Anda di halaman 1dari 8

STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN JIWA

TERHADAP KLIEN DENGAN PHOBIA

Disusun oleh :
Brigitta Adelia Dewandari (201823014)

Dosen Pengampu :
Yulia Wardani, MAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


SEMESTER 4

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH


YOGYAKARTA
2020

PROSES KEPERAWATAN
A. Kondisi Pasien
Pasien perempuan bernama Maria Elizabeth datang ke RS Panti Rapih
Yogyakarta pada hari Kamis, 14 Mei 2020. Pasien beragama Katolik lahir tanggal
2 Mei 1982, saat ini berusia 38 tahun. Pasien datang ke RS Panti Rapih
Yogyakarta ingin berkonsultasi mengenai phobia atau ketakutan terhadap ruangan
sempit (claustrophobia) untuk pertama kalinya. Pasien sudah menderita
claustrophobia sejak tiga tahun yang lalu karena pernah terperangkap sendirian di
lift saat bekerja. Pertemuan pertama dengan pasien bernama Maria Elizabeth
dilakukan diruang konsultasi Rosadelima 2 RS Panti Rapih Yogyakarta.
Konsultasi dilaksanakan pukul 10.00-10.30 WIB. Interaksi dalam konsultasi
hanya dilakukan antara perawat dan pasien.
a. Data Subjektif (DS)
1. Pasien mengatakan merasa takut berlebihan seperti mendapatkan ancaman,
cemas, panik dan pusing ketika berada pada ruangan yang sempit, seperti
lift dan ruangan tertutup.
2. Pasien mengatakan rasa takut, cemas, dan panik juga terjadi ketika
menonton konser di ruangan yang penuh sesak.
3. Pasien mengatakan menghindari untuk menaiki pesawat, masuk ke ruang
ganti baju, dan pergi ke toilet umum karena merasa tempat tersebut sempit
dan sering kali menyebabkan sesak nafas, gemetar, dan jantung berdetak
cepat.
4. Pasien mengatakan selama ini memilih untuk menggunakan tangga ketika
bekerja dan beraktivitas antar lantai dibanding menggunakan lift.
5. Pasien mengatakan menghindari melihat gambar ruangan sempit karena
membuatnya ketakutan, gemetar, dan sesak nafas.
b. Data Objektif (DO)
1. Pasien menolak ketika diberikan gambar yang memperlihatkan ruangan
sempit dan terowongan.
2. Pasien gemetar dan terlihat terengah-engah ketika melihat gambar ruangan
di dalam lift dan gambar tempat sempit lainnya.
3. Pasien tampak pucat, panik, muncul keringat dingin, dan tidak mau
bergerak ketika akan diajak untuk menaiki lift.
B. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan ketakutan
C. Tujuan Interaksi
Meningkatkan pemahaman tentang phobia yang dialami klien, dalam kasus ini
claustrophobia, khususnya mengenai pengertian, penyebab, tanda-gejala, dan
cara penanganan secara sederhana.
D. Tindakan Keperawatan
Melalukan konseling untuk memberikan pemahaman berupa pengertian,
penyebab, tanda-gejala, dan cara penanganan sederhana phobia yang dihadapi
klien (claustrophobia) dan untuk mentoleransi agar terjadi penurunan perilaku
menghindar ketika dihadapkan pada obyek yang membuat takut, dalam kasus ini
ruangan sempit.
E. Eksplorasi Perasaan
Selamat Pagi Bu Dani. Saya Brigitta Adelia. Pagi hari ini, saya akan melakukan
tindakan konseling mengenai phobia terhadap pasien Maria Elizabeth (38 th), di
ruang Rosadelima 2. Saya sudah mengecek catatan keperawatan. Saya juga
sudah mempersiapkan alat yang diperlukan. Perasaan saya hari ini gugup dan
cemas, tapi saya sudah mengatasi dengan cara berdoa.

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
ORIENTASI
A. Salam Terapeutik
P : Selamat Pagi Bu! Bagaimana perasaannya hari ini?
(Teknik Memberi Pertanyaan Terbuka)
BM : Selamat Pagi Suster, perasaan saya baik.
P : Perkenalkan, nama saya Brigitta Adelia. Ibu bisa panggil saya perawat
Gitta.
P : Saya sedang berbicara dengan Ibu Siapa? Tanggal lahirnya berapa?
BM : Saya Maria Elizabeth lahir 2 Mei 1982.
P : Ibu suka dipanggil dengan sebutan apa?
BM : Panggil Bu Maria saja.
P : Baik, kalau begitu saya panggil Ibu Maria ya.
B. Validasi
P : Ibu Maria, tadi saya telah membaca catatan keperawatan. Apa benar ibu
takut dengan ruangan yang sempit?
BM : Iya benar, saya takut dengan ruangan sempit sejak tiga tahun yang lalu.
P : Mengapa Ibu Maria takut dengan ruangan sempit?
BM : Saat itu saya sedang pulang lembur bekerja dan pulang pukul 21.00 WIB,
saya menaiki lift dari lantai lima. Namun, tiba-tiba lift yang saya naiki
berhenti. Kebetulan di lift hanya saya seorang diri. Saya panik karena tombol
bantuan tidak berfungsi. Saya terjebak di dalam lift sekitar satu jam dengan
keadaan panik, ketakutan, dan mulai kehabisan nafas. Lift dapat terbuka
setelah satpam keliling untuk jaga malam. Sejak saat itu saya tidak lagi berani
menaiki lift dan menjadi takut dengan tempat yang sempit.
P : Apa yang ibu rasakan ketika berada di tempat yang sempit?
BM : Badan saya gemetar dan keringat dingin Saya menjadi panik dan ketakutan.
Rasanya udara di sekeliling saya habis.
P : Lalu, apa yang Ibu Maria lakukan bila tidak sengaja berada dalam ruangan
sempit?
BM : Sudah tiga tahun ini saya mencoba menghindari ruangan sempit, itu
berhasil. Seperti memilih menggunakan tangga hingga lantai lima dibanding
menggunakan lift. Saya juga menghindari untuk menonton konser. Hanya saja
saya masih sering gemetar, keringat dingin, takut, dan panik bila terpaksa
menaiki pesawat untuk perjalanan dinas atau saat berada di toilet umum.
Biasanya saya akan berusaha berdoa untuk secepatnya selesai penerbangan
atau secepatnya keluar jika berada di toilet umum meskipun dengan nafas
tersengal-sengal atau sesak.
P : Apakah Ibu Maria juga mengalami ketakutan ketika melihat gambar
ruangan sempit selama tiga tahun ini?
BM : Iya, saya pernah tidak sengaja melihat di internet dan gambar itu membuat
saya ketakutan, gemetar, dan sesak nafas.
P : Baik Bu, saya merasa ibu sangat ketakutan dengan ruangan sempit, mungkin
ibu mengalami claustrophobia.
C. Kontrak Waktu
1) Topik
P : Baiklah Ibu Maria, apakah ibu bersedia jika kita berdiskusi mengenai
phobia tempat sempit yang ibu alami? Tujuan konsultasi ini agar kita bisa
melihat kecemasan dan ketakutan yang Ibu Maria rasakan, sehingga Ibu
dapat lebih memahami phobia yang ibu alami dan mengurangi kecemasan
Ibu.
BM: Setuju suster.
2) Waktu
P : Jika Ibu setuju, kita akan mendiskusikan tentang phobia Ibu Maria selama
tiga puluh menit mulai pukul 10.00-10.30 WIB. Apakah Ibu bisa?
BM: Bisa Suster
3) Tempat
P : Untuk tempat diskusi apakah Ibu berkenan jika kita berada di Ruang
Konsultasi Rosadelima 2? Atau Ibu lebih nyaman berada di sini?
BM:Di Ruang Konsultasi Rosadelima 2 saja suster.
P : Baik, mari ikut saya ke Ruang Konsultasi Rosadelima 2.
D. Tanggung Jawab dan Peran
P : Nanti selama melakukan konsultasi, Ibu Maria jangan takut untuk
mengungkapkan apa yang Ibu rasakan, karena nanti kita akan melihat lebih
dekat mengenai phobia Ibu dan di akhir akan mencari pemecahan masalah
yang bisa membuat Ibu sedkit mengurangi kecemasan.
BM: Baik suster.
E. Menjelaskan Kerahasiaan
P : Saya akan menjamin kerahasiaan dari Ibu. Tidak akan ada yang tahu cerita
ibu, hanya saya dan Ibu yang tahu.
BM: Baik suster.
FASE KERJA
P : Sebelumnya, tahukah ibu tentang phobia?
BM: Tahu suster, phobia adalah rasa ketakutan berlebihan pada suatu hal yang
biasanya tidak membahayakan. Rasa takut tersebut dapat muncul ketika
menghadapi hal tertentu. Penderitanya akan berusaha untuk menghindari
objek yang ditakutinya.
P : Benar, yang Ibu sampaikan sudah benar. Phobia adalah rasa takut yang
berlebihan terhadap suatu hal dan dapat menyebabkan kecemasan hingga
rasa panik berlebihan.
BM: Apakah ketakutan saya terhadap tempat sempit juga termasuk phobia
suster?
P : Benar. Kita mengenal phobia atau rasa takut terhadap tempat yang sempit
dengan claustrophobia. Penderitanya tidak dapat berada terlalu lama pada
ruangan yang sempit, seperti lift, tempat ganti baju di toko, toilet umum,
konser, kamar hotel tanpa jendela atau hotel kapsul, dan pesawat. Fobia ini
merupakan fobia yang umum dan banyak ditemukan di Indonesia.
BM: Lalu apa saja penyebabnya suster?
P : Claustrophobia dapat disebabkan dari faktor lingkungan, faktor genetik, dan
faktor fisik. Seperti yang ibu alami adalah faktor lingkungan, dimana ibu
mengalami trauma karena pernah terjebak di lift. Selain itu, faktor lingkungan
lainnya adalah terkunci di dalam ruangan tanpa jendela dan terjebak di
gudang, terjebak di jalanan macet. Trauma tersebut membuat pikiran
meyakini ruangan sempit berhubungan dengan kondisi bahaya. Faktor genetik
dan faktor fisik disebabkan oleh mutasi gen tunggal yang mengkode protein
neuron yang diatur stres. Amigdala kecil juga menyebabkan claustrophobia
ini.
BM: Baik suster.
P : Tanda dan gejala dari claustrophobia dapat berbeda-beda setiap orangnya,
tentu Ibu sudah tau, bisa coba ibu sebutkan sesuai pengalaman Ibu?
BM: Kalau sesuai dengan pengalaman saya, biasanya yang saya salami adalah
gemetar, keringat dingin, ketakutan berlebihan, kecemasan, panik, detak
jantung cepat atau deg-deg, dan kesulitan bernafas atau sesak nafas.
P : Benar Bu Maria, yang ibu sebutkan sudah benar. Saya akan menambahkan
sedikit tanda dan gejala lain yaitu hot flashes, hiperventilasi, pusing, bingung,
dan mati rasa.
BM: Baik suster. Lalu bagaimana untuk penanganan claustrophobia ini?
P : Cara mengatasi claustrophobia ini yang pertama dapat dengan relaksasi
dan visualisasi. Teknik ini dilakukan dengan menghitung mundur dari 10 atau
membayangkan ruangan yang nyaman untuk mengurangi kepanikan dan
menenangkan syaraf. Kedua dengan terapi pemaparan. Pada terapi
pemaparan, penderita akan ditempatkan di situasi tidak berbahaya yang
dapat memicu claustrophobia untuk mengatasi ketakutan. Ketiga terapi
perilaku kognitif. Terapi ini mengajarkan untuk mengendalikan dan
mengubah pikiran negatif yang muncul menjadi positif sehingga dapat
mengubah reaksi terhadap situasi yang terjadi. Mungkin ketiga terapi tersebut
yang dapat Ibu Maria lakukan untuk mengatasi claustrophobia
BM: Baik, akan saya coba pratikkan suster. Namun, untuk teknik relaksasi
sebenarnya selama ini sudah saya lakukan, ketika terpaksa di pesawat
misalnya, saya sering melakukan teknik relaksasi untuk menenangkan
kepanikan saya.
P : Baik, ternyata selama ini Ibu sudah mampu mengatasi claustrophobia Ibu.
Hanya saja mungkin belum maksimal, sehingga kadang ibu masih merasa
takut, cemas, dan muncul keringat dingin ketika dihadapkan pada ruang
sempit sebagai objek phobia. Semua butuh proses, begitu pula dengan
penyembuhan phobia yang Ibu alami. (Teknik memberi penghargaan)
BM: Baik suster.
TERMINASI
A. Respon Klien
a. Evaluasi Subjektif
P : Apakah ibu sudah mengerti mengenai phobia khususnya claustrophobia
yang ibu alami? (Teknik pertanyaan terbuka)
BM: Sudah suster, saya sekarang paham bahwa ketakutan terhadap ruangan
sempit yang saya alami adalah phobia khususnya claustrophobia. Saya
akhirnya mengerti bahwa kejadian di lift tiga tahun yang lalu membuat saya
menjadi trauma akan tempat sempit dan mengalami tanda gejala seperti
kepanikan, ketakutan, sesak nafas, gemetar, dan lainnya.
P : Bagaimana perasaan Ibu Maria sekarang setelah mengetahui tenttang
claustrophobia tersebut?
BM: Saya lega mengetahuinya suster, saya jadi tidak penasaran lain.
P : Puji Tuhan Ibu Mawar jika begitu.
b. Evaluasi Objektif
Pasien tampak lebih paham dengan phobia yang dihadapinya khususnya
claustrophobia mengenai pengertian, penyebab, tanda gejala, dan cara
mengatasinya secara sederhana.
B. Rencana Tindak Lanjut
P : Setelah ini, ibu dapat menerapkan cara sederhana mengatasi
claustrophobia yaitu relaksasi dan visualisasi, terapi pemaparan, dan
terapi kognitif seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya.
BM: Baik suster, akan saya coba.
C. Kontrak Yang Akan Datang
Topik
P : Jika Ibu ada keluhan terkait phobia yang dirasakan, atau ada tanda gejala
penyerta lain yang membutuhkan pertolongan, Ibu dapat segera menghubungi
saya untuk kita mendiskusikan terkait claustrophobia yang ibu alami secara lebih
mendalam.
Waktu
BM: Baik suster, kira-kira kapan saja saya bisa menghubungi suster?
P : Ibu dapat menghubungi saya untuk bertemu pada hari Selasa sampai
dengan Jumat pukul 09.00-15.00 WIB
BM : Baik suster, nanti saya akan menghubungi lagi.
Tempat
P : Baik, untuk tempatnya tetap di Ruang Konsultasi Rosadelima 2 RS Panti
Rapih Yogyakarta ya Bu Maria.
BM: Baik suster.
D. Salam Terapeutik
P : Apakah ada yang ingin ditanyakan lagi?
BM: Tidak suster.
P : Kalau begitu, terima kasih atas waktunya. Selamat siang.
BM: Terima kasih suster. Selamat siang.

Anda mungkin juga menyukai