Anda di halaman 1dari 43

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA 2019

MODUL
TEKNIK PENYIDIKAN DAN
PEMBERKASAN

DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2019
iv
iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………........... i
TIM PENYUSUN MODUL………………………………………………………….... ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………........... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………….. 3
B. Deskripsi Singkat…………………………………………………….. 4
C. Tujuan Pembelajaran………………………………………………... 4
D. Indikator Keberhasilan………….…………………………………… 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok………………………............ 5
BAB II PENYELIDIKAN (LID) TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyelidikan............................... 6
B. Parameter Perkara Besar (Big Fish)........................................... 7
C. Sumber Penyelidikan.................................................................. 8
D. Pola Penanganan Tahap Penyelidikan…................................... 8
BAB III PENYIDIKAN (DIK) TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
A. Dasar Kewenangan Penyidikan.................................................. 15
B. Ketentuan Khusus Penyidikan.................................................... 16
C. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyidikan.................................. 17
D. Pola Penanganan Tahap Penyidikan.......................................... 19
1. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi..................................... 19
2. Penyidikan TPPU dengan Tindak Pidana Asal dari Tindak
Pidana Korupsi................................................................... 27
E. Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana
Korupsi........................................................................................ 28
BAB IV PEMBERKASAN……………………………………………………....... 32
BAB V PENUTUP………………………………………………………………… 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kejaksaan Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintahan yang


melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan undang-undang. Kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan dalam
pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan penegakan hukum pidana baik secara
represif maupun preventif merupakan upaya maksimal dalam rangka mencapai
perlindungan masyarakat dan mencapai kesejahteraan masyarakat yang tercermin
dalam kebijakan pembangunan nasional.

Korelasi strategis antara penegakan hukum dan kebijakan pembangunan


nasional dapat diimplementasikan oleh jajaran tindak pidana khusus dengan
melakukan upaya pencegahan dan penindakan tindak pidana khusus, sebagai
berikut:
1. Membangun zona bebas tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas
maupun penanganan perkara dengan memastikan tidak ada penyimpangan
baik perbuatan tercela maupun tindakan yang memenuhi unsur korupsi;
2. Melakukan konsolidasi dengan aparat penegak hukum lain dalam rangka upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya;
3. Melakukan kerjasama dengan organisasi keagamaan, lembaga pendidikan,
media massa, LSM/NGO dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat
dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus
lainnya.
4. Penindakan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya sekaligus
mencari akar permasalahan faktor penyebab tindak pidana korupsi dan tindak
pidana khusus lainnya;
5. Penindakan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya tidak hanya
berorientasi pada pemidanaan/hukuman badan, tetapi juga pada
penyelamatan/pengembalian kerugian keuangan negara;
6. Penindakan tindak pidana korupsi fokus pada 10 (sepuluh) area rawan korupsi,
yaitu:
- Sektor Pengadaan Barang dan Jasa;
- Sektor Keuangan dan Perbankan;
- Sektor Perpajakan;
- Sektor Migas;
- Sektor BUMN/BUMD;
- Sektor Kepabeanan dan Cukai;
- Sektor Penggunaan APBN/APBD, APBN-P/APBD-P;
- Sektor Aset Negara/Daerah;
- Sektor Kehutanan/Pertambangan;
- Sektor Pelayanan Umum.
7. Penanganan perkara tindak pidana khusus berlandaskan sikap mandiri, tidak
tebang pilih, tuntas, bersih dan tanpa rasa takut (clean and fearless).
8. Penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana khusus dilakukan dengan
memperhatikan waktu sebagaimana ditentukan dalam Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Upaya penindakan korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dalam
nalar publik masih menunjukkan skeptis dan antipati pada masyarakat.
Bagi Kejaksaan upaya penindakan yang dilakukan tentunya diharapkan sebagai
insentif positif untuk mendapatkan kepercayaan publik (public trust) dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia baik di pusat dan daerah.
Dibutuhkan paradigma baru dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Lebih lanjut
ditegaskan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr. M. Adi Toegarisman dalam
Epilog buku Pemberantasan Korupsi Dalam Paradigma Efisiensi:

Idealisme dari paradigma tersebut meliputi kemampuan-kemampuan untuk


daya eliminasi disharmoni hukum, memiliki unifikasi penafsiran hukum,
memiliki substansi yang mengedepankan keadilan, dapat digunakan untuk
menangani terjadinya peralihan dari ranah hukum pidana ke ranah hukum
perdata, memiliki acuan nilai efisiensi ekonomi terhadap penanganan
kerugian keuangan negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

2
A. LATAR BELAKANG

Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) yang


diselenggarakan setiap tahunnya menggunakan modul dalam pelaksanaan
pembelajaran dan modul yang disusun sebelumnya sudah tidak up date lagi
dengan perkembangan penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang berkualitas.

Setiap tahunnya modul selalu mengalami perubahan dan perbaikan baik


dari segi substansi maupun dari segi materi. Untuk itu modul yang diberikan dalam
pembelajaran PPPJ ini telah direvisi dan disempurnakan untuk menyesuaikan
dengan perkembangan penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana
korupsi yang berkualitas pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus.

Penanganan perkara tindak pidana korupsi dalam tahap Penyelidikan dan tahap
Penyidikan perlu dilaksanakan/dilakukan secara proporsional dan profesional serta
berkualitas, sebagaimana dalam Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : INS-
002/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 tentang Pola Penanganan Perkara Tindak
Pidana Khusus Yag Berkualitas yang salah satunya berkeinginan untuk mewujudkan
keseragaman pola penanganan perkara Tindak Pidana Khusus sebagai satu kesatuan
sistem atau cara kerja dalam penanganan perkara Tindak Pidana Khusus secara integral
sejak tahap penerimaan laporan pengaduan masyarakat, pembuatan telaahan, tahap
penyelidikan, tahap penyidikan, tahap pra penuntutan, tahap penuntutan, tahap
persidangan, tahap upaya hukum biasa, tahap pelaksanaan putusan (eksekusi), tahap
upaya hukum luar biasa, dan tahap eksaminasi.

Bahwa sesuai Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : INS-


002/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 memberikan instruksi kepada Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan
Cabang Kejaksaan Negeri untuk mempedomani surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Khusus Nomor : B-845/F/Fjp/05/2018 tanggal 4 Mei 2018 tentang Petunjuk Teknis Pola
Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang Berkualitas, sehingga diharapkan
seluruh penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dalam masing-
masing tahap penanganan dapat dilaksanakan/dilakukan secara profesional, termasuk
dalam tahap Penyelidikan dan tahap Penyidikan.

3
B. DESKRIPSI SINGKAT

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut


cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.

Pemberkasan berasal dari kata berkas yang memiliki arti sekumpulan


dokumen yang diperoleh dari hasil permintaan keterangan atau pemeriksaan dan
penyitaan yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka penyusunan laporan hasil
kegiatan (Penyelidikan atau Penyidikan).

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan pembelajaran Modul Teknik Penyidikan Dan Pemberkasan, sebagai


berikut:
1. Sebagai pedoman dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
2. Mewujudkan keseragaman dalam pola pikir dan pola tindak Jaksa dalam
menangani perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
3. Mewujudkan penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana
pencucian uang yang berkualitas.

D. INDIKATOR KEBERHASILAN

Dengan telah disusunnya pembelajaran Modul Teknik Penyidikan Dan


Pemberkasan diharapkan peserta PPPJ:
1. Memahami dan mampu dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak
pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
2. Memahami dan mampu melaksanakan keseragaman dalam pola pikir dan pola
tindak Jaksa dalam menangani perkara tindak pidana korupsi dan tindak
pidana pencucian uang.
3. Memahami dan mampu melakukan penanganan perkara tindak pidana korupsi
dan tindak pidana pencucian uang yang berkualitas.

4
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK

I. Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi


A. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyelidikan
B. Parameter Perkara Besar (Big Fish)
C. Sumber Penyelidikan
D. Pola Penanganan Tahap Penyelidikan
1. Tahap Penerimaan Laporan/Pengaduan
2. Tahap Telaahan
3. Tahap Pelaksanaan Penyelidikan

II. Penyidikan (Dik) Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian
Uang
A. Dasar Kewenangan Penyidikan
B. Ketentuan Khusus Penyidikan
C. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyidikan
D. Pola Penanganan Tahap Penyidikan
1. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
a. Penerbitan Surat Perintah Penyidikan /Rencana Penyidikan/
SPDP
b. Pemanggilan dan Pemeriksaan
c. Penggeledahan/Penyitaan/Pemblokiran
d. Penetapan Tersangka
e. Penangkapan/Penahanan/Pengalihan/Penangguhan/Pembanta
ran
f. Praperadilan
g. Pelacakan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti
h. Penetapan Saksi/Tersangka sebagai Justice Collaborator
2. Penyidikan TPPU dengan Tindak Pidana Asal dari Tindak Pidana
Korupsi
3. Berkas Perkara
E. Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi

III. Pemberkasan

5
BAB II
PENYELIDIKAN (LID) TINDAK PIDANA KORUPSI

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan


menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.

Rencana penyelidikan adalah suatu proposal dari Tim Penyelidikan kepada


Pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan yang berisi
tindakan-tindakan yang akan dilakukan Tim Penyelidik, maksud dan tujuan tindakan
dilakukan serta target pencapaian atas tindakan yang dilakukan sesuai ketentuan
dalam Administrasi Perkara Tindak Pidana.

Jangka waktu penyelidikan tindak pidana korupsi diatur Pasal 4 Peraturan Jaksa
Agung RI Nomor : PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010, adalah paling
lama 14 (empat belas) hari kerja dan dapat diperpanjang selama 14 (empat belas)
hari kerja. Apabila masih diperlukan dengan alasan yang patut dan tidak dapat
dihindarkan dapat diperpanjang kembali untuk paling lama 14 (empat belas) hari
kerja, atas dasar permohonan dari Tim Penyelidik kepada Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus/Kepala Kejaksaan Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri/Cabang
Kejaksaan Negeri dengan menjelaskan alasan perpanjangan waktu penyelidikan.

Untuk Kejaksaan Negeri tipe B diluar Jawa, Madura dan Bali waktu penyelidikan
dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi geografis setempat atas kebijakan
pimpinan untuk paling lama 20 (dua puluh) hari kerja pada setiap penerbitan Surat
Perintah Penyelidikan. Setelah habis masa perpanjangan ke-2 (dua), penyelidikan
harus dianggap selesai dengan putusan dari Pimpinan.

A. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyelidikan


1. Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29
Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan
Perkara Tindak Pidana Khusus.

6
2. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor: INS-002/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari
2019 tentang Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus Yang
Berkualitas.
3. Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-001/A/JA/02/2019
tanggal 21 Februari 2019 tentang Pengendalian Perkara Tindak Pidana
Korupsi.
4. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
845/F/Fjp/05/2018 tanggal 4 Mei 2018 tentang Petunjuk Teknis Pola
Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus Yang Berkualitas
5. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
765/F/Fd.1/04/2018 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Perkara Tindak
Pidana Korupsi Tahap Penyelidikan.
6. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus No. B-1450/F/Fd.1/08/2018
tanggal 23 Agustus 2018 perihal Permintaan Data Informasi kepada PPATK.

B. Parameter Perkara Besar (Big Fish)


Parameter perkara tindak pidana khusus yang dikategorikan perkara besar (big
fish) apabila memenuhi salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
1. Pelaku Tindak Pidana adalah Penyelenggara Negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN;
2. Melibatkan pelaku dari satu dan/atau lebih Kementerian/Lembaga lainnya
bersama-sama dengan pelaku di Lembaga Legislatif dan/atau Lembaga
Yudikatif dan/atau Lembaga Tinggi Negara lainnya, baik di Pusat maupun di
Daerah dengan pelaku Swasta;
3. Pelanggaran terhadap satu atau lebih peraturan perundang-undangan
dalam bidang pengaturan yang berbeda-beda;
4. Pembuktian menggunakan alat bukti konvensional Pasal 184 KUHAP
ditambah dengan digital evidence dan/atau financial evidence dan/atau
scientific evidence;
5. Tindak pidana yang dilakukan pada saat terjadi bencana; atau

7
6. Menimbulkan kerugian keuangan negara di atas Rp 10 milyar untuk delik
korupsi melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999,
sedangkan untuk delik selain Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31
Tahun 1999 dengan objek senilai Rp. 1 milyar atau lebih.

C. Sumber Penyelidikan
Laporan/pengaduan dapat menjadi sumber penyelidikan apabila materi
laporan/pengaduan berdasarkan telaahan terdapat indikasi tindak pidana
korupsi, adapun yang dapat menjadi sumber penyelidikan (Pasal 2 PERJA RI
Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010), sebagai berikut:
(1) Sumber penyelidikan terdiri dari:
a) Laporan
b) Hasil audit BPK RI/ BPKP
c) Hasil pemeriksaan dari unit pengawasan internal (termasuk laporan hasil
pengawasan Jaksa Agung Muda Pengawasan/Asisten Pengawasan)
d) Pelimpahan perkara dari Jaksa Agung Muda Intelijen/Asisten
Intelijen/Kepala Seksi Intelijen.
e) Pelimpahan perkara dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Umum/Asisten Tindak Pidana Umum/ Kepala Seksi Tindak Pidana
Umum.
f) Pelimpahan perkara dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha
Negara/Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara/Kepala Seksi Perdata
dan Tata Usaha Negara
(2) Laporan pengaduan masyarakat menjadi sumber penyelidikan apabila materi
kasus ada kaitannya dengan dugaan tindak pidana korupsi.
(3) Laporan hasil temuan penyelidik sebagai sumber penyelidikan, dilaporkan
secara langsung kepada Pejabat Teknis Penyelidikan dan berlaku ketentuan
mekanisme telaahan staf.

D. Pola Penanganan Tahap Penyelidikan


1. Tahap Penerimaan Laporan/Pengaduan
a. Penerimaan Laporan (P-1) mempedomani Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) (Pasal

8
1 Angka 24 dan 25 KUHAP) dan dicatat dalam Register Penerimaan
Laporan (RP-1).
b. Terhadap laporan/pengaduan dapat ditindaklanjuti ke tahap telaahan
apabila hasil identifikasi, verifikasi dan klasifikasi atas
laporan/pengaduan dimaksud menunjukan adanya indikasi telah terjadi
tindak pidana korupsi. Selain tindakan identifikasi, verifikasi dan
klasifikasi dapat juga dilakukan tindakan pengumpulan data dan
informasi lainnya baik dari internet maupun media cetak (Pasal 5
KUHAP).
c. Laporan/pengaduan tidak ditindaklanjuti ke tahap telaahan didasarkan
pada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dicatat serta
diarsipkan dengan tertib (Pasal 108 KUHAP).
d. Tindak lanjut atas laporan/pengaduan wajib diberitahukan kepada
pelapor (Pasal 108 KUHAP, Pasal 41 Jo 42 UU Nomor 31 Tahun 1999
Jo PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

2. Tahap Telahaan
Telaahan staf adalah kajian berbentuk Nota Dinas dari bawahan kepada
atasan yang berisi telahaan atas dugaan tindak pidana korupsi, dengan
sistematika posisi kasus, fakta dari sumber penyelidikan, analisis yuridis,
kesimpulan, pendapat/saran (Pasal 1 Angka 12 PERJA Nomor: PER-
039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010). Pembuatan Telahaan Staf
dapat mempedomani Nota Dinas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus Nomor: B-247/F.2/Fd.1/09/2018 tanggal 06
September 2018 perihal Petunjuk Pembuatan Telahaan Staf, pada tahap
Telaahan sebagai berikut:
a. Laporan pengaduan menjadi sumber penyelidikan apabila berdasarkan
telaahan terdapat indikasi tindak pidana korupsi.
b. Telaahan harus secara jelas menunjukan indikasi terjadinya peristiwa
tindak pidana korupsi, baik terkait pihak-pihak yang diduga terlibat,
gambaran umum modus operandi maupun perkiraan nilai kerugian

9
keuangan negara dan akibat lain yang menggagalkan program
pemerintah.
c. Untuk laporan/pengaduan yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan
barang dan jasa agar diperhatikan Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Proyek Strategis Nasional (PSN). Apabila termasuk PSN agar disebutkan
dalam telaahan dan saran tindak agar memperhatikan ketentuan Pasal
31 Perpres 3 Tahun 2016.
d. Telaahan harus memberikan gambaran tentang output, outcome, impact
dan benefit bagi institusi Kejaksaan dan bagi kepentingan pembangunan
nasional dengan penanganan tindak pidana korupsi yang diadukan/
dilaporkan.
e. Hasil telaahan selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi Pejabat
Teknis untuk pengambilan keputusan apakah terhadap laporan/
pengaduan dapat ditindaklanjuti dengan penyelidikan atau tidak dapat
ditindaklanjuti dengan penyelidikan atau diserahkan kepada pejabat/
instansi terkait yang berwenang.

3. Tahap Pelaksanaan Penyelidikan


a. Guna mematangkan telaahan atas laporan/pengaduan, sebelum
diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan (P-2), dapat dilakukan
pengkayaan informasi/data melalui media elektronik/cetak maupun
narasumber (surveillance) dan melakukan pemeriksaan setempat (on the
spot) dengan catatan tidak dilakukan pemanggilan melalui surat terhadap
narasumber, yang untuk pelaksanaannya didasarkan atas Surat Perintah
Tugas.
b. Segera setelah menerima Surat Perintah Penyelidikan, Penyelidik
berkewajiban :
1) Menguasai terlebih dahulu pokok permasalahan dugaan tindak
pidana korupsi yang diselidikinya.
2) Mengetahui bagaimana modus operandi dan mengkonstruksikan
dugaan pasal tindak pidana yang dilanggar.
3) Merencanakan tindakan yang akan dilakukan dengan membuat
Rencana Penyelidikan (Renlid).

10
4) Tindakan penyelidikan, meliputi:
a) Tindakan Permintaan Keterangan;
b) Tindakan Permintaan Dokumen;
c) Tindakan Pemeriksaan Setempat.
5) Dalam hal Penyelidik melakukan tindakan permintaan keterangan,
Penyelidik wajib mempersiapkan materi keterangan/informasi apa
yang ingin diperoleh dan wajib menguasai ketentuan-ketentuan
peraturan perundangan terkait agar arah penyelidikan fokus dan tidak
menyimpang dengan modus operandi dan konstruksi hukum tindak
pidana yang dilanggar (Pasal 1 Angka 5, Pasal 5, 102, 103 & 104
KUHAP).
c. Setiap orang yang dimintai keterangan agar mengisi data diri sejak tahap
penyelidikan, yang berguna dalam pelaksanaan asset tracing sebagai
data awal.
d. Penyelidik dapat menerima titipan uang yang diduga merupakan hasil
tindak pidana atau terkait dengan tindak pidana, dengan ketentuan:
1) Penerimaan uang sebagai titipan pembayaran uang pengganti
dituangkan dalam Berita Acara Penitipan, dan dalam waktu paling
lama 1 x 24 jam berdasarkan Surat Perintah Direktur
Penyidikan/Kepala Kejaksaan Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri atau
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri disetorkan dalam rekening titipan
Kejaksaan;
2) Dalam hal penyelidikan ditingkatkan ke tahap penyidikan maka uang
sebagai titipan tersebut dilakukan penyitaan;
3) Dalam hal penyelidikan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan dengan
alasan bukan peristiwa pidana akan tetapi merupakan peristiwa
kesalahan administrasi (mal administratief), maka uang titipan tersebut
berdasarkan Laporan Penyelidikan dan Surat Perintah Direktur
Penyidikan/Kepala Kejaksaan Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri atau
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri disetorkan ke kas negara sebagai
penerimaan negara bukan pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2016 tentang PNBP Kejaksaan.

11
e. Penyelidik proaktif membangun komunikasi dan koordinasi dengan
PPATK untuk mengetahui dan mendeteksi kemungkinan adanya TPPU
dan melakukan pelacakan aset yang diduga merupakan hasil tindak
pidana korupsi (Permintaan data agar mempedomani Surat Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus No. B-1450/F/Fd.1/08/2018 tanggal 23
Agustus 2018 perihal Permintaan Data Informasi kepada PPATK dan
Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan No.
PER-08/1.02/PPATK/05/2013 tentang Permintaan Informasi ke Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).
f. Penyelidik proaktif membangun komunikasi dan koordinasi dengan
Auditor (BPK/BPKP dan auditor lain) untuk mendapat gambaran kerugian
keuangan negara, sehingga apabila penanganan perkara ditingkatkan ke
tahap penyidikan prosesnya bisa lebih cepat.
g. Hasil ekspose menjadi dasar pertimbangan bagi pejabat teknis untuk
memutuskan apakah hasil penyelidikan dapat ditingkatkan ke tahap
penyidikan atau tidak.
h. Hasil penyelidikan harus memberikan gambaran yang jelas apakah
perkara tersebut merupakan perkara big fish atau bukan, sehingga
apabila hasil penyelidikan diputuskan untuk ditindaklanjuti dengan
penyidikan, pimpinan dapat secara tepat menentukan pihak yang akan
menindaklanjuti dengan penyidikan, apakah dilaksanakan oleh Kejaksaan
Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan
Negeri dengan memperhatikan Surat Edaran Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor: SE-001/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 tentang
Pengendalian Perkara Tindak Pidana Korupsi.
i. Penyelidikan dilakukan dengan memperhatikan tenggang waktu
sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-
039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata Kelola
Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus dan
harus segera melaporkan hasil penyelidikan kepada Pejabat Teknis untuk
selanjutnya dilakukan ekspose hasil penyelidikan.
j. Surat Perintah Penyelidikan wajib ditembuskan kepada Bagian
Penyidikan dan Bagian Pelacakan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti.

12
k. Tim Pelacakan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti berdasarkan Surat
Perintah Pelacakan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti melakukan tugas
dan fungsinya secara terbuka atau tertutup, sebagai berikut:
1) Menginventarisir, mencari, mendata dan mengelola barang/harta
benda yang diduga berasal dari tindak pidana dan atau merupakan
hasil tindak pidana atau sebagai sarana yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana.
2) Mengevaluasi barang/dokumen yang dikumpulkan pada tahap
penyelidikan apakah terkait dengan perkara atau tidak, untuk itu perlu
dilakukan analisa fakta dan analisa yuridis terkait barang dan atau
dokumen tersebut.

13
BAB III
PENYIDIKAN (DIK) TINDAK PIDANA KORUPSI
DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya (Pasal 1 Angka 5 KUHAP). Sumber penyidikan perkara
tindak pidana korupsi (Pasal 8 PERJA Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29
Oktober 2010) terdiri dari:
(1) Sumber penyidikan
a) Sumber penyelidikan perkara tindak pidana korupsi yang oleh Pimpinan
diputuskan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
b) Laporan hasil penyelidikan perkara tindak pidana korupsi yang oleh Pimpinan
diputuskan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan
(2) Sumber penyelidikan menjadi sumber penyidikan apabila Keputusan Jaksa
Agung RI/Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus/Kepala Kejaksaan
Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri telah
didasarkan atas saran/pendapat Pejabat Teknis Penyidikan setingkat dibawahnya
tentang telah terpenuhinya bukti permulaan yang cukup.

Jangka waktu pelaporan penyidikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya Surat Perintah Penyidikan baik menyebut atau tidak menyebut nama
tersangka, Tim Penyidik berkewajiban menyampaikan Laporan Perkembangan
Penyidikan I (Lapbangdik I / P-12)/hasil penyidikan kepada Pimpinan melalui Pejabat
Teknis setingkat dibawahnya. Apabila Tim Penyidik berpendapat penyidikan belum
dapat diselesaikan maka Tim Penyidik menyampaikan dalam Laporan Perkembangan
Penyidikan I (Lapbangdik I) dengan kewajiban menyebutkan kekurangannya dan
rencana tindakan penyelesaian penyidikan dan mengusulkan nama/identitas
tersangka apabila Surat Perintah Penyidikan belum menyebut nama/identitas
tersangka (Pasal 19 PERJA Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober
2010).

14
Dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diputuskannya Lapbangdik I
oleh Pimpinan, Tim Penyidik berkewajiban menyampaikan Lapbangdik II/hasil
penyidikan kepada Pimpinan melalui Pejabat Teknis setingkat dibawahnya. Apabila
Tim Penyidik berpendapat belum dapat diselesaikan, maka Tim Penyidik
menyampaikan dalam Lapbangdik II dengan menyebutkan kekurangannya dan
rencana tindakan penyelesaian penyidikan. Apabila Tim Penyidik berpendapat belum
dapat diselesaikan maka Penyidikan ini dapat diperpanjang kembali dengan waktu
paling lama 20 (dua puluh) hari dengan menyebutkan kekurangannya dan rencana
tindakan penyelesaian penyidikan (Pasal 20 & 21 PERJA Nomor: PER-
039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010).

Dalam waktu paling lama 20 hari sejak diputuskannya Lapbangdik III oleh
Pimpinan, Tim Penyidik berkewajiban menyampaikan Lapbangdik III/hasil penyidikan
kepada Pimpinan melalui Pejabat Teknis setingkat dibawahnya. Apabila Tim
Penyidikan menyampaikan dalam laporan hasil penyidikan dengan memberikan
kesimpulan atas hasil penyidikan dan Pimpinan memberi keputusan atas hasil
penyidikan (Pasal 22 PERJA Nomor : PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober
2010).

A. Dasar Kewenangan Penyidikan

Menurut ketentuan Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum


Acara Pidana (KUHAP), penyidikan dalam perkara tindak pidana khusus dilakukan
oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, Jaksa atau yang telah ditentukan oleh undang-
undang. Penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa merupakan pengecualian
berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHAP.

Dasar hukum untuk melakukan penyidikan terdapat dalam beberapa


peraturan, antara lain:
1. Pasal 6 Ayat (1) huruf b UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
2. Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI
3. Pasal 50 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK
4. Pasal 74 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang

15
5. UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih Bebas
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
7. PP No. 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan KUHAP.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP).

B. Ketentuan Khusus Penyidikan


1. Para Tersangka tunduk pada ketentuan Peradilan Umum dan yang tunduk
pada Peradilan Militer (Koneksitas).
1) Pasal 80 – 94 KUHAP
- Penyidikan oleh tim tetap (Penyidik Pasal 6 KUHAP dan POM ABRI
bersama ODMIL/ODMILTI)
- Sesuai wewenang masing-masing menurut hukum untuk melakukan DIK
- Tim dibentuk dengan SKEP bersama MENHANKAM dan KEMENKUM
HAM RI.
- Terhadap hasil DIK tersebut diteliti oleh Jaksa/KAJATI dan
ODMIL/ODMILTI dengan BA Pendapat, apakah perkara tersebut
dilimpahkan pada kewenangan mengadili Peradilan Umum atau
Peradilan Militer.
- Jika menurut pertimbangan titik berat kerugian pada kepentingan umum
maka Perwira Penyerah Perkara membuat Surat Keputusan
Penyerahan Perkara kepada Penuntut Umum untuk perkara tersebut ke
Peradilan Umum. Demikian sebaliknya jika titik berat kerugian pada
kepentingan militer.
- Jika ada perbedaan pendapat antara Penuntut Umum dengan
ODMIL/ODMILTI, hal tersebut dilaporkan kepada JAKSA AGUNG RI
dan ODITUR JENDERAL TNI untuk bermusyawarah. Jika ada
perbedaan pendapat maka pendapat JAKSA AGUNG RI yang
menentukan.

16
2) Pasal 16 UU No. 46 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman
Penentuan kewenangan mengadili dilihat dari titik berat kerugian apakah
pada kepentingan umum (Peradilan Umum) atau pada kepentingan militer
(Peradilan Militer).
3) Pasal 39 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
4) JAKSA AGUNG RI mengkoordinir/mengendalikan LID, DIK, TUT Tindak
Pidana Korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk
pada Peradilan Militer dan Peradilan Umum.
5) Tindakan Pemanggilan dan Permintaan Keterangan Untuk Penyidikan
Terhadap Anggota anggota DPR R.I. yang diduga melakukan tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang tidak harus mendapat
persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Pasal 245
Ayat (3) huruf c UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD & DPRD
6) Tindakan Penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap
Gubernur/Wakil Gubernur harus mendapat persetujuan tertulis Presiden,
Walikota/Wakil Walikota & Bupati/Wakil Bupati harus mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri Pasal 90 UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.

C. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyidikan


1. KEPJA Nomor : KEP-518/A/JA/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang
Perubahan KEPJA Nomor: KEP-132/JA/2001 tanggal 7 Nopember 1994
tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana
2. PERJA Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata
Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
3. INSJA Nomor: INS-002/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 tentang Pola
Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus Yang Berkualitas
4. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-156/F/Fd.1/01/2019
tanggal 29 Januari 2019 perihal Petunjuk Teknis Penerapan Peraturan
Presiden RI Nomor: 13 Tahun 2018 Dalam Penanganan Perkara Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dengan Tindak Pidana Asal Tindak Pidana
Khusus

17
5. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-157/F/Fd.1/01/2019
tanggal 29 Januari 2019 perihal Petunjuk Teknis Permohonan Penanganan
Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Atau Tindak Pidana
Lain.
6. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-158/F/Fd.1/2019
tanggal 29 Januari 2019 perihal Petunjuk Teknis Penanganan Perkara Dugaan
Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Terkait Pemilihan
Umum Legislatif (PILEG) dan Pemilihan Umum Presiden (PILPRES) Tahun
2019.
7. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-261/F/Fd.1/02/2019
tanggal 14 Februari 2019 perihal Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi
Yang Berdampak Pada Kegagalan Program Pembangunan Pemerintah
8. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-260/F/Fd.1/02/2018
tanggal 12 Februari 2018 tentang Peningkatan Kinerja dan Kualitas Dalam
Penanganan Perkara
9. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-845/F/Fjp/05/2018
tanggal 4 Mei 2018 perihal Petunjuk Teknis Pola Penanganan Perkara Tindak
Pidana Khusus Yang Berkualitas
10. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
1964/F/Fd.1/09/2017 tanggal 22 September 2017 perihal Tata Cara Pemberian
Status dan Penyelesaian “Justice Collaborator” Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Khusus
11. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
1742/F/Fd.1/08/2017 tanggal 21 Agustus 2017 perihal Tata Cara Penetapan
dan Penyelesaian Perkara Yang Tersangka, Terdakwa dan Terpidana
Berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO)
12. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
1733/F/Fd.2/08/2017 tanggal 18 Agustus 2017 perihal Optimalisasi
Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Tindak Pidana
Korupsi, Perpajakan dan Bea Cukai
13. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B-
2190/F/Fd.1/09/2016 tanggal 30 September 2016 perihal Prosedur
Permohonan Izin Untuk Memperoleh Keterangan Dari Bank Mengenai
Simpanan Tersangka atau Terdakwa.

18
D. Pola Penanganan Tahap Penyidikan
Pola pelaksanaan penyidikan yang wajib dilaksanakan oleh Jaksa Penyidik,
berdasarkan Petunjuk Teknis sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Khusus Nomor: B-845/F/Fjp/05/2018 tanggal 4 Mei 2018 tentang Petunjuk Teknis
Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Yang Berkualitas, sebagai
berikut:
1. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
a. Penerbitan Surat Perintah Penyidikan/ Rencana Penyidikan/SPDP
1) Serah terima hasil penyelidikan yang ditingkatkan dengan penyidikan,
dilakukan dengan Berita Acara Serah Terima dari Bagian Penyelidikan
kepada Bagian Penyidikan.
2) Setelah hasil penyelidikan atas suatu peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana korupsi diputuskan untuk ditindaklanjuti dengan
penyidikan, pejabat teknis pada Bagian Penyidikan segera membuat
Laporan Terjadinya Tindak Pidana (P-6) yang berisi uraian peristiwa
pidana yang diduga merupakan tindak pidana korupsi (Pasal 106
KUHAP).
3) Kecuali dalam hal tertangkap tangan, proses penyidikan dimulai dengan
surat perintah penyidikan (P-8) yang belum mencantumkan nama
tersangka dengan tujuan untuk membuat terang tindak pidana yang
terjadi dan menemukan tersangkannya (Pasal 1 Angka 1, 2, 6 & 7
KUHAP).
4) Setelah surat perintah penyidikan diterbitkan, pejabat teknis atas usul
penyidik dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari wajib menerbitkan Surat
Perintah Penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan (B-4).
5) Setelah surat perintah penyidikan diterbitkan, sesuai Putusan
Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari
2017, penyidik paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari wajib
mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan/SPDP
(Pidsus-12) kepada Penuntut Umum, Terlapor dan Pelapor serta
mengirimkan Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi
(Pidsus-13) kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 109
KUHAP).

19
6) Sejak SPDP dikirimkan, Tim Jaksa Penyidik wajib secara aktif
berkoordinasi dengan Jaksa Peneliti (P-16) yang pelaksanaannya
dituangkan dalam Berita Acara Koordinasi guna memastikan agar
berkas perkara hasil penyidikan dapat diselesaikan tepat waktu dan
guna menghindari terjadinya bolak-balik berkas perkara dari Jaksa
Penyidik kepada Jaksa Peneliti.
7) Perencanaan pemeriksaan saksi dan alat bukti lainnya wajib disusun
sejak awal penyidikan dengan melibatkan secara aktif semua anggota
Tim Penyidik yang dituangkan dalam bentuk Rencana Jadwal
Penyidikan (P-8A) (Pasal 106 KUHAP).

b. Pemanggilan dan Pemeriksaan


1) Surat panggilan saksi/ahli (P-9) wajib dipersiapkan secara matang dan
surat panggilan tersebut wajib diberikan secara patut kepada saksi/ahli
sesuai ketentuan Pasal 227 KUHAP. Terhadap saksi yang telah
dipanggil secara patut sebanyak 2 (dua) kali, namun saksi tersebut tidak
hadir, maka penyidik atas persetujuan pejabat teknis dapat melakukan
upaya paksa membawa saksi sesuai Pasal 112 KUHAP dan atau
menjadikan saksi tersebut sebagai tersangka yang menghalangi
penyidikan sesuai Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999.
2) Setiap orang yang diperiksa sebagai saksi maupun tersangka pada
tahap penyidikan wajib mengisi Data Saksi/Tersangka, yang berguna
dalam pelaksanaan asset tracing sebagai data awal (Pasal 1 Angka 26
KUHAP).
3) Guna mengantisipasi tidak sahnya BAP saksi/ahli akibat adanya
putusan praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, Berita
Acara Pemeriksaan Saksi/Ahli yang dibuat oleh penyidik setelah adanya
penetapan tersangka (Pidsus-18), diperiksa berdasarkan surat perintah
penyidikan umum jo surat perintah penyidikan atas nama tersangka
(Surat Perintah Penyidikan khusus), (Pasal 1 Angka 26, 8, 27, 28, 29
KUHAP).
4) Jaksa Penyidik wajib memenuhi hak-hak tersangka meliputi hak untuk
mengusahakan saksi yang meringankan, ahli yang menguntungkan dan
hak untuk wajib didampingi oleh Penasehat Hukum dalam pemeriksaan

20
pada tahap penyidikan (Pasal 56, 116 Ayat (3) dan 117 KUHAP Jo
Putusan MK No.65/PUU-VIII/2010).
5) Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Ahli untuk mendukung pembuktian bagi
tersangka kedua dan seterusnya, wajib dibuatkan surat perintah
penyidikan umum jo surat periintah penyidikan khusus. Selanjutnya
pada berkas perkara hasil penyidikan untuk tersangka kedua dan
seterusnya wajib memuat surat perintah penyidikan umum, surat
penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan khusus (Pasal 75,
118, 119, 120, 121, 122 KUHAP).

c. Penggeledahan/Penyitaan/Pemblokiran
1) Jaksa Penyidik wajib mengkonstruksikan secara jelas dan akurat
disertai alat bukti cukup mengenai peristiwa pidana yang terjadi dan
unsur pasal tindak pidana yang disangkakan. Selanjutnya penyidik wajib
mengidentifikasi dan memperoleh barang bukti yang diperlukan untuk
memperkuat pembuktian.
2) Jaksa Penyidik wajib mengidentifikasi dan menemukan harta benda
yang merupakan hasil dari tindak pidana atau harta benda yang terkait
dengan tindak pidana baik milik tersangka dan atau pihak lain yang
terkait. Selanjutnya terhadap harta benda tersebut wajib diblokir dan
dilakukan penyitaan guna optimalisasi penyelamatan aset hasil tindak
pidana.
3) Penggeledahan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 33 dan Pasal
34 KUHAP serta Penyitaan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 38
dan Pasal 39 KUHAP.
4) Guna mengantisipasi tidak sahnya tindakan penggeledahan,
penyegelan dan penyitaan akibat adanya putusan praperadilan tentang
tidak sahnya penetapan tersangka, upaya paksa penggeledahan,
penyegelan¸ penyitaan sedapat mungkin dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Penggeledahan, Surat Perintah Penyegelan dan Surat Perintah
Penyitaan yang diterbitkan berdasarkan surat perintah penyidikan umum
(Pasal 32, 33, 34, 38 s/d 49 KUHAP Jo Putusan MK No.21/PUU-
XII/2015).

21
5) Tindakan penggeledahan dalam rangka penyitaan difokuskan untuk
memperoleh bukti-bukti konvensional maupun bukti digital (digital
evidence), bukti terkait transaksi finansial (financial evidence) dan bukti
ilmiah (scientific evidence) guna mendukung mengungkap kemungkinan
adanya aliran dana kepada pihak terkait yang berindikasi suap.
6) Apabila terdapat barang bukti berupa uang tunai yang disimpan dalam
rekening, pada hari pelaksanaan Tahap II uang tersebut dipindahkan ke
rekening penitipan Kejaksaan Negeri tersebut.

d. Penetapan Tersangka
1) Penetapan tersangka merupakan objek Praperadilan sebagaimana
dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015, oleh karena itu agar penetapan
tersangka dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan syarat
formil dan materiil, serta kecukupan alat bukti yaitu minimal adanya 2
(dua) alat bukti dan Calon Tersangka terlebih dahulu wajib diperiksa
sebagai saksi, kecuali apabila calon tersangka tersebut telah dipanggil
secara patut sesuai Pasal 227 KUHAP tidak memenuhi panggilan.
2) Apabila syarat-syarat formil maupun materiil telah terpenuhi, Tim Jaksa
Penyidik mengajukan Laporan Perkembangan Penyidikan (P-12) dan
mengusulkan penetapan Tersangka. Laporan perkembangan penyidikan
memuat secara komprehensif mengenai modus operandi, konstruksi
hukum atas tindak pidana yang terjadi, alat bukti yang telah diperiksa
dan para pihak yang diduga sebagai pelaku tindak pidana.
3) Laporan perkembangan penyidikan wajib diuji melalui forum gelar
perkara (ekspose), guna memastikan terpenuhinya syarat formil dan
materiil serta kecukupan alat bukti untuk menetapkan tersangkanya.
Hasil ekspose dituangkan dalam format Laporan Hasil Ekspose (Pidsus-
7) dilengkapi dengan berita acara ekspose dan daftar hadir ekspose dan
menjadi bahan pertimbangan bagi pejabat teknis yang berwenang
untuk mengambil keputusan apakah menyetujui penetapan tersangka
atau tidak.
4) Apabila usul penetapan tersangka disetujui, segera diterbitkan surat
penetapan tersangka (Pidsus-18). Apabila tersangka yang ditetapkan

22
lebih dari 1 (satu) orang dan pemberkasannya akan dipisah (splitsing),
selanjutnya terhadap tersangka kedua dan seterusnya diterbitkan surat
perintah penyidikan atas nama tersangka (surat perintah penyidikan
khusus). Sedangkan khusus untuk tersangka pertama, tidak perlu
diterbitkan surat perintah penyidikan khusus karena berkas
penyidikannya mengacu pada surat perintah penyidikan umum.
5) Setelah Surat Penetapan Tersangka diterbitkan, Penyidik wajib
mengirimkan SPDP susulan (Pidsus-12 dan Pidsus-13) dengan
menyebutkan nama tersangka kepada Penunutut Umum, Tersangka
dan Pelapor serta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari.

e. Penangkapan/Penahanan/Pengalihan/Penangguhan/Pembantaran
1) Penangkapan dilaksanakan sesuai Pasal 17 dan Pasal 19 KUHAP
dengan Surat Perintah Penangkapan (T-1) dan membuat Berita Acara
Penangkapan (BA-8) dilengkapi dengan dokumentasi audio visual.
2) Penahanan terhadap tersangka dapat dilakukan segera setelah
diterbitkannya Surat Penetapan Tersangka (Pidsus-18). Tindakan
penahanan, perpanjangan penahanan, pembantaran, pengalihan jenis
penahanan, penangguhan penahanan dan pencabutannya dilakukan
berdasarkan Nota Pendapat dari Tim Penyidik dan diputuskan oleh
pimpinan penyidik (Pasal 20 s/d 24 KUHAP).
3) Terhadap saksi yang keterangannya sangat signifikan guna mendukung
pembuktian dan atau saksi tersebut berpotensi menjadi tersangka dan
tersangka wajib dilakukan pencegahan ke luar negeri sejak awal agar
tidak melarikan diri atau mangkir dari pemanggilan untuk memberikan
kesaksian (Pasal 7 Ayat 11 KUHAP Jo Pasal 16 UU No.6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian).
4) Terhadap tersangka yang melarikan diri wajib ditetapkan sebagai DPO
dan dilakukan pencarian dengan sungguh-sungguh serta dimintakan
bantuan pencarian kepada pihak AMC dan POLRI.
5) Tindakan pembantaran penahanan tersangka dilakukan dengan
menerbitkan Surat Perintah Pembantaran Penahanan dan selanjutnya

23
Surat Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan dan Berita Acara
Pencabutan Pembantaran Penahanan.

f. Praperadilan
1) Apabila tersangka mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan,
pejabat teknis segera menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa
untuk Sidang Praperadilan dengan menggunakan formulir Pidsus-34.
Mengingat bahwa hukum acara pemeriksaan Praperadilan termasuk
dalam ranah hukum acara pidana, maka apabila terdapat perintah dari
Hakim praperadilan agar Jaksa dilengkapi dengan surat kuasa khusus
dari termohon, sedapat mungkin agar tidak dipenuhi.
2) Jaksa yang ditunjuk menghadiri sidang Praperadilan wajib melakukan
koordinasi aktif/intensif dengan Jaksa Penyidik guna mempersiapkan
dan menyusun jawaban dan bukti-bukti dari termohon. Penyusunan
jawaban dan bukti-bukti dari termohon agar mempedomani Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan
Kembali Putusan Praperadilan.
3) Kompetensi hakim praperadilan hanya berwenang menguji aspek formil
dan pelaksanaan prosedur penanganan perkara dan tidak berwenang
menguji kebenaran materiil atas alat bukti yang diajukan oleh para
pihak. Untuk itu Jaksa dalam menyusun jawaban dan mengajukan bukti-
bukti dari termohon agar fokus pada aspek prosedural penanganan
perkara dengan mengajukan bukti-bukti formil berkaitan dengan tahapan
penanganan perkara dan tidak mengajukan bukti yang bersifat materiil
(Peraturan MARI Nomor 4 Tahun 2016 Jo Surat Edaran MARI Nomor 1
Tahun 2018).

g. Pelacakan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti


1) Setelah Surat Perintah Penyelidikan/Penyidikan diterbitkan, Tim
Pelacakan Aset berdasarkan Surat Perintah Pelacakan Aset di tahap
penyelidikan/penyidikan melakukan tugas dan fungsinya secara terbuka
atau tertutup, sebagai berikut:
a) Menginventarisir, mencari, mendata dan mengelola Barang
Bukti/Benda Sitaan;

24
b) Mengevaluasi barang-barang yang dikumpulkan pada tahap
penyidikan apakah terkait dengan perkara atau tidak, untuk itu perlu
analisa fakta dan analisa yuridis terkait barang bukti/benda sitaan;
c) Mengevaluasi barang bukti apakah sebagai hasil tindak pidana atau
sebagai sarana yang digunakan melakukan tindak pidana.
2) Pelaksanaan tugas dan fungsi Pelacakan Aset, sebagai berikut:
a) Tim Pelacakan Aset menyusun rencana pelacakan aset serta
mempelajari/memetakan dan menginventarisir/profiling baik nama
atau identitas pihak yang akan dilacak asetnya maupun
lokasi/instansi yang akan dilakukan pelacakan aset.
b) Tim Pelacakan Aset melakukan koordinasi dengan pihak-pihak
terkait yang berkaitan dengan aset barang/harta benda dan
dokumen-dokumen kepemilikan (Kantor Kecamatan, Dukcapil,
Imigrasi, Kantor PBB/Pajak, BPN, PPATK, Money Changer, DIRJEN
AHU, Kurator, dll).
c) Tim Pelacakan Aset melakukan pelacakan aset terhadap
barang/harta benda berupa jenis/tahun perolehan, jumlah,
bukti/dokumen kepemilikan, harta kekayaan dikuasai/disimpan oleh
siapa serta lokasi tempat keberadaan harta benda tersebut.
d) Tim Pelacakan Aset menginventarisir/memilah/mendata barang/
harta benda tersebut, menganalisis apakah barang/harta benda
tersebut diduga berasal dari Tindak Pidana Korupsi (TPK) atau
TPPU dan atau merupakan hasil TPK atau TPPU atau sebagai
sarana yang digunakan untuk melakukan TPK atau TPPU yang
dilengkapi dengan analisis yuridis dan saran tindak kepada
Penyelidik/Penyidik yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pelacakan
Aset.
e) Tim Pelacakan Aset wajib segera menyampaikan rekomendasi/saran
pendapat mengenai hasil analisis terhadap barang bukti penyidik
untuk penentuan sikap mengenai status benda tersebut apakah
dapat disita berdasarkan Pasal 39 ayat (1) KUHAP atau cukup
dilakukan pemblokiran karena bukan merupakan benda yang
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP. Rekomendasi tersebut

25
menjadi pertimbangan Tim Penyidik untuk menentukan tindakan
lebih lanjut.
3) Pelaksanaan tugas Pengelolaan Barang Bukti berdasarkan Surat
Perintah Pengelolaan Barang Bukti ditahap Penyelidikan/ Penyidikan,
sebagai berikut:
1) Melakukan penelitian barang bukti dilapangan meliputi inventarisasi
dan pencocokan antara jumlah, jenis, kondisi dan lokasi keberadaan
barang bukti sesuai dengan daftar barang bukti dan administrasi
penyitaan serta mendokumentasikan pelaksanaannya dan membuat
Berita Acara Hasil Penelitian Barang Bukti yang ditandatangani oleh
Tim Pengelolaan Barang Bukti (PBB) dan Penyidik.
2) Apabila dalam pelaksanaan penelitian barang bukti terdapat barang
temuan yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi (TPK) atau TPPU
dan atau merupakan hasil TPK atau TPPU atau sebagai sarana
yang digunakan untuk melakukan TPK atau TPPU yang belum
dilakukan penyitaan maka Tim PBB membuat rekomendasi kepada
Penyidik dalam Laporan Hasil Pelaksanaan Tugas sebagai bahan
pertimbangan untuk dilakukan penyitaan.
3) Membuat Berita Acara Serah Terima Barang Bukti untuk
kepentingan pengelolaan barang bukti dari Penyidik kepada Tim
PBB.
4) Melakukan pemberian nomor barang bukti, melakukan pelabelan
barang bukti/bukti segel (sesuai penomoran yang tercantum dalam
register) di lokasi keberadaan barang bukti tersebut serta
mendokumentasikan pelabelan barang bukti tersebut.
5) Melakukan penyimpanan barang bukti sesuai dengan penomoran
dan label pada tempat penyimpanan dan apabila dibutuhkan untuk
kepentingan pemeriksaan saksi dan tersangka atau pemberkasan
perkara oleh penyidik maka Tim PBB melakukan penyisihan barang
bukti disertai dengan Berita Acara Penyisihan Barang Bukti.
6) Mengklasifikasikan dan membuat telaahan staf terhadap jenis-jenis
barang bukti/aset yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, cepat
rusak/busuk dan sulit perawatannya/perawatan khusus untuk
mendapat tindakan lainnya.

26
7) Melakukan pemeliharaan, pengelolaan dan pelaporan secara
simultan.
8) Tim PBB wajib menyerahkan tanggungjawab pengelolaan barang
bukti kepada Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan
Kejaksaan Negeri setempat melalui Penyidik secara lengkap dan
tuntas dalam Tahap II (Penyerahan tanggung jawab tersangka dan
barang bukti). Apabila terdapat barang bukti berupa uang tunai yang
disimpan dalam rekening penitipan, pada hari pelaksanaan Tahap II
uang tersebut wajib dipindahkan ke rekening penitipan Kejaksaan
Negeri tersebut.

h. Penetapan Saksi/Tersangka sebagai Justice Collaborator


1) Dalam hal terdapat saksi dan atau tersangka mengajukan diri sebagai
Justice Collaborator dalam tahap penyidikan, penyidik memproses
permohonan tersebut dengan mempedomani Surat Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus Nomor: B-1964/F/Fd.1/09/2017 tanggal 22
September 2017 perihal Tata Cara Pemberian Status dan Penyelesaian
Justice Collaborator Terhadap Pelaku Tindak Pidana Khusus.
2) Terhadap tersangka yang telah ditetapkan sebagai Justice Collaborator
diberikan reward berupa pelaksanaan upaya paksa penahanan dan
penundaan pelimpahan ke tahap penuntutan dengan prioritas
memberikan kesempatan kepada tersangka tersebut untuk memberikan
keterangan sebagai saksi di Pengadilan terlebih dahulu.

2. Penyidikan TPPU dengan Tindak Pidana Asal dari Tindak Pidana Korupsi
a. Dalam hal pada saat penyidikan ditemukan bukti cukup tentang adanya
Tindak Pidana Pencucian Uang, Penyidik wajib membuat nota pendapat
untuk mengusulkan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan TPPU yang
dituangkan dalam Lapbangdik (P-12). Selanjutnya keputusan penerbitan
Surat Perintah Penyidikan TPPU diputuskan dalam forum ekspose.
b. Laporan Perkembangan Penyidikan (P-12) dengan saran tindak melakukan
penyidikan TPPU wajib mencantumkan Calon Tersangka diuji melalui forum
gelar perkara (ekspose), guna memastikan terpenuhinya syarat formil dan
materiil serta kecukupan alat bukti untuk menetapkan tersangkanya.

27
Hasil ekspose dituangkan dalam format Laporan Hasil Ekspose (Pidsus-7)
dilengkapi dengan Daftar Hadir Ekspose dan menjadi bahan pertimbangan
bagi pejabat teknis yang berwenang untuk mengambil keputusan apakah
penyidikan TPPU disetujui atau tidak.
c. Penerbitan Surat Perintah Penyidikan perkara TPPU dengan Tindak Pidana
Asal Tindak Pidana Korupsi telah mencantumkan nama Tersangka dan
dilengkapi dengan Rencana Penyidikan (P-8A).
d. Pemberkasan hasil penyidikan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang
digabungkan dengan berkas penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi
sebagai predicate crime untuk selanjutnya dilakuan pelimpahan Tahap I
dan Tahap II.

3. Berkas Perkara
Dalam hal berkas perkara hasil penyidikan telah dinyatakan lengkap oleh Jaksa
Peneliti, maka dalam tenggang waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja Penyidik
wajib menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada
Penuntut Umum secara lengkap dan tuntas.

E. Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan hasil evaluasi dan supervisi terhadap pelaksanaan Surat


Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-001/A/JA/01/2010 tanggal 13 Januari 2010
tentang Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK),
ditemukan beberapa permasalahan dalam pengendalian penangananan perkara
TPK yang tidak selaras dengan prinsip dan norma-norma Undang-undang Nomor
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI sehingga masih menimbulkan perbedaan
pemahaman dan telah menghilangkan fungsi kontrol penanganan perkara TPK di
wilayah Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri.

Atas permasalahan tersebut di atas, maka Jaksa Agung Muda Tindak


Pidana Khusus telah mengusulkan hasil reviu dan revisi Surat Edaran Jaksa
Agung RI Nomor: SE-001/A/JA/01/2010 tanggal 13 Januari 2010 tentang
Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi, sebagai tindak lanjut
dari hasil Rekomendasi Rapat Kerja Nasioanl Kejaksaan RI Tahun 2018 Bidang
Tindak Pidana Khusus, dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

28
1. Ketentuan Pasal 2 Ayat (3), Pasal 8 Ayat (2), Pasal 18 Ayat (1) Undang-
undang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI menyebutkan bahwa:
a. Pasal 2 Ayat (3) : Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
satu dan tidak terpisahkan.
b. Pasal 8 Ayat (2) : Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa
bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggungjawab menurut
saluran hirarki.
c. Pasal 18 Ayat (1) : Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi Kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas
dan wewenang Kejaksaan.
2. Belum adanya penjelasan secara konkrit tentang pengertian “Perkara Tindak
Pidana Korupsi yang menarik perhatian masyarakat dan berdampak nasional
atau internasional atau karena hal tertentu yang mendapat atensi dari
pimpinan” sebagaimana tersebut pada butir ke-3 Surat Edaran Jaksa Agung RI
Nomor: SE-001/A/JA/01/2010 tanggal 13 Januari 2010, memerlukan parameter
yang jelas dan konkrit agar penanganan perkara TPK dapat berjalan secara
efektif dan efisien tanpa menimbulkan kegaduhan.
3. Usul tersebut untuk menentukan parameter adalah dengan mempedomani
ketentuan perundang-undangan maupun Petunjuk Teknis yang berkaitan
dengan perkara TPK yang menarik perhatian masyarakat dan berdampak
nasional atau internasional atau yang mendapat atensi dari pimpinan, yaitu
misalnya:
a. Perkara TPK terkait dengan Penyelenggara Negara sampai dengan Eselon
I sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang RI No.28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
b. Penanganan perkara TPK terkait objek dan subjeknya Partai Politik.
c. Penanganan perkara TPK yang berpotensi menimbulkan gangguan
hubungan antar negara baik terkait subjek dan objeknya.
d. Penanganan perkara TPK tertentu yang menurut pertimbangan Pimpinan
perlu mendapat perhatian dalam proses penanganannya dengan tujuan
tidak menimbulkan kegaduhan.

29
Bahwa dengan pertimbangan Jaksa Agung merupakan pimpinan dan
penanggung jawab tertinggi Kejaksaan yang memimpin dan mengendalikan
pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan termasuk pelaksanaan
pengendalian penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi serta sebagai
perwujudan dari asas dominus litis dan asas Jaksa satu dan tidak terpisahkan
(een en ondelbaar) serta berdasarkan evaluasi dan rekomendasi hasil Rapat
Kerja Nasional Kejaksaan R.I. Tahun 2018, Surat Edaran Jaksa Agung R.I.
Nomor: SE-001/A/JA/01/2010 tanggal 13 Januari 2010 belum selaras dengan
filosofis Jaksa Agung sebagai pimpinan dan penangggung jawab tertinggi
Kejaksaan sehingga Surat Edaran Jaksa Agung R.I. Nomor: SE-
001/A/JA/01/2010 tanggal 13 Januari 2010 diganti dengan Surat Edaran Jaksa
Agung R.I. Nomor : SE-001/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 tentang
Pengendalian Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi, yang materi
pokoknya sebagai berikut:
- Kejaksaan Negeri menangani perkara tindak pidana korupsi yang
penyelesaiannya menjadi tanggung jawab Kepala Kejaksaan Negeri.
- Kejaksaan Tinggi menangani perkara tindak pidana korupsi yang
penyelesaiannya menjadi tanggung jawab Kepala Kejaksaan Tinggi.
- Pelaksanaan penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan
Negeri dan Kejaksaan Tinggi dengan mempedomani petunjuk teknis dan wajib
melaporkan secara berjenjang kepada Jaksa Agung melalui Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus.
- Penanganan perkara tindak pidana korupsi yang mengalami hambatan/
kendala dan memerlukan koordinasi supervisi atau disupervisi oleh lembaga
lain, wajib dilaporkan dan mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung melalui
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
- Penerimaan pelimpahan penanganan perkara tindak pidana korupsi dari
lembaga lain dilaksanakan dengan mempedomani prinsip kesetaraan.
- Perkara tindak pidana korupsi yang menarik perhatian masyarakat atau
berdampak nasional/internasional atau karena hal tertentu yang mendapat
atensi dari Pimpinan, pengendalian penanganan perkara dilakukan oleh Jaksa
Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, diantaranya yaitu:

30
 Perkara tindak pidana korupsi yang tersangkanya Kepala Daerah,
Ketua/anggota DPRD, dan Rektor;
 Perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Partai Politik dan Pengurus
Partai Politik;
 Perkara tindak pidana korupsi yang berpotensi menimbulkan gangguan
dalam hubungan antarnegara.

31
BAB IV
PEMBERKASAN

Pasal 27 Ayat (1) Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-039/A/JA/10/2010


tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan
Perkara Tindak Pidana Khusus, telah mengatur urutan berkas perkara hasil
penyidikan.
1. Tata Urutan Berkas Perkara sebagai berikut:
1) Kulit/Cover Berkas Perkara
2) Sampul Berkas Perkara
3) Foto Tersangka
4) Daftar Isi
5) Daftar Saksi
6) Daftar Ahli
7) Daftar Tersangka
8) Berita Acara Pendapat (Resume) (BA-5)
9) Laporan Terjadinya Tindak Pidana (P-6)
10) Surat Perintah Penyidikan (P-8)
11) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (Pidsus-12)
12) Surat Pemberitahuan Penyidikan Kepada KPK/KOMNAS HAM (Pidsus-13)
13) Berita Acara Pemeriksaan Saksi (BA-1)
14) Berita Acara Pemeriksaan Ahli (BA-4)
15) Berita Acara Pemeriksaan Tersangka (BA-1)
16) Surat Perintah Penangkapan (T-1)
17) Berita Acara Penangkapan (BA-10)
18) Surat Perintah Penahanan/Pengalihan Jenis Penahanan (T-2)
19) Berita Acara Penahanan/Pengalihan Jenis Penahanan (BA-10/BA-11)
20) Permintaan Perpanjangan Penahanan Kepada Penuntut Umum/Ketua
Pengadilan Negeri (T-6)

32
21) Surat Perpanjangan Penahanan Penuntut Umum/Penetapan Perpanjangan
Penahanan Ketua Pengadilan Negeri.
22) Berita Acara Perpanjangan Penahanan (BA-6)
23) Surat Perintah Penangguhan/Pengeluaran dari Penahanan/Pencabutan
Penangguhan Penahanan/Pembantaran (T-8)
24) Berita Acara Penangguhan/Pengeluaran dari Penahanan/Pencabutan
Penangguhan Penahanan/Pembantaran (BA-11)
25) Surat Perintah Penggeledahan/Penyegelan/Penyitaan/Penitipan (B-4)
26) Permintaan Ijin Penggeledahan/Penyitaan
27) Laporan untuk mendapatkan Persetujuan Penggeledahan/Penyitaan
28) Penetapan Ijin/Persetujuan Penggeledahan/Penyitaan
29) Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dilakukan Penyitaan
30) Berita Acara Penggeledahan/Penyitaan (BA-16)
31) Surat Perintah Penitipan Barang Bukti
32) Berita Acara Penitipan Barang Bukti (BA-17)
33) Daftar Barang Bukti
34) Lampiran

2. Setelah Berita Acara Pemeriksaan masing-masing saksi dimasukan Berita Acara


Sumpah Saksi (bila ada), Surat Ijin Pemeriksaan Saksi (bila ada) dan dokumen
lainnya yang terkait dengan saksi (bila ada).

3. Sebelum Berita Acara Pemeriksaan masing-masing Ahli dimasukkan Surat


Permintaan Keterangan Ahli dan Berita Acara Sumpah Ahli.

4. Setelah Berita Acara Pemeriksaan Tersangka dimasukkan surat kuasa tersangka


kepada Penasihat Hukum/Surat Penunjukkan Penasihat Hukum untuk
mendampingi tersangka, Surat Ijin Pemeriksaan/Penahanan Tersangka (bila ada)
dan dokumen lainnya yang terkait dengan tersangka (bila ada).

5. Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara/bentuk laporan lain atau dokumen


tindakan lain Penyidik sedapat mungkin ditambahkan/disisipkan dalam tata urutan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran (Point 34).

33
6. Daftar Barang Bukti dan Lampiran sebagaimana dimaksud Point 33 dan 34 wajib
dipisahkan dari berkas perkara sebagai suplemen berkas perkara dilengkapi daftar
isi.

7. Berkas perkara hasil penyidikan digandakan sesuai kebutuhan sekurangnya


untuk:
a. Tim Penuntutan
b. Pengadilan Negeri
c. Tersangka/Terdakwa
d. Arsip
8. Turunan berkas perkara hasil penyidikan untuk tersangka tidak termasuk
suplemen Berkas Perkara sebagaimana dimaksud Pasal 33 Ayat (6) PERJA No.
039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010.

9. Bahwa semua surat dalam point diatas tetap dicantumkan kalimat “Untuk
Keadilan” dan khusus No. 10, 11, 12, 16, 18, 20, 21, 23, 25, 26, 27 & 31
ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi/Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala
Cabang Kejaksaan Negeri dan dengan cap Dinas Kajati/Kajari/Kacabjari,
selebihnya oleh Jaksa Penyidik.

34
BAB V
PENUTUP

1. Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah dalam melaksanakan penegakan hukum


khususnya dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi secara
profesional, proporsional, berkualitas dan konsisten, harus sejalan dengan
program pembangunan nasional.

2. Pola penanganan perkara tindak pidana korupsi sebagai satu kesatuan sistem
atau cara kerja dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi secara integral
sejak tahap penerimaan laporan pengaduan masyarakat, pembuatan telaahan,
tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap pra penuntutan, tahap penuntutan,
tahap persidangan, tahap upaya hukum biasa, tahap pelaksanaan putusan
(eksekusi), tahap upaya hukum luar biasa dan tahap eksaminasi.

3. Pola pengananan perkara tindak pidana korupsi dimaksud telah dirumuskan dalam
Petunjuk Teknis sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor:
B-845/F/Fjp/05/2018 tanggal 4 Mei 2018 perihal Petunjuk Teknis Pola
Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus Yang Berkualitas dan agar dalam
pelaksanaannya lebih efektif maka Petunjuk Teknis tersebut telah ditingkatkan
menjadi Instruksi Jaksa Agung RI Nomor: INS-002/A/JA/02/2019 tanggal 21
Februari 2019 tentang Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus Yang
Berkualitas.

4. Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan
Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri melaksanakan
pemberantasan tindak pidana korupsi dengan pola penanganan perkara tindak
pidana korupsi yang berkualitas dimulai sejak tahap penerimaan Laporan dan
Pengaduan Masyarakat, Penyelidikan, Penyidikan serta Pelacakan Aset dan
Pengelolaan Barang Bukti.

5. Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik pada Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan


Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri dalam penanganan perkara tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara integral dan sistemik
pengendaliannya dilakukan oleh Jaksa Agung RI.

35
6. Hasil penyidikan yang baik, cermat dan cerdas tersebut hanya diperoleh dari
tenaga penyidik profesional yang memiliki integritas kepribadian yang tinggi,
disiplin, berani mengambil resiko, mampu bekerjasama dan sama-sama bekerja,
menguasai peraturan hukum/perundang-undangan dan memahami konstruksi
perkara.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. M. Adi Toegarisman, Pemberantasan Korupsi Dalam Paradigma Efisiensi, PT.


Kompas Media Nusantara, 2016.
2. Prof. Dr. Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1991.
3. Prof. Dr. Bambang Waluyo, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Strategi dan
Optimalisasi), Sinar Grafika, 2016.
4. Dr. Muhamad Yusuf, Mengenal Mencegah Memberantas Tindak Pidana
Pencucian Uang, PPATK, 2014.
5. M. Yahya Harahap, SH, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar
Grafika, 2003.
6. M. Yahya Harahap, SH, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, 2003.
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I.
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih Bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP
No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.
14. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden No. 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI.
15. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP).

37
16. KEPJA Nomor : KEP-518/A/JA/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang
Perubahan KEPJA Nomor : KEP-132/JA/2001 tanggal 7 Nopember 1994 tentang
Administrasi Perkara Tindak Pidana.
17. PERJA Nomor : PER-039/A/JA/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Tata
Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
18. SEJA Nomor : Nomor: SE-001/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 tentang
Pengendalian Perkara Tindak Pidana Korupsi.
19. INSJA Nomor : INS-002/A/JA/02/2019 tanggal 21 Februari 2019 tentang Pola
Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus Yang Berkualitas.

38
LAMPIRAN
ALUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
DARI MULAI LAPORAN PENGADUAN MASYARAKAT (LAPDUMAS) SAMPAI DENGAN TAHAP PENYIDIKAN

DILAKUKAN DITINGKATKAN
LAPORAN DAN PENYELIDIKAN KE PENYIDIKAN PENYERAHAN
PENGADUAN TELAAHAN
BERKAS
MASYARAKAT SURAT PERINTAH SURAT PERINTAH PERKARA
PENYELIDIKAN PENYIDIKAN (TAHAP I)
HASIL TELAAHAN
TINDAKAN TINDAKAN HASIL PEMENUHAN PENUNTUT
PENYELIDIKAN PETUNJUK UMUM
PENYIDIKAN PENYIDIKAN
PENUNTUT TAHAP
UMUM PENUNTUTAN
Pemeriksaan
Permintaan
TIDAK DAPAT DISERAHKAN KE Saksi, Ahli, PENYERAHAN
Keterangan,
DITINDAK LANJUTI INSTANSI LAIN Tersangka TERSANGKA
Pengumpulan
Data/Dokumen, DAN BARANG
Peninjauan BUKTI
Pelacakan Aset (TAHAP II)
Lapangan, dll.
TIDAK DAPAT
Penggeledahan, DITINGKATKAN
HASIL Penyitaan, KE PENUNTUTAN
PENYELIDIKAN Pemblokiran (SP3)
Pengelol

Pengelolaan Barang Bukti


TIDAK DAPAT
PEMBERITAHUAN
DITINGKATKAN
KEPADA PELAPOR
KE PENYIDIKAN Penangkapan, Penahanan
Pengalihan Penahanan,
Penangguhan Penahanan,
Pembantaran Penahanan

Anda mungkin juga menyukai