro, Ngerangan
Kec. Cawas : Bogor, Karangasem
Kec. Trucuk : Sajen
Kec. Kalikotes : Jimbrung
Kec. Manisrenggo : Sapen
Kec. Karangnongko : Ngemplak,
Banyuaeng
Kec. Ngawen : Drono
Kec. Ceper : Srebegan
Kec. Karangdowo : Bakungan
Kec. Juwiring : Bolopleret,
Serenan
Kec. Wonosari : Bulan, Teloyo,
Tegalgondo
Kec. Polanharjo : Janti
Kec. Karanganom : Jeblok
Kec. Tulung : Pomah
Kec. Jatinom : Kayumas,
Randulanang
Kec. Jogonalan: Somopuro
Kec. Kemalang : Sidorejo
Kec. Pedan : Temuwangi,
Kaligawe
Kec. Delanggu : Medak
2 Pengembangan Agropolitan tanaman padi :
kawasan agropolitan, Karanganom, Polanharjo,
Delanggu, Wonosari, Juwiring,
Karangdowo
Argopolitan pertanian konversi:
Ngawen, Klaten Utara, Klaten
Tengah, Klaten Selatan,
Kalikotes, Kebonarum,
Jogonalan, Ceper, Pedan,
Cawas, Trucuk, Wedi,
Gantiwarno, Prambanan
Agropolitan pertanian lahan
kering:
Kemalang, Jatinom,
Manisrenggo, Karangnongko,
Bayat, Tulung
3 Pengembangan Polanharjo, Tulung,
kawasan minapolitan Karanganom
Sumber: RTRW Kabupaten Klaten
2. Rencana Permukiman dan Perumahan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-61


Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan lindung yang diperlukan
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang berada di daerah
perkotaan atau perdesaan. Tujuan pengelolaan kawasan ini adalah untuk menyediakan
tempat permukiman yang sehat dan aman dari bencana alam serta memberikan
lingkungan yang sesuai untuk pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Kriteria umum kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat
digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat, dan
mempunyai akses untuk kesempatan berusaha. Secara keruangan, kawasan permukiman
ini terdiri dari permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan. Penataan kawasan
perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu terutama ditujukan untuk
menunjang program pembangunan berkelanjutan. Secara keseluruhan pengembangan
kawasan permukiman dapat dibagi menjadi 2 yang meliputi kawasan permukiman
perdesaan dan kawasan permukiman perkotaan.
Kawasan perdesaan sebagai kawasan permukiman diarahkan memiliki dan dilengkapi
dengan pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Selanjutnya untuk mendorong pengembangan perdesaan dilakukan pembentukan
kawasan agropolitan melalui keterkaitan kawasan perkotaan-perdesaan. Hal lain yang
berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang di kawasan pedesaan adalah proses
pengkotaan di kawasan pedesaan disekitar kawasan perkotaan sehingga terjadi konurbasi
atau penyatuan wilayah yang akan terus menumbuhkan perkotaan-kota menjadi
metropolitan. Disatu sisi pengkotaan kawasan pedesaan yang masih banyak terdapat
lahan pertanian sering dipakai sebagai indikator dan kebanggaan warga atas wujud
kemajuan dan perkembangan kawasan pedesaan.
Sedangkan Kawasan permukiman perkotaan dapat terdiri atas bangunan rumah
tempat tinggal, baik berskala besar, sedang, kecil; bangunan rumah campuran tempat
tinggal/usaha, dan tempat usaha. Penataan kawasan perkotaan dilakukan sesuai dengan
fungsi dan peran masing-masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat
pengolahan dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan,
kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya
Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan
penduduk sekitarnya, seperti ibukota kecamatan, ibukota kabupaten, agar dialokasikan di
sekeliling kota yang bersangkutan atau merupakan perluasan areal permukiman yang
telah ada. Untuk pengembangan kawasan permukiman perkotaan ini, hendaknya
diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-62


Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi teknis.
Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis, tetapi
intensitas penggunaannya lebih dari satu kali dalam satu tahun.
Pengembangan permukiman pada sawah non-irigasi teknis atau kawasan pertanian
lahan kering diperkenankan sejauh mematuhi ketentuan yang berlaku mengenai
peralihan fungsi peruntukan kawasan
Selanjutnya untuk kawasan peruntukan permukiman dibagi menjadi 2 kawasan yaitu
kawasan permukiman perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan. Untuk kawasan
permukiman perkotaan dengan luas kurang lebih 10,480 ha meliputi desa dan kelurahan
pada kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten, sedangkan untuk kawasan permukiman
perdesaan dengan luas kurang lebih 19,935 ha meliputi desa yang termasuk dalam
kawasan perdesaan di wilayah Kabupaten. Selain itu juga perlu adanya pengembangan
kawasan siap bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) mandiri di kawasan
perkotaan.

2.5.2.17. KABUPATEN JEPARA


1. Sistem Perkotaan
Pusat pelayanan adalah kota yang mengemban peran sebagai pusat pelayanan bagi
wilayah sekitarnya (hinterland), bedasarkan pola tata jenjang pusat pelayanan yang telah
ditentukan. Kabupaten Jepara memiliki tata jenjang pelayanan utama yang mempunyai
fungsi pusat pelayanan daerah, sekaligus sebagai kota administratif, pusat pelayanan
pendidikan dan kesehatan. Untuk lebih jelas fungsi pusat pelayanan dan wilayah
pengembangan di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel II.4
Hirarki Kota Dan Fungsi Pusat Pelayanan
Dalam Rencana Struktur Tata Ruang Kabupaten Jepara
No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan Fungsi Sistem Perkotaan
Sistem Perkotaan
1 PKL Jepara dan Pecangaan sebagai pusat pemerintahan
kabupaten, pelayanan sosial
dan
ekonomi, permukiman
perkotaan, perdagangan,
industri, perikanan,
pendidikan tinggi,
perhubungan, pariwisata dan
pertanian;
2 PKLp Bangsri, Mayong, Keling dan sebagai pusat pengembangan
Karimunjawa pelayanan sosial dan
ekonomi, pengembangan
permukiman perkotaan,

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-63


No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan Fungsi Sistem Perkotaan
perdagangan, industri,
pertanian, perikanan,
pengembangan budi daya
hutan, riset perikanan,
pelestarian sumber daya alam,
konservasi, perhubungan dan
pariwisata
3 PPK Kedung, Mlonggo, batealit, sebagai pusat pemerintahan
Kembang, Pakisaji, kecamatan dan pusat
Kalinyamatan, Nalumsari, pelayanan sosial ekonomi
Welahan dan Donorojo skala kecamatan;
Sistem Perdesaan
1 PPL Desa Mantingan, Teluk Awur, sebagai pusat pelayanan sosial
Raguklampitan, Kerso, ekonomi skala lingkungan
Kedungmalang, Ujungwatu,
Keling, Suwawal, Slagi, Lebak,
Bondo, Srikandang, Bucu,
Tubanan, Guwosobokerto,
Ngroto, Welahan, Troso,
Kaliombo,Banyuputih,
Mayong kidul, Pelang,
Bandung, Pringtulis, Daren
dan Ngetuk

Sumber: RTRW Kabupaten Jepara

2. Rencana Permukiman dan Perumahan


Kawasan permukiman yang berada di wilayah Kabupaten Jepara terdapat dua
kawasan permukiman yang meliputi kawasan permukiman perkotaan dan kawasan
permukiman perdesaan.
Kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Jepara meliputi:
Kecamatan Kedung; Kecamatan Jepara;
Kecamatan Pecangaan; Kecamatan Mlonggo;
Kecamatan Kalinyamatan; Kecamatan Bangsri;
Kecamatan Welahan; Kecamatan Kembang;
Kecamatan Mayong; Kecamatan Keling;
Kecamatan Nalumsari; Kecamatan Karimunjawa;
Kecamatan Batealit; Kecamatan Pakisaji
Kecamatan Tahunan; Kecamatan Donorojo
Sedangkan kawasan permukiman perdesaan yang ada di wilayah Kabupaten Jepara
meliputi desa yang termasuk dalam kawasan perdesaan di wilayah Kabupaten.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-64


2.5.2.18. KABUPATEN MAGELANG
1. Sistem Perkotaan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Magelang terbagi ke dalam 21 Kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kekotaan, maka sistem perkotaan di wilayah Kabupaten
Magelang diarahkan membentuk struktur jenjang kota sebagai berikut :
1. PKL (Pusat Kegiatan Lokal) sebagai kawasan perkotaan Kabupaten Magelang yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Daerah yang termasuk dalam PKL adalah kawasan perkotaan Mungkid, Kawasan
Perkotaan Muntilan, Kawasan Perkotaan Mertyudan, Kawasan Perkotaan
Borobudur dan Kawasan Perkotaan Secang.
2. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) adalah kawasan perkotaan yang melayani skala
kecamatan atau beberapa desa. PPK Kabupaten Magelang antara lain:
a. Ibukota Kecamatan Salaman d. Ibukota Kecamatan Sawangan
b. Ibukota kecamatan Grabag e. Ibukota kecamatan Bandongan
c. Ibukota Kecamatan Salam f. Ibukota Kecamatan Tegalrejo
3. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), merupakan kawasan pusat permukiman yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. PPL Kabupaten Magelang
adalah :
a. Ibukota Kecamatan Ngablak f. Ibukota Kecamatan Tempuran
b. Ibukota Kecamatan Pakis g. Ibukota Kecamatan Candimulyo
c. Ibukota Kecamatan Windusari h. Ibukota Kecamatan Dukun
d. Ibukota kecamatan Kaliangkrik i. Ibukota Kecamatan Srumbung
e. Ibukota Kecamatan Kajoran j. Ibukota Kecamatan Ngluwar

2. Rencana Permukiman dan Perumahan


Pengembangan kawasan peruntukan permukiman di Kabupaten Magelang berupa
permukiman yang aman, nyaman dan seimbang dengan mempertimbangkan daya
dukung lingkungan melalui beberapa strategi yaitu:
a. Menetapkan menetapkan kawasan peruntukan permukiman melalui penyusunan
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah
(RP4D).
b. Mengembangkan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan disesuaikan
dengan karakter fisik, sosial-budaya dan ekonomi masyarakat.
c. Meningkatkan kualitas permukiman yang terjangkau dan layak huni dengan
dukungan sarana dan prasarana yang memadai.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-65


d. Melakukan pengembangn pengelolaan limbah dari permukiman malalui sistem
sanitasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal dan Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja (IPLT)
e. Melakukan pembatasan perkembangan kegiatan permukiman di sekitar pintu
masuk dan keluar jalan bebas hambatan
f. Melakukan penyedian ruang terbuka hijau
g. Membatasi perkembangan permukiman perkotaan dengan ketentuan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dan garis sempadan bangunan yang berlaku di Kabupaten.

2.5.2.19. KABUPATEN PEKALONGAN


1. Sistem Perkotaan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Pekalongan terbagi ke dalam 19 Kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kekotaan, maka sistem perkotaan di wilayah
Kabupaten Pekalongan diarahkan membentuk struktur jenjang kota sebagai berikut :
a. PKL (Pusat Kegiatan Lokal,) sebagai kawasan perkotaan Kabupaten Pekalongan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Daerah yang termasuk dalam PKL yaitu Kecamatan Kajen dan Kecamatan Wiradesa
b. PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi), merupakan pusat kegiatan yang di
promosikan nantinya untuk ditetapkan menjadi PKL yaitu Kecamatan Kedungwuni.
c. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan), merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa yang meliputi
Kecamatan Doro dan Kecamatan Sragi.
d. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), merupakan pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala antar desa. Daerah yang termasuk dalam PPL yaitu
Desa Legokkalong Kecamatan Karanganyar, Desa Siwalan Kecamatan Siwalan, Desa
Wonokerto Kulon Kecamatan Wonokerto, Desa Kaibahan Kecamatan Kesesi, Desa
Bojongminggir Kecamatan Bojong, Desa Wonoyoso Kecamatan Buaran, Desa
Rowokembu Kecamatan Wonopringgo, Desa Pacar Kecamatan Tirto, Desa Kalirejo
Kecamatan Talun, Desa Karangdadap Kecamatan Karangdadap, Desa Paninggaran
Kecamatan Paninggaran, Desa Kandangserang Kecamatan Kandangserang, Desa
Yosorejo Kecamatan Petungkriyono dan Desa Lebakbarang Kecamatan
Lebakbarang.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kebijakan pemanfaatan ruang permukiman di Kabupaten Pekalongan dibagi menjadi
dua yaitu kebijakan pemanfaatan ruang permukiman perdesaan dan perkotaan.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-66


Dimana, Kebijakan pemanfaatan ruang permukiman perdesaan didasarkan pada tujuan
untuk mengembangkan kawasan permukiman yang terkait dengan kegiatan budidaya
pertanian yang meliputi pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan serta
perkampungan yang ada dan arahan bagi perluasannya. Sedangkan, pemanfaatan ruang
permukiman perkotaan mencakup wilayah pengembangan perkotaan dengan kebijakan
pemanfaatan ruang berpedoman pada tujuan pengembangan sarana prasarana
penunjangnya yang meliputi penataan ruang kota, yang mencakup penyusunan dan
peninjauan kembali rencana tata ruang kota.
Rencana peningkatan kulaitas permukiman di Kabupaten Pekalongan meliputi
pengembangan biopori dan sumur resapan pada kawasan permukiman penduduk di
kawasan perkotaan yang padat dan melakukan penyediaan RTH minimal 57,42 % dari
luas kawasan permukiman perkotaan. Sedangkan, apabila di tinjau dari segi
perencanaan zonasi permukiman Kabupaten Pekalongan meliputi :
a. Kawasan permukiman perkotaan pengembangan pada lahan yang sesuai dengan
kriteria fisik, meliputi: kemiringan lereng, ketersediaan dan mutu sumber air minum,
bebas dari potensi banjir/ genangan
b. pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang berada atau berbatasan
dengan kawasan lindung.
c. prioritas pengembangan permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah
dengan peningkatan pelayanan fasilitas permukiman.
d. pengembangan permukiman ditunjang dengan pengembangan fasilitas pendukung
unit permukiman seperti: fasilitas perdagangan dan jasa, hiburan, pemerintahan,
pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, dan peribadatan).
e. Pengembangan kegiatan industri menengah, kecil dan rumah tangga yang tidak
menimbulkan polusi.
f. optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur untuk pengembangan sarana prasarana
permukiman.

2.5.2.20. KABUPATEN PATI


1. Sistem Perkotaan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Pati terbagi ke dalam 18 Kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kekotaan, maka sistem perkotaan di wilayah
Kabupaten Pati diarahkan membentuk struktur jenjang kota sebagai berikut:
a. PKL (Pusat Kegiatan Lokal,) sebagai kawasan perkotaan Kabupaten Patiyang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-67


Daerah yang termasuk dalam PKL yaitu Kawasan Perkotan Pati, Kawasan Perkotan
Juwana, Kawasan Perkotan Tayu.
b. PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi), merupakan pusat kegiatan yang di
promosikan nantinya untuk ditetapkan menjadi PKL yaitu Ibukota Kecamatan
Kayen.
c. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan), merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa yang meliputi
Ibukota Kecamatan Jakenan, Ibukota Kecamatan Sukolilo, Ibukota Kecamatan
Winong, Ibukota Kecamatan Pucakwangi, Ibukota Kecamatan Trangkil, Ibukota
Kecamatan Wedarijaksa, Ibukota Kecamatan Tambakromo, Ibukota Kecamatan
Batangan, Ibukota Kecamatan Jaken, Ibukota Kecamatan Gabus, Ibukota
Kecamatan Gembong, Ibukota Kecamatan Tlogowungu, Ibukota Kecamatan
Margoyoso, Ibukota Kecamatan Gunungwungkal, Ibukota Kecamatan Cluwak, dan
Ibukota Kecamatan Dukuhseti.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kebijakan pemanfaatan ruang permukiman di Kabupaten Pati dibagi menjadi dua
yaitu kebijakan pemanfaatan ruang permukiman perdesaan dan perkotaan. Dimana,
arahan pengelolaan dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan meliputi :
a. Kawasan permukiman perdesaan tidak dapat dipisahkan dengan tempat usaha
pertanian dan/atau peternakan sehingga lokasi pengembangannya dilakukan pada
kampung-kampung yang tidak jauh dengan kawasan pertanian dan atau
peternakan.
b. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan tidak dilakukan melalui alih fungsi
lahan pertanian sawah.
Untuk mewujudkan kawasan permukiman perdesaan, dapat dilalui oleh beberapa
program, yaitu :
a. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang terpadu dengan tempat
usaha per tanian
b. Mengembangkan struktur ruang perdesaan melalui :
pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
pembentukan pusat Desa.
c. Penyediaan fasilitas sosial ekonomi yang mampu mendorong perkembangan
kawasan perdesaan.
Sedangkan, arahan pengelolaan dan pengembangan kawasan permukiman
perkotaan meliputi :

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-68


a. Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan
penduduk sekitarnya, dialokasikan di sekeliling kawasan perkotaan yang
bersangkutan atau merupakan perl uasan areal permukiman yang telah ada.
b. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan, dengan tetap memperhatikan :
Tidak menggunakan tanah sawah beri rigasi teknis.
Tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis, tetapi intensitas
penggunaannya lebih dari satu kali dalam satu tahun.
Pengembangan permukiman pada sawah non-irigasi teknis atau kawasan
pertanian lahan kering perbolehkan apabila mematuhi ketentuan yang berlaku
mengenai peralihan fungsi peruntukan kawasan.
Untuk mewujudkan kawasan permukiman perkotaan, dapat dilalui oleh beberapa
program, yaitu :
a. Penyediaaan sarana dan prasarana permukiman perkotaan yang nyaman.
b. Mengembangkan fasilitas ruang publik dan ruang terbuka hijau kota.
c. Penyediaan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang mampu mendorong
perkembangan kawasan per kotaan.

2.5.2.21. KABUPATEN REMBANG


1. Sistem Perkotaan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Rembang terbagi ke dalam 14 Kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kekotaan, maka sistem perkotaan di wilayah
Kabupaten Rembang diarahkan membentuk struktur jenjang kota sebagai berikut :
a. PKL (Pusat Kegiatan Lokal) sebagai kawasan perkotaan Kabupaten Rembang yang
berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Rembang, pusat pemerintahan
Kecamatan Rembang, pusat permukiman, pusat transportasi wilayah, pusat
perdagangan dan jasa, pusat pengembangan industri, pengembangan perikanan
dan kelautan, dan pariwisata. Daerah yang termasuk dalam PKL yaitu Kawasan
Perkotan Rembang.
b. PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi), merupakan pusat kegiatan yang di
promosikan nantinya untuk ditetapkan menjadi PKL yaitu Perkotaan Lasem,
Perkotaan Pamotan, dan Perkotaan Kragan dengan masing-masing fungsi PKLp
setiap kawasan sebagai berikut :
PKLp Perkotaan Lasem sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Lasem, pusat
permukiman, pusat pengembangan perdagangan dan jasa, perikanan dan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-69


kelautan, perhubungan laut, pertanian dan kehutanan,industri, pertambangan
dan pariwisata.
PKLp Perkotaan Pamotan sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Pamotan,
pusat permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, pertambangan,
dan industri pengolahan berbasis pertanian, dan pertambangan.
PKLp Perkotaan Kragan sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Kragan, pusat
permukiman, pengembangan perikanan dan kelautan, pertanian dan kehutanan,
industri dan pertambangan.
c. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan), merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa yang meliputi
Perkotaan Sulang, Perkotaan Sluke, Perkotaan Kaliori, Perkotaan Pancur dengan
masing-masing fungsi PPK setiap kawasan sebagai berikut :
PPK Perkotaan Sulang sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Sulang, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, dan industri berbasis
pertanian;
PPK Perkotaan Sluke sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Sluke, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, perikanan dan kelautan,
perhubungan laut, industri, pertambangan dan pariwisata.
PPK Perkotaan Kaliori sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Kaliori, pusat
permukiman, pengembangan pertanian, industri, perikanan dan kelautan, dan
pariwisata.
PPK Perkotaan Pancur sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Pancur, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, dan pertambangan;
PPK Perkotaan Sumber sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Sumber, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, dan industri berbasis
pertanian;
PPK Perkotaan Bulu sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Bulu, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, industri berbasis
pertanian dan pariwisata;
PPK Perkotaan Gunem sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Gunem, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, pertambangan, dan
industri pengolahan berbasis pertanian dan pertambangan.
PPK Perkotaan Sedan sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Sedan, pusat
permukiman, pengembangan pertanian dan kehutanan, pertambangan, dan
industri pengolahan berbasis pertanian, dan pertambangan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-70


PPK Perkotaan Sale sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Sale, pusat
permukiman, kawasan pengembangan pertanian dan kehutanan, pertambangan,
pariwisata, dan industri pengolahan berbasis pertanian dan pertambangan; dan
PPK Perkotaan Sarang sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Sarang, pusat
permukiman, kawasan pengembangan sektor perikanan dan kelautan, pertanian,
kehutanan, industri dan pertambangan.
d. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), merupakan pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan sosial dan ekonomi skala antar desa. Daerah yang
termasuk dalam PPL adalah :
PPL Desa Padaran Kecamatan Rembang
PPL Desa Mojorembun Kecamatan Kaliori
PPL Desa Landoh Kecamatan Sulang
PPL Desa Sudo Kecamatan Sulang
PPL Desa Krikilan Kecamatan Sumber
PPL Desa Kedungasem Kecamatan Sumber
PPL Desa Tlogotunggal Kecamatan Sumber
PPL Desa Lambangan Wetan Kecamatan Bulu
PPL Desa Kajar Kecamatan Lasem
PPL Desa Tuyuhan Kecamatan Pancur
PPL Desa Japerejo Kecamatan Pamotan
PPL Desa Kepohagung Kecamatan Pamotan
PPL Desa Sendangmulyo Kecamatan Sluke
PPL Desa Tahunan Kecamatan Sale
PPL Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem
PPL Desa Pandangan Wetan Kecamatan Kragan
PPL Desa Sendangwaru Kecamatan Kragan
PPL Desa Lodan Wetan Kecamatan Sarang
PPL Desa Gandrirejo Kecamatan Sedan
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kebijakan pemanfaatan ruang permukiman di Kabupaten Rembang dapat
dilakukan melalui :
a. Penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman
b. Penyediaan prasarana sarana dasar / prasarana sarana utilitas perumahan
permukiman.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-71


c. Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman
d. Pengembangan perumahan formal untuk masyarakat penghasilan rendah.
e. Pengendalian pemanfaatan ruang permukiman
f. Pengembangan kelembagaan perumahan permukiman
Selain itu, upaya kebijakan dalam pengaturan peruntukan permukiman yang
tertuang dalam zoning regulation (peraturan zonasi) adalah :
a. Penetapan amplop bangunan.
b. Penetapan tema arsitektur bangunan
c. Kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat menjadikan sebagai
tempat hunian yang aman, nyaman dan produktif, serta didukung oleh sarana
dan prasarana permukiman.
d. Setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana
permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing permukiman
perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan dilayani oleh
sarana dan prasarana permukiman yang memadai
e. Pengembangan permukiman perkotaan besar dan menengah, diarahkan pada
penyediaan kasiba dan lisiba berdiri sendiri, perbaikan kualitas permukiman dan
pengembangan perumahan secara vertikal.
f. Pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan
pusat pelayanan kecamatan.
g. Permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan dengan
memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang produktif
sebagai basis kegiatan usaha.
h. Permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan dengan
berbasis perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil, permukiman
perdesaan yang berlokasi di dataran rendah, basis pengembangannya meliputi
pertanian tanaman pangan dan perikanan darat, serta pengolahan hasil pertanian.
i. Membentuk klaster-klaster permukiman untuk menghindari penumpukan dan
penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara klaster permukiman
disediakan ruang terbuka hijau (RTH).
j. Pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat
peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat
perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri,
dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan sesuai dengan
rencana tata ruang.

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-72


k. Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan
l. Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.

2.5.2.22. KABUPATEN PEMALANG


1. Sistem Perkotaan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Pemalang terbagi ke dalam 14 Kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis tingkat kekotaan, maka sistem perkotaan di wilayah
Kabupaten Pemalang diarahkan membentuk struktur jenjang kota sebagai berikut :
a. PKL (Pusat Kegiatan Lokal,) sebagai kawasan perkotaan Kabupaten Patiyang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
Daerah yang termasuk dalam PKL yaitu Kawasan Perkotan Pemalang dan Kawasan
Perkotaan Comal.
b. PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi), merupakan pusat kegiatan yang di
promosikan nantinya untuk ditetapkan menjadi PKL yaitu Kawasan
PerkotanRandudongkal, Kawasan Perkotaan Belik, dan Kawasan Perkotaan Moga.
c. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan), merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa yang meliputi :
Kawasan Perkotaan Ulujami
Kawasan Perkotaan Ampelgading
Kawasan Perkotaan Petarukan
Kawasan Perkotaan Bantarbolang
Kawasan Perkotaan Bodeh
Kawasan Perkotaan Warungpring
Kawasan Perkotaan Watukumpul
Kawasan Perkotaan Pulosari.
d. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan), merupakan pusat permukiman yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala antar desa. Daerah yang termasuk dalam PPL yaitu :
Desa Pamutih Desa Gombong
Desa Mojo Desa Kuta
Desa Karangasem Desa Kalimas
Desa Klareyan Desa Pegiringan
Desa Karangsari Desa Kemuning
Desa Susukan Desa Mandiraja
Desa Cikadu Desa Cibuyur
Desa Kebandungan

KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN | II-2.5-73


2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Pemanfaatan ruang permukiman di Kabupaten Pemalang dibagi menjadi dua yaitu
kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan. Dimana kawasan permukiman
perdesaan berada di seluruh daerah yang mengikuti pola perkampungan. Sedangkan
kawasan permukiman perkotaan meliputi :
a. Kawasan Perkotaan Pemalang h. Kawasan Perkotaan Bantarbolang
b. Kawasan Perkotaan Comal i. Kawasan Perkotaan Bodeh
c. Kawasan Perkotaan Randudongkal j. Kawasan Perkotaan Warungpring
d. Kawasan Perkotaan Belik k. Kawasan Perkotaan Moga
e. Kawasan Perkotaan Ulujami l. Kawasan Perkotaan Watukumpul
f. Kawasan Perkotaan Petarukan m. Kawasan Perkotaan Pulosari
g. Kawasan Perkotaan Ampelgading
Dalam mengembangkan kawasan permukiman, pemerintah Kabupaten Pemalang
memiliki beberapa kebijakan yang dibagi berdasarkan kawasan permukiman perkotaan
dan kawasan permukiman perdesaan. Strategi pengembangan kawasan permukiman
perkotaan dilakukan melalui :
a. Penyediaaan prasarana, sarana, dan utilitas permukiman perkotaan sesuai
ketentuan yang dipersyaratkan;
b. Pembangunan dan pengembangan rumah susun
c. Pengembangan fasilitas ruang dan gedung bagi kegiatan/industri kreatif
d. Pengembangan ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas kawasan permukiman
e. Penataan kawasan permukiman baru sesuai standar teknis yang dipersyaratkan
f. Memfasilitasi perbaikan atau rehabilitasi kawasan permukiman kumuh dan rumah
tidak layak huni
g. Penyediaan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang mampu mendorong
perkembangan kawasan perkotaan.
Sedangkan startegi untuk mengembangkan kawasan permukiman perdesaan
dilakukan melalui :
a. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang terpadu dengan tempat
usaha pertanian
b. Pengembangan struktur ruang perdesaan melalui pembentukan PPL dan
pengembangan keterkaitan sosial ekonomi antara PPL dengan wilayah
pelayanannya
c. Pengembangan ruang terbuka hijau permukiman perdesaan

KAJIAN TEORI | II-74


d. Penyediaan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang mampu mendorong
perkembangan kawasan perdesaan.

2.5.2.23. KABUPATEN BREBES


1. Sistem Perkotaan
Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Brebes disusun berdasarkan arah
pengembangan ruangnya, yang meliputi sistem pusat pelayanan dan sistem jaringan
prasarana. Terkait dengan sistem pusat kegiatan, terdiri dari satuan wilayah
pembangunan (SWP), sistem pusat perkotaan dan sistem perdesaan. Selanjutnya akan
dijelaskan satuan wilayah pembangunan (SWP) dan sistem perkotaan yang ada di
Kabupaten Brebes.
Satuan Wilayah Pembangunan (SWP),
a. SWP Utara, terdiri dari Kec. Brebes, Kec. Wanasari, Kec. Bulakamba, Kec. Tanjung,
dan Kec. Losari. Kecamatan-Kecamatan yang masuk dalam SWP Utara pada
dasarnya merupakan wilayah kecamatan yang mendapatkan pengaruh langsung
dari Jalan Arteri Primer Pantura, pusat dari SWP Utara adalah Perkotaan Brebes.
Berdasarkan karakter perkembangannya kawasan SWP Utara dibagi menjadi 2
(dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu :
SSWP Utara-Timur : meliputi wilayah Kec. Brebes, Kec. Wanasari, Kec.
Bulakamba. Pengembangan kawasan ini diarahkan pada usaha keterpaduan
antar fungsi (terutama pemerintahan, perdagangan-jasa, permukiman industri,
permukiman perkotaan, pertanian, dan pelestarian kawasan pesisir) dalam
kawasan perkotaan. Pusat pelayanan SSWP Utara-Timur adalah di Perkotaan
Brebes.
SSWP Utara-Barat : meliputi wilayah Kec Tanjung dan Kec. Losari. Arahan
kegiatan SSWP ini adalah kegiatan perdagangan-jasa, transportasi, pengelolaan-
konservasi kawasan pesisir dan pertanian. Pusat pelayanan SSWP Utara-Barat
adalah di Perkotaan Tanjung.
b. SWP Tengah, terdiri atas Kec. Jatibarang, Kec. Songgom, Kec. Larangan, Kec.
Ketanggungan, Kec. Kersana, dan Kec. Banjarharjo. Kecamatan-Kecamatan yang
masuk dalam SWP Tengah pada dasarnya merupakan wilayah kecamatan yang
ada di Kabupaten Brebes bagian tengah, pusat dari SWP Tengah adalah Perkotaan
Ketanggungan. Berdasarkan karakter perkembangannya kawasan SWP Tengah
dibagi menjadi 2 (dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu:
SSWP Tengah-Timur : meliputi wilayah Kec. Jatibarang, Kec. Songgom, Kec.
Larangan. Arahan kegiatan SSWP Tengah-Timur adalah kegiatan pertanian

KAJIAN TEORI | II-75


lahan basah, agrobisnis, industri kecil, hutan produksi. Pusat pelayanan SSWP
Tengah-Timur adalah di Perkotaan Jatibarang.
SSWP Tengah-Barat : meliputi wilayah Kec. Ketanggungan, Kec. Kersana, Kec.
Banjarharjo. Arahan kegiatan SSWP Tengah-Barat adalah kegiatan
perdagangan-jasa, transportasi, industri kecil, pertanian lahan basah, hutan
produksi, konsevasi sumberdaya air. Pusat pelayanan SSWP Tengah-Barat
adalah di Perkotaan Ketanggungan
c. SWP Selatan, terdiri atas Kec. Tonjong, Kec. Bumiayu, Kec. Sirampog, Kec.
Paguyangan, Kec. Bantarkawung, dan Kec. Salem. Kecamatan-Kecamatan yang
masuk dalam SWP Selatan pada dasarnya merupakan wilayah kecamatan yang
ada di Kabupaten Brebes bagian selatan, pusat dari SWP Selatan adalah Perkotaan
Bumiayu. Berdasarkan karakter perkembangannya kawasan SWP Selatan dibagi
menjadi 2 (dua) Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP), yaitu :
SSWP Selatan-Timur : meliputi wilayah Kec. Tonjong, Kec. Bumiayu, Kec.
Sirampog, Kec. Paguyangan. Arahan kegiatan SSWP Selatan-Timur adalah
kegiatan perdagangan-jasa, transportasi, konservasi alam, konservasi sumber
daya air, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, agribisnis,
hutan rakyat, industri (termasuk agro industri), dan konservasi alam. Pusat
pelayanan SSWP Selatan-Timur adalah di Perkotaan Bumiayu.
SSWP Selatan-Barat : meliputi wilayah Kec. Bantarkawung, dan Kec. Salem.
Arahan kegiatan SSWP Selatan-Barat adalah kegiatan pertanian lahan kering,
agro industri, konservasi alam, konsevasi sumberdaya air. Pusat pelayanan
SSWP Selatan-Barat adalah di Perkotaan Salem
Sedangkan sistem perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten Brebes meliputi:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi kawasan perkotaan Brebes, kawasan
perkotaan Ketanggungan, kawasan perkotaan Bumiayu. PKL berfungsi sebagai
pusat pelayanan umum, pusat perdagangan dan jasa maupun koleksi dan
distribusi hasil-hasil bumi dari kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah
pengaruhnya. Untuk mendukung fungsi tersebut maka fasilitas yang harus ada
adalah, fasilitas pelayanan umum serta perdagangan dan jasa skala kecamatan dan
ditunjang oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai.
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), meliputi Ibukota Kecamatan (IKK) Tanjung, IKK
Jatibarang, IKK Wanasari, IKK Bulakamba, IKK Losari, IKK Banjarharjo, IKK
Larangan, IKK Songgom, IKK Tonjong, IKK Sirampog, IKK Paguyangan, IKK
Bantarkawung, dan IKK Salem. PPK berfungsi sebagai pusat pelayanan umum,

KAJIAN TEORI | II-76


perdagangan dan jasa, serta pemerintahan bagi desa-desa yang berada di wilayah
administrasinya. Untuk mendukung fungsi tersebut maka fasilitas yang harus ada
adalah, fasilitas pelayanan umum serta perdagangan dan jasa skala kecamatan.
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), adalah Desa dengan dengan pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan antar desa. Pusat-pusat
permukiman tersebut berada di Desa Bentar Kec. Salem, Desa Kalilangkap Kec.
Bumiayu, Desa Dawuhan Kec. Sirampog, Desa Sindangwangi Kec. Bantarkawung,
Desa Pamulihan Kec. Larangan, Desa Cikeusal Kidul Kec. Ketanggungan, Desa
Bandungsari dan Desa Cikakak Kec. Banjarharjo, Desa Bojongsari Kec. Losari, Desa
Sitanggal Kec. Larangan, Desa Banjaratma Kec. Bulakamba, dan Desa Sawojajar
Kec. Wanasari. PPL berfungsi sebagai pusat pelayanan umum serta perdagangan
dan jasa. Fasilitas yang harus ada diantaranya adalah fasilitas pendidikan,
kesehatan, peribadatan maupun perdagangan dan jasa skala kecamatan.
2. Rencana Permukiman dan Perumahan
Kawasan permukiman yang berada di wilayah Kabupaten Brebes terdapat dua
kawasan permukiman yang meliputi kawasan permukiman perkotaan dan kawasan
permukiman perdesaan. Kawasan permukiman perkotaan meliputi: kawasan
permukiman perkotaan yang lokasinya menyebar pada kawasan perkotaan berada di
Kecamatan Losari, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Brebes,
Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Kersana, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan
Wanasari, dan Kecamatan Bumiayu; sedangkan Permukiman perdesaan yang lokasinya
menyebar pada kawasan perkotaan berada di Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan
Songgom, Kecamatan Larangan, Kecamatan Salem, Kecamatan Bantarkawung,
Kecamatan Sirampog, Kecamatan Paguyangan, dan Kecamatan Tonjong.
Pengembangan kawasan peruntukan permukiman direncanakan tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten Brebes, dengan penyebaran mengikuti pola perkampungan di
masing-masing kecamatan di Kabupaten Brebes dan pada lahan-lahan yang berpotensi
untuk dikembangkan sebagai kawasan permukiman. Sedangkan arahan pengelolaan dan
pengembangan kawasan permukiman perkotaan meliputi:
a. pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan
penduduk sekitarnya, dialokasikan di sekeliling kawasan perkotaan yang
bersangkutan atau merupakan perluasan areal permukiman yang telah ada
b. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan, wajib memperhatikan:
1. tidak menggunakan tanah sawah beririgasi teknis;

KAJIAN TEORI | II-77


2. tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis, tetapi intensitas
penggunaannya lebih dari satu kali dalam satu tahun; dan
3. pengembangan permukiman pada sawah non-irigasi teknis atau kawasan
pertanian lahan kering perbolehkan apabila mematuhi ketentuan yang berlaku
mengenai peralihan fungsi peruntukan kawasan
Selanjutnya arahan pengelolaan dan pengembangan kawasan permukiman
perdesaan meliputi:
a. kawasan permukiman perdesaan tidak dapat dipisahkan dengan tempat usaha
pertanian dan atau peternakan sehingga lokasi pengembangannya dilakukan
pada kampung-kampung yang tidak jauh dengan kawasan pertanian dan atau
peternakan; dan
b. pengembangan kawasan permukiman perdesaan tidak dilakukan melalui alih
fungsi lahan pertanian sawah.

2.5.2.24. KABUPATEN TEMANGGUNG


1. Sistem Perkotaan
Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Temanggung terdiri atas rencana pusat
kegiatan dan sistem jaringan prasarana wilayah. Rencana Pusat Kegiatan terdiri dari
sistem perkotaan dan sistem perdesaan serta fungsi sistem perkotaan, untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel II.5
Rencana Pusat Kegiatan Sistem Perkotaan dan Perdesaan
No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan
Sistem Perkotaan
1 PKL Temanggung, Parakan
2 PKLp Ngadirejo, Kranggan
3 PPK Pringsurat,Kedu,Kandangan,Kledung,
Bulu,Candiroto,Selopampang,Bejen,
Jumo,Tlogomulyo,Tembarak,Kaloran
Gemawang,Wonoboyo,Bansari dan Tretep
Sistem Perdesaan
1 PPL Desa Kebumen Kecamatan Pringsurat;
Desa Kebonsari Kecamatan Wonoboyo;
Desa Tepusen Kecamatan Kaloran;
Desa Gentan Kecamatan Kranggan;
Desa Malebo Kecamatan Kandangan
2 Pengembangan kawasan a. Kecamatan Kledung;
agropolitan, b. Kecamatan Pringsurat;
c. Kecamatan Gemawang;

KAJIAN TEORI | II-78


No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan
d. Kecamatan Selopampang; dan
e. Kecamatan lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Bupati sebagai Kawasan
Agropolitan.
Sumber : Perda RTRW Kabupaten Temanggung

2. Rencana Permukiman dan Perumahan


Kawasan permukiman yang berada di wilayah Kabupaten Temanggung terdapat
dua kawasan permukiman yang meliputi kawasan permukiman perkotaan, dimana
kawasan permukiman perkotaan berada di seluruh wilayah Kecamatan dengan luas
minimal 7,214 ha dan kawasan permukiman perdesaan, dimana kawasan ini terdapat di
seluruh wilayah Kecamatan dengan luas minimal 7.484 ha.

2.5.2.25. KABUPATEN PURWOREJO


1. Sistem Perkotaan
Pusat pelayanan adalah kota yang mengemban peran sebagai pusat pelayanan bagi
wilayah sekitarnya (hinterland), bedasarkan pola tata jenjang pusat pelayanan yang
telah ditentukan. Kabupaten Purworejo memiliki tata jenjang pelayanan utama yang
mempunyai fungsi pusat pelayanan daerah, sekaligus sebagai kota administratif, pusat
pelayanan pendidikan dan kesehatan. Untuk lebih jelas fungsi pusat pelayanan dan
wilayah pengembangan di Kabupaten Purworejo dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II.6
Rencana Pusat Kegiatan Sistem Perkotaan dan Perdesaan
No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan
Sistem Perkotaan
1 PKL Purworejo, Kutoarjo
2 PKLp Kemiri, Purwodadi
3 PPK Bener,Gebang,Banyuurip,Bayan,Pituruh,Butuh
Loano,Bagelen,Bruno,Ngombol,Grabag dan Kaligesing
Sistem Perdesaan
1 PPL a. Desa Nambangan di Kecamatan Grabag;
b. Desa Wonoroto di Kecamatan Ngombol;
c. Desa Geparang di Kecamatan Purwodadi;
d. Desa Soko di Kecamatan Bagelen;
e. Desa Pandanrejo di Kecamatan Kaligesing;
f. Desa Sidomulyo di Kecamatan Purworejo;
g. Desa Tanjunganom di Kecamatan Banyuurip
h. Desa Krandegan di Kecamatan Bayan;
i. Desa Suren di Kecamatan Kutoarjo;
j. Desa Sruwohrejo di Kecamatan Butuh;

KAJIAN TEORI | II-79


No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan
k. Desa Brengkol di Kecamatan Pituruh;
l. Desa Kedung Pomahankulon di Kecamatan Kemiri;
m. Desa Tegalsari di Kecamatan Bruno;
n. Desa Seren di Kecamatan Gebang;
o. Desa Maron di Kecamatan Loano; dan
p. Desa Kedungpucang di Kecamatan Bener
2 Pengembangan Kota Tani a. Pengembangan kawasan kota tani agropolitan Bagelen
kawasan agropolitan, meliputi:
1. Pengembangan kota tani utama di Desa Krendetan
Kecamatan Bagelen;
2. Pengembangan kota tani meliputi:
a) Desa Purwodadi di Kecamatan Purwodadi;
b) Desa Somongari di Kecamatan Kaligesing; dan
c) Desa Ngombol di Kecamatan Ngombol.
b. Pengembangan kawasan kota tani agropolitan Kuto
Bumi Baru meliputi:
1. Pengembangan kota tani utama di Desa Wirun
Kecamatan Kutoarjo;
2. Pengembangan kota tani meliputi:
a) Desa Klepu di Kecamatan Butuh;
b) Desa Winong di Kecamatan Kemiri;
c) Desa Kalikotes di Kecamatan Pituruh;
d) Desa Cepedak di Kecamatan Bruno; dan
e) Desa Grabag di Kecamatan Grabag
Sumber : Perda RTRW Kabupaten Purworejo

2. Rencana Permukiman dan Perumahan


Kawasan permukiman yang berada di wilayah Kabupaten Purworejo terdapat dua
kawasan permukiman yang meliputi kawasan permukiman perkotaan, dimana kawasan
permukiman perkotaan berada di seluruh wilayah Ibukota Kabupaten dan permukiman
perkotaan ibukota kecamatan dan kawasan permukiman perdesaan, dimana kawasan
ini terdapat di seluruh wilayah Kecamatan.

2.5.2.26. KABUPATEN PURBALINGGA


1. Sistem Perkotaan
Rencana struktur ruang wilayah yang terdapat di Kabupaten Purbalingga terdiri atas
rencana pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana wilayah. Rencana Pusat Kegiatan
terdiri dari sistem perkotaan dan sistem perdesaan, untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

KAJIAN TEORI | II-80


Tabel II.7
Rencana Pusat Kegiatan Sistem Perkotaan dan Perdesaan
No Sistem Pusat Kegiatan Wilayah Perkotaan
Sistem Perkotaan
1 PKL Purbalingga dan Bobotsari
2 PKLp Bukateja dan Rembang
3 PPK a. Kecamatan Kertanegara;
b. Kecamatan Kaligondang;
c. Kecamatan Bojongsari;
d. Kecamatan Karanganyar;
e. Kecamatan Karangmoncol;
f. Kecamatan Karangreja;
g. Kecamatan Kemangkon;
h. Kecamatan Kejobong;
i. Kecamatan Kutasari;
j. Kecamatan Padamara;
k. Kecamatan Mrebet;
l. Kecamatan Pengadegan; dan
m. Kecamatan Karangjambu
Sistem Perdesaan
1 PPL a. PPL Kutawis Kecamatan Bukateja;
b. PPL Makam Kecamatan Rembang;
c. PPL Kutabawa Kecamatan Karangreja;
d. PPL Purbayasa Kecamatan Padamara;
e. PPL Picung Desa Krangean Kecamatan Kertanegara;
f. PPL Tunjungmuli Kecamatan Karangmoncol;
g. PPL Bedagas Kecamatan Pengadegan; dan
h. PPL Bandingan Kecamatan Kejobong.
Sumber : Perda RTRW Kabupaten Purbalingga

2. Rencana Permukiman dan Perumahan


Kawasan permukiman yang berada di wilayah Kabupaten Purbalingga terdapat dua
kawasan permukiman yang meliputi kawasan permukiman perkotaan, dimana kawasan
permukiman perkotaan diimbangi dengan tersediannya pusat pelayanan yang
terkonsentrasi di PKL, PKLp, PPK dan PPL dan kawasan permukiman perdesaan, dimana
kawasan ini tersebar di seluruh Kabupaten di luar PKL, PKLp dan PPK.

KAJIAN TEORI | II-81


2.6. RPJPD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2025

Visi pembangunan daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 adalah:

Jawa Tengah Yang Mandiri, Maju, Sejahtera dan Lestari

Makna dari konsep Jawa Tengah Yang Mandiri, Maju, Sejahtera dan Lestari tersebut
adalah:

A. Jawa Tengah. Jawa Tengah diartikan sebagai suatu daerah otonom. Daerah otonom
(selanjutnya disebut daerah) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah menunjukkan
suatu kesatuan pemerintahan dan kemasyarakatan beserta semua potensi yang
dimiliki.
B. Mandiri. Artinya bahwa pembangunan daerah sebagai usaha untuk mengisi
kemerdekaan merupakan upaya membangun kemandirian. Kemandirian bukan
berarti situasi dan kondisi dalam keterisolasian. Kemandirian mengenal adanya
kondisi saling ketergantungan yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan masyarakat,
baik dalam suatu negara maupun bangsa. Kemandirian merupakan konsep yang
dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling ketergantungan
senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang
mendasari dan memengaruhinya. Untuk membangun kemandirian mutlak harus
dibangun kemajuan ekonomi melalui peningkatan daya saing yang menjadi kunci
kemandirian. Selain itu, secara prinsip kemandirian mencerminkan suatu sikap untuk
mengenali potensi dan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang tersedia
serta tantangan yang dihadapinya. Sikap kemandirian harus dicerminkan dalam
setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau
defensif yang tercermin antara lain pada ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunan daerahnya;
kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya; kemampuan pembiayaan pembangunan daerah yang makin kokoh; serta
kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokoknya.
C. Maju. Artinya bahwa pelaksanaan pembangunan daerah senantiasa dilandasi dengan
keinginan bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik secara fisik
maupun nonfisik didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan berdaya

KAJIAN TEORI | II-82


saing tinggi, berperadaban tinggi, profesional serta berwawasan ke depan yang luas.
Maju juga diarahkan pada terbentuknya daerah yang mampu mengelola segenap
potensinya namun tetap mengedepankan pentingnya kerja sama dan sinergitas.
Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tercapainya kondisi maju
adalah tercapainya daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan
sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan
teknologi yang terus meningkat; terbangunnya jaringan sarana dan prasarana
pembangunan, pemerintahan dan pelayanan yang merata yang berdampak pada
berkurangnya kesenjangan antarwilayah, pembangunan perdesaan dan daerah
terpencil; optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan aset-aset daerah dan sumber-
sumber keuangan lainnya bagi kepentingan pembangunan; dan meningkatnya
investasi dalam pembangunan yang didukung kondusivitas daerah.
D. Sejahtera. Konsep sejahtera menunjukkan kondisi kemakmuran suatu masyarakat,
yaitu masyarakat yang terpenuhi kebutuhan ekonomi (materiil) maupun sosial
(spirituil). Dengan kata lain kebutuhan dasar masyarakat telah terpenuhi secara lahir
batin secara adil dan merata. Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai
ukuran tercapainya kondisi sejahtera adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas dan berkesinambungan sehingga meningkatkan pendapatan perkapita
pada tingkat yang tinggi, menurunnya tingkat pengangguran terbuka, menurunnya
jumlah penduduk miskin; terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh
berlandaskan keunggulan kompetitif; meningkatnya kualitas sumber daya manusia
yang ditandai oleh terpenuhinya hak sosial masyarakat yang mencakupi akses pada
pelayanan dasar, sehingga mampu meningkatkan meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), meningkatkan perlindungan dan kesejateraan sosial,
keluarga kecil berkualitas, pemuda dan olah raga, serta meningkatan kualitas
kehidupan beragama; terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender pada seluruh
bidang pembangunan, kesejahteraan dan perlindungan anak; tersedianya
infrastruktur yang memadai; meningkatnya profesionalisme aparatur negara pusat
dan daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa,
dan bertanggung jawab yang mampu mendukung pembangunan daerah.
E. Lestari. Artinya tetap seperti keadaannya semula, tidak berubah, bertahan, kekal.
Dalam konteks visi Jawa Tengah kata lestari tidak dapat dipisahkan atau menjadi
satu kesatuan kalimat mandiri, maju dan sejahtera. Artinya, peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan yang telah dicapai minimal selalu dipertahankan bahkan
harus selalu ditingkatkan secara berencana dan berkelanjutan. Lestari juga

KAJIAN TEORI | II-83


dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang menjamin kontinuitas pengelolaan
Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam secara bertanggung jawab. Beberapa
indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tercapainya kondisi lestari adalah
terbangunnya sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang mantap; terjaminnya
hak-hak warga, keamanan, ketenteraman dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; membaiknya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam
mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan
lestari; terpeliharanya kekayaan keseragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam
untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing daerah, dan modal pembangunan
daerah; meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk
menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.
Untuk mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut perlu ditempuh melalui 6
(enam) misi pembangunan daerah sebagai berikut:
1. Mewujudkan sumber daya manusia dan masyarakat Jawa Tengah yang berkualitas,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, serta berbudaya
yang ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia, meningkatnya
pemerataan pendidikan dan kesempatan memperoleh pendidikan yang layak,
meningkatnya akses, pemerataan, dan mutu pelayanan kesehatan, makin mantapnya
kearifan budaya lokal.
2. Mewujudkan perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah
dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan,
yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi sehingga pendapatan
perkapita pada akhir periode pembangunan jangka panjang mencapai tingkat
kesejahteraan setara dengan provinsi-provinsi yang maju di Pulau Jawa; membaiknya
struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif sektor basis
ekonomi daerah sehingga mampu menghasilkan komoditi berkualitas, berdaya saing
global, menjadi motor penggerak perekonomian.
3. Mewujudkan kehidupan politik dan tata pemerintahan yang baik (good governance),
demokratis, dan bertanggung jawab, didukung oleh kompetensi dan profesionalitas
aparatur, bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta
pengembangan jejaring yang ditandai dengan semakin meningkatnya kinerja
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik didukung dengan peningkatan
profesionalisme aparatur daerah, peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai dengan
standar mutu pelayanan yang berorientasi pada terciptanya kepuasan masyarakat,

KAJIAN TEORI | II-84


pengembangan sistem dan iklim demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik,
peningkatan kemampuan dan kemandirian daerah dalam mendukung pembangunan
daerah,
4. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal
dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan, yang
ditandai dengan meningkatnya pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada
pelestarian lingkungan hidup dan mengurangi laju pemanasan global; meningkatnya
kualitas dan pengelolaan kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam
untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing, dan modal pembangunan daerah;
meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan, serta mengurangi risiko bencana alam
5. Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang
pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi
daerah, yaitu menyusun dan memantapkan jaringan infrastruktur wilayah yang andal
sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas faktor-faktor yang
mendukung berkembangnya aktivitas produksi dan mampu membuka isolasi daerah
serta membentuk kawasan-kawasan pertumbuhan baru. Terpenuhinya kebutuhan
perumahan rakyat layak huni yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya
untuk mewujudkan daerah tanpa permukiman kumuh. Terpenuhi dan meratanya
kebutuhan prasarana dan sarana pelayanan dasar di seluruh wilayah perdesaan dan
perkotaan dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat
6. Mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, damai, dan bersatu dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didukung dengan kepastian
hukum dan penegakan HAM serta kesetaraan dan keadilan gender, yang ditandai
dengan semakin berkurangnya kuantitas dan kualitas penyandang masalah
kesejahteraan sosial, tercapainya penduduk tumbuh seimbang, serta mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak; meningkatnya
keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat Jawa Tengah, terpeliharanya
persatuan, kesatuan serta kerukunan masyarakat Jawa Tengah, meningkatnya
perlindungan dan pengayoman terhadap masyarakat dari segala tindak kejahatan,
berkurangnya kasus kekerasan dan diskriminasi; berkurangnya tingkat pengangguran
terbuka dan jumlah penduduk miskin; meningkatnya kesadaran dan kepatuhan
masyarakat dalam melaksanakan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
dan mantapnya situasi dan kondisi perikehidupan bermasyarakat yang didukung oleh
kepastian hukum dan penegakan HAM serta kesetaraan gender.

KAJIAN TEORI | II-85


Selanjutnya sarana dan prasarana yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah pada
umumnya belum memadai khususnya pada infrastruktur jalan. Selain itu juga perumahan dan
permukiman yang ada kondisinya belum memadai sebagai sarana prasarana dasar yang sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan dan kualitas kehidupan manusia, Kondisi perumahan
pada tahun 2004 terjadi kesenjangan kebutuhan rumah (back log) sebesar 968.041 unit
rumah dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 81.290 unit rumah/tahun dan kemampuan
penyediaan pengembang (developer) lebih kurang 8.000 unit rumah/tahun. Kondisi tersebut
sangat rentan terhadap perkembangan perekonomian yang terjadi.
Sampai dengan tahun 2005 terdapat 7,22 juta unit rumah terdiri atas tipe A sebanyak
2.131.049 unit, tipe B sebanyak 2.857.692 unit, dan tipe C sebanyak 2.232.471 unit. Masih
banyak terdapat kawasan permukiman kumuh terutama di perkotaan, desa nelayan dan desa
terisolir yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Pembangunan Rumah Susun
Sederhana Sewa maupun Milik (Rusunawa/mi) belum berjalan seperti yang diharapkan,
sehingga belum dapat mengatasi kebutuhan perumahan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM)
pada kawasan kumuh perkotaan. Kawasan permukiman perlu dukungan pelayanan air bersih
dan sanitasi. Cakupan pelayanan air bersih perkotaan lebih kurang 39,86 % dan perdesaan
12,6 %. Cakupan sanitasi lebih kurang 7,2 % dan persampahan lebih kurang 71 % sampah
terangkut. Kondisi tersebut sebanding dengan rata-rata nasional dan target Milenium
Development Goals (MDGs).

2.7. RPJMD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013-2018


2.7.1. Isu Strategis
Berangkat dari berbagai permasalahan pembangunan yang dihadapi, tantangan dan
potensi pembangunan yang dapat dikembangkan, maka dirumuskan isu strategis
pembangunan daerah Jawa Tengah melalui berbagai pertimbangan diantaranya memiliki
pengaruh yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan nasional, merupakan tugas
dan tanggung jawab Pemerintah Daerah, luasnya dampak yang ditimbulkan terhadap daerah
dan masyarakat, memiliki daya ungkit terhadap pembangunan daerah, kemudahan untuk
dikelola dan merupakan prioritas pembangunan yang perlu diwujudkan. Adapun salah satu
isu strategis yaitu:
a) Pengurangan Kemiskinan
Isu kemiskinan hingga saat ini masih tetap menjadi isu yang belum teratasi hingga
tuntas. Fenomena empiris secara historis mengemuka bahwa akar kemiskinan terletak
dalam hubungan-hubungan kekuasaan (power relations) yang terbentuk dari cara
produksi konsumsi manusia terhadap sumberdaya strategis, antara lain berupa tanah, air,

KAJIAN TEORI | II-86


dan udara; akses pembangunan seperti keterlibatan masyarakat dalam pengambilan
keputusan publik; serta ruang dan waktu.
Selain itu, kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang bersifat multidimensi
dan sangat penting untuk ditangani melalui pelibatan atau dukungan seluruh
pemangku kepentingan. Mengingat jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah masih
cukup banyak dan progres penurunannya cenderung lambat,maka upaya penanggulangan
kemiskinan perlu lebih dipacu melalui peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat terutama pangan, pendidikan, kesehatan, air minum, sanitasi dan perumahan.
Sejalan dengan hal tersebut perlu dilakukan pula pemberdayaan ekonomi masyarakat,
perkuatan kelembagaan penanggulangan kemiskinan dan pendayagunaan sumberdaya
potensial, pengembangan jejaring kemitraan,serta peningkatan kemampuan dan
ketrampilan agar penduduk miskin mampu keluar dari lingkaran kemiskinan secara
mandiri.
b) Pembangunan Infrastruktur
Belum optimalnya kondisi infrastruktur di Provinsi Jawa Tengah dalam mengimbangi
dinamika kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta wilayah, berimplikasi pada beban
masyarakat dalam penyediaan produksi dan mobilisasi sumberdaya, baik dilingkup
regional Jawa Tengah maupun nasional. Permasalahan lainnya adalah adanya kesenjangan
antar wilayah terutama antara wilayah pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah yang
memerlukan pembenahan infrastruktur secara massif, agar memberikan dampak positif
pada pengurangan beban mobilisasi sumber-sumber produksi diwilayah penghubung antar
kabupaten/kota di wilayah pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah. Selain itu,
pengembangan dan pembenahan sarana transportasi publik juga menjadi hal penting guna
mengurangi beban arus distribusi dan akan berefek domino pada koneksitas antar wilayah
yang semakin kuat.
Pertumbuhan dan kegiatan sosial ekonomi juga perlu mempertimbangkan
kemampuan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini dilakukan
agar dapat menjamin keutuhan lingkungan hidup guna menjaga keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan akan datang. Pembangunan
lingkungan hidup diarahkan untuk pengendalian pencemaran dan penanganan kerusakan
lingkungan hidup melalui upaya rehabilitasi dan pemulihan sumber daya alam.

2.7.2. Kebijakan Permukiman dan Perumahan

A. Kawasan Peruntukan Permukiman


Kawasan peruntukan permukiman di Jawa Tengah tersear di seluruh kabupaten/kota
meliputi :

KAJIAN TEORI | II-87


1. Kawasan permukiman perdesaan diarahka pada kawasan-kawasan yang sudah ada
dan perluasan areal dengan tetap memperhatikan kelestarian kawasan pertanian yang
merupakan peruntukan dominan di perdesaan.
2. Kawasan permukiman perkotaan diarahkan pada intensifikasi kawasan-kawasan yang
sudah ada melalui upaya pembangunan kea rah vertical dan perluasan kawasan
perkotaan, diikuti upayapengendalian sehingga tida mengganggu kawasan peruntukan
lainnya terutama sawah di pinggiran kawasan perkotaan.
B. Strategi dan Arah Kebijakan
1. Strategi :
Peningkatan kualitas Rumah Tidak Layak huni dan lingkungan permukiman
Pemerataan pembangunan infrastruktur terutama di wilayah tengah dan selatan
Provinsi Jawa Tengah
2. Arah Kebijakan :
Meningkatkan kualitas Rumah Tidak Layak Huni dan lingkungan permukiman
kumuh khususnya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Pengembangan system pelayanan prasarana permukiman yang terpadu guna
mencapai kualitas lingkungan permukiman yang baik dengan pengembangan
system jaringan prasarana lingkungan terpadu dan pengembangan prasarana
limbah komunal dan drainase.

KAJIAN TEORI | II-88

Anda mungkin juga menyukai