Anda di halaman 1dari 28

ANTIHIPERGLIKEMIA

(ALOKSAN DAN PEMBEBANAN GLUKOSA)

A. Tujuan
1. Melakukan induksi hiperglikemia terhadap hewan uji coba
2. Membandingkan potensi antihiperglikemi bahan sintetis dan bahan alam.

B. Dasar Teori
Diabetesmelitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada
metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan sekresi insulin dari sel-sel beta.
Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan
dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara
kualitas maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa darah
cenderung naik (hiperglikemia)

(Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan
glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang diakibatkan kurangnya insulin yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar
Pankreas baik absolut maupun relatif

(Herman, 1993; Adam, 2000; Sukandar, 2008). 

Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh karena
itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar glukosa dalam plasma darah

(Herman, 1993; Adam, 2000).

Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar
glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya sekresi insulin, gangguan efek
insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus bukan merupakan patogen melainkan secara etiologi
adalah kerusakan atau gangguan metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia,
poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan kekurangan insulin
sampai pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan sindrom hiperosmolar dan
kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia kronik  menyebabkan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan metabolisme sel, jaringan dan organ. Komplikasi jangka
panjang diabetes adalah macroangiopathy, microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki
dan diabetes jantung

(Reinauer et al, 2002).

Gejala  penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya tidak selalu sama.
Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang umumnya timbul dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu

(Tjoktoprawiro, 1998).

1.      Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi “tiga P” yaitu:

a.       Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan)

b.      Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum)

c.       Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing)

Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus meningkat, bertambah
gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan ini jumlah insulin masih dapat
mengimbangi kadar glukosa dalam darah

(Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).

2.      Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala yang disebabkan
oleh kurangnya insulin, yaitu :

a.       Banyak minum


b.      Banyak kencing

c.       Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu)

d.      Mudah lelah

e.       Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500
mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.

Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar glukosa darah terlalu
tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik,  gejala dan penurunan berat badan inilah
yang paling sering menjadi keluhan utama penderita untuk berobat ke dokter

(Tjokroprawiro, 1998).

Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut (mendadak), tetapi
penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa bulan atau beberapa tahun
mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal dengan gejala kronik atau menahun

(Katzung, 2002).

Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti yang disebut dibawah ini
:

1.      Kesemutan

2.      Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum

3.      Rasa tebal pada kulit telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur

4.      Kram

5.      Capai, pegal-pegal

6.      Mudah mengantuk

7.      Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata

8.      Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita


9.      Gigi mudah goyah dan mudah lepas

10.  Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan

Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam kandungan, atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5 kg.  

(Tjokroprawiro, 1998).

Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus

1.      Diabetes Mellitus tergantung Insulin (DMTI, tipe 1)

Diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI atau IDDM) merupakan istilah yang digunakan
untuk kelompok pasien diabetes mellitus yang tidak dapat bertahan hidup tanpa pengobatan
insulin. Penyebab yang paling umum dari IDDM ini adalah terjadinya kerusakan otoimun sel-sel
beta (β) dari pulau-pulau Langerhans

(Katzung, 2002).

Kebanyakan penderita IDDM berusia masih muda, dan usia puncak terjadinya serangan adalah
12 tahun. Namun demikian, 10% pasien diabetes diatas 65 tahun merupakan pengidap IDDM

(Katzung, 2002).

IDDM dapat juga disebabkan adanya interaksi antara faktor-faktor lingkungan dengan
kecenderungan sebagai pewaris penyakit diabetes mellitus. Hal ini menunjukkan bahwa IDDM
dapat timbul karena adanya hubungan dengan gen-gen pasien dan dapat pula dipicu oleh faktor
lingkungan yang ada, termasuk bermacam-macam virus

(Jones and Gill, 1998; Tunbridge and Home, 1991).

2.      Diabetes mellitus tidak tergantung Insulin (DMTTI ,Tipe II)

Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI atau NIDDM) merupakan istilah yang
digunakan untuk kelompok diabetes mellitus yang tidak memerlukan pengobatan dengan insulin
supaya dapat bertahan hidup, meskipun hampir 20% pasien menerima insulin dengan tujuan
untuk membantu mengontrol kadar glukosa darah. NIDDM biasanya ditunjukkan oleh adanya
kombinasi yang beragam dari tahanan insulin dan kekurangan insulin

(Tunbridge and Home, 1991).

Obat Antidiabetes

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau Langerhans dalam pankreas.
Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam sel β, tetapi stimulus
yang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma (hiperglikemia). Insulin terikat pada
reseptor spesifik dalam membran sel dan memulai sejumlah aksi, termasuk peningkatan ambilan
glukosa oleh hati, otot, dan jaringan adipose

(Katzung, 2002).

Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua
rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu prekursor, yang disebut
proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpan untuk membentuk insulin dan peptida C
residual. Granula menyimpan insulin sebagai kristal yang mengandung zink dan insulin.

Glukosa merupakan stimulus paling kuat untuk pelepasan insulin dari sel-sel β pulau
Langerhans. Terdapat sekresi basal yang kontinu dengan lonjakan pada waktu makan. Sel-sel β
memiliki kanal K+ yang diatur oleh adenosin trifosfat (ATP) intraselular. Saat glukosa darah
meningkat, lebih banyak glukosa memasuki sel β dan metabolismenya menyebabkan
peningkatan ATP intraselular yang menutup kanalATP. Depolarisasi sel Depolarisasi sel β yang
diakibatkannya mengawali influks ion Ca 2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif tegangan dan ini
memicu pelepasan insulin

(Katzung, 2002).

Reseptor insulin adalah glikoprotein pembentuk membran yang terdiri dari dua subunit α
dan dua subunit β yang terikat secara kovalen oleh ikatan disulfida. Setelah insulin terikat pada
subunit α, kompleks insulin-reseptor memasuki sel, dimana insulin dihancurkan oleh enzim
lisosom. Internalisasi dari kompleks insulin-reseptor mendasari down-regulation reseptor yang
dihasilkan olh kadar insulin tinggi (misalnya pada pasien obes). Ikatan insulin pada reseptor
mengaktivasi aktivitas tirosin kinase subunit β dan memulai suatu rantai kompleks reaksi-reaksi
yang menyebabkan efek insulin

(Neal, 2006).

Perawatan diabetes mellitus diambil dari empat faktor fundamental : pengajaran pasien
tentang penyakit; latihan fisik; diet dan agen-agen hipoglikemia. Agen-agen yang baru
digunakan sebagai kontrol diabetes mellitus adalah obat-obat dari golongan sulfonilurea,
biguanida, turunan thiazolidinedione, dan insulin (diberikan secara injeksi). Meskipun obat-obat
ini telah digunakan secara intensif karena efek yang baik dalam kontrol hiperglikemia, agen-agen
ini tidak dapat memenuhi kontrol yang baik pada diabetes mellitus, tidak dapat menekan
komplikasi akut maupun kronis

(Galacia et.al, 2002).

A.     Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin
oleh sel β pankreas. Golongan ini meliputi:

1.      Golongan sulfonilurea

Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak begitu berat, yang sel-sel
β masih bekerja cukup baik. Mekanisme kerja dari golongan sulfonilurea antara lain:

a.       Merangsang fungsi sel-sel β pulau Langerhans pankreas agar dapat menghasilkan insulin.

b.      Mencegah (inhibisi) konversi glikogen hati kembali ke glukosa.

c.       Meningkatkan penggunaan glukosa darah

Sulfonilurea dibagi dalam dua golongan/generasi yaitu:

a.       Generasi pertama meliputi: Tolbutamide, Acetohexamide, Tolazamide, Chlorpropamide


b.      Generasi kedua meliputi: Glibenclamide, Gliclazide, Glipizide, Gliquidon, Glibonuride.

2.      Golonganglinida

Sekretagok insulin baru, yang kerjanya melalui reseptor sulfonilurea dan mempunyai struktur
yang mirip dengan sulfonilurea. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral. Repaglinid mempunyai masa paruh yang singkat dan dapat
menurunkan kadar glukosa darah puasa. Sedangkan nateglinid mempunyai masa tinggal yang
lebih singkat dan tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa

(Soegondo, 2006).

B. Sensitizer Insulin

Golongan obat ini meliputi obat hipoglikemik golongan biguanida dan thiazolidinedione,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif

(Depkes RI, 2005).

1. Golongan Biguanida

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Mekanisme kerja golongan
biguanid (metformin):

a.       Meningkatkan glikolisis anaerobik hati.

b.      Meningkatkan uptake glukosa di jaringan perifer atau mengurangi glukoneogenesis.

c.       Menghambat absorpsi glukosa dari usus

(Herman, 1993; Soegondo, 2006)

2.      Golongan  Thiazolidinedione atau Glitazon


Golongan obat ini mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas
insulin. Glitazon merupakan agonist peroxisomeproliferator-activated receptor gamma (PPAR)
yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin
yaitu jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan
regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Glitazon dapat merangsang
ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki
glikemia, seperti GLUT 1, GLUT 4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP)

(Soegondo, 2006).

 Aloksan

CAS number : 50-71-5


Rumus molekul : C4H2N2O4
Masa molar : 142.07 g/mol
titik leleh : 256 °C
Kelarutan dalam air : Mudah larut dalam air
Aloksan(2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 2,4,5,6-pirimidintetron) adalah suatu senyawa yang sering
digunakan untuk penelitian diabetes menggunakan hewan coba. Aloksan dapat menghasilkan
radikal hidroksil yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan diabetes pada hewan coba. Efek
diabetogenik aloksan ini dapat dicegah oleh senyawa penangkap radikal hidroksil

(Studiawan dan Santosa, 2005).

 Glibenklamid

Sinonim : Gliburid
Indikasi :  NIDDM ringan – sedang
Kontraindikasi : wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis
Peringatan : Penggunaan harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan
fingsi hati dan ginjal.
Efek samping gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala
hematologik                  termasuk trombositopenia,
agranulositosis, dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang
sekali.
Interaksi : Dengan penghambat ACE dapat menambah efek hipoglikemik.
alkohol meningkatkan efek hipoglikemik, analgesik
meningkatkan efek sulfonilurea (glibenklamid).
Dosis : Dosis awal 2,5 mg bersama sarapan, maksimal 15 mg.
                            

(Depkes RI, 2000).

C. Alat dan Bahan


1. Bahan:
- Aloksan
- Glukosa
- Glibenklamid
- Simplisia bunga Rosella
- CMC Na 0,5%
- Gliserin
- Hewan uji: tikus putih jantan

2. Alat:
- Alat tes gula darah
- Stik tes gula darah
- Scalpel
- Holder
- Spuit 1 ml
- Sonde

D. Skema Kerja

18 hewan uji dibagi menjadi 2 kelompok besar


9 ekor tikus pada kel I,II,III diinduksi aloksan 3 hari sebelum
pemberian obat dengan dosis 150 mg/kgBB tikus secara
intraperitoneal

9 ekor tikus pada kel IV,V,VI pembebanan glukosa dengan


dosis 2,14 g/kgBB tikus secara peroral

Tiap kelompok kecil dibagi menjadi 3 tikus

Tikus diberi rosella Tikus 2 diberi Tikus 3 diberi CMC


500 mg/kgBB tikus glibenklamid 1,89 Na 0,5% (kontrol)
mg/ kgBB tikus

Pengambilan darah dilakukan 3 kali

, sebelum induksi, setelah induksi dan setelah pemberian obat.

Kadar glukosa darah diukur menggunakan stik tes gula darah.

E. Data Pengamatan
1. Aloksan dosis 150 mg/kgBB tikus
Konsentrasi stok yang sebenarnya: 15,61 mg/ml
Induksi Aloksan Tikus Rosella
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Aloksan
Kelompo 253 g 253 g 37,95 mg
x 150 mg=37,95 mg
1000 g 15,61mg /ml
k I
¿ 2 , 43 ml 2,4 ml
Kelompo 204,8 g 204,8 g 30,72 mg
x 150 mg=30,72 mg =1,97 ml 2 ml
1000 g 15,61mg/ml
k II
Kelompo 175,8 g 175,8 g 2 6,37 mg
x 150 mg=2 6,37 mg
1000 g 15,61mg /ml
k III
¿ 1,69 ml 1,7 ml
Induksi Aloksan Tikus Glibenklamid
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Aloksan
Kelompo 182,5 g 182,5 g 27,375 mg
x 150 mg=2 7,375 mg
1000 g 15,61mg /ml
k I
¿ 1,7 5 1,8 ml
Kelompo 205,5 g 205,5 g 30,825 mg
x 150 mg=30,825 mg
1000 g 15,61mg /ml
k II
¿ 1 , 97 2,0 ml
Kelompo 228,8 g 228,8 g 34,32 mg
x 150 mg=34,32 mg
1000 g 15,61mg /ml
k III
¿ 2,19 2,2ml
Induksi Aloksan Tikus Kontrol
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Aloksan
Kelompo 220,5 g 220,5 g 33,075 mg
x 150 mg=33,075 mg
1000 g 15,61mg /ml
kI
¿ 2,12 2,1ml
Kelompo 222,5 g 222,5 g 33,375 mg
x 150 mg=33,375 mg
1000 g 15,61mg /ml
k II
¿ 2,14 2,1 ml
Kelompo 232,5 g 232,5 g 34,875 mg
x 150 mg=34,875 mg
1000 g 15,61mg /ml
k III
¿ 2,23 2,2ml

2. Pembebanan Glukosa 2,14 g/kgBB tikus 2140 mg/kgBB tikus


Konsentrasi stok = 225,2 mg/ml
Pembebanan Glukosa Tikus Rosella
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Glukosa
IV 227,8 g 227,8 g 0,4875 g
x 2,14 g=0,4875 gram =2,16 ml 2,2 ml
1000 g 0,2252 g /ml
V 285,2 g 285 ,2 g 0,6103 g
x 2,14 g=0,6103 gram =2,71 ml 2,7 ml
1000 g 0,2252 g /ml
VI 282,2 g 282,2 g 0,603908 g
x 2,14 g=0,603908 gram =2,68 ml 2,7 ml
1000 g 0,2252 g /ml
Pembebanan Glukosa Tikus Glibenklamid
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Glukosa
IV 111,6 g 282,2 g 0,603908 g
x 2,14 g=0,603908 gram =2,68 ml 2,7 ml
1000 g 0,2252 g /ml
V 264,8 g 264,8 g 0,5667 g
x 2,14 g=0,5667 gram =2 ,52 ml 2,5 ml
1000 g 0,2252 g /ml
VI 260,9 g 260,9 g 0,558326 g
x 2,14 g=0,558326 gram =2 ,50 ml 2,5 ml
1000 g 0,2252 g /ml
Pembebanan Glukosa Tikus Kontrol
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Glukosa
IV 103,9 g 282,2 g 0,603908 g
x 2,14 g=0,603908 gram =2,68 ml 2,7 ml
1000 g 0,2252 g /ml
V 226,9 g 226,9 g 0,4856 g
x 2,14 g=0,4856 gram =2,16 ml 2,2 ml
1000 g 0,2252 g /ml
VI 286,9 g 286,9 g 0,613966 g
x 2,14 g=0,613966 gram =2 ,72 ml 2,7 ml
1000 g 0,2252 g /ml

3. Rosella 500mg/kgBB tikus


Konsentrasi stok sebenarnya : 49 mg/ml
Induksi Aloksan (+ Rosella)
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Rosella
Kelompok I 253 g 253 g 126,5 mg
x 500 mg=126,5 mg =2,58 ml 2,6 ml
1000 g 49 mg/ml
Kelompok II 204,8 g 204,8 g 102,4 mg
x 500 mg=102,4 mg =2,09 ml 2,1 ml
1000 g 49 mg/ml
Kelompok 175,8 g 175,8 g 87,9 mg
x 500 mg=87,9 mg =1,7939 ml 1,8 ml
1000 g 49 mg/ml
III
Pembebanan Glukosa (+ Rosella)
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Rosella
Kelompok G 132,2 g 126,5 mg
x 500 mg=66,1 mg =2,58 ml 2,6 ml
1000 g 49 mg/ml
IV
Kelompok V 285,2 g 285,2 g 142,6 mg
x 500 mg=142,6 mg =2,91 ml 2,9 ml
1000 g 49 mg/ml
Kelompok 286,9 g 286,9 g 143,45mg
x 500 mg=143,45 mg =2,9 ml 2,9 ml
1000 g 49 mg/ml
VI

4. Glibenklamid 1,89mg/kgBB tikus


Konsentrasi stok : ¿ 0,1968 mg/ml
Induksi Aloksan (+ Glibenklamid )
Tikus Berat Dosis Volume Pemberian Glibenklamid
Badan
Kelompok I 139,6 g
139,6 g 0,26 mg
x 1,89 mg=0,26 mg =1,74 ml 1,75 ml
1000 g 0,1516 mg/ml
Kelompok II 109,9 g 109,9 g 0,20 mg
x 1,89 mg=0,20 mg =1,37 ml 1,40 ml
1000 g 0,1516 mg/ml
Kelompok III 228,8 g 228,8 g 0,4324 mg
x 1,89 mg=0,4324 mg =2,1973 ml 2,2 ml
1000 g 0,1968 mg/ml
Pembebanan Glukosa (+ Glibenklamid)
Tikus Berat Badan Dosis Volume Pemberian Glibenklamid
Kelompo 111,6 g 111,6 g 0,2109 mg
x 1,89 mg=0,2109 mg =1,391 ml 1,40 ml
1000 g 0,1516 mg/ml
k IV
Kelompo 167,9 g 167,9 g 0,317 mg
x 18,9 mg=0,317 mg =2,09 ml 2,10 ml
1000 g 0,1516 mg/ml
kV
Kelompo 260,9 g 175 ,1 g 0,493101mg
x 1,89 mg=0,3309 mg =2,50 ml 2,50 ml
1000 g 0,1968 mg/ml
k VI
5. Perhitungan

Perlakuan Obat t Kadar gula dalam darah mg/dL


i Normal Setelah Setelah
k induksi pemberian obat
u
s
Induksi Rosella 1 86 89 73
aloksan 2 56 114 62
3 95 321 600
Glibenkalmid 1 106 80 63
a 2 120 352 144
3 89 110 79
Kontrol 1 135 74 125
2 144 93 114
3 106 56 76
Pembebanan Rosella 1 70 98 87
Glukosa 2 77 70 115
3 67 104 60
Glibenklamid 1 70 76 45
a 2 66 173 81
3 90 141 42
Kontrol 1 80 87 85
2 77 92 89
3 66 101 130

 Anava Satu Jalan


Prosentase pemberian obat minus induksi aloksan (%)

Rosella Glibenclamid Kontrol


17.98 21,25 68,92
45,61 59,09 22,58
86,91 28,18 35,71
n =3 n = 3 n =3
x = 150,5 x = 108,52 x = 127,21
x2 = 9956,9006 x2 = 4737,303 x2 = 6535,0269
x = 50,17 x = 36,17 x = 42,403

x T = x1 + x2 + x3


= 386,23

2
x2 T =  x1 +  x2 +  x3
2 2

= 21229,2305

N = n1 + n2 + n3
= 3+3+3
=9
K =3
a.) Jumlah Kuadrat Keseluruhan
( x 2 t) 2
x2t= x2 T – N

( 386,23 )2
= 21229,2305 –
9
= 4654,38462
b.) Jumlah Kuadrat Antar Kelompok
(∑ X 1)2 (∑ X 2)2 (∑ X 3)2
2 (∑ X T )2
∑X = + + −¿
n1 n2 n3 N
(127,21)2 (150,5)2 (108,52)2 (386,23)2
= + + -
3 3 3 9
= 294,8956222

c.) Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok


x2 W = x2 t - x2 b
= 4654,38462 – 294,8956222
= 4359,488998

d.) RJK Antar Kelompok = x2b = 294,8956222 = 147,447811


(K-1) (3-1)

e.) RJK Dalam Kelompok = x2W = 4359,488998 = 726,5814997


(N-K) (9-3)

f.) F Hitung = RJK Antar Kelompok = 147,447811 = 0,2


RJK Dalam Kelompok 726,5814997
K-1
3– 1 = 2

F Tabel → Daftar I N-K
9-3=6→ 5,14

F Hitung (0,2) < F Tabel (5,14)


“Tidak ada perbedaan kadar glukosa antar kelompok”

 Anava Satu Jalan Induksi glukosa


(setelah pemberian obat minus pembebanan glukosa)

Rosella Glibenklamid Kontrol


11,22 40,79 2,30
64,28 53,18 3,26
42,31 70,21 28,31
n=3 n=3 n=3
x̄ = 39,27 x̄ = 54,72667 x̄ = 11,42
∑x = 117,81 ∑x = 164,14 ∑x = 34,27
∑x2 = 6047,9429 ∑x2 = 9421,3806 ∑x2 = 840,1817

∑Xt = ∑X1+∑X2+∑X3

= 316,26

∑x2t = ∑x21+∑x22+∑x23

=16309,5052
N =9

K =3

∑ᵆ2 t = ∑x2t – (∑Xt)2

= 16309,5052 – (316,26)2

= 5196,1288

∑ᵆ2b = ( 34,27)2 + ( 117,81)2 + (164,18)2 – ( 316,26)2

3 3 3 9

= 2889,524067

∑ᵆ2w = 5196,1288 – 2889,524067

= 2306,604733

RJKb
RJKb = 2889,524067 F hitung =

3–1 RJKw

RJKw = 2306,604733 = 1444,762034

9–3 384,4341222

F hit = 3,76

K – 1 = 3-1

=2

N –K = 9-3 5, 14 F tabel (Daftar I)

=6

 F hitung = 3,76 < F tabel = 5, 14


“Tidak ada perbedaan kadar glukosa antar kelompok.”

6. Pembahasan
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah berada diatas normal,
akan tetapi hiperglikemia tidak selalu menderita Diabetes Melitus. Kriteria seseorang
dinyatakan menderita Diabetes Melitus adalah jika kadar gula darah berada diatas 200
mg/dl sehingga bila kadar gula seseorang diatas normal yakni antara 120-190 mg/dl
(kadar gula darah normal 110 mg/dl) maka kemungkinan ia menderita hiperglikemia
bukan Diabetes Melitus. Oleh karena itulah, pada praktikum kali ini tujuannya adalah
untuk melakukan induksi hiperglikemia terhadap hewan coba dan membandingkan
potensi antihiperglikemia antara bahan alam dan obat sintetis. Dengan kata lain, hewan
uji sengaja diinduksi terlebih dahulu dengan senyawa yang dapat meningkatkan kadar
gula darahnya kemudian setelah menderita hiperglikemia baru diberi bahan alam dan
obat sintetis untuk menurunkan kadar gula darah tersebut.
Mengacu pada tipe Diabetes Melitus yakni adanya tipe I dan tipe II, maka pada
praktikum ini dilakukan dua macam metode yakni induksi aloksan dan pembebanan
glukosa.
1) Induksi aloksan
Induksi aloksan menggambarkan Diabetes Melitus tipe I (Diabetes Melitus
Tergantung Insulin) yakni keadaan dimana sel-sel beta pankreas yang merupakan
tempat produksi hormon insulin telah rusak. Padahal hormon insulin ini sangat
penting dalam memetabolisme glukosa. Penyakit ini ditandai dengan defisiensi
insulin absolute yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel beta pankreas.
Hilangnya fungsi sel beta mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia,
atau umumnya melalui kerja antibodi autoimun yang ditunjukkan untuk melawan
sel beta. Akibat dari destruksi sel beta, pankreas gagal berespon terhadap masukkan
glukosa, dan diabetes tipe I menunjukkan gejala klasik defisiensi insulin (polidipsia,
polifagia, dan poliuria). Diabetes tipe I memerlukan insulin eksogen untuk
menghindari hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam kehidupan. Biasanya
tipe I ini akibat pengaruh genetik yang umumnya diderita semenjak usia anak-anak
sampai remaja sehingga seumur hidupnya harus tergantung pada pemasukan insulin
dari luar.
Untuk menggambarkan keadaan ini maka dilakukan induksi dengan aloksan
dimana aloksan adalah senyawa yang dapat merusakkan sel beta pankreas sehingga
terjadi hiperglikemia. Pada praktikum digunakan dosis 150 mg/ kg BB tikus. Dosis
ini merupakan hasil rata-rata dari orientasi kakak tingkat yang telah melakukan
penelitian mengenai antihiperglikemia. Sebenarnya banyak bahan yang dapat
digunakan untuk merusakkan sel beta pankreas, diantaranya streptozotocin. Namun
karena yang sering digunakan adalah aloksan maka pada praktikum digunakan
aloksan sebagai perusak sel beta pankreas
2) Pembebanan Glukosa
Pembebanan glukosa merupakan perwujudan dari Diabetes Tipe II
(Diabetes Tidak Tergantung Insulin) dimana diabetes tipe II ini disebabkan oleh
gaya hidup yang tidak sehat seperti terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat, atau
terjadinya resistensi insulin. Pada diabetes tipe II, sel beta pankreas masih dapat
berfungsi akan tetapi insulin yang dihasilkan tidak cukup untuk memelihara
homeostatis glukosa. Pasien dengan Diabetes tipe II awalnya gemuk, namun lama
kelamaan akan kurus. Hal ini disebabkan tubuhnya tidak mampu memetabolisme
glukosa yang masuk menjadi energi akibat kurangnya hormone insulin. Akibatnya
setiap glukosa yang masuk akan terbuang bersama dengan urine sehingga lama
kelamaan cadangan glukosa didalam tubuh akan habis dan menyebabkan
pengurangan berat badan yang drastis. Selain itu juga, pasien diabetes mellitus tipe
II akan mengalami ketoasidosis, yakni keasaman pada darah akibat metabolisme
lemak yang berlebihan karena glukosa yang masuk tidak dapat dimetabolisme
sehingga satu-satunya cadangan energy yang mampu menggantikan glukosa adalah
lemak. Metabolisme lemak yang berlebihan akan menimbulkan ketoasidosis, yakni
terbentuknya badan-badan keton akibat oksidasi asam lemak. Keadaan ini sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan kematian.
Diabetes tipe II ini biasanya diderita oleh pasien yang berumur lebih dari 25
tahun yang pengobatannya bisa dengan pemberian antidiabetik oral. Terapi diabetes
tipe II harus ditunjang dengan perubahan pola makan dan olahraga yang teratur
sehingga dapat meningkatkan tingkat kesembuhan hiperglikemia.
Untuk menggambarkan keadaan Diabetes Melitus tipe II dilakukan
pembebanan glukosa yang berakibat tingginya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) yang diobati dengan pemberian antidiabetik oral dan bahan alam.

Ketika diberikan aloksan maupun glukosa, maka otomatis kadar gula darah hewan
uji akan naik dari batas normalnya. Pemberian induksi aloksan dan pembebanan glukosa
dilakukan berbeda dimana untuk induksi aloksan dilakukan tiga hari sebelum pengujian
sedangkan pembebanan glukosa dilakukan pada waktu pengujian. Hal ini dikarenakan
untuk induksi aloksan, harus dikondisikan pankreas terutama sel beta pankreas hewan uji
telah rusak dimana waktu tiga hari adalah waktu yang ideal bagi aloksan untuk merusak
pankreas hewan uji. Adapun pengujian antihiperglikemia ini digunakan hewan uji tikus
karena tikus memiliki kondisi anatomis dan fisiologis yang hampir sama dengan tubuh
manusia sehingga pengujian pada tikus dapat menggambarkan profil antihiperglikemia
pada tubuh manusia. Selain itu juga, karena dilakukan pengambilan sampel darah maka
lebih tepat digunakan tikus dibandingkan mencit yang memiliki volume darah yang lebih
besar dibandingkan volume darah mencit.
Pada masing-masing tikus, setelah dilakukan induksi aloksan maupun
pembebanan glukosa menunjukkan nilai kadar gula darah yang lebih tinggi dari normal.
Indikasinya ialah telah terjadi hiperglikemia pada masing-masing tikus. Setelah terjadi
kenaikan kadar gula darah.
Pada tiap metode, diberikan dua bahan penurun glukosa darah yakni berupa
rosella (bahan alam) dan glibenklamida (antidiabetik oral) dan sebagai kontrol adalah
suspensi CMC Na 0,5%. Masing-masing bahan telah teruji dapat menurunkan kadar
glukosa darah sehingga pada praktikum ini dilakukan pembuktian khasiat masing-masing
bahan tersebut. Pengukuran kadar gula darah dilakukan tiga kali, yakni (1) induksi
aloksan dilakukan sebelum induksi aloksan (sebagai nilai kadar gula darah normal),
setelah induksi aloksan (sebagai kadar gula darah setelah induksi), dan setelah pemberian
obat (sebagai kadar gula darah setelah perlakuan) dan (2) pembebanan glukosa dilakukan
juga tiga kali pengukuran, yaitu sebelum pembebanan glukosa (sebagai nilai kadar gula
darah normal), setelah pembebanan glukosa (sebagai kadar gula darah setelah
pembebanan glukosa), dan setelah pemberian obat (sebagai kadar gula darah setelah
perlakuan). Semua pengukuran menggunakan strip gluko test dengan alat gluko test.
Glibenklamida merupakan salah satu obat hipoglikemik oral atau biasa dikenal
sebagai antidiabetik oral. Obat ini berguna dalam pengobatan pasien diabetes tidak
tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) yang tidak dapat diperbaiki
hanya dengan diet. Pasien yang mungkin berespon terhadap obat ini adalah mereka yang
diabetesnya berkembang setelah berumur 40 tahun dan telah menderita diabetes lebih
dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin memerlukan suatu
obat antidiabetik oral dan insulin untuk mengontrol hiperglikemianya.
Glibenklamida merupakan golongan sulfonilurea dimana mekanisme kerjanya :
(1) merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas, (2) mengurangi kadar glukagon
dalam serum, dan (3) meningkatkan peningkatan insulin pada jaringan target dan
reseptor. Diberikan per oral, obat ini terikat pada protein serum, dimetabolisme oleh hati,
dan diekskresikan oleh hati atau ginjal. Kontra indikasi pemakaian obat-obat ini adalah
pada pasien insufisiensi hati atau ginjal karena ekskresi obat tersebut terlambat,
mengakibatkan akumulasi, dan dapat menimbulkan hipoglikemia. Kerusakan ginjal
merupakan masalah utama pada keadaan dengan obat dimetabolisme menjadi senyawa
aktif. Sulfonilurea dapat menembus plasenta dan dapat mengosongkan insulin dari
pankreas janin; karena itu , perempuan hamil dengan Diabetes tipe II seharusnya diobati
dengan insulin. Berdasarkan mekanisme kerjanya, glibenklamid terutama ditujukan untuk
pasien Diabetes tipe II dimana sel beta pankreas dirangsang untuk memproduksi hormone
insulin yang penting dalam memetabolisme glukosa.
Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai polipeptida yang
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Disintesis sebagai protein prekusor (pro-insulin) yang
mengalami pemisahan proteolitik untuk membentuk insulin dari peptida C, keduanya
disekresi oleh sel beta pankreas. (catatan: individu normal mensekresikan lebih sedikit
pro-insulin daripada insulin, sedangkan pasien diabetes tipe II mensekresikan hormone
dengan kadar tinggi).
Dahulu, sumber insulin diperoleh dari pankreas sapi atau babi. Namun sekarang
telah dikembangkan preparat insulin dari hasil teknologi rekombinan DNA dengan
menggunakan bakteri Eschericia coli. Preparat insulin yang sekarang beredar terdapat
dalam 4 kelas : (1) Rapid acting, (2) Short acting (regular), (3) Intermediate acting, dan
(4) Long-acting. Pembagian ini didasarkan pada kerja dari insulin dimana pada kelas
rapid acting memiliki onset 15 menit dan durasi 3-5 jam, short acting dengan onset 30-60
menit dan durasi 8-12 jam, intermediate acting dengan onset 1–1,5 jam dan durasi 24
jam, dan long acting insulin yang merupakan kombinasi rapid acting dan slower acting
insulin.
Rosella (Hibiscus sabdariffa L) tumbuh di seluruh bagian dunia dan telah
digunakan sebagai minuman kesehatan di banyak negara seperti Australia, India,
Myanmar, Thailand, Senegal, Prancis, Gambia, Nigeria, Yunani, Saudi Arabia, Sudan,
Amerika latin, Panama, Indonesia, Malaysia, Cina, dan lain-lain. Kandungan kimia yang
bersifat antioksidatif dalam Hibiscus sabdariffa L. yang sangat tinggi yaitu antosianin,
flavonoid dan polifenol memiliki efek kardioprotektif, mengurangi oksidasi LDL secara
in vitro dan mengurangi kadar kolesterol serum darah mencit dan kelinci, mempunyai
efek hipokolesterolemik serta efek anti-oksidatif dan hepatoprotektif.
Mekanisme kerja rosella sebagai antihiperglikemia adalah meningkatkan aktivitas
enzim katalase dan glutation. Dengan meningkatknya enzim katalase untuk memecah
glukosa menjadi komponen yang lebih kecil dapat menurunkan kadar glukosa dalam
darah sekaligus mengubah glukosa yang ada menjadi energi untuk aktivitas sehari-hari.
Adapun uji anava kadar glukosa darah pada praktikum ini ada dua, yakni
1) Anava penurunan yang dibebani aloksan
2) Anava penurunan yang dibebani glukosa
Untuk anava induksi aloksan normal, anava setelah induksi minus normal, anava
pembebanan glukosa normal, dan anava setelah pembebanan glukosa minus normal tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing
hewan uji telah dikondisikan pada perlakuan yang sama, misalnya antara satu kelompok
induksi aloksan (perlakuan rosella) dengan kelompok induksi aloksan (perlakuan
glibenklamida) diberikan aloksan dari sumber yang sama (konsentrasi stok awal yang
sama) sehingga tidak ada perbedaan antara perlakuan yang diberikan.
Sedangkan anava setelah pemberian obat minus setelah induksi aloksan juga tidak
menunjukkan perbedaan. Padahal, seharusnya ada perbedaan antara potensi rosella dan
glibenklamida dalam nenurunkan kadar glukosa darah. Begitu juga dengan anava setelah
pemberian obat minus setelah pembebanan glukosa, yang juga tidak menunjukkan
perbedaan sginifikan. Selain itu juga, setelah dibandingkan dengan kontrol negatifnya
juga tidak menunjukkan perbedaan. Hal ini tentu saja menghasilkan kesalahan dalam
penafsiran potensi antihiperglikemia dari rosella maupun glibenklamida.
Glibenklamida sebagai obat sintetis seharusnya memiliki aktivitas
antihiperglikemia lebih baik dibandingkan rosella sebagai bahan alam karena mekanisme
kerjanya langsung pada pankreas dengan menstimulasi keluarnya insulin melalui sel beta
pankreas. Rosella sebagai bahan alam juga dapat menurunkan kadar glukosa darah, hanya
saja prosesnya lebih lambat jika dibandingkan dengan obat sintetis seperti glibenklamida.
Penyimpangan hasil ini mungkin bisa disebabkan kurang tepatnya pemberian obat pada
masing-masing tikus atau pengukuran yang kurang tepat mengingat pada praktikum
digunakan gluko test (strip gluko test) yang memiliki ketelitian kurang akurat (± 5 ¿
dibandingkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer.
Penyakit hiperglikemia sangat berbahaya karena penyakit ini dapat menjadi
pemicu timbulnya penyakit lain seperti retinopati diabetik (pada mata), nefropati diabetik
(pada ginjal), dan neuropati diabetik (pada syaraf). Umumnya penderita diabetes akan
sulit menyembuhkan luka ditubuhnya, meskipun hanya luka ringan. Hal ini menyebabkan
sering terjadi luka yang membusuk akibat matinya saraf-saraf perifer sehingga bagian
tubuh yang terluka tersebut harus diamputasi untuk mencegah kerusakan jaringan yang
lebih parah. Pengobatan diabetes ini harus dilakukan seumur hidup dengan tujuan
meningkatkan kualitas hidup untuk mencegah kematian sedini mungkin. Penderita
diabetes harus senantiasa dikontrol asupan makanan, minuman, dan obatnya agar tercapai
keseimbangan glukosa dalam tubuhnya. Selain itu juga, aktivitas seperti berolahraga
merupakan hal yang penting karena dapat menunjang pemeliharaan kesehatan disamping
terapi farmakologi yang diberikan.

7. Kesimpulan
1. Aloksan merupakan bahan yang dapat merusak sel beta pankreas yang merupakan
tempat produksi hormon insulin sehingga induksi aloksan menggambarkan diabetes
mellitus tipe I.
2. Pemberian glukosa secara berlebihan adalah salah satu pemicu timbulnya diabetes
mellitus sehingga metode pembebanan glukosa merupakan gambaran dari diabetes
tipe 1I.
3. Glibenklamida dan rosella adalah bahan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah
dimana glibenklamida bekerja dengan merangsang sekresi insulin sdari sel beta
pankreas sedangkan rosella bekerja dengan meningkatkan enzim katalase untuk
memecah karbohidrat.
4. Pada uji anava setelah pemberian obat minus setelah induksi aloksan tidak
menunjukkan perbedaan. Padahal, seharusnya ada perbedaan antara potensi rosella
dan glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah. Begitu juga dengan
anava setelah pemberian obat minus setelah pembebanan glukosa, yang juga tidak
menunjukkan perbedaan signifikan. Selain itu juga, setelah dibandingkan dengan
kontrol negatifnya juga tidak menunjukkan perbedaan.
5. Penyimpangan hasil ini mungkin bisa disebabkan kurang tepatnya pemberian obat
pada masing-masing tikus atau pengukuran yang kurang tepat mengingat pada
praktikum digunakan gluko test (strip gluko test) yang memiliki ketelitian kurang
akurat dibandingkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer

8. Daftar Pustaka
1. Anief, Moh. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Jogyakarta:Universitas
Gajah Mada.
2. Katzrung, Betram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:Salemba Medika.
3. Mycek, Marry J, dkk, 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya
Medika.
4. Olson, James. 2003. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta:EGC
5. Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2008. Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia.

Semarang, 19 Mei 2014


Dosen Pembimbing Praktikan
FX.Sulistyanto,S.si.,Apt Nur Hidayati (1041211122)

Ungsari Rizki E.P S.Farm.,Apt Nur Irawati (1041211123)

Nur Syifa S. (1041211125)

Rahmatanissaa N A. (1041211142)

Percobaan vi
“ANTIHIPERGLIKEMIA”
(ALOKSAN DAN PEMBEBANAN GLUKOSA)
Disusun oleh

Nur Hidayati (1041211122)


Nur Irawati (1041211123)
Nur Syifa S. (1041211125)
Rahmatanissaa N A. (1041211142)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI”

Jl. Letjen Sarwo Edie Wibowo Km. 1 Plamongansari –Semarang

Telp. (024) 6706147 / 6725272 Fax (024) 6706148

Anda mungkin juga menyukai