berlaku umum. Laporan keuangan tidak diaudit oleh kantor akuntan publik, namun
yaitu supaya dapat digunakan manajemen dalam rangka pengambilan keputusan dan
kepadanya. Berikut ini adalah uraian hasil analisa penulis atas akun-akun dalam
perusahaan telah menyusun laporan keuangannya atas dasar akrual, kecuali pada
laporan arus kasnya yang disusun atas dasar kas (cash basis).
2. Persediaan
dan persediaan barang jadi yang tersedia untuk memenuhi pesanan. Perusahaan telah
tentang “Persediaan”, bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai
realisasi bersih, yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value).
91
92
perolehan selalu lebih rendah dari nilai realisasi bersihnya. Biaya persediaan
yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang
tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Hal
perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan
3. Aset Tetap
inventaris kantor, inventaris pabrik, dan kendaraan. Gedung pabrik dan gedung
kantor merupakan gedung yang disewa oleh perusahaan. Sedangkan yang di maksud
aset berupa bangunan & prasarana merupakan pemasangan partisi gypsum dan sudut
listrik, tambah daya listrik, capasitor bank, dan pembuatan jendela sirkulasi angin di
ruang produksi. Menurut paragraf 6 PSAK 16 tentang “Aset Tetap”, aset tetap
adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif, dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa gedung sewaan tidak memenuhi syarat
sebagai aset tetap sebagaimana dijelaskan di atas. namun demikian, renovasi yang
dilakukan oleh perusahaan atas gedung sewaan tersebut memiliki jumlah yang besar
93
dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode, sehingga memenuhi
syarat sebagai aset untuk kemudian dilakukan pembebanan bertahap atas biayanya
tetap dapat diperoleh untuk alasan keamanan atau lingkungan. Perolehan aset tetap
semacam itu, walaupun tidak secara langsung meningkatkan manfaat ekonomis masa
depan dari suatu aset tetap yang ada, mungkin diperlukan bagi entitas untuk
memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset yang lain. Sehingga penulis
dan pembuatan jendela sirkulasi sebagai aset tetap yang dapat disusutkan. Hal ini
juga dijelaskan dalam pasal 11 ayat (1) UU PPh bahwa penyusutan dilakukan atas
harta berwujud. Jadi, menurut penulis perusahaan telah mengakui aset berwujudnya
dengan benar.
tidak mengestimasi nilai residu atas aset tetapnya. Penyusutan dimulai pada bulan
perolehannya, ketika aset telah berada di lokasi dan kondisi yang siap digunakan.
Sedangkan untuk aset yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan (aset siap digunakan). Hal ini telah sesuai dengan
perpajakan.
94
garis lurus. Masa manfaat aset tetap untuk kepentingan komersial perusahaan
mengikuti ketentuan fiskal seperti yang tercantum dalam UU PPh Pasal 11 ayat (6)
dan No. 96/PMK/2009 tentang “Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok
hal tersebut tidak menyimpang dari ketentuan komersial karena berdasarkan PSAK
menurun yang tercantum dalam memori penjelasan UU PPh Pasal 11 ayat (1) dan (2)
adalah untuk penyusutan tahun pertama dengan mengalikan harga perolehan dengan
tarif, untuk penyusutan tahun-tahun berikutnya dengan mengalikan nilai sisa buku
dengan tarif, dan pada akhir tahun masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus.
Sedangkan perusahaan pada akhir masa manfaat menyusutkan aset dengan cara
mengalikan nilai sisa buku dengan tarif, sehingga pada akhir tahun masa manfaat
masih terdapat nilai yang dapat disusutkan, yang oleh perusahaan disusutkan pada
tahun berikutnya setelah habis masa manfaat. Hal tersebut menyebabkan beberapa
aset yang seharusnya sudah habis disusutkan, namun masih dihitung beban
penyusutannya pada tahun 2010. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa untuk
nilai buku aset-aset yang telah habis masa manfaatnya harus disusutkan sekaligus.
95
4. Leasing
Beberapa aset perusahaan yang berupa kendaraan merupakan aset yang masih
dalam masa leasing yang merupakan sewa pembiayaan. Sewa pembiayaan tersebut
diakui sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan,
(paragraf 21 PSAK 30) bahwa pembayaran angsuran telah dipisahkan antara bagian
yang merupakan beban keuangan dan bagian yang merupakan pelunasan kewajiban
atau dengan kata lain dipisahkan antara pokok pelunasan dengan biaya bunga.
Aset atas sewa pembiayaan disusutkan oleh perusahaan dengan masa manfaat
8 tahun dan menggunakan metode saldo menurun. Hal ini telah sesuai dengan
beban penyusutan untuk aset yang dapat disusutkan dan kebijakan penyusutannya
pihak dapat mempunyai dampak atas posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan
transaksi yang tidak akan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai
tanpa bunga oleh pemegang saham. Hal tersebut telah sesuai dengan Standar
96
dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) UU PPh. Namun, pinjaman tanpa bunga oleh
dalam PP No.94 Tahun 2010 tentang “Pinjaman Tanpa Bunga oleh Pemegang
berasal dari dana pemegang saham itu sendiri dalam keadaan modal yang seharusnya
disetor oleh pemegang saham telah disetor seluruhnya. Selain itu pemegang saham
Penjualan diakui saat dilakukan pengiriman kepada pelanggan, hal ini telah
sesuai dengan ketentuan komersial. Pendapatan bunga diakui atas dasar proporsi
waktu yang memperhitungkan hasil efektif aset tersebut. Pendapatan penjualan aset
diakui saat terjadinya transaksi penjualan aset dan atas laba selisih kurs diakui dengan
metode kurs tanggal neraca/ kurs tengah BI, yaitu bahwa selisih kurs diakui setiap
tanggal neraca dengan kurs tanggal neraca/ kurs tengah BI dan terakhir saat
akuntansi seperti biaya aset tetap diakui dalam laporan laba rugi atas dasar alokasi
yang rasional dan sistematis. Beban diakui atas dasar hubungan langsung antara
biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh, misalnya berbagai
komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan diakui pada saat yang
B. Rekonsiliasi Fiskal
rekonsiliasi fiskal atas laba komersial dengan laba fiskal untuk tujuan penghitungan
Berikut ini merupakan penjelasan dari koreksi fiskal yang penulis dapatkan
dari hasil wawancara dengan manajer keuangan dan akuntansi perusahaan dan
1. Beda Tetap:
a. Entertainment
biaya entertainment merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, namun dengan syarat tertentu
dengan daftar nominatif pada SPT Tahunannya. Daftar nominatif tersebut berisi
98
nomor urut, tanggal, nama tempat; alamat; jenis; dan jumlah entertainment yang
diberikan, serta nama; posisi; nama perusahaan dan jenis usaha relasi usaha yang
nominatif atas biaya entertainment tersebut, maka dilakukan koreksi positif sebesar
Rp 43.521.513,00.
b. Biaya Pajak
Biaya Pajak merupakan sanksi administrasi karena wajib pajak tidak tertib
ayat (1) huruf k UU PPh, bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
karena itu, dilakukan koreksi positif sebesar Rp 60.717.482,00 atas biaya pajak
tersebut.
c. Biaya Obat-obatan
Biaya Obat-obatan termasuk dalam biaya yang tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh yang
menyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak boleh dikurangkan untuk
kesehatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya yang diberikan tidak
natura adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau
keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Jadi, dilakukan koreksi
d. Biaya Lain-lain
lain merupakan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto,
e. Pendapatan Bunga
penghasilan yang dikenakan PPh Final sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2)
huruf a UU PPh, sehingga harus dikeluarkan dari jumlah Penghasilan Kena Pajak.
f. Biaya Penyusutan
Perusahaan menyusutkan aset leasing dari awal masa leasing baik untuk kepentingan
komersial maupun fiskal. Berdasarkan ketentuan komersial hal tersebut telah sesuai
dapat disusutkan setelah hak opsi untuk membeli telah digunakan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a No. 1169/kmk.01/1991 tentang “Kegiatan
Sewa Guna Usaha (Leasing)”. Hal tersebut karena aset leasing belum sepenuhnya
penggunaan hak opsi. Perbedaan pengakuan ini menyebabkan koreksi fiskal positif
f. Biaya Bunga
Biaya Bunga yang dimaksud adalah biaya bunga atas pembayaran angsuran
aset sewa pembiayaan (leasing). Biaya ini secara komersial telah sesuai Standar
Akuntansi Keuangan bahwa yang diakui sebagai biaya hanya sebesar bunganya yaitu
pengurang kewajiban yang dicatat mengurangi akun Leasing (hutang leasing) dalam
tersebut, bahwa baik beban keuangan yang berupa biaya bunga dan pelunasannya
diakui sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible
expense). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c No.
uraian di atas, penulis berpendapat bahwa perbedaan pengakuan atas biaya tersebut
menimbulkan koreksi negatif beda tetap pada rekonsiliasi fiskal perusahaan, di mana
dalam fiskal angsuran pokok atau jumlah pelunasannya digabungkan dengan biaya
perusahaan melakukan koreksi negatif beda tetap atas biaya bunga tersebut sebesar
Rp 150.013.929,00.
Dalam rekonsiliasi fiskal perusahaan tidak terdapat beda waktu. Aset tetap
Tabel 9
Perbandingan Rekonsiliasi Fiskal antara Data
Dengan Hasil Pembahasan
(Disajikan dalam Rupiah)
Data Pembahasan
Laba (rugi) sebelum PPh 559.401.200 559.401.200
Koreksi Fiskal:
Beda Tetap:
Entertainment 43.521.513 43.521.513
Biaya Pajak 60.717.482 60.717.482
Biaya Obat-obatan 14.716.850 14.716.850
Biaya Penyusutan - 126.551.750
Biaya Lain-lain 38.891.156 38.891.156
Pendapatan Bunga (991.433) (991.433)
Biaya bunga - (150.013.929)
Jumlah 156.855.568 6.841.639
Beda Sementara:
- - -
Laba Fiskal 716.256.768 692.794.589
Pembulatan 716.256.000
51.369.423
Pembulatan 692.794.000
51.369.423
transaksi leasing yang telah penulis uraikan sebelumnya bahwa menurut ketentuan
fiskal seluruh angsuran baik pokok maupun bunga merupakan pengurang penghasilan
tersebut tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan, karena ketika biaya bunga
dikoreksi negatif sebesar pokok angsuran, biaya penyusutan atas aset leasing juga
dikoreksi positif, yang dalam hal ini ketentuan fiskal menyatakan bahwa penyusutan
atas aset leasing baru boleh dilakukan ketika hak opsi telah digunakan.
104
pajak dari suatu transaksi dan kejadian lain sama dengan cara perusahaan
memperlakukan transaksi dan kejadian tersebut. Oleh karena itu, untuk transaksi
dan kejadian lain yang diakui pada laporan laba rugi, konsekuensi atau pengaruh
pajak dari transaksi dan kejadian tersebut harus diakui pula pada laporan laba rugi.
Sedangkan, untuk transaksi dan kejadian yang langsung dibebankan atau dikreditkan
ke ekuitas, konsekuensi atau pengaruh pajak dari transaksi dan kejadian tersebut
harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas. Pajak Tangguhan ini terdiri
rekonsiliasi fiskal perusahaan pada tahun 2010 tidak terdapat beda sementara (beda
Badan. Rekonsiliasi fiskal merupakan bentuk laporan keuangan fiskal yang disusun
terpisah diluar proses pembukuan yang sering disebut sebagai extra comptable.
Bentuk laporan keuangan fiskal ini disusun melalui proses rekonsiliasi antara
akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, yang sifatnya hanya sebagai tambahan
undangan perpajakan, khususnya dalam hal perlakuan biaya atas sewa pembiayaan
(leasing).