Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN SABUN PADAT DARI MINYAK GORENG BEKAS

DITINJAU DARI KINETIKA REAKSI KIMIA

Siti Khuzaimah
Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali,
Jalan Kemerdekaan Barat No. 17 Kesugihan Cilacap
E-mail: khuzaimahsiti86@gmail.com

ABSTRAK
Minyak goreng adalah minyak nabati yang dimana memiliki masa penggunaan yang
terbatas dalam pemakaiannya.Oleh karena itu, minyak goreng yang melewati masa
pengunaannya harus digantikan dengan minyak goreng yang baru.Minyak goreng yang
tidak bisa dipakai inilah yang biasa disebut dengan minyak jelantah. Akan tetapi apabila
minyak jelantah tetap digunakan, maka akan terjadi beberapa hal yang merugikan bagi
kesehatan. Maka dilakukan pemanfaatan minyak goreng bekas dengan cara mengolahnya
kembali untuk pembuatan sabun padat. Sabun padat dihasilkan dari proses saponifikasi,
yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Faktor yang mempengaruhi proses
saponifikasi, yaitu suhu, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, konsentrasi basa, dan
jumlah basa yang digunakan. Variabel penelitian ini adalah jumlah NaOH (20 ml, 25 ml,30
ml dan 35 ml) dan waktu pengadukan (25 menit, 30 menit, 35 menit)

Kata kunci : NaOH, kinetika reaksi, minyak goreng bekas, saponifikasi

Abstract

Cooking oil is a vegetable oil which has a limited usage period in its use. Therefore,
cooking oil that passes through its use should be replaced with new cooking oil. Unusable
cooking oil is commonly referred to as jelantah oil. However, if the cooking oil is still
used, there will be some things that are detrimental to health. So do the utilization of used
cooking oil by way of processing it again to make solid soap. Solid soap is produced from
the saponification process, which is the hydrolysis of fat into fatty acids and glycerol.
Factors affecting the saponification process, ie temperature, stirring speed, stirring time,
base concentration, and amount of base used. The variables of this study were the amount
of NaOH (20 ml, 25 ml, 30 ml and 35 ml) and stirring time (25 min, 30 min, 35 min)

Keywords: NaOH, reaction kinetics, used cooking oil, saponificatio


1. PENDAHULUAN
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh
manusia dalam kehidupan sehari-hari.Baik sebagai media penggorengan dan untuk
memasak makanan sehari hari.Minyak goreng yang digunakan pada masyarakat umumnya
ialah minyak yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit.Konsumen minyak goreng
terbesar adalah industri makanan, restoran, dan hotel. Setelah digunakan berulang-ulang
selanjutnya minyak goreng tersebut menjadi minyak goreng bekas. Sebenarnya minyak
goreng bekas tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali setelah dilakukan proses
pemurnian ulang (reprosesing), namun karena keamanan pangan mengkonsumsi minyak
goreng hasil reprosesing masih menjadi perdebatan sengit akibat adanya dugaan senyawa
akrolein yang bisa menyebabkan keracunan bagi manusia, maka alternatif lainnya adalah
dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku industri non pangan seperti sabun padat .
Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali
membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani,
minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah
berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan
mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk
perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat-zat
yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Larutan
alkali yang digunakan dalam pembuatan abun bergantung pada jenis sabun tersebut.
Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida
(NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida
(KOH).

Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau lemak hewan
yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk
mengoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas,
penambah rasa gurih, menambah nilai kalori bahan pangan. Minyak goreng ditentukan
oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tengorokan.Minyak goreng umumnya
berasal dari minyak kelapa sawit.Minyak kelapa dapat digunakan untuk menggoreng
karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap sehingga minyaknya termasuk
lemak tak jenuh yang sifatnya stabil.Selain itu pada minyak kelapa terdapat asam lemak
esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam lemak tersebut adalah asam palmiat,
stereat, oleat, dan linoelat.

Minyak goreng bekas


Minyak jelantah dalam (bahasa inggris : waste cooking oil) adalah minyak limbah
yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak
sayur, minyak samin, dan sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian
kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali untuk kebutuhan kuliner
akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-
senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses pengorengan. Jadi jelas
bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan mengurangi tingkat kecerdasan generasi berikutnya.
Untuk itu perlu penangannan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat
dan tidak dapat menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan,
kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodiesel. Pemanfaatan minyak
goreng bekas ini dapat dilakukan pemurnian agar dapat digunakan kembali sebagai media
penggorengan atau digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun
(Susinggih, dkk, 2005).

Pemurnian Minyak Goreng Bekas


Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng
bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai bahan
baku produk untuk pembuatan sabun padat. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini
adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan
memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali (Susinggih, dkk, 2005).
Pemurnian minyak goreng bekas ini meliputi 3 tahap proses, yaitu :
A Penghilangan bumbu (despicing)
B Netralisasi
C Pemucatan (bleaching)

Sabun
Sabun adalah surfaktan yang di gunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan noda jika di terapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif
mengikat partikel dalam suspense, mudah di bawa oleh air bersih.

Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang
dapat diturunkan dari minyak atau lemak yang direaksikan dengan alkali (seperti natrium
atau kalium hidroksida) pada suhu 800C-1000C melalui suatu proses yang dikenal dengan
saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang di hasilkan dari pembakaran
tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti
minyak zaitun.

Sabun gliserlin disebut juga sabun transparan. Sabun gliserin ini terbuat dari
pengolahan lemak baik dari lemak hewan seperti butter ataupun lemak nabati seperti
minyak zaitun dan bisa juga dari minyak kelapa. Oleh sebab itu, sabun gliserin adalah
sabun pelambab yang paling baik dan bermanfaat bagi orang yang memiliki kulit yang
kering atau kulit bersisik. Sabun ini mudah larut sehingga tidak meninggalkan flim di kulit
seperti sabun lainnya. Sabun gliserin dapat mengurangi gejala dari penyakit kulit, seperti
eksim dan psoriasis. Gliserin ini menyerap air dan udara dan merupakan factor kunci
dalam menjaga kulit lembut dan sehat, dan salah satu sabun terbaik untuk kulit halus dan
sensitive.

Molekul sabun dan deterjen mempunyai kesamaan, yaitu berupa molekul berbentuk
panjang dengan dua ujung yang berbeda sifat. Ujung yang satu bersifat suka air (gugus
hidrofil) dan gugus yang lain bersifat menolak air ( gugus hidrofob). Uajung hidrofil
tertarik ke lingkungan berair, dan sebaliknya gugus hidrofob lebih cenderung untuk
menjauh dari air dan tertarik keminyak (lemak). Setruktur yang demikian menjadikan
sabun dan deterjen dapat menjembatani air dan minyak. Sifat ini yang memungkinkan
sabun atau deterjen dapat melarutkan minyak dalam air atau air kedalam minyak.

Sifat – sifat sabun

Sifat – sifat sabun yaitu

a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi
sehingga akan dihidrolisis parisal oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk makan
akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal
ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4→Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan mencuci kotoran yang bersifat
polar maupun non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16
yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut
dalam zat organic sedangkan COONa sebagai kepala yang hidrofilik (suka air) dan
larut dalam air.

Kinetika Reaksi Kimia Saponifikasi

Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal
lemak dan basa. Namalain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian
teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis
trigliserinida. Trigliserinida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat.

Produknya, sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam
keanekaragaman cara adalah sebagia bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan
permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan
lebih efektif.Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak
dan sabun terabsorbsi pada butiran kotoran.

Pada penelitian ini, dilakukan pencampuran NaOH harus disamakan suhunya terlebih
dahulu, karena suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Jika
suhu dinaikan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan menambah
energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan bertambah besar,
begitupun sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya kemudian dicampurkan.

Pencampuran pada suhu yang sama agar laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalamai
perubahan besar. Untuk menentukan laju dari reaksi kimia yang dihasilkan, harus
ditentukan seberapa cepat perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya.
Secara umum, apabila reaksi terjadi reaksi A → B, maka mula-mula zat yang A dan zat B
sama sekali belum ada. Setelah beberapa waktu, konsentrasi B akan meningkat sementara
konsentrasi zat A akan menurun (Partana, 2003 : 47).

Hukum laju dapat ditentukan dengan melakukan serangkaian eksperimen secara


sistematik pada reaksi A + B → C, untuk menentukan orde reaksi terhadap A maka
konsentrasi dibuat tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian ditentukan laju
reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk menentukan orde reaksi B
maka konsentrasi B dibuat tetap sementara itu konsentarsi A divariasi kemudian diukur
laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebutt (Partana, 2003 : 49).

Orde dari suatu reaksi penggambaran bentuk matematika dimana hasil perubahan dapat
ditunjukan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen dan hanya dapat
diramalkan juka suatu mekanisme reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat
ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan hanya
eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu,
orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hokum laju bentuk diferensial.
Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam
persamaan stoikiometri reaksi (Hiskia, 2003).
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai pemurnian minyak jelantah dengan


proses absrobsi menggunakan ampas tebu sebagai absorben. Pemurnian ini dilakukan
dengan menambahkan ampas tebu 5-7% berat minyak ke dalam minyak jelantah dan
direndam selama 48 jam. Setelah dilakukan penyaringan didapatkan minyak dengan warna
gelas yang telah berisi minyak, secara perlahan yang lebih jernih (Lisa, dkk, 2009)

Adapun penelitian mengenai pembuatan sabun itu sendiri sebelumnya telah dilakukan
yaitu mengenai pembuatan sabun padat dari minyak jelantah. Proses yang digunakan pada
penelitian kali ini merupakan proses secara kimia yaitu saponifikasi. Dengan tujuan untuk
melihat pengaruh dari kecepatan pengadukan, konsentarsi dan perbandingan penggunaan
alkali terhadap sabun yang dihasilkan.

Bahan baku yang digunakan alam dalam penelitian ini yaitu minyak jelantah dari
minyak penggorengan kerupuk. Sebelum digunakan untuk membuat sabun, dilakukan
proses pemurnian terlebih dahulu terhadap minyak tersebut. Hal ini bertujuan agar minyak
menjadi lebih jernih.

Pada proses pembuatan sabun, digunakan 2 jenis alkali yang berbeda. Yaitu NaOH dan
KOH.Variable yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kecepatan pengadukan dan
konsentrasi alkali yang digunakan. Kecepatan pengadukannya yaitu 450 rpm, 500 rpm,
550 rpm, 600 rpm dan 650 rpm. Sedangkan konsentarsi alkali yang digunakan adalah 20
%, 25% dan 30%.

Penelitian yang dilakukan saat ini

Proses yang digunakan dalam penelitian kali ini juga merupakan proses secara
kimia yaitu saponifikasi. Dengan tujuan untuk melihat pengaruh dari lama waktu
pengadukan, dan jumlah alkali terhadap sabun yang dihasilkan.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak jelantah dari sisa limbah
rumah tangga, berupa penggorengan kerupuk. Sebelum digunakan untuk membuat sabun,
dilakukan proses pemurnian terlebih dahulu terhadap minyak tersebut dengan
menggunakan absorben yang terbuat dari tempurung kelapa 7% dari berat minyak jelantah
yang dimurnikan. Hal ini bertujuan agar warna minyak menjadi lebih jernih.

Pada proses pembuatan sabun, digunakan jenis alkali NaOH. Variable yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu lama waktu.pengadukan dan jumlah alkali yang
digunakan.Waktu pengadukannya yaitu 25 menit, 30 menit, dan 35 menit. Jumlah alkali
yang digunakan yaitu 20 ml, 25 ml, 30 ml, dan 35 ml dan yang ditinjau pada penelitian ini
adalah kinetika reaksi kimia yang terjadi pada saponifikasi.

2. METODELOGI
Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Universitas Nahdlatul Ulama Al-
Ghazali Cilacap. Adapun bahan-bahan yang digunakan minyak goreng bekas, larutan
NaOH, parfum non alcohol 1 ml, pewarna makanan, EDTA, NaCl, gliserin. Sedangkan
peralatan yang digunakan meliputi stirrer, beker gelas, Erlenmeyer, spatula, corong pisah,
gelas ukur, penangas air, labu ukur, hot plate, titrasi digital, klem dan statif, pipet tetes,
oven, pH meter, timbangan analitik, indicator PP.
Data penelitian yang diukur yaitu kadar gula, alkali bebas, minyak mineral, dan
derajat keasaman (Ph). Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang contoh
sebanyak 5 gram dengan menggunakan cawan yang telah diketahui beratnya. Contoh
tersebut dipanaskan dalam lemari pengering pada suhu 1100C selama 2 jam. Pengukuran
alkali bebas dilakukan dengan menggunakan alcohol netral yang telah ditambahkan batu
didih dan dipasang pendingin tegak, lalu larutan dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N
hingga warna merah hilang. Pengukuran kandungan minyak mineral dilakukan dengan
metode titrasi menggunakan larutan HCl 10% dan NaOH 0,5 N. pengukuran Ph dilakukan
dengan menggunakan electrometer.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Jumlah NaOH dan waktu pengadukan terhadap Sabun Padat yang
dihasilkan dari Minyak Goreng Bekas

Semakin lama waktu pengadukan maka semakin banyak jumlah sabun


padat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengadukan,
tumbukan antar reaktan terjadi sehingga energi aktivasi reaksi tercapai dengan
cepat. Begitu pula dengan jumlah NaOH yang ditambahkan ke dalam minyak pada
proses penyabunan. Semakin banyak jumlah NaOH yang ditambahkan, maka
semakin banyak pula jumlah sabun yang dihasilkan.

Tabel 1: Pengaruh jumlah NaOH dan waktu pengadukan terhadap berat


sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas.

Waktu Jumlah NaOH


Pengadukan (gram)
(menit)
20 25 30 35

25 15,7 16,5 17,4 19,3

30 21,6 24,0 25,8 35.9

35 33,5 37,9 39,8 78,5

3.2 Pengaruh jumlah NaOH dan Waktu Pengadukan terhadap kadar air yang
Terdapat pada Sabun Padat.

Kadar air pada sabun padat yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar
antara 5,654 % - 69, 376%. Kadar air terbesar adalah 69,376% diperoleh dari waktu
pengadukan selama 35 menit dan penambahan jumlah NaOH sebanyak 20 ml.
Kadar air terkecil adalah 5,654% diperoleh dari waktu pengadukan selama 35
menit dan penambahan jumlah NaOH sebanyak 30 ml. Kadar air ini cukup baik
karena menurut SNI (1994), kadar air dalam sabun padat minimum sebesar 15% .
kadar air di atas 15% memberikan sifat sabun mulai padat.
Tabel2. Pengaruh jumlah NaOH dan waktu pengadukan terhadap kadar air
yang terdapat pada sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas.
Waktu Jumlah NaOH
Pengadukan (gram)
(menit)
20 25 30 35

25 24,6 % 10,9% 45,7% 32,8%

30 32,3% 14,3% 21,2% 34,1%

35 69,4% 15,8% 54,5% 5,6 %

3.3 Pengaruh jumlah NaOH dan Waktu Pengadukan terhadap Akali Bebas yang
Terdapat pada Sabun Padat.
Kadar alkali bebas pada sabun padat yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara0,012 % - 0,047 %. Kadar alkali bebasterbesar adalah 0,047
%diperoleh dari waktu pengadukan selama 30 menit dan penambahan jumlah
NaOH sebanyak 35 ml. Kadar alkali terkecil adalah 0,012%diperoleh dari waktu
pengadukan selama 25 menit dan penambahan jumlah NaOH sebanyak 20 ml.
Kadar alkali bebas ini cukup baik karena menurut SNI (1994), alkali bebas dalam
sabun tidak boleh lebih dari 0,14% untuk sabun padat.

Tabel 3. Pengaruh jumlah NaOH dan waktu pengadukan terhadap kadar


alkali bebas yang terdapat pada sabun padat yang dihasilkan dari minyak
goreng bekas.
Waktu Jumlah NaOH
Pengadukan (gram)
(menit)
20 25 30 35

25 0,012% 0,014% 0,015% 0,026%

30 0,017% 0,023% 0,027% 0,047%

35 0,025% 0,027% 0,034% 0,014%

3.4 Pengaruh jumlah NaOH dan Waktu Pengadukan terhadap Minyak Mineral
yang Terdapat pada Sabun Padat.
Tabel 4.Pengaruh jumlah NaOH dan waktu pengadukan terhadap kadar minyak
mineral yang terdapat pada sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng
bekas.
Waktu Jumlah NaOH
Pengadukan (gram)
(menit)
20 25 30 35
25 Keruh Negatif Keruh Negatif

30 Keruh Negatif Keruh Negatif

35 Keruh Keruh Keruh Negatif

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun
saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai
dengan kekeruhan. Keberadaan minyak mineral pada sabun sangat tidak
diharapkan, karena akan mempengaruhi proses emulsi sabun dengan air. Nilai
minyak mineral ini harus negatif yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya
kekeruhan pada saat titrasi dengan menggunakan air. Hasil analisa pada sabun
padat menunjukkan minyak mineral negatif untuk beberapa perlakuan yaitu pada
waktu pengadukan selama 25 menit dan penambahan jumlah NaOH sebanyak 25
ml dan 30 ml. Serta waktu pengadukan selama 35 menit dan penambahan jumlah
NaOH sebanyak 25 ml dan 35 ml.

3.5 Pengaruh jumlah NaOH dan Waktu Pengadukan terhadap Derajat


Keasaman (Ph) yang Terdapat pada Sabun Padat.

Berdasarkan SNI (1994) pH sabun padat umumnya adalah antara 7 - 10.


Mencuci tangan dengan sabun dapat meningkatkan pH kulit sementara, tetapi kenaikan
pH kulit ini tidak akan melebihi 7 (Wasitaatmadja, 1997).
Hasil analisa menunjukkan pH pada sabun lunak berkisar antara 8,1 – 9,7. pH
tertinggi adalah 9,7 diperoleh dari waktu pengadukan selama 35 menit dan
penambahan jumlah NaOH sebanyak 30 ml. pH terendah adalah 8,1 diperoleh dari
waktu pengadukan selama 25 menit dan penambahan jumlah KOH sebanyak 15 ml.
Hasil ini menunjukkan nilai pH sabun yang cukup baik sesuai dengan standar SNI
(1994). pH yang sangat tinggi atau rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit
sehingga menyebabkan iritasi pada kulit dan kulit kering. (Wasitaatmaja, 1997).
Tabel 4.Pengaruh jumlah NaOH dan waktu pengadukan terhadap derajat
keasaman (pH) yang terdapat pada sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng
bekas.

Jumlah NaOH Waktu Pengadukan (menit)


(ml) 25 30 35
20 8,1 8,5 9,1
25 9,1 9,2 9,4
30 9,3 9,4 9,5
35 9,5 9,6 9,7
3.6 Kinetika Reaksi Kimia Saponifikasi

Reaksi yang terjadi pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:

(C17H35COO)3 + 3NaOH → 3C17H35COONa + C3H5(OH)3

Reaksi saponifikasi dapat diasumsikan menjadi:

A + 3B → 3C + D

Dimana,

A=A

B = 6,146 A

𝑑𝐶𝐴
= 𝐾[𝐴]𝑚 [𝐵]𝑛
𝑑𝑡
𝑑𝑥𝐴
−𝐶𝐴𝑜 = 𝐾[𝐴]𝑚 [6,146]𝑛
𝑑𝑡
Missal : n = am

𝑑𝑥𝐴
− = 𝐾[𝐴 (1 − 𝑋𝐴)]𝑚 [6,146.3𝐴 (1 − 𝑋𝐴)]𝑎𝑚
𝑑𝑡
𝑑𝑥𝐴
− = 𝐾𝐴 𝑚 6,146. 3𝐴𝑎𝑚 (1 − 𝑋𝐴)]𝑎𝑚 +𝑚
𝑑𝑡
𝑑𝑥𝐴
− = 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 (𝑎+1) (1 − 𝑋𝐴)]𝑚 (𝑎+1)
𝑑𝑡

(1 − 𝑋𝐴)1−𝑚 (𝑎+!)
− = 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 (𝑎+1) 𝑡
1−𝑚 𝑎+1
t = 25 menit X = 0, 098
t = 30 menit X = 0,1707
t = 35 menit X = 0, 2365
untuk t = 25 menitz
(1 − 𝑋𝐴)1−𝑚 (𝑎+!)
− = 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 (𝑎+1) 𝑡
1−𝑚 𝑎+1
1 − 0,098 1−𝑚 𝑎+!
− = 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 𝑎+1 25
1−𝑚 𝑎+1
(1 − 0,902)1−𝑚 (𝑎+!)
− = 25. 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 (𝑎+1)
1−𝑚 𝑎+1
untuk t = 30menit
(1 − 𝑋𝐴)1−𝑚 (𝑎+!)
− = 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 (𝑎+1) 𝑡
1−𝑚 𝑎+1
1 − 0,1707 1−𝑚 𝑎+!
− = 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 𝑎+1 30
1−𝑚 𝑎+1
(0.8293)1−𝑚 (𝑎+!)
− = 30. 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 (𝑎+1)
1−𝑚 𝑎+1

Maka,
(0.8293)1−𝑚 (𝑎+!) 0,82021−𝑚 (𝑎+1)
− =
1−𝑚 𝑎+1 1 − 𝑚 (𝑎 + 1)
1−𝑚 𝑛+1
0,8202
0,6 = (0,8293 )

1−𝑚 𝑛 +1
0,6 = 0,989

1 – m (a+1) = 0,989 log 0,6

1 – m (a+1) = - 0,989 .0, 221

1 – m (a+1) = - 0,218

m (a +1 ) = 1, 218

asumsi m =1

maka, am = 0,989
1−𝑚 𝑎+!
0.8293
− 10 = 30 𝑥 18, 438 𝑘. 𝐴𝑚 𝑎+1
1−𝑚 𝑎+1
6

1−0,989
0.8293
− 10 = 30 𝑥 18, 438 𝑘. 𝐴1,218 𝑘
−0,989
6

k = 0,7685

maka laju reaksi proses saponifikasi adalah

- RA = k [A]m [6,146A]am
- RA = k [A]m [6,146A]0,989

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
jumlah NaOH yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap sabun padat yang
dihasilkan. Dari hasil penelitian penambahan jumlah NaOH sebanyak 35 ml menghasilkan
sabun yang lebih banyak dibandingkan dengan penambahan jumlah NaOH sebanyak 20
ml, 25 ml dan 30 ml. waktu pengadukannya semakin lama akan berpengaruh terhadap
sabun padat yang dihasilkan. Dari hasil penelitian waktu pengadukan selama 35 menit
menghasilkan sabun yang lebih banyak dibandingkan dengan waktu pengadukan 25 menit
dan 30 menit.Kondisi optimum untuk memperoleh sabun lunak yang terbaik adalah pada
penambahan jumlah NaOH 35 ml dan waktu pengadukan selama 35 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R. J dan Fessenden, J. 1994.“KimiaOrganik” . Edisi Ketiga. PenerbitErlangga.


Jakarta.

Harnawi, T. 2004. “Studi Pembuatan Sabun Cairdengan Bahan Baku Minyak


GorengHasil Reproseing”. Fakultas TeknologiPertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Hiskia, Achmad. 2001. “Elektrokimia danKinetika Kimia”. PT. Citra AdityaSakti.


Bandung.

Inayah, Sufi dan Ika Novarita. 2011. “Pengaruhkonsentrasi NaOH dan KOH serta
Kecepatan Pengadukan terhadap Pembuatan Sabun dari Minyak Jelantah”.Laporan
Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.

Ketaren. 1986. “Pengantar Teknologi Minyakdan Lemak Pangan”. UI Press. Jakarta.

Selfiawati E. 2003. “Kajian Proses Degummingdan Netralisasi pada Pemurnian


MinyakGoreng Bekas”.Fakultas TeknologiPertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Wijana, S. 2005. “Mengolah Minyak GorengBekas”. Trubus Agrisarana. Jakarta

Wijana, S., Soemarjo, dan T. Harnawi. 2009.“Studi Pembuatan Sabun Mandi Cair dari
Daur Ulang Minyak Goreng”. JurnalTeknologi Pertanian. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai