Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas
dari tulang oleh tenaga yangmelebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat
diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental,
komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan
lunak yang mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup). Kebanyakan
fraktur terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kegagalan tulang menahan
tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang dapat menyebabkan
fraktur berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi.
Insiden terjadinya fraktur shaft humerus dlaah 4 % ari semua kejadian fraktur.
Frktur shaft dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tegah dan distal. Fraktur
korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus sering
m e n g a l a m i f r a k t u r p a d a w a k t u p e r s a l i n a n s u l i t , a t a u c e d e r a non-
accidental .Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan kalus
massif dantidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada
humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi
dapat dirawat dengan cara yangs a m a . J i k a p e r a w a t a n d i l a k u k a n
d e n g a n b a i k , m a k a t i d a k a k a n m e n i m b u l k a n masalah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Os. Humerus

Gambar 2.1 Anatomi Os. Humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),

korpus, dan ujung bawah.

2
1) Kaput

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi

dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi

bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik.

Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu

Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuahmbenjolan lebih kecil

yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus

intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas

terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.

2) Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah

lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena

menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah

belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada

saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau

radialis.

3) Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama

tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk

gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat

kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah

humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial (Holmes, 2004).

3
2.1.1 Vaskularisasi

Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut : arteri


brachialis merupakan lanjutan a. Axillaris, dimulai dari tepi inferior m. Teres
mayor. arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai dua
cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya berada di regio
ini adalah aa. Profunda brachii, colaterales ulnares proximal et distalis. Arteri
profunda brachii, collaterales ulnares proximal et distalis. Arteri profunda brachii
berjalan ke posterior bersama n. Radialis. Di sisi lateral regio brachii arteri ini
berakhir sebagai dua cabang terminalnya yaitu a. Collateralis radialis, yang
berjalan ke anterior bersama n. Radialis dan a. Collateralis media, yang menuju
sisi posterior epicondylus lateralis humeri.

Arteri collateralis ulnaris proximal berawal di pertengahan regio brachii


dan berjalan bersama n. Ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis
humeri. Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari
artikulasicubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian
cabang-cabangnyamenuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis
humeri. Vena brachialis mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga
proksimal regio ini v. basilica berjalan superficial terhadap a. Brachialis
(Holmes, 2004).

2.1.2 Innervasi

Persyarafan yang penting pada extreminitas atas ialah N. Musculocutaneus, N.


Medianus, N. ulnaris, N. radialis. N.Musculocutaneus mempesyarafi otot-otot
flexor lengan atas yaitu M.coraccobrachialis, M. biceps bracii dan M. brachialis.
Nervus ini akan berakhir sebagai N.cutaneus antebrachii lateralis yang mengurus
kulit sisi radialis lengan bawah. N. Medianus adalah saraf utama kompartemen
anterior. Saraf ini meninggalkan fossa cubitalis dengan melintas antara caput
musculus pronator teres. Lalu nervus medianus inimelintas di sebelah dalam

4
musculus flexor digitorum superficialis dan melanjutkan ke distal antara otot ini
dan musculcus flexor digitorum profundus N. ulnaris memasuki lengan bawah
dengan dengan lintas antara caput musculus flexor carpi ulnaris. Lalu nervus
ulnaris melintas ke distal antara musculus flexor carpi ulnaris danmusculus flexor
digitorum profundus. N. ulnaris menjadi superficialis di pergelangan tangan
danmengurus persyarafan kulit sis bagian medial. N. radialis muncul pada fossa
cubiti antara musculus brachialis dan musculus brachioradialis. Setelah memasuki
lengan bawah, nervus radialis terpecah menjadi ramus. Profundus dan ramus
superficialis. Ramus profundus dilepaskan anterior terhadap epicondiluslateralis
humerus, lalu menembus musculus supinator (Holmes, 2004).

5
Gambar 2.2 Vaskularisasi Regio Brachii

Fungsi Tulang

1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.

2) Tempat mlekatnya otot.

6
3) Melindungi organ penting.

4) Tempat pembuatan sel darah.

5) Tempat penyimpanan garam mineral.

2.2 Tipe Fraktur

Klasifikasi fraktur humerus berdasarkan Ortopedics Trauma Association


Ortopaedics Trauma Association (OTA)
Tipe A: fraktur sederhana ( simple fracture)
A1: spiral
A2: oblik (>30°)
A3: transversa (<30°)
Tipe B: fraktur baji (wedge fraktur)
B1:spiral wedge
B2:bending wedge
B3: fragmented wedge
Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)

7
Gambar 2.3 Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga
proksimal, .2 pada sepertigatengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 =
fraktur transversa.. Tipe B = fraktur baji ( wedge fracture ). B1 = fraktur baji
spiral ( spiral wedge fracture) , B 2 = bending wedge fracture, A3= fragmented
wedge fracture.12

8
Gambar 2.4 Tipe C =complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur
segmental kompleks, A3= fraktur ireguler

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi :


1. Fraktur sepertiga proximal humerus.
Fraktur yang mengenai proximal metafisis sampai insersi m.pectoralis
mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas
insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi
dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah
medial. Fraktur antarainsersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya
terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan
pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.
2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus. Jika fraktur terjadi di distal
dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus, pergeseran ke
medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan
terjadi.

9
Gambar 2.5 lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen (dari kiri ke kanan).

Fraktur diatas insersi pektoralis mayor, fraktur antara insersi pectoralis

mayor dan deltoid, dan fraktur di bawah insersi deltoid (Santoso, 2002).

2.3 Fraktur Humerus

Fraktur humerus adalah dalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari

tulang humerus yang terbagi atas:

1. Fraktur leher humeri


2. Fraktur tuberkulum mayus
3. Fraktur diafisis
4. Fraktur suprakondiler
5. Fraktur kondiler
6. Fraktur epidondilus medialis

10
1. Fraktur Leher Humeri

Fraktur leher humeri umumnya terjadi pada wanita tua yan telah

mengalami osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang. Mekanisme

trauma biasanya penderita jatuh dan terjadi trauma pada anggota gerak atas.

Klasifikasi: fraktur impaksi dan fraktur dan impaksi,dengan atau tanpa

pergeseran.

Pengobatan: pada fraktur impaksi atau tanpa imaksi yang tidak disertai

pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela

dan mobilisasi segera pada gerak sendi bahu. Bila fraktur disertai dengan

pergeseran dapat dipertimbangkan tindakan operatif.

Komplikasi : kekakuan pada sendi ,trauma saraf yaitu nervus axilaris, diselokai

sendi bahu.

2. Fraktur tuberkulum mayus humeri


Fraktur dapat terjadi bersamaan dengan dislokasi humeri atau merupakan

fraktur tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu biasanya terjadi

pada orang tua dan umumnya tidak mengalami pergeseran.

Pengobatn fraktur dengan dislokasi humeri direposisi, biasanya fraktur

juga terposisi dengan sendirinya. Pengobtan farktur tanpa pergeseran

fragmendengan cara konservatif. Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen

sebaiknya dilakukan operasi dengan memasang screw.

Komplikasi painful syndrome.

3. Fraktur Diafisis
Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana

traumaa dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila

11
traum bersifat langsung dapat menyebabkan fraktur tranversal, oblik pendek

atau komunutif. Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.
Gambaran klinis pada fratur humerus ditemukanan pembengkakan, nyeri

tekan serta deformitas pada daerh humerus. Pada setiap fraktur humerus harus

diperiksa adanya lesi nervus radialis terutama pada daerah 1/3 tengah umerus.
Pemeriksaan radiologis dapat ditentukn lokasi dan konfigurasi fraktur.

Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup oleh otot

dan secara fungsionl tidak terjdi gangguan, diseampin itu 1/3 kontak cukup

memadai terjadinya union.


Pengobatan konservatif dilakukan dengan pemasangan Uslab atau

pemasangan gips tergantung (hanging cast). Pengobatan operatif dengan

pemasangan plate atu screw atau pin dari Rush atau pada fraktur terbuka

dengan fiksasi eksternal.


Indikasi operasi :
- Fraktur terbuka
- Terjadi lesi nervus radialis setelaah dilakukan reposisi (jepitan nervus

radialis)
- Nonunion
- Penderita yang ingin segera bekerja secra aktif

4. Fraktur Supracondylar Humerusi

Adalah fraktur daripada os humerus distal pada bagian supracondylar, salah

satu fraktur paling sering pada anak-anak. Fragmen distal dapat displacement baik

ke posterior atau ke anterior (Sjamsuhidajat, 2004).

Mekanisme cedera posterior angulasi atau displacement (95 persen dari

semua kasus) menunjukkan cedera hyperextension, biasanya karena jatuh dengan

posisi lengan hyperextensi. Humerus rusak tepat di atas kondilus. Fragmen distal

terdorong ke belakang dan ( lengan bawah biasanya pronasi) memutar ke dalam.

12
Ujung bergerigi dari fragmen proksimal bersentuhan ke dalam jaringan lunak

anterior, terkadang melukai arteri brakialis atau saraf medianus. Displacement ke

anterior jarang, biasanya dikarenakan kekerasan langsung (misalnya jatuh tepat

pada bagian siku) pada saat keadaan flexi.

Gambar 2.6 Kalsifikasi Gartland

Klasifikasi (Gartland):

Tipe I : adalah patah tulang undisplaced.

Tipe II : adalah fraktur angulated dengan posterior korteks masih dalam

kontinuitas.

IIA - cedera kurang parah dengan fragmen distal hanya angulated.

IIB - cedera parah, terjadi baik angulated dan malrotated.

Tipe III : fraktur sepenuhnya terpisah (meskipun periosteum posterior

biasanya masih bertahan, yang akan membantu saat reduksi

bedah).

13
A B

C D

Gambar 2.7 Fraktur Suprakondilar

(a) Undisplaced.

(b) fragmen distal angulasi ke posterior tetapi masih kontak.

(c) Fragmen distal terpisah seluruhnya dan displaced ke posterior.

(d) Jenis yang jarang angulasi ke anterior.

5. Fraktur kondilus humerus

Fraktur kondilus humerus jarang terjadi pada orang dewasa dan sering

terjadi paa anak-anak. Mekanisme traum biasanya terjadi pada saat tangan dalam

14
posisi out stretched dan sendi siku dalam posisi fleksi dengan trauma pada bagian

lateral atau medial. Fraktur ondilus lateralis sering terjadi dari pada medialis.

Klasifikasi pemeriksaan radiologi

- Fraktur pada satu kondilus


- Fraktur interkondiler (fraktur T/Y)
- Fraktur komunutif

Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler.

Gambaran klinis nyeri dan pembengkakan serta erdarahan subkutan pada

daerah sendi siku. Ditemukan nyeri tekan , ganguan pergeraan serta krepitasi

pada daerah tersebut.

Pengobatan farktur tanpa pergeseran fragmen tidak memerlukan reposisi,

ukup dengan peasangan gips sirkuler selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan

fisioterapi secara hati-hati. Fraktur kondiler adalah fraktur yang mengenai

permukaan sendi sehingga memerlukan reduksi dengan operasi segera, akurat dan

rigid sehingga mobilisasi dapat dilakukan secepatya.

2.4 Gambaran klinis :

1. nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika

fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan

gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada

ekstrimitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan

15
dengan ekstrimitas normal. Exstrimitas tidak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melekatnya obat.

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat

diatas dan dibawahtempat fraktur.

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba

adanya derik pada tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar

feagmen satu dengan lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi

setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan

arteri brakhialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan

dorsofleksi pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan

(Sjamsuhidajat, 2004).

2.5 Diagnosis
1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : hemoglobin, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas .
2. Radiologi

16
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis
fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya
dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus
dilakukan. Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto.
Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative dapat membantu pada perencanaaan
perioperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-
scan, bone –scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus
dengan kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vaskularisasi. CT-scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang lebih kompleks (Santoso, 2002).

2.6 Penatalaksanaan
1. Konservarif : Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus
dapat ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap
angulasi, pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi
fragmen sampai 30o , masih dapat ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi
dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu
reposisi terbuka dan non union perlu reposisi terbuka diikuti dengan
fiksasi interna. Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping
imobilisasi; beban pada lengan dengan cast biasanya cukup untuk
menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast dipakai dari bahu
hingga pergelangan tangan dengan sikufleksi 90 derajat dan bagian
lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast
(pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek
(short cast) dari bahu hingga siku atau functional polypropylenebrace
selama kurang lebih 6 minggu.

17
Gambar 2.8 Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif.

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum
pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga
fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu,
variasi lainnya sekitar minggu. Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan)
yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.

Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif.

1. Hanging cast

Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus


dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada
fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontra indikasi relatif
karena berpotensial terjadinya gangguann dan komplikasi pada saat
penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat
sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektifitas.

2. Coaptation splint

18
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada
hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation
splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan
pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa
yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian
coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage.
Splint seringkali diganti dengan functional brace pada 1-2 minggu pasca
trauma.

3. Shoulder spica cast

Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi


dan eksorotasi ekstrimitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi
cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ekstrimitas atas.

4. Functional bracing

Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan


mempertahankan alignment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi
yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma
setelah pasien diberikan hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak
berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak,
pasien yang tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk
mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan
untuk menopang lengan bawah, aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi
varus (kearah midline).

Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan dan


frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang
cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat
komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur
humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.

19
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan, diantaranya:
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (anterbrachii)
dan humerus tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union

Fiksasi dapat berhasil dengan:


1. Kompresi plate dan screws
Platting menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki
keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungdi bahu dan
siku. Ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis.
Platting umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal
medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur
humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan
eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi
neurovaskuler, serta humerus non-union.

2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel


Nail diindikasi pada fraktur segmental dimana penempatan plate akan
memerlukan diseksi jaringan lunak, frakatur humerus pada tulang
osteopenic, serta pada fraktur humerus patologis.
Antegrade nailing terbentuk dari paku. Antegrade nailing terbentuk dari
paku pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan ke
dalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk) fluroskopi. Pada cara ini,
dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki kerugian, yaitu menyebabkan
masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus yang berarti. Jika hal ini
terjadi, atau apabila nail keluar dan f r a k t u r b e l u m m e n g a l a m i
union, penggantian nailing dan bone g r a f t i n g mungkin

20
diperlukan; atau dapat diganti dengan external fixator .Retrograde nailing
dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah tersebut, tapi
penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman
dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur.
3. External fixation
External fixation merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan
mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan fraktur
segmental energi tinggi. Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan
non-union infeksi,defek atau kehilangan tulang, dengan luka
bakar, serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas
(Kenneth, 2002).

Perawatan Pasca Bedah

 Perawatan luka operasi pada umumnya


 Pasien diinstruksikan untuk mulai latihan ROM ringan beberapa hari
setelah operasi dengan penekanan untuk menggerakkan jari-jari,
pergelangan tangan dan siku untuk mencegah kekakuan sendi. Tambahkan
latihan gerakan pendulum pada sendi bahu sesegera mungkin dimulai
minggu-minggu awal post operatif.
 Disarankan pasien untuk memakai sling sampai fungsi otot kembali secara
penuh.
 Latihan keras dihindari sampai 12 minggu atau sampai fraktur sembuh

2.7 Komplikasi
1. Cedera vaskuler jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada
ekstrimitas, kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi
akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan
kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung

21
ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadaan internal fixation
dianjurkan.
2. Cedera saraf radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama
fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera
yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak
diperlukan operasi segera. Pergelangan tangan dan telapak tangan
harus secara teratur digerakkan dari pergerakkan pasif putaran
penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan sendi
sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan dalam
12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan
saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali
dengan baik dengan pemindahan tendon. Jika fungsi saraf masih
ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah dilakukan
manipulasi, hal ini daoat diamsusikan bahwa saraf sudah
mengalami robekan dan dibutuhjan operasi eksplorasi.
3. Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union
akan berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan di drainase. Pilihan
antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi
stabil, nail tidak perlu dilepas. Komplikasi lanjut delayed union
and non-union fraktur transversa kadang membutuhkan waktu
beberapa bulan untuk menyambung kembali, terutama jika traksi
digunakan berlebihan (penggunaan hanging cast jangan terlalu
berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat
menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tadna pembentukan
kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa operasi,
tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-
union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang

22
dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih
cenderung mengalami baik delayed union dannon-union.Intermedullary
nailing menyebabkan delayed union , t e t a p i j i k a fiksasi rigid dapat
dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah10%.
4. Join stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih
awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan)
dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu. Tambahan,
pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada anak-anak di bawah
3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu di pikirkan. Fraktur
dirawat dengan bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3
minggu. Pada anak yang lebih tua memerlukan plaster splint pendek
(Tortora, 2009).

23
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur humerus adalah dalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari


tulang humerus yang terbagi atas fraktur leher humeri, fraktur tuberkulum mayus,
fraktur diafisis, fraktur suprakondiler, fraktur kondiler, fraktur epidondilus
medialis dimana gejala pada fraktur humerus sama dengan fraktur pada tulang
lainnya yaitu terjadi deformitas, nyeri, shortening, pembengkakan dan perubahan
warna kulit pada area fraktur, krepitasi. Dalam menegakkan diagnosis fraktur
humerus dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk
mengetahui gambaran garis fraktur dan pergeseran tulang lainnya.
Penatalaksanaan pada fraktur humerus umumnya dapat ditangani secara tertutup
karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi fragmen
patah tulang. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi
terbuka dan non union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi. Hanging cast dipakai
dari bahu hingga pergelangan tangan dengan sikufleksi 90 derajat. Fiksasi yang
digunakan dalam menangani fraktur humerus antara lain adalah kompresi plate
dan screws, pin semifleksible dan external fixation. Komplikasi fraktur humerus
antara lain cedera vaskuler, cedera saraf radial nerve palsy (wrist drop dan
paralisis otot-otot ekstensor metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft
humerus, infeksi luka pasca trauma yang sering menyebabkan osteitis
kronik dan joint stiffness.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonymus. Fraktur Patah Tulang (online).2009.


(http://perawatpsikiatri.blogspot.com/search/label) diakses tanggal 11 April 2009

Apley A Graham, Solomom Lous. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Edisi ke-7
Jakaerta; Widya medika 1995.

Bernard B, 1996. Fraktur dan dislokasi. Yayasan Essentica Medika:Yogyakarta.


P.1028-1030.

Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture
In:A- Z of Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University
Press; p 110-111.

Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In


Chapter 43: Orthopedic; In:Handbook of Fracture second edition.
Wolters Klunser Company : New York.

Netter, Frank H. Netter’s Orthopaedics, Edisi ke-1 USA Elseveir 2006.

Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,2007,


Bab. 14; Trauma. Jakarta. Hal 380-395.

S a n t o s o M . W.A , Al i m s a r d j o n o H d a n S u b a g j o . 2 0 0 2 . Anatomi
Bagian I, Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas
Kedokteran UniversitasAirlangga; Surabaya.

Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The SkeletalSystem:
The Appendicular Skeleton.

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah ke 2. EGC:
Jakarta.

25
26

Anda mungkin juga menyukai