Anda di halaman 1dari 7

Contoh ‘kegilaan’ manusia modern terhadap kesenangan duniawi

1). Pamer Amal di Medsos? Hati-hati Dengan Riya dan Sum'ah

Fenomena update status di media sosial sudah


mewabah dalam masyarakat saat ini. Tak heran
bila isi medsos sangat kompleks dan beragam.
Mulai dari dakwah, nasihat, contoh keteladanan,
hingga tawaran makanan atau minuman, bahkan
umpatan serta caci-maki.

Medsos telah mengubah gaya hidup manusia dari


yang bersifat pribadi menjadi publik. Kata-kata
seperti bismillah, alhamdulillah, jangan lupa salat,
atau memasang foto selfie di depan Kakbah saat
umrah menjadi pemandangan yang sangat umum
di medsos.

Medsos sepertinya sudah menjadi ajang pamer. Boleh jadi maksudnya bukan pamer, tapi
sekadar update status, atau buat seru-seruan saja. Niat yang tadinya ikhlas karena Allah,
tetapi dilakukan terus menerus dan masif akhirnya bisa bercampur riya' dan sum'ah. Inilah
yang secara tidak sadar sering diremehkan, termasuk di kalangan muslimah.

Apa itu riya dan sum'ah? Riya' memiliki arti memperlihatkan amal dan sum'ah berarti
memperdengarkan amal. Keduanya merupakan salah satu bentuk syirik kecil. Sebenarnya
tujuan awal beramal adalah karena Allah, tetapi tiba-tiba muncul niatan yang ditujukan
kepada selain-Nya, yaitu mengharap pujian dan sanjungan dari orang lain.

Sumber: https://kalam.sindonews.com/read/70284/72/pamer-amal-di-medsos-hati-hati-dengan-
riya-dan-sumah-1592208393?showpage=all

Nabil Makarim Nahar (2003015067)


2). Takatsur fil amwal wal-aulad (memperbanyak harta dan keturunan).

Banyaknya Pemimpin yang Korup di


Indonesia

Mendengar kata korupsi mungkin


bagi seluruh rakyat Indonesia
merupakan hal yang lumrah terjadi
baik di tingkatan yang rendah
sampai dengan kelas presiden pun.
Hampir setiap hari kita pasti
mendengar berita baik itu
penyuapan, penyalahgunaan
wewenang, tender fiktif, pejabat
pemilik rekening fantastis, atau
bahkan belakangan ini kasus
penyelipan dana siluman oleh
anggota dewan terhadap APBD DKI
Jakarta sebesar 12,7 triliun rupiah. Yang mengejutkan adalah anggota dewan tersebut tidak
mengakui atau setidaknya mengklarifikasi atas temuan anggaran siluman tersebut malah
berbalik menyerang gubernur dengan berbagai macam cara seperti hak angket padahal
APBD telah terkunci dalam sistem e-budgeting dan tidak sembarang orang bisa
mengubahnya karena dilengkapi dengan password. Setelah ditelisik dan dibedah oleh para
awak media maka akhirnya banyak ditemukan kejanggalan ditemukan seperti alamat kantor
pemenang tender ternyata berisi gudang pakan ternak dan lain-lain. Tetapi yang banyak
disorot oleh para pembaca media adalah dua orang anggota dewan yang lantang dan ganas
menyerang gubernur yakni Abraham Lulung dan M. Taufik. Tak jelas alasan mengapa
mereka vokal sekali menyuarakan hak angket dan menuduh Ahok dan SKPD menyuap uang
12,7 triliun tersebut. Lantas publik bertanya-tanya apakah jangan-jangan mereka lah yang
bermain dengan anggaran siluman tersebut. Yang pasti waktu lah yang akan menjawabnya.

Beda antara kasus anggaran siluman dengan kasus yang menjerat Fuad Amin yang notabene
adalah mantan bupati Bangkalan, Madura. Kasus Fuad bermula dari operasi tangkap tangan
terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko dan Ra’uf (ajudan
Fuad) di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, pada awal Desember lalu. Petugas KPK menemukan
uang Rp 700 juta di mobil Ra'uf. Sehari kemudian, KPK mencokok Fuad di kediamannya di
Bangkalan. Saat mencokok Fuad, penyidik KPK juga mengamankan uang sekitar Rp 4 miliar.
Fuad diduga menerima uang ‘ucapan terima kasih’ sebesar Rp 700 juta dari PT Media Karya
Sentosa karena membantu perusahaan itu mendapatkan kontrak penyaluran gas dari
Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore sejak 2007 atau saat dia menjabat sebagai
Bupati Bangkalan.
Dari dua contoh kasus korupsi tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi dan
penyalahgunaan wewenang. Diluar kasus yang menyeret Fuad dan anggota DPRD DKI, masih
banyak contoh kasus korupsi lainnya. Pertanyaan yang mungkin terbersit dalam benak kita
adalah mengapa banyak sekali pejabat yang melakukan korupsi dan melakukan pencucian
uang, apakah penyebabnya dan apakah mereka tidak memikirkan rakyatnya?. Ditilik dari
penyebabnya, korupsi dapat disebabkan oleh.

1.Mempunyai iman yang lemah sehingga mudah goyah pendapatnya.

2.Kurangnya integritas dalam memimpin.

3.Kurangnya pendapatan.

4.Menyalahgunakan wewenangnya dengan sengaja.

5.Ingin memperkaya diri sendiri.

6.Tidak memiliki skill memimpin sehingga kebijakan yang dibuat berpotensi melanggar
hukum.

Dari keenam faktor diatas paling banyak faktor penyalahgunaan wewenang dan ingin
memperkaya diri sendiri. Dalam sistem tata kepemerintahan di Indonesia ini berjalan
dengan baik, akan tetapi masih didapati oknum yang menghambat jalannya suatu birokrasi
di Indonesia. Pada dasarnya suatu birokrasi itu untuk menciptakan sebuah keteraturan
dalam suatu sistem. Oleh karena itu apabila ditemukan para pejabat yang bermain dalam
birokrasi artinya adalah dia oknum yang memang melakukan penyalahgunaan wewenang
untuk tujuan tertentu. Seorang pemimpin sebelum ia memimpin harus memiliki 8 hal yakni:

a.Organisasi, seharusnya seorang pemimpin harus mampu menguasai tampuk


kepemimpinan organisasi tersebut.

b.Visi, seorang pemimpin perlu memiliki pandangan jauh tentang organisasi yang
dipimpinannya, produksi organisasinya, tentang 10-15 tahun kedepan hal apa yang akan
dilakukan organisasinya.

c.Misi, hal apa yang akan dilakukan seorang pemimpin untuk mengujudkan visinya, hingga
mencapai tujuannya.

d.Nilai-nilai, prinsip-prinsip dan mutu apa yang dikedepankan oleh pemimpin.

e.Kebijakan, ialah rumusan dalam kebijakan yang disampaikan pemimpin pada


organisasinya sebagai arahan.

f.Tujuan-tujuan organisasi
g.Metodologi, adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam
tindakan dalam berujutan misi dan visinya.

h.Manajemen kepemimpinan, kepemimpinan lebih diarahkan pada kelompok kerja yang


memiliki tugas dan fungsi masing-masing.

Apabila seorang pemimpin memiliki 8 hal yang telah disebutkan diatas, maka dapat
dikatakan bahwa ia telah memiliki modal dalam membentuk sebuah organisasi yang baik
karena menjadi seorang pemimpin haruslah can do dan will do yang harus selalu melekat
dalam dirinya. Mungkin barangkali sekarang ini pemimpin yang diidolakan oleh masyarakat
karena can do dan will do-nya adalah Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Basuki Tjahaja
Purnama. Basuki (Ahok) dengan tegas menantang siapapun yang berani bermain-main
dengan tindak pidana korupsi akan distafkan seperti mantan walikota Jakarta Barat. Di
Indonesia sendiri bentuk-bentuk korupsi yang paling sering dijumpai adalah:

1.Merugikan keuangan negara.

Contoh dari kasus ini adalah kerugian negara sebesar 6,7 triliun rupiah sebagai bailout Bank
Century yang menyeret pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular dan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom. Selain itu masih banyak kasus lainnya.

2.Suap-menyuap

Kasus yang ramai diperbincangkan adalah terkait suap menyuap yang dilakukan oleh
mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah terhadap Hakim MK Akil Mochtar untuk
menyelesaikan kasus sengketa pilkada Banten.

3.Penggelapan

Kasus penggelapan pajak yang paling fenomenal adalah kasus Gayus Tambunan yang mana
seorang pegawai pajak rendahan namun memiliki asset hingga ratusan miliar rupiah.

4.Pemerasan

Pemerasan biasanya terjadi di institusi rendah yang berhubungan langsung dengan banyak
masyarakat. Kasus yang pernah mencuat adalah pemerasan yang dilakukan oleh petugas
imigrasi bandara Soekarno-Hatta terhaadap turis asal Spanyol.

5.Perbuatan curang

Perbuatan curang yang baru-baru ini diungkapkan oleh Gubernur Ahok kepada DPRD DKI
yang menyelipkan anggaran sebesar 12,7 triliun rupiah untuk hal-hal yang tidak diperlukan
dan hingga saat ini masih diinvestigasi siapa yang menyelipkan anggaran siluman tersebut.

6.Bentuk kepentingan dalam pengadaan


Biasanya dalam sebuah pengadaan dan tender, seorang koruptor akan memanipulasi harga
yang tidak sesuai dengan spesifikasinya agar memperoleh keuntungan yang lebih besar
dengan cara yang curang.

7.Gratifikasi

Gratifikasi yang paling sering dijumpai adalah pemberian parcel, bingkisan, hadiah, kenang-
kenangan, dll yang pengirimya memiliki maksud tertentu kepada penerimanya.

Korupsi di Indonesia memanglah sebuah penyakit yang kronis. Kita sebagai anak muda
generasi penerus bangsa harus melawan korupsi yang membudaya di Indonesia. Korupsi
seharusnya tidak diberikan peluang dan pelakunya harus dihukum berat seperti bandar
narkoba. Perlu tindakan yang radikal dalam membasmi budaya korupsi. Beberapa cara
untuk melawan korupsi antara lain dengan:

1. 1.Perlunya komitmen dari Presiden serta didukung oleh visi dan misi serta kebijakan
dalam penanganan kasus korupsi.
2. 2.Merombak undang-undang tindak pidana korupsi.
3. 3.Memberikan hak otonomi serta memberikan mandat kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai satu-satunya lembaga yang menangani kasus tindak
pidana korupsi.
4. 4.Kejaksaan Agung hanya mengurusi peradilan kasus tipikor saja dan Polri tidak
diperkenankan mengurusi kasus korupsi.
5. 5.Mengkaji hukuman mati sebagai hukuman terberat kepada para koruptor kelas
berat untuk memberikan efek jera.
6. 6.Memberikan denda kepada koruptor serta penyitaan aset hasil korupsi.

Itulah beberapa terobosan yang dapat digunakan dalam memberantas korupsi yang sudah
darurat di negeri ini. Perlu adanya sebuah revolusi hukum dan penegak hukum untuk
mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi. Kita seharusnya malu negara tetangga kita
Singapura yang bisa bersih dari korupsi dengan menegakkan hukum yang tegas. Kita harus
dapat membalikkan fakta dari Indonesia negara korup menjadi negara yang bersih. Jayalah
Indonesiaku.

Sumber : https://www.kompasiana.com/robipasha/banyaknya-pemimpin-yang-korup-di-
indonesia_54f891eea33311b0158b4567

HAFIZH DHERY AL ASSYAM (2003015079)


3). GILA TERHADAP JABATAN

Jabatan dan kepemimpinan adalah


amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu
yang diminta apalagi dikejar dan
diperebutkan. Sebab kepemimpinan
melahirkan kekuasaan dan wewenang yang
gunanya semata-mata untuk memudahkan
dalam menjalankan tanggung jawab
melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan
seseorang, hendaknya semakin
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.

Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim
dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari
Allah SWT di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia. Oleh karena itu, Imam
al-Ghazali mengingatkan terhadap seseorang yang menggebu-gebu ingin menjadi
pemimpin.

Sifat menggebu-gebu ingin jadi pemimpin dan memiliki jabatan itu termasuk penyakit
hati. Sifat ini termasuk nafsu yang paling buruk dan tipuan terselubung yang mana ulama
dan para ahli ibadah itu seringkali diuji dengannya.

Kata Imam al-Ghazali, nafsu cinta jabatan ini merupakan nafsu terselubung. Memang
kelihatannya mereka tidak berbuat suatu kemaksiatan yang secara jelas melanggar aturan
Allah. Namun, persaan ingin dipuji, disanjung, dan dihormati itu termasuk penyakit orang-
orang munafik. Mereka merasa dirinya hebat, dan termasuk orang yang dekat dengan Allah,
tapi ternyata Allah menilai sebaliknya.

Oleh karena itu, Imam al-Ghazali menyarankan biarlah Allah SWT sendiri yang
mempromosikanmu di hadapan makhluk-makhluknya tanpa perlu susah payah.
Kesusahpayahnmu mengejar jabatan karena ingin dianggap oleh orang lain itulah yang bagi
orang-orang saleh dianggap sebuah dosa yang samar. Hanya orang yang waspada sajalah
yang memahami hal tersebut. Namun demikian, bukan berarti kita tidak boleh menjadi
pemimpin, sebagaimana imam al-Ghazali berpesan.

Imam al-Ghazali berpendapat bahwa kepemerintahan dan kepemimpinan itu termasuk


ibadah yang paling utama jika dilaksanakan secara adil dan ikhlas. Tapi orang-orang
bertakwa menghindar dan lari dari keduanya, karena lebih berat bahayanya. Sebab itu, bisa
jadi hati tergerak dan cenderung pada cinta jabatan, rasa ingin menguasai, dan dipermudah.
Semuanya itu termasuk kelezatan dunia yang paling besar.

Berikut ini ada 3 ciri yang dimiliki oleh orang yang gila jabatan,
1. Orang gila jabatan biasanya melihat seseorang itu dari pangkat dan kedudukannya.
Dia menganggap orang yang memiliki jabatan tinggi itu adalah orang penting yang
harus diutamakan. Sedangkan orang yang tak punya jabatan apapun bisa
diperlakukan seenaknya sendiri.
2. Semua omongannya dia itu harus didengarkan, kalau tidak dia bakal tersinggung
atau marah. Dia merasa bahwa apa yang dikatakannya itu hal penting dan semua
orang wajib berterimakasih padanya.
3. Orang gila jabatan itu selalu ingin dihormati, dia ingin semua orang terutama yang
lebih muda darinya wajib respek padanya. Padahal dia sendiri juga belum tentu akan
menghormati orang lain.

Ahmad Komarudin (2003015130)

Anda mungkin juga menyukai