Anda di halaman 1dari 82

MODUL

MATA KULIAH PSIKOLOGI UMUM 2

Disusun Oleh
Dwi Nur Rachmah, S.Psi. M.A
Marina Dwi Mayangsari, M.Psi., Psikolog

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran


Universitas Lambung Mangkurat
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya
“Modul Mata Kuliah Psikologi Umum 2” ini. Buku ini ditujukan sebagai bahan
pegangan bagi mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat yang mengikuti mata kuliah Psikologi Umum 2.
Modul ini didesain sebagai salah satu alat pendukung utama bagi mahasiswa dalam
memahami dan mempraktikkan konsep psikologi umum.
Modul Psikologi Umum 2 ini disadari masih jauh dari sempurna. Saran dan
kritik konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan bagi perbaikan modul ini
demi tercapainya tujuan proses belajar mengajar di Prodi Psikologi, yaitu
dihasilkannya lulusan Sarjana Psikologi yang memiliki kemampuan dan
pemahaman yang memadai mengenai konsep psikologi. Terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan modul ini, yang tidak dapat kami sebutkan
satu persatu.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Banjarbaru, Maret 2021

Dwi Nur Rachmah

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB I PERSEPSI ............................................................................. 4
BAB II BAYANGAN ........................................................................ 10
BAB III FANTASI .............................................................................. 15
BAB IV MEMORI .............................................................................. 20
BAB V BERPIKIR ............................................................................. 26
BAB VI INTELEGENSI ..................................................................... 35
BAB VII KOGNITIF ............................................................................ 42
BAB VIII MOTIF .................................................................................. 52
BAB IX MOTIVASI ........................................................................... 56
BAB X BAHASA .............................................................................. 61
BAB XI SIKAP ................................................................................... 66
BAB XII STRESS ................................................................................. 73
SUMBER REFERENSI ........................................................................... 82

iii
BAB I
PERSEPSI

Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan interpretasi dari hal-hal yang telah kita indera atau kita
rasakan. Ketika kita membaca buku, mendengarkan iPod, dipijat orang, mencium
parfum atau mencicipi sushi, kita mengalami lebih dari sekedar stimulus sensorik.
Kejadian-kejadian sensorik tersebut diproses sesuai pengetahuan kita tentang dunia,
sesuai budaya, pengharapan, bahkan disesuaikan dengan orang yang bersama kita
saat itu. Hal-hal tersebut memberikan makna terhadap pengalaman sensorik
sederhana dan itulah yang dimaksud persepsi (Solso, 2014).
Otak memberi arti sensasi melalui persepsi. Persepsi adalah proses
pengorganisasian dan penafsiran informasi sensorik agar menjadi masuk akal. Sel
reseptor di mata kita menangkap sebuah benda perak yang halus di langit, tapi kita
tidak "melihat" sebuah pesawat jet. Menyadari benda silver tersebut seperti pesawat
adalah persepsi. Sensasi dan persepsi mungkin terlihat seperti mempunyai proses
yang sama sebagai pengalaman kita di dunia, tapi sensasi mengacu kepada bahan
mentah pada pengalaman (energi-energi yang berasal dari bumi itu) dimana
persepsi sebagai pengalaman diri sendiri (apa yang otak atau benak ingin lakukan
dengan barang mentah itu) (King, 2017).
Walgito (2004) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus
oleh individu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan persepsi adalah bagaimana
seseorang mengorganisasikan dan menafsikan suatu informasi yang diterimanya
melalui sensorik sehingga menjadi masuk akal. Pengalaman seseorang juga akan
mempengaruhi suatu persepsi, persepsi orang-orang terhadap objek yang sama bisa
berbeda, karena setiap orang pasti mempunyai pengalaman yang berbeda-beda.

4
Karekteristik Persepsi
Karakteristik persepsi yaitu sebagai berikut:
 Pada persepsi dibutuhkan adanya objek yang dipersepsi dan ini akan
menimbulkan gambaran persepsi. Gambaran yang terjadi pada persepsi akan
lebih jelas, lebih terang dan sempurna.
 Oleh karena persepsi terikat akan adanya objek, maka pada persepsi akan
terikat pada waktu dan tempat. Orang mempersepsi pada sesuatu tempat dan
waktu tertentu. Sebab waktu dan tempat mengikat objek yang dipersepsi.
 Persepsi berlangsung selama stimulus itu bekerja dan selama perhatian tertuju
kepadanya.
 Bersifat sensoris.

Sifat – Sifat Persepsi


1. Persepsi adalah pengalaman. Untuk mengartikan makana dari seseorang,
objek, atau peristiwa, kita harus memiliki dasar/basis untuk melakukan
interpretasi. Dasar ini biasanya kita temukan pada pengalaman masa lalu kita
dengan orang, objek, atau peristiwa tersebut, atau dengan hal-hal yang
menyerupainya. Tanpa landasan pengalaman sebagai pembanding, tidak
mungkin untuk mempersepsi suatu makna, sebab ini akqn membawa kita
kepada suatu kebingungan.
2. Persepsi adalah selektif. Ketika mempersepsikan sesuatu, kita cenderung
memperhatikan hanya bagian-bagian tertentu dari suatu objek atau orang.
Dengan kata lain, kita melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu
dari objek persepsi kita dan mengabaikan yang lain. Dalam hal ini biasanya
kita mempersepsikan apa yang kita "inginkan" atas dasar sikap, nilai, dan
keyakinan yang ada dalam diri kita, dan mengabaikan karakteristik yang tidak
relevan atau berlawanan dengan nilai dan keyakinan tersebut.
3. Persepsi adalah penyimpulan. Interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi
pada dasarnya adalah penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap.
Dengan kata lain, mempersepsikan makna adalah melompat pada suatu
kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data yang dapat ditangkap
oleh indra kita. Sifat ini saling mengisi dengan sifat kedua. Pada sifat kedua
persepsi adalah selektif karena keterbatasan kapasitas otak maka kita hanya

5
dapat mempersepsi s3bagian karakteristik dari objek. Melalui penyimpulan
ini kita berusaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai
objek yang kita persepsikan atas dasar sebagian karakteristik dari objek
tersebut.
4. Persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang kita lakukan, akan mengandung
kesalahan dalam kadar tertentu. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh
pengalaman masa lalu, selektivitas, dan penyimpulan. Biasanya ketidak
akuratan terjadi karena penyimpulan yang terlalu mudah, atau
menyamaratakan. Dan semakin jauh jarak antara orang yang mempersepsi
dengan objeknya maka semakin tidak akurat persepsinya.
5. Persepsi adalah evaluatif. Karena persepsi merupakan psoses kognitif
psikologis yang ada dalam diri kita maka bersifat subyektif. Fisher
(1987:125) bahkan mengemukakan bahwa persepsi bukan hanya merupakan
proses intra pribadi, tetapi juga sesuatu yang sangat pribadi, dan tidak
terhindarkannya keterlibatan pribadi dalam tindak persepsi menyebabkan
persepsi sangat subjektif.

Komponen Persepsi
Walgito (2002) menyatakan bahwa persepsi itu mengandung tiga komponen
yang membentuk struktur sikap, yaitu:
 Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
 Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang
berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.
Rasa senang merupakan hal positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan
hal yang negatif.
 Komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan
dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukkan intensitas sikap yaitu menunjukkan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

6
Jenis-jenis Persepsi
Adapun persepsi memiliki beberapa jenis; jarak, gerak, dan ilusi. Berikut
adalah penjelasan mengenai jenis persepsi:
1. Persepsi jarak
Adalah pandangan seseorang mengenai apa yang dialami oleh indra
perorangan yang disebut ‘percept’, yang berkaitan dengan bayangan selaput
jala dua dimensi. Stimulus visual mempunyai ciri-ciri berkaitan dengan jarak
pengamat, hal ini disebut isyarat jarak (distance cues). Stimulus yang
dipandang dengan kedua mata disebut sebagai isyarat binocular, sedangkan
dalam pandangan satu mata disebut isyarat monocular.
Isyarat binocular adalah isyarat dimana individu menggunakan
penglihatan kedua mata sehingga keseluruhan medan penglihatan lebih besar
dan mendapat penglihatan stereoskopik. Penglihatan stereoskopik adalah
penglihatan dimana kedua mata bekerja sama sehingga kita mendapatkan
perasaan dalam (depth) dan jarak yang jauh lebih tepat. Sedangkan isyarat
monocular adalah isyarat dimana individu menggunakan penglihatan dengan
satu mata. Keseluruhan medan penglihatan menjadi lebih kecil dan tidak
mendapatkan penglihatan stereoskopik, karena mata tidak bekerja sama
sehingga penglihatan yang jauh terlihat kurang tepat.
2. Persepsi Gerak
Benda-benda dikatakan bergerak ketika benda tersebut berubah
jaraknya atau ketika bagian lain hilang dari pandangan. Persepsi gerak terbagi
dua, yaitu:
a. Gerak Tampak
Gerak dihayati tanpa adanya suatu pola stimulasi yang bergerak.
Contohnya merupakan gerak pembuatan film, gerak ini diacu sebagai
gerak stroboskopik. Bayangan gerak terjadi bila stimulus yang terpisah dan
yang tidak bergerak disajikan secara berturut-turut. Bentuk gerak
stroboskopik yang lebih sederhana dikenal dengan fenomena phi.
b. Gerak Nyata
Persepsi terhadap gerakan nyata lebih kompleks, gerakan ini
tergantung dari hubungan antara setiap objek dalam medan

7
penglihatannya. Apabila terjadi suatu gerakan, sistem persepsi haruslah
menentukan apa yang bergerak dan yang tidak bergerak.
3. Ilusi
Ilusi adalah suatu persepsi yang palsu atau menyimpang; ilusi berbeda
dari keadaan yang ada. Ilusi merupakan kesalahan individu dalam
memberikan interpretasi atau arti terhadap stimulus yang diterimanya.

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Faktor - faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap orang lain dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor personal. Faktor
eksternal adalah petunjuk - petunjuk yang bisa seseorang amati, seperti petunjuk
verbal maupun nonverbal. Faktor personal adalah karakteristik dari orang yang
memberikan respon pada stimulasi persepsi. Yang termasuk dalam faktor personal
ini adalah motivasi, kepribadian, dan pengalaman.
Sedangkan Walgito (2010) mengemukakan faktor yang mempengaruhi
persepsi adalah sebagai berikut.
1. Ketersediaan informasi sebelumnya
Informasi dapat menjadi landasan dalam mempersepsikan sesuatu,
sehingga jika tidak adanya informasi ketika seseorang menerima stimulus
baru maka akan mengakibatkan kekacauan dalam mempersepsikan. Misalnya
dalam bidang pendidikan, ada materi yang terlebih dahulu disampaikan
sebelum melakukan diskusi kelompok, kemudian seseorang datang di tengah
- tengah jalannya diskusi, mungkin orang itu akan menangkap hal yang tidak
tepat, terlebih karena ia tidak mendapatkan informasi yang sama dengan
peserta diskusi lainnya.
2. Kebutuhan
Seseorang cenderung akan mempersepsikan sesuatu berdasarkan
kebutuhannya saat itu. Contohnya seseorang akan lebih peka terhadap bau
makanan ketika sedang lapar daripada seseorang yang baru saja selesai
makan.

8
3. Pengalaman masa lalu
Sebagai hasil dari proses belajar, pengalaman akan sangat
mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Contohnya ketika
seseorang mengalami pengalaman yang baik dengan bosnya, maka ia akan
cenderung mempersepsikan bosnya sebagai orang yang baik meskipun
karyawannya yang lain tidak senang dengan si bos.
4. Emosi
Emosi akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah
informasi, karena sebagian energi dan perhatiannya (menjadi figure) adalah
emosinya tersebut.

9
BAB II
BAYANGAN

Pengantar
Istilah bayangan sering disebut pula dengan istilah tanggapan. George A.
Miller dalam bukunya Psychology and Communication: “Psychology is the science
that attempts to describe, predict and control mental and bahavioral events”
(psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan
mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku). Bayangan adalah kemampuan
manusia di samping kemampuan untuk mengadakan persepsi, yaitu kemampuan
membayangkan atau menanggapi kembali hal-hal yang telah diamatinya.
Antara persepsi dan tanggapan terdapat perbedaan satu dengan yang lain,
yaitu:
1. Pada persepsi dibutuhkan adanya objek yang dipersepsi dan ini akan
menimbulkan gambaran persepsi. Gambaran yang terjadi pada persepsi akan
lebih jelas, lebih terang daripada gambaran tanggapan. Hal ini disebabkan
karena dalam tanggapan tidak dibutuhkan adanya objek lagi sehingga pada
umumnya gambarnya kurang jelas.
2. Oleh karena itu persepsi terikat akan adanya objek, maka pada persepsi akan
terikat pada waktu dan tempat. Orang mempersepsi pada sesuatu tempat dan
waktu tertentu. Orang tidak dapat mempersepsi terlepas dari tempat dan
waktu.
3. Persepsi berlangsung selama stimulus itu bekerja dan selama perhatian tertuju
kepadanya, sedangkan tanggapan berlangsung selama perhatian tertuju
kepada membayangkan itu.

Definisi Teori Bayangan


Roberts Woodworth dan Marquis DG dalam bukunya Psychology:
“Psycology is the scientific studies of individual activities relations to the
environment” (psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas
atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitarnya). Tanggapan

10
sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran
ingatan dari pengamatan, dimana obyek yang telah diamati tidak lagi berada dalam
ruang dan waktu pengamatan (Abu Ahmadi, 2003). Jadi intinya bayangan adalah
kemampuan manusia dengan menggunakan alat inderanya untuk menyadari dan
mempersepsikan keadaan sekitar yang kemudian disimpan dalam memorinya lalu
suatu saat akan direpresentasikan kembali berdasarkan persepsi atau bayangan
tersebut.
Adapun komponen dalam proses tanggapan yaitu:
1. Adanya objek yang dipersepsikan. Objek akan menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indra atau respon.
2. Alat indra atau reseptor, objek merupakan alat untuk menerima stimulus yang
diterima reseptor ke pusat susunan saraf yaitu sebagai alat untuk mengadakan
respon diperlukan saraf sensoris.
3. Adanya pengertian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan
akan mengadakan persepsi tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.
Bayangan memiliki beberapa jenis yaitu bayangan eidetik dan bayangan
pengiring atau after image, berikut penjelasannya:
a. Bayangan eidetik
Bayangan eidetik pertama kali dikemukakan oleh Urbantschnitsh dan
diteliti lebih lanjut oleh Erich dan Walter Jaensch untuk kemudian digunakan
dalam ajaran karakterologi. Bayangan eidetik ini rata-rata dialami pada masa
kanak-kanak, namun tidak menutup kemungkinan masa dewasa pun
mengalaminya (Bimo, 2004).
Bayangan eidetik dapat di bedakan 2 macam, yaitu:
1. Tipe T (tetanoide), pada tipe ini bayangan lebih menyerupai bayangan
pengiring. Sesudah melihat suatu benda seakan-akan benda itu masih
terlihat di hadapannya.
2. Tipe B (basedoide), bayangan pada tipe ini dapat timbul dengan
sendirinya, dan dapat pula timbul dengan sengaja. Pada umumnya
sifatnya hidup, bergerak, dan dengan warna yang asli. Misalnya ketika
melihat bendera yang berkibar.

11
b. Bayangan pengiring (after image)
Bayangan pengiring umumnya hanya berjalan sebentar saja yaitu
bayangan yang segera timbul mengiring proses persepsi setelah persepsi itu
berakhir. Hal ini dapat ditimbulkan dengan 2 cara, yaitu:
1. Menurut kemauan individu, yaitu jika tanggapan atau bayangan itu
dengan sengaja ditimbulkan.
2. Tidak menurut kemauan individu, yaitu apabila bayangan itu dengan
sendirinya mendesak dan muncul dalam alam kesadaran.
Tanggapan disebut latent (tersembunyi, belum terungkap), apabila
tanggapan tersebut ada dibawah sadar, atau tidak kita sadari. Sedang
tanggapan disebut aktual, apabila tanggapan tersebut kita sadari. Pada
umumnya, kesan atau gambar pengamatan itu lebih jelas, lebih jernih, dan
lebih lengkap daripada gambar tanggapan.

Aliran Psikologi Modern


Aliran psikologi modern mengemukakan satu hukum yaitu hukum
kontiguitas dimana bayangan-bayangan yang berhubungan atau bersentuhan akan
membentuk asosiasi diantara bayangan-bayangan itu.
1. Hukum sama waktu, artinya tanggapan-tanggapan yang muncul pada saat
yang sama dalam kesadaran akan terasosiasi bersama atau dengan kata lain
persepsi yang sama waktu atau serempak menimbulkan bayangan yang sama
waktu pula. Misalnya bila mengingat Syahrini maka akan teringat cara
bicaranya.
2. Hukum berturut-turut, yaitu tanggapan-tanggapan yang memiliki hubungan
berturut-turut berasosiasi dan direproduksi ke dalam kesadaran. Misalnya
huruf abjad, melodi, dan sebagainya.
3. Hukum persamaan, yaitu bayangan yang mempunyai persamaan tertentu
akan terasosiasi dan saling mereproduksi. Misalnya ketika melihat macan,
maka akan ingat kucing.
4. Hukum berlawanan, artinya tanggapan-tanggapan yang berlawanan akan
berasosiasi dan saling mereproduksi satu dengan yang lain. Misalnya tua-
muda, kaya-miskin, dan sebagainya.

12
Ciri-ciri Bayangan
Adapun ciri-ciri dalam melakukan bayangan atau tanggapan adalah:
 Modalitas: rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai dengan
modalitas setiap indra, yaitu sifat sensoris dasar masing-masing indra (cahaya
untuk penglihatan, sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
 Dimensi ruangan: dunia tanggapan mempunyai sifat ruangan (dimensi
ruangan), kita dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar
depan-latar belakang, dan lain- lain
 Struktur konteks, keseluruhan menyatu, objek-objek atau gajala-gajala dalam
dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bayangan


a. Faktor Eksteren
 Intensitas, pada umumnya yang intensif mendapat lebih banyak
tanggapan dari pada rangsangan yang kurang intensif.
 Ukuran, pada umumnya benda-benda yang lebih besar lebih menarik
perhatian daripada benda yang lebih kecil.
 Kontras, biasanya apa yang kita lihat dengan kontras akan cepat
menarik perhatian. Gerakan, ketika sesuatu bergerak hal akan lebih
menarik perhatian dari pada hal- hal yang diam.
 Ulangan, ketika suatu hal terjadi secara berulang-ulang akan lebih
menarik perhatian dan mudah tersimpan dalam ingatan atau memori.
 Keakraban, ketika kita memiliki suatu hubungan yang dekat kepada
suatu objek atau individu maka akan mudah menarik perhatian dan
tersimpan dalam ingatan.
 Sesuatu yang baru hal- hal yang baru juga menarik perhatian.
b. Faktor Interen
 Latar belakang: latar belakang mempengaruhi hal-hal yang dipilih
dalam persepsi.
 Pengalaman: pengalaman yang mempersiapkan seseorang untuk
mencari sesuatu, hal-hal dan segala yang mungkin serupa
pengalamannya.

13
 Kepribadian: kepribadian juga mempengaruhi persepsi seseorang.
 Penerimaan diri: penerimaan diri merupakan sifat penting yang
mempengaruhi persepsi.
c. Adapun faktor lain mempengaruhi tanggapan seseorang adalah faktor pribadi
dan sosial yakni:
 Faktor-faktor ciri khas dari objek stimulus, yang terdiri dari nilai, arti,
kedekatan dan intensitas.
 Faktor-faktor pribadi di dalamnya ciri khas individu seperti: taraf
kecerdasannya, minat, emosionalitas dan lain sebagainya.
 Faktor pengaruh kelompok artinya respon orang lain dapat memberikan
arah kesatuan tingkah laku yang diterima.

14
BAB III
FANTASI

Definisi Fantasi
Fantasi adalah kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau
bayangan baru. Dengan kekuatan fantasi manusia dapat melepaskan diri dari
keadaan yang dihadapinya dan menjangkaunya ke depan (keadaan mendatang).
Menurut Robert W. Crapps fantasi merupakan imaginasi yang bergerak bebas, dan
tidakk terikat pada perilaku dan secara relatif tidak terbebani oleh ingatan. Fantasi
dapat mencakup: mimpi sadar di siang hari, teman baik bayangan anak-anak, atau
dunia rumit dan pribadi orang yang tidak waras mental. Dalam buku “Psychology
of CG Jung”, Jung memberi tempat yang khusus pada aktivitas kreatif dari fantasi.
Menurut Jung, pandangan bahwa inspirasi dari suatu kreativitas adalah monopoli
dari jenis intuisi, yaitu bahwa setiap seniman harus memiliki intuisi secara alami
sebagai fungsi utama dalam berkarya kreatif adalah fantasi. Para kritikus
mendefinisikan fantasi sebagai menciptakan sebuah dunia yang memiliki elemen-
elemen yag bukan bagian dari dunia nyata. Dunia tersebut mungkin saja berupa
dunia paralel, bumi pada masa lalu atau masa depan (Raihan & Budiman, 2018).
Fantasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang tidak
benar-benar nyata, dan hanya ada didalam pikiran saja (imajinasi). Fantasi berbeda
dengan bayangan persepsi. Bayangan persepsi merupakan hasil dari persepsi,
sedangkan bayangan fantasi merupakan hasil dari fantasi. Dalam berfantasi akan
membuat seorang individu kreatif dalam imajinasinya, namun terlalu berlebihan
dalam berfantasi juga menimbulkan dampak buruk berupa sulit dalam menghadapi
hal di dunia nyata.
Fantasi ialah kemarnpuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau
bayangan-bayangan baru. Dengan adanya fantasi manusia dapat melepaskan
dirinya dari keadaan yang dihadapinya dan membayangkan masa depan. Fantasi
dapat terjadi secara disadari yaitu ketika individu benar-benar menyadari
fantasinya. Contohnya seorang pelukis yang sedang membayangkan apa yang akan
dilukiskan sesuai dengan kemampuan fantasinya. Kemudian ada juga fantasi yang
tidak disadari yaitu ketika seorang individu tidak sadar telah dituntun oleh

15
fantasinya. Hal ini sering terjadi pada anak-anak. Anak-anak sering mengemukakan
hal-hal yang bersifat fantasi, walaupun ia tidak ada niat atau maksud untuk
berbohong. Contohnya ketika seorang anak memberikan berita yang tidak sesuai
dengan kenyataan, walaupunia tidak ada niat untuk berbohong. Secara tidak sadar
anak itu telah dituntung oleh fantasinya sendiri. Fantasi berbeda dengan ilusi.
Perlihatan ilusi terjadi ketika adanya perbedaan antara kenyataan dengan
representasi persepsi seseorang (Santrock, 2005).

Macam-Macam Fantasi
Secara umum fantasi merupakan aktivitas yang menciptakan, yang kemudian
dibagi menjadi fantasi yang diciptakan dan fantasi yang dituntun atau dipimpin.
a. Fantasi yang menciptakan, yaitu merupakan bentuk fantasi yang menciptakan
sesuatu. Contohnya seorang designer merancang gaun sesuai dengan
fantasinya.
b. Fantasi yang dituntun atau dipimpin, yaitu bentuk fantasi yang dituntun oleh
pihak lain. Contohnya ketika seseorang menonton film superhero, maka
orang tersebut dapat mengikuti apa yang dilihatnya dan berfantasi tentang
keadaan atau tempat-tempat lain dengan perantara film, sehingga dengan
demikian fantasi seseorang dituntung oleh film superhero tersebut.

Adapun pendapat lainnya ada 6 macam fantasi:


a. Fantasi disadari: fantasi yang terjadinya disadari oleh individu yang
bersangkutan. Misal: seseorang sedang berimajinasi tentang suatu kejadian
untuk novelnya.
b. Fantasi yang tidak disadari: fantasi yang terjadinya tanpa disadari atau
disengaja oleh yang bersangkutan. Fantasi semacam ini terjadi pada anak-
anak, yang kadang-kadang menimbulkan dusta semu pada anak tersebut.
c. Fantasi aktif: fantasi yang terjadinya melibatkan secara aktif gejala-gejala
jiwa lainnya seperti pikiran, kemauan, perasaan, dan lainnya.
d. Fantasi pasif: fantasi yang terjadinya tidak melibatkan gejala-gejala jiwa
lainnya secara pasif. Pada fantasi pasif seolah-olah kesadaran dibiarkan untuk
tempat bermainnya daya fantasi.

16
e. Fantasi mencipta: fantasi aktif yang mampu menghasilkan karya kreatif
misalnya lagu, lukisan, cerpen, novel, dsb.
f. Fantasi tuntunan: fantasi aktif yang yang terjadinya di bawah tuntunan
sesuatu misalnya fantasi yang timbul pada saat membaca novel, melihat film,
mendengarkan lagu, dsb.

Dilihat dari cara orang berfantasi, dapat dibedakan menjadi fantasi yang
mengabstraksi, fantasi yang mendeterminasi, dan fantasi yang mengombinasi.
a. Fantasi yang mengabstraksi
Fantasi yang mengabstraksi yaitu cara orang berfantasi dengan
mengabstraksikan beberapa bagian, sehingga ada bagian-bagian yang
dihilangkan. Contonya ketika seorang anak yang beum pernah melihat gurun
pasir maka ia akan menjelaskan gurun pasir dengan hasil persepsinya yaitu
dengan lapangan. Dalam mengabstraksikan lapangan sebagai gurun pasir
tetapi tanpa pohon dan tanahnya pasir, bukan rumput.
b. Fantasi yang mendeterminasi
Fantasi yang mendeterminasi yaitu cara orang berfantasi dengan
mendeterminasi terlebih dahulu. Contohnya seorang anak yang belum pernah
melihat harimau, maka ia membayangkan seekor harimau dengan seekor
kucing namun dengan bentuk yang lebih besar.
c. Fantasi yang mengombinasi
Fantasi yang mengombinasi yaitu cara orang berfantasi dengan
mengombinasi pengertian-pengertian atau bayangan-bayangan yang
bersangkutan. Misalnya berfantasi tentang ikan duyung, yaitu diganbarkan
dengan badan dan kepala seorang wanita, sedangkan tubuhnya berupa ikan.
Maka adanya kombinasi antara kepala manusia dan badan ikan. Contoh lain
ketika seseorang membuat rumah dengan kombinasi model eropa dengan atap
minangkabau.

Jika dibandingkan dengan kemampuan-kemampuan jiwa yang lain, fantasi


lebih bersifat subjektif. Bayangan yang ditimbulkan dari fantasi disebut bayangan
fantasi. Bayangan fantasi berlainan dengan bayangan persepsi. Bayangan persepsi
merupakan hasi persepsi, sedangkan bayangan fantasi adalah hasil dari fantasi.

17
Dengan kekuatan fantasi seseorang dapat menjangkau ke depan, maka dari itu
fantasi mempunyai peran penting bagi kehidupan setiap individu. Dengan fantasi
pula seseorang dapat menambah bayangan-bayangan atau tanggapan-tanggapan,
sehingga dengan demikian akan menambah bahan bayangan yang ada pada
individu. Namun dengan demikian, tidak berarti bahwa fantasi mempunyai
keburukan. Keburukan dari berfantasi secara berlebih yaitu seseorang dapat
meninggalkan alam kenyataannya karena terlalu larut dalam fantasinya. Selain itu
fantasi juga dapat menimbulkan kedustaan, takhayul dan sebagainya.

Fungsi Fantasi
Ada beberapa fungsi dari fantasi, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Fantasi memungkinkan orang menetapkan diri dalam hidup kepribadian
orang lain.
2. Fantasi memungkinkan orang untuk menyelami sifat-sifat kemanusiaan pada
umumnya.
3. Fantasi meyakinkan orang untuk melepaskan diri dari ruang dan waktu.
4. Fantasi memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari kesukaran yang
dihadapi.
5. Fantasi memungkinkan orang untukmenciptakan sesuatu yang dikejar,
membentuk masa depan yang ideal dan berusaha merealisasikannya.
6. Fantasi memungkinkan orang untuk menyelesaikan konflik rill secara
imaginer, sehingga dapat mengurangi ketegangan psikis dan menjaga
keseimbangan batin.

Manfaat Fantasi dalam Pendidikan


Manfaat fantasi dalam Pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengajarkan pada anak sejarah ilmu bumi, mendongeng ilmu alam dan
sebagainya.
b. Kita tidak akan tergesa-gesa menghukum karena menghukum karena dusta
anak, sebab hal itu bukan disengaja oleh anak tapi terbawa oleh
perkembangannya.
c. Membentuk watak anak-anak.

18
d. Sebagai alat pengajaran kinder garten frobel dengan maksud agar fantasi anak
dapat berkembang dengan baik dan leluasa.

Bahayanya fantasi diantaranya:


a. Kalau orang sering dan berlebih lebihan pergi ke dunia fantasi yang indah-
indah karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup, orang akan mudah
putus asa, karena kecewa pada waktu ia kembali ke dunianya yang
sebenarnya.
b. Juga dengan fantasi orang mudah sekali berdusta. Karena ia dikuasai
fantasinya, lebih-lebih pada anak-anak.
c. Dalam merencanakan hidup di hari tua nanti, mudah sekali orang tergelincir
ke rencana yang berlebih-lebihan sehingga besar pasak dari pada tiangnya.
d. Fantasi yang tanpa pimpinan dan penjagaan akan mudah sekali menjadi
fantasi yang jauh dan liar.

19
BAB IV
MEMORI

Pengantar dan Pengertian Memori


Memori memberikan bermacam-macam arti bagi para ahli. Pada umumnya
para ahli memandang memori sebagai hubungan antara pengalaman dan masa
lampau. Dengan adanya kemampuan mengingat pada manusia, hal ini
menunjukkan bahwa manusia mampu menerima, menyimpan, dan menimbulkan
kembali pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Apa yang telah pernah dialami
oleh manusia tidak seluruhnya hilang, tetapi disimpan dalam jiwanya, dan apabila
diperlukan hal-hal yang disimpan itu dapat ditimbulkan kembali dalam alam
kesadaran. Tetapi inipun tidak berarti bahwa semua yang telah pernah dialami itu
akan tetap tinggal seluruhnya dalam ingatan dan dapat seluruhnya ditimbulkan
kembali.
Memori adalah suatu bentuk kompetensi; tanpa memori, kita selemah bayi
yang baru lahir, tidak mampu melakukan aktivitas yang paling mudah sekalipun di
dalam keseharian kita. Memori juga memungkinkan kita memiliki identitas diri.
Memori merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk
menerima atau memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan menimbulkan
kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau (Woodworth dan Marquis).

Teori – Teori Memori


Teori memori penyimpanan ganda
Atkinson dan Shiffrin mengemukakan bahwa memori terdiri dari tiga
penyimpanan, yaitu daftar sensori, penyimpanan pendek dan penyimpanan jangka
panjang. Daftar sensori memiliki kapasitas besar, namun informasi dalam
penyimpanan ini hilang dengan cepat dan digantikan informasi baru yang serupa.
Daftar ini merepresentasi informasi secara ikonik yang memungkinkan data visual
yang dsajikan secara singkat disimpan dalam memori untuk diproses nantinya.
Terdapat representasi – representasi lain, seperti memori pantul (echoic) untuk
mendengar. Model penyimpanan ganda merupakan teori memori yang masuk akal

20
dan memberikan kerangka kerja yang dapat diuji untuk penelitian selanjutnya.
Meski demikian, ada beberapa kelemahan secara prinsip berkaitan dengan
penekanan pada aspek – aspek struktural memori, bukan pada proses – proses yang
terlibat di dalamnya. Contoh, memisahkan penyimpanan jangka pendek dan
panjang berdasarkan pengodean yang berbeda, penarikan atau struktur – struktur
otak. Satu cara mengatasi hal tersebut yang berbeda, penarikan, atau struktur –
struktur otak. Satu cara mengatasi hal tersebut adalah dengan memandang STM
sekadar sebagai bagian dari revisi model penyimpanan ganda seperti model
memori.

Teori dua proses


Teori dua proses menyatakan bahwa ingatan terdiri dari dua tahap, yaitu tahap
pertama adalah pencarian dan penarikan, yang kedua adalah pengenalan. Karena
ingatan melibatkan satu proses tambahan, maka asumsinya ingatan akan lebih
mudah mengalami kesalahan atau kegagalan penarikan ketimbang pengenalan yang
hanya memiliki satu tahap tunggal dimana kesalahan dapat terjadi.

Pada kelupaan terdapat dua teori, yaitu:

Teori atropi
Teori ini sering disebut dengan teori disense atau teori disuse, yaitu suatu teori
mengenai kelupaan yang menitik beratkan pada lama interval. Menurut teori ini
kelupaan terjadi karena jejak – jejak ingatan atau memory traces telah lama tidak
ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran. Karena yang disimpan telah lama tidak
ditimbilkan kembali, maka memory traces makin lama makin mengendap, hingga
pada akhirnya orang akan mengalami kelupaan. Teori ini sebenarnya lebih
bersumber pada aspek fisiologis, yaitu apabila otot–otot telah lama tidak digunakan,
maka otot – otot tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, yang
akhirnya dapat mengalami kelumpuhan, demikian pula halnya dengan ingatan.
Eksperimen Ebbinghaus dan Bores lebih menunjukkan keadan semacam ini.

Teori interfensi
Teori ini lebih menitikberatkan pada isi interval. Menurut teori ini kelupaan
itu terjadi karena memory traces saling bercampur satu dengan yang lain dan saling
mengganggu, saling berinterferensi sehingga hal ini dapat menimbulkan kelupaan.

21
Jadi kalau seseorang mempelajari suatu materi, kemudian mempelajari materi yang
lain, maka materi – materi itu akan saling mengganggu hingga menimbulkan
kelupaan. Teori interferensi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interferensi yang
proaktif dan interferensi yang retroaktif.
Interferensi yang proaktif adalah interferensi yang terjadi bahwa materi yang
mendahului akan mengganggu materi yang kemudian dan ini dapat menimbulkan
kelupaan. Interferensi yang retroaktif yaitu interferensi yang terjadi bahwa materi
yang dipelajari kemudian dapat menginterferensi materi yang dipelajari lebih
dahulu.

Teori skema
Skema adalah model atau representasi mental yang digunakan untuk
mengasimilasi, mengorganisasi, dan menyederhanakan pengetahuan. Skema
berkembang melalui pengalaman dan unik pada setiap individu. Karena interpretasi
dan memori kita tentang berbagai peristiwa berhubungan dengan skema – skema
ini maka orang kerap memiliki ingatan yang berbeda tentang peristiwa yang sama.
Skema memungkinkan kita mengambil jalan pintas dalam menginterpretasikan
informasi. Meski demikian, jalan pintas ini dapat berarti bahwa kita mengabaikan
informasi yang relevan dan memilih informasi yang membenarkan keyakinan –
keyakinan yang kita miliki. Ini artinya skema dapat berkontribusi pada stereotip dan
menyesatkan dengan menjadikannya sulit untuk mempertahankan informasi baru
yang tidak sesuai dengan skema yang sudah terbentuk.
Karena teori skema fokus pada suatu kumpulan pengalaman, teori tersebut
memiliki kesulitan – kesulitan dalam menjelaskan contoh – contoh dimana muncul
ingatan yang sangat rinci dan akurat tentang peristiwa yang unik.

Jenis-Jenis Memori
Memori dibagi menjadi 3 jenis atau disimpan dalam 3 jenis sistem
penyimpanan informasi, yaitu memori sensori (sensory memory), memori jangka
pendek (short term memory), dan memori jangka panjang (long term memory).
1. Memori Sensoris
Memori sensoris adalah ingatan yang berkaitan dengan penyimpanan
informasi sementara yang dibawa oleh pancaindera. Setiap pancaindera

22
memiliki satu macam memori sensoris. Memori Sensoris adalah informasi
sensoris yang masih tersisa sesaat setelah stimulus diambil. Jadi, di dalam diri
manusia ada beberapa macam sensori-motorik, yaitu sensori-motorik visual
(penglihatan), sensori-motorik audio (pendengaran), dansebagainya.
Memori sensorik cukup pendek, dan biasanya akan menghilangsegera setelah
apa yang kita rasakan berakhir. Sebagai contoh, ketika anda melihat. Kita
melihat ratusan hal ketika berjalan selama beberapa menit. Meskipun
perhatian tertuju oleh sesuatu yang anda lihat, itu segera terlupakan oleh
sesuatu yang lain yang menarik perhatian anda di antara sekian banyak yang
ditangkap indera penglihatan.
Ketika kita mendengar sesuatu, melihat sesuatu, atau meraba sesuatu,
informasi-informasi dari indera-indera itu diubah dalam bentuk impuls-
impuls neural (bentuk neuron) dan dikirim ke bagian-bagian tertentu dari
otak. Proses tersebut berlangsung dalam sepersekian detik.
2. Ingatan Jangka Pendek
Ingatan jangka pendek atau sering disebut dengan short-term memory
atau working memory adalah suatu proses penyimpanan memori sementara,
artinya informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama informasi
tersebut masih dibutuhkan. Ingatan jangka pendek adalah tempat kita
menyimpan ingatan yang baru saja kita pikirkan. Ingatan yang masuk dalam
memori sensoris diteruskan kepada ingatan jangka pendek. Ingatan jangka
pendek berlangsung sedikit lebih lama dari memori sensoris, selama anda
menaruh perhatian pada sesuatu, anda dapat mengingatnya dalam ingatan
jangka pendek.Dari ingatan jangka pendek ini, ada sebagian materi yang
hilang, sebagian lagi diteruskan ke dalam ingatan jangka panjang. Jika kita
mengingat kembali akan suatu informasi, informasi dari ingatan jangka
panjang tadi akan dikembalikan ke ingatan jangka pendek.
3. Ingatan Jangka Panjang
Ingatan jangka panjang (long term memory) adalah suatu proses
memori atau ingatan yang bersifat permanen, artinya informasi yang
disimpan sanggup bertahan dalam waktu yang sangat panjang. Kapasitas
yang dimiliki ingatan jangka panjang ini tidak terbatas. Memori jangka

23
panjang adalah gudangnya informasi yang dimiliki oleh manusia. Ingatan
jangka panjang berisi informasi dalam kondisi psikologis masa lampau, yaitu
semua informasi yang telah disimpan, tetapi saat ini tidak sedang dipikirkan.
Informasi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang diduga dapat
bertahan dalam waktu yang panjang bahkan selamanya. Kehilangan ingatan
pada ingatan jangka panjang ini hanya dimungkinkan apabila seseorang
mengalami kerusakan fungsional dari sistem ingatannya. Contohnya adalah
ketika kita mengalami sesuatu hal yang sangat amat membuat hati kita sakit
ataupun sedih sehingga membuat kejadian tersebut tidak bisa kita lupakan
sampai kapanpun karena mengandung arti yang sangat berarti bagi kita.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori


Kuat atau lemahnya memori seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah
satunya adalah kondisi fisik. Di antara kondisi fisik yang sangat berpengaruh dalam
mengingat adalah kekurangan tidur dan sakit. Seseorang yang dalam kondisi lelah,
kurang tidur, dan sakit akan mengalami kesulitan untuk mengingat sesuatu. Faktor
lain juga mempengaruhi ingatan adalah usia. Ingatan yang paling kuat terjadi pada
anak-anak, yaitu pada usia 10-14 tahun. Sedangkan orang yang lanjut usia akan
mengalami kesulitan jika diminta untuk mengingat apa yang sudah dipelajarinya
ataupun dialaminya. Adapun faktor-faktor yang ternyata dapat mempengaruhi daya
kerja memori, antara lain:
1. Faktor usia, ingatan paling tajam pada diri manusia kurang-lebih pada masa
kanak-kanak (10-14 tahun) dan ini berlaku untuk ingatan yang bersifat
mekanis yakni ingatan untuk kesan-kesan penginderaan. Sesudah usia
tersebut kemampuan untuk mencamkan dalam ingatan juga dapat dipertinggi
akan tetapi untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian (daya ingatan
logis) dan ini berlangsung antara usia 15-50 tahun.
2. Kondisi fisik, misalnya kelelahan, sakit dan kurang tidur dapat menurunkan
daya kerja atau prestasi ingatan.
3. Faktor emosi. Dalam hal ini seseorang akan mengingat sesuatu lebih baik,
apabila peristiwa-peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan, sedangkan
kejadian yang tidak menyentuh emosi seringkali diabaikan.

24
4. Minat dan Motivasi. Dalam pengalaman sehari-hari, kita sering mengamati
remaja yang tidak lupa suatu lirik lagu walaupun dalam bahasa asing. Orang-
orang yang sering bepergian, mempunyai ingatan tentang ilmu bumi yang
jauh lebih baik daripada yang tidak pernah kemana-mana. Artinya di sini
seseorang yang mengingat segala sesuatu tentang hal yang disukainya jauh
lebih baik dari pada hal yang tidak disukainya. Jelaslah minat sangat
meningkatkan motivasi dan pada gilirannya akan meningkatkan daya ingat.
Menurut Paris dan Tuner bahwa lingkungan dapat meningkatkan motivasi
seoarang siswa untuk mempelajari hal-hal tertentu atau berprilaku dalam
cara-cara tertentu. Jadi motivasi akan meningkatkan rasa ingin tahu dan
menyimpannya ke dalam memori sebagai hasil belajar yang sangat bermakna
untuk diungkapkan kembali.
Selain itu, ada yang dinamakan skema. Skema adalah model atau representasi
mental yang digunakan untuk mengasimilasi, mengorganisasi, dan
menyederhanakan pengetahuan. Skema berkembang melalui pengalaman dan unik
pada setiap individu. Karena interpretasi dan memori kita tentang berbagai
peristiwa berhubungan dengan skema-skema ini maka orang-orang kerap memiliki
ingatan yang berbeda tentang peristiwa yang sama. Terdapat tiga kategori utama
skema: skema orang, skema diri, dan naskah.
Dalam hal ini, skema termasuk dalam faktor-faktor yang mempengaruhi
memori. Naskah dan skema dapat mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan
sistematik dalam ingatan. Informasi yang sesuai dengan suatu skema akan lebih
mungkin diingat ketimbang informasi yang tidak sesuai.
Skema mempengaruhi memori sejak dini dalam hidup kita: Martin dan
Halverson menemukan bahwa anak-anak kerap mengubah jenis kelamin aktor yang
melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak konsisten dengan jenis kelaminnya ketika
mengingat film-film yang dipertontonkan sebelumnya.
Efek-efek menyimpangkan skema dapat berupa perubahan-perubahan
konstruktif, terjadi pada tahap pengodean, atau rekonstruktif, terjadi pada tahap
penarikan. Kendati demikian, sulit untuk menentukan secara pasti kapanperubahan-
perubahan ini terjadi - perubahan-perubahan ini bahkan dapat terjadi pada kedua
tahap tersebut.

25
BAB V
BERPIKIR

Pengertian Berpikir
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau
secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau
manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang
disimpan dalam long-term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi
simbol dari beberapa peristiwa atau item dalam dunia. Berpikir juga dapat
dikatakan sebagai proses yang memerantarai stimulus dan respons (Morgan dkk.).
Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan
tetapi, pikiran manusia, walaupun tidak dapat dipisahkan dari aktivitas kerja otak,
lebih dari sekadar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga
melibatkan seluruh pribadi manusia serta perasaan dan kehendak manusia.
Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek tertentu, menyadari
kehadirannya seraya secara aktif menghadirkannya dalam pikiran kemudian
mempunyai gagasan atau wawasan tentang objek tersebut.
Berpikir juga berarti berusaha secara mental untuk memahami sesuatu yang
dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam
berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang,
menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan,
memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat
kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis, menalar atau
menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada, menimbang, dan memutuskan.

Karakteristik Berpikir
Berpikir biasanya dihubungkan dengan jalan berpikir kritis. Karakteristik
yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Barry K. Beyer sebagai
berikut:
a. Watak (dispositions)

26
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai
sikap skeptis (tidak mudah percaya), sangat terbuka, menghargai kejujuran,
respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan
ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan
berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan.
Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan
atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa
sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila
kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada
relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti,
tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan
pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-
data. Namun, secara umum argumen dapat diartikan sebagai alasan yang
dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian,
atau gagasan. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan,
penilaian, dan menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau
beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara
beberapa pernyataan atau data
e. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau landasan yang digunakan
untuk menafsirkan sesuatu dan yang akan menentukan konstruksi makna.
Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang atau menafsirkan
sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural.
Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan masalah, menentukan

27
keputusan yang akan diambil, dan mengindentifikasikan asumsi atau
perkiraan-perkiraan.

Komponen Berpikir
Berpikir merupakan bentuk representasi mental. Sebagai bentuk representasi
mental, berpikir memiliki beberapa komponen yang berkaitan dan dapat membantu
dalam memunculkan berpikir itu sendiri. Komponen tersebut diantaranya adalah:
1. Konsep
Konsep adalah kategori mental yang mengelompokkan sejumlah objek,
hubungan, aktivitas, abstraksi, atau kualitas yang memiliki kesamaan
properti, berdasarkan karakteristrik tertentu. Objek yang digolongkan ke
dalam suatu konsep memiliki suatu kemiripan. Sebagai contoh, golden
retriever, cocker spaniel, dan border collie merupakan contoh dari konsep
‘anjing’; marah, senang, dan sedih merupakan contoh dari konsep ‘emosi’.
Konsep dapat menyederhanakan serta merangkum informasi mngenai
berbagai hal sehingga kita bisa mengorganisasikan informasi-informasi
tersebut dan mengambil keputusan dengan cepat dan efisien.
2. Konsep Dasar
Konsep dasar yaitu konsep yang memiliki sejumlah contoh sedang
(moderate) dan lebih mudah diperoleh dibandingkan konsep yang memiliki
jumlah contoh yang lebih sedikit atau lebih banyak. Anak-anak lebih
mempelajari konsep pada tingkat dasar terlebih dahulu ketimbang pada
tingkat yang lainnya, dan orang dewasa lebih sering menggunakan konsep
dasar ketimbang konsep lainnya, karena konsep dasar memberikan jumlah
informasi optimal yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam sebagian besar
situasi.
3. Prototipe
Kualitas yang diasosiasikan dengan suatu konsep tidak harus dapat
diaplikasikan pada semua contoh: tidak semua apel berwarna merah; tidak
semua anjing menggonggong; tidak semua burung terbang atau hinggap di
pohon. Meskipun demikian, semua konsep memiliki kemiripan. Pada saat kita
harus memutuskan apakah suatu hal termasuk ke dalam suatu konsep atau

28
tidak, kita cenderung untuk membandingkan hal tersebut dengan prototipe,
yakni contoh yang merepresentasikan suatu konsep. Sebagai contoh, jenis
anjing manakah yang lebih mewakili konsep 'anjing', golden retriever atau
Chihuahua? Manakah yang lebih mewakili buah, apel atau nanas? Aktivitas
manakah yang lebih mewakili kegiatan olahraga, sepak bola atau angkat
beban? Sebagian besar orang dalam suatu budaya dapat dengan mudah
memberi tahu kita objek-objek mana yang paling mewakili konsep, atau yang
lebih bersifat prototipe (prototypical).
4. Proposisi
Konsep merupakan potongan yang membangun pikiran kita, tetapi
potongan-potongan tersebut menjadi tidak berguna bila kita menyimpannya
hanya secara mental. Selain menyimpan, kita juga harus mengembangkan
hubungan antar potongan-potongan konsep yang kita miliki. Salah satu cara
melakukan hal tersebut adalah melalui proses penyimpanan dan penggunaan
proposisi, yakni unit yang memiliki makna dan tercipta dari berbagai konsep
serta menggambarkan suatu ide yang utuh. Proposisi dapat menggambarkan
berbagai macam pengetahuan ("Hortense memelihara anjing jenis border
collie") atau menggambarkan keyakinan (anjing jenis bonder collie
merupakan jenis anjing yang pintar). Nantinya, proposisi-proposisi tersebut
akan saling terhubung di dalam sebuah jejaring pengetahuan, asosiasi, dan
harapan yang rumit.
5. Skema Kognitif
Jejaring tersebut oleh para ahli psikologi disebut sebagai skema kognitif
yang berfungsi dalam mental kita sebagai model dari berbagai aspek di dunia.
Sebagai contoh, skema gender merupakan representasi yang dimiliki
seseorang yang berkaitan dengan keyakinan dan harapan mengenai cara
hidup sebagai scorang pria atau wanita. Selain skema gender, orang-orang
juga memiliki skema mengenai kebudayaan, pekerjaan, hewan, lokasi
geografis, dan berbagai aspek sosial dan lingkungan lainnya.
6. Kesan Mental

29
Kesan mental (mental images)-terutama kesan visual, gambar yang
terdapat dalam pikiran- merupakan hal yang penting dalam proses berpikir
dan proses konstruksi skema kognitif. Walaupun tidak ada manusia yang
mampu melihat secara langsung kesan visual manusia lainnya, para ilmuwan
psikologi mampu mempelajari hal tersebut secara tidak langsung. Salah satu
metode yang digunakan adalah dengan mengukur berapa lama seseorang
mampu merotasi sebuah gambar dalam pikiran mereka, melihat dari satu titik
ke titik lainnya dalam sebuah gambar atau menghapus beberapa detail dari
satu gambar. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kesan, atau
gambaran, visual serupa dengan gambaran yang ada pada layar komputer.
Kita dapat memanipulasi kesan yang muncul dalam "ruang" mental kita, di
mana kesan yang lebih kecil akan memiliki detail lebih sedikit dibandingkan
kesan yang lebih besar. Kebanyakan orang juga melaporkan adanya kesan
pendengaran (contohnya lagu, slogan, atau puisi yang kita dengar dalam
pikiran kita), dan sebagian lainnya melaporkan adanya kesan pada indera
sensorik lainnya, sepert pengecapan, sentuhan, bau dan rasa sakit. Sebagian
orang bahkan memiliki kesan kinestetik yakni perasaan imajiner terkait otot
dan sendi.
7. Proses Berpikir Bawah Sadar (Subconscious)
Beberapa proses kognitif terjadi di luar kesadaran. Namun, apabila
dibutuhkan, proses tersebut dapat dengan mudah dipindah pada tataran sadar
(conscious). Proses bawah sadar memampukan kita menangani informasi atau
tugas-tugas yang jauh lebih rumit dibandingkan informasi atau tugas- tugas
yang kita tangani melalui proses berpikir pada tataran conscious.Bayangkan
aktivitas-aktivitas rutin yang kita lakukan secara otormatis tanpa perlu
"berpikir", meskipun aktivitas-aktivitas tersebut pada awalnya merupakan
aktivitas-aktivitas yang memerlukan perencanaan yang matang: menjahit,
mengetik, mengemudi, menguraikan huruf-huruf dalam sebuah surat
sehingga kita bisa membaca surat tersebut.
8. Proses Luar Sadar (Nonconscious)
Proses mental yang terjadi di luar kesadaran (nonconscious), dan tidak
dapat diakses pada tataran sadar (conscious). Sebagai contoh, kita semua

30
pernah merasakan pengalaman unik ketika solusi dari suatu permasalahan
secara tiba-tiba muncul dalam pikiran kita, justru setelah kita menyerah
memikirkan solusi tersebut. Dengan adanya insight yang muncul tiba-tiba
tersebut, kita dapat memecahkan suatu masalah matematika merakit lemari,
atau menyelesaikan puzzle tanpa mengetahui bagaimana kita mampu
menemukan ide atau solusi tersebut. Serupa dengan hal itu, banyak orang
mengatakan bahwa mereka cenderung mengikuti intuisi daripada proses
berpikir sadar dalam membuat penilaian dan mengambil keputusan.
9. Pembelajaran Implisit
Pembelajaran yang terjadi pada saat kita memperoleh pengetahuan
mengenai sesuatu, namun kita tidak menyadari cara kita memperoleh
pengetahuan tersebut, dan kita tidak mampu menjelaskan dengan baik
bagaimana kita mempelajari pengetahuan tersebut. Terkadang kita dapat
memecahkan suatu masalah atau mempelajari suatą kemampuan baru tanpa
melewati tingkatan kedua sama sekali. Sebagai contoh, beberapa orang
menemukan strategi yang tepat untuk memenangkan permainan kartu tanpa
pernah mengetahui secara sadar bagaimana mereka dapat melakukan hal
tersebut, Psikolog menyebut fenomena ini sebagai pembelajaran implisit,
suatu proses pembelajaran di mana kita mempelajari peraturan atau
melakukan perilaku adaptif (dengan ataupun tanpa sebuah intensi sadar);
namun kita tidak mampu menjelaskan kepada diri kita sendiri dan orang lain
bagaimana kita mempelajarinya serta tidak mengetahui apa persisnya yang
kita pelajari. Banyak kemampuan kita, seperti berbicara dalam bahasa ibu
hingga berjalan meniti anak tangga, merupakan hasil pembelajaran implisit.

Jenis-Jenis Berpikir
Secara garis besar ada dua macam berpikir, yaitu berpikir autistik dan berpikir
realistis.
1. Berpikir autistik sering disebut sebagai melamun dimana dengan berpikir
autistik seseorang dapat melarikan diri nya dari kenyataan dan melihat hidup
sebgai gambran-gambaran fantasi. Contoh berpikir autistik antara lain
mengkhayal, fantasi, atau wishful thinking.

31
2. Berpikir realistik sering disebut sebagai reasoning (nalar) yaitu berpikirdalam
rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Ada tiga macam berpikir
realistis, yaitu deduktif, induktif dan evaluatif. Berikut uraiannya:
a. Berpikir Deduktif. Dilihat dari prosesnya, berpikir deduktifberlangsung
dari yang umum menuju yang khusus. Dalam cara berpikor ini, orang
bertolak dari suatu teori, prinsip, atau kesimpulan yang dianggapnya
benar dan sudah bersifat umum. Dari sana, ia menerapkannya pada
fenomena-fenomena yang khusus dan mengambil kesimpulan khusus
yang berlaku bagi fenomena tersebut. Jadi untuk lebih jelasnya berpikir
deduktif adalah mengambil keseimpulan dari dua pernyataan; yang
pertama merupakan pernyataan umum yang dalam logika disebut
silogisme. Kedua yaitu semacam kesimpulandeduksi yang tidak dapat
kita terima kebenarannya disebut silogisme semu.
b. Berpikir Induktif. Berpikir induktif adalah menarik suatu kesimpulan
umum dari berbagai kejadian (data) yang ada disekitarnya. Dasarnya
adalah observasi. Proses berpikirnya adalah sintesis. Tingkatan
berpikirnya adalah induktif. Jadi, jelas pemikiran semacam ini
mendekatkan manusia pada ilmu pengetahuan.
c. Berpikir Evaluatif. Berpikir evaluatif adalah berpikir kritis, menilai
baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir
evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan kita
menilainya menurut kriteria tertentu.

Faktor yang Mempengaruhi Berpikir


Secara sederhana, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan
proses berpikir seseorang mengenai suatu hal yang kritis. Faktor seseorang berpikir
kritis yaitu antara lain:
1. Faktor intrinsik, seperti faktor keluarga, karir masa depan, serta target pribadi.
2. Faktor ekstrinsik, seperti materi perkuliahan yang bervariasi, metode
perkuliahan, kondisi dan suasana ruang kuliah.

32
Rubenfeld dan Scheffer (2006) dalam bukunya Critical thingking Tactic for
Nurses menjelaskan “faktor yang mempengaruhi seseorang pemikir kritis adalah
genetika, konsep diri, ansietas, dan emosional lain, serta kultur, termasuk warisan
keluarga dan budaya, masyarakat dan budaya organisasi. Adapun beberapa faktor
yang mempengaruhi berpikir kritis siswa menurut pendapat ahli lainnya,
diantaranya:
1. Kondisi Fisik: menurut Maslow kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang
paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik
siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yang menuntut
pemikiran yang matang untuk memcahkan suatu masalah maka kondisiseperti
ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi danberpikir
cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadaprespon
yang ada.
2. Motivasi: motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi
adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit
tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku
tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk member
motivasi pada diri demimencapai tujuan. Motivasi yang sangat tinggi terlihat
dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil
resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah
kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan
belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, memperlihatkan
tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintauan, serta
kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3. Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan
ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Kecemasan timbul secara otomatis
jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk
menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat
konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan
terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan
hidup serta destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptive dan disfungsi

33
yang menyangkut kecemasan berat atau panic serta dapat membatasi
seseorang dalam berpikir.
4. Perkembangan Intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan
kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu
persoalan, menghubungkan suatu hal dengan yang lain dan dapat merespon
dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-
beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembangannya, semakin
bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam
kematangan proses.

34
BAB VI
INTELEGENSI

Pengertian
Inteligensi berasal dari kata Latin intelligere yang berarti mengorganisasikan,
menggabungkan atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to
bind together). Untuk memperoleh pengertian yang lebih luas dan lebih jelas
tentang inteligensi, berikut ini akan dikemukan beberapa definisi yang dirumuskan
oleh para ahli.

a. S.C. Utami Munandar


Secara umum, intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk berpikir abstrak;
2) Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar;
3) Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
b. Alfred Binet
Inteligensi mempunyai tiga aspek kemampuan, yaitu:
1) Direction, kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah yang
harus dipecahkan;
2) Adaptation, kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah
yang dihadapinya atau fleksibel dalam menghadapi masalah
3) Criticism, kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap
masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
c. Stern
Inteligensi adalah “daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru
dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya”. Pada orang yang
inteligen akan lebih cepat dalam memecahkan masalah-masalah baru apabila
dibandingkan dengan orang yang kurang inteligen. Dalam menghadapi
masalah atau situasi baru orang yang inteligen akan cepat dapat mengadakan
adjustment terhadap masalah atau situasi yang baru tersebut.

35
d. Edward Thorndike
“Intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good
responses from the standpoint of truth or fact”. Orang dianggap inteligen
apabila responsnya merupakan respons yang baik atau sesuai terhadap
stimulus yang diterimanya. Untuk memberikan respons yang tepat, individu
harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus-respons, dan hal tersebut
dapat diperoleh dari hasil pengalaman yang diperolehnya dan hasil respons-
respons yang lalu.
e. Terman
“... the ability to carry on abstract thinking”. Terman membedakan
adanya ability yang berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit, dan ability yang
berkaitan dengan hal-hal yang abstrak. Individu itu inteligen apabila dapat
berpikir secara abstrak dengan baik. Ini berarti bahwa apabila individu kurang
mampu berpikir abstrak, individu yang bersangkutan inteligensinya kurang
baik.
f. Freeman
Freeman memandang inteligensi sebagai (1) capacity to integrate
experiences; (2) capacity to learn; (3) capacity to perform tasks regarded by
psychologist as intelectual; (4) capacity to carry on abstract thinking”

Jenis-jenis Intelegensi
Gardner (dalam Gohar & Sadeghi, 2015) berpendapat bahwa kecerdasan
dapat dididik atau ditingkatkan melalui sekolah dan mereka juga perlu
dikembangkan dengan dorongan, penguatan dan instruksi yang tepat. Jadi,
sembilan jenis intelijensi adalah: Verbal / linguistik (kepekaan terhadap makna dan
sintaksis), logis-matematis (kemampuan untuk bernalar dan mengenali pola dan
keteraturan), visual / spasial (kemampuan untuk memahami dunia secara akurat),
kinestetik tubuh (kemampuan menggunakan tubuh dengan terampil), musikal
(kepekaan terhadap nada, melodi, ritme, tekanan dan nada), interpersonal
(kemampuan memahami orang dan hubungan), intrapersonal (memiliki
keterampilan mengetahui diri dan mengembangkannya), naturalis (keterampilan
dan minat pada lingkungan dan alam), dan eksistensial (kapasitas untuk menangani

36
pertanyaan mendalam, pertanyaan tentang keberadaan manusia) yang dijelaskan
secara lebih luas di bawah ini.
1. Verbal-Linguistic Intelligence: Kecerdasan ini didefinisikan oleh Gardner
sebagai kepekaan terhadap bahasa lisan dan tulisan dan menggunakan bahasa
tersebut untuk mencapai tujuan. Gardner dan Chapman dan Freeman juga
mengklaim bahwa orang-orang yang kuat dalam kecerdasan verbal-linguistik
biasanya memiliki potensi kosa kata yang baik yang memungkinkan mereka
membaca buku dan diserap dalam buku dan berprestasi baik di kelas bahasa
Inggris.
2. Logical-Mathematical Intelligence: Menurut Gardner orang-orang dengan
kemampuan logis-matematis yang kuat memiliki perasaan yang tajam tentang
objek dan ketertiban. Armstrong mengatakan kecerdasan ini adalah
"pemahaman dan penggunaan struktur logis, termasuk pola dan hubungan
serta pernyataan dan proposisi, melalui eksperimen, kuantifikasi,
konseptualisasi, dan klasifikasi".
3. Visual-Spatial Intelligence: McKenzie mendefinisikan kecerdasan visual-
spasial sebagai kemampuan untuk belajar secara visual dan mengatur ide-ide
secara spasial. Sebagai contoh, lihat konsep dalam tindakan untuk memahami
mereka dan juga kemampuan untuk "melihat" hal-hal dalam pikiran
seseorang dalam perencanaan untuk membuat produk atau memecahkan
masalah. Oleh karena itu, mereka yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi ini
memiliki kemampuan untuk menggunakan bentuk, warna, grafik, dan ruang
serta menggunakan citra mental mereka untuk memahami orientasi ruang.
4. Musical-Rhythmic Intelligence: Kecerdasan ini dianggap oleh Lazear sebagai
pengetahuan yang terjadi melalui pendengaran, suara, pola getaran, pola ritme
dan nada, termasuk berbagai potensi suara yang dihasilkan dengan pita suara.
Dan cara atau alat untuk memanfaatkan kecerdasan ini adalah melalui
nyanyian, alat musik, suara lingkungan, asosiasi nada dan kemungkinan
kehidupan yang berirama.
5. Bodily-Kinesthetic Intelligence: Orang-orang dengan bakat seperti itu peka
terhadap waktu dan terampil dalam menggunakan gerakan seluruh tubuh
secara terkoordinasi dan juga pandai memanipulasi objek dengan

37
menggunakan tangan mereka. Orang-orang semacam itu memiliki kendali
atas gerakan tubuh mereka dan mampu menangani objek dengan cara yang
terampil. McKenzie mengatakan kecerdasan ini memungkinkan kita untuk
belajar melalui interaksi dengan lingkungan seseorang dan dia menyatakan
bahwa itu bukan bidang pelajar yang "terlalu aktif" dan mempromosikan
pemahaman melalui pengalaman nyata.
6. Interpersonal Intelligence: Armstrong menganggap ini sebagai kemampuan
untuk memperhatikan dan membuat perbedaan di antara individu lain
sehubungan dengan suasana hati, temperamen, motivasi, niat dan untuk
menggunakan informasi ini dengan cara pragmatis, seperti membujuk,
mempengaruhi, memanipulasi, menengahi, atau menasihati individu atau
kelompok individu untuk suatu tujuan. Perlu juga disebutkan bahwa intelijen
ini akan menghasilkan kolaborasi kooperatif dan bekerja dengan orang lain.
7. Kecerdasan Intrapersonal: Kemampuan semacam itu memberdayakan
individu untuk memahami perasaan, kepanikan dan motif mereka dan
terutama didasarkan pada pemeriksaan individu dan pengetahuan perasaan
mereka sendiri. mengatakan kecerdasan ini mencakup pengetahuan diri yang
Weber akurat, akses ke perasaan seseorang dan kemampuan untuk
membedakan di antara mereka dan kemampuan untuk memanfaatkan
perasaan seseorang untuk mengarahkan perilaku.
8. Naturalist Intelligence: McKenzie mengatakan bahwa kecerdasan ini
memungkinkan seseorang untuk memilih perbedaan makna yang halus.
Armstrong mendefinisikan kecerdasan ini sebagai "kapasitas untuk
mengenali dan mengklasifikasikan berbagai spesies flora dan fauna di
lingkungan seseorang dan kemampuan untuk merawat, menjinakkan, atau
berinteraksi secara halus dengan makhluk hidup, atau dengan seluruh
ekosistem" . Memiliki kecerdasan seperti itu menunjukkan bakat kita untuk
membedakan antara makhluk hidup (tanaman, hewan, dll.) Dan juga
kepekaan kita terhadap ciri-ciri dunia lainnya seperti mengonfigurasi awan
dan bebatuan.
9. Existential Intelligence: Dengan memiliki bakat seperti itu yang merupakan
kapasitas untuk menangani pertanyaan yang mendalam, pertanyaan tentang

38
keberadaan manusia akan muncul dalam pikiran seperti mencari maknahidup,
alasan kematian dan peran kita di dunia (McKenzie,). McKenzie menyatakan
bahwa kecerdasan ini memungkinkan kita untuk melihat "gambaran besar":
"Mengapa kita di sini?" "Apa peran saya di dunia?" "Apa tempat saya di
keluarga, sekolah, dan komunitas saya?"

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi


Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi (dalam Maftuh,
2015):
a. Pengaruh Faktor Bawaan
Penelitian tahun 1920-an menyatakan bahwa seorang anak yang
berinteligensi tinggi merupakan turunan dari orang tuanya yang berinteligensi
tinggi, juga sebaliknya anak yang lambat belajarnya karena memiliki orang
tua yang berinteligensi di bawah rata-rata. Francis Galton (1822-1911)
berpendapat inteligensi yang dimiliki seorang anak tidak sama dengan
inteligensi yang dimiliki orang tuanya. Inteligensi anak-anak cenderung
mengarah ke arah rata-rata, jika orang tuanya memiliki IQ 135 mereka
cenderung memiliki IQ lebih rendah sekitar 100-135. Jika IQ orang tuanya
64, IQ mereka cenderung lebih tinggi sekitar 64-100. Salah satu penegasan
tentang inteligensi menyebutkan bahwa inteligensi sebagai kemauan yang
dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan
cara tertentu. Karena inteligensi merupakan faktor bawaan, maka sejak dini
harus dibentuk dengan cara memberikan asupan yang baik.
b. Pengaruh Faktor Lingkungan
Salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting bagi perkembangan
anak ialah gizi yang dikonsumsi dan rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat
penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, serta stimulant
dari orang tua (khususnya pada masa-masa sebelum dan sesudah kelahiran).
Gerber dan Ware menyimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas lingkungan
rumah, cenderung semakin tinggi inteligensi yang dimiliki anak. Tiga hal
yang mempengaruhi perkembangan inteligensi anak dari lingkungan

39
keluarga; (1) Frekuensi jam membaca, (2) Reward dari orang tua, (3) Hope
dan Spirit orang tua akan prestasi anaknya.
c. Pengaruh Faktor Minat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu.
d. Pengaruh Faktor Kebebasan
Kebebasan berarti yang berarti bahwa setiap individu dapat memilih
metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah mereka. Dalam diri
manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia
untuk berinteraksi dengan dunia luar. Manusia mempunyai kebebasan
memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan
kebutuhannya.

Adapun penjelasan lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi


intelegensi (dalam Oommen, 2014):

a. Faktor Genetik
Gen kita memang memengaruhi kecerdasan dan IQ. Studi yang berbeda
telah menempatkan komponen genetik pada tingkat yang berbeda mulai dari
30-80%, tetapi disepakati bahwa tingkat pengaruh genetik meningkat dengan
bertambahnya usia, setidaknya dari masa kanak-kanak hingga dewasa awal.
Studi juga setuju bahwa proporsi variabilitas IQ antara individu dewasa yang
dapat dipertanggungjawabkan oleh gen adalah 60-80%. Struktur dan fungsi
otak kita berkontribusi pada tingkat kecerdasan kita. Fitur spesifik yang dapat
mempengaruhi IQ termasuk ukuran dan bentuk lobus frontal, jumlah darah
dan aktivitas kimia di lobus frontal, jumlah total materi abu-abu di otak,
ketebalan keseluruhan korteks dan laju metabolisme glukosa. Jalur yang
berfungsi baik berkorelasi dengan fungsi otak yang lebih baik, efisiensi otak,
dan pemrosesan informasi, yang semuanya mengarah pada skor IQ yang lebih
baik. Perlu dicatat bahwa korelasi dengan ukuran otak tidak sederhana.
Autisme juga berkorelasi dengan ukuran otak dengan cara yang kemungkinan
dikendalikan oleh gen, meskipun tentu saja ada jalur neuronal yang terganggu
pada autisme.

40
b. Faktor Lingkungan
Kita mungkin secara genetik memiliki kecenderungan terhadapvolume,
struktur, dan jalur otak tertentu, tingkat kecerdasan tertentu yang ditentukan
oleh biologi kita, tetapi seberapa banyak yang kita capai bukan berdasarkan
biologi saja. Jenis kehidupan yang kita jalani juga memengaruhikecerdasan.
Para peneliti sering mempelajari anak kembar yang telah dipisahkan
sejak lahir untuk memahami lebih lanjut peran yang dimainkan alam dan
pengasuhan dalam kecerdasan manusia. Mereka berteori bahwa jika
kecerdasan adalah murni biologis, kembar identik yang dipisahkan saat lahir
harus tetap memiliki IQ yang sama. Tapi itu tidak selalu terjadi, mereka
menemukan. Efek genetik menyebabkan anak-anak yang cerdas mencari
lingkungan yang lebih merangsang yang semakin meningkatkan IQ.
Program-program yang bertujuan untuk meningkatkan IQ kemungkinan
besar akan menghasilkan keuntungan IQ jangka panjang jika mereka
menyebabkan anak-anak tetap mencari pengalaman yang menuntut secara
kognitif. Studi terbaru menunjukkan bahwa pelatihan menggunakan memori
kerja seseorang dapat meningkatkan IQ. Tetapi tidak jelas berapa lama
perbaikan bertahan setelah pelatihan berhenti.
Perbaikan dalam kebijakan gizi telah berimplikasi pada peningkatan IQ
di seluruh dunia. Nutrisi prenatal dan awal terkait dengan struktur otak,
perilaku dan kecerdasan. Ada bukti bahwa menyediakan makanan bergizi
tinggi untuk bayi yang sangat prematur, terutama laki-laki, dapat membantu
mengurangi hilangnya ukuran otak dan IQ yang sering dialami bayi-bayi ini.
Kekurangan seng, besi, folat, yodium, B12 dan protein juga dapat
menyebabkan IQ rendah.
Beberapa faktor dapat menyebabkan gangguan kognitif yang
signifikan, terutama jika terjadi selama kehamilan dan masa kanak-kanak
ketika otak tumbuh dan penghalang darah-otak kurang efektif. Ini termasuk
polutan (mis. Timbal, merkuri, dan organ klorida), alkohol, merokok, dan
obat-obatan (marijuana, ganja, kokain). Cidera kepala dan penyakit mental
juga dapat menyebabkan gangguan kognitif.

41
BAB VII
KOGNITIF

Pengertian Kognitif
Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfikir.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu yang
berhubungan atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang
empiris. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi, baik psikologi perkembangan maupun
psikologi pendidikan. Dalam psikologi, kognitif mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental manusia yang berhubungan
dengan masalah pengertian, pemahaman, perhatian, menyangka,
mempertimbangkan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir, keyakinan dan sebaganya. Dalam istilah
pendidikan, kognitif didefinisikan sebagai satu teori di antara teori-teori belajar
yang memahami bahwa belajar merupakan pengorganisasian aspek-aspek kognitif
dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Tujuan psikologi kognitif adalah
pengetahuan bagaimana otak memanipulasi data. Secara khusus, fokusnya terletak
pada bagaimana memahami struktur-struktur yang terlibat dalam kognisi, seperti
penyaringan, leksikon dan penyimpangan, dan proses-proses yang bekerja pada
data kognitif, termasuk pengodean, hambatan, dan lupa.

Ciri Khas Ranah Kognitif


Ciri khas ranah kognitif terletak pada kinerjanya dimana memperoleh dan
menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang
dihadapi. Objek direpresentasikan atau dihadirkan melalui tanggapan gagasan,
simbol atau lambang yang tidak nampak dalam wujud nyata atau dalam arti bersifat
mental.
Peran ranah kognitif adalah untuk membantu proses kemampuan berpikir
seseorang yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat, sampai ada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut

42
seseorang untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Kognitif juga dapat membantu seseorang dalam memahami dunia sosialnya
sehingga memungkinkan seseorang dapat berinteraksi dengan tepat dalam
lingkungan sosialnya atau yang disebut dengan istilah social cognition.

Tingkatan Ranah Kognitif


Pencetus teori tentang ranah kognitif yaitu Benjamin Bloom yang
menyebutkan bahwa terdapat enam tingkatan atau jenjang dalam berpikir. Jenjang-
jenjang ini lebih popular dengan istilah Taksonomi Bloom yang disusun dari
tingkatan yang paling rendah sampai dengan tingkatan yang paling tinggi (Winkle,
2006). Jenjang-jenjang tersebut, yaitu:

EVALUASI

SINTESA

ANALISA
TAKSONOMI
BLOOM
PENERAPAN

PENGETAHUAN

PEMAHAMAN

1. Pengetahuan
Pengetahuan ini mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari
dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal tersebut meliputi fakta, kaidah dan
prinsip serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam
ingatan, akan digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat
(recall) atau mengenal kembali (recognition).

43
2. Pemahaman
Pemahaman ini mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan
arti dari bahan yang telah dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dengan menguraikan isi pokok dalam suatu bacaan, mengubah data yang
disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain.
3. Penerapan
Penerapan ini mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah
atau metode kerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru.
Adanya kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan
yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan
problem yang baru.
4. Analisa
Analisa mencakup suatu kemampuan untuk merinci suatu kesatuan
kedalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya
dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan tersebut dinyatakan dalam
penganalisisan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar
bersama dengan hubungan atau relasi antara bagian-bagian tersebut.
5. Sintesa
Sintesa ini mencakup suatu kemampuan untuk membentuk suatu
kesatuan atau pola yang baru. Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain,
sehingga terciptakan suatu bentuk yang baru. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dengan membuat suatu rencana dan mengembangkannya.
6. Evaluasi
Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat
mengenai suatu atau beberapa hal dengan pertanggungjawaban terhadap
pendapat itu yang berdasarkan kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu, seperti penilaian
terhadap pengguguran kandungan berdasarkan norma moralitas atau
pernyataan pendapat terhadap sesuatu.

44
Dalam perkembangan selanjutnya tingkatan ranah kognitif dari Bloom
direvisi oleh Anderson dan Kratwohl. Tingkatan ranah kognitif dari Bloom yang
semula ada enam tingkatan direvisi menjadi dua dimensi yaitu dimensi isi atau jenis
dan dimensi proses. Dua dimensi ini seperti yang diuraikan oleh Marzano dan
Knedall (2007).
1. Dimensi isi
Dimensi isi merupakan dimensi pengetahuan dan dalam taksonomi
yang baru pengetahuan dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu:
a. Pengetahuan faktual: unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin
ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli di bidang tersebut untuk
saling berkomunikasi dan memahami bidang itu. pengetahuan faktual
ini terdiri dari:
 Pengetahuan tentang terminologi: mencakup pengetahuan tentang
label atau simbol tertentu, baik yang bersifat verbal maupun non
verbal.
 Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur: pengetahuan
tentang kejadian tertentu, orang, waktu dan sebagainya.
b. Pengetahuan konseptual: saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar
dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.
Pengetahuan konseptual ini terdiri dari:
 Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: mencakup
pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang
berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu.
 Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup abstraksi
dari hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaiti prinsip atau
generalisasi.
 Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur: pengetahuan ini
mencakup tentang prinsip dan generalisasi dan saling keterkaitan
antar keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu
fenomena yang kompleks.

45
c. Pengetahuan prosedural: pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan
sesuatu. Pengetahuan prosedural yaitu:
 Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan
dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme:
mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang
diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang
algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu
permasalahan.
 Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan
dengan salah satu bidang tertentu: mencakup pengetahuan yang
pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau
aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu.
 Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan prosedur
tepat untuk digunakan: mencakup pengetahuan tentang kapan
suatu teknik, strategi, atau metode yang harus digunakan.
d. Pengetahuan metakognitif: mencakup pengetahuan tentang kognisis
secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.
 Pengetahuan strategic: mencakup pengetahuan tentang strategi
umum untuk belajar, berpikir dan memcahkan masalah.
 Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di dalamnya
pengetahuan tentang konteks dan kondisi yang sesuai: mencakup
pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk
mengerjakan tugas tertentu serta strategi kognitif mana yang
sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu.
 Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan tentang
kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar.
2. Dimensi Proses
Sama halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum
juga menunjukan penjenjangan dari proses kognitif yang sederhana ke proses
kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada
taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan

46
proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses
kognitif yang lebih rendah. Dimensi proses terdiri dari:
a. Mengingat (remember): menarik kembali informasi yang tersimpan
dalam memori jangka panjang. Kategori ini mencakup dua macam
proses kognitif:
 Mengenali (Recognizing): mencakup proses kognitif untuk
menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka
panjang agar dapat membandingkan dengan informasi yang baru.
 Mengingat (Recalling): m mencakup proses kognitif untuk
menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka
panjang dengan menggunakan petunjuk yang ada.
b. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki atau mengintegrasikan
pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam
pemikirian siswa. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif:
 Menafsirkan (interprenting): mengubah dari satu bentuk
informasi ke bentuk informasi lainnya.
 Memberikan contoh (examplifying): memberikan contoh dari
suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum.
 Mengklasifikasikan (classifying): mengenali bahwa sesuatu
(benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu.
 Meringkas (summarising): membuat suatu pernyataan yang
mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari
sebuah tulisan.
 Menarik inferensi (inferring): menemukan suatu pola dari
sederetan contoh atau fakta.
 Membandingkan (comparing): mendeteksi persamaan dan
perbedaan yang dimiliki dua objek atau lebih.
 Menjelaskan (explaining): Mengkonstruk dan menggunakan
model sebab-akibat dalam suatu sistem.

47
c. Mengaplikasikan (Applying): mencangkup penggunaan suatu prosedur
guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu
mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural.Namun
tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan
prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif:
 Menjalankan (executing): menjalankan suatu prosedur rutin yang
telah dipelajari sebelumnya.
 Mengimplementasikan (implementing): memilih dan
menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas
yang baru.
d. Menganalisis: menguraikan suatu permasalahan atau objek ke unsur-
unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar usur-
unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam
menganalisis yaitu:
 Menguraikan (differentiating): menguraikan suatu struktur dalam
bagian- bagian relevansi, fungsi dan penting tidaknya.
 Mengorganisir (organizing): mengidentifikasi unsur- unsur suatu
keadaan dan mengenali bagaimana unsur- unsur tersebut terkait
satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu.
 Menemukan pesan tersirat (attributting): menemukan sudut
pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.
e. Mengevaluasi (evaluation): membuat suatu pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang
tercakup dalam kategori ini, yaitu:
 Memeriksa (checking): menguji konsistensi atau kekurangan
suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat
dengan sifat produk tersebut)
 Mengkriktik (critiquing): menilai suatu karya baik kelebihan
maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal.

48
f. Membuat (create): Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu
bentuk kesatuan, ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam
kategori ini, yaitu:
 Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga
dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang
mengarah pada pemecahan masalah tersebut.
 Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi
untuk memecahkan masalah.
 Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau
menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah.

Anderson dan Krathwohl (Marzano & Kendal, 2007) mengakui bahwa hasil
revisinya ini lebih melihat fungsi otaik dalam satu kesatuan ranah (domain). Tidak
seperti sebelumnya yang menggunakan klasifikasi dalam tiga ranah, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor. Pembagian tersebut dikritis banyak pihak karena cenderung
membuat pendidikan beranggapan bahwa adanya isolasi aspek- aspek dalam sebuah
tujuan sama.
Pada revisi taksonomi Bloom kali ini, ranah kognitif tidak dianggap terpisah
dengan ranah afektif atau psikomotor, melainkan terkait antar satu dengan yang
lain. Hal ini dikarenakan semua aspek tersebut merepukan satu bagian utuh dari
fungsi kerja otak. Sebagai contoh, pada kategori pengetahuan metakognitif,
didalamnya juga mencakup ranah kognitif dan afektif, juga psikomotor.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kognitif antara lain
sebagai berikut.
1. Hereditas/Keturunan
Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli
filsafat Schopenhauer. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah
membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan.
Berdasarkan teorinya, taraf inteligensi sudah ditentukan sejak anak
dilahirkan, sejak faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya. Para ahli
psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler berpendapat bahwa taraf inteligensi

49
75-80% merupakan warisan atau faktor keturunan. Pembawaan ditentukan
oleh ciri-ciri yang dibawa sejak lahir (batasan kesanggupan). Meskipun anak-
anak menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan itu
masih tetap ada (Monks, Knoers dan Haditono, 1999).
2. Lingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Dia
berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa.
Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh
lingkungannya. Berdasarkan pendapat John Locke tersebut perkembangan
taraf inteligensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang
diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
3. Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia
telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).
4. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan
menjadi pembentukan sengaja (sekolah/formal) dan pembentukan tidak
sengaja (pengaruh alam sekitar/informal). Sehingga manusia berbuatinteligen
untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.
5. Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Apa yang menarik minat seseorang
mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. Sedangkan bakat
diartikan kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu
dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan
mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya, seseorang yang memiliki
bakat tertentu, akan semakin mudah dan cepat mempelajari hal tersebut.

50
6. Kebebasan
Kebebasan, yaitu kebebasan manusia berpikir divergen (menyebar)
yang berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode tertentu dalam
memecahkan masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
kebutuhannya.

51
BAB VIII
MOTIF

Pengertian Motif
Pada dasarnya motif merupakan pengertian yang melingkupi penggerak.
Alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan
manusia itu berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia manusia pada hakikatnya
mempunyai motif. Tingkah laku yang disebut tingkah laku secara reflex dan yang
berlangsung secara otomatis pun mempunyai maksud tertentu meskipun maksud itu
tidak disadari oleh manusia. Motif manusia dapat bekerja secara sadar dan tidak
sadar.
Motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak
lainnya, yang berasal dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif itu
memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku kita. Juga berbagai kegiatan yang
biasanya kita lakukan sehari-hari mempunyai motif tersendiri. Misalnya, kita
membaca surat kabar pagi, untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di
sekeliling kita. Kita makan tiga kali sehari dan tidur setiap malam, motif memenuhi
kebutuhan makanan dan kebutuhan istirahat.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian motif. Menurut Sherif dan Serif
motif adalah suatu istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang
mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal,
seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan
keinginan, aspirasi, dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut.
(Alex Sobur, 2013; Sherif dan Sherif, 1956).

Karakteristik Motif
Karakteristik motif terbagi menjadi 2 yaitu motif yang disadari dan tidak
disadari.
 Motif yang disadari yaitu perbuatan organisme atas dasar adanya motif dari
individu yang bersangkutan.
Stimulus Reseptor Pusat Efektor Respons

52
 Motif yang tidak disadari adalah perbuatan refleksif yaitu perbuatan yang
terjadi tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan.
Stiimulus Reseptor Efektor Respons

Jenis- Jenis Motif


Motif intrinsik merupakan tenaga pendorong suatu perbuatan yang dilakukan
orang, sehingga orang itu senang dan termotivasi melakukannya secara terus
menerus serta memberi energi dan motivasi berprestasi. Dan motif ekstrinsik
merupakan dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu dari luar, seperti ajakan,
suruhan, paksaan, hadiah atau reward (Dahlan et al., 2017; Kenneth, 1992) atau
menghindari hukuman (Dahlan et al., 2017; Madsen, 1961).
Prayitno (Dahlan et al., 2017; Prayitno, 2009) menemukan motif lain yaitu
motif ibadah yang dapat dikembangkan di balik tingkahlaku seseorang. Contohnya
perilaku seorang ibu yang memberi makan seorang pengemis yang kelaparan. Motif
intrinsiknya ialah agar pengemis itu terbebas dari rasa laparnya, sedangkan motif
ekstrinsik mungkin si pemberi makan ingin agar dirinya dianggap sebagai
dermawan yang pemurah dan baik hati.
Adapun menurut Alex Sobur (2013) jenis-jenis motif antara lain sebagai
berikut.
a. Motif primer dan sekunder
Pengklasifikasian ini berdasarkan latar belakang perkembangan motif.
Suatu motif disebut motif primer bila dilatarbelakangi oleh proses
fisiognomis di dalam tubuh. Dengan kata lain, motif primer ini bergantung
pada keadaan organik individu yang termasuk dalam golongan motif primer
adalah motif lapar, haus, seks, bernapas, dan istirahat. Adapun motif sekunder
tidak bergantung pada proses biokimia yang terjadi dalam tubuh. Berdasarkan
pengertian ini, semua motif yang tidak langsung pada keadaan organisme
individu dapat digolongkan dalam motif sekunder. Seringkali ada
hubungannya dengan motif primer, namun bukan hubungan yang langsung.
Misalnya, motif takut. Motif takut bukanlah motif primer, namun seringkali
ada hubungannya dengan motif primer, misalnya motif sakit. Pada umumnya,
motif primer mempunyai tujuan mempertahankan keseimbangan di dalam

53
tubuh organisme. Ada dua ciri pokok yang membedakan apakah suatu motif
tergolong dalam motif primer berdasarkan pada keadaan fisiologis manusia,
motif sekunder tidak berhubungan dengan keadaan fisiologis manusia. Tidak
bergantung pada pengalaman seseorang, sedangkan motif sekunder sangat
bergantung pada pengalaman seseorang.
b. Motif intrinsik dan motif ekstrinsik
Motif instrinsik adalah motif-motif yang dapat berfungsi tanpa harus
dirangsang dari luar. Dalam diri individu memang ada dorongan itu.
Seseorang melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya. Motif ekstrinsik
adalah motif-motif yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Misalnya, seseorang melakukan sesuatu Karena untuk memenangkan hadiah
yang khusus ditawarkan untuk perilaku tersebut.
c. Motif tunggal dan motif bergabung
Motif kegiatan-kegiatan kita bisa merupakan motif tunggal ataupun
motif bergabung. Misalnya, suatu perkumpulan atau organisasi, motif
biasanya bergabung. Ia mungkin ingin belajar sesuatu yang baru bersama-
sama anggota perkumpulan tersebut. Selain itu, ingin melatih kemampuan
berorganisasi, atau ingin mengenal dari dekat beberapa anggota kelompok,
atau ingin memperluas relasi guna kelancaran pekerjaan kantornya, dan lain-
lain.
d. Motif mendekat dan motif menjauh
Motif dikatakan motif mendekat bila reaksi terhadap stimulus yang
datang bersifat mendekati stimulus, sedangkan motif menjauh terjadi bila
respon terhadap stimulus yang datang sifatnya menghindari stimulus atau
menjauhi stimulus yang datang.
e. Motif sadar dan motif tak sadar
Apabila ada seorang bertingkah laku tertentu, namun orang tersebut
tidak bisa mengatakan alasannya, nya motif yang menggerakkan tingkah laku
itu disebut dengan motif tak sadar. Sebaliknya, jika seseorang bertingkah laku
tertentu dan dia mengerti alasannya berbuat demikian, motif yang
melatarbelakangi tingkah laku itu disebut motif saja.
f. Motif biogenetis, sosiogenetis, dan teogenetis

54
Motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan
organisme orang demi melanjutkan kehidupan secara biologis. Motif ini
bercorak universal dan kurang tarikan pada lingkungan kebudayaan tempat
manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis adalah asli
dalam diri orang, dan berkembang dengan sendirinya. Motif sosiogenetis
adalah motif-motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan
kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis
tidak berkembang dengan sendirinya, mau tak mau, tetapi berdasarkan
interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Motif
sosiogenetis ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan yang terdapat di
antara bermacam-macam Corak kebudayaan di dunia. Motif teogenetis
adalah motif-motif yang berasal berasal dari interaksi antara manusia dan
Tuhan, seperti yang nyata dalam ibadah dan dalam kehidupan sehari-hari saat
ia berusaha merealisasikan norma-norma agama tertentu.

55
BAB IX
MOTIVASI

Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata “movere” yang berarti dorongan atau bahasa
Inggrisnya to move. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri
organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif tidak berdiri
sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik faktor eksternal,
maupun faktor internal. Hal-hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi.
Michel J. Jucius menyebutkan motivasi sebagai kegiatan memberikan dorongan
kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang
dikehendaki. Menurut Dadi Permadi, motivasi adalah dorongan dari dalam untuk
berbuat sesuatu, baikyang positif maupun yang negatif.
Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada
diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Motivasi juga bisa dalam bentuk usaha – usaha yang dapat menyebabkan seseorang
atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi mempunyai peranan starategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak
ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi, tidak ada motivasi berarti tidak ada
kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip
motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus diterangkan dalam
aktivitas sehari-hari.
Secara sederhana definisi motivasi dapat diartikan sebagai dorongan. Lebih
luas, beberapa penulis mendefinisikan motivasi sebagai berikut:
a. Suatu variabel yang ikut campur tangan yang digunakan untuk menimbulkan
faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola,
mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran (J.P.
Chaplin).
b. Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong
seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah

56
ketercapaiannya tujuan tertentu. Individu yang berhasil mencapai tujuan-nya
tersebut maka berarti kebutuhan-kebutuhanya dapat terpenuhi atau
terpuaskan (Munandar).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah alat penggerak
yang ada didalam setiap individu untuk mencapai suatu tujuan yang akan dicapai.
Usaha yang diberikan dalam memotivasi seseorang dilakukan dengan cara
memunculkan faktor-faktor yang mendorong individu berprilaku tertentu. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan jalan memberikan imbalan, menciptakan
persaingan, melatih, menasehati, dan lainya (Hariandja, 2002).

Teori-Teori Motivasi
1. Teori Self Determination (Penentuan Nasib Diri)
Teori ini dikemukakan oleh Edward dan Richard Ryan yang digunakan
untuk menggambarkan bagaimana manusia berperilaku dan termotivasi.
Teori ini merupakan suatu pendekatan humanistik yang memfokuskan pada
tiga hal mendasar pada kebutuhan psikologis yaitu kompetensi, otonomi dan
keterikatan.
2. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow mengemukakan sebuah konsep hirarki kebutuhan yang mana
untuk menggagapai puncak yang paling tinggi haruslah dimulai dari yang
paling dasar terlebih dahulu. Kebutuhan yang dikemukakan Maslow dalam
teori hirarki kebutuhaannya meliputi: Kebutuhan fisiologis (Psyiological
needs), kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan untuk memiliki
dan cinta, kenutuhan akan harga diri (belongingness and love needs),
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), kebutuhan akan pengetahuan
(cognitive needs), kebutuhan akan seni (aesthetic needs), dan aktualisasi diri
(self actualization).
3. Teori Kebutuhan Berprestasi Mcclelland
Teori kebutuhan berprestasi yang dikemukakan oleh McClelland
menekankan pada kebutuhan manusia, dimana manusia akan termotivasi oleh
kebutuhan mereka untuk berprestasi, kebutuhan untuk menguasai dan

57
kebutuhan akan afiliasi atau hubungan sosiaal yang akan terus dipelajari
sepaanjang hidup.
McClelland mempercayai bahwa perbedaan dalam kebutuhan untuk
berprestasi sudah nampak sejak anak berusia lima tahun. Kebutuhan
berprestasi merupakan sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun kebutuhan
berprestasi juga merupakan sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, hasil
dari mempelajari melalui interaksi dengan lingkungan.
4. Teori Motivasi Dua Faktor
Hazberg adalah tokoh yang mencetuskan adanya teori dua faktor,
namun teorinya ini juga tak lepas dari teori-teori yang ada sebelumnya seperti
teori kebutuhan maslow yang kemudian dipertajam lagi oleh Hazberg. Yaitu
teori yang bernaama motivasi dua faktor, yang membicarakan dua golongan
utama kebutuhan menutup kekurangan dan kenutuhan pengembangan.
Hazberg mengumpulkan data tentaang kepuasan dan ketidakpuasan
orang dalam pekerjaan mereka. Faktor- faktor yang berkaitan dengan
ketidakpuasan disebut faktor pemeliharaan atau kesehatan yaitu adanya
sebuah motivasi yang tercipta karena keinginan untuk mendaptkan gaji,
kondisi kerja, kebijakan perusaahaan, penyeliaan dan kelompok kerja yang
lebih baik lagi.

Komponen-Komponen Motivasi
Motivasi mempunya tiga komponen utama yaitu kebutuhan, dorongan dan
tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa
yang mereka milikidengan apa yang mereka harapkan. Dorongan merupakan
kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan.
Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan
atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut
merupakan inti daripada motivasi.
Komponen ketiga dari teori motivasi adalah tujuan yang berguna sebagai
instrument untuk memotivasikan tingkah laku. Tujuan juga menentukan seberapa
aktif individu akan bertingkah laku. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar,

58
tingkah laku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika tujuannya menarik,
maka individu akan bertingkah laku lebih aktif.

Jenis-Jenis Motivasi
a. Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai
contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau
mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya.
Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya
(misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik
ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalamperbuatan belajar
itu sendiri. Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar,
karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atauketerampilan agar
dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang
lain-lain. “intrinsic motivations are inherent in the learning situations and
meet pupil-needs and purposes”. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai
dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak
berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi dicontohkan bahwa seorang
belajar, memang benar- benar ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan
karena ingin pujian atau ganjaran.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang belajar karena
tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik,
sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya. Jadi yang penting bukan
karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang
baik atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan
yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang

59
dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan
sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan
dengan aktivitas belajar.

Faktor yang Mempengaruhi Motivasi


Terdapat dua faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar,
yaitu: (1) motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena
kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan
dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan; dan (2) motivasi belajar dari faktor
eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya
yang dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.
Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa ialah:
(1) minat terhadap bidang ilmu yang dipelajarinya; dan (2) orientasinya dalam
mengikuti pendidikan tinggi. Sementara untuk faktor-faktor ekstrinsiknya ialah: (1)
kualitas dosen yang mengajar; (2) bobot materi kuliah yang diajarkan; (3) metode
perkuliahan yang digunakan dosen; (4) kondisi dan suasana ruang kuliah; dan (5)
fasilitas perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa.

60
BAB X
BAHASA

Pengertian Bahasa
Pengertian bahasa menurut Surya Sumantri, bahasa adalah media manusia
berpikir secara abastrak dimana objek paktual ditranspormasikan menjadi symbol-
symbol bahasa yang abstrak, dengan adanya transpormasi ini maka manusia dapat
berpikir mengenai sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses
berpikir itu dilakukan olehnya.
Menurut Keraf memberikan dua pengertian bahasa. Yang pertama
menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem
komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang
bersifat arbitrer.
Menurut Bloch dan Trager bahasa adalah sistem lambang bunyi ucapan yang
bersifat manasuka/suka-suka yang merupakan sarana kelompok sosial bekerjasama.
Jadi pengertian bahasa secara umum adalah simbol-simbol atau lambang
bunyi ucapan untuk berkomunikasi antara individu atau kelompok sebagai sarana
bersosialiasasi.

Karakteristik Bahasa
Yaguello menyatakan bahwa karakteristik bahasa manusia :
1. Semua bahasa memiliki sifat properti umum tertentu yang sama atau
karakteristik yang dapat di gunakan untuk menentukan apa bahasa manusia.
2. Semua bahasa termasuk redundansi (kelebihan rata-rata relatif terhadap
informasi yang sebenarnya ditransmisikan)
3. Semua bahasa menunjukan artikulasi ganda dalam satuan makna (kata atau
morfen) dan satuan suara (vokal dan konsonan atau fenom)

61
4. Semua bahasa adalah sistem yang unitnya didefinisikan dalam kaitannya
dengan sistem secara keseluruhan, sebagaimana diatur oleh struktur
keseluruhannya.
5. Semua bahasa juga menampilkan ambiguitas, sinonim, polisemi, perbedaan
pendapat, dan ketidakteraturan.
6. Bahasa adalah semua struktur pada tiga tingkatan yang berbeda : suara, tata
bahasa, dan pengaturan makna.

Proses Bahasa
1. Fonem, adalah unit terkecil dalam suatu sistem bahsa. Balok – balok bunyi
dasar ini diciptakan dengan mengubah bukaan dan tutupan saluran vokal
dalam urutan – urutan teratur. Bahasa – bahasa yang berbeda memiliki jumlah
fonem yang berbeda pula. Jumlah fonem dalam bahsa inggris bervariasi
sesuai dengan dialeknya, namun sebagian besar peneliti sepakat jumlahnya
berkisar antara 40 dan 45.
2. Morfem, adalah unit terkecil dalam setiap bahsa yang dapat memiliki arti
sendiri. Morfen terbentuk dari kombinasi fonem. Suatu morfen tidak selalu
merupakan kata, karena morfen tidak selalu berdiri sendiri, contohnya, ‘un’,
bukanlah kata bila berdiri sendiri, namun dapat mengubah arti suatu kata dari
‘well’ ke ‘unwell’. Ini merupakan potongan terkecil dari bahsa yang dapat
memilki makna semantik.
3. Leksikon, pada semua bahasa leksikon meliputi sekumpulan lengkap morfem
yang terdapat dalam bahsa tersebut.
4. Sintaks, adalah kaidah – kaidah untuk menggabungkan kata – kata dalam satu
kalimat.
5. Semantik, mengacu pada makna bahasa.
6. Diskursus, setiap analisis bahasa di atas tingkat kalimat disebut sebagai
diskursus.

62
Keterkaitan Bahasa
1. Bahasa dengan Memori
Bahasa dengan memori sangat erat kaitannya. Ketika seseorang
berbicara sering terjadi pengaktifan kembali informasi atau pengetahuan yang
telah disimpan dalam otaknya. ‘Pemanggilan kembali’ (recall) informasi atau
stimulus adalah salah satu bentuk pengaktifan fungsi bahasayang tersimpan
dalam memori. Dengan kata lain, tidak sedikit kegiatan ujaran yang menuntut
pengaktifan memori secara optimal. Apa yang diungkapkan melalui ujaran
atau bahasa itu bukan merupakan penyimbolan pertama kali terhadap
peristiwa yang terjadi pada saat itu dan ditempat itu. Apa yang diungkapkan
itu merupakan pemunculan kembali suatu acuanatau tanda yang pernah
diamati sebelumnya.
Bahasa lisan atau ujaran merupakan alat pemicu memori yang sangat
fleksibel dan memancing pendengar untuk mengaktifkan memorinya dengan
jalan berusaha untuk mengingat kembali peristiwa yang dialaminya di masa
lalu.
2. Bahasa dengan Berpikir
Bahasa merupakan alat komunikasi antara Aku dengan Aku yang lain.
Artinya, segala sesuatu yang dipikirkan oleh seseorang itu akan dipahami oleh
orang lain, apabila orang pertama tadi menyatakan pikirannya dengan satu
cara tertentu. Misalnya dengan memberikan tanda, isyarat, gerak, ungkapan
wajah, dan khususnya bunyi-bunyian. Bunyi-bunyi tidak dapat mengandung
artikulasi (tanpa ruas, tidak jelas) disebut ‘pekikan’, sedang yang mempunyao
artikulasi (beruas dan diucapkan dengan jelas), disebt ‘bahasa’.
Anak manusia mendapatkan banyak pengertian dalam kehidupan
sehari-hari, karena ia belajar memahami perkataan-perkataan. Dengan
melalui abstraksi dari peristiwa dan benda-benda (penamaan dengan kata-
kata), sampailah ia pada pengertian-pengertian. Oleh karena itu, peranan
bahasa dalam hubungannya dengan berpikir amat erat sekali, yang antara lain
dapat disebutkan sebagai berikut:

63
1. Bahwa bahasa merupakan instrumen dari pikiran, dalam arti menjadi
alat bagi perkembangan pikiran.
2. Bahasa juga merupakan alat untuk menyatakan pengalaman-pngalaman
dalam bentuk pengaturan dan pengertian tertentu.
3. Bahasa sebagai alat komunikasi dari sekumpulan manusia (masyarakat)
bukan hanya merupakan produkdari masyarakat semata, melainkan
juga merupakan cermin atau refleksi dari pikiran dan mentalitas
masyarakat.
4. Bahasa memungkinkan daya tahan produk dari pikiran, karena semua
pengetahuan yang diperoleh seseorang itu dituturkan dan diwujudkan
dalam perurutan kata-kata, dalam bentuk bahasa.

Keterkaitan antara bahasa dan pikiran antara lain :


1. Bahasa mempengaruhi pikiran
2. Pikiran mempengaruhi bahasa
3. Bahasa dan pikiran saling mempengaruh

Pengaruh Bahasa
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui aspek formal bahasa.
Contoh salah satunya yaitu kata salju. Sebagian besar manusia memiliki kata yang
sama untuk menggambarkan salju. Salju yang turun dari langit, salju yang sudah
mengeras, atau salju yang meleleh, semua objek salju, tetap dinamakan salju.
Secara selektif individu menyaring sensori yang masuk seperti yang di
programkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan demikian, masyarakat yang
memiliki perbedaan bahasa mempengaruhi perbedaan sensori.

Manfaat Bahasa
Manfaat langsung dapat diperoleh mereka yang akan mendalami ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan bahasa. Orang yang akan mendalami kesusastraan harus
memakumi sifat-sifat bahasa, kemampuannya, batas-batas kemampuannya karena
kesusastraan tidak mungkin bila tidak ada bahasa. Orang yang akan memperdalam
filologi pun perlu medalami sifat-sifat bahasa karena tujuan akhir filologi ialah
memahami kebudayaan suatu bangsa, dan hal itu tidak akan tercapai apabila si

64
peneliti tidak memahami teks-teks tertulis. Bahasalah yang paling yang paling
langsung mencerminkan alam pikiran suatu bangsa.
Seperti yang sudah diuraikan diatas, bahasa juga menjadi identitas kelompok
sosial, misalnya kelompok agama, bangsa, dan suku. Dan bagi para mahasiswa
yang mengikuti kuliah linguistik akan memperoleh juga manfaat bila tujuan
akhirnya hanyalah akan belajar bahasa atau akan menjadi guru bahsa, yakni dengan
memahami sifat-sifat dan ciri-ciri bahasa pada umumnya maupun bahasa yang akan
dipelajarinya.
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa linguistik mempunyai manfaat teoritis
bagi orang yang mempelajari bahasa secara mendalam. Bagi yang lain, linguistik
mempunyai manfaat praktis.

65
BAB XI
SIKAP

Pengertian Sikap
Berkowitz mengemukakan sikap sebagai perasaaan mendukung atau
memihak, ataupun perasaan mendukung terhadap suatu objek psikologi.
Menurut Gordon W. Allport, sikap merupakan keadaan mental dan syaraf dari
kesiapan, yang diselenggarakan melalui pengalaman, mengerahkan arahan atau
pengaruh dinamis terhadap respon individu untuk semua objek fn situasi yabg
berhubungan.
LaPierre menyatakan sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan
antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara
sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah dikondisikan.
Menurut Secord dan Backman sikap merupakan keteraturan tertentu dalam
hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
Menurut Fishbein “sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk
merespons secara konsisten terhadap suatu objek”.
Menurut Randi mengungkapkan bahwa “Sikap merupakan sebuah evaluasi
umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri atau orang lain atas reaksi atau
respon terhadap stimulus (objek) yang menimbulkan perasaan yang disertai dengan
tindakan yang sesuai dengan objeknya”.
Selanjutnya Menurut Ahmadi dalam Aditama “Orang yang memiliki sikap
positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap
yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negative terhadap
objek psikologi bila tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek
psikologi”.
Dapat disimpulkan sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang
menggerakan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan
tertentu di dalam menanggapi objek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.
Sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif
terhadap objek atau situasi.

66
Ciri-ciri Sikap
Sikap berbeda dari aspek psikis lain seperti intelegensi, motif, bahasa, dan
lain - lain. Sikap memiliki ciri tersendiri, ciri - ciri sikap adalah:
1. Sikap selalu berhubungan antar subjek dan objek. Sikap juga pasti memiliki
objek sikap. Objek sikap seperti hukum yang berlaku, benda, makhluk hidup,
lembaga masyarakat, dan sebagainya.
2. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk dan dipelajari sepanjang
perkembangan individu dan dari pengalaman - pengalaman.
3. Sikap dapat berubah-ubah, Karena merupakan sesuatu yang dipelajari. Hal ini
tergantung dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan
pada saat yang berbeda - beda, dan tergantung syaraf - syaraf tertentu yang
dapat mempermudah berubahnya sikap pada individu tersebut.
4. Pada sikap mengandung faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang
membedakan kecakapan - kecakapan dan pengetahuan - pengetahuan yang
dimiliki individu.
5. Sikap dapat berlangsung lama ataupun sebentar. Contohnya jika seseorang
membenci si A, maka bisa saja dia benci si A selamanya atau benci sebentar
saja dan dengan mudah memaafkannya.
6. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan individu sudah terpenuhi.
Sehingga jelas berbeda dengan refleks ataupun dorongan. Contohnya
seseorang yang gemar mengoleksi sepatu, tetap akan mempertahankan
kegemarannya dengan senang membeli sepatu. Walaupun dia baru saja
membeli sepatu dan sepatu yang dimiliki sudah banyak.
7. Sikap tidaklah satu macam saja, tetapi bermacam - macam sesuai dengan
banyaknya objek yang menjadi perhatian saat proses pembentukan dan
perubahan sikap berlangsung. Sehingga objek sikap dapat berupa suatu hal,
dan dapat juga berupa kumpulan hal - hal tersebut ataupun sederetan objek
yang serupa.

Komponen-Komponen Sikap
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap. Komponen kognitif adalah kepercayaan seseorang

67
terhadap objek sikap. Kepercayaan datang dari yang kita lihat dan ketahui,
kemudian terbentuk ide mengenai sifat umum objek sehingga terbentuklah
kepercayaan. Komponen kognitif ini meliputi persepsi, kepercayaan dan
stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang telah terpolakan
dalam pikiran. Komponen kognitif merupakan aspek intelektual, yang
berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
2. Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan individu yang menyangkut
aspek emosional. Reaksi emosional banyak ditentukan oleh kepercayaan
terhadap objek tersebut. Objek dirasakan sebagai sesuatu yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen
sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-
pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afektif
disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
3. Komponen Perilaku
Komponen perilaku atau konatif merupakan aspek kecenderungan
berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Kepercayaan dan
akan mempengaruhi perilaku, baik positif maupun negative, terhadap objek
sikap. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk
bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu.

Tingkatan Sikap
1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu
menerima ide tersebut
3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu

68
indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang ibu mengajak ibu yang lain
(tetangga, saudara, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai
sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung Jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnyan dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang
paling tinggi. Misalnya seorang ibu menjadi akseptor KB, meskipun dapat
tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap


Sikap muncul karena adanya stimulus. Sikap terbentuk dalam hubungannya
dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, hubungan antar individu,
hubungan dalam kelompok, media massa, dll.
Sebagian besar para ahli psikologi social berpendapat bahwa sikap terbentuk
dari pengalaman, melalui proses belajar. Terbentuknya sikap banyak di pengaruhi
oleh lingkungan social dan kebudayaan. Pengaruh orang tua sangat besar dalam
membentuk sikap.
Teori-teori mengenai perubahan sikap antara lain:
1. Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan meliputi tekanan konsistensi diantara akibat –
akibat dalam system kognitif yang sederhana. Suatu sistem yang seimbang
terjadi apabila seseorang sependapat dengan orang yang disukainya atau tidak
sependapat dengan orang yang tidak di sukainya. Sementara itu, ketidak
seimbangan terjadi apabila seseorang tidak sependapat dengan orang yang
disukai atau sependapat dengan orang yang tidak disukai.
2. Teori Konsistensi Kognitif – Afektif
Teori ini berusaha menjelaskan bagaimana seseorang berusaha
membuat kognisi konsisten dengan afeksinya. Menurut teori ini, pengetahuan
atau pun keyakinan seseorang tentang suatu fakta tertentu sebagian
ditentukan oleh afeksinya, begitu pula sebaliknya (Sears dkk.).
3. Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)

69
Teori ini menjelaskan bahwa sikap akan berubah untuk
mempertahankan konsistensinya dengan perilaku nyatanya. Pendekatan teori
ini difokuskan pada dua sumber pokok inkonsistensi antara sikap dan
perilaku, yaitu akibat dari pengambilan keputusan dan akibat dari perilaku
yang saling bertentangan dengan sikap.
4. Teori Atribusi (Attribution Theory)
Teori Atribusi ternyata diterapkan pula dalam mengkaji inkonsistensi
sikap–perilaku. Individu mengetahui sikapnya sendiri bukan melalui
peninjauan ke dalam dirinya sendiri, tetapi mengambil kesimpulan dari
perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Intinya dalah bahwa
perubahan perilaku yang di lakukan seseorang memungkinkan timbulnya
kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap


1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting
tersebut.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap
kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karna kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman
individu-individu masyarakat asuhannya.
4. Media massa

70
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi
lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh
terhadap sikap konsumennya.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaa tidaklah mengherankan jika pada
gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.

Fungsi Sikap
Tiga fungsi penting sikap. Pertama, sikap mempunyai fungsi organisasi.
Kedua, sikap memberikan fungsi kegunaan. Ketiga, sikap memberikan fungsi
perlindungan.
Rita L. Atkinson dkk. menyebut adanya fungsi-fungsi sikap sebagai berikut:
1. Fungsi instrumental, mengekspresikan keadaan spesifik keinginan diri untuk
mendapatkan manfaat/hadiah dan menghindari hukuman.
2. Fungsi pengetahuan, membantu kita memahami dunia, yang membawa
keteraturan bagi berbagai informasi yang harus kita asimilasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Fungsi nilai-ekspresif, mengekspresikan nilai-nilai atau mencerminkan
konsep diri kita. Karena sikap nilai ekspresif berasal dari nilai/konsep dasar
seseorang, maka cenderung konsisten satu sama lain.
4. Fungsi pertahanan ego, sikap yang melindungi dari kecemasan atau ancaman
bagi harga diri kita dikatakan memiliki fungsi pertahanan ego.
5. Fungsi penyesuaian social, membantu kita merasa menjadi bagian dari
komunitas.
6. Fungsi untuk menyesuaikan diri, sikap yang membantu untuk mengambil
sikap ketika berada dalam situasi yang berbeda.

71
7. Fungsi untuk pengatur tingkah laku, menentukan pilihan sebelum
mewujudkan dalam perilaku.
8. Fungsi pengatur pengalaman-pengalaman, membantu menghadapi
objek/peristiwa berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
9. Fungsi sebagai pernyataan kepribadian, sikap yang membantu menunjukkan
keputusan akan pilihan-pilihan pribadi.

Assael dalam Suprapti menyatakan fungsi sikap sebgai berikut:


1. Fungsi utilitas, sikap memandu diri dalam mencapai manfaat yang
diinginkannya.
2. Fungsi ekspresi nilai, pengekspresian citra diri dan sistem nilai orang lain.
Nilai-nilai instrumental merupakan pilihan mengenai berbagai prilaku dan
sifat pribadi seperti kejujuran, kepatuhan akan aturan.
3. Fungsi pertahanan ego, sikap melindungi ego dari kecemasan dan ancaman.
Rasa takut menjadi terasing dari lingkungan sosial dengan menunjukanbahwa
seseorang akan lebih diterima oleh lingkungan sosial bila menggunakan hal
tertentu.
4. Fungsi pengetahuan, sikap yang membantu mengorganisir informasi masal
yang didapat setiap hari. Fungsi pengetahuan akan menyaring semua
informasi yang tidak relevan dan mengurangi ketidakpastian akan informasi.

72
BAB XII
STRESS

Pengertian Stress
Stress merupakan suatu kejadian yang tak terelakkan pada saat ini. Menurut
Kupriyanov dan Zhdanov menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah
atribut kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau
dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun
termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain,
stres pasti terjadi pada siapapun dan dimanapun. Manusia sebagaimana ia ada pada
suatu ruang dan waktu,merupakan hasil reaksi antara jasmani, rohani dan
lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Dalam segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu
keseluruhan (holistik). Oleh karena iu, apabila terjadi gangguan jasmani, akan
menimbulkan usaha penyesuaian secara fisik atau somatik. Sumber ganggguan
jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress.
Definisi stres yang paling umum digunakan dikembangkan oleh Lazarus dan
Launier yang menganggap stres sebagai transaksi antara manusia dan lingkungan
ia menggambarkan stres dalam kaitannya dengan 'kepribadian orang-lingkungan'.
Jika seseorang dihadapkan dengan stresor yang berpotensi sulit seperti ujian atau
harus memberikan ceramah di depan umum, tingkat stres yang mereka alami
ditentukan pertama-tama oleh penilaian mereka atas peristiwa tersebut ('apakah itu
stres?') Dan kedua oleh penilaian mereka. dari sumber daya pribadi mereka sendiri
('akankah saya mengatasinya?). Orang-lingkungan yang baik tidak menghasilkan
stres atau stres rendah dan kondisi buruk menghasilkan stres yang lebih tinggi.
Menurut Taylor stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan
perubahan fisiologis, biokimiawi, kognisi, dan perilaku yang bertujuan untuk
mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stress.
Sedangkan Maramis menyatakan bahwa stress adalah segala masalah dan
tuntutan menyesuaikan diri, yang karena tuntutan itulah individu individu merasa

73
merasa terganggu keseimbangan hidupnya. Lalu, menurut Vincent Cornelli,
sebagaimana dikutip oleh Grant Brech bahwa yang dimaksud Stress ialah “Stress
adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan baik oleh lingkungan maupun dalam penampilan individudi
dalam lingkungan tersebut.”

Jenis Stress
Quinck & Quick dalam Rivai & Arifin mengkategorikan stres kerja dalam
dua jenis, yakni sebagai berikut:
1. Eustress
Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstrukktif (bersifat membangun). Sejalan dengan itu, Wijono mengatakan
bahwa stres kerja yang dapat meningkatkan motivasi karyawan adalah stres
kerja yang positif (eustres). Eustress yang merupakan kekuatan yang positif.
Stres yang meningkatkan sampai ujung kerja mencapai titik optimalnya
merupakan stres yang baik, yang menyenangkan. Hanson mengemukakan
frase of joy untuk mengungkapkan hal – hal yang bersifat positif yang timbul
dari adanya stress. eustres dapat meningkatkan motivasi dan produktifitas
pada individu, misalnya saja dapat menghasilkan karya seni.
2. Distress
Yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak membangun,
tidak sehat, negatif, dan desruktif (bersifat merusak). Stres yang dapat
mengakibatkan kehancurannya produktivitas kerja karyawan dapat disebut
stres yang negatif (distres). Distress memiliki sifat yang destruktif, Selye
menyebutkan distress merupakan stress yang merusak atau bersifat tidak
menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga, individu
mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul
keinginan untuk menghindarinya.

74
Penggolongan Stress
Selye dalam Rice menggolongkan stres menjadi dua golongan. Penggolongan
ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya:
a. Distress (stres negatif)
Selye menyebutkan distress merupakan stres yang merusak atau
bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagau suatukeadaan dimana
individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga
individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan
timbul keinginan untuk menghindarinya.
b. Eustress (stres positif)
Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan
merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson mengemukakan frase joy
of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari
adanya stres. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk
menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

Faktor yang Mempengaruhi Stress


Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut
stressor, begitupula dengan stress, seseorang bisa terkena stress karena menemui
banyak masalah dalam kehidupannya. Seperti yang telah diungkapkan, stress dipicu
oleh stressor. Tentunya stressor tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu:
a. Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu:
1) Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu
memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing
individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut.
Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu
berlaku positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan
tersebut.
2) Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai
dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah,

75
perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya
dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
3) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tuntutan
untuk selalu update terhadap perkembangan zaman membuat sebagian
individu berlomba untuk menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal
yang baru, tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu yang tinggi
jika disebut gaptek.
b. Diri sendiri
1) Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin
dicapai
2) Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus
menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.
c. Pikiran
1) Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan
pengaruhnya pada diri dan persepsinya terhadap lingkungan.
2) Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang
biasa dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Penyebab-penyebab stress di atas tentu tidak akan langsung membuat
sesorang menjadi stress. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam
menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stressor yang menjadi penyebab
juga dapat mempengaruhi stress. Menurut Kozier & Erb, dikutip Keliat B.Adampak
stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1) Sifat stressor. Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi dan
darimana sumber stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor pada
individu tersebut, membuat dampak stress yang terjadi pada setiap individu
berbeda-beda.
2) Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu
bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap menerima akan menimbulkan
perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang kecil.
3) Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima stressor yang
sama. Semakin sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul
kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.

76
4) Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang terdahulu
mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
5) Tingkat perkembangan, artinya tiap individu memiliki tingkat perkembangan
yang berbeda.
Faktor lain yang mempengaruhi stress yaitu ada faktor bilogis-herediter,
konstitusi tubuh, kondisi fisik, dan neurohormonal. Sedangkan faktor lainnya juga
yaitu faktor psikoedukatif/sosio kultural-perkembangan kepribadian, pengalaman,
dan kondisi lain yang mempengaruhi.

Gejala Stress
Sukadiyanto (2015) menyatakan individu yang mengalami stress akan
berperilaku lain dibandingkan dengan tujuannya yang tidak mengalami stress. Oleh
karena itu, kondisi individu yang mengalami stress gejala-gejalanya dapat dilihat
baik secara fisik maupun secara psikologis.
Gejala secara fisik individu yang mengalami stress, antara lain ditandai oleh:
gangguan jantung, tekanan darah tinggi, ketegangan pada otot, sakit kepala, telapak
tangan dan atau kaki terasa dingin, pernapasan tersengal-sengal, kepala terasa
pusing, perut terasa mual-mual, gangguan pada pencernaan, susah tidur, bagiwanita
akan mengalami gangguan menstruasi, dan gangguan seksual (impotensi).
Gejala secara psikologis individu yang mengalami stress, antara lain ditandai
oleh: perasaan selalu gugup dan cemas, peka dan mudah tersinggung, gelisah,
kelelahan yang hebat, enggan melakukan kegiatan, kemampuan kerja dan
penampilan menurun, perasaan takut, pemusatan diri yang berlebihan, hilangnya
spontanitas, mengasingkan diri dari kelompok, dan pobia.

Stress yang Tidak Teratasi


Stress yang tidakk teratasi dapat menimbulkan gejala-gejala menurut
Hardjana (dalam Wijaya) antara lain:
a. Gejala Fisikal antara lain tidur tidak teratur (insomnia), mudah lelah, diare,
urat tegang terutama pada leher dan bahu.
b. Gejala Emosional, antara lain gelisah, mudah marah dan merasa harga diri
menurun.

77
c. Gejala Intelektual, antara lain susah berkonsentrasi dan sulit atau lamban
membuat keputusan.
d. Gejala Interpersonal, antara lain kehilangan kepercayaan terhadap orang lain,
mudah mempersalahkan orang lain dantidak peduli dengan orang lain.
Sedangkan pendapat lain dari HansSelye (Cooper; Kavanagh; Aldwin),
menjelaskan beberapa gejalai stres tampak pada individu melalui
1) Perilaku/tindakan (ditandai dengan menurunnya kegairahan, pemakaian
alkohol yang berlebihan, meningkatnya konsumsi rokok dan kopi, perilaku
kekerasan/tindakan agresif, gangguan pada kebiasaan makan, gangguan tidur,
problema seksual, kecenderungan menyendiri, mudah mengalami
kecelakaan, menunjukkan sifat permusuhan, menunjukkan sifat
pertengkaran, mengkritik dan menyalahkan orang lain, tidak sabar, ceroboh,
banyak mengeluh, dan melamun),
2) Emosi/perasaan (ditandai dengan cepat marah, murung, cemas/takut/panik,
merasa ingin menangis /mudah menangis, pasif /pengasingan diri secara
emosional, depresi / sedih yang berkepanjangan, merasa tidak berdaya,
merasa diabaikan, selalu mengkritik diri sendiri dan orang lain secara
berlebihan, mudah tersinggung/sensitif), dan
3) Fisik /fisiologis (ditandai dengan sakit kepala dan rasa sakit lainnya (seperti
leher,punggung, dll), jantung berdebar, diare / konstipasi (susah buang air
besar), rasa sakit pada rahang, gigi gemeretak, gangguan kulit/gatal-gatal,
kerongkongan kering, pusing kepala, sering buang air kecil, perubahan pola
makan, badan berkeringat tidak wajar, badan menggigil, gerenyet syaraf,
bersin-bersin, menurunnya fungsi seksual, pembesaran pupil mata, bernafas
terengah-engah, mual-mual, kejang-kejang, gangguan motorik, kelelahan
kronis, otot terasa tegang.

Reaksi Tubuh Terhadap Stress


Reaksi tubuh terhadap stress bermacam-macam, sesuai dengan kondisi tubuh.
Secara garis besar, reaksi tubuh terhadap stress dapat dilihat dari aspek fisiologis
dan psikologis.

78
1. Aspek Fisiologis
Walter Canon (dalam sarafino) memberikan deskripsi mengenai
bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia
menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon
fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari
situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan
individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam.
Akan tetapi bila arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat
membahayakan kesehatan individu.
Selye (dalam Sarafino) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor
terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation
Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis
terhadap stressor yaitu:
a. Fase reaksi yang mengejutkan (Alarm reaction). Pada fase ini individu
secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya
berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi
bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal
orang terkena stres.
b. Fase perlawanan (Stage of Resistence). Pada fase ini tubuh membuat
mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres
akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres
dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus
cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang
melakukan kerja keras.
c. Fase Keletihan (Stage of Exhaustion). Fase disaat orang sudah tak
mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang
sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian –
bagian tubuh yang lemah.
2. Aspek Psikologis
Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:
a. Kognisi. Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan
dan perhatian dalam aktifitas kognitif.

79
b. Emosi. Emosi cenderung terkait stres individu sering menggunakan
keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman
emosional (Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino). Reaksi
emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi,
perasaan sedih dan marah.
c. Perilaku Sosial. Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang
lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam
Sarafino). Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku
sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan
perilaku agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino).

Tahapan Stress
Menurut Dr. Robert J. Van Amberg, sebagaimana dikemukakan oleh Prof.
Dadang Hawari bahwa tahapan stres sebagai berikut:
1) Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stress yang disertai perasaan nafsu
bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2) Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak
segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah
makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel
discomfort), jantung berdebar, otot tenguk, dan punggung tegang. Hal
tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
3) Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan , seperti defekasi tidak
teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia,
mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi
dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau
jatuh pingsan.
4) Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola
tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta
timbul ketakutan dan kecemasan.

80
5) Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik
dan mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan
berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, panik.
6) Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan
banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.
Dalam buku “Managing Stress in The Workplace” karya Institute of
Leadership & Management, dijabarkan tiga tahapan stress yakni:
1) Mobilizing energy (mengerahkan energi), yaitu tahapan dimana respon yang
muncul merupakan fight atau flight. Ketika penyebab stres berhasil di
temukan entah dengan melawan lalu menang atau melarikan diri sampai tak
terkejar, tubuh akan kembali pada tahap normal.
2) Consuming energy (mengkonsumsi energi), yaitu tahapan dimana tubuhmulai
memunculkan tanda tanda fisik berkat stres. Tidak hanya pada tubuh, tahap
ini mempengaruhi emosi dan tingkah laku yang berdampak buruk akibat stres
yang berkelanjutan.
3) Draining energy stores (menguras persediaan energi), yaitu tahapan jika
situasi stres tidak terselesaikan. Kebutuhan tubuh akan sumber daya energi
melebihi kemampuannya untuk menghasilkannya. Sehingga penting
mengatasi stres pada tahap yang lebih awal.

Mekanisme Stress
Stress baru nyata dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu. Artinya kita
baru bisa mengalami stress manakala kita mempersepsi tekanan dari stressor
melebihi daya tahan yang kita punya untuk menghadapi tekanan tersebut. Jadi
selama kita memandangkan diri kita masih bisa menahankan tekanan tersebut (yang
kita persepsi lebih ringan dari kemampuan kita menahannya) maka cekaman stress
belum nyata. Akan tetapi apabila tekanan tersebut bertambah besar (baik dari
stressor yang sama atau dari stressor yang lain secara bersaman) maka cekaman
menjadi nyata, kita kewalahan dan merasakan stress.

81
SUMBER REFERENSI

Ahmadi, A. (2003). Psikologi Umum. Jakarta: PT Asdi Mahasatya


Amin, R., dan Budiman, A. (2018). Perancangan Concept Art Game Berjudul “The
Theory of Keumalahayati” Bergenre Fantasi. e-Proceeding of Art & Design,
5(3), 1577-1583.
Atkinson, R 1983. Pengantar Psikologi. Terjemahan oleh Nurdjannah Taufiq.
Jakarta: Erlangga.
Dahlan, R. (2017). Pengintegrasian Motif Ibadah Pendidik Sebagai Upaya
Optimalisasi Pencapaian Tujuan Pendidikan. Jurnal Konseling dan
Pendidikan, 5 (3), 115-122. DOI: https://doi.org/10.29210/119900
Gohar, M. J., & Sadeghi, N. (2015) Gardner’s Multiple Intelligence Theory and
Foreign Language Achievement. International Journal of English and
Education, 1(4), 206-216.
Hariandja, M. D. (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Grasindo.
King, L. (2017). The Science of Psychology An Appreciative View. New York:
McGraw-Hill Education.
Maftuh. (2015). Intelegensi Sebagai Faktor Belajar. MIYAH: Jurnal StudiIslam,
11(2), 168-179.
Oommen, A. (2014). Factors Influencing Intelligence Quotient. Journal of
Neurology and Stroke, 1, 1-5
Peter Gropel., Mirko Wegner., Julia Schuler. 2016. Achievement motive and sport
participation. Jurnal Psikologi Olahraga. 93-100 .DOI:
https://doi.org/10.1016/j.psychsport.2016.08.007
Rubenfeld, M. G., Scheffer, B. K. (2006). Berpikir Kritis Dalam Keperawatan,
edisi 2, editor: Fruriolina Ariani. Jakarta: EGC.
Santrock, J. W. (2005). Psychology: Updated Seventh Edition. New York:
McGraw-Hill.
Sobur, A. (2013). Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Jawa Barat: Pustaka
Setia.
Solso, L, Robert. (2014). Cognitive Psychology. United States of America: Pearson
Education Limited.
Walgito, B. (2002). Pengantar Psikologi Umum. Ed. 3. Yogyakarta: Andi
Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum, Edisi V. Yogyakarta: Andi.

82

Anda mungkin juga menyukai