Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No.

1, 2017

PEMBUATAN KAFEIN BENZOAT SECARA SEMISINTETIS


DARI SERBUK TEH KAYU ARO

Fitra Fauziah1), Zulharmita1),Wahyu Ningsih1)


1)
. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang.
Email: Ningsihwahyu852@yahoo.co.id

ABSTRACT

Caffeine benzoate semisynthetis had been create from tea powder which produced by PTP Nusantara VI Kayu
Aro, District of Kerinci, Province of Jambi. Caffeine was isolated from 25 grams of tea powder by fractionated
and crystallized to obtained 102 mg of caffeine crystals. Caffeine crystals isolated as much as 50 mg was reacted
with 32 mg of benzoic acid the result was 30 mg of caffeine benzoate. Caffeine benzoate was characterized
which organoleptic form was fine powder, greenish-white color, bitter taste, and distinctive odor. Melting point
was 196 oC. Infrared spectrum showed group O-H at wave number 2700-2500 cm-1, which it did not show on
spectrum caffeine crystals. The maximum absorption wavelength was obtained 273.5 nm. Profile of thin-layer
chromatography which stationary phase silika gel 60 F254 and mobile phase chloroform : ethanol (99:1) was
obtained Rf value 0.35.

Keywords: Caffeine Benzoate, Semisynthetis, Tea Powder Kayu Aro.

ABSTRAK

Kafein benzoat telah dibuat secara semisintetis dari serbuk teh yang diproduksi oleh PTP Nusantara VI Kayu
Aro yang terletak di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi. Kafein diisolasi dari 25 gram
sampel serbuk teh dengan cara difraksinasi dan dikristalisasi sehingga diperoleh 102 mg kristal kafein. Kristal
kafein hasil isolasi sebanyak 50 mg direaksikan dengan 32 mg asam benzoat hasilnya adalah 30 mg kafein
benzoat. Kafein benzoat dikarakterisasi dengan organoleptis yaitu bentuk serbuk halus, warna putih kehijauan,
rasa pahit, bau khas. Titik leleh yaitu 196 oC. Spektrum inframerah menunjukkan adanya gugus O-H asam pada
bilangan gelombang 2700-2500 cm-1, dimana gugus fungsi ini tidak ada pada spektrum kristal kafein. Panjang
gelombang serapan maksimum diperoleh 273,5 nm. Profil kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel
60 F254 dan fase gerak kloroform : etanol (99:1) menunjukan nilai Rf 0,35.

Kata Kunci: Kafein Benzoat, Semisintetis, Serbuk Teh Kayu Aro.

PENDAHULUAN penyakit jantung, mengurangi kolesterol


Teh (Camellia sp) merupakan dalam darah, dan melancarkan sirkulasi
tanaman yang sering dikonsumsi sebagai darah (Soraya, 2007).
minuman yang diperoleh dari seduhan Teh juga mengandung kafein dalam
serbuk teh. Serbuk teh diperoleh dari daun dosis kecil dapat meningkatkan
teh yang telah mengalami pengolahan. kewaspadaan, menghilangkan kantuk,
Daun teh diolah melalui proses pelayuan, mengurangi kelelahan dan sebagai diuretik
penggilingan, fermentasi dan pengeringan (Smith, 2002). Efek samping dari kafein
sehingga menghasilkan serbuk teh hitam. berhubungan dengan stimulan susunan
Teh memiliki aroma yang khasdan rasa saraf pusat seperti pusing, meningkatkan
yang agak sepat. Selain itu, teh juga detak jantung, kecemasan, tremor dan
memiliki kandungan senyawa-senyawa insomnia, serta juga dapat menyebabkan
bermanfaat seperti polifenol, teofilin, iritasi saluran gastrointestinal, diare, mual
tanin, vitamin C dan E, serta katekin, dan muntah (Nawrot et al., 2003).
sehingga teh memiliki berbagai manfaat Efek rangsangan teh disebabkan oleh
yang baik bagi tubuh, seperti sebagai adanya kafein yang berkaitan dengan tanin
antioksidan, memperbaiki sel-sel yang yang juga terkandung dalam daun teh.
rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan Karena kafein mudah larut dalam air
tubuh, mencegah kanker, mencegah panas, maka kafein yang terkandung dalam

9
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

daun teh akan ikut terbawa dalam suasana pertama derivatif spektrofotometri. Hasil
panas (Fulder, 2004). yang diperoleh dari penelitian ini, antara
Bagian yang paling banyak natrium benzoat dan kafein memiliki
mengandung kafein pada tanaman teh panjang gelombang yang berbeda (Hadkar,
adalah daunnya. Kadar kafein yang 2014).
terkandung dalam daun teh yaitu sebesar Berdasarkan hal tersebut, maka
1-5 % (Atomssa & Gholap, 2010). Kafein dilakukan penelitian tentang pembuatan
merupakan alkaloid turunan xantin, yaitu kafein benzoat secara semisintetis dari
1,3,7-trimetilxantin bersifat basa lemah serbuk teh Kayu Aro. Semisintetis disini
dan garamnya mudah terurai dalam air. artinya senyawa obat yang bahan dasarnya
Isolasi kafein dalam teh dapat dilakukan berasal dari alam yang dibuat secara
dengan cara kristalisasi (Pavia et al., sintetis (Siswandono & Soekardjo, 1995).
1988). Pembuatan kafein benzoat diawali dengan
Isolasi adalah proses pengambilan isolasi senyawa kafein dari serbuk teh
atau pemisahan suatu zat dari suatu bahan Kayu Aro dengan menggunakan metode
alam dengan menggunakan suatu pelarut kristalisasi, kemudian hasil kristal kafein
yang sesuai. Kelarutan suatu zat didalam yang diperoleh direaksikan dengan asam
pelarut tergantung dari ikatannya apakah benzoat sehingga diperoleh kafein benzoat.
polar atau nonpolar. Bahan-bahan organik Kafein dan natrium benzoat biasanya
tidak selalu larut dalam air, oleh karena itu dibuat dalam suatu injeksi yang jernih dan
dapat dipisahkan dengan menggunakan non pirogen. Natrium benzoat
corong pemisah (Djamal, 2010). ditambahkan untuk meningkatkan
Kristalisasi adalah suatu teknik kelarutan kafein. Injeksi ini digunakan
pemurnian. Kristalisasi dapat didefinisikan secara intramuskular dan intravena untuk
sebagai tahap perubahan dimana produk penanganan efek depresi pernafasan oleh
yang berupa kristal diperoleh dari suatu over dosis obat depresan susunan saraf
larutan multi komponen yang membentuk pusat (Sowmya et al., 2011). Kafein
fase tunggal homogen. Syarat suatu larutan benzoat yang dibuat secara semisintetis ini
agar dapat mengkristalisasi adalah larutan diharapkan dapat digunakan sebagai
telah mencapai lewat jenuh. Cara yang stimulan sistem saraf pusat serta mampu
dapat dilakukan untuk mencapai kondisi mengurangi efek over dosis pada orang
lewat jenuh tersebut diantaranya dengan yang mengkonsumsi alkohol. Setelah itu
perubahan temperatur dan penguapan kafein benzoat yang dihasilkan
pelarut (Myerson, 2007). dikarakterisasi dengan uji organoleptik,
Beberapa penelitian tentang isolasi pengujian titik leleh, pemeriksaan
kafein telah dilakukan seperti penelitian spektrum inframerah dan penentuan
tentang karakterisasi kafein yang diisolasi panjang gelombang maksimum serta
dari daun Camellia sinensis dari wilayah pemeriksaan kemurnian dengan
Himalaya. Karakterisasi yang diperoleh kromatografi lapis tipis (KLT).
dari senyawa kafein hasil isolasi adalah
sama dengan kafein standar (Verma, METODE PENELITIAN
2010). Penelitian tentang isolasi kafein Alat dan Bahan
dari daun teh sehingga diperoleh kafein Alat yang digunakan dalam penelitian
dalam bentuk kristal kafein. Setelah itu ini adalah Spektrofotometer inframerah
direaksikan dengan asam salisilat sehingga (Perkin Elmer), Spektrofotometer UV-Vis
diperoleh derivat kafein dalam bentuk (Shimadzu UV mini-1240),
kafein salisilat (Pavia et al., 1988). Spektrofotometer UV doublebeam
Penelitian lainnya yaitu tentang analisis (Shimadzu UV-1800), timbangan analitik
kuantitatif natrium benzoat dan kafein (Precisa XB 220A), kertas saring, melting
dalam campuran biner menggunakan orde point apparatus (Stuart), rotary

10
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

evaporator (IKA RV 10), plat KLT (silika erlenmeyer, sisa yang masih tinggal di
gel 60 F254) (Merck) dan alat-alat gelas dalam corong pisah dibilas dengan 50 mL
yang menunjang penelitian seperti: CH2Cl2 kocok lebih kurang selama 5 menit
Erlenmeyer (Iwaki), batang pengaduk, kemudian didiamkan, ambil kembali
pipet tetes, corong (Iwaki), gelas ukur lapisan bawahnya, gabungkan dengan
(Iwaki), corong pisah (Iwaki), labu ukur masa pertama pada erlenmeyer (Pavia et
(Iwaki), gelas piala (Iwaki), pipet ukur al., 1988).
(Iwaki), chamber (Camag) dan pipet Tambahkan larutan dengan 10 gram
gondok (Iwaki). MgSO4 anhidrat kocok perlahan kemudian
Bahan yang digunakan dalam didiamkan, pisahkan dengan hati-hati,
penelitian ini adalah sampel dari serbuk masukkan ke dalam erlenmeyer. Ulang
teh Kayu Aro (PTP Nusantara VI Kayu kembali dengan penambahan MgSO4
Aro), kafein murni (Kimia Farma), anhidrat sisa yang tinggal tadi kemudian
aquadest (Brataco), kalsium karbonat saring gabungkan dengan massa pertama.
(CaCO3) (Merck), metilen klorida Selanjutnya diuapkan dengan rotary
(CH2Cl2) (Merck), magnesium sulfat evaporator hingga diperoleh ekstrak
(MgSO4) anhidrat (Merck), kloroform berwarna coklat (Pavia et al., 1988).
(CHCl3) (Merck), etanol (CH3OH)
(Merck), petreoleum eter (Brataco), asam Kristalisasi Kafein
benzoat (C7H6O2) (Merck), toluen (C7H8) Ekstrak yang terbentuk didalam labu
(Merck), asam klorida (HCl) (Merck), rotary ditambahkan 10 mL CH2Cl2, sisa
kalium klorat (KClO3) (Merck), ekstrak yang tertinggal ditambah dengan 5
ammonium hidroksida (NH4OH) (Merck), mL CH2Cl2 campurkan, masukkan dalam
natrium hidroksida (NaOH) (Merck) dan cawan penguap dan panaskan dengan
aseton (C3H6O) (Merck). penangas air sampai kering sehingga
didapat ekstrak kering. Tambahkan 5 mL
Prosedur aseton, panaskan sampai larut.
Selanjutnya pada larutan aseton ditambah
Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah serbuk petroleum eter tetes demi tetes sampai
teh Kayu Aro yang diproduksi oleh PTP larutan menjadi keruh. Dinginkan dan
Nusantara VI Kayu Aro, Exp. Date saring hingga didapat kristal. Uapkan
Oktober 2017. kembali sisa dari filtrat kemudian saring
dan gabungkan hasil kristal yang didapat.
Persiapan Sampel Kristal yang didapat merupakan kafein
Timbang serbuk teh sebanyak 25 kasar, lalu timbang (Pavia et al., 1988).
gram, dimasukkan ke dalam gelas piala,
ditambahkan aquadest 250 mL. Masukkan Identifikasi Kafein
CaCO3 10 gram dan dipanaskan hingga 1. Uji organoleptik
mendidih. Setelah mendidih dilanjutkan Meliputi: bentuk, warna, bau dan rasa.
pemanasan selama lebih kurang 20 menit 2. Pemeriksaan titik leleh
sambil diaduk, kemudian disaring selagi Ambil sedikit kafein hasil kristalisasi
panas, filtrat didinginkan (Pavia et al., ditotolkan kedalam pipa kapiler
tempatkan pada alat Melting Point
1988).
Apparatus, lalu amati suhu leleh.
Isolasi Kafein 3. Reaksi kimia
Filtrat dimasukan ke dalam corong Dengan reaksi Murexid, larutkan kurang
pisah seterusnyadiekstrak dengan 50 mL lebih 5 mg kafein hasil kristalisasi
CH2Cl2. Kocok perlahan, selanjutnya dalam 1 mL HCl pekat dalam cawan
diamkan sampai memisah menjadi dua penguap, tambahkan 50 mg KClO3,
lapisan, lapisan bawah masukan dalam uapkan diatas tangas air hingga kering.
Balikkan cawan diatas bejana berisi

11
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

beberapa tetes NH4OH 6 N hingga dinginkan hingga terbentuk kristal. Setelah


berwarna merah violet yang hilang didapat kristal tadi maka dilakukan
dengan penambahan larutan alkali kuat pemisahan dengan filtrasi vacum. Hasil
(NaOH). yang didapat masukkan kedalam vial
4. Pemeriksaan spektrum dengan (Pavia et al., 1988).
spektrofotometer inframerah
Ambil sedikit kafein hasil kristalisasi Karakterisasi Kafein Benzoat
tambahkan dengan KBr dalam lumpang, 1. Uji organoleptik
gerus sampai homogen, kemudian buat Meliputi: bentuk, warna, bau dan rasa.
pelet yang tipis dengan bantuan alat 2. Pemeriksaan titik leleh
penekan kemudian amati spektrumnya. Ambil sedikit kafein benzoat hasil
5. Penentuan Panjang Gelombang kristalisasi ditotolkan kedalam pipa
Maksimum dengan Spektrofotometer kapiler tempatkan pada alat Melting
UV Point Apparatus, lalu amati suhu leleh.
a. Pembuatan Larutan Induk kafein 3. Pemeriksaan spektrum dengan
Ditimbang sebanyak 50 mg kafein, spektrofotometer inframerah
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 Ambil sedikit kafein benzoat hasil
mL. Kemudian cukupkan dengan kristalisasi tambahkan dengan KBr
kloroform hingga tanda batas dan dalam lumpang, gerus sampai
dihomogenkan, didapat konsentrasi homogen, kemudian buat pelet yang
1000 µg/mL. Buat larutan kafein tipis dengan bantuan alat penekan
dengan konsentrasi 100 µg/mL. kemudian amati spektrumnya.
Pipet larutan induk kafein 4. Penentuan Panjang Gelombang
konsentrasi 1000 µg/mL sebanyak Maksimum dengan Spektrofotometer
2,5 mL, dimasukkan ke dalam labu UV
ukur 25 mL dan kemudian cukupkan a. Pembuatan Larutan Induk Kafein
dengan kloroform hingga tanda batas Benzoat
(Maramis et al., 2013). Ditimbang sebanyak 10 mg kafein
b. Penentuan Panjang Gelombang benzoat, dimasukkan ke dalam labu
Maksimum Kafein ukur 10 mL. Kemudian cukupkan
Dibuat larutan kafein dengan dengan kloroform hingga tanda batas
konsentrasi 6 µg/mL. Pipet larutan dan dihomogenkan, didapat
kafein 100 µg/mL sebanyak 0,6 mL, konsentrasi 1000 µg/mL. Buat
masukkan kedalam labu ukur 10 mL larutan kafein benzoat dengan
dan cukupkan dengan kloroform konsentrasi 100 µg/mL. Pipet larutan
sampai tanda batas lalu induk kafein benzoat konsentrasi
dihomogenkan. Ukur panjang 1000 µg/mL sebanyak 2,5 mL,
gelombang maksimum kafein, dimasukkan kedalam labu ukur 25
dengan spektrofotometer UV pada mL dan kemudian cukupkan dengan
rentang panjang gelombang 200-400 kloroform hingga tanda batas.
nm (Maramis et al., 2013). b. Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum Kafein Benzoat
Pembuatan Kafein Benzoat Secara Dibuat larutan kafein benzoat
Semisintetis dengan konsentrasi 6 µg/mL. Pipet
Timbang 50 mg kafein, 32 mg asam larutan kafein benzoat 100 µg/mL
benzoat lalu masukkan kedalam cawan sebanyak 0,6 mL, masukkan
penguap, ditambah 4 mL toluen. Panaskan kedalam labu ukur 10 mL, dan
diatas penangas air pada suhu (60 – 90 ºC) cukupkan dengan kloroform sampai
sambil diaduk-aduk, lalu tambahkan tanda batas lalu dihomogenkan.
petroleum eter tetes demi tetes kemudian Ukur panjang gelombang maksimum

12
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

kafein benzoat, dengan Dari uji identifikasi yang telah


spektrofotometer UV pada rentang dilakukan terhadap kafein murni, kafein
panjang gelombang 200-400 nm. hasil kristalisasi dan kafein benzoat secara
5. Pemeriksaan kemurnian dengan plat organoleptis meliputi bentuk, warna, bau
KLT silika gel 60 F254 dan rasa, terlihat bahwa warna dari kafein
Siapkan larutan kafein pembanding murni dan kafein hasil kristalisasi berbeda,
1000 μg/mL dan kafein hasil kristalisasi ini dikarenakan mungkin masih ada zat
serta kafein benzoat diambil hasil klorofil dan kotoran yang terbawa pada
kristal yang telah diencerkan dalam 25 saat proses kristalisasi. Untuk bentuk, bau,
mL. Kemudian siapkan plat KLT 10 x 8 dan rasa adalah sama, sedangkan
cm, buat masing-masing garis karakterisasi untuk kafein benzoat dengan
penotolan 1 cm dari tepi atas dan 1 cm uji organoleptis memiliki bentuk, warna
dari dari tepi bawah. Larutan kafein dan rasa yang sama, kecuali bau berbeda.
pembanding 1000 μg/mL dan kafein Kafein benzoat berbau khas sedangkan
hasil kristalisasi serta kafein benzoat kafein hasil kristalisasi tidak berbau,
diambil hasil kristal yang diencerkan artinya kafein benzoat memiliki
dalam 25 mL yang telah disiapkan, karakterisasi yang berbeda dengan kafein
ditotolkan pada plat KLT, lalu hasil kristalisasi.
dimasukkan ke dalam chamber yang Reaksi spesifik untuk alkaloid turunan
telah dijenuhkan dengan fase gerak xantin yaitu reaksi murexid yang berwarna
kloroforom : etanol (99:1). Tutup merah violet bila diberikan uap amonia
chamber dan biarkan sampai fase gerak dengan penambahan alkali kuat, timbulnya
mencapai garis atas pada plat. Chamber warna ini karena adanya pemecahan
dibuka, plat KLT diambil dan dikering oksidatif strukur purin. Dari hasil uji yang
anginkan. Kemudian diamati di bawah telah dilakukan untuk kafein murni dan
lampu UV 254 nm (Stahl, 1985). kafein hasil kristalisasi memperoleh hasil
yang positif, yaitu warna lembayung yang
HASIL DAN PEMBAHASAN hilang dengan penambahan alkali kuat.
1. Hasil isolasi kafein dari 25 gram sampel Untuk pengujian titik lelehnya titik
serbuk teh Kayu Aro menghasilkan leleh kafein murni dan kafein hasil
kristal kafein sebanyak 102 mg dan kristalisasi adalah 234-236 oC dan 234 oC.
kemudian kafein hasil kristalisasi Sedangkan titik leleh kafein benzoat
sebanyak 50 mg direaksikan dengan 32 adalah 196 oC.
mg asam benzoat menghasilkan kafein
benzoat sebanyak 30 mg. Gambar
kafein murni, kafein hasil kristalisasi
dan kafein benzoat dapat dilihat pada
Gambar 1, 2, dan 3.

Gambar 1. Kafein murni


13
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

Gambar 2. Kafein hasil kristalisasi

Gambar 3. Kafein benzoat

Kemudian dilakukan pemeriksaan Pada daerah bilangan gelombang


spektrum inframerah yang bertujuan untuk 3000-2850 cm-1 menunjukkan adanya
melihat daerah sidik jari dan gugus gugus C-H, gugus C=O pada daerah 1725-
fungsinya dan penentuan panjang 1675 cm-1, ikatan C=C pada daerah 1680-
gelombang untuk melihat daerah serapan 1600 cm-1, dan gugus C=N pada daerah
maksimumnya. 1675-1500 cm-1 serta pada daerah sidik jari
Dari hasil pemeriksaan pemeriksaan 1450-1375 cm-1 adanya ikatan CH3,
spektrum dengan spektrofotometer sedangkan spektrum inframerah kafein
inframerah kafein murni dan kafein hasil benzoat terlihat adanya perbedaan pada
kristalisasi terlihat bahwa daerah sidik jari bilangan gelombang dan gugus fungsinya.
dan gugus fungsi dari keduanya hampir Pada bilangan gelombang 2700-2500 cm-1
sama dan menghasilkan jenis ikatan yang terlihat adanya gugus O–H asam
hampir sama pula. sedangkan pada kafein hasil kristalisasi
tidak ada.

14
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

Gambar 4. Spektrum FT-IR Kafein Murni

Gambar 5. Spektrum FT-IR Kafein Hasil Kristalisasi

Gambar 6. Spektrum FT-IR Kafein Benzoat

15
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

Kemudian penentuan panjang Hasil dari penentuan panjang


gelombang serapan maksimum untuk gelombang serapan maksimum larutan
kafein murni, kafein hasil kristalisasi dan kafein murni dan kafein hasil kristalisasi
kafein benzoat dalam pelarut kloroform dalam pelarut kloroform konsentrasi 6
pada konsentrasi 6 µg/mL. Pengukuran µg/mL memiliki panjang gelombang
dilakukan pada panjang gelombang 200- maksimum dan daerah serapan yang tidak
400 nm. Hasil pengamatan panjang jauh berbeda yaitu panjang gelombang
gelombang serapan maksimum kafein maksimum kafein murni adalah 275 nm,
murni, kafein hasil kristalisasi, dan kafein absorban 0,333, sedangkan panjang
benzoat dapat dilihat pada Gambar 7, 8, gelombang maksimum kafein hasil
dan 9. kristalisasi 276 nm, absorban 0,278.

Gambar 7. Panjang gelombang serapan maksimum kafein murni.

Gambar 8. Panjang gelombang serapan maksimum kafein hasil kristalisasi

16
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

Gambar 9. Panjang gelombang serapan maksimum kafein benzoat.

Jadi dapat dikatakan kafein hasil


kristalisasi telah berhasil diidentifikasi dan
memperoleh hasil yang sama dengan
kafein pembanding.
Karakterisasi kafein benzoat dengan
penentuan panjang gelombang serapan
maksimumnya dalam konsentrasi dan
pelarut yang sama yaitu dalam pelarut
kloroform dengan konsentrasi 6 µg/mL
memiliki panjang gelombang serapan
maksimum yang berbeda dengan panjang y
gelombang serapan maksimum kafein hasil
kristalisasi yaitu 273,5 nm, absorban
0,247. Pergeseran ini disebut dengan
pergeseran hipsokromik yaitu pergeseran x
absorban ke daerah panjang gelombang
yang lebih pendek karena adanya
substitusi atau efek pelarut (Dachriyanus,
2004).
Pemeriksaan kemurnian juga Gambar 10. Profil Kromatografi Lapis
dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Tipis (KLT). Menggunakan silika gel 60 Keterangan :
F254 sebagai penjerap fase diam dan 1) Fase diam : Silika gel 60 F254
kloroform dan etanol sebagai fase gerak 2) Fase gerak : Kloroform - etanol (99:1)
dengan perbandingan 99:1. Pengamatan 3) Deteksi noda : Lampu UV (λ 254 nm)
jarak tempuh noda diamati dibawah lampu P : Pembanding
UV 254 nm. Hasil pengamatan K : Kafein hasil kristalisasi
pemeriksaan kemurnian dengan KB : Kafein benzoat
kromatografi lapis tipis dapat dilihat pada x : Jarak yang ditempuh noda
Gambar 10. y : Jarak yang ditempuh fase gerak

17
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

cm-1 adanya gugus C=O sedangkan pada


Rf = kafein hasil kristalisasi tidak ada, panjang
gelombang serapan maksimum 273,5 nm,
Perhitungan nilai Rf absorban 0,247, dan pemeriksaan
1) Rf kafein pembanding kemurnian dengan Kromatografi Lapis
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑛𝑜𝑑𝑎 (𝑥) Tipis (KLT) diperoleh nilai Rf untuk
= 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 kafein murni dan kafein hasil kristalisasi
𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 (𝑦)
2,6 adalah 0,325, sedangkan nilai Rf untuk
=
8 kafein benzoat adalah 0,35.
= 0,325 .
2) Rf kafein hasil kristalisasi DAFTAR PUSTAKA
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑛𝑜𝑑𝑎 (𝑥)
= 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 Atomssa, T., & Gholap, A.V. (2010).
𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 (𝑦)
2,6 Characterization of caffeine and
= determination of caffeine in tea leaves
8
= 0,325 using UV-Visible spectrometer.
African Journal of Pure and Applied
3) Rf kafein benzoat Chemistry 5(1), 1-8.
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑛𝑜𝑑𝑎 (𝑥)
= 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑕 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 (𝑦) Dachriyanus. (2004). Analisa struktur
2,8 senyawa organik secara spektroskopi.
=
8 Padang: Penerbit Andalas University
= 0,35 Press.
Hasil pengamatan yang telah Djamal, R. (2010). Kimia bahan alam:
dilakukan terlihat perbedaan jarak tempuh prinsip-prinsip dasar isolasi dan
noda antara kafein murni dengan kafein identifikasi. Padang: Universitas
hasil kristalisasi memiliki nilai Rf yang Baiturrahmah.
sama yaitu 0,325 sedangkan kafein
benzoat memiliki nilai Rf 0,35. Jadi dari Fulder, S. (2004). Khasiat teh hijau.
penelitian yang telah dilakukan dapat Jakarta: Prestasi Pustaka.
disimpulkan bahwa kafein benzoat
memiliki karakterisasi yang berbeda Hadkar, U. B. (2014). Quantitatif
dengan kafein hasil kristalisasi dan kafein estimation of sodium benzoate and
benzoat telah berhasil dikarakterisasi. caffeine in the binary mixture using
first order derivative spectrofotometry.
KESIMPULAN International Journal of Research in
Pada penelitian ini didapatkan kristal Advent Technology 2(5), 251-255.
kafein yang diisolasi dari serbuk teh Kayu
Aro dengan metode kristalisasi diperoleh Maramis, K. R., Citraningtyas, G., &
sebanyak 102 mg. Kemudian dibuat kafein Wehantouw, F. (2013). Analisis
benzoat secara semisintetis sehingga kafein dalam kopi bubuk di kota
diperoleh kafein benzoat sebanyak 30 mg. Manado menggunakan
Karakterisasi kafein benzoat yang spektrofotometri UV-Vis. Pharmacon
tediri dari uji organoleptik berbentuk Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT, 2
serbuk halus, warna putih kehijauan, rasa (04), 122-128.
pahit, bau khas. Titik leleh 196 oC,
pemeriksaan spektrumnya terlihat Myerson, S. (2007). Handbookof
perbedaan pada bilangan gelombang 2700- industrial crystallizattion. Chicago:
2500 cm-1 terlihat adanya gugus O–H asam Departemen of Chemical Engineering
dan pada bilangan gelombang 1725-1700 Illionis Institute of technology.

18
Jurnal Farmasi Higea, Vol. 9, No. 1, 2017

Nawrot, P. S., Jordan, J., Easwood, J.,


Rotstein, A., & Hugenboltz, M.
(2003). Effects of caffeine on human
health. Journal Food Additives and
Contaminants, 20(1), 1-30.

Pavia, L.,Lampman, G. M., & Kriz, E.


(1988). Introduction to organic
laboratory techniques a contemporary
approach, (Third edition). Saunders:
Collage Publish.

Siswandono & Soekardjo, B. (1995).


Kimia medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press.

Smith, A. (2002). Effects of caffeine on


human behavior. Journal Food and
Chemical Toxicology 40(1), 1243-
1255.

Sowmya, K. V., Ravishankar, K., Basha,


D. P., & Kiranmayi, G. V. N. (2011).
Estimation of caffeine and sodium
benzoate in caffeine and sodium
benzoate injection by isoabsorption
method (isobestic method).
International Journal of
Pharmaceutical, Chemical and
Biological Sciences 1(1), 26-31.

Soraya, N. (2007). Sehat dan cantik berkat


teh hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.

Stahl, E. (1985). Analisis obat secara


kromatografi dan mikroskopi.
Bandung: Penerbit ITB.

Verma, R & Kumar, L. (2010).


Characterization of caffeine isolated
from Camellia sinensis leaves of
sikkim Himalayan region. Journal of
Chemical and Pharmaceutical
Research 2(4), 194-198.

19

Anda mungkin juga menyukai